BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
4.1. Mineralisasi Urat Arinem Carlile dan Mitchell (1994) menyatakan bahwa endapan urat epitermal dan stockwork di Indonesia umumnya terkonsentrasi pada busur kepulauan Sunda-Banda bagian barat dan Kalimantan Tengah. Di daerah lain hanya terbatas di Sulawesi Utara dan busur kepulauan Sunda-Banda bagian timur. Endapan urat epithermal dan stockwork ini umumnya terbentuk pada batuan vulkanik andesitik dan beberapa berkaitan dengan batuan intrusi berumur Miosen Tengah – Pliosen (Gambar 4.1).
Gambar 4.1. Penampang yang mengilustrasikan endapan emas low-sulphidation di beberapa daerah di busur kepulauan Sunda-Banda bagian barat (Carlile dan Mitchell, 1994). Studi Alterasi dan Mineralisasi Emas Berdasarkan Analisis Petrografi Conto Inti Pemboran Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
50
BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
Sedimen terinterkalasi terdapat tidak jauh di atas basement di Sumatera dan Jawa sedangkan basement yang hadir di bawah urat Cirotan adalah Gabro dan Basalt (Gambar 4.1). Selanjutnya Carlile dan Mitchell (1994) mengelompokkan tipe urat di Indonesia menjadi beberapa kategori yaitu:
Kuarsa-adularia-kalsit di Gunung Pongkor dan Lebong Donok yang memiliki kandungan base metal dan sulfida yang rendah. Urat dan stockwork di Bolangitang, Lanut, dan Masuparia (adularia tidak hadir) memiliki karakter umum yang sama. Urat Gn. Muro juga menunjukkan karakter yang sama walaupun telah mengalami erosi yang sangat kuat dan menunjukkan kandungan base metal dan karbonat yang lebih tinggi.
Kuarsa-rhodonit-rhodokrosit terdapat di daerah Mangani, Cirotan, Cikotok, Lebak Sembada, dan kemungkinan Salida dan Doup, yang memiliki kandungan sulfida dan base metal yang tinggi. Urat kuarsa pada tipe ini menunjukkan mineralogi yang kompleks, sering terdapat tellurida dan selenida. Kandungan karbonat dan base metal umumnya meningkat seiring kedalaman dan konsentrasi base metal yang tinggi dalam urat umumnya berasosiasi dengan breksiasi hidrotermal. Urat Arinem termasuk dalam kelompok urat kuarsa-rhodonit-rhodokrosit karena dari
analisa kadar yang dilakukan PT. Aneka Tambang, Tbk menunjukkan kandungan untuk unsur Pb, Zn, dan Cu yang relatif tinggi, adanya penambangan liar mineral galena (base metal) disekitar daerah penelitian juga membuktikan bahwa urat Arinem termasuk dalam tipe urat kuarsa-rhodonit-rhodokrosit. Namun, urat Arinem memiliki kondisi yang sama seperti yang juga terdapat pada daerah Cikondang, Lebong Tandai, juga Cikotok dan Gn. Jampang, dimana kehadiran rhodonit dan rhodokrosit yang relatif kecil atau tidak ada sama sekali. Emas disebagian besar endapan low sulphidation di Indonesia hadir umumnya sebagai elektrum, kadang sebagai mineral tunggal pada zona oksidasi, mungkin juga terdapat di dalam pirit dan arsenopirit, dan sering berasosiasi dengan tellurida, selenida, dan sulfosalts (Carlile dan Mitchell, 1994). Rasio perak terhadap emas (Ag/Au) memiliki variasi yang beragam dan mungkin memiliki zonasi secara vertikal dan lateral di dalam satu endapan. Studi Alterasi dan Mineralisasi Emas Berdasarkan Analisis Petrografi Conto Inti Pemboran Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
51
BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
Nama
Batuan samping
Tipe
Gangue
Mineralisasi
Ag:Au
Perkiraan Dimensi (m) Horz Vert
Perkiraan Kandungan Au(t) Ag(t)
Kelian
Tuf, sedimen, dan andesit Miosen
Fracture dissemin ated
Carb+Qtz
High Sulphide Au Carbonat and base metal event
2:1
N/A
600
176.40
N/A
Gunung Pongkor
Andesit dan basalt Miosen
Urat
Qtz-adulcal
10:1
1000
>300
102.00
972.00
Cikotok
Tuf andesitik dan sedimen
Urat
Qtz-rhod
>25:1
1000
100
7.80
216.80
Cirotan
Tuf andesitik, sedimen, dan gabro Lempung, batupasir, dan andesit
Urat dan breksia
Qtz-rhod
>25:1
950
300
6.75
168.87
Urat
Qtz-rhod
Low sulphide Low base metals Electrum Low sulphide Low base metals Electrum Complex sulphides Base metals at depth Gal-sph-py Complex sulphides Base metals Pyrh-sph-gal-cpy-asp
>25:1
400
450
6.20
248.30
Breksi dan andesit
Urat
Qtz
Mangani
Cikondang
Referensi
Van Leeuwen, dkk., (1990) Van Leeuwen (1994) Basuki, dkk (1994) Carlile dan Sitorus (unpublished) Carlile dan Sitorus (unpublished) Van Bemmelen (1949) Kavalieries, dkk (1987) L. Kirk (1992)
High sulphide 3:1 >2000 >250 7.96 18.25 Base metals Sph-py-gal-asp-cpy Ciarinem Andesit, Urat Qtz-Cal Complex sulphides ------Piroklastik Base metals, electrum Py-sph-gal-cpy Tabel 4.1. Karakteristik beberapa endapan epitermal low sulphidation di Indonesia oleh Carlile dan Mitchell (1994) dan perbandingannya dengan urat Arinem (kolom yang kosong membutuhkan data dan pengujian lebih lanjut). Qtz: kuarsa, Cal: kalsit, Pyrh: pirhotit, Py: pirit, Sph: spalerit, Gal: galena, Cpy: kalkopirit, Asp: arsenopirit. Studi Alterasi dan Mineralisasi Emas Berdasarkan Analisis Petrografi Conto Inti Pemboran Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat. 52
BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
Rasio yang tinggi (25: 1) umumnya terdapat pada tipe urat kuarsa-rhodonit-rhodokrosit sedangkan rasio 10:1 umumnya ditemukan pada tipe kuarsa-adularia-kalsit seperti pada Gunung Pongkor. Untuk urat Arinem sendiri rasio perbandingan perak terhadap emas masih membutuhkan penelitian dan pengujian terhadap kadar serta perhitungan cadangan secara umum, namun bila mengacu kepada kesamaan tipe urat Arinem dengan tipe urat kuarsa-rhodonitrhodokrosit, maka kemungkinan rasio yang dimiliki urat Arinem tidak akan jauh berbeda yaitu >20:1. Sedangkan temperatur pembentukan mineralisasi di urat Arinem dan endapan epithermal low sulphidation lain di Indonesia umumnya berkisar antara 190-290°C dengan pengecualian terhadap Kelian dimana termperatur pembentukan mineralisasi berkisar 300-330°C (Van Leeuwen, 1994). Hal ini didasarkan pada hasil penelitian beberapa peneliti terdahulu dengan menggunakan inklusi fluida dan melihat kehadiran himpunan mineral ubahan yang hadir. 4.2. Studi Paragenesa Paragenesa dalam konteks mineralisasi adalah suatu metode untuk menentukan uruturutan waktu pembentukan dari asosiasi mineral atau beberapa mineral yang berbeda dengan mengidentifikasi jenis mineral dan karakteristik tekstur yang hadir pada suatu lingkungan pengendapan (Craig dan Vaughan, 1994). Paragenesa ini juga sebagai alat bantu untuk mengestimasi kondisi kesetimbangan dari pembentukan mineral bijih. Penentuan paragenesa ini walaupun tidak terlalu vital dalam tahapan ekstraksi dan eksploitasi tetapi memiliki manfaat yang penting dalam menjelaskan sejarah geologi dari pengendapan mineral bijih dan kemungkinan juga memiliki manfaat dalam eksplorasi. Untuk menentukan paragenesa maka diperlukan analisa detail dari sayatan poles (mineragrafi) dengan bantuan mikroskop cahaya pantul. Hal-hal yang perlu diidentifikasi dalam melakukan paragenesa mineral bijih adalah pertama dengan mengidentifikasi jenis mineral (fasa) yang hadir, kemudian mengidentifikasi tekstur yang ada, dan terakhir mendiagnosa kenampakan mineral berdasarkan urut-urutan waktu dari gabungan dua tahap sebelumnya. Beberapa metode yang dapat digunakan menurut Craig dan Vaughan (1994) dalam mengidentifikasi paragenesa mineral bijih adalah sebagai berikut: 1. Morfologi Kristal dan Hubungan Batas Butir Bentuk dari suatu individu kristal dan kenampakan kontak antara butir yang saling berdekatan sering kali dijadikan sebagai kriteria dalam penentuan paragenesa. Secara umum, Studi Alterasi dan Mineralisasi Emas Berdasarkan Analisis Petrografi Conto Inti Pemboran Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
53
BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
kristal euhedral diinterpretasikan sebagai mineral yang terbentuk lebih dahulu dan tumbuh tanpa mengalami gangguan. Hal ini berarti mineral dengan morfologi cekung terbentuk lebih awal dari mineral dengan morfologi cembung yang ada didekatnya. Interpretasi sederhana seperti itu sering kali benar walaupun terkadang harus digunakan secara hati-hati. Tentu saja banyak mineral terbentuk secara euhedral mengindikasikan bahwa mineral tersebut tumbuh pada tempat terbuka (open space), seperti pada urat. Contoh, kalsit, kuarsa, fluorit, sphalerit, kasiterit, pirit, galena, dan kovelit akan tumbuh sempurna bila tidak ada gangguan dari luar. Bila ditemukan overgrowth pada kristal tersebut dengan kristal yang lain maka kristal yang berbentuk euhedral lah yang terbentuk lebih dahulu.
Foto 4.2. a: foto sampel yang dilakukan analisa mineral bijih memperlihatkan kehadiran mineral pirit, galena dan kuarsa. b: penampang bawah permukaan yang memperlihatkan posisi pengambilan sampel pada sumur BCAN 4. Terlihat bahwa sampel diambil pada zona propilitik. c: foto sayatan mineragrafi yang memperlihatkan mineral pirit (subhedral) yang berwarna kuning digantikan oleh galena (anhedral) yang berwarna putih. d: mineral euhedral pirit (kuning) hadir setelah gangue mineral karena mengisi open space. Studi Alterasi dan Mineralisasi Emas Berdasarkan Analisis Petrografi Conto Inti Pemboran Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
54
BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
2. Hubungan Potong Memotong (crosscutting). Dalam studi mineralogi, seperti halnya studi geologi lapangan, hubungan potong memotong merupakan kunci dalam interpretasi paragenesa. Urat atau kenampakan sejenis yang memotong urat yang lain adalah lebih muda dari pada urat yang dipotong, kecuali urat yang dipotong tersebut telah mengalami penggantian. Pada Foto 4.3 c dan d memperlihatkan kenampakan urat halus pirit hadir setelah urat kuarsa.
Foto 4.3. a: foto sampel yang dilakukan analisa mineral bijih memperlihatkan kehadiran mineral pirit dan kuarsa. b: penampang bawah permukaan yang memperlihatkan posisi pengambilan sampel. Terlihat bahwa sampel diambil pada zona propilitik. c, d: foto sayatan mineragrafi yang menunjukkan urat halus pirit memotong kuarsa yang hadir sebelumnya. Menandakan bahwa pirit hadir setelah kuarsa.
Studi Alterasi dan Mineralisasi Emas Berdasarkan Analisis Petrografi Conto Inti Pemboran Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
55
BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
3. Penggantian (Replacement) Replacement merupakan tekstur yang sangat penting dalam studi paragenesa. Sangat jelas bahwa mineral yang digantikan lebih tua dibanding mineral yang menggantikan. Karena replacement umumnya merupakan sebuah reaksi kimia pada permukaan kristal, maka replacement biasanya dimulai dari luar batas butir / mineral atau sepanjang rekahan menuju kedalam kristal (Foto 4.4.c dan Foto 4.4.d). Secara umum, selama replacement tahap lanjut terjadi, mineral yang digantikan menunjukkan bentuk yang cekung sedangkan mineral yang menggantikan menunjukkan bentuk yang cembung dan kemudian akan meninggalkan sisa mineral yang berbentuk pulau didalam matriks.
Foto 4.4. a: foto sampel berupa urat kuarsa yang memperlihatkan kehadiran mineral bijih sulfida, b: penampang bawah permukaan yang memperlihatkan posisi pengambilan sampel pada sumur BCAN 6, c: kovelit (biru) hadir menggantikan kalkopirit (kuning terang) yang sebelumnya hadir menggantikan spalerit (abu - abu), d: penggantian oleh galena (putih) terhadap pirit (kuning).
Studi Alterasi dan Mineralisasi Emas Berdasarkan Analisis Petrografi Conto Inti Pemboran Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
56
BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
4. Kembaran (Twinning) Kehadiran kembaran pada mineral bijih sangat penting dalam interpretasi paragenesa dan sejarah deformasinya. Kembaran dapat terbentuk selama pembentukan awal dari mineral tersebut, selama inversi, atau sebagai hasil dari deformasi. Karena pembentukan kembaran merupakan fungsi dari temperatur dan derajat saturasi fluida di dalam mineral bijih, maka kehadiran kembaran pada beberapa mineral bijih yang khas dapat membantu dalam merekonstruksi paragenesanya. 5. Exsolution Exsolution merupakan kenampakan yang umum pada beberapa tipe mineral dan sangat berguna dalam penentuan paragenesa. Exsolution akan memberikan pola yang khas seperti pola lamellae yang ditunjukan oleh mineral pentlandit di dalam mineral pirhotit atau pola mirmekitik oleh stibarsen pada arsenik atau antimoni. 4.3. Tekstur Mineral Bijih Urat Arinem Pembentukan dan pertumbuhan awal dari mineral bijih dan gangue mineral dibanyak tipe pengendapan terjadi pada open space atau rekahan yang disebabkan oleh disolusi ataupun sesar (Craig dan Vaughan, 1994). Pengendapan mineral bijih pada open space dapat membentuk satu individu mineral utuh dan sering terbentuk sempurna (euhedral) atau membentuk tekstur intergrowth oleh beberapa mineral sekaligus (Foto 4.5.a). Pada Foto 4.5.a tersebut terlihat mineral kalkopirit, galena, dan sphalerit saling tumbuh bersamaan dalam open space yang dikelilingi oleh mineral gangue yang kemungkinan kuarsa sehingga terlihat ada yang menggantikan satu sama lain. Tekstur intergrowth yang ditunjukkan oleh mineral kalkopirit, sphalerit, dan galena pada sampel WIDM 2 Urat Arinem di sisi lain dapat membingungkan bila kita mencoba untuk merekonstruksi paragenesanya. Hal ini tentu tidak menjadi penghambat dalam merekonstruksi paragenesa selama kita mengetahui ciri-ciri dari tekstur intergrowth ini. Berbeda dengan tekstur open space filling berupa urat halus kalkopirit diantara kuarsa yang kemudian digantikan oleh mineral kovelit yang paragenesa dapat dibuat dengan mudah.
Studi Alterasi dan Mineralisasi Emas Berdasarkan Analisis Petrografi Conto Inti Pemboran Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
57
BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
Foto 4.5. Tekstur intergrowth (a), “chalcopyrite disease” (b), open space filling (c), dan tekstur hancuran/deform tekstur (d) hadir pada urat Arinem. a: sampel WIDM 2, b: sampel WIDM 7, c: sampel WIDM 1, d: sampel WIDM 8.
Tekstur yang khas ditunjukkan oleh Foto 4.5.b, berupa tekstur yang dihasilkan oleh proses pendinginan (Craig dan Vaughan, 1994). Craig dan Vaughan menjelaskan bahwa mineral bijih hadir pada temperatur yang relatif tinggi. Bila temperatur terus menurun selama proses pendinginan maka mineral sulfida, sulfosalt, native metal, akan mengalami kesetimbangan kembali secara komposisi dan tekstur membentuk tekstur baru yang khas seperti yang dicontohkan oleh intergrowth mineral kalkopirit dan sphalerit. Dalam banyak tipe pengendapan mineral bijih, kalkopirit yang ada di dalam sphalerit sering kali membentuk pola acak tersebar atau membentuk orientasi baris yang teratur. Pola yang disebut “chalcopyrite disease” yang diperkenalkan oleh Barton dan Bethke (1987) sering kali dianggap sebagai proses exsolution kalkopirit terhadap sphalerit selama proses pendinginan, padahal penelitian detail oleh kedua peneliti tersebut dan beberapa percobaan lain membuktikan bahwa kalkopirit tidak akan muncul didalam sphalerit dalam jumlah yang signifikan bila temperatur di atas 500°C. Data ini, dan observasi lain pada pembentukan bijih Zn-Pb dalam karbonat (suhu 100-150°C) yang Studi Alterasi dan Mineralisasi Emas Berdasarkan Analisis Petrografi Conto Inti Pemboran Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
58
BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
mengandung kalkopirit dalam sphalerit menyatakan bahwa exsolution (fungsi temperatur) bukan penyebab dari intergrowth kalkopirit-sphalerit. Bukti lain adalah Foto 4.5.b diatas yang menghasilkan “chalcopyrite disease” terbentuk pada tipe mineralisasi vulkanogenik yang tidak termetamorfosa dengan kondisi temperatur antara 200-350°C. Jadi “chalcopyrite disease” merupakan tekstur yang memperlihatkan tumbuh bersama antara sphalerit dan kalkopirit. Sedangkan Foto 4.5.d memperlihatkan tekstur hancuran pada pirit yang disebabkan oleh kuarsa yang datang kemudian. Kenampakan ini bisa dijadikan bantuan untuk merekonstruksi paragenesa yang ada di daerah penelitian. 4.4. Paragenesa Mineral Bijih Urat Arinem Delapan buah sampel sayatan poles (mineragrafi) diambil secara acak untuk mengetahui paragenesa di urat Arinem. Sampel diambil tidak hanya di bagian urat tetapi juga di bagian batuan yang telah mengalami ubahan hidrotermal dan tidak mengandung urat. Untuk menentukan paragenesa mineral bijih maka terlebih dahulu ditentukan jenis mineral bijih yang hadir dan juga tekstur yang muncul, kemudian analisa paragenesa mengacu pada metode dari Craig dan Vaughan (1994) seperti yang telah diuraikan di atas. Deskripsi dari setiap sampel dapat dilihat pada lampiran II. Mineral bijih yang hadir dari analisa mineragrafi adalah pirit, kalkopirit, sphalerit, galena, dan kovelit (Foto 4.6). Pada Foto 4.6.a terlihat adanya kehadiran kalkopirit (kuning terang) mengisi rekahan dalam sphalerit (abu-abu kecoklatan) menandakan kalkopirit hadir setelah sphalerit. Kalkopirit yang hadir kemudian digantikan oleh mineral kovelit yang berwarna biru pada sisi luarnya. Replacement kovelit terhadap kalkopirit menunjukkan kehadiran kovelit setelah kalkopirit dan sphalerit. Pada Foto 4.6.b kalkopirit yang berukuran sangat halus hadir sebagai inklusi didalam pirit yang berwarna kuning buram. Mineral gangue yang berwarna coklat (kemungkinan kuarsa) juga terlihat hadir menginklusi pirit. Dari delapan sampel yang dianalisa pirit hadir selalu lebih awal dibanding mineral bijih yang lain, namun selalu memperlihatkan jumlah yang dominan baik sebagai mineral tunggal atau berasosiasi dengan mineral lain dan bersama dengan galena, pirit dapat dilihat secara megaskopis. Foto 4.6.c dan 4.6.d memperlihatkan bahwa galena (putih) hadir setelah mineral pirit, sphalerit, dan kalkopirit.
Studi Alterasi dan Mineralisasi Emas Berdasarkan Analisis Petrografi Conto Inti Pemboran Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
59
BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
Pada kedua gambar tersebut galena hadir sebagai inklusi dan replacement terhadap pirit dan kalkopirit.
Foto 4.6. a: kalkopirit (kuning terang) mengisi rekahan dalam sphalerit (abu-abu kecoklatan) menandakan kalkopirit hadir setelah sphalerit. Replacement kovelit terhadap kalkopirit menunjukkan kehadiran kovelit setelah kalkopirit dan sphalerit, b: kalkopirit yang berukuran sangat halus (<30 µm) hadir sebagai inklusi didalam pirit yang berwarna kuning buram, c , d: galena (putih) hadir setelah mineral pirit, sphalerit, dan kalkopirit. Pada kedua gambar tersebut galena hadir sebagai inklusi dan replacement terhadap pirit dan kalkopirit
Studi Alterasi dan Mineralisasi Emas Berdasarkan Analisis Petrografi Conto Inti Pemboran Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
60
BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
Mineral
Stage 1
Stage 2
Stage 3
Stage 4
Stage 5 (Sekunder)
Pirit Sphalerit Kalkopirit Galena Kovelit Tabel 4.7. Paragenesa mineral bijih di daerah Arinem
Studi Alterasi dan Mineralisasi Emas Berdasarkan Analisis Petrografi Conto Inti Pemboran Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
61