Bab IV 4.1.
Data dan Pembahasan
Umum
Bab ini menampilkan data-data yang diperoleh selama penelitian disertai pembahasan mengenai hasil yang didapat. Data ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Penyajian data diawali dengan karakterisasi limbah cair, diteruskan dengan tahap seeding dan aklimatisasi (yang juga sekaligus merupakan penelitian awal untuk menentukan rasio substrat:kosubstrat maksimal untuk operasional), dan dilanjutkan dengan kinerja dan kinetika reaktor pada saat running dengan memvariasikan waktu reaksi sehingga diketahui penyisihan limbah cair Perusahaan Security Printing X yang dapat dilakukan dengan sistem ASBR pada penelitian ini. Running dilakukan dengan satu kali siklus untuk masing-masing variasi dengan tiga buah duplikasi reaktor.
Kinetika reaksi yang terjadi ditinjau pada bagian akhir. Tinjauan ini diharapkan dapat memberikan gambaran fenomena yang terjadi selama proses degradasi limbah cair Perusahaan Security Printing X tersebut.
4.2.
Karakteristik Limbah Cair
Beberapa parameter penting hasil pengujian karakterisasi limbah cair Perusahaan Security Printing X ditunjukkan pada Tabel IV.1. Tabel tersebut hanya memuat informasi parameter-parameter yang melampaui ambang batas baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri (Kep-51/MENLH/10/1995) bukan keseluruhan parameter. Dari Tabel IV.1. terlihat bahwa limbah cair bersifat sangat basa, hal ini dimungkinkan karena digunakannya natrium hidroksida pada larutan penyapu pada proses cetak yang terbuang sebagai limbah cair. Nilai COD dan BOD limbah cair tersebut sangat jauh melebihi baku mutu dengan nilai penyimpangan terbesar dibandingkan parameter lain. Parameter amoniak bebas, MBAS, minyak lemak, cobalt, dan fenol secara berurutan memiliki nilai penyimpangan dari baku mutu diatas 800%.
59
Keberadaan amoniak bebas (NH3) dalam konsentrasi yang cukup tinggi bersifat racun untuk bakteri metanogenik. Hasil uji karakteristik menunjukkan konsentrasi amoniak bebas (sebagai NH3-N) adalah sebesar 77,6 mg/l. Nilai ini hampir mendekati ambang batas sifat racun untuk proses anaerob, yaitu sebesar 100 mg/l sebagai NH3-N (McCarty & McKinney, 1961 dikutip dari Metcalf & Eddy, 2004). Sedangkan adanya fenol dengan konsentrasi 26 milimol dilaporkan mengurani 50% aktivitas proses anaerob Metcalf & Eddy, 2004). Tabel IV.1. Karakteristik Limbah Cair No.
Parameter Analisa
Satuan
Nilai Rata-rata
A. F i s i k a o Temperatur C 25 Zat padat terlarut mg/L 19.535 Zat padat tersuspensi mg/L 3.538 B. K i m i a 1. pH 12,12 2. Kobalt (Co) mg/L 10,03 3. Amoniak bebas (NH3-N) mg/L 77,60 4. BOD mg/L 34.550 5. COD mg/L 66.707,13 6. Fenol mg/L 7,14 7. MBAS mg/L 182,79 8. Minyak & Lemak mg/L 170,89 9. VSS* mg/L 1.988 *Pengujian tambahan (tidak ada dalam baku mutu limbah cair) (Sumber : Hasil rata-rata dari Laporan Lab Air ITB, 2006) 1. 2. 3.
4.3.
Baku Mutu Maks. 38 2.000 200 6,0 – 9,0 0,4 1 50 100 0,5 5 5 -
Tahap Seeding dan Aklimatisasi
Tahap seeding dan aklimatisasi merupakan tahap pendahuluan yang harus dilakukan sebelum penelitian utama. Tujuan dari tahap seeding ini adalah untuk memperoleh mikroorganisme yang akan digunakan pada penelitian utama. Benih biomasa diperoleh dari tangki septik yang berlokasi di sekitar jurusan Teknik Lingkungan ITB. Pembenihan dilakukan pada dalam reaktor CBR anaerob secara batch. Pada permulaan seeding, pada awalnya digunakan 100% glukosa sebagai substrat. Tahapan selanjutnya adalah aklimatisasi, yaitu substrat yang menjadi obyek penelitian (limbah cair dari sebuah perusahaan security printing, Perusahaan Security Printing X) ditambahkan secara gradual. Kemudian secara bertahap konsentrasi limbah cair ditingkatkan hingga mencapai 100%, melalui tahapan penambahan limbah cair 20%, 60%, 80% dan 100%.
60
Seeding dan aklimatisasi dilakukan dengan menggunakan beban organik kurang lebih 20.000 mg/l. Agar kondisi anaerobik terjaga, dilakukan pengaliran gas nitrogen selama kurang lebih 30 menit kedalam reaktor untuk mengusir keberadaan gas oksigen dari dalam reaktor pada saat memasukkan substrat dan penambahan mikroorganisme.
Gambar IV.1. Tahapan Seeding dengan menggunakan Reaktor CBR Reaktor yang digunakan terbuat dari plexyglass dengan volume operasi 22 L. Dimensi reaktor adalah 23,5 cm diameter dan 66 cm tinggi dengan volume operasi 22 L. Pada proses pengolahan limbah cair ini, pengadukan dilakukan dengan cara sirkulasi gas yang ada di dalam sistem (Gambar IV.1).
Dari uji karakteristik, limbah cair yang akan diolah bersifat sangat basa (pH 12). Masalah terjadi pada saat pengaturan pH dengan penambahan asam klorida, yaitu timbul endapan dalam jumlah yang cukup signifikan, sehingga pengaturan pH tidak dilakukan, namun pemeriksaan pH dilakukan setiap hari. Hasil pengukuran pH disajikan pada Gambar IV.2.
Tampak bahwa terjadi penurunan pH seiring dengan berjalannya reaksi. Pada seluruh variasi perbandingan substrat:kosubstrat pH awal lebih dari 11. Pola
61
penurunan pH hampir sama untuk seluruh variasi, yaitu terjadi penurunan yang signifikan pada awal hingga pertengahan awal jalannya reaksi dan disusul dengan keadaan konstan dimana tidak terjadi penurunan pH secara nyata. Pada masa konstan tersebut beberapa variasi mencapai nilai pH 6 – 7. Namun hal tersebut tidak terjadi pada perbandingan substrat:kosubstrat = 100:10. Pada perbandingan tersebut nilai akhir yang dicapai berada pada kisaran 8,4 – 8,56.
Disamping itu terdapat kecenderungan penurunan pH lebih cepat terjadi pada persentase penambahan substrat limbah cair yang lebih kecil, dan semakin melambat pada perbandingan substrat:kosubstrat yang lebih besar. 12
11
pH
10
9
8
7
6 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
31
33
35
37
39
41
43
Hari kepH LC0%
pH LC20%
pH LC60%
pH LC80%
pH LC100%
Gambar IV.2. Profil pH pada Berbagai % Konsentrasi Substrat Limbah Cair
Pada tahap seeding dan aklimatisasi ini sekaligus dilakukan evaluasi dan penentuan perbandingan substrat:kosubstrat maksimal yang nantinya akan digunakan saat running.
62
4.3.1. Pencapaian Kondisi Tunak dan Persentase Penyisihan Senyawa Organik untuk Masing-Masing Variasi Penambahan Kosubstrat
Gambar IV.3. memperlihatkan profil COD dan VSS dari proses pengolahan tanpa penambahan limbah cair Perusahaan Security Printing X (atau dengan kata lain penggunaan kosubstrat 100%). Pada gambar tersebut kondisi tunak tercapai pada hari ke-17. Persentase penyisihan nilai kandungan organik pada tahap ini mencapai 78,58%.
Sedangkan pada penambahan kosubstrat 80%, persentase penyisihan senyawa organik mencapai 66,6% dan kondisi tunak dicapai pada hari ke-34 (Gambar IV.4.). Pada penambahan kosubstrat 40%, persentase penyisihan senyawa organik adalah sebesar 38,63%. Kondisi tunak dicapai setelah menginjak hari ke-36 (Gambar IV.5.). Pencapaian waktu tunak untuk penambahan kosubstrat 20% hampir sama dengan penambahan kosubstrat 80% maupun 40%, yaitu pada hari ke-35 (Gambar IV.6.). Persentase penyisihan yang dicapai adalah 39,72%. Pada percobaan dengan menggunakan seluruh volume berupa limbah cair Perusahaan Security Printing X nampak bahwa hingga pada hari ke-40, kondisi tunak belum tercapai (Gambar IV.7.). Pada saat itu, penyisihan senyawa organik mencapai
3000
20000
2500 2000
15000
1500 10000
1000
5000
500 7
6
3
8 H 9 H 10 H 12 H 15 H 16 H 17 H 20 H 22 H 23 H 24 H 25 H 27 H 28 H 29 H 30 H 31 H 32 H 33 H 34 H 35 H 36 H 37 H 38 H 39 H 40
H
H
H
2
H
H
H
1
0 0
0 Hari keCOD
VSS
Gambar IV.3. Profil COD dan VSS pada Perbandingan Substrat : Kosubstrat = 0:100
63
VSS (mg/l)
25000
H
COD (mg/l)
30,1%.
3000
20000
2500 2000
15000
1500 10000
1000
5000
VSS (mg/l)
COD (mg/l)
25000
500
0
0 H0 H3 H4 H5 H6 H7 H10 H13 H14 H17 H18 H20 H22 H23 H24 H25 H26 H27 H28 H29 H31 H32 H33 H34 H35 H36
Hari keCOD
VSS
Gambar IV.4. Profil COD dan VSS pada Perbandingan Substrat : Kosubstrat = 20:80 2520
25000
2500 2480 2460
15000
2440 10000
2420 2400
5000
2380 0
2360 H0 H1 H2 H3 H4 H7 H8 H9 H10 H11H14H15 H16H17H18 H21H22H23 H24H25H28 H29H30H31 H32H35H36 H37H38H39
Hari keCOD
VSS
Gambar IV.5. Profil COD dan VSS pada Perbandingan Substrat : Kosubstrat = 60:40
64
VSS (mg/l)
COD (mg/l)
20000
2550
25000
2540 20000
2530
2510 2500
10000
VSS (mg/l)
COD (mg/l)
2520 15000
2490 2480
5000
2470 0
2460 H0 H1 H2 H5 H6 H7 H11 H12 H13 H14 H15 H16 H17 H18 H19 H20 H21 H22 H23 H24 H26 H27 H28 H29 H30 H32 H33 H34 H35 H36 H37 H39 H40 H41 H42 H43
Hari keCOD
VSS
25000
2538
20000
2536
15000
2534
10000
2532
5000
2530
0
2528 H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10H11H12H13H14H15H16H17H18H19H20H21H22H23H24H25H28H29H30H31H32H35H36H37H38H39
Hari keCOD
VSS
Gambar IV.7. Profil COD dan VSS pada Perbandingan Substrat : Kosubstrat = 100:0
4.3.2. Kinetika Laju Penyisihan dan Laju Pertumbuhan Biomasa pada Masing-Masing Perbandingan
Tabel IV.2. menunjukkan hasil perhitungan laju penyisihan substrat (dS/dt) dan laju pertumbuhan biomasa (dX/dt). Dari hasil tersebut terdapat kecenderungan penurunan konsentrasi substrat yang tersisihan per satuan waktu seiring dengan penambahan persentase substrat ke dalam sistem. Demikian pula halnya dengan penambahan konsentrasi biomasa di dalam sistem. Dengan meningkatnya perbandingan substrat:kosubstrat, laju pertumbuhan biomasa semakin kecil.
65
VSS (mg/l)
COD (mg/l)
Gambar IV.6. Profil COD dan VSS pada Perbandingan Substrat : Kosubstrat = 80:20
Namun pada perbandingan substrat:kosubstrat = 80:20, kecenderungan tersebut tidak terlihat.
Dengan persamaan 2.15. dan 2.16 diperoleh data yang tercantum di dalam sebagaimana Tabel IV.3. Data
tersebut memberikan informasi
bahwa laju
penyisihan substrat spesifik pada penggunaan limbah cair Perusahaan Security Printing X mengalami penurunan seiring dengan berkurangnya penambahan glukosa sebagai kosubstrat. Terjadi penurunan yang cukup tajam, yaitu sebesar 46,097% dari penggunaan substrat 20% menuju substrat 60%. Sedangkan dari penambahan substrat 60% menuju 80%, nilai laju penyisihan substrat spesifik mengalami sedikit kenaikan (8,056%). Hal tersebut dimungkinkan karena penambahan substrat dari 20% menjadi 60% adalah penambahan yang cukup besar dibandingkan dengan penambahan substrat dari 60% menjadi 80%. Sehingga biomassa yang ada di dalam sistem lebih dapat beradaptasi dan tumbuh dengan baik pada penambahan substrat dari 60% menjadi 80%. Hal tersebut berbanding lurus dengan nilai laju pertumbuhan biomasa spesifik (μ), dimana pada penambahan substrat dari 20% menjadi 60%, nilai μ mengalami penurunan cukup besar (88,2%) sedangkan pada penambahan substrat dari 60% menjadi 80% nilai μ mengalami kenaikan (27,38%). Tabel IV.2.
Tabel Laju Penyisihan Substrat (dS/dt) dan Laju Pertumbuhan Biomasa (dX/dt)
Penambahan dS/dt Substrat (%) (mg/L.hari) 0 954.7647 20 440.7647 60 237.5833 80 258.4 100 175.7 (Sumber : hasil perhitungan)
dX/dt (mg/L.hari) 83.88235 6.705882 0.861111 1.2 0.075
4.3.3. Kinetika Laju Kematian Biomasa dan Faktor Hasil
Gambar IV.8. menunjukkan nilai koefisien hasil (yield), Y = 0,1062 mg VSS/mg COD dan nilai laju kematian biomasa, Kd = 0,0107 hari-1.
Nilai koefisien hasil yang diperoleh dari penelitian ini, Y = 0,1062 mgVSS/mgCOD mendekati dan sedikit lebih besar dari nilai Y pada penelitian 66
limbah cair artifisial (glukosa) dengan proses anaerob tahap metanogenesa dengan reaktor SBR yang dilakukan oleh Chaerul, 2001, yaitu 0,0961 g VSS/g COD. Kennedy et. al., 1988 (dikutip dari Chaerul, 2001) menghasilkan nilai Y pada kisaran = 0,05 – 0,09 g VSS/g COD. Sedangkan penelitian Harper & Pohland, 1986 (dikutip dari Chaerul, 2001) pada penelitian pengolahan glukosa pada CSTR fase metana menghasilkan Y = 0,04 g VSS/g COD. Hasil koefisien hasil jika dibandingkan dengan data dari Metcalf & Eddy, 2004, lebih mendekati pada nilai koefisien kinetika untuk proses pertumbuhan tersuspensi anaerob pada fase fermentasi, yaitu Y = 0,1 g VSS/g COD. Tabel IV.3.
Tabel Kinetika Laju Penyisihan Substrat Spesifik (q) dan Laju Pertumbuhan Biomasa Spesifik (μ)
Penambahan q Substrat (%) Hari-1 0 0.480 20 0.191 60 0.095 80 0.102 100 0.069 (Sumber : hasil perhitungan)
µ Hari-1 0.0422 0.0029 0.0003 0.0005 2.96E-05
Nilai laju kematian biomasa, Kd = 0,0107 per hari = 0,000446 per jam mendekati hasil penelitian yang dilakukan oleh Chaerul, 2001, yaitu Kd = 0,0005 per jam. 0,06 y = 0,1062x - 0,0107 R2 = 0,9556
μ (hari -1)
0,04
0,02
0 0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
-0,02 q (hari-1)
Gambar IV.8. Grafik Laju Kematian Biomasa Kd dan Koefisien Yield Y
67
4.4.
Pengoperasian SBR
Untuk mengetahui pengaruh waktu reaksi pada perbandingan substrat:kosubstrat 80:20 dan beban influen 20.000 mg/l COD pada pengolahan limbah cair Perusahaan Security Printing X dengan sistem ASBR baik dari sisi kinerja reaktor maupun kinetika reaksinya maka dilakukan penelitian dengan 3 variasi waktu reaksi yaitu 12 jam, 36 jam, 54 jam, dan 125 jam.
Pengoperasian SBR merupakan penelitian utama dan merupakan kelanjutan dari proses seeding dan aklimatisasi. Perbandingan substrat:kosubstrat 80:20 diperoleh dari penelitian awal pada saat seeding dan aklimatisasi. Jalannya tahapan SBR dilakukan sebagaimana pada Tabel III.3. dalam satu buah siklus. Tahap Running ini dilakukan dengan menggunakan tiga buah reaktor untuk masing-masing variasi waktu. Pengambilan sampel pH, COD, VSS, dan TAV dilakukan setiap interval waktu tertentu yang berbeda untuk masing-masing variasi waktu. Analisa gas O2, CO2, N2, CH4, dan H2 dilakukan pada akhir reaksi. Sedangkan analisa identifikasi mikroorganisme dilakukan setelah selesainya pengoperasian SBR. Analisa terhadap influen dan efluen dilakukan untuk mengetahui kandungan beberapa senyawa yang signifikan dari hasil karakterisasi yaitu meliputi: fenol, surfaktan, minyak lemak dan amonia bebas.
Sub bab berikut ini membahas hasil-hasil yang diperoleh selama penelitian pengoperasian SBR.
4.4.1. Kinerja SBR
Sub bab ini menyajikan data-data hasil penelitian yang terkait dengan kinerja SBR terutama yang meliputi efisiensi penyisihan senyawa organik maupun profil konsentrasi biomasa dari waktu ke waktu.
4.4.1.1. Pengaruh Variasi Waktu Reaksi pada Penyisihan Senyawa Organik
Data yang diperoleh mengenai profil COD dan efisiensi penyisihan senyawa organik disajikan dalam bentuk tabel dan gambar, yaitu Gambar IV.9. – IV.12.
68
Gambar IV.9.-IV.12. menunjukkan profil COD pada masing-masing waktu reaksi. Terdapat kecenderungan penurunan konsentrasi COD pada titik IFL (influen) hingga t0 yang kemudian meningkat pada t1 hingga t2 [(berakhirnya tahap pengisian (fill)]. Hal ini menjelaskan terjadinya efek pemekatan konsentrasi senyawa organik karena pada pada saat t0 bisa dikatakan belum ada konsentrasi substrat maupun kosubstrat yang masuk ke dalam sistem. Pada saat t1, sebagian influen telah berada di dalam sistem dan bereaksi dengan mikroorganisme yang ada hingga selesainya proses fill. Pada keadaan tersebut relatif tidak terjadi penyisihan senyawa organik sebagaimana diperkuat dengan Gambar IV.13. yang menunjukkan bahwa pada seluruh variasi waktu reaksi, pada tahap pengisian efisiensi penyisihan senyawa organik memiliki nilai minus (-).
Gambar IV.13. menjelaskan bahwa penyisihan senyawa organik pada tahap reaksi (react) menunjukkan kecenderungan yang lebih besar dibanding dengan penyisihan pada saat pengisian maupun stabilisasi, dengan nilai kontribusi antara
COD (mg/l)
90,35% hingga 97%.
50000 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0
Settle Decant Fill
INF
t0
t1
React
t2
t4
t10
Idle
t14
t16
t17
EFL
Jam keRUN1
RUN2
RUN3
Gambar IV.9. Grafik Konsentrasi COD pada Waktu Reaksi 12 jam
69
COD (mg/l)
50000
Fill
Settle Decant
React
Idle
45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 INF
t0
t1
t2
t4
t8
t12
t18
t36
t38
t39 EFL
Jam keRUN4
RUN5
RUN6
Gambar IV.10. Grafik Konsentrasi COD pada Waktu Reaksi 36 jam
COD (mg/l)
50000
Fill
Settle Decant
React
Idle
45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 INF
t0
t1
t2
t4
t8
t12
t18
t36
t38
t39 EFL
Jam keRUN7
RUN8
RUN9
Gambar IV.11. Grafik Konsentrasi COD pada Waktu Reaksi 54 jam
70
COD (mg/l)
50000 45000 40000
Fill
Settle Decant
React
Idle
35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 INF
t0
t1
t2
t27
t52
t77 t102 t127 t123 t124 EFL
Jam keRUN10
RUN11
RUN12
Gambar IV.12. Grafik Konsentrasi COD pada Waktu Reaksi 125 jam 80 60
% Efisiensi
40 20 0 12 jam
36 jam
54 jam
125 jam
-20 -40 -60 -80 Waktu Reaksi Eff. Thp. Pengisian (%)
Eff. Thp. Reaksi (%)
Eff. Thp. Stabilisasi (%)
Eff. Overal (%)
Gambar IV.13. Efisiensi Penyisihan Substrat Tahap Pengisian, Reaksi, Stabilisasi dan Overal Grafik pada Gambar IV.13. memperlihatkan bahwa efisiensi penyisihan senyawa organik keseluruhan (overal) terbesar terjadi pada waktu reaksi 54 jam dengan besaran 57,38%. Pada waktu reaksi 12 jam penyisihan senyawa organik overal
71
yang terjadi adalah sebesar 33,61%, nilai ini merupakan nilai terkecil. Efisiensi penyisihan senyawa organik overal pada waktu reaksi 36 jam (40,36%) hampir sama dengan nilai yang dihasilkan pada reaksi dengan waktu reaksi 125 jam, yaitu 41,11%. Efisiensi penyisihan senyawa organik yang paling dominan adalah pada tahap reaksi dengan kisaran hasil 31,58% - 59,35%. Pada tahap pengisian karena tidak terjadi penurunan konsentrast COD, maka nilai efisiensi penyisihan adalah negatif hal ini menunjukkan saat pengisian seluruh variasi terjadi penambahan konsentrasi substrat.
Sebagai pembanding, dilakukan pengoperasian reaktor kontrol yang hanya berisi larutan glukosa dengan konsentrasi yang sama dengan larutan glukosa yang ditambahkan pada pengoperasian SBR tersebut, yaitu sebesar kurang lebih 6000 mg/l. Penurunan COD pada reaktor kontrol pada masing-masing variasi waktu reaksi 12; 36; 54 dan 125 jam adalah 33,56%; 67,12%; 88,43% dan 98,32%.
4.4.1.2.Pengaruh Variasi Waktu Reaksi pada Konsentrasi Biomasa
Profil konsentrasi biomasa dalam VSS untuk masing-masing variasi waktu reaksi ditunjukkan pada Gambar IV.14.-IV.17. Terlihat adanya kecenderungan yang similar yaitu pada tahap pengisian dan tahap pengendapan-pengurasan terjadi lonjakan konsentrasi VSS yang besarnya bervariasi untuk masing-masing RUN. Hal ini menunjukkan adanya pengenceran maupun pemekatan karena masuknya influen ke dalam sistem pada tahap pengisian maupun keluarnya efluen dari dalam sistem pada tahap pengurasan.
Dari grafik tampak terjadi fluktuasi konsentrasi VSS selama waktu reaksi.
72
10000
Fill
Settle Decant
React
Idle
8000 6000 4000 2000 0 INF
t0
t1
t2
t4
t10
RUN1
t14
RUN2
t16
t17
t19
RUN3
Gambar IV.14. Grafik Konsentrasi VSS pada Waktu Reaksi 12 jam 10000
Fill
Settle Decant
React
Idle
8000 6000 4000 2000 0 INF
t0
t1
t2
t4
t8
t12
RUN4
t18
RUN5
t38
t40
t41
t43
RUN6
Gambar IV.15. Grafik Konsentrasi VSS pada Waktu Reaksi 36 jam 10000
Fill
Settle Decant
React
Idle
8000 6000 4000 2000 0 INF
t0
t1
t2
t13
t25
RUN7
t36 RUN8
t47
t56
t58
t59
t61
RUN9
Gambar IV.16. Grafik Konsentrasi VSS pada Waktu Reaksi 54 jam
73
10000
Fill
React
Settle Decant
Idle
8000 6000 4000 2000 0 INF
t0
t1
t2
t27
t52
RUN10
t77 RUN11
t102 t127 t123 t124 EFL RUN12
Gambar IV.17. Grafik Konsentrasi VSS pada Waktu Reaksi 125 jam 4.4.2. Kinetika ASBR
Pengoperasian ASBR merupakan suatu siklus yang terdiri dari beberapa tahap yaitu pengisian (fill), reaksi (react), pengendapan (settle), pengurasan (decant) dan stabilisasi (idle). Setiap tahap memiliki peran dalam menyisihkan bahan-bahan pencemar yang ada dalam air limbah. Penentuan kinetika reaksi ditentukan untuk tahap pengisian, reaksi dan stabilisasi. Tahap pengisian memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan tahap reaksi dan stabilisasi dimana pada tahap pengisian terjadi terdapat aliran masuk ke dalam sistem namun tidak ada pengeluaran. Sedangkan dalam pada tahap reaksi dan stabilisasi reaktor beroperasi secara batch (tidak ada input ataupun output dari dan keluar sistem). Karena perbedaan sifat tersebut diatas penyajian data dan pembahasan dilakukan secara terpisah.
Oleh karena penyisihan senyawa organik sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan biomasa maka studi kinetika yang diakukan meliputi pula penyisihan bahan organik dan pertumbuhan biomasa. Disamping itu, laju penyisihan total asam volatil yang dinyatakan sebagai asam asetat menjadi salah satu bahasan dalam bab ini karena pada proses anaerob keberadaan senyawa asam volatil memiliki arti penting.
74
4.4.2.1. Kinetika pada Tahap Pengisian
Sepanjang berlangsungnya tahap pengisian, kinetika reaksi mengacu pada sistem fed batch dimana umpan dimasukkan secara terus menerus tanpa terjadinya pengeluaran sama sekali dari sistem. Koefisien Yield pada tahap pengisian menunjukkan hubungan kuantitatif antara konsumsi substrat dengan pertumbuhan biomasa. Koefisien yield dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.8.
Dengan menempatkan nilai Q.S0.t dalam satuan mg pada sumbu-x dan Xt pada sumbu-y dalam grafik maka akan diperoleh persamaan garis dimana slope garis tersebut merupakan nilai koefisien yield. Grafik penentuan yield pada masingmasing variasi waktu reasksi dapat dilihat pada Gambar IV.18.-IV.21. 25000 y = -0,1356x + 18096 R2 = 0,8264
Xt (mg)
20000 15000 10000 5000 0 0
10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 Q.S0.t (mg)
Gambar IV.18. Grafik Penentuan nilai Y pada Tahap Pengisian untuk Waktu Reaksi 12 jam 25000 y = -0,1818x + 21019 R2 = 0,8485
Xt (mg)
20000 15000 10000 5000 0 0
10000
20000 30000 40000 50000
60000 70000 80000
Q.S 0.t (mg)
Gambar IV.19. Grafik Penentuan nilai Y pada Tahap Pengisian untuk Waktu Reaksi 36 jam
75
Empat buah persamaan yang diperoleh dari plotting Q.S0.t versus Xt pada grafik (Gambar IV.18. – IV.21) memberikan hasil koefisien yield dengan kecenderungan sama untuk keempat variasi waktu reaksi, yaitu memiliki nilai negatif. Hal ini memperlihatkan bahwa pada tahap pengisian, efek pengenceran konsentrasi biomasa yang ada dalam reaktor karena masuknya influen ke dalam reaktor lebih dominan
dibandingkan
dengan
terjadinya
pemakaian
substrat
oleh
mikroorganisme. Nilai koefisien yield yang diperoleh berada pada rentang -0,162 hingga -1,092 mg VSS/mg COD. Nilai koefisien yield untuk masing-masing variasi waktu reaksi ditabulasikan pada Tabel IV.4. 25000
Xt (mg)
20000
y = -0,2177x + 20330 R2 = 0,8437
15000 10000 5000 0 0
10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 Q.S0.t (mg)
Gambar IV.20. Grafik Penentuan nilai Y pada Tahap Pengisian untuk Waktu Reaksi 54 jam 25000 y = -0,2044x + 19600 R2 = 0,844
Xt (mg)
20000 15000 10000 5000 0 0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
Q.S0.t (mg)
Gambar IV.21. Grafik Penentuan nilai Y pada Tahap Pengisian untuk Waktu Reaksi 125 jam
76
Laju penyisihan substrat pada tahap pengisian dapat ditentukan dengan persamaan (2.11.). Nilai k diperoleh dengan memplotkan nilai jumlah substrat (S’) dalam satuan mg terhadap waktu pengisian, t, dengan satuan jam pada grafik. Hasil plot grafik tersebut dituangkan dalam Gambar IV.23. – IV.26. dan nilai k pada Tabel IV.5.
Dari grafik pada Gambar IV.22. – IV.25. nilai laju penyisihan substrat k didapatkan dengan cara interpretasi hasil persamaan garis yang diperoleh dari grafik dengan persamaan (2.12.) Dari hasil perhitungan tersebut nampak bahwa nilai k negatif untuk semua variasi waktu reaksi, berkisar antara (-0,1356 jam-1) hingga (-0,2177 jam-1).
Nilai k yang negatif ini menunjukan bahwa laju
pemakaian substrat selama periode pengisian jauh lebih kecil dibandingkan laju penambahan substrat. Hal ini disebabkan karena konsentrasi senyawa organik yang dimasukkan ke dalam sistem sangat tinggi sehinga selama tahap pengisian jumlah susbtrat tidak mengalami penurunan tetapi justru mengalami kenaikan hingga akhir pemasukan substrat.
120000
Xt (mg)
100000 80000 60000
y = 4607,9x 2 + 6068,1x + 62248 R2 = 0,4709
40000 20000 0 0
0,5
1
1,5
2
2,5
Waktu pengisian (jam)
Gambar IV.22. Grafik Penentuan Nilai Laju Penyisihan Substrat k untuk Waktu Reaksi 12 jam
77
Xt (mg)
100000 90000 80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
y = 917,43x 2 + 4568,8x + 69068 R2 = 0,45
0
0,5
1
1,5
2
2,5
Waktu pengisian (jam)
Xt (mg)
Gambar IV.23. Grafik Penentuan Nilai Laju Penyisihan Substrat k untuk Waktu Reaksi 36 jam
100000 90000 80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
y = 1333x 2 + 11359x + 55313 R2 = 0,6804
0
0,5
1
1,5
2
2,5
Waktu pengisian (jam)
Gambar IV.24. Grafik Penentuan Nilai Laju Penyisihan Substrat k untuk Waktu Reaksi 54 jam
78
Xt (mg)
100000 90000 80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
y = 5928,4x 2 + 3885,4x + 52800 R2 = 0,9004
0
0,5
1
1,5
2
2,5
Waktu pengisian (jam)
Gambar IV.25. Grafik Penentuan Nilai Laju Penyisihan Substrat k untuk Waktu Reaksi 125 jam Tabel IV.4. Perolehan Nilai Y dan k pada Tahap Pengisian Waktu Reaksi 12 jam 36 jam 54 jam 125 jam
Y (mg VSS/mg COD) -1,092 -0,162 -0,221 -1,099
k (jam-1) -0,1356 -0,1818 -0,2177 -0,2044
(Sumber : hasil perhitungan)
Nilai k yang semakin mendekati nol menunjukkan proses penyisihan substrat yang terjadi di dalam reaktor selama tahap pengisian oleh mikroorganisme semakin efektif. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa penambahan substrat ke dalam sistem pada tahap pengisian dapat diimbangi dengan pemanfaatan substrat oleh biomasa yang ada di dalam reaktor. Dari Tabel IV.4. terlihat bahwa aktivitas biomasa dalam memanfaatkan substrat selama tahap pengisian terjadi paling optimal pada variasi waktu reaksi 12 jam dengan harga k = -0,1356 jam-1.
79
12 jam
36 jam
54 jam
125 jam 0 -10
-0,2 -0,4
-20
-24,89
-30
-0,6 -0,8
-40 -50
-50,63
-1,0
-59,39
Efisiensi (%)
(mgVSS/mgCOD) (jam-1)
0,0
-61,71 -60
-1,2
-70 Waktu Reaksi Y (mg VSS/mg COD)
k (jam-1)
Efisiensi Fill
Gambar IV.26. Nilai Y, k dan Efisiensi Penyisihan Substrat pada Variasi Waktu Reaksi 12, 36, 54 dan 125 jam. Gambar IV.26. membandingkan nilai-nilai Y, k, dan efisiensi untuk waktu reaksi 12, 36, 54, dan 125 jam. Dalam hal ini, nilai yang besarannya semakin mendekati nol adalah yang dianggap menunjang pada terjadinya reaksi yang baik di dalam reaktor. Dengan pertimbangan tersebut maka waktu reaksi 36 jam adalah variasi waktu yang mempunyai hasil Y, k dan efisiensi penyisihan substrat tahap pengisian yang cukup baik dibandingkan tiga waktu reaksi yang lain. Hasil Y, k dan efisiensi yang mendekati nilai pada waktu reaksi 36 jam adalah waktu reaksi 54 jam
4.4.2.2. Kinetika pada Tahap Reaksi
Dengan selesainya tahap pengisian maka tahap reaksi langsung dimulai. Begitu tahap reaksi dimulai, tidak ada lagi pemasukan umpan sehingga kinetika yang dikembangkan adalah berdasarkan sistem tertutup. Kinetika pada tahap reaksi dilakukan untuk melihat laju pemanfaatan substrat dan laju pertumbuhan biomasa rata-rata. Karena tahap reaksi dimulai setelah pengisian dihentikan, maka parameter yang digunakan adalah parameter akhir pengisian sebagai parameter awal reaksi.
80
4.4.2.2.1. Kinetika Laju Penyisihan Senyawa Organik Spesifik
Laju senyawa organik yang digunakan sebagai substrat oleh biomasa pada tahap reaksi dihitung dengan persamaan (2.13.).
Hasil perhitungan laju pemanfaatan substrat untuk berbagai variasi waktu reaksi dapat dilihat pada Tabel IV.5. Dari tabel tersebut dapat diketahui laju pemakaian spesifik sangat bervariasi dari 0,0137 jam-1 hingga 0,31037 jam-1. Laju pemakaian substrat spesifik rata-rata untuk masing-masing waktu reaksi adalah 0,2647 jam-1 (waktu reaksi 12 jam); 0,0841 jam-1 (waktu reaksi 36 jam); 0,0822 jam-1 (waktu reaksi 54 jam) dan 0,0216 jam-1 (waktu reaksi 125 jam).
Tampak bahwa pada waktu reaksi 12 jam laju pemakaian substrat spesifik mempunyai nilai yang paling tinggi dibanding dengan nilai pada waktu reaksi yang lain. Hal ini dimungkinkan karena pada waktu reaksi 12 jam, penyisihan yang dominan adalah pemakaian kosubstrat glukosa. Hal ini ditunjukkan dari uji glukotest yang dilakukan pada saat penelitian dengan menggunakan test strip glukotest pada akhir reaksi masih terdeteksi kandungan glukosa secara kualitatif. Untuk waktu reaksi 36 jam nilai q hampir sama dengan hasil pada waktu reaksi 54 jam. Sedangkan pada waktu reaksi 125 jam, nilai q yang diperoleh adalah yang paling kecil.
4.4.2.2.2. Kinetika Laju Pertumbuhan Biomasa Spesifik
Laju senyawa organik yang digunakan sebagai substrat oleh biomasa pada tahap reaksi dihitung dengan persamaan (2.14.).
Hasil perhitungan laju pertumbuhan biomasa spesifik dengan menggunakan persamaan diatas dapat dilihat pada Tabel IV.6.
Laju pertumbuhan biomasa spesifik rata-rata pada waktu reaksi 36 jam dan 54 jam hampir sama, yaitu pada rentang 0,0036 – 0,0038 jam-1. Sedangkan pada waktu reaksi 12 jam dan 125 jam diperoleh nilai laju pertumbuhan substrat spesifik yang lebih kecil, yaitu berturut-turut 0,0089 jam-1 dan 0,000454 jam-1. Pada waktu
81
reaksi 125 jam terjadi penurunan nilai μ. Hal ini dimungkinkan karena perpanjangan waktu reaksi dapat menyebabkan kondisi lingkungan menjadi tidak lagi mendukung bagi pertumbuhan karena adanya kemungkinan terbentuknya produk-produk metabolit yang bisa menjadi inhibitor bagi pertumbuhan biomasa. Tabel IV.5. Laju Pemakaian Substrat Spesifik Tahap Reaksi Waktu Reaksi
RUN
COD0
CODx
X
12 jam
RUN 1 RUN 2 RUN 3
23650 24091,47 22605,26
16846,00 13185,47 13022,26
2585,29 2928,19 3017,90
36 jam
RUN 4 RUN 5 RUN 6
25542 25337,84 21052,63
19532,00 14948,84 11805,63
3112,48 2965,51 2534,43
54 jam
RUN 7 RUN 8 RUN 9
25652,51 21354,67 22462,41
7422,22 11065,73 9254,08
3256,64 2634,20 3061,66
125 jam
RUN 10 RUN 11 RUN 12
22046,32 23498,12 24692,22
14658,76 18999,23 15255,10
2785,12 2625,50 2523,31
Q 0,2193 0,3104 0,2646 0,2648 0,0536 0,0973 0,1013 0,0841 0,1000 0,0697 0,0770 0,0822 0,0212 0,0137 0,0299 0,0216
(Sumber : Hasil perhitungan)
4.4.2.2.3. Penentuan Koefisien Yield (Y) dan Laju Kematian Biomasa (Kd) pada Tahap Reaksi
Koefisien Yield dan laju kematian biomasa dihitung dengan cara menempatkan q pada sumbu X dan μ pada sumbu Y pada diagram Cartersian. Hasil plot nilai q dan μ disajikan pada Gambar IV.27. – IV.30. Dari kelima gambar tersebut didapatkan persamaan y = 0,0404x – 0,0017 untuk variasi waktu reaksi 12 jam; y = 0,0572x – 0,0012 untuk waktu reaksi 36 jam; y = 0,0584x – 0,001 pada waktu reaksi 54 jam; dan y = 0,0473x – 0,0006 untuk waktu reaksi 125 jam.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pada waktu reaksi 12 jam, nilai koefisein yield = 0,0404 mg VSS/mg COD dan Kd = 0,0017 jam-1, sedangkan pada waktu reaksi 36 jam, 54 jam dan 125 jam berturut-turut nilai Y = 0,0572 mg VSS/mg COD;
82
0,0584 mg VSS/mg COD; 0,0473 mg VSS/mg COD dan nilai Kd = 0,0012 jam-1, 0,001 jam-1, 0,0006 jam-1. Tabel IV.6. Laju Pertumbuhan Biomasa Spesifik Tahap Reaksi Waktu Reaksi
RUN
dX
X
12 jam
RUN 1 RUN 2 RUN 3
2585,29 2928,19 3017,90
2585,29 2928,19 3017,90
36 jam
RUN 4 RUN 5 RUN 6
3112,48 2965,51 2534,43
3112,48 2965,51 2534,43
54 jam
RUN 7 RUN 8 RUN 9
3256,64 2634,20 3061,66
3256,64 2634,20 3061,66
125 jam
RUN 10 RUN 11 RUN 12
2785,12 2625,50 2523,31
2785,12 2515,50 2523,31
μ 0,0078 0,0114 0,0078 0,0090 0,0018 0,0047 0,0043 0,0036 0,0049 0,0034 0,0031 0,0038 0,0003 0,0002 0,0009 0,0005
(Sumber : Hasil perhitungan)
0,014 y = 0,0404x - 0,0017 R2 = 0,7507
0,012 -1 μ (jam )
0,01 0,008 0,006 0,004 0,002 0 0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
q (jam -1)
Gambar IV.27. Penentuan Y dan Kd untuk Waktu Reaksi 12 jam Beban COD 20.000 mg/l Tahap Reaksi
83
0,35
y = 0,0572x - 0,0012 R2 = 0,9638
0,005
-1 μ (jam )
0,004 0,003 0,002 0,001 0 0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
q (jam -1)
Gambar IV.28. Penentuan Y dan Kd untuk Waktu Reaksi 36 jam Beban COD 20.000 mg/l Tahap Reaksi
0,006 y = 0,0584x - 0,001 R2 = 0,8559
-1 μ (jam )
0,005 0,004 0,003 0,002 0,001 0 0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
-1
q (jam )
Gambar IV.29. Penentuan Y dan Kd untuk Waktu Reaksi 54 jam Beban COD 20.000 mg/l Tahap Reaksi 0,001 y = 0,0473x - 0,0006 R2 = 0,947
-1 μ (jam )
0,0008 0,0006 0,0004 0,0002 0 0
0,005
0,01
0,015
0,02
0,025
0,03
0,035
q (jam -1)
Gambar IV.30. Penentuan Y dan Kd untuk Waktu Reaksi 125 jam Beban COD20.000 mg/l Tahap Reaksi
84
Hasil penentuan nilai Y menunjukkan bahwa koefisein yield percobaan cenderung lebih kecil dari nilai Y yang direkomendasikan oleh Metcalf & Eddy (2004) untuk proses anaerob tahap fermentasi (yaitu 0,1 mg COD/ mg VSS) maupun proses overall (yaitu 0,08 mg COD/ mg VSS). Nilai tersebut juga lebih kecil dibandingkan dengan hasil percobaan Chaerul, 2001 yang memperoleh nilai 0,0669 - 0,2123 mg COD/ mg VSS untuk pengolahan ASBR dengan substrat sintetis. Demikian pula apabila hasil tersebut dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Helard, 2003 yang mendapatkan nilai Y = 0,3934 mg COD/mg VSS untuk pengolahan Anaerob pada beban 1500 mg/l dan 0,6677 mg COD/mg VSS untuk beban 3500 mg/l.
Gambaran mengenai koefisien faktor hasil (Y), laju kematian biomasa dan efisiensi penyisihan materi organik untuk masing-masing variasi waktu reaksi ditunjukkan pada Gambar IV.31. Dari grafik tersebut terlihat bahwa waktu reaksi 54 jam memiliki nilai Y maupun efisiensi penyisihan substrat terbesar dengan Kd yang cukup rendah dibandingkan dengan variasi waktu reaksi yang lain. Pada waktu reaksi 125 jam meskipun diperoleh nilai Kd paling kecil namun Y dan efisiensi penyisihan substrat lebih rendah dibandingkan dengan nilai pada waktu reaksi 36 jam dan 54 jam. Untuk waktu reaksi 36 jam, meskipun nilai Y hampir sama tinggi dan nilai Kd sedikit lebih tinggi dari variasi waktu reaksi 54 jam namun
efisiensi
penyisihan
substrat
tergolong
rendah.
Dengan
mempertimbangkan data-data tersebut, pada tahap reaksi waktu reaksi 54 jam menghasilkan kinetika reaksi yang paling menonjol. 70
0,06
60
59,35
0,05 0,04
50 38,81
40
36,15 30,29
0,03
30
0,02
20
0,01
10
0
Efisiensi (%)
(mgVSS/mgCOD) (jam -1)
0,07
0 12 jam
36 jam
54 jam
125 jam
Waktu Reaksi Y
Kd (x10-1 jam-1)
Efisiensi
Gambar IV.31. Nilai Y, Kd dan Efisiensi Penyisihan pada Tahap Reaksi untuk Setiap Variasi Waktu Reaksi 85
4.4.2.2.4. Kinetika Laju Penyisihan Asam Volatil
Hipotesa untuk proses anaerob pada penelitian ini adalah bahwa proses anaerob akan melalui tiga tahap yaitu hidrolisa, fermentasi (asidogenesa), dan metanogenesa. Salah satu cara untuk mengetahui apakah proses telah berjalan hingga tahap metanogenesa adalah dengan mengamati laju penyisihan asam volatil. Asam volatil sebagai asam asetat merupakan substrat yang seharusnya dikonsumsi oleh bakteri metanogens untuk dikonversi menjadi gas metana dan karbon dioksida. Laju penyisihan asam volatil sebagai asam asetat dinyatakan sebagai − rA = −
dC A sebagimana persamaan (2.12.). dt
Hasil perhitungan laju penyisihan asam volatil disajikan pada Tabel IV.7. Besaran nilai laju penyisihan asam volatil untuk masing-masing RUN cukup bervariasi dengan rentang (-1,0492) sampai dengan (-15,6714) mg/l/jam. Nilai negatif pada laju penyisihan asam volatil menunjukkan bahwa tidak terjadi penyisihan tetapi justru terjadi penambahan konsentrasi total asam volatil. Hasil rata-rata laju pembentukan asam volatil untuk setiap variasi waktu reaksi menunjukkan nilai yang hampir sama, yaitu pada kisaran (-6,74) mg/l/jam hingga (-10,02) mg/l/jam.
Tabel IV.7. Laju Penyisihan Asam Volatil pada Tahap Reaksi Waktu Reaksi 12 jam
36 jam
54 jam
125 jam
RUN
TAV0
TAVt
dTAV/dt
RUN 1
780,67
940,47
-13,32
RUN 2
796,12
808,71
-1,05
RUN 3
480,81
550,94
-5,84
RUN 4
780,86
1020,63
-6,66
RUN 5
600,23
825,65
-6,26
RUN 6
617,49
1181,66
-15,67
RUN 7
765,71
1559,18
-14,69
RUN 8
643,97
914,64
-5,01
RUN 9
763,16
1299,34
-9,93
RUN 10
517,07
1654,48
-11,50
RUN 11
637,72
1596,18
-9,27
RUN 12 (Sumber : Hasil perhitungan)
756,65
1816,87
-9,28
86
Rata-rata -6,74
-9,53
-9,88
-10,02
Secara keseluruhan terlihat adanya kecenderungan kenaikan laju pembentukan asam volatil dengan makin panjangnya waktu reaksi (Gambar IV.32.). Namun kenaikan yang cukup signifikan terlihat pada saat waktu reaksi 12 jam menjadi 36 jam. Sedangkan pada kenaikan waktu reaksi 36 jam menjadi 54 jam, maupun 54 jam menjadi 125 jam kenaikan laju pembentukan asam volatil kurang dari 5%.
Laju Pembentukan Asam Volatil (mg/l/jam)
11,00 10,00 9,00 8,00 7,00 6,00 12 jam
36 jam
54 jam
125 jam
Waktu Reaksi
Gambar IV.32. Profil Laju Pembentukan Asam Volatil pada Berbagai Variasi Waktu Reaksi
4.4.2.3. Kinetika pada tahap Stabilisasi
Setelah berakhirnya tahap reaksi, sistem SBR memasuki tahap selanjutnya yaitu tahap sedimentasi. Tahap ini dilakukan selama 1 jam yang diteruskan dengan tahap pengurasan. Pada tahap pengurasan, dilakukan pembuangan air buangan hingga tersisa biomasa di dalam reaktor. Reaktor kemudian siap memasuki tahapan Stabilisasi (Idle) selama 2 jam untuk setiap variasi waktu reaksi.
Pada tahap stabilisasi tidak terjadi pemasukan influen ke dalam sistem. Perhitungan kinetika reaksi yang meliputi laju penyisihan substrat, laju pertumbuhan biomasa, koefisien hasil dan laju kematian biomasa mengacu pada persamaan (2.13) – (2.18.).
Hasil perhitungan laju penyisihan senyawa organik ditunjukkan pada Tabel IV.8. Hasil perhitungan laju pemakaian substrat menunjukkan bahwa pada tahap stabilisasi cenderung terjadi penyisihan senyawa organik kecuali pada salah satu
87
RUN yang menghasilkan nilai negatif (RUN11). Laju pemakaian substrat ratarata terbesar adalah pada variasi waktu reaksi 36 jam sebesar 0,047 jam-1. Selanjutnya nilai laju pemakaian substrat berturut-turut 0,037 jam-1; 0,017 jam-1; 0,011 jam-1 untuk waktu reaksi 12 jam, 54 jam, dan 125 jam.
Tabel IV.8. Laju Pemakaian Substrat Tahap Stabilisasi (t = 2 jam) Waktu Reaksi 12 jam
RUN
COD0
CODt
X
RUN1
16745,00 16492,54
4648,66
0,027
RUN2
12769,03 12654,23
3900,64
0,015
RUN3
14092,74 13456,67
4550,04
0,070
Rata-rata:
36 jam
0,037
RUN4 RUN5 RUN6
18954,23 18753,98 14326,65 13458,84 11540,76 11025,39
5235,50 5753,35 5431,32
Rata-rata:
54 jam
0,019 0,075 0,047 0,047
RUN7 RUN8 RUN9
7054,17 6939,47 10882,45 10774,76 9188,32 8840,73
5666,00 5329,03 5462,07
Rata-rata:
125 jam
q (jam-1)
0,010 0,010 0,032 0,017
RUN10 RUN11
13129,76 12987,00 17134,40 17213,30
5694,37 5316,65
0,013 -0,007
RUN12
13572,61 13277,43
5289,40
0,028
Rata-rata: (Sumber : hasil perhitungan)
0,011
Pada Tabel IV.9. disajikan hasil perhitungan laju pertumbuhan biomasa (μ). Tampak bahwa kurang lebih 50% dari seluruh RUN mempunyai nilai μ bertanda negatif merata pada semua variasi waktu reaksi. Hasil μ yang negatif menunjukkan bahwa pertumbuhan biomasa pada RUN tersebut lebih kecil dibandingkan dengan kematian biomasa. Penentuan kinetika koefisien faktor hasil dan laju kematian biomasa pada tahap stabilisasi dilakukan dengan cara yang sama dengan pada tahap reaksi. Plotting nilai q dan μ yang telah diperoleh pada perhitungan sebelumnya ditunjukkan pada Gambar IV.33. – IV.36.
88
Tabel IV.9. Laju Pertumbuhan Biomasa Spesifik Tahap Stabilisasi Waktu Reaksi 12 jam
RUN
dX
X
μ (jam-1)
RUN1
12,77
4648,66
0,001
RUN2
131,86
3900,64
0,017
RUN3
-147,32
4550,04
-0,016
36 jam
RUN4 RUN5 RUN6
-213,56 -17,69 290,44
5235,50 5753,35 5431,32
-0,020 -0,002 0,027
54 jam
RUN7 RUN8
-333,54 109,05
5666,00 5329,03
-0,029 0,010
RUN9
-158,18
5462,07
-0,014
RUN10 RUN11 RUN12
-120,61 393,51 45,4
5694,37 5316,65 5289,40
-0,011 0,037 0,004
125 jam
(Sumber : hasil perhitungan)
Persamaan yang diperoleh pada grafik Gambar IV.33. hingga IV.36. memberikan nilai Y dan Kd yang bervarisi. Beberapa persamaan menghasilkan nilai Y ataupun Kd yang negatif, yaitu Y = -0,551 mg VSS/mg COD (12 jam) ; Y = -0,2259 mg VSS/mg COD (54 jam) ; Y = -0,9972 mg VSS/mg COD (125 jam) dan Kd = 0,0212 jam-1 (12 jam); Kd = - 0,0073 jam-1 (54 jam); Kd = -0,0212 jam-1 (125 jam).
Hal ini memperlihatkan bahwa pada tahap stabilisasi efek pengenceran konsentrasi substrat yang ada dalam reaktor karena dikeluarkannya efluen dari dalam reaktor sangat dominan dibandingkan dengan kemampuan mikroba dalam penyisihkan substrat yang ada. Nilai Kd yang negatif dapat dimungkinkan diantaranya karena pada tahap stabilisasi ini sebenarnya merupakan ’perolehan kembali’ volume biomasa dari rangkaian proses, setelah substrat maupun kosubstrat dikeluarkan dari sistem. Sehingga seolah-olah terjadi pemekatan konsentrasi dan oleh karenanya laju kematian biomasa menjadi tidak terwakili.
89
y = -0,551x + 0,0212 R2 = 0,928
0,02
m (jam -1)
0,01
0,00 0,00
0,02
0,04
0,06
0,08
-0,01
-0,02 q (jam -1)
Gambar IV.33. Penentuan Y dan Kd Tahap Stabilisasi pada Waktu Reaksi 12 jam
y = 0,3377x - 0,0144 R2 = 0,1606
0,03
m (jam -1)
0,02 0,01 0,00 0,00 -0,01
0,02
0,04
0,06
-0,02 -0,03 q (jam -1)
Gambar IV.34. Penentuan Y dan Kd Tahap Stabilisasi pada Waktu Reaksi 36 jam
90
0,08
y = -0,2259x - 0,0073 R2 = 0,02
0,02
m (jam -1)
0,01 0,00 0,00 -0,01
0,01
0,01
0,02
0,02
0,03
0,03
0,04
-0,02 -0,03 -0,04 q (jam -1)
Gambar IV.35. Penentuan Y dan Kd Tahap Stabilisasi pada Waktu Reaksi 54 jam y = -0,9972x + 0,0212 R2 = 0,5261
0,04 0,03 m (jam -1)
0,02 0,01
-0,01
0,00 -0,01 0,00 -0,01
0,01
0,01
0,02
0,02
0,03
0,03
-0,02 q (jam -1)
Gambar IV.36. Penentuan Y dan Kd Tahap Stabilisasi pada Waktu Reaksi 125 jam Tabel IV.10. Nilai Y dan Kd Tahap Stabilisasi (t = 2 jam) Waktu Reaksi 12 jam
Y (mg VSS/mg COD)
36 jam 54 jam 125 jam (Sumber : hasil perhitungan)
91
Kd (jam-1)
-0,551
-0,0212
0,3377 -0,2259 -0,9972
0,0144 0,0073 -0,0212
36 jam
54 jam
0,8 (mgVSS/mgCOD) ( jam -1)
3,860
0,4
2,307
2,133
0,0 -0,4 -0,8 -1,2
125 jam 5 4 3 2 0,934 1 0 -1 -2 -3 -4 -5 -6 -7
Efisiensi (%)
12 jam
Waktu Reaksi Y (mg VSS/mg COD)
Kd (x10-1 jam-1)
Efisiensi
Gambar IV.37. Nilai Y, Kd dan Efisiensi Penyisihan Tahap Stabilisasi Waktu Reaksi 12, 36, 54, dan 125 jam Hasil perhitungan nilai Y, Kd dan efisiensi penyisihan senyawa organik pada tahap stabilisasi disajikan dalam grafik (Gambar IV.37.) untuk mempermudah perbandingan antara variasi waktu reaksi yang dilakukan dalam penelitian ini. Terlihat bahwa hanya pada waktu reaksi 36 jam, nilai Y, Kd dan efisien penyisihan substrat bernilai positif. Pada waktu reaksi tersebut efisiensi penyisihan substrat adalah yang paling tinggi, yaitu 3,86%.
4.4.3. Hasil Analisa Identifikasi Mikroorganisme
Hasil analisa mikroorganisme menunjukkan bahwa jenis bakteri yang teridentifikasi di dalam sistem adalah Peptococcus sp. dan Lactobacillus sp. Sebagaimana dicantumkan dalam Tabel II.1. kedua jenis bakteri tersebut berperan pada tahap fermentasi pada proses anaerob. Produk yang dihasilkan dari aktivitas bakteri tersebut adalah butirat, propionat, laktat, suksinat, etanol, asetat, H2, CO2 dari proses
dengan (Presscott, 2005). Tidak diperoleh informasi mengenai
keberadaan bakteri metanogenik seperti Methanosarcina, Methanobrevibacter, Methanomicrobium, Methanogenium, Methanobacterium, Methanococcus, dan Methanospirillum. Bakteri-bakteri tersebut menghasilkan CH4 dan CO2
pada
proses pengolahan limbah cair secra anaerob (Presscott, 2005). Tidak diketemukannya jenis bakteri metanogenik dalam penelitian ini dimungkinkan salah satunya karena keberadaan amoniak bebas yang menjadi senyawa
92
penghambat di dalam sistem. Hasil identifikasi tersebut dapat dijadikan salah satu petunjuk bahwa proses anaerob yang terjadi di dalam reaktor belum memasuki tahap metanogenesa. Tentu hal tersebut harus didukung dengan hasil uji analisa gas maupun hasil uji analisa senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tahap fermentasi dan asetogenik.
4.4.4. Hasil Analisa Komposis Gas
Hasil analisa gas sebagaimana Gambar IV.38. menunjukkan bahwa pada seluruh variasi waktu reaksi, konsentrasi gas CH4 tidak terdeteksi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi pembentukan gas CH4 pada seluruh variasi waktu reaksi. Dimungkinkan reaksi yang terjadi belum mencapai tahap metanogenesa. Hal ini bisa disebabkan karena suasana lingkungan di dalam reaktor tidak mendukung pertumbuhan bakteri ataupun adanya gangguan dari senyawa yang bersifat racun pada saat berlangsungnya reaksi.
Gambar IV.38. menunjukkan bahwa nilai konsentrasi gas H2 berkisar antara 0,0026 hingga 0,0095 %v/v., dan rentang konsentrasi CO2 adalah 0,0468 – 0,0692 %v/v. Konsentrasi CO2 tersebut jauh lebih kecil dari hasil pengukuran komposisi gas yang diperoleh dari penelitian ASBR tahap metanogenesa dengan menggunakan substrat sintetis (Chaerul, 2001) yaitu sebesar kurang lebih 6,5622 %v/v. Pada penelitian tersebut dihasillkan komposisi CH4 sebesar 13,8479 %v/v. 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0
H2 CO2 CH4
RUN RUN RUN RUN RUN RUN RUN RUN RUN RUN RUN RUN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 12 jam
36 jam
54 jam
125 jam
Gambar IV.38. Komposisi gas pada masing-masing variasi
93
Salah satu faktor yang mendukung suasana lingkungan adalah pH dan temperatur. Meskipun tidak dilakukan pengukuran suhu secara spesifik namun dapat diinformasikan bahwa reaksi selama penelitian berlangsung pada temperatur kamar. Sedangkan pH selama percobaan diukur dengan hasil pada rentang 6,15 – 8,47. Adapun pH yang mendukung untuk reaksi metanogenesa menurut beberapa sumber adalah sebagaimana Tabel IV.11. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi pH percobaan masuk dalam rentang optimal.
Tabel IV.11. Kondisi pH Optimum untuk Reaksi Anaerob Tahap Metanogenesa Rentang pH
Keterangan
6,8 – 7,2 6.6 - 7.6, dengan pH optimum mendekati 7 6,5 – 8,5
karena rentang derajat keasaman tersebut pembentukan metana akan berlangsung baik dimana organisme metana bekerja dengan baik (Eckenfelder, 2000) adalah kondisi optimum pembentukan metana (Speece, 1996, dikutip dari Chaerul, 2001).
4.4.5. Hasil Analisa Konsentrasi Fenol, Surfaktan, Minyak-Lemak, Amonia Bebas
Sebagai pengujian tambahan, dilakukan analisa kandungan fenol, surfaktan, minyak lemak, dan amonia bebas pada influen dan efluen. Hasil pengujian
Konsentrasi Fenol (mg/l)
25 93,25
20
86,90 71,43
15 10 5 5,69
0 12 jam
36 jam
54 jam
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Efisiensi Penyisihan (%)
tersebut digambarkan pada grafik IV.39. – IV.42.
125 jam
Waktu Reaksi Influen
Efluen
Efisiensi
Gambar IV.39. Profil konsentrasi Fenol pada Influen dan Efluen MasingMasing Variasi waktu Reaksi
94
0
0,00
Konsentrasi Surfaktan (mg/l)
-7,90
-10
50
-20 -30
40
-40
30
-50
20
-60 -70
-75,57
10
-78,05
0
-80
Efisiensi Penyisihan (%)
60
-90 12 jam
36 jam
54 jam
125 jam
Waktu Reaksi Influen
Efluen
Efisiensi
180
0
160
-20
140
-39,23
-40
120
-60
-69,99
100
-82,32
-80
80
-100
60 40
-120
20
-137,69 -140
0
-160 12 jam
36 jam
54 jam
Efisiensi Penyisihan (%)
Konsentrasi Minyak Lemak (mg/l)
Gambar IV.40. Profil konsentrasi Surfaktan pada Influen dan Efluen MasingMasing Variasi waktu Reaksi
125 jam
Waktu Reaksi Influen
Efluen
Efisiensi
Gambar IV.41. Profil konsentrasi Minyak Lemak pada Influen dan Efluen Masing-Masing Variasi waktu Reaksi Dari keempat grafik tersebut terlihat bahwa degradasi yang paing signifikan adalah degradasi fenol. Pada waktu reaksi yang lebih besar, persen penurunan konsentrasi fenol semakin besar. Sedangkan grafik surfaktan, minyak-lemak dan amonia bebas menunjukkan kecenderungan kenaikan konsentrasi. Surfaktan pada konsentrasi 10 mg/l bersifat menghambat proses anaerob sebagian sedangkan
95
pada konsetrasi diatas 100 mg/l, surfaktan menghambat secara total terjadinya tahapan metanogenesa (Speece, 1996). 0
100
-1000 -1572,56
80
-2000
60
-3000
40
-4000 -4961,27
-5076,96
20
-5000 -5539,70
0
Efisiensi Penyisihan (%)
Konsentrasi Amoniak Bebas (mg/l)
120
-6000 12 jam
36 jam
54 jam
125 jam
Waktu Reaksi Influen
Efluen
Efisiensi
Gambar IV.42. Profil konsentrasi Amonia Bebas sebagai N pada Influen dan Efluen Masing-Masing Variasi waktu Reaksi 4.4.6. Hasil Pengujian Angka Tembus Pandang Warna
Hasil scanning panjang gelombang menunjukkan bahwa panjang gelombang maksimal limbah cair adalah 300 nm. Angka tembus pandang wrana (DFZ) untuk masing-masing variasi waktu reaksi adalah sebagaimana sebagaimana ditunjukkan pada Gambar IV.43. – IV.46. 300
DFZ (m-1)
250 200 150 100 50 0 INFL
t0
t1
t2
t6
t8
t12
t14
EFL
Sequence RUN1
RUN2
RUN3
Gambar IV.43. Profil Angka Tembus Pandang (DFZ) pada Waktu Reaksi 12 jam
96
300
DFZ (m-1)
250 200 150 100 50 0 INFL
t0
t1
t2
t11
t20
t30
t38
EFL
Sequence RUN4
RUN5
RUN6
Gambar IV.44. Profil Angka Tembus Pandang (DFZ) pada Waktu Reaksi 36 jam
300
DFZ (m-1)
250 200 150 100 50 0 INFL
t0
t1
t2
t16
t30
t44
t56
EFL
Sequence RUN7
RUN8
RUN9
Gambar IV.45. Profil Angka Tembus Pandang (DFZ) pada Waktu Reaksi 54 jam
4.4.7. Perhitungan Nerasa Masa
Dari hasil analisa identifikasi bakteri dan analisa gas CO2, H2, O2, N2, dan CH4 dimana tidak ditemukan konsentrasi gas metana serta didukung dengan analisa identifikasi mikroorganisme yang hanya menemukan bakteri Lactobaccilus dan Peptococcus, maka diasumsikan bahwa tahapan reaksi proses anaerob pada penelitian ini adalah tahap fermentasi atau asidogenesa. Pada tahap ini terjadi proses degradasi dari senyawa yang lebih kompleks menjadi glukosa, yang
97
kemudian terdegradasi menjadi asam asetat, CO2 dan H2 maupun glukosa terdegradasi terlebih dahulu menjadi melalui produk antara etanol, asam laktat, asam butirat dan propionat sebelum akhirnya membentuk CO2 dan H2.
300
DFZ (m-1)
250 200 150 100 50 0 INFL
t0
t1
t2
t12
t24
t48
t96
t127
EFL
Sequence RUN10
RUN11
RUN12
Gambar IV.46. Profil Angka Tembus Pandang Warna (DFZ) pada Waktu Reaksi 125 jam Volume gas yang dihasilkan pada saat percobaan tidak terdeteksi pada saat pengukuran dengan menggunakan flowmeter udara ataupun dengan menggunakan barometer udara. Hal ini dimungkinkan karena volume gas yang terbentuk sangat kecil sehingga tidak terdeteksi oleh alat tersebut. Oleh karenanya data massa gas tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan neraca masa.
Perhitungan dilakukan dalam basis COD, dimana faktor konversi TAV sebagai asam asetat menjadi COD adalah sebesar 1,067 g COD/g asam Asetat.
Substrat
Glukosa
Asam Asetat + CO2 + H2 Etanol asam laktat asam butirat asam propionat
Gambar IV.47. Skema Global Reaksi pada Tahap Fermentasi
98
Tabel IV.12. Perhitungan Neraca Masa (sebagai COD) Waktu Reaksi
12 jam
36 jam
54 jam
125 jam
RUN
Influen
Efluen
Tersisihkan
Total mg
TAV mg
Non TAV mg
Total mg
TAV mg
Non TAV mg
RUN 1
81151,20
1394,39
79756,81
59373,14
3681,14
55692,00
RUN 2
72621,60
1337,40
71284,20
45555,23
3500,89
42054,34
RUN 3
76547,37
914,62
75632,75
48444,01
3129,01
45315,00
Total mg
TAV mg
Non TAV mg
21778,06
-2286,76
24064,81
27066,37
-2163,49
29229,86
28103,36
-2214,40
30317,75
RUN 4
91951,20
762,66
91188,54
67514,33
4022,03
63492,30
24436,87
-3259,37
27696,24
RUN 5
91216,22
1541,95
89674,26
48451,82
3791,74
44660,09
42764,39
-2249,78
45014,18
RUN 6
75789,47
1242,61
74546,86
39691,40
4621,68
35069,72
36098,07
-3379,07
39477,14
RUN 7
103227,41
762,66
102464,75
24982,09
5833,58
19148,51
78245,32
-5070,92
83316,24
RUN 8
91020,28
1620,11
89400,17
38789,14
3754,37
35034,77
52231,14
-2134,26
54365,40
RUN 9
89808,19
1214,71
88593,48
31826,63
4936,32
26890,31
57981,56
-3721,61
61703,17
RUN 10
85579,49
798,41
84781,08
46753,20
6957,72
39795,48
38826,29
-6159,31
44985,60
RUN 11
89580,24
1441,15
88139,09
61967,88
6974,75
54993,13
27612,36
-5533,60
33145,96
RUN 12
90409,39
1265,29
89144,10
47798,75
7138,48
40660,27
42610,64
-5873,18
48483,83
Hasil perhitungan neraca masa adalah sebagaimana Tabel IV.13.
Pada tabel
tersebut terlihat bahwa pada nilai TAV pada kolom ’Tersisihkan’ bernilai negatif. Hal itu berarti bahwa selama proses penyisihan asam-asam volatil lebih kecil apabila dibandingkan dengan pembentukan TAV. Dalam hal ini TAV mewakili keberadaaan asam-asam volatil seperti asam asetat, asam propionat, dan asam butirat.
99