BAB IV KESIAPAN BIRO PERJALANAN WISATA DALAM MELAKSANAKAN PERATURAN PERLINDUNGAN WISATAWAN DALAM PASOKAN JASA PARIWISATA OLEH BIRO PERJALANAN WISATA 4.1. Standarisasi Keamanan dan Keselamatan Wisatawan Yang wajib Dipenuhi oleh Biro Perjalanan Wisata Biro Perjalanan Wisata memiliki peran yang cukup penting dalam industri pariwisata yaitu sebagi penyelenggara kegiatan wisata. Dalam hal ini, wisatawan yang menggunakan jasa biro perjalanan wisata merasakan bahwa pihak yang bertanggung jawab terhadap keberadaan mereka selama berada di suatu daerah wisata adalah tanggung jawab Biro Perjalanan tersebut. Salah satu fokus penting yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha biro perjalanan wisata adalah perlindungan terhadap hak-hak wisatawan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yaitu : (a) informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata; (b) pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar; (c) perlindungan hukum dan keamanan; (d) pelayanan kesehatan; (e) perlindungan hak pribadi; dan (f) perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang beresiko tinggi. Dalam Pasal 20 huruf b undang-undang tersebut, dikatakan bahwa wisatawan berhak atas pelayanan kepariwisasataan sesuai dengan standar. Standar adalah kesepakatan-kesepakatan yang telah didokumentasikan, dimana didalamnya membahas tentang spesifikasi-spesifikasi teknis atau kriteria-kriteria yang akurat, 88
89
yang digunakan sebagai peraturan, petunjuk, atau definisi-definisi tertentu untuk menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai dengan yang telah dinyatakan.95 Berkaitan dengan standar tersebut, dalam Lampiran Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014, telah diatur dan dijelaskan tentang 38 unsur yang wajib dilengkapi oleh Biro Perjalanan Wisata, untuk mendapatkan Sertifikasi Usaha Jasa Perjalanan Wisata, yaitu : 1. Aspek Produk : a. BPW menyediakan minimum jasa pemesanan dan/atau penjualan : 1. Paket Wisata 2. Voucher Akomodasi 3. Tiket Perjalanan 4. Jasa Angkutan Wisata b. BPW menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) paket wisata, dan sekurangkurangnya 1 (satu) diantaranya adalah paket wisata buatan sendiri. c. Paket wisata yang diselenggarakan oleh BPW memuat minimum keterangan tentang : 1. Nama Paket Wisata 2. Durasi Perjalanan Wisata 3. Rute dan kegiatan perjalanan wisata (itinerary) 4. Harga Paket Wisata dalam mata uang Rupiah 5. Moda Transportasi 95
Anonim, Sekilas Mengenai ISO, http://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN_KEHUTANAN/INF O_VI02/V_VI02.htm, diakses tanggal 24 Feburari 2015.
90
6. Jenis Akomodasi 7. Perlindungan Asuransi perjalanan wisata bagi wisatawan d. BPW menyediakan jasa pengurusan paspor dan visa. e. BPW menggunakan jasa tenaga pemandu wisata mandiri atau menjadi bagian dari usaha jasa pramuwisata, berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Tenaga pemandu wisata tersebut memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku. 2. Dalam hal BPW menyelenggarakan paket wisata untuk wisatawan mancanegara, tenaga pemandu wisata tersebut mampu berbahasa asing sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh wisatawan mancanegara, atau sekurang-kurangnya mampu berbahasa inggris. 3. Tenaga pemandu wisata tersebut dilindungi asuransi perjalanan wisata. f. BPW mempekerjakan pimpinan perjalanan wisata (tour leader), berdasarkan ketentuan sebagai berikut : 1. Pimpinan perjalanan wisata dilengkapi dengan surat tugas dari BPW. 2. Pimpinan perjalanan wisata tersebut memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku. 3. Pimpinan perjalanan wisata tersebut memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku. 4. Dalam hal BPW menyelenggarakan paket wisata untuk wisatawan mancanegara, pimpinan perjalanan wisata tersebut mampu berbahasa
91
asing sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh wisatawan mancanegara, atau sekurang-kurangnya mampu berbahasa inggris. 5. Pimpinan perjalanan wisata tersebut dilindungi asuransi perjalanan wisata. Berkaitan dengan aspek produk yang dihasilkan oleh biro perjalanan wisata, terdapat suatu hubungan yang erat antara biro perjalanan wisata dengan pelaku usaha pariwisata lainnya, seperti perusahaan angkutan, perhotelan, bar dan restoran, objek wisata dan lain-lain. Pola hubungan tersebut dimulai dengan adanya kontrak atau kerjasama berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dimana dalam hubungan kerjasama tersebut, biro perjalanan wisata berperan sebagai pihak yang mempromosikan suatu usaha jasa pariwisata dan sebagai gantinya usaha jasa pariwisata akan memberikan imbalan atas kinerja biro perjalanan wisata tersebut. Perjanjian kerja sama antara biro perjalanan wisata dan pelaku usaha pariwisata lainnya, idealnya mengandung jangka waktu kerja sama, nilai kerja sama, hak dan kewajiban para pihak, serta syarat dan ketentuan dalam perjanjian yang biasanya memuat tentang kewajiban biro perjalanan wisata dalam memberikan data dan informasi yang lengkap mengenai calon wisatawan. Biro perjalanan wisata tidak boleh memberikan harga yang melebihi tarif yang telah ditentukan, sehingga dapat merugikan wisatawan dan pengusaha pariwisata atau syarat dan ketentuan lainnya yang telah disepakati oleh para pihak. Sebagaimana ditentukan dalam Lampiran Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 tersebut, dikatakan bahwa paket wisata yang diselenggarakan oleh biro
92
perjalanan wisata memuat minimum keterangan tentang nama paket wisata, durasi perjalanan wisata, rute dan kegiatan perjalanan wisata (itinerary), harga paket wisata dalam mata uang rupiah, moda transportasi, jenis akomodasi, dan perlindungan asuransi perjalanan wisata bagi wisatawan. Adanya kalimat “… memuat minimum keterangan tentang …”, menunjukkan kewajiban biro perjalanan wisata yang bertindak sebagai perantara antara pelaku usaha pariwisata dengan wisatawan, haruslah memberikan suatu informasi yang lengkap dan tepat dalam setiap paket wisata yang ditawarkan. Disamping itu, adanya kalimat tersebut juga menyatakan bahwa perlindungan dalam bentuk asuransi, bukanlah suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh biro perjalanan wisata. Berdasarkan pasal 20 huruf f Undang-Undang Kepariwisataan, dikatakan bahwa “setiap wisatawan berhak memperoleh perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang beresiko tinggi”. Selanjutnya dalam pasal 26 huruf e dan penjelasannya, disebutkan bahwa setiap pengusaha pariwisata berkewajiban untuk memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata yang memiliki resiko tinggi, seperti misalnya wisata selam, arung jeram, panjat tebing, permainan jet coaster, dan mengunjungi objek wisata tertentu, seperti melihat satwa liar di alam bebas. Menurut I.G.N. Parikesit Widiatedja, tujuan dari adanya perlindungan asuransi ini dilihat dari sudut liberalisasi jasa, dapat menjadi alternatif solusi untuk meningkatkan pendapatan pariwisata secara keseluruhan.96 Sehingga dapat
96
I.G.N. Parikesit Widiatedja, 2010, Liberalisasi Jasa dan Masa Depan Pariwisata Kita, Udayana University Press, Denpasar, h. 114.
93
disimpulkan bahwa, walaupun undang-undang maupun peraturan menteri tidak mewajibkan biro perjalanan wisata untuk melengkapi paket wisatanya dengan perlindungan asuransi, namun sebaiknya biro perjalanan wisata memiliki asuransi untuk dapat ditawarkan kepada wisatawan, sehingga akan memberikan rasa aman dan nyaman kepada wisatawan pengguna jasa biro perjalanan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Trevor C. Atherton dan Trudie A. Atherton yang menyatakan bahwa :97 “There are so many things which can and do go wrong for travellers. They may lose their baggage or have their money stolen, their travel plans may be disrupted or cancelled, causing losses, or they may suffer injury or illnesswhile away, thus incurring medical expenses. Although it is not compulsory for travellers to take out travel insurance, it is certainly advisable.” 2. Aspek Pelayanan a. Menerapkan Standard Operating Procedures (SOP) bagi pelaksanaan tamu di kantor BPW, yang meliputi : 1. Penyambutan kedatangan tamu. 2. Menerima dan melakukan panggilan telepon. 3. Pemberian penjelasan tentang produk yang disediakan/ditawarkan BPW. 4. Pemesanan dan/atau penjualan produk yang disediakan BPW. b. Menerapkan Standard Operating Procedures (SOP) dalam pelaksanaan perjalanan wisata, yang meliputi :
97
Trevor C. Atherton and Trudie A. Atherton, op.cit, h. 145.
94
1. Pelayanan bagi wisatawan oleh tenaga pemandu wisata dan/atau pimpinan perjalanan wisata selama perjalanan wisata. 2. Penanganan permasalahan dan keluhan yang muncul selama perjalanan wisata, oleh tenaga pemandu wisata, oleh tenaga pemandu wisata dan/atau pimpinan perjalanan wisata. 3. Permintaan oleh tenaga pemandu wisata dan/atau pimpinan perjalanan wisata kepada wisatawan untuk mengisi kuisioner untuk evaluasi perjalanan wisata. Adanya standarisasi dalam aspek pelayanan yang diberikan oleh Biro Perjalanan Wisata bertujuan agar setiap biro perjalanan wisata dapat memberikan standar pelayanan yang baik bagi wisatawan. Dalam buku yang berjudul International Tourism : A Global Perspective, dikatakan bahwa “A critical part of sustaining a quality destination is establishing standards of performance in tourism jobs and certifying workers who posses the skills meeting those standards.”98 Pelayanan adalah kunci utama dalam industri pariwisata. Keramahtamahan dan kejelasan informasi akan membuat wisatawan merasa aman dan nyaman saat menggunakan jasa pariwisata tersebut. Untuk dapat memberikan suatu pelayanan yang memuaskan, setiap pelaku usaha harus memahami karakter dan budaya wisatawan yang menggunakan jasanya. Menurut Merry Yudhistira, Assistant HR & GA Manager H.I.S Tour and Travel, dalam wawancara tanggal 22 Januari 2015, kendala dalam memberikan
98
World Tourism Organization, 1997, International Tourism : A Global Perspective, World Tourism Organization, Madrid, h. 347. (selanjutnya disebut World Tourism Organization III)
95
pelayanan yang memuaskan kepada wisatawan adalah adanya perbedaan budaya. Misalnya saja hal-hal yang wajar dan sopan terjadi di Indonesia ternyata dianggap tidak wajar atau tidak sopan di Negara lain. Oleh sebab itu, dalam menjalankan usaha di bidang pariwisata, pelaku usaha tidak hanya dituntut untuk memiliki keahlian dalam berbahasa asing, namun juga harus memiliki pen getahuan yang luas tentang budaya-budaya dalam suatu Negara. 3. Aspek Pengelolaan a. BPW memiliki tempat usaha/kantor yang terpisah dari kegiatan keluarga/rumah tangga : 1. Tempat usaha/kantor memiliki alamat yang jelas, nomor telepon dan faksimili, serta alamat e-mail yang masih berfungsi. 2. Tempat usaha/kantor terdiri dari ruang kerja dan ruang penerimaan tamu. 3. Tempat usaha/kantor dilengkapi dengan sarana, prasarana dan peralatan kantor yang memadai. b. BPW memiliki tata kelola perusahaan yang meliputi minimum : 1. Uraian mengenai struktur organisasi dan susunan pengurus yang memuat nama, jabatan dan uraian tugas setiap bagian. 2. Sistem penatausahaan secara tertib dan baik atas seluruh transaksi pemesanan dan/atau penjualan, serta surat menyurat yang terkait, yang dipelihara dan disimpan minimum selama 3 (tiga) tahun. c. BPW memiliki dan memelihara basis data yang memuat keterangan tentang nama, alamat, nomor telepon dan e-mail, yang meliputi :
96
1. Data pelanggan. 2. Data rekanan/pemasok jasa. 3. Pengusaha Daya tarik wisata. d. BPW memiliki rencana pengembangan usaha. e. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) : 1. Memiliki sertifikat kompetensi di bidangnya. 2. Melaksanakan program pengembangan SDM Penetapan standarisasi dalam aspek pengelolaan ini lebih difokuskan pada sistem administrasi dan manajemen yang dilakukan oleh suatu usaha biro perjalanan wisata. Dengan adanya sistem administrasi dan manajemen pengelolaan yang baik akan memudahkan pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya dengan baik. Dalam sektor pariwisata, aspek pengelolaan ini dikenal dengan prinsip tata kelola pariwisataan yang baik (Good Tourism Governance). Prinsip penyelenggaraan tata kelola kepariwisataan yang baik adalah adanya koordinasi dan sinkronisasi program antar pemangku kepentingan (stake holder), serta adanya partisipasi aktif yang terpadu dan saling menguatkan antara pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat setempat yang terkait. 99 Ciri dalam penyelenggaraan tata kelola kepariwisataan yang baik tersebut adalah berdasar pada prinsip-prinsip sebagai berikut :100
99
Bambang Sunaryo, op.cit, h. 77.
100
Bambang Sunaryo, op.cit, h. 78-80.
97
1.
Partisipasi Masyarakat Terkait Adanya
partisipasi
masyarakat
merupakan
faktor
penting
dalam
penyelenggaraan pariwisata. Dengan adanya partisipasi masyarakat untuk ikut
mengawasi
atau
mengontrol
penyelenggaraan
pariwisata
akan
memberikan manfaat yang besar bagi pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata. 2.
Keterlibatan segenap Pemangku Kepentingan Pemangku Kepentingan dalam hal ini adalah kelompok dan institusi lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelompok sukarelawan, Pemerintah Daerah, Asosiasi Industri Pariwisata, Asosiasi Bisnis, dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan serta yang akan menerima manfaat dari kegiatan kepariwisataan.
3.
Kemitraan Kepemilikan Lokal Pembangunan Kepariwisataan harus memberikan manfaat yang berkualitas kepada masyarakat setempat, sehingga dapat menunjang kepemilikan masyarakat local dalam berbagai usaha pariwisata.
4.
Pemanfaatan Sumber Daya secara berlanjut Kegiatan-kegiatan pembangunan pariwisata harus menghindari adanya penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (irreversible) secara berlebihan. Pembangunan Pariwisata harus mampu menjamin sumber daya alam dan buatan yang ada, dapat dipelihara dan diperbaiki sesuai dengan standar internasional yang berlaku.
98
5.
Mengakomodasikan aspirasi masyarakat Kepedulian terhadap aspirasi masyarakat sangat diperlukan, agar tercipta keharmonisan antara wisatawan, pelaku usaha, dan masyarakat setempat.
6.
Daya dukung lingkungan Setiap pembangunan dalam sektor pariwisata harus didasari dengan pertimbangan terhadap daya dukung lingkungan.
7.
Monitor dan Evaluasi Program Pemantauan dan evaluasi terhadap program-program yang telah dijalankan adalah mutlak diperlukan, sehingga pelaksanaannya harus meliputi skala internasional, nasional, regional, dan lokal.
8.
Akuntabilitas Lingkungan Penggunaan sumber daya yang ada harus dilakukan secara bertanggung jawab dan tidak dieksploitasi secara berlebihan.
9.
Pelatihan pada masyarakat terkait Pelatihan pada masyarakat terkait sebaiknya diarahkan pada topic yang membahas tentang pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan secara berkelanjutan, dan hal-hal yang berkaitan dengan wawasan keberlangsungan pembangunan kepariwisataan yang holistik.
10. Promosi dan Advokasi Nilai Budaya Kelokalan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan seharusnya bertujuan untuk mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas dan berkesan bagi wisatawan, sehingga dibutuhkan adanya program-program promosi dan advokasi penggunaan lahan, serta kegiatan yang mampu memperkuat identitas budaya setempat.
99
Disisi lain, dalam aspek pengelolaan ini pengembangan Sumber Daya Manusia juga menjadi suatu perhatian. Berkaitan dengan Sumber Daya Manusia tersebut, Bambang Sunaryo memberikan definisi khusus tentang Sumber Daya Manusia Pariwisata, yaitu : “Potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai mahluk sosial yang adaptif dan transformatif, yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan di bidang kepariwisataan.”101 Sementara itu, menurut Inskeep, Human Resources Planning terdiri dari:102 a. Evaluating the present utilization of human resources in tourism and identifying any existing problems and needs. b. Projecting the future human resources needed by estimating the number of personnel required in each category of employment and determining the qualification for each category of job. c. Evaluating the human resources available in the future. d. Formulating the education and training programs required to provide the requisite qualified human resources. Adanya perhatian khusus dalam hal pengembangan sumber daya manusia ini merupakan suatu kemajuan yang positif untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada wisatawan. Sehingga diperlukan adanya sertifikasi dan pelatihan-pelatihan kepada orang-orang yang bekerja di bidang pariwisata. Karena profesionalisme, keahlian yang efektif dan efisien, serta kesopanan sebagai karakteristik pelayanan tidak akan terjadi begitu saja tanpa adanya pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara terus-menerus.
101
Bambang Sunaryo, op.cit, h. 200.
102
World Tourism Organization III, op.cit, h. 342.
100
Apabila dikaji melalui Teori Perlindungan Hukum, adanya sertifikasi Biro Perjalanan Wisata dalam aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan ini merupakan suatu langkah preventif. Perlindungan Hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi dan perlindungan yang resprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan.103 Dengan menjalankan sertifikasi ini dengan benar, biro perjalanan wisata akan mampu mendukung peningkatan mutu pariwisata dalam aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan.
4.2. Kesiapan Biro Perjalanan Wisata dalam melaksanakan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi kreatif Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata Kesiapan sistem hukum nasional merupakan hal yang penting untuk dimiliki oleh suatu Negara yang berdasarkan atas hukum, dalam memasuki era globalisasi. Dalam suatu Negara, hukum tidak hanya berfungsi sebagai sarana ketertiban dan keamanan masyarakat serta stabilitas nasional. Karena hukum juga berperan sebagai sarana pembangunan nasional. Dengan kata lain, hukum merupakan transformasi masyarakat menuju struktur, organisasi, dan nilai-nilai kehidupan
103
Maria Alfons, 2010, Implentasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-Produk Masyarakat Lokal Dalam Prespektif Hak kekayaan Intelektual, Universitas Brawijaya, Malang, h. 18.
101
berbangsa dan bernegara dalam naungan Republik Indonesia yang pada saatnya bersamaan hidup dalam suasana globalisasi masyarakat dunia.104 Menurut Rouscoe Pound dalam bukunya yang berjudul An Intruduction to the Philosophy of law, hukum dikatakan sebagai suatu sarana perekayasaan masyarakat (Tool of Social Engneering) dan tidak sekedar sebagai alat penertiban masyarakat semata-mata, menurut Rouscoe Pound hukum memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Hukum bertujuan untuk mempertahankan kedamaian di dalam masyarakat. 2. Hukum bertujuan untuk mempertahankan status quo social yaitu dengan menempatkan manusia sesuai dengan “sophrosynenya“ masing-masing atau sesuai dengan bidang dan tempat masing-masing orang di dalam masyarakat, dengan ini dimaksudkan agar tidak terjadi bentrokan antar sesama warga masyarakat. 3. Hukum juga bertujuan untuk memungkinkan tercapainya perkembangan pribadi
secara
maksimum
baik
mengenai
kehendaknya
maupun
kewenangannya serta kemampuannya. 4. Hukum bertujuan untuk memenuhi sebanyak mungkin kebutuhan masyarakat.105 Berkaitan dengan pernyataan dari Rouscoe Pound, Mochtar Kusumaatmadja menyatakan, bahwa hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Hal ini didasarkan pada suatu anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban ini 104
Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Suatu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung.
h. 96. 105
ibid.
102
merupakan suatu hal yang diinginkan bahkan dipandang perlu. Lebih jauh lagi anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat adalah hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum yang memang berfungsi sebagai alat (pengatur) atat sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan.106 Dari konsep tentang hukum dan fungsi hukum, Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa, pembinaan hukum nasional harus diarahkan pada usaha-usaha : 1. Memperbaharui peraturan-peraturan hukum termasuk penciptaan yang baru dengan menyesuaikan pada tuntutan perkembangan jaman tanpa mengabaikan kesadaran hukum dalam masyarakat. 2. Menertibkan fungsi lembaga-lembaga hukum sesuai proporsisinya masing-masing. 3. Meningkatkan kemampuan dan kewajiban para penegak hokum 4. Membina kesadaran hukum dalama masyarakat dan membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah kearah penegakan hukum, keadilan serta perlindungan terhadap harkat manusia dan ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.107
106
Mochtarkusumaatmaja, 1976, Hukum Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina Cipta, Bandung, h. 183. 107
Johanes Ibrahim dan Lindawati Sewu, 2003, Hukum Bisnis : Dalam Persepsi Manusia Modern, Rafika Aditama, Bandung, h. 55.
103
Dalam kaitannya dengan pembangunan, Suryati Hartono menyebutkan ada 4 (empat) fungsi hukum dalam pembangunan yaitu :108 1. Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan 2. Hukum sebagai sarana pembangunan 3. Hukum sebagai sarana penegak keadilan, dan 4. Hukum sebagai sarana pendidikan Berdasarkan uraian fungsi hukum diatas, akan menjadi sangat relevan apabila fungsi hukum tersebut bermanfaat diterapkan dalam masyarakat. Impelementasi suatu ketentuan dapat berjalan efektif atau tidak efektif tergantung dari kesadaran hukum dari warga masyarakat itu sendiri. Ide tentang kesadaran warga masyarakat sebagai dasar sahnya hukum positif ditemukan dalam ajaran Rechtsgefuhl atau Rechtsbewustzijn yang intinya adalah bahwa tidak ada hukum yang mengikat warga masyarakat kecuali atas kesadaran hukumnya. Kesadaran hukum sering kali dikatikan dengan penataan hukum, pembentukan hukum dan efektifitas hukum. Adanya kesadaran hukum yang berkaitan dengan nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat, sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Soerjono Soekanto, bahwa masyarakat mentaati hukum karena sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini telah terjadi internalisasi hukum dalam masyarakat yang diartikan bahwa kaidah-kaidah hukum tersebut
108
Mushin dan Fadilah Putra, 2002, Hukum dan Kebijakan Publik, Averroes Press, Malang, h.
20.
104
telah meresap pada diri masyarakat. Terdapat 4 (empat) indikator kesadaran hukum dalam masyarakat, yaitu :109 1. Pengetahuan hukum Pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku tertentu yang diatur oleh hukum. Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perilaku yang dilarang atau perilaku yang diperbolehkan oleh hukum. Pengetahuan hukum erat kaitannya dengan asumsi bahwa masyarakat dianggap mengetahui isi suatu peraturan manakala peraturan tersebut telah diundangkan. 2. Pemahaman hukum Pemahaman hukum adalah sejumlah informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu, dengan kata lain pemahaman hukum dalah suatu pengertian terhadap isi dan tujuan dari suatu hukum tertentu baik tertulis maupun tidak tertulis serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut. 3. Sifat hukum Sikap hukum, suatu kecendrungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai suatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika itu ditaati.
109
Gede Agus Santiago, 2012, “Pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta Berkaitan Dengan Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Seni Karawitan Instrumental Bali”, (tesis) Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Udayana, h. 111-112.
105
4. Pola perilaku hukum Pola perilaku hukum merupakan hal utama dalam kesadaran hukum karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat. Berkaitan
dengan
pendapat
Soerjono
Soekanto
tersebut,
hadirnya
Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 yang baru ditetapkan pada tanggal 11 April 2014 ini menimbulkan reaksi positif dari pelaku usaha. Hal tersebut menunjukkan bahwa sudah adanya kesadaran hukum dari pemerintah maupun pelaku usaha terkait, untuk menetapkan suatu standar terhadap produk, pelayanan, dan pengelolaan dari usaha perjalanan wisata. Menurut Didik Widyatmoko yang merupakan Assesor kompetensi LSP Pariwisata, sisi positif dari hadirnya standar usaha ini adalah konsumen pengguna jasa perjalanan wisata tidak akan menjadi korban dari Biro Perjalanan Wisata ataupun Agen Perjalanan Wisata yang tidak jelas. Dengan adanya standar usaha perjalanan wisata, konsumen akan lebih merasa terlindungi dan menjadi yakin karena diurus oleh orang dan perusahaan yang kompeten dan mampu melayaninya dengan baik.110 Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 20 Februari 2015 dengan Monica Budiono, selaku Operational Manager Rama Duta Tour and Travel, dikatakan bahwa adanya permenparekraf tersebut merupakan hal yang baik, karena dengan adanya standar usaha yang jelas, biro perjalanan wisata dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para tamu. 110
Anonim, 2014, Terdapat 38 Unsur yang Diukur Dalam Standar Usaha Perjalanan Wisata, tersedia di website http://lsupariwisata.com/terdapat-38-unsur-yang-diukur-dalam-standar-usahaperjalanan-wisata/, diakses tanggal 22 Februari 2015.
106
Sementara itu, pendapat berbeda disampaikan oleh Carmelia Murwanti, selaku Branch Manager Bayu Buana Travel Management. Berdasarkan wawancara pada tanggal 25 Februari 2015, disampaikan bahwa menurutnya pemerintah kurang melakukan sosialisasi terhadap Permenparekraf ini. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam wawancara tanggal 23 Februari 2015 dengan Ida Bagus Suartana dari Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu (BPMPT) Provinsi Bali menyampaikan bahwa, kewenangan pengurusan perijinan usaha perjalanan wisata tidak lagi berada pada BPMPT Provinsi Bali, sebagaimana diatur
dalam
Peraturan
Menteri
Kebudayaan
dan
Pariwisata
Nomor
85/HK.501/MKP/2010 sampai dengan Nomor 97/HK.501/MKP/2010. Namun, hingga saat ini beberapa Pemerintah Kabupaten/Kota yang dilimpahkan kewenangan tersebut menyatakan belum siap untuk menjalankan kewenangan tersebut. Hal ini secara tidak langsung berdampak pada belum tersosialisasinya Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 ini dengan baik. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab III, berkaitan dengan standar usaha ini, dalam Pasal 20 sampai 22 Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 j.o. Permenparekraf Nomor 8 Tahun 2014, disebutkan bahwa usaha jasa perjalanan wisata wajib untuk memperoleh Sertifikat Usaha Jasa Perjalanan Wisata yang dikeluarkan oleh LSU Bidang Pariwisata, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal 11 April 2014. Berdasarkan hasil penelitian penulis di Harum Indah Sari (HIS) Tours and Travel yang berkedudukan di Kota Denpasar, secara garis besar unsur-unsur yang telah dinyatakan dalam Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 telah dipenuhi dan
107
berjalan dengan baik. Namun ada satu hal yang belum dipenuhi oleh HIS Tours and Travel dalam aspek pelayanan, yaitu belum adanya Standard Operating Procedure dalam perjalanan wisata yang meliputi penanganan permasalahan dan keluhan yang muncul selama perjalanan wisata, oleh tenaga pemandu wisata dan/atau pimpinan perjalanan wisata. Belum terpenuhinya unsur tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan budaya sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya. Perbedaan budaya tersebut membuat perusahaan sulit untuk menentukan standar tepat yang dapat diberlakukan bagi seluruh wisatawan yang menggunakan jasa HIS Tour and Travel. Sedangkan hasil penelitian penulis pada Bayu Buana Travel Services yang berkedudukan di Kabupaten Badung, menunjukkan bahwa terdapat 1 (satu) unsur yang belum dipenuhi, yaitu berkaitan dengan perlindungan asuransi perjalanan wisata yang diberikan kepada tenaga pemandu wisata. Terkait dengan hal ini Carmelia Murwanti, menjelaskan bahwa pemandu wisata tersebut telah memiliki asuransi secara pribadi. Sementara itu, penelitian penulis pada Rama Duta Tours and Travel yang berkedudukan di Kota Denpasar, menunjukkan bahwa terdapat 4 (empat) unsur dalam Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 yang belum dipenuhi, terdiri dari 3 (tiga) unsur dalam aspek produk dan 1 (satu) unsur dalam aspek pelayanan, yaitu : 1.
Belum disediakannya minimum jasa pemesanan dan/atau penjualan jasa angkutan wisata;
2.
Belum disediakannya jasa pengurusan paspor dan visa;
108
3.
Belum adanya perlindungan asuransi perjalanan wisata yang diberikan kepada tenaga pemandu wisata;
4.
Belum adanya standard operating procedures tentang permintaan oleh tenaga pemandu wisata dan/atau pimpinan perjalanan wisata kepada wisatawan untuk mengisi kuisioner untuk evaluasi perjalanan wisata.
Berkaitan dengan unsur-unsur yang belum dipenuhi tersebut, Monica Budiono mengungkapkan
bahwa,
untuk
dapat
memenuhi
unsur-unsur
dalam
Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 tersebut, pihaknya akan mempelajari peraturan tersebut secara lebih dalam, mengembangkan kerjasama dengan perusahaan yang bergerak dibidang pariwisata baik hotel, penerbangan, obyek wisata dan lain lain. Hal yang serupa juga terjadi di Melali Bali, salah satu Biro Perjalanan Wisata yang berkedudukan di kabupaten badung. Menurut Ketut Jaman, selaku Managing Director Melali Bali, sekaligus sebagai Kepala Bidang (Kabid) SDM ASITA Bali, dalam wawancara tanggal 17 Maret 2015, menyatakan bahwa belum dipenuhinya unsur-unsur dalam Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 ini disebabkan oleh belum adanya sosialisasi resmi dari pemerintah, sehingga menimbulkan ketidakjelasan dalam pelaksanaannya. Adapun beberapa unsur yang belum dipenuhi adalah sebagai berikut : 1. Paket wisata yang diselenggarakan oleh BPW memuat minimum keterangan tentang harga paket wisata dalam mata uang rupiah.
109
Dalam hal ini, Ketut Jaman mengatakan bahwa keterangan mengenai harga paket wisata dicantumkan secara terpisah, yaitu dalam confidential tariff. 2. Paket wisata yang diselenggarakan oleh BPW memuat minimum keterangan tentang perlindungan asuransi perjalanan bagi wisatawan. Menurut Ketut Jaman, keterangan tentang perlindungan asuransi tidak selalu dicantumkan dalam paket wisata. Karena perlindungan asuransi merupakan penawaran tambahan yang diajukan sesuai dengan paket wisata yang dipilih oleh wisatawan. Sehingga wisatawan berhak memilih untuk menggunakan perlindungan asuransi tersebut ataupun tidak. 3. Tenaga Pemandu Wisata dilindungi asuransi perjalanan wisata. Dalam hal ini, Melali Bali bekerjasama dengan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), sehingga asuransi biasanya telah disediakan oleh HPI sesuai dengan rute perjalanan yang diikuti. 4. Pimpinan Perjalanan Wisata (Tour Leader) memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku. Menurut Ketut Jaman, pengalaman adalah fokus utama dalam pemilihan pimpinan perjalanan wisata. Sehingga pimpinan perjalanan wisata dari Melali Bali tidak selalu memiliki sertifikat kompetensi. 5. Pimpinan Perjalanan Wisata dilindungi asuransi perjalanan wisata. Serupa dengan pemandu wisata, pemberian asuransi perjalanan wisata kepada pimpinan perjalanan wisata disesuaikan dengan rute perjalanan
110
yang diikuti, sehingga tidak semua pimpinan perjalanan wisata mendapatkan asuransi perjalanan wisata. Disisi lain, selaku Kabid SDM ASITA Bali, Ketut Jaman menjelaskan bahwa ASITA
belum
mempersiapkan
program
khusus
untuk
menjalankan
Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 ini kepada anggota-anggotanya. Sejauh ini, fokus ASITA terhadap biro perjalanan wisata yang ingin bergabung menjadi anggotanya adalah kelengkapan perijinannya. Apabila biro perjalanan tersebut sudah memiliki perijinan yang lengkap dan memenuhi syarat yang ditentukan oleh ASITA, maka biro perjalanan tersebut dapat menjadi anggota ASITA. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat bergabung dalam ASITA, yaitu : 1. Fotocopy Akta Pendirian Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi dan perubahan-perubahannya (kalau ada); 2. Focotocopy Surat Pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM RI; 3. Fotocopy Ijin Usaha dari Instansi terkait; 4. Fotocopy Tanda Daftar Perusahaan (TDP); 5. Melampirkan Status Kantor (apabila sewa atau kontrak dilampiri fotocopy perjanjiannya); 6. Struktur Organisasi Perusahaan; 7. Surat Rekomendasi (asli) dari 2 perusahaan BPW/CBPW Anggota Asita Bali; 8. Pas photo Pimpinan Perusahaan ukuran 4x6 (1 lembar); 9. Fotocopy KTP Pimpinan Perusahaan (1 lembar); 10. Biaya Keanggotaan sebesar Rp 9.750.000,-.
111
Berkaitan dengan Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata yang baru ditetapkan ini, Ketut Jaman mengungkapkan bahwa ASITA akan mencoba mempelajarinya terlebih dahulu. Perlu
dipelajari
dengan
detail
terkait
sanksi
yang
ditetapkan
dalam
Permenparekraf tersebut, apakah memberikan dampak terhadap bisnis usaha perjalanan wisata atau tidak. Sehingga efektivitas berlakunya Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 ini tergantung pada biro perjalanan wisata masing-masing, apakah menurut biro perjalanan tersebut adanya sertifikasi ini akan memberikan dampak positif bagi perkembangan usaha biro perjalanan wisata tersebut. Selanjutnya Ketut Jaman menambahkan, peraturan ini masih perlu dikaji ulang, terkait dengan unsur-unsur yang ada di dalamnya. Misalnya saja dalam aspek produk, biro perjalanan wisata menyediakan jasa pengurusan paspor dan visa. Berkaitan dengan unsur tersebut, menurut Ketut Jaman, tidak semua biro perjalanan wisata harus menyediakan jasa pengurusan paspor dan visa. Karena apabila lingkup usahanya hanya inbound atau dalam negeri, maka biro perjalanan tersebut tidak perlu menyediakan jasa pengurusan paspor dan visa. Dalam buku International Tourism : A Global Perspective, terdapat pengertian tentang Tour Wholesalers inbound dan outbound, yaitu :111 a. The inbound wholesaler arranges tour packages for tourist visiting the country where the wholesaler is based. Inbound wholesalers do not necessarily operate only in the country where they offer tours and some maintain sales branches in other countries. b. The outbound wholesaler arranges packaged travel for tourists who wish to travel to destinations outside the country where the wholesaler is located. Unlike inbound wholesaler, outbound wholesaler does not usually 111
World Tourism Organization III, op.cit, h. 101.
112
focus on a single destination, but may offer wide variety of packages and destinations. However, both of these wholesalers tend to cater to the needs of the mass market in order to have the necessary volume leverage.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa biro perjalanan wisata yang menjalankan usaha dalam lingkup inbound, hanya menyediakan paket wisata untuk wisatawan yang ingin berkunjung ke Negara tempat biro perjalanan wisata tersebut berada. Sedangkan, biro perjalanan wisata yang menjalankan usaha dalam lingkup outbound, menyediakan berbagai macam paket wisata, yang tidak hanya fokus pada satu tujuan Negara, namun juga terdapat paket wisata untuk wisatawan yang ingin pergi ke berbagai Negara. Secara lebih ringkas, hasil penelitian terkait kesiapan Biro Perjalanan Wisata di daerah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, dapat dilihat dalam tabel berikut: (Tabel 1) No 1
ASPEK PRODUK
UNSUR A
HIS
Rama Duta
Bayu Buana
Melali Tour
BPW menyediakan minimum jasa pemesanan dan/atau penjualan : 1
Paket Wisata
√
√
√
√
2
Voucher Akomodasi
√
√
√
√
3
Tiket Perjalanan
√
√
√
√
√
x
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
4
Jasa Angkutan Wisata BPW menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) paket wisata, dan B 5 sekurang-kurangnya 1 (satu) diantaranya adalah paket wisata buatan sendiri. Paket wisata yang diselenggarakan C oleh BPW memuat minimum keterangan tentang : 6 Nama Paket Wisata
113
No
Durasi Perjalanan Wisata Rute dan kegiatan perjalanan wisata (itinerary) Harga Paket Wisata dalam mata uang Rupiah
√
Rama Duta √
√
√
√
√
√
√
√
x
Moda Transportasi
√
√
√
√
Jenis Akomodasi Perlindungan Asuransi 12 perjalanan wisata bagi wisatawan BPW menyediakan jasa D 13 pengurusan paspor dan visa BPW menggunakan jasa tenaga pemandu wisata mandiri atau E menjadi bagian dari usaha jasa pramuwisata, berdasarkan ketentuan sebagai berikut : Tenaga pemandu wisata tersebut memiliki sertifikat 14 kompetensi yang masih berlaku. Dalam hal BPW menyelenggarakan paket wisata untuk wisatawan mancanegara, tenaga pemandu wisata tersebut 15 mampu berbahasa asing sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh wisatawan mancanegara, atau sekurang-kurangnya mampu berbahasa inggris. Tenaga pemandu wisata 16 tersebut dilindungi asuransi perjalanan wisata. BPW mempekerjakan pimpinan perjalanan wisata (tour leader), F berdasarkan ketentuan sebagai berikut : Pimpinan perjalanan wisata 17 dilengkapi dengan surat tugas dari BPW. Pimpinan perjalanan wisata tersebut memiliki sertifikat 18 kompetensi yang masih berlaku.
√
√
√
√
√
√
√
x
√
x
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
x
x
x
√
√
√
√
√
√
√
x
ASPEK
UNSUR 7 8 9 10 11
HIS
Bayu Buana √
Melali Tour √
114
No
2
ASPEK
PELAYANAN
UNSUR Dalam hal BPW menyelenggarakan paket wisata untuk wisatawan mancanegara, pimpinan perjalanan wisata tersebut 19 mampu berbahasa asing sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh wisatawan mancanegara, atau sekurang-kurangnya mampu berbahasa inggris. Pimpinan perjalanan wisata 20 tersebut dilindungi asuransi perjalanan wisata. Menerapkan Standard Operating Procedures (SOP) bagi pelaksanaan A tamu di kantor BPW, yang meliputi: Penyambutan kedatangan 1 tamu Menerima dan melakukan 2 panggilan telepon Pemberian penjelasan tentang produk yang 3 disediakan/ditawarkan BPW Pemesanan dan/atau 4 penjualan produk yang disediakan BPW Menerapkan Standard Operating Procedures (SOP) dalam B pelaksanaan perjalanan wisata, yang meliputi : Pelayanan bagi wisatawan oleh tenaga pemandu 5 wisata dan/atau pimpinan perjalanan wisata selama perjalanan wisata Penanganan permasalahan dan keluhan yang muncul selama perjalanan wisata, oleh tenaga pemandu 6 wisata, oleh tenaga pemandu wisata dan/atau pimpinan perjalanan wisata.
HIS
Rama Duta
Bayu Buana
Melali Tour
√
√
√
√
√
√
√
x
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
x
√
√
√
115
No
3
ASPEK
PENGELOLAAN
UNSUR Permintaan oleh tenaga pemandu wisata dan/atau pimpinan perjalanan 7 wisata kepada wisatawan untuk mengisi kuisioner untuk evaluasi perjalanan wisata. BPW memiliki tempat A usaha/kantor yang terpisah dari kegiatan keluarga/rumah tangga Tempat usaha/kantor memiliki alamat yang jelas, nomor telepon dan 1 faksimili, serta alamat email yang masih berfungsi. Tempat usaha/ kantor terdiri dari ruang kerja 2 dan ruang penerimaan tamu. tempat usaha/kantor dilengkapi dengan sarana, 3 prasarana dan peralatan kantor yang memadai. BPW memiliki tata kelola B perusahaan yang meliputi minimum : Uraian mengenai struktur organisasi dan susunan 4 pengurus yang memuat nama, jabatan dan uraian tugas setiap bagian. Sistem penatausahaan secara tertib dan baik atas seluruh transaksi pemesanan dan/atau 5 penjualan, serta surat menyurat yang terkait, yang dipelihara dan disimpan minimum selama 3 (tiga) tahun. BPW memiliki dan memelihara basis data yang memuat C keterangan tentang nama, alamat, nomor telepon dan email, yang meliputi : 6 Data pelanggan Data rekanan/pemasok 7 jasa
HIS
Rama Duta
Bayu Buana
Melali Tour
√
x
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
116
No.
ASPEK
UNSUR Pengusaha Daya tarik wisata BPW memiliki rencana D 9 pengembangan usaha Pengembangan sumber daya E manusia Memiliki sertifikat 10 kompetensi di bidangnya. Melaksanakan program 11 pengembangan SDM 8
HIS
Rama Duta
Bayu Buana
Melali Tour
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Tabel 1 Sehubungan dengan efektifitas berlakunya Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 ini, menurut Soerjono Soekanto terdapat 5 faktor yang berpengaruh dalam penegakan hukum, yaitu:112 1.
Faktor hukum atau undang-undang Hukum atau undang-undang dalam arti material merupakan peraturan tertulis
yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab III, Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata telah memiliki dasar berlaku yang jelas dan dibuat oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.
112
Salim HS dan Erlies Septianan Nurbani I, loc.cit.
117
2.
Faktor Penegak Hukum Penegak hukum adalah kalangan yang secara langsung berkecimpung dalam
bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi juga mencakup peace maintenance (penegakan secara damai). Dalam hal ini, Permenparekraf tidak menetapkan secara jelas pihak yang ditentukan sebagai penegak hukum. Dalam pasal 15, hanya disebutkan bahwa Kementerian dan Pemerintah Daerah bertugas untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan dalam rangka penerapan Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata. 3.
Faktor Sarana atau Fasilitas Sarana atau fasilitas merupakan segala hal yang dapat digunakan untuk
mendukung dalam proses penegakan hukum. Sarana atau fasilitas, meliputi tenaga kerja manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal itu tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU) Pariwisata sebagai lembaga mandiri yang berwenang untuk melakukan sertifikasi usaha di bidang pariwisata, sudah dibentuk sebanyak 17 lembaga oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Namun hingga saat ini, khususnya di Bali, belum terlihat adanya sosialisasi untuk membahas tentang standarisasi ini. 4.
Faktor Masyarakat Masyarakat memiliki arti sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan
terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Masyarakat dalam
118
konteks penegakan hukum erat kaitannya, di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Dalam hal ini, masyarakat yang dimaksud adalah biro perjalanan wisata yang berada di Indonesia. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, belum adanya sosialisasi untuk penjelasan tentang standarisasi ini menimbulkan ketidakjelasan dalam pelaksanaannya. 5.
Faktor Kebudayaan Kebudayaan diartikan sebagai karya, cipta dan rasa yang harus didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kebudayaan adalah seperangkat nilai-nilai sosial umum seperti gagasan, pengetahuan, seni, lembaga-lembaga, pola-pola sikap, pola perilaku, dan hasil material. Hukum merupakan kongkretisasi dari nilai-nilai suatu budaya masyarakat, yang dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hukum merupakan penjelmaan lain dari sistem nilai-nilai budaya masyarakat.113 Berkaitan dengan hal ini, sebelum berlakunya Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014, biro perjalanan wisata telah memiliki standar tersendiri dalam menjalankan usahanya. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, standar-standar tersebut sudah cukup memberikan rasa aman dan nyaman kepada wisatawan yang menggunakan jasanya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya biro perjalanan wisata, khususnya yang berada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung telah siap
untuk
melaksanakan
Permenparekraf
tersebut.
Karena
sebelum
adanya
Permenparekraf tersebut, biro perjalanan wisata telah memiliki standar tersendiri dalam menjalankan usahanya. Dimana standar yang ditetapkan tersebut, sudah mampu 113
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, 2004, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 145.
119
memberikan rasa aman dan nyaman kepada wisatawan yang menggunakan jasanya. Namun tidak adanya sosialisasi dari pemerintah daerah mengesankan bahwa kurangnya persiapan dari pemerintah daerah untuk menjalankan peraturan ini.