BAB IV PEMBAHASAN
4.1.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Polres Gorontalo Kota adalah merupakan institusi kepolisian yang berada
dibawah komando Kepolisian Daerah yang satuannya setingkat Polres, namun Polres biasanya terletak diwilayah Kota setiap Ibu Kota Provinsi. Polres dipimpin oleh Kepala yang disebut Kapolres. Kepolisian Resort Gorontalo Kota terletak diwilayah hukum Polres Gorontalo Kota karena masih menaungi seluruh wilayah Gorontalo. A. Visi dan Misi Polres Gorontalo Kota 1) Visi Dalam mengantisipasi tantangan kedepan menuju kondisi yang diinginkan Polres Gorontalo Kota sebagai lembaga penegak hukum dalam melaksnakan tugas, fungsi, dan wewenangnya sesuai dengan ketentuan undang - undang yang berlaku menetapkan visi yaitu Polres Gorontalo Kota sebagai aparat pelindung, pengayom, dan pelayanan masyarakat bersama seluruh komponen masyarakat bertekad ikut serta membangun Kota Gorontalo dalam menciptakan keamanan dan ketertiban untuk mewujudkan supremasi hukum, menghormati hak asasi manusia, dan menjunjung tinggi etika moral menuju masyarakat yang aman, damai, dan sejahtera.
Adapun visi ini dilakukan sebagai bagian dari perancangan strategis yang merupakan langkah penting dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenangnya, sehingga hal ini sangat penting bagi kelangsungan lembaga itu sendiri yang akan datang. 2) Misi Untuk mewujudkan visi diatas, Polres Gorontalo Kota telah menetapkan misi sebagai sarana untuk menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dengan harapan agar seluruh pegawai dan pihak - pihak lainnya dapat mengenal Lembaga Polri pada umumnya dan Polres Gorontalo Kota pada khususnya. Disamping itu untuk mengetahui apa peran serta program - program dan hasil yang akan diperoleh dimasa yang akan datang. Adapun misi yang ditetapkan oleh Polres Gorontalo Kota sebagai berikut : a. Memberikan jaminan rasa aman, tertib, tentram, dan damai sehingga masyarakat bebas dari rasa takut dan rasa khawatir baik secara fisik maupun psikis. b. Memberikan penyuluhan dan bimbingan dibidang penegakan hukum serta upaya - upaya keamanan dan ketertiban kepada masyarakat sehingga memiliki kesadaran yang tinggi dan rasa patuh dibidang hukum serta aturan - aturan yang ada. c. Menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap mengindahkan nilai - nilai lokal yang hidup dan
terpelihara
dilingkungan
masyarakat
dalam
kerangka
Negara
Kesatuan Republik Indonesia. d. Mempolopori
usaha - usaha dalam
rangka
meningkatkan
kesejateraan hidup masyarakat serta berkoordinasi bersama instansi terkait dengan tetap menjaga indentitas sebagai aparat penegak hukum. e. Menjaga serta memelihara perilaku dalam tata pergaulan masyarakat dengan menghindari hal - hal yang dapat merugikan misi Polri serta merusak citra kesatuan. f. Meningkatkan kemampuan baik individu serta kesatuan dalam rangka pelaksaan tugas serta menjaga gairah kerja dengan memperhatikan kesejateraan dan kebutuhan dasar personil. Sebelum peneliti membahas pada inti permasalahan yang akan disajikan, berikut adalah gambaran struktur organisasi yang berada diwilayah hukum Polres Gorontalo Kota sangat berperan dalam hal penanganan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh Mahasiswa.
STRUKTUR ORGANISASI POLRES KOTA GORONTALO
STRUKTUR SATUAN RESKRIM POLRES KOTA GORONTALO
4.2 Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Tawuran Mahasiswa Oleh Penyidik Polri Di Gorontalo Kota. Mahasiswa adalah individu yang terdidik yang mengenyam pendidikan diperguruan tinggi. Mereka adalah manusia - manusia yang dianggap sangat berperan dalam rangka melanjutkan tongkat estafet pembangunan di Negara kita. Betapa penting seorang mahasiswa sehingga runtutan sejarah perubahan di Negara kita ini semuanya digerakan oleh mahasiswa seperti yang kita kenal mahasiswa angkatan 1928, mahasiswa angkatan 1945, mahasiswa angkatan 1966, dan mahasiswa angkatan 1998. Masih segar dalam ingatan kita peristiwa runtuhnya kekuasaan orde baru dengan aktor utamanya keluarga cendana yang berkuasa lebih kurang 32 tahun harus tumbang diakibatkan demo besar - besaran yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa jabodetabek. 1 Terlepas dari sisi positif seorang mahasiswa banyak pula terdapat sisi negative yang turut mempengaruhi pola pikir mereka. Tidak jarang terjadi hal - hal yang tidak terpuji yang dilakukan oleh seorang mahasiswa seperti tindak pidana criminal dan lain sebagainya. Hal ini tentu menjadi bahan pikiran kita bersama terutama lembaga pendidikan dalam hal ini perguruan tinggi untuk lebih memperhatikan pola pengajaran dan bimbingan kepada mahasiswa. Hal ini sangat perlu karena mahasiswa adalah insan yang terdidik dan dianggap sangat kompoten. Sangat disayangkan mereka banyak yang terjerumus
1
A. Prasentyantoko.2001.Gerakan Mahasiswa dan Demokrasi Di Indonesia.Jakarta : PT.Alumni. Hlm 41.
kedalam tindak pdana kriminal seperti kekerasan, tawuran, pencurian, dan lain sebagainya. Banyak
berita
baik
media
masa
cetak
maupun
elektronik
memberitakan tawuran antar fakultas didalam satu Universitas atau bahkan tawuran mahasiswa antar kampus yang mengakibatkan kerugian yang sangat besar dari pihak kampus diakibatkan gedung - gedung dimana tempat terjadinya tawuran rusak akibat terkena lemparan batu. Pada tanggal 3 Oktober 2011 terjadi tawuran mahasiswa antar fakultas tekhnik dan fakultas pertanian yang mengakibatkan terbakarnya gedung laboratorium pertanian. Dari data kepolisian Resort Gorontalo Kota tawuran ini melibatkan kurang lebih 100 orang. Diakibatkan karena sulitnya pihak kepolisian menentukan pelaku, maka pihak Universitas membentuk tim pencari fakta untuk mengusut kejadian ini. Setelah dilakukan pencarian fakta maka ditemukanlah 12 orang pelaku tawuran yang diduga terlibat dalam peristiwa tersebut. Dari 12 orang tersebut yang terlibat menurut tim pencari fakta maka terdapatlah dua orang yang diduga melakukan tindak kriminal pengrusakan yang kemudian ditindaklanjuti dengan laporan pada pihak kepolisian oleh Universitas Negeri Gorontalo. Hal ini dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 1 DATA PERKARA TAWURAN TAHUN 2011 s/d 2013 DI KOTA GORONTALO
NO
1
NO.LP
LP/738/ X/2011/PGTO/RES-GTLO
PERKARA
PERKEMBANGAN HASIL
TAWURAN
TAHAP II
PU
LP/744/X/2011/PGTO/RES-GTLO
TAWURAN/
TAHAP II
PU
TGL 4 OKTOBER 2011
PEMBAKAR
TGL 3 OKTOBER 2011
2
AN
Dari table ini dapat diketahui bahwa terdapat 2 orang mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo yang terlibat tawuran. Hal ini dapat diketahui melalui 2 Nomor registrasi. Kasus ini menunjukkan terdapat 2 orang terlapor yang melakukan kasus tawuran dengan 2 kasus yang berbeda yaitu tawuran dan tawuran disertai dengan pembakaran. Perkembangan kasus ini sudah berada pada tahap 2. Pada dasarnya di Kota Gorontalo terdapat beberapa perguruan tinggi yang tersebar secara merata di wilayah Kota Gorontalo seperti Universitas
Negeri Gorontalo, STAIN Sultan Amai Gorontalo, Universitas Ichsan Gorontalo, Stia Bina Taruna Gorontalo, Politeknik Gorontalo, Politekes Gorontalo, Kharisma Gorontalo. Dari semua Universitas di atas terdapat tiga Universitas yang sangat menonjol di tinjau dari segi jumlah mahasiswanya. Yaitu Universitas Negeri Gorontalo, STAIN Sultan Amai Gorontalo, dan Universitas Ichsan Gorontalo. Dari ketiga Universitas tersebut Universitas Negeri Gorontalo adalah Universitas terbesar di Kota Gorontalo bahkan di Provinsi Gorontalo dengan jumlah mahasiswanya lebih kurang dua puluh lima ribu. Sepanjang sejarah Provinsi Gorontalo berdiri, dari semua Universitas di atas hanya Universitas Negeri Gorontalo yang melakukan tawuran terbuka dan besa - besaran. Hal itu perlu di maklumi, karena Universitas Negeri Gorontalo adalah Universitas terbesar dengan jumlah mashasiswa yang besar, berasal dari berbagai suku, etnis, agama, budaya. Hal ini menyebabkan masuknya kasus tawuran sangat mudah akibat di tunjang oleh kultur yang berbeda yang menyebabkan terjadinya perbedaan karakter. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diwilayah hukum Polres Gorontalo Kota bahwa kasus tawuran hanya ditangani oleh 4 orang penyidik hal itu dapat diketahui melalui tabel dibawah ini.
Tabel 2 DATA JUMLAH PENYIDIK DI POLRES GORONTALO KOTA
No
Nama Penyidik
Keterangan
1.
AIPDA Vendrik Utiarahaman
Penyidik
2.
BRIPKA Risdiyanti Bay
Penyidik
3.
BRIPTU Binrod Sitongkir
Penyidik pembantu
4.
Briptu Erik R. Pala
Penyidik pembantu
Berdasarkan tabel ini dapat dijelaskan bahwa terdapat empat orang penyidik dengan rincian dua orang penyidik dan dua orang penyidik pembantu. Dari hasil penelitian peneliti dapat diketahui bahwa proses penegakan hukum diwilayah hukum Polres Gorontalo Kota oleh penyidik dilakukan melalui beberapa langkah yaitu : a.) Penangkapan Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa penangkapan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan pendidikan atau penuntutan
dan atau peradilan
dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang - undang. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir ke 20 Undang - Undang No. 8 Tahun 1981
tentang KUHP “ Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyedikan atau penuntutan dan atau peradian dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang - undang ini.” Mengenai penangkapan terhadap mahasiswa pelaku tawuran ini berikut petikan wawancara peneliti dengan penyidik tawuran, AIPDA Vendri Utiarahman pada tanggal 19 Juli 2013 Pukul 10.00 wita mengatakan bahwa ” Penangkapan yang dilakukan oleh penyidik terhadap pelaku tindak pidana tawuran mahasiswa diupayakan harus sesuai dengan KUHP. Hal ini untuk menjaga kredibilitas dunia kepolisian. Selain itu sikap mahasiswa yang kritis, meskipun tidak jarang untuk menangkap para pelaku terkadang dilakukan dengan kekerasan ”.
2
Lebih lanjut dikatakan oleh BRIPKA Risdianti Bay
pada tanggal 19 Juli 2013 sebagai penyidik pembantu mengatakan bahwa “ Pada dasarnya proses penangkapan dilakukan sesuai dengan ketentuan KUHP, tetapi pada saat penangkapan banyak yang melakukan berlawanan sehingga tindak kekerasanpun tidak dapat dihindarkan tetapi kami dari kepolisian akan berusaha menghindari hal - hal seperti itu“. 3 Berikut ini dapat disajikan data tentang perlakuan penyidik Polri diwilayah hukum Polres Gorontalo Kota terhadap mahasiswa tawuran yang melakukan kekerasan.
2 3
Kutipan wawancara AIPDA Vendri Utiarahman pada tanggal 19 Juli 2013 Kutipan wawancara BRIPKA Risdianti Bay pada tanggal 19 Juli 2013
Tabel 3 DATA TENTANG PERLAKUAN PENYIDIK POLRES GORONTALO KOTA SAAT MELAKUKAN PENANGKAPAN
NO.
Perlakuan Penyidik
Frekuensi
Prosentase (%)
1.
Melakukan Kekerasan
7
58,3%
2.
Tidak melakukan kekerasan
5
41,6%
12
100%
Jumlah
Data ini dapat dijelaskan bahwa, Pada saat penangkapan tindak pidana tawuran di Universitas Negeri Gorontalo pada tahun 2011 sebanyak 12 orang tersangka pada saat dilakukan penangkapan 7 diantaranya melakukan kekerasan dengan prosentase 58,3 % dan 5 orang diantaranya tidak melakukan kekerasan dengan prosentase 41,6 % berdasarkan data ini maka dapat disimpulkan masih terjadi kekerasan pada saat penangkapan yaitu 58,3 %, angka ini menunjukan banyaknya pelaku kekerasan yaitu 7 orang dari 12 pelaku. Sedangkan 41,6 % menunjukan 5 orang dari 12 pelaku tawuran.
b.) Penahanan Dalam
melakukan
penahanan
penyidik
selalu
berusaha
mempertimbangkan aspek perundang - undangan. Menurut Pasal 1 butir ke 21 Undang - Undang No 8 Tahun 1981 tentang KUHP menyatakan bahwa “penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum, atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang - undang ini.” Hal senada juga disampaikan oleh penyidik BRIPTU Binrod Situngkir pada tanggal 19 Juli 2013 mengatakan bahwa “ Penahanan ini dilakukan oleh penyidik dalam rangka untuk mempermudah proses penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam rangka mencari bukti dalam upaya mempercepat proses hokum selain itu untuk meminimalisir kejadian - kejadian yang tidak diinginkan seperti pelaku melarikan diri. Jika hal ini terjadi maka proses penyidikan akan mengalami hambatan dan akan memperlambat proses hukum ”. 4 c.) Penyitaan Barang Bukti Menurut Pasal 1 butir ke ( 16 ) Undang - Undang No 8 Tahun 1981 tentang KUHP menyatakan bahwa “penyitaan barang bukti adalah serangkaian penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan 4
Kutipan wawancara BRIPTU Binrod Situngkir pada tanggal 19 Juli 2013
peradilan ”. Berikut hasil wawancara kami pada tanggal 19 Juli 2013 dengan Bapak BRIPTU Erik R.Pala mengatakan bahwa “ Penyitaan barang bukti adalah upaya dari penyidik dalam hal ini pihak kepolisian bertujuan untuk menjaga hilangnya jejak pencarian masalah yang dilakukan oleh penyidik terhadap terpidana. Selain itu barang bukti ini menjadi senjata yang ampuh bagi penyidik untuk mengetahui masalah - masalah berikutnya “.
5
Hal senada juga dikatakan oleh AIPDA Vendrik Utiarahman pada tanggal 19 Juli 2013 mengatakan bahwa “ Barang bukti yang diamankan oleh pihak penyidik seperti pisau, pentungan, bom molotov, dan barang - barang yang ada hubungannya dengan kasus tawuran. “ Hilangnya barang bukti ataupun sengaja dihilangkan oleh terpidana akan menyulitkan proses pencarian pencarian masalah berikutnya oleh penyidik. Oleh karena itu penyitaan barang bukti oleh penyidik adalah hal yang sangat urgen dalam rangka pengembangan proses penyidikan. Adapun barang bukti yang disita adalah, alat pelontar batu, gedung yang dibakar, Bom Molotov, dan sejata tajam. d.) Proses Penegakan Hukum oleh Penyidik Kepolisian Proses penegakan hukum dikepolisian adalah pelaku tawuran setelah ditangkap maka kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap mereka. Setelah cukup bukti maka dilakukan penahanan awal selama 20 hari didalam sel Polres Gorontalo. Selesai menjalani penahanan Selama 20 hari, maka oleh karena penyidikan belum rampung, maka penahan tersangka diperpanjang selama 40 hari. Alasan diperpanjang masa penahanan adalah untuk melengkapi berkas perkara tindak pidana tawuran mahasiswa sebelum berkas 5
Kutipan wawancara BRIPTU Erik R.Pala pada tanggal 19 Juli 2013
perkaranya diserahkan ke jaksa dan selanjutnya untuk disidangkan dalam pengadilan. Selain itu berkas perkara membantu pihak - pihak yang terkait dalam institusi hukum dalam mengambil dan memutuskan perkara pidana. Karena penelitian ini hanya meneliti penegakan hukum oleh penyidik kepolisian, maka hal - hal yang berhubungan dengan vonis adalah bukan domain kepolisian. Penyidik polri hanya melakukan penyidikan berupa penangkapan, penahanan, penyitaan barang bukti dan selanjutnya proses hukum menjadi domain kejaksaan dan pengadilan.
4.3
Faktor - faktor yang Mempengaruhi belum Efektifnya Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Tawuran Mahasiswa. Untuk menjelaskan faktor - faktor yang mempengaruhi belum efektifnya penegakan hukum terhadap tindak pidana tawuran mahasiswa, peneliti akan menganalisa dan membahas hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah - masalah yang mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Masalah pokok daripada penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor - faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor tersebut. Adapun faktor - faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah sebagai berikut : a. Faktor Penegak Hukum Faktor penegak hukum memang merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membangun supermasi hukum yang berkualitas. Pengambilan
keputusan atau penegakan hukum, harus membutuhkan penyidik yang berkualitas dan paham betul dengan seluk beluk penegakan hukum, dalam hal ini satuan Serse. Kualitas dari satuan Serse ini sangat dibutuhkan mengingat ruang lingkup kerja Kepolisian diwilayah hukum Polres Gorontalo Kota sangat luas. Hal ini membutuhkan satuan Serse yang berkualitas dan kepabilitasnya terjamin. Dalam hasil wawancara peneliti dengan Bapak Kapolres Gorontalo Kota AKBP Andry Triaspoetra, SIK terungkap pada tanggal 19 Juli 2013 bahwa “ memang dalam menangani kasus semacam ini masih ada anggota kepolisian yang masih belum memahami tentang tugas dan tanggung jawabnya terutama dalam satuan Serse, meskipun setiap tahunnya pihak Polres selalu berusaha menaikkan kualitasnya “. Hal yang sangat menarik perhatian peneliti dalam masalah ini adalah belum adanya satuan khusus yang menangani masalah tawuran mahasiswa akibatnya masih banyak terjadi ketimpangan dalam penyelesaian kasusnya. Akibatnya masih ada pihak yang dirugikan dalam penanganan kasus seperti ini. Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi hukum guna menjamin pentaatan terhadap ketentuan yang ditetapkan tersebut, penegakan hukum adalah cara suatu proses untuk mewujudkan keinginan hukum. Pada dasarnya inti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan menghubungkan nilai - nilai yang terjabarkan dalam kaidah - kaidah yang
mantap dan mengejewantahkan dan sikap sebagai rangkain penjabaran nilai tahap akhir
untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan
kedamaian pergaulan hidup. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Polres Gorontalo Kota, peneliti mencatat bahwa belum efektifnya penegakan hukum terhadap tindak pidana tawuran mahasiswa karena dipengaruhi 3 faktor yaitu faktor penegak hukum merupakan faktor pertama yang sangat berpengaruh terhadap efektifnya penegakan hukum terhadap tindak pidana tawuran yang dilakukan oleh mahasiswa. Menurut analisa peneliti, aparat hukum dalam hal ini kepolisian dinilai lamban dalam hal memperjuangkan penegakan hukum yang baik. Seharusnya aparat penegak hukum yang profesional harus menunjukkan sikap yang baik sebagai wujud pengayom atau pelindung bagi masyarakat. Mahasiswa yang seharusnya mendapat perlindungan hukum akan hak - haknya tetapi justru mendapatkan tindakan sewenang - wenang dari aparat kepolisian yang telah diberikan amanah oleh aturan perundang - undangan yang berlaku. b. Faktor Budaya Hukum Budaya hukum sendiri lebih pada sarana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana supaya hukum tersebut digunakan atau dihindari dan disalah gunakan. Hal inilah yang sering tampak oleh mata kita dalam proses berkehidupan berbangsa dan bernegara, disadari atau tidak hal yang terbaik yang seharusnya dilakukan adalah meminimalisir perbuatan yang melanggar hukum demi terwujudnya keamanan dan ketentraman.6
6
Soerjono soekanto.2004. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta : PT. Raja Raja Grafindo Persada. Hlm 37.
Budaya melanggar hukum memang tidak dapat dihindarkan ditengah hingar bingarnya kehidupan oleh karena itu sikap ini harus diminimalisir dalam rangka menciptakan masyarakat yang taat dan berbudaya hukum. c. Faktor indenvendensi Penegak Hukum Faktor ini sangat diperlukan dalam rangka menghasilkan keputusan hukum yang berkualitas. Hal ini untuk menghindari kerugian dari keduabelah pihak akibat keputusan hakim yang berat sebelah. Selain itu faktor indenvendensi Penegak Hukum sekarang ini menjadi hal utama dan teraktual yang sering diberitakan sekarang ini tidak jarang dalam salah satu kasus pihak yang benar akan menjadi salah dan pihak yang salah akan dibenarkan. Berikut hasil wawancara kami dengan Bapak Vendrik Utiarahman sebagai penyidik pembantu mengatakan, “ Carut marutnya penegakan hukum dewasa ini diakibatkan oleh faktor indenvendensi penegak hukum yang tidak lagi memperhatikan aspek hukum dan perundang – undangan “. Dewasa ini banyak diberitakan bahwa seorang hakim akan berani mati - matian membela klainnya hanya karena bayaran yang tinggi bukan karena hukum. Oleh karena itu, sering kita temukan banyak masyarakat yang tidak mau meperjuangkan hak - hak hukumnya hanya karena takut tidak memiliki keuangan yang cukup. Hal ini dipengaruhi oleh kehawatiran mereka terhadap indenvendensi seorang penegak hukum. d. Faktor Sosialisasi Faktor sosialisasi, faktor ini sangat penting sebagai bahan informasi awal bagi masyarakat dalam rangka untuk menambah pengetahuan hukum sehingga masyarakat tidak gagap menerima putusan hukum. Hal ini
dianggap perlu untuk mengurangi rasa pesimis masyarakat terhadap proses penegakan hukum yang berkualitas. Faktor sosialisasi ini menjadi hal yang sangat vital dalam rangka untuk mengembalikan citra hukum dilingkungan masyarakat. Sebab disadari atau tidak arus informasi yang bersifat negatif seringkali mengkambing hitamkan hukum. Dalam sosialisasi ini menjadi kesempatan yang baik bagi institusi hukum untuk mengembalikan citra hukum agar supaya tetap berwibawa dilingkungan masyarakat dan memberikan rasa nyaman bagi masyarakat bahwa hukum masih menjadi hal yang dibutuhkan dalam rangka memperjuangkan hak -hak masyarakat. e. Faktor Pengetahuan Faktor pengetahuan, seorang penegak hukum harus memiliki ilmu pengetahuan yang memadai terutama mengenai pengetahuan hukum. Hal ini sangat berguna dalam penanganan hukum untuk setiap perkara ataupun tindak pidana. Pengetahuan penegak hukum adalah masalah yang sangat urjen bagi seorang pengadil. Sebab harus mengetahui, mempertimbangkan, dan memberikan putusan sesuai dengan hukum dan perundang - undangan. Bisa dibayangkan seorang penegak hukum yang tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai butir - butir hukum maka tentulah setiap keputusannya akan bias dan menjadikan pihak terpidana akan rugi diakibatkan oleh ketidak mengertian seorang aparat hukum dalam memutuskan perkara. Disadari ataupun tidak keputusan aparat hukum yang salah akan berdampak negatif terhadap citra lembaga peradilan dalam menghasilkan keputusan - keputusan berdasarkan perundang - undangan.
Hukum menjadi sebuah komoditi yang sangat dibutuhkan dalam rangka menjaga stabilitas kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Gorontalo pada khusunya. Dengan adanya penegakan hukum yang memperhatikan aspek perundang - undangan dan menerapkannya sesuai koridor yang telah ditentukan akan membangkitkan semangat kepercayaan masyarakat kepada hukum dan menjadikan masyarakat merasa terlindungi oleh hukum itu sendiri. Lingkungan yang stabil dan kondusif menjadikan masyarakat menjadi taat hukum dan norma - norma yang telah diatur oleh Undang - Undang. Demikian halnya dalam masalah tawuran mahasiswa dengan menerapkan hukum yang benar, maka akan tercipta suasana perguruan tinggi yang aman, kondusif sehingga menimbulkan dan membangkitkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum.