BAB IV PEMBANGUNAN MODEL KINETIKA DAF PADA ALIRAN TURBULEN DENGAN KETERKAITAN DUA ARAH 4.1. Pendahuluan Pengembangan model kinetika DAF didasarkan pada model frekuensi tumbukan antar partikel yang dikembangkan oleh Wang dkk (1998) dan model laju flotasi oleh Hu dan Mei (1999). Model frekuensi tumbukan Wang dibangun
pada
kondisi aliran turbulen dengan keterkaitan dua arah. Model Wang tersebut merupakan perbaikan atas model frekuensi tumbukan Saffman dan Turner (1956). Model laju flotasi yang dikembangkan oleh Hu dan Mei (1999) digunakan pada transformasi dari frekuensi tumbukan antar partikel, menjadi laju flotasi yang didasarkan pada konsentrasi partikel padat per satuan volume total dari fasa yang ada. Pengembangan model kinetika DAF pada aliran turbulen dengan keterkaitan dua arah pada disertasi ini dilakukan karena model kinetika flotasi dan DAF yang ada masih didasarkan pada aliran turbulen dengan keterkaitan satu arah. Pengembangan model kinetika yang didasarkan pada keterkaitan dua arah ini diharapkan mampu lebih menggambarkan interaksi antar fasa yang terjadi pada unit DAF. Model kinetika DAF yang telah dikembangkan oleh peneliti sebelumnya pada aliran laminer antara lain oleh Edzwald (1995) dan Haarhoff & Edzwald (2004). Perbedaan kedua model tersebut adalah pada model kinetika DAF yang dikembangkan oleh Haarhoff & Edzwald digunakan konsep fraktal untuk dimensi agglomerat partikel-gelembung yang terbentuk. Model kinetika DAF yang dibangun pada kondisi turbulen adalah model Tambo dkk. (1995) dan Matsui dkk. (1998). Model Tambo dan Matsui menggunakan frekuensi tumbukan yang dikembangkan oleh Saffman dan Turner (1956). Perbedaan antara kedua model kinetika DAF tersebut adalah model Tambo tidak membedakan agglomerat partikel-gelembung berdasarkan ukuran gelembung dan
partikel yang membentuk agglomerat tersebut. Model kinetika Matsui membagi berdasarkan agglomerat partikel-gelembung berdasarkan ukuran gelembung dan partikel yang membangunnya. Meskipun demikian model kinetika Matsui tidak dapat memperkirakan penyisihan partikel karena model tersebut tidak dikembangkan berdasarkan fungsi waktu tinggal agglomerat partikel-gelembung di dalam tangki DAF. Model kinetika DAF yang dikembangkan pada disertasi ini diturunkan berdasarkan konsentrasi penyisihan partikel padat terhadap waktu. Transformasi dari jumlah partikel padatan pada model frekuensi tumbukan menuju konsentrasi konsentrasi padatan per satuan volume akan menggunakan model Hu dan Mei (1999). Model kinetika DAF yang dikembangkan tersebut akan divalidasi dan dikalibrasi dengan model kinetika lain dan data hasil percobaan, untuk mengetahui kehandalan model yang dikembangkan ini. Tahapan pengembangan model kinetika DAF akan diuraikan pada bab ini, dengan sistematika penulisan sebagai berikut. Sub bab pertama adalah pendahuluan menguraikan latar belakang dan alasan pengembangan kinetika DAF. Sub bab kedua menjelaskan dasar teori yang digunakan pada pengembangan model kinetika DAF. Dasar teori yang utama adalah model frekuensi tumbukan Wang dkk (1998) dan model laju tumbukan Hu dan Mei (1999). Aliran turbulen pada tumbukan antar partikel juga diuraikan untuk mendukung teori pengembangan model. Metodologi pengembangan model kinetika DAF diberikan pada sub bab ketiga. Metodologi menguraikan juga validasi dan kalibrasi model kinetika yang dikembangkan. Model kinetika yang dikembangkan termasuk langkah-langkah penyelesaian model frekuensi tumbukan, laju tumbukan dan kinerja unit DAF diuraikan pada sub bab hasil dan pembahasan. Pembahasan yang dilakukan pada sub bab ini adalah validasi dan kalibrasi model kinetika yang dikembangkan dengan model lain yang diusulkan oleh para peneliti sebelumnya. Kesimpulan dari pembangunan model kinetika diberikan juga pada sub bab hasil dan pembahasan.
79
4.2 Dasar Teori 4.2.1. Aliran Multifasa Tangki DAF Aliran yang berada dalam tangki DAF merupakan aliran multifasa. Aliran tangki DAF terdiri dari fasa cair, padat dan gas. Fasa cair dalam tangki DAF adalah air yang berfungsi sebagai fasa pembawa sekaligus fasa kontinu. Fasa padat dan gas, masing-masing adalah partikel padatan dan gelembung gas. Mekanisme yang terjadi pada aliran multifasa dapat dikelompokkan menurut tingkat keterkaitan (coupling). Tingkat keterkaitan pada aliran terdispersi meliputi keterkaitan satu arah (one-way coupling) yaitu fasa kontinu mempengaruhi gerak partikel, tetapi tidak sebaliknya. Tingkat keterkaitan dua arah (two-way coupling) terjadi saat fasa terdispersi juga mempengaruhi aliran, misalnya pada gaya seret (drag force). Tingkat keterkaitan tiga arah (three-way coupling) terjadi saat gerak partikel tunggal dipengaruhi oleh aliran lokal yang ditimbulkan oleh partikel yang berada di dekat partikel tunggal tersebut, misalnya pada interaksi antara partikel dengan dinamika fluida. Dan keterkaitan empat arah (four-way coupling) terjadi saat tumbukan mempengaruhi semua gerak partikel. Secara ringkas tingkat keterkaitan pada aliran multifasa diberikan pada gambar 2.1 (Loth, 2006). Keterkaitan antara fasa pada proses DAF meliputi interaksi antara partikel padat dengan gelembung, interaksi antara partikel - partikel padat, interaksi antara gelembung – gelembung, gelembung dengan air sebagai fasa pembawa, partikel padat - air, interaksi antara agglomerat partikel padat –gelembung dengan air dan interaksi antara air - partikel padat - gelembung. Interaksi antara air - partikel padat - gelembung terjadi pada titik kontak tiga fasa (three-phase contact). Interaksi antara partikel padat - gelembung terjadi pada proses tumbukan (collision). Interaksi antara partikel – partikel padat terjadi pada proses flokulasi dan koagulasi sebagai proses pre-treatment DAF. Flokulasi dan koagulasi merupakan proses peningkatan effisiensi adhesi secara kimiawi. Peningkatan effisiensi secara kimiawi pada dasarnya adalah usaha meningkatkan gaya DLVO (Derjaguin, Landau, Verwey and Overbeek). Gaya DLVO
80
menggambarkan perubahan gaya antar muka melalui medium cair. Gaya DLVO merupakan kombinasi dari gaya van der Walls dan repulsi elektrostatik (Hunter, 1989). Interaksi gelembung – gelembung terjadi pada proses pengabungan (coalescence). Semua interaksi tersebut disebut sebagai interaksi mikro pada flotasi. Interaksi antara partikel padat dan gelembung terhadap air terjadi dalam aliran. Interaksi ini dijelaskan sebagai interaksi makro pada flotasi. Interaksi yang terjadi pada flotasi terjadi pada keseluruhan tahapan flotasi. Mengingat kompleksnya interaksi yang terjadi pada flotasi dibutuhkan penyederhanaan untuk menggambarkan kinetika yang terjadi. Peneliti sebelumnya (Tambo dkk., 1995; Matsui dkk., 1998; Edzwald 1995; Haarhoff & Edzwald, 2004 dan Pyke, 2004) mengembangkan model kinetika berdasarkan keterkaitan satu arah. Pengembangan model kinetika dengan keterkaitan dua arah pada flotasi dimungkinkan dengan model frekuensi tumbukan antara partikel untuk keterkaitan dua arah (Wang dkk., 1998). Wang dkk mengembangkan model frekuensi tumbukan pada kondisi turbulen. Keterkaitan dua arah pada model Wang dkk tersebut terbentuk melalui interaksi antar partikel yang dipengaruhi oleh hidrodinamika aliran fasa pembawa, dan hasil interaksi antara partikel ini mempengaruhi aliran fluida pada pembentukan skala mikro Taylor di antara ruang kedua partikel tersebut.
4.2.2 Teori Tumbukan Geometri Partikel Proses tumbukan antar partikel pada kondisi turbulen terdiri dari tiga jenis , yaitu : (1) tumbukan geometri yang disebabkan oleh interaksi antara partikel dengan aliran turbulen; (2) efisiensi tumbukan yang disebabkan oleh oleh interaksi hidrodinamika partikel-partikel lokal dan; (3) efisiensi koagulasi yang ditentukan oleh karaktersitik permukaan (Wang dkk. 1998). Interaksi yang ditinjau oleh Wang dkk. adalah interaksi pada tumbukan geometri. Tumbukan
geometri terjadi saat dua partikel berada pada jarak kurang dari
jumlah kedua jejari (r1 dan r2) partikel tersebut. Jumlah jejari dua partikel tersebut disebut sebagai jejari permukaan tumbukan (R), dengan R = r1 + r2. Analisa teori 81
tumbukan geometri dalam aliran geser seragam pertama kali dilakukan oleh Smoluchowski, 1917 (dikutip oleh Hu dan Mei, 1998). Persamaan Smoluchowski yang diberikan pada 2.88 menggambarkan tumbukan partikel berdasarkan gradien kecepatan. Persamaan tersebut kemudian diselesaikan oleh Saffman dan Turner (1956) dengan metode Taylor, seperti diberikan pada persamaan 2.92. Persamaan Saffman dan Turner kemudian diperbaiki oleh Wang dkk. (1998) pada aliran turbulen dengan keterkaitan dua arah. Persamaan Wang (persamaan 2.93) merupakan persamaan yang pertama kali memperbaiki Saffman dan Turner. Persamaan Wang dkk. (1998) pertama kali diturunkan untuk perhitungan tumbukan antar droplet di udara. Demikian juga persamaan Saffman dan Turner (1956) pertama kali diturunkan untuk menjelaskan pembentukan droplet di udara. Persamaan Saffman dan Turner pada perkembangannya telah diaplikasikan pada proses pembentukan agglomerat bubuk di aliran udara, pembakaran batu bara, filtrasi udara, koagulasi-flokulasi dan fluidaisasi unggun tetap (Mei dan Hu, 1999).
Persamaan Saffman dan Turner diaplikasikan pada proses DAF antara
lain oleh Tambo dkk. (1986) dan Matsui dkk. (1998). Aplikasi persamaan Saffman dan Turner pada proses flotasi makro antara lain oleh Schulze (1984, 1991, 1993),
Bloom dan Heindel (1997a, 1997b, 2002, 2003), Bloom dan
Heindel (1997a, 1997b), Heindel (1999), Amand (1999) dan Pyke (2004). Persamaan geometri tumbukan Wang dkk. (1998) yang merupakan koreksi atas persamaan Saffman dan Turner (1956) memiliki kemungkinan diaplikasikan pada bidang DAF, meskipun hingga saat ini belum didapatkan aplikasi persamaan Wang tersebut pada tumbukan antar partikel di dalam unit DAF maupun flotasi makro. Meninjau kembali persamaan laju tumbukan partikel Wang dkk (1998) yang diberikan oleh persamaan 2.93 dan memodifikasi persamaan tersebut untuk proses DAF pada kondisi aliran turbulen.
82
2 2 ⎡1 ⎛ ρp ⎞ 2 ⎛ Du ⎞ 2 ε ⎜ ⎟ ⎢ R + 1− (τ 1 − τ 2 ) ⎜ ⎟ ⎢15 υ ⎜⎝ ρ f ⎟⎠ ⎝ Dt ⎠ ⎢ 2 2 2 ⎢ ⎛ ρp ⎞ 2 ⎟ τ 1τ 2 ⎛⎜ Du ⎞⎟ R z = 2 2π R ⎢+ 2⎜1 − 2 ⎝ Dt ⎠ λ D ⎢ ⎜⎝ ρ f ⎟⎠ ⎢ 2 ⎢ π ⎛ ρf ⎞ 2 2 ⎟ g ⎢+ (τ 1 − τ 2 ) × ⎜⎜1 − ⎟ ρ 8 p ⎠ ⎢⎣ ⎝
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥⎦
1
2
...................... (2.93)
Persamaan Wang dkk. (1998) diturunkan dalam kondisi turbulen dengan memperhitungkan parameter skala panjang Taylor (λD) yang merupakan fungsi dari kecepatan rms dalam ruang tiga dimensi. Suku keterkaitan pada persamaan laju tumbukan Wang dkk. (1998) memperhitungkan pengaruh kombinasi perubahan ruang akibat percepatan fluida dan inersia partikel. Suku keterkaitan ini menggunakan skala mikro Taylor (λ). Penyelesaian yang dapat dilakukan untuk memperkirakan laju tumbukan (persamaan 2.93) adalah dengan mempergunakan DNS (Direct Numerical Simulation) skala mikro Taylor dapat dilakukan dengan menyelesaikan persamaan
1
λ2D
=−
1 ∂ 2 f D (R ) . Penyelesaian yang dilakukan 2 ∂x 2
adalah menurunkan kecepatan fD(R) pada R = 0. Penyelesaian cara DNS di luar batasan penelitian ini. Skala mikro Taylor pada kondisi isotropik (Piirto dkk., 2000; Goldburg dkk., 2001 dan Bandi dkk., 2006) : ⎛ 15υu '2 ⎞ ⎟⎟ ...................................................................................... (4.1) ⎝ ε ⎠
λ = ⎜⎜
2 dengan u RMS ≡ (vi (x, y ) − vi ( x, y )
)
2
= u
2
Definisi kecepatan fluktuatif bila dinyatakan dalan skala kecepatan Kolmogorov, diberikan oleh persamaan : u ' = (υε ) 4 ............................................................................................. (4.2) 1
Nilai Reynolds skala mikro Taylor (Rλ) dapat juga diperkirakan dengan kecepatan lokal dalam arah tiga dimensi, seperti yang diberikan oleh persamaan berikut (Wang dkk., 2006) 83
Rλ = u RMS
15
................................................................................... (4.3)
υε
dengan, uRMS adalah kecepatan relatif rms (root mean square), u RMS =
u 2 + v 2 + w2 3
.
u, v, w adalah kecepatan pada arah x, y dan z Berdasarkan besaran kuantitatif dapat diperkirakan skala panjang karakteristik dari gerak turbulen. Skala panjang karakteristik turbulen meliputi skala panjang integral dari aliran (L*), skala mikro Taylor (λ) dan panjang dissipasi Kolmogorov (η) (Mordant dkk., 1997). Skala mikro Taylor adalah karakteristik skala dari entropi maksimum. Skala mikro Taylor merupakan skala panjang bagian dalam dari gerak turbulen. Skala mikro Taylor juga menyatakan skala panjang karakteristik dari vorticity filaments yang mengobervasi aliran swirling. Besaran skala mikro Taylor secara tradisional didapatkan dari pengukuran dengan anemometry hot-wire lokal. Metode pengukuran skala mikro turbulen yang lain adalah pengukuran ultrasound scattering (Mordant dkk., 1997). Liepe dan Mockel, 1976 yang dicuplik dari Pyke dkk., 2003 menyatakan bahwa kecepatan relatif rms sebagai fungsi dari energi dissipasi seperti diberikan oleh persamaan berikut ini:
(u ) 2 rms
4
1
2
7
0,33ε 9 d p 9 ⎛ Δρ p ⎜ = 1 ⎜ ρ 3 υ ⎝ f
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
2
3
........................................................... (4.4)
dengan dp adalah diameter partikel dan Δρp =ρp-ρf.
4.2.3 Model Kinetika DAF Model kinetika DAF dikembangkan mulai dari frekuensi tumbukan, laju tumbukan, laju flotasi dan kinetika
DAF. Frekuensi tumbukan menyatakan
intensitas terjadinya tumbukan per satuan waktu per satuan volume. Laju tumbukan adalah frekuensi tumbukan dikalikan dengan konsentrasi partikel yang mengalami tumbukan per satuan volume. Konsentrasi partikel yang mengalami
84
tumbukan dengan model neraca populasi-turbulen (population balance turbulence - PBT) umumnya dinyatakan sebagai konsentrasi jumlah partikel yang mengalami tumbukan. Sedangkan pada model kinetika tumbukan dengan model efisiensi kolektor air berbuih (white water collector efficiency - WCE) tumbukan dikembangkan berdasarkan tumbukan partikel tunggal. Variabel pada DAF secara teknis menunjukkan bahwa konsentarsi massa partikel per satuan volume lebih sering digunakan dibandingkan dengan konsentrasi jumlah partikel per satuan volume. Model kinetika DAF yang menggunakan variabel konsentrasi berat partikel pada model PBT hingga saat ini belum dikembangkan. Model PBT yang ada memperkirakan kinetika tumbukan berdasarkan konsentrasi jumlah partikel. Model Matsui dkk. (1998) dan Pyke dkk. (2003) dikembangkan berdasarkan model tumbukan Saffman-Turner (1956). Model Saffman-Turner (1956) mengasumsikan bahwa kecepatan relatif droplet ditentukan oleh kondisi lokal kecepatan fluida yang ditinjau pada beda kecepatan yang sangat kecil. Asumsi ini digunakan karena diameter droplet jauh lebih kecil dibandingkan dengan derajat viskositas turbulen (Falkovich dan Pumir, 2007). Saffman-Turner membangun model ini pada tumbukan antara droplet air di udara. Peneliti-peneliti sesudahnya mempergunakan persamaan ini pada tumbukan antara partikel padatan di dalam air, antara lain untuk menggambarkan proses koagulasi dan flokulasi (Ives, 2000). Demikian pula pada model kinetika proses DAF, persamaan Saffman-Turner dipergunakan mulai dari model kinetika DAF oleh Matsui dkk (1998), model kinetika flotasi Pyke dkk (2003) hingga model pengumpulan gelembung-partikel di kolom flotasi dengan CFD oleh Loh dan Schwarz (2003, 2006).
4.2.4 Energi Dissipasi Sumber energi utama di dalam unit DAF didapatkan dari tekanan yang berada dalam tangki tekan DAF. Tekanan tersebut akan melarutkan udara yang diinjeksikan ke dalam tangki tekan. Saat fluida yang berasal dari tangki tekan dilepaskan ke tangki DAF, akan terjadi pelepasan energi dan pembentukan gelembung mikro. Energi yang mengalir ke dalam tangki DAF akan tertransfer
85
dari dari skala turbulensi terbesar ke skala turbulensi terkecil (Sherrell, 2004). Perkiraan besaranya energi turbulensi dapat dilakukan dengan mempergunakan parameter makro dari sistem DAF. Parameter makro pada unit DAF yang dapat digunakan antara lain, daya listrik yang digunakan (EP), volume dan massa fluida. Parameter makro daya dan massa fluida digunakan untuk mendefinisikan besaran energi dissipasi, yaitu sebagai perbandingan antara energi yang digunakan (EP) terhadap massa cairan (ml). Perbandingan tersebut diberikan oleh persamaan 2.86 (Schulze, 1984).
ε=
EP ml
............................................................................................ (2.86)
Daya didefinisikan sebagai berikut (Schulze, 1984 dan Bakkerm 1992),
EP = cEP ρl vr 3 d r5 ..................................................................................... (4.5) dengan,
CEP
= bilangan daya (tanpa dimensi)
vr
= kecepatan rotor (det-1)
dr
= diameter rotor (m)
Besarnya bilangan daya (CEP) berkisar antara 0,5 hingga 5. Nilai puncak dissipasi lokal pada sistem teknik dapat mencapai 5-200 kali nilai rerata. Pada unit pengaduk (stirring apparatus) nilai puncak dissipasi lokal tersebut mencapai 5-30 kali nilai rerata (Schulze, 1984).
4.3 Metodologi dan Tahapan Penelitian 4.3.1 Metodologi Penelitian Metodologi yang dilakukan disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu mendapatkan model laju flotasi unit DAF. Metodologi yang digunakan pada pembangunan model laju flotasi adalah analisis terhadap model laju flotasi unit DAF sebelumnya. Model laju flotasi DAF yang dikembangkan oleh peneliti sebelumnya dibangun untuk aliran laminer dan turbulen. Parameter turbulen yang digunakan pada model laju flotasi sebelumnya
86
adalah yang dikembangkan oleh Saffman dan Turner tahun 1956. Model laju flotasi yang dikembangakan menggunakan persamaan laju tumbukan yang diusulkan Wang dkk (1998, 2006). Persamaan Wang merupakan perbaikan atas persamaan laju tumbukan Saffman dan Turner. Model laju flotasi yang dibangun pada penelitian ini akan divalidasi dan dikalibrasi.
Metode
pengujian
numerik
dan
analisis
dilakukan
untuk
memvalidasikan model laju flotasi yang dibangun. Metode analisis yang digunakan untuk pengujian model adalah analisa dimensi parameter yang digunakan pada model tersebut. Metode numerik dilakukan dengan menguji parameter model dengan nilai numerik pada kondisi-kondisi ekstrim. Kalibrasi model laju flotasi dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil percobaan unit DAF pada proses produksi tepung tapioka. Data sekunder didapatkan dari penelitian kinerja unit DAF pada penyisihan limbah minyak-air (Wisjnuprapto dan Budianto, 2002).
4.3.2 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan untuk pembangunan model effisiensi DAF terdiri atas enam tahapan seperti diberikan pada gambar 4.1. Tahapan dimulai dari Persamaan Frekuensi Tumbukan (FT) 2.93 (Wang dkk., 1998)
Pembangunan Persamaan Energi Dissipasi DAF Pengembangan model Frekuensi Tumbukan DAF
Model Laju Tumbukan Model Laju DAF
Model Kinetika DAF
Model Effisiensi DAF
Validasi dan Kalibrasi
Gambar 4.1. Metodologi pengembangan model kinetika DAF 87
pembangunan persamaan energi dissipasi untuk sistem DAF. Pembangunan persamaan energi dissipasi diperlukan karena model Effisiensi DAF yang akan dikembangkan berada dalam kondisi turbulen. Pengembangan ini perlu dilakukan karena belum ada model energi dissipasi pada unit DAF yang diperkirakan untuk per satuan massa. Model energi dissipasi pada unit DAF yang dibangun oleh Fukushi dkk. (1998) diturunkan pada per satuan volume.
Sehingga model
Fukushi yang merupakan satu-satunya model energi dissipasi untuk unit DAF, tidak dapat digunakan pada pengembangan model effisiensi DAF. Model energi dissipasi yang dibangun ini divalidasi dengan persamaan energi dan dikalibrasi dengan data percobaan. Tahapan kedua, yaitu pengembangan persamaan model frekuensi tumbukan. Pengembangan model frekuensi tumbukan ini didasarkan pada persamaan Wang dkk. (1989). Persamaan Wang dkk. (1998) merupakan persamaan pertama yang menyempurnakan persamaan Saffman dan Turner (1956). Penyempurnaan yang dilakukan oleh Wang dkk. adalah menambahkan suku interaksi dua arah antara partikel pada kondisi turbulen. Model frekuensi tumbukan yang diaplikasikan pada perubahan konsentrasi massa partikel per volume yang disisihkan terhadap waktu, menghasilkan persamaan laju flotasi. Selanjutnya pembangunan persamaan effisiensi DAF dilakukan dengan mengaplikasikan persamaan kinetika DAF untuk mengetahui kinerja unit DAF. Model Effisiensi DAF yang dikembangkan pada disertasi ini hanya dapat diaplikasikan pada sistem DAF tanpa debit resirkulasi. Validasi dan kalibrasi dari tahapan pengembangan model laju flotasi unit DAF hingga model effisiensi DAF dilakukan dengan hasil percobaan di laboratorium. Percobaan unit DAF skala laboratorium bertujuan untuk mendapatkan data primer kinerja unit DAF. Pengamatan kinerja unit DAF dilakukan pada penyisihan partikel tapioka yang cairan. Kegiatan yang dilakukan pada kalibrasi data primer dilakukan terhadap analisis partikel tapioka sebagai TSS (Total Suspended Solid). Validasi dan kalibrasi model juga akan menggunakan data sekunder. Data sekunder kinerja unit DAF diperoleh dari data kinerja unit DAF pada penyisihan minyak dari cairan minyak-air (Wisjnuprapto dan Budianto, 2002). Data sekunder
88
penyisihan minyak yang merupakan fasa cair bertujuan untuk mengetahui kehandalan model yang dikembangkan untuk penyisihan fasa cair.
4.3.3. Metode Pembangunan Model Laju flotasi Sebelum pengembangan model dilaksanakan terlebih dahulu dilakukan studi pustaka yang ditujukan untuk mengetahui perkembangan penelitian tentang proses flotasi udara terlarut, dan dasar teori yang menunjang mekanisme yang terjadi pada proses untuk pengembangan model laju flotasi. Pembangunan model yang dimaksud pada penelitian ini adalah pembangunan persamaan yang memperhitungkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap laju flotasi pada proses flotasi udara terlarut. Pembangunan model merupakan penyelesaian persamaan secara analitis berdasarkan hukum-hukum dan ketentuan yang telah disetujui pemakaiannya oleh bidang ilmu flotasi. Selain cara analitis masih terdapat metode pengembangan persamaan yang lain adalah secara empirik yaitu berdasarkan data-data dari hasil percobaan yang didukung dengan analisa statistika untuk menentukan parameter; dan analisa dimensional yang biasa dilakukan pada sistem yang telah diketahui parameter yang berpengaruh terhadap sistem tersebut tetapi mengalami kesulitan dalam penyelesaian matematik maupun numeriknya.
4.3.4
Batasan Pembangunan Model Laju flotasi
Asumsi dan batasan yang digunakan pada pengembangan model ini adalah : 1. Diameter gelembung udara (db) di dalam kolom flotasi diasumsikan konstan, keras dan berbentuk bola. Pengaruh dari tekanan hidrostatis dan hidrodinamik termasuk turbulensi dan goyangan (wake) terhadap perubahan permukaan gelembung udara diabaikan. 2. Aliran fluida yang mengelilingi gelembung udara berada dalam kondisi turbulen. 3. Proses tumbukan yang ditinjau hanya tumbukan dua partikel.
89
4. Skala mikro Taylor sama di semua titik dalam tangki flotasi.
4.3.5 Karakterisasi Air dan Partikel Tapioka Karakterisasi air dan partikel tapioka dilakukan dengan parameter fisik seperti masssa jenis, tegangan permukaan dan viskositas air. Pengukuran parameter fisik air dilakukan di Laboratorium Fisika Kimia Jurusan Kimia ITB. Viskositas air diperoleh dengan menggunakan viscometer jenis kanal. Tegangan permukaan limbah didapatkan dengan mempergunakan metode Ostwald. Massa jenis air dengan menggunakan piknometer. Air untuk percobaan didapatkan dari jaringan air bersih di Laboratorium Penelitian, Teknik Lingkungan, ITB. Hasil pengukuran untuk sifat fisik air meliputi massa jenis sebesar 997 kg.m-3, tegangan permukaan didapatkan 72 mJ.m-2 dan viskositas air adalah 0,01 cm2.det-1. Massa jenis partikel tapioka adalah 1550 kg.m-3. Diameter tunggal partikel tapioka berada pada kisaran 2-3 μm. Besarnya diameter partikel tapioka didapatkan dengan pengukuran mempergunakan mikroskop. Gambar partikel tapioka yang diperoleh dari hasil foto mikroskop tersebut dianalisa dengan menggunakan perangkat lunak ImageJ.
4.3.6 Perbandingan Model Perbandingan dengan model sejenis akan dilakukan terhadap model kinetika DAF pada kondisi aliran laminer dan turbulen. Model yang akan digunakan sebagai model pembanding pada aliran turbulen adalah model Matsui dkk. (1998), Pyke dkk. (2003) dan model Sherrel (2004). Sedangkan model pembanding untuk aliran laminer adalah model Aurelle (1991), Edzwald (1995) dan Wisjnuprapto & Budianto (2002). Perbandingan model dilakukan terhadap laju flotasi udara terlarut pada efisiensi penyisihan partikel tapioka (fasa padat) dan pada effisiensi penyisahan minyak (fasa cair). Parameter yang diamati pada efisiensi penyisihan unit DAF adalah konsentrasi tapioka dan minyak. Parameter kimia dan biologi tidak diamati pada penelitian ini.
90
Data ukuran gelembung didapatkan dengan pemotretan menggunakan kamera CCD. Bidang pengamatan di dalam kolom flotasi yang dibentuk oleh laser 7,5 mW. Ukuran gelembung udara dianalisa dengan menggunakan perangkat lunak ImageJ versi 1.7 dan Image Tools. Kecepatan aliran diperkirakan dengan perangkat lunak DigiFlow. Analisa DigiFlow mempergunakan gambar hasil pemotretan dan rekaman film dengan kamera CCD. Untuk mengukur diameter gelembung udara dan partikel tapioka digunakan kamera CCD JVC® tipe TKC1310E. Software yang digunakan untuk menangkap gambar adalah VTR®.
4.4 Hasil dan Pembahasan 4.4.1 Pembangunan Persamaan Kinetika Flotasi Unit DAF 4.4.1.1 Pembangunan Persamaan Energi Dissipasi DAF Pembangunan persamaan frekuensi tumbukan untuk DAF yang dikembangkan pada disertasi ini mempertimbangkan besaran energi dissipasi. Besaran energi dissipasi dapat dibangun secara makro pada unit DAF. Pembangunan persamaan energi dissipasi secara makro mempergunakan parameter makro dari sistem DAF, antara lain tekanan, debit dan sifat fisik fluida. Pembangunan persamaan energi dissipasi secara mikro umumnya mempergunakan parameter mikro antara lain seperti kecepatan lokal fluida dan partikel serta skala turbulen. Pada flotasi mikro pemakaian energi dissipasi, selama studi pustaka yang dilakukan pada disertasi ini, hanya diberikan oleh Fukushi dkk. (1998), yang diberikan pada persamaan 2.86. Selain Fukushi dkk. peneliti lain belum ada yang menggunakan besaran energi dissipasi untuk menjelaskan proses yang terjadi pada DAF. Fukushi menurunkan persamaan energi dissipasi tersebut dalam per volume. Sehingga perlu dibangun persamaan energi dissipasi per satuan massa (m2.det-3). Penurunan persamaan energi dissipasi pada unit DAF akan mengikuti definisi terdahulu tentang energi dissipasi pada proses makro flotasi yang mempergunakan pengaduk (Shulze, 1984 dan Bakker, 1992). Bilangan daya (power number - CEPDAF)
pada unit DAF didefinisikan sebagai perbandingan antara daya yang
91
digunakan dengan beda tekanan antara tangki tekan dengan tekanan atmosfer dikalikan dengan debit fluida, dituliskan sebagai berikut : CEP − DAF =
EP ............................................................................. (4.6) ΔPn .QinDAF
dengan, EP
= daya (Watt)
ΔPn
= beda antara tekanan operasional dengan tekanan di titik input di tangki DAF (Pa). Tekanan pada titik input DAF umumnya diasumsikan sama dengan jumlah tekanan atmosfer dan tekanan hidrostatik.
QinDAF = debit campuran fluida dalam tangki tekan, debit udara dan air Daya yang dipergunakan oleh unit DAF dapat diperkirakan dari persamaan 4.6. Massa fluida yang diperhitungkan adalah massa campuran dari air dan udara yang berada dalam tangki tekan. Massa yang diperhitungkan adalah massa di dalam tangki tekan. Massa tersebut dapat diperkirakan dengan persamaan berikut ini,
m = ( α g ρ g + α l ρl ) VTT .......................................................................... (4.7) Energi dissipasi sebagai perbandingan antara energi terhadap massa, dapat dibangun berdasarkan perbandingan persamaan 4.6 terhadap persamaan 4.7. Hasil perbandingan tersebut diberikan pada persamaan berikut :
ε DAF = CEP − DAF
ΔPn ⋅ QinDAF ρ m ⋅ VTT
............................................................... (4.8)
dengan,
CEP-DAF =
bilangan daya
ΔPn
beda tekanan antara tangki tekan dengan tekanan keluaran tangki
=
tekan (N.m-2)
QinDAF =
debit input ke tangki DAF dari tangki tekan (m.det-1)
VT T
=
volume tangki tekan (m3)
ρm
= massa jenis fluida campuran airdan gas, ( αg ρg + αl ρl)
αg, αl = masing-masing adalah fraksi udara dan air, (αg + αl = 1) ρg, ρl = masing-masing adalah massa jenis udara dan air
92
Pemakaian energi pada pembangkit gelembung diasumsikan digunakan untuk (1) meningkatkan tekanan operasi yang kemudian melarutkan udara ke dalam cairan, dan (2) untuk membentuk turbulensi dan kavitasi. Jumlah perubahan energi bebas (EPb) yang dihasilkan dari formasi nukleus gelembung melalui pengurangan tekanan dari tekanan tangki tekan (Ptt) ke tekanan atmosfer (Pa) dapat diperkirakan dengan pesamaan berikut ini (Takahashi dkk., 1979): ⎛ 2σ ΔEPb = ⎜ Pa + rb ⎝
⎞ 4 3 ⎛ Pa + 2σ rb ⎞ 4 2 ⎟ π r ln ⎜ ⎟+ πr σ Pn ⎠3 ⎝ ⎠ 3
............................ (4.9)
Energi yang digunakan pada perubahan formasi nukleus gelembung diturunkan dari potensi kimia molekuler, sehingga perubahan energi ini tidak mempengaruhi hidrodinamika aliran. Energi yang mempengaruhi hidrodinamika aliran adalah energi yang digunakan untuk pembentukan turbulensi dan kavitasi aliran. Energi ini didapatkan dari daya yang digunakan untuk menginjeksikan udara ke dalam tangki pembangkit gelembung. Energi input ini berubah menjadi energi bebas pada perubahan nukleus gelembung dan energi dissipasi. Perhitungan yang dilakukan adalah dengan mengabaikan energi input yang berubah menjadi energi bebas nukleus gelembung karena nilai energi ini sangat kecil. Energi bebas nukleus gelembung umumnya bernilai 10-7 dari energi input (Takahashi dkk., 1979). Sehingga energi input diasumsikan berubah secara keseluruhan menjadi energi dissipasi. Kehilangan energi akibat gesekan dan belokan pada pipa menuju tangki DAF diabaikan.
4.4.1.2 Pengembangan Persamaan Frekuensi Tumbukan Frekuensi tumbukan dapat pada penelitian ini akan mempergunakan persamaan 2.86 (Wang dkk., 1998). Alasan pemilihan persamaan Wang dkk. (1998) karena persamaan ini merupakan perbaikan dari persamaan Saffman dan Turner (1956), dengan menambahkan suku keterkaitan yang memperhitungkan pengaruh akibat percepatan fluida dan inersia partikel (suku keterkaitan – coupling term). Suku keterkaitan tidak ada dalam persamaan Saffman dan Turner (1956) karena pada
93
persamaan tersebut diasumsikan bahwa percepatan fluida lokal berada dalam kondisi tetap di dalam ruang (Wang dkk., 1998). Persamaan Menuliskan kembali persamaan 2.93 untuk disesuaikan dengan mekanisme yang terjadi dalam tangki DAF. 2 2 ⎡1 ⎛ ρf ⎞ 2 ⎛ Du ⎞ 2 ε ⎜ ⎟ ⎢ R (τ 1 − τ 2 ) ⎜ ⎟ + 1− ⎢15 υ ⎜⎝ ρ p ⎟⎠ ⎝ Dt ⎠ ⎢ 2 2 2 ⎢ ⎛ ρf ⎞ 2 ⎟ τ 1τ 2 ⎛⎜ Du ⎞⎟ R z = 2 2π R ⎢+ 2⎜1 − 2 ⎝ Dt ⎠ λ D ⎢ ⎜⎝ ρ p ⎟⎠ ⎢ 2 ⎢ π ⎛ ρf ⎞ 2 2 ⎜ ⎟ g ⎢+ (τ 1 − τ 2 ) × ⎜1 − ⎟ ⎢⎣ 8 ⎝ ρp ⎠
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥⎦
1
2
...................... (2.93)
Penyederhanaan bentuk persamaan Wang dkk. (1998) dilakukan terhadap parameter percepatan fluida (Du/Dt) dan skala mikro Taylor λD. A. Penyelesaian suku percepatan rerata fluida ⎛ Du ⎞ ⎜ Dt ⎟ ⎝ ⎠
2
⎛ ∂u ∂x ⎞ = ⎜ ⎟ ⎝ ∂x ∂t ⎠
2
=
∂u ∂x
2
∂x ∂t
2
......................................... (4.10)
Menurut Mei dan Hu (1999) besaran perubahan kecepatan terhadap waktu pada kondisi isotropik adalah : ∂u ∂x
⎛ 2 1ε⎞ =⎜ ⎟ ⎝ 15 π υ ⎠
1
2
....................................................................... (4.11)
Mei dan Hu menyatakan perubahan kecepatan terhadap ruang tersebut dalam besaran energi dissipasi dan viskositas untuk penyelesaian model tumbukan Saffman dan Turner. Mei dan Hu (1999) mempergunakan metode skalar pasif turbulen. Suku kedua pada sisi kanan persamaan 4.10 yang menyatakan perubahan ruang terhadap waktu, ditransformasikan ke dalam besaran skala kecepatan terkecil (skala kecepatan Kolmogorov). Model transformasi ini dalam
metode
penyelesaian skalar pasif turbulen disebut sebagai model kecepatan stokastik buatan (artificial stochastic velocity - ASV). Metode lain yang sering digunakan 94
adalah model penutup (closure method) dengan PDF (probability distribution function) dan persamaan momen (Scalo dan Elmegreen, 2004). Menghubungkan suku kedua persamaan 4.11 ke skala waktu Kolmogorov diberikan oleh persamaan berikut : 1 ∂x = (υε ) 4 .................................................................................... (4.12) ∂t
Menggunakan
skala
waktu
Kolmogorov
pada
persamaan
4.10
akan
mengakibatkan persamaan Wang dkk (2.93) benilai lebih kecil dibandingkan dengan nilai frekuensi tumbukan yang mungkin terjadi jika menggunakan kecepatan sesungguhnya atau kecepatan relatif rms. Perhitungan yang lebih tepat akan diberikana pada kalibrasi dan validasi. Substitusi persamaan 4.11 dan 4.12 ke dalam persamaan 4.10 diperoleh :
∂u ∂x
2
∂x ∂t
2
⎛ 2 ε⎞ = ⎜ ⎟ ⎝ 15π υ ⎠
1
2 2
(ευ )
1
2 4
1 2 1 υ ⎛ 2 ε⎞ 2 ε ε 2 =⎜ ⎟ ( ευ ) = υ 15 π ⎝ 15π υ ⎠
Sehingga ringkasan penyelesaian tersebut dapat dituliskan sebagai : ⎛ Du ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ Dt ⎠
2
=
2 1 ε ε ....................................................................... (4.13) υ 15 π
B. Penyelesaian suku skala mikro Taylor Penyelesaian
skala
mikro
Taylor
longitudinal
(λD)
dilakukan
dengan
mengasumsikan bahwa skala mikro Taylor longitudinal sama dengan skala mikro Taylor pada kondisi isotropik (λ), dan dituliskan sebagai berikut :
λD ≈ λ
....................................................................................... (4.14)
Skala mikro Taylor pada kondisi isotropik (λ) didefinisikan sebagai (Falkovich, 2006) :
95
1
⎛ 15υ u '2 ⎞ 2 λ =⎜ ⎟ .................................................................................... (4.15) ⎝ ε ⎠ Dengan mengasumsikan bahwa kecepatan fluktuatif u’ adalah sama dengan besaran skala kecepatan Kolmogorov sebagai skala terkecil, seperti diberikan oleh persamaan berikut : u ' = (υε )
( u ')
2
1
4
= (υε )
1
...................................................................................... (4.15) 2
Asumsi ini secara fisik menyatakan bahwa dengan skala kecepatan Kolmogorov, skala mikro Taylor yang
terjadi adalah skala mikro Taylor yang terkecil.
Substitusi persamaan 4.16 ke dalam persamaan 4.15 menghasilkan persamaan berikut ini : ⎛ 15υ (υε ) 12 λ =⎜ ε ⎜ ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
⎛ 15υ (υε ) 1 2 λ =⎜ ⎜ ε ⎝ 2
⎛
λ 2 = ⎜⎜15υ ⎝
υ ε
1
2
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
⎞ ⎟⎟ .................................................................................... (4.16) ⎠
Persamaan 2.93 menunjukkan bahwa frekuensi tumbukan berbanding terbalik dengan skala mikro Taylor. Sehingga substitusi dari skala kecepatan Kolmogorov ini akan memperbesar frekuensi tumbukan. Relasi suku skala mikro Taylor (λD) terhadap
frekuensi
tumbukan
memberikan
pengaruh
yang
berlawanan
dibandingkan dengan suku percepatan (Du/Dt). Penyelesaian persamaan 2.93 dengan menggunakan energi dissipasi makro pada DAF dilakukan dengan mensubstitusi suku percepatan dan suku skala mikro Taylor, masing-masing dengan persamaan 4.13 dan 4.16, didapatkan persamaan berikut :
96
⎡1 2ε ⎢15 R υ ⎢ 2 ⎢ ⎛ ρf ⎞ ε 2⎛ 2 1 τ 1 − τ 2 ) ⎜⎜ ε ⎢ + ⎜1 − ( ⎟ ⎜ ⎟ υ ⎢ ⎝ ρp ⎠ ⎝ 15 π ⎢ 2 2 ⎛ 2 1 z = 2 2π R 2 ⎢ ⎛ 2 ⎞ 1 ⎛ ρ f ⎞ ε ⎟⎟ τ 1τ 2 ⎜⎜ ⎢ + ⎜ ⎟ ⎜⎜1 − ⎢ ⎝ 15 ⎠ π ⎝ ρ p ⎠ ⎝ 15 π ⎢ ⎢ 2 ⎢ ⎞ 2 ρ π 2 ⎛ f ⎢ + (τ 1 − τ 2 ) × ⎜ 1 − g ⎜ ρ p ⎟⎟ ⎢ 8 ⎝ ⎠ ⎣
⎞ ⎟⎟ ⎠
ε υ
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎞ R2 ⎟⎟ ⎥ ⎠ ⎛ 15υ υ ⎞ ⎥ ⎜ ⎟ ε ⎠⎥ ⎝ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦
⎡1 2ε ⎤ ⎢15 R υ ⎥ ⎢ ⎥ 2 ⎢ 2 1 ⎛ ρf ⎞ ⎥ ε 2 ⎢+ ⎥ ⎜⎜ 1 − ⎟⎟ (τ 1 − τ 2 ) ε υ ⎢ 15 π ⎝ ρ p ⎠ ⎥ 2 ⎢ ⎥ 2 z = 2 2π R ⎢ ⎛ 2 ⎞2 1 ⎛ ρ f ⎞ ε ε 2 ε ⎥ R ⎟⎟ τ 1τ 2 ⎢ + ⎜ ⎟ ⎜⎜1 − ⎥ υ υ υ⎥ ⎢ ⎝ 15 ⎠ π ⎝ ρ p ⎠ ⎢ ⎥ 2 ρf ⎞ 2 ⎢ π ⎥ 2 ⎛ ⎢ + 8 (τ 1 − τ 2 ) × ⎜⎜1 − ρ ⎟⎟ g ⎥ p ⎠ ⎢⎣ ⎥⎦ ⎝
⎡1 2ε ⎤ ⎢15 R υ ⎥ ⎢ ⎥ 2 ⎢ 2 1 ⎛ ρf ⎞ ε ⎥ 2 ⎢+ ⎥ ⎜⎜1 − ⎟⎟ (τ 1 − τ 2 ) ε υ ⎥ ⎢ 15 π ⎝ ρ p ⎠ ⎥ 2 z = 2 2π R 2 ⎢ 2 ⎢ ⎛ 2 ⎞2 1 ⎛ ρ f ⎞ ⎥ ε ⎛ ⎞ 2 ⎟ τ 1τ 2 ⎜ ⎟ R ⎥ ⎢ + ⎜ ⎟ ⎜⎜ 1 − ⎟ 15 π ρ ⎝υ ⎠ p ⎠ ⎢ ⎝ ⎠ ⎝ ⎥ ⎢ ⎥ 2 ρf ⎞ 2 ⎢ π ⎥ 2 ⎛ ⎢ + 8 (τ 1 − τ 2 ) × ⎜⎜1 − ρ ⎟⎟ g ⎥ p ⎠ ⎝ ⎣⎢ ⎦⎥
1
1
1
2
2
......................... (4.17)
2
................................. (4.18)
Suku pertama persamaan 4.18 merupakan suku geser menyatakan pengaruh dari gaya geser lokal yang ada pada aliran turbulen (Wang dkk., 1998). Sedangkan Franklin dkk. (2005) mendefinisikan suku pertama sebagai pengaruh differensial inersia partikel terhadap percepatan fluida. Wang dkk. (1998) menyebutkan suku pertama sebagai suku geser, mengikuti Saffman dan Turner (1956).
97
Suku kedua adalah suku percepatan yang merupakan hasil dari tanggapana diferensial partikel terhadap percepatan lokal fluida; suku ketiga adalah suku keterkaitan yang merupakan keterkaitan antara variasi ruang dari percepatan
fluida dan inersia partikel dan suku keempat adalah suku gravitasi yaitu akibat dari kecepatan jatuh karena gaya gravitasi. Persamaan
4.18
menunjukkan
bahwa
parameter
energi
dissipasi
(ε)
mempengaruhi semua suku, kecuali suku gravitasi. Pada suku pertama persamaan 4.18 menunjukkan bahwa suku geser memiliki besaran yang sama dengan persamaan 2.93 yang dikembangkan oleh Wang dkk. (1998). Suku kedua yang merupakan suku percepatan adalah selisih kuadrat waktu tanggap antara partikel dikalikan dengan dissipasi yang terjadi. Suku ketiga yang merupakan suku keterkaitan menunjukan kemungkinan respon antara dua partikel dengan mengalikan terhadap masing-masing waktu tanggap partikel, τ1τ2. Variabel τ1τ2 ini juga menyatakan perkalian waktu tanggap partikel Stokes untuk partikel 1 dan 2. Pada kasus dua partikel yang berada pada jarak yang sangat dekat besarnya faktor waktu tanggap partikel Stokes adalah dua kali dari kemungkinan waktu tanggap partikel Stokes pertama dan kedua. Parameter energi dissipasi pada suku ketiga menunjukkan bahwa salah satu partikel lebih didominasi oleh energi dissipasi aliran, yang ditunjukan oleh
⎛ε ε ⎞ variabel ⎜⎜ ⎟⎟ . Sedangkan partikel yang lain didominasi oleh gaya inersia ⎝ υ ⎠ partikel tersebut melalui besaran viskositas aliran, diberikan oleh variabel
⎛ ε ⎞ ⎜⎜ ⎟⎟ . Dominasi dari energi dissipasi dan inersia partkel tersebut masih ⎝υ υ ⎠ nampak jelas pada suku ketiga persamaan 4.17. Pembuktian dominasi energi dissipasi dan inersia partikel pada masing partikel-partikel berada di luar batasan disertasi ini. Sehingga penyajian variabel yang menunjukan dominasi energi dissipasi dan gaya inersia pada persamaan 4.17 disederhanakan menjadi persamaan 4.18 dengan menuliskan dominasi tersebut dalam suku ketiga sebagai
98
perbandingan antara energi dissipasi terhadap viskositas (ε/υ). Suku keempat sebagai suku gravitasi tidak dipengaruhi oleh energi dissipasi aliran. Persamaan 4.18 merupakan persamaan aplikasi pada tumbukan gelembung partikel di dalam proses DAF dari persamaan frekuensi tumbukan antara partikel yang dikembangkan oleh Wang dkk. (1998). Modifikasi persamaan Wang dkk. (1998) untuk diaplikasikan pada bidang flotasi baik makro dan mikro flotasi, berdasarkan studi pustaka yang dilakukan, pada penelitian ini merupakan hal yang pertama kali dilakukan. Meskipun demikian, persamaan Wang dkk. (1998) bukanlah persamaan terakhir yang dikembangkan untuk menjelaskan frekuensi tumbukan antar partikel. Persamaan terakhir tentang frekuensi tumbukan yang didapatkan dari hasil studi pustaka adalah persamaan yang dikembangkan oleh Falkovich dkk (2002) dan Falkovich & Pumir (2007). Pada persamaan tersebut Falkovich dan Pumir mengusulkan konsep sling effect. Pada konsep efek sling effect droplet yang melewati vortex dan bertumbukan setelah meninggalkan vortex oleh Falkovich dan Pumir diperhitungkan memberikan kontribusi pada tumbukan. Tumbukan ini menurut Falkovich dkk. (2002) tidak diperhitungkan pada persamaan Saffman dan Turner (1956). Pembahasan efek sling effect pada tumbukan gelembung-partikel di DAF berada di luar bahasan penelitian ini. 4.4.1.3 Model Penyisihan Partikel pada DAF
Penurunan persamaan laju flotasi dilakukan dengan meninjau perubahan konsentrasi massa partikel per volume yang disisihkan terhadap waktu, seperti diberikan pada persamaan berikut :
dC p dt
= − z Cb C p ∏ coll
dC p = − z Cb C p ∏ coll dt ...................................................................... (4.19) Penyelesaian persamaan 4.19 dilakukan dengan integrasi. Tahapan penyelesaian persamaan yang dilakukan sebagai berikut.
99
C p2
∫
t2
dC p
= − z Cb ∏coll ∫ dt
Cp
C p1
t1
ln C p 2 − ln C p 1 = − z Cb ∏coll ( t2 − t1 )
C p2 C p1
=e
(
− z Cb ∏coll t2 − t1
C p2 = C p1 e
)
(
− z Cb ∏coll t2 − t1
)
............................................................. (4.20)
Selisih waktu antara tinjauan pertama dan kedua (t2 – t1), dapat dinyatakan sebagai waktu tinggal tinggal dalam tangki DAF (trdaf). Dengan mempergunakan definisi waktu tinggal trdaf, maka persamaan 4.21 dapat ditulis menjadi :
C p2 = C p1 e
− z Cb ∏ coll t rdaf
.............................................................. (4.21)
Persamaan 4.21 menggunakan asumsi bahwa konsentrasi udara, Cb adalah tetap selama proses flotasi. Asumsi ini didasarkan pada kinerja tangki tekan atau pembangkit gelembung mikro yang tetap, debit udara dari kompressor udara ke tangki tekan tetap; serta debit fluida dari tangki tekan, yang terdiri dari fasa udara dan air, menuju tangki DAF adalah tetap. Efisiensi penyisihan didefinisikan sebagai perbandingan besar penyisihan konsentrasi
terhadap konsentrasi awal. Efisiensi penyisihan diberikan oleh
persamaan berikut : η =
C
p1
−C
C
p2
...................................................................................... (4.22)
p1
Substitusi persamaan 4.21 ke dalam 4.22 didapatkan persamaan berikut :
η =
η
C p1 − C p 2 C p1
= 1− e
=
(
C p1 1 − e
− z C b ∏ co ll t rd af
− z Cb ∏coll trdaf
)
C p1
............................................................... (4.23)
dengan,
Cp2
= konsentrasi partikel padat di effluent DAF setelah t2
100
Cp1
= konsentrasi partikel padat di effluent DAF setelah t1
z
= persamaan laju tumbukan yang diberikan oleh persamaan 4.18
Cb
= konsentrasi udara dalam tangki DAF
trdaf
= waktu tinggal di tangki DAF (= t2 – t1)
Пcoll
= effisiensi penggumpulan (= Π c Π asl Π tpc Π stab )
Πc diberikan oleh persamaan 2.60 Πasl diberikan oleh persamaan 2.63 Πstab diberikan oleh persamaan 2.67 Πtpc = 1 (Bloom dan Heindel, 2002; Pyke, 2004) Persamaan 4.23 disebut sebagai persamaan effisiensi penyisihan unit DAF. Effisiensi penyisihan (η) yang dihitung oleh persamaan 4.23 adalah penyisihan partikel padat untuk waktu tinggal dalam tangki DAF selama trDAF detik.
4.4.2 Validasi dan Kalibrasi Persamaan Energi Dissipasi
Validasi dan kalibrasi dari pembangunan model dilakukan pertama kali terhadap model energi dissipasi yang dibangun. Hal ini karena model frekuensi tumbukan yang dikembangkan sebelumnya memperhitungkan energi dissipasi. Validasi energi dilakukan terhadap jumlah energi terpakai, hasil running dengan Fluent dan model Fukushi. 4.4.2.1 Validasi Terhadap Energi Isotermal
Energi dissipasi yang terjadi pada unit DAF dapat diperkirakan berdasarkan jumlah energi terpakai yang digunakan oleh pembangkit gelembung udara. Jumlah energi yang digunakan oleh pembangkit gelembung udara terdiri dari energi yang digunakan oleh kompressor udara dan pompa air. Tetapi jumlah energi terpakai yang dihitung hanya energi yang digunakan oleh kompressor udara. Jumlah energi yang digunakan oleh pompa air untuk input air ke dalam pembangkit gelembung diabaikan. Hal ini berarti, energi yang digunakan pompa air diasumsikan hanya digunakan untuk mengalirkan air ke dalam tangki pembangkit dan tidak menyebabkan turbulensi aliran.
101
Jumlah energi yang digunakan oleh kompressor udara dapat dihitung dengan mempergunakan isotermal effisiensi. Isotermal effisiensi adalah daya input aktual yang terukur atau energi isotermal (EPI). Persamaan yang menyatakan energi isotermal adalah sebagai berikut (UNEP, 2006) :
P ln ⎛⎜ 2 ⎞⎟ P1 ⎠ EPI = Pn Qu ⎝ ......................................................................... (4.24) 36, 7 dengan,
EPI
= energi isotermal (KWatt)
Qu
= kapasitas volume udara (m3.jam-1)
P1, P2 = tekanan awal dan akhir (kg.cm-2) Pn
= tekanan intake mutlak (kg.cm-2)
Perhitungan energi isotermal yang diberikan pada persamaan 4.24 tidak memperhitungkan energi yang hilang akibat gesekan. Kompressor
yang
dipergunakan memiliki daya 1 HP, tegangan listrik 220-240 V frekuensi 50Hz, kapasitas volume udara 1,45 m3/menit dan daya isotermal 20 pound feet. Effisiensi energi dan daya isotermal (faktor daya) untuk kompressor yang dipergunakan, masing-masing adalah
0,9 dan 0,65 (Copeland, 2005). Jika
koefisen effisiensi daya isotermal (CEPI) dan kehilangan energi pada nozzle (CEPZ) turut diperhitungankan maka persamaan 4.24 dapat dituliskan sebagai :
P ln ⎛⎜ 2 ⎞⎟ P1 ⎠ EPI = CEPI CEPZ Pn Qu ⎝ 36, 7 P ln ⎛⎜ 2 ⎞⎟ P1 ⎠ EPI = CEPDAF Pn Qu ⎝ ................................................................ (4.25) 36, 7 dengan,
CEP − DAF = CEPI .CEPZ
Besaran koefisen kehilangan energi pada nozzle (CEPZ) pada perhitungan ini memiliki besaran 0,67.
102
Kapasitas volume udara (Qu) dalam satuan m3.menit-1 dapat diperkirakan dengan persamaan berikut ini (UNEP, 2006): Qu =
P2 − P1 Vc x ................................................................................ (4.26) Pa tC
dengan, Pa
= tekanan atmosfer.
Vc
= volume tangki kompressor (m3)
tC
= waktu yang dibutuhkan tangki kompressor untuk mencapai tekanan P2 (menit)
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan dengan volume tangki kompressor (VC) 24 liter dan variasi tekanan (P2) adalah 40, 50, 60, 70 dan 80 psi, didapatkan besarnya kapasitas volume udara rerata, masing-masing adalah 0,58; 0,54; 0,48; 0.32 dan 0.23 m3.menit-1. Kapasitas volume udara rerata ini diperkirakan dari 10 percobaan untuk setiap variasi tekanan P2 yang dilakukan. Percobaan dilakukan dengan tekanan P1 sama dengan Pa yaitu tekanan udara atmosfer. Waktu rerata pengisian tabung kompressor untuk mencapai tekanan 40, 50, 60, 70 dan 80 psi, masing-masing adalah 11,2; 15,0; 20,3; 35,4 dan 48,6 menit. Secara grafik hasil percobaan kapasitas volume kompressor terhadap variasi tekanan P2 diberikan pada gambar 4.2.
3
Kapasitas volume (m /menit)
0.60 0.55 0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 40
50
60
Tekanan (Psi)
70
80
Gambar 4.2. Pengaruh tekanan tangki kompressor terhadap kapasitas volume
103
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa semakin besar tekanan operasional tangki kompressor, kapasitas volume tangki semakin kecil. Nilai kapasitas volume kompressor tergantung pada jenis dan spesifikasi kompressor yang digunakan. Jenis kompressor udara secara garis besar dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu kompressor sentrifugal, screw, reciprocating dan kompressor dengan blower satu langkah (UNEP, 2006). Kompressor yang digunakan pada percobaan ini adalah kompressor blower satu langkah, dengan tekanan maksimum 115 psi. Hasil percobaan yang menunjukkan hubungan antara waktu (tC) yang dibutuhkan kompressor untuk mencapai tekanan operasional (P2) diberikan pada gambar 4.3. Gambar 4.3 juga menyajikan kisaran nilai yang masih dapat diterima dengan derajat kepercayaan 5%, standar deviasi satu dengan jumlah data masing-masing pengujian untuk pencapaian tekanan operasional (P2) sepuluh data. Waktu rerata yang dibutuhkan untuk tercapai untuk tekanan (P2) 40, 50, 60, 70 dan 80, masingmasing adalah 11,2; 15,0; 20,3; 35,4 dan 48,6 menit. Nilai tekanan (P2) didapatkan pada setiap percobaan dengan dimulai dari tekanan tangki kompressor
60 50 40
(menit)
Waktu Pencapaian Tekanan (TC)
sama dengan tekanan atmosfer.
30 20 10 0 30
40
50
60
70
80
90
Tekanan (Psi)
Gambar 4.3. Waktu yang dibutuhkan (tC) untuk mencapai tekanan operasional Grafik pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa waktu (tC) yang dibutuhkan semakin besar untuk mencapai tekanan (P2) yang semakin meningkat. Besaran tC ini bersifat spesifik tergantung dari jenis dan tipe kompressor yang digunakan.
104
Jumlah energi isotermal yang digunakan dapat diperkirakan dengan persamaan 4.25. Gambar 4.4 menunjukkan hubungan antara tekanan dan energi yang digunakan yang diperkirakan dengan persamaan 4.25 dengan effisiensi energi dan nozzle masing-masing adalah 0,9 dan 0,67. Perkiraan jumlah energi yang
digunakan menunjukkan bahwa energi isotermal terbesar terjadi pada tekanan 60 psi. Grafik yang diberikan pada gambar 4.4 juga dapat dijadikan parameter baru untuk effisiensi DAF. Hasil penelitian oleh beberapa peneliti terdahulu, seperti yang diberikan pada tabel 2.2, menunjukkan bahwa nilai effisiensi DAF optimal untuk sistem DAF yang berbeda, berada pada kisaran tekanan sebesar 60 psi. Tekanan optimum pada nilai 60 psi selama ini didapatkan dari hasil percobaan. Penyebab tekanan optimum sistem DAF berada pada nilai tekanan tangki tekan 60 psi selama ini belum diketahui.
Energi Isotermal (KWatt)
250
200
150
100 40
50
60
Tekanan (Psi)
70
80
Gambar 4.4. Hubungan antara tekanan dan energi isotermal dari kompressor berdasarkan persmaaan 4.25 dengan effisiensi energi dan nozzle 0,9 dan 0,7. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa pada tekanan optimum 60 psi, besaran energi isotermal unit tangki tekan mencapai nilai paling besar. Nilai energi isotermal merupakan nilai spesifik yang tergantung pada jenis kompressor. Untuk percobaan yang dilakukan pada disertasi ini, dengan jenis kompressor yang digunakan, didapatkan nilai tekanan optimal sebesar 60 psi, sama dengan nilai tekanan yang memberikan besaran energi isotermal terbesar.
105
Meskipun hasil disertasi ini menunjukkan bahwa tekanan tangki tekan optimal sama dengan tekanan energi isotermal terbesar, belum dapat disimpulkan bahwa effisiensi unit DAF maksimum akan selalu terjadi pada tekanan yang memiliki energi isotermal terbesar. Hal ini disebabkan karena percobaan yang dilakukan pada disertasi ini hanya dilakukan pada satu jenis tipe kompressor. Perhitungan besarnya energi isotermal untuk jenis kompressor yang berbeda berada di luar pembahasan disertasi ini.
4.4.2.2 Kalibrasi Terhadap Hasil Percobaan
Kalibrasi persamaan dilakukan untuk mengetahui akurasi model energi dissipasi yang dibangun (persamaan 4.8) dengan hasil pengukuran energi dissipasi. Kalibrasi dilakukan dengan menetapkan koeffisien effisiensi daya isotermal (CEPI) dan kehilangan energi pada nozzle (CEPZ), sehingga model yang dibangun memiliki hasil perhitungan yang tidak berbeda dengan hasil percobaan. Perhitungan energi dissipasi hasil percobaan dilakukan dengan memperkirakan energi yang digunakan berdasarkan persamaan 4.25 dan 4.26. Perbandingan model energi dissipasi yang dibangun (persamaan 4.8) dengan mempertimbangkan fraksi udara terhadap energi dissipasi hasil percobaan diberikan pada gambar 4.5. Besaran nilai energi dissipasi teoritis yang diberikan pada gambar 4.5 merupakan hasil perkalian persamaan 4.8 dengan fraksi udara (αg). Sehingga persamaan 4.8 dapat ditulisakan sebagai,
ε DAF = CEP − DAF
ΔPn .α g .QinDAF
ρ m .VTT
........................................................... (4.27)
Meskipun penggunaan fraksi udara ini memberikan nilai yang lebih kecil dibandingan dengan energi dissipasi yang terukur, tetapi memberikan persentase perbedaan yang lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan persamaan 4.8, seperti diberikan pada tabel 4.1. Sehingga penggunaan fraksi udara dalam perhitungan energi dissipasi akan lebih mendekatkan pada energi terukur. Penggunaan fraksi udara sangat beralasan karena energi dissipasi yang terjadi pada tangki tekan dialirkan ke tangki DAF. Energi dissipasi yang berasal dari
106
pembangkit gelembung ditumbuhkan oleh peningkatan kecepatan udara masuk ke dalam tangki pembangkit gelembung.
2
-3
(Watt/kg = m .det )
Energi Dissipasi
0.40 0.35 0.30 0.25 Model Pengembangan ε (Pers.4.27)
0.20
Hasil Percobaan
0.15 40
50
60
Tekanan (psi)
70
80
Gambar 4.5. Kalibrasi model energi dissipasi yang dibangun dan grafik hasil percobaan Tabel 4.1. Perbedaan besaran energi dissipasi teoritis dengan hasil percobaan P (psi)
40 50 60 70 80
Energi Dissipasi (m2.det-3)
Nilai Perbedaan
Model
Percobaan
(m2.det-3)
%
0.206 0.297 0.366 0.332 0.338
0.213 0.302 0.372 0.321 0.331
0.007 0.005 0.006 0.011 0.007
3.11 1.82 1.56 3.37 2.01
Besarnya rerata perbedaan antara teoritis dan terukur pada semua tekanan adalah 2,37 %. Selisih antara model dengan hasil percobaan ini antara lain disebabkan karena untuk mendapatkan perbandingan besaran energi dissipasi terhadap tekanan, energi dissipasi pada model diperhitungkan untuk fraksi udara pada kisaran 0,02 – 0,25. Kisaran fraksi udara yang besar ini dilakukan agar didapatkan nilai rerata energi dissipasi untuk semua tekanan yang dilakukan (40 – 80 psi). Semakin meningkat tekanan yang digunakan selisih perbedaan semakin kecil. Hal ini menunjukan bahwa tekanan merupakan parameter utama pada energi dissipasi. 107
Perbedaan antara persamaan energi dissipasi yang dibangun (persamaan 4.26) dengan model Fukushi dkk. (1998) yang diberikan oleh persamaan 2.87 adalah model dibangun dengan memperkirakan energi dissipasi dalam per satuan massa fluida, sedangkan persamaan 2.87 adalah dalam dalam per satuan volume fluida. Tinjauan persamaan 4.26 dilakukan terhadap energi yang dibutuhkan oleh tangki tekan sebagai pembangkit gelembung dari unit DAF, sedangkan persamaan energi dissipasi Fukushi dkk. meninjau energi dissipasi terhadap tangki DAF. Fukushi dkk mengabaikan daya yang digunakan tangki tekan untuk melarutkan udara di atas tekanan atmosfer. Penurunan persamaan 4.26 terhadap energi yang bekerja pada tangki tekan sesuai dengan kenyataan bahwa energi yang paling banyak digunakan pada unit DAF adalah pada tangki tekan. Menurut Rees dkk. (1980) yang dikutip oleh
Haarhoff dan Rykaart (1995) biaya operasi tangki tekan
merupakan 50% dari total biaya operasi unit DAF.
4.4.3 Validasi dan Kalibrasi Model Effisiensi DAF 4.4.3.1 Validasi Persamaan Frekuensi Tumbukan
Persamaan frekuensi tumbukan yang dikembangkan diberikan oleh persamaan 4.18. Validasi persamaan 4.18 tidak dapat dilakukan secara langsung terhadap persamaan Wang dkk. (persamaan 2.93). Hal ini disebabkan karena Wang dkk. (1998) pada hasil penelitiannya tidak memberikan penyelesaian dari suku percepatan antar fluida, untuk besaran percepatan fluida mikro Taylor λD.
⎛ Du ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ Dt ⎠
2
dan skala
Besaran percepatan fluida dan mikro Taylor ini yang
disederhanakan pada disertasi ini, seperti diberikan pada persamaan 4.18. Untuk itu validasi persamaan 4.18 dilakukan terhadap persamaan Saffman dan Turner, seperti diberikan pada persamaan 2.93. Persamaan Saffman dan Turner (1956) yang dimodifikasi oleh Wang dkk. (1998) dengan memperhitungkan interaksi dua arah. Hasil validasi antara model frekuensi yang dikembangkan dengan persamaan Saffman dan Turner diberikan pada gambar 4.6 dan 4.7.
108
-3
Frekuensi Tumbukan (x 10 )
1.70 1.631
1.65
1.665
1.698
1.562
1.60
1.597
1.55
M o del P engembangan (P ers. 4.18)
Saffman dan Turner (P ers. 2.93)
1.50 1.45
1.414
1.414
1.414
1.414
60
70
1.414
1.40 40
50
80
Tekanan (psi)
Gambar 4.6. Perbandingan frekuensi tumbukan antara hasil pengembangan model (persamaan 4.18) dengan model Saffman dan Turner (persamaan 2.93) Frekuensi tumbukan untuk model yang dikembangkan dan model Saffman dan Turner diberikan pada gambar 4.6. Hasil perhitungan model yang dibangun menggunakan jejari gelembung udara 35 μm dan jejari partikel tapioka 2 μm. Hasil perhitungan model menunjukkan bahwa frekuensi tumbukan akan semakin besar dengan meningkatnya tekanan. Frekuensi tumbukan tersebut memiliki besaran 1,562.10-3 pada tekanan 40 psi, bernilai 1,597.10-3; 1,631.10-3; 1,665.10-3 dan 1,698.10-3, masing-masing pada tekanan 50, 60, 70 dan 80 psi. Pada kondisi yang sama, persamaan Saffman dan Turner sebagai persamaan pembanding memberikan frekuensi tumbukan yang tetap untuk semua variasi tekanan yang diberikan, yaitu sebesar 1,414.10-3. Besarnya selisih perbedaan tersebut berada ada pada kisaran 0,15 – 0,28, seperti ditunjukkan pada gambar 4.7. Perbedaan antara kedua persamaan tersebut menunjukkan bahwa persamaan untuk model yang dibangun mampu memperhitungkan perubahan tekanan yang terjadi pada tangki tekan. Parameter tekanan tangki tekan, seperti diberikan oleh persamaan energi dissipasi menunjukkan bahwa energi dissipasi akan meningkat sebanding dengan meningkatnya tekanan.
109
Perbedaan Frekuensi Tumbukan
0.30
0.25
0.20
0.15 40
50
60
70
80
Tekanan (psi)
Gambar 4.7. Selisih frekuensi tumbukan antara hasil pengembangan model (persamaan 4.18) dengan model Saffman dan Turner (persamaan 2.93) Model frekuensi tumbukan Saffman dan Turner memberikan nilai frekuensi tumbukan yang tetap untuk semua nilai tekanan yang diberikan. Hal ini berarti persamaan Saffman dan Turner tidak memperhitungkan perubahan energi dissipasi atau tekanan yang terjadi. Besaran nilai frekuensi tumbukan yang tetap pada
persamaan
Saffman
dan
Turner
disebabkan
persamaan
tersebut
mempergunakan model keterkaitan satu arah untuk menggambarkan perilaku hubungan antara fluida dengan aliran. Pada model keterkaitan satu arah tersebut yang diperhitungkan adalah pengaruh fluida terhadap partikel. Model frekuensi tumbukan
partikel yang dibangun merupakan model yang mempergunakan
keterkaitan dua arah. Pada model ini selain pengaruh fluida terhadap partikel yang diperhitungkan, juga diperhitungkan pengaruh sebaliknya yaitu pengaruh partikel terhadap fluida. Perhitungan pengaruh partikel terhadap fluida ini yang menyebabkan model yang diusulkan mampu merespon dengan baik perubahan tekanan dan energi dissipasi yang terjadi, sedangkan model Saffman dan Turner hanya mampu memperkirakan pengaruh fluida terhadap partikel. Sehingga model Saffman dan Turner memberikan nilai frekuensi tumbukan yang tetap. Variasi nilai frekuensi tumbukan pada model yang dikembangkan didapatkan dari suku kedua hingga suku keempat pada persamaan 4.18. Nilai pertambahan suku kedua hingga suku keempat sama dengan selisih antara persamaan 4.18 (model
110
yang dikembangkan) dan persamaan 2.93 (model Saffman dan Turner), seperti diberikan pada gambar 4.7. Suku kedua hingga suku keempat merupakan suku yang menggambarkan turbulensi aliran terhadap tumbukan. Suku kedua adalah suku percepatan yang merupakan hasil dari tanggapana diferensial partikel terhadap percepatan lokal fluida; suku ketiga adalah suku keterkaitan yang merupakan keterkaitan antara variasi ruang dari percepatan fluida dan inersia partikel dan suku keempat adalah suku gravitasi yaitu akibat dari kecepatan jatuh karena gaya gravitasi. Pengaruh
turbulensi pada tiap suku tersebut diberikan melalui parameter energi dissipasi. Parameter energi dissipasi yang digunakan pada model frekuensi tumbukan yang dibangun adalah merupakan parameter makro yang diperoleh dari perbedaan tekanan pada tangki tekan (persamaan 4.27). Aplikasi persamaan 4.27 pada persamaan frekuensi tumbukan (persamaan 4.18) adalah dengan mentransformasi parameter skala panjang tubulen dari persamaan Wang dkk. (persamaan 2.93) dengan parameter skala panjang terkecil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan 4.27 adalah aplikasi persamaan Wang dkk untuk kondisi turbulen dengan skala panjang terkecil. Pengujian frekuensi tumbukan untuk dimensi partikel yang lebih besar diberikan oleh gambar 4.8 dan 4.9.
50
Jejari Tapio ka 4 μm
Jejari Tapio ka 5 μm
Jejari Tapio ka 10 μm
Jejari Tapio ka 20 μm
Jejari Tapio ka 30 μm
-4
Tumbukan (x 10 )
Perbedaan Frekuensi
60
40 30 20 10 0 40
50
60
Tekanan (psi)
70
80
Gambar 4.8. Perbedaan besaran frekuensi tumbukan menurut persamaan 4.18 dengan model Saffman dan Turner (persamaan 2.93) pada jejari gelembung 35 μm dan jejari partikel tapioka yang berubah
111
50
Tumbukan (%)
Perbedaan Frekuensi
60
40 30 20 10
Jejari Tapio ka 4 μm Jejari Tapio ka 20 μm
Jejari Tapio ka 5 μm Jejari Tapio ka 30 μm
Jejari Tapio ka 10 μm
0 40
50
60
70
80
Tekanan (psi)
Gambar 4.9. Perbedaan persentase frekuensi tumbukan menurut persamaan 4.18 dengan model Saffman dan Turner (persamaan 2.93) pada jejari gelembung 35 μm dan jejari partikel tapioka yang berubah Perhitungan yang dilakukan mempergunakan dimensi gelembung yang tetap. Dimensi gelembung udara yang tetap ini didapatkan dari rerata hasil pengukuran jejari gelembung yang dihasilkan dari pembangkit gelembung mikro. Plotting selisih frekuensi tumbukan antara persamaan yang dibangun (persamaan 4.18) dan persamaan Saffman dan Turner (persamaan 2.93) pada ukuran gelembung yang tetap ( r
b
= 35 μm) menunjukkan bahwa selisih frekuensi yang semakin
membesar jika jejari partikel tapioka semakin besar. Hal ini berarti bahwa model yang dibangun mampu memperhitungkan penagruh dimensi partikel dan gelembung dibandingkan dengan model Saffman dan Turner. Gambar 4.8 dan 4.9 menunjukkan bahwa selisih frekuensi antara model yang dikembangkan dengan persamaan Saffman dan Turner menunjukkan peningkatan perbedaan unutk jejari partikel tapioka yang semakin besar dengan jejari gelembung yang tetap sebesar 35 μm. Besaran jejari partikel tapioka dan gelembung dihasilkan dari hasil pengukuran. Nilai perbedaan ini semakin meningkat dengan meningkatnya ukuran jejari. Hal ini berarti model yang dibangun mampu memperhitungkan pengaruh dimensi partikel dan gelembung dibandingkan dengan model Saffman – Turner.
112
Model Saffman dan Turner cenderung bernilai tetap pada semua variasi dimensi partikel dan gelembung untuk semua variasi tekanan tangki tekan yang diberikan. Sehingga persentase perbedaan menjadi sangat besar untuk tekanan yang semakin meningkat dan dimensi yang membesar. Hasil validasi antara model frekuensi tumbukan yang dikembangkan dengan persamaan Saffman-Turner menunjukan bahwa model yang dikembangkan dari persamaan Wang dkk. mampu memperhitungkan perubahan dimensi partikel dan gelembung serta perubahan energi dissipasi. Perubahan energi dissipasi ini disebabkan oleh variasi parameter tekanan pada tangki tekan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model frekuensi tumbukan yang dikembangkan dari persamaan Wang dkk. (1998) dapat diaplikasikan pada unit DAF. Kalibrasi model frekuensi tumbukan terhadap data percobaan dilakukan pada kalibrasi model laju flotasi, seperti yang diuraikan dalam sub bagian 4.4.4.
4.4.4 Validasi dan Kalibrasi Persamaan Laju flotasi
Model laju flotasi yang dibangun dinyatakan dalam persamaan 4.21.
C p2 = C p1 .e
− z Cb Π coll t rdaf
............................................................... (4.21)
Perhitungan model laju flotasi ini secara skematis disajaikan dalam gambar 4.10. Energi Dissipasi DAF (ε) Persamaan 4.27 Frekuensi Tumbukan (z) Persamaan 4.18 Effisiensi Pengumpulan (Пcoll) Persamaan 2.69 Effisiensi Tumbukan (Пc) - Pers 2.60 Effisiensi Gelinciran (Пasl) - Pers 2.63 Effisiensi Kestabilan (Пstab) - Pers 2.67 Effisiensi kontak tiga fasa (Пtpc) = 1 Laju flotasi (Z) - Persamaan 4.21
Gambar 4.10. Diagram alir model laju flotasi 113
Validasi model dilakukan terhadap model Matsui dkk. (1998) dan Pyke dkk. (2003). Validasi juga dilakukan terhadap tiap parameter model. Tujuan validasi parameter model ini adalah untuk mengetahui perilaku tiap parameter. Kalibrasi model laju flotasi dilakukan terhadap data percobaan. Percobaan DAF yang dilakukan untuk pengujian model laju flotasi adalah penyisihan partikel tapioka. Validasi model dilakukan dengan memvalidasi semua parameter yang diperhitungkan pada model laju flotasi. Parameter yang berpengaruh meliputi konsentrasi gelembung dan partikel, frekuensi tumbukan, effisiensi pengumpulan dan waktu tinggal. A. Effisiensi Tumbukan Effisiensi tumbukan akan divalidasi terhadap kondisi aliran turbulen dan laminer. Parameter
turbulensi
pada
frekuensi
tumbukan
digunakan
juga
untuk
mengevaluasi kecepatan relatif partikel dan gelembung pada kondisi turbulen (persamaan 2.71 dan 2.72). Perhitungan kecepatan partikel dan gelembung pada kondisi
laminer
mempergunakan
kecepatan
Stokes
(persamaan
2.14).
Perbandingan antara effisiensi tumbukan dengan kecepatan relatif partikel dan gelembung pada kondisi turbulen dan laminer diberikan pada gambar 4.11.
Effisiensi tumbukan Π C
0.8
0.6
0.4 Laminer
0.2
Turbulen
0.0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Jejari Partikel Tapioka (μm)
Gambar 4.11. Perbandingan prakiraan effisiensi tumbukan (persamaan 2.60) pada kondisi turbulen dan laminer untuk jejari gelembung tetap 35 μm dan jejari partikel tapioka yang berbeda
114
Gambar 4.11 menunjukkan bahwa perkiraan effisiensi tumbukan dengan memperhitungkan turbulensi aliran memiliki effisiensi tumbukan yang lebih besar untuk semua diameter partikel tapioka. Effisiensi tumbukan semakin meningkat dengan meningkatnya diameter tapioka. Pada plotting yang disajikan oleh gambar 4.11, jejari gelembung udara diasumsikan konstan sebesar 35 μm. Peningkatan effisiensi ini disebabkan oleh persamaan frekuensi tumbukan dipengaruhi oleh jarak antara gelembung dan partikel. Model frekuensi tumbukan ini dikenal sebagai model tumbukan geometri (Wang dkk., 1998). Kecenderungan peningkatan frekuensi tumbukan dengan meningkatnya jejari partikel juga diperoleh para peneliti sebelumnya (Schulze, 1993, Heindel dan Bloom, 1999; Pyke dkk., 2003). Perbedaan antara perhitungan effisiensi tumbukan dengan turbulensi dan tanpa turbulensi ditunjukkan gambar 4.12. Besarnya nilai perbedaan tersebut berkisar antara 10,6 – 43,8 %. Perbedaan nilai terbesar terjadi pada jejari partikel 2 μm, dan terus menurun hingga pada jejari partikel 40 μm dengan nilai perbedaan 10,6 %. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh turbulensi pada effisiensi tumbukan akan semakin menurun dengan meningkatnya jejari partikel tapioka. 50.0
Perbedaan Effisiensi Tumbukan (%)
40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Jejari Partikel Tapioka (μm)
Gambar 4.12 Perbedaan perhitungan nilai effisiensi tumbukan (persamaan 2.60) pada aliran turbulen dan laminer
115
Sehingga dapat disimpulkan bahwa turbulensi yang terjadi pada aliran adalah turbulensi mikro. Hal ini dapat diketahui dari berkurangnya pengaruh turbulensi dengan meningkatnya dimensi partikel tapioka. B. Effisiensi Gelinciran Effisiensi gelinciran (slidding) adalah mekanisme penangkapan partikel dengan gelinciran pada lapisan tipis cairan di seluruh permukaan gelembung yang merupakan resultan dari perubahan bentuk permukaan gelembung. Batasan kritis pada gelinciran adalah waktu kontak partikel dengan lapisan tipis harus lebih besar dibandingkan dengan waktu induksi atau drain lapisan tipis tersebut untuk mencapai titik pecah (rupture). Parameter pada model gelinciran ini terdiri dari ketebalan kritik lapis tipis cairan di permukaan gelembung (hkritik), mobilitas permukaan gelembung, pola aliran fluida yang melingkupi gelembung, dimensi partikel dan gelembung, dan kecepatan naik gelembung udara (Bloom dan Heindel, 1993). Persamaan untuk memperkirakan effisiensi gelinciran diberikan oleh persamaan 2.63, sebagai berikut : ⎧⎪ ⎛ β Π asl = exp ⎨−2 ⎜ C ⎩⎪ ⎝ b
⎞ ⎛ rp ⎟ ⎜⎜ ⎠ ⎝ rb + rp
⎞ ⎡ g ( r ) − G ⎤ ⎛ h0 ⎞ ⎫⎪ − 1⎟ ⎬ ........................(2.63) ⎥⎜ ⎟⎟ × ⎢ ⎠ ⎭⎪ ⎠ ⎢⎣ k ( r ) − G ⎥⎦ ⎝ hkritik
Faktor mobilitas permukaan gelembung diberikan oleh parameter Cb. Parameter ini bervaiasi antara satu hingga empat. Cb bernilai satu pada kondisi tidak termobilisasi atau permukaan rigid. Cb bernilai empat pada kondisi permukaan gelembung tidak memiliki tegangan. Parameter h0 menyatakan ketebalan awal dari lapisan liquid dipermukaan gelembung saat partikel berkontak dengan lapisan tersebut dan proses sliding mulai terjadi. Dan hcrit ≤ h0 adalah kondisi ketebalan lapisan saat lapisan secara spontan pecah. Pada disertasi ini parameter tebal lapisan cairan tidak diukur. Parameter tersebut diperkirakan dengan simulasi. Nilai simulasi Cb adalah 2 dan 3, sedangkan perbandingan antara ho dan hkritik adalah 3 dan 4. Nilai besaran ini didapatkan dari percobaan penyisihan partikel tinta dari cairan dengan diameter rerata gelembung udara 50 μm dan partikel tinta antara 2 – 10 μm (Bloom dan Heindel, 1991). Hasil simulasi effisiensi gelinciran diberikan pada gambar 4.13.
116
Effisiensi Gelinciran ( Π asl )
1.00000 0.99999 0.99998 0.99997
Cb = 2;h0/hkritik = 4 Cb = 3;h0/hkritik = 4
0.99996
Cb = 2;h0/hkritik = 3
0.99995
Cb = 3;h0/hkritik = 3
0.99994 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Jejari Partikel Tapioka (μm)
Gambar 4.13. Effisiensi gelinciran pada variasi konstanta gelembung (Cb) 2 dan 3 dan perbandingan tinggi lapisan (h0/hkritik) 3 dan 4, sebagai fungsi jejari partikel tapioka Hasil prakiraan effisiensi gelinciran menunjukkan bahwa effisiensi gelinciran terbesar terjadi pada partikel tapioka terkecil (2 μm) dan terus menurun hingga mencapai effisiensi terendah pada jejari tapioka 25 μm. Selanjutnya effisiensi gelinciran akan meningkat dan mencapai nilai maksimum kedua pada jejari partikel tapioka 35 μm. Setelah mencapai nilai maksimum kedua effisiensi gelinciran turun. Nilai effisiensi gelinciran minimal terjadi pada kondisi
d p2 db2
≈ 0,5 . Nilai
d p2 db2
yang diberikan pada gambar 4.13 adalah 0,51. Dan nilai
maksimum kedua tercapai pada perbandingan jejari partikel tapioka dan gelembung sama dengan satu (
rp rb
= 1 ). Fenomena ini terjadi pada semua konstanta
mobilitas gelembung dan tebal lapisan tipis cairan. Variabel perbandingan tebal lapisan cairan (h0/hkritik) lebih berpengaruh dibandingkan dengan mobilitas permukaaan gelembung (Cb), seperti ditunjukkan pada gambar 4.13. Semakin kecil nilai perbandingan (h0/hkritik) semakin besar Effisiensi gelinciran. Mobilitas permukaan gelembung (Cb) yang lebih besar memiliki effisiensi gelinciran yang lebih besar. Hal ini terjadi untuk semua nilai perbandingan tebal lapisan tipis cairan (h0/hkritik).
117
C. Effisiensi Kestabilan Efisiensi kestabilan menyatakan kesetabilan aggregat partikel dan gelembung dalam perjalanannya menuju permukaan air di tangki DAF. Gaya penangkapan (attachment) pada aggregat yang terbentuk antara gelembung dan partikel padat harus lebih kuat dibandingkan jumlah seluruh gaya luar yang bekerja pada agregat tersebut. Gaya penangkapan merupakan resultan dari gaya hidrostatik dan kapiler. Efisiensi kestabilan menyatakan perbandingan antara gaya pelepasan terhadap gaya penangkapan. Perbandingan antara gaya pelepasan terhadap gaya penangkapan dikenal sebagai bilangan Bond. Bilangan Bond diberikan oleh persamaan 2.68a (Bloom dan Heindel, 2003) : 2 1 4rp2 ⎛⎜ Δρ p g + 1,9 ρ p ε 3 (rp + rb ) 3 ⎞⎟ + 3rp (2σ rb − 2rb ρ l g )sin 2 (π − θ 2 ) ⎝ ⎠ Bo' = ....... 6σ sin (π − θ 2)sin (π + θ 2 )
..............................................................................................................(2.68a) Gaya pelepasan merupakan resultan dari gaya gravitasi, gaya angkat karena gelembung udara, gaya akibat tegangan permukaan dan perubahan gaya akibat pengeringan (drain). Persamaan effisiensi kestabilan diberikan oleh persamaan 2.67 (Schulze, 1993; Pyke dkk., 2003) 1 ⎞ ⎛ Π stab = 1 − exp ⎜1 − ⎟ ........................................................................... (2.67) ⎝ Bo ' ⎠ Hasil perhitungan effisiensi kestabilan diberikan pada gambar
4.14. Gambar
4.14b menunjukkan nilai effisiensi kestabilan yang lebih detail untuk melihat nilai asimtot effisiensi pengumpulan pada setiap variasi sudut. Simulasi kestabilan dilakukan pada nilai sudut kontak (θ)antara 0° – 90° dengan variasi 15°.
Effisiensi kestabilan terbesar terjadi pada sudut kontak 30° dan
effisiensi kestabilan terkecil terjadi pada sudut kontak 90°. Effisiensi kesetabilan meningkat dengan semakin besarnya dimensi partikel tapioka. Pada diameter partikel lebih besar 20 μm, semua sudut kontak yang divariasikan mendekati nilai asimtot. Nilai asimtot effisiensi kestabilan untuk setiap sudut berkisar pada nilai
118
0,70, kecuali pada sudut kontak 90° besaran effisiensi kestabilan bernilai asimtot 0,6.
Effisiensi Kestabilan ( Π stab )
0.8
0.6
0.4
ø=0
ø = 15
ø = 30
0.2
ø = 60
ø = 75
ø = 90
ø = 45
0.0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Jejari Partikel Tapioka (μm)
Effisiensi Kesetabilan ( Π stab)
0.72
0.71
0.70
0.69
ø=0
ø = 15
ø = 30
ø = 45
ø = 60
ø = 75
0.68 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Jejari Partikel Tapioka (μm)
Gambar 4.14. Effisiensi kestabilan gelembung molekul dengan sudut kontak (θ) 0° hingga 90° dengan variasi antara 15° versus jejari partikel tapioka D. Effisiensi Pengumpulan Efisiensi pengumpulan merupakan resultan effisiensi dari effisiensi tumbukan (Пc), gelinciran (Пasl), kestabilan (Пstab) dan kontak tiga fasa (Пtpc). Masingmasing effisiensi diberikan oleh persamaan 2.60, 2.63 dan 2.67. Effisiensi kontak tiga fasa (Пtpc) diasumsikan sama dengan satu (Bloom dan Heindel, 2002; Pyke,
119
2004). Persamaan effisiensi tumbukan dituliskan sebagai berikut (Bloom dan Heindel, 2003):
Пcoll = Пc . Пasl.. Пstab . Пtpc. ............................................................... (2.69) Plotting effisiensi pengumpulan tersebut diberikan pada gambar 4.15.
Effisiensi Pengumpulan (Ε coll)
0.6
0.4
ø=0
ø = 15
ø = 30
ø = 45
ø = 60
ø = 75
ø = 90
0.2
0.0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
35
40
Jejari Partikel Tapioka (μm)
(a) konstanta gelembung (Cb) = 2 dan h0/hkritik = 4
Effisiensi Pengumpulan ( Ε coll)
0.6
0.4
ø=0
ø = 15
ø = 30
ø = 45
ø = 60
ø = 75
ø = 90
0.2
0.0 0
5
10
15
20
25
30
Jejari Partikel Tapioka (μm)
(b) konstanta gelembung (Cb) = 3 dan h0/hkritik = 4
120
Effisiensi Pengumpulan (E coll)
0.6 ø=0
ø = 15
ø = 30
ø = 45
ø = 60
ø = 75
0.4 ø = 90
0.2
0.0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
35
40
Jejari Partikel Tapioka (μm)
(c) konstanta gelembung (Cb) = 2 dan h0/hkritik = 3
Effisiensi Pengumpulan ( Ε coll)
0.6
0.4
ø=0
ø = 15
ø = 30
ø = 45
ø = 60
ø = 75
ø = 90
0.2
0.0 0
5
10
15
20
25
30
Jejari Partikel Tapioka (μm)
(d) konstanta gelembung (Cb) = 3 dan h0/hkritik = 3 Gambar 4.15. Effisiensi pengumpulan (Пcoll) partikel oleh gelembung dengan variasi konstanta gelembung (Cb), h0/hkritik dan variasi sudut kontak (θ) terhadap jejari partikel tapioka Hasil prakiraan effisiensi pengumpulan menunjukkan bahwa parameter konstanta gelembung (Cb) dan tebal lapisan tipis cairan (h0/hkritik) kurang berpengaruh dibandingan dengan variabel sudut kontak (θ). Hal ini dapat diketahui dari hasil simulasi parameter konstanta gelembung (Cb), tebal lapisan tipis cairan (h0/hkritik) dan sudut kontak (θ) didapatkan nilai effisiensi pengumpulan maksimum dan
121
minum yang sama. Nilai effisiensi pengumpulan maksimum dan minum adalah 0,5603 dan 0,0027. Nilai tersebut sama untuk semua variasi konstanta gelembung (Cb = 2 dan 3) dan tebal lapisan tipis cairan (h0/hkritik = 3 dan 4). Nilai maksimum effisiensi pengumpulan terjadi pada sudut kontak (θ) 30° dan nilai minimum didapatkan pada (θ) = 90°. Pada sudut kontak (θ) 90° partikel padatan berada pada bidang tegak dengan arah aliran. Sedangkan pada sudut kontak nol derajat partikel berada sejajar arah aliran. Nilai perbedaan effisiensi pengumpulan pada variasi konstanta gelembung (Cb),
h0/hkritik
diberikan pada gambar 4.16. Gambar 4.16 menunjukkan bahwa
perbedaan antara kombinasi variasi (Cb = 2 dan 3) dan tebal lapisan tipis cairan (h0/hkritik = 3 dan 4) adalah berada pada kisaran nilai 4,1. 10-7 hingga 18,7.10-7 pada semua sudut kontak yang divariasikan. Nilai perbedaan ini sangat kecil dibandingan dengan kisaran nilai effisiensi pengumpulan yang berada pada
Selisih Effisiensi Pengumpulan -7 (x 10 )
kisaran 0,0027 sampai 0,5603. 30 25 20 15 10 5 0 -5 -15
0
15
30
45
60
75
90
Sudut Kontak (θ)
Gambar 4.16. Selisih effisiensi pengumpulan (Пcoll) partikel oleh gelembung dengan variasi konstanta gelembung (Cb), h0/hkritik terhadap sudut kontak (θ) Besarnya perbedaan effisiensi pengumpulan pada nilai maksimum dan minimum dalam persentase, masing-masing adalah 0,0152 % dan 0,0003 %. Perbedaan nilai yang sangat kecil pada kombinasi antar variasi ini menunjukkan bahwa parameter
122
konstanta gelembung (Cb) dan tebal lapisan tipis cairan (h0/hkritik) dapat diasumsikan sama untuk semua variasi kombinasi ke dua parameter tersebut. Perhitungan selanjutnya mempergunakan konstanta perubahan permukaan gelembung sama dengan dua (Cb = 2); Dan parameter parameter tebal lapisan tipis cairan sama dengan tiga (h0/hkritik = 3). Parameter Cb ini bervariasi antara satu hingga empat. Cb bernilai satu pada kondisi tidak termobilisasi atau permukaan rigid. Cb bernilai empat pada kondisi permukaan gelembung tidak memiliki tegangan (Bloom dan Heindel, 1999). Parameter h0 menyatakan ketebalan awal dari lapisan liquid dipermukaan gelembung saat partikel berkontak dengan lapisan tersebut dan proses sliding mulai terjadi. Dan hcrit ≤ h0 adalah kondisi ketebalan lapisan saat lapisan secara spontan pecah. Schulze (1984) mendapatkan nilai
h0/hkritik pada proses flotasi berkisar antara 3,21 – 3.54. Nilai tersebut didapatkan Schulze (1984) pada pengukuran gelembung udara dalam air. Data lain yang dipaparkan adalah hkritik = 3.10-6 cm dan dengan tegangan permukaan (σ) = 50 mN.m-1. Kesimpulan yang didapatkan dari variasi ketiga parameter tersebut adalah bahwa sudut kontak (θ) adalah parameter yang paling berpengaruh. Hasil simulasi dengan nilai maksimum effisiensi pengumpulan terjadi pada sudut kontak (θ) 30°, sama dengan hasil yang diperoleh Schulze (1984), yaitu batas sudut kontak sebesar 30°. Schulze (1984) mendapatkan nilai ini dari histrogram hasil percobaan untuk menentukan sudut kontak dan gelinciran mendapatkan besar rerata sudut kontak (θ) = 19° dengan standar deviasi ± 10 %, rerata sudut gelinciran 43° ± 10 %. Parameter sudut kontak ini yang digunakan dalam kalibrasi model dengan hasil percobaan di laboratorium. Kalibrasi dilakukan terhadap effisiensi penyisihan partikel tapioka pada unit DAF. E. Laju flotasi (Z) Validasi terhadap persamaan laju flotasi (persamaan 4.17) telah dilakukan pada sub bagian terdahulu dengan menguji parameter frekuensi tumbukan (z) yang validasi dengan persamaan Saffman-Turner dan Effisiensi pengumpulan (Пcoll) divalidasi melalui persamaan pembangunnya (Пcoll = Пc..Пasl..Пstab..Пtpc) yang
123
diberikan
oleh persamaan 2.69. Validasi parameter frekuensi tumbukan dan
effisiensi pengumpulan memberikan hasil yang baik. Kalibrasi terhadap model laju flotasi yang dibangun (persamaan 4.17) dilakukan terhadap data percobaan penyisihan partikel tapioka dengan unit DAF. Parameter yang digunakan untuk kalibrasi adalah effiisensi penyisihan padatan tersuspensi (suspended solid – SS). Kesesuaian antara data percobaan dan model laju flotasi yang dibangun dilakukan dengan menentukan sudut kontak (θ) dan dimensi partikel tapioka. Kesesuaian tersebut dilakukan dengan membandingkan hasil penyisihan partikel tapioka antara data percobaan (SS) dengan model yang dibangun. Dimensi gelembung dan partikel tapioka diperoleh dari pengukuran hasil fotografi. Pembahasan hasil fotografi partikel tapioka dan gelembung udara diberikan pada sub bagian tersendiri. Perbandingan partikel tapioka tersuspensi (SS) antara hasil percobaan dengan model yang dibangun diberikan pada gambar 4.17. 10000
ø=0
Effluen Tapioka (mg/l)
9000
ø = 15
8000
ø = 30
7000 6000
ø = 45
5000
ø = 60
4000
ø = 75
3000 2000
ø = 90
1000
Influen
0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
Effluen
30
Waktu Tinggal (menit)
(a) Jejari partikel tapioka 2 μm
Effluen Tapioka (mg/l)
10000
ø=0
9000
ø = 15
8000
ø = 30
7000
ø = 45
6000 5000
ø = 60
4000
ø = 75
3000 2000
ø = 90
1000
Influen
0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
Waktu Tinggal (menit)
(b) Jejari partikel tapioka 4 μm
124
27
30
Effluen
Effluen Tapioka (mg/l)
10000
ø=0
9000
ø = 15
8000 7000
ø = 30
6000
ø = 45
5000
ø = 60
4000
ø = 75
3000 2000
ø = 90
1000
Influen
0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
Effluen
Waktu Tinggal (menit)
(c) Jejari partikel tapioka 5 μm
Effluen Tapioka (mg/l)
10000
ø=0
9000
ø = 15
8000
ø = 30
7000 6000
ø = 45
5000
ø = 60
4000
ø = 75
3000 2000
ø = 90
1000
Influen
0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
Effluen
Waktu Tinggal (menit)
(d) Jejari partikel tapioka 10 μm
Effluen Tapioka (mg/l)
10000
ø=0
9000
ø = 15
8000 7000
ø = 30
6000
ø = 45
5000
ø = 60
4000
ø = 75
3000 2000
ø = 90
1000
Influen
0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
Waktu Tinggal (menit)
(e) Jejari partikel tapioka 15 μm
125
30
Effluen
Effluen Tapioka (mg/l)
10000
ø=0
9000
ø = 15
8000 7000
ø = 30
6000
ø = 45
5000
ø = 60
4000
ø = 75
3000 2000
ø = 90
1000
Influen
0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
Effluen
Waktu Tinggal (menit)
(f) Jejari partikel tapioka 20 μm 10000
ø=0
Effluen Tapioka (mg/l)
9000
ø = 15
8000 7000
ø = 30
6000
ø = 45
5000
ø = 60
4000
ø = 75
3000 2000
ø = 90
1000
Influen
0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
Effluen
30
Waktu Tinggal (menit)
(g) Jejari partikel tapioka 25 μm
Effluen Tapioka (mg/l)
10000
ø=0
9000
ø = 15
8000 7000
ø = 30
6000
ø = 45
5000
ø = 60
4000
ø = 75
3000 2000
ø = 90
1000
Influen
0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
Waktu Tinggal (menit)
(h) Jejari partikel tapioka 30 μm
126
27
30
Effluen
Effluen Tapioka (mg/l)
10000
ø=0
9000
ø = 15
8000 7000
ø = 30
6000
ø = 45
5000
ø = 60
4000
ø = 75
3000 2000
ø = 90
1000
Influen
0
Effluen 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
Waktu Tinggal (menit)
(i) Jejari partikel tapioka 35 μm
Effluen Tapioka (mg/l)
10000
ø=0
9000
ø = 15
8000 7000
ø = 30
6000
ø = 45
5000
ø = 60
4000
ø = 75
3000 2000
ø = 90
1000
Influen
0
Effluen 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
Waktu Tinggal (menit)
(j) Jejari partikel tapioka 40 μm Gambar 4.17. Perbandingan konsentrasi partikel tapioka (SS) dari hasil model dan pengukuran dengan variasi sudut kontak dengan jejari gelembung 35 μm dan partikel tapioka (a) 2 μm, (b) 4 μm, (c) 5 μm, (d)10 μm, (e) 15 μm, (f) 20 μm, (g) 25 μm, (h) 30 μm, (i) 35 μm dan (j) 40 μm. Gambar 4.17 menunjukkan hasil perbandingan konsentrasi partikel tapioka tersuspensi untuk jejari partikel tapioka 2 hingga 40 μm dan jejari gelembung 35 μm serta variasi sudut kontak antara 0° hingga 90°. Kalibrasi ini digunakan untuk menentukan sudut kontak (θ) dan dimensi partikel yang memberikan hasil penyisihan SS paling dekat antara model dengan hasil percobaan. Hasil kalibrasi menunjukkan bahwa pada jejari partikel 15 μm (gambar 4.17e) memberikan hasil yang paling dekat dengan hasil percobaan. Sudut kontak (θ) 30° memberikan hasil kalibrasi paling baik untuk semua dimensi partikel tapioka yang diuji. Hasil kalibrasi untuk parameter sudut kontak terlihat jelas pada grafik 127
persentase selisih antara hasil model dengan pengujian. Grafik tersebut diberikan pada gambar 4.18. Hasil perbandingan selisih tersebut menunjukkan bahwa sudut kontak (θ) sebesar 30° memberikan hasil yang paling dekat dengan data
dan Percobaan (%)
Selisih Data Model
percobaan untuk semua variasi waktu tinggal dan jejari partikel. 1500
ø=0
1200
ø = 15 ø = 30
900 ø = 45 600
ø = 60 ø = 75
300
ø = 90
0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
Waktu Tinggal (menit)
(a) Jejari partikel tapioka 2 μm
dan Percobaan (%)
Selisih Data Model
1200
ø=0
1000
ø = 15
800
ø = 30
600
ø = 45
400
ø = 60 ø = 75
200
ø = 90
0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
Waktu Tinggal (menit)
(b) Jejari partikel tapioka 4 μm 1000
ø=0
900 ø = 15
dan Percobaan (%)
Selisih Data Model
800 700
ø = 30
600 ø = 45
500 400
ø = 60
300
ø = 75
200 100
ø = 90
0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
Waktu Tinggal (menit)
(c) Jejari partikel tapioka 5 μm
128
30
dan Percobaan (%)
Selisih Data Model
300
ø=0
250
ø = 15
200
ø = 30
150
ø = 45 ø = 60
100
ø = 75
50
ø = 90
0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
Waktu Tinggal (menit)
(d) Jejari partikel tapioka 10 μm
dan Percobaan (%)
Selisih Data Model
120
ø=0
100
ø = 15
80
ø = 30
60
ø = 45
40
ø = 60 ø = 75
20
ø = 90
0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
Waktu Tinggal (menit)
(e) Jejari partikel tapioka 15 μm
dan Percobaan (%)
Selisih Data Model
120
ø=0
100
ø = 15
80
ø = 30
60
ø = 45 ø = 60
40
ø = 75
20
ø = 90 0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
Waktu Tinggal (menit)
(f) Jejari partikel tapioka 20 μm
129
30
dan Percobaan (%)
Selisih Data Model
120
ø=0
100
ø = 15
80
ø = 30
60
ø = 45 ø = 60
40
ø = 75
20
ø = 90 0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
Waktu Tinggal (menit)
(g) Jejari partikel tapioka 25 μm
dan Percobaan (%)
Selisih Data Model
120
ø=0
100
ø = 15
80
ø = 30
60
ø = 45 ø = 60
40
ø = 75
20
ø = 90 0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
Waktu Tinggal (menit)
(h) Jejari partikel tapioka 30 μm
dan Percobaan (%)
Selisih Data Model
600
ø=0
500
ø = 15
400
ø = 30
300
ø = 45 ø = 60
200
ø = 75
100
ø = 90 0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
Waktu Tinggal (menit)
(i) Jejari partikel tapioka 35 μm
130
30
dan Percobaan (%)
Selisih Data Model
120
ø=0
100
ø = 15
80
ø = 30
60
ø = 45 ø = 60
40
ø = 75
20
ø = 90 0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
Waktu Tinggal (menit)
(j) Jejari partikel tapioka 40 μm Gambar 4.18. Persentase selisih konsentrasi partikel tapioka (SS) dari hasil model dan pengukuran dengan variasi sudut kontak dengan jejari gelembung 35 μm dan partikel tapioka (a) 2 μm, (b) 4 μm, (c) 5 μm, (d)10 μm, (e) 15 μm, (f) 20 μm, (g) 25 μm, (h) 30 μm, (i) 35 μm dan (j) 40 μm.
Hasil kalibrasi menunjukkan bahwa dimensi partikel tapioka yang memberikan hasil terbaik adalah partikel tapioka dengan jejari 15 μm dan sudut kontak (θ) 30°. Besarnya selisih persentase untuk sudut kontak (θ) 30° dan jejari tapioka 15 μm berada pada kisaran 0,74 % hingga 20,9 %, masing-masing terjadi pada waktu tinggal 2,7 menit dan 27 menit. Rerata selisih yang terjadi untuk sudut kontak (θ) 30° dan jejari tapioka 15 μm adalah sebesar 6,1 %. Selisih terbesar untuk partikel tapioka dengan jejari 15 μm terjadi pada sudut kontak (θ) 90°. Selisih pada sudut kontak ini berkisar antara 3,6 – 99,8 %, masingmasing untuk
waktu tinggal 5,4 dan 27 menit. Rerata selisih hasil yang
didapatkan pada sudut kontak (θ) 90° adalah 47,1 %. Rerata persentase selisih untuk sudut kontak paling baik (θ = 30°) pada variasi dimensi partikel didapatkan hasil sebesar 6,8 %; 6,9 %; 7,0 %; 7,2 %; 8,1 %; 10,4 %; 42,4 %; 57,1 % dan 90,4 %, masing-masing untuk jejari partikel tapioka 20 μm; 25 μm; 30 μm; 40 μm; 35 μm; 10 μm; 5 μm; 4 μm dan 2 μm.
131
Hasil analisa selisih yang menunjukkan sudut kontak (θ) yang dominan terjadi sebesar 30° memperkuat hasil yang didapatkan sebelumnya pada kalibrasi effisiensi kestabilan, Пstab (gambar 4.14) dan effisiensi pengumpulan, Пcoll (gambar 4.15). Hasil penelitian lain pada unit flotasi untuk penyisihan partikel tambang didapatkan nilai batas sudut kontak juga sebesar 30° (Schulze, 1984). Sehingga dapat disimpulkan bahwa sudut kontak rerata yang terjadi pada unit DAF adalah sebesar 30°. Kesimpulan yang didapatkan pada kalibrasi model laju flotasi yang dibangun (persamaan 4.17) adalah jejari partikel tapioka 15 μm dan sudut kontak (θ) 30° memberikan hasil selisih terkecil terhadap hasil percobaan.
Kesimpulan ini
didapatkan dari variasi waktu tinggal 2,7 – 27 menit, kisaran sudut kontak (θ) 0°90°, jejari partikel tapioka berada antara 2 – 40 μm dan jejari gelembung tetap sebesar 35 μm. Kesimpulan yang didapatkan dari model laju flotasi (Z) digunakan untuk menghitung besaran effisiensi maksimum yang terjadi. Effisiensi unit DAF tanpa resirkulasi aliran diberikan oleh persamaan 4.23.
η = 1− e
− z .Cb . ∏coll .trdaf
............................................................... (4.23)
Hasil kalibrasi effisiensi model yang dibangun dengan hasil pengujian diberikan pada gambar 4.19. 10000 9000
90
8000
80
M odel (Pers. 4.20)
7000
70
Percobaan
6000
Effluen Percobaan
5000
60
4000
Influen 50
3000
Effluen Model
2000
40
1000
30
K onsentrasi Tapioka (m g/l)
Effisiensi Penyisihan (% )
100
0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
Waktu Tinggal (menit)
Gambar 4.19 Perbandingan hasil model dengan percobaan pada partikel tapioka 15 μm dan sudut kontak (θ) 30° 132
Gambar 4.19 menunjukkan perbandingan hasil perhitungan model dengan percobaan. Model yang diberikan oleh persamaan 4.20 memberikan perkiraan effisiensi penyisihan yang lebih besar dibandingkan dengan data percobaan untuk semua variasi waktu tinggal, kecuali pada waktu tinggal 3, 2 menit. Pada waktu tinggal 3,2 menit, model mendapatkan besarnya effisiensi sebesar 74,2 % dan hasil percobaan memberikan nilai effisiensi sebesar 81,9 %. Selisih besaran effisiensi pada waktu tinggal 3,2 menit adalah 7,6 %. Selisih terbesar terjadi pada waktu tinggal 2,7 menit yaitu sebesar 29,2 %. Pengujian pada waktu tinggal 5,8 menit memberikan nilai perbedaan terkecil yaitu sebesar 0,6 %. Rerata perbedaan effisiensi antara model dan percobaan untuk semua waktu tinggal adalah 6,7 %. Hasil penyisihan partikel tapioka oleh model dan percobaan dalam satuan konsentrasi partikel tersuspensi per volume air (mg/l) diberikan oleh sumbu y kanan. Meskipun hasil perkiraan dengan menggunakan model effisiensi yang ditunjukkan pada gambar 4.17 mempergunakan garis, sesungguhnya model diperhitungkan
secara
diskrit.
Perhitungan
secara
kontinu
dilakukan
mempergunakan CFD (Computational Fluid Dynamics). CFD akan memberikan kecepatan pada setiap tinjauan waktu dan ruang secara kontinu. Uraian CFD lebih lengkap diberikan pada bab 5.
133