BAB IV PEMBAHASAN
IV.1 Modal Kerja Permanen dan Modal Kerja Variabel Suatu perusahaan memerlukan modal kerja yang cukup karena dengan modal kerja yang cukup itu memungkinkan perusahaan
beroperasi dengan seekonomis
mungkin dan perusahaan bisa menghadapi keadaan yang mungkin timbul karena adanya masalah keuangan perusahaan. Modal kerja dibagi dua yaitu : modal kerja permanen dan modal kerja variabel. Aktiva lancar dan kewajiban lancar adalah bagian dari modal kerja. Modal kerja didapat dari selisih antara aktiva lancar dan kewajiban lancar. Untuk modal kerja permanen didapat dari rata-rata modal kerja bersih sedangkan modal kerja variabel dihitung dengan standar devisi dari modal kerja bersih. Penelitian ini dilakukan pada PT. AQUA GOLDEN MISSISSIPPI. Tbk (selanjutnya disebut PT. AGM), berikut data aktiva lancar dan kewajiban lancar PT. AGM akan disajikan pada tabel di bawah ini: Tabel 4.1
Tahun
Aktiva Lancar
Kewajiban Lancar
(000,000) Modal Kerja Bersih
2002
Rp196,368
Rp149,967
Rp46,401
2003
Rp208,888
Rp41,533
Rp167,355
2004
Rp378,367
Rp85,921
Rp292,446
2005
Rp442,483
Rp62,333
Rp380,150
2006 Rata-rata Standar Deviasi
Rp527,137
Rp75,394 Rp 267,619 Rp 162,920
Rp451,743
39
Rata-rata modal kerja bersih periode 2002-2005 sebesar Rp 267,619, didapat dari pehitungan =
Rp46,401 + Rp167,355 + Rp292,446 + Rp380,150 + Rp451,743 5 = Rp267,619 juta Sedangkan untuk modal kerja variabel yang dibutuhkan sebesar Rp 162,920,
diperoleh dari perhitungan
σ
=
5 . Rp 46,427,112,291 − (Rp1,790,498,229,025) 2 5(5 − 1)
= Rp 162,920 juta Dari tabel 4.1 terdapat data aktiva lancar, kewajiban lancar, dan modal kerja bersih PT. AGM. Akiva lancar PT. AGM periode 2002-2006 secara keseluruhan mengalami kenaikan. Pada tahun 2002 aktiva lancar yang dimiliki perusahaan sebesar Rp196,368 (juta); sampai akhirnya perusahaan memiliki aktiva lancar pada tahun 2006 Rp 527,137 (juta). Bila dibandingkan dengan aktiva lancar, perubahan kewajiban lancar PT. AGM lebih berfluktuasi. Secara keseluruhan kewajiban lancar perusahaan periode 2002-2006 mengalami penurunan dari Rp 149,1066 (juta) menjadi Rp 75,394 (juta) atau terjadi penurunan hampir 50% nya, meskipun demikian penurunan kewajiban lancar tidak terjadi setiap tahun. Modal kerja bersih secara keseluruahan PT. AGM naik dari Rp 46,401 (juta) pada tahun 2002 menjadi Rp 451,743 (juta) di tahun 2006. Dari tabel 4.1 selama periode 2002-2006 modal kerja bersih minimum yang dimiliki PT. AGM sebsar Rp 46,401 (juta), modal kerja bersih maksimum yang dimiliki sebesar Rp 451,743 (juta) dan menurut perhitungan rata-rata modal kerja bersih atau
40
modal kerja permanen rata-rata yang dimiliki perusahaan Rp 267,619 (juta). Modal kerja variabel menurut perhitungan standar deviasi sebesar Rp 162,920 (juta). Hal ini mengartikan modal kerja besih dapat naik atau turun sebesar Rp 162,920 (juta).
IV.2 Hubungan Modal Kerja Bersih dan Laba Bersih Untuk mengukur hubungan modal kerja bersih dan laba bersih akan dilakukan perhitungan statistik korelasi untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara modal kerja bersih dan laba bersih, koefisien determinasi untuk menentukan seberapa besar persentase pengaruh modal kerja bersih dan laba bersih, dan analisis regresi linier sederhana digunakan untuk prediksi bagaimana modal kerja berpengaruh terhadap laba.
IV.2.1 Korelasi antara Modal Kerja Bersih dan Laba Bersih Untuk melakukan analisis hubungan dilakukan perhitungan korelasi antara modal kerja bersih dan laba bersih. Dari korelasi dapat diketahui hubungan antara dua variabel tersebut kuat atau lemah. Berikut data modal kerja bersih dan laba bersih yang digunakan untuk menghitung korelasi. Tabel 4.2
(000.000)
Modal Kerja Bersih (X) Rp 46,401 Rp 167,355 Rp 292,446 Rp 380,150 Rp 451,743
Laba Bersih (Y) Rp 66,110 Rp 62,072 Rp 91,582 Rp 64,350 Rp 48,854
(X.Y) Rp 112,511 Rp 229,427 Rp 384,028 Rp 444,500 Rp 500,5106
Rp 2,153,052,801 Rp 28,007,696,025 Rp 85,524,662,916 Rp 144,514,022,500 Rp 204,071,738,049
Rp Rp Rp Rp Rp
Rp 1,338,095 - 0.23
Rp 332,968
Rp 1,671,063
Rp 464,271,172,291
Rp 37,018,469,180
r KD
5,29%
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005
∑
Laba Bersih
X2
Y2 4,370,532,100 3,852,933,184 8,387,262,724 4,140,922,500 16,266,818,672
Rp 72,487 – 0,02 (Modal kerja bersih)
41
Perhitungan korelasi dapat dihitung menggunakan rumus : r=
n
(ΣΧΥ )
{(n.ΣΧ ) − (ΣΧ ) 2
2
(ΣΧ.ΣΥ ) }− {(n.ΣΥ 2 ) − (ΣΥ ) 2 } −
5 (Rp 1,671,063) - (Rp 1,338,095 . Rp 332,968 ) {(5. Rp 464,271,172,291) - ( Rp1,338,095)2}-{(5.Rp37,018,469,180) - (Rp 332,968)2}
r = -0.23
Berdasarkan tabel 4.2 dan hasil perhitungan korelasi menunjukkan hubungan antara modal kerja bersih dan laba bersih adalah negatif dan rendah yaitu sebesar -0,23. Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang berlawanan arah antara modal kerja bersih dan laba. Angka tersebut berarti jika modal kerja naik maka laba besih turun begitu pula sebaliknya. KD = r² x 100%
KD = -0,232 x 100% = 5,29%
Koefisien determinasi (KD) digunakan untuk mengetahui seberapa besar persentase pengaruh modal kerja bersih dan laba. Dari ρ sebesar -0,23 maka diperoleh KD sebesar 0,0529 atau sebesar 5,29%, hal ini berarti 5,29% dari laba bersih dipengaruhi oleh modal kerja, dan 94,71% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain.
42
IV.2.2 Regresi Linier Sederhana
Berdasarkan perhitungan korelasi ternyata terdapat hubungan yang negatif. Maka untuk menjelaskan seberapa besar korelasi digunakan regresi linier sederhana. Dengan menggunakan data tabel 4.2 dapat dihitung persamaan Ŷ = a + bx , untuk mencapai persamaan langkah pertama adalah menghitung variabel a da variabel b dengan menggunakan rumus :
a=
(∑ y ).(∑ x 2 ) − (∑ x )(. ∑ x. y ) 2 n ∑ x 2 − (∑ x )
a=
(Rp 332.968)(. Rp 464,271,172,291) − (Rp 1,338,095)(. Rp 1,671,063) 2 5.Rp 464,271,172,291 − (Rp 1,338,095)
b=
n. ∑ x. y − (∑ x )( . ∑ y) 2 2 n ∑ x − (∑ x )
a = Rp 72486.93 (juta)
b=
5.Rp 1,671,063 − (Rp1,338,095)( . Rp332,968) 5.Rp 464,271,172,291 − (Rp 1,338,095)
2
b = -0.02 Dari perhitungan maka diperoleh persamaan regresi : Laba bersih = Rp 72,487 – 0,02 (Modal kerja bersih)
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bila modal kerja bersih sama dengan 0 atau aktiva lancar sama dengan kewajiban lancar maka laba yang dihasilkan menurut prediksi regresi linier sederhana adalah Rp 72,487 (juta). Perbandingan perubahan laba bersih dengan modal kerja bersih sebesar -0,02 mengartikan bila modal kerja bersih
43
turun sebesar Rp 50, maka laba bersih akan naik sebesar Rp 1 atau bila laba bersih turun sebesar Rp 2 maka modal kerja bersih naik sebesar Rp 100. Jika modal kerja bersih turun : Tabel 4.3 Tahun
Modal Kerja Bersih (x)
2007
Rp. 20.000
2008
Rp 10.000
Maka perkiraan laba bersih: Laba bersih tahun 2007 = Rp 72,487 – 0,02 (Rp 20.000) = Rp 70.487
Laba bersih tahun 2008 = Rp 72,487 – 0,02 (10.000) = Rp 71.287 Artinya laba bersih meningkat pada periode 2007-2008 menjadi Rp 70.487 (juta) dan Rp 71.287 (juta) tahun 2007, dibanding tahun 2006 laba bersih sebesar Rp 48.854 (juta).
IV.3. Analisis Rasio Modal Kerja
Modal kerja memfokuskan pada current assets yang terdiri dari: kas, piutang, dan persediaan. Dalam menganalisis modal kerja diperlukan analisis rasio, ada enam rasio yang dianalisis dalam modal kerja kecukupan aktiva lancar, kecukupan quick asset,
44
kecukupan kas, arus dana persediaan, exposure dari kewajiban lancar dan kecukupan modal kerja.
IV.3.1 Kondisi Current Assets PT.AGM Periode 2002 – 2006
Untuk menghitung rasio modal kerja diperlukan data-data mengenai current assets suatu perusahaan, berikut adalah data dari PT. AGM yang meliputi kas, piutang, persediaan, total current assets dan total assets: Tabel 4.4 (000.000) Tahun 2002
Kas Rp 29,505
Persediaan Rp 7,561
Piutang Rp 158,126
Aktiva Lancar Rp 196,368
Total Aktiva Rp 536,786
2003
Rp 33,578
Rp 7,816
Rp 151,913
Rp 208,887
Rp 523,301 Rp 671,109
2004
Rp 46,995
Rp 23,453
Rp 293,306
Rp 378,367
2005
Rp 58,892
Rp 24,342
Rp 339,922
Rp 442,484
Rp 732,354
2006
Rp 36,577
Rp 23,732
Rp 430,750
Rp 527,137
Rp 795,243
Dari tabel 4.3 dapat dilihat selama periode penelitian (2002-2006) aktiva lancar PT. AGM cenderung naik, dari Rp 196 milyar menjadi Rp 527 milyar, atau naik lebih dari 2,6 kalinya. Kenaikan ini lebih dominan terjadi pada piutang usaha yang naik dari Rp 159 milyar menjadi Rp 430 milyar, atau naik 2,7 kali, sementara kas cenderung tetap pada tingkat Rp 29 milyar sampai Rp 58 milyar. Tingkat persediaan periode 2002-2006 secara umum mengalami kenaikan dari kisaran Rp 7-24 milyar.
45
Grafik 4.1
Grafik 4.2
600,000
900,000 800,000 700,000 600,000 500,000 400,000 300,000 200,000 100,000 0
500,000 Inventory
400,000 300,000
Accout Receivab le
200,000 100,000
Cash
0
2002
2003
2004
2005
2006
2002
Current Assets Fixed Assets
2003
2004
2005
2006
Dari grafik 4.1 dan grafik 4.2 dapat dilihat terjadi peningkatan dalam persediaan. Hal ini dapat terjadi karena Harga Pokok Penjualan meningkat tajam dari Rp 1,2 milyar menjadi Rp 1,5 milyar. Berdasarkan sumber tambahan dari Bursa Efek Indonesia (BEI), hal ini disebabkan oleh faktor inflasi yang membuat harga bahan baku dan kemasan naik. Kas tahun 2005 naik karena di tahun itu ada tambahan investasi senilai Rp 50.15 milyar yang digunakan untuk mempertahankan peningkatan penjualan serta mengganti botol-botol yang usang dan rusak. Aktiva tetap merupakan modal kerja permanen, mengalami penurunan periode 2002-2006 sebanyak 1,3 kali (Rp 340-268 milyar).
IV.3.2. Rasio Kecukupan Aktiva Lancar
Setiap perusahaan harus memiliki aktiva lancar karena itu sebagai tolak ukur yang paling kasar yang menunjukan likuiditas perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancarnya. Untuk mengukur likuiditas perusahaan seberapa besar kemampuan perusahaan memenuhi utang lancar dengan menggunakan aktiva lancarnya. kecukupan aktiva lancar dapat dilihat dari rasio-rasio berikut.
46
a. Current Ratio Kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar dapat dilihat dengan current ratio. Perbandingan current assets dan current liabilities PT.AGM dapat dilihat dari grafik 4.3 berikut : Grafik 4.3 : Current Asset dan Current Liabilities 600,000 550,000 500,000 450,000 400,000 350,000 Current Assets
300,000
Current Liabilit ies
250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 0 2002
2003
2004
2005
2006
t ahun
Dilihat dari grafik 4.3, current assets yang dimiliki PT. AGM lebih tinggi dari current liabilities, terutama periode 2003-2006 terlihat dengan jelas perbedaannya. Utang lancar PT. AGM periode 2002 sampai 2003 sempat turun drastis dari Rp 149 milyar menjadi Rp 41 milyar, atau turun sebesar 3,6 kalinya. Pada tahun 2004 utang lancar kembali naik menjadi Rp 86 milyar, atau naik sebesar 2,1 kalinya. Namun penurunan terjadi kembali di tahun 2005 menjadi Rp 62 milyar , atau sebesar 1,4 kalinya. Pada tahun 2006 utang lancar naik sebesar 11 milyar menjadi 73 milyar, atau naik 1,2 kalinya.
47
Berikut ini adalah hasil perhitungan current ratio periode 2002-2006 :
Tahun 2002
Rp 196,368 Rp 149,968
=
131%
Tahun 2003
Rp 208,887 Rp 41,534
=
508%
Tahun 2004
Rp 378,367 Rp 85,921
=
440%
Tahun 2005
Rp 442,484 Rp 62,333
=
710%
Tahun 2006
Rp 527,137 Rp 73,395
=
718%
Dari hasil perhitungan rasio rahun 2002 PT. AGM memiliki tingkat likuiditas yang kurang baik yaitu 131%. Namun pada periode 2003, 2004-2006 rasio meningkat pada kisaran 508%-718%, meskipun demikian rasio tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 440%, hal ini disebabkan karena current liabilities tahun itu naik 106% daripada tahun sebelumnya atau naik dari Rp 41,534 mejadi Rp 85,921. Dari current ratio dapat dilihat bahwa PT. AGM secara umum mempunyai current assets yang likuid.
b. Current Assets to Total Assets Ratio Rasio ini menggambarkan seberapa besar persentase current assets terhadap total aktiva yang dimiliki perusahaan. Perbandingan current assets dan total assets PT.AGM dapat dilihat dari grafik 4.4 berikut :
48
Grafik 4.4 Current Assets to Total Assets 900,000 800,000
jutaan Rp
700,000 600,000 500,000
Current Assets
400,000
Total Assets
300,000 200,000 100,000 0 2002 2003 2004 2005 2006 tahun
Dilihat dari grafik 4.4, current assets yang dimiliki PT. AGM lebih rendah apabila dibandingkan dengan total assets untuk periode 2002-2006. Total assets berada pada kisaran Rp 536,787 (juta) sampai Rp 795,244 (juta), sedangkan current assets berada pada kisaran yang lebih rendah yaitu Rp196,368 (juta) sampai Rp 527,137 (juta). Dilihat dari data tersebut, dapat diindikasikan bahwa jumlah fix assets dan other assets periode 2002-2006 jumlahnya lebih besar daripada current assets.
Perhitungan ini didapat dengan menggunakan rumus:
Berikut ini adalah hasil perhitungan current assets to total assets ratio periode 2002-2006 : Tahun 2002
Rp 196,368 Rp 536,787
=
37%
Tahun 2003
Rp 211,120 Rp 523,302
=
40%
Tahun 2004
Rp 378,367 Rp 671,109
=
56%
49
Tahun 2005
Rp 442,484 Rp 732,354
=
60%
Tahun 2006
Rp 527,137 Rp 795,244
=
66%
Dari hasil perhitungan rasio periode 2003-2006 meningkat dari 37%-66% atau peningkatan sebesar 29%. Kenaikkan itu disebabkan naiknya kas, piutang, dan persediaan sebagai penyusun current assets. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa jumlah aktiva lancar naik, sedangkan total aktiva PT. AGM turun. c. Current Assets to Revenue Ratio Rasio ini menggambarkan seberapa besar persentase current assets terhadap revenue yang dimiliki perusahaan. Perbandingan current assest dengan revenue PT. AGM dapat dilihat pada grafik 4.5 berikut:.
Grafik 4.5 Current Assets to Revenue 1,800,000 1,600,000
jutaan Rp
1,400,000 1,200,000 1,000,000
Cur rent Asset s Revenue
800,000 600,000 400,000 200,000 0 2002
2003
2004
2005
2006
tahun
Pada grafik 4.5 ratio periode 2002-2006 menunjukkan adanya pertumbuhan yang proporsional yang berarti pada saat penjualan naik, maka aktiva lancar naik, atau
50
sebaliknya. Current assets ada pada kisaran Rp 196,368 (juta) sampai Rp 527,137 (juta). Revebue periode 2002-2006 berada pada kisaran Rp 1,021,899 (juta) sampai Rp 1,665,615 (juta).
Perhitungan current assets to revenue ratio didapat dengan menggunakan rumus:
Berikut ini adalah hasil perhitungan current assets to revenue ratio periode 20022006 : Tahun 2002
Rp 196,368 Rp 1,021,899
=
19%
Tahun 2003
Rp 211,120 Rp 1,077,222
=
20%
Tahun 2004
Rp 378,367 Rp 1,333,147
=
Rp 442,484 Rp 1,563,156
=
Rp 527,137 Rp 1,665,615
=
Tahun 2005
Tahun 2006
28%
28%
32%
Dari hasil perhitungan periode 2002-2006, current assets to revenue ratio mengalami peningkatan dari 19% menjadi 32%. Pada tahun 2002 sampai 2004 terjadi kenaikan kisaran 1-9%, Namun pada tahun 2004-2005 tidak jadi perubahan persentase tetap sebesar 28%. Kemudian tahun 2006 rasio ini naik menjadi 32%. Jadi hasil rasio menunjukkan bahwa pertumbuhan current assets to revenue proporsional atau pada saat revenue naik maka current assets naik.
51
IV.3.3. Rasio Kecukupan Quick Assets
Pada setiap perusahaan memiliki aktiva yang paling likuid yaitu kas dan piutang. Oleh karena itu, perusahaan tidak bergantung pada persediaannya sewaktu membayar tagihan. Rasio kecukupan quick assets dibagi menjadi : a. Quick Ratio Quick ratio PT. AGM memperlihatkan kemampuan perusahaan untuk membayar tagihan dengan menggunakan kas dan piutangnya. Perbandingan quick assest dengan current liabilities PT. AGM dapat dilihat pada grafik 4.6 berikut:
Grafik 4.6 Quick Assets to Current Liabilities 600,000 500,000 400,000 Quick Asset s
300,000
Current Liabilit ies
200,000 100,000 0 2002
2003
2004
2005
2006
t ahun
Dilihat dari grafik 4.6, jumlah quick assets periode 2002-2006 meningkat dari kisaran Rp 188,807 (juta) sampai Rp 503,405 (juta), sedangkan current liabilities secara umum mengalami penurunan dari kisaran Rp 149,968 (juta) menjadi Rp 73,395 (juta). Perhitungan quick ratio didapat dengan menggunakan rumus:
52
Berikut ini adalah hasil perhitungan quick ratio periode 2002-2006 : Tahun 2002
Rp 188,807 Rp 149,968
=
126%
Tahun 2003
Rp 201,072 Rp 41,534
=
484%
Tahun 2004
Rp 354,914 Rp 85,921
=
413%
Tahun 2005
Rp 418,141 Rp 62,333
=
671%
Tahun 2006
Rp 503,405 Rp 73,395
=
685%
Dari hasil perhitungan quick ratio periode 2002-2006 secara umum mengalami peningkatan. Pada tahun 2002, quick assets ratio sama dengan 126%. Hal ini menunjukkan quick assets kurang mampu dalam membiayai current liabilities. Selanjutnya pada periode 2003-2006, quick ratio PT. AGM menunjukkan peningkatan dari 484%-685%. Hal ini menunjukkan quick ratio membaik atau kemampuan quick assets membayar tagihan meningkat. Jadi quick assets ratio periode 2003-2006 cukup baik karena rasio lebih dari 100%.
b. Quick assets to Total Assets Rasio ini menunjukan besar kas dan piutang usaha dalam bauran total aktivanya. Sebuah perusahaan membutuhkan aktiva likuid yang cukup sebagai bagian dari bauran total aktivanya. Perbandingan quick assest dengan current liabilities PT. AGM dapat dilihat pada grafik 4.7 berikut:
53
Grafik 4.7 Quick Assets to Total Assets 900,000 800,000 700,000 600,000 500,000
Quick Asset s Tot al Asset s
400,000 300,000 200,000 100,000 0 2002
2003
2004
2005
2006
t a hu n
Pada grafik 4.7 bauran quick assets terhadap total assets meningkat dari periode 2002-2006 pada kisaran Rp 188,807 (juta) sampai Rp 503,405 (juta). Total assets periode 2002-2006, berada pada kisaran Rp 536,787 (juta) sampai Rp 795,244 (juta).
Perhitungan quick assets to total assets didapat dengan menggunakan rumus:
Berikut ini adalah hasil perhitungan quick assets to total assets periode 20022006 : (000.000) Tahun 2002
Rp 188,807 Rp 536,787
=
35%
Tahun 2003
Rp 201,072 Rp 523,302
=
38%
Tahun 2004
Rp 354,914 Rp 671,109
=
53%
Tahun 2005
Rp 418,141 Rp 732,354
=
57%
54
Tahun 2006
Rp 503,405 Rp 795,244
=
63%
Rasio quick assets terhadap total aktiva tahun 2002 memperlihatkan dalam total aktiva terdapat quick assets sebesar 35%. Tahun 2003 bauran quick assets terhadap total aktiva adalah 38%. Selanjutnya pada tahun 2004-2006 terjadi kenaikan jumlah quick assets dari Rp 354,914-503,405 (juta) atau kenaikan terjadi dari 53% sampai 63%. Hal ini terjadi karena jumlah piutang naik secara signifikan dari Rp 293,306-430,750 (juta). Secara keseluruhan bauran quick assets dalam total aktiva adalah baik.
c. Quick assets to Revenue Ratio
Rasio ini memperlihatkan kecukupan kas dan piutang apabila penjualan meningkat. Kas dan piutang juga berpengaruh pada penjualan jika penjualan naik maka quick assets seharusnya juga naik. Perbandingan quick assest dengan current liabilities PT. AGM dapat dilihat pada grafik 4.8 berikut: Grafik 4.8 Quick Assets to Revenue 1,800,000 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000
Quick Asset s Revenue
800,000 600,000 400,000 200,000 0 2002
2003
2004
2005
2006
t ahun
55
Dilihat dari grafik 4.8 quick assets periode 2002-2006 mengalami kenaikkan tiga kali dan diikuti dengan kenaikkan revenue dari Rp 1,021,899-Rp 1,665,615 (juta) atau naik sekitar 38%. Perhitungan quick assets to revenue didapat dengan menggunakan rumus:
Berikut ini adalah hasil perhitungan quick assets to revenue ratio periode 20022006: Tahun 2002
Rp 188,807 Rp 1,021,899
=
(000.000) 18%
Tahun 2003
Rp 201,072 Rp 1,077,222
=
19%
Tahun 2004
Rp 354,914 Rp 1,333,147
=
27%
Tahun 2005
Rp 418,141 Rp 1,563,156
=
27%
Tahun 2006
Rp 503,405 Rp 1,665,615
=
30%
Dari perhitungan dapat dilihat rasio meningkat pada periode 2002-2006. Pada periode 2002-2003 rasio naik sebesar 1% dari kisaran 18% menjadi 19%. Rasio pada periode 2004-2005 tidak mengalami perubahan berada pada persentase sebesar 27%. Hal ini bisa disebabkan naiknya quick assets atau juga bisa disebabkan rendahnya revenue. Pada periode 2005-2006 rasio naik dari 27% menjadi 30% atau sebesar 3%.
IV.3.4. Kecukupan Kas
Setiap perusahaan harus mempertahankan saldo kas seminimal mungkin dan 56
menginvestasikan efek yang setara dengan kas. Efek-efek tersebut dapat dimasukkan dalam perhitungan rasio untuk menghitung kecukupan kas. Rasio-rasio untuk mengukur kecukupan kas adalah sebagai berikut:: a. Cash Ratio Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar tagihan tepat waktu digunakan cash ratio. Perbandingan cash dengan current liabilities PT. AGM dapat dilihat pada grafik 4.9 berikut: Grafik 4.9 Cas h to Curre nt Liabilitie s 350,000
300,000
250,000
200,000
Cash Cur r ent Libialit ies
150,000
100,000
50,000
0 2002
2003
2004
2005
2006
t a hun
Dari grafik 4.9, dapat terlihat bahwa cash tahun 2002 tidak mencukupi untuk membayar current liabilities. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya jumlah cash yang dimiliki oleh perusahaan. Namun pada tahun 2003 dan 2005, dapat dilihat bahwa cash hampir mencukupi untuk pembayaran current liabilities, sedangkan di tahun 2004 dan 2006 cash yang dimiliki hanya bisa untuk membayar sekitar 50% current liabilities. Perhitungan cash ratio didapat dengan menggunakan rumus:
Berikut ini adalah hasil perhitungan cash ratio periode 2002-2006 : Tahun 2002
Rp 29505 Rp149967
=
20%
57
Pada
Tahun 2003
Rp 33578 Rp 41533
=
81%
Tahun 2004
Rp 46995 Rp 85921
=
55%
Tahun 2005
Rp 58892 Rp 62333
=
94%
Tahun 2006
Rp 36577 Rp 75394
=
50%
tahun
2002 kas rasio 20%
artinya perusahaan tidak mempunyai kas yang cukup untuk membayar tagihan. Pada tahun 2003 dan 2005 rasio kecukupan kas menunjukan peningkatan menjadi 81% dan 94% artinya perusahaan mempunyai jumlah kas yang hampir cukup untuk membiayai utang lancar. Jika dilihat dari perhitungan rasio pada tahun 2004 dan 2006 kemampuan kas terhadap utang lancarnya adalah 50% dan 55%. Jika dalam situasi kas kurang untuk membiayai utang lancar maka utang lancar didanai dari aktiva lancar lainnya. b. Cash to Total Assets Ratio Rasio kas terhadap total aktiva merefleksikan kebijakan perusahaan tentang pentingnya likuiditas dibandingkan penggunaan dana aktiva tetap. Perbandingan cash dengan total assets PT. AGM dapat dilihat pada grafik 4.10 berikut:
58
Grafik 4.10 Cash to Total Assets 900,000 800,000 700,000 600,000 500,000
Cash Tot al Asset s
400,000 300,000 200,000 100,000 0 2002
2003
2004
2005
2006
t a h un
Dari grafik 4.10, jumlah cash lebih sedikit, apabila dibandingkan dengan total assets. Karena jumlah cash hanya bagian kecil dari total assets. Perhitungan cash to total assets ratio didapat dengan menggunakan rumus:
Berikut ini adalah hasil perhitungan cash to total assets ratio periode 20022006: Tahun 2002
Rp 29505 Rp 536,786
=
5,5%
Tahun 2003
Rp 33578 Rp 523,301
=
6,4%
Tahun 2004
Rp 46995 Rp 671,109
=
7%
Tahun 2005
Rp 58892 Rp 732,354
=
7,4%
Tahun 2006
Rp 36577 Rp 795,243
=
5%
59
Rasio hubungan kas dan total aktiva lebih dominan naik. Rasio pada tahun 2002 menunjukan likuiditas perusahaan kurang baik 5,5%. Namun di tahun 2003-2005 terjadi kenaikan 1% yaitu dari 6,4%-7,4%, artinya pada tahun tersebut terjadi pertumbuhan atau penambahan atas kas dan total aktiva ini juga dapat menunjukan bahwa perusahaan likuid. Namun di tahun 2006 rasio mengalami penurunan menjadi 5%. Hal ini terjadi karena pada tahun tersebut terjadi penurunan pada kas yang diikuti kenaikan pada total aktiva, ini juga mengindikasikan bahwa PT. AGM menggunakan dana untuk aktiva tetap. c. Cash to Revenue Ratio Dalam sebuah perusahaan, jika penjualan meningkat maka kas perlu ditingkatkan juga. Perbandingan cash dengan revenue PT. AGM ada pada grafik 4.11 berikut: Grafik 4.11 Cash to Revenue 1,800,000 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000
Cash Revenue
800,000 600,000 400,000 200,000 0 2002
2003
2004
2005
2006
t a hu n
Dari grafik 4.11, cash terhadap revenue mengalami peningkatan yang searah untuk periode 2002-2005, pada saat penjualan meningkat maka cash juga meningkat. Pada tahun 2006, penjualan meningkat tetapi cash menurun. Perhitungan cash to total assets ratio didapat dengan menggunakan rumus:
60
Berikut ini adalah hasil perhitungan cash to total assets ratio periode 20022006: Tahun 2002
Rp 29505 Rp1,021,899
=
2,9%
Tahun 2003
Rp 33578 Rp1,077,222
=
3,1%
Tahun 2004
Rp 46995 Rp 1,333,147
=
3,5%
Tahun 2005
Rp 58892 Rp 1,563,156
=
3,8%
Tahun 2006
Rp 36577 Rp 1,665,615
=
2,2%
Dari hasil perhitungan, rasio kas terhadap pendapatan periode 2002-2005 menujukan hal yang positif bahwa terjadi keseimbangan antara kenaikan penjualan dan kas yaitu dari 2,9% menjadi 3,8%, namun di tahun 2006 terjadi penurunan pada kas menjadi Rp 36,577 juta yang menyebabkan rasio menjadi 2,2%. Penurunan rasio kas terhadap pendapatan akan menimbulkan hambatan dalam kegiatan operasi.
IV.3.5. Arus Dana Persediaan
Dalam sebuah perusahaan arus dana persediaan sangat penting karena hal itu berarti perusahaan bisa menjalankan kegiatan operasional perusahaan. Dengan melakukan penjualan persediaan maka perusahaan akan mendapatkan piutang yang bisa menjadi kas, apabila piutang tersebut telah dilunasi. Perhitungan arus dana persediaan dibagi menjadi:
61
a. Inventory Turnover in Cash Semakin cepat perputaran inventory maka semakin cepat juga perputaran revenue pada sebuah perusahaan. Rasio perpuraran persediaan terhadap kas menunjukan berapa kali perusahaan menghasilkan penjualan sama dengan saldo persediaan, semakin cepat perputarannya semakin baik. Perhitungan inventory turnover in cash didapat dengan menggunakan rumus:
Berikut ini adalah hasil perhitungan cash to total assets ratio periode 20022006: Tahun 2002
Rp 1,021,899 Rp 7,561
=
(000.000) 135 kali
Tahun 2003
Rp 1,077,222 Rp 7,816
=
138 kali
Tahun 2004
Rp 1,333,147 Rp 23,453
=
57 kali
Tahun 2005
Rp 1,563,156 Rp 24,342
=
64 kali
Tahun 2006
Rp 1,665,615 Rp 23,732
=
70 kali
Pada tahun 2002 perputaran persediaan terhadap penjualan mencapai 135 kali. Pada tahun 2003 rasio naik menjadi 138 kali. Hal ini berarti perputaran persediaan terhadap penjualan terjadi setiap dua hari.
Pada tahun 2004 terjadi penurunan
perputaran persediaan menjadi hanya 57 kali, kemungkinan ini karena naiknya persediaan sebesar 1 milyar tidak diikuti oleh kenaikan penjualan yang signifikan. Lalu pada tahun 2005-2006 tingkat perputaran persediaan kembali naik menjadi 64 kali dan 62
persediaan dalam unit menjadi 51 kali, yang berarti persediaan berputar setiap tujuh hari. Pada tahun 2005 terjadi peningkatan rasio, COGS dari Rp 1,191 menjadi Rp 1,567 milyar, sedangkan faktor pembagi hanya naik 16 milyar. Namun pada tahun 2006 perputaran persediaan turun menjadi 61 kali ini terjadi karena adanya penurunan COGS dan persediaan atau dengan kata lain persediaan secara fisik berputar setiap enam hari. Periode 2002-2006 rasio perputaran persediaan dalam unit yang paling baik adalah perputaran tahun 2002.
IV.3.6. Exposure dari kewajiban lancar
Exposure dari kewajiban lancar menunjukan seberapa besar kewajiban lancar dapat membiayai assets dan equity suatu perusahaan. Perhitungan exposure dari kewajiban lancar dibagi menjadi: a. Total Assets to Current Liabilities Ratio Untuk mengukur porsi dari aktiva yang didanai dari utang jangka pendek maka perusahaan menggunakan perhitungan total assets to current liabilities ratio . Perbandingan total assets dengan current liabilities PT. AGM ada pada grafik 4.12 berikut:
64
70 kali berarti perputaran persediaan terhadap penjualan terjadi setiap lima atau emam hari. b. Inventory turnover in units Selain menghitung inventory turnover in cash, inventory turnover in unit juga perlu dihitung untuk mengukur persediaan dalam unit dan mengukur kemampuan dana yang tertanam dalam persediaan pada suatu periode tertentu. Hasil inventory turnover in unit memiliki ukuran dalam satuan kali. Perhitungan inventory turnover in units didapat dengan menggunakan rumus:
Berikut ini adalah hasil perhitungan inventory turnover in units periode 20022006: Tabel 4.5 Tahun 2002
Rp 8106,846 Rp 7,561
=
119 kali
Tahun 2003
Rp 969,935 Rp 7,816
=
124 kali
Tahun 2004
Rp 1,191,1106 Rp 23,453
=
51 kali
Tahun 2005
Rp 1,567,476 Rp 24,342
=
64 kali
Tahun 2006
Rp 1,459,062 Rp 23,732
=
61 kali
(Rp 000.000)
Tahun
Persediaan
HPP
2002
Rp 7,561
Rp 8106,846
2003
Rp 7,816
Rp 969,935
2004
Rp 23,453
Rp 1,191,1106
2005
Rp 24,342
Rp -1,459,062
2006
Rp 23,732
Rp -1,567,477
Dari hasil perhitungan pada tahun 2002 perputaran persediaan dalam unit adalah 119 kali, dan meningkat di tahun 2003 menjadi 124 kali, artinya persediaan fisik berputar setiap tiga hari. Akan tetapi pada tahun 2004 terjadi penurunan perputaran 63
Grafik 4.12 Total Assets to Current Liabilities 900,000 800,000 700,000 600,000 500,000
Tot al Asset s Curr ent Liabilit ies
400,000 300,000 200,000 100,000 0 2002
2003
2004
2005
2006
t a hu n
Dari grafik 4.12 Total assets to current liabilities periode 2002-2005 secara keseluruhan menunjukan bahwa perusahaan tidak mempu membiayai assets dengan menggunakan current liabilities. Terutama periode 2003-2004 current liabilities mengalami peningkatan sebesar 106%. Perhitungan total assets to current liabilities ratio didapat dengan menggunakan rumus:
Berikut ini adalah hasil perhitungan total assets to current liabilities ratio periode 2002-2006: (000.000) Tahun 2002
Rp 536,787 Rp 149,968
=
3.58%
Tahun 2003
Rp 523,302 Rp 41,534
=
12.6%
Tahun 2004
Rp 671,109 Rp 85,921
=
7.81%
65
Tahun 2005
Rp 732,354 Rp 62,333
=
11.74%
Tahun 2006
Rp 795,244 Rp 73,395
=
10.84%
Rasio tahun 2002 sebesar 3.58%. Hal ini menunjukan tingginya kewajiban lancar dalam struktur modal. Rasio total aktiva terhadap harta lancar pada tahun 2003 sebesar 12,6%. Hal ini menunjukan dana jangka panjang digunakan sebagai sumber pendanaan aktiva. Pada tahun 2004 hasil perhitungan turun menjadi 7.81% karena total aktiva naik namun total utang lancar naik 106%. Sedangkan pada tahun 2005 rasio naik berada pada 11.74%, rasio tahun 2005 menunjukan bahwa utang jangka pendek kemungkinan besar dapat dibayar tepat waktu. Hal ini menunjukkan bahwa aset perusahaan kemungkinan dibiayai dengan utang jangka panjang. b. Total Equity to Current Liabilities Ratio Rasio total ekuitas terhadap utang lancar mengukur komitmen dari pemegang saham dibandingkan dengan exsposure dari kewajiban lancar. Perbandingan total equity dengan current liabilities PT. AGM ada pada grafik 4.13 berikut: Grafik 4.13 Total Equity to Curre nt Liabilities 500,000 450,000 400,000 350,000 300,000 Tot al Equit y
250,000
Cur r ent Liabilit ies 200,000 150,000 100,000 50,000 0 2002
2003
2004
2005
2006
t a hun
Dari grafik 4.13, terlihat bahwa total equity periode 2002-2006 terus meningkat dari kisaran Rp 219,450 (juta) sampai Rp 447,225 (juta), sedangkan current liabilities
66
secara umum mengalami penurunan, khususnya di tahun 2003, current liabilities sebesar Rp 41,534 (juta). Perhitungan total equity to current liabilities ratio didapat dengan menggunakan rumus:
Berikut ini adalah hasil perhitungan total equity to current liabilities ratio periode 2002-2006: Tahun 2002
Rp 21,9450 Rp 149,968
=
(000.000) 1.46%
Tahun 2003
Rp 27,0622 Rp 41,534
=
6.51%
Tahun 2004
Rp 355,338 Rp 85,921
=
4.14%
Tahun 2005
Rp 405,324 Rp 62,333
=
6.50%
Tahun 2006
Rp 447,225 Rp 73,395
=
6.09%
Rasio total aktiva terhadap kewajiban lancar pada tahun 2002 1,46% mengindikasikan
rendahnya
total
ekuitas
artinya
perusahaan
meminimalkan
kemungkinan kerugian bagi pemegang saham dengan mendanai porsi yang lebih besar dar kewajibannya dengan sumber jangka pendek Rp 149,968. Pada tahun 2004 terdapat kenaikan pada utang lancar sehingga persentase rasio turun ke 4.14%. Sedangkan pada tahun 2003,2005,2006 rasio berada pada kisaran 6-6.51% mengindikasi bahwa pemegang saham mempunyai kepentingan bisnis. Alasan lain jika dilihat dari data yang ada, jumlah ekuitas bertambah atau karena utang lancar berkurang. 67
c. COGS to Account Payable Ratio Untuk menilai besarnya utang dagang perusahaan dapat membandingkan dengan tingkat aktifitas bisnis perusahaan dengan menggunakan COGS atau pembelian persediaan. Perhitungan total equity to current liabilities ratio didapat dengan menggunakan rumus:
Berikut ini adalah hasil perhitungan total equity to current liabilities ratio periode 2002-2006: (000.000) = 34%
Tahun 2002
Rp 8106,846 Rp 26,032
Tahun 2003
Rp 969,935 Rp 26,831
=
36%
Tahun 2004
Rp 1,191,1106 Rp 32,966
=
36%
Tahun 2005
Rp 1,567,476 Rp 38,237
=
41%
Tahun 2006
Rp 1,459,062 Rp 36,817
=
40%
Dari perhitungan COGS terhadap utang dagang menunjukan pada periode 20022005 rasio mengalami kenaikkan pada kisaran 34%-41%. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan COGS, sedangkan pada tahun 2006 rasio mengalami penurunan sebesar 1% dan menjadi 40%.
68
IV.3.7. Kecukupan Modal Kerja
Ukuran dasar dari likuiditas perusahaan dapat dilihat dengan mengukur kecukupan modal kerja. Rasio modal kerja dibagi menjadi: a. Total Assets to Net Working Capital Jika net working capital suatu perusahaan menurun maka rasio akan meningkat. Dengan meningkatnya nilai rasio total assets to net working capital, perusahaan dapat dinilai memiliki likuiditas yang rendah, begitu juga sebaliknya. Perhitungan total asets to net working capital didapat dengan menggunakan rumus berikut ini:
Berikut ini adalah hasil perhitungan total equity to current liabilities ratio periode 2002-2006: Tahun 2002
Rp 536,787 Rp 46,208
=
(000.000) 12%
Tahun 2003
Rp 523,302 Rp 167,169
=
3.1%
Tahun 2004
Rp 671,109 Rp 292,446
=
2.3%
Tahun 2005
Rp 732,354 Rp 380,151
=
1.9%
Tahun 2006
Rp 795,244 Rp 453,742
=
1.8%
Dari hasil perhitungan, rasio total aktiva terhadap modal kerja bersih mencapai 12% yang mengindikasi rendahnya tingkat likuiditas Rp 46,208 (juta) pada tahun 2002.
69
Kemudian pada periode 2003-2005 menunjukan rendahnya rasio pada kisaran 3,1% menjadi 1,9%, ini menunjukan likuiditas tinggi berarti modal kerja bersih meningkat atau besar. Modal kerja bersih berada pada kisaran Rp 167,169-Rp 453,742 (juta). Pada tahun 2006 rasio modal kerja menurun sebesar 0,1% menjadi 1,8%. b. Current Liabilities to Net Working Capital Ratio Jika curent liabilities meningkat maka net working capital suatu perusahaan akan menurun. Hal ini bisa menyebabkan current liabilities to net working capital ratio akan meningkat. Penilaian likuiditas yang rendah akan diterima oleh perusahaan, jika current liabilities to net working capital ratio meningkat.. Perhitungan current liabilities to net working capital ratio didapat dengan menggunakan rumus:
Berikut ini adalah hasil perhitungan current liabilities to net working capital ratio periode 2002-2006:
.
Tahun 2002
Rp 149,968 Rp 46,208
=
(000.000) 32%
Tahun 2003
Rp 41,534 Rp 167,169
=
2,5%
Tahun 2004
Rp 85,921 Rp 292,446
=
2,9%
Tahun 2005
Rp 62,333 Rp 380,151
=
1,6%
Tahun 2006
Rp 73,395 Rp 453,742
=
1,6%
70
Dari hasil perhitungan pada tahun 2002 rasio kewajiban lancar terhadap modal kerja bersih mencapai angka 32%, kenyataan ini mengindikasi bahwa modal kerja bersih kecil. Namun di tahun 2003-2006 rasio turun yang mengindikasikan adanya kenaikan yang cukup kentara pada modal kerja bersih atau dengan kata lain modal kerja bersih membaik, kenaikan modal kerja bersih berada pada kisaran Rp 1167,169-Rp 453,742 (juta). Rasio kewajiban lancar terhadap modal kerja bersih tahun 2003-2006 berada pada kisaran 2,5% sampai 1,6%,.
c. Revenues to Net Working Capital Untuk mengukur aktifitas bisnis terhadap kelebihan current assets atas current liabilities dapat dihitung dengan menggunakan revenue to net working capital. Perhitungan revenue to net working capital ratio didapat dengan menggunakan rumus:
Berikut ini adalah hasil perhitungan revenue to net working capital ratio periode 2002-2006: (000.000) = 22 %
Tahun 2002
Rp 1,021,899 Rp 46,208
Tahun 2003
Rp 1,077,222 167,169
=
6.44%
Tahun 2004
Rp 1,333,147 Rp 292,446
=
4.56%
Tahun 2005
Rp 1,563,156 Rp 380,151
=
4.12%
Tahun 2006
Rp 1,665,615 Rp 453,742
=
3.67%
71
Pada tahun 2002 rasio pendapatan terhadap modal kerja bersih mencapai sebesar 22%. Sedangkan di tahun 2003-2006 rasio menurun dari 6,4-3,7% ini mengartikan bahwa perusahaan semakin likuid jadi pendapatan dibanding modal kerja bersih , lebih besar modal kerja bersih pada kisaran Rp 167,169-Rp 453,742 (juta).
IV.4
Analisis Kausal
Rasio kecukupan aktiva lancar secara umum periode 2002-2006 mengalami peningkatan hal ini disebabkan karena current assets tahun 2002-2006 selalu mengalami peningkatan. Namun pada tahun 2003-2004 current ratio mengalami penurunan sebesar 68% yang disebabkan karena current liabilities mengalami peningkatan tahun 2004 sebesar 106% dari Rp 41,534 menjadi Rp 85,921 (juta) yang lebih besar daripada kenaikan current assets sebesar 81%. Untuk rasio current asssets to total assets periode 2002-2006 mengalami peningkatan, kecuali tahun 2004-2005 current assets to revenue tidak mengalami kenaikan karena jumlah peningkatan hampir sama masing-masing 17% dan 21%. Berdasarkan hasil perhitungan current ratio dapat dikatakan bahwa perusahaan memiliki tingkat likuiditas yang cukup baik. Ini terlihat besarnya rasio pada tahun 2002 sampai tahun 2006 secara umum mengalami peningkatan yang merupakan dampak dari kenaikan current asset. Peningkatan
current asset tersebut terjadi karena terjadi
peningkatan account receivable periode 2002-2006 sebesar 172,41%. Rasio kecukupan quick assets secara umum periode 2002 sampai 2006 menggalami peningkatan. Untuk rasio quick assets to current liabilities pada tahun 2003-2004 mengalami penurunan sebesar 7%. Penurunan ini searah dengan current asset to current liabilities ratio yang disebabkan oleh kenaikan current liabilities tahun 72
2004 sebesar 106%. Quick assets to revenue ratio untuk tahun 2004-2005 tidak mengalami perubahan sama. Dalam hal ini, current assets to revenue ratio tahun 20042005 tidak mengalami perubahan. Penyebab kedua rasio pada tahun 2002-2005 tetap adalah besarnya peningkatan current assets dan quick ratio hampir sama yaitu 17% dan 16,84%. Dengan peningkatan quick assets ratio menunjukkan perusahaan likuid. Rasio kecukupan kas yang terdiri dari cash to current liabilities, cash to total assets, dan cash to revenue tahun 2002-2005 menujukan adanya kenaikan, namun pada tahun 2006 menggalami penurunan masing-masing 44%, 2,4%, dan 1,6%. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2006 kas mengalami penurunan sebesar 37,58%. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh kebijakan perusahaan dalam melakukan penjualan kredit (piutang). Besarnya piutang dapat meningkatkan besarnya piutang tak tertagih. Selain itu, kemungkinan kas tahun 2006 digunakan untuk membiayai utang perusahaan terutama utang jangka panjang. Rasio arus dana dari persediaan untuk inventory turn over in cash dan inventory turn over in unit untuk tahun 2002-2003 dan 2004-2006 mengalami peningkatan, sedangkan tahun 2003-2004 mengalami penurunan. Peningkatan ini disebabkan karena peningkatan revenue dan COGS. Penurunan yang terjadi pada periode 2003-2004 disebabkan karena naiknya persediaan sebesar dua kali dari persediaan tahun 2003. Penurunan inventory turn over in cash dan inventory turn over in unit untuk tahun 20032004 tersebut mengakibatkan investasi perusahaan dalam persediaan besar sehingga biaya penyinpanan persediaan ikut naik. Selain itu, meningkatnya persediaan menggambarkan bahwa pada periode tersebut perusahaan kurang likuid. Untuk current liabilities exposure pada periode 2002-2003 dan periode 20042005 mengalami peningkatan yang disebabkan oleh penurunan current liabilities untuk 73
periode tersebut, sedangkan periode 2003-2004 dan 2005-2006 mengalami penurunan. Penurunan tersebut disebabkan karena pada periode 2003-2004 dan 2005-2006 current liabilities mengalami peningkatan masing-masing sebesar 106% dan 19,7%. Besarnya total assets to current liabilities ratio pada tahun 2003 yaitu 12,6% merupakan nilai yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa aset perusahaan kemungkinan dibiayai dengan utang jangka panjang. Ini terlihat dari besarnya current liabilities yang memiliki nilai paling kecil dibandingkan periode lainnya. Sedangkan pada tahun 2002, besarnya total assets to current liabilities ratio adalah 3,58%. Ini menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan utang jangka pendek untuk membiayai asset perusahaan. Rasio kecukupan modal kerja secara umum mengalami penurunan, tetapi pada periode tahun 2003-2004 mengalami peningkatan. Pada rasio current liabilities to net working capital periode 2003-2004 mengalami peningkatan 0,4% yang disebabkan oleh peningkatan current liabilities pada periode tersebut. Pada tahun 2002 rasio kecukupan modal kerja paling besar dibandingkan dengan periode lainnya. Hal ini menunjukan tingkat likuiditas perusahaan yang rendah tahun 2002. Tingginya rasio kecukupan modal kerja pada tahun 2002 disebabkan oleh rendahnya net working capital, diakibatkan oleh current liabilities tahun 2002 paling besar diantara periode yang lain. Pada tahun 2006 rasio kecukupan modal kerja perusahaan memiliki modal kerja yang paling rendah dibandingkan modal kerja periode lainnya. Hal ini menunjukan tingkat likuiditas perusahaan yang tinggi pada tahun tersebut. Rendahnya rasio kecukupan modal kerja pada tahun 2006 disebabkan oleh net working capital pada tahun tersebut paling besar diantara periode yang lain. Menurut perhitungan korelasi hubungan antara modal kerja bersih dan laba bersih -0,23 atau dengan menggunakan perhitiungan koefisien determinasi menghasilkan 74
0,0529 (5,29%), yang artinya hanya 5,29% dari laba yang dipengaruhi oleh modal kerja selebihnya dipengaruhi faktor lain. Jika di lihat pada laporan keuangan, expense PT. AGM periode 2002-2006 mengalami peningkatan pada kisaran 6,6%-22,4%. Dengan meningkatnya expense maka dampak akhirnya dapat mengurangi laba perusahaan. Berdasarkan analisis terhadap laporan keuangan, laba bersih PT. AGM pada 31 Desember 2006, penjualan bersih Aqua tahun lalu mencapai Rp1,66 triliun dan laba bersih Rp 48,85 miliar. Hal tersebut disebabkan adanya beban seperti peningkatan biaya di luar kegiatan operasional Rp 6,6 miliar pada 2005 dan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) periode 2005-2006. Selama 2006, Aqua meningkatkan laju pertumbuhan penjualan dengan cara berinvestasi pada botol dan krat Rp 43,47 miliar dan secara bertahap memperbaiki mesin produksi yang menghabiskan Rp 17,38 miliar.
75