BAB V MODAL KERJA DAN KAS 5.1
Pengertian dan Jenis-Jenis Modal Kerja Setiap perusahaan selalu mernbutuhkan modal kerja untuk membelanjai
operasinya sehari-hari, misalkan untuk memberikan persekot pembelian bahan mentah, membayar upah buruh, gaji pegawai dan sebagainya, dimana uang atau dana yang telah dikeluarkan itu diharapkan akan dapat kembali lagi kedalam perusahaan dalam waktu yang pendek melalui hasil penjualan produksinya. Uang masuk yang berasal dari penjualan produk tersebut akan segera dikeluarkan lagi untuk membiayai operasi selanjutnya. Dengan demikian maka dana tersebut akan terus menerus berputar setiap periodenya selama hidup perusahaan. Mengenai pengertian modal kerja ini dapatlah dikemukakan adanya beberapa konsep: a. Konsep kuantitatif Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dan dana yang tertanam dalam unsure-unsur aktiva lancar dimana aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau aktiva di mana dana yang tertanam di dalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang pendek. Dengan demikian modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan dan jumlah aktiva lancar. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja brutto (gross working capital). b. Konsep kualitatif Apabila pada konsep kuantitatif modal kerja itu hanya dikaitkan dengan besarnya jumlah aktiva lancar saja, maka pada konsep kualitatif ini pengertian modal kerja juga dikaitkan dengan besarnya jumlah hutang lancar atau hutang yang segera harus dibayar. Dengan demikian maka sebagian dariaktiva lancar ini harus disediakan untuk memenuhi kewajiban finansial yang segera harus dilakukan, dimana bagian aktiva lancar ini tidak boleh digunakan untuk membiayai operasinya perusahaan untuk menjaga likuiditasnya. Oleh karenanya maka modal kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasinya perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya, yaitu yang merupakan kelebihan aktiva lancar di atas hutang lancarnya. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja (net working capital).
c. Konsep fungsional Konsep ini mendasarkan pada fungsi dan dana dalam menghasilkan pendapatan (income). Setiap dana yang dikerjakan atau digunakan dalam perusahaan adalah dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Ada suatu dana yang digunakan dalam suatu periode akuntansi tertentu yang seluruhnya langsung menghasilkan pendapatan bagi periode tersebut (current income) dan ada sebagian dana lain yang juga digunakan selama periode tersebut tetapi tidak seluruhnya digunakan untuk menghasilkan current income. Sebagian dari dana itu dimaksudkan juga untuk menghasilkan pendapatan untuk periode-periode berikutnya (future income). Dalam hubungan ini dapatlah dikemukakan nama Wilford J. Eiteman – J.H. Holtz yang memberikan definisi modal kerja sebagai dana yang digunakan selama periode akuntansi yang dimaksudkan untuk menghasilkan current income (sebagai lawan dari future income) yang sesuai dengan maksud utama didirikan perusahaan tersebut. Berdasarkan definisi itu maka pengertian non working capital adalah dana yang tidak menghasilkan current income, atau kalau menghasilkan current income adalah tidak sesuai dengan maksud utama didirikannya perusahaan tersebut. Misalkan suatu perusahaan dagang tekstil yang menanamkan sebagian dananya dalam surat obligasi pemerintah. Dana yang ditanamkan dalam obligasi tersebut menghasilkan current income yaitu dalam bentuknya bunga obligasi (coupon). Tetapi karena perusahaan ini didirikan dengan maksud utama untuk berusaha di bidang perdagangan bukan tekstil bukan untuk berusaha di bidang investasi dalam surat-surat berharga seperti halnya bank, maka dana yang tertanam dalam efek tersebut nantinya dapat diuangkan dengan mudah dan selanjutnya dapat diinvestasikan dalam tekstil, maka dana tersebut digolongkan sebagai modal kerja potensial (potential working capital). Kas dan inventory adalah nyata-nyata modal kerja. Piutang terdiri dari sebagian yang dapat dimasukkan dalam modal kerja dan sebagian lain yang termasuk dalam potential working capital. Suatu perusahaan yang menjual produknya secara kredit akan mempunyai piutang dagang sebesar hasil penjualannya, yang ini terdiri dari dana yang menjelma menjadi biaya dan bagian yang merupakan keuntungan. Bagian dari piutang yang terdiri dari dana yang diinvestasikan dalam produk yang terjual itu menurut konsep ini digolongkan sebagai modal kerja, sedangkan bagian yang merupakan keuntungan digolongkan sebagai modal kerja potensial.
Mengenai jenis-jenis modal kerja, W.B. Taylor menggolongkannya dalam: A. Modal kerja permanen (Permanent working Capital) yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, atau dengan kata lain modal kerja yang secara terus-menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Permanent working capital ini dapat dibedakan dalam: 1. Modal kerja primer (Primary Working Capital) yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya. 2. Modal kerja normal (Normal Working Capital) yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal. Pengertian normal disini adalah dalam pengertian dinamis. Apabila suatu perusahaan misalnya selama 4 atau 5 bulan rata-rata per bulannya mempunyai produksi 1000 unit maka dapat dikatakan luas produksi normalnya adalah 1000 unit. Apabila kemudian ternyata bahwa selama 4 atau 5 bulan berikutnya luas produksi rata-rata per bulannya 2000 unit, maka luas produksi normalnya di sinipun berubah menjadi 2000 unit. B. Modal kerja variabel (Variable Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan keadaan, dan modal kerja ini dibedakan antara: 1. Modal kerja musiman (seasonal working capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim. 2. Modal kerja siklis (cyclical working capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi konjungtur. 3. Modal kerja darurat (Emergency working capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya ada pemogokan buruh, banjir, perubahan keadaan ekonomi yang mendadak). Hal diatas dapat di atas dapat dikaitkan dengan kasus unit pengusahaan hutan dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Modal Kerja Permanen Suatu unit nengusahaan hutan mempunyai tujuan kelestarian hutan. Untuk itu diperlukan organisasi pengelolaan yang bersifat permanen. Sebagai contoh adalah pengelolaan dalam unit KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) di Perum Perhutani memerlukan organisasi pengelolaan yang bersifat tetap antara lain: a. Pengelolaan didalam kantor KPH b. Pengelolaan didalam teriterial tingkat BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) dan Resort Pemangkuan Hutan (RPH)
c. Adanya mandor-mandor pelaksana teknis kehutanan untuk melaksanakan pekerjaan kelestarian hutan. Bagi pegawai tetap untuk unit pengelolaan di atas dan fasilitas pendukungnya dikelornpokan ke dalam modal kerja permanen yang harus ada secara terus meneurs dalam pcrusahaan, tidak dipengaruhi oleh faktor waktu. 2. Modal Kerja Normal. Hal ini berkaitan dengan keperluan modal kerja dengan luas produksi tertentu. Didalam unit KPH seperti diatas, untuk menjamin kelestarian hutan, maka jumlah produksi akan dipengaruhi oleh etat volume per tahun. Dan persyaratan yang lain adalah unit pengusahaan hutan yang normal harus juga mendapatkan keuntungan. Dengan demikian seluruh komponen modal kerja misalnya gaji atau upah, keperluan bahan atau material dan lain-lainnya harus cukup untuk memenuhi terget produksi tertentu dengan mendapatkan keuntungan, akan tetapi lestari (dibatasi oleh ketat volume). Modal
kerja
normal
dalam
praktek
pengusahan
akan
ditetapkan
berdasarkan target volume kegiatan untuk masing-masing jenis kegiatan pengelolaan hutan. Misalnya untuk inventarisasi hutan sekian ha atau sekian M3, untuk tebangan sekian ha, untuk pembukaan wilayah hutan (PWH) sekian km. Tiap jenis kegiatan akan dibagi lagi menjadi komponenya yaitu upah pekerja, bahan material dan lain-lainnya. 3. Modal Kerja Variabel Modal kerja variabel di sini dikaitkan dengan variabel terhadap fungsi waktu. Modal kerja variabel yang sangat berkaitan dengan pengusahaan hutan adalah modal kerja variabel musiman. Hal ini memang sesuai dengan kegiatan pengusahaan atau pengelolaan hutan yang dipengaruhi oleh musim. Sebagai contoh adalah kegiatan tanaman akan banyak dilakukan pada musim hujan, sebaliknya kegiatan pemanenan hasil akan banyak dilakukan pada musim kemarau atau kering. Volume kegiatan akan mempengaruhi besarnya modal kerja yang diperlukan. Untuk dapat mengetahui besamya modal kerja variabel dan ketetapan tata waktu kegiatan bulanan sesuai dngan pertimbangan musim di atas. Oleh sebab itu keperluan modal kerja variabel tidak dapat dirata-rata sehingga hasilnya sama sepanjang waktu. Disamping itu modal kerja variabel yang telah diperinci ke dalam komponen juga dapat digunakan dalam pertimbangan antara lain persediaan uang kas untuk upah kerja, pembelian material dan lain sebagainnya.
Hal-hal yang khusus secara musiman yang umum berlaku di Indonesia misalnya adanya THR (Tunjangan Hari Raya) yang akan dibagi pada waktu khusus (pada waktu akan han Raya Idul Fitri 1 Syawal. 4. Modal kerja Siklis dan Modal Kerja Darurat. Sesuai dengan namanya untuk jenis kerja ini penetapannya didasarkan pada pengalaman perusahaan di massa lalu atau kemampuan perusahaan didalam meramal keadaan dimasa yang akan datang. Meskipun hal ini merupakan sesuatu yang tidak pasti, sebaiknya apabila ada kemampuan perlu ada dana cadangan untuk keperluan di atas. 5.2.
Perputaran modal kerja Modal kerja selalu dalam keadaan operasi atau berputar dalam perusahaan
selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Periode perputaran modal kerja (working capital turnover period) dimulai dan saat di mana kas dalam komponen-komponen modal kerja sampai saat di mana kembali lagi menjadi kas. Makin pendek periode tersebut berarti makin cepat perputarannya atau makin tinggi tingkat perputarannya (turnover rate-nya). Berapa lama periode perputaran modal kerja adalah tergantung kepada berapa lama periode perputaran dan masing-masing komponen dan modal kerja tersebut. Untuk suatu unit perusahaan hutan dengan asumsi kegiatan kelestarian telah dilaksakan maka modal kerja diperlukan untuk melaksanakan kegiatan sedangkan kas merupakan sesuatu yang tidak mempunyai hubungan pengaruh langsung khususnya terhadap faktor waktu. Didalam praktek dapat terjadi pada suatu bulan tertentu hanya terjadi pembelanjaan modal kerja dan pada bulan tersebut tidak ada penjualan kayu sehingga tidak ada aliran kas masuk. Di dalam keadaan tertentu untuk menjamin ketelitian pengaturan modal kerja cukup dengan tata waktu bulan, mungkin harus dalam mingguan (misalnya apabila gaji atau upah dibayar mingguan). 5.3
Penentuan besarnya kebutuhan modal kerja Besar kecilnya kebutuhan modal kerja terutama tergantung kepada 2 faktor,
yaitu: 1. Periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja, dan 2. Pengeluaran kas rata-rata
Dengan jumlah pengeluaran setiap harinya yang tetap, tetapi dengan makin lamanya periode perputarannya, maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan adalah makin besar. Demikian pula halnya dengan periode perputaran yang tetap, dengan makin besarnya jumlah pengeluaran kas setiap harinya, kebutuhan modal kerjapun makin besar. Periode perputaran atau perode terikatnya modal kerja adalah merupakan keseluruhan atau jumlah dan periode-periode yang meliputi jangka waktu pembelian kredit beli, lama penyimpanan barang mentah di gudang, lamanya proses produksi, lamanya barang jadi disimpan di gudang dan jangka waktu penerimaan piutang. Sedangkan pengeluaran setiap harinya merupakan jumlah pengeluaran kas rata-rata setiap harinya untuk keperluan pembelian bahan mentah, bahan pembantu, pembayaran upah buruh, dan biaya-biaya lainnya. Apabila perusahaan hanya menjalankan usaha satu kali saja maka kebutuhan modal kerja hanya sebesar modal kerja yang dikeluarkan selama satu periode perputaran saja. Tetapi pada umumnya perusahaan didirikan tidak dimaksudkan untuk menjalankan satu kali saja, melainkan untuk seterusnya dan dimana setiap han ada aktivitas usaha. Bagi perusahaan yang disebutkan terakhir ini dengan sendirinya kebutuhañ modal kerjanya tidak cukup hanya sebesar apa yang diperlukan selama satu periode perputaran saja, melainkan sebesar jumlah pengeluaran setiap harinya dikalikan dengan periode perputarannya. 5.4.
Investasi Dalam Kas
Aliran kas dalam perusahaan Setiap perusahaan dalam menjalankan usahanya selalu membutuhkan kas. Kas dibutuhkan baik untuk membiayai operasi perusahaan sehari-hari maupun untuk mengadakan investasi baru dalam aktiva tetap. Pengeluaran kas perusahaan dapat bersifat terus menerus atau kontinyu, misalkan pengeluaran kas untuk pembelian bahan rnentah, pembayaran upah buruh dan gaji, dan lain sebagainya. Tetapi disamping itu ada juga aliran kas keluar (cash outflow) yang bersifat tidak kontinyu atau bersifat intermittent misalnya pengeluaran untuk pembayaran bunga, deviden, pajak penghasilan atau laba, pembayaran angsuran hutang, pembelian kembali saham perusahaan, pembelian aktiva tetap dan lain sebagainya. Disamping aliran kas keluar ada juga aliran kas masuk (cash inflow) di dalam perusahaan. Seperti halnya pada cash outflow, pada cash inflow pun terdapat aliran kas yang bersifat kontinyu dan yang bersifat intermittent.
Aliran kas masuk yang bersifat kontinyu misalkan aliran kas yang berasal dari hasil penjualan produk secara tunai, penerimaan piutang, dan lain sebagainya. Sedangkan aliran kas masuk yang berasal dari penyertaan pemilik perusahaan, penjualan saham, penerimaan kredit dan bank, penjualan aktiva tetap yang tidak terpakai, dan lain sebagainya. Penerimaan dan pengeluaran kas dalam perusahaan akan berlangsung terus selama hidupnya perusahaan. Dengan demikian aliran kas itu bagaikan darah yang terus menerus mengalir dalarn tubuh perusahaan yang memungkinkan perusahaan itu perusahaan itu melangsungkan hidupnya. Kelebihan dari aliran kas masuk terhadap aliran kas keluar merupakan saldo kas yang akan ditahan di dalam perusahaan. Besarnya saldo kas ini akan mengalami perubahan dan waktu ke waktu karena berbagai faktor. Jumlah saldo kas yang ada di dalam perusahaan akan meningkat apabila aliran masuknya yang berasal dan penjualan tunai dan piutang yang terkumpul lebih besar daripada aliran kas keluar untuk bahan mentah, tenaga kerja, biaya lain dan pajak. Perubahan dalam tingkat harga juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap aliran kas di dalam perusahaan. Perubahan politik marketing, keputusan di bidang produksi, kebijaksanaan di bidang pembelian dan di bidang personalia juga mempunyai efek terhadap aliran kas dalam perusahaan. Adanya kebijaksanaan untuk mengadakan advertensi secara besar-besaran berarti akan mengakibatkan adanya aliran kas yang segera keluar, sementara efek dan pengeluaran itu belum dirasakan sampai saat ini dimana adanya tambahan cash inflow yang berasal dari kenaikan sales. Kebijaksanaan dalam menaikkan produksi dengan membeli aktiva tetap barn juga mempunyai efek di dalam aliran kas dalam perusahaan. Di sinipun segera ada aliran kas keluar secara sekaligus sedangkan aliran kas masuknya sebagai akibat dan bertambahnya produksi dan sales tidak sebanyak aliran kas keluarnya, demikian pula dalam politik pembelian akan mempunyai efek terhadap aliran kas. Untuk mandapatkan discount perusahaan sering mengadakan
pembelian
dalam
jumlah
besar.
Apabila
semula
perusahaan
mengadakan pembelian bahan mentah setiap kali pembelian untuk kebutuhan selama satu bulan, kemudian mengubah kebijakannya dengan melakukan pembelian sekaligus untuk memenuhi kebutuhan selama empat bulan setiap kali pembelian, maka hal ini akan sangat berpengaruh terhadap aliran kas dalam perusahaan. Juga dalam bidang personalia, apabila semua pembayaran gaji dilakukan setiap bulan kemudian diubah menjadi dua kali setiap bulannya, maka hal ini akan mengakibatkan adanya aliran kas keluar yang lebih cepat. Dengan demikian maka perimbangan
antara aliran kas masuk dengan aliran kas keluar baik dalam kuantitas maupun waktunya akan menentukan besamya saldo kas dalam perusahaan pada suatu saat. Didalam perusahaan hutan saldo kas akan berubah dan waktu ke waktu sesuai dengan aliran kas masuk dari hasil penjualan dan aliran kas keluar dari kas yang diperlukan untuk membiayai kegiatan pengelolaan hutan. Contoh kasus dalam kegiatan perusahaan hutan dapat bervariasi pada perusahaan hutan profit center organization seperti Perhutani. Seperti diketahui Perum Perhutani secara keseluruhan terdiri atas altematif sumber dana, dan makin banyaknya alternatif sumber dana berarti kita dapat melakukan pemilihan sumber dana yang biayanya paling rendah. Sebaliknya dengan mengetahui jauh sebelumnya bahwa akan ada surplus kas yang besar, maka jauh sebelumnya sudah dapat direncanakan bagaimana menggunakan kelebihan dana tersebut secara efisien. Budget kas dapat disusun untuk periode bulanan atau kwartalan. Pada dasarnya budget kas dapat di bedakan dalam dua bagian yaitu: 1. Estimasi penerimaan-penerimaan kas yang berasal dari hasil penjualan tunai, piutang yang terkumpul, penerimaan bunga, devident, hasil penjualan aktiva tetap, dan penerimaan- penerimaan lain. Estimasi pengeluaran kas yang digunakan untuk pembelian bahan mentah pembayaran
hutang-hutang,
pembayaran
upah
buruh,
pengeluaran
untuk
penjualan, biaya administrasi dan umum, pembayaran bunga, deviden, pajak, premi asuransi, pembeli aktiva tetap, dan pengeluaran lain. Dengan mengadakan estimasi penerimaan dan pengeluaran selama periode tertentu bahwa berbagai perusahaan rnenyusun budget kas dalam bentuk yang berbeda-beda, meskipun sebenarnya maksudnya adalah sama, yaitu budget kas disusun agar supaya pimpinan perusahaan dapat mengetahui: 1. Kemungkinan posisi kas sebagai hasil rencana operasinya perusahaan. 2. Kemungkinan adanya surplus atau devisit karena rencana operasinya perusahaan. 3. Besarnya dana beserta saat-saat kapan dana itu dibutubkan untuk menutup defisit kas. 4. Saat-saat kapan kredit itu dibayar kembali. Penyusunan budget kas biasanya dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: 1. Menyusun estimasi penerimaan dan pengeluaran menurut rencana operasional perusahaan. Transaksi-transaksi di sini merupakan transaksi operasional
(operating transaction). Pada tahap ini dapat diketahui adanya defisit atau surplus karena rencana operasinya perusahaan. 2. Menyusun perkiraan atau estimasi kebutuhan dana atau kredit dan bank atau sumber-sumber dana lainnya yang diperlukan untuk menutup defisit kas karena rencana operasinya perusahaan juga disusun estimasi pembayaran bunga kredit tersebut beserta waktu pembayarannya kembali. Transaksi-transaksi disini merupakan transaksi finansial (fInancial transaction). 3. Menyusun kembali keseluruhan penerimaan dan pengeluaran setelah adanya transaksi finansial, dan budget kas yang final ini merupakan gabungan dari transaksi operasional dan transaksi operasional dan transaksi finansial yang menggambarkan estimasi penerimaandan pengeluaran kas keseluruhan. Sebagai contoh Perum Perhutani mempunyai 3 unit (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan masing-masing unit terdiri atas beberapa KPH. Dan model ini apabila ada KPH tertentu pada suatu saat dalam keadaan minus, maka untuk sementara dapat dibantu keperluan kas dan KPH yang mempunyai saldo kas yang surplus. Pada kasus tertentu memang suatu KPH tertentu memang dalam keadaan minus karena potensi hutannya, perlu ada subsidi secara tetap dan KPH lain. Definisi tetap ini juga dapat bersifat dinamis dalam arti subsidi ditentukan selama beberapa tahun., sesudah itu karena sudah surplus subsidi akan dicabut. Contoh kasus lain dalam suatu KPH menjual dengan kredit kepada beberapa pembeli, maka aliran kas masuk akan dipengaruhi oleh kontrak kerja yang menyangkut jadwal waktu penjualan atau penyerahan kayu. Apabila suatu saat terjadi surplus kas sangat besar, dapat dilakukan deposito jangka pendek. Pada kasus lain karena tidak ada aliran kas masuk, terpaksa dilakukan hutang jangka pendek sambil menunggu pembayaran (piutang) dalam bentuk kas. Seorang manajer keuangan harus mampu meramal secara akurat mengenai aliran kas masuk dan kas keluar dan juga memperhitungkan resiko yang terjadi apabila terjadi penyimpangan serta alternatif usaha yang harus ditempuh. Hal lain misalnya pembayaran upah tenaga kerja, seperti biaya apabila normal diberikan satu kali dalam setiap bulan. Tetapi kalau ada kesulitan dalam aliran kas masuk, dapat saja dibayarkan separuh gaji (50%) lebih dahulu, sedangkan 50% lagi masih dapat ditunda sambil menunggu aliran kas masuk yang mungkin dapat direalisasi dalam waktu kurang dari setengah bulan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya persediaan kas minimal Kas adalah salah satu unsur modal kerja yang paling tinggi tingkat likuiditasnya. Makin besar jumlah kas yang ada didalam perusahaan berarti makin tinggi tingkat likuiditasnya. ini berarti perusahaan mempunyai resiko yang lebih kecil untuk tidak dapat memenuhi kewajiban finansialnya. Tetapi ini tidak berarti bahwa perusahaan harus mempertahankan persediaan kas yang sangat besar, karena makin besarnya kas
makin
banyak
uang
yang
menganggur
sehingga
akan
memperkecil
profitabilitasnya. Sebaliknya kalau perusahaan hanya mengejar profitabilitas saja akan berusaha agar semua persediaan kasnya dapat diputarkan atau dalam keadaan bekerja. Kalau perusahaan menjalankan tindakan tersebut berarti menempatkan perusahaan dalam keadaan illikuid apabila sewaktu-waktu ada tagihan. Untuk menentukan berapa sebaiknya kas yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan, belum ada standar ratio yang bersifat umum. Namun demikian ada beberapa standar tertentu yang dapat dijadikan pedoman dalam menentukan jumlah kas yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan. Jumlah kas pada suatu saat dapat dipertahankan dengan besarnya jumlah aktiva lancar ataupun hutang lancar. H.G. Guthman menyatakan bahwa jumlah kas yang harus dipertahankan dalam suatu perusahaan yang well finance hendaknya tidak kurang dari 5% sampai 10% dari jumlah aktiva lancar. Jumlah kas dapat pula dihubungkan dengan jurnlah penjualannya atau salesnya. Perbandingan antara jumlah sales dengan jumlah kas rata-rata menunjukkan tingkat perputaran kas (cash turnover). Makin tinggi turnover ini makin baik, karena ini berarti makin tinggi tingkat efisiensi penggunaan kasnya. Tetapi cash turnover yang berlebih-lebihan tingginya dapat berarti bahwa jumlah kas yang tersedia adalah terlalu kecil untuk volume sales yang bersangkutan. Seperti halnya pada inventory dan piutang, pada kaspun terdapat persediaan besi atau persediaan minimal ialah apa yang disebut safety cash balance atau persediaan besi kas. Dimaksudkan sebagai persediaan besi kas adalah jumlah minimal dan kas yang harus dipertahankan oeh perusahaan agar dapat memenuhi kewajiban finansialnya sewaktu-waktu. Persediaan besi kas ini merupakan unsur atau inti permanen dan kas. Besarnya persediaan kas minimal ini berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan Iainnya. Adapun faktorfaktor yang mempengaruhi besar kecilnya persediaan besi kas suatu perusahaan dapatlah disebutkan terutama: 1. Perimbangan antara aliran kas masuk dengan aliran kas keluar Adanya perimbangan yang baik mengenai kuantitas maupun timming antara cash inflow dengan cash outflow dalam suatu perusahaan berarti bahwa
pengeluaran kas baik mengenai jumlahnya maupun waktunya dapat dipenuhi dan penerimaan kasnya sehingga perusahaan tidak perlu mempunyai persediaan besi kas yang besar. Adanya perimbangan tersebut antara lain disebabkan karena adanya kesesuaian antara syarat pembelian dengan syarat penjualan. ini berarti bahwa pembayaran hutang akar dapat dipenuhi dengan kas yang berasal dari pengumpulan piutang. Pembayaran-pembayaran untuk pembelian bahan mentah, pembayaran upah buruh, dan lain-lain, diharapkan dapat dipenuhi dengan kas yang berasal dari hasil penjualan produknya. 2. Penyimpangan terhadap aliran kas yang diperkirakan. Untuk menjaga likuiditas, perusahaan perlu membuat perkiraan atau estimasi mengenai aliran kas di dalam perusahannya. Apabila aliran kas senyatanya selalu sesuai dengan dengan estimasinya, maka perusahaan tersebut tidak menghadapi kesukaran
likuiditas.
Bagi perusahaan ini tidak
perlu
mempertahankan persediaan besi kas yang besar. Sebaliknya perusahaan yang aliran kasnya sering mengalami penyimpangan yang merugikan dan yang diestimasikan, perlulah perusahaan ini mempertahankan adanya persediaan besi kas yang agak besar. Penyimpangan yang merugikan dalam aliran kas keluar misalnya karena adanya pemogokan, banjir, angin puyuh dan bencana alam lainnya, adanya penubahan peraturan pemerintah mengenai upah buruh, sehingga perusahaan harus sering mengadakan pengeluaran ekstra. Penyimpangan yang merugikan dalam aliran kas masuk misalnya kegagalan langganan untuk memenuhi kewajiban finansialnya. Bagi perusahaan yang sering mengalami penyimpangan yang merugikan dalam aliran kasnya dirasakan perlu untuk mempertahankan adanya persediaan kas yang relatif besar dibandingkan dengan perusahaan lain yang tidak sering mengalami peristiwa seperti tersebut di atas. 3. Adanya hubungan yang baik dengan bank-bank Apabila pimpinan suatu perusahaan telah berhasil dapat membina hubungan
yang
baik
dengan
bank
akan mempermudah
baginya
untuk
mendapatkan kredit dalam menghadapi kesulitan finansialnya, baik yang disebabkan karena adanya peristiwa yang tidak diduga maupun yang dapat diduga sebelumnya. Bagi perusahaan ini tidak perlu mempunyai persediaan besi yang besar.
Budget Kas Budget kas adalah estimasi terhadap posisi kas untuk suatu periode tertentu yang akan datang. Penyusunan budget kas bagi suatu perusahaan sangatlah penting artinya bagi penjagaan likuiditasnya. Dengan menyusun budget kas akan dapat diketahui kapan perusahaan akan dalam keadaan defisit kas atau surplus kas karena operasi perusahaan. Dengan mengetahui akan adanya defisit kas jauh sebelumnya, maka dapatlah direncanakan sebelumnya penentuan sumber sumber dana yang akan digunakan untuk menutup defisit tersebut. Karena masih cukupnya waktu maka terdapat lebih banyak alternatif sumber dana, dan makin banyaknya altematif sumbër dana berarti kita dapat melakukan pemilihan sumber dana yang biayanya paling rendah. Setiap unit perusahaan hutan harus mempunyai budget kas sesuai dengan Rencana Karya Tahunan/Rencana Teknik Tahunan dan rencana kegiatan pendukung lainnya. Selanjutnya disusun budget kas bulanan dengan mempertimbangkan rencana penjualan dan belanja kegiatan sesuai dengan rencana tata waktu pelaksanaannya. Sebagai contoh perkiraan arus kas penjualan kayu dan Perum Perhutani dapat direncanakan dari kegiatan penjualan lelang besar, lelang kecil, DBT (dibawah tangan), penjualan dengan sistem kontrak dll yang didasarkan atas tata waktu. Demikian pula halnya dengan arus kas keluar direncanakan sesuai dengan jenis pekerjaan menurut waktu dan tempat dan besarnya komponen keperluan kas: upah gaji tetap karyawan, upah tenaga kerja langsung, keperluan kas untuk pemberian material, operasional kendaraan dll. Dari sini dapat dipelajari perkiraan perjalanan kas masuk/kas keluar, terjadinya surplus/minus saldo kas setiap waktu/bulan sehingga apabila terjadi misalnya saldo minus di KPH tertentu yang bersifat sementara dapat segera melapor kepada kepala unit untuk alternative pemenuhan dana kas yang diperlukan. Atau dapat terjadi pada KPH tertentu saldo kas umumnya permanen. Deteksi dini terhadap keperluan dana kas sangat penting karena dapat menyebabkan terjadinya masalah konflik .dengan karyawan. Dan selanjutnya pada perusahaan dengan skala menengah-besar keperluan kas mencakup dana cukup besar. Sebagai contoh yang paling penting misalnya penyediaan kas untuk membayar gaji karyawan harus tersedia cukup menurut waktunya sehingga tidak terjadi keterlambatan realisasi pembayarannya. Dalam keadaan mendesak dapat dilakukan hutang jangka pendek untuk pemenuhan kas untuk membayar gaji pegawai.