Bab IV Pembahasan Asap cair yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pirolisis tempurung kelapa, yaitu suatu proses penguraian secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan pada suhu tinggi tanpa melibatkan udara luar.
IV.1
Pembuatan Asap cair
Pada pembuatan asap cair ini, tempurung kelapa dihancurkan kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam kaleng kecil, kemudian dibakar dengan menggunakan pembakar Bunsen yang diatur suhu pirolisisnya mulai dari suhu kamar sampai 500oC. Proses pembakaran dijaga, agar tempurung kelapa tersebut tidak kontak langsung dengan api. Setelah tempurung kelapa mencapai suhu tertentu, maka mulai mengeluarkan asap. Selanjutnya asap yang terperangkap dalam tabung itu semakin banyak dan akan terdorong keluar tabung menuju ke pipa tembaga yang disambung dengan selang silikon yang telah terhubung ke labu leher tiga dan kondensor spiral yang terisi air. Asap berwarna putih yang telah berada dalam labu leher tiga bergerak ke arah kondensor dan terlihat mulai mencair, kemudian turun dan di tampung dalam labu leher tiga. Asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis ini berwarna coklat kemerahan dengan aroma asap yang sangat kuat. Hal ini dapat dilihat pada Gambar IV.1
Gambar IV.1 Asap cair hasil pirolisis Pada penelitian ini, tempurung kelapa diperoleh dari pasar Balubur, Kota Bandung. Dari 4 kg tempurung kelapa, volume asap cair yang dihasilkan sebanyak 1060 mL dengan
= 1,0816 g/mL. Efisiensi asap cair diperoleh sebesar
28,66 % melalui perhitungan berikut ini:
23
Asap cair hasil pirolisis yang diperoleh perlu diolah lebih lanjut, sebelum digunakan dalam pengawetan ikan tongkol. Proses pemurnian asap cair dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, yang bertujuan untuk mendapatkan asap cair yang bebas dari senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet makanan. VI.2
Pemurnian Asap Cair
IV.2.1 Tahap dekantasi asap cair
Dekantasi merupakan salah satu proses pemisahan dua cairan yang tidak saling bercampur yang didasarkan pada perbedaan berat jenis kedua cairan tersebut. Asap cair yang diperoleh dari hasil pirolisis didiamkan selama 1 minggu, agar senyawa benzo(a) piren yang memiliki berat jenis yang lebih besar akan mengendap atau berkumpul di bagian bawah dan selanjutnya bagian atas asap cair dipisahkan dengan cara penuangan biasa. Asap cair hasil dekantasi ditunjukkan pada Gambar IV.2
bagian atas
bagian bawah
Gambar IV.2 Asap cair hasil dekantasi
24
Setelah didekantasi, diperoleh asap cair bagian atas sebanyak 950 mL yang berwarna coklat kemerahan dan bagian bawah sebanyak 110 mL yang berwarna hitam. IV.2.2 Tahap destilasi asap cair
Tahapan kedua dari proses pemurnian asap cair adalah asap cair yang diperoleh dari bagian atas dari hasil dekantasi, dimasukkan ke dalam labu destilasi. Destilasi dilakukan sampai suhu 150oC. pengaturan Hal ini dimaksudkan agar senyawasenyawa benzo(a) piren yang bersifat karsinogenik dan memiliki titik didih sekitar 495oC tidak ikut terdestilasi. Destilat asap cair mulai menetes pada suhu 90oC dan destilasi terus dilanjutkan hingga suhu destilat mencapai 150oC. Dari proses ini diperoleh volume asap cair hasil destilasi sebanyak 780 mL yang berwarna kuning, dan sedikit residu yang berwarna hitam, seperti ditunjukkan pada Gambar IV.3
Gambar IV.3 Asap cair hasil destilasi IV.2.3 Tahap adsorpsi destilat oleh zeolit aktif Proses adsorpsi destilat oleh zeolit aktif sebagai adsorben bertujuan untuk mendapatkan asap cair yang tidak mengandung zat berbahaya. Salah satu keunggulan zeolit dibandingkan kebanyakan media penyerap atau pemisah yang lain adalah strukturnya yang membentuk media berongga dengan distribusi diameter yang lebih besar dan sangat selektif, sehingga zeolit mampu berfungi sebagai penyerap sekaligus memisahkan zat berdasarkan perbedaan ukuran,
25
bentuk dan polaritas dari molekul yang disaring. Dengan demikian, senyawa benzo(a) piren yang memiliki ukuran molekul yang agak besar akan terjebak ke dalam rongga zeolit, sehingga asap cair yang dihasilkan bebas dari kandungan senyawa tersebut.
Destilat asap cair yang diperoleh dari proses destilasi di atas, dialirkan ke dalam kolom zeolit aktif. Kolom yang digunakan berdiameter 2 cm, tinggi zeolit dalam kolom 10 cm dengan laju alir 1 mL/menit. Proses adsorpsi ini menghasilkan volume asap cair sebesar 770 mL dan adsorbat berwarna kuning agak pekat dibandingkan dengan destilatnya. Adapun proses adsorpsi asap cair dengan zeolit aktif ditunjukkan pada Gambar IV.4
Gambar IV.4 Asap cair hasil adsorpsi zeolit aktif IV.2.4 Tahap adsorpsi oleh arang aktif Proses adsorpsi asap cair dengan arang aktif bertujuan untuk mendapatkan asap cair dengan bau asap yang ringan dan tidak terlalu menyengat serta warna yang agak jernih. Arang aktif dapat berfungsi sebagai adsorben, disebabkan adanya pori-pori mikro yang jumlahnya banyak yang dapat menimbulkan gejala kapiler dan luas permukaan arang aktif sekitar 300 – 3500 cm2/gram, sehingga mempunyai kemampuan daya serap yang besar. Arang aktif sebagai penyerap uap, biasanya berbentuk granular atau pellet yang sangat keras dengan diameter pori berkisar antara 10-200 Å dan tipe pori yang lebih halus (Meilita, 2003).
26
Ukuran pori yang kecil, menyebabkan arang aktif dapat menyerap bau dan warna dari komponen penyusun asap cair.
Asap cair yang diperoleh dari proses sebelumnya, dialirkan ke dalam kolom yang berisi arang aktif. Ukuran kolom yang digunakan sama dengan sebelumnya dengan laju alir 2 mL/menit. Adapun adsorbat asap cair yang dihasilkan sebanyak 761 mL. Asap cair yang diperoleh memiliki bau asap yang ringan atau tidak terlalu menyengat dan warna kuning yang lebih jernih dibandingkan dengan produk asap cair sebelumnya. Hal ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar IV.5 berikut,
Gambar IV.5 Asap cair hasil adsorpsi dengan arang aktif Setelah melewati proses-proses di atas, maka asap cair tersebut dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan GC, GC-MS, dan spektroskopi IR. Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan informasi tingkat kemurnian asap cair yang akan digunakan sebagai bahan pengawet untuk mengawetkan ikan tongkol. IV.3
Karakterisasi Asap Cair dengan Spektroskopi IR dan GC
Dari spektrum inframerah dapat disimpulkan adanya gugus fungsi berdasarkan serapan pada bilangan gelombang tertentu. Bilangan gelombang untuk beberapa gugus fungsi berbeda, tergantung pada jenis vibrasinya. Serapan untuk beberapa gugus fungsi disajikan pada Tabel IV. 1 berikut:
27
Tabel IV. 1 Serapan beberapa gugus fungsi pada spektroskopi IR Panjang gelombang ( m)
Bilangan gelombang (cm-1)
Ikatan yang menyebabkan absorpsi
2,7 - 3,3
3750 - 3000
Regang O-H, N-H
3,0 - 3,4
3300 – 2900
-C=C-H, Ar-H (regang C-H)
3,3 - 3,7
3000 – 2700
-CH3 ; -CH2 ; -CH
4,2 - 4,9
2400 – 2100
5,3 - 6,1
1900 – 1600
5,9 - 6,2
1675 – 1500
Regang C=C ; C=N Regang C=O (asam, aldehid, keton, amida, ester) Regang C=C (alifatik dan aromatik); C=N
6,8 - 7,7
1475 – 1300
10,0 - 15,5
1000 – 650
Lentur –CH Lentur C=C, Ar-H (luar bidang)
Pada spektrum IR dari asap cair terdapat gugus O-H, indikasinya adalah adanya vibrasi ulur
pada serapan dengan bilangan gelombang 3425,58 cm-1
O-H
Spektrum inframerah dari asap cair hasil pirolisis langsung, terlihat pada Gambar IV.6 berikut.
100
4 6 4 .8 4 6 1 9 .1 5
6 9 4 .3 7
1 2 7 1 .0 9
70
7 5 6 .1 0
1 0 5 1 .2 0 1 0 1 8 .4 1
1 3 8 2 .9 6
80
1 1 0 1 .3 5
1 5 0 8 .3 3
2 6 2 5 .1 2
90
2 0 6 7 .6 9
2 3 7 2 .4 4
%T
1 7 1 6 .6 5
1 6 3 7 .5 6
60
50
30
3 4 2 5 .5 8
4 0 1 .1 9
40
20 4500 4000 3500 3000 2500 Asap Cair Hasil pirolisis tempurung kelapa
2000
1750
1500
1250
1000
Gambar IV. 6 Spektrum inframerah asap cair hasil pirolisis
28
750
500 1/cm
Serapan gugus O-H atau hidroksil yang muncul memiliki pita serapan yang melebar. Dengan melebarnya pita serapan pada 3425,43 cm-1 menunjukkan adanya ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen yang ada dalam asap cair bisa terjadi karena asap cair terdiri atas campuran senyawa yang memungkinkan terjadinya ikatan hidrogen antar molekul atau intra molekul. Serapan pada bilangan gelombang 1716,65 cm-1 menunjukkan adanya gugus karbonil, walaupun secara umum serapan dari vibrasi ulur C=O muncul pada daerah antara 1640-1820 cm-1. Karena asap cair bersifat campuran, kemungkinan besar gugus karbonil yang ada dalam asap cair dipengaruhi oleh adanya ikatan hidrogen, konjugasi dan gugus-gugus yang bertetangga. Selain gugus O-H dan gugus C=O, asap cair juga mengandung gugus C=C aromatik dengan serapan terjadi pada daerah 1637,95 cm-1. Serapan gugus C-O pada daerah 1271,09 cm-1 kemungkinan besar merupakan gugus eter yang terikat dengan cincin aromatik sedangkan gugus metil (CH3) yang menyerap pada daerah 1332,96 cm-1, besar kemungkinan merupakan gugus metil pada posisi ujung.
Asap cair hasil pirolisis diinjeksikan pada alat GC yang sudah diatur sesuai kondisi. Senyawa dalam destilat akan menguap dan dibawa oleh gas pembawa menuju kolom. Zat terlarut akan teradsorpsi pada bagian atas kolom dari fasa diam, kemudian akan merambat dengan laju rambatan masing-masing komponen yang sesuai dengan tetapan partisi (Kd) masing–masing komponen. Komponenkomponen tersebut terelusi sesuai dengan urutan
makin membesarnya nilai
koefisien partisi menuju ke detektor. Detektor mencatat sederetan sinyal yang timbul akibat perubahan konsentrasi dan perbedaan laju elusi. Sinyal akan tampak sebagai kurva
antara waktu terhadap komposisi aliran gas pembawa. Dari
kromatografi gas diperoleh beberapa puncak dengan waktu retensi yang berbeda. Waktu retensi adalah waktu yang diperlukan oleh suatu zat terlarut untuk bergerak melalui kolom dari awal injeksi sampai ke detektor. Untuk mengidentifikasi jumlah komponen yang terdapat dalam asap cair dapat dilihat pada puncakpuncak kromatogram yang muncul. Adapun kromatogram asap cair hasil pirolisis ditunjukkan pada Gambar IV.7
29
% Area
10
5
15
20
Waktu retensi (menit)
Gambar IV. 7 Kromatogram asap cair hasil pirolisis Dari kromatogram di atas dapat diamati bahwa ada sekitar 37 komponen dengan waktu retensi dan persen luas area yang berbeda. Asap cair hasil dekantasi memiliki kemiripan gugus fungsi dengan hasil pirolisis, hanya perbedaannya pada intensitas serapannya dan puncak serapan dari gugus O-H lebih melebar disebabkan karena ikatan hidrogen yang kuat. Spektrum asap cair hasil dekantasi dapat dilihat pada Gambar IV.8 di bawah ini. 105 %T
1 0 9 7 .5 0 1 0 4 9 .2 8
2 0 6 7 .6 9
2 6 2 1 .2 6
75
1 0 1 6 .4 9
1 5 0 6 .4 1
90
1 7 1 6 .6 5
15
1 6 3 9 .4 9
30
6 2 4 .9 4
7 5 4 .1 7
1 2 7 4 .9 5
45
6 6 5 .4 4
1 3 8 6 .8 2
60
3 4 3 9 .0 8
0
4500 4000 3500 3000 2500 Asap Cair Hasil tempurung kelapa Hsl dekantasi
2000
1750
1500
1250
1000
750
Gambar IV. 8 Spektrum Inframerah asap cair hasil dekantasi
30
500 1/cm
Pada asap cair hasil dekantasi mulai nampak ada komponen yang tidak muncul dalam kromatogram, dengan kata lain hanya ada 36 komponen dengan waktu retensi dan persen luas area yang berbeda-beda.
Hal ini dapat dilihat pada
% Area
Gambar IV. 9 berikut,
5
10
15
Waktu retensi (menit)
Gambar IV. 9 Kromatogram asap cair hasil dekantasi
Asap cair hasil destilasi mempunyai gugus fungsi yang mirip dengan asap cair hasil pirolisis dan dekantasi, akan tetapi yang berbeda adalah spektrum inframerah yang muncul lebih sederhana, karena yang terukur hanyalah destilatnya saja, sementara itu ada sebagian lain yang tinggal sebagai residu. Kemungkinan besar adalah senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik yang salah satumya adalah benzo(a) pyren, yang memiliki titik didih yang tinggi. Perbedaan yang lain adalah adanya serapan gugus karbonil yang hampir tidak terlihat atau serapan bahu, sedangkan intensitas serapan gugus aromatik menjadi meningkat. Serapan bahu dari gugus karbonil ini kemungkinan disebabkan adanya ikatan hidrogen yang sangat kuat dalam campuran asap cair tersebut. Spektrum inframerah hasil destilasi ditunjukkan oleh Gambar IV. 10
31
105
1 0 8 5 .9 2 1 3 8 8 .7 5
2 0 7 3 .4 8
75
1 2 7 6 .8 8
2 6 1 9 .3 3
90
1 0 1 6 .4 9
%T
60
6 8 0 .8 7
45
30
1 6 3 7 .5 6
15
3 4 4 6 .7 9
0
-15 4500 4000 3500 3000 2500 Asap Cair Hasil tempurung kelapa Hsl Destilasi
2000
1750
1500
1250
1000
750
500 1/cm
Gambar IV. 10 Spektrum Inframerah asap cair hasil destilasi Pada tahapan destilasi, jumlah komponen dari asap cair semakin berkurang, karena yang diambil adalah destilatnya saja. Ada sebagian senyawa-senyawa yang tertinggal sebagai residu yang kemungkinan memiliki titik didih tinggi, misalnya senyawa-senyawa HPA.
Hasil GC untuk asap cair hasil destilasi dapat
% Area
ditunjukkan oleh Gambar IV.11
5
10
15
Waktu retensi (menit)
Gambar IV. 11 Kromatogram asap cair hasil destilasi
32
Dari kromatogram di atas, dihasilkan jumlah komponen sekitar 23 komponen dengan waktu retensi yang berlainan. Asap cair hasil filtrasi dengan zeolit aktif dan arang aktif sebagai adsorben, pada dasarnya memiliki gugus fungsi yang sama dengan hasil proses sebelumnya. Pada proses filtrasi, jumlah komponen penyusun asap cair menjadi lebih sedikit karena sebagian komponennya telah teradsorpsi oleh zeolit aktif dan arang aktif. Fungsi kedua adsorben ini adalah untuk menyerap senyawa-senyawa yang memiliki berat molekul yang besar seperti senyawa benzo(a) pyren, menjernihkan warna asap cair dan mengurangi bau asap yang menyengat. Asap cair hasil adsorpsi dengan arang aktif memiliki intensitas serapan yang lebih tinggi di bandingkan hasil adsorpsi dari zeolit aktif. Kedua spektrum inframerah hasil filtrasi dengan zeolit aktif dan arang aktif, dapat dilihat pada Gambar IV. 12 dan IV. 13 berikut,
1 7 1 2 .7 9
70
6 8 6 .6 6
1 3 8 4 .8 9
80
1 2 7 6 .8 8
90
2 0 7 1 .5 5
2 6 1 9 .3 3
%T
1 0 1 6 .4 9
100
1 6 3 5 .6 4
60
50
30
3 4 4 8 .7 2
40
20 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1750 Asap Cair Hasil tempurung kelapa Hsl yang diabsorpsi dengan zzeolit
1500
1250
1000
750
500 1/cm
Gambar IV. 12 Spektrum inframerah asap cair hasil filtrasi dengan zeolit aktif
33
1 3 8 8 .7 5
75
1 0 1 6 .4 9
%T
2 0 6 7 .6 9
2 6 1 5 .4 7
90
1 2 7 4 .9 5
60
45
15
6 1 9 .1 5
3 4 4 1 .0 1
0
1 6 3 9 .4 9
1 7 1 0 .8 6
30
-15 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1750 ASAP cAIR tEPURUNG kELAPA yANG DILEWATKAN kARBON aaTIF
1500
1250
1000
750
500 1/cm
Gambar IV. 13 Spektrum inframerah asap cair hasil filtrasi dengan arang aktif Kromatogram asap cair hasil filtrasi dengan zeolit aktif menunjukkan jumlah komponen yang semakin berkurang. Kemungkinan besar ada beberapa komponen yang ukurannya sama atau lebih kecil dari rongga zeolit yang terjebak dalamnya dan sebagian yang lain yang akan turun melewati zeolit aktif, sehingga yang terukur hanya sekitar 20 komponen. Hasil pengukurannya dapat dilihat pada Gambar IV. 14
34
% area
5
10
15
Waktu retensi (menit)
Gambar IV. 14 Kromatogram asap cair hasil adsorpsi zeolit aktif Ada kemungkinan komponen yang terdeteksi adalah senyawa-senyawa yang memiliki titik didih yang rendah atau mudah menguap karena memiliki waktu retensi yang lebih kecil. Untuk asap cair hasil adsorpsi arang aktif menunjukkan bahwa semakin sedikit komponen-komponen pada asap cair yang tersisa. Peran arang aktif sebagai adsorben menyebabkan adanya komponen yang terserap dan tertahan dalam rongga arang aktif. Hal ini dibuktikan dengan jumlah komponen sekitar 17 komponen dan menurunnya luas area masing-masing puncak kromatogram. Adapun puncak-puncak kromatogram yang tersisa ditunjukkan pada Gambar IV. 15 di bawah ini,
35
% Area
10
5
15
Waktu retensi (menit)
Gambar IV. 15 Kromatogram asap cair hasil adsorpsi arang aktif IV.4
Karakterisasi Asap Cair dengan GC-MS
Sebelum digunakan dalam pengawetan ikan, asap cair hasil adsorpsi dengan arang aktif, diekstrak dengan pelarut n-heksan. Fasa asap cair yang terekstrak, dikarakterisasi dengan GC-MS. Hasil dari GC-MS menunjukkan adanya beberapa senyawa yang terkandung dalam asap cair, seperti yang ditunjukkan berikut ini, Tabel IV.2 Hasil analisis asap cair dengan GC-MS Waktu retensi
Berat molekul
Nama senyawa
Area
% Area
2,384
86
2 Metil Pentana
10096863
13,18
2,429
86
3 Metil Pentana
15773529
20,59
2,477
86
2 Metil Butanal
40463807
52,81
2,622
84
Metil Siklopentana
7327001
9,56
8,876
94
Fenol
94871
0,12
Salah satu komponen yang terkandung dalam asap cair yang berperan dalam proses pengawetan ikan adalah senyawa fenol. Dengan adanya senyawa fenol, diasumsikan bahwa asap cair yang diperoleh melalui beberapa proses yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat memberikan efektifitas pengawetan yang lebih baik dan maksimal. 36
IV.5 Pemanfaatan asap cair untuk pengawetan ikan tongkol
Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol yang diperoleh dari Pasar Ciroyom kota Bandung. Ikan tongkol merupakan salah satu bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat dan jika dibiarkan pada suhu kamar, maka terjadi proses penurunan mutu menjadi busuk. Hal ini terjadi karena senyawa penyusun tubuh ikan mudah sekali mengalami penguraian oleh mikroba yang secara alami terdapat pada tubuh ikan.
Proses perubahan pada tubuh ikan terjadi karena adanya aktivitas enzim, mikroorganisme atau oksidasi asam lemak. Setelah ikan mati berbagai proses perubahan fisik maupun kimia berlangsung lebih cepat,yang semua perubahannya mengarah ke pembusukan. Ikan yang sudah mengalami proses pembusukan ini, sudah tidak layak dikonsumsi oleh konsumen. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu cara pengawetan ikan tongkol yang lebih praktis dan ekonomis, sehingga ikan tongkol tersebut dapat dikonsumsi oleh masyarakat dalam kurun waktu yang relatif lama (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Salah satu cara pengawetan ikan tongkol yang lebih praktis dan ekonomis adalah dengan metode pengasapan menggunakan asap cair atau “liquid smoke”. Menurut Margono (2000) larutan asap cair 25 % (v/v) dapat mengawetkan ikan bandeng dengan waktu perendaman 15 menit.
Adapun golongan senyawa penyusun asap cair yang berperan dalam proses pengawetan pada produk asapan adalah senyawa fenolik yang diduga berperan sebagai antioksidan
sehingga dapat memperpanjang waktu simpan produk
asapan. Sedangkan golongan asam karboksilat dan golongan senyawa yang lain berperan dalam citarasa, pewarnaan dan pembentukan aroma pada produk asapan. (Adawiyah, 2007).
37
Mula-mula ikan tongkol yang segar dibersihkan, dipotong-potong kecil dengan berat sekitar 20 gr dan ditambahkan sedikit garam serta larutan asap cair sebanyak 40 mL dengan berbagai konsentrasi. Kemudian ikan tongkol direndam dalam larutan asap cair selama 10 menit dan selanjutnya dipanaskan dalam oven sampai matang dengan suhu pemanasan 150oC serta waktu pemanasan 2 jam. Dalam penelitian ini, dilakukan 2 perlakuan yaitu perlakuan pertama, ikan tongkol segar yang telah dimasukkan ke dalam oven, selanjutnya direndam dalam larutan asap cair, dan perlakuan yang kedua ikan tongkol segar direndam dalam larutan asap cair terlebih dahulu, kemudian dimasukkan ke dalam oven. Larutan asap cair tersebut, divariasikan waktu perendaman dan konsentrasinya.
IV.5.1 Variasi Konsentrasi
Pada perlakuan yang pertama, diperoleh ikan tongkol dengan hasil yang tidak optimal, dalam arti bahwa efektivitas pengawetannya tidak maksimal atau lamanya waktu simpan tidak signifikan. Adapun perbandingan tekstur ikan tongkol pada masing-masing konsentrasi dengan waktu perendaman selama 10 menit, dari saat pertama diawetkan dan saat mulai terlihatnya jamur dapat ditunjukkan pada Gambar IV.16 dan IV.17 di bawah ini
38
1
5
2
3
6
7
4
8
Gambar IV.16 Tekstur ikan tongkol yang dimasukkan ke dalam oven terlebih dahulu, sebelum direndam dalam larutan asap cair pada berbagai konsentrasi Keterangan Gambar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Lar. asap cair 1 % , t = 10 menit, hari ke - 1 Lar. asap cair 3 % , t = 10 menit, hari ke - 1 Lar. asap cair 5 % , t = 10 menit, hari ke - 1 Lar. asap cair 8 % , t = 10 menit, hari ke - 1 Lar. asap cair 10 % , t = 10 menit, hari ke - 1 Lar. asap cair 15 % , t = 10 menit, hari ke - 1 Lar. asap cair 20 % , t = 10 menit, hari ke - 1 Lar. asap cair 25 % , t = 10 menit, hari ke – 1
39
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar IV.17
Tekstur ikan tongkol yang dimasukkan ke dalam oven terlebih dahulu, sebelum direndam dalam larutan asap cair pada berbagai konsentrasi (pada saat munculnya jamur)
Keterangan Gambar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Lar. asap cair 1 % , t = 10 menit, hari ke - 3 Lar. asap cair 3 % , t = 10 menit, hari ke - 4 Lar. asap cair 5 % , t = 10 menit, hari ke - 5 Lar. asap cair 8 % , t = 10 menit, hari ke - 6 Lar. asap cair 10 % , t = 10 menit, hari ke - 7 Lar. asap cair 15 % , t = 10 menit, hari ke - 9 Lar. asap cair 20 % , t = 10 menit, hari ke - 10 Lar. asap cair 25 % , t = 10 menit, hari ke – 11
Dari hasil di atas dapat diasumsikan bahwa ikan tongkol yang di matangkan terlebih dahulu, memiliki efektivitas pengawetan yang lebih singkat atau lama waktu simpan pada masing-masing konsentrasi tidak signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan protein pada daging ikan tongkol segar ketika dipanaskan, telah terdenaturasi sekaligus merusak sistem enzim yang bekerja. Secara otomatis penambahan larutan asap cair pada ikan tongkol dengan berbagai
40
konsentrasi tidak terlalu berpengaruh, sehingga waktu simpan ikan tongkol asap relatif lebih pendek. Hal ini dapat dilihat pada Tabel IV.3 dan Gambar IV.18 di bawah ini Tabel IV.3 Uji efektivitas pengawetan ikan tongkol yang dimasukkan ke dalam
oven terlebih dahulu, sebelum direndam dalam larutan asap cair Konsentrasi asap cair (% v/v)
Lama waktu simpan (hari)
0
3
1
3
3
4
5
5
8
6
10
7
15
9
20
10
25
11
lama waktu simpan (hari)
12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
25
konsentrasi ( % v/v) Grafik IV.18 Grafik uji efektivitas pengawetan ikan tongkol yang dimasukkan
ke dalam oven terlebih dahulu, sebelum direndam dalam larutan asap cair
41
Grafik di atas menunjukkan bahwa pada konsentrasi asap cair 25 % merupakan
kondisi optimal pengawetan untuk ikan tongkol yang dimasukkan ke dalam oven terlebih dahulu, dibandingkan dengan konsentrasi yang lain. Untuk perlakuan pertama ini, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi asap cair, maka waktu simpan ikan tongkol asap akan semakin lama. Sebagai pembandingnya dibuat kontrol, yaitu ikan tongkol yang dipanaskan di dalam oven dan tidak ditambahkan asap cair. Kontrol ini hanya mampu bertahan sampai 3 hari, setelah itu pada tekstur ikannya mulai terlihat adanya jamur. Timbulnya jamur pada ikan diduga karena sistem enzim yang bekerja pada tubuh ikan tongkol yang telah mati, tidak terkontrol lagi dalam artian dapat merusak organ yang lain seperti dinding usus dan daging ikan tersebut. Biasanya proses ini selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri, karena semua hasil penguraian enzim pada proses tersebut merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lain. Hal ini dapat dilihat pada Gambar IV.19 berikut ini,
Gambar IV.19 Ikan tongkol sebagai control Pada perlakuan yang kedua, ikan tongkol segar terlebih dahulu direndam dengan larutan asap cair dengan perbandingan 1 : 2 persen w/v, kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 150oC selama 2 jam. Konsentrasi yang digunakan sama dengan perlakuan pertama, dengan waktu perendaman selama 10 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas pengawetan jauh lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pertama. Ikan tongkol asap yang diperoleh mempunyai masa simpan yang lebih lama. Adapun tekstur ikan tongkol dapat ditunjukkan pada Gambar IV.20 dan IV.21 berikut ini,
42
1
2
3
4
5 6 7 8 Gambar IV.20 Tekstur ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair pada berbagai konsentrasi, kemudian dimasukkan ke dalam oven
Keterangan Gambar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Lar. asap cair 1 % , t = 10 menit, hari ke - 1 Lar. asap cair 3 % , t = 10 menit, hari ke - 1 Lar. asap cair 5 % , t = 10 menit, hari ke - 1 Lar. asap cair 8 % , t = 10 menit, hari ke - 1 Lar. asap cair 10 % , t = 10 menit, hari ke - 1 Lar. asap cair 15 % , t = 10 menit, hari ke - 1 Lar. asap cair 20 % , t = 10 menit, hari ke - 1 Lar. asap cair 25 % , t = 10 menit, hari ke - 1
43
1
2
5
6
3
4
7
8
Gambar IV.21 Tekstur ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair pada berbagai konsentrasi, kemudian dimasukkan ke dalam oven (saat muncul jamur) Keterangan Gambar
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Lar. asap cair 1 % , t = 10 menit, hari ke - 10 Lar. asap cair 3 % , t = 10 menit, hari ke - 12 Lar. asap cair 5 % , t = 10 menit, hari ke - 14 Lar. asap cair 8 % , t = 10 menit, hari ke - 23 Lar. asap cair 10 % , t = 10 menit, hari ke - 40 Lar. asap cair 15 % , t = 10 menit, hari ke - 40 Lar. asap cair 20 % , t = 10 menit, hari ke - 40 Lar. asap cair 25 % , t = 10 menit, hari ke – 40
Adapun variabel yang diteliti yaitu pengaruh konsentrasi terhadap lama waktu simpan ikan tongkol asap dapat dilihat pada Tabel IV.4 dan Gambar IV. 22 di bawah ini,
44
Tabel IV. 4 Uji efektivitas pengawetan ikan tongkol yang direndam dalam
lama waktu simpan (hari)
larutan asap cair kemudian dimasukkan ke dalam oven Konsentrasi asap cair (% v/v)
Lama waktu simpan (hari)
0
3
1
9
3
11
5
13
8
22
10
40
15
40
20
40
25
40
46 41 36 31 26 21 16 11 6 1 0
5
10
15
20
25
30
konsentrasi (% v/v) Grafik
IV.22 Grafik uji efektivitas pengawetan ikan tongkol yang direndam
dalam larutan asap cair, kemudian dimasukkan ke dalam oven Dari grafik di atas menunjukkan bahwa pada konsentrasi larutan asap cair 1%, 3%, 5 % dan 8 %
dengan waktu perendaman selama 10 menit, cukup
mengindikasikan efektifitas pengawetan yang baik. Akan tetapi pada konsentrasi 10 %, 15 %, 20 % dan 25 % dengan waktu perendaman yang sama, memiliki
45
efektivitas pengawetan yang relatif lebih lama. Dari beberapa konsentrasi larutan asap cair tersebut, konsentrasi 10 % yang dianggap merupakan kondisi optimal yang dicapai dalam proses pengawetan ikan tongkol dengan perbandingan 1 : 2. Dari segi aroma, tekstur dan citarasa pada kondisi ini, masih layak diterima para konsumen.
IV.5.2 Variasi Waktu Perendaman
Untuk variasi waktu perendaman, yang dilakukan hanya pada perlakuan yang kedua, karena dinilai pada perlakuan pertama efektifitas pengawetannya tidak signifikan. Dengan kata lain digunakan perlakuan yang kedua untuk mencapai hasil yang maksimal. Waktu perendaman sebagai variable yang bergerak divariasikan mulai dari 1’ 5’ 10’ 20’ 30’ 40’ 50’ dan 60’ atau 1 jam dan konsentrasi larutan asap cair yang digunakan adalah 10 %. Tekstur ikan tongkol setelah perlakuan ini, ditunjukkan pada Gambar IV. 23 dan IV. 24 berikut ini,
46
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar IV.23
Tekstur ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair dengan waktu perendaman yang bervariasi, kemudian dimasukkan ke dalam oven
Keterangan Gambar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Lar. asap cair 10 % , Lar. asap cair 10 % , Lar. asap cair 10 % , Lar. asap cair 10 % , Lar. asap cair 10 % , Lar. asap cair 10 % , Lar. asap cair 10 % , Lar. asap cair 10 % ,
t = 1 menit, hari ke - 1 t = 5 menit, hari ke - 1 t = 10 menit, hari ke - 1 t = 20 menit, hari ke - 1 t = 30 menit, hari ke - 1 t = 40 menit, hari ke - 1 t = 50 menit, hari ke - 1 t = 60 menit, hari ke – 1
47
1
2
5
6
3
4
7
8
Gambar IV.24 Tekstur ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair dengan waktu perendaman yang bervariasi, kemudian dimasukkan ke dalam oven (saat muncul jamur) Keterangan Gambar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Lar. asap cair 10 % , t = 1 menit, hari ke - 29 Lar. asap cair 10 % , t = 5 menit, hari ke - 31 Lar. asap cair 10 % , t = 10 menit, hari ke - 39 Lar. asap cair 10 % , t = 20 menit, hari ke - 46 Lar. asap cair 10 % , t = 30 menit, hari ke - 50 Lar. asap cair 10 % , t = 40 menit, hari ke - 55 Lar. asap cair 10 % , t = 50 menit, hari ke - 55 Lar. asap cair 10 % , t = 60 menit, hari ke – 55
Untuk mengetahui pengaruh waktu perendaman terhadap lamanya waktu simpan ikan tongkol, dapat dilihat pada Tabel IV.5 dan Gambar IV. 25 berikut ini,
48
Tabel IV.5 Uji efektivitas pengawetan ikan tongkol yang direndam dalam
larutan asap cair kemudian dimasukkan ke dalam oven waktu perendaman (menit)
Lama waktu simpan (hari)
0
3
1
28
5
30
10
38
20
45
30
50
40
55
50
55
60
55
lama waktu simpan (hari)
60 50 40 30 20 10 0 0
10
20
30
40
50
60
70
waktu perendaman (menit) Gambar IV.25 Grafik uji efektivitas pengawetan ikan tongkol yang direndam
dalam larutan asap cair, kemudian dimasukkan ke dalam oven Grafik di atas menunjukkan bahwa secara umum efektifitas pengawetan pada konsentrasi tetap dengan berbagai variasi waktu perendaman dapat memenuhi standar proses pengawetan yang dilakukan para peneliti sebelumnya. Akan tetapi
49
dari segi cita rasa dan aroma pada waktu perendaman lebih dari 10 menit, rasa asapnya masih mendominasi. Oleh sebab itu,
efektivitas
pengawetan ikan
tongkol dengan kosentrasi 10 % dan variasi waktu perendaman mulai dari 1 – 10 menit merupakan kondisi optimum yang telah dicapai pada proses pengawetan ini, dan ikan tongkol asap yang diperoleh dianggap masih layak diterima oleh para konsumen. Sedangkan pada konsentrasi dan waktu perendaman lebih dari itu, ikan tongkol asap tersebut belum terlihat adanya jamur, tetapi tekstur ikan tongkol tidak mengkilap lagi dan dagingnya mulai mengeras. Adanya perubahan rasa, bau dan tekstur pada ikan tongkol disebabkan karena terjadinya penguraian komponen ikan tongkol asap oleh bakteri, sehingga kualitasnya mengalami penurunan seiring dengan semakin bertambahnya waktu penyimpanan (Hadiwiyoto, 1993). Faktor lain yang mempengaruhi kualitas ikan tongkol asap adalah kadar air. Kadar air suatu bahan pangan turut menentukan tingkat keawetannya selama masa penyimpanan. Semakin besar kadar air ikan asap, akan diikuti oleh peningkatan jumlah bakteri dalam produk tersebut. Nurwantoro (1994) mengatakan bahwa air merupakan media penting untuk pertumbuhan dan kehidupan semua mikroba selain suhu. Dari hasil pengukuran kadar air, diperoleh kadar air ikan tongkol asap adalah sebesar 46,68 mg/10 ml.
50