BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H. Dini mengenai kepemilikan tubuh perempuan yang dikaji dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Simone de Beauvoir menghasilkan beberapa temuan. Tubuh selama ini dimaknai sebagai fakta biologis dan dibentuk dengan pemahaman sosialkultural masyarakat menyebabkan tubuh kehilangan eksistensinya. Tubuh perempuan seringkali dikatakan sebagai hal yang dapat menimbulkan kekacauan, untuk itulah berbagai peraturan mengenai tubuh perempuan pun diciptakan untuk membatasi tubuh tersebut. Isu mengenai tubuh perempuan dalam perspektif karya sastra dapat ditemui dalam novel Namaku Hiroko karya N.H. Dini. Hubungan antara laki-laki dan perempuan digambarkan sebagai hubungan antara subjek dan objek, hubungan antara Sang Diri dengan Sang Liyan. Relasi subjek dan objek ini terlihat dari kedudukan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Laki-laki dianggap sebagai makhluk yang esensial, mkhluk yang sempurna, sedangkan perempuan dikatakan sebagai jenis kelamin kelas dua, sesuatu yang tidak sempurna. Dalam konteks budaya
116
patriaki, laki-laki memiliki kekuasaan yang lebih dari perempuan sehingga laki-laki memiliki kesempatan yang lebih untuk mengobjektivikasi perempuan. Hubungan antara subjek dan objek dikatakan Beauvoir sebagai hubungan yang tidak tetap. Tidak ada subjek yang absolut, selalu ada risiko pembalikan terhadap keadaan tersebut. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat N.H. Dini. Dalam penelitian ini, peneliti tidak menemukan adanya subjek yang absolut, selalu ada resiko pembalikkan. N.H. Dini memperlihatkan keinginan perempuan untuk mampu membalikkan posisi dari subjek menjadi objek. Hiroko berusaha melakukan pembalikan tersebut, ia berusaha menjadi subjek dalam beberapa hal yang mampu dicapainya. Hiroko mampu menjadi subjek dalam hal seksualitas dan kemandirian ekonomi namun hal yang lain ia adalah liyan, ia dalah objek. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada subjek yang mampu absolut, selalu terjadi risiko pembalikkan. Hiroko menjadi subjek pada hal seksualitas dan kemandirian ekonomi namun dalam hal yang lain, yaitu dalam lingkungan sosial masyarakat, perempuan tidak dapat melepaskan diri dari hegemoni sistem patriarki, terbukti pada Hiroko yang memilih untuk tidak menikah dan memilih untuk tidak kembali ke desanya. Bagi Hiroko, kembali ke desa dan menikah adalah dua ruang yang terlanjur dikuasai oleh sistem patriarki, suatu keadaan yang membuat ia tidak mampu menjadi subjek absolut. Konsep mengenai tubuh dan penubuhan adalah hal yang juga menjadi sorotan yang serius dalam penelitian ini. Tubuh selama ini dimaknai sebagai sebuah penanda
117
biologis, sebagai hal yang membedakan antara jenis kelamin yang satu dengan jenis kelamin yang lain namun ternyata tubuh memiliki arti yang lebih dari sekadar jenis kelamin. Tubuh adalah eksistensi individu, perwujudan dari harapan-harapan yang ingin dicapai oleh individu. Jika tubuh dikatakan sebagai sebuah proyeksi terhadap mimpi-mimpi manusia maka penubuhan adalah cara seseorang untuk memaknai tubuhnya tersebut. Simone de Beauvoir menyatakan bahwa tubuh dan pikiran adalah satu kesatuan yang sama. Dua hal yang kemudian menjadi satu kesatuan yang saling memengaruhi. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan adanya kesamaan pendapat antara Simone de Beauvoir dengan N.H. Dini. Pikiran dan tubuh
adalah satu
kesatuan yang sama. Tubuh melakukan hal yang diperintahkan atau yang diinginkan oleh pikiran. Hal yang dilakukan oleh tubuh adalah cerminan dari pikiran individu tersebut. Seperti yang terjadi pada Hiroko, Hiroko memiliki pemikiran bahwa ia hanya ingin berhubungan dengan laki-laki yang menarik secara jasmani, laki-laki yang menarik hatinya sehingga ketika ia berhubungan dengan seorang laki-laki maka pikiran dan hatinya harus menyetujui hal tersebut. Namun di sisi lain, diceritakan ketika majikan laki-laki Hiroko yang memiliki rupa jasmani yang tidak sesuai dengan kehendak Hiroko memaksa Hiroko untuk berhubungan seksual dengannya, Hiroko tidak mampu menolak keinginan majikan laki-lakinya tersebut. Hiroko mengutuki kelemahan hatinya namun di sisi lain tubuhnya menikmati hubungan tersebut. Hal ini menggambarkan adanya pertentangan namun yang bertentangan di sini bukanlah
118
tubuh dengan pikiran melainkan pikiran dengan pikiran. Tubuh adalah sebuah fakta biologis yang netral yang dipengaruhi oleh pikiran tersebut. ketika terjadi pertentangan antara pikiran dengan pikiran maka tubuh akan bertindak mengikuti pikiran yang lebih kuat. Dalam hal ini pikiran Hiroko untuk menikmati hubungan seksualitas dengan majikannya sebagai sebuah pengalaman yang baru dapat mengalahkan pikirannya untuk melakukan hubungan seksualitas dengan laki-laki yang sesuai dengan standarnya sehingga tubuh pun mengikuti kemauan pikiran tersebut. Konsep penubuhan perempuan terhadap tubuhnya akan menghasilkan berbagai upaya untuk menghasilkan sebuah subjektivitas. Upaya yang dilakukan Hiroko untuk mencapai subjektivitasnya, yaitu melalui seksualitas dan kemandirian ekonomi. Seksualitas yang selama ini dianggap sebagai domain laki-laki, wilayah kekuasaan laki-laki mampu ditundukkan oleh Hiroko, ia mampu menjadi sosok yang dominan. Masalah seksualitas, selama ini, dianggap sebagai suatu hal yang ditabukan bagi perempuan. Perempuan dilarang untuk menunjukkan seksualitasnya. Perbuatan menunjukan keinginan atau hasrat seksualitas bagi perempuan dianggap sebagai hal yang memalukan dan tidak pantas. Melalui Hiroko, N.H. Dini mengkritik aturanaturan yang mengharuskan perempuan untuk bertindak sesuai dengan kebiasaankebiasaan yang ada di masyarakat. Dalam penelitian ini terlihat bahwa perempuan yang memiliki inisiatif dalam seksualitas, yang tidak hanya bersifat menerima, tetapi
119
juga mampu memulai dan memberi pengalaman yang berbeda adalah perempuan yang diinginkan. Ketika perempuan dapat menubuhi dirinya dan menjadi subjek dalam seksualitasnya maka ia dapat menjadi subjek. Selain seksualitas, subjektivitas perempuan juga dapat dilihat dalam hal kemandirian ekonomi. Perempuan yang mampu mandiri secara ekonomi adalah perempuan yang mampu untuk lepas dari objektivasi laki-laki. Subjektivitas yang dilakukan perempuan menyebabkan laki-laki merasa terancam. Hal ini ketika perempuan menjadi subjek maka terjadi bentuk perlawanan antara subjek dengan subjek. Keberadaan perempuan sebagai subjek yang bebas akan mengancam keeksistensian laki-laki dan salah satu cara agar laki-laki dapat mengamankan posisinya adalah dengan melimpahi perempuan dengan kemandirian ekonomi dan mengikatnya dalam ketergantungan terhadap laki-laki. Isu ekonomi ini tenyata memiliki implikasi terhadap hal lainnya, yaitu mengenai konsep pekerja perempuan. Penelitian ini menemukan adanuya wacana mengenai pekerja perempuan yang diangkat dalam hal kemandirian ekonomi. Perempuan sejak kecil telah dibentuk untuk menjadi pekerja perempuan. Hal yang telah dirancang untuk mengontrol kebebasan tubuh perempuan tersebut. Perempuan dilembagakan dalam pekerjaan-pekerjaan rendahan, ia diburuhkan. Dengan mempekerjakan perempuan maka ini berarti laki-laki dapat mengontrol perempuan
120
melalui sistem upah. Pekerja perempuan menjadi tergantung dengan upah sehingga kebebasannya menjadi tercabut. Namun dalam konsep pekerja perempuan, selalu ada perempuan yang bisa menembus sistem tersebut, selalu ada pengecualian. Perempuan-perempuan yang memiliki kesempatan dan dapat membuktikan kecakapannya dalam bekerja dapat melampaui batasan yang mengontrolnya sebagai pekerja perempuan. perempuan mampu melepaskan diri dari ketergantungan sistem upah dan dia bisa menjadi subjek yang bebas. Subjektivitas perempuan pastinya akan berdampak pada kepemilikan tubuh yang lain. Kebebasan yang dimiliki Hiroko terhadap tubuhnya pastinya akan berdampak pada kebebasan tubuh yang lain. Perjuangan yang dilakukan perempuan untuk mendapatkan kebebasan atas tubuhnya mampu menjadikan perempuan kehilangan rasa empatinya terhadap tubuh yang lain. Perempuan yang memiliki kesempatan menjadi subjek maka ia memiliki kemampuan untuk melakukan objektivikasi terhadap subjek yang lain. Melalui Hiroko, N.H. Dini memberikan cara berpikir yang baru dalam melihat persoalan tubuh, bahwa tubuh adalah alat bagi perempuan untuk melawan dan mengimbangi domionasi laki-laki dalam berbagai hal. Selain itu, N.H Dini menggunakan strategi naratif melalui simbol-simbol tubuh secara eksplisit yang dapat
121
dimaknai sebagai gerakan penyadaran terhadap perempuan terkait arti pentingnya tubuh perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki. 4.2 Kritik dan Saran Persoalan tentang tubuh adalah persoalan yang akrab dalam dunia sastra termasuk dalam novel-novel Indonesia. Perempuan dan semua hal yang melingkupinya adalah hal yang menarik untuk dikaji. Permasalahan mengenai perempuan telah banyak dibahas dengan menggunakan berbagai teori sastra namun pembahasan mengenai tubuh perempuan dan subjektivitas perempuan masih sedikit. Peneliti menyadari bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, peneliti berharap akan ada penelitian-penelitian selanjutnya yang membahas mengenai tubuh perempuan sehingga dapat memperkaya referensi penelitian feminis di Indonesia.
122