BAB IV PERILAKU ASERTIF MAHASISWA KOS DI SEKITAR KAMPUS STAIN PEKALONGAN
A.
Analisis Perilaku Asertif Mahasiswa Kos di Sekitar Kampus STAIN Pekalongan Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada bab sebelumnya, perilaku asertif mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan dapat dilihat dari kejujuran dan ketegasan dalam membuat keputusan khususnya dalam meminta pertolongan dan tolong-menolong sesama teman yang membutuhkan. Seperti yang dipaparkan Nailul Murodah yaitu “…apabila ada mahasiswa kos yang sakit ya langsung ada yang mengantarkannya untuk berobat, kemudian diantar ke dokter... apabila ada mahasiswa yang membutuhkan pinjaman uang atau pertolongan membuat tugas maka mahasiswa kos yang lain ikut membantu sebiasanya atau semampunya,…” 1. Pada kasus diatas, baik mahasiswa yang sakit atau yang memerlukan bantuan, mereka dapat menyampaikan atau mengekspresikan keinginannya untuk dibantu. Kemudian pada mahasiswa yang menolong atau yang memberikan bantuan, mereka pun secara natural merespon dengan membantu individu dalam bersosialisasi. Tidak jauh berbeda dengan pendapat tersebut, Maria Ulfa juga mengatakan “perilaku asertif mahasiswa kos, sigap membantu teman yang sedang kesusahan, baik secara materi maupun non 1
Nailul Murodah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 10 Maret 2015.
66
67
materi, mau membantu mengerjakan tugas bersama-sama, mau mengantarkan teman jika sedang ada keperluan, mau berbagi makanan dan lain sebagainya”.2 Pada pernyataan Nailul Murodah dan Maria Ulfa, merupakan komunikasi interpersonal yang terbentuk dan diperkuat dengan adanya hubungan timbal balik seseorang terhadap lingkungan
dengan menyatakan sesuatu secara
terus-terang atau tegas serta bersikap positif.3 Dua pernyataan tersebut diatas sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Eskin, yang menggambarkan perilaku asertif sebagai kemampuan sosial dalam mengekspresikan langsung perasaan, hasrat, keinginan, dan pikiran dalam konteks interpersonal.4 Pernyataan diatas kemudian diperkuat oleh ibu kos Surati yang mengatakan “Mahasiswa yang kos di sini rata-rata berkata jujur bila ditanya, memiliki rasa dermawan yang tinggi jika diminta bantuannya,…”
5
dan
saudari Nurkhasanah yang mengatakan bahwa “…cara mereka merespon orang lain dengan ungkapan-ungkapan jujur dan sopan, dan juga cara mereka yang blak-blakan meminta pertolongan pada teman yang lain”.6 Perilaku jujur, keterbukaan dalam menyampaikan keinginan untuk dibantu atau ditolong, serta tanggap dan tegas memutuskan untuk membantu atau menolong, merupakan identifikasi dari perilaku asertif yang mana dalam
2
Maria Ulfa, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 17 Maret
2015. 3
Fensterheim dan Baer dalam Syarani, 1995 Mehmet Eskin, 2003.Ibid. Hlm.1 5 Surati, Ibu Kos di sekitar STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 12 Maret 4
2015. 6
2015.
Nurkhasanah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 14 Maret
68
perilaku yang terbentuk, terdapat unsur-unsur
sesuai dengan yang
dikemukakan Rees dan Graham yaitu kejujuran, tanggung-jawab terhadap apa yang terjadi pada dirinya, kesadaran diri, dan unsur percaya diri.7 Perilaku asertif juga digambarkan oleh Riqoh Amidsani
yang
mengatakan bahwa “Perilaku asertif,.. apabila bertemu dengan teman saling menyapa,.. apabila ada air yang tumpah tidak langsung dibereskan, hanya teriak-teriak mencari pelakunya”8, dan Mufida “…tidak membuang sampah pada tempatnya, jika ada yang sembarangan langsung meneriakinya...”9. Pada perilaku menyapa, perilaku asertif digambarkan sebagai kemampuan komunikasi interpersonal dasar yang dipelajari secara natural yang mana dapat membantu individu dalam bersosialisasi.10 Sedangkan pada perilaku meneriaki seseorang, perilaku asertif muncul untuk meminta seseorang berbuat sesuatu agar melakukan apa yang dikehendaki atau meminta sesuatu pada orang lain yang menumpahkan air
atau yang membuang sampah
sembarangan tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Eisler yang mengatakan bahwa perilaku asertif dapat dibentuk pula dengan cara meminta munculnya perilaku yang baru pada orang lain dengan mengungkapkan fakta atau perasaan
dengan tujuan agar situasi berubah sesuai dengan yang
diinginkan. 11
7
Reputrawati, 1996 Riqoh Amidsani, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 9 Maret 2015. 9 Mufida, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 16 Maret 2015. 10 Laura K. Kirst. Investigating the relationship between assertiveness and personality characteristics. Thesis. (Florida, 2011) 11 Galassi, Merna Dee dan Galassi. Assert Yourself “How To Be Your Own Person”. (Newyork, Penerbit Human Sciences Press. 1977). Hlm.81-169 8
69
Namun, pada kasus bertamunya seseorang pada jam malam, perilaku asertif tidak ditemukan, dibuktikan dengan pernyataan Nailul Murodah yang mengatakan bahwa: “…banyak ditemukan mahasiswa yang berkeliaran di sekitar kos mahasiswi hingga larut malam, tapi dibiarkan saja oleh teman yang lain,..”
12
. Perilaku „dibiarkan‟ ini merupakan perilaku tidak tegas dan
tidak berani menegur seseorang yang berpacaran hingga larut karena merasa masih teman satu kos sehingga seolah acuh tak acuh terhadap apa yang terjadi pada perilaku mahasiswa di sekitar kos STAIN Pekalongan tersebut,13 dan menimbulkan perasaan su‟udzon dan ketidaknyamanan di lingkungan kos dan dapat memicu terjadinya perzinahan diantara mahasiswa. Hal ini senada dengan pernyataan Laela Fitriyani: “tidak sedikit mahasiswa kos yang berpacaran, menerima tamu laki-laki hingga larut malam dan tidak ada yang berani menegur karena masih teman satu kosnya”.14 Pengakuan tersebut diperkuat dengan pernyataan Mufida selaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan “tidak berani menolak dan menerima tamu laki-laki hingga larut malam, berduaan dengan laki-laki sambil ketawa-tawa hingga keras, tapi tidak ada yang berani menegur”.15 Pernyataan „tidak berani menegur‟ dan „tidak berani menolak‟ pada hasil wawancara diatas merupakan bentuk perilaku yang bertentangan dengan teori perilaku asertif. Daniel R. Ames yang menerangkan bahwa perilaku asertif 12
Nailul Murodah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 10 Maret 2015. 13 Observasi dan interview mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan pada tanggal 19 Agustus 2014. 14 Laela Fitriyani, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 11 Maret 2015. 15 Mufida, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 16 Maret 2015.
70
merupakan refleksi bagaimana seseorang melihat, menjamin, membela, mengejar prinsip atau keinginan personal.16 . Kirst Laura juga mendefinisikan perilaku asertif sebagai kemampuan komunikasi interpersonal dasar dalam bersosialisasi yang terbentuknya dan diperkuat dengan adanya hubungan timbal balik antar teman, lingkungan maupun masyarakat.17 Dengan bersikap tidak tegas, seseorang tidak dapat merefleksikan dan mengekspresikan ketidaknyamanannya terhadap apa yang dilihat dan dirasakan, sehingga perilaku asertif tidak muncul pada situasi tersebut. B. Analisis Aspek-Aspek Perilaku Asertif pada Mahasiswa Kos di Sekitar Kampus STAIN Pekalongan Berdasarkan hasil wawancara, saudari Riqoh Amidsani memaparkan bahwa “Perilaku asertif mahasiswa itu… apabila bertemu dengan teman saling menyapa..”18 dan paparan dari saudari Laela Fitriyani yang mengatakan “…perilaku asertif mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN dapat dilihat dari sikap tegas mereka dan rasa sosial yang tinggi, sopan dan santun terhadap orang tua…”19. Pada pernyataan diatas, menyapa dan sopan santun merupakan ungkapan perasaan suka, cinta, sayang kepada orang lain,
16
Daniel R. Ames. In Search of the Right Touch. (Columbia, penerbit APS, 2008). Hlm.1 Laura K. Kirst. Investigating the relationship between assertiveness and personality characteristics. Thesis. (Florida, 2011) 18 Riqoh Amidsani, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 9 Maret 2015. 19 Laela Fitriyani, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 11 Maret 2015. 17
71
yang mana hal ini adalah identifikasi dari salah satu aspek perilaku asertif yang dikemukakan Galassi dan Galassi yaitu expressing positive feelings. 20 Menyapa juga merupakan pintu hubungan silaturahim dan secara tidak langsung seseorang telah berkomunikasi dengan orang lain dan orang lain tersebut akan merespon dengan sapaan pula atau dengan bahasa tubuhnya. Jadi dengan menyapa, perilaku asertif terbentuk dan diperkuat dengan adanya hubungan timbal balik antar teman, lingkungan maupun masyarakat. 21 Dengan mengungkapkan perasaan positif, seseorang akan memulai dan terlibat percakapan yang diindikasikan oleh frekuensi senyuman dan gerakan tubuh
yang
mengindikasi
menginformasikan
tentang
reaksi diri.
perilaku, Perasaan
respon, positif
kata-kata
yang
hendaknya
perlu
diungkapkan, baik dengan orang tua, adik, saudara, kerabat, teman sepermainan, maupun masyarakat. Karena dengan ungkapan positif, membantu seseorang untuk membentuk kejujuran, sportivitas, dan menekan ego atau perasaan gengsi seseorang. Perilaku asertif merupakan pengekspresian karakter personal.22 Hal ini berupa sikap atau perilaku yang menyangkut ekspresi, keinginan-keinginan, kebutuhan-kebutuhan, serta perasaan-perasaan secara tepat, jujur, relatif terbuka, dan langsung mengarah ke tujuan. Dalam aspek perilaku asertif yaitu self affirmations, Nurkhasanah memaparkan bahwa “…perilaku asertif...
20
Galassi, Merna Dee dan Galassi. Assert Yourself “How To Be Your Own Person”. (Newyork, Penerbit Human Sciences Press. 1977). Hlm.81-169 21 Laura K. Kirst. Investigating the relationship between assertiveness and personality characteristics. Thesis. (Florida, 2011) 22 Ivelina Pevena dan Stoil Mavrodiev, A Historical Approach to Assertiveness.(Bulgaria, Penerbit Psyct, 2013). Hlm.1
72
dapat dilihat dari cara mereka merespon orang lain dengan ungkapanungkapan jujur dan sopan, dan juga cara mereka yang blak-blakan meminta pertolongan pada teman yang lain”.23 Pada ungkapan jujur, sopan dan blakblakan meminta pertolongan merupakan perilaku mahasiswa kos dalam mempertahankan hak, dan mengungkapkan pendapat sesuai dengan identifikasi dari aspek self affirmations yang dikemukakan Galassi dan Galassi. 24 Pada mahasiswa kos STAIN Pekalongan, aspek self affirmations juga dapat dilihat dari pernyataan Nailul Murodah “…apabila ada mahasiswa kos yang sakit ya langsung ada yang mengantarkannya untuk berobat, kemudian diantar ke dokter…apabila ada yang membutuhkan pinjaman uang atau pertolongan membuat tugas maka mahasiswa kos yang lain ikut membantu sebiasanya atau semampunya.”25 Identifikasi aspek self affirmations ini, dapat dilihat dari perilaku jujur untuk mengungkapkan perasaan atau keinginannya untuk dibantu, yang muncul pada subyek mahasiswa yang sakit dan mahasiswa yang membutuhkan pertolongan. Subyek pada pernyataan Nailul Murodah,
mengekspresikan langsung perasaan, hasrat, keinginan, dan
pikiran dalam konteks interpersonal,26 yang mana si subyek atau mahasiswa yang sakit dan yang membutuhkan pertolongan ini meminta seseorang untuk berbuat sesuatu agar melakukan apa yang dikehendaki. 23
Nurkhasanah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 14 Maret
2015. 24
Galassi, Merna Dee dan Galassi. Assert Yourself “How To Be Your Own Person”. (Newyork, Penerbit Human Sciences Press. 1977). Hlm.81-169 25 Nailul Murodah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 10 Maret 2015. 26 Mehmet Eskin, 2003.Ibid. Hlm.1
73
Terakhir, Dalam aspek perilaku asertif yang dikemukakan Galassi dan Galassi yaitu expressing negative feelings.
27
Perilaku menyatakan perasaan
negatif, dapat dilihat dari perilaku menolak atau menegur teman yang meminjam barang tanpa izin, sebagaimana dipaparkan oleh Nailul Muna “…berbicara, apa adanya, seperti menegur jika ada yang meminjam barang teman tanpa izin...” 28 Dengan sikap berani menegur tersebut, seseorang telah mengekspresikan keinginan dan perasaannya secara jujur, relatif terbuka dan langsung mengarah ke tujuan. Perilaku berani menegur pada mahasiswa kos, ternyata selain masuk dalam komponen aspek perilaku asertif yang dikemukakan Galassi dan Galassi yaitu expressing negative feelings, juga sejalan dengan konsep perilaku asertif yang dikemukakan Eisler tentang salah satu komponen perilaku asertif yaitu complain dan Request for new Behaviour.29 Hal ini membuktikan bahwa aspek perilaku asertif, yaitu expressing positive feelings, self affirmations dan expressing negative feelings, muncul hampir pada setiap perilaku mahasiswa kos STAIN Pekalongan. Namun, pada kasus bertamunya seseorang pada jam malam, ketiga aspek perilaku asertif yang dikemukakan Galassi dan Galassi ini tidak muncul atau tidak ditemukan, yang mana dibuktikan dengan pernyataan Nailul Murodah, Laela Fitriyani dan Mufida selaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan yang mengatakan bahwa “…banyak ditemukan mahasiswa yang 27
Galassi, Merna Dee dan Galassi. Assert Yourself “How To Be Your Own Person”. (Newyork, Penerbit Human Sciences Press. 1977). Hlm.81-169 28 Nailul Muna, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 14 Maret 2015. 29 ibid
74
berkeliaran di sekitar kos mahasiswi hingga larut malam, tapi dibiarkan saja oleh teman yang lain,..”
30
, “tidak sedikit mahasiswa kos yang berpacaran,
menerima tamu laki-laki hingga larut malam dan tidak ada yang berani menegur karena masih teman satu kosnya”.31 dan “tidak berani menolak dan menerima tamu laki-laki hingga larut malam, berduaan dengan laki-laki sambil ketawa-tawa hingga keras, tapi tidak ada yang berani menegur”.32 Perilaku membiarkan, tidak berani menegur dan tidak berani menolak pada hasil wawancara diatas merupakan perilaku tidak tegas yang bertentangan dengan konsep perilaku asertif yang mana seharusnya dapat diidentifikasi melalui pengungkapan perasaan secara terang-terangan dan menolak permintaan. Seseorang yang asertif tidak merasa malu dalam mengungkapkan pendapat dan prinsip dalam mempertahankan hak dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral dalam diri seseorang. Bersinggungan dengan perilaku mahasiswa yang berduaan tanpa mahram, baik dari mahasiswa yang terlibat maupun mahasiswa yang tidak terlibat atau hanya sekedar melihat dan mendengar perilaku itu, mereka tidak dapat bersikap tegas untuk menolak seseorang pada jam malam dan tidak berani menegur seseorang yang pacaran hingga larut. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan pendidikan perilaku asertif agar tidak terjadi perilaku yang negatif yang dapat mencemarkan nama mahasiswa kos khususnya almamater STAIN Pekalongan. 30
Nailul Murodah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 10 Maret 2015. 31 Laela Fitriyani, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 11 Maret 2015. 32 Mufida, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 16 Maret 2015.
75
C. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Mahasiswa Kos di Sekitar Kampus STAIN Pekalongan. Perilaku asertif pada setiap individu berbeda berdasarkan latar belakang individu. Dari hasil penelitian pada bab sebelumnya diketahui bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku asertif mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan, antara lain jenis kelamin, kepribadian, intelegensi, usia, kebudayaan dan pola asuh. 33 1. Faktor Jenis Kelamin Menurut penuturan Novi Astriani selaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan: “Menurut saya faktor seseorang bersikap tegas atau asertif itu tergantung dari jenis kelaminnya. Pada perempuan, mereka lebih memilih menjaga perasaan karena takut menyakiti. Sedangkan laki-laki biasanya bisa ceplas-ceplos jika berbicara dengan temannya”.34 Pada hasil wawancara diatas, jelas terlihat bahwa perilaku asertif lebih dominan pada mahasiswa kos berjenis kelamin laki-laki daripada mahasiswa berjenis kelamin perempuan yang mana sejalan dengan penjelasan Ratus dan Nevid tentang salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku asertif.
35
Hal ini juga sejalan dengan penelitian Herni Rosita
pada 100 mahasiswa Gunadarma-Depok, yang mana hasilnya yaitu
33
Rathus, S.A & Nevid. l986. Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and
Winston. 34
Novi Astriani, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 15 Maret 2015 35 Rathus, S.A & Nevid. l986. Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and Winston.
76
mahasiswa berjenis kelamin laki-laki lebih asertif daripada mahasiswa perempuan.36 Pada dasarnya laki-laki memiliki power yang lebih kuat daripada perempuan. Sehingga peranan dalam kehidupan pun terlihat jelas berbeda seperti peranan ayah yang berwibawa, tegas, dan disegani dalam lingkup keluarga serta peranan ibu yang memiliki kasih sayang dan kelembutan di dalam keluarga. Sehingga dalam kehidupan pun, perempuan lebih bersikap pasif meskipun terhadap hal-hal yang kurang berkenan di hatinya. 2.
Faktor kepribadian Dalam penuturan Abdul Gofar selaku mahasiswa kos disekitar kampus STAIN Pekalongan: “Mahasiswa itu sifatnya beda-beda. Ada yang pemalu, penurut, pemberontak, supel, ceria, pemberani. Jadi, perilaku mereka itu biasanya tergantung dari sifat dan tabiat mereka masing-masing”.37 Dalam pernyataan pemalu, penurut, pemberontak, supel, ceria, pemberani merupakan ciri dari karakter seseorang yang mana biasa kita sebut dengan sifat atau kepribadian. Hal ini jelas terlihat bahwa perilaku asertif lebih dominan pada mahasiswa kos dengan kepribadian ekstrovert dimana pada kepribadian ekstrovert, proses komunikasi merupakan syarat utama dalam interaksi. Interaksi akan lebih efektif apabila setiap orang 36
Herni Rosita. Hubungan antara Perilaku Asertif dengan Kepercayaan diri pada Mahasiswa. (E-jurnal ,2010). Hlm. 1 37 Abdul Gofar, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 14 Maret 2015.
77
mau terlibat dan berperan aktif. Seseorang yang berperan aktif adalah mereka yang spontan mengutamakan buah pikirannya dan menanggapi pendapat setiap sikap pihak lain. Sifat spontan ini dapat dijumpai pada orang-orang yang memiliki kepribadian ekstrovert.
Seseorang dengan
kepribadian ekstrovert memiliki ciri-ciri mudah melakukan hubungan dengan orang lain, imulsif, cenderung agresif, sulit menahan diri, percaya diri, perhatian, mudah berubah, gampangan, ceria dan banyak teman. Sebaliknya, kepribadian introvert memiliki ciri-ciri pendiam, gemar mawas diri, sedikit teman, pemikir, dan menahan diri. Sehingga kepribadian masuk kedalam salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku asertif sesuai dengan penjelasan Ratus dan Nevid tentang faktor yang mempengaruhi perilaku asertif. 38 3. Faktor intelegensi Menurut penuturan Awaliyah selaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan: Faktor kecerdasan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan. seseorang yang cerdas akan memiliki perilaku yang baik karena bertindak dengan matang sedangkan seseorang tidak cerdas akan cenderung bersifat kasar dan memiliki perilaku yang rendah pula karena tidak berfikir panjang tentang apa yang dilakukannya. Alhamdulillah kami walaupun mahasiswa yang kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan akan tetapi mendapatkan pendidikan agama di STAIN Pekalongan sehingga kami dapat membentengi diri kami dari perilaku yang tidak baik”. 39
38
Rathus, S.A & Nevid. l986. Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and
Winston. 39
2015.
Awaliyah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 15 Maret
78
Ini membuktikan bahwa perilaku asertif dipengaruhi oleh faktor intelegensi yang mana sesuai dengan penjelasan Ratus dan Nevid tentang faktor yang mempengaruhi perilaku asertif.
40
Dengan intelegensi,
seseorang mampu untuk merumuskan dan mengungkapkan buah pikirannya secara jelas dan gamblang sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain. Seseorang dengan intelegensi yang tinggi akan memiliki perilaku yang jauh lebih sopan dan beradab daripada seseorang dengan intelegensi rendah. 4. Faktor budaya dan lingkungan di sekitar tempat kos Menurut penuturan Azizah selaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan: Faktor budaya dalam keluarga merupakan faktor yang utama dalam mempengaruhi perilaku asertif pada mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan. Lingkungan yang baik maka akan melahirkan perilaku mahasiswa yang baik pula, sedangkan lingkungan yang buruk maka akan melahirkan perilaku mahasiswa yang buruk pula. Namun, Alhamdulillah saya dilahirkan dalam keluarga yang baik dan menurut saya lingkungan di sekitar tempat kos kampus STAIN Pekalongan adalah lingkungan yang baik, hal ini dapat ditunjukkan dari kegiatan warga yang suka bergotong royong, mengadakan pos ronda, saling menghargai antar tetangga dan lain sebagainya. Sehingga mahasiswa yang kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan menjadi terpengaruh dengan kondisi lingkungan yang baik tersebut.41
Dalam hal ini jelas terlihat bahwa perilaku asertif pada mahasiswa kos dipengaruhi oleh faktor kebudayaan. Yang mana sejak kecil, seseorang sudah mengenal kebudayaan, adat, kebiasaan dari keluarga. Jika
40
Rathus, S.A & Nevid. l986. Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and
Winston. 41
Azizah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 13 Maret 2015.
79
didalam keluarga yang didalamnya menanamkan perilaku yang tidak baik, maka akan melahirkan hal yang tidak baik pula. Sebaliknya, jika kebaikan yang ditanamkan dalam keluarga akan melahirkan kebaikan pula pada generasi
barunya.
Sama
halnya
dengan
lingkungan,
lingkungan
merupakan wadah untuk individu berkembang, sekaligus tempat untuk belajar dari hal baik maupun buruk. Jika di dalam masyarakat itu diwarnai dengan suasana keagamaan, maka anak ikut diwarnai menjadi baik. Begitu juga sebaliknya, jika lingkungan masyarakat itu jauh dan gersang jiwanya dari nilai-nilai agama, ini berpengaruh pada perilaku kesehariannya menjadi buruk. Setiap orang memiliki perilaku yang berbeda-beda. Faktor kebudayaan ini juga merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku asertif menurut Ratus dan Nevid.42 mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan. Lingkungan yang baik menjadikan anak menjadi individu yang baik pula sebagaimana yang terjadi menurut penuturan Azizah. 5. Faktor pola asuh Menurut penuturan Farhah selaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan: Faktor yang mempengaruhi perilaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan menurut saya adalah adanya pola asuh dan sikap pemanjaan dari orang tua. Bagaimana cara orang tua membesarkan anaknya dan perlu diingat bahwa orang tua pastilah mempunyai sikap kasih dan sayang kepada anaknya, tentu saja hal ini diperbolehkan akan tetapi apabila sikap kasih dan sayang orang tua itu berlebih maka akan akan merasa dimanja yang pada akhirnya anak anak merasa apa yang 42
Winston.
Rathus, S.A & Nevid. l986. Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and
80
dilakukannya bukanlah hal yang salah dan selalu didukung oleh orang tuanya. Inilah yang dinamakan pemanjaan anak oleh orang tua. Di tambah lagi orang tua yang senantiasa memberikan apa yang anak minta, hal ini membuat perilaku mahasiswa menjadi bertambah semakin buruk dengan timbulnya sifat egois, suka pamer, dan merasa paling hebat di antara mahasiswa kos yang lainnya.43 Sebagai seseorang yang mencintai buah hatinya pastilah orang tua akan memberikan apa yang diinginkan oleh anaknya, hal ini sebagai bentuk pemanjaan dari orang tua. Anak yang diasuh secara otoriter biasanya akan menjadi remaja yang pasif dan sebaliknya bila diasuh secara permisif terbiasa utuk mendapatkan segalanya dengan mudah dan cepat sehingga ada kecenderungan untuk bersikap agresif. Lain halnya dengan pola asuh demokratis, pola ini mendidik anak untuk mempunyai kepercayaan
diri
yang
besar,
dapat
mengkomunikasikan
segala
keinginannya secara wajar dan tidak memaksakan kehendak. Pada penuturan diatas membuktikan bahwa perilaku asertif dipengaruhi oleh pola asuh sesuai dengan penjelasan Ratus dan Nevid tentang faktor yang mempengaruhi perilaku asertif. 44 6. Faktor usia Menurut penuturan Setyaningsih selaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan: Biasanya ya mas, perilaku asertif mahasiswa kos itu faktornya dari keseniorannya dia, mas. Rata-rata yang sudah senior atau yang usianya diatas yang lain, lebih tegas dan mengayomi adek-adek kelasnya di kosan mas. Tapi kadang juga tidak lepas dari sifat jahil mereka mengerjai juniornya. Yang junior pun juga hanya yang berani dan yang akrab saja 43 44
Winston.
Farhah, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 14 Maret 2015. Rathus, S.A & Nevid. l986. Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and
81
yang biasanya jujur menyampaikan perasaan tidak nyamannya pada seniornya. 45 Hal ini tidak jauh berbeda dengan Penelitian perbandingan kebudayaan yang dilakukan Mehmet Eskin tahun 2003 pada 652 remaja Swedia dan 654 remaja Turki mengenai Self Reported Assertiveness, dengan menggunakan skala perilaku interpersonal (SIB) menunjukkan bahwa para remaja baik Swedia maupun Turki usia tua lebih asertif daripada usia muda.46 Ini menunjukkan usia merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku asertif sesuai dengan penjelasan Ratus dan Nevid tentang faktor yang mempengaruhi perilaku asertif. 47. Berdasarkan wawancara di atas, maka diperoleh informasi bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi perilaku mahasiswa kos di sekitar kampus STAIN Pekalongan, yakni faktor jenis kelamin, kepribadian, intelegensi, kebudayaan, pola asuh, dan usia.
45
Setyaningsih, Mahasiswa STAIN Pekalongan, wawancara pribadi, Pekalongan, 14 Maret
2015. 46
Mehmet Eskin, Self Reported Assertiveness in Swedish and Turkish Adolescents; A Cross Cultural Comparison. (Turki; Penerbit Scandinavian Journal of Psychology, 2003). Vol.44. Hlm.7 47 Rathus, S.A & Nevid. l986. Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and Winston.