BAB IV HASIL PENELITIAN TENTANG PENGGUNAAN STRATEGI BELAJAR BAHASA DAN TINGKAT KEMAHIRAN BERBAHASA
Bab ini akan memaparkan pengunaan SBB dan TKB responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA di La Trobe University dan Deakin University di Melbourne, Australia dan penggunaan SBB dan TKB pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di IKIP Bandung, Indonesia dalam proses belajarnya. Dari kedua jenis kelompok responden dibahas juga perbedaan intensitas penggunaan SBB tersebut. Hal lainnya yang dianalisis dari data kedua kelompok responden ini yaitu kontribusi intensitas penggunaan SBB terhadap TKB-nya. Selanjutnya, bagian ini juga akan mendeskripsikan penggunaan SBB oleh pembelajar yang TKB-nya BAIK, SEDANG, dan KURANG berdasarkan hasil wawancara. Dengan demikian, bagian ini terdiri atas empat bagian: (l)intensitas penggunaan SBB; (2) tingkat kemahiran berbahasa (TKB), (3) SBB berdasarkan wawancara; dan (4) kontribusi SBB temadap TKB.
A. Intensitas Penggunaan SBB Pada bagian ini, pertama-tama akan diketengahkan data mengenai intensitas penggunaan SBB responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA di Deakin dan La Trobe University kemudian data mengenai intensitas penggunaan SBB responden pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di IKIP Bandung.
172
1. Intensitas Penggunaan SBB Pembelajar Bahasa Indonesia sebagai BA Bagian ini dimaksudkan untuk menguraikan data yang dapat digunakan dalam menjawab pertanyaan penelitian nomor 1. Ada enam deskriptor SBB yang digunakan mahasiswa pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA di La Trobe University dan Deakin University. Keenam deskriptor tersebut meliputi: a) strategi mengingat; b) strategi kognitif; c) strategi kompensasi; d) strategi metakognitif; e} strategi afektif; dan f) strategi sosialisasi. Untuk kepentingan analisis SBB digunakan kriteria analisis yang dapat diamati pada Tabel 3.17 di bab III. Bagian berikut akan memaparkan secara rinci intensitas penggunaan setiap deskriptor SBB oleh pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA di La Trobe University dan Deakin University.
a. Penggunaan Strategi Mengingat Strategi mengingat yaitu strategi belajar yang digunakan siswa secara khusus untuk menyimpan dan mengambil-gunakan informasi sebagaimana diukur dengan indikator SBB yang dinyatakan dalam setiap butir dari SILL. Setiap indikator SBB yang dinyatakan dalam butir-butir SILL tersebut mengandung strategi yang diberi skor intensitas penggunaan strategi. Dengan berdasar pada kriteria Tabel 3.17, dari 56 orang responden, 24 orang skornya termasuk kriteria RENDAH
yang berkisar antara
1,63-2,38. Sebanyak 27 orang responden memilih skor antara 2,50 sampai 3,25. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Hanya 5 orang responden yang memilih skor antara 3,50-3,75 yaitu yang termasuk kriteria TINGGI. Akan tetapi, data menunjukkan bahwa tak seorangpun responden yang skornya
173
dalam intensitas penggunaan strategi ini termasuk kriteria TINGGI SEKALI ataupun RENDAH SEKALI, intensitas penggunaan strategi mengingat oteh responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.
TABEL 4.1 INTENSITAS PENGGUNAAN STRATEGI MENGINGAT OLEH RESPONDEN PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA INTENSITAS PENGGUNAAN SBB
KRITERIA
SKOR
f
HAMPIR TIDAK PERNAH atau TIDAK PERNAH
RS
-
-
JARANG atau JARANG SEKALI
R
1,63-2,38
24
KADANG-KADANG
S
2,50-3,25
27
T
3,50-3,75
5
TS
_
_
SERING atau
SERING SEKALI
HAMPIR SELALU atau SELALU
56
JUMLAH
Strategi mengingat dalam SILL diliput oleh 8 indikator yang diliput oleh butir 1 sampai butir 10. Skor rata-rata intensitas penggunaan butir 01 ialah 3,50. Berdasarkan kriteria analisis data SBB pada tabel 3.17, skor ini termasuk kriteria TINGGI. Indikator strategi butir 01 yang berbunyi "/ create association$ between new material and what I already know" menunjukkan bahwa dalam belajar bahasa target, siswa menghubungkan materi baru dengan materi yang telah dikuasainya. Kira-kira 3,6%, yaitu 2 orang responden memilih skor 1 yaitu yang termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Kira-kira 10,70%
atau sebanyak
6 orang responden skornya termasuk
kriteria RENDAH. Sebanyak 18 orang responden atau 32,10% memilih skor
174
3 yaitu yang termasuk kriteria SEDANG. Sebanyak 22 orang atau 39,30% skornya
dalam
penggunaan
strategi
ini
termasuk
kriteria
TINGGI.
Selebihnya, yaitu sebanyak 8 orang responden atau 14,3%
skornya
termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator strategi mengingat yang kedua
berbunyi "I put the new
word 'm a sentence so I can remember it." Butir ini mengandung makna bahwa untuk mengingat kata baru, siswa menggunakan kata tersebut dalam kalimat. Skor rata-rata dalam penggunaan strategi ini yaitu 2,70. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Dari 56 orang responden, 6 orang atau 10,7%
skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Kira-kira 23
orang responden atau 4 1 , 1 % RENDAH. Kira-kira 23,2%
responden skornya termasuk kriteria
atau sebanyak 13 orang responden skornya
termasuk kriteria SEDANG. Selebihnya, yaitulO orang atau
17,85%
skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 03 yang berbunyi 7 associate the sound of the new word with the sound of a familiar word" mengandung makna bahwa untuk mengingat kata baru, siswa mencoba mengasosiasikan bunyi atau pelafalan kata tersebut dengan bunyi kata lain yang telah dipahaminya. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini ialah 2,59. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Dari 56 orang responden, 15 orang atau 26,8% skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebanyak 7 orang responden atau 12,5
%
skornya
responden,
yaitu
termasuk
kriteria
RENDAH.
sebanyak 23 orang,
atau
Sebagian kira-kira
besar
41,1%
dari dari
keseluruhan anggota sampel skornya termasuk kriteria SEDANG. Kira-kira 14,3%
atau sebanyak 8 orang responden skornya termasuk kriteria
175
TINGGI. Sisanya, yaitu 3 orang responden atau kira-kira 5,4% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 04 berbunyi "/ list all the other words I know that are related to the new word and draw iines to show relationship." Butir ini mengandung makna bahwa untuk mengingat kata baru, siswa menyenaraikan kata-kata yang telah diketahuinya lalu menghubungkannya dengan kata lain untuk melihat kaitan antara kata-kata tersebut dengan kata baru yang sedang dipelajarinya. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini ialah 1,82. Skor ini termasuk kriteria RENDAH yaitu yang menunjukkan bahwa responden-responden ini JARANG atau JARANG SEKALI menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya. Sebagian besar responden, yaitu sebanyak 24 orang atau
kira-kira 42,9%
skornya termasuk
kriteria
RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 20 orang responden atau kira-kira 35,7% skornya termasuk kriteria RENDAH dan kira-kira 17,9%
yaitu 10 orang
skornya termasuk kriteria SEDANG.
atau 2 orang
Kira-kira 3,6%
responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Dari 56 responden tak seorangpun
yang skornya dalam penggunaan strategi dari butir ini
termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator yang ke 5 yang berbunyi "f use flashcards with the new word on one side and the defirittion or other information on the other." Butir ini berindikasi bahwa untuk mempelajari kata baru, siswa menggunakan flashcards yang bertuliskan kata baru tersebut dan dibaliknya tertulis definisi kata baru itu dan juga informasi lainnya dari kata tersebut. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini ialah 2,11. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Sebanyak
32 orang atau kira-kira 5 7 , 1 %
skornya
termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebanyak 6 orang responden atau
176
kira-kira 10,7% skornya dalam penggunaan strategi ini termasuk kriteria RENDAH. Hanya 4 orang responden atau 7 , 1 % skornya termasuk kriteria SEDANG. Kira-kira
14,3%
atau sebanyak 8 orang skornya termasuk
kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu sebanyak 6 orang responden atau 10,7% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 06 yang berbunyi "I physically act out the new word" mengandung makna bahwa untuk mengingat kata baru, siswa memperagakan kata baru tersebut. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini ialah 1,45. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 75%
atau
sebanyak 42 orang skornya dalam penggunaan strategi dari butir ini termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebanyak 8 orang responden atau 14,3% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 3,6% atau 2 orang responden skornya temasuk kriteria SEDANG. Hanya 3 orang responden yang skornya termasuk kriteria TINGGI dan hanya 1 orang responden atau 1,8% yang skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator ketujuh yang berbunyi 7 review often" mengandung makna bahwa untuk mengingat kata baru, siswa sering mengulang kata baru tersebut. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini ialah 3,39. Skor ini
termasuk
kriteria
TINGGI
yang
menunjukkan
bahwa
responden
pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA yang dijadikan sampel dalam penelitian ini SERING atau SERING SEKALI menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya.Hanya 2 orang responden atau 3,6% yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Hanya 3 orang atau kira-kira 5,4% yang skornya termasuk kriteria RENDAH. Sebanyak 27 orang atau 48,2% skornya termasuk kriteria SEDANG. Kira-kira 33,9% atau 19 orang skornya
177
termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 5 orang responden atau kira-kira 8,9% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator ke delapan berbunyi 1 go back to refresh my memory of ihings f leamed much eariier." Butir ini mengandung makna bahwa untuk mengingat kata baru, segera setelah mempelajari kata baru itu, siswa mengingat kata-kata yang baru saja dipelajarinya itu. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini ialah 3,20. Skor ini termasuk kriteria TINGGI yang menunjukkan bahwa responden
SERING atau SERING SEKALI
menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya. Dari 56 orang responden, 3,6% atau 2 orang skornya dalam penggunaan strategi ini termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar 19,6 % atau sebanyak 11 orang responden menyatakan bahwa mereka memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Kebanyakan responden yaitu 4 1 , 1 % atau sebanyak 23 orang responden KADANG-KADANG menggunakan strategi ini dengan skor yang termasuk kriteria SEDANG. Kira-kira 25,00% atau 14 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 10,7% atau sebanyak 6 orang skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI.. Penggunaan setiap indikator strategi mengingat secara terinci dapat dilihat pada Tabel 4.2.
178
TABEL 4.2 INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR STRATEGI MENGINGAT OLEH PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA
No. Btr SBB
Indikator SBB dalam SILL
baru dengan
Skor Rata-rata
f-skor pilihan
1
2
3
4
5
3,50
2
6
18
22
8
01
Menghubungkan materi materi yang diketahui
02
Menggunakan kata baru dalam kalimat
2,70
6
23
13
10
4
03
Menghubungkan pelafalan kata baru dengan bunyi kata tain
2,59
15
7
23
8
3
04
Mencatat kata yang telah dipelajari dan menghubungkannya dengan kata baru
1,82
24
-
20
10
2
05
Menggunakan flashcards untuk mengingat kata baru
2,11
32
6
4
8
6
06
Memperagakan kata baru untuk mengingatnya
1,45
42
8
2
3
1
07
Mengulang pelajaran baru
3,39
2
3
27
19
5
08
Mempelajari pelajaran baru segera setelah mendapatkannya
3,20
2
11
23
14
6
Penjelasan tentang skor pilihan: Skor 1 merujuk pada kriteria RENDAH SEKAU (RS) Skor 2 merujuk pada kriteria RENDAH (R) Skor 3 merujuk pada kriteria SEDANG (S) Skor 4 merujuk pada kriteria TINGGI (7) Skor 5 merujuk pada kriteria TINGGI SEKALI (TS)
b. Penggunaan
tegi Kognitif
Strategi kognitif merujuk pada strategi belajar yang melibatkan transtbnriasi bahasa secara langsung melalui penalaran, analisis, pencatatan, latihan menggunakan bahasa dalam situasi yang alamiah, latihan gramatika, dan latihan pelalaian secara formal. Skor rata-rata dalam intensitas
179
penggunaan strategi kognitf oleh pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA yaitu 3,53. Skor ini termasuk kriteria TINGGI yang menunjukkan bahwa responden SERING atau SERING SEKALI menggunakan strategi kognitif dalam proses belajarnya. Dari 56 orang responden, 2 orang skornya termasuk kriteria RENDAH. Sebanyak 26 orang skornya termasuk kriteria SEDANG yang
skornya berkisar antara 2,83-3,42. Sebanyak 26 orang
skornya berkisar antara 3,50-4,42. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 2 orang memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI SEKALI dengan rentangan skor antara 4,58-4,75. Penggunaan strategi ini dapat dilihat pada tabel berikut.
TABEL 4.3 INTENSITAS PENGGUNAAN STRATEGI KOGNITIF OLEH PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA
SKOR
f
KRITERIA
INTENSITAS PENGGUNAAN SBB
-
-
RS
HAMPIR TIDAK PERNAH atau TIDAK PERNAH
2.00-2,42
2
R
JARANG atau JARANG SEKALI
2,83-3,42
26
S
KADANG-KADANG
3,50-4,42
26
T
SERING atau SERING SEKALI
4,58-4,75
2
TS
HAMPIR SELALU atau SELALU
JUMLAH
56
Strategi kognitif dalam kuesioner pengumpulan data SBB diukur pada bagian B dengan 12 butir pernyataan sebagai indikator strategi yaitu pada butir 09 sampai dengan butir 20. Bagian berikut akan menguraikan intensitas penggunaan SBB dalam setiap indikator yang terliput dalam
180
strategi kognitif. Skor rata-rata intensitas penggunaan butir 09 ialah 3,05. Berdasarkan kriteria analisis data SBB pada Tabel 3.17, skor ini termasuk kriteria SEDANG. Butir 9 ini berbunyi "/ say or write new expressions repeatedly to practice them." Pernyataan ini mengandung makna bahwa tatkala mempelajari materi baru, siswa mengucapkan atau menuliskan kata-kata atau ungkapan-ungkapan baru tersebut berulang-ufang. Dari 56 orang
responden,
8,9%
atau 5 orang responden
skornya dalam
penggunaan strategi ini termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar 26,8%
atau sebanyak 15 orang responden memilih skor yang termasuk
kriteria RENDAH. Kebanyakan responden atau sebesar 30,4% sebanyak
17 orang responden skornya termasuk kriteria
Sebesar 17,9%
atau
SEDANG.
dari keseluruhan anggota sampel, yaitu sebanyak 10
orang responden skornya termasuk pada kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 16,1%
atau sebanyak 9 orang responden skornya termasuk kriteria
TINGGI SEKALI. Butir 10 berbunyi "I immitate the way native speakers talk." Pernyataan ini mengandung makna bahwa tatkala mempelajari materi baru, siswa mencoba meniru cara penutur asli berbicara. Skor rata-rata dari butir ini yaitu 3,61. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 56 orang responden, hanya 1,8%
atau 1 orang responden yang skornya dalam penggunaan
strategi ini termasuk pada kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar 10,7% atau sebanyak
6 orang responden menyatakan bahwa mereka memilih skor
yang termasuk kriteria RENDAH. Kebanyakan responden atau sebesar 35,7% dari keseluruhan sampel atau tepatnya sebanyak 21 orang skornya termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 28,6%
yaitu sebanyak 16 orang
responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 23,2% atau
181
sebanyak 13 orang responden skornya dalam penggunaan strategi dari butir ini termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 11 berbunyi 7 read a story or dialogue several times until I can understand it," Pernyataan ini mengandung arti bahwa dalam belajar bahasa asing, siswa membaca sebuah cerita atau sebuah percakapan beberapa kali sampai memahaminya. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini adalah 4,12. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Ini menunjukkan bahwa secara rata-rata responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA SERING atau SERING SEKALI menggunakan strategi dari butir ini dalam proses belajarnya. Dari 56 orang responden, 7 , 1 % atau 4 orang responden skornya termasuk kriteria RENDAH. Sebesar 14,3%
dari keseluruhan
sampel atau tepatnya sebanyak 8 orang skornya termasuk kriteria SEDANG.
Kira-kira
37,5%
dari
keseluruhan anggota sampel,
yaitu
sebanyak 21 orang skornya termasuk pada kriteria TINGGI. Sebanyak 4 1 , 1 % atau sebanyak 23 orang responden skornya dalam penggunaan strategi dari butir ini termasuk pada kriteria TINGGI SEKALI. Butir 12
berbunyi "I initiate conversation in the new language."
Pernyataan ini mengandung makna bahwa dalam belajar bahasa asing, siswa berinisiatif untuk menggunakan bahasa target. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini sebesar 2,89. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Dari 56 orang responden, 7 , 1 % atau 4 orang responden skorya dalam penggunaan strategi ini termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar 33,9% atau sebanyak 19 orang responden me-nyatakan bahwa mereka memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. responden atau sebe-sar 32,1%
Kebanyakan
atau 18 orang responden skornya
termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 16,1% dari keseluruhan anggota
182
sampel, yaitu sebanyak 9 orang responden skornya termasuk pada kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 10,7% atau sebanyak 6 orang responden skornya dalam penggunaan strategi dari butir ini termasuk pada kriteria TINGGI SEKALI. Butir 13 berbunyi 7 watch TV shows or movies or listen to the radio 'm the new language." Pernyataan ini mengandung makna bahwa dalam belajar bahasa asing, siswa mencoba menonton televisi atau film di bioskop atau siaran radio yang berbahasa target. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini sebesar 2,96. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Dari 56 orang responden, 14,3%
atau 8 orang responden
skorya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar 23,2% atau sebanyak 13 orang responden menyatakan bahwa mereka memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 26,8% dari keseluruhan sampel atau tepatnya
sebanyak
15
orang
SEDANG. Sebesar 23,2%
responden
skornya
termasuk
kriteria
dari keseluruhan anggota sampel, yaitu
sebanyak 13 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 12,5% atau sebanyak 7 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 14 berbunyi 7 read forpleasure in the new language."^ Pernyataan ini mengandung makna bahwa dalam belajar bahasa asing, siswa mencoba membaca bahan-bahan yang berbahasa target sebagai hobi. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 2,46. Skor ini termasuk kriteria
RENDAH.
Ini
menunjukkan
bahwa
responden
pembelajar bahasa Indonesia JARANG atau JARANG SEKALI menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya. Dari 56 orang responden, 23,2% atau 13 orang responden skornya dalam penggunaan strategi ini
183
termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar 28,6% orang responden
skornya
atau sebanyak 16
termasuk kriteria RENDAH. Kebanyakan
responden atau sebesar 30,4%
dari keseluruhan sampel atau tepatnya
sebanyak 17 orang responden skornya Sebesar 14,3%, yaitu sebanyak
termasuk kriteria SEDANG.
8 orang responden skornya termasuk
kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 3,6%
atau sebanyak 2 orang responden
skornya dalam penggunaan strategi ini termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 15
berbunyi "I write personal notes, messages, letters, or
reports in the new language," Pernyataan ini mengandung makna bahwa dalam belajar bahasa asing, siswa mencatat hal-hal yang bersifat pribadi, seperti pesan, surat-surat, atau laporan dalam bahasa target. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi seperti yang dinyatakan pada butir ini sebesar 2,82. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Ini menunjukkan bahwa secara rata-rata responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA intensitasnya dalam menggunakan strategi ini 50%-50%. Dari 56 orang responden, 10,7% atau 6 orang responden skornya datam penggunaan strategi seperti yang dinyatakan pada butir ini termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar 28,6%
atau sebanyak 16 orang responden memilih skor yang
termasuk kriteria RENDAH. Kebanyakan responden atau sebesar 37,5% tepatnya sebanyak 21 orang skornya termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 14,3%
yaitu sebanyak
8 orang responden skornya termasuk kriteria
TINGGI. Sisanya, yaitu 8,9%
atau sebanyak 5 orang responden skornya
termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 16 yang berbunyi 7 use reference materials such as gfossaries or dictionaries to help me use the new language" mengandung makna bahwa dalam belajar bahasa asing, siswa menggunakan bahan-bahan
184
rujukan seperti kamus untuk membantunya dalam menggunakan bahasa target. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 4,63. Skor ini termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Ini menunjukkan bahwa responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA HAMPIR SELALU atau SELALU menggunakan strategi dari butir ini dalam proses belajarnya. Dari 56 orang responden, 1,8% atau 1 orang responden skornya dalam intensitas penggunaan strategi ini termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar
3,6% atau sebanyak 2 orang responden menyatakan bahwa
mereka memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Sebesar 19,6% dari keseluruhan jumlah anggota sampel, yaitu sebanyak 11 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 75% atau sebanyak 42 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 17 berbunyi 7 take notes in the class 'm the new ianguage." Pernyataan ini mengandung makna bahwa dalam belajar bahasa asing, siswa mencatat hal-hal yang penting di kelas dalam bahasa target. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 4,25. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Ini menunjukkan bahwa responden pembelajar bahasa Indonesia yang dijadikan sampel dalam penelitian ini SERING atau SERING SEKALI menggunakan strategi dari butir ini dalam proses belajarnya. Dari 56 orang responden, 3,6%
atau sebanyak 2 orang
responden skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 16,1% atau tepatnya
sebanyak 9
orang
responden
SEDANG. Sebesar 32,1% atau sebanyak
skornya termasuk
kriteria
18 orang responden skornya
termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 48,2% atau sebanyak 27 orang skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI.
185
Indikator lainnya dari strategi kognitif ini tertuang pada butir 18 yang berbunyi / find the meaning ofa word by dividing the word into parts which I understand." Pernyataan ini berindikasi bahwa untuk memahami kata baru dalam bahasa target, siswa memilah-milah kata tersebut ke dalam bagianbagian kata yang telah dipahaminya. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 4,12. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Ini menunjukkan bahwa responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA yang dijadikan sampel dalam penelitian ini SERING atau SERING SEKALI menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya. Dari 56 orang responden,
3,6%
atau 2 orang responden skorya dalam penggunaan strategi
seperti ini termasuk kriteria RENDAH SEKALI. HAMPIR TIDAK PERNAH atau TIDAK PERNAH menggunakan strategi ini. Sebesar
3,6%
atau
sebanyak 2 orang responden menyatakan bahwa mereka memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 16,1% atau tepatnya sebanyak 9 orang responden skornya termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 30,4% yaitu sebanyak
17 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI.
Sisanya, yaitu 46,4 % atau seba-nyak 26 orang responden skornya dalam penggunaan strategi ini termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 19 berbunyi / try to understand what I have heard or read without translating it word-for-word into my own language." Butir ini mengandung arti bahwa dalam belajar bahasa asing, untuk memahami wacana lisan maupun tertulis, siswa tidak menerjemahkan kata demi kata. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini oleh pembelajar bahasa Indonesia yaitu 3,80. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Ini menunjukkan bahwa responden pembelajar bahasa Indonesia ini SERING atau SERING SEKALI menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya. Dari data yang
186
terhimpun, 5,4%
atau 3 orang responden skorya dalam penggunaan
strategi seperti yang dinyatakan pada butir ini termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar 7 , 1 %
atau sebanyak 4 orang responden skornya
termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 23,2% dari keseluruhan sampel atau tepatnya
sebanyak
13
SEDANG. Sebesar 30,4%
orang
responden
skornya
termasuk
kriteria
yaitu sebanyak 17 orang responden skornya
termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 33,9% atau sebanyak 19 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 20 merupakan indikator dari strategi kognitif yang terakhir. Butir ini berbunyi / develop my own understanding of how the language works, even if sometimes f have to revise my understanding based on new information."'Butir ini mengandung arti bahwa dalam belajar bahasa asing, siswa mengembangkan pemahamannya sendiri tentang kaidah-kaidah bahasa target dan bahkan dia memperbaiki pemahamannya tersebut berdasarkan informasi-informasi baru tentang bahasa target yang diperolehnya. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 3,64. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 56 orang responden, 5,4% atau 3 orang responden skornya dalam penggunaan strategi ini termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar
12,5%
atau sebanyak 7 orang
responden skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 23,2% atau sebanyak
13 orang responden skornya termasuk kriteria SEDANG.
Sebesar 30,4%, yaitu sebanyak
17 orang responden skornya termasuk
kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 28.6%
atau sebanyak 16 orang responden
skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Intensitas penggunaan setiap strategi dalam indikator strategi kognitif secara rinci dapat diamati pada Tabel 4.4 berikut ini.
187
TABEL 4.4 INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR STRATEGI KOGNITIF OLEH PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA No. Btr SBB
Indikator SBB dalam SILL
f-skor pi ihan
Skor Rata-rata
1
2
3
4
5
09
Mengucapkan atau menuliskan kata baru berulang-ulang
3,05
5
15
17
10
9
10
Meniru cara berbicara penutur asti
3,61
1
6
20
16
13
11
Membaca wacana yang berbahasa target berulang-ulang hingga memahaminya
4,12
-
4
8
21
23
12
Berinisiatif untuk menggunakan bahasa target
2,89
4
19
16
9
6
13
Menonton televisi, film, atau mendengarkan radio yang berbahasa target
2,96
8
13
15
13
7
14
Membaca buku-buku berbahasa target
2,46
13
16
17
8
2
15
Mencatat segala hal dalam bahasa target
2,82
6
16
21
8
5
16
Menggunakan kamus dalam berbahasa target
4,63
1
2
-
11
42
17
Mencatat pelajaran dalam bahasa target
4,25
-
2
9
18
27
18
Memenggal Kata baru ke dalam suku kata yang diketahui
4,12
4
19
18
9
6
19
Membaca wacana berbahasa tanpa menerjemahkannya
target
3,80
3
4
13
17
19
20
Mengembangkan pemahaman tentang kaidah bahasa target
3,64
3
7
13
17
16
Penjelasan tentang skor pilihan: Skor 1 merujuk pada kriteria RENDAH SEKALI (RS) Skor 2 merujuk pada kriteria RENDAH (R) Skor 3 merujuk pada kriteria SEDANG (S) Skor 4 merujuk pada kriteria TINGGI (T) Skor 5 merujuk pada kriteria TINGGI SEKALI (TS)
188
c. Penggunaan Strategi Kompensasi Strategi kompensasi yaitu SBB yang digunakan siswa dalam proses belajar bahasa dalam mengatasi keterbatasan pengetahuan bahasanya agar komunikasinya dalam bahasa target lancar. Misalnya, jika siswa mempunyai kesulitan dalam menggunakan sebuah kata, dia mencari kata lain yang maknanya sama. Dari 56 orang responden, tak seorangpun yang skornya dalam penggunaan strategi ini termasuk kriteria RENDAH atau RENDAH SEKALI. Ini menunjukkan bahwa dalam proses belajarnya tak seorangpun responden yang tidak pernah ataupun jarang menggunakan strategi ini. Sebanyak 10 orang responden secara rata-rata skornya antara 3,00 sampai 3,25. Rentangan skor ini termasuk kriteria SEDANG yang menunjukkan bahwa intensitas penggunaan strategi kompensasi oleh responden-responden ini berimbang antara menggunakan dengan tidak menggunakan strategi ini. Kebanyakan responden, yaitu sebanyak 33 orang responden memilih skor antara 3,50 sampai 4,25. menunjukkan
Skor ini termasuk kriteria
TINGGI
bahwa kebanyakan responden SERING atau
yang
mungkin
SERING SEKALI menggunakan strategi ini. Sebanyak 13 orang responden memilih skor antara 4,50-5,00. Skor ini termasuk kriteria TINGGI SEKALI yang menunjukkan bahwa responden-responden ini HAMPIR SELALU atau SELALU menggunakan strategi kompensasi dalam proses belajarnya. Intensitas penggunaan strategi ini oleh pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA di La Trobe Unh/ersity dan Deakin University dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini.
189
TABEL 4.5 INTENSITAS PENGGUNAAN STRATEGI KOMPENSASI PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA INTENSITAS PENGGUNAAN SBB
KRITERIA
SKOR
f
HAMPIR TIDAK PERNAH atau TIDAK PERNAH
RS
-
-
JARANG atau JARANG SEKALI
R
-
-
KADANG-KADANG
S
3,00-3,25
10
SERING atau SERING SEKALI
T
3,50-4,25
33
HAMPIR SELALU atau SELALU
TS
4,50-5,00
13
56
JUMLAH
Strategi kompensasi diliput pada bagian C dari SILL dengan 4 butir pernyataan indikator strategi, yaitu pada butir 21 sampai butir 24. Data menunjukkan bahwa sebagian besar responden SERING atau SERING SEKALI menggunakan strategi kompensasi dalam proses belajarnya. Berikut akan dipaparkan intensitas penggunaan setiap indikator strategi ini oleh responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA di kedua universitas yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Indikator strategi kompensasi yang pertama memuat strategi yang berbunyi When I don't understand a word I read or hear, I guess the general meaning by using any due i can find, for example, dues from the context or situation." Indikator ini mengandung makna bahwa dalam belajar bahasa asing, jika siswa tidak memahami sebuah kata, dia mencoba menerka makna gagasan pokok dari yang dibaca atau didengar dengan menerkanya dari konteks atau dari situasinya. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 4,34. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 56
190
orang
responden, 3,6% atau 2
orang responden skornya termasuk
kriteria RENDAH. Kira-kira 10,7% atau 6 orang responden skornya termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 33,9% yaitu sebanyak
19 orang
skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 51,8% atau sebanyak
29
orang skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator strategi kompensasi yang tertuang pada butir 22 berbunyi "In a conversation, I anticipate what a person is going to say based on what has been said so far." Indikator ini mengandung makna bahwa dalam berlatih menggunakan bahasa target, siswa mencoba menerka hal yang akan dikatakan lawan bicara berdasarkan pernyataan yang dikemukan lawan bicara sebelumnya. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 3,43. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Kriteria ini menunjukkan bahwa intensitas penggunaan strategi ini oleh responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA kira-kira berimbang antara menggunakan dengan tidak menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya. Dari 56 orang responden, hanya 3,6% atau 2 orang responden memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar orang
responden
skornya
termasuk
kriteria
12,5% atau sebanyak 7 RENDAH.
Kebanyakan
responden atau sebesar 37,5% atau sebanyak 21 orang responden skornya termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 30,4% yaitu sebanyak
17
orang skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 16,1% atau sebanyak 9 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator ketiga dari strategi kompensasi ini tertuang pada butir 23 yang berbunyi "If I'm speaking and cannot think of the right expression, i use gestures or switch back to my own language momentarily." Indikator ini mengandung makna bahwa dalam berlatih menggunakan bahasa target.
191
misalnya, jika siswa tidak dapat menemukan kata yang tepat untuk digunakan dafam kalimat yang akan diungkapkannya, siswa mencoba menggunakan isyarat atau beralih ke bahasa sendiri. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 3,86. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA SERING atau SERING SEKALI menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya. Dari 56 orang responden, 14,3% atau sebanyak 8 orang responden memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 19,6% atau tepatnya sebanyak 11 orang responden skornya termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 2 3 , 1 % atau sebanyak
18
orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 33,9% atau sebanyak
19 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI
SEKALI. Indikator strategi kompensasi yang terakhir berbunyi "When I cannot think of the correct expression to say or write, I find a different way to express the idea; tor example, I use a synonym or describe the idea". Butir ini mengandung makna bahwa jika siswa tidak tahu ungkapan yang tepat yang akan digunakannya baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan, dia mencoba menemukan cara lain untuk mengemukakan gagasannya itu, misalnya dengan menggunakan sinonim untuk menjelaskan gagasannya itu. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 4,02. Skor ini termasuk kriteria TINGGI yang menunjukkan bahwa responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA SERING atau SERING SEKALI menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya.
Dari 56 orang responden,
hanya satu orang atau 1,8% yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Tak seorangpun responden yang memilih skor yang termasuk
192
kriteria RENDAH. Kira-kira 30,4% atau 17 orang responden skornya termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 30,4% yaitu sebanyak 17 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 21 orang atau 37,5% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Ikhtisar kondisi intensitas penggunaan indikator strategi yang diliput dalam strategi kompensasi ini dapat diamati pada Tabel 4.6.
TABEL 4.6 INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR STRATEGI KOMPENSASI OLEH PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA
No. Btr SBB
Indikator SBB dalam SILL
Skor Rata-rata
1
f-skor pi ihan 2 3 4 5
21
Menerka makna dari konteks
4,34
-
2
6
19
29
22
Mengantisipasi hal yang akan dikatakan lawan bicara
3,43
2
7
21
17
9
23
Menggunakan isyarat atau beralih ke bahasa Ibu
3,86
-
8
11
18
19
24
Menggunakan berbagai cara untuk mengemukakan gagasan
4,02
3
7
13
17
16
Penjelasan tentang skor pilihan: Skor 1 merujuk pada kriteria RENDAH SEKALI (RS) Skor 2 merujuk pada kriteria RENDAH (R) Skor 3 merujuk pada kriteria SEDANG (S) Skor 4 merujuk pada kriteria TINGGI (T) Skor 5 merujuk pada kriteria TINGGI SEKALI (TS)
d. Penggunaan Strategi Metakognitif Strategi metakognitif yaitu SBB yang digunakan siswa dalam belajar bahasa dengan cara
memusatkan
diri
pada
belajar,
yaitu
dengan
merancang dan membuat perencanaan jadwal belajar serta mengevaluasi
193
proses belajar. Strategi ini diliput pada bagian D dari SILL dengan 8 butir indikator strategi yaitu pada butir 25 sampai dengan butir 32. Dari 56 orang responden tak seorangpun yang skor pilihannya menunjukkan bahwa mereka HAMPIR TIDAK PERNAH atau TIDAK PERNAH menggunakan strategi ini. Terdapat sebanyak 5 orang responden yang skornya dalam intensitas penggunaan strategi ini termasuk kriteria RENDAH yang berkisar antara 1,75-2,25.
Kriteria
ini
menunjukkan
bahwa responden-responden
ini
JARANG atau JARANG SEKALI menggunakan strategi metakognitif dalam proses
belajarnya.
Data
yang
terkumpul juga
menunjukkan
bahwa
sebanyak 31 orang responden mendapat skor yang berkisar antara 2,50 sampai 3,38. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Kriteria ini menunjukkan bahwa intensitas responden-responden ini dalam menggunakan strategi metakognitif berimbang antara menggunakan dengan tidak menggunakan atau 50%-50%. Sebanyak 20 orang responden skornya berada pada rentangan
skor 3,50-4,38.
Skor ini termasuk kriteria TINGGI
menunjukkan bahwa responden-responden ini SERING
yang
atau bahkan
SERING SEKALI menggunakan strategi ini. Data juga menunjukkan bahwa dari 56 orang respoden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA ini tak seorangpun yang skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Ini berarti bahwa tak seorangpun responden yang HAMPIR SELALU atau SELALU menggunakan strategi metakognitrf dalam proses belajarnya. Intensitas penggu-naan strategi metakognitif oleh responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA di La Trobe University dan Deakin University dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini.
194
TABEL 4.7 INTENSITAS PENGGUNAAN STRATEGI METAKOGNITIF PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA INTENSITAS PENGGUNAAN SBB
KRITERIA
SKOR
f
HAMPIR TIDAK PERNAH atau TIDAK PERNAH
RS
-
-
JARANG atau JARANG SEKALI
R
1,75-2,25
5
KADANG-KADANG
S
2,50-3,38
31
SERING atau SERING SEKALI
T
3,50-4,38
20
HAMPIR SELALU atau SELALU
TS
_
_
56
JUMLAH
Telah di kemukakan di atas bahwa strategi metakognitif ini dihimpun pada bagian D dengan delapan butir pernyataan indikator strategi yaitu pada butir 25 sampai dengan butir 32. Indikator strategi metakognitif yang pertama dinyatakan pada butir 25 yang berbunyi 7 preview the language iesson to get a general idea of what it is about, how it is relates to what I already know." Indikator ini mengandung makna bahwa dalam belajar bahasa, siswa mengulangi pelajaran tentang bahasa target yang sedang dipelajari itu untuk memperoleh gagasan pokok tentang pelajaran tersebut dan kaitannya dengan hal-hal yang telah diketahuinya. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini oleh pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA yaitu 2,48. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Dari 56 orang responden, 2 5 , 0 0 % atau 14 orang skornya dalam intensitas penggunaan strategi dari butir ini termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar 2 3 , 2 % atau sebanyak 13 orang responden skornya termasuk kriteria RENDAH. Kebanyakan responden yaitu 3 3 , 9 % atau
sebanyak 19 orang skornya
termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 14,3%, yaitu sebanyak 8 orang
195
responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Kira-kira 3,6% atau 2 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator yang kedua dari strategi metakognrtif ini dinyatakan pada butir 26 yang berbunyi 7 decide in advance to pay special attention to specific language aspects; for example, f focus the way native speakers pronounce certain sounds." Indikator ini mengandung makna bahwa dalam mempelajari aspek-aspek kebahasaan, siswa terlebih dahulu memutuskan misalnya untuk memfokuskan perhatiannya pada cara penutur asli melafalkan bunyi-bunyi tertentu. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 3,00. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden kadang-kadang menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya. Intensitas antara menggunakan dengan tidak menggunakannya berimbang atau 50%-50%. Dari 56 orang anggota sampel, terdapat 12,5% atau Sebesar
7 orang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI.
17,9% atau sebanyak 10 orang responden skornya termasuk
kriteria RENDAH.
Kebanyakan responden atau sebesar 39,3% dari
keseluruhan anggota sampel atau sebanyak 22 orang responden skornya termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 17,9% atau sebanyak
10 orang
responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 12,5% atau sebanyak 7 orang skornya dalam termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 27 yang merupakan indikator ketiga dari strategi metakognitif ini berbunyi / arrange my schedule to study and practice the new language consistently, not just when there is the pressure of the test. Pernyataan ini mengandung makna bahwa daiam proses belajar bahasa, siswa menyusun jadwal belajar dan berlatih menggunakan bahasa target secara konsisten dan bukan hanya pada waktu akan mengahadapi tes. Skor rata-rata
196
responden dalam intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 2,93. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Dari data yang terhimpun, 12,5% atau 7 orang responden skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar 19,6% atau sebanyak 11 orang responden skornya termasuk kriteria RENDAH. Kebanyakan responden atau sebesar 42,9% atau sebanyak 24 orang responden skornya termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 12,5% yaitu sebanyak 7 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 12,5 persen atau sebanyak
7 orang responden skornya termasuk
kriteria TINGGI SEKALI. Indikator yang keempat dari strategi metakognitif ini dinyatakan pada butir 28 yang berbunyi / plan my goal for language leaming, for instance, how proficient / want to become or! might want to use the language 'm the long run. Indikator ini mengandung makna bahwa dalam belajar bahasa, siswa menentukan tujuannya mengapa dia ingin belajar bahasa tersebut, misalnya, sejauh mana kemahiran berbahasa yang diharapkannya atau apa kegunaan bahasa tersebut untuk kepentingannya di masa mendatang. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 3,38. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden kadang-kadang menggunakan strategi dari butir ini dalam proses belajarnya yang intensitas menggunakan dengan tidak menggunakannya berimbang.
Dari data yang terhimpun, 7 , 1 % atau 4 orang skornya termasuk
kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar
16,1% atau sebanyak 9 orang
responden skornya termasuk kriteria RENDAH. Kebanyakan responden atau sebesar 26,8% atau sebanyak 15 orang responden skornya termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 32,1% yaitu sebanyak
197
18 orang responden
skornya termasuk kriteria TINGGI. Selebihnya, yaitu 17,9% atau sebanyak 10 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 29 merupakan indikator strategi metakognitif yang kelima. Butir ini berbunyi / cleariy identify the purpose of the language activity; for instance, 'm a iistening task I might need to listen for the general idea or for specific facts.
Pernyataan
ini
berindikasi
bahwa
dalam
melakukan
kegiatan-kegiatan dalam kaitannya dengan proses belajar bahasa, siswa mengidentifikasi tujuan dari setiap kegiatan secara jelas, misalnya daiam tugas menyimak, siswa mungkin perlu mendengarkan gagasan pokok atau hal-hal tertentu dari yang didengarnya itu. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 3,64. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden SERING atau SERING SEKALI menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya. Dari data yang terkumpul tak seorangpun responden yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar
8,9% atau sebanyak 5 orang responden skornya
termasuk kriteria RENDAH. Kebanyakan responden atau kira-kira sebesar 33,9% atau sebanyak 19 orang responden skornya termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 4 1 , 1 % yaitu 23 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 16,1% atau sebanyak 9 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 30 berbunyi / actively look for people with whom I can speak the new language. Pernyataan ini mengandung makna bahwa dalam proses belajar bahasa, siswa secara aktif mencari orang-orang yang dapat diajak berbicara dalam bahasa yang dipelajarinya. Skor rata-rata responden dalam intensitas penggunaan strategi butir ini yaitu 2,89. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Dari data yang terhimpun, 7 , 1 % atau 4 orang responden
198
skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. sebanyak
Sebesar
19 orang responden skornya termasuk
33,9% atau
kriteria
RENDAH.
Kira-kira 30,4% atau sebanyak 17 orang responden intensitasnya dalam menggunakan dengan tidak melakukan strategi ini skornya termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 19,6 % yaitu sebanyak
11 orang responden
skornya termasuk pada kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 8,9% atau sebanyak 5 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator yang ketujuh dari strategi metakognrtif ini dinyatakan pada butir 31 yang berbunyi I leam from my mistakes 'm using the new language. Indikator ini mengandung makna bahwa dalam mempelajari bahasa asing, siswa belajar dari kesalahannya dalam berbahasa target agar dapat menghindari kesalahan-kesalahan tersebut dalam menggunakan bahasa target. Skor rata-rata responden dalam intensitas penggunaan strategi ini yaitu 3,95. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 56 orang responden, hanya satu orang responden atau 1,8% yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar 1,8% atau juga hanya 1 orang responden skornya termasuk kriteria RENDAH.
Kira-kira 26,8% atau 15 orang
responden skornya termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 39,3% yaitu sebanyak 22 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 30,4 % atau sebanyak 17 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator yang kedelapan dari strategi metakognitif ini dinyatakan pada butir 32 yang berbunyi / evaiuate the general progress I have made in leaming the language. Pernyataan ini mengandung makna bahwa dalam proses belajar bahasa, siswa mengevaluasi pekembangan dan kemajuannya sendiri dalam bahasa target Skor rata-rata responden dalam intensitas
199
penggunaan strategi dari butir ini yaitu 3,12. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Dari 56 orang responden, 10,7% atau 6 orang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar
16,1% atau sebanyak 9 orang
responden memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Sebanyak 16 orang responden atau atau 28,6% skornya termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 39,3% atau sebanyak
22 orang responden skornya termasuk
kriteria TINGGI. Selebihnya, yaitu 5,4% atau sebanyak 3 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Ikhtisar intesitas penggunaan setiap indikator SB8 yang diliput dalam strategi metakognitif ini secara rinci akan diketengahkan pada Tabel 4.8 berikut ini.
200
TABEL 4.8 INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR STRATEGI METAKOGNfTlF OLEH PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA
No. Btr SBB
Indikator SBB dalam SILL
Skor Rata-rata
1
25
Mengutang pelajaran untuk memperoleh gagasan pokok dikaitkan dengan pelajaran (alu
2,48
14
13
19
8
2
26
Memberi perhatian khusus pada aspek bahasa tertentu
3,00
7
10
22
10
7
27
Menyusun jadwal belajar
2,93
7
11
24
7
7
28
Menentukan tujuan yang jelas dalam betajar bahasa asing
3,38
4
9
15
18
1 0
29
Mengidentifikasi tujuan setiap kegiatan belajar
3,64
-
5
19
23
9
30
Mencari teman untuk berlatih berbicara
2,89
4
19
17
11
5
31
Mempelajari kesalahan sendiri dan menghindarinya
3,95
1
1
15
22
1 7
32
Memonitor kemajuan belajar
3,12
6
9
16
22
3
f-skor pilihan 2 3 4
5
Penjelasan tentang skor pilihan: Skor 1 merujuk pada kriteria RENDAH SEKALI (RS) Skor 2 merujuk pada kriteria RENDAH (R) Skor 3 merujuk pada kriteria SEDANG (S) Skor 4 merujuk pada kriteria TINGGI (T) Skor 5 merujuk pada kriteria TINGGI SEKAL) (TS)
e.
Penggunaan Strategi Afektif Strategi afektif yaitu strategi yang digunakan siswa dalam belajar
bahasa asing dengan cara mengontrol emosi diri, sikap, dan motivasi dalam proses belajar bahasa target. Dari 56 orang responden, ada 2 orang
201
atau 3,6% skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI dengan rentangan skor antara 1,00 dengan 1,33. Kriteria ini menggambarkan bahwa responden ini HAMPIR TIDAK PERNAH atau TIDAK PERNAH menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya. Sebanyak 17 orang memilih skor antara 1,67-2,33. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Sebanyak 27 orang memilih skor antara 2,67-3,33. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Sisanya, yaitu 10 orang responden skornya antara 3,67-4,00
yang
termasuk kriteria TINGGI. Tak seorangpun yang skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Intensitas penggunaan strategi ini dapat dilihat pada Tabel 4.9.
TABEL 4.9 INTENSITAS PENGGUNAAN STRATEGI AFEKTIF OLEH PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA INTENSITAS PENGGUNAAN SBB
KRITERIA
SKOR
f
HAMPIR TIDAK PERNAH atau TIDAK PERNAH
RS
1,00-1,33
2
JARANG atau JARANG SEKALI
R
1,67-2,33
17
KADANG-KADANG
S
2,67-3,33
27
SERING atau SERING SEKALI
T
3,67-4,00
10
HAMPIR SELALU atau SELALU
TS
_
56
JUMLAH
Strategi afektif diukur pada bagian E dengan 3 butir pernyataan indikator strategi yaitu pada butir 33 sampai dengan butir 35. Butir 33 berbunyi / try to relax whenever I feel anxious about using the new language.
202
Pernyataan ini mengandung makna bahwa manakala merasa tegang atau resah dalam menggunakan bahasa target, siswa berupaya untuk menenangkan dirinya. Skor rata-rata responden pembelajar
bahasa Indonesia
sebagai BA dalam intensitas penggunaan strategi ini yaitu 3,54. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden SERING atau SERING SEKALI menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya. Dari keseluruhan jumlah anggota sampel, hanya 3,6% atau 2 orang responden yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar
5,4% atau sebanyak 3 orang responden memilih skor yang
termasuk kriteria RENDAH. Kebanyakan responden yaitu 39,3 % atau tepatnya
sebanyak
22
orang
responden
SEDANG. Sebesar 37,5% atau sebanyak
skornya
termasuk
kriteria
21 orang responden skornya
terma-suk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 14,3% atau sebanyak 8 orang responden skornya dalam penggunaan strategi dari butir ini termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator yang kedua dari strategi afektif ini dinyatakan pada butir 34 yaitu yang berbunyi / actively encourage myself to take wise risk 'm language leaming, such as guessing meaning or trying to speak, even though / might make some mistakes. Butir ini berindikasi bahwa dalam proses belajar bahasa asing, siswa secara aktif mendorong dirinya untuk memberanikan diri menggunakan bahasa target seperti menerka makna atau mencoba berbicara dalam bahasa target walaupun mungkin dia akan berbuat kesalahan dalam menggunakan bahasa tersebut. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 3,64. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 56 orang responden, 8,9% atau 5 orang responden skornya dalam penggunaan strategi ini termasuk kriteria RENDAH
203
SEKALI.
Sebesar 10,7% atau sebanyak 6 orang responden menyatakan bahwa mereka memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 21,4 % atau tepatnya sebanyak 12 orang responden skornya termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 25,0%, yaitu sebanyak
14 orang responden skornya
termasuk pada kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 33,9% atau sebanyak 19 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator yang terakhir dari strategi afektif ini berbunyi / keep a prívate diary or joumal where I write my feelings about language leaming. Butir ini mengandung makna bahwa dalam proses belajar bahasa, siswa menyediakan buku harian khusus untuk mencurahkan perasaannya tentang belajar bahasa. Skor rata-rata responden dalam intensitas penggunaan strategi ini yaitu 1,20. Skor ini termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden HAMPIR TIDAK PERNAH atau TIDAK PERNAH menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya. Dari 56 orang responden, 89,3% atau 50 orang responden skornya dalam intensitas penggunaan strategi ini skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar 5,4% atau 3 orang responden skornya termasuk kriteria RENDAH. Sebesar 3,6% dari keseluruhan anggota sampel atau 2 orang responden skornya termasuk kriteria SEDANG. Tak seorangpun dari keseluruhan anggota sampel yang skornya termasuk kriteria TINGGI. Akan tetapi, 1,8% atau hanya 1 orang responden yang skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Tabel 4.10 berikut mengetengahkan ikhtisar intensitas penggunaan setiap indikator SBB yang diliput dalam strategi afektif.
204
TABEL 4.10 INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR STRATEGI AFEKTIF OLEH PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA
No. Btr SBB
Indikator SBB dalam SILL
33
f-skor pilihan 2 3 4
Skor Rata-rata
1
Menenangkan diri jika merasa tegang sewaktu menggunakan bahasa target
3,54
2
3
22
21
8
34
Mendorong diri agar berani menggunakan bahasa target
3.64
5
6
12
14
19
35
Mencatat perasaan tentang belajar bahasa target dalam buku harian
1,20
50
-
2
-
1
5
Penjelasan tentang skor pilihan: Skor 1 merujuk pada kriteria RENDAH SEKALI (RS) Skor 2 merujuk pada kriteria RENDAH (R) Skor 3 merujuk pada kriteria SEDANG (S) Skor 4 merujuk pada kriteria TINGGI (T) Skor 5 merujuk pada kriteria TINGGI SEKALI (TS)
f. Penggunaan Strategi Sosialisasi Strategi sosialisasi yaitu strategi yang digunakan siswa dalam kegiatan belajar bahasa asing yang melibatkan orang lain, misalnya belajar bersama dengan teman. Dari 56 orang responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA, tak seorangpun yang secara rata-rata skor penggunaan strategi sosialisasinya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Hanya 1 orang
responden
yang
secara
rata-rata
skornya
termasuk
kriteria
RENDAH. Sebanyak 21 orang responden memilih skor antara 2,80-3,40. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Kebanyakan siswa, yaitu sebanyak 30 orang responden memilih skor antara 3,60-4,40. Rentangan skor ini termasuk kriteria TINGGI. Selebihnya, yaitu 4 orang responden memilih skor antara 4,60-4,80. Skor ini termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Intensitas
205
penggunaan strategi sosialisasi oleh pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dapat dilihat pada Tabel 4.11.
TABEL 4.11 INTENSITAS PENGGUNAAN STRATEGI SOSIALISASI OLEH PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA INTENSITAS PENGGUNAAN SBB
KRITERIA
SKOR
f
HAMPIR TIDAK PERNAH atau TIDAK PERNAH
RS
-
-
JARANG atau JARANG SEKALI
R
2,00-2,40
1
KADANG-KADANG
S
2,80-3,40
21
SERING atau SERING SEKALI
T
3,60-4,40
30
HAMPIR SELALU atau SELALU
TS
4,60-4,80
4
JUMLAH
56
JUMLAH
Strategi sosialisasi dalam instrumen pengumpulan data tentang SBB diukur pada bagian F dengan 5 butir pernyataan indikator strategi yaitu pada butir 36 sampai dengan butir 40. Dari uraian di atas terlihat bahwa tak seorangpun responden yang skornya menunjukkan bahwa mereka tidak pernah bertanya atau belajar bersama dengan teman. Kebanyakan siswa menyatakan bahwa mereka SERING atau SERING SEKALI menggunakan strategi sosialisasi ini dalam belajar bahasa target Indikator yang pertama dari strategi sosialisasi ini tertuang pada butir 36 yang berbunyi If I don't understand I ask the speaker to slow down, repeat, or darify what was said. Butir ini mengandung makna bahwa dalam berlatih menggunakan bahasa target, jika siswa tidak memahami apa yang dikatakan lawan bicara, dia memohon lawan bicaranya untuk berbicara
206
lebih lambat atau untuk mengulangi apa yang dikatakannya itu. Skor ratarata responden dalam intensitas penggunaan strategi butir ini yaitu 4,09. Skor ini termasuk kriteria TINGGI.
Dari data yang terhimpun,
tak
seorangpun responden yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar 8,9% atau sebanyak 5 orang responden memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 16,1% atau sebanyak 9 orang responden skornya dalam penggunaan strategi dari butir ini termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 32,1% yaitu sebanyak
18 orang responden
skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 42,9 % atau sebanyak 24 orang responden skornya dalam penggunaan strategi ini termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 37, yaitu indikator strategi sosialisasi yang kedua berbunyi / work with other tanguage leamens to practice, review, or share information. Indikator ini berimplikasi bahwa dalam proses belajar bahasa asing, responden belajar bersama dengan pembelajar lainnya untuk berlatih, atau berbagi informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar bahasa target. Skor rata-rata responden dalam intensitas penggunaan strategi butir ini yaitu 2,93. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Dari keseluruhan anggota sampel, hanya 1 orang
atau 1,8% responden yang skornya
termasuk pada kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar 33,9 % atau sebanyak 19 orang responden menunjukkan
bahwa skornya termasuk
kriteria
RENDAH. Kebanyakan responden atau sebesar 4 1 , 1 % atau sebanyak 23 orang responden skornya termasuk kriteria SEDANG.. Sebesar 1 6 , 1 % yaitu sebanyak
9 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI.
Sisanya, yaitu 7 , 1 % atau sebanyak 4 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI.
207
Butir 38 merupakan indikator strategi sosialisasi yang ketiga. Butir ini berbunyi f n conversation with others in the new Ianguage, I ask questions in order to be as involved as possible and to show l'm interested. Strategi belajar yang terkandung dalam butir ini yaitu dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa target, siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan agar terlibat secara memperlihatkan
sepenuhnya
keantusiasannya
rata-rata responden dalam
dalam dalam
percakapan
tersebut
untuk
percakapan
tersebut.
Skor
intensitas penggunaan strategi butir ini yaitu
3,29. Skor ini termasuk kriteria SEDANG. Dari keseluruhan jumlah anggota sampel, hanya 3,6% atau 2 orang responden yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar
16,1% atau sebanyak 9 orang
responden skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 39,3% atau sebanyak 22 orang responden skornya termasuk kriteria Sebesar 30,4% yaitu sebanyak
SEDANG.
17 orang responden skornya termasuk
pada kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 10,7% atau sebanyak
6 orang
responden skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 39 merupakan indikator strategi sosialisasi yang keempat. Butir ini berbunyi / try to leam about the culture of the place where the new Ianguage is spoken. indikator ini berimplikasi bahwa dalam proses belajar bahasa asing, siswa juga mencoba mempelajari budaya bahasa target. Skor rata-rata responden dalam
intensitas penggunaan strategi ini yaitu
4,43. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari keseluruhan anggota sampel, tak seorangpun responden yang skornya termasuk pada kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar 3,6% atau sebanyak 2 orang responden memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 10,7% atau sebanyak 6 orang responden. Sebesar 25,00% dari keseluruhan anggota sampel, yaitu
208
sebanyak 14 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 60,7% atau sebanyak 34 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator yang terakhir dari strategi sosialisasi ini yaitu butir 40. Butir ini berbunyi / pay close attention to the thoughts and feelings of other oeople with whom I interact in the new language. Butir ini berindikasi bahwa daiam berinteraksi dengan orang lain yang berbahasa target, siswa betul-betul memperhatikan pikiran dan perasaan orang yang diajak bicara dafam bahasa target. Skor rata-rata responden dalam intensitas penggunaan strategi butir ini yaitu 3,66. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 56 orang responden, 3,6% atau hanya 2 orang responden termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebesar 14,3% atau 8 orang skornya termasuk kriteria RENDAH. Sebanyak 11 orang atau sebesar 19,6% skornya termasuk kriteria SEDANG. Sebesar 37,5% yaitu sebanyak
21 orang responden
skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 25,0% atau sebanyak 14 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Ikhtisar intensitas penggunaan setiap indikator strategi yang diliput dalam strategi sosialisasi dapat dilihat pada Tabel 4.12.
209
TABEL 4.12 INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR STRATEGI KOMPENSASI OLEH PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA
No. Btr SBB
Indikator SBB dalam SILL
36
f-skor pili han
Skor Rata-rata
1
2
3
4
5
Meminta tawan bicara untuk berbicara agak lambat
4,09
-
5
9
18
24
37
Belajar bersama dengan teman
2,93
1
19
23
9
4
38
Memperlihatkan keantusiasan dalam berbicara dengan jalan mengajukan pertanyaan
3,29
2
9
22
17
6
39
Belajar budaya bahasa target
4,43
-
2
6
14
34
40
Memperhatikan pikiran dan perasaan lawan bicara
3,66
2
8
11
21
14
Penjelasan tentang skor pffifian. Skor 1 merujuk pada kriteria RENDAH SEKALI (RS) Skor 2 merujuk pada kriteria RENDAH (R) Skor 3 merujuk pada kriteria SEDANG (S) Skor 4 merujuk pada kriteria TINGGI (T) Skor 5 merujuk pada kriteria TINGGI SEKAU (T S)
g. Ikhtisar Intensitas Penggunaan Setiap Deskriptor SBB Dari pembahasan penggunaan setiap deskriptor
dalam SILL seba-
gaimana diuraikan pada bagian-bagian terdahulu terlihat bahwa berdasarkan skor-rata-rata dalam setiap deskriptor SBB, dari enam deskriptor strategi dalam SILL, intensitas penggunaan yang paling
tinggi
yaitu dalam
penggunaan strategi kompensasi sedangkan yang paling rendah yaitu dalam penggunaan strategi mengingat. Jika diurutkan berdasarkan skor rata-rata intensitas penggunaan setiap deskriptor mulai dari yang paling tinggi
hingga
yang
terendah,
urutannya
210
sebagai
berikut:
strategi
kompensasi sebesar 3 , 9 1 , strategi sosialisasi sebesar 3,68, strategi kognitif sebesar 3,53, strategi metakognitif sebesar 3,17, strategi afektif sebesar 2,79, dan strategi mengingat sebesar 2,59. Ikhtisar urutan intensitas penggunaan setiap deskriptor tersebut dapat dilihat pada tabel 4 . 1 3 .
TABEL 4.13 IKHTISAR INTENSITAS PENGGUNAAN DESKRIPTOR SBB PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA
RATA-RATA
SIMPANGAN BAKU
MINIMUM
MAKSIMUM
Mengingat
2,59
0,51
1,63
3,75
Afektif
2,79
0,71
1,00
4,00
Metakognitif
3,17
0,60
1,75
4,38
Kognitif
3,53
0,55
2,00
4,75
Sosialisasi
3,68
0,52
2,00
4,80
Kompensasi
3,91
0,55
3,00
5,00
DESKRIPTOR
Sama
halnya dengan intensitas penggunaan deskriptor SBB,
intensitas penggunaan setiap butir indikator SBB pun berbeda. Data deskriptif menunjukkan bahwa butir 35 yaitu indikator yang berbunyi / keep a private diary or journal where f write my feelings about language learning, intensitas penggunaannya paling rendah. Skor rata-rata dalam penggunaan strategi ini, yaitu sebesar 1,20. Indikator strategi dari butir ini termasuk deskriptor strategi afektif. Indikator SBB yang intensitas penggunaannya paling tinggi yaitu butir 16 dengan skor rata-rata 4,63 yang termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator ini berbunyi 7 use reference materials such as glossaries or
211
dictionaries to help me use the new language." Indikator ini termasuk strategi kognitif.
Intensitas penggunaan setiap indikator SBB dalam SILL
mulai dari skor yang paling rendah hingga yang paling tinggi secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.14.
TABEL 4.14 INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR STRATEGI DALAM SILL OLEH PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA
No. Btr SBB
Indikator SBB dalam SILL
Skor Rata-rata
35
Mencatat perasaan tentang belajar bahasa di buku harian
1,20
50
3
2
-
1
06
Memperagakan kata baru
1,45
42
8
2
3
1
04
Menyenaraikan kata yang diketahui untuk melihat kaitannya dengan kata baru
1,82
24
-
20
10
2
05
Menggunakan flashcartis untuk mengingat kata baru
2,11
32
6
4
8
6
14
Membaca buku-buku yang berbahasa target untuk hiburan
2,46
13
16
17
8
2
25
Mengulang pelajaran untuk memperoleh gagasan pokok dan kaitannya dengan pelajaran lalu
2,48
14
13
19
8
2
03
Mengasosiasikan pelafalan kata baru dengan kata lain
2,59
15
7
23
8
3
02
Menggunakan kata baru dalam kalimat
2,70
6
23
13
10
4
15
Menggunakan kamus atau yang sejenisnya dalam menggunakan bahasa target
2,62
6
16
21
8
5
12
Berinisiatif untuk menggunakan bahasa target
2,89
4
19
18
9
6
212
f-skor pi ihan 1 3 2 4 5
TABEL 4.14 (LANJUTAN) INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR STRATEGI DALAM SILL OLEH PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA
No. Btr SBB
Indikator SBB dalam SILL
30
f-skor pilihan 2 5 3 4
Skor Rata-rata
1
Mencari teman untuk belatih berbicara
2,89
4
19
17
11
5
27
Menyusun jadwal belajar
2,93
7
11
24
7
7
37
Belajar besama dengan teman
2,93
1
19
23
9
4
13
Menonton TV, film, mendengarkan siaran radio yang berbahasa target
2,96
8
13
15
13
7
26
Memperhatikan aspek bahasa tertentu
3,00
7
10
22
10
7
09
Mengucapkan atau menuliskan kata baru berulang-ulang
3,05
5
15
17
10
9
32
Memonitor kemajuan bnelajar
3,12
6
9
16
22
3
08
Segera mengingat pelajaran baru
3,20
2
11
23
14
6
38
Bertanya sewaktu bercakap-cakap dalam bahasa target
3,29
2
9
22
17
6-*
28
Menentukan tujuan yang jelas dalam belajar bahasa
3,38
4
9
15
16
10
07
Mengulang pelajaran baru
3,39
2
3
27
19
5
22
Mengantisipasiyang akan dikatakan lawan bicara
3,50
2
7
21
17
9
01
Menghubungkan materi baru dengan materi yang dikuasai
3,50
2
6
18
22
8
33
Menenangkan diri tatkala menggunakan bahasa target
3,54
2
3
22
21
8
10
Meniru cara berbicara penutur asli
3,61
1
6
20
16
13
34
Mendorong diri untuk menggunakan bahasa target
3,64
5
6
12
14
19
20
Mengembangkan pemahaman tentang kaidah bahasa target
3,64
3
7
13
17
16
TABEL 4.14 (LANJUTAN) INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR STRATEGI DALAM SILL OLEH PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA
No. Btr SBB
Indikator SBB dalam SILL
29
f-skor pilihan 2 3 4 5
Skor Rata-rata
1
Mengidentifikasi tujuan kegiatan dalam unsur bahasa
3,64
4
19
17
11
5
40
Memperhatikan pendapat dan perasaan lawan bicara
3,66
2
8
11
21
14
19
Membaca wacana berbahasa target tanpa meneerjemahkannya
3,80
3
4
13
17
26
23
Menggunakan isyarat atau beralih ke bahasa ibu
3,95
-
8
11
18
19
31
Belajar dari kesalahan dalam menggunakan bahasa target
3,95
1
1
15
22
17
24
Menggunakan segala cara untuk menyatakan gagasan misalnya menggunakan sinonim
4,02
3
7
13
17
16
36
Meminta lawan bicara untuk berbicara agak lambat
4,09
-
5
9
18
24
11
Membaca ceritera/percakapan bahasa target berulang-ulang
4,12
-
4
8
21
23
18
Memenggal kata ke dalam suku kata yang dipahami
4,12
4
19
18
9
6
17
Mencatat pelajaran di kelas dalam bahasa target
4,25
-
2
9
18
27
21
Menerka gagasan pokok dari konteks
4,34
-
2
6
19
36
39
Mempelajari budaya bahasa target
4,43
-
2
6
14
34
16
Menggunakan buku rujukan seperti kamus dalam belajar
4,63
1
2
-
11
42
214
2. Intensitas Penggunaan SBB Pembelajar Bahasa Inggris sebagai BA Bagian ini akan membahas intensitas penggunaan SBB oleh pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di IKIP Bandung. Untuk kepentingan analisis
ini,
digunakan
kriteria
intensitas
penggunaan
ISBB
untuk
pembelajar bahasa Inggris sebagai BA yang diketengahkan pada bab Itl Tabel
3.18.
Skor
rata-rata
intensitas
penggunaan
SBB
responden
pembelajar bahasa Inggris sebagai BA adalah 2,58. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Kriteria ini menunjukkan bahwa penggunaan SBB oleh responden pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di IKfP Bandung cenderung ke arah tinggi. Artinya, responden-responden ini SERING atau SERING SEKALI menggunakan SBB dalam proses belajarnya. Bagian berikut akan memaparkan intensitas penggunaan setiap deskriptor SBB beserta indikatornya.
a. Penggunaan Strategi Mengingat Strategi mengingat yaitu SBB yang digunakan siswa secara khusus untuk menyimpan dan mengambil-gunakan informasi sebagaimana diukur dengan indikator SBB yang dinyatakan dalam setiap butir dari instrumen pengumpul data SBB untuk pembelajar bahasa Inggris sebagai BA yaitu ISBB. Setiap indikator SBB yang dinyatakan dalam butir-butir ISBB tersebut mengandung strategi yang diberi skor pilihan intensitas penggunaan strategi sebagaimana diketengahkan pada bab III. Dengan berdasar pada kriteria pada Tabel 3.18, dari 114 orang responden, 2 orang responden atau 1,75% memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH SEKALI dengan skor yang berkisar antara 1,00-1,33. Sebanyak 78 orang responden atau sebesar 68,42%
215
memilih skor yang
termasuk kriteria RENDAH dengan skor yang berkisar antara 1,56 sampai 2,44. Selebihnya, yaitu sebanyak 34 orang atau 29,82% memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI dengan skor yang berkisar antara 2,56 sampai dengan 3,44. Kriteria ini mengandung makna bahwa responden-responden ini SERING atau mungkin SERING SEKALI menggunakan SBB seperti yang dinyatakan dalam ISBB. Dari 114 orang responden tak seorang pun pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di IKIP Bandung yang secara rata-rata strategi mengingatnya termasuk kriteria TINGGI SEKALI yaitu yang menunjukkan bahwa responden HAMPIR SELALU atau SELALU menggunakan strategi mengingat dalam proses belajarnya. Intensitas penggunaan strategi ini oleh pembelajar bahasa Inggris sebagai BA dapat dilihat pada Tabel 4.15.
TABEL 4.15 INTENSITAS PENGGUNAAN STRATEGI MENGINGAT OLEH PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS SEBAGAI BA
INTENSITAS PENGGUNAAN STRATEGI
KRITERIA
SKOR
f
HAMPIR TIDAK PERNAH - TIDAK PERNAH
RS
1,00 -1,33
2
JARANG - JARANG SEKALI
R
1,56-2,44
76
SERING - SERING SEKALI
T
2,56-3.44
34
HAMPIR SELALU - SELALU
TS
_
114
JUMLAH
Strategi mengingat dalam ISBB diukur pada bagian A dengan sembilan butir pernyataan indikator strategi yaitu pada butir 1 sampai dengan butir 9. Skor rata-rata intensitas penggunaan butir 01 ialah 2,56
216
yang menurut kriteria analisis data SBB pada Tabel 3.18, skor ini termasuk kriteria TINGGI. Indikator strategi mengingat yang pertama berbunyi "Saya mencoba menghubungkan apa yang sudah saya ketahui dengan hal-hal baru yang saya pelajari dalam bahasa Inggris." Kira-kira 4,4% atau 5 orang responden skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebanyak 51 orang atau 44,7% skornya termasuk kriteria RENDAH. Sebanyak 47 orang atau 41,2% skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 11 orang atau 9,6% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 2 berbunyi "Saya menggunakan kata-kata bani bahasa Inggris dalam kalimat agar saya bisa mengingat kata-kata tersebut." Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 2,45. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Dari 114 orang responden, hanya 1 orang atau 0,9% skornya yang termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebanyak 68 orang responden atau 59,6% skornya termasuk kriteria RENDAH. Sebesar 33,3% atau 38 orang skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 7 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 3 berbunyi "Untuk mengingat sebuah kata, saya hubungkan bunyi kata baru tersebut dengan bayangan benda atau gambar kata tersebut." Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini adalah 2,65. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 114 orang responden. 7 orang atau 6,1%
skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebanyak 42 orang
responden atau 36,6% skornya termasuk kriteria RENDAH. Sebanyak 49 orang, atau kira-kira 43,00% skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 16 orang responden atau kira-kira 14% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI.
217
Butir 4 berbunyi "Untuk mengingat sebuah kata, saya membayangkan kata tersebut dalam sebuah situasi yang dalam situasi itu kata tersebut mungkin digunakan." Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini adalah 2,61. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 114 orang respodnen, sebanyak 9 orang atau kira-kira 7,9%
skornya termasuk
kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 43 orang responden atau kira-kira 37,7% memilih skor dari kriteria RENDAH. Kira-kira 40,4% yaitu 46 orang responden
skornya
termasuk
kriteria
TINGGI.
Sebanyak
16
orang
responden atau 14,0% memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator ke 5 berbunyi "Untuk mengingat kata baru, saya mengingat bunyi kata tersebut dengan mengasosiasikan bunyi kata tersebut dengan kata dalam bahasa sendiri yang bunyinya mirip dengan kata baru tersebut." Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir 05 yaitu 2,23. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Sebanyak 18 orang atau kira-kira 15,8% skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebanyak 61 orang atau 53,5% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 22,8 % yaitu 26 orang skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 9 orang atau 7,9% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 6 yang berbunyi
"Saya menggunakan flashcards untuk
mengingat kata-kata baru" berindikasi bahwa untuk mengingat kata baru, siswa menggunakan kartu-kartu yang bertuliskan kata baru yang dilengkapi dengan makna kata tersebut dan informasi lainnya yang berkaitan dengan kata tersebut. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi butir 06 yaitu 1,56. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Sebanyak 61 orang atau kira-kira 53,5% skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 44 orang
218
atau kira-kira 38,6% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 6 , 1 % yaitu 7 orang skornya termasuk kriteria TINGGI. Kira-kira 1,8% atau 2 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 7 berbunyi "Untuk mengingat kata baru, saya memperagakan kata-kata baru tersebut dengan menggerakkan anggota badan," Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 1,86. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Sebanyak 37 orang atau kira-kira 32,5% skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 58 orang responden atau kira-kira 50,9% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 14,9% yaitu 17 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Kira-kira 1,8% atau sebanyak 2 orang responden skomya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 8 berbunyi "Saya mempelajari kembali pelajaran yang telah diajarkan di kelas di luar jam sekolah." Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir 08 yaitu 2,41. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Sebanyak 3 orang atau kira-kira 2,6% skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 68 orang atau kira-kira 59,6% skomya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 31,6% yaitu 36 orang skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 7 orang atau 6 , 1 % skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 9 berbunyi Saya mengingat kata-kata dan frase-frase baru yang abstrak dengan mengingat lokasi kata-kata dan frase-frase tersebut dalam buku, di papan tulis, atau pada tanda-tanda jalan. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 2,37. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Dari 114 orang responden, 14% atau sebanyak 16 orang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI.
Selanjutnya,
51
orang
responden atau kira-kira 44,7% skomya termasuk kriteria RENDAH.
219
Kira-kira 31,6% yaitu 36 orang responden termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 11 orang atau 9,6% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Ikhtisar intensitas penggunaan setiap indikator strategi mengingat tersebut secara rinci akan diketengahkan pada Tabel 4.16.
TABEL 4.16 IKHTISAR INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR SBB DALAM STRATEGI MENGINGAT
No. Btr SBB
Indikator SBB dalam ISBB
Skor Rata-rata
1
01
Menghubungkan materi baru dengan materi yang sudah diketahui
2,56
5
51
47
11
02
Menggunakan kata dalam kalimat
2,45
1
68
47
7
03
Menghubungkan bunyi kata baru dengan bentuk bendanya
2,65
7
42
49
16
04
Membayangkan kata baru dalam sebuah situasi
2,61
9
43
46
16
05
Mengasosiasikan kata baru dengan kata lain dalam bahasa tbu
2,23
18
61
26
9
06 ^ Menggunakan fiashcards untuk meng- i ingat kata baru —
1,56
61
44
7
2
07
Mengingat kata baru dengan memperagakan kata tersebut
1,86
37
58
17
2
08
Mengulang pelajaran baru
2,41
3
68
36
7
09
Mengingat kata baru dengan mengingat lokasi kata/frase tersebut digunakan
2,37
16
51
36
11
220
f- - skor pilihan 3 4 2
b. Penggunaan Strategi Kognitif Strategi kognitif, sebagaimana diketengahkan dalam definisi istilah, merujuk pada kegiatan siswa dalam belajar bahasa yang melibatkan transformasi
bahasa
secara
langsung
melalui
penalaran,
analisis,
pencatatan, latihan menggunakan bahasa dalam suasana alami. Dari 114 orang responden pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di IKIP Bandung, tak seorang
pun
responden yang
secara
rata-rata
skor
intensitas
penggunaan strategi kognitifnya termasuk kriteria RENDAH SEKALI dan TINGGI SEKALI. Dari data ini dapat diketahui bahwa tidak seorang pun responden yang menyatakan bahwa mereka HAMPIR TIDAK PERNAH atau
TIDAK PERNAH
menggunakan
strategi
kognitif dalam
proses
belajarnya dan tak seorang pun responden yang menyatakan bahwa mereka HAMPIR SELALU atau SELALU mengunakan strategi kognitif dalam proses belajarnya. Sebanyak 77 orang atau kira-kira 67,54% memilih skor antara 2,50-3,50. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 37 orang responden skornya dalam penggunaan strategi antara 1,71-2,43 yang termasuk kriteria RENDAH. Intensitas penggunaan strategi kognitif oleh responden pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di IKIP Bandung dapat dilihat pada Tabel 4.17.
22!
TABEL 4.17 INTENSITAS PENGGUNAAN STRATEGI KOGNITIF OLEH PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS SEBAGAI BA INTENSITAS PENGGUNAAN STRATEGI
KRITERIA
SKOR
f
HAMPIR TIDAK PERNAH - TIDAK PERNAH
RS
-
-
JARANG - JARANG SEKALI
R
1.71 -2,43
37
SERING - SERING SEKALI
T
2,50 - 3,50
77
HAMPIR SELALU - SELALU
TS
_
_
114
JUMLAH
Strategi kognitif ini diliput dengan 14 butir pernyataan indikator strategi yaitu oleh butir 10 sampai butir 23. Butir 10 berbunyi Dalam mempelajari kata-kata baru, saya mengucapkan atau menuliskan kata-kata baru itu beberapa kali. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 2,45. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden pembelajar bahasa Inggris yang dijadikan sampel dalam penelitian
ini
secara
rata-rata
JARANG
atau
JARANG
menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya.
Dari
SEKALI
114 orang
responden,7,9% atau 9 orang responden skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 54 orang atau kira-kira 47,4% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 36,8% yaitu 42 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Terdapat 9 orang responden atau 7,9 % yang skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 11 berbunyi Saya berupaya berlatih berbicara seperti penutur asli. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 2,97. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 114 orang responden, 2,6% atau sebanyak 3 orang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 28 orang
222
atau kira-kira 24,6% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 45,6% yaitu 52 orang skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 31 orang responden atau 27,2% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 12
berbunyi Saya berlatih mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
Inggris. Skor rata-rata intensitas responden dalam penggunaan strategi ini yaitu 2,95. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 114 orang responden, terdapat 2,6% atau sebanyak 3 orang responden yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, terdapat 28 orang responden atau kira-kira 24,6% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 48,2% yaitu 55 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 28 orang responden atau 24,6% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 13
berbunyi Saya menggunakan kata-kata bahasa Inggris
dalam berbagai konteks. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 2,33. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Dari 114 orang responden, 5,3% atau sebanyak 6 orang responden yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 73 orang responden atau kira-kira 64% termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 22,8% yaitu 26 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 9 orang atau 7,9% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 14 berbunyi Saya berinisiatif untuk memulai percakapan dengan menggunakan bahasa Inggris. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 2,35. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Dari 114 orang responden, terdapat 7,9% atau sebanyak 9 orang responden yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 67 orang responden atau kira-kira 58,8% memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 23,7% yaitu 27 orang responden yang
223
skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 11 orang responden atau 9,6% memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI SEKALI. SBB yang terkandung dalam butir 15 berbunyi Saya menonton film berbahasa Inggris untuk meningkatkan kemampuan saya dalam bahasa tersebut. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 3,73. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari data yang terhimpun, tak seorang pun dari pembelajar bahasa Inggris sebagai BA yang skor penggunaan strategi belajar seperti dinyatakan pada butir ini termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 17 orang responden atau kira-kira 14,9% termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 47,4% yaitu 54 orang responden skornya termasuk
kriteria
responden-responden
TINGGI. tersebut
Ini
mengandung
SERING
atau
makna SERING
bahwa SEKALI
menggunakan strategi ini. Sebanyak 43 orang responden atau 37,7% yang skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 16
berbunyi Saya membaca buku-buku berbahasa Inggris.
Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 2,80. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari data yang terhimpun, tak seorang pun responden yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 39 orang res-ponden atau 34,2% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 51,8% yaitu 59 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Ini berarti responden-responden tersebut HAMPIR SELALU atau SELALU menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya. Butir 17
berbunyi Saya membuat catatan, pesan, surat-surat atau
laporan dalam bahasa Inggris. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 2,57. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 114 orang responden, terdapat 1,8% atau sebanyak 2 orang responden skornya
224
termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 54 orang responden atau kira-kira 47,4% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 43% yaitu 49 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 9 orang responden atau 7,9% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 16 yang berbunyi Pada waktu membaca buku bahasa Inggris, terlebih dahulu saya membacanya untuk mencari esensi dari bacaan tersebut, kemudian membacanya lagi dengan saksama. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 2,87. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 114 orang responden, terdapat 6 , 1 % atau sebanyak 7 orang responden yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebanyak 32 orang responden skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 38,6% yaitu 44 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 31 orang responden atau 27,2% skornya terma-suk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 19 berbunyi Saya mencari kata-kata dalam bahasa saya sendiri yang serupa dengan kata-kata baru dalam bahasa Inggris. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 2,09. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Dari data yang terhimpun, 27 orang yaitu 23,7% skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI Selanjutnya, 55 orang responden atau kira-kira 46,2% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 23,7% yaitu 27 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 5 orang responden atau 4,4% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 20 berbunyi Saya mencoba untuk mengetahui pola kalimat bahasa Inggris. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini termasuk kriteria TINGGI yaitu 2,93. Sebanyak 4 orang yaitu kira-kira 3,5,% skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 28 orang responden atau kira-kira 24,6% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 47,4% yaitu
225
54 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 28 orang responden atau 24,6% menyatakan bahwa skor mereka dalam penggunaan strategi ini termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 21 berbunyi Saya mencari makna kata bahasa Inggris dengan memenggal kata tersebut. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 2,35. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Data menunjukkan bahwa 16 orang responden yaitu kira-kira 14% skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 54 orang responden atau kira-kira 47,4% secara rata-rata skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 2 8 , 1 % yaitu 32 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Selebihnya, yaitu 12 orang responden atau 10,5% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 22 berbunyi Untuk memahami wacana bahasa Inggris, saya tidak menerjemahkan kata demi kata. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi yaitu 3,21. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Data menunjukkan bahwa 3 orang yaitu kira-kira 2,6,% skornya dalam penggunaan strategi ini termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 16 orang responden atau kira-kira 14,0% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 43,0 % yaitu 49 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Selebihnya, yaitu 46 orang responden atau 40,4% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 23 berbunyi Saya membuat ringkasan dari apa yang saya dengar atau saya baca yang berbahasa Inggris. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 2,17. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Sebanyak 17 orang yaitu kira-kira 14,9% skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 70 orang responden atau kira-kira 61,4% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 15,8 % yaitu 18 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 9 orang
226
responden atau 7,9% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Ikhtisar intensitas penggunaan setiap indikator strategi
kognitif ini dapat dilihat
secara rinci pada Tabel 4.18 berikut ini.
TABEL 4.18 IKHTISAR INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR SBB STRATEGI KOGNITIF
No. Btr SBB
Indikator SBB dalam ISBB
Skor Rata-rata
1
f- • skor pilihan 3 4 2
10
Mengucapkan atau menuliskan kata baru berulang-ulang
2,45
9
54
42
9
11
Berlatih berbicara seperti penutur asli
2.97
3
28
52
31
12
Berlatih mengucapkan bunyi-bunyi bahasa target
2,95
3
28
55
28
13
Menggunakan kata-kata baru dalam berbagai konteks
2,33
6
73
26
9
14
Berinisiatif memulai percakapan dalam bahasa target
2,35
9
67
27
11
15
Menonton film berbahasa target
2.80
-
17
54
43
16
Membaca buku berbahasa target
2,80
-
39
59
16
17
Mencatat segala dalam bahasa target
2,57
2
54
49
9
18
Membaca sekilas untuk mencari gagasan pokok
2,87
7
32
44
31
19
Mencari kata dalam bahasa ibu yg serupa dengan yang dipelajari
2,09
27
55
27
5
20
Mengembangkan pemahaman kaidah
2.93
4
28
54
28
21
Mencari makna kata dengan memenggal kata
2,35
16
54
32
12
22
Untuk memahami bahasa target tidak menerjemahkan kata demi kata
3,21
3
16
49
46
23
Membuat ringkasan dari wacana lisan maupun tertulis
2,17
17
70
18
9
227
c
Strategi Kompensasi Strategi Kompensasi merujuk pada perilaku siswa dalam mengguna-
kan bahasa dengan cara menanggulangi kekurangannya dalam pengetahuan bahasa target, misalnya dengan cara menerka kata dari konteksnya. Dari 114 orang responden pembelajar bahasa Inggris sebagai BA yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, tak seorang pun yang skornya dalam penggunaan strategi kompensasi ini termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebanyak 25 orang responden skornya antara 1,83-2,33. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Sebanyak 81 orang responden atau 71,05% memilih skor antara 2,50-3,50. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu sebanyak 8 orang responden memilih skor antara 3,67-4,00. Skor ini termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Dari uraian ini terlihat bahwa kebanyakan responden pembelajar bahasa Inggris sebagai BA yang dijadikan sampel dalam penelitian ini skor rata-ratanya termasuk kriteria TINGGI. Intensitas penggunaan strategi ini dapat dilihat pada Tabel 4.19. TABEL 4.19 INTENSITAS PENGGUNAAN STRATEGI KOMPENSASI OLEH PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS SEBAGAI BA INTENSITAS PENGGUNAAN STRATEGI
KRITERIA
SKOR
f
HAMPIR TIDAK PERNAH - TIDAK PERNAH
RS
-
-
JARANG - JARANG SEKALI
R
1,83-2,33
25
SERING - SERING SEKALI
T
2,50-3,50
81
HAMPIR SELALU - SELALU
TS
3,67-4,00
8 114
JUMLAH
228
Strategi kompensasi dalam kuesioner ISBB, diukur pada bagian D dengan 6 butir indikator strategi yaitu pada butir 24 sampai dengan butir 29. Indikator strategi kompensasi yang pertama dinyatakan pada butir 24 yang berbunyi Untuk memahami kata-kata bahasa Inggris yang tidak saya ketahui, saya mencoba menerka makna kata tersebut Skor rata-rata intensitas penggunaan butir ini yaitu 3,18. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 114 responden, 14,9% atau tepatnya 17 orang skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 52,6% yaitu 60 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu
37 orang atau 32,5% skornya
termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator strategi kompensasi yang kedua tertuang pada butir 25. Butir ini berbunyi Jika saya lupa sebuah kata sewaktu bercakap-cakap dalam bahasa Inggris, saya menggunakan isyarat dengan menggerakkan anggota badan. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 2,79. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 114 responden, 3,5% atau sebanyak
4
orang
skornya
termasuk
kriteria
RENDAH
SEKALI.
Selanjutnya, 36 orang atau kira-kira 31,6% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 47,4% yaitu 54 orang skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 20 orang atau 17,5% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator strategi kompensasi yang ketiga ini tertuang pada butir 26. Butir ini berbunyi Saya menciptakan kata baru dalam bahasa Inggris yang kira-kira maknanya mendekati apa yang saya maksud untuk menyampaikan sesuatu. Misalnya saya menggunakan kata paper holder untuk kata note book. Kata tersebut tidak ada dalam bahasa Inggris. Skor rata-rata intensitas penggunaan butir ini yaitu 2,04. Skor ini termasuk kriteria
229
RENDAH. Data menunjukkan bahwa 2 8 , 1 % atau 32 orang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 51 orang atau kira-kira 44,7% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 21,9% yaitu 25 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 6 orang atau 5,3% memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator strategi kompensasi yang keempat, yaitu butir 27 berbunyi Saya membaca wacana yang berbahasa Inggris tanpa melihat makna setiap kata di kamus. Skor rata-rata intensitas penggunaan butir ini yaitu 3,01. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 114 orang responden, hanya 1 orang atau 0,9% yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 26 orang atau kira-kira 22,8% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 50,9% yaitu 58 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 29 orang atau 25,4% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKAL!. Butir 28 berbunyi Saya mencoba untuk menerima apa yang akan dikatakan lawan bicara tatkala sedang bercakap-cakap dalam bahasa Inggris. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 2,81. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 114 orang responden, sebanyak 4 orang atau 3,5% skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 34 orang atau kira-kira 29,8% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 4 9 , 1 % yaitu 56 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu
20 orang responden atau 17,5% skornya termasuk kriteria
TINGGI SEKALI. Indikator yang terakhir dari strategi kompensasi ini berbunyi Jika saya lupa sebuah kata bahasa Inggris, saya menggunakan kata atau frase lain yang kira-kira maknanya sama. Skor rata-rata intensitas penggunaan
230
strategi ini yaitu 3,04, Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 114 orang responden, hanya 1 orang atau 0,9% yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebanyak 22 orang responden atau kira-kira 19,3% skornya termasuk kriteria RENDAH.
Kira-kira 54,4% yaitu 62 orang
responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya,-yaitu
29 orang
atau 25,4% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Ikhtisar intensitas penggunaan setiap indikator strategi kompensasi ini dapat dilihat pada Tabel 4.20 berikut ini.
TABEL 4.20 IKHTISAR INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR SBB DALAM STRATEGI KOMPENSASI
No. Btr SBB
Indikator SBB dalam ISBB
Skor Rata-rata
1
2
3
4
f- • skor pilihan
24
Memahami kata dengan menerkanya
3,18
-
17
60
37
25
Menggunakan isyarat untuk mengemukakan gagasan
2,79
4
36
54
20
26
Menciptakan sendiri kata baru dalam bahasa target
2,04
32
51
25
6
27
Membaca wacana tanpa makna setiap kata di kamus
mefihat
3,01
1
26
58
29
26
Menerka hal yang akan dikatakan lawan bicara
2,81
4
34
56
20
29
Menggunakan kata atau frase fain yang maknanya sama
3,04
1
22
62
29
Penjelasan tentang skorpShan: Skor 1 merujuk pada kriteria RENDAH SEKALI (RS) Skor 2 merujuk pada kriteria RENDAH (R) Skor 3 merujuk pada kriteria SEDANG (S) Skor 4 merujuk pada kriteria TINGGI (T) Skor 5 merujuk pada kriteria TINGGI SEKALI (TS)
231
d. Penggunaan Strategi Metakognitif Strategi metakognitif merujuk pada perilaku belajar siswa dengan cara memusatkan diri pada belajar, merancang, merencanakan, dan mengevaluasi belajar. Dari 114 orang responden pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di IKIP Bandung yang dijadikan sampel penelitian ini, tak seorang
pun
responden
yang
memilih
skor yang dalam
intensitas
penggunaan strategi metakognitifnya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Sebanyak 43 orang responden secara rata-rata memilih skor antara 1,67-2,44.
Skor ini termasuk kriteria RENDAH.
Sebanyak 64 orang
responden memilih skor antara 2,56-3,44. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 7 orang responden memilih skor antara 3,56-3,67. Skor ini termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Dari uraian di atas terlihat
bahwa pembelajar bahasa Inggris
sebagai BA kebanyakannya sering menggunakan strategi metakognitif dalam proses belajarnya dengan skor yang termasuk kriteria TINGGI. Intensitas penggunaan strategi metakognitif oleh responden pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di IKIP Bandung dapat dilihat pada Tabel 4.21 berikut ini.
232
TABEL 4.21 INTENSITAS PENGGUNAAN STRATEGI METAKOGNITIF OLEH PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS SEBAGAI BA INTENSITAS PENGGUNAAN SBB
KRITERIA
SKOR
f
HAMPIR TIDAK PERNAH - TIDAK PERNAH
RS
-
-
JARANG - JARANG SEKALI
R
1,67-2,44
43
SERING - SERING SEKALI
T
2,56-3,44
64
HAMPIR SELALU -SELALU
TS
3,56-3,67
7
JUMLAH
114
Strategi metakognitif diukur dalam ISBB pada bagian D dengan 9 butir pernyataan indikator strategi yaitu yang diliput oleh butir 30 sampai butir 38. Bagian berikut akan membahas setiap indikator yang terliput dalam strategi metakognitif. Indikator strategi metakognitif yang pertama dinyatakan pada butir 30 berbunyi Saya mencari berbagai cara dan kesempatan untuk menggunakan bahasa Inggris. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 2,52. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 114 orang responden, 3,5% atau sebanyak 4 orang responden
memilih skor yang termasuk kriteria
RENDAH
SEKALI.
Selan/utnya, 60 orang responden atau kira-kira 52,6% memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 32,5% yaitu 37 orang responden memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu
13 orang
responden atau 11,4% memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI SEKALI.
233
Indikator yang kedua dinyatakan pada butir 31 berbunyi Saya mengidentifikasi kesalahan-kesalahan saya dalam berbahasa Inggris dan saya gunakan informasi tersebut untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris saya dengan menghindari kesalahan-kesalahan tersebut. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 2,82. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari keseluruhan jumlah anggota sampel, hanya 2,6% atau hanya 3 orang yang memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 36 orang atau kira-kira 31,6% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 47,4% yaitu 54 orang memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 21 orang atau 18,4% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 32, yaitu indikator ketiga dari strategi metakognitif ini berbunyi Saya
memperhatikan
orang yang
berbicara
bahasa
Inggris
dengan
sebaik-baiknya. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 3,34. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari data yang tertiimpun tak seorang pun responden yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 8 orang atau kira-kira 7,0% memilih skor yang dalam penggunaan strategi ini termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 51,8% yaitu 59 orang memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI. Selebihnya, yaitu 47 orang atau 41,2% skornya dalam penggunaan strategi ini termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator yang keempat dari strategi metakognitif ini dinyatakan pada butir 33 yang berbunyi Saya mencari informasi tentang bagaimana agar menjadi pembelajar bahasa Inggris yang baik. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 2,81. Skor ini termasuk kriteria
234
TINGGI. Dari 114 orang responden, 4,4% atau sebanyak 5 orang memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 31 orang atau kira-kira 27,2% memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 51,8% yaitu 59 orang memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu
19 orang atau 16,7% memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI
SEKALI. Indikator strategi metakognitif yang kelima berbunyi Saya membuat jadwal belajar sehingga mempunyai cukup banyak waktu untuk belajar bahasa Inggris. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 1,88. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Data menunjukkan bahwa 31 orang atau 27,2% memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, terdapat 31 orang atau
27,2% yang skornya
termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 51,8% yaitu 59 orang skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 19 orang atau
16,7% skornya
termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 35, yaitu indikator keenam dari strategi metakognitif ini berbunyi Saya mencari teman untuk berlatih berbicara dalam bahasa Inggris. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 2,45. Skor ini termasuk kriteria. Dari data yang terhimpun, 4,4% atau sebanyak 5 orang memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 61 orang atau kira-kira 53,5% memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 3 5 , 1 % yaitu 40 orang memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 8 orang atau
7,0% memilih skor yang termasuk kriteria
TINGGI SEKALI.
235
Indikator yang ketujuh dari strategi metakognitif ini dinyatakan pada butir 36 yang berbunyi Saya mencari kesempatan sebanyak mungkin untuk membaca apapun yang berbahasa Inggris. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 2,68. Skor ini termasuk kriteria TINGGI yang menunjukkan bahwa responden pembelajar bahasa Inggris yang dijadikan
sampel
penelitian
ini
SERING
atau
SERING
SEKALI
menggunakan strategi ini dalam proses belajarnya. Hanya 2 orang yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 48 orang atau kira-kira 4 2 , 1 % memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 43,0% yaitu 49 orang memilih skor yang terma-suk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu
15 orang atau 13,2% memilih skor yang termasuk kriteria
TINGGI SEKALI. Indikator yang kedelapan dari strategi metakognitif ini berbunyi Saya mempunyai tujuan yang jelas untuk setiap kegiatan yang saya lakukan dalam belajar yang dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 2,58. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 6 orang atau 5,3% responden memilih
skor yang termasuk
kriteria
RENDAH
SEKALI.
Selanjutnya, 54 orang responden atau kira-kira 47,4% memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 31,6% yaitu 36 orang responden memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 18 orang responden atau 15,8% memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator yang terakhir dari strategi metakognitif ini dinyatakan pada butir 38 yang berbunyi Saya memperhatikan kemajuan belajar saya dalam
236
belajar bahasa Inggris. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi dari butir ini yaitu 2,89. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari data yang terhimpun 3,5% atau sebanyak 4 orang skornya dalam penggunaan strategi ini termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 48 orang atau kira-kira 4 2 , 1 % memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 43,0% yaitu 49 orang responden memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu
28 orang responden atau 24,6% memilih skor yang termasuk kriteria
TINGGI SEKALI. Ikhtisar intensitas penggunaan setiap indikator strategi metakognitif ini dapat dilihat pada Tabel 4.22 berikut ini.
237
TABEL 4.22 IKHTISAR INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR SBB DALAM STRATEGI METAKOGNITIF
Na. Btr
Indikator Strategi
Skor Rata-rata
30
Mencari berbagai cara untuk menggunakan bahasa target
2,52
4
60
37
13
31
Mengidentifikasi kesalahan untuk meningkatkan kemampuan dalam bahasa target
2,82
3
36
54
21
32
Memperhatikan orang yang berbicara bahasa target
3,34
-
8
59
21
33
Mencari informasi tentang menjadi pembelajar yang baik
2,81
5
31
59
47
34
Membuat jadwal belajar
1,88
31
68
13
2
35
Mencari teman untuk berlatih berbicara
2,45
5
81
40
8
36
Mencari kesempatan untuk membaca apapun yang berbahasa target
2,68
2
48
49
15
37
Mempunyai tujuan yang jelas dalam melakukan kegiatan belajar
2,58
6
54
36
18
38
Memonitor kemajuan belajar
2,89
4
33
49
28
SBB
Penjelasan tentang skor pflhan: Skor 1 merujuk pada kriteria RENDAH SEKALI (RS) Skor 2 merujuk pada kriteria RENDAH (R) Skor 3 merujuk pada kriteria TINGGI (T) Skor 4 merujuk pada kriteria TINGGI SEKAU (TS)
238
f skor pilihan
e. Penggunaan Strategi Afektif Strategi Afektif merujuk pada kegiatan siswa dalam belajar yang melibatkan pengontrolan diri, emosi, sikap dan motivasi dalam belajar bahasa. Dari 114 orang responden tak seorang pun yang memilih skor yang termasuk pada kriteria RENDAH SEKALI. Sebanyak 35 orang responden skornya berada pada rentangan 1,50-2,33. Skor ini termasuk kriteria RENDAH. Sebanyak 73 orang responden memilih skor antara 2,50-3,50. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 6 orang memilih skor antara 3,67-4,00 yaitu yang termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Intensitas penggunaan strategi afektif dapat dilihat pada Tabel 4.23 berikut ini.
TABEL 4.23 INTENSITAS PENGGUNAAN STRATEGI AFEKTIF OLEH PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS SEBAGAI BA SKOR
f
INTENSITAS PENGGUNAAN SBB
KRITERIA
HAMPIR TIDAK PERNAH - TIDAK PERNAH
RS
JARANG - JARANG SEKALI
R
1,50-2,33
35
SERING - SERING SEKALI
T
2,50-3,50
73
HAMPIR SELALU -SELALU
TS
3,67-4,00
6
JUMLAH
114
-
Strategi afektif diukur pada bagian E dengan 6 butir pernyataan indikator strategi yaitu pada butir 39 sampai dengan butir 44. Intensitas penggunaan SBB dari setiap indikator dari strategi afektif yang terliput dalam (SBB akan dibahas pada bagian berikut.
239
Indikator strategi afektif yang pertama dinyatakan pada butir 39 yang berbunyi Saya berupaya untuk tidak tegang atau gugup tatkala akan atau sedang berbicara bahasa Inggris. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi butir ini yaitu 3,18. Skor ini temasuk kriteria TINGGI. Dari 114 orang tak seorang pun responden yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 22 orang responden atau kira-kira 19,3% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 43,9% yaitu 50 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 42 orang responden atau 36,8% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator yang kedua dari strategi afektif ini dinyatakan pada butir 40 yang berbunyi Saya mendorong diri sendiri untuk berbicara dalam bahasa Inggris walaupun saya mungkin akan membuat kesalahan. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi butir ini yaitu 2,84. Skor ini temasuk kriteria TINGGI. Dari keseluruhan jumlah anggota sampel, hanya 2,6% atau 3 orang responden skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 40 orang atau kira-kira 3 5 , 1 % skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 37,7% yaitu 43 orang responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 28 orang responden atau 24,6% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 41 yang merupakan indikator ketiga dari strategi afektif berbunyi Saya memberi pujian pada diri saya sendiri jika saya mendapat nilai baik dalam pelajaran bahasa Inggris.
Skor rata-rata intensitas
penggunaan strategi butir ini yartu 2,58. Skor ini temasuk kriteria TINGGI. Dari data yang terhimpun, 12 orang atau sebesar 10,5% skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 49 orang atau kira-kira 43%
240
skornya termasuk kriteria RENDAH. responden
skornya
termasuk
Kira-kira 24,6% yaitu 28 orang
kriteria
TINGGI.
Sebanyak
25
orang
responden atau 21,9% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator yang keempat dari strategi afektif dinyatakan pada butir 42 yang berbunyi Saya mengatasi emosi atau perasaan saya sehingga tidak merasa tegang atau gugup dengan mendengan\an musik atau melakukan kegiatan lain yang menyenangkan. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi butir ini yaitu 3,05. Skor ini temasuk kriteria TINGGI. Dari data yang terkumpul, 6 , 1 % atau sebanyak 7 orang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 24 orang responden atau kira-kira 2 1 , 1 % skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 34,2% yaitu 39 orang skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu
44 orang atau 38,6% skornya
termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 43, yaitu indikator strategi afektif yang kelima
berbunyi Saya
mengungkapkan perasaan saya tentang belajar bahasa Inggris dalam buku harian. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi butir ini yaitu 1,77. Skor ini temasuk kriteria RENDAH. Dari 114 orang responden, sebanyak 57 orang atau 50% responden yang memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 35 orang responden atau kira-kira 30,7% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 11,4% yaitu 13 orang skornya termasuk kriteria TINGGI. Selebihnya yaitu 9 orang responden atau 7,9% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 44, yaitu indikator keenam dari strategi afektif berbunyi Saya mengungkapkan perasaan saya tentang belajar bahasa Inggris kepada orang lain, misalnya kepada teman saya sendiri. Skor rata-rata intensitas
241
penggunaan strategi butir ini yaftu 2,57. Skor ini temasuk kriteria TINGGI. Dari data yang terhimpun, 8,8% dari keseluruhan anggota sampel, yaitu sebanyak 10 orang responden yang skornya dalam penggunaan strategi ini termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjurnya, 41 orang responden atau kira-kira 36% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 44,7% yaitu 51 orang responden memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI. Sebanyak 12 orang responden atau 10,5 % memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Ikhtisar intensitas penggunaan setiap indikator strategi dari strategi afektif ini diketengahkan pada Tabel 4.24 berikut ini.
TABEL 4.24 IKHTISAR INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR SBB DALAM STRATEGI AFEKTIF
No. Btr
f skor Dilihan
Skor
Indikator Strategi
SBB
Rata-rata
1
2
3
4
39
Mengatasi ketegangan tatkala berbicara bahasa target
3,18
-
22
50
42
40
Mendorong diri untuk berbicara bahasa target
2,84
3
40
43
42
41
Memberi pujian pada diri sendiri tatkala berhasil dalam belajar
2,58
12
49
28
25
42
Mendengarkan musik untuk mengatasi ketegangan atau emosi
3,05
7
24
39
44
43
Mencatat perasaan tentang belajar bahasa
1,77
57
35
13
9
44
Mengungkapkan perasaan tentang belajar bahasa kepada teman
2,57
10
41
51
12
242
f. Penggunaan Strategi Sosialisasi Strategi
sosialisasi merujuk pada kegiatan siswa dalam belajar
bahasa yang melibatkan orang lain, misalnya dengan belajar bersama, bertanya tentang belajar bahasa, menaruh rasa empati pada budaya bahasa target, dsb.
Dari 114 orang responden, tak seorang pun yang
skornya termasuk kriteria
RENDAH
SEKALI
atau
TINGGI
SEKALI.
Sebanyak 87 orang skornya termasuk kriteria RENDAH dengan rentangan skor antara 1,67-2,50. Sebanyak 27 orang responden memilih skor antara 2,67-3,50. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Intensitas penggunaan strategi ini dapat dilihat pada tabel 4.25 berikut ini.
TASEL 4.25 INTENSITAS PENGGUNAAN STRATEGI SOSIALISASI PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS SEBAGAI BA INTENSITAS PENGGUNAAN SBB
KRfTERtA
SKOR
f
HAMPIR TIDAK PERNAH -TIDAK PERNAH
RS
-
-
JARANG - JARANG SEKALI
R
1,67-2,50
87
SERING - SERING SEKALI
T
2,67-3,50
27
HAMPIR SELALU -SELALU
TS
_
114
JUMLAH
Strategi sosialisasi diukur pada bagian F dengan 6 butir pernyataan indikator strategi yaitu pada butir 45 sampai dengan butir 50. Indikator strategi sosialisasi yang pertama, yaitu butir 45 berbunyi Jika saya tidak mengerti apa yang dikatakan ofeh (awan bicara, saya meminta dia untuk
243
melambatkan ucapannnya atau mengulangi apa yang dikatakannya. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 3,25. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Dari 114 orang responden, hanya 1 orang yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 11 orang atau kira-kira 9,6% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 52,6% yaitu 60 orang skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu
42 orang responden
atau 36,8% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Indikator yang kedua dari strategi sosialisasi, yaitu butir 46 berbunyi Saya meminta penutur asli untuk mengoreksi dan membetulkan bahasa Inggris
saya
dalam
menggunakan
bahasa
tersebut.
Skor
rata-rata
intensitas penggunaan strategi ini yaitu 1,73. Skor ini termasuk kriteria RENDAH.
Dari 114 responden, 51,8% atau sebanyak 59 orang skornya
termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 31 orang responden atau kira-kira 27,2% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 17,5% yaitu 20 orang skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 4 orang responden atau 3,5% skornya termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 47 yang merupakan indikator ketiga dari strategi afektif berbunyi Saya berlatih berbicara bahasa Inggris dengan siswa lainnya. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 2,61. Skor ini termasuk kriteria TINGGI.
Dari data yang terhimpun, hanya 1 orang
responden atau sebesar 0,9% yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 55 orang
atau kira-kira 48,2 % skornya yang
termasuk kriteria RENDAH. Sisanya, yaitu
12 orang responden atau 10,5
% memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI SEKALI.
244
Indikator yang keempat dari strategi sosialisasi ini dinyatakan pada butir 48 yang berbunyi Saya meminta bantuan penutur asli dalam belajar bahasa Inggris. Skor rata-rata intensitas penggunaan strategi ini yaitu 1,43. Skor ini termasuk kriteria RENDAH.
Dari 114 orang responden, 65,8%
atau sebanyak 75 orang memilih skor yang termasuk termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 31 orang responden atau kira-kira 27,2% memilih skor yang termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 5,3% yaitu 6 orang responden memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 2 orang responden atau 1,8% memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 49 merupakan indikator strategi sosialisasi yang kelima berbunyi Dalam mengajukan pertanyaan tentang bahasa Inggris, baik kepada guru
di kelas maupun kepada teman di luar kelas,
menggunakan
bahasa
strategi ini yaitu 2,34.
Inggris.
saya
Skor rata-rata intensitas penggunaan
Skor ini termasuk kriteria RENDAH.
Data
menunjukkan bahwa, hanya 3 orang atau 2,6% skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 76 orang responden atau kira-kira 66,7% skornya termasuk kriteria RENDAH.
Kira-kira 24,6% yaitu 28 orang
responden skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu 7 orang responden atau 6 , 1 % memilih skor yang termasuk kriteria TINGGI SEKALI. Butir 50 berbunyi Saya mencoba mempelajari budaya penutur asli bahasa Inggris, apakah dengan menonton film tentang penutur asli bahasa Inggris atau dengan membaca buku-buku yang menggambarkan budaya mereka. Skor rata-rata responden dalam intensitas penggunaan strategi ini yaitu 2,62. Skor ini termasuk kriteria TINGGI. Data menunjukkan bahwa,
245
2,6% atau 3 orang yang skornya termasuk kriteria RENDAH SEKALI. Selanjutnya, 37 orang atau kira-kira 32,5% skornya termasuk kriteria RENDAH. Kira-kira 45,6% yaitu 52 skornya termasuk kriteria TINGGI. Sisanya, yaitu
22 orang atau 19,2% skornya termasuk kriteria TINGGI
SEKALI.
TABEL 4.26 IKHTISAR INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR SBB DALAM STRATEGI SOSIALISASI No. Btr
indikator Strategi
SBB
g.
Skor Rata-rata
1
f skor pilihan 3 4 2
45
Meminta lawan bicara untuk berbicara agak lambat
3,25
1
11
60
42
46
Meminta lawan bicara untuk mengulang perkataannya
1.73
59
31
20
4
47
Meminta penutur asli untuk mengoreksi kesalahan sewaktu siswa menggunakan bahasa target
2,61
1
55
46
12
48
Meminta bantuan penutur asli dalam belajar bahasa Inggris
1,43
75
31
6
2
49
Bertanya dengan menggunakan bahasa target di dalam maupun di luar kelas
2,34
3
76
28
7
50
Mempelajari budaya penutur asli
2,62
3
37
52
22
Ikhtisar Intensitas Penggunaan Seuap Deskriptor SBB Pembelajar
Bahasa Inggris sebagai BA Dari uraian di atas terlihat bahwa berdasarkan skor-rata-rata dalam setiap deskriptor SBB, intensitas penggunaan SBB oleh pembelajar bahasa
246
Inggris sebagai BA yang paling rendah yaitu dalam strategi mengingat sedangkan yang paling tinggi yaitu dalam penggunaan strategi kompensasi. Jika diurutkan berdasarkan skor rata-rata intensitas penggunaan setiap deskriptor mulai dari yang pating tinggi hingga yang terendah, urutannya sebagai berikut: strategi kompensasi sebesar 2,81, strategi afektif sebesar 2,67, strategi kognitif sebesar 2,66, strategi meiakognitif sebesar 2,66, strategi sosialisasi sebesar 2,36, dan strategi mengingat sebesar 2,30. Ikhtisar urutan penggunaan setiap deskriptor dapat dilihat pada tabel 4.27 berikut ini.
TABEL 4.27 IKHTISAR INTENSITAS PENGGUNAAN DESKRIPTOR SBB PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS SEBAGAI BA
DESKRIPTOR
RATA-RATA
SIMPANGAN BAKU
MINIMUM
MAKSIMUM
Mengingat
2,30
0,41
1,33
3,44
Sosialisasi
2.36
0.42
1,67
3,50
Metakognitif
2,66
0,46
1,67
3,50
Kognitif
2,66
0,38
1,71
3,50
Afektif
2,67
0,50
1,50
4,00
Kompensasi
2,81
0,45
1,83
5,00
Data
menunjukkan bahwa intensitas penggunaan setiap butir
indikator SBB berbeda. Butir 48 yaitu indikator yang berbunyi Saya meminta bantuan penutur asli dalam belajar bahasa Inggris,
intensitas
penggunaannya paling rendah dengan skor rata-rata 1,43. Indikator SBB
247
yang intensitas penggunaannya paling tinggi yaitu butir 32 dengan skor rata-rata
3,34. Indikator ini berbunyi
Saya memperiiatikan orang yang
berbicara bahasa target" Tabel 4.28 memperlihatkan urutan intensitas penggunaan setiap indikator strategi dalam ISB8 mulai dari skor yang terendah hingga tertinggi.
TABEL 4.28 IKHTISAR INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR ISBB No. Btr
f skor Dilihan 1 3 4 2
Indikator Strategi
Skor Rata-rata
48
Meminta bantuan penutur asli dalam belajar bahasa target
1,43
75
31
6
2
06
Menggunakan flashcards
1,56
61
44
7
2
46
Meminta lawan bicara untuk mengulang perkataannya
1,73
59
31
20
4
43
Mencatat perasaan tentang belajar bahasa
1,77
59
31
20
4
07
Mempelajari pelajaran yang telah diberikan
1,86
57
35
13
9
34
Membuat jsdwa! belajar
1,88
31
68
13
2
SBB
Penjelasan tentang ekor pilihan: Skor 1 merujuk pada kriteria RENDAH SEKALI (RS) Skor 2 merajuk pada kriteria RENDAH (R) Skor 3 merujuk pada kriteria TtNGGI (T) Skor 4 merujuk pada kriteria TINGGI SEKALI fTS)
248
TABEL 4.28 (LANJUTAN) IKHTISAR INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR ISBB No. Btr
Indikator Strategi
SBB
Skor Rata-rata
1
f skor pilihan 2
3
4
26
Merekayasa kata baru bahasa target
2,04
32
51
25
6
19
Mencari kata dalam bahasa ibu yang serupa
2,09
27
55
27
5
23
Membuat ringkasan dari wacana lisan/ tertulis
2,17
17
70
18
9
05
Mengasosiasikan bunyi kata baru dengan kata dalam bahasa ibu
2,23
6
61
26
9
13
Menggunakan kata dalam konteks
2,33
6
73
26
9
49
Bertanya dalam bahasa target di kelas maupun di luar kelas
2,34
3
76
28
7
14
Memulai percakapan dalam bahasa target
2,35
9
67
27
11
21
Memenggal kata untuk mencari makna kata
2,35
16
54
32
12
09
Mengingat kata dalam lokasinya
2,37
16
51
36
11
08
Mempelajari materi yang telah diberikan
2,41
3
68
36
7
02
Menggunakan kata dalam kalimat
2,45
1
65
47
7
10
Mengucapkan atau menuliskan kata baru beberapa kali
2,45
9
54
42
9
35
Mencari teman untuk berlatih berbicara
2,45
5
81
40
8
30
Mencari berbagai cara untuk menggunakan bahasa target
2,52
4
60
37
13
01
Menghubungkan materi baru dengan materi yang telah dikuasai
2,56
5
51
47
11
249
TABEL 4.28 (LANJUTAN) IKHTISAR INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR ISBB No. Btr
Indikator Strategi
SBB
Skor Rata-rata
1
f skor pilihan 2 3 4
2,57
2
54
49
9
17
Mencatat dalam bahasa target
44
Mengungkapkan perasaan belajar bahasa kepada teman
tentang
2,57
10
41
51
12
37
Mempunyai tujuan yang jelas dalam melakukan kegiatan belajar
2,58
6
54
36
18
41
Memberi pujian pada diri sendiri tatkala berhasil daiam belajar
2,58
12
49
28
25
47
Meminta penutur asli untuk mengoreksi kesalahan sewaktu menggunakan bahasa target
2,61
1
55
46
12
04
Membayangkan kata dalam situasi
2,61
9
43
46
16
03
Menghubungkan bunyi kata baru dengan bentuk bendanya
2,65
7
42
49
16
36
Mencari kesempatan untuk membaca apapun yang berbahasa target
2,68
2
48
49
15
25
Mengajukan isyarat untuk mengemukakan gagasan
2,79
4
36
54
20
16
Membaca buku berbahasa target
2,80
-
39
59
16
33
Mencari informasi tentang menjadi pembelajar yang baik
2,81
5
31
59
19
28
Menerka yang akan dikatakan iawan bicara
2,81
4
34
56
20
50
Mempelajari budaya penutur asli
2,82
3
37
52
22
31
Mengidentifikasi kesalahan untuk meningkatkan kemampuan
2,82
3
36
54
21
40
Mendorong diri untuk berbahasa target
2,84
3
40
43
42
250
TABEL 4.28 (LANJUTAN) IKHTISAR INTENSITAS PENGGUNAAN SETIAP INDIKATOR ISBB No. Btr SBB
Indikator Strategi
Skor Rata-rata
1
f skor pilihan 4 2 3
18
Membaca sekilas untuk memahami gagasan pokok
2,87
7
32
44
31
38
Memonitor kemajuan belajar
2,89
4
33
49
26
20
Mengembangkan pemahaman kaidah bahasa target
2,93
4
28
54
28
12
Berlatih mengucapkan bunyi bahasa target
2,95
3
26
55
28
11
Berlatih berbicara seperti penutur asli
2,97
3
28
52
31
27
Membaca wacana tanpa melihat arti setiap kata di kamus
3,01
1
26
58
29
29
Menggunakan kata/frase lain yang maknanya sama
3,04
1
22
62
29
42
Mendengarkan musik untuk mengatasi ketegangan atau emosi
3,05
7
24
39
44
24
Menerka makna kata
3,18
-
17
60
37
39
Mengatasi ketegangan tatkala berbicara bahasa target
3,18
-
22
50
42
22
Tidak menerjemahkan kata demi kata
3,21
3
16
49
46
15
Menonton film berbahasa target
3,23
-
17
54
43
45
Meminta lawan bicara untuk berbicara agak lambat
3,25
1
11
60
42
32
Memperhatikan orang yang berbicara bahasa target
3,34
-
8
59
47
251
3.
Perbedaan
Indonesia
intensitas
Penggunaan
SBB
Pembelajar
Bahasa
dengan Bahasa inggris sebagai BA
Bagian ini akan memaparkan perbedaan intensitas penggunaan SBB pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dengan pembelajar bahasa Inggris sebagai BA untuk menjawab pertanyaan penelitian nomor 3 yang berbunyi "Apa perbedaan penggunaan SBB pembelajar Bahasa Indonesia sebagai BA di Australia dengan penggunaan SBB pembelajar Bahasa Inggris sebagai BA di Indonesia?" dan juga untuk menguji hipotesis nomor 1 yang berbunyi "Terdapat perbedaan penggunaan SBB oleh pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dengan pembelajar Bahasa Inggris sebagai BA."
Dalam
menjawab pertanyaan
dan
menguji
hipotesis
tersebut,
digunakan analisis statistik deskriptif dan analisis varians. Penggunaan
setiap
Indonesia sebagai intensitasnya deskriptor
deskriptor
BA yang
berbeda-beda.
SBB
memperlihatkan
tersebut
SBB
dijadikan Ikhtisar
dapat
oleh
sampel intensitas
diamati
pada
pembelajar dalam
penelitian
penggunaan Tabel
bahasa
4.13
ini
setiap yang
bahwa pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA di
Australia menggunakan SBB dengan urutan intensitas dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi sebagai berikut: strategi mengingat, strategi afektif, strategi metakognitif, strategi kognitif, strategi sosialisasi, dan strategi kompensasi. Pada Tabel 4.13 terlihat bahwa strategi mengingat merupakan strategi yang intensitas penggunaannya paling
rendah
sebagaimana
ditunjukkan dengan skor rata-ratanya sebesar 2,59. Sebagaimana telah diketengahkan pada bagian lain dari bab ini, strategi mengingat untuk
252
pembelajar bahasa Indonesia sebagai 8A ini diliput dalam SILL oleh indikator strategi dari butir 1 sampai dengan butir 8. Dari kedelapan indikator strategi mengingat ini, yang paling rendah intensitas penggunaannya yaitu indikator SBB butir 6 yang berbunyi / physically act out the new word. Sedangkan indikator yang intensitas penggunaannya paling tinggi ialah indikator SBB butir 1 yang berbunyi / create associations between new material and what I already know. Deskriptor SBB yang intensitas penggunaannya paling tinggi ialah strategi kompensasi sebagaimana ditunjukkan oteh skor rata-ratanya sebesar 3,91. Strategi kompensasi untuk pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA ini diliput dalam SILL oleh indikator strategi dari butir 22 sampai dengan butir 24. Dari keempat indikator strategi kompensasi ini, yang paling rendah intensitas penggunaannya yaitu indikator SBB butir 22 yang berbunyi In a conversation, I anticipate what a person is going to say based on what has been said so far. Sedangkan indikator yang intensitas penggunaannya paling tinggi ialah indikator SBB butir 21 yang berbunyi When I dont understand I read or hear, I guess the general meaning by using any clue I can find, for example, clues from the context or situation. Pembelajar
bahasa
Inggris
sebagai
BA
di
Indonesia
juga
menggunakan SBB dengan intensitas yang berbeda dalam menggunakan setiap deskriptomya. Penggunaan setiap deskriptor SBB oleh pembelajar bahasa Inggris sebagai BA dapat diamati pada Tabel 4.27 memperlihatkan bahwa pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di Indonesia menggunakan SBB dengan urutan intensitas dari yang terendah sampai dengan yang
253
tertinggi sebagai berikut: strategi mengingat, strategi sosialisasi, strategi metakognitif, strategi kognitif, strategi afektif, dan strategi kompensasi. Apabila diamati Tabel 4.13 dan Tabel 4.27, dari kedua tabel tersebut terlihat bahwa pembelajar bahasa Inggris sebagai BA juga menggunakan strategi
mengingat
dengan
intenstas
paling
rendah
sebagaimana
ditunjukkan dengan skor rata-ratanya sebesar 2,30. Sebagaimana telah diketengahkan pada bagian lain dari bab ini, strategi mengingat untuk pembelajar bahasa inggris sebagai BA ini diliput dalam ISBB oleh indikator strategi dari butir 1 sampai dengan butir 9. Dari kesembilan indikator strategi mengingat ini, yang paling rendah intensitas penggunaannya yaitu indikator SBB butir 6 yang berbunyi Saya menggunakan flashcards (kartu kosa-kata) untuk mengingat kata-kata baru. Sedangkan indikator yang intensitas penggunaannya paling tinggi ialah indikator SBB butir 3 yang berbunyi Untuk mengingat sebuah kata, saya menghubungkan bunyi kata yang baru itu dengan bayangan benda atau gambar kata tersebut. Deskriptor SBB yang intensitas penggunaannya paling tinggi ialah strategi kompensasi sebagaimana ditunjukkan oleh skor rata-ratanya sebesar 2,81. Strategi kompensasi untuk pembelajar bahasa Inggris sebagai BA ini diliput dalam ISBB oleh indikator strategi dari butir 24 sampai dengan butir 29. Dari keenam indikator strategi kompensasi ini, yang paling rendah intensitas penggunaannya yaitu indikator SBB butir 26 yang berbunyi Saya menciptakan kata baru dalam bahasa Inggris yang kira-kira
maknanya
mendekati
apa
yang
saya
maksud
untuk
menyampaikan sesuatu. Misalnya saya menggunakan kata paper holder untuk kata note book. Kata tersebut tidak ada dalam bahasa Inggris
254
Sedangkan indikator yang intensitas penggunaannya paling tinggi ialah indikator SBB butir 24 yang berbunyi Untuk memahami kata-kata bahasa Inggris yang tidak saya ketahui, saya mencoba menerka makna kata tersebut. Kendatipun
penggunaan
SBB
baik
oleh
pembelajar
bahasa
Indonesia sebagai BA maupun oleh pembelajar bahasa Ingghs sebagai BA mempunyai pola intensitas yang serupa dalam hal strateginya, data menunjukkan adanya perbedaan yang mencolok dalam hal intensitas penggunaan strategi afektif dan strategi sosialisasi. Sebagaimana terlihat pada Tabel 4.13 dan Tabe! 4.27, pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA lebih banyak menggunakan strategi sosialisasi daripada strategi afektif sedangkan
pembelajar
menggunakan
bahasa
Inggris
sebagai
BA
lebih
banyak
strategi afektif ketimbang strategi sosialisasi.
Dengan
demikian, pembelajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing dalam hal penggunaan strategi sosialisasinya rendah sedangkan pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dalam hal penggunaan strategi sosialisasinya tinggi. Sebaliknya,
pembelajar
bahasa
Indonesia
sebagai
BA,
dalam
hal
penggunaan strategi afektifnya rendah sedangkan pembelajar bahasa Inggris sebagai BA dalam haf penggunaan strategi afektifnya tinggi. Sebagaimana
diuraikan
terdahulu,
SBB
pembelajar
bahasa
Indonesia sebagai BA diukur dengan menggunakan SILL sedangkan SBB pembelajar bahasa Inggris sebagai BA diukur dengan menggunakan ISBB. Di dalam SILL, setiap butir indikator strategi mempunyai skor pilihan yang terendah ialah 1 dan tertinggi 5 sedangkan di dalam ISBB, skor pilihan terendahnya adalah 1 dan skor tertingginya 4. Untuk membandingkan
255
kedua kelompok pembelajar bahasa tersebut, kisaran nilai terendah ke nilai tertinggi disetarakan yaitu dengan cara mengalikan skor perolehan SBB pada SILL dengan 0,80 yaitu perbandingan skor tertinggi dari kedua alat ukur tersebut. Selanjutnya dengan menggunakan skor yang telah disetarakan tersebut, data dianalisis dengan menggunakan analisis varians untuk setiap deskriptor strategi dan untuk intensitas penggunaan SBB secara total. Hasil analisis varians untuk setiap deskriptor dan juga secara total dapat dilihat pada Tabel 4.29 yang memperlihatkan tingkat signifikansi perbedaan penggunaan strategi mengingat berdasarkan kelompok pembelajarnya.
TABEL 4.29 ANALISIS VARIANS: STRATEGI MENGINGAT BERDASARKAN KELOMPOK PEMBELAJAR BA Sumber Variasi
dk
JK
KT
F
TSP
Antar Kelompok
1
1,8224
1,8224
10,7738
0,0013
Dalam Kelompok
168
28,4172
0,1692
Total
169
30,2396
Keterangan: dk - derajat kebebasan JK = Jumlah Kuadrat KT = Kuadrat Tengah TKP = Tingkat Signifikansi Perbedaan
Pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan dalam penggunaan strategi mengingat antara kelompok pembelajar bahasa
256
Indonesia dan bahasa Inggris sebagai BA. Pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di Indonesia intensitas penggunaan strategi mengingatnya lebih tinggi daripada pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA di Australia. Dengan nilai F sebesar 10,7738, perbedaan tersebut mempunyai tingkat signifikansi 0,0013.
Dengan demikian,
perbedaan antara pembelajar
bahasa Indonesia sebagai BA dan pembelajar bahasa Inggris sebagai BA dalam hal penggunaan strategi mengingatnya berada pada tingkat yang signifikan. Perbedaan ini ditunjukkan dengan perbedaan skor rata-rata yang diperoleh yaitu 2, 0789 bagi kelompok pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dan 2,2992 bagi kelompok pembelajar bahasa Inggris sebagai BA. Dengan demikian, data menunjukkan bahwa kelompok pembelajar bahasa Inggris sebagai BA lebih intensif dalam menggunakan strategi mengingatnya
dibandingkan
dengan
kelompok
pembelajar
bahasa
pembelajar
bahasa
Indonesia sebagai BA. Dalam
penggunaan
strategi
kognitif
oleh
Indonesia dan bahasa Inggris sebagai BA juga terdapat perbedaan yang signifikan. Dengan nilai F sebesar 5,9217 perbedaan tersebut mempunyai tingkat signifikansi 0,0160. Dengan demikian, perbedaan antara pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dan pembelajar bahasa inggris sebagai BA dalam hal penggunaan strategi kognitifnya berada pada tingkat yang signifikan. Perbedaan ini ditunjukkan dengan perbedaan skor rata-rata yang diperoleh yaitu 2,8150 bagi
kelompok pembelajar bahasa Indonesia
sebagai BA dan 2,6617 bagi kelompok pembelajar bahasa Inggris sebagai BA. Dengan demikian, data menunjukkan bahwa kelompok pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA di Australia tampaknya lebih intensif dalam
257
menggunakan strategi kognitif dibandingkan dengan kelompok pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di Indonesia. Perbedaan intensitas penggunaan strategi kognitif antara pembelajar bahasa Indonesia dengan pembelajar bahasa Inggris sebagai BA dapat dilihat pada tabel 4 30 berikut ini.
TABEL 4.30 ANALISIS VARIANS: STRATEGI KOGNITIF BERDASARKAN KELOMPOK PEMBELAJAR BA Sumber Variasi
dk
JK
KT
F
TSP
Antar Kelompok
1
0,8831
0,8831
5,9217
0,0160
Dalam Kelompok
168
25,0523
0,1491
Total
169
25,9354
Keterangan: dk = derajat kebebasan JK = Jumlah Kuadrat KT = Kuadrat Tengah TKP = Tingkat Signifikansi Perbedaan
Selanjutnya akan diperlihatkan perbedaan penggunaan strategi kompensasi oleh pembelajar bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai BA. Tampaknya terdapat perbedaan dalam penggunaan kompensasi antara kedua kelompok responden ini. Dengan nilai F sebesar 18,1968 perbedaan
tersebut
mempunyai
tingkat
signifikansi
0,0000.
Dengan
demikian, perbedaan antara pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dan pembelajar bahasa Inggris sebagai BA dalam hal penggunaan strategi kompensasi berada pada tingkat yang sangat signifikan. Perbedaan ini
25S
ditunjukkan dengan perbedaan skor rata-rata yang diperoleh yaitu 3,1250 bagi kelompok pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dan 2,8114 bagi kelompok pembelajar bahasa Inggris sebagai BA. Dengan demikian, data menunjukkan bahwa kelompok pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA di Australia
lebih
intensif dalam
menggunakan
strategi
kompensasinya
dibandingkan dengan kelompok pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di Indonesia. Tabel 4.31 memperlihatkan tingkat signifikansi perbedaan dalam intensitas
penggunaan
strategi
kompensasi
oleh
kedua
ketom[pok
responden ini.
TABEL 4.31 ANALISIS VARIAN S: STRATEGI KOMPENSASI BERDASARKAN KELOMPOK PEMBELAJAR BA Sumber Variasi
dk
JK
KT
F
TSP
Antar Kelompok
1
3,6931
3,6931
18,1968
0,0000
Dalam Kelompok
168
34,0957
0,2030
Total
169
37,7888
Tabel 4.32 berikut ini memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan dalam penggunaan strategi metakognitif antara kelompok pembelajar bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai BA itu. Dengan nilai F sebesar 2,6852 perbedaan tersebut mempunyai tingkat signifikansi 0,1032. Dengan demikian, perbedaan antara pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dan pembelajar bahasa Inggris sebagai BA dalam hal penggunaan
259
strategi metakognitif berada pada tingkat yang tidak signifikan. Perbedaan ini ditunjukkan dengan perbedaan skor rata-rata yang diperoleh yaitu 2,5357 bagi kelompok pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dan 2,6608 bagi kelompok pembelajar bahasa Inggris sebagai BA. Dengan demikian,
data
menunjukkan
bahwa
intensitas
penggunaan
strategi
metakognitif oleh kedua kelompok pembelajar bahasa sebagai BA yang dijadikan sampel dalam penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Tingkat signifikansi perbedaan intensitas penggunaan strategi metakognitif oleh kedua kelompok responden ini dapat diamati pada Tabel 4.32 berikut ini.
TABEL 4.32 ANALISIS VARIANS: STRATEGI METAKOGNITIF BERDASARKAN KELOMPOK PEMBELAJAR BA Sumber Variasi
dk
Antar Kelompok Dalam Kelompok
168
Total
169
JK
KT
F
TSP
0,5877
0,5877
2,6852
0,1032
36,7728
0,2189
37,3606
Keterangan' dk = derajat kebebasan JK = Jumlah Kuadra KT = Kuadrat Tengah TKP = Tingkat Signifikansi Perbedaan
Tabel 4.33 berikut ini mempelihatkan bahwa terdapat perbedaan dalam penggunaan dalam strategi afektif antara kelompok pembelajar
260
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai BA itu. Dengan nilai F sebesar 25,5529 perbedaan tersebut mempunyai tingkat signifikansi 0,0000. Dengan demikian, perbedaan antara pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dan pembelajar bahasa Inggris sebagai BA dalam hal penggunaan strategi afektif berada pada tingkat yang sangat signifikan. Perbedaan ini ditunjukkan dengan perbedaan skor rata-rata yang diperoleh yaitu 2,2371 bagi kelompok pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dan 2,6652 bagi kelompok pembelajar bahasa Inggris sebagai BA. Dengan demikian, data menunjukkan bahwa kelompok pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di Indonesia
lebih
intensif
dalam
menggunakan
strategi
afektifnya
dibandingkan dengan kelompok pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA di Australia sebagaimana dapat diamati pada tabel berikut ini.
TABEL 4.33 ANALISIS VARJANS: STRATEGI AFEKTIF BERDASARKAN KELOMPOK PEMBELAJAR BA Sumber Variasi
dk
JK
KT
F
TSP
Antar Kelompok
1
6,8811
6,8811
25,5529
0,0000
Dalam Kelompok
168
45,2404
0.2693
Total
169
52,1215
Keterangan: dk = derajat kebebasan JK = Jumlah Kuadrat KT = Kuadrat Tengah TKP = Tingkat Signifikansi Perbedaan
261
Tabel 4.34 berikut menunjukkan adanya perbedaan dalam penggunaan strategi sosialisasi oleh pembelajar bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai BA. Dengan nilai F sebesar 74,4369 perbedaan tersebut mempunyai tingkat signifikansi 0,0000.
Dengan demikian, perbedaan
antara pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dan pembelajar bahasa Inggris sebagai BA dalam hal penggunaan strategi sosialisasi berada pada tingkat yang sangat signifikan. Perbedaan ini ditunjukkan oleh perbedaan skor rata-rata yaitu 2,9454 bagi kelompok pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dan 2,3626 bagi kelompok pembelajar bahasa Inggris sebagai BA.
Dengan
Indonesia
demikian
sebagai
dapat
ditafsirkan
lebih
intensif
BA
bahwa
dalam
pembelajar bahasa
menggunakan
strategi
sosialisasinya dibandingkan dengan kelompok pembelajar bahasa Inggris sebagai BA. Tingkat signifikansi perbedaan intensitas penggunaan strategi sosialisasi oleh kedua kelompok responden ini dapat dilihat pada Tabel 4.34 berikut ini.
TABEL 4.34 ANALISIS VARIANS: STRATEGI SOSIALISASI BERDASARKAN KELOMPOK PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA DAN BAHASA INGGRIS SEBAGAI BA
Sumber Variasi
dk
JK
KT
F
TSP
Antar Kelompok
1
12,7544
12,7544
74,4369
0,0000
Dalam Kelompok
168
28,7859
0,1713
Total
169
41,5403
262
Intensitas penggunaan SBB secara total oleh kedua kelompok responden ini juga berbeda. Dengan nilai F sebesar 5,0233 perbedaan tersebut
mempunyai
perbedaan
antara
tingkat
signifikansi
0,0233.
Dengan
pembelajar
bahasa
Indonesia
sebagai
demikian, BA
dan
pembelajar bahasa Inggris sebagai BA dalam hal penggunaan SBB secara total berada pada tingkat yang sangat signifikan. Perbedaan ini ditunjukkan dengan perbedaan skor rata-rata yang diperoleh yaitu 2,6000 bagi kelompok pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dan 2,4661 bagi kelompok pembelajar bahasa Inggris sebagai BA. Dengan demikian, data menunjukkan bahwa kelompok pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA lebih intensif dalam menggunakan keseluruhan SBB-nya dibandingkan dengan kelompok pembelajar bahasa Inggris sebagai BA.
TABEL 4.35 ANALISIS VARIAN S: SBB TOTAL BERDASARKAN KELOMPOK PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA DAN BAHASA INGGRIS SEBAGAI BA Sumber Variasi
dk
JK
KT
F
TSP
Antar Kelompok
1
0,6729
0,6729
5.2405
0,0233
Dalam Kelompok
168
21,5713
0,1284
Total
169
22,2442
Keterangan: dk = JK = KT TKP
derajat kebebasan Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah = Tingkat Signifikansi Perbedaan
263
B. Tingkat Kemahiran Berbahasa (TKB) Tingkat kemahiran berbahasa lazimnya dipandang sebagai suatu sasaran yang ingin dicapai dari proses pengajaran dan pembelajaran. Oleh karena itu, Stern {1983) menyatakan bahwa TKB dapat didefinisikan dalam kaitannya dengan standar yang berdasarkan pada tujuan. Standar inilah yang dijadikan kriteria untuk mengukur kemahiran berbahasa sebagai fakta empiris
atau
performansi
aktual
dari
seseorang
atau
sekelompok
pembelajar. Selanjutnya dia menyatakan bahwa kemahiran berbahasa terdiri atas beberapa tahap mulai dari nol hingga kemahiran berbahasa yang mendekati penutur asli. Standar pengukuran TKB dalam penelitian ini akan mengacu pada pandangan Stern (1983) dan juga pandangan Skehan dan Harley (1990:206) yang menggarisbawahi pendapat Canale dan Swain (1983) yang menyatakan bahwa ada tiga dimensi kemahiran berbahasa: tingkat pemula, tingkat komunikatif, dan tingkat otonomus. Dalam penelitian ini, kategori
kemahiran berbahasa pada pokoknya dibagi menjadi tiga
tingkatan, yaitu tingkat pemula, menengah, dan lanjutan. Akan tetapi, dalam kasus tertentu dimungkinkan adanya tingkat pra-pemula dan tingkat pasca lanjutan. Bagian ini memaparkan TKB pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA di La Trobe University dan Deak/n Un/versity dalam belajar bahasa Indonesia sebagai BA dan TKB pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di IKIP Bandung dalam belajar bahasa Inggris sebagai BA. Pada bagian berikut pertama-tama akan diuraikan TKB pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA.
264
1. TKB Pembelajar Bahasa Indonesia Tujuan pengajaran bahasa Indonesia di La Trobe dan Deakin University pada dasarnya hampir sama yaitu memberi penekanan pada kemampuan aspek komunikatif, baik secara reseptif maupun secara produktif. Secara garis besar tujuan pengajaran bahasa Indonesia di kedua universitas ini yaitu: (1) agar mahasiswa dapat berkomunikasi secara efektif dan
bermakna
dalam
bahasa
Indonesia
yang
standar;
(2)
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan penutur asli
dapat bahasa
Indonesia; (3) dapat membaca dan memahami dokumen, konsep-konsep, dan
gagasan yang berbahasa
Indonesia;
(4) dapat menerjemahkan
konsep-konsep, gagasan, dan dokumen dari dan ke dalam bahasa Indonesia; (5) dapat mengetahui dan memahami budaya orang Indonesia beserta perkembangan dan perubahannya; dan (6) dapat mengenal, mengetahui, dan memahami karya sastra Indonesia. Untuk mengukur TKB bahasa Indonesia dikembangkan instrumen pengukuran TKB yang dikembangkan oleh peneliti yaitu TBIBA. Ada tiga aspek keterampilan berbahasa yang diukur dalam TBIBA, yaitu menyimak, struktur, dan membaca
untuk dijadikan landasan penilaian TKB bahasa
Indonesia.
a. TKB Bahasa Indonesia dalam TBIBA Untuk mengelompokkan responden pembelajar bahasa Indonesia berdasarkan TKB-nya digunakan kriteria sebagai standar pengelompokan yang dapat diamati pada tabel 3.19 di Bab III. Dengan berdasar pada kriteria tersebut, kondisi TKB responden pembelajar bahasa Indonesia dalam ketiga aspek keterampilan berbahasa
265
yang diukur dengan TBIBA
adafah sebagai berikut. Skor rata-rata yang diperoleh pembelajar bahasa Indonesia dalam TBIBA yaitu 20,27.
Dalam kriteria pengelompokan TKB
sebagaimana dapat diamati pada Tabel 3.19, skor ini termasuk kriteria SEDANG. Artinya, TKB responden pembelajar bahasa Indonesia ini termasuk kategori tingkat MENENGAH. Sebanyak 6 orang responden atau 10,71% secara rata-rata skornya antara 11,00-14,00. Skor ini termasuk kriteria KURANG. Respondenresponden ini termasuk kategori TINGKAT PEMULA. Kriteria ini
menun-
jukkan bahwa responden-responden ini dapat menjawab kira-kira antara 31%-51% dari soal yang diberikan. Sebanyak 40 orang responden atau sebesar 71,42% termasuk TINGKAT MENENGAH yang skornya termasuk kriteria SEDANG dan rentangan skornya antara 16,00-24,00. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden-responden ini dapat menjawab 45%-69% dari soal yang diberikan. Selebihnya, yaitu sebanyak 10 orang responden atau
sebesar
17,86% termasuk TINGKAT
LANJUTAN
yang
secara
rata-rata skornya berada pada kriteria TINGGI dan skornya berada pada rentangan skor antara 25,00-31,00.
Kriteria ini menunjukkan bahwa
responden dapat menjawab secara benar 71%-89% dari soal TBIBA. Dari 56 orang responden yang dijadikan sampel penelitian ini tak seorang pun yang dapat menjawab lebih dari 89% dari keseluruhan butir soal. Dari 56 orang responden, terdapat 6 orang atau 10,71% responden TKB
bahasa Indonesianya
termasuk kategori tingkat PEMULA dengan
kriteria KURANG, sebanyak 40 orang responden atau kira-kira 71,43% termasuk kelompok tingkat MENENGAH dengan kriteria SEDANG, dan 10 orang responden atau 17,85% termasuk kelompok tingkat LANJUTAN
266
dengan kriteria BAIK. TKB pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA
di
kedua universitas ini dapat dilihat pada Tabel 4.36.
TABEL 4.36 TKB PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA DALAM TB1BA KATEGORI
KRITERIA
RENTANGAN SKOR
JAWABAN BENAR
%
f
PEMULA
KURANG
11,00-14,00
20% - 33%
10,71%
6
MENENGAH
SEDANG
16,00 - 24,00
45% - 69%
71,43%
40
LANJUTAN
TINGGI
25,00-31.00
71%-89%
17,85%
10
Uraian di atas memperlihatkan bahwa terdapat keanekaan dalam TKB pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA yang diukur dengan TBIBA antara pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA semester 4 dengan semester 6. Apakah keanekaan tersebut berbeda secara signifikan? Untuk menguji hipotesis di atas, dilakukan uji statistik yaitu analisis varians. Hasil analisis varians dapat dilihat pada tabel berikut ini.
267
TABEL 4.37 ANALISIS VARIANS: TBIBA BERDASARKAN LAMA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI
Sumber Variasi
dk
JK
KT
F
TSP
Antar Kelompok
4
211,2995
52,8249
2,6375
0,0423
Dalam Kelompok
51
1007.6827
19,7585
Total
55
1218,9821
Keterangan: dk = derajat kebebasan JK = Jumlah Kuadrat KT = Kuadrat Tengah TSP = Tingkat Signifikansi Perbedaan
Tabel 4.37 memperlihatkan
perbedaan
antar kelompok yang
ditunjukkan dengan nilai F sebesar 2,6735 yang menghasilkan probabilitas F 0,0423. Dengan demikian, terdapat perbedaan yang signifikan dalam TKB antara mahasiswa semester 4 dan semester 6. Perbedaan tersebut signifikan karena tingkat signifikansi temuan ini lebih kecif dan 0,05. Perbedaan skor rata-rata yang diperoleh dalam TBIBA oleh setiap kelompok pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dapat diamati berikut.
268
pada tabel
TABEL 4.38 PERBEDAAN SKOR TBIBA ANTARA MAHASISWA PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA SEMESTER 4 DAN 6
KELOMPOK
SKOR RATA-RATA
SIMPANGAN BAKU
%
f
Deakin Sem 6 Pemula
21,2500
4,2342
14.29%
8
Deakin Sem 6 Lanjutan
23,5000
5,1079
21,43%
12
Deakin Sem 4 Lanjutan
19,0000
4,0708
26,79%
15
La Trobe Sem 4 Lanjutan & 6 Pemula
18,2308
3,8331
23,21%
13
La Trobe Sem 6 Lanjutan
20,1250
5,1669
14,29%
8
b. TKB Bahasa Indonesia dalam Menyimak Kemampuan responden dalam aspek menyimak dikelompokkan berdasarkan kriteria yang dapat diamati pada tabel 3.20 di Bab III. Dari 56 orang responden, terdapat
12 orang atau 21,42% termasuk kelompok
TINGKAT PEMULA yang skor rata-ratanya
termasuk kriteria KURANG
Kriteria ini menunjukkan bahwa responden dapat menjawab kira-kira antara 20% sampai dengan 33% dari keseluruhan butir soal yang diberikan dalam tes menyimak. Sebanyak 33 orang responden atau 58,93% termasuk kelompok TINGKAT MENENGAH yang secara rata-rata skornya termasuk kriteria SEDANG dengan rentangan skor antara 06,00 sampai 10,00. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden dapat menjawab soal yang diberikan kira-kira 40,00%-66,66% dari keseluruhan jumlah butir soal menyimak. Selebihnya, yaitu sebanyak 11 orang responden atau 19,64% termasuk kelompok TINGKAT LANJUTAN yang secara rata-rata skornya termasuk Kriteria BAIK dengan rentangan skor antara 11,00-13,00. Artinya,
269
responden-responden ini dapat menjawab kira-kira antara 73%-87% dari soal yang diberikan. Secara keseluruhan tidak terlihat responden yang dapat menjawab 1 0 0 % dalam aspek menyimak. Dari uraian di atas terlihat bahwa dari 56 orang responden, 12 orang responden atau kira-kira 21,43% dalam aspek menyimaknya termasuk kelompok tingkat PEMULA dengan Kriteria KURANG, sebanyak 33 orang responden atau kira-kira 58,93% termasuk kelompok tingkat MENENGAH dengan kriteria SEDANG, dan 11 orang responden atau kira-kira 19,64% termasuk kelompok tingkat LANJUTAN dengan kriteria BAIK. Kondisi kemampuan responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dalam aspek menyimak dapat dilihat pada Tabel 4.39.
TABEL 4.39 TKB MAHASISWA PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA DALAM ASPEK MENYIMAK
KATEGORI
KRITERIA
RENTANGAN SKOR
JAWABAN BENAR
%
1
PEMULA
KURANG
3,00 - 5,00
20% - 33%
21,42%
12
MENENGAH
SEDANG
6,00-10,00
40% - 67%
58,93%
33
LANJUTAN
TINGGI
11,00-13,00
73% - 87%
19,64%
11
Uraian di atas memperlihatkan bahwa terdapat keanekaan daiam kemampuan berdasarkan
MENYIMAK pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA pengalaman
belajarnya
di
perguruan
tinggi.
Apakah
keanekaan tersebut berbeda secara signifikan? Untuk menguji hipotesis di
270
atas, dilakukan uji statistik yaitu analisis varians. Hasil analisis varians dapat dilihat pada tabel berikut 4.40.
TABEL 4.40 ANALISIS VARIANS: MENYIMAK BERDASARKAN LAMA BELAJAR DI PEGURUAN TINGGI
Sumber Variasi
dk
JK
KT
F
TSP
Antar Kelompok
4
67,4341
16,8585
2,8512
0,0329
Dalam Kelompok
51
301,5481
5,9127
Total
55
368,9821
Keterangan: dk = derajat kebebasan JK - Jumlah Kuadrat KT = Kuadrat Tengah TSP = Tingkat Signifikansi Perbedaan
Tabel di atas memperlihatkan bahwa perbedaan
kemampuan
pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dalam aspek MENYIMAK antara semester 4 dan 6
ditunjukkan dengan nilai F sebesar 2,8512 yang
menghasilkan probabilitas F 0,0329. Dengan demikian perbedaan tersebut signifikan karena tingkat signifikansi temuan ini lebih kecil dari 0,05. Perbedaan tersebut dapat dilihat dengan skor rata-rata yang diperoleh dalam aspek MENYIMAK untuk setiap kelompok tersebut sebagaimana terlihat pada Tabel 4.41 berikut ini.
27]
TABEL 4.41 PERBEDAAN SKOR MENYIMAK ANTARA MAHASISWA PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA SEMESTER 4 DAN 6
SKOR RATARATA
SIMPANGAN BAKU
f
Deakin Sem 6 Pemula
8,1250
2,7484
8
Deakin Sem 6 Lanjutan
9,7500
2,3404
12
Deakin Sem 4 Lanjutan
7,0000
2,3905
15
La Trobe Sem 4 Lanjutan & 6 Pemula
7,0769
2,4651
13
La Trobe Sem 6 Lanjutan
8,7500
2,2520
8
KELOMPOK
c. TKB Bahasa Indonesia dalam Struktur Bagian ini secara khusus akan mendeskripsikan kondisi kemampuan responden dalam aspek struktur dengan menggunakan kriteria penilaian aspek ini sebagaimana dapat diamati pada tabel 3.21 di bab III Dari 56 orang responden sebanyak 5 orang responden atau 8,93% termasuk kelompok TINGKAT PEMULA yang secara rata-rata skornya dalam aspek STRUKTUR
termasuk kriteria KURANG dengan rentangan skor antara
05,00-06,00. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden dapat menjawab kira-kira antara 20% sampai dengan 40% dari keseluruhan butir soal yang diberikan dalam tes ini. Sebanyak 45 orang responden atau 80,36% termasuk kelompok TINGKAT MENENGAH yang secara rata-rata skornya dalam menyimak termasuk kriteria SEDANG dengan rentangan skor antara 07,00 sampai 11,00. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden dapat menjawab soal yang diberikan kira-kira 46,66%-73,33% dari keseluruhan jumlah butir soal tes ini. Selebihnya, yaitu sebanyak 5 orang responden
272
atau 10,71% termasuk kelompok TINGKAT LANJUTAN yang rata-rata
kemampuan
menyimaknya
termasuk
kriteria
BAIK
secara dengan
rentangan skor antara 12,00-14,00. Artinya, responden-responden
ini
dapat menjawab kira-kira antara 80,00%-93,33%. Secara keseluruhan tidak terlihat responden yang dapat menjawab 100% dalam aspek ini. Kondisi kemampuan responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA yang dijadikan sampel penelitian ini dalam aspek struktur
dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
TABEL 4.42 TKB MAHASISWA PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA •ALAM ASPEK STRUKTUR
KATEGORI
KRITERIA
RENTANGAN SKOR
JAWABAN BENAR
%
f
PEMULA
KURANG
5,00 - 6,00
33% - 40%
8,93%
5
MENENGAH
SEDANG
7,00 -11,00
46% - 73%
80,36%
45
LANJUTAN
TINGGI
12,00 -14,00
80% - 93%
10,71%
6
Uraian di atas memperlihatkan bahwa terdapat keanekaan TKB pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dalam aspek STRUKTUR berdasarkan pengalaman belajarnya di perguruan tinggi yaitu antara mahasiswa semester 4 dan 6. Apakah keanekaan tersebut berbeda secara signifikan? Untuk menguji hipotesis di atas, dilakukan uji statistik yaitu analisis varians. Hasil analisis varians dapat dilihat pada Tabel 4.43.
273
TABEL 4.43 ANALISIS VARIANS: STRUKTUR BERDASARKAN LAMA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI
Sumber Variasi
dk
JK
KT
F
TSP
Antar Kelompok
4
27,4814
6,8704
1,7302
0,1577
Dalam Kelompok
51
202,5186
3.9710
Total
55
230,0000
Keterangan: dk = derajat kebebasan JK = Jumlah Kuadrat KT - Kuadrat Tengah TSP = Tingkat Signifikansi Perbedaan
Tabel responden
di
atas
menunjukkan
pembelajar bahasa
bahwa
Indonesia
perbedaan
senagai
BA
kemampuan dalam
aspek
STRUKTUR antara kelompok semester 4 dan 6 ditunjukkan dengan nilai F sebesar
1,7302 yang
menghasilkan
probabilitas
F 0,1577.
Dengan
demikian perbedaan tersebut TIDAK signifikan karena tingkat signifikansi temuan ini lebih besar dari 0,05. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari skor rata-rata yang diperoleh dalam aspek STRUKTUR untuk setiap kelompok tersebut sebagaimana terlihat pada Tabel 4.44 berikut ini.
274
TABEL 4.44 PERBEDAAN SKOR STRUKTUR PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA SEMESTER 4 DAN 6
SKOR RATARATA
SIMPANGAN BAKU
f
Deakin Sem 6 Pemula
9,3750
2,1998
8
Deakin Sem 6 Lanjutan
10,1667
2,7247
12
Deakin Sem 4 Lanjutan
8,8000
1,6562
15
La Trobe Sem 4 Lanjutan & 6 Pemula
8,3846
1,1929
13
La Trobe Sem 6 Lanjutan
8,2500
2,1213
8
KELOMPOK
d. TKB Bahasa Indonesia dalam Membaca Kriteria penglompokan responden dalam aspek ini dapat diamati pada Tabel 3.22 di Bab III. Dari 56 orang responden sebanyak 13 orang atau 23,21% secara rata-rata skornya termasuk kriteria KURANG dengan rentangan skor antara 01,004)2,00. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden dapat menjawab kira-kira antara 20,00%-40,00% dari keseluruhan butir soal dalam tes membaca. Responden-responden ini termasuk kelompok tingkat PEMULA. Sebanyak 30 orang responden atau 53,57% skornya dalam MEMBACA
termasuk kritaria SEDANG dengan rentangan skor
antara 03,00-04,00. Kriteria
ini menunjukkan bahwa responden dapat
menjawab soal kira-kira 60,00%-80,00% dari keseluruhan butir soal. Responden-responden ini termasuk tingkat MENENGAH. Sebanyak 3 orang atau 5,36% secara rata-rata kemampuan membacanya
termasuk
kriteria BAIK dengan mendapat skor 05,00. Artinya, responden-responden ini dapat menjawab 100% dari soal-soal yang diberikan. Responden-
275
responden
ini
termasuk
tingkat
LANJUTAN.
Kondisi
kemampuan
responden dalam aspek ini dapat dilihat pada Tabel 4.45.
TABEL 4.45 TKB MAHASISWA PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA DALAM ASPEK MEMBACA
KATEGORI
KRITERIA
RENTANGAN SKOR
JAWABAN BENAR
%
f
PEMULA
KURANG
1,00-2,00
20%-40%
23,21%
13
MENENGAH
SEDANG
3,00-4,00
60%-80%
71,42
40
LANJUTAN
TINGGI
5,00
100%
05.36%
3
Pada uraian di atas dapat dilihat bahwa terdapat keanekaan TKB pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dalam aspek MEMBACA antara mahasiswa semester 4 dengan 6. Untuk melihat tingkat signifikansi perbedaannya dilakukan uji statistik yaitu analisis vahans. Hasil analisis vanans dapat dilihat pada Tabel 4.46 berikut ini.
TABEL 4.46 ANALISIS VARIANS: MEMBACA BERDASARKAN LAMA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI Sumber Variasi
dk
JK
KT
F
TSP
Antar Kelompok
4
5,3828
1,3457
1,3837
0.2577
Dalam Kelompok
51
49,5994
0,9725
Tabel 4.46 menunjukkan
bahwa
perbedaan
antara
kelompok
semester 4 dengan semester 6 ditunjukkan dengan nilai F sebesar 1,3837
276
yang menghasilkan probabilitas F 0,2527. Dengan demikian perbedaan tersebut tidak signifikan karena tingkat signifikansi temuan ini lebih besar dari 0,05. Pertwdaan skor rata-fata dalam aspek ini untuk setiap kelompok terlihat pada tabel 4.47.
TABEL 4.47 PERBEDAAN KEMAMPUAN MEMBACA ANTARA MAHASISWA PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA SEMESTER 4 DENGAN 6
SKOR RATARATA
S (MP ANGAN BAKU
f
Deakin Sem 6 Pemula
3,7500
0,4629
8
Deakin Sem 6 Lanjutan
3,5833
1,1645
12
Deakin Sem 4 Lanjutan
3,0000
1,0000
15
La Trobe Sem 4 Lanjutan & 6 Pemula
3,2308
0,7250
13
La Trobe Sem 6 Lanjutan
2,8750
1,3562
8
KELOMPOK
2. TKB Pembelajar Bahasa Inggris sebagai BA Tujuan pengajaran bahasa Inggris di IKIP Bandung dibedakan oleh jenjang program, yaitu D3 dan S 1 . Akan tetapi, penelitian ini hanya melibatkan mahasiswa S1 semester 5 dan 7. Semester 5 yaitu mahasiswa yang telah mengikuti perkuliahan di selama dua tahun setengah sedangkan semester 7 yaitu mahasiswa yang telah mengikuti perkuliahan selama tiga tahun setengah. Tingkat kemahiran berbahasa yang dikaji dalam penelitian ini meliputi keterampilan menyimak, stuktur, dan membaca. Keterampilan berbahasa Inggris di IKIP Bandung ini tidak diajarkan secara integratif
277
tetapi secara serpihan (discrete). Setiap keterampilan mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Pelajaran menyimak untuk jenjang S1 terdiri atas Ustening I dan Listening
II.
Mata
kuliah
Ustening
I merupakan
penguatan
dalam
keterampilan menyimak dan pelafalan dan juga merupakan latihan remedial bagi dua keterampilan tersebut. Jadi dari deskripsi ini terlihat bahwa mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan latihan untuk memberikan penguatan pada kemampuan siswa yang telah dimiliki sebelumnya. Latihan yang konstan dalam listening discrimination, pelafalan, dan intonasi dengan menggunakan berbagai drill atau latih runtun dan latihan yang dilakukan oleh mahasiswa. Tujuan perkuliahan Ustening II yaitu agar setelah perkuliahan ini, para mahasiswa dapat memahami berbagai bentuk wacana lisan. Dengan demikian, bahan pengajarannya terdiri atas berbagai jenis wacana. Kegiatan kelas berbentuk latihan-latihan menyimak yang intensif dan ekstensif, menjawab pertanyaan, membahas isi percakapan, reproduksi lisan, mencatat perintah, dll. Mata kuliah Ustening UI merupakan lanjutan dari mata kuliah Ustening II. Mata kuliah ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menyimak
kata, makna kata atau frase
melalui pemahaman konteks, makna yang tersirat, mengenali mood dan sikap penutur, mengenali tingkat formalitas wacana. Cakupan materi berupa wacana tertulis yang dibacakan pengajar, rekaman berbagai situasi pemakaian bahasa. Selanjutnya akan diuraikan tujuan perkuliahan struktur. Perkuliahan ini terdiri atas Structure I, Stnjcture II, Structure III, Structure IV. Mata kuliah Structure I bertujuan untuk membantu mahasiswa guna mengenali dan mengakrabi secara ekstensif berbagai pola kata kerja/kalimat (verbs or
27S
sentence patterns) yang akan memungkinkan perluasan pilihan bentuk ekspresi bagi gagasan-gagasan yang hendak digunakannya dalam perilaku komunikasi dalam dan atau tentang bahasa Inggris. Mata kuliah Structure II merupakan pendalaman dan pengayaan terhadap berbagai struktur kalimat inti bahasa Inggris yang diajarkan dalam Structure I. Topik-topik yang dibahas antara lain tenses, modal verbs, conditionals, passive voices, reported speech, questions, the use of -ing and infinitive verbs, articles, adjectives and adverbs, dan prepositions. Perkuliahan Structure III merupakan pendalaman telaah struktur pola-pola kalimat inti yang sederhana, dan pengenalan
terhadap
pola
struktur
dan
komponen
kalimat-kalimat
kompleks. Secara lebih rinci, mata kuliah ini menyajikan the simple sentences misalnya pola kalimat S + V; S + V + Adv. C1; S + V + O; dsb. dan the Complex Sentence yang meliputi Concept of Complex Sentence; Main Clause + Subordinate Clause; dan Focus on Clauses seperti noun, Adjective, and adverb clauses. Pada mata kuliah Structure IV semua butir bahasan yang telah dipelajari dilatihkan dalam Structure I, II, dan III mendapat
penekanan
dan
konsolidasi.
Satu
dimensi
penggunaan
tambahan detail konsep dan antisipasi cara pengajarannya kepada siswa SLTP dan SMU kelak. Keterampilan
yang
berikutnya
yaitu
kamampuan
membaca.
Pelajaran membaca atau Reading pada program S1 di IKIP Bandung ini terdiri atas Reading I, Reading II, Reading III, Reading IV. Tingkat kemampuan yang ingin dicapai dalam mata kuliah Reading I yaitu tingkat pre~intenvediate dengan jumlah kata kira-kira 4000 kata. Jenis bacaan terdiri dari naratif, deskriptif, dan ekspositori yang mudah diambil dari berbagai sumber bacaan. Pertanyaan-pertanyaan menggunakan kata tanya
279
seperti Who, Where, When, what, dan How sedangkan kata tanya Why belum digunakan karena memerlukan pemikiran yang labih mendalam. Setiap akhir kegiatan membaca, pertanyaan diikuti oleh latihan structure dan vocabulary yang berkaitan dengan bacaan tadi. Tingkat kemampuan yang ingin dicapai dalam mata kuliah Reading II yaitu tingkat intermediate dengan jumlah kata kira-kira 5000 kata. Jenis bacaan masih sama dengan Reading
I tetapi
tingkat
kesulitannya
lebih
tinggi
daripada
tingkat
sebelumnya dan wacananya lebih panjang. Pertanyaan-pertanyaan masih menggunakan Who, Where, When, What, dan How sedangkan kata tanya Why mulai digunakan tapi tidak sebanyak kata tanya yang lainnya. Jawaban pertanyaan pada umumnya masih terdapat dalam bacaan. Setiap akhir kegiatan membaca pertanyaan diikuti dengan latihan stmcture dan vocabulary yang berkaitan dengan bacaan tadi. Pada mata kuliah Reading III, tingkat kemampuan yang ingin dicapai ialah post-intennediate dengan jumlah kata kira-kira 6000 kata. Jenis bacaan diambil dari yang deskriptif dan
ekspositori
yang
bermacam-macam.
Pertanyaan
selain
yang
diketengahkan dalam Reading I dan II, pada mata kuliah ini ditambah dengan menanyakan gagasan pokok tersebut Kosa-kata diusahakan agar diketahui dari konteks. Untuk melihat TKB responden pembelajar bahasa Inggris sebagai BA di IKIP Bandung digunakan alat tes TOEFL yang dikembangkan oleh Educational Testing Service, Princeton, New Jersey. Tes ini meliputi tiga aspek:
menyimak,
struktur,
dan
membaca.
Bagian
berikut
akan
menguraikan TKB pembelajar bahasa Inggris di IKIP Bandung yang diukur dengan TOEFL.
280
a. TKB Bahasa Inggris dalam TOEFL Dalam mengelompokkan TKB responden pembelajar bahasa Inggris yang diukur dengan TOEFL digunakan kriteria yang Tabel 3.23.
dapat diamati pada
Dengan berdasar pada kriteria tersebut, kondisi TKB
responden pembelajar bahasa Inggris di IKIP Bandung sebagai berikut. Sebanyak 19 orang responden atau 16,66% termasuk TINGKAT PEMULA yang secara rata-rata skor TOEFL-nya termasuk kriteria KURANG dengan rentangan skor antara 400-443.
Terdapat 33 orang responden atau
sebesar 29,95% termasuk Kriteria TINGKAT MENENGAH yang skornya secara rata-rata termasuk kriteria SEDANG dengan rentangan skor antara 450-487. Sebanyak 46 orang responden atau 40,35%
mendapat skor
antara 490-530. Responden-responden ini temasuk tingkat LANJUTAN yang secara rata-rata skornya termasuk kriteria BAIK. Sisanya, yaitu sebanyak 16 orang responden atau LANJUTAN
yang
skornya
14,03% termasuk TINGKAT PASCA
termasuk
kriteria
BAIK SEKALI
dengan
rentangan skor antara 533-603. Kondisi TKB responden pembelajar bahasa inggris dapat dilihat secara rinci pada Tabel 4.48.
TABEL 4.48 TKB RESPONDEN PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS SEBAGAI BA DI IKIP BANDUNG BERDASARKAN SKOR TOEFL
KATEGORI
KRITERIA
RENTANGAN SKOR
%
f
PEMULA
KURANG
440-443
16,66%
19
MENENGAH
SEDANG
450 - 487
29,95%
33
LANJUTAN
BAIK
490 - 530
40,45%
46
PASCA LANJUTAN
BAIK SEKALI
533-603
14,03%
16
281
Pada uraian di atas dapat dilihat bahwa terdapat keanekaan TKB pembelajar bahasa Inggris antara mahasiswa semester 5 dengan 7 yang diukur dengan
TOEFL.
Untuk
menguji
apakah
perbedaan tersebut
signifikan atau tidak signifikan, dilakukan uji statistik yaitu analisis varians. Hasil analisis varians dapat dilihat pada Tabel 4.49 berikut ini.
TABEL 4.49 ANALISIS VARIANS: TOEFL BERDASARKAN LAMA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI Sumber Variasi
dk
JK
KT
F
TSP
Antar Kelompok
1
3784,3139
3784,3139
2,1284
0,1474
Dalam Kelompok
112
199135,6247
1777,9966
Total
113
202919,9386
Ketenangan; dk = derajat kebebasan JK = Jumlah Kuadrat KT = Kuadrat Tengah TSP = Tingkat Signifikansi Perbedaan
Tabel 4.49 memperlihatkan bahwa perbedaan antara kelompok semester 5 dengan semester 7 ditunjukkan dengan nilai F sebesar 2,1284 yang menghasilkan probabilitas F 0,1474. Perbedaan tersebut tidak signifikan karena tingkat signifikansi temuan lebih besar dari 0,05. Artinya, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam skor TOEFL antara mahasiswa jurusan bahasa Inggris sebagai BA semester 5 dengan 7. Perbedaan kemampuan dalam TOEFL antara kedua kelompok responden tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
282
TABEL 4.50 PERBEDAAN SKOR TOEFL ANTARA MAHASISWA SEMESTER 5 DENGAN 7 SKOR RATA-RATA
SIMPAN GAN BAKU
%
f
Semester 5
431,6364
42,7954
38,60%
44
Semester 7
493,4714
41,7695
61,40%
70
KELOMPOK
b. TKB Bahasa Inggris dalam Menyimak Bagian ini secara khusus akan mendeskripsikan kondisi kemampuan responden pembelajar bahasa Inggris dalam aspek menyimak dengan menggunakan kriteria yang dapat diperhatikan pada tabel 3.24 di Bab III. Dari 114 orang responden sebanyak 21 orang responden atau 18,42% termasuk kelompok TINGKAT PEMULA yang secara rata-rata skornya dalam aspek ini termasuk kriteria KURANG dengan rentangan skor antara 09,00-17,00. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden dapat menjawab kira-kira antara 18,00% sampai dengan 34,00% dari keseluruhan butir soal yang diberikan dalam tes menyimak. Sebanyak 46 orang responden atau 40,53% termasuk kelompok TINGKAT MENENGAH yang secara rata-rata skornya dalam menyimak termasuk kriteria SEDANG dengan rentangan skor antara 18,00 sampai 27,00. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden dapat men\awab soal yang diberikan kira-kira 36,00%-54,00%
dari
keseluruhan jumlah butir soal menyimak. Sebanyak 30 orang responden atau 26,32% termasuk kelompok TINGKAT LANJUTAN yang rata-rata
kemampuan
menyimaknya
termasuk
kriteria
secara
BAIK dengan
rentangan skor antara 28,00-36,00. Artinya, kelompok responden ini dapat menjawab soal secara benar antara 56,00%-72,00%. Selebihnya, yaitu
283
sebanyak 17 orang atau kira-kira 14,91% responden skornya berada pada rentangan antara 3 7 - 4 8 . Responden-responden ini termasuk keiompok tingkat PASCA LANJUTAN. Kelompok ini dapat menjawab secara benar soal-soal dalam aspek ini kira-kira antara 74%—96%.
Kemampuan
responden pembelajar bahasa Inggris sebagai BA dalam aepek ini dapat dilihat secara rinci pada Tabel 4.51.
TABEL 4.51 TKB MAHASISWA PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS SEBAGAI BA BERDASARKAN TOEFL DALAM ASPEK MENYIMAK
KATEGORI
KRITERIA
RENTANGAN SKOR
JAWABAN BENAR
%
f
PEMULA
KURANG
9-17
18%-34%
18,42%
21
MENENGAH
SEDANG
18-27
36%-54%
42,35%
46
LANJUTAN
BAIK
28-36
56% - 72%
26.32%
30
PASCA LANJUTAN
BAJK SEKALI
37-48
74%-96%
14,91
17
Pada uraian di atas dapat dUihat bahwa terdapat keanekaan TKB pembelajar bahasa Inggris sebagai BA dalam aspek MENYIMAK yang diukur dengan TOEFL berdasarkan lama
belajarnya di perguruan tinggi
yaitu antara mahasiswa semester 5 dengan 7. Apakah keanekaan tersebut berbeda secara signifikan? Untuk menguji hipotesis di atas, dilakukan uji statistik yaitu analisis varians. Hasil analisis varians dapat dilihat pada Tabel 4.52 berikut ini.
284
TABEL 4.52 ANALISIS VARIANS: MENYIMAK BERDASARKAN LAMA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI
Sumber Variasi
dk
JK
KT
F
TSP
Antar Kelompok
1
1,1520
1,1520
0.0148
0,9035
Dalam Kelompok
112
8736,9532
8736,9532
Total
113
8738,1053
Keterangan: dk * derajat kebebasan JK = Jumlah Kuadrat KT - Kuadrat Tengah TSP = Tmgkat Signifikansi Perbedaan
Tabel 4.52 memperlihatkan bahwa perbedaan antara kelompok ditunjukkan dengan nilai F sebesar 0,0148 yang menghasilkan probabilitas F 0,9035. Dengan demikian perbedaan tersebut sangat tidak signifikan karena tingkat signifikansi temuan ini jauh lebih besar dari 0,05. Perbedaan tersebut dapat dilihat dengan skor rata-rata yang diperoleh dalam aspek MENYIMAK untuk setiap kelompok sebagaimana terlihat pada Tabel 4.53.
TABEL 4.53 PERBEDAAN SKOR MENYIMAK ANTARA MAHASISWA PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS SEBAGAI BA SEMESTER 5 DAN 7 KELOMPOK
SKOR RATA-RATA
SIMP ANGAN BAKU
%
f
IKIP Bandung Semester 5
26,1364
8,8727
38,60%
44
IKIP Bandung Semester 7
26.3429
8,8069
61,40%
70
285
c. TKB Bahasa inggris dalam Struktur Dalam mengelompokkan TKB responden pembelajar bahasa Inggris sebagai
BA
dalam
aspek
struktur
digunakan
kriteria
pengukuran
sebagaimana diketengahkan pada Bab III yang dapat diaamati pda Tabel 3.35. Dari 114 orang responden sebanyak 16 orang responden atau 14,03% termasuk kelompok TINGKAT PEMULA yang secara rata-rata skornya dalam aspek ini termasuk kriteria KURANG
dengan rentangan
skor antara 05,00-20,00. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden dapat menjawab kira-kira antara 12,50% sampai dengan 50% dari keseluruhan butir soal yang diberikan dalam bagian ini. Sebanyak 39 orang responden atau 34,21% termasuk kelompok TINGKAT MENENGAH yang secara rata-rata skornya termasuk kriteria SEDANG dengan rentangan skor antara 21,00 sampai 25,00. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden dapat menjawab soal yang diberikan kira-kira 52,50% sampai 62,50% dari jumlah butir soal struktur. Sebanyak 44 orang responden atau 38,60% termasuk kelompok TINGKAT LANJUTAN yang secara rata-rata kemampuan strukturnya termasuk kriteria BAIK dengan rentangan skor antara 26,00-31,00. Artinya, kesebelas orang responden ini dapat menjawab kira-kira antara 65% sampai 77,50%. Selebihnya, yaitu sebanyak 15 orang responden skornya antara 32,00-36,00. Responden ini dikelompokkan ke dalam kategori tingkat PASCA LANJUTAN yang skornya termasuk kriteria BAIK SEKALI. Kondisi TKB responden pembelajar bahasa Inggris sebagai BA dalam aspek ini dapat dilihat secara rinci pada Tabel 4.54
286
TABEL 4.54 TKB MAHASISWA PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS SEBAGAI BA DALAM ASPEK STRUKTUR
KATEGORI
KRITERIA
RENTANGAN SKOR
JAWABAN BENAR
%
f
PEMULA
KURANG
5,00-20,00
12,50%-50,00%
14,04%
16
MENENGAH
SEDANG
21,00-25,00
52,50%-62,50%
34,21%
39
LANJUTAN
BAIK
26,00-31,00
65,00%-77,50%
38,60%
44
PASCA LANJUTAN
BAIK SEKALI
32,00-36,00
80,00%-90,00%
13,16%
15
Pada uraian di atas terlihat bahwa terdapat keanekaan TKB pembelajar bahasa Inggris sebagai BA antara mahasiswa semester 5 dengan semester 7 dalam aspek STRUKTUR. Apakah keanekaan tersebut berbeda secara signifikan? Untuk menguji hipotesis di atas, dilakukan uji statistik yaitu analisis varians. Hasil analisis varians dapat dilihat pada Tabel 4.55.
TABEL 4.55 ANALISIS VARIANS: STRUKTUR BERDASARKAN LAMA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI
Sumber Variasi
dk
JK
KT
F
TSP
Antar Kelompok
1
115,4191
115,4191
4,0587
0.0463
Dalam Kelompok
112
3185,0019
28,4375
Total
113
3300,4211
Keterangan: dk = derajat kebebasan JK = Jumlah Kuadrat KT = Kuadrat Tengah TSP = Tingkat Signifikansi Perbedaa
287
Tabel 4.55 memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan T KB responden pembelajar bahasa Inggris sebagai BA antara mahasiswa semester 5 dengan 7 dalam aspek STRUKTUR. Perbedaan antara kedua kelompok dalam aspek ini ditunjukkan dengan nilai F sebesar 4,0587 yang menghasilkan probabilitas F 0,0463. Dengan demikian, perbedaan tersebut signifikan karena tingkat signifikansi temuan ini lebih kecil dari 0,05. Perbedaan tersebut dapat dilihat dengan skor rata-rata yang diperoleh dalam aspek STRUKTUR untuk setiap kelompok pada Tabel 4.56.
TABEL 4.56 PERBEDAAN TKB PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS SEBAGAI BA SEMESTER 5 DENGAN 7 DALAM ASPEK STRUKTUR
KELOMPOK
SKOR RATA-RATA
SIMPANG AN BAKU
%
f
IKIP Bandung Semester 5
24,2045
5,7530
38,60%
44
IKIP Bandung Semester 7
26.2714
5,0531
61,40%
70
d. TKB Bahasa Inggris dalam Membaca Bagian ini secara khusus akan mendeskripsikan kondisi kemampuan responden dalam aspek membaca dengan berdasar pada kriteria yang diketengahkan pada tabel 3.26 di Bab III. Dari 114 orang responden sebanyak 24 orang responden atau 21,05% secara rata-rata skornya dalam aspek membaca termasuk kriteria RENDAH dengan rentangan skor antara 21 sampai dengan 30. Kriteria ini menunjukkan bahwa responden tersebut dapat menjawab kira-kira antara 35,00%-50,00% dari jumlah soal tes membaca dalam tes TOEFL. Sebanyak 39 orang atau 34,21% secara
288
rata-rata skornya dalam membaca
termasuk Kriteria SEDANG dengan
rentangan skor antara 31 sampai 37. Kriteria
ini menunjukkan bahwa
responden dapat menjawab soal yang diberikan kira-kira 51,66%-61,67% dari soal membaca dalam tes TOEFL. Sebanyak 45 orang responden atau sebesar 39,47% secara rata-rata kemampuan membacanya
termasuk
kriteria BAIK dengan skor antara 38-44. Artinya, responden-responden ini dapat menjawab kira-kira antara 63,33%-73,33% dari soal-soal membaca dalam tes TOEFL. Sebanyak 13 orang responden skor rata-ratanya dalam aspek ini termasuk kriteria BAIK SEKALI dengan rentangan skor antara 455 1 . Responden ini dikelompokkan ke dalam kategori tingkat PASCA LANJUTAN. Kelompok ini dapat menjawab secara benar antara 7 5 % - 8 5 % dari soal yang diberikan. Kondisi TKB responden pembelajar bahasa Inggris sebagai BA dalam aspek ini dapat dilihat pada Tabel 4.57 berikut.
TABEL 4.57 TKB MAHASISWA PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS SEBAGAI BA DALAM ASPEK MEMBACA
KATEGORI
KRITERIA
RENTANGAN SKOR
JAWABAN BENAR
%
f
PEMULA
KURANG
21-30
35,00%-50,00%
21,05%
24
MENENGAH
SEDANG
31 -37
51,66%-61,67%
34.21%
39
LANJUTAN
BAIK
33-44
$3,33%-73,33%
39,47%
45
PASCA LANJUTAN
BAIK SEKALI
45-51
75,0O%-85,00%
11,40%
13
Pada uraian di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan
TKB
pembelajar bahasa Inggris sebagai BA dalam aspek MEMBACA antara mahasiswa semester 5 dengan 7. Apakah keanekaan tersebut berbeda
289
secara signifikan? Untuk meihat tingkat signifikansi dari perbedaan ini dilakukan uji statistik yaitu analisis varians. Hasil analisis varians dapat dilihat pada tabel berikut ini.
TABEL 4.58 ANALISIS VARIANS: ASPEK MEMBACA BERDASARKAN LAMA BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI
Sumber Variasi
dk
JK
KT
F
TSP
Antar Kelompok
1
75,5955
75,5955
1,6506
0,2015
Dalam Kelompok
112
5129,5273
45,7994
Total
113
5250,1228
Keterangan: cik = derajat kebebasan JK - Jumlah Kuadrat KT = Kuadrat Tengah TSP = Tingkat Signifikansi Perbedaan
Tabel di atas menunjukkan bahwa perbedaan antara kelompok ditunjukkan dengan nilai F sebesar 1,6506 yang menghasilkan probabilitas F 0,2015. Dengan demikian perbedaan TKB responden pembelajar bahasa Inggris sebagai BA semester 5 dengan 7 dalam aspek ini tidak signifikan. Perbedaan skor rata-rata yang diperoleh dalam aspek ini pada Tabel 4.59.
TABEL 4.59 PERBEDAAN TKB MAHASISWA PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS SEMESTER 5 DENGAN 7 DALAM ASPEK MEMBACA
KELOMPOK
SKOR RATA-RATA
SIMPANGAN BAKU
%
f
IKIP Bandung Semester 5
35,7273
6,5321
38,60%
44
(KIP Bandung Semester 7
37,4000
6,9102
61,40%
70
290
C. SBB Dalam Wawancara Berdasarkan
temuan
dari
hasil
tes
tulis
TKB
yaitu
yang
menggunakan TBIBA dan TOEFL serta hasil survey laporan pribadi tentang SBB yang menggunakan ISBB dan StLL, muncul beberapa permasalahan dari
temuan
tersebut
yang
tidak
mungkin
diinterpretasikan
secara
kuantitatif. Dengan demikian, hasil wawancara dianalisis secara deskriptif analitis untuk menggali secara lebih
mendalam tentang SBB yang
digunakan responden. Analisis wawancara ini diharapkan akan memberi gambaran tentang SBB tertentu yang otonomus yang digunakan oleh responden pembelajar bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai BA yang TKB-nya KURANG, SEDANG, BAIK, dan BAIK SEKALI. Responden pembelajar bahasa Inggris yang dilibatkan dalam wawancara ini terdiri atas empat kelompok yang dikategorikan berdasarkan kemampuannya dalam TOEFL karena
ada beberapa orang
responden yang skor TOEFL-nya
mencapai kriteria BAIK SEKALI. Responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA hanya terdiri atas tiga kelompok, yaitu kelompok yang TKB-nya KURANG,
SEDANG
dan
BAIK karena tidak
ada
responden
yang
kemampuan berbahasa Indonesia-nya BAIK SEKALI. Bagian berikut akan mengetengahkan deskripsi hasil wawancara responden pembelajar bahasa Indonesia di La Trobe Untversity dan Deakin University dan juga responden pembelajar bahasa Inggris di IKIP Bandung.
1. SBB Pembelajar Bahasa Indonesia dari Wawancara Karena wawancara ini sifatnya sukarela, dari 56 orang responden pembelajar bahasa Indonesia yang dilibatkan dalam penelitian ini, ada 13 orang responden yang berpatisipasi dalam kegiatan wawancara. Dari 13
291
orang responden ini, 2 orang responden skor TBIBA-nya termasuk kriteria KURANG dengan kategori tingkat PEMULA, 8 orang responden yang termasuk kriteria SEDANG dengan kategori tingkat MENENGAH, dan 3 orang responden yang skornya termasuk kriteria BAIK dengan kategori tingkat LANJUTAN. Daftar responden yang dilibatkan dalam wawancara dapat diamati pada tabel berikut.
TABEL 4.60 DAFTAR RESPONDEN PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA YANG DIWAWANCARAI SKOR TBIBA
KRITERIA
KATEGORI
Anastasia
13
KURANG
PEMULA
Diana
14
KURANG
PEMULA
Ronny
17
SEDANG
MENENGAH
Wallen
18
SEDANG
MENENGAH
Helena
20
SEDANG
MENENGAH
Lorina
22
SEDANG
MENENGAH
Devy
23
SEDANG
MENENGAH
Kassandra
23
SEDANG
MENENGAH
Sallyna
24
SEDANG
MENENGAH
Nickolas
24
SEDANG
MENENGAH
Nicole
27
BAIK
LANJUTAN
Johanes
28
BAIK
LANJUTAN
Natalia
29
BAIK
LANJUTAN
RESPONDEN
292
Pada bagian berikut akan diketengahkan S8B yang digunakan oleh pembelajar bahasa
Indonesia dalam proses belajar bahasa Indonesia
berdasarkan hasil wawancara dengan respoden dari kelompok tingkat PEMULA, MENENGAH, dan LANJUTAN.
a. SBB Pembelajar Bahasa Indonesia sebagai BA Tingkat PEMULA Responden yang diwawancarai yang TKB-nya termasuk kriteria KURANG ada dua orang, yaitu Anastasia dan Diana (bukan nama aslinya). Berikut ini akan diketengahkan hal-hal yang dilakukan mereka dalam proses belajar bahasa Indonesia selama mereka belajar di perguruan tinggi berdasarkan pengakuannya dalam wawancara.
Wawancara dengan Anastasia Anastasia mendapat skor 13 dan Diana 14. Artinya, Anastasia hanya mampu menjawab 37,14% dari soal yang diberikan dalam TBIBA. Anastasia pernah belajar bahasa Indonesia di SMA kira-kira tujuh tahun yang lalu. Dia pernah berkunjung ke Indonesia selama lima minggu untuk belajar bahasa Indonesia di Universitas Satya Wacana di Salatiga. Dia menyatakan
bahwa dia senang belajar disana. Kepergiannya ke Satya
Wacana atas biaya orang tuanya. Pada bulan September tahun 1995, dia akan pergi ke Ujungpandang di Sulawesi Selatan selama enam bulan. Menurut pendapatnya jika menguasai bahasa lain selain bahasa ibunya, dia akan lebih mudah untuk mencari pekerjaan. Alasan itulah kiranya yang mendorongnya untuk belajar bahasa Indonesia. Disamping itu, dia juga memang menyenangi bahasa Indonesia. Walaupun demikian, dia tidak bercita-cita untuk menjadi guru bahasa Indonesia.
293
Dalam belajar bahasa Indonesia, dia berpendapat bahwa belajar pelafalan tidak begitu sulit akan tetapi yang sulit yaitu belajar strukturnya. Lebih-lebih lagi kalau belajar prefix dan suffix. Pelafalan sebenarnya tidak masalah baginya karena dia juga mengambil jurusan linguistik sehingga belajar bunyi-bunyi tidak begitu masalah. Cara dia belajar pelafalan yaitu dengan mendengarkan orang Indonesia yang sedang berbicara dalam bahasa Indonesia dan juga dengan membaca nyaring. Karena tulisan atau ejaan dengan bunyi bahasa Indonesia itu sama, sebelum mengucapkan kata-kata bahasa Indonesia, dia biasanya mengamati dahulu tulisannya kemudian baru mengucapkannya. Karena mempelajari struktur bahasa Indonesia lebih sulit daripada mempelajari pelafalannya, Anastasia menyatakan bahwa untuk mengingat pola kalimat bahasa Indonesia dia mencoba membaca dan memahami artinya. Selain itu, untuk mengingat konstruksi kalimat bahasa Indonesia dia mencoba untuk menggunakannya dalam berbicara. Dia suka berbicara dalam bahasa Indonesia tetapi dia tidak mempunyai teman banyak untuk berlatih berbicara bahasa Indonesia. Dia mempunyai teman orang Melayu sehingga dia dapat berlatih dengannya. Untuk
memperluas
kosa-kata
bahasa
Indonesia,
dia
hanya
mengingat kosa-kata tersebut dan kemudian menggunakannya dalam kalimat tatkala berbicara dalam bahasa target. Jadi untuk memperluas kosa-kata bahasa Indonesia, dia tidak mempunyai kegiatan yang banyak. Sama
halnya
dengan
responden
lainnya,
Anastasia
juga
menyayangkan salah seorang gurunya yang terlalu banyak menggunakan bahasa Inggris dalam mengajar. Dia lebih suka guru yang selalu berbahasa Indonesia selama mengajar karena hal itu lebih baik untuk meiatih
294
pemahaman siswa dalam memahami bahasa lisan. Dia berpendapat bahwa walaupun kadang-kadang pada mulanya sulit bagi mahasiswa untuk memahami penjelasan guru dalam bahasa target, akhirnya mahasiswa akan mengerti juga.
Bagaimana cara Anastasia memahami bahasa
Indonesia gurunya sewaktu dia mengajar? Dia menyatakan bahwa jika dia mendengar kata-kata yang tidak dipahaminya, dia menulis kata-kata tersebut di buku catatan dan kemudian dia akan mencari artinya di kamus. Dalam tugas presentasi, dia biasanya menulis dahulu hal-hal yang akan dikatakannya itu kemudian mencoba menghafalnya sehingga dia lebih mudah dan tahu betul apa yang akan dikatakannya itu. Demikianlah strategi-strategi yang diutarakan Anastasia kepada peneliti selama dia belajar bahasa Indonesia.
Wawancara dengan Diana Dalam tes TBIBA, Diana mampu menjawab secara benar kira-kira 40%. Diana adalah responden pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA yang juga termasuk tingkat PEMULA.
Dengan menggunakan bahasa
Indonesia dicampur bahasa Inggris, Diana mengatakan bahwa dia pernah belajar bahasa Indonesia pada tahun 1965 di sebuah universitas besar di Australia. Dia berkata, "Ehm, tiga puluh tahun ago, saya belajar bahasa Indonesia di universitet
, dan saya lupa banyak." Dia melanjutkan "
dan tahun yang lalu saya mulai
again? (dengan lagu bertanya dia
menanyakan kata again dalam bahasa Indonesia). Artinya dia belajar bahasa Indonesia baru satu tahun dan dia belum pernah berkunjung ke Indonesia.
Ketika
diwawancarai,
dia
sering
menggunakan
bahasa
Indonesia yang tertukar-tukar, misalnya dia menggunakan kata mencari
295
untuk kata menjadi, dia mengatakan bahwa dia belajar bahasa Indonesia di La Trobe University karena dia ingin mancali (maksudnya menjadi) guru bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama di Australia. Sama halnya dengan Anastasia, Diana juga mempunyai kesan bahwa belajar pelafalan bahasa Indonesia itu tidak sulit karena ejaan dengan pengucapan sama. Dia mempunyai kesulitan dalam mengucapkan bunyi /ng/ ditengah kata dan bunyi /h/ di akhir seperti mengucapkan kata sudah. Selain itu, bunyi /g/ setelah bunyi /ng/ juga menurutnya sulit untuk diucapkan. Tatkala peneliti bertanya bagaimana cara dia mengatasi kesulitan itu, dia hanya mengatakan bahwa satu-satunya cara yaitu dia harus selalu mengingatnya karena bunyi-bunyi tersebut sulit sekali untuk diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris. Demikian komentarnya tentang masalah-masalah dalam pengucapan bahasa Indonesia. Dalam wawancara ini, responden enggan menggunakan bahasa Indonesia.
Dia
lebih
banyak
menggunakan
bahasa
Inggris.
Untuk
mengingat pelafalan kata-kata bahasa Indonesia, dia biasanya memenggal kata-kata tersebut,
yaitu memisahkan
awalan dan
akhirannya
dan
kemudian dia mencoba menemukan kata dasarnya. Setelah kata dasar itu ditemukan, tatù dia mengucapkan kata dasar tersebut. Baru setelah itu dia mencoba menggabungkan kembali kata dasar tersebut dengan awalan dan akhirannya dan kemudian dia mencoba mengucapkan kata tersebut dengan nyaring beberapa kali. Hanya itulah yang dilakukannya untuk berlatih pengucapan. Dia mengakui bahwa dia tidak pernah berlatih pelafalan dengan membaca nyaring. Dia menyatakan bahwa seharusnya hal tersebut dilakukannya tetapi dia tidak pernah melakukan itu.
296
Pemahamannya terhadap konstruksi kalimat bahasa Indonesia dia mengatakan bahwa dia dapat memahami kalimat-kalimat pendek dengan mudah akan tetapi untuk kalimat kompleks dan kalimat-kalimat idiom, dia mencoba
memahaminya
berdasarkan
konteksnya.
Dalam
memahami
wacana tulis, biasanya dia tidak mempunyai kesulitan akan tetapi yang menjadi masalah yaitu
menggunakan
kalimat-kalimat tersebut dalam
menulis. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, dia biasanya mencoba menuliskannya sebisanya dalam sebuah buku. Kemudian dia baca lagi apakah kalimat bahasa Indonesia yang ditulisnya itu benar. Jika tidak yakin, biasanya dia membuat catatan di pinggir halaman buku tersebut. Apabila dia telah menemukan kalimat yang menurutnya lebih benar lalu dia membetulkannya. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam berbicara, dia biasanya hanya melakukan tugas yang diberikan guru. Misalnya dia menyiapkan tugas dari guru ketika gurunya menyuruhnya untuk menyiapkan sebuah percakapan dengan temannya secara berpasangan. Percakapan tersebut disiapkannya dengan menggunakan kosa-kata yang telah diberikan dalam perkuliahan dan juga dari teks-teks bacaan. Dia menulis dulu sebuah percakapan berdasarkan mateh yang telah diperolehnya dalam perkuliahan dan menentukan peran yang akan diperankannya dalam percakapan tersebut. Cara dia menyiapkannya, dia tidak mencoba membaca kalimatkalimat yang disiapkannya itu tetapi mencoba menghayati perannya sehingga
percakapan
tersebut
akan
terdengar
alami,
tidak
seperti
mambaca. Dia juga berpendapat bahwa dalam bercakap-cakap itu dia harus memahami betul hal yang dikatakannya itu. Hal lain yang harus
297
disiapkannya itu yaitu mempelajari kosa-kata tertentu yang diperlukan dalam percakapan tersebut. Dalam mempelajari kosa-kata,
dia berpendapat bahwa belajar
kosa-kata dengan cara menyenaraikan kata-kata baru adalah sulit. Dia melakukan kegiatan seperti itu akan tetapi tidak menuliskannya dalam buku khusus, akan tetapi langsung di buku teks yang sedang dibacanya itu. Jika dia lupa arti kata-kata yang ditulisnya itu dia dapat membukanya kembali. Akan tetapi, dia berpendapat bahwa cara yang paling baik untuk mengingat kata-kata baru yaitu dengan menggunakannya. Akan tetapi, secara jujur dia mengatakan bahwa dia pernah melakukan kegiatan seperti itu hanya apabila dia mendapat tugas untuk melakukan itu. Dia juga berpendapat bahwa mempelajari kata-kata dari daftar kata yang ditulisnya itu cenderung mudah lupa. Setelah satu tahun belajar bahasa Indonesia, dia merasa heran karena tanpa disadarinya kosa-kata yang diketahuinya bertambah hanya dengan mendengarkan kalimat-kalimat yang digunakan guru di kelas tatkala memberi perkuliahan. Dalam hal meningkatkan kemampuan berbicara, terus terang dia mengakui bahwa itu merupakan hal yang paling sulit. Dia mengakui bahwa dalam proses mengingat kata baru dia tidak menggunakan kata tersebut dalam bercakap-cakap. Padahal dia menyadari bahwa kegiatan seperti itu seharusnya dilakukannya. Dia tidak pernah menggunakan kata-kata baru untuk berbicara dalam bahasa Indonesia. Masalah latihan berbicara dalam bahasa Indonesia, kesulitannya karena dia tidak mempunyai teman untuk menggunakan bahasa tersebut. Alasan lainnya mengapa dia tidak begitu mampu berbicara dalam bahasa Indonesia, yaitu karena sewaktu dia belajar bahasa Indonesia tiga puluh tahun yang lalu, pada waktu itu tidak
298
ada pelajaran berbicara. Semua perkuliahan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Pelajaran difokuskan pada unsur-unsur yang sifatnya gramatis, pelajaran membaca dan menulis. Tujuan pengajaran bahasa Indonesia waktu itu dimaksudkan agar mahasiswa dapat membaca tulisan-tulisan yang berbahasa Indonesia. Pendapatnya tentang program bahasa Indonesia di Universitas tempat dia belajar sekarang jauh lebih baik dari programnya di universitas tempat dia belajar tiga puluh tahun yang lalu. Di universitas ini mahasiswa harus bisa berbicara dalam bahasa target. Bahasa pengantar yang digunakan guru di unuversitas ini
pada
tahun-tahun pertama yaitu bahasa Indonesia yang proporsinya kira-kira 80% tetapi sekarang, yaitu di semester 6, karena materinya lebih sulit, guru menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris kira-kira dengan perbandingan 50%-50%. Diana tidak merasa keberatan dengan proporsi penggunaan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia yang seimbang karena di Universitas tempat dia belajar ini, materinya banyak yang berkenaan dengan pemerintahan Indonesia sehingga guru terpaksa harus menggunakan
bahasa
Inggris
dalam
menerangkan
konsep-konsep
tersebut. Dalam memahami penjelasan guru yang menggunakan bahasa Indonesia dia biasanya mendengarkan dulu pernyataan guru tersebut sejenak untuk mendapatkan gambaran tentang inti pembicaraannya itu. Jika setelah beberapa saat dia masih tidak dapat memahami apa yang dikatakan guru tersebut, dia akan memberitahu guru tersebut bahwa dia tidak memahaminya. Jadi, dalam mencoba memahami wacana lisan, pertama-tama dia mempertiatikan dahulu dengan saksama dan kemudian
299
jika dia tidak memahaminya maka dia memberi tahu lawan bicara bahwa dia tidak mengerti pembicaraannya itu. Guru di universitas tersebut sesekali menyuruh siswanya berlatih berpidato tentang sesuatu di depan kelas dalam bahasa target. Misalnya, pada tahun pertama, tugas yang pertama kali diperolehnya yaitu berpidato tentang ramalan cuaca yang direkam dalam video. Sebelum berpidato dia menulis dahulu warta berita tentang ramalan cuaca tersebut. Tugas yang lainnya yaitu berpidato tentang pemerintahan seolah-olah dia seorang presiden dan teman-temannya mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Dia mengatakan bahwa dia bisa melakukannya dengan baik karena dia agak tahu karakter presiden tersebut. Jadi agar dapat berbicara secara lancar, siswa harus mengerti apa yang dikatakannya, mempunyai pengetahuan tentang topik yang dibicarakannya, dan memiliki kosa-kata tentang topik tersebut. Dengan demikian, jika ada yang mengajukan pertanyaan tentang apa yang dibicarakannya itu, dia akan bisa menjawab pertanyaanpertanyaan yang diajukan dalam diskusi tersebut. Walaupun mengalami
demikian,
kesulitan
dia
dalam
mengakui
memahami
bahwa
seseorang
dia
masih
yang
sering
berbahasa
Indonesia, dia pernah berlatih bahasa Indonesia dengan penutur asli f
bahasa Indonesia bersama-sama teman-teman lainnya di ca etaria kampus pada saat makan siang. Untuk melatih pemahaman terhadap bahasa lisan dia
sebenarnya
ingin
sekali
mendengarkan
berita
yang
berbahasa
indonesia akan tetapi secara jujur dia mengakui bahwa dia tidak pernah melakukan hal tersebut. Demikianlah pengakuan Diana tentang hal-hal yang dilakukannya dalam belajar bahasa Indonesia. Wawancara pada awainya
menggunakan
bahasa
Indonesia tetapi atas
300
permintaannya
kemudian beralih ke bahasa Inggris. Itulah kegiatan yang dilakukan Diana selama dia belajar bahasa Indonesia.
b. SBB Pembelajar Bahasa Indonesia Tingkat MENENGAH Dari kelompok kategori tingkat MENENGAH ada sembilan orang responden yang responden
bersedia
tersebut
yaitu:
dilibatkan
dalam
Ronny,
Wailen,
wawancara. Helena,
Responden-
Lorina,
Devy,
Kassandra, Sallyna, dan Nickolas. Nama-nama yang digunakan di sini kesemuanya bukan nama aslinya. Berikut ini akan dikemukakan hal-hal yang dilakukan oleh kelompok ini dalam belajar bahasa Indonesia.
Wawancara dengan Ronny Ronny belajar bahasa Indonesia baru dua tahun di perguruan tinggi. Dia belum pernah belajar bahasa Indonesia sebelumnya. Dia terdorong untuk belajar bahasa Indonesia pendeta.
Sebagai
pengunjung
gereja
seorang dari
karena tuntutan
pendeta
berbagai
dia
profesinya
berhubungan
negara,
yaitu
yang
sebagai
dengan pribumi
para dan
non-pribumi, di antaranya pengunjung yang orang Indonesia. Banyak orang Indonesia yang datang ke gerejanya untuk mengikuti kebaktian. Ronny pernah berkunjung ke Indonesia selama satu minggu atas biaya sendiri untuk berkhotbah di Gereja Katholik Indonesia (G.KI). Alasan lainnya mengapa dia ingin belajar bahasa Indonesia karena menurut
pendapatnya
bahasa
Indonesia
lebih
mudah
dipelajari
dibandingkan dengan bahasa asing lainnya. Misalnya, dia berpendapat bahwa pengucapan bahasa Indonesia jauh lebih mudah jika dibandingkan dengan belajar pengucapan bahasa Perancis. Dia belajar pengucapan
301
bahasa dengan berlatih dengan orang-orang Indonesia dan minta dikoreksi oleh mereka. Selain itu, dia juga berlatih mengucapkan kata-kata yang sulit secara berulang-ulang. Demikianlah cara dia belajar pengucapan bahasa Indonesia. Dalam berlatih berbicara, Ronny biasanya menghafalkan percakapan-percakapan yang berbahasa Indonesia. Kegiatan ini menurutnya dimaksudkan agar dia hafal pola-pola kalimat yang dapat digunakannya dalam berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, dia mengakui bahwa tatkala dia akan menggunakannya dafam berkomunikasi dalam situasi yang sebenarnya, dia seringkali lupa pola-pola kalimat yang telah dihafalnya
itu.
menghafalkan
Dia
mengakui
kalimat-kalimat
bahwa (responden
sulit
sekali
baginya
mengucapkannya
untuk
kalemaf)
bahasa Indonesia. Untuk mengingat kata-kata bahasa Indonesia dia membuat daftar kata-kata sukar yang ditemukannya tatkala sedang membaca wacana yang berbahasa Indonesia. Dia menyusun kata-kata sulit itu secara alfabetis. Jadi, jika dia menemukan kata baru ketika dia sedang membaca, dia menggaris-bawahi kata-kata tersebut kemudian dia mencari maknanya di kamus dan kemudian memindahkannya ke dalam buku catatan khusus untuk kata-kata sukar yang ditemukannya. Dia memperlihatkan buku daftar kata-kata tersebut tatkala sedang diwawancarai. Untuk mengingatnya, dia mencoba
menutup
kata
bahasa
Indonesia
itu
kemudian
mencoba
mengingatnya tetapi dia mengakut bahwa sulit sekali baginya untuk mengingat kata-kata baru bahasa Indonesia. Ronny juga mempunyai kesulitan dalam memahami wacana lisan yang berbahasa Indonesia, misalnya untuk memahami penjelasan guru di
302
kelas jika dia menggunakan bahasa Indonesia. Walaupun demikian, dia berharap bahwa guru selalu berbahasa Indonesia di kelas sekalipun sulit baginya untuk memahaminya. Ada dua orang guru yang mengajar di kelasnya, guru yang satu, sebut saja Ibu Herna (bukan nama aslinya) adalah penutur asli bahasa Indonesia yang telah menjadi warga negara Australia dan yang seorang lagi, sebut saja pak Benjamin (bukan nama aslinya), adalah penutur asli bahasa Inggris yang pernah tinggal lama di Indonesia. Kemampuan berbahasa Indonesianya hampir mendekati penutur asli. Tapi sayang sekali baik pak Benjamin maupun bu Hema tidak selalu berbahasa Indonesia. Mereka sering menggunakan bahasa Inggris sewaktu mengajar bahasa Indonesia di kelas. Pak Benjamin, yang penutur asli bahasa Inggris itu lebih sering menggunakan bahasa Indonesia daripada bu Hema. Selanjutnya Ronny menyatakan bahwa pak Benjamin sering bertanya dalam bahasa Indonesia kepada para mahasiswa. Jika mahasiswa tidak dapat menjawabnya, guru itu melemparkan pertanyaan tersebut kepada mahasiswa lainnya. Dari pengakuan ini terlihat bahwa pak Benjamin berupaya agar semua mahasiswa aktif menggunakan bahasa Indonesia. Selain mempunyai kesulitan dalam memahami wacana lisan dalam bahasa Indonesia, Ronny juga mempunyai banyak kesulitan dalam mengungkapkan sesuatu dengan menggunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi dia mempunyai cara untuk mengatasinya. Jika dia sulit untuk mengungkapkan sesuatu karena dia lupa sebuah kata yang akan digunakannya, dia mencoba mencari kata lain yang kira-kira maknanya sama. Strategi ini dalam Oxford (1990) merupakan salah satu bentuk dari strategi kompensasi. Jika lawan bicara tidak memahami maksud yang dikatakannya dalam bahasa Indonesia, dia mencoba mencari kata lainnya lagi atau dia beralih
303
ke bahasa Inggris. Dia sekali-sekali berpindah dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Jadi kalau dia tidak tahu sebuah kata yang tidak diketahuinya maka dia menggantinya dengan kata lain yang maknanya sama. Untuk memahami berita yang berbahasa Indonesia, misalnya berita di televisi dia tidak mempunyai cara apapun karena dia merasa sulit memahami hal seperti itu. Biasanya dia berhenti dan konsentrasi. Dalam menyimak wacana lisan, jika dia tidak memahami sebuah kata dalam wacana tersebut, dia biasanya mencoba memahaminya dari konteksnya. Untuk mengetengahkan gagasan dalam bahasa Indonesia, misalnya untuk berkhotbah dalam bahasa Indonesia, dia mencoba menulisnya dahulu dalam bahasa Inggris kemudian menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Sebelum tampil berpidato dalam bahasa Indonesia biasanya dia mencoba berlatih membacanya dan
menggaris-bawahi kata-kata yang
penting.
Wawancara dengan Waflen Waflen tidak begitu lancar berbahasa Indonesia. Dia telah belajar bahasa Indonesia selama tiga tahun atas biaya orang tuanya. Dia belajar bahasa Indonesia karena ingin menjadi guru bahasa Indonesia. Hal-hal yang dirasakan sulit dalam belajar bahasa Indonesia yaitu mengingat kata-kata baru dan juga kata-kata yang telah dipelajarinya. Cara yang biasa dilakukannya untuk mengingat kata-kata baru yaitu dengan membandingkan kata baru tersebut dengan kata-kata yang telah diketahuinya atau dengan bunyinya dalam bahasa Inggris. Selain itu, untuk mengingat kata-kata baru kadang-kadang dia saling bertanya dengan temannya. Menurutnya, belajar pelafalan bahasa Indonesia tidak sulit.
304
Untuk mengingat pola kalimat bahasa Indonesia, dia biasanya menghafalnya. Akan tetapi, untuk mengingat ungkapan-ungkapan bahasa Indonesia seperti ungkapan sebuah percakapan dalam bermain peran, dia tidak menghafalnya akan tetapi dia mencoba mengingat perannya dalam percakapan tersebut. Di kelas, guru kadang-kadang menjelaskan materi pelajaran dalam bahasa target. Agar dapat mengingat informasi yang dijelaskan guru di kelas, dia biasanya mencatatnya dan kemudian membacanya kembali di rumah. Untuk melatih berbicara, kadang-kadang dia berbicara dengan teman-temannya
dalam
bahasa
Indonesia.
Kadang-kadang
dia juga
mendapat tugas untuk bermain peran dengan teman-temannya. Untuk itu, dia
menyiapkan dahulu
percakapan tersebut dalam bahasa
Inggris
kemudian dia terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dalam memahami bahasa
lisan
dia
mencoba
memahaminya
dengan
mengidentifikasi
kata-kata kuncinya. Demikianlah perbincangan peneliti dengan Wallen. Tidak banyak yang dapat diungkap darinya karena tampaknya dia kurang bisa memahami peneliti.
Wawancara dengan Helena Helena baru belajar bahasa Indonesia selama dua tahun karena dia tidak pernah belajar bahasa Indonesia di SMP maupun SMA. Dia juga belum pernah ke Indonesia. Untuk dapat kuliah di perguruan tinggi, dia mendapat pinjaman dari pemerintah Australia yang dapat dibayarnya jika dia telah bekerja ketak. Helena tertarik untuk belajar bahasa Indonesia secara formal karena dia pernah tinggal di Malaysia selama satu tahun. Dia belajar bahasa Indonesia bukan untuk menjadi guru bahasa Indonesia
305
tetapi karena dia senang pelajaran tersebut. Bidang lain yang disenanginya yaitu ilmu politik. Menurut pendapatnya, belajar pengucapan bahasa Indonesia agak sulit terutama
dalam
mengucapkan
bunyi /r/.
Untuk
meningkatkan
kemampuannya dalam pelafalan, dia membaca nyaring. Untuk mengingat kata-kata
banj,
dia
mencoba
mengulang-ulang
kata-kata
yang
ditemukannya dari modul. Selain itu, dia juga menggunakannya dalam berbicara dan juga dalam menulis. Dia mempunyai masalah bukan hanya dalam pengucapan tetapi dia juga mempunyai kesulitan dalam struktur bahasa Indonesia. Untuk mengingat struktur kalimat bahasa Indonesia dia membaca kembali buku-buku catatan tentang struktur bahasa Indonesia yang ditulisnya sewaktu dia masih kuliah di tingkat satu. Sama dengan responden lainnya yang berlajar di Universitas ini, dia juga menyatakan bahwa hanya ada seorang guru yang selalu berbahasa Indonesia. Guru yang satunya lagi keseringannya menggunakan bahasa Inggris. Kalau dia berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia juga terlalu cepat sehingga sulit dipahami. Jika dia tidak memahami guru tatkala guru tersebut mengajar dengan menggunakan bahasa Indonesia, dia biasanya bertanya dan juga menulis kata-kata yang tidak diketahuinya itu dan sesampainya di rumah dia membuka kamus untuk melihat artinya. Dalam hal menggunakan bahasa, dia pernah berbelanja dan menelepon dengan menggunakan bahasa Melayu.
Dia juga pernah
menelepon dalam bahasa Malaysia. Untuk berlatih berbicara, kadangkadang gurunya memberi tugas untuk presentasi di depan kelas. Sebelum tampil di depan teman-temannya, terfebih dahulu dia mencatat hal-hal yang akan dipresntasikannya itu dan menghafalnya. Tetapi itu menurutnya sulit
306
karena dia sering lupa hal-hal yang akan dikatakannya itu dan juga menyiapkan
kata-kata yang
mungkin
diperlukan
dalam
penyuguhan
tersebut. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam diskusi, dia tidak menyiapkan apapun. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawabnya dengan spontan saja. Kegiatan lainnya yang biasa dia lakukan yaitu mendengarkan siaran radio
SBS
yang
khusus
menyiarkan
siaran
radio yang
berbahasa
Indonesia. Kegiatan itu dimaksudkan untuk meningkatkan kemam-puannya dalam memahami bahasa lisan. Dia menyayangkan siaran radio itu yang hanya disiarkan dua kali dalam seminggu sehingga kadang-kadang kalau kebetulan dia sedang tidak berada di rumah, dia tidak dapat mendengarkan siaran tersebut. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam menyimak, dia juga menonton film-film Indonesia dari video tetapi tidak sering karena rekaman video film-film Indonesia tidak banyak di Australia. Untuk berlatih berbicara dalam bahasa Indonesia kadang-kadang dia berlatih dengan teman-teman dekatnya saja karena dia kadang-kadang agak malu untuk menggunakan bahasa Indonesia. Demikianlah kisah Helena tentang strategi belajar yang digunakannya dalam belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing.
Wawancara dengan Lorina Lorina telah belajar bahasa Indonesia sejak tahun 1993. Artinya, pada waktu diwawancarai itu dia telah belajar bahasa Indonesia selama dua tahun. Kebetulan dia belum pemah berkunjung ke Indonesia. Sama halnya dengan Devy, dia juga bersekolah atas biaya sendiri. Dia tertarik untuk belajar bahasa Indonesia karena dia ingin menguasai bahasa Asia
307
dan teman-tamannya memberitahukannya bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang mudah dipelajari dibandingkan dengan bahasa Cina dan Jepang yang tidak menggunakan huruf latin. Dibandingkan dengan bahasa Jerman dan Perancis tingkat kesulitan bahasa Indonesia kurang lebih sama. Bagaimana cara dia belajar pelafalan bahasa Indonesia? Pelafalan bahasa Indonesia sangat berbeda dengan bahasa Inggris. Dia belajar pelafalan dengan mendengarkan guru jika dia sedang mengajar dan juga mendengarkan orang yang berbicara bahasa Indonesia. Selain itu, di rumah dia mencoba membaca nyaring dan juga mendengarkan suara sendiri yang sedang malafalkan bahasa Indonesia dari rekaman. Dia menyatakan bahwa struktur bahasa Indonesia itu sulit baginya, terutama imbuhan me- -kan dan me- -i. Bagaimana cara dia mengingatnya? Dia selalu mencoba mengingat strukur tersebut kemudian dia coba untuk menggunakannya dalam kalimat yang bermakna. Dia tidak suka membuat kalimat dengan hanya mengubah-ubah kata-katanya dari struktur yang sama karena menurutnya, kegiatan tersebut tidak bermakna. Dia juga mengatakan bahwa yang lebih baik adalah menggunakan struktur tersebut dalam bahasa lisan. Artinya tatkala dia berbicara, dia mencoba untuk menerapkan struktur yang telah diketahuinya itu. Begitu juga dalam mengingat kata baru, dia mencoba menggunakan kata tersebut dalam bahasa lisan secara bermakna. Dia mencoba cara menggunakan kata tersebut dalam kamus. Dalam berlatih bahasa lisan dia mempunyai kesulitan untuk menemukan teman yang dapat diajak berlatih. Dia
mencoba
untuk
membuat
semacam
grup
untuk
berlatih
bercakap-cakap datam bahasa Indonesia akan tetapi sampai saat itu belum
308
juga terwujud.
Di Universitas ini, sebulan sekali guru mengadakan
Indonesian Night yang diikuti oleh mahasiswa pembelajar bahasa Indonesia secara sukarela.
Dia dan beberapa temannya pernah
mengundang
mahasiswa Indonesia untuk makan siang sambil mengobrol dalam bahasa Indonesia di sebuah cafetaria di Student Center. Lorina berpendapat acara seperti itu bagus sekali. Seperti halnya responden lainnya, Lorina juga menyayangkan salah seorang gurunya yang terlalu banyak menggunakan bahasa Inggris dalam mengajar bahasa Indonesia. Guru yang lainnya lebih banyak manggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Inggris. Bagaimana cara dia memahami bahasa Indonesia gurunya itu? Pertama-tama dia meminta agar guru berbicara dengan lambat. Jika ada kata yang tidak dipahaminya, dia mencatat kata tersebut kemudian di rumah dia mencari maknanya di kamus. Selain itu dia juga meminta penjelasan kepada gurunya tentang hal yang tidak dipahaminya itu. Dia tidak mendapat kesulitan dalam memahami gurunya karena topik pembicaraannya adalah hal-hal yang telah dikenalnya, yaitu hal-hal yang sedang dipelajarinya. Dalam program bahasa Indonesia di Universitas, setiap tahunnya ada empat kali tugas lisan seperti presentasi dalam bahasa Indonesia. Untuk menyiapkan tugas tersebut, dia biasanya menulis dahulu hal-hal yang akan diutarakannya itu dan mencoba memahami betul permasalahan yang akan dikatakannya itu. Selain itu, dia juga mencoba menghafalnya. Akan tetapi dia berpendapat bahwa menghafal itu bukan cara yang baik karena tidak bermakna. Berkali-kali Lorina menandaskan dengan dicampur bahasa Inggris bahwa menggunakan bahasa itu harus meaningfui atau
309
bermakna. Dia menyatakan bahwa meaningfulness atau kebermaknaan adalah faktor yang sangat penting dalam proses belajar bahasa.
Wawancara dengan Devy Devy sudah belajar bahasa Indonesia di perguruan tinggi selama tiga tahun. Dia pemah tinggal di Indonesia selama satu bulan untuk mengajar bahasa Inggris di IKIP Jogyakarta selama dua minggu. Di Indonesia dia tidak
menggunakan
bahasa
Indonesia
karena
semua
mahasiswa berbahasa Inggris. Di luar kampus pun keseringannya dia berbahasa Inggris karena masyarakat Jogyakarta kebanyakannya bisa berbahasa Inggris dengan orang asing. Jika dia mengalamai kesulitan dalam berkomunikasi dengan masyarakat, misalnya sewaktu berbelanja, dia menggunakan bahasa isyarat. Dengan demikian, dia mengaku bahwa dia belajar bahasa Indonesia hanya sedikit. Dia pergi ke Indonesia atas biaya sendiri karena kebetulan dia sudah bekerja di toko emas di Australia. Dia juga bersekolah dengan biaya sendiri hanya biaya hidup dia ikut kepada orang tuanya. Devy bercita-cita untuk menjadi guru bahasa Indonesia di sekolah dasar. Dia menyiapkan diri untuk menjadi guru SD karena menurut pendapatnya, prospeknya baik. Dengan memiliki keahlian dalam mengajar bahasa Indonesia, dia tidak akan mendapat kesulitan untuk mencari pekerjaan. Gaji guru SD maupun SMP di Australia baik. Prospek guru bahasa Indonesia baik karena semua siswa di Australia diwajibkan mempelajari bahasa asing di luar bahasa Inggris dan bahasa Indonesia di Australia cukup populer. Artinya banyak siswa yang senang belajar bahasa Indonesia.
310
menggunakan
bahasa
Indonesia
sebagai
bahasa
pengantar
dalam
mengajar. Ada dua orang guru yang penutur asli bahasa Indonesia di Universitas
tempat
dia
belajar.
Guru
yang
satu
keseringannnya
hanya dalam berbicara dan tidak dalam menulis. Dia pernah menulis dalam buku harian dengan menggunakan bahasa Indonesia tetapi hanya satu kali karena dia malas menulis di buku harian. Dia juga mempunyai hobi menulis puisi tetapi puisi bahasa Inggris tetapi dalam puisinya itu kadang-Kadang dia selipkan satu kata bahasa Indonesia. Dia belajar bahasa Indonesia karena dia senang bahasa Indonesia tetapi dia tidak bercita-cita untuk menjadi guru bahasa Indonesia. Dia menyenangi bahasa Indonesia karena dia ingin pergi ke Indonesia untuk belajar seni-seni yang progresif. Dalam wawancara ini, Kassandra menyatakan ketidakpusannya akan cara mengajar salah seorang guru di Universitas tempat dia belajar tersebut karena dia terlalu banyak menggunakan bahasa Inggris. Setiap mengajar, dosen tersebut menggunakan bahasa Inggris kira-kira 80%. Para mahasiswa banyak mengeluhkan hal tersebut. Padahal guru itu pemutur asli bahasa Indonesia yang telah menjadi warga negara Australia. Selain itu,
menurut Kassandra,
mahasiswa juga tidak puas karena materi
pelajarannya tidak menarik. Materi pelajarannya yaitu tentang pemerintahan Indonesia, misalnya kita dikenalkan dengan sederet menteri-menteri dalam pemerintahan Indonesia. Mahasiswa memandang bahwa materi itu tidak begitu penting dan tidak begitu menarik untuk mahasiswa Australia. Kassandra mempunyai saran bahwa jika ingin belajar bahasa asing dengan lancar, sebaiknya siswa belajar di negara bahasa target sehingga bahasa tersebut dapat digunakan sehari-hari. Saran lainnya yaitu guru bahasa asing sebaiknya menggunakan bahasa target sebagai bahasa pengantar di kelas. Akan tetapi, dia juga menyadari bahwa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar memang agak sulit karena kemampuan siswa di kelas tidak sama.
3!4
Pada waktu diwawancara,
Kassandra telah duduk di semester 6 dan pada semester tersebut dia tidak mempunyai tutor untuk berlatih. Mahasiswa hanya mempunyai satu dosen saja sehingga membosankan. Pada semester-semester sebelumnya dia mempunyai dua orang guru, satu orang dosen dan satu orang tutor untuk latihan. Ada dua orang pengajar di Universitas tempat Kassandra belajar bahasa Indonesia. Kedua-duanya keturunan Indonesia tetapi telah menetap di sana. Kassandra senang kepada guru yang satunya lagi karena disamping
baik
mengajarnya,
materinya
pun
menarik.
Dia
jarang
menggunakan bahasa Inggris dan lebih banyak manggunakan bahasa Indonesia. Dia juga menyuruh bermain peran yang sewaktu bermain peran itu guru
merekam permainan
mahasiswa itu dalam
video.
Semua
mahasiswa senang dengan kegiatan seperti itu. Pada semester yang lalu ada empat tugas. Tugas yang lainnya di antaranya mahasiswa harus berpidato tentang ramalan cuaca. Sebelum bermain peran atau sebelum berpidato, dia biasanya menulis dahulu naskah yang akan diperankannya atau yang akan dipidatokannya. Dia dan juga mahasiswa lainnya menurut pendapatnya akan bekerja keras jika kegiatan kelas itu menarik tetapi jika tidak menarik, mahasiswa tidak ingin bekerja keras. Kassandra menyatakan bahwa tata-bahasa bahasa Indonesia itu sulit. Sewaktu dia belajar sendiri di Indonesia, dia belajar tata-bahasa bahasa
Indonesia dengan membaca buku-buku akan tetapi
sampai
sekarang dia masih merasa banyak kesulitan. Dari keempat keterampilan berbahasa,
yaitu
menyimak,
berbicara,
membaca,
dan
menulis,
keterampilan membaca yang dirasakannya tidak begitu sulit sedangkan keterampilan menulis dirasakannya agak sulit. Dalam berbicara dengan orang-orang di Indonesia dia tidak begitu sulit karena dalam bahasa lisan,
315
kebanyakan orang di Indonesia menggunakan kata dasar jadi tidak sulit untuk memahaminya. Kemampuan Kassandra datam berbicara cukup baik walaupun masih banyak kesalahan dalam tata-bahasa. Dia memaksakan diri untuk menggunakan
bahasa Indonesia sewaktu dia di
Indonesia.
Selama
wawancara dia betul-betul memaksakan diri untuk berbicara bahasa Indonesia. Dia berkata bahwa jika ingin lancar berbicara, dia harus ada kemauan untuk berlatih menggunakan bahasa tersebut. Kassandra kini baru tingkat 2 di Universitas ini. Dia tidak belajar bahasa Indonesia di SMP maupun SMA tetapi dia punya pengalaman tinggal di Indonesia selama sepuluh bulan. Demikianlah kisah dia dalam belajar bahasa Indonesia.
Wawancara dengan Sallyna Sallyna (bukan nama aslinya) telah belajar bahasa Indonesia sejak dia bersekolah di SMP. Sewaktu dia masih belajar di SMU. dia pernah berkunjung ke Indonesia. Dia tinggal di Indonesia selama dua minggu. Pada bulan Januari 1995, dia berkunjung lagi ke Indonesia dan tinggal di Indonesia selama dua bulan. Kepergiannya ke Indonesia dalam rangka pertukaran pelajar. Dia tinggal selama satu bulan di IKIP Bandung untuk belajar bahasa Indonesia dan satu bulan untuk berjalan-jalan. Bandung
dia
pergi
ke
Pangandaran,
pantai
Selatan
pulau
Dari Jawa.
Perjalanannya dilanjutkan ke Jogyakarta, Bali dan Lombok. Di Universitas tempat dia belajar sekarang, semua mahasiswa harus mempelajari dua bahasa selama enam bulan. Setelah enam bulan mahasiswa harus memilih salah satunya saja. Pada waktu itu bahasa fndonesia dan Jerman. Akan tetapi, setelah enam bulan, dia memilih belajar
316
bahasa Indonesia karena dia senang kebudyaan Indonesia dan karena dia tidak suka guru bahasa Jerman yang dipandangnya sombong. Selain itu, bahasa Indonesia lebih mudah dipelajari daripada bahasa Jerman. Misalnya pengucapan bahasa Indonesia lebih mudah daripada pengucapan bahasa Jerman. Begitu juga tata-bahasanya, tata-bahasa bahasa Indonesia lebih mudah dari bahasa asing lainnya. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, kata ganti orang ketiga hanya ada satu yaitu kata dia, tidak ada he dan she. Tidak seperti dalam bahasa Jerman, dalam bahasa Indonesia tidak ada pertikel. Pertikel dalam bahasa Jerman dirasakan sukar sekali. Untuk mengingat kosa-kata bahasa Indonesia, Sallyna menggunakan kartu kosa-kata. Dalam kartu kosa-kata itu dia mengkategorisasikan kata-kata tersebut ke dalam beberapa kategori,
misalnya kelompok
binatang, kelompok buah-buahan, makanan, dsb. Untuk mengingat pola kalimat, dia mencoba menghafalnya dan kemudian ditransfernya ke dalam situasi yang lain. Pembicaraan selanjutnya beralih ke bagaimana memahami petunjuk guru yang dikemukakan dalam bahasa Indonesia. Sewaktu di SMA guru tidak selalu menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar karena tingkatnya masih rendah. Guru bahasa Indonesia di SMA bukan orang Indonesia tetapi orang Australia. Di Universitas, jika guru memberi petunjuk dalam bahasa Indonesia yang agak panjang, dia mencoba mencatat petunjuk tersebut. Jika guru memberi materi baru di kelas, dia selalu mencoba
mendengarkannya
dengan
saksama
karena
dia
malas
mempelajari materi tersebut di rumah. Dia mengakui bahwa dia jarang sekali mempelajari materi yang diberikan di sekolah di luar jam sekolah atau di rumah. Untuk memahami wacana lisan yang agak panjang,
317
misalnya tatkala dia tinggal di Indonesia, dia meminta orang Indonesia itu untuk berbicara lambat dan menggunakan kata-kata yang sedertiana. Dalam proses belajar, dosen bahasa Indonesia kadang-kadang memutarkan rekaman video tentang berita dalam bahasa Indonesia. Dia menyatakan bahwa sulit sekali baginya untuk menangkap berita dalam bahasa Indonesia. Karena berita itu bukan berita langsung tetapi berita yang direkam, maka dia biasanya sebelum-mendengarkan berita tersebut dia mencoba menerjemahkannya. Setelah itu, dia mencoba memahaminya dan mencatat kata-kata baru. Dia juga mencoba membaca dahulu bahan berita tersebut yang tertulis untuk memahami esensinya.
Walaupun
demikian, dia masih mendapat kesulitan dalam memahami berita lisan karena
kadang-kadang
bunyi-bunyi
yang
diucapkan
di
berita
itu
kedengarannya lain dari yang didengarnya di kelas dari gurunya. Di
kelas,
guru
kadang-kadang
menyuruh
mahasiswa
untuk
menyuguhkan sesuatu dalam bahasa Indonesia. Sebelum presentasi di depan kelas, misainya sebelum berpidato atau sebelum bermain peran, dia menulis dahulu pidato atau percakapan tersebut.
Setelah ditulisnya
kemudian kalimat-kalimat tersebut dihafalnya. Dia pernah berpidato dalam acara perpisahan sebelum dia meninggalkan IKIP Bandung.
Wawancara dengan Nickolas Nickolas telah belajar bahasa Indonesia selama tujuh tahun, yaitu sejak dia bersekolah di SMP di Australia. Dia mengaku bahwa walaupun telah belajar bahasa Indonesia selama tujuh tahun tapi dia merasa bahwa dia belum lancar berbahasa Indonesia. Akan tetapi, menurut perasaannya, dia masih belum lancar berbahasa Indonesia. Dari Universitas tempat dia
3)8
belajar, dia bersama-sama 13 orang temannya dikirim ke Indonesia untuk belajar bahasa Indonesia atas biaya sendiri. Dia belajar bahasa Indonesia karena dia ingin menjadi interpreter atau penerjemah bahasa Indonesia karena dengan menjadi penerjemah dia akan mendapat gaji yang cukup memuaskan. Selain itu dia juga bercita-cita untuk dapat bekerja di Indonesia. Motivasinya untuk belajar bahasa Indonesia sangat tinggi.
Dia
senang sekali belajar bahasa Indonesia. Menurut pengakuannya, walaupun bahasa Indonesianya belum baik, dia senang membaca dan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lain selain bahasanya sendiri yaitu bahasa Inggris. Sewaktu di sekolah dasar, dia juga belajar bahasa Itali, Latin, dan Perancis. Seperti juga responden lainnya, dia menyatakan bahwa bahasa Indonesia
lebih
mudah
dipelajari
ketimbang
bahasa
asing
lainnya.
Kesulitannya hanya dalam pengucapan. Pada mulanya dia mengatakan bahwa pengucapan bahasa Indonesia dirasakan agak sulit tapi selanjutnya tidak sesulit bahasa Inggris atau bahasa Itali. Jika dia mendapat tugas untuk bermain peran dalam bahasa Indonesia, dia biasanya menyiapkan hal-hal yang akan dikatakannya dalam bermain
peran
melakukannya
tersebut dengan
sehingga improvisasi.
pada Dia
waktu
bercakap-cakap
tidak
pernah
dia
menyiapkan
percakapan tersebut dan menghafalnya karena dia berpendapat bahwa cara seperti itu tidak berguna. Akan tetapi, menghafal frase-frase yang akan dikatakannya memang berguna. Yang terpenting dalam bermain peran itu menghafal poin-poinnya saja serta memperhatikan lawan bicara sewaktu berdialog dan berimprovisasi sedikit tatkala bercakap-cakap dalam bermain peran tersebut.
319
Selanjutnya, untuk mempelajari kosa-kata, atau untuk memperluas kosa-kata bahasa Indonesia, dia menggunakan kartu kosa-kata atau fíash-cards yang bertuliskan kata-kata baru disertai bahasa Inggrisnya. Dia berpendapat bahwa yang paling penting bukan menuliskan kata baru dan juga bahasa Inggrisnya di fíash-cards tetapi yang terpenting adalah membawa kartu-kartu itu kemanapun dia pergi. Secara terus terang dia mengatakan bahwa dia membaca kartu-kartu itu sewaktu dia sedang pipis (maksudnya sedang buang air kecil di WC) atau pada waktu menunggu kedatangan
dosennya
sebelum
perkuliahan.
Dia
berkata
bahwa
kemanapun dan kapanpun dia pergi, fíash-cards itu dibawa dan dibaca. Untuk memahami
petunjuk guru
yang agak panjang tentang
serangkaian kegiatan atau sewaktu mendengarkan berita yang panjang, pertama-tama
dia
hanya
mendengarkan
saja.
Dia
berkonsentrasi
sepenuhnya pada apa yang didengarkannya. Kalau mendengar kata baru yang dia tidak ketahui artinya, dia mencoba menebak arti kata tersebut dari konteksnya. Kemudian setelah selesai mendengarkan wacana lisan yang panjang itu, dia mencoba melihat artinya di kamus. Dia senang membaca majalah yang berbahasa Indonesia, diantaranya majalah Hai dan Tempo (mungkin sebelum Tempo dibredel). Sewaktu membaca majalah ini, jika dia menemukan kata baru, dia selalu menebaknya. Dalam komunikasi lisan dengan orang Indonesia yang tidak dapat berbahasa Inggris sama sekali,
Nickolas kadang-kadang mengalami
kesulitan dalam memahami penutur asli karena berbicaranya terlalu cepat. Untuk mengatasi kesulitan ini,
dia meminta lawan
bicaranya untuk
berbicara agak lambat. Ketika dia berkunjung ke Indonesia, dia tidak mempunyai kesulitan dalam berbelanja dengan menggunakan bahasa
320
Indonesia kecuali dalam memahami penjelasan tentang makanan. Pada dasarnya, dia mengakui bahwa dia tidak mempunyai masalah dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia. Sesekali dia disuruh menyuguhkan sesuatu di depan temantemannya di kelas dengan menggunakan bahasa Indonesia. Sebelum penyuguhan biasanya dia menulis hal-hal yang akan dikemukakannya itu. Kemudian tulisan itu dibacanya berulang-ulang sehingga dia hafal hal-hal yang akan dikatakannya itu. Dia juga menulis garis besar yang akan diutarakannya itu. Agar bisa presentasi dengan lancar, dia menyarankan agar topik yang disuguhkan harus yang disenangi sehingga tahu betul apa yang akan diketengahkan. Demikianlah obrolan dengan Nickolas tentang strategi-strategi yang digunakannya.
c. SBB Pembelajar Bahasa Indonesia Tingkat LANJUTAN Ada tiga orang responden dari kelompok tingkat LANJUTAN yang bersedia
diwawancarai.
Responden-responden
tersebut
yaitu
Nicole,
Yohanes, dan Natalia. Ketiga responden ini kemampuannya dalam TBIBA termasuk kriteria baik. Bagaimana cara mereka belajar bahasa Indonesia dan apa saja yang dilakukannya dalam proses belajar bahasa Indonesia? Mari kita simak pengakuan mereka sebagaimana
diutarakannya dalam
wawancara.
Wawancara dengan Nicole Nicole telah belajar bahasa Indonesia di perguruan tinggi selama tiga tahun. Dia pernah belajar bahasa Indonesia di Universitas Indonesia (UI) di Jakarta selama enam bulan. Karena tidak mengerti kata membiayai, ketika
321
ditanya siapa yang membiayainya pergi ke Indonesia, dia mengatakan bahwa guru-gurunya yang membiayainya. Dari beberapa konteks akhirnya dia menyadari kesalah-pahamannya itu dan dia mengatakan bahwa dia pergi ke Indonesia mendapat bea siswa dari universitas. Bea siswa itu hanya dapat menutupi sebagian saja dari kebutuhannya selama di Indonesia, sisanya dia tanggung sendiri dari uangnya sendiri, bukan dari orang tuanya. Dia senang sekali belajar bahasa Indonesia sehingga dia merasa cepat sekali dalam belajar bahasa ini. Dia memilih belajar bahasa Indonesia karena beberapa alasan. Pertama, karena di Australia kini ada semacam gerakan untuk dekat atau menjalin hubungan dan bekerja sama dengan Asia. Oleh karena itu, dia ingin mempelajari salah satu bahasa Asia kemudian dia memilih bahasa Indonesia. Alasan yang kedua yaitu dia berpendapat bahwa bahasa Indonesia mungkin diperlukan untuk mencari pekerjaan. Alasan ketiga yaitu karena bahasa Indonesia di Australia prospeknya baik akan tetapi dengan tegas dia menyatakan bahwa dia tidak bercita-cita untuk menjadi guru bahasa
Indonesia.
Bahasa Indonesia di UI diajarkan tidak secara integratif akan tetapi secara serpihan yang terdiri atas, membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Bagi Nicole meniru pengucapan bahasa Indonesia tidak begitu sulit. Cara dia meniru pengucapan atau berlatih pengucapan bahasa Indonesia biasanya dengan banyak berbicara dalam bahasa Indonesia. Selain itu, dia juga sering membaca nyaring karena ejaan dengan pengucapannya sama, jadi tidak begitu sulit baginya untuk berlatih sendiri. Di UI ada kelas khusus untuk berlatih pengucapan, yaitu di Laboratorium.
322
Di situ dia latihan mendengarkan dan mengucapkan. Dia tidak senang pelajaran itu karena sangat membosankan. Untuk mengingat kata-kata baru, atau untuk memperluas kosa-kata, Nicole banyak membaca artikel yang berbahasa Indonesia. Kalau dia menemukan kata baru sewaktu dia membaca artikel, dia cari artinya di kamus dan kemudian kata itu digunakannya dalam berbicara dan juga dalam menulis atau dalam membuat kalimat. Dia juga menyediakan catatan untuk mencatat kosa-kata baru tersebut. Dia telah mempunyai banyak sekali kata-kata baru yang dicatatnya sehingga kalau dia jejerkan akan panjang sekali. Daftar kosa-kata itu tidak hanya ditulisnya tetapi sering dibacanya. Jadi untuk mengingat kata-kata baru dia tidak belajar secara khusus tetapi hanya melalui membaca dan bertanya pada orang lain tatkala sedang berbicara. Jadi tatkala dia berbicara dengan orang lain, jika dia tidak memahami sebuah kata yang digunakan pembicara lainnya, dia langsung menanyakan arti kata tersebut. Penggunaan strategi ini terlihat dalam wawancara. Jika dia tidak mengerti sebuah kata yang digunakan peneliti, dia langsung menanyakan arti kata tersebut. Bagaimana pendapatnya tentang konstruksi atau struktur kalimat bahasa Indonesia? Menurutnya konstruksi kalimat bahasa Indonesia tidak terlalu sulit walaupun kadang-kadang dia suka membuat kesalahan dalam sitaksisnya. Yang penting katanya harus ingat saja konstruksi itu, misalnya susunan kata dalam bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Inggris, misalnya dalam bahasa Indonesia buku saya dalam bahasa Inggris dia harus ingat bahwa susunanya terbalik. Jadi tinggal dibalik saja menjadi my book. Selain itu, misalnya untuk mengingat kalimat aktif pasif, dia banyak berlatih menggunakan pola tersebut. Dulu dia memang mempunyai banyak
323
kesulitan dalam hal itu tetapi sekarang tidak lagi menjadi masalah baginya. Walaupun demikian dia mengatakan bahwa dia tetap harus banyak berlatih. Kebetulan dosennya di perguruan tinggi , setiap minggu memberi tugas sehingga terpaksa mahasiswa banyak berlatih. Tugas-tugasnya ada yang menjawab pertanyaan-pertanyaan dan ada juga tugas menerjemahkan. Setiap minggu mereka memberi latihan dan setiap bulan dosendosennya itu menyuruh mahasiswa membuat karangan dalam bahasa Indonesia yang terdiri atas 1000 kata. Jadi, dalam satu bulan setiap mahasiswa harus menulis dua buah karangan. Tugas lainnya, mahasiswa juga disuruh untuk bermain peran atau berpidato. Untuk menyiapkan tugas-tugas tersebut, dia kadang-kadang menghafal dahulu kalimat-kalimat yang akan dikatakannya itu tetapi dia lebih senang percakapan tersebut dilakukannya secara spontan tanpa dihafal dahulu. Sama dengan responden lainnya, dia juga tidak menyenangi guru yang terlalu banyak berbahasa Inggris di kelas. Salah seorang dosennya terlalu banyak menggunakan bahasa Inggris dan itu merupakan masalah. Sewaktu di Indonesia karena kebanyakan dosennya tidak dapat berbahasa Inggris dengan baik, perkuliahan menggunakan bahasa Indonesia sehingga dia terpaksa harus mencoba memahaminya. Situasi ini menyebabkan dia bisa belajar bahasa Indonesia dengan cepat. Pada mulanya memang banyak kesulitan karena guru-gurunya tidak dapat berbahasa inggris dengan baik dan dia juga tidak bisa berbahasa Indonesia maka pada mulanya guru menyuruh Nicole untuk mengguanakan bahasa Inggris saja dalam bertanya karena mereka tidak memahami bahasa Indonesia yang digunakannya. Tetapi lama kelamaan dia harus memaksakan diri untuk bertanya dalam bahasa Indonesia dan mendengarkan jawaban guru yang
324
berbahasa Indonesia. Jadi dia bisa belajar dengan cepat sekali. Demikian kesan-kesannya selama dia belajar bahasa Indonesia di UI. Selama dia belajar bahasa Indonesia di perguruan tinggi di Australia, dosen-dosennya kadang-kadang menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Untuk memahami penjelasan dosen yang menggunakan bahasa Indonesia, dia menyatakan bahwa yang penting harus banyak belajar dan terus bertanya kepada guru jika mereka menggunakan kata yang tidak dipahaminya.
Akan
tetapi
apabila
dia
mendengar kata
yang
tidak
diketahuinya itu pada waktu gurunya sedang berbicara, dan dia tidak ingin memotongnya, keseringannya dia membuka kamus untuk mencari makna kata tersebut. Dia mengakui bahwa dia dapat mencari kata di dalam kamus degan cepat sekali. Untuk memahami penjelasan guru yang berbahasa Indonesia, dia juga mencoba memperhatikan kata-kata kunci dalam penjelasan guru sehingga dapat menangkap gagasan pokoknya. Dengan melihat gerakan-gerakan anggota badan atau isyarat-isyarat selama guru berbicara juga akan membantu pemahamannya. Dia menyenangi salah seorang dosennya yang mengajar bahasa Indonesia karena dia lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dan juga dia tidak berbicara terialu cepat. Dosen tersebut mencoba menyesuaikan kata-kata yang dipilihnya itu dengan tingkat kemampuan mahasiswanya. Lagi pula, jika dia menggunakan kata baru, dia akan langsung menjelaskannya. Dalam berlatih berbicara, sewaktu di Indonesia dia tidak mempunyai masalah karena dia senang berkomunikasi dengan siapapun. Jika dapat berkomunikasi dalam bahasa lain dia akan mempunyai banyak teman. Dengan demikian, sewaktu di Indonesia dia tidak mempunyai masalah untuk
berkomunikasi
di
tengah-tengah
325
masyarakat,
misalnya
dalam
berbelanja. Dia berpendapat bahwa berkomunikasi lewat telepon lebih sulit ketimbang berkomunikasi secara berhadap-hadapan sehingga sebelum menelepon, dia menulis dulu hal-hal yang akan dibicarakannya di telepon. Nicole menyatakan
bahwa dia sering
mendapat tugas untuk
presentasi di depan teman-temannya dalam bahasa Indonesia baik secara kelompok maupun secara individual. Sebelum presentasi biasanya dia menulis dahulu hal-hal yang akan diutarakannya itu langsung dalam bahasa Indonesia tidak dalam bahasa Inggris dulu dan kemudian dia mencoba mengingatnya sebaik mungkin. Selain itu, dia juga menyiapkan sebuah catatan kecil sebagai petunjuk pada waktu dia penyuguhan. Sebagai pengayaan, dosennya kadang-kadang menggunakan video dalam kelas karena ada beberapa kelas yang telah dilengkapi dengan televisi dan video. Tampaknya, sebagai mahasiswa yang baik, dia tidak berpangku tangan untuk menjadi mahir dalam bahasa target, tetapi banyak sekali kegiatan yang dilakukannya untuk menunjang pencapaian belajarnya.
Wawancara
dengan Johanes
Johanes belajar bahasa Indonesia sejak tahun 1991, yaitu sejak dia masuk ke perguruan tinggi. Dia pernah berkunjung ke Indonesia tiga kali. Pada kunjungan pertama, dia tinggal di Indonesia selama enam minggu, pada kunjungan kedua delapan minggu, dan yang terakhir dia tinggal di Indonesia selama empat minggu. Tatkala ditanya siapa yang membiayai dia pergi ke Idonesia, dia balik bertanya apa arti kata membiayai. Setelah diberi tahu arti kata tersebut dia mengatakan bahwa dia pergi ke Indonesia atas biaya sendiri.
Dia ingin belajar bahasa Indonesia karena dia ingin
menguasai bahasa lain selain bahasa Inggris
326
dan juga karena dia berpendapat bahwa bahasa itu akan diperlukan dalam pekerjaannya di masa mendatang. Walaupun tidak begitu lancar, Johanes berupaya untuk mengajukan maupun menjawab pertanyaan dengan menggunakan bahasa target. Bahasa yang digunakannya di rumah yaitu bahasa Inggris. Sama halnya dengan
teman-teman
lainnya,
dia juga
berpendapat
bahwa
belajar
pengucapan bahasa Indonesia tidak sulit sehingga dia tidak mempunyai masalah dalam hal tersebut.
Untuk melatih
pelafalan dia mencoba
memperhatikan orang yang berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik penutur asli maupun yang bukan penutur asli bahasa Indonesia,
misalnya
dengan
Indonesia.
Jika
salah
dia
mendengarkan mengucapkan
radio
yang
berbahasa
sebuah
kata,
dia
akan
mengucapkan kata-kata tersebut berulang-ulang hingga akhirnya dia dapat mengucapkannya dengan benar. Dalam wawancara tersebut jika sesekali dia tidak tahu kata yang digunakan peneliti sewaktu mewawancarainya, dia langsung menanyakan arti kata tersebut. Untuk mengingat pelafalan kata bahasa Indonesia dia mempelajarinya dengan membaca tulisannya karena pelafalan dan ejaan kata-kata bahasa Indonesia sama. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam struktur, dia mencoba mengingat pola kalimat bahasa Indonesia dengan membaca wacana yang berbahasa Indonesia. Jika dia menemukan kata baru dalam bacaan tersebut,
dia
mencoba
membuka
kamus
dan
kemudian
mencoba
menggunakan kata tersebut. Selain itu, dia juga merekam suaranya sendiri dengan menggunakan kata baru tersebut dan kemudian mendengarkannya kembali berkali-kali untuk mengingat pola kalimatnya. Untuk mengingat pola
kalimat
dia
mencoba
menggunakan
327
kata-kata
baru
dengan
menggunakannya dalam kalimat sehingga sekaligus dia dapat mengingat strukturnya. Untuk mengingat pelajaran yang diberikan di kelas, dia mencatat hal-hal yang diketengahkan guru di
kelas dan
kemudian
mencoba
mereviunya di rumah. Jika pelajaran yang diberikan guru di kelas itu diambil dari buku teks yang dijadikan pegangan di kelas, Johanes mencoba mengingat pelajaran dari guru itu dengan membaca buku teks tersebut. Untuk mengingat kosa kata baru, Johanes menggunakan kartu kosa-kata (flash-cards) yang bertufiskan kata baru bahasa Indonesia beserta bahasa Inggrisnya. Kata baru itu dibacanya dan direkamnya yang kemudian dia coba dengar kembali rekaman suaranya itu tanpa melihat flash-card-nya. Jika dia tidak ingat arti kata tersebut dia mencoba membaca lagi arti kata tersebut yang ditulisnya pada flash-card. Di università tempat dia belajar, bahasa Indonesia diajarkan secara integratif. Dia mempunyai dua orang guru kelas, yang seorang penutur asli bahasa Indonesia dan yang seorang lagi penutur asli bahasa Inggris. Guru yang penutur asli bahasa Indonesia proporsi antara menggunakan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris kira-kira 50%-50% sedangkan gurunya yang penutur asli bahasa Inggris malah lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia
daripada
bahasa
Inggris.
Perbandingannya
kira-kira
70%
berbanding 30%. Kadang-kadang hanya 60%, tergantung kepentingannya. Bagaimana cara Johanes mengingat penjelasan guru atau instruksi yang diberikannya dalam bahasa Indonesia? Dia menyatakan bahwa tatkala guru memberi instruksi dalam bahasa Indonesia, Johanes biasanya mencatat poin-poin yang diketengahkan guru tersebut dengan menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Ketika
328
bercakap-cakap dalam bahasa target, jika dia tidak memahami pembicaraan lawan bicara, biasanya dia menggunakan isyarat atau langsung bertanya. Selain itu, karena kemanapun dia pergi kamus selalu dibawanya, maka jika dia menemukan kata yang tidak dia ketahui artinya, dia akan membuka kamus yang dibawanya itu. Selain itu, jika dia berbicara dengan orang lain, agar dia dipahami oleh orang lain, dia menggunakan kata lain. Misalnya, tatkala dalam wawancara peneliti bertanya apakah dia pernah berbelanja atau menelepon dalam bahasa Indonesia sewaktu dia berada di Indonesia, dia mengatakan bahwa dia sering berbelanja atau menelepon dalam bahasa Indonesia. Karena pada waktu menjawab pertanyaan peneliti tersebut dia lupa kata sering sekali dia menjawab dengan mengatakan "Ya, banyak sekali,"yang maksudnya "Ya, sering sekali." Sekali-sekali guru memberi tugas untuk berpidato di kelas dalam bahasa Indonesia. Sebelum berpidato dia menulis kerangka tentang butir-butir yang akan dikemukakannya itu. Selain itu, dia juga menyiapkan kata-kata baru yang mungkin diperlukan sewaktu berpidato itu. Kata-kata yang diperlukannya itu sebagian ditulisnya dalam bahasa Inggris dan sewaktu
dia
berpidato,
dia
harus
menerjemahkannya.
Demikianlah
pengakuan Johanes tentang hal-hal yang dilakukannya selama dia belajar bahasa Indonesia.
Wawancara dengan Natalia Natalia belajar bahasa Indonesia sejak dia duduk di bangku SMP. Fada waktu dia duduk di SMA kelas dua, dia tinggal di Indonesia selama tujuh bulan untuk belajar bahasa Indonesia. Ibu tirinya yang mengirim dia ke Indonesia karena dia orang Indonesia. Ha! inilah yang mendorongnya
329
untuk bisa berbahasa Indonesia, yaitu karena dia mempunyai ibu tiri orang Indonesia dan oleh karena itu dia ingin tahu tentang Indonesia. Dia Indonesia dia tinggal dengan adik ibu tirinya itu dan bersekolah di kelas tiga di sekolah kepunyaan kakak ibu tirinya itu. Sewaktu di Indonesia, mula-mula dia belajar bahasa Indonesia sendiri. Jika menemukan kata baru bahasa Indonesia, dia dengar dahulu baik-baik kata tersebut dan kemudian menuliskannya dan selajutnya dia mencari arti kata tersebut di kamus. Hal itu dilakukannya terus karena di sekolah semua berbahasa Indonesia sehingga dia tidak mengerti apa-apa. Setelah dua bulan barulah dia bisa berbicara bahasa sehari-hari. Selama tujuh bulan di Indonesia dia mengakui bahwa dia tidak begitu paham bahasa formal karena banyak istilah yang berbeda dengan bahasa sehari-hari. Sepulangnya ke Australia dia tidak mempunyai kesempatan menggunakan bahasa Indoneisa lagi karena tidak mempunyai teman yang berbahasa Indonesia sampai tahun 1992 setelah dia masuk perguruan tinggi. Di perguruan tinggi dia belajar bahasa formal. Dia belajar bahasa Indonesia bukan untuk menjadi guru bahasa Indonesia karena sebenarnya dia bercita-cita untuk menjadi pengusaha. Dalam mengingat kata baru, dulu pada waktu dia di Indonesia biasanya dia menggunakan kartu kosa-kata tetapi dengan jujur dia mengaku bahwa kini dia malas untuk melakukan kegiatan itu. Sekarang dia tidak memerlukan kartu lagi karena kini apabila dia mendengar atau melihat kata baru satu kali saja sudah cukup dan dia akan ingat terus. Dia bisa begitu karena dia sering mendengar ibu tirinya menggunakan bahasa Indonesia tatkala sedang bercakap-cakap dengan tamu-tamunya yang orang Indonesia atau tatkala ibu tirinya sedang berbicara di telapon.
330
Untuk mengingat pelafalan bahasa Indonesia, dia memperhatikan orang Indonesia yang berbicara kemudian dia mencoba mengucapkannya. Bunyi yang paling sulit menurutnya yaitu bunyi /ng/. Jika dia mendapat tugas untuk bermain peran atau berpidato dalam bahasa Indonesia, dia biasanya menghafal kalimat-kalimat yang akan digunakannya itu. Selain itu, sebelum bermain peran, dia juga menghafal alur percakapan tersebut. Dia berpendapat bahwa agar dapat berkomunikasi dengan lancar pembelajar bahasa sebaiknya mengetahui struktur bahasa target agar pengetahuan struktur tersebut dapat membantunya dalam bercakap-cakap. Untuk memahami wacana lisan yang agak panjang dalam bahasa Indonesia dia mencoba untuk tidak mendengarkan kata demi kata tetapi mencoba
menangkap
gagasan
pokoknya
dari
konteksnya
secara
keseluruhan. Dia berkonsentrasi pada kata-kata kuncinya. Demikianlah ceritera Natalia tentang pengalamannya dalam belajar bahasa Indonesia baik di mancanagara maupun di negerinya sendiri.
2. SBB Pembelajar Bahasa Inggris sebagai BA dalam Wawancara Dari 114 orang responden pembelajar bahasa Inggris senagai BA, hanya 25 orang responden atau kira-kira 21,93% dari keseluruhan jumlah sampel
yang
secara
sukarela
bersideia
diwawancarai.
Responden-
responden tersebut terdiri atas satu orang dari kelompok tingkat PEMULA, 3 orang dari kelompok tingkat MENENGAH, 13 orang responden dari kelompok tingkat LANJUTAN, dan 8 orang dari kelompok tingkat PASCA LANJUTAN.
Daftar responden yang diwawancarai ini dapat diamati pada
Tabel 4.61 berikut ini.
331
TABEL 4.61 RESPONDEN-RESPONDEN PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS YANG DIWAWANCARA
RESPONDEN
SKOR TOEFL
KRITERIA
Chicha Narko Herbudr Rodiah Lismanda Karyan Andrian Eulis
603 567 563 560 557 553 550 537
BAIK SEKALI BAIK SEKALI BAIK SEKALI BAIK SEKALI BAIK SEKALI BAIK SEKALI BAIK SEKALI BAIK SEKALI
Fariña Suryani Rima Nanda Nursari Wahyu Leni Henry Hani Ayu Risman Dewiangsih Sumi
530 530 527 520 513 513 513 513 503 503 503 500 493
BAIK BAIK BAIK BAIK BAIK BAIK BAIK BAIK BAIK BAIK BAIK BAIK BAIK
LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN
Evalia Nugraha Ryan
483 480 450
SEDANG SEDANG SEDANG
MENENGAH MENENGAH MENENGAH
Ina
400
KURANG
PEMULA
332
KATEGORI
PASCA PASCA PASCA PASCA PASCA PASCA PASCA PASCA
LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN LANJUTAN
a) SBB Pembelajar Bahasa Inggris Tingkat PEMULA Dari 114 orang responden pembelajar bahasa Inggris ada 19 orang atau 16,67% yang skor TOEFL-nya termasuk kelompok tingkat PEMULA. Dah kelompok ini, hanya ada satu orang responden yang bersedia diwawancara yaitu Ina (bukan nama aslinya). Bagaimana dan apa saja yang dilakukan Ina selama dia belajar bahasa Inggris di IKIP Bandung? Mari kita ikuti kisahnya tentang hal-hal yang dilakukannya selama dia belajar bahasa Inggris.
Wawancara dengan ina Ina adalah responden yang skor TOEFL-nya paling rendah yaitu 400. Dia tinggal bersama orang tuanya dekat kampus. Dia senang menonton
TV.
Acara televisi yang secara
rutin ditontonnya yaitu
telenovela Maria Cinta yang Hilang, Seputar Indonesia, dan Berita. Kadang-kadang dia juga menonton film yang berbahasa Inggris tetapi tidak sering. Film berbahasa Inggris yang ditontonnya yaitu Beveriy Hills. Ketika menonton film yang berbahasa Inggris dia, pertama-tama menyimak film tersebut kemudian mendengarkan suaranya (maksudnya dia tidak melihat teks terjemahannya). Apabila dia menemukan kata yang tidak dipahaminya, dia mencoba mencari maknanya di kamus dan mencatatnya di buku catatan dan kemudian mencoba menggunakan kata-kata yang dicatatnya itu. Kegiatan seperti itu tidak dilakukannya secara rutin atau seperti pengakuanya yang diutarakannya dalam bahasa Inggris yaitu dengan menggunakan kata sometimes. Dia berkata bahwa dia melakukan kegiatan seperti itu untuk meningkatkan kemampuannya
333
dalam menyimak atau tistening. Kegiatan lainnya yang dilakukannya selama menonton film yang berbahasa Inggris yaitu dia mencoba mengucapkan kata-kata yang didengarnya sewaktu dia menonton film tersebut terutama kata-kata slang dan kemudian dia
juga mencoba
menggunakannya. Kata-kata slang yang paling disukainya yaitu frase fuck you (maksudnya curse wortis atau kata-kata sumpahan bukan slang). Peneliti merasa geli mendengar pernyataannya itu karena kata tersebut ;
maknanya sangat jorok dan kasar. Mungkin saja dia tidak tahu makna kata tersebut. Kata lainnya yang dia sukai yaitu kata damn. Tampaknya dia suka sekali kata-kata makian atau sumpahan. Dia suka menggunakan kata-kata tersebut kepada adik iaki-lakinya. Hingga saat itu dia mengaku telah memiliki lima puluh buah kata-kata makian atau sumpahan yang seperti itu. Kegiatan lainnya yang dilakukannya untuk meningkatkan kemampuannya dalam menyimak yaitu ketika dia masih mengikuti perkuliahan tistening. Waktu itu dia kadang-kadang mendengarkan kaset yang didapatnya di kelas dan mencoba menjawab latihan-latihannya. Selain itu, dia juga belajar bersama dengan teman-temannya. Untuk meningkatkan kemampuan berbicara, Ina mengaku bahwa dia mencoba mencari kata-kata sulit kemudian menanyakan artinya kepada teman dan mencoba menggunakan kata-kata tersebut dalam berbicara. Menurut pengakuannya, dia tidak berbuat banyak untuk meningkatkan kemampuannya dalam bahasa Inggris. Dia hanya belajar jika dia sedang ingin belajar. Dia mengatakan bahwa dia tidak pernah mencoba untuk berbicara dengan teman-temannya dalam bahasa Inggris. Pernyataannya ini tidak sinkron dengan pengakuan berikutnya yang
334
menyatakan bahwa di kelas dia mencoba untuk menggunakan bahasa inggris. Jika dia tidak mamahami penjelasan guru di kelas dia tidak pernah
bertanya
pada guru
dia
biasanya
menanyakannya
kepada
temannya dalam bahasa Indonesia. Dia mencatat pelajarannya di kelas kadang-kadang dalam bahasa Inggris kadang-kadang dalam bahasa Indonesia. Terlihat dari pengakuannya itu bahwa dia tidak berbuat banyak untuk meningkatkan kemampuannya dalam belajar bahasa Inggris. Untuk meningkatkan kemampuan membacanya, dia meluangkan waktu dua jam dalam seminggu yaitu semalam sebelum pelajaran Reading. Selain itu, dia juga membaca majalah Hello atau kadang-kadang surat kabar yang berbahasa Inggris tetapi dia tidak menyebutkan surat kabar apa. Teknik yang digunakannya dalam membaca yaitu pertama-tama dia baca dahulu teks bacaan tersebut kemudian dia mencoba mencari kata-kata yang sulit dan kemudian mencari maknanya di kamus. Itulah hal-hal yang biasa dilakukannya
dalam
upaya
meningkatkan
kemampuannya
dalam
membaca. Dalam keterampilan menulis, dia tidak pemah melakukan kegiatan apapun untuk meningkatkan kemamapuannya dalam aspek tersebut. Selain itu, dia juga mengakui bahwa dia tidak menyediakan waktu yang khusus untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggrisnya. Secara jujur dia menyatakan bahwa dia hanya belajar jika dia akan menghadapi ujian akhir semester saja. Begitu juga dalam pelajaran struktur dia mengaku
bahwa dia tidak sering
mengerjakan
latihan-latihan.
Dia
mempelajari struktur bahasa Inggris dengan menanyakan permasalahan
335
yang berkaitan dengan struktur bahasa Inggris kepada temannya dan membahasnya.
Akan
tetapi
kegiatan
itupun
hanya
dilakukannya
sekali-sekali saja. Dia melakukan kegiatan tersebut hanya sebelum ujian akhir semester bahsak sebelum ujian tengah semester pun menurutnya dia tidak pernah belajar. Tampaknya tidak banyak yang dapat diungkap dari respoden ini tentang SBB-nya karena memang secara jujur dia mengakui
bahwa
dia
tidak
berbuat
banyak
untuk
meningkatkan
kemampuan bahasa Inggrisnya.
b) SBB Pembelajar Bahasa Inggris sebagai BA Tingkat MENENGAH Sebagaimana dikemukakan di bagian sebelumnya, terdapat 33 orang atau kira-kira 28,95% responden pembelajar bahasa
Inggris
sebagai
tingkat
BA
yang
skor
TOEFL-nya
termasuk
kategori
MENENGAH. Dari kelompok ini ada tiga orang responden yang bersedia dilibatkan dalam wawancara, yaitu Evalia, Nugraha, dan Ryan. Bagian berikut akan mengetengahkan SBB yang digunakan oleh respondenresponden tersebut.
Wawancara dengan Evalia Skor TOEFL Evalia tidak terlalu baik yaitu 483. Skor TOEFL yang diperolehnya pada uji joba juga tidak terlalu jauh bedanya, yaitu 480. Kemampuannya dalam menyimak juga tidak begitu baik. Dari 50 soal TOEFL dalam aspek menyimak dia hanya mampu menjawab 42% saja. Dia mengaku bahwa untuk melatih kemampuannya dalam menyimak, dia hanya memperhatikan gurunya dalam mata pelajaran berbicara. Jadi,
336
dalam perkuliahan berbicara, dia selalu duduk di bangku paling depan. Dia tidak mempunyai waktu untuk menonton televisi. Dia tidak mempunyai cara khusus untuk belajar pelafalan. Akan tetapi, karena dia kini telah mengajar di salah satu sekolah menengah negeri di Bandung, dia harus membuat persiapan sebelum mengajar. Persiapn mengajar ini merupakan kesempatan yang paling berharga untuk meingkatkan kemampuannya dalam bahasa Inggris. Jika dia mendapatkan kata baru dalam materi yang akan diajarkannya, dia membuka kamus dan mencoba mengucapkan kata-kata tersebut. Pada waktu mengajar dia memperhatikan pelafalan siswa-siswanya
dan
mengoreksinya
dan
sebaliknya jika
dia
salah
mengucapkan sebuah kata sewaktu mengajar dia meminta para siswanya untuk membetulkan pelafalnnya. Dengan demikian, dia memanfaatkan kegiatannya
dalam
mengajar untuk meningkatkan
kemampuannya
sendiri. Untuk
meningkatkan
kemampuannya
dalam
struktur
bahasa
Inggris, Evalia membaca buku-buku tata bahasa bahasa Inggris dan juga mengerjakan
latihan-latihannya.
Selain
itu,
dia
juga
mencoba
menghafalkan pola-pola kalimatnya. Akan tetapi, kegiatan seperti ini hanya dilakukannya sebelum tes. Dia mencoba memaksakan diri untuk membaca wacana yang berbahasa Ingris walaupun hanya satu halaman setiap seharinya. Kadang-kadang dia juga menghafalkan percakapanpercakapan dalam bahasa inggris. Dalam memahami wacana lisan, dia mencoba memperhatikan betul lawan bicara. Jika dia tidak memahami apa yang dikatakan lawan bicara, dia memintanya untuk mengulangi pernyataannya atau untuk berbicara
337
agak lambat. Jika dia tidak memahami petunjuk yang diberikan guru di kelas, biasanya dia bertanya kepada temannya atau langsung kepada gurunya atau mencoba menerkanya dari konteksnya secara keseluruhan Sebagai latihan menggunakan bahasa Inggris, kadang-kadang dia mendapat tugas untuk presentasi dalam bahasa
Inggris,
misalnya
melaporkan hasil bacaan. Dalam menyiapkan penyuguhannya itu, dia membaca hal yang akan disuguhkannya itu, mencatat butir-butir yang akan
diketengahkannya
dan juga
langkah-langkah
penyuguhannya.
Dalam menangani pertanyaan dari teman-temannya dalam diskusi, jika dia tidak mampu manjawab pertanyaan tersebut, dia melemparkan pertanyaan tersebut kepada peserta diskusi lainnya. Dalam meningkatkan kemampuan berbicara, dia mencoba untuk selalu hadir dalam setiap perkuliahan. Dia juga mencoba menggunakan bahasa
Inggris
dengan
teman-teman
kuliahnya
dan
teman-teman
sejawatnya. Itulah kisah Evalia tentang kegiatan belajarnya.
Wawancara dengan Nugraha Nugraha bukan kelahiran Bandung. Dia berasal dari sebuah kota kecil di sebelah Utara Bandung. Pada tiga tahun-tahun pertama di IKIP Bandung dia tinggal di rumah sewa tetapi kini dia baru pindah ke Asrama di dalam kampus. Sewaktu dia tinggal di rumah sewa dia tidak mempunyai TV ataupun radio kaset. Akan tetapi setelah dia tinggal di asrama, dia bisa menonton TV yang tersedia di asrama tersebut. Baiklah mari kita ikuti bagaimana cara dia belajar bahasa Inggris selama dia kuliah di IKIP Bandung.
338
Nugraha terlihat sangat kecewa karena skor TOEFL-nya hanya mencapai 480. Akan tetapi, kemampuan berbicaranya oleh empat orang penilai secara rata-rata diberi nilai baik, yaitu 8,02. Skor kemampuan BERBICARA inilah yang mengangkat dirinya ke dalam kelompok tingkat MENENGAH. Dalam tes TOEFL bagian kedua yaitu Structure and Written Expression, dia tidak terlalu jelek, malah dia mampu menjawab secara benar sebanyak 80%. Bagaimana dia belajar struktur dan kegiatan apa saja yang biasa dilakukannya selama belajar struktur. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam struktur, dia banyak mengerjakan latihan-latihan dari buku-buku TOEFL, terutama jika ada tes. Dia
tidak
punya jadwal
belajar
khusus,
tetapi
untuk
mengingat
kaidah-kaidah gramatika, dia biasanya membaca buku-buku TOEFL untuk mengetahui kaidah tersebut dan mengerjakan latihan-latihannya. Jika dia menemukan
kesalahan
dalam
mengerjakan
soal-soal
latihan,
dia
mencoba menganalisis kesalahannya itu, misalnya dengan menemukan jawabannya pada kunci jawaban dalam buku TOEFL beserta penjelasannya. Apabila dia masih menemukan kesulitan dalam memecahkan permasalahan tersebut, dia bertanya kepada temannya dan membahas permasalahan tersebut dengannya. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa pada tiga tahun pertama Nugraha kuliah di IKIP Bandung, dia tinggal di rumah sewa yang tidak ada televisi maupun radio. Dengan demikian, dia tidak mempunyai sarana untuk mendengarkan siaran-siaran yang berbahasa Inggris maupun untuk mendengarkan kaset yang berbahasa Inggris untuk melatih kemampuan menyimaknya. Dalam tes TOEFL, skor yang temdah
yang diperolehnya yaitu dalam aspek
339
Listening. Dia hanya mampu menjawab 34% atau sebanyak 17 soal dari 50 soal yang diberikan. Karena keterbatasan dana, dia juga jarang sekali, bahkan boleh dikatakan tidak pemah pergi ke bioskop untuk menonton film yang berbahasa Inggris. Selama dia kuliah di Bandung dia baru satu kali menonton film di bioskop. Kemampuannya dalam Reading tidak begitu menggembirakan walaupun tidak seburuk kemampuannya dalam Listening. Dari 60 soal yang diberikan, dia dapat manjawab 29 butir secara benar. Artinya dia hanya dapat menjawab kurang dari 50% atau tepatnya 48,33% dari soal yang diberikan. Dia mengaku bahwa dia tidak mempunyai strategi khusus dalam membaca. Dia mengemukakan hal-hal yang biasa dilakukannya dalam membaca. Dalam membaca teks bahasa Inggris pertama-tama yang dilakukannya yaitu membaca teks tersebut dengan teknik scanning. Setelah itu dia membaca kembali teks tersebut secara lebih intensif dan juga sambil mencari kata-kata baru yang tidak diketahuinya untuk memperluas kosa-katanya dan juga pengetahuannya. Dia memcoba mengingat kata-kata baru tersebut dan juga menggunakannya. Untuk memperluas kosa-katanya ada beberapa strategi yang biasa dilakukannya. Pertama, dia memperluas kosa-kata dengan membaca teks bahasa Inggris, mencoba mengingat kata-kata baru yang ditemukannya dalam bacaan, dan juga menggunakannya. Selain itu, dia mempelajari kata-kata dari kamus idiom dan menggunakan kata-kata tersebut dalam kalimat. Dia berpendapat bahwa dalam mempeduas kosa-katanya itu, yang perlu dilakukan bukan hanya mencari makna katanya saja, akan tetapi juga mencoba melihat pelafalan dari kata-kata tersebut. Untuk
340
melatih pelafalan, dia juga menulis cara pengucapan kata-kata tersebut yaitu dengan menulis lambang fonetiknya dan kemudian mencoba melafalkannya. Kata-kata baru yang ditemuikannya itu ditulisnya dalam bentuk daftar kosa-kata baru. Pada dua tahun pertama dia kuliah di IKIP Bandung dia mengaku bahwa dia lebih rajin dari sekarang. Untuk mengingat kata-kata baru, dia sesekali mambaca daftar kosa-kata baru yang dibuatnya itu dan mencoba menggunakan kata-kata tersebut baik secara lisan maupun secara tertulis. Dia
mempunyai
saran
tentang
bagaimana
meningkatkan
kemampuannya dalam berbicara. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam berbicara, dia mencoba untuk selalu menggunakan bahasa Inggris dengan teman-temannya.
Selain kuliah di IKIP Bandung, dia juga
mengajar di Lembaga Administrasi Negara. Di tempat dia bekerja itu ada pengajar lain yang penutur asli bahasa Inggris.
Dia menggunakan
kesempatan yang sebanyak-banyaknya untuk menggunakan bahasa Inggris dengan koleganya yang penutur asli bahasa Inggris tersebut. Dalam berkomunikasi dengan penutur asli, jika dia tidak memahami mereka, dia meminta pasangan berbicaranya itu untuk berbicara agak lambat,
atau
menggunakan
kalimat yang lebih
sederhana.
Dalam
memahami bahasa lisan dia tidak mendengarkan kata demi kata akan tetapi mencoba untuk menemukan gagasan pokoknya saja. Sebaliknya jika dia mempunyai kesulitan dalam mengungkapkan gagasannya dalam bahasa Inggris, dia mencoba mencari kata lain yang maknanya sama atau dengan menggunakan isyarat.
Dia pernah
mendapat tugas untuk
menyguhkan laporan bacaan dalam bahasa Inggris. Sebelum penyuguhan
341
tersebut, dia menulis kerangka gagasan pokok yang akan diketengahkannya itu. Dengan demikian, dia menyuguhkan laporan bacaan tersebut secara spontan.
Wawancara dengan Ryan Dari responden yang termasuk tingkat MENENGAH ini, skor TOEFL Ryan merupakan skor yang terendah dari skor-skor TOEFL yang diperoleh oleh responden lainnya dari tingkat ini, yaitu 450. Dari tiga aspek dalam TOEFL, kemampuannya yang paling rendah yaitu dalam aspek menyimak. Dalam aspek ini, dia hanya mampu menjawab secara benar kira-kira 38% dari 50 pertanyaan, dalam aspek struktur dia hanya mampu menjawab 47,5%, dan dalam aspek membaca dia dapat menjawab 56,6%. Tingkat kemahiran berbahasa Ryan termasuk kategori tingkat MENENGAH karena kemampuan BERBICARA-nya dipandang baik oleh empat orang penilai. Pertanyaan pertama dari peneliti yaitu bagaimana cara dia belajar pelafalan bahasa Inggris. Dalam belajar melafalkan bahasa Inggris, dia sering
mendengarkan
pelafalan
gurunya
dan
kemudian
mencoba
menirukan pelafalan guru tersebut di kelas. Setelah itu, dia mengecek pelafalan tersebut dalam kamus dan kemudian mencoba melafalkan kembali kata-kata tersebut berdasarkan lambang fonetis yang dilihatnya di kamus. Karena pelafalan itu beraneka, maka dia mengecek pelafalan tersebut tidak hanya dalam satu kamus tetapi dalam beberapa kamus, misalnya dari kamus British Engiish dan juga kamus American Engtish. Dia mempunyai kesan bahwa ada dosen yang tidak fleksibel dalam
342
mengajar pelafalan.
Karena ada beberapa cara pelafalan, misalnya
British, American, atau Austraiian, dia berharap agar para dosen di IKIP Bandung fleksibel dalam mengajar para mahasiswanya, yaitu jangan terlalu terpaku pada satu cara pelafalan misalnya hanya pelafalan dengan gaya British English saja. Dia merasa kesal kepada gurunya yang menegurnya karena pelafalannya tidak British. Dalam
meningkatkan
kemampuan
tata
bahasanya,
misalnya
bagaimana cara dia mengingat pola kalimat bahasa Inggris, dia banyak membaca surat kabar dan majalah yang berbahasa Inggris, misalnya The Jakarta Post atau Times atau buku lainnya yang dapat dibacanya di perpustakaan. Dia berpendapat bahwa dengan banyak membaca dia mendapat
informasi
yang
banyak.
Dengan
demikian,
dia
dapat
meningkatkan kemampuannya dalam struktur hanya dengan banyak membaca tetapi dia tidak suka mengerjakan latihan soal-soal tata bahasa. Untuk memperluas kosa-katanya, jika dia menemukan kata baru, dia mencatat kata-kata tersebut dan mencoba mencari maknanya di kamus. Kemudian, dia mencoba menggunakan kata-kata tersebut untuk berbicara dan untuk menulis. Selain itu, dia juga mencoba menggunakan kata-kata baru tersebut dalam pola kalimat yang berbeda-beda. Kata-kata baru tersebut ditulisnya di secarik kertas kemudian dikumpulkannya dan sesekali dibacanya. Ryan adalah aktivis himpunan mahasiswa jurusan bahasa Inggris. Untuk berlatih berbicara dalam bahasa Inggris, dia juga kegiatan
English
Conversation
Club di
Bandung.
mengelola
Sebagai
aktivis
himpunan mahasiswa, dia sering memimpin rapat himpunan dengan
343
menggunakan bahasa Inggris. Dia selalu berupaya untuk berkomunikasi dengan penutur asli bahasa Inggris. Jika dia mendengar kata atau frase baru yang digunakan penutur asli dalam berbicara, dia meminta penutur asli tersebut untuk mengulangi pernyataannya itu atau mengulanginya dengan menggunakan kata lain atau frase lain yang dapat dimengerti olehnya. Untuk mengingat kata-kata atau frase-frase baru tersebut, dia mencatat kata-kata atau frase-frase yang didengarnya pada waktu berbicara
dengan
penutur
asli
tersebut
dan
kemudian
mencoba
mengingatnya. Setelah itu dia mencoba menggunakan kata-kata atau frase-frase baru tersebut dalam berbicara. Dosen yang mengajar mata kuliah berbicara memberi kegiatan yang beraneka kepada mahasiswanya, misalnya saling mewawancarai dalam bahasa Inggris. Dalam kegiatan seperti itu, dia tidak pernah menuliskan hal-hal yang akan ditanyakan kepada pasangannya dalam wawancara tersebut tetapi dilakukannya secara spontan. Dia berpendapat bahwa untuk wawancara sebaiknya tidak menyiapkan pertanyaan dalam bentuk tulisan akan tetapi hanya diingat saja di dalam pikirannya. Dalam memahami penjelasan guru di kelas tentang sesuatu pelajaran, dia membaca dahulu aspek yang akan diajarkan guru tersebut di kelas. Jika dia tidak memahami penjelasan guru tersebut, dia langsung bertanya kepada guru di kelas. Ryan termasuk mahasiswa yang aktif bertanya kepada guru. Dia tidak seperti teman-teman sekelasnya yang malu bertanya. Untuk memahami wacana lisan, dia biasanya mencoba untuk benar-benar konsentrasi pada wacana yang sedang dibicarakan tersebut, kemudian mencoba untuk menangkap gagasan pokoknya.
344
Kegiatan
lain yang pernah
diperolehnya dari gurunya
yaitu
penyuguhan makalah. Hal-hal yang disiapkan sebelum penyuguhan misalnya, pertama dia mencoba menemukan permasalahan yang akan diketengahkannya itu. Langkah berikutnya yaitu menuliskan pokok-pokok permasalahn
yang
akan
diketengahkannya
itu
dan
mencoba
memfokuskan pembicaraannya pada pokok-pokok permasalahan. Dalam menulis makalah, dia biasanya langsung menulis makalah tersebut dalam bahasa Inggris. Hal lain yang disiapkannya yaitu mencoba memprediksi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul dalam diskusi tersebut. Dia menanggapi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peserta diskusi satu-persatu. Jika dia tidak dapat menjawab pertanyaan dari peserta diskusi, dia melemparkan pertanyaan tersebut kepada peserta lainnya. Sebelum wawancara ini ditutup, responden mengajukan beberapa pemikiran, saran bahkan keluhan terhadap proses belajar mengajar di jurusan bahasa Inggris IKIP Bandung. Pada tahun-tahun pertama dia merasa puas karena dosen-dosennya di tingkat satu dan di tingkat dua menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Akan tetapi, setelah itu hanya beberapa dosen
saja yang menggunakan bahasa
Inggris sebagai bahasa pengantarnya. Dia menduga mungkin karena mata kuliahnya agak sulit sehingga gurunya merasa khawatir bahwa mahasiswanya tidak mengerti penjelasan gurunya itu. Dia berpendapat, sesulit apapun materi perkuliahan yang diajarkan dia memohon agar dosen
tetap
berbahasa
Inggris
karena
kesempatan
itu
dapat
dimanfaatkannya untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa dan juga untuk meningkatkan kemahiran berbahasanya dalam bahasa target. Dia
345
merasa tidak puas dengan keadaan ini. Oleh karena itu dia mencari kesempatan di luar kampus untuk senantiasa berbahasa Inggris. Dia merasa berbahagia mendapat kesempatan untuk diwawancara oleh peneliti dengan menggunakan bahasa Inggris karena kesempatan ini dapat dimanfaatkannya untuk berlatih berbicara dalam bahasa Inggris. Akhirnya dia mengajukan saran bahwa semua dosen jurusan bahasa Inggris hendaknya menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar perkuliahannya. Jika semua dosen menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam mengajar, dia yakin bahwa kegiatan
seperti
mahasiswanya.
ini
akan
mempunyai
dampak
positif
terhadap
Inipun akan meningkatkan rasa percaya diri dalam
menggunakan bahasa Inggris
Dia juga berpendapat bahwa kegiatan
seperti ini akan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berbagai aspek.
c. SSB Pembelajar Bahasa Inggris Tingkat LANJUTAN Responden pembelajar bahasa Inggris yang skor TOEFL-nya termasuk kategori tingkat LANJUTAN ini ada 46 orang atau kira-kira 40,35%.
Dari
kelompok
ini
terdapat
13
orang
responden
yang
berpartisipasi dalam kegiatan wawancara, yaitu Farina, Suryani, Rima, Nanda, Nursari, Wahyu, Leni, Henry, Hani, Ayu,
Risman, Dewiangsih,
Sumi. Berikut akan dikemukakan kegiatan belajar mereka selam belajar bahasa Inggris di IKIP Bandung.
346
Wawancara dengan Farina Skor TOEFL Farina sama dengan skor TOEFL yang diperoleh Eulis, yaitu 530. Skor tertinggi yang diperolehnya yaitu dalam aspek struktur. Tidak heran jika skornya dalam struktur ini cukup baik karena dia sering mengerjakan latihan-latihan dari buku-buku TOEFL dan juga dari buku-buku
latihan
struktur
yang
lainnya.
Setelah
mengerjakan
latihan-latihan, dia biasanya mengidentifikasi kesalahan-kesalahannya dalam mengerjakan latihan tersebut. Jika dia mendapat kesulitan dalam memecahkan masalah, dia biasanya bertanya kepada temannya. Setelah itu, dia mencoba lagi mengerjakan latihan dalam masalah yang serupa hingga dia menemukan kaidah yang benar. Dia mencoba mengingat
kesalahannya
itu
sehingga
dia
tidak
akan
melakukan
kesalahan yang serupa. Kemudian dia terus mengerjakan latihan-latihan yang serupa sampai dia memahami betul kaidah struktur tersebut dan sampai dia dapat menggunakan kaidah tersebut secara otomatis. Setelah dia menemukan sendiri kaidah tertentu, dia mengecek kebenaran kaidah yang ditemukannya itu pada buku-buku tata bahasa bahasa Inggris. Dia juga membaca buku-buku teori tata bahasa bahasa Inggris dan mencoba mengerjakan latihan-latihannya yang ada dalam buku tersebut. Dia berpendapat bahwa dengan mengerjakan latihan yang banyak, siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam struktur. Dia juga menytakan bahwa dosen mata kuliah ini biasanya melakukan beberapa kegiatan dalam proses mengajarnya untuk meningkatkan kemampuan mahasiswanya dalam struktur. Pertama dia menjelaskan kaidah tertetu dari aspek tersebut yang kemudian disusul dengan menyuruh mahasiswa
347
untuk menulis beberapa kalimat dengan menggunakan kaidah tersebut. Setelah
itu,
dosen
sekali-sekali
memberikan
tes
yang
meliput
kaidah-kaidah struktur yang telah diajarkannya itu. Setelah tes, dosen mengembalikan
kertas
kerja
kepada
mahasiswa
dan
kemudian
mendiskusikan permasalahan yang belum dikuasai oleh mahasiswanya dalam
aspek-aspek yang
baru
dipelajarinya
itu.
Akan
tetapi,
dia
menyayangkan karena tidak semua dosen yang mengajar struktur di kampusnya
melakukan
langkah-langkah yang sama seperti
yang
dilakukan oleh dosen ini. Jadi, menurut laporannya hanya dia sendiri yang malakukan kegiatan seperti itu untuk meningkatkan kemampuan para mahasiswanya
dalam
struktur.
mendapatkan
kertas
kerjanya
kelemahan-kelemahannya
dalam
Dia
menambahkan
kembali, mata
bahwa
mahasiswa
kuliah
itu.
dengan
mengetahui Guru
lainnya
kadang-kadang hanya memberikan latihan-latihan dari buku-buku TOEFL setiap pertemuan dan kemudian hanya mendiskusikan jawabannya saja. Farina menyukai langkah dosen ini yang meminta mahasiwanya untuk menuliskan kalimat-kalimat sendiri dengan menggunakan kaidah tertentu karena hal ini dapat sekaligus melatih mahasiswa untuk dapat menulis dalam bahasa Inggris. Untuk
meningkatkan
kemampuanya
dalam
menulis,
Farina
biasanya mengungkapkan perasaannya tentang segala hal dalam buku hariannya.
Dalam buku
harian tersebut dia mencoba
menerapkan
kalimat-kalimat bahasa Inggris dengan menggunakan pola-pola kalimat yang telah diketahuinya sehingga dia terbiasa menggunakan pola-pola kalimat tersebut. Untuk melatih keterampilannya dalam menulis, dia juga
348
membuat ringkasan dari
hasil
bacaannya.
Dia
senang
membaca
buku-buku novel dan kemudian menulis ceritera pokoknya. Cerita pokok dari novel tersebut dibandingkannya dengan pengalamannya sendiri. Biasanya, setelah dia membaca novel, dia menganalis isi ceritera tersebut. Jika dia tidak suka akhir dari ceritera yang dibacanya itu, dia menulis kembali akhir ceritera tersebut sesuai dengan keinginannya. Selain itu, karena dia juga senang mendengarkan berita yang berbahasa Inggris, dia juga mencoba menerapkan kalimat-kalimat yang digunakan oleh pembawa berita dalam menulis. Dia juga menerapkan kalimat-kalimat yang didapatnya dari hasil bacaaannya, misalnya untuk mengungkapkan segala kejadian, pengalaman, maupun perasaannya yang dicurahkannya dalam buku hariannya. Dengan demikian, dia menyatakan bahwa dia tidak mempunyai masalah dalam menulis dan skor yang didapatnya dalam menulis selalu baik. Diwaktu-waktu senggang Farina senang mendengarkan berita di radio BBC. Kegiatan ini dimaksudkan untuk membiasakan pendengarannya dalam menyimak wacana lisan yang berbahasa inggris, membiasakan pendengarannya terhadap pelafalan penutur asli, dan membiasakan dirinya
berkonsentrasi.
Beberapa
responden
menyatakan
bahwa
menyimak berita di radio bukan hal yang mudah. Akan tetapi bagaimana cara Farina mengatasi kesulitan seperti ini. Sewaktu menyimak berita, dia tidak pernah membuka kamus. Dia konsentrasi betul pada apa yang didengarnya itu dan jika dia mendengar kata yang tidak dipahaminya dia coba menerka maknanya dari konteks atau dia lewat saja selama dia
349
masih
bisa
memahami
gagasan
pokoknya.
Dia
memperhatikan
kalimat-kalimat yang didengarnya itu dan mencoba mengingatnya. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam menyimak wacana yang berbahasa Inggris, dia juga menonton film-film yang berbahasa Inggris di televisi. Sewaktu dia menonton film tersebut, dia mengidentifikasi frase-frase yang tidak bisa ditemukannya dalam wacana tulis. Dengan demikian, dia berpendapat bahwa dengan menonton film dia juga dapat memanfaatkan kegiatan ini untuk meningkatkan kemampuannya dalam struktur. Dari film yang ditontonnya itu dia dapat mengetahui bagaimana cara menggunakan ungkapan-ungkapan yang digunakan para pelaku di film itu dalam berbagai konteksnya. Kegiatan ini tidak sering dilakukannya karena dia tidak mempunyai televisi di rumah sewanya. Dengan mendengarkan berita yang berbahasa Inggris, dia juga menyatakan bahwa kegiatan ini dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuannya dalam melafalkan bunyi-bunyi
bahasa
Inggris yang
diperlukan dalam berbicara. Dengan mendengarkan berita, dia dapat menirukan pelafalan penutur asli yang membacakan berita tersebut. Selain itu, dia juga dapat menggunakan kalimat-kalimat yang didengarnya itu dan mengingat kalimat-kalimat tersebut untuk digunakannya dalam berbicara. Untuk memperkuat kemampuan pelafalannya, Farina juga senang mendengarkan lagu-lagu bahasa Inggris dan menyanyikannya. Untuk memperluas perbendaharaan kalimatnya yang dapat digunakannya dalam
berbicara,
menghafalkan
dia juga banyak membaca
kalimat-kalimat dari
buku.
Dia
buku yang dibacanya
mencoba itu untuk
digunakannya dalam berbicara. Agar dia terampil berbicara dalam bahasa
350
Inggris, dia sering mengobrol dengan teman-temannya. Kadang-kadang dia bermain game dengan teman-temannya yang memaksanya untuk aktif berbicara. Dalam berbicara, jika dia tidak memahami lawan bicaranya, dia meminta lawan bicaranya untuk mengulangi hal yang dikatakannya itu atau memintanya untuk berbicara agak lambat. Sebaliknya, jika dia lupa kata yang akan digunakannya dalam berbicara, dia mencoba mencari kata lain yang kira-kira maknanya sama atau hampir sama dengan kata yang akan digunakannya itu. Kadang-kadang dia juga harus menyuguhkan sesuatu dalam bahasa
Inggris.
Sebelum penyuguhan tersebut dia
menyiapkan kerangka tentang hal-hal yang akan diketengahkannya itu. Untuk memperluas kosa-katanya, dia mempunyai buku khusus untuk menuliskan sejumlah kosa-kata yang telah didapatnya. Dalam daftar kosa-kata tersebut dia menuliskan makna kata-kata tersebut beserta lambang fonetiknya sebagai petunjuk cara pengucapannya. Selain itu, dia juga menuliskan sinonim dari kata-kata tersebut sehingga dia bisa mendapatkan kata yang lebih banyak. Dia membawa buku tersebut kemanapun dia pergi dan mencoba untuk selalu menggunakan kata-kata
tersebut
dalam
berkomunikasi.
Dia
juga
memanfaatkan
kosa-kata yang didapatnya itu untuk mengungkapkan perasaannya dalam buku hariannya. Rupanya Farina juga senang sekali membaca. Dia menyatakan bahwa jika dia mempunyai waktu, dia selalu memanfaatkannya untuk membaca. Misalnya di angkutan umum, untuk menghilangkan rasa kantuknya dia membaca apa saja yang dia punyai. Agar cepat memahami isi bacaan, dia biasanya harus melibatkan perasaannya pada yang
351
dibacanya. Selain itu, dia biasanya membayangkan dirinya sebagai pelaku dari tokok-tokoh yang ada di bacaan tersebut. Dia senang membaca novel. Untuk mempercepat pemahamannya dan juga agar terlena untuk terus membacanya, dia mencoba menjadi para pelaku dari orang-orang yang menjadi pemeran dalam novel tersebut. Tatkala membaca, dia menganalisis isi dari bacaan tersebut dan memberi beberapa komentar terhadap isinya. Dia juga mencoba untuk membaca terus tanpa terganggu harus membuka kamus karena ada kata yang menghambatnya. Yang terpenting baginya pertama-tama menemukan dahulu gagasan pokok dari bacaan tersebut. Untuk lebih memahami wacana yang dibacanya, dia juga memberi tanda tanya pada teks tersebut. Jika dia menemukan kata-kata baru tatkala dia membaca, mula-mula dia mencoba menerka maknanya dari konteksnya. Jika dia tidak dapat menerkanya dan kata-kata tersebut muncul terus serta maknanya sangat esensial, barulah dia membuka kamus. Selain senang membaca novel dia juga senang membaca puisi. Jika dia membaca novel dia akan terlena dan akan terus membacanya kemanapun dia pergi atau dimanapun dia berada. Selain wacana bahasa Inggris, dia juga senang membaca wacana yang berbahasa Indonesia. Dia berpendapat bahwa dengan banyak membaca dia juga akan dapat meningkatkan keterampilannya dalam berbicara.
Wawancara dengan Suryani Suryani mendapat skor TOEFL yang cukup baik juga yaitu 530. Dia mengakui bahwa dia tidak mempunyai strategi khusus dalam belajar bahasa Inggris. Justru inilah yang ingin diketahui dari wawancara ini yaitu
352
bagaimana cara dia meningkatkan
kemampuannya dalam
keempat
keterampilan berbahasa Inggris, seperti dalam menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Dia menyatakan bahwa untuk dapat berbicara dalam bahasa Inggris, dia menonton film dan sering menggunakan bahasa Inggris baik dengan teman maupun dengan penutur asli. Suryani tinggal di rumah sewa di Cilimus. Fasilitas belajarnya cukup lengkap. Dia mempunyai komputer, radio, tape recorder, dan televisi. Tidak heran jika dia sering menonton televisi terutama program yang berbahasa Inggris. Sewaktu menonton
film,
dia
mencoba
mengingat ungkapan-ungkapan
yang
digunakan dalam film tersebut dan juga ungkapan khusus serta slang untuk digunakannya tatkala dia bercakap-cakap dengan teman-temannya atau dengan penutur asli. Selain itu, tatkala dia berbicara dengan penutur asli, dia mencoba memperhatikan respon yang digunakan penutur asli. Dalam keterampilan berbicara, walaupun kemampuan berbicaranya oleh para penilai dianggap kurang baik, dia sangat percaya diri bahwa kemampuan berbicaranya ini sangat baik. Dalam wawancara, misalnya, banyak
sekali
kesalahan
gramatikal
yang
digunakannya
sehingga
kadang-kadang sulit sekati untuk memahami bahasa Inggrisnya. Selain menonton film, dia juga senang mendengarkan musik ketika dia belajar. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam pelafalan bahasa Inggris, dia mendengarkan lagu-lagu. Dia mengakui bahwa dia tidak pernah secara sengaja berlatih pelafalan. Kegiatan lainnya yang dilakukannya yaitu mendengarkan berita di radio BBC. Jika dia mendengar kata yang tidak dipahami sewaktu
353
mendengarkan berita, dia tidak dapat menerkanya dari konteks. Dengan demikian, dia hanya ingin mengetahui pokok-pokok beritanya saja. Tatkala ditanya apakah dia banyak membaca, malah dia berceritera tentang segala fasilitas yang dipunyainya.
Dia menyatakan
bahwa
teman-temannya menganggap bahwa sebagai seorang mahasiswa yang jauh dari orang tua dia hebat karena segala fasilitas ada, seperti televisi, radio, komputer, dan bahkan dia mampu berlangganan suratkabar KOMPAS. Dia kini banyak membaca surat kabar tersebut. Akan tetapi, jika dia ingin membaca surat kabar yang berbahasa Inggris, dia harus pergi ke rumah temannya yang kebetulan berlangganan surat kabar tersebut. Dia biasanya membaca selama kira-kira satu jam setiap harinya jika dia tidak banyak kuliah. Pada hari Senin dia hanya bisa membaca surat kabar KOMPAS di pagi hari karena dari jam 07:00 sampai jam 05:00 sore dia berada di kampus. Di hari-hari lain biasanya dia membaca di malam hari. Dia
mengemukakan
keluhannya
tentang
dosen
yang
tidak
disenanginya yaitu dosen yang selalu berbahasa Indonesia, yang kedua karena cara dia mengajar membosankan karena dia hanya membacakan materi dari buku teks dan sekali-sekali dia menjelaskannya. Dia merasa rugi untuk datang ke kelas tersebut karena dia pikir kalau hanya dibacakan dari buku teks, lebih baik dia melakukannya sendiri di rumah. Dia
menyatakan
bahwa
semua
mahasiswa
tidak
menyukai
dosen
tersebut. Oleh karena itu, tak seorangpun mau bertanya kepadanya. Selanjutnya, Suryani menyatakan bahwa sebenarnya pelajaran itu menarik yang
tidak
menyenangkan
adalah
354
gurunya
karena
dia
hanya
membacakan materi dari buku dan itu sangat membosankan, kaiaulah gurunya menyenangkan dia akan melakukan apapun yang disuruhnya, membaca buku-bukunya, dan akan datang ke kelas secara rutin. Peneliti melanjutkan pertanyaannya tentang kebiasaan dia dalam membaca. Dia mengakui bahwa dia tidak mempunyai strategi khusus daiam membaca. Sewaktu membaca wacana dia biasanya membaca keseluruhan wacana tersebut tanpa menghiraukan kata-kata yang tidak dipahaminya. Yang terpenting dalam membaca itu konsentrasi. Akan tetapi sulit baginya berkonsentrasi dalam membaca tanpa mendengarkan musik. Oleh karena itu dia tidak senang pergi ke perpustakaan. Jika dia membaca di perpustakaan, dia hanya tahan dua jam tetapi jika sambil mendengarkan musik dia bisa tahan membaca empat sampai lima jam. Mengenai kata baru yang tidak dia pahami artinya, biasanya dia hanya menerka maknanya dari
konteks kalimatnya
saja kecuali jika dia
betul-betul ingin memahami kalimatnya barulah dia membuka kamus. Untuk meningkatkan kemampuan membacanya dia hanya membaca buku teks perkuliahan dan surat kabar The Jakarta Post. Bagaimana dengan cara dia mempelajari struktur bahasa Inggris. Sewaktu peneliti bertanya tentang hal ini, dengan serta merta dia menjawab bahwa dia tidak suka mata kuliah ini. Dia selanjutnya berkata bahwa daiam berbicara dia hanya berbicara saja dan tak peduli akan kaidah tata bahasa. Ini telihat jelas sewaktu wawancara dia menggunakan kalimat yang segi strukturnya kacau balau. Dia betul-betul tidak peduli akan kaidah tata bahasa bahasa Inggris. Akan tetapi, jika dia mengalami kesulitan dalam aspek ini biasanya dia membuka buku tata bahasa untuk
355
mengecek apakah kalimat yang digunakannya itu benar atau tidak. Hal ini biasa dilakukannya pada waktu dia selesai menulis. Untuk
meningkatkan
kemampuannya
dalam
menulis
dia
menyatakan bahwa dia senang menulis tetapi bukan dalam bahasa Inggris melainkan dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi jika terpaksa, misalnya jika dia mempunyai tugas menulis makalah dalam bahasa Inggris, dia bisa menulis makalah yang terdiri atas lima halaman hanya dalam waktu dua jam saja karena dia telah membaca buku-buku rujukan sebelumnya dan telah menandai apa yang ditulisnya. Dari ceriteranya tentang proses penulisan sebuah makalah dapat disimpulkan bahwa sebelum menulis dia membaca dahulu buku rujukan yang berkaitan dengan topik yang akan ditulisnya. Dia juga berpendapat bahwa agar mudah dalam menulis, seseorang harus banyak membaca.
Wawancara dengan Rima Rima yaitu responden yang mendapat skor TOEFL di atas 500, tepatnya 527. Apa saja yang dilakukannya itu dalam belajar bahasa Inggris? Pertama-tama akan dikemukakan di sini bagaimana cara dia belajar struktur.
Kegiatan apa saja yang biasa dilakukannya untuk
meningkatkan kemampuan strukturnya. Ada beberapa kegiatan yang biasa dilakukannya untuk meningkatkan kemampuan ini. Agar baik dalam aspek sruktur, dia banyak membaca buku-buku tata bahasa bahasa Inggris seperti Grammar in English, Improving Your Engiish, University English grammar, dan buku-buku TOEFL Yang kedua, dia juga mengerjakan latihan-latihan terutama setelah mendapat tes
356
TOEFL yang pertama dari peneliti (maksudnya tes TOEFL yang diberikan peneliti dalam uji coba) dia bersemangat untuk membaca buku-buku TOEFL. Disamping kuliah di jurusan bahasa Inggris dia juga memberi kursus bahasa Inggris kepada beberapa siswa SMP dan SMA. Dia sengaja
meminjam
buku-buku
latihan
TOEFL
kepada
beberapa
temannya. Dia mencoba mempelajarinya karena dia memerlukannya untuk mengajar siswanya. Yang dirasakan menunjang kemampuannya dalam struktur yaitu persiapan mengajar. Jadi dengan memberi kursus tentu saja dia dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan kemampuan dirinya sendiri dalam mengajar. Langkah lainnya yang biasa dilakukannya mencoba
yaitu
melihat
kesalahannya
itu
setelah
mengerjakan
jawabannya untuk
dari
mengetahui
latihan-latihan kuncinya
kelemahan
dan dirinya
sturktur dia menganalisis itu.
Untuk
mengingat pola kalimat dalam bahasa Inggris, dia membuat kalimat dengan menggunakan pola kalimat tersebut. Dia berpendapat bahwa kegiatan seperti ini dapat meningkatkan kemampuan struktur dan juga kemampuannya dalam menulis. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam menulis, Rima sering mengungkapkan perasaannya yang ditulisnya di kertas atau di buku. Selain itu, dia juga sering membantu teman atau saudara-saudaranya menulis surat dalam bahasa Inggris. Jadi, jika dia marah atau sedih atau mungkin juga gembira, dia biasanya menuliskan perasaaannya itu di dalam buku atau di secarik kertas. Selain itu, dia juga mencatat perkuliahannya
dalam
bahasa
Inggris.
357
Baik
perkuliahan
yang
menggunakan bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia.
Dia juga
menuliskan jadwal kegiatan sehari-harinya dalam bahasa Inggris. Selanjutnya, untuk meningkatkan kemampuannya dalam membaca, dia membaca bukan hanya wacana yang berbahasa Inggris tetapi juga yang berbahasa Indonesia seperti surat kabar KOMPAS. Untuk membiasakan dan untuk meningkatkan kemampuannya dalam memahami wacana yang berbahasa Inggris, dia membaca majalah Hello dan Reader Digest. Dia bahkan berlangganan Reader Digest. Sewaktu dia belajar di tingkat pertama di jurusan bahasa Inggris, dia selalu membaca majalah Hello untuk meningkatkan kemampuannya dalam membaca. Dia biasanya membaca sekilas wacana tersebut dan menerka makna kata-kata baru dari konteksnya. Khusus untuk memahami wacana yang sulit dia harus membacanya dua kali. Jika dia tidak dapat menerka kata-kata yang sulit dari konteksnya dia membuka kamus untuk mengetahui makna kata-kata tersebut dan juga jenis katanya. Dengan demikian dia sekaligus dapat memperluas pengetahuan kosa-katanya. Untuk memperluas pengetahuan
kosa-katanya dia
mengingat
kata-kata baru yang telah diperolehnya dari bacaan. Dia tidak pernah mencatat kata-kata barunya itu akan tetapi diingatnya saja dan dengan sering membaca. Dengan banyak
membaca, kemampuannya dalam
kosa-kata secara otomatis bertambah. Selain makna katanya, sewaktu membuka kamus dia juga mencoba melihat cara pengucapan kata tersebut dan bagaimana cara kata tersebut itu digunakan dalam kalimat. Jadi, untuk itu dia juga memperhatikan contoh-contoh kalimatnya.
358
Untuk melatih pengucapannya, dia memperhatikan cara gurunya berbicara dafam bahasa Inggris dan juga dengan menonton film-film yang berbahasa Inggris. Dia berpendapat bahwa dengan menonton televisi, terutama film-film karton yang berbahasa Inggris, dia dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyimak dan berbicara. Dia pemah mendapat tugas dari gurunya untuk menyuguhkan laporan buku di depan teman-temannya dalam perkuliahan Crosscufrura/ Understanding. Sebelum penyuguhan dia membaca dahulu topik yang akan
diketengahkannya
disuguhkannya
itu.
Dia
itu
dan
tidak
menghafalkan
mempunyai
inti-inti
banyak
yang
kesulitan
akan dalam
penyuguhan tersebut hanya sedikit gugup sehingga dia lupa hal-ha! yang telah disiapkannya itu. Bagaimana cara dia belajar menulis dalam bahasa Inggris? Pada bagian sebelumnya dia pernah menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuannya dalam menulis dia sering menulis surat kepada temannya atau saudara-saudaranya. Tatkala peneliti bertanya apakah dia senang menulis, dia menyatakan bahwa dia senang sekali mendapat tugas seperti yang didapatnya pada pelajaran Crosscultural Understanding. Ketika pertama kali dia menulis, dia tidak tahu apa yang harus ditulisnya dan bagaimana cara mendapatkan sumber yang berkaitan dengan topik yang akan ditulisnya itu. Tetapi setelah dia mulai menulis, dia mengakui bahwa dia menikmati pekerjaan tersebut. Demikianlah kisah Rima tentang hal-hal yang dilakukannya selama dia belajar di jurusan bahasa Inggris IKIP Bandung.
359
Wawancara dengan Nanda Nanda, responden yang skor TOEFL-nya 520, senang sekali belajar bahasa Inggris di IKIP Bandung. Memang sejak dia belajar di SMA, bahasa Inggris adalah mata pelajaran yang paling disenanginya. Malahan dia beberapa kafi mengikuti kontes membaca puisi bahasa Inggris dan
pernah
beberapa
kali
menjadi juara.
Dia
kini
selain
menyelesaikan perkuiaiahnnya di IKIP Bandung, dia juga telah mengajar selama dua tahun di SMA swasta di Bandung. Dia
mengakui
bahwa
sewaktu
dia
bersekolah
di
sekolah
menengah, untuk meningkatkan kekampuannya dalam bahasa Inggris dia sering berkorespondensi dalam bahasa Inggris. Selain itu, dia juga memaksakan diri untuk menggunakan bahasa Inggris dengan guru bahasa Inggrisnya di sekolah, baik di kelas maupun di (uar kelas. Selain itu juga dia senang membaca puisi dan juga ceritera pendek yang berbahasa Inggris. Partisipasinya dalam kontes membaca puisi, menurut pendapatnya
dapat
meningkatkan
kemampuan
bahasa
Inggrisnya
terutama dalam melafalkan bunyi-bunyi bahasa Inggris. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam melafalkan bahasa Inggris, dia memperhatikan orang-orang yang menggunakan bahasa Inggris di televisi dengan saksama sambil mencoba menirukan pelafalan mereka.
Sewaktu
menonton
film
yang
berbahasa
Inggris,
dia
memaksakan diri untuk tidak membaca teks terjemahannya. Selain, itu dia juga menirukan pelafalan dosen dalam perkuliahan. Sewaktu dosen mengajar, dia langsung menirukan bunyi kata-kata yang digunakan dosen yang dipandang belum dikuasainya. Dari menonton film yang berbahasa
360
Inggris dia juga dapat memperoleh ungkapan-ungkapan sehari-hari yang dapat
digunakannya
dalam
percakapan
yang
mungkin
belum
ditemukannya dalam buku-buku yang dibacanya. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam aspek struktur bahasa Inggris, dia membaca buku-buku tata bahasa bahasa Inggris akan tetapi dia mengerjakan latihan-latihannya hanya bila dia akan menghadapi ujian tengah
atau
akhir semester.
Dia
lebih
senang
menulis
daripada
mengerjakan soal-soal latihan struktur. Tanpa disadarinya sebenarnya dengan menulis itulah sekaligus kemampuannya dalam struktur terlatih dan meningkat Dia senang menulis puisi dalam bahasa Inggris dan juga ceritera pendek untuk berlatih menggunakan pola kalimat bahasa Inggris. Dengan demikian dia dapat mengingat pola kalimat dalam bahasa Inggris. Dia melakukan kegiatan seperti ini sejak dia masih bersekolah di SMA. Setiap selesai menulis dia mencoba memeriksa kembali tulisanya itu dan menganalisis kesalahan-kesalahannya sehingga di waktu lain, kesalahannya itu tidak terulang lagi. Dalam memahami wacana yang berbahasa Inggris, dia sering menerka kata dari konteksnya. Jika sulit ditebak maka dia membuka kamus untuk mengetahui makna bacaannya itu. Dia menuliskan kata-kata baru yang ditemukannya itu pada flash-cands. Di dalam flashcards tersebut, dia menulis makna kata baru tersebut dan juga cara kata tersebut digunakan dalam kalimat serta cara melafalkannya dengan menuliskan transkripsi fonetisnya. Selain hal-hal tersebut, mencari makna kata-kata tersebut dalam konteks lainnya.
361
dia juga
Kesannya tentang dosen-dosennya di jurusan bahasa Inggris, dia tidak menyenangi dosen-dosen yang tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam mengajar. Dalam memahami wacana lisan, dia akan cepat memahami lawan bicaranya jika lawan bicaranya itu menggunakan bahasa isyarat selain
ungkapan-ungkapan yang diguna-
kannya itu. Untuk memahami wacana lisan yang berbahasa Inggris tiada lain dia harus mendengarkannya dengan penuh perhatian. Bagaimana cara dia mengikuti perintah yang berbahasa Inggris, misalnya menyimak perintah dari gurunya? Untuk memahami perintah yang berbahasa Inggris, dia tidak perlu mencatat tetapi memperhatikannya dengan saksama. Untuk melatih pemahamannya terhadap wacana lisan dan juga untuk melatih dirinya dalam berbahasa Inggris, Nanda selalu berusaha untuk
berkomunikasi
dengan
penutur
asli.
Dia
berupaya
untuk
memperhatikan pelafalan penutur asli dan juga mencoba untuk meniru pelafalan penutur asli tersebut. Apabila dia tidak memahami (awan bicaranya,
Nanda
meminta
lawan
bicaranya
untuk
mengulangi
perkataannya atau untuk berbicara agak lambat. Sebaliknya jika dia mendapat
kesulitan
dalam
mengemukakan
gagasannya,
dia
menggunakan isyarat untuk menjelaskannya. Untuk melatih kemampuan berbicaranya itu, Nanda juga sering menggunakan bahasa Inggris dengan teman-teman
sekelasnya
dimana
saja
dan
kapan
saja
walaupun
kadang-kadang banyak orang yang tidak menyukainya. Kadang-kadang jika ada yang perlu dirahasiakan dengan temannya yang bisa berbahasa Inggris, dia menggunakan bahasa Inggris untuk membicarakan hal-hal yang rahasia tersebut.
362
Latihan berbicara juga dilakukannya dengan mencoba menjadi moderator
atau
menjadi
pembawa
acara
dalam
seminar-seminar
mahasiswa yang menggunakan bahasa Inggris. Dia sangat menyukai kegiatan seperti itu. Sebelum tampil di depan para peserta seminar dia membaca ungkapan-ungkapan yang biasa digunakan dalam seminar untuk
menjadi
meoderator
atau
untuk
menjadi
pembawa
acara.
Demikianlah kisah Nanda tentang segala upayanya dalam proses belajar bahasa Inggris.
Wawancara dengan Nursari Skor TOEFL Nursari termasuk kategori baik, yaitu di atas skor rata-rata yang diperoleh teman-temannya di IKIP Bandung. Skor yang diperolehnya itu yaitu 513.
Dia mengisahkan kegiatan yang biasa
dilakukannya selama dia belajar bahasa Inggris. Pada waktu dia diterima di
jurusan
bahasa
Inggris
IKIP
Bandung,
dia
mengakui
kemampuan bahasa Inggrisnya boleh dikatakan kurang.
bahwa
Dia belum
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang struktur bahasa Inggris. Apalagi kemampuannya dalam berbicara sangat kurang. Dia merasa kesulitan tatkala ingin mengungkapkan sesuatu dalam bahasa Inggris. Jadi, pada waktu dia masih duduk di tingkat pertama dia berusaha banyak belajar struktur bahasa Inggris. Agar dapat mengingat pelajaran struktur yang telah dipelajarinya itu, dia mencoba berlatih menggunakannya dalam berbicara. Akan tetapi, lama kelamaan dia merasa bosan belajar dengan cara demikian.
Dia kemudian
meninggalkan
mencoba mencari strategi lain.
363
strategi
tersebut dan
Setelah itu dia mencoba meningkatkan kemampuan berbahasanya dengan banyak membaca wacana yang berbahasa Inggris. Sebelumnya, dia jarang sekali membaca buku-buku, artikel, ataupun makalah yang berbahasa
Inggris.
Dia
menyatakan
bahwa
sulit
sekali
baginya
menangkap gagasan pokok dari sebuah teks yang berbahasa Inggris pada waktu pengetahuan strukturnya kurang. Oleh karena itu, dia juga mencoba banyak mengerjakan latihan-latihan struktur dari buku-buku tata bahasa, seperti buku Grammar in Use.
Dia mencoba
mengetahui
pola-pola kalimat bahasa Inggris. Setelah itu, dia mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada buku tersebut. Jika dia tidak memahami buku yang dibacanya, dia mencoba mencari permasalahan yang sama dari buku yang lainnya.
Strategi
lainnya
yang
biasa
dilakukannya untuk meningkatkan kemampuan strukturnya, yaitu pada waktu membaca wacana yang berbahasa Inggris, Nursari mencoba mengkaji pola-pola kalimat yang dibacanya itu dan juga strukturnya. Kesulitan dafam memahami wacana yang berbahasa Inggris bukan hanya disebabkan oleh kelemahannya dalam struktur akan tetapi juga karena kurang luasnya pengetahuan dalam kosa kata. Dia mencoba meningkatkan pengetahuan kosa katanya dengan banyak membaca. Misalnya membaca teks yang hanya satu halaman. Pertama-tama dia mambaca teks tersebut secara keseluruhan tanpa memperhatikan kata demi kata. Dia mengakui bahwa dalam teks tersebut pasti ada kata yang tidak diketahuinya. Untuk pertama kali dia biarkan dahulu kata baru tersebut. Jika kata tersebut sering muncul barulah dia membuka kamus untuk mencari makna kata tersebut dan makna lain yang paling cocok
364
dengan konteks kalimatnya. Jika dia tertarik pada kata-kata tertentu yang mungkin akan sering dia temukan, dia mencatat kata-kata tersebut pada buku catatan khusus. Pada waktu wawancara, Nursari memperlihatkan contoh daftar kata-kata yang ditulisnya itu. Dengan menuliskan kata-kata tersebut, dia akan dapat mengingatnya dengan baik. Selain itu, dia juga mencoba membuat kalimat dengan menggunakan kata-kata barunya. Dia mengakui bahwa baginya, cara seperti itu sangat membantu dan dia merasa bahwa pengetahuan bahasa Inggrisnya bertambah. Dia juga akan merasa bangga sekali jika ada teman yang kebetulan belum mengetahui makna kata-kata yang ditulisnya itu dan dia juga bangga karena dia dapat memberitahu temannya tentang kata-kata baru yang diketahuinya itu. Selain latihan menggunakan kata-kata baru dalam kalimat, dia juga mencoba
menggunakan
kata-kata
baru
tersebut
dalam
berbicara.
Kegiatan seperti ini sering dilakukannya tetapi tidak secara rutin. Walaupun ayahnya hanyalah seorang sopir angkutan kota, untuk memperluas pengetahuan kosa-katanya itu, dia juga kadang-kadang membeli surat kabar The Jakarta Post untuk dibacanya. Majalah bahasa Inggris yang dibacanya yaitu Reader Digest yang dipinjamnya dari temannya karena kebetulan temannya itu berlangganan majalah tersebut. Strategi
ini
sekaligus
dapat
meningkatkan
kemampuannya
dalam
membaca. Nursari berlatih menggunakan kata-kata baru dalam kalimat akan tetapi dia tidak begitu senang menulis karena setiap kali dia akan menulis, dia sering kehilangan gagasan yang akan ditulisnya. Jadi dia hanya berlatih struktur, membuat kalimat dengan menggunakan kata-kata baru,
365
dan
banyak membaca.
Kadang-kadang
dia
menulis
surat
kepada
temannya atau mencatat hal-hal yang akan dilakukannya hari berikutnya. Nursari juga mempunyai masalah dengan kegiatannya yang berkaitan dengan
menyimak.
Untuk
meningkatkan
kemampuannya
dalam
menyimak, kegiatan yang dilakukannya yaitu dengan menonton film-film yang berbahasa Inggris dan juga mendengarkan berita yang berbahasa Inggris. Dia mencoba menonton dua buah fifm dalam sehari. Tetapi dia menyayangkan karena setiap film yang berbahasa Inggris selalu diikuti teks terjemahannya yang menyebabkan sulit untuk berkonsentrasi hanya pada pendengarannya saja karena selalu cenderung ingin membaca terjemahannya
itu.
Dia
sering
mencoba
untuk
tidak
membaca
terjemahannyan itu, tetapi secara jujur hal itu sulit dihindari karena kadang-kadang dia takut kehilangan isi ceriteranya. Selain menonton film, dia juga mendengarkan berita bahasa Inggris di televisi. Dengan mendengarkan berita bahasa Inggris, dia juga sekaligus
dapat
mendengarkan
contoh
pelafalannya.
Dia
senang
menirukan pelafalan pembawa berita bahasa Inggris. Selain itu, dengan mendengarkan berita bahasa Inggris dia juga dapat memperluas kosa katanya. Hal-hal yang dilakukannya ketika mendengarkan berita yaitu berkonsentrasi pada pelafalannya dan kata-kata kuncinya sehingga dia bisa menerka gagasan pokok dari berita tersebut. Sekali-sekali dia juga mencoba melihat ejaan kata-kata yang ditirukannya itu. Untuk melatih pelafalannya, dia tidak suka melihat cara pelafalannya dari kamus karena kadang-kadang dia tidak mempercayai kamus terutama kamus yang kecil.
366
Oleh karena itu dia lebih senang meniru pelafalan para penutur asli yang didengarnya dalam film. Selain menirukan pelafalannya, dia juga tertarik untuk menemukan maknanya di kamus. Untuk berlatih berbicara, dia mencoba untuk berbicara dengan teman-temannya. Jika dia tidak mempunyai teman untuk bercakap-cakap dalam bahasa Inggris, tetapi dia sangat ingin menggunakan bahasa Inggris, biasanya dia berbicara sendiri saja. Jika dia jengkel kepada seseorang, misalnya tatkala dia sedang berada di angkutan umum, kadang-kadang dia juga marah di dalam hatinya dengan menggunakan bahasa Inggris. Jika dia tidak memahami seseorang yang berbicara dalam bahasa Inggris, dia meminta lawan bicara untuk mengulangi yang dikatakannya itu atau
memintanya
untuk memperlambat
kecepatan
berbicaranya. Sebaliknya jika dia sulit mengungkapkan sesuatu dalam bahasa Inggris dia menggunakan isyarat atau mencoba mencari kata lain yang maknanya kira-kira sama. Jika ada tugas untuk presentasi di depan kelas, dia biasanya menghafal poin-poin yang akan dikemukakannya itu. Dia juga mencoba berlatih menyuguhkan makalah di depan kaca sehingga dia dapat melihat penampilannya sebenarnya
sendiri
dia
harus
di
depan
kaca.
mengembangkan
Pada
penyuguhan
poin-poin
yang
yang sudah
dikerangkakannya itu dan disesuaikan dengan situasi dan kondisinya. Poin-poin
yang
akan
dibicarakannya
itu
ditulisnya
dalam
kertas
transparan. Itulah pengalaman Nursari selama dia belajar bahasa Inggris.
367
Wawancara dengan Wahyu Skor TOEFL yang diperoleh Wahyu cukup baik yaitu 513. Bagian ini akan memaparkan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya dalam belajar bahasa Inggris. Untuk menguasai pelafalan bahasa Inggris, Wahyu selalu memperhatikan gerakan bibir gurunya tatkala mengucapkan bunyi-bunyi bahasa Inggris untuk mengingat pelafalannya. Selain itu, dalam pelajaran berbicara, dia sering menirukan pelafalan gurunya itu. Untuk mengetahui bagaimana pelafalan kata-kata bahasa Inggris, dia juga sering mencoba melihat cara pelafalannya di dalam kamus.
Kegiatan ini biasanya
dilakukannya di rumah. Dalam kelas berbicara, kadang-kadang guru menyuruh mahasiswa untuk menghafalkan sebuah percakapan untuk bermain peran di depan kelas. Akan tetapi agar memahami kalimat,
sebaiknya
mahasiswa
mengetahui pola kalimatnya. Untuk mengingat pola kalimat bahasa Inggris, pertama-tama menghafalkan polanya kemudian membuat kalimat dengan menggunakan pola tersebut. Akan tetapi, pola-pola kalimat tersebut diajarkan tidak terlepas dari konteksnya.
Itulah perbedaan
pengajaran bahasa Inggris yang dialami Wahyu sewaktu dia belajar di SMA dengan di IKIP Bandung. Dia senang kepada beberapa dosen yang mengajar bidang ini di IKIP Bandung yaitu yang mengajarkan struktur secara komunikatif. Akan tetapi, dia menyayangkan karena tidak semua dosen yang mengajar struktur mempunyai strategi mengajar seperti itu. Latihan menggunakan pola-pola kalimat diberikan kepada mahasiswa secara bermakna. Wahyu memberi contoh latihan pola kalimat negatif ke pola kalimat positif yang
368
menurutnya tidak bermakna. Misalnya kalimat / dont have a book akan tidak bermakna bagi mahasiswa jika diajarkan secara terlepas dari konteks, misalnya book.
Dalam
mahasiswa harus mengubahnya menjadi / have a
proses
belajar
struktur
bahasa
Inggris,
Wahyu
mengemukakan bahwa dosen yang mengajar struktur sering memberi latihan. Dia berpendapat bahwa kegiatan seperti ini sangat berdampak positif. Dalam berkomunikasi, jika Wahyu tidak memahami benar yang dikatakan teman berbicaranya, dia mencoba menerka maksudnya dari konteksnya atau jika tidak dapat diterka, dia akan meminta penjelasan dari teman bicaranya itu. Wahyu tidak termasuk mahasiswa yang malu bertanya. Di kelas dia berani bertanya kepada gurunya jika dia tidak memahami apa yang dikatakan gurunya. Pada waktu diwawancara, jika dia tidak memahami pertanyaan peneliti dia langsung bertanya tentang maksud dari pertanyaan tersebut atau meminta penjelasan tentang maksud pertanyaan tersebut. bahasa
Inggris,
dia
melakukan
Dalam beberapa
lebih lanjut
mengingat langkah.
kata-kata
Pertama
mengidentifikasi jenis kata dari kata-kata baru tersebut.
dia
Kemudian
mencoba mengingatnya dari kata yang mudah dulu, yaitu kata-kata yang telah dikenalnya kemudian kata yang lebih sulit. Kata-kata yang sulit itu kadang-kadang ditulisnya di kartu kosa kata atau flash-cards. Dia mencari makna
kata-kata
tersebut
berdasarkan
derivatifnya
serta
cara
menggunakan setiap kata yang telah dikembangkannya itu dengan menggunakan berpendapat
imbuhan-imbuhannya bahwa
menghafalkan
369
dalam
konteks
kata-kata
kalimatnya.
tanpa
Dia
mengetahui
bagaimana cara menggunakan kata-kata tersebut dalam kalimat adalah sangat tidak berarti. Untuk mengetahui cara menggunakan kata dalam kalimat, dia menyalin contoh-contoh kalimat dari kamus.
Semester
sebelumnya dia malah mempunyai daftar kosa-kata ketika dia mengambil mata kuliah terjemahan. Selain itu, untuk mengingat kata baru, dia mencoba menggunakan kata tersebut dalam berbicara. Dalam meningkatkan kemampuan berbicaranya dia tidak pernah berlatih menggunakan bahasa Inggris dengan teman sekelasnya karena dia mempunyai kesan bahwa teman-temannya itu tidak tertarik untuk menggunakan bahasa Inggris di kampus. Dia berlatih menggunakan bahasa Inggris dengan siswa-siswanya karena kebetulan dia memberi kursus bahasa Inggris. Dia juga mempunyai seorang teman sekelas yang mau menggunakan bahasa Inggris dengannya tetapi tidak secara rutin. Dia juga mengakui bahwa dia berlatih menggunakan bahasa Inggris dengan mencoba membuat persiapan sebelum mengajar siswa-siswanya. Dalam berkomunikasi yang menggunakan bahasa Inggris, jika tidak memahami hal-hal yang dikatakan lawan bicara, dia meminta lawan bicaranya untuk menggunakan isyarat. Sebaliknya, jika dia mempunyai kesulitan dalam mengemukakan gagasannya kepada lawan bicaranya, dia juga
menggunakan
isyarat.
Untuk
memahami
penjelasan
yang
menggunakan bahasa Inggris, dia menyarankan bahwa pertama-tama yang
harus dilakukan
yaitu
mendengarkan
pertanyaannya
dengan
saksama, kemudian memperhatikan mulut orang yang berbicara agar kata-katanya tertangkap, sementara itu juga konsentrasi pada gagasan pokoknya dari pembicraan tersebut. Dengan demikian, jika dia diberi
370
pertanyaan oleh guru, sebelum menjawab pertanyaan dari guru dia harus memahami
dahulu
pertanyaannya
dan
kemudian
baru
menjawab
pertanyaan tersebut. Jadi jika dia tidak memahami pertanyaan guru dia langsung meminta penjelasan tentang maksud dari pertanyaan guru tersebut sehingga dia akan dapat dengan mudah menjawabnya. Jika pertanyaan yang dikemukakan guru itu diambil dari buku, dia akan mudah mencari jawabannya dari buku teks tersebut. Akan tetapi kadang-kadang dia tidak membaca dahulu aspek yang akan dibahas guru dari buku teks. Jadi dia menyarankan agar sebelum perkuliahan sebaiknya membaca dahulu buku teksnya. Wahyu
mengemukakan
juga
ketidakpuasannya
dan
kekece-
waannya terhadap beberapa dosen yang selalu menggunakan bahasa Indonesia
sebagai
bahasa
pengantar dalam
mengajarnya.
Bahkan
kadang-kadang ada juga yang kadang-kadang diselingi bahasa Sunda. Dari mimiknya dia kecewa sekali karena dia sendiri tidak memahami bahasa Sunda walaupun bahasa Sunda tersebut digunakan hanya untuk melucu. Dia juga tidak menuntut agar dosennya terus berbahasa Inggris tetapi proporsinya harus cukup. Dia berharap agar guru berbahasa Inggris dalam mengajar mahasiswanya sehingga dia bisa melatih pendengarannya. Dia tidak suka kepada guru yang mengajar hanya berdasarkan buku teks. Dia menginginkan guru untuk menjelaskannya sehingga dia dapat mencocokkan pemahamannya tentang materi yang dibacanya dengan penjelasan guru. Dia senang sekali pada kegiatan yang mendorongnya untuk dapat berlatih
berbicara
sebanyak
mungkin.
371
Misalnya,
dosennya
pernah
menyuruh dia dan teman-temannya untuk berdiskusi di kelas dengan terlebih dahulu menyuguhkan sesuatu di depan teman-temannya dengan menggunakan bahasa Inggris. Dia menyesalkan bahwa tidak banyak dosen yang mendorong mahasiswanya untuk melakukan kegiatan seperti ini. Sewaktu dia akan presentasi di depan teman-temannya dan gurunya, yang pertama-tama dilakukannya yaitu dia berusaha untuk memahami benar topik yang akan dipresentasikannya itu. Kemudian dia berlatih menyuguhkan topik tersebut di depan kaca. Selain itu dia juga membuat catatan-catatan kecil tentang hal-hal yang akan disuguhkannya itu. Demikianlah kisah Wahyu selama dia belajar bahasa Inggris di IKIP Bandung.
Wawancara dengan Leni Skor TOEFL Leni termasuk kategori
baik yaitu 513.
Yang
pertama-tama ditanyakan peneliti tentang kisahnya dalam belajar bahasa Inggris yaitu bagaimana cara dia belajar struktur karena responden kebanyakannya mendapat skor baik dalam aspek ini. Leni belajar struktur bahasa Inggris dengan membaca buku atau artikel yang berbahasa Inggris.
Jika dia menemukan kalimat yang menarik, dia mencoba
menganalisis kalimat tersebut. Dia tidak pernah mengerjakan soal-soal latihan struktur walaupun akan menghadapi tes. Yang dilakukannya hanyalah menganalisis kalimat yang dibacanya dengan menggunakan kaidah tata bahasa yang telah diketahuinya. Leni mengaku bahwa dia senang membaca buku-buku yang berbahasa Indonesia maupun yang berbahasa Inggris.
372
Itulah yang
menunjang kemampuannya dalam membaca. Dia senang membaca buku-buku novel. Jika buku novel itu menarik baginya, dia akan membacanya dalam waktu dua hari. Dia berpendapat bahwa dengan banyak membaca, pengetahuannya daiam struktur pun bertambah. Dalam keterampilan membaca, dia tidak mempunyai masalah. Yang menjadi masalah
baginya
yaitu
keterampilannya
dalam
berbicara.
Dia
kadang-kadang mencatat ungkapan-ungkapan yang menarik dari novel akan tetapi dia tidak pernah menggunakannya untuk berbicara. Dengan demikian, untuk meningkatkan kemampuannya dalam berbicara, dia terus berbicara sendiri di dalam hati. Dalam
kaitannya
dengan
upaya
peningkatan
kemampuan
berbicara, yang menjadi masalah bagi Leni yaitu karena dia tidak mempunyai teman untuk bercakap-cakap dalam bahasa Inggris. Dengan demikian, kadang-kadang dia berbicara sendiri di dalam hati. Untuk berlatih
pengucapan,
kadang-kadang
dia
mengucapkan
teks
yang
dibacanya. Dia menyatakan bahwa untuk meningkatkan keterampilan berbahasanya
tiada
lain
hanya
dengan
banyak
membaca
dan
kadang-kadang dia membaca nyaring untuk berlatih pelafalan. Jika dia tidak tahu cara mengucapkan kata-kata tertentu, dia mencoba membuka kamus untuk melihat bagaimana cara kata-kata tersebut diucapkan. Selain senang membaca, dia juga senang menulis. Jika dia sedang mempunyai gagasan, dia langsung menulis dan kini dia sedang menulis ceritera pendek dalam bahasa Inggris. Jika dia mempunyai kesulitan dalam menemukan kata yang akan digunakannya itu dia membuka kamus atau dari teks yang dibacanya. Dia juga suka membuat ringkasan ceritera
373
dari novel yang dibacanya sambil mencoba menemukan kafimat-kalimat atau ungkapan-ungkapan yang menarik dari novel yang dibacanya itu dan kemudian mencatatnya di kertas. Setelah itu dia mencatatnya kembali di dalam buku. Dia mencatat ungkapan-ungkapan yang menarik dan juga kalimat-kalimat
idiom.
Untuk
meningkatkan
kemampuannya
dalam
menyimak dia sering mendengarkan radio BBC London dan BBC Auatralia. Itulah yang dikemukakan Leni dalam wawancara.
Wawancara dengan Henry Henry termasuk mahasiswa yang TKB-nya baik dengan skor TOEFL 513. Dia senang membaca buku-buku teks yang berbahasa Indonesia. Akan tetapi untuk membaca buku-buku teks pelajarannya di sekolah paling hanya satu minggu sekali. Dia menytakan bahwa, wacana yang berbahasa Inggris terlalu sulit baginya. Setiap hari dia membaca surat
kabar
yang
berbahasa
Indonesia.
Kadang-kadang
dia juga
membaca surat kabar yang berbahasa Inggris seperti The Jakarta Post. Ibunya kadang-kadang membelikannya majalah Reader Digest akan tetapi dia hanya senang membaca artikel kesehatannya karena artikel lainnya terlalu sulit baginya. Selain itu, dia juga senang membaca artikel humor.
Jika dia tidak memahami beberapa kata pada waktu dia
membaca, dia akan terus membacanya sambil mencoba menerka maknanya dari konteksnya. Jika dia tidak dapat menerkanya dari konteksnya, dia membuka kamus dan menuliskan makna kata tersebut di buku yang dibacanya itu. Dia mencoba memahami teks bacaan paragraf demi paragraf dan apabila dia tidak memahami paragraf yang dibacanya
374
itu, dia akan mencoba membuka kamus untuk mencari makna kata yang tidak diketahuinya itu. Dalam hal struktur, dia secara terus terang tidak tertarik untuk mempelajari struktur. Jadi, kegiatan yang biasa dilakukannya untuk mendapatkan pengetahuan tentang tata bahasa bahasa Inggris yaitu memperhatikan guru tatkala mengajar struktur. Selain itu dia mengakui bahwa dia belajar struktur hanya dengan banyak membaca buku tata bahasa yang dijadikan rujukan oleh gurunya. Selain itu, dia mengerjakan soal-soal latihan yang ditugaskan oleh gurunya. Dia juga tidak senang menulis, baik dalam bahasa Indonesia maupun berbicara,
dalam dia
bahasa
Inggris.
membiasakan
Untuk
berbicara
meningkatkan bahasa
kemampuan
Inggris
dengan
teman-temannya di kampus. Selain itu, dia juga senang menonton televisi. Pada waktu menonton televisi, dia berusaha untuk tidak membaca teks terjemahannya tetapi konsentrasi pada suaranya. Selain itu, dia juga mendengarkan program radio BBC atau Voice of America.
Untuk
menangkap berita yang berbahasa Inggris, dia mencoba menangkap kata-kata kuncinya saja, misalnya siapa yang dibicarakan dan apa pekerjaannya. Dengan demikian, dia dapat menerka hal-hal lainnya. Hanya itulah yang disampaikannya tentang hal-hal yang dilakukannya dalam proses belajar bahasa Inggris di universitas.
Wawancara dengan Hani Hani, responden yang merasa cukup beruntung karena walaupun orang
tuanya
tidak
mempunyai
pendidikan formal,
375
mereka
cukup
mendorongnya untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi. Menurut Hani, ayahnya tidak menginginkan dia mengalami hal yang sama seperti nasib ayahnya yang tidak beruntung dalam hal pendidikan. Skor TOEFL yang diraihnya masih termasuk kategori baik yaitu 503. Pada mulanya Hani mengaku bahwa dia tidak suka bahasa Inggris. Setelah belajar di perguruan tinggi, dia mulai menyenangi bahasa Inggris karena cara dosen mengajar bahasa Inggris di perguruan tinggi berbeda dengan cara gurunya mengajar bahasa Inggris di SMA. Pada waktu dia belajar bahasa Inggris di
SMA,
gurunya tidak
pernah
mengajarnya
untuk
dapat
menggunakan bahasa Inggris dalam bercakap-cakap. Oleh sebab itu, dia tidak senang bahasa Inggris. Karena dia dulu tidak suka bahasa Inggris, sebelum masuk ke IKIP Bandung dia mendaftarkan dirinya di jurusan ekonomi di sebuah universitas swasta di Bandung. Akan tetapi ayahnya menginginkannya untuk bersekolah di universitas negeri. Selain itu, ayahnya juga menginginkannya
untuk
menjadi
guru.
Akhirnya
dia
mengikuti tes masuk ke IKIP Bandung dan dia kini merasa bahagia bersekolah di IKIP Bandung. Sejujurnya dia menyatakan bahwa dia termotivasi
untuk menyenangi
bahasa
Inggris oleh
salah
seorang
dosennya yang mengajarnya sewaktu dia di tingkat satu di jurusan bahasa Inggris. Kemampuan Hani dalam berbicara bahasa Inggris dipandang cukup baik.
Dia mengakui bahwa kemampuannya dalam berbicara
diperolehnya dengan menonton televisi. Pada waktu menonton televisi dia memperhatikan cara berbicara dan cara bertingkahlaku para bintang film dalam film tersebut. Selain itu, dia juga menirukan pelafalan para pelaku
376
dalam film yang ditontonnya itu. Kemudian dia mencoba berbicara sendiri dalam bahasa Inggris di kamarnya. Untuk berlatih pelafalan, dia melihat lambang fonetisnya dalam kamus untuk melihat cara pengucapannya. Waktu Hani masih bersekolah di sekoalh dasar, dia sering menonton film Liitle House on the Prairy. Dia senang mendengarkan cara pemeran Laura berbahasa inggris dalam film tersebut. Dia ingin sekali bisa berbicara seperti pemeran Laura. Sesekali dia juga mencoba berbicara dengan para turis yang berbahasa Inggris yang kebetulan bertemu dengannya di Pangandaran. Pada mulanya, dia merasa gugup bila berbicara dengan penutur asli bahasa Inggris dan kadang-kadang dia tidak memahami mereka. Jika dia tidak memahami bahasa Inggris mereka, dia meminta penutur asli tersebut untuk berbicara agak lambat dan memberi isyarat bahwa dia kurang memahami mereka. Sebaliknya
jika
gagasnnya,
dia
dia
mempunyai
membuat
kesulitan
gambar
atau
dalam
menulis
mengemukakan hal
yang
akan
disampaikannya itu atau mencari ungkapan lain yang maksudnya sama. Itulah yang biasa dilakukan Hani dalam berlatih berbicara. Hal yang tidak disukainya dalam keterampilan berbahasa yaitu keterampilan menulis. Dia tidak suka menulis dalam bahasa Inggris maupun dalam bahasa Indonesia. Dia senang membaca buku untuk meningkatkan kemampuannya dalam aspek struktur bahasa Inggris. Ketika membaca, dia mencoba mengingat kalimat-kalimat yang dapat digunakannya untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Sebelum berbicara, biasanya dia membuat catatan atau menyusun kalimat-kalimat bahasa Inggris yang akan digunakannya dalam berbicara. Akan tetapi, pada
377
waktu akan berbicara kadang-kadang dia lupa tidak membawa catatan tersebut
sehingga
memikirkan
akhirnya
gramatikanya.
dia
berbicara
Kadang-kadang
secara dia
spontan
juga
tanpa
mengerjakan
soal-soal latihan struktur. Cara dia belajar struktur bahasa Inggris yaitu dengan banyak membaca karena dia senang
membaca. Dia senang membaca ceritera
pendek. Pada waktu membaca, dia mencoba menggaris-bawahi kata-kata yang tidak dipahaminya. Jika dia tidak memahami beberapa kata,
dia
tidak terus menerus membuka kamus akan tetapi mencoba menerkanya dari konteksnya. Dia menuliskan kata-kata sukar yang ditemukannya pada waktu membaca dalam secarik kertas. Setelah itu dia mencari makna kata tersebut, mencoba melihat cara pengucapannya dan kemudian mencoba melafalkannya. Untuk berlatih menyimak wacana bahasa Inggris lisan,
Hani
memanfaatkan hobinya dalam menonton film yang berbahasa Inggris di televisi. Dia menonton televisi di rumah temannya karena di rumah sewa tempat dia tinggal selama kuliah di IKIP Bandung tidak ada TV. Sebenarnya dia tidak mempunyai fasilitas yang memadai untuk belajar. Dia belajar di atas tempat tidur karena memang di kamar sewanya itu hanya ada tempat tidur dan tidak ada meja tulis atau meja lainnya. Belajar di tempat tidur sambil telentang membuatnya cepat mengantuk sehingga dia hanya tahan satu jam membaca kemudian dia harus keluar dulu beberapa saat dan kemudian kembali lagi belajar. Jika dia medapat tugas untuk presentasi di depan kelas, dia tidak membuat persiapan secara tertulis. Dia hanya berlatih mengungkap-
378
>,<^i
iyyui
tuitui
• i^uia
INCIIICIIin
JCII
iy ui<->mctu iya u a n m m .
3 70
Ayu berpendapat bahwa dengan menonton televisi, dia juga dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyimak. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam menyimak, dia mempunyai kaset English by phrases. Dia mendengarkan kaset tersebut tetapi tidak sering. Untuk
meningkatkan
kemampuannya
dalam
struktur
bahasa
Inggris, dia membaca buku-buku tata bahasa bahasa Inggris. Dia tidak begitu
suka
mengerjakan
soal-soal
latihannya.
Pada
waktu
guru
menjelaskan sesuatu tentang struktur, dia kadang-kadang mendengarkan guru tersebut tapi
kadang-kadang
dia juga
merasa
bosan
untuk
mendengarkan penjelasan tersebut. Jika dia mempunyai masalah dalam struktur, dia bertanya kepada temannya. Dalam hal membaca, dia mengaku bahwa dia tidak suka membaca buku-buku teks pelajaran kecuali buku-buku cerita yang menarik. Jika dia membaca buku teks pelajaran, dia harus membacanya berulang-ulang karena dia merasa sulit untuk memahaminya. Dia merasa bahwa dia sulit memahami
buku
teks
yang
berbahasa
Inggris
mungkin
karena
perbendaharaan kata bahasa Inggrisnya tidak luas. Jika dia tidak memahami sebuah kata, dia membuka kamus dan menulis makna katanya
pada
buku
teks
yang
dibacanya
itu.
Dia
memperluas
kosa-katanya dengan membaca buku dan dengan mendengarkan radio. Selain itu dia juga mencatat ungkapan-ungkapan yang digunakan pemutur asli yang ditemukannya sewaktu menonton televisi. Itulah kegiatan yang biasa dilakukan Ayu selama dia belajar bahasa Inggris di IKIP Bandung.
380
Wawancara dengan
Risman
Risman masuk ke jurusan bahasa Inggris IKIP Bandung karena dia senang bahasa Inggris. Yang kedua, dengan belajar bahasa Inggris dia berharap bahwa dia akan dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Dia berpendapat bahwa kemampuan berbahasa Inggris ini akan mendukung karirnya di kemudian hari. Demikian pengakuan Risman kepada peneliti dalam wawancara. Skor TOEFL Risman juga cukup baik yaitu 503. Pertanyaan pertama yang dikemukakan peneliti yaitu bagaimana cara
dia
meningkatkan
meningkatkan
kemampuannya
kemampuannya
dalam
dalam
menyimak,
menyimak. Risman
Untuk
biasanya
mendengarkan kaset bahasa Inggris. Selain itu dia juga menonton televisi. Dia menyatakan bahwa dengan menonton televisi, dia bisa mendengar banyak sekali kata bahasa Inggris dan dia juga bisa belajar banyak hal. Dia mencatat kata-kata dan juga ungkapan-ungkapan idiomatis yang didengarnya sewaktu menonton televisi walaupun dia jarang melihat-lihat kembali catatannya itu. Jika dia telah menuliskan kata yang sulit itu dua kali, dia akan terus mengingatnya. Agar kata-kata yang sulit tersebut melekat
dalam
pikirannya,
ungkapan-ungkapan teman-temannya.
dia juga
tersebut
menggunakan
dalam
kata-kata
bercakap-cakap
atau
dengan
Selanjutnya peneliti mengajukan pertanyaan tentang
bagaimana cara dia memahami wacana lisan. Dia mengakui bahwa dia belajar banyak dari
cara guru
berbicara.
Maksudnya
dia
berlatih
memahami wacana lisan dengan memperhatikan cara gurunya berbicara sewaktu memberi kuliah dan juga dari televisi. Dia mengakui sebenarnya dia belajar lebih banyak dari dosennya. Pada waktu dia mendengarkan
381
wacana
lisan,
dia
kadang-kadang
mencoba
untuk
memperhatikan
pelafalannya- Akan tetapi hal seperti ini sulit baginya karena jika dia berkonsentrasi pada pelafalannya dia akan kehilangan isi wacana yang didengarnya itu. Untuk berlatih pelafalan, dia berbicara sesering mungkin dengan teman-temannya. Pada waktu gurunya mengajar, dia memperhatikan pelafalan guru dan jika mendengar kata baru yang diucapkan guru dia langsung meniru ucapan guru tersebut. Selain itu, dia juga mencoba melafalkan kata-kata yang dicatatnya dari ungkapan-ungkapan yang telah didengarnya di televisi. Dia juga senang mendengarkan lagu-lagu yang berbahasa Inggris untuk melatih pelafalannya. Dalam aspek tata bahasa, dia menyatakan bahwa aspek ini sangat menarik baginya. Oia senang membaca buku-buku tata bahasa bahasa Inggris, terutama buku latihan TOEFL. Dalam belajar TOEFL, dia sering mengerjakan soal-soal latihan struktur dan membaca akan tetapi dia tidak pernah mengerjakan soal-soal latihan menyimak. Setiap minggu dia meluangkan waktunya dua kali satu jam untuk mengenakan soal-soal latihan struktur dan dia selalu mencoba untuk membuat kalimat dengan menggunakan
struktur tersebut.
Dia juga
mencoba
mencatat
dan
mengingat kalimat-kalimat yang didengarnya sewaktu dia menonton televisi. Kemudian dia mencoba menggunakan konstruksi kalimat-kalimat tersebut
dalam
berbicara.
Dengan
demikian,
kegiatan
ini
sangat
membantunya dalam meningkatkan kemampuannya dalam struktur. Pertanyaan selanjutnya yaitu bagaimana cara Risman memperluas pengetahuan kosa-katanya. Untuk memperluas kosa-kata dia mencoba
382
menerka makna kata dari konteksnya. Selain itu, dia juga belajar banyak dari daftar-kata-kata yang ditulisnya sewaktu dia membaca dan juga dari kartu kosa-kata atau flash cards yang kadang-kadang dibuatnya pada waktu dia menemukan kata baru sewaktu membaca. Dia tidak sering menuliskan kata-kata baru di kartu kosa-kata.
Kegiatan ini sering
dilakukannya tiga tahun yang lalu. Dalam melakukan
memahami
petunjuk,
beberapa kegiatan.
misalnya
gurunya
Untuk memahami
menyuruhnya
petunjuk
ini,
dia
biasanya menuliskan hal-hal yang harus dilakukannya itu dan berupaya untuk memahami dahulu petunjuk tersebut. Pencatatan dilakukan apabila tugas itu bukan untuk dilakukannya pada saat itu juga. Misalnya bila tugas tersebut harus dilakukannya minggu berikutnya. Jika dia tidak memahami petunjuk tersebut, biasanya dia meminta guru atau lawan bicara untuk mengulangi
ungkapannya
itu
atau
untuk
berbicara
agak
lambat.
Sebaliknya jika dia sulit mengemukakan gagasannya, dia menggunakan isyarat atau dengan menggunakan gambar, Dalam menyimak wacana yang agak panjang, dia biasanya mencatat gagasan pokok dari wacana tersebut. Kemudian, apabila dia tidak dapat menjawab pertanyaan guru karena ada kata yang tidak dipahaminya, dia akan menanyakan arti kata tersebut. Apabila tidak dapat bertanya kepada gurunya,
dia akan
menerkanya dari konteksnya. Jika dia mendapat tugas untuk menyuguhkan sesuatu dalam bahasa Inggris, misalnya laporan bab atau yang semacamnya, yang pertama-tama disiapkannya yaitu mencoba mencari inti dari materi yang akan disuguhkannya itu.
Kemudian dia juga membuat ihtisar dari
383
poin-poin
yang
akan
diketengahkannya
itu.
Selain
itu,
dia
juga
menyiapkan beberapa ilustrasi. Dalam penulisan laporan buku atau makalah dia biasanya langsung menulisnya dalam bahasa Inggris kecuali bila dia mempunyai kesulitan dalam beberapa istilah yang tidak diketahuinya biasanya dia tulis dalam bahasa Indonesia dahulu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa inggris. Dia biasanya menulis gagasan pokoknya saja dalam bahasa Indonesia kemudian dia kembangkan gagasan pokok tersebut dalam
bahasa
Inggris.
Dalam
berdiskusi,
sebelum menjawab atau menanggapi pertanyaan atau saran dari peserta diskusi, yang dalam hal ini yaitu teman-temannya sendiri, pertama-tama dia mencoba untuk memahami pertanyaannya terlebih dahulu setelah itu baru dia mencoba menjawabnya atau menanggapinya. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam berbicara, dia sesekali menggunakan bahasa Inggris jika berjumpa dengan temannya.
Dia
mengaku bahwa dia agak malas berlatih berbicara. Dia belum pernah berbicara dengan penutur asli bahasa Inggris. Sulit sekali baginya mempunyai kesempatan berbicara dengan penutur asli. Dia mempunyai teman orang asing yang tidak dapat berbicara bahasa Indonesia tetapi bukan penutur asli bahasa Inggris. Kesempatan ini tidak disia-siakannya begitu saja.
Dia memanfaatkan teman asingnya itu untuk berlatih
berbicara bahasa Inggris. Demikianlah kisah Risman tentang kegiatannya dalam proses belajar bahasa Inggris.
384
Wawancara
dengan Dewiangsih
Dewiangsih mendapat skor TOEFL 500. Skor ini termasuk kategori sedang. Dia mengakui bahwa dia tidak begitu menyenangi bahasa Inggris karena menurutnya, bahasa Inggris itu sukar. Walaupun demikian, dia masih melakukan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kemampuannya dalam bahasa Inggris. Misalnya dia berlatih berbicara dalam mata kuliah berbicara dengan dosennya dan teman-temannya. Dia pernah mengobrol dalam bahasa Inggris dengan penutur asli pada waktu dia pergi ke Jogyakarta di kereta api. Dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris, jika dia tidak memahami lawan bicaranya yang penutur asli bahasa Inggris, dia meminta lawan bicaranya itu untuk mengulangi pertanyaannya. Sebaliknya apabila dia tidak dapat mengungapkan gagasannya, dia mencoba menjelaskannya dengan menggunakan kata-kata lain. Kemampuan berbicara berkait erat dengan kemampuan pelafalan. Untuk melatih pelafalannya, dia sering mendengarkan kaset-kaset TOEFL atau dengan menonton televisi. Pada waktu menonton televisi dia mencoba mendengarkan ungkapan-ungkapan yang menarik baginya dan kadang-kadang menirukan pelafalannya. Dia juga mencoba memperhatikan tingkah laku para pemain film dalam film yang ditontonnya di televisi. Dia juga mencoba menerka makna kalimat yang didengarnya dari konteksnya atau dari gerakannya. Selain dengan mendengarkan kaset-kaset TOEFL, dan juga menonton televisi, untuk meningkatkan kemampuannya dalam pelafalan, Dewi juga mendengarkan lagu-lagu yang berbahasa Inggris.
Sewaktu
mendengarkan
lagu,
dia
memperhatikan
betul
pelafalannya dan mancoba meniru pelafalan penyanyi tersebut. Dia juga
385
kadang-kadang mendengarkan berita yang berbahasa Inggris di televisi yang juga dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuannya daiam pelafalan. Dalam belajar struktur, dia jarang mengerjakan latihan-latihan struktur kecuali kalau dia akan mengikuti tes. Akan tetapi, itupun tidak sering dilakukannya. Dalam wawancara, dia mengakui bahwa tidak banyak kegiatan yang dilakukannya dalam kaitannya dengan kemampuan struktur. Bagaimana halnya dengan kemampuannya dalam membaca wacana bahasa Ingris? Untuk meningkatkan kemampuannya dalam membaca wacana yang berbahasa Inggris, dia membaca surat kabar The Jakarta Post yang dibelinya sebutan sekali. Kadang-kadang sulit baginya memahami surat kabar tersebut karena pengetahuan kosa-katanya yang kurang banyak. Jika dia tidak memahami beberapa kata dari yang dibacanya itu, dia mencoba menerkanya dari konteksnya atau membuka kamus untuk melihat maknanya. Dengan banyak membaca, dia dapat menemukan kata-kata yang sukar yang tidak dipahaminya. Untuk mengingat kata-kata baru yang ditemukannya dari bacaan, kadang-kadang dia menggunakan kta-kata baru tersebut dalam berbicara dan menulis.
Wawancara dengan Sumi Walaupun skor TOEFL Sumi dibawah 500, setelah digabung dengan
skor
BERBICARA,
TKB
Sumi
termasuk
kategori
tingkat
MENENGAH. Kemampuan berbicara Sumi dinilai cukup baik oleh para evaluator dalam peneltian ini. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
386
mengetahui cara Sumi meningkatkan kemampuannya dalam proses belajar bahasa Inggris. Pertam-tama peneliti tertarik untuk mengetahui cara dia belajar struktur. Untuk
meningkatkan
kemampuannya
dalam
struktur,
Sumi
menyatakan bahwa dia sering mengahafal pola kalimat bahasa Inggris dari teks yang dibacanya. Akan tetapi dia mengakui bahwa daya ingatnya tidak terlalu baik. Dengan demikian, jika dia menemukan kata-kata baru, dia
mencoba
mengingatnya
dengan
menggunakan
kata-kata
baru
tersebut dalam berbicara dan juga dalam menulis. Untuk mengingat pola kalimat bahasa Inggris, dia menulis kalimat yang serupa. Akan tetapi dia tidak sering melakukan kegiatan seperti ini karena malas. Dengan melakukan kegiatan seperti ini dia dapat mengingat kata-kata maupun pola-pola kalimat baru yang dipelajarinya. Semester ini dia sering menggunakan strategi ini karena dia mempunyai teman sekamar yang bisa dijadikan pasangannya untuk berlatih menggunakan kata-kata atau pola kalimat untuk diingatnya. Kadang-kadang
dia
juga
membaca
buku-buku
tata
bahasa
dan
mengerjakan soal-soal latihan untuk meningkatkan kemampuannya dalam struktur
bahasa
Inggris.
Jika
dia
melakukan
kesalahan
dalam
mengerjakan sola-soal latihan tata bahasa, dia mencoba bertanya kepada temannya. Untuk meningkatkan pengetahuan struktur, dia juga membaca surat kabar The Jakarta Post.
Dia berlangganan surat kabar ini.
Kadang-kadang dia juga membaca majalah yang dipinjamnya dari temannya. Dia tidak hanya membaca majalah yang berbahasa Inggris tetapi juga yang berbahasa Indoensia sehingga dia dapat menerka makna
387
kalimat yang berbahasa Inggris tersebut karena telah membaca yang berbahasa Indonesianya terlebih dahulu. Jika dia membaca sebuah wacana, biasanya dia menyelesaikan dahulu
bacaannya
tersebut
kemudian
mencoba
menerka
gagasan
pokoknya. Dia tidak suka membuka kamus tetapi mencoba menerka maknanya dari konteks keseluruhan. Setiap hari dia berupaya untuk dapat mambaca wacana yang berbahasa Inggris. Dia membaca kapan saja apabila dia menginginkannya.
Dia juga biasanya senang membaca
sebelum tidur. Jika menemukan kata-kata baru, dia kadang-kadang membuka kamus. Untuk mengingat kata-kata tersebut dia mencoba mengingatnya dengan mengucapkan kata-kata tersebut dan menggunakannya dalam kalimat. Dengan demikian, dia juga dapat meningkatkan kemampuannya dalam berbicara. Untuk berlatih berbicara, dia mengutarakan hal-hal yang dialaminya dari pagi hingga malam kepada teman sekamamya. Dia menggunakan bahasa Inggris setiap hari dengan temannya itu. Mereka telah memutuskan untuk selalu berbahasa Inggris di rumah. Untuk
meningkatkan kemampuannya dalam
pelafalan
bahasa
Inggris, karena dia tidak mempunyai televisi, dia mendengarkan radio. Dia mencoba
menangkap kata-kata dari berita di radio.
Sewaktu dia
mendengarkan berita di radio, dia berkonsentrasi pada isi berita tersebut. Dia
tidak
mempunyai
Kadang-kadang
dia
kegiatan
saling
khusus
mengoreksi
untuk
berlatih
pelafalan
pelafalan.
dengan
teman
sekamarnya. Jika temannya membetulkan pelafalannya, dia mengecek cara pengucapannya di kamus dengan melihat lambang fonetisnya dan
388
mencoba mengucapkannya. Dia mengucapkan kata tersebut beberapa kali
hingga
dia
betul-betul
bisa
mengucapkannya.
Agar
terbiasa
mengucapkan kata tersebut, dia menggunakan kata-kata tersebut dalam bercakap-cakap dengan temannya. Dia mempunyai buku harian untuk mencatat segala kegiatannya dan juga tentang hal-hal yang mengganggu perasaannya. Misalnya, dia mempunyai masalah dalam pelajaran menyimak karena sejak tahun 1992 dia
terganggu
pendengarannya
yang
menyebabkannya
harus
menggunakan alat bantu pendengaran. Dia merasa berat sekali dalam pelajaran ini. Oleh karena itu, dia selalu duduk dekat temannya yang tahu kondisi kelemahannya sehingga apabila dia tidak dapat menangkap pelajaran di kelas, dia dapat bertanya kepada temannya. Jadi, baik dalam pelajaran
menyimak
maupun
dalam
pelajaran
lainnya,
dia
harus
konsentrasi betul dalam mendengarkan pelajaran dari gurunya. Dalam menyimak bahasa lisan dia pertama-tama memperhatikan betul tiap kata yang didengarnya tetapi kemudian jika itu sulit, maka dia menerkanya dari konteks keseluruhan. Agar tidak kehilangan hal-hal yang dijelaskan guru, sambil mendengarkan penjelasan guru dia mencatat hal-hal yang penting. Dia mencatatnya langsung dalam bahasa Inggris. Jika dia
tidak
memahami apa yang dijelaskan gurunya, dia biasanya bertanya kepada temannya. Oleh karena itu, dia sering duduk di depan karena dia takut tidak dapat menangkap penjelasan guru terutama jika guru suaranya tidak keras.
389
c) SBB Pembelajar Bahasa inggris sebagai BA Tingkat LANJUTAN Setelah skor baku BERBICARA digabung dengan skor baku TOEFL-nya dan kemudian dirata-ratakan, terdapat tiga orang responden yang skor bakunya termasuk tingkat LANJUTAN. Responden-responden tersebut yaitu responden IK-1 sebut saja namanya Chicha, kemudian responden IK-2 sebut saja Narko, dan iK-3 sebut saja Herbudi.
Wawancara dengan
Chicha
Chicha adalah responden yang skornya paling tinggi, baik dalam tes
TOEFL
maupun
dalam
tes
BERBICARA.
Skor
TOEFL
yang
diperolehnya dalam standar ETS termasuk excellent karena di atas 600. Skor yang diperolehnya itu yaitu 603. Sejak sekolah dasar dia telah mendapat pelajaran bahasa Inggris. Di Bandung dia tinggal di rumah sewa. Oleh karena itu, sejak dia tinggal di rumah sewa dia tidak pemah menonton film yang berbahasa Inggris karena dia tidak mempunyai televisi. Untuk melatih dirinya dalam berbahasa Inggris, di kampus dia selalu berbahasa Inggris dengan teman-temannya. Dia berbicara secara spontan tanpa menghiraukan tata bahasanya. Kadang-kadang dia juga menyadari dan memperhatikan tata bahasa yang digunakannya sewaktu berbicara tetapi keseringannya dia berbicara secara otomatis tanpa terlalu menghiraukan
tata
bahasanya.
Dia
berpendapat
bahwa
sebagai
mahasiswa jurusan bahasa Inggris dia harus selalu berbahasa Inggris. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam menyimak, sewaktu dia masih tinggal dengan orang tuanya, dia selalu menonton film dan juga mendengarkan
berita
yang
berbahasa
390
Inggris
di
televisi.
Pada
tahun-tahun pertama dia kuliah di IKIP Bandung, dia suka menonton televisi juga tetapi sejak beberapa bulan yang lalu dia telah menjual televisi tersebut. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam menyimak dia mendengarkan kaset pelajaran menyimak. Dia mendengarkan kaset tersebut kapan saja tatkala dia mempunyai waktu, misalnya, di rumah sambil memasak dia putarkan kaset tersebut kemudian didengarkannya. Pada beberapa semester pertama dia mengikuti perkuliahan menyimak, setiap minggu dia mendapat tugas untuk mendengarkan kaset dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari buku teks yang diberikan guru. Ada empat buah buku teks wajib yang diberikan guru untuk pelajaran ini. Sekali-sekali dosennya menyuruhnya untuk mendengarkan berita dari radio atau dari televisi dan merekamnya. Kegiatan ini sangat membantu para mahasiswa untuk meningkatkan kemampuannya dalam menyimak. Sewaktu menonton film yang berbahasa Inggris, dia mencoba untuk tidak membaca teks terjemahannya walaupun hal ini sulit dihindari. Pada waktu menonton film, sesekali dia mencoba menirukan kata atau ungkapan
yang
diucapkan
para
pelaku
dalam
film
tersebut.
Ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuannya dalam melafalkan bunyi-bunyi bahasa Inggris. Kadang-kadang dia berbicara dengan penutur asli dan mendengarkan serta memperhatikannya dengan baik, akan tetapi kegiatan ini tidak sering dilakukannya karena dia tidak mempunyai teman tetap. Sulit sekali menemukan teman penutur asli bahasa Inggris di Bandung.
Satu-satunya
cara
untuk dapat
mendengarkan
pelafalan
penutur asli bahasa Inggris yaitu melalui kaset. Dia jarang sekali
391
menonton film di bioskop karena mahal. Selama tinggal di Bandung dia baru satu kali menonton film di bioskop. Chicha adalah responden yang senang membaca. Dia menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuannya dalam membaca, tidak ada jalan lain kecuali banyak membaca. Surat kabar yang dibacanya yaitu The Jakarta Post. Dia juga membaca majalah seperti Modem English Teacher. Dia senang membaca majalah ini karena isinya adalah mengenai isu-isu pengajaran bahasa Inggris yang sangat bermanfaat baginya sebagai calon guru bahasa inggris. Dia berlangganan majalah tersebut melalui kakaknya yang sedang bersekolah di Inggris. Dia juga sering membaca buku-buku teks pelajaran. Dia sering pergi ke perpustakaan IKIP untuk membaca buku karena di situ banyak sekali buku yang dapat dibacanya. Perpustakaan
IKIP masih baru dan besar sekali akan tetapi dia
menyayangkan pengorganisasiannya kurang begitu baik sehingga tidak begitu nyaman untuk duduk lama di sana. Masalah yang paling utama yaitu karena meja-mejanya terlalu tinggi dan tidak seimbang dengan kursinya yang tingginya tidak seimbang dengan tingginya meja dan joknya tidak nyaman diduduki karena apabila diduduki pantatnya tenggelam sehingga mejanya dirasakan terlalu tinggi. Ukuran meja dan kursi di perpustakaan IKIP tidak disesuaikan dengan tinggi badan orang-orang Indonesia secara rata-rata. Untuk
meningkatkan
kadang-kadang
membuat
kemampuannya ringkasan
dari
dalam wacana
menulis, yang
Chicha
dibacanya
terutama jika wacana tersebut menarik baginya. Misalnya tatkala dia membaca artikel dari majalah Modem English Teacher, jurnal English
392
Language Teaching,
atau dari bacaan lainnya dia mencatat poin-poin
yang penting dari yang dibacanya itu dan ditulisnya di kertas kemudian dikumpulkannya dalam sebuah map. Dia juga mempunyai buku catatan untuk setiap pelajaran sehingga sesekali dia bisa membuka catatan tersebut jika diperlukan. Kadang-kadang dia juga menulis surat tetapi tidak seratus persen dalam bahasa Inggris. Selain itu dia juga menulis jadwal belajar yang ditulisnya seminggu sekali. Dia setiap minggu menulis jadwal kegiatan belajar untuk satu minggu. Untuk
meningkatkan
kemampuan
menulis,
kebetulan
sekali
beberapa dosen menyuruh mahasiswa untuk menulis makalah atau laporan bab dalam bahasa Inggris yang harus disuguhkan di depan teman-temannya di kelas. Kegiatan ini menurut Chicha sangat baik karena sebelum menulis makalah atau menulis laporan bab, mahasiswa harus membaca beberapa buku. Sayangnya, tidak banyak dosen yang menyuruh mahasiswanya melakukan kegiatan seperti ini. Untuk menambah pengetahuannya dalam tata bahasa bahasa Inggris, Chicha banyak membaca buku tata bahasa bahasa Inggris seperti Let's write English, University Grammar, dan buku-buku tata bahasa lainnya. Dia mengakui bahwa dia tidak sering mengerjakan soal-soal latihan tata bahasa. Dia mendapatkan pengetahuan tata bahasa hanya karena dia banyak membaca. Melalui membaca dia dapat mengingat pola-pola kalimat bahasa Inggris yang secara otomatis dapat digunakannya dalam berbicara dan menulis.
393
Wawancara dengan Narko Skor TOEFL Narko termasuk sangat baik yaitu 567. Dengan demikian, peneliti ingin sekali mengetahui hal-hal yang biasa dilakukannya untuk pencapaiannya dalam belajar tersebut. Narko adalah mahasiswa yang senang membaca buku-buku sain dan buku-buku filsafat. Kini dia juga senang membaca buku-buku novel karya sastra terkemuka seperti William Sommerset, Oscar Wilde dan penulis-penulis sastra lainnya di zaman Victoria. Dia membaca buku-buku tersebut sebagai hiburan. Dia menyatakan bahwa jika dia membaca sesuatu yang membuat hatinya senang, pikirannya akan menjadi jernih dan akan mudah menerima pelajaran yang diberikan gurunya di kelas. Dia menyarankan bahwa yang penting dalam membaca, kita harus menyenangi pekerjaan tersebut sehingga pengetahuan kita bertambah dari bacaan tersebut secara otomatis tanpa disadari. Dia mengalami kesulitan dalam memahami makna ajektiva dan kata-kata bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Latin. Jika dia mendapatkan kesulitan dalam memahami kata-kata seperti itu, biasanya dia mencoba mencari maknanya di kamus atau membahasnya dengan teman-temannya. mempunyai maksudnya
Setelah
tanggung
menemukan
jawab
menggunakan
untuk
kata-kata
baru,
dia
merasa
menggunakannya.
Mungkin
kata-kata tersebut baik dalam
berbicara
maupun menulis. Dulu dia bercita-cita untuk menjadi sastrawan. Misalnya, dia senang menulis puisi, dan juga menulis tentang segala sesuatu dalam buku hariannya. Dia menyatakan bahwa setelah menemukan kata-kata baru dalam sekejap dia akan lupa lagi kata-kata tersebut.
394
Untuk
mengingat kata-kata baru tersebut, dia menulis kata-kata tersebut di belakang bukunya. Untuk mengingat kata-kata baru dia selalu menggunakan kata-kata tersebut
dalam
berbicara.
Akan
tetapi
dia
sangat
menyesalkan
teman-teman sekelasnya yang kebanyakannya enggan untuk berbahasa Inggris
karena
teman-temannya
merasa
terlalu
formal.
Dia
menyarankan
agar
memanfaatkan fasilitas yang dipunyainya semaksimal
mungkin. Misalnya jika mereka mempunyai tape recorder, sebaiknya mereka memanfaatkan fasilitas tersebut misalnya untuk meningkatkan kemampuannya kesempatan
dalam
berlatih
pelafalan.
pelafalan.
Dia
Dia
jarang
mengatakan
sekali
mempunyai
bahwa
adik-adik
kelasnya, yaitu angkatan 1993, 1994, 1995, lebih beruntung daripada angkatannya sendiri karena pada semester 1 dan 2 mahasiswa angkatan-angkatan tersebut mendapat kelas khusus untuk belajar pelafalan yaitu kelas pronunciation practice I dan pronunciation practice II sehingga mereka dapat memfokuskan dirinya untuk memperkuat keterampilannya dalam berbicara. Selain itu, angkatan-angkatan tersebut mendapat mata kuliah berbicara sebanyak 8 SKS yang disebar dalam empat semester menjadi speaking I, speaking II, speaking III, dan speaking IV. Sejak tahun 1993, jurusan bahasa Inggris mempunyai kurikulum fleksibel yang diarasakan lebih memberi peluang yang lebih banyak kepada para mahasiswanya untuk meningkatkan kemahiran berbahasanya secara lebih baik. Untuk berlatih berbicara, dia mempunyai beberapa teman yang biasa berbahasa Inggris dengannya misalnya dalam bercanda. Dalam hal
395
belajar, peneliti kurang dapat menangkap gagasan yang dikemukakannya itu. Jika tidak salah tangkap dia menyatakan bahwa dia lebih senang berbicara saja dalam bahasa Inggris daripada belajar. Selanjutnya dia menyatakan bahwa dia tidak peduli akan pelajarannya. Mungkin dia menganggap upayanya untuk senantiasa menggunakan bahasa Inggris bukan merupakan proses belajar. Pendapatnya tentang menonton film yang berbahasa Inggris, dia memandang bahwa kegiatan tersebut tidak banyak memberi keuntungan terhadap peningkatan kemampuan behasa Inggrisnya. Ketersediaan teks terjemahan dirasakan sangat mengganggu konsentrasinya dalam melatih pendengarannya untuk menyimak wacana bahasa Inggris lisan. Agar konsentrasinya
tidak
terganggu
oleh
teks
terjemahan
tersebut,
kadang-kadang dia sengaja menutup teks tersebut. Akan tetapi kegiatan ini tidak sering dilakukannya. Dia tidak senang menonton film Amerika karena menurut pendapatnya, film-film tersebut mempunyai dampak psikologis yang kurang baik pada dirinya. Dia lebih memilih film-film Inggris atau film-film Eropa. Dia lebih suka menonton film-film karton karena ada unsur pendidikannya dan mengingatkan dirinya pada masa kecilnya. Menurut pengakuannya, dia senang membaca novel-novel karya sastra lama.
Dengan membaca novel-novel seperti itu, dia dapat
mengetahui
tata
bahasa
bahasa
Inggris
yang
digunakan
sastrawan-sastrawan lama yang strukturnya sangat berbeda dengan kaidah tata bahasa masa kini. Dengan demikian, dia senang menganalisis struktur kalimat yang digunakan dalam novel lama yang dibacanya itu
396
seperti dalam karya-karya Shakespeare yang berbeda dengan stuktur kalimat yang menggunakan kaidah tata bahasa yang dikenalnya kini. Setelah menganalisis kalimat-kalimat tersebut dia mencoba menulis atau mengutarakan
kalimat-kalimat tersebut dengan
struktur
yang
lebih
sederhana. Narko menyatakan bahwa sejak dia masuk IKIP Bandung dia mempunyai buku harian yang ditulisnya dalam bahasa Inggris. Yang paling menarik baginya dalam menulis di buku hariannya, yaitu tatkala dia menemukan kesalahan bahasa Inggris (mungkin kesalahan struktur) yang dibuatnya dalam buku harian tersebut. Jika dia menemukan kesalahan dalam bahasa Inggris yang digunakannya dalam buku harian,
dia
biasanya menganalisis kesalahan tersebut karena kesalahan tersebut biasanya terus berulang dan sangat konsisten. Selain menulis buku harian, dia juga senang menulis puisi dalam bahasa Inggris. Puisi tersebut ditulisnya jika dia menemukan hal-hal yang menarik misalnya dari Reader Digest atau dari kalimat-kalimat yang ditemukannya dalam novel. Jika mudnya sedang baik, dia kadang-kadang menulis puisi. Begitu juga dalam hal belajar. Dia akan belajar apabila dia sedang menginginkannya. Misalnya, beberapa bulan yang lalu dia sangat malas belajar. Dia hanya belajar sehari sebelum mengikuti ujian. Dia mengakui bahwa dia tidak yakin akan kemampuannya dalam bahasa Inggris.
Wawancara dengan Herbudi Herbudi mendapat skor TOEFL yang termasuk ketegori baik sekali yaitu 563. Padahal, sewaktu dia masih bersekolah di sekolah menengah
397
pertama dia tidak menyukai bahasa Inggris. Setelah tamat dari SMP dia tidak melajutkan sekolahnya ke sekolah menengah umum akan tetapi dia memilih sekolah pendidikan guru (SPG) yang di sekolah tersebut tidak ada pelajaran bahasa Inggris. Akan tetapi setelah dia tamat sekolah pendidikan guru dia mengikuti kursus di tempat kursus bahasa Inggris di Cianjur yang dikelola oleh temannya sendiri lulusan SMA. Menurut kesannya, temannya yang lulusan SMA itu bahasa Inggrisnya baik. Dialah sebenarnya yang menggugahnya untuk melanjutkan studinya di jurusan bahasa inggris. Setelah diterima di IKIP Bandung, dia tinggal di rumah sewa. Karena di tempat tinggalnya yang baru tersebut tidak ada televisi, jika dia ingin menonton televisi, dia pergi ke kantor Himpunan Mahasiswa untuk menonton televisi. Keterampilan berbahasa yang paling sulit bagi Herbudi yaitu keterampilan menyimak. Dengan menonton film atau program yang berbahasa Inggris di televisi, dia yakin kemampuan menyimaknya akan meningkat. Selain itu, dia merasa bahwa untuk melatih pendengarannya dalam menyimak wacana lisan yang berbahasa Inggris, dia menggunakan kesempatan yang sebanyak-banyaknya untuk berbicara dengan penutur asli. Dia mempunyai beberapa teman penutur asli bahasa Inggris. Kesempatan tersebut dimanfaatkannya untuk mengoreksi kesalahannya dalam pelafalan, struktur, kosa-kata, dan unsur-unsur lainnya. Selain itu, kesempatan
berbicara dengan
penutur asli
dimanfaatkannya
untuk
meningkatkan kemampuannya dalam menyimak pelafalan mereka. Untuk Beberapa saat biasanya dia kurang memahami mereka dan harus
398
menyesuaikan pendengarannya pada pelafalan mereka. Disamping itu, yang menjadi masalah biasanya karena mereka kadang-kadang kedengarannya seperti
berbicara telalu
cepat.
Dia
memerlukan
beberapa menit untuk menyesuaikan pendengarnnya itu.
waktu
Akan tetapi
selanjutnya setelah terbiasa, dia akan lebih mudah memahaminya. Jika dia tidak memahami kalimat yang dikemukakan penutur asli tersebut, dia biasanya menerka maknanya dari konteksnya. Jika dia menemukan kata atau frase baru yang digunakan penutur asli, dia langsung membuka kamus. Kini dia keseringannya hanya menerka dari konteksnya saja. Agar kata
atau
frase
baru
tersebut
dapat
diingatnya,
dia
langsung
menggunakan kata atau frase tersebut dalam berbicara. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam menyimak,
selain
menonton film yang berbahasa Inggris dia juga mendengarkan lagu-lagu atau berita yang berbahasa Inggris. Akan tetapi kegiatan ini tidak sering dilakukan. Yang paling sering dilakukannya yaitu menonton film yang berbahasa Inggris dan berbicara dengan penutur asli bahasa Inggris. Herbudi termasuk responden yang
keterampilan
berbicaranya
dinilai baik sekali oleh para penilai. Dia menggunakan kesempatannya dalam berbicara dengan penutur asli untuk meningkatkan kemampuannya dalam pelafalan. Yang dia lakukan tatkala dia berbicara dengan penutur asli
yaitu
memperhatikan
benar
pelafalan
mereka
dan
mencoba
menirukan pelafalan mereka dengan sebaik-baiknya dalam berbicara. Selain itu, dia juga selalu mencoba melihat cara mengucapkan kata baru dalam kamus. Kemudian dia berlatih mengucapkannya hingga dia dapat melafalkannya
sebaik
mungkin
dan
399
juga
menggunakannya
dalam
berbicara dengan teman-temannya. Kadang-kadang dia juga meminta temannya yang pelafalannya lebih baik dari dirinya untuk mengoreksi pelafalannya. Untuk berlatih menulis, dia mempunyai buku harian yang ditulisnya dalam
bahasa
Inggris
untuk
mencurahkan
perasaannya
dan juga
kegiatan-kegiatan lainnya. Apabila dia menemukan kata atau frase yang menarik, dia mencatatnya juga dalam buku tersebut. Pemahamannya terhadap ceritera dalam film yang ditontonnya lebih baik daripada sewaktu dia masih belajar di tingkat pertama di IKIP Bandung. Jika dulu dia hanya memahami 40% dari ceritera film tersebut, sekarang dia telah mampu memahaminya sekitar 90%. Dari pengakuannya ini peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana cara dia meningkatkan kemampuannya itu dalam menyimak. Peningkatannya
dalam
menyimak
tidak
disadarinya.
Dia
menyatakan bahwa keterampilan menyimak merupakan pembiasaan. Maksudnya mungkin alah bisa karena biasa. Dia selanjutnya menyatakan bahwa
pertama-tama
mendengar wacana
kita
harus
lisan dalam
membiasakan
diri
untuk
banyak
bahasa Inggris sehingga akhirnya
kebiasaan tersebut akan terbentuk dengan sendirinya. Untuk itu dia hampir setiap hari menonton acara televisi yang berbahasa Inggris. Selanjutnya peneliti menanyakannya tentang bagaimana strategi dia
daiam
memahami
gurunya
menjawab pertanyaan tersebut,
ketika
mereka
mengajar.
Sebelum
dia mengemukakan kekecewaannya
terhadap dosen-dosennya yang tidak mau menggunakan bahasa Inggris sebagai
bahasa
pengantar.
Bahkan
400
dia
secara
langsung
pernah
menyarankan kepada dosennya untuk menggunakan bahasa Inggris sewaktu dosen tersebut mengajar. Akan tetapi guru tersebut menolaknya dan tetap menggunakan bahasa Indonesia. Padahal dia tahu dosennya itu dapat berbahasa Inggris dengan baik. Dia menyarankan agar semua dosen menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengatar agar mahasiswa terbiasa mendengarkan wacana bahasa Inggris lisan dan agar mahasiswa juga termotivasi untuk senantiasa berbahasa target. Agar dia dapat memahami gurunya dengan baik, dia membaca dahulu materi yang akan diajarkan gurunya itu di rumah sehingga dia kenal akan hal-hal yang akan dibahas gurunya itu di kelas. Setiap guru mempunyai cara sendiri dalam mengajar. Agar lebih mudah memahami gurunya, dia berusaha untuk mencoba mengetahui dan menyesuaikan diri dengan cara guru tersebut mengajar. Selain itu, dia selalu mencoba untuk duduk di baris yang paling depan sehingga lebih mudah baginya dalam menangkap penjelasan dari gurunya. Selanjutnya dia menyatakan bahwa dengan menonton televisi, dia dapat meningkatkan kemampuannya dalam berbicara dan juga dalam melafalkan
bunyi-bunyi
bahasa
Inggris.
Untuk
meningkatkan
kemampuannya dalam berbicara, dia banyak berkomunikasi dengan penutur asli. Kegiatan lainya yang dilakukannya untuk meningkatkan kemampuannya dalam berbicara, dia mengelola perkumpulan English Conversation Club (ECC) di IKIP Bandung. Setiap hari minggu dia mengadakan pertemuan dengan anggota ECC tersebut. Sesekali dia juga mengikuti kegiatan ECC yang diadakan oleh perguruan tinggi lain.
40)
Dia merasa iri terhadap mahasiswa dari perguruan tinggi lain yang walaupun mereka bukan dari jurusan bahasa Inggris akan tetapi berani berbahasa Inggris. Walaupun mereka sering membuat kesalahan, mereka berani berbicara dalam bahasa Inggris. Dia menyayangkan temantemannya di jurusan bahasa Inggris yang kemampuan bahasa Inggrisnya jauh lebih baik dari mahasiswa dari perguruan tinggi lain tersebut mereka tidak berani menggunakan bahasa Inggris. Dia sendiri selalu berusaha untuk berbahasa Inggris baik dengan gurunya maupun dengan beberapa temannya. Dia termotivasi untuk selalu berbahasa Inggris dan untuk belajar bahasa Inggris karena dia memang menyukainya. Dia mengakui bahwa dulu dia tidak menyukai bahasa Inggris bahkan dia membenci gurunya karena dia tidak suka cara guru tersebut mengajar bahasa Inggris. Waktu itu dia sama sekali tidak mau berbahasa Inggris karena dia memang tidak menyukai
bahasa
tersebut.
Dia
menyatakan
bahwa
setiap
guru
mempunyai cara sendiri-sendiri dalam mengajar. Secara implisit dia menyatakan bahwa keterjadian proses belajar sangat tergantung pada motivasi siswa itu sendiri. Bagaimanapun baiknya guru mengajar atau bagaimanapun beranekanya kegiatan yang diciptakan guru di kelas agar para siswanya aktif, jika siswanya sendiri tidak termotivasi untuk belajar, upaya guru tersebut akan sia-sia saja. Jadi, permasalahan penggunaan bahasa Inggris dalam setiap kesempatan sangat tergantung pada motivasi dari setiap individu. Dalam setiap pertemuan ECC yang dikelolanya, dia selalu memimpin kegiatan tersebut dan juga rapat-rapatnya dengan menggunakan bahasa Inggris. Dia beserta teman-temannya dari jurusan
402
bahasa Inggris secara bergiliran memimpin kegiatan ECC. Sebelum memimpin kegiatan tersebut biasanya dia menyiapkan beberapa kegiatan seperti permainan-permainan. Dia juga membuat peraturan untuk tidak berbahasa lain kecuali bahasa Inggris pada pertemuan tersebut. Untuk kegiatan seperti ini dia tidak mencatat hal-hal yang akan dikemukakannya itu akan tetapi dilakukan secara spontan. Dalam diskusi yang lebih formal, biasanya dia mencatat hal-hal yang akan dikemukakannya itu dan menulis kerangkanya. Selain itu dia mempelajari secara baik topik yang akan didiskusikannya itu sehinga dia mengetahui benar hal yang akan dibicarakannya itu. Selain itu, dia membaca buku-buku atau artikel yang berkaitan dengan topik tersebut. Dia juga mencoba mengaitkan topik tersebut dengan pengalamannya dan juga pandangan-pandangannya sendiri terhadap topik tersebut.
Sebelum
penyuguhan dia menulis
masalah yang akan disuguhkannya itu berulang-ulang agar tidak berbuat kesalahan. Agar pada waktu penyuguhan dia dapat berbicara dengan lancar dia mencoba untuk benar-benar menguasai permasalahan yang akan dikemukakannya itu. Dia juga mencoba menerka pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul dalam diskusi dan mencoba untuk menyiapkan kemungkinan jawabannya. Persiapan tersebut tidak dicatatnya akan tetapi dipelajarinya dengan baik. Dalam menangani pertanyaan dari peserta diskusi, pertama-tama dia mencoba sedapat mungkin untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Akan tetapi, apabila dia tidak mampu menjawabnya, dia melemparkan pertanyaan tersebut kepada peserta diskusi lainnya.
403
Dalam tes TOEFL, kemampuannya dalam membaca tidak sebaik dalam aspek-aspek lainnya. Dia hanya dapat menjawab 78,3% dari 60 pertanyaan. Dalam aspek menyimak, dia dapat menjawab 84% dan dalam aspek struktur dia dapat menjawab 82,5% dari 40 pertanyaan yang diberikan. Tampaknya memang dia tidak begitu banyak membaca. Menurut pengakuannya dia tidak senang membaca buku. Dia senang membaca majalah atau surat kabar yang berbahasa Inggris. Jika dia menyukai topik yang dibacanya itu dia mudah memahami wacana tersebut. Akan tetapi jika topiknya tidak menarik dia sulit untuk memahami wacana tersebut. Sewaktu dia masih kuliah di tingkat pertama, jika sedang membaca dia menemukan kata baru pada wacana yang sedang dibacanya itu, dia langsung membuka kamus dan mencoba mencari maknanya serta mengaitkannya dengan konteksnya. Akan tetapi sekarang, jika dia menemukan kata baru, dia mencoba menerkanya dari konteksnya. Dia terus membacanya secara keseluruhan dan menerka maknanya dari konteksnya kecuali jika dia betul-betul terantuk pada kata tersebut sehingga dia tidak dapat memahami wacana yang dibacanya itu. Sejak dia duduk di tingkat satu, dia telah memberi kursus bahasa Inggris. Dengan mengajar dia dapat sekaligus belajar, yaitu meningkatkan kemampuannya sendiri dalam belajar bahasa Inggris karena sebelum mengajar dia harus membuat persiapan agar dia menguasai pelajaran yang akan diajarkannya itu sebaik mungkin. Tentu saja dorongan ini akan mamaksanya untuk membaca dan belajar sebaik mungkin.
404
Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya dalam struktur, dia banyak membaca buku-buku tata bahasa seperti Grammarin Use dan Grammar English Usage. Menurut pendapatnya buku-buku tersebut mudah dimengerti. Setelah membaca buku-buku tersebut, dia mencoba menerapkan kaidah yang didapatnya itu dalam berbicara dan juga menulis. Dengan demikian dia, dapat meningkatkan keterampilannya dalam struktur dan juga dalam berbicara dan menulis. Dia mengakui bahwa dia tidak suka mengerjakan soal-soal latihan struktur. Selain itu, dia berprinsip bahwa fungsi bahasa yang utama yaitu untuk berbicara. Jadi, dia tidak begitu suka menulis kecuali dalam buku harian. Akan tetapi, dia pernah juga menulis artikel yang ditulisnya untuk Majalah Dinding (Mading). Dia menyadari bahwa dia tidak begitu baik dalam menulis. Dia menyatakan bahwa seseorang yang baik dalam berbicara belum tentu baik dalam menulis. Dia kini menjadi salah seorang pengajar di LAN {Lembaga Administrasi Negara). Sebelum mengajar dia harus membuat persiapan yang harus ditulisnya dalam bahasa Inggris. Kemudian, setiap hari Jumat dia harus presentasi dalam bahasa Inggris. Untuk kegiatan ini, dia menulis hal-hal yang akan di kemukakannya itu. Kegiatan
ini
sangat
menguntungkan
baginya
dalam
upaya
untuk
meningkatkan kemampuannya dalam menulis. Keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling sulit. Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa pelajaran menulis sangat penting. Dia dapat menulis jika
dia
terpaksa
harus
menulis.
Langkah-langkah
yang
biasa
dilakukannya dalam menulis, pertama-tama dia menulis sesuatu yang diketahuinya.
Kemudian
dia
akan
405
mencari
informasi
yang
sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan topik tersebut dan mencoba menggeneralisasikannya. Selanjutnya peneliti mencoba untuk mengetahui kegiatan yang biasa dilakukan Herbudi dalam mengingat kata-kata baru. Dulu, jika dia menemukan kata baru sewaktu membaca sesuatu, dia membuka kamus dan menulis menyenaraikan kata-kata baru tersebut dalam sebuah buku tetapi kini dia tidak melakukannya lagi. Dia berpendapat bahwa yang paling baik dalam mengingat kata atau informasi baru yaitu langsung menggunakannya sebab jika kata-kata baru tersebut hanya dicatatnya, kata atau informasi tersebut akan mudah terlupakan. Selanjutnya, dia mengemukakan beberapa saran yang merupakan harapan darinya. Dalam mengajar, dia berharap dosen tidak terlalu mendominasi kelas tetapi memberi bimbingan agar mahasiswanya belajar, terutama dalam kelas berbicara. Dosen sebaiknya memberi kesempatan kepada para mehasiswanya untuk berbicara sebebas-bebasnya dan sebanyak-banyaknya. Dalam kelas ini sebaiknya dosen mengurangi perannya dan tidak terlalu banyak berbicara. Jika ada mehasiswa yang menggunakan bahasa Inggris agak kasar yaitu pemilihan kata yang tidak tepat untuk situasi formal, biarkan saja dulu sebab itu tidak berarti bahwa mahasiswa tersebut tidak menghormati guru. Djluar kelas dia pasti tetap akan menghormati semua guru. Dia mengakui bahwa tidak mungkin dia tidak hormat kepada dosen-dosennya karena dia menyadari bahwa dia tidak akan menjadi seperti sekarang ini tanpa ada bantuan dari para dosen yang telah mengajarnya. Selanjutnya, dia sekali lagi menegaskan harapannya agar semua dosen selalu menggunakan bahasa Inggris
406
sebagai bahasa pengantar. Itulah kegiatan, upaya, saran, kritik, keluhan, serta harapan yang dikemukakan Herbudi dalam proses belajar mengajar bahasa Inggris terutama selama dia belajar bahasa Inggris di IKIP Bandung.
Wawancara dengan
Rodiah
Rodiah (bukan nama aslinya) mendapat skor TOEFL yang cukup tinggi
yaitu
berdasarkan
560.
Akan
penilaian
tetapi
kemampuannya
dalam
empat orang pengajar bahasa
berbicara,
Inggris tidak
termasuk yang sangat baik akan tetapi cukup baik. Skor inilah yang menyeretnya ke tingkat MENENGAH. Memang diakuinya bahwa inilah kelemahannya karena dia jarang melatih dirinya untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Hal-hal yang dilakukannya untuk latihan berbicara yaitu sesekali dia berlatih dengan teman-temannya tetapi tidak teraltu sering. Dia sering berlatih berbicara sendiri di depan kaca dengan berpura-pura sebagai seseorang. Kadang-kadang dia juga memikirkan sesuatu atau berbicara dalam pikirannya dengan menggunakan bahasa Inggris. Kegiatan lainnya yang berkaitan dengan peningkatan bahasa Inggris yang biasa dilakukannya yaitu sekali-sekali dia menonton film yang berbahasa Inggris di TV jika dia berkunjung ke rumah familinya karena dia tidak mempunyai TV di rumah sewanya. Tatkala menonton TV, dia mencoba
untuk memahami film tersebut dan juga
memperhatikan
ungkapan-ungkapan baru yang tidak diketahuinya sebelumnya, misalnya dia temukan ungkapan "it has something to do with ..." yang artinya berhubungan dengan.
Dia memberi contoh ungkapan lainnya yang
407
ditemukannya di film yang ditontonnya yaitu ungkapan "Do you mean 'd?" yang
berarti
"Apakah
kamu
sungguh-sungguh?" Untuk
mengingat
ungkapan-ungkapan baru yang didengarnya dari film, kadang-kadang dia mencatatnya dalam sebuah buku khusus, kadang-kadang dia hanya mencoba
mengingatnya.
Dia
menyatakan
bahwa
biasanya
dengan
mendengar saja dia sudah bisa mengingat ungkapan-ungkapan yang didengarnya, apalagi jika dia sering mendengarnya. Dia menyatakan bahwa kemampuannya dalam
menyimak dan
berbicara tidak begitu baik oleh karena itu, jika dia sedang menonton film yang berbahasa Inggris dia selalu mencoba untuk konsentrasi. Dia menyatakan bahwa dia sengaja menonton film yang berbahasa Inggris di TV untuk meningkatkan kemampuannya dalam berbicara dan menyimak. Selain berkonsentrasi pada ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam film yang ditontonnya itu, Rodiah juga mencoba untuk memperhatikan cara para pelaku di film tersebut dalam melafalkan ungkapan-ungkapan tresebut. Hal itu sengaja dilakukannya untuk meningkatkan kemampuan pelafalannya. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam pelafalan, dia juga mendengarkan lagu-lagu yang berbahasa Inggris. Dia mencoba melafalkan kata-kata dalam lirik lagu tersebut agar dia mengetahui lirik lagu tersebut. Kegiatan lainnya yang dilakukannya untuk meningkatkan kemampuan pelafalannya yaitu dengan mendengarkan berita dalam bahasa Ingris di redio atau di TV. Kadang-kadang dia merekam berita dari BBC atau dari Voice of America. Dia mengaku bahwa dia sulit memahami berita dalam bahasa inggris. Walaupun demikian, dia tetap memaksakan
408
dirinya untuk melakukannya. Sekati dalam sebulan dia mendengarkan berita dari BBC atau dari Voice of Amerika karena dia juga ingin mencoba memahami berita dalam bahasa Inggris. Tampaknya banyak juga yang dilakukannya
dalam upaya meningkatkan kemampuan pelafalan dan
menyimak. Bagaimana halnya dengan read/ng? Untuk meningkatkan kemampuannya dalam membaca wacana bahasa Inggris,
kebetulan dia senang membaca. Akan tetapi jika
dibandingkan dengan
menulis,
dia
lebih senang
menulis daripada
membaca. Dia biasa menulis buku hariannya dalam bahasa Inggris. Segala sesuatu yang terjadi di kampus dicurahkannya dalam buku hariannya. Jika dia menulis dalam buku hariannya, dia biasanya tidak begitu peduli akan struktur atau organisasi penulisan. Sejak dahulu, yaitu sejak dia belajar bahasa Inggris di SMP, dia senang sekali bahasa Inggris karena dia selalu mendapat nilai baik dalam pelajaran tersebut. Sewaktu dia belajar di SMA, dia mencoba menulis dalam bahasa Inggris dan hasil karyanya itu dimuat di majalah Dialogue yang diterbitkan oleh Universitas Sanata Dharma. Akan tetapi, sekarang dia jarang menulis lagi. Kegiatan lainnya yang berkaitan dengan peningkatan atau penguatan kemampuan menulis, dia biasa membuat ringkasan hasil bacaan dari buku teks yang berbahasa Inggris terutama dalam menghadapi ujian-ujian. Dia mencoba membuat ringkasan tersebut sebaik mungkin yaitu dengan memperhatikan benar tata bahasanya. Dia juga senang berkorespondensi dengan sahabat penanya yang berada di Jerman dan temannya di Universitas Gajah Mada Jogyakarta yang juga kuliah di Jurusan bahasa Inggris. Sebulan sekali dia menulis surat dalam bahasa Inggris kepada kedua
409
sahabat penanya itu. Karena sahabat penanya yang di Jerman bahasa Inggrisnya kurang baik, dia sering diminta untuk mengoreksi bahasa Inggris sahabatnya itu. Walaupun dia lebih senang menulis ketimbang membaca, tidak berarti dia tidak pernah membaca. Dia senang membaca short story, ceritera pendek yang berhasa Inggris dan majalah-majalah apapun walaupun yang berbahasa Indonesia yang dipinjamnya dari temannya. Majalah yang berbahasa Inggris yang dibacanya yaitu majalah Helto. Dia mengaku bahwa dia tidak begitu sering membaca karena dia tidak mempunyai banyak buku dan dia malas untuk meminjam buku-buku bacaan
dari
temannya.
Benarkah
bahwa
dia
malas
membaca?
Tampaknya ukuran malas bagi dia relatif karena tampaknya dia masih berusaha membaca majalah-majalah walaupun dia harus meminjam dari temannya. Bagaimana cara dia membaca wacana yang berbahasa Inggris dan teknik apa saja yang digunakannya itu? Dia menyatakan
bahwa dalam
membaca,
pertama-tama
dia
membaca keseluruhan wacana tersebut secara sekilas untuk menemukan gagasan utamanya. Setelah itu dia mencoba membacanya kembali untuk melihat kata-kata baru dari teks yang dibacanya itu dan mencoba mencari maknanya dari kamus. Jika sewaktu dia membaca dia menemukan kata baru, keseringannya dia menebak maknanya dari konteks tetapi jika kata tersebut benar-benar menghambatnya, barulah dia membuka kamus untuk mengetahui maknanya dan juga sinonimnya dan penggunaan lainnya dari kata tersebut. Selain itu, dia juga kadang mencoba melihat cara pengucapan dari kata tersebut dan mencoba mengucapkannya.
410
Kegiatan apa yang dilakukannya untuk memperluas kosa-katanya. Dengan membaca dia yakin bahwa dia dapat memperluas kosakatanya. Dia juga yakin bahwa dengan banyak menulis, otomatis kosa-katanya akan bertambah karena jika dia ingin mengemukakan sesuatu dan dia tidak tahu kata tersebut, dia harus membuka kamus. Kata-kata baru yang ditemukannya itu kadang-kadang ditulisnya dalam buku khusus untuk kosa-kata baru sehingga mudah dihafal. Kadang-kadang dia juga menulis kata-kata tersebut di halaman atas dari buku hariannya. Dengan rendah hati dia mengakui bahwa kemampuannya dalam stuktur tidak begitu baik. Dia mengakui bahwa dalam menulis dia tidak begitu memperhatikan organisasi penulisan. Selanjutnya peneliti bertanya tentang hal-hal yang dilakukannya untuk meningkatkan kemampuannya dalam struktur. Dia mengemukakan bahwa untuk meningkatkan kemampuannya dalam struktur, dia banyak menulis. Selain itu, jika dia mempunyai waktu luang biasanya dia mengerjakan latihan-latihan. Sebenarnya, untuk pelajaran ini dia selalu mendapat nilai 'A'. menguasai
Dia menyatakan bahwa yang terpenting untuk
struktur
bahasa
Inggris
yaitu
dengan
betul-betul
memperhatikan guru tatkala dia menerangkan kaidah-kaidah struktur di kelas. Jika dia tidak yakin akan penjelasan guru di kelas, atau dia kurang memahaminya,
biasanya dia tidak bertanya kepada gurunya tetapi
mencoba mengeceknya di buku tata bahasa bahasa Inggris. Rodiah mengakui bahwa dia tidak mempunyai masalah dalam mengerjakan soal-soal
latihan
struktur.
Yang
411
menjadi
masalah
baginya
yaitu
mempelajari teorinya. Demikianlah kisah Rodiah tentang kegiatannya dalam belajar bahasa Inggris sejak dia duduk di SMP.
Wawancara
dengan Lismanda
Lismanda mendapat skor TOEFL 557. Nilai yang cukup tinggi bahkan dalam standar internasional pun skor ini termasuk tinggi. Bagaimana
cara
dia
memperoleh
keberhasilan
ini?
Strategi
yang
bagaimana yang digunakannya dalam belajar bahasa Inggris? Mari kita ikuti kisahnya yang dikemukakannya dalam wawancara. Pertanyaan pertama dari peneliti yaitu kisahnya tentang cara dia belajar struktur bahasa Inggris, atau di jurusan bahasa Inggris biasa disebut mata kuliah structure. Ddia menyatakan bahwa selama mengikuti perkuliahan ini, dia betul-betul memperhatikan penjelasan guru di kelas serta mencatat penjelasan tersebut. Jika dia kurang memahami penjelasan guru di kelas, dia mencoba membaca kembali buku catatannya di rumah. Dia tidak suka menanyakan kesulitannya itu kepada gurunya atau kepada temannya. Dia lebih senang mencoba memecahkan segala kesulitannya sendiri dengan membaca buku-buku. Kegiatan lainnya yang dilakukannya yaitu dia berusaha untuk senantiasa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan gurunya. Tetapi ini tidak berarti bahwa dia tidak berbuat apa-apa jika dia tidak disuruh oleh gurunya. Dia mengaku bahwa dia akan mengerjakan latihan-latihan struktur jika dia sedang ingin malakukannya. Dia juga mengakui bahwa dia
senang
aktif.
Misalnya,
jika
dia
membuat
kesalahan
dalam
mengerjakan latihan-latihan struktur dia mencoba menganalisis kesalahan
412
tersebut sehingga dia tidak melakukan kesalahan yang kedua kalinya. Jadi, jika dia membuat kesalahan dalam latihan struktur, dia akan mencoba mengerjakan lagi latihan yang serupa. Untuk memperkuat kamampuannya dalam aspek struktur, Lismanda mencoba mengingat pola kalimat bahasa Inggris. Seperti halnya dalam mengingat hal-hal lainnya, Lismanda tidak mengingatnya dengan menulisnya tetapi dia lebih suka hanya dengan mengingatnya dalam pikirannya. Dia yakin bahwa dia dapat menyimpan semua informasi dengan cara menghafaIkannya karena dia tidak senang menulis. Untuk meningkatkan memampuannya dalam menulis, dia tidak pernah
berlatih
kalimat-kalimat
menulis dan
akan
kemudian
tetapi
dia
mencoba
menyimpannya
di
menghafalkan
dalam
pikirannya
sehingga sewaktu dia membutuhkannya, misalnya daiam tes pelajaran menulis, dia tinggal menggunakannya. Dari mana pola-pola kalimat itu diadapatnya, dia menyatakan bahwa dia banyak membaca. Dari hasil bacaan itulah dia memiliki pengethuan baik untuk berbicara maupun untuk menulis. Jadi, cara dia menghafalkan kalimat-kalimat itu yaitu dengan jalan mengekspresikan kalimat-kalimat yang diperolehnya dari ceritera pendek yang dibacanya itu untuk berbicara. Dengan cara itu dia dapat menyimpan
kalimat-kalimat
yang
dapat
digunakannya
baik
untuk
berbicara maupun untuk menulis. Pada waktu akan menulis sesuatu dalam bahasa Inggris dia berbicara di dalam hati dan kemudian dia curahkan di kertas kerjanya. Dia mengakui bahwa dalam pelajaran menulis dia selalu mendapat nilai baik yaitu 'A' atau 'B'.
413
Selain membaca ceritera pendek dia juga senang membaca majalah atau surat kabar tetapi dia tidak senang membaca novel. Dia mengaku bahwa dia senang sekali membaca tetapi yang dibacanya kebanyakannya majalah yang berbahasa Indonesia. Dia juga senang membaca buku-buku sain seperti buku-buku atau majalah kesehatan yang
berbahasa
Inggris
mauun
yang
berbahasa
Indonesia.
Dia
mempunyai jadwal untuk membaca buku-buku teks yang wajib dibacanya untuk kepentingan perkuliahannya. Dia menyediakan setiap hari Jumat untuk membaca buku-buku teks wajib dari setiap perkulaiahn sebab hari Sabtu
dan
Minggu
dijadwalkannya
untuk
mendengarkan
reporter
pertandingan sepak bola yang dimaksudkan untuk melatih pendengarannya dalam menyimak wacana lisan yang berbahasa Inggris. Sebelum masuk ke IKIP Bandung, sebenarnya dia telah diterima di Institut Pertanian Bogor akan tetapi ayahnya tidak mengizinkannya untuk bersekolah di sana. Tampak sekali kekecewaan yang sangat mendalam di wajahnya. Akan tetapi, untunglah dia juga menyenangi bahasa Inggris. Hai ini terlihat dari keberhasilanya dalam belajar Inggris. Banyak hal yang dilakukan untuk pencapaian belajarnya itu. Dia mengaku bahwa dia harus menghemat pengeluaran uangnya sehingga dia
tidak
bisa
membeli
majalah-majalah
berbahasa
Inggris
yang
diinginkannya. Walaupun demikian, dia berupaya untuk mendapatkannya dengan meminjamnya dari temannya atau pergi ke perpustakaan dan membacanya di sana. Dia menerangkan cara dia memahami bacaan yaitu dengan senantiasa mengingat topik yang dibacanya itu. Untuk mengingat informasi dari hasil bacaannya, selain mengingat isi dari informasi itu, dia
414
juga mencoba mengingat posisi informasi tersebut di dalam buku, misalnya pada halaman berapa, atau mungkin yang ada gambar apa. Dengan cara demikian, informasi tersebut dapat diingatnya secara baik. Cara dia membaca sebuah wacana, dia biasanya membaca wacana tersebut sambil menggaris-bawahi kata-kata yang sulit dan mencoba menerka makna kata tersebut dari konteksnya. Tetapi jika kata itu memang tidak dapat ditebak dan juga maknanya sangat penting, maka dia membuka kamus untuk melihat maknanya. Semua kata baru yang didapatnya dari bacaannya disimpannya dalam ingatannya. Dia tidak mempunyai catatan khusus untuk menulis kata-kata baru. Bagaimana cara dia menyimpan informasi misalnya informasi tentang penjelasan sesuatu dari guru yang tidak ada di buku teks. Dia kadang-kadang juga mencatat tetapi keseringannya dia hanya menyimpannya dalam ingatannya. Bahkan perasaannya tentang apapun dia tidak menuliskannya dalam buku harian dan tidak juga diungkapkannya kepada temannya. Dia mengakui bahwa dia sulit untuk menjelaskan sesuatu kepada temannya. Jadi jika dia mempunyai masalah, dia tidak bertanya kepada guru maupun kepada teman. Dia mencoba memecahkannya dengan membaca sendiri dari buku. Jika demikian bagaimana cara dia memiliki kemampuan berbicara? Kebetulan sekali, di organisasi ekstra kurikuler di IKIP Bandung, dia diangkat sebagai koordinator English Conversation Club (ECC) untuk mahasiswa
setingkatnya.
Dia
berlatih
seminggu
satu
kali
dengan
teman-temannya. Untuk berlatih berbicara dengan penutur asli, sesekali dia mengundang penutur asli untuk berbincang-bincang dalam bahasa
415
Inggris dalam acara ECC tersebut. Jika dia tidak memahami penutur asli, misalnya karena terlalu cepat, dia biasanya memintanya untuk mengulangi ungkapannya itu. Sebaliknya, jika dia sulit dalam mengemukakan gagasan karena dia kehilangan kata yang akan digunakannya itu, dia mencoba menggunakan kata lain yang maknanya sama atau dengan menggunakan isyarat. Skor yang terbaik yang didapatnya dalam TOEFL yaitu pada bagian I dari TOEFL yaitu Listening Comprehension. Dia menyatakan bahwa untuk melatih pendengarannya dalam mendengarkan wacana lisan yang berbahasa Inggris dan juga lagu-lagu yang berbahasa Inggris. Dalam
mendengarkan
mendengarkan
dan
lagu-lagu
mencoba
bahasa
Inggris,
menangkap lirik
dia
mencoba
lagu tersebut serta
menuliskannya. Setelah itu dia mencoba memahami makna lirik lagu tersebut
dan
Dengan
cara
juga
menyanyikannya
demikian,
dia
untuk
dapat
melatih
pengucapannya.
meningkatkan
kemampuan
menyimaknya dan juga kemampuannya dalam melafalkan bunyi-bunyi bahasa Inggris. Kegiatan
lainnya
yang
dilakukannya
untuk
meningkatkan
kemampuan menyimaknya yaitu dengan menonton pertandingan sepak bola dunia. Dia berkonsentrasi pada bahasa Inggris yang digunakan reporter
pertandingan
sepak
bola
tersebut.
Untuk
meningkatkan
kemampuannya dalam menyimak wacana lisan yang berbahasa Inggris, dia juga suka menonton film yang berbahasa Inggris. Akan tetapi, dia lebih senang berlatih dengan cara mendengarkan laporan pertandingan sepak bola dunia karena dalam laporan pertandingan sepakbola tidak disediakan
416
teks terjemahannya. Yang tidak dia sukai sewaktu menonton film-film yang
berbahasa
Inggris di televisi
yaitu
karena tersedianya teks
terjemahan. Ini dirasakan sangat mengganggu konsentrasinya karena teks
tersebut
sangat
menggodanya
untuk
terpaksa
membacanya
walaupun dia senantiasa berusaha keras untuk tidak membacanya tetapi berkonsentrasi
pada pendengarannya.
Demikianlah
kisah
Lismanda
dalam belajar bahasa Inggris selama dia belajar di IKIP Bandung.
Wawancara dengan Karyan Karyan yaitu responden yang skor TOEFL-nya baik yaitu 553. Dia tinggal sendiri di rumah sewa dekat kampus. Dia mempunyai hobi mendengarkan lagu-lagu yang berbhasa Inggris.
Dia juga senang
menonton televisi terutama acara olahraga dan musik atau lagu-lagu. Dia juga senang nonton film yang berbahasa Inggris. Dalam satu hari dia kadang-kadang menonton dua atau tiga film yang berbahasa Inggris. Hobinya itu dimanfaatkannya
untuk melatih
pendengarannya untuk
meningkatkan kemampuannya dalam menyimak. Dia berpendapat bahwa dengan mendengarkan lagu-lagu yang berbahasa Inggris dan juga film yang berbahasa Inggris kemampuannya dalam struktur, dalam berbicara, dan juga dalam melafalkan bunyi-bunyi bahasa Inggris akan meningkat. Dengan menonton film yang berbahasa Inggris, dia dapat mempunyai contoh untuk menerapkan pengetahuan strukturnya dalam membuat kalimat-kalimat bahasa Inggris baik dalam berbicara maupun dalam menulis. Selain mendengarkan lagu-lagu dan
4(7
juga menonton film, Karyan juga kadang-kadang mendengarkan berita bahasa Inggris yang disiarkan oleh RCTI. Cara dia memanfaatkan hobinya dengan mendengarkan lagu yang berbahasa Inggris untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisnya, pertama-tama
dia
dengarkan
lagu
tersebut
dengan
sebaik-baiknya
sehingga dia memahami benar maknanya. Setelah itu dia mencoba menangkap setiap kata dari lirik lagu tersebut. Kadang-kadang dia berlomba dengan teman-temannya dalam menguasai lirik lagu tersebut hanya dengan mendengarkannya saja. Dengan demikian, dia juga bisa memperluas
kosa
katanya
selain
meningkatkan
kemampuan
menyimaknya. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam menyimak, dia juga mendengarkan kaset materi pelajaran menyimak
yang diberikan
gurunya di Laboratorium dan mengulanginya di rumah jika dia mendapat tugas untuk itu dari gurunya. Akan tetapi kegiatan itu tidak terlalu sering dilakukannya.
Dia
juga
kadang-kadang
bercakap-cakap
dengan
teman-temannya dalam bahasa Inggris yang tiada lain juga untuk melatih kemampuannya dalam menyimak wacana lisan. Kegiatan ini juga tentu saja digunakannya untuk meningkatkan kemampuannya dalam berbicara. Agar pelafalannya baik, tatkala mendengarkan lagu-lagu bahasa Inggris dia melafalkan lirik lagu yang didengarnya itu dengan menyanyikan lagu tersebut sampai pelafalannya kira-kira hampir menyamai pelafalan penyanyi aslinya. Untuk berlatih berbicara dia tidak mempunyai teman penutur asli. Di kelas dia hanya mempunyai dua orang teman pasangan berbicara untuk melatih dirinya dalam berbicara bahasa Inggris. Tapi
418
untunglah,
pada
pelajaran
berbicara,
guru
biasanya
memberikan
kegiatan-kegiatan yang memaksa para mahasiswa untuk aktif berbicara. Untuk
meningkatkan
kemampuannya
dalam
membaca,
dia
membaca sesuatu yang topiknya benar-benar menarik baginya. Dalam satu hari jika mudnya sedang baik, kadang-kadang dia meluangkan waktunya kira-kira dua atau tiga jam untuk membaca. Dia senang membaca buku-buku sain dan buku-buku sosial budaya. Dia juga berlangganan majalah Reader Digest. Artikel yang dia senangi dalam Reader Digest itu yaitu artikel tentang sosial dan sain. Dia kadang-kadang juga membaca surat kabar yang berbahasa Inggris jika dia berkunjung ke rumah
temannya karena dia tidak berlangganan surat kabar yang
berbahasa Inggris seperti The Jakarta Post atau Indonesia Times. Teknik yang digunakannya dalam membaca yaitu dengan jalan membaca
dahulu
sekilas
artikel
tersebut
sambil
menggaris-bawahi
kata-kata yang sulit dan mencoba menebak makna dari kata-kata tersebut dari konteks kalimatnya. Jika tidak dapat ditebak dan makna tersebut sangat esensial dalam pemahaman teks tersebut, barulah dia membuka kamus untuk mencari maknanya agar gagasan dari bacaan tersebut dipahami.
Untuk
meningkatkan
motivasinya
dalam
membaca,
pertama-tama dia membaca hal-hal yang menarik baginya.
Dengan
demikian, lama kelamaan keinginannya untuk membaca akan meningkat. Kritiknya terhadap guru yang mengajar membaca, dia menyatakan guru tidak memilih teks bacaan yang sesuai dengan kebututhan atau keinginan siswa. Dia menyarankan agar guru mencari informasi kepada siswa topik apa yang menarik untuk para siswa dan juga cocok dengan bidang yang
419
dipelajari mahasiswa sehingga hal ini akan menimbulkan atau meningkatkan minat membaca dari para siswa sendiri. Dia memberi contoh, untuk di jurusan bahasa Inggris, misalnya, alangkah baiknya jika teks bacaan tersebut berkenaan dengan misalnya bacaan sastra. Tatkala peneliti bertanya apakah dia senang menulis dalam bahasa Inggris atau tidak, dengan cepat dia menjawab "A/o". Akan tetapi, kadang-kadang dia senang menulis dalam bahasa Indonesia. Jika dia sedang ingin menulis dalam bahasa Indonesia, dia langsung menulis tanpa draft dulu dan kadang-kadang sulit untuk berhenti. Dia tidak pernah mengungkapkan
perasaannya
dalam
buku
harian.
Dia
biasanya
mencurahkan keluhannya tentang belajar bahasa Inggris atau tentang guru yang tidak disukainya kepada temannya. Dalam hal belajar, dia tidak mempunyai jadwal yang pasti. Dia belajar jika
dia
menginginkannya,
tetapi jika
dia
sedang
malas,
kadang-kadang sampai satu minggu dia tidak berbuat apa-apa. Akan tetapi kadang-kadang dia juga menuliskan kegiatannya yang akan dilakukannya dalam seminggu. Jadi dia belajar kapan saja jika dia menginginkannya. Kegiatan menulis biasanya dilakukannya sesuai dengan tugas yang diberikan guru. Beberapa dosen di jurusan bahasa Inggris kadang-kadang menyuruh mahasiswa membuat laporan bab yang harus disuguhkan dan didiskusikan di depan kelas. Selain itu dosen juga kadang-kadang menyuruh mahasiswa untuk membuat makalah baik secara kelompok maupun secara individual. Dia memandang bahwa kegiatan seperti ini baik sekali karena akan mendorong kemampuan mahasiswa dalam
420
berdiskusi bahasa Inggris dan juga dalam mengekspresikan gagasannya dalam
bahasa
Inggris
dalam
bentuk
tulisan
ilmiah.
Akan
tetapi,
kadang-kadang dia kecewa karena dia tidak dapat mengetahui kelemahan atau kelebihannya dalam menulis karya ilmiah karena biasanya dosen tidak mengembalikan kertas kerjanya yang telah diperiksanya itu. Mungkin karena besarnya kelas yang kadang-kadang jumlahnya mencapai 100 sampai 120 orang atau lebih dari itu. Sama halnya dengan keterampilan lainnya, dengan mendengarkan lagu-lagu dan juga dengan menonton TV, dia dapat memanfaatkan hobi tersebut untuk meningkatkan kemampuannya dalam struktur bahasa Inggris yaitu dengan membuat kalimat-kalimat yang serupa dengan kalimat-kalimat yang dia temukan baik dalam lagu maupun dalam film. Selain itu dia juga mencoba mengerjakan latihan-latihan struktur dari buku-buku TOEFL. Akhirnya dia menyatakan bahwa dalam proses belajar apapun, siswa tidak akan bisa meningkatkan kemampuannya dalam hal yang dipelajarinya itu dengan hanya berpangku-tangan saja tanpa ada upaya sadar dari diri siswa sendiri untuk meningkatkan kemampuannya.
Wawancara dengan Andrian Andrian yaitu responden yang walaupun baru belajar di IKIP Bandung selama dua tahun setengah, skor TOEFL-nya sudah cukup baik, yaitu 550. Dia tinggal di rumah sewa di Bandung yang sedikit agak jauh dari kampus. Skor yang terbaik dari ketiga bagian dalam TOEFL yaitu pada bagian 2,
ialah
Structure and Written Expression.
Menurut
pengakuannya, pencapaiannya itu tidak diraihnya begitu saja akan tetapi
421
dengan berbagai upaya seperti banyak mengerjakan latihan-latihan, misalnya
latihan
mengerjakan
soal-soal
yang
serupa
dengan
latihan-latihan dalam TOEFL. Bagi dia hanya ada dua pilihan, yaitu jika ingin baik harus belajar tetapi jika tidak, tentu saja tidak akan mendapat kamajuan
dalam
bejalar apapun.
Kegiatan
kelas juga
menunjang
kemampuannya ini. Dia mengatakan bahwa dosen yang mengajar mata kuliah struktur sering
memberi
latihan
kepada mahasiswanya dan
membahas kesulitan-kesulitan yang ditemukan para mahasiswanya dalam latihan-latihan tersebut Akan tetapi, jika dia mendapat kesulitan dalam pelajaran di sekolah, dia sangat jarang bertanya kepada gurunya karena malu. Dia mengaku bahwa dia sangat pemalu untuk berbicara di kelas. Dengan demikian, dia lebih suka memecahkan sendiri pemasalahannya dengan membaca buku. Kegiatan lainnya yang dilakukannya untuk meningkatkan kemampuannya dalam bahasa Inggris yaitu dengan mengikuti kegiatan YECC (Youth English Conversation Club). Dia mengakui bahwa dia belajar banyak dari YECC. Dalam kegiatan tersebut dia berlatih menggunakan bahasa Inggris terus. Dia juga mempunyai teman sekamar yang walaupun bukan mahasiswa jurusan bahasa Inggris dia tertarik untuk berlatih berbicara bahasa Inggris dengannya. Dia juga mempunyai beberapa teman sekelas untuk berlatih berbicara dalam bahasa Inggris. Untuk meningkatkan kemampuannya ini, dulu dia sering menonton TV, tetapi kini dia tidak lagi memiliki televisi. Dia menyatakan bahwa dari menonton televisi
dia
memperluas
mempunyai
beberapa
kosa-katanya,
yang
keuntungan, kedua
422
dia
pertama
dapat
dia
bisa
memanfaatkan
kalimat-kalimat atau ungkapan-ungkapan yang didapatnya dari menonton film untuk berbicara bahasa Inggris. Sewaktu menonton film, dia mencatat ungkapan-ungkapan baru yang didengarnya dari film yang ditontonnya dalam buku kecil dan mempelajarinya di waktu senggang. Selain itu, dia juga mengakui bahwa dengan menonton film yang berbahasa Inggris, dia juga bisa meningkatkan
kefasihannya dalam melafalkan bunyi-bunyi
bahasa Inggris karena sewaktu menonton film tersebut dia meniru pengucapan penutur asli dalam film tersebut. Kegiatan ini sangat membantu meningkatkan kefasihannya dalam melafalkan bunyi-bunyi bahasa Inggris dan juga untuk meningkatkan kemampuannya dalam menyimak wacana lisan yang berbahasa Inggris. Upaya lainnya untuk meningkatkan kemampuan menyimaknya yaitu mendengarkan radio BBC akan tetapi kegiatannya
itu tidak
dilakukannya secara rutin. Dari semua kegiatan yang dilakukannya yang dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisnya, yang paling efektif yaitu mengikuti kegiatan YECC dan berlatih berbicara dengan teman. Dengan melakukan kegiatan seperti itu, dia dapat berlatih menerapkan ilmu yang didapatnya untuk berbicara dan juga sekaligus bisa mendapatkan kalimat-kalimat baru yang digunakan lawan bicara untuk memperluas pengetahuannya. Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa sebaiknya setiap guru di jurusan bahasa Inggris senantiasa menggunakan bahasa Inggris tatkala mengajar sehingga dia dapat memperoleh kalimat-kalimat yang digunakan gurunya sewaktu mengajar untuk digunakan dalam berbicara dan juga untuk bekalnya kelak kalau dia telah menjadi guru.
423
Ungkapan-ungkapan bahasa Inggris yang didapatnya baik dari televisi maupun dari bercakap-cakap, biasanya hanya digunakannya dalam keterampilan berbicara. Dia jarang sekali berlatih menggunakan ungkapan-ungkapan tersebut dalam menulis. Lebih-lebih lagi sekarang dia hampir tidak punya waktu untuk itu karena dia harus mencari nafkah sambil kuliah.
Dia harus membantu orang tuanya yang pekerjaan
sehari-harinya menjahit di kampung halamannya. Dia mengakui sulit sekali mengatur waktu belajar dengan mencari uang. Dia juga mengakui bahwa
menulis
adalah
cara
yang
efektif
untuk
meningkatkan
kemampuannya dalam belajar bahasa Inggris misalnya untuk memperluas kosa-katanya. Walaupun dia tidak mempunyai waktu menulis, dia menyempatkan diri untuk membaca buku-buku bahasa Inggris dan juga majalah bahasa Inggris. Dia banyak membaca buku-buku percakapan bahasa Inggris. Menurutnya, majalah Heilo cukup menarik karena banyak ungkapan sehari-hari yang dimuat dalam majalah tersebut yang dapat digunakannya untuk
percakapan
sehari-hari.
Sewaktu
membaca
wacana
yang
berbahasa Inggris dia tidak sering membuka kamus jika dia hanya ingin mengetahui garis besar dari bacaan tersebut. Akan tetapi jika dia ingin tahu secara mendalam, dia akan membuka kamus. Demikianlah kisah Andrian tentang kegiatan yang dilakukannya selama belajar bahasa Inggris di IKIP Bandung.
424
Wawancara dengan Eulis Eulis mendapat skor TOEFL yang boleh dikatakan masih termasuk baik 537. Skor yang tertinggi yang diraihnya dari ketiga bagian dalam TOEFL yaitu pada bagian Structure and Written Expression. Bagaimana /"kisah dia belajar bahasa Inggris selama dia belajar di IKIP Bandung? Mari kita dengar kisahnya dalam wawancara dengan peneliti. Ketika dia mengikuti perkuliahan struktur d\ jurusan bahasa Inggris, dia biasanya belajar dari buku-buku atau dari penjelasan dosen dalam perkuliahannya.
Dia
juga
biasanya
menghubungkan
aspek
yang
dipelajarinya di dalam perkuliahannya itu dengan materi yang pernah didapatnya sewaktu dia belajar di SMP atau SMA. Pertama-tama dia mencoba menghubungkan aspek yang dipelajarinya itu dengan materi yang sama yang ada dalam buku SMP. Setelah itu, dia mencoba melihat juga materi yang sama tersebut dalam buku-buku SMA. Dengan kata lain, dia
mempelajari
aspek
struktur
bahasa
Inggris
dengan
membaca
teori-teorinya dan penjelasan yang sederriana dahulu kemudian yang lebih kompleks. Selain membaca teorinya dia juga mengerjakan latihan-latihannya. Kadang-kadang dia mengerjakan latihan-latihan tersebut secara intensif. Jika dia menghadapi tes struktur, dua atau tiga hari sebelum tes dia konsentrasi pada mata kuliah tersebut akan tetapi di hari-hari lain dia luangkan waktu setengah jam untuk/Vnereviu pelajaran hari berikutnya. Dia tidak mencoba menghafalkan pola kalimat akan tetapi baginya yang paling efektif yaitu dengan langsung menggunakannya dalam komunikasi
425
lisan.
Sewaktu
berbicara
itulah
dia
akan
menyadari
kesalahan
penggunaan struktur. Untuk meningkatkan kamampuannya dalam membaca wacana yang berbahasa Inggris, dia membaca majalah-majalah bahasa Inggris seperti Reader Digest atau Hello. Kadang-kadang dia juga membaca surat kabar The Jakarta Post di rumah temannya. Menurutnya, The Jakarta Post lebih sulit daripada Reader Digest. Oleh sebab itu, kadang-kadang dia hanya membaca satu artikel saja dari The Jakarta Post tetapi sewaktu dia membaca Reader Digest biasanya dia membaca seluruh artikel yang ada dalam majalah tersebut. Jika dia mendapatkan kata baru dalam bacaannya itu, dan jika kata tersebut merupakan kata kunci untuk memahami isi wacana tersebut, dia akan mencari maknanya dari kamus yang cocok dengan konteks dalam kalimat tersebut. Agar kata tersebut dapat diingatnya lebih lama, biasanya dia membuat kalimat yang sama dengan menggunakan kata tersebut. Pada waktu dia belajar di tingkat pertama di jurusan bahasa Inggris, dia mempunyai daftar kosa-kata baru tetapi setelah itu dia tidak melakukannya lagi. Akan tetapi, karena pada semester yang sedang dijalaninya itu dia banyak tugas seperti membuat makalah dan lain-lainnya, dia kadang-kadang menggunakan kata-kata baru
yang
diperolehnya
untuk
digunakannya
dafam
menulis
makalah-makalah tersebut. Untuk menonton
meningkatkan film
yang
kemampuan
berbahasa
menyimaknya,
Inggris
tanpa
dia
membaca
sering teks
terjemahannya. Selain itu, di hari minggu secara rutin dia mendengarkan berita bahasa Inggris di RCTI. Dia sering mendapat kesulitan dalam
426
memahami berita tersebut dan kadang-kadang terpaksa harus membuka kamus untuk memahaminya. Tatkala dia
menonton film atau
mendengarkan
berita
yang
berbahasa Inggris, jika dia mendengar kata baru, dia biasanya langsung menirukan pelafalan dari kata tersebut. Kegiatan seperti ini dirasakan sangat
bermanfaat
untuk
meningkatkan
kemampuannya
melafalkan bunyi-bunyi bahasa Inggris. Di dalam kelas,
dalam
ketika dia
menyimak penjelasan guru, dia biasanya menirukan pelafalan gurunya terutama jika ada kata yang dirasakan menjadi masalah baginya. Dia mengakui bahwa jika dia mendengar kata baru dia secara otomatis menirukan n ya. Untuk berlatih menulis dalam bahasa Inggris, dia sering menulis surat dalam bahasa Inggris. Misalnya, dia memberi contoh bahwa bulan ini dia telah menulis dua pucuk surat dalam bahasa Inggris. Semester ini, dia mencoba mencatat semua perkuliahan dalam bahasa Inggris tetapi sebelumnya
dia
kadang-kadang
menggunakan
bahasa
Indonesia
kadang-kadang bahasa Inggris untuk mencatat perkuliahannya itu. Kegiatan lainnya yang biasa dilakukannya yaitu berbicara dalam bahasa Inggris dengan teman-temannya untuk melatih dirinya dalam keterampilan berbicara. Bahkan di angkutan umum, jika dia mendengar orang asing yang menggunakan bahasa Inggris, kadang-kadang dia mencoba berkomunikasi dengan mereka. Demikianlah pengakuan Eulis tentang kegiatannya yang biasa dilakukannya selama dia belajar bahasa Inggris di IKIP Bandung.
427
D. Kontribusi SBB terhadap TKB Bagian ini akan menguraikan tentang kontribusi SBB terhadap TKB pembelajar bahasa Indonesia sebagai BA dan bahasa Inggris sebagai BA. Kajian ini dimaksudkan untuk mencoba menjawab pertanyaan penelitian nomor 6 dan 7 serta untuk menguji hipotesis nomor 4 dan 5.
1. Kontribusi SBB terhadap TKB Bahasa Indonesia sebagai BA Untuk menguji hipotesis nol nomor 4, yaitu yang berbunyi "Tidak terdapat kontribusi SBB yang signifikan terhadap TKB mahasiswa yang belajar bahasa Indonesia sebagai BA," ada empat aspek yang diregresikan terhadap keseluruhan deskriptor SBB. Dengan demikian, bagian ini akan mengetengahkan: (1) kontribusi SBB terhadap TKB dalam TBIBA; (2) kontribusi SBB terhadap TKB dalam aspek MENYIMAK; (3) kontribusi SBB tertiadap TKB dalam aspek STRUKTUR; (4) dan kontribusi SBB terhadap TKB dalam aspek MEMBACA. Kemampuan responden dalam aspek BERBICARA tidak diregresikan karena tidak semua responden dilibatkan dalam wawancara sehingga tidak semua responden mendapat skor dalam aspek ini. Berikut ini pertama-tama akan diuraikan kontribusi SBB terhadap TKB dalam TBIBA.
a. Kontribusi SBB terhadap TKB dalam TBIBA Tatkala
TKB
deskriptor SBB,
dalam
TBIBA
diregresikan
yaitu strategi mengingat,
terhadap
strategi
kognitif,
keenam strategi
kompensasi, strategi metakognitif, strategi afektif, dan strategi sosialisasi, 2
perhitungan statistik melahirkan R sebesar 0,09459. Ini berarti bahwa terdapat varians pada TKB sebesar sekitar 9% yang dapat diterangkan
428
oleh varians SBB. Nilai ini ternyata mempunyai harga F sebesar 0,85317 yang tatkala
dilihat tingkat
signifikansinya
hanya
0,5357.
Dengan
demikian, hipotesis nol nomor 4 tersebut dipertahankan. Ini berarti bahwa kontribusi secara keseluruhan dari deskriptor SBB tersebut terhadap TKB tidak signifikan karena nilai signifikansi F-nya jauh lebih besar dari 0,05. Bila diamati secara satu persatu dari deskriptor tersebut dalam kontribusinya terhadap TKB maka terlihat bahwa deskriptor strategi afektif memberikan
kontribusi
yang
paling
besar
terhadap
TKB
dengan
signifikansi T sebesar 0,0847. Kontribusi yang paling kecil adalah dari deskriptor strategi kompensasi
dengan tingkat signifikansi T 0,9764.
Dengan melihat nilai Beta dan signifikansi T, urutan kontribusi dari setiap deskriptor SBB itu mulai dari yang kontribusinya paling besar sampai yang paling kecil adalah sebagai berikut: strategi afektif, strategi metakognitif, strategi kognitif, strategi sosialisasi, strategi mengingat, dan strategi kompensasi. Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa kontribusi keseluruhan variabel bebas yang terdiri atas strategi mengingat, kognitif, kompensasi, metakognitif, afektif, dan sosialisasi secara bersama-sama terhadap TKB dalam TBIBA ternyata tidak siginifikan. Dari keenam variabel tersebut, yang
paling
kecil
kontribusinya
yaitu
strategi
kompensasi
dan
kontribusinya tidak signifikan karena nilai signifikan F-nya dari setiap deskriptor tersebut lebih besar dari 0,05. Berikut ini akan dicoba dilihat kontribusi
keenam
variabel
bebas
responden dalam aspek MENYIMAK.
429
tersebut
terhadap
kemampuan
b. Kontribusi SBB terhadap TKB dalam aspek MENYIMAK Tatkala TKB dalam aspek MENYIMAK diregresikan terhadap keenam deskriptor SBB perhitungan statistik melahirkan R
2
sebesar
0,07460. Ini berarti bahwa terdapat varians pada aspek MENYIMAK sebesar sekitar 7% yang dapat diterangkan oleh varians SBB. Nilai ini ternyata mempunyai harga F sebesar 0,65838 yang tatkala dilihat tingkat signifikansinya
hanya
0,6833.
Ini
berarti
bahwa
kontribusi
secara
keseluruhan dari deskriptor SBB tersebut terhadap aspek ini tidak signifikan karena nilai signifikansi F-nyajauh lebih besar dari 0,05. Bila diamati secara satu persatu dari deskriptor tersebut dalam kontribusinya terhadap aspek MENYIMAK, maka terlihat bahwa deskriptor strategi afektif memberikan kontribusi yang paling besar terhadap aspek MENYIMAK dengan signifikansi T sebesar 0,1745. Kontribusi yang paling kecil adalah dari deskriptor strategi sosialisasi dengan tingkat signifikansi T 0,8607. Dengan melihat nilai signifikansi T urutan kontribusi dari setiap deskriptor SBB itu mulai dari yang paling besar kontribusinya sampai yang paiing kecil adalah sebagai berikut: strategi afektif, strategi kognitif, strategi
kompensasi,
strategi mengingat,
strategi
metakognitif,
dan
strategi sosialisasi. Jika diamati nilai Beta dari uji regresi jamak ini terdapat dua variabel yang kontribusinya negatif, yaitu variabel strategi kognitif dan strategi sosialisasi. Ini menunjukkan bahwa makin besar skor dalam intensitas penggunaan kedua strategi ini, makin kecil TKB-nya dalam aspek menyimak. Walaupun demikian, kontribusinya tidak signifikan. Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa kontribusi keseluruhan variabel bebas yang terdiri atas strategi mengingat, kognitif, kompensasi, metakognitif,
430
afektif, dan sosialisasi secara bersama-sama terhadap TKB dalam aspek MENYIMAK ternyata tidak signifikan. Dari keenam variabel tersebut, yang paling kecii kontribusinya yaitu strategi sosialisasi. Berikut ini akan diketengahkan kontribusi keenam variabel bebas tersebut terhadap kemampuan responden dalam aspek STRUKTUR.
c. Kontribusi SBB terhadap TKB dalam aspek STRUKTUR Tatkala TKB dalam aspek STRUKTUR diregresikan terhadap keenam deskriptor SBB, perhitungan statistik melahirkan R
2
sebesar
0,11820. Ini berarti bahwa terdapat varians pada aspek STRUKTUR sekitar 1 1 % yang dapat diterangkan oleh varians SBB. Nilai ini ternyata mempunyai
harga
signifikansinya
F sebesar
hanya
0,3789.
1,09474 yang tatkala Ini
berarti
bahwa
dilihat tingkat
kontribusi
secara
keseluruhan dari deskriptor SBB tersebut terhadap aspek ini tidak signifikan karena nilai signifikansi F-nya jauh lebih besar dari 0,05. Bila diamati secara satu persatu dari deskriptor tersebut dalam kontribusinya
terhadap
aspek
STRUKTUR,
maka
tedihat
bahwa
deskriptor strategi afektif memberikan kontribusi yang paling besar terhadap aspek STRUKTUR dengan signifikansi T sebesar 0,0438. Ini berarti kontribusi strategi afektif terhadap aspek STRUKTUR signifikan karena nilai T-nya lebih kecil dari 0,05. Kontribusi yang paling kecil adalah dari deskriptor strategi metakognitif dengan tingkat signifikansi T sebesar 0,9470. Dengan melihat nilai signifikansi T urutan kontribusi dari setiap deskriptor SBB itu mulai dari yang paling besar kontribusinya sampai paling kecil adalah sebagai berikut: strategi afektif, strategi kompensasi,
431
strategi kognitif, strategi mengingat, strategi sosialisasi, dan strategi metakognitif. Jika diamati nilai Beta dari uji regresi jamak ini terdapat empat variabel yang kontribusinya negatif, yaitu variabel strategi kognitif, strategi kompensasi, strategi mengingat, dan strategi sosialisasi. Ini menunjukkan bahwa makin besar skor dalam intensitas penggunaan keempat strategi ini, makin kecil TKB-nya dalam aspek STRUKTUR. Walaupun demikian, kontribusinya tidak signifikan. Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa kontribusi keseluruhan variabel bebas yang terdiri atas strategi mengingat, kognitif, kompen-sasi, metakognitif, afektif, dan sosialisasi secara bersama-sama terhadap TKB dalam aspek STRUKTUR ternyata tidak signifikan. Dari keenam variabel tersebut, terdapat satu variabel yang signifikan, yaitu variabel strategi afektif dengan nilai signifikan T sebesar 0,0458. Dinyatakan signifikan karena nilai signifikan T tersebut lebih kecil dari 0,05. Yang paling kecil kontribusinya yaitu strategi metakognitif. Berikut ini akan dilihat kontribusi keenam variabel bebas tersebut terhadap kemampuan responden dalam aspek MEMBACA.
d. Kontribusi SBB terhadap TKB dalam aspek MEMBACA TKB dalam aspek MEMBACA diregresikan terhadap keenam deskriptor SBB, yaitu strategi mengingat, strategi kognitif, strategi kompensasi, strategi metakognitif, strategi afektif, dan strategi sosialisasi. 2
Perhitungan statistik ini menghasilkan R sebesar 0,11345. Ini berarti bahwa terdapat varians pada aspek MEMBACA sekitar 1 1 % yang dapat diterangkan oleh varians SBB. Nilai ini ternyata mempunyai harga F
432
sebesar 1,04512 yang tatkala dilihat tingkat signifikansinya hanya 0,4081. Ini berarti bahwa kontribusi secara keseluruhan dari deskriptor SBB tersebut terhadap aspek ini tidak signifikan karena nilai signifikansi F-nya jauh lebih besar dari 0,05. Bila diamati secara satu persatu dari deskriptor tersebut dalam kontribusinya terhadap aspek MEMBACA, maka terlihat bahwa deskriptor strategi metakognitif memberikan kontribusi yang paling besar terhadap aspek MEMBACA dengan signifikansi T sebesar 0,2355. Ini berarti kontribusi strategi metakognitif terhadap aspek MEMBACA tidak signifikan karena nilai T-nya lebih besar dari 0,05. Kontribusi yang paling kecil adalah dari deskriptor strategi kompensasi dengan tingkat signifikansi T sebesar 0,9419. Dengan melihat nilai signifikansi T urutan kontribusi dari setiap deskriptor SBB itu mulai dari yang paling besar kontribusinya sampai yang paling kecil adalah sebagai
berikut: strategi metakognitif,
strategi mengingat, strategi sosialisasi, strategi kognitif, strategi afektif, dan strategi kompensasi. Jika diamati nilai Beta dari uji regresi jamak ini terdapat tiga variabel yang kontribusinya negatif, yaitu variabel strategi kompensasi, strategi mengingat, dan strategi sosialisasi. Ini menunjukkan bahwa makin besar skor dalam intensitas penggunaan dari ketiga strategi ini, makin kecil TKB-nya dalam aspek MEMBACA. Walaupun demikian,
kon-
tribusinya tidak signifikan. Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa kontribusi keseluruhan variabel bebas yang terdiri atas strategi mengingat, kognitif, kompensasi, metakognitif, afektif, dan sosialisasi secara bersama-sama terhadap TKB dalam aspek MEMBACA ternyata tidak signifikan.
433
2. Kontribusi SBB terhadap TKB Bahasa Inggris sebagai BA Bagian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis nol nomor 5, yaitu yang berbunyi "Tidak terdapat kontribusi SBB terhadap TKB mahasiswa yang belajar bahasa Inggris sebagai BA." Untuk pengujian hipotesis ini, ada empat aspek yang diregresikan terhadap keseluruhan deskriptor SBB, yaitu TKB dalam TOEFL, TKB dalam aspek MENYIMAK, TKB dalam aspek STRUKTUR, dan TKB dalam aspek MEMBACA. Dengan demikian, bagian ini akan mengetengahkan: (1) kontribusi SBB terhadap TKB dalam TOEFL; (2) kontribusi SBB terhadap TKB dalam aspek MENYIMAK ; (3) kontribusi SBB terhadap TKB dalam aspek STRUKTUR; (4)
dan
kontribusi
SBB
terhadap
TKB dalam
aspek
MEMBACA.
Kemampuan responden dalam aspek BERBICARA tidak diregresikan karena tidak semua responden dilibatkan dalam wawancara sehingga tidak semua responden mendapat skor dalam aspek ini. Berikut ini pertama-tama akan diuraikan kontribusi SBB terhadap TKB dalam TOEFL.
a. Kontribusi SBB terhadap TKB dalam TOEFL Tatkala TKB dalam TOEFL diregresikan terhadap keseluruhan deskriptor SBB,
yaitu strategi mengingat,
strategi kognitif,
strategi
kompensasi, strategi metakognitif, strategi afektif, dan strategi sosialisasi, 2
perhitungan statistik melahirkan R sebesar 0,04858. Ini berarti bahwa terdapat varians pada TKB kira-kira sekitar 4% yang dapat diterangkan oleh varians SBB. Nilai ini ternyata mempunyai harga F sebesar 0,91059 yang
tatkala
dilihat tingkat
signifikansinya
434
hanya
0,4903.
Dengan
demikian, hipotesis nol ini dipertahankan. Ini berarti bahwa kontribusi secara keseluruhan dari deskriptor SBB tersebut terhadap TKB dalam TOEFL tidak signifikan karena nilai signifikansi F-nya jauh lebih besar dari 0,05. Bila setiap deskriptor dalam ISBB itu diamati secara satu persatu kontribusinya
terhadap
TKB
dalam
TOEFL,
maka
terlihat
bahwa
deskriptor strategi metakognitif memberikan kontribusi yang paling besar terhadap TKB dalam TOEFL dengan signifikansi T sebesar 0,0849. Kontribusi yang paling kecil adalah dari deskriptor strategi sosialisasi dengan tingkat signifikansi T 0,7376. Dengan melihat nilai Beta dan signifikansi T, urutan kontribusi dari setiap deskriptor SBB itu mulai dari yang kontribusinya paling besar sampai yang paling kecil adalah sebagai berikut: strategi metakognitif, strategi kognitif, strategi afektif, strategi kompensasi, strategi mengingat, dan strategi sosialisasi. Jika diamati nilai Beta dari uji regresi jamak ini terdapat dua variabel yang kontribusinya negatif, yaitu variabel strategi metakognitif dan strategi kompensasi. Ini menunjukkan bahwa makin besar skor dalam intensitas penggunaan kedua strategi ini, makin kecil TKB-nya dalam aspek menyimak. Walaupun demikian, kontribusinya tidak signifikan. Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa kontribusi keseluruhan variabel bebas yang terdiri atas strategi mengingat, kognitif, kompensasi, metakognitif, afektif, dan sosialisasi secara bersama-sama terhadap TKB dalam TOEFL ternyata tidak signifikan. Dari keenam variabel tersebut, yang paling kecil kontribusinya yaitu strategi sosialisasi. Berikut ini akan dilihat kontribusi keenam variabel bebas tersebut terhadap kemampuan responden dalam aspek MENYIMAK.
435
b. Kontribusi SBB terhadap TKB dalam aspek MENYIMAK Tatkala TKB dalam aspek MENYIMAK diregresikan terhadap 2
keenam deskriptor SBB, perhitungan statistik melahirkan R sebesar 0,06389. Ini berarti bahwa terdapat varians pada aspek MENYIMAK sebesar sekitar 6% yang dapat diterangkan oleh varians SBB. Nilai ini ternyata mempunyai harga F sebesar 1,21714 yang tatkala dilihat tingkat signifikansinya hanya 0,3032.
Ini
berarti bahwa
kontribusi
secara
keseluruhan dari deskriptor SBB tersebut terhadap aspek ini tidak signifikan karena nilai signifikansi F-nyajauh lebih besar dari 0,05. Bifa diamati secara satu persatu dari deskriptor tersebut da\am kontribusinya terhadap aspek MENYIMAK, maka terlihat bahwa deskriptor strategi kognitif memberi kontribusi yang paling besar terhadap aspek MENYIMAK dengan signifikansi T sebesar 0,1224. Kontribusi yang paling kecil adalah dari deskriptor strategi mengingat dengan tingkat signifikansi T 0,7591. Dengan melihat nilai signifikansi T urutan kontribusi dari setiap deskriptor SBB itu mulai dari kontribusinya yang paling besar sampai yang paling kecil adalah sebagai berikut: strategi kognitif, strategi metakognitif, strategi afektif, strategi kompensasi, strategi sosialisasi, dan strategi mengingat. Jika diamati nilai Beta dari uji regresi jamak ini terdapat dua variabel yang kontribusinya negatif, yaitu variabel strategi kompensasi dan strategi metakognitif. Ini berarti bahwa makin besar skor dalam intensitas penggunaan kedua strategi ini, makin kecil TKB-nya dalam aspek menyimak. Walaupun demikian, kontribusinya tidak signifikan. Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa kontribusi keseluruhan variabel bebas yang terdiri atas strategi mengingat, kognitif, kompensasi, metakognitif, afektif, dan
436
sosialisasi secara bersama-sama terhadap TKB dalam aspek MENYIMAK ternyata tidak signifikan. Dari keenam variabel tersebut, yang pating kecil kontribusinya yaitu strategi mengingat. Berikut ini akan dicoba dilihat kontribusi
keenam
variabel
bebas
tersebut
terhadap
kemampuan
responden dalam aspek STRUKTUR.
c. Kontribusi SBB terhadap TKB dalam aspek STRUKTUR Tatkala TKB dalam aspek STRUKTUR diregresikan terhadap keenam deskriptor SBB, yaitu strategi mengingat, strategi kognitif, strategi kompensasi, strategi metakognitif, strategi afektif, dan strategi sosialisasi, 2
perhitungan statistik melahirkan R sebesar 0,03330. Ini berarti bahwa terdapat varians pada aspek STRUKTUR sekitar 3% yang dapat diterangkan oleh varians SBB. Nilai ini ternyata mempunyai harga F sebesar 0,61423 yang tatkala dilihat tingkat signifikansinya hanya 0,7185. Ini berarti bahwa kontribusi secara keseluruhan dari deskriptor SBB tersebut terhadap aspek ini tidak signifikan karena nilai signifikansi F-nya jauh lebih besar dari 0,05. Bila diamati secara satu persatu dari deskriptor tersebut dalam kontribusinya
terhadap
aspek
STRUKTUR,
maka
terlihat
bahwa
deskriptor strategi metakognitif memberikan kontribusi yang paling besar terhadap aspek STRUKTUR dengan signifikansi T sebesar 0,1344. Kontribusi yang paling kecil adalah dari deskriptor strategi sosialisasi dengan tingkat signifikansi T sebesar 0,9574. Dengan melihat nilai signifikansi T urutan kontribusi dari setiap deskriptor SBB itu mulai dari yang paling besar kontribusinya sampai paling kecil adalah sebagai
437
berikut:
strategi metakognitif, strategi kognitif, strategi afektif, strategi kompensasi, strategi mengingat, dan strategi sosialisasi. Jika diamati nilai Beta dari uji regresi jamak ini terdapat tiga variabel yang kontribusinya negatif, yaitu variabel strategi kompensasi, strategi metakognitif, dan strategi sosialisasi. Ini menunjukkan bahwa makin besar skor dalam intensitas penggunaan keempat strategi ini, makin kecil TKB-nya dalam aspek STRUKTUR. Walaupun demikian, kontribusinya tidak signifikan. Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa kontribusi keseluruhan variabel bebas yang terdiri atas strategi mengingat, kognitif, kompensasi, metakognitif, afektif, dan sosialisasi secara bersama-sama terhadap TKB dalam aspek STRUKTUR ternyata tidak signifikan. Yang paling kecil kontribusinya yaitu strategi sosialisasi. Berikut ini akan dilihat kontribusi keenam variabel bebas tersebut terhadap kemampuan responden dalam aspek MEMBACA.
d. Kontribusi SBB terhadap TKB dalam aspek MEMBACA TKB dalam aspek MEMBACA diregresikan terhadap keenam deskriptor SBB,
yaitu strategi
mengingat,
strategi
kognitif,
strategi
kompensasi, strategi metakognitif, strategi afektif, dan strategi sosialisasi. 2
Perhitungan statistik ini menghasilkan R sebesar 0,03553. Ini berarti bahwa terdapat varians pada aspek MEMBACA sekitar 3% yang dapat diterangkan oleh varians SBB. Nilai ini ternyata mempunyai harga F sebesar 0,65694 yang tatkala dilihat tingkat signifikansinya hanya 0,6845. Ini berarti bahwa kontribusi secara keseluruhan dari deskriptor SBB tersebut terhadap aspek ini tidak signifikan karena nilai signifikansi F-nya
438
jauh lebih besar dari 0,05. Dari
keenam
deskriptor
SBB,
strategi
metakognitif memberikan kontribusi yang paling besar terhadap aspek MEMBACA dengan signifi-kansi T sebesar 0,2749 tetapi kontribusinya ini tidak signifikan. Strategi sosialisasi kontribusinya tidak signifikan dengan tingkat signifikansi T sebesar 0,8513. Terdapat variabel yang kontribusinya negatif, yaitu variabel strategi metakognitif. Ini menunjukkan bahwa makin besar skor dalam intensitas penggunaan dari
strategi ini, makin kecil TKB-nya dalam aspek
MEMBACA. Walaupun demikian, kontribusinya tidak signifikan. Kontribusi dari strategi mengingat, kognitif, kompensasi, metakognitif, afektif, dan sosialisasi secara bersama-sama terhadap TKB dalam aspek MEMBACA tidak signifikan.
3. Kontribusi STL terhadap TKB Deskriptor SBB terdiri atas dua kategori yaitu strategi langsung yang terdiri atas strategi mengingat, kognitif, kompensasi dan strategi tidak langsung yang terdiri atas strategi metakognitif,
afektif,
dan
sosialisasi. Oxford (1990) menyatakan bahwa:
Some learning strategies involve direct learning and use of the subject matter, in this case a new language. These are known as direct strategies. Strategies, including metacognitive, affective, and social strategies, contribute indirectly but powerfully to learning.
Bagian berikut akan mengetengahkan hasil uji statistik untuk membuktikan teori Oxford ini dengan berdasar pada dua kelompok data yaitu data pembelajar bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai BA.
439
a. Kontribusi STL terhadap TKB Bahasa indonesia Berdasarkan perhitungan korelasi antar variabel terkait untuk model
yang
ditampilkan
pada
Bagan
3.1,
dan juga
berdasarkan
perhitungan beta yang merupakan nilai koefisien jalur dari setiap jalur pada model tersebut diperoleh hasil perhitungan statistik yang dapat diamati pada tabel berikut ini.
TABEL 4.62 KOEFISIEN KORELASI DAN KOEFISIEN ALUR SBB DAN TKB PEMBELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BA
Var
SMG
SKG
SKM
SMK
SAF
SSO
TKB K
SMG
0,48*
-0,17*
-0,07
0,05*
O
0,34*
0,27*
0,10*
-0,09*
e f
0,37*
0,12*
0,06*
0,00
s
0,09*
e n
SKG
0,29*
SKM
0,18*
0,53*
SMK
0,37*
0,52*
0,45*
SAF
0,05
0,49*
0,33*
0,52*
SSO
0,03
0,32*
0,12*
0,34*
0,36*
TKB
-0,03
0,07
0,07
0,17
0,28*
.
0,30* -0,06*
0,05
a I u r
Koefisien korelasi Keterangan: SMG = Strategi Mengingat SKG = Strategi Kognitif SKM - Strategi Kompensasi TKB = Tingkat Kemahiran Berbahasa
SMK = Strategi Meta Kognitif SAF = Strategi Afektif SSO = Strategi Sosialisasi 'Signifikan
Berdasarkan Tabel 4.62 di atas, model hubungan SL dan STL terhadap TKB bahasa Indonesia sebagai BA dapat dilihat pada Bagan 4.1 yang menggambarkan pengaruh SBB baik yang langsung maupun yang tidak langsung terhadap TKB bahasa Indonesia sebagai BA.
440
Bagan 4.1: Pengaruh SL dan STL terhadap TKB Bahasa Indonesia sebagai BA
Keterangan; SL = Strategi Langsung STL = Strategi Tidak Langsung TKB = Tingkat Kemahiran Berbahasa Angka di atas garis menunjukan 0 = p (r)
SMG SKG SKM
= Strategi Mengingat = Strategi Kognitif = Strategi Kompensasi
SMK SAF SRO
= Strategi Meta Kognitif = Strategi Afektif = Strategi Sosialisasi
Untuk melihat adanya pengaruh langsung dan satu variabel ke variabel lain, digunakan prinsip bahwa bila koefisien jalur sama atau lebih dari 0,05, disimpulkan adanya pengaruh langsung dari variabel bebas terdahap variabel terikat. Bila koefisien jalur itu kurang dari 0,05, ini menunjukkan ketiadaan pengaruh langsung dari SBB terhadap
TKB
sehingga jalur tersebut dihilangkan. Pada Tabel 4.62 di atas menunjukkan adanya koefisien jalur yang kurang dari 0,05, yaitu strategi kompensasi terhadap TKB sebesar 0,004920. Ini mengandung makna bahwa tidak terdapat sumbangan yang efektif langsung
dari
strategi
kompensasi
terhadap TKB.
Dengan
demikian, strategi kompensasi hanya mempunyai pengaruh yang tidak langsung terhadap TKB bahasa Indonesia dengan melalui korelasinya terhadap strategi kognitif dan strategi mengingat sebesar 0,06878 (r-p). Dengan demikian, alur sumbangan efektif SL dari strategi kompensasi terhadap TKB dihilangkan dari model yang diketengahkan pada Bagan 4.1. Alur lain yang terdapat pada model Bagan 4.1 menunjukkan nilai koefisien alur yang sama atau lebih besar dari 0,05. Berarti secara keseluruhan,
model
tersebut
terwujudkan
kecuali
untuk
strategi
kompensasi dalam pengaruhnya terhadap TKB bahasa Indonesia. Selain itu berdasarkan uji statistik yang berkenaan dengan koefisien korelasi dan koefisien jalur antara variabel STL yang terdiri atas SMK, SAF dan SSO terhadap TKB, ditemukan adanya sumbangan efektif langsung antara variabel-variabel bebas tersebut terhadap TKB bahasa Indonesia sebagai variabel terikat. Dengan demikian model Bagan 3.1 direkonstruksi menjadi Bagan 4.2 berikut ini.
442
Bagan 4.2: Model Hasil Rekonstruksi Pengaruh SL dan STL terhadap TKB Bahasa Indonesia sebagai BA
0s
°- (o.
Keterangan: SL = Strategi Langsung STL = Strategi Tidak Langsung TKB = Tingkat Kemahiran Berbahasa Angka di atas garis menunjukan p = p (O
SMG = Strategi Mengingat SKG = Strategi Kognitif SKM = Strategi Kompensasi * Signifikan
SMK SAF SSO
= Strategi Meta Kognitif = Strategi Afektif = Strategi Sosialisasi
Dengan mengkaji nilai-nilai beta yang merupakan nilai koefisien jalur, ternyata hasil uji statistik menunjukkan adanya sumbangan efektif langsung yang cukup besar dari STL tersebut terhadap TKB bahasa Indonesia sebagai BA. Strategi metakognitif mempunyai sumbangan efektif yang langsung terhadap TKB dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,095147. Strategi afektif mempunyai sumbangan efektif yang langsung terhadap TKB dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,304100. Begitu juga, strategi sosialisasi mempunyai sumbangan efektif yang langsung terhadap TKB dengan nilai koefisien jalur sebesar -0,057511. Sumbangan strategi sosialisasi ini bersifat negatif karena skornya negatif, yang menunjukkan bahwa makin tinggi intensitas strategi sosialisasinya, makin rendah TKBnya. Dengan demikian, model analisis jalur yang dirumuskan berdasarkan teori Oxford
sebagaimana digambarkan
pada
Bagan
3.1,
setelah
dilakukan uji statistik dengan menggunakan data sumbangan efektif SBB terhadap TKB bahasa Indonesia sebagai BA, direkonstruksi menjadi model analisis jalur sebagaimana terlihat pada Bagan 4.2.
b. Kontribusi STL dan SL terhadap TKB Bahasa Inggris Bagian ini akan membahas hasil uji statistik untuk mengkaji ketepatan teori Oxford sebagaimana digambarkan pada Bagan 3.1 dengan menggunakan data sumbangan efektif SBB terhadap TKB bahasa Inggris sebagai BA. Berdasarkan perhitungan korelasi antar variabel terkait untuk model yang ditampilkan pada Bagan 3.1, dan juga berdasarkan perhitungan beta yang merupakan nilai koefisien jalur dari setiap jalur yang ada pada model tersebut diperoleh hasil perhitungan statistik sebagaimana tergambar pada tabel berikut ini.
444
TABEL 4.63 KOEFISIEN KORELASI DAN KOEFISIEN ALUR SBB DAN TKB PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS SEBAGAI BA Var
SMG
-
SKG
-
SKM
SMG
SKG
0,64*
SKM
0,36*
SMK
SAF
SSO
TKB
0,39*
0,33*
0,24*
0,58*
0,51*
0,13*
0,22*
0,22*
0,23*
0,29*
-0,09*
-
-
-
0,55*
SMK
0,45*
0,68*
-0,24*
0,33*
SAF
0,33*
0,49*
0,42*
-
0,48*
K o e f i s i e n
0,11*
SSO
0,24*
0,54*
0,44*
0,50*
0,51*
TKB
0,11
0,12*
0,04
-0,02
0,11
0,04
0,08
a 1 u r
Koefisien Korelasi Keterangan: SMG = Strategi Mengingat SMK = Strategi Meta Kognittf SKG = Strategi Kognitif SAF = Strategi Afektif SKM = Strategi Kompensasi SSO = Strategi Sosialisasi TKB = Tingkat Kemahiran Berbahasa Kelompok angka di sebelah kanan atas adalah G = p (r) Kelompok angka di sebelah kiri bawah adalah r * = Signifikan
Berdasarkan data yang dapat diamati pada Tabel 4.63, model hubungan SL dan STL terhadap TKB bahasa Inggris sebagai BA direkonstruksi sebagaimana terlihat pada Bagan 4.3 yang menggambarkan pengaruh SBB baik yang langsung maupun yang tidak langsung terhadap TKB bahasa Inggris sebagai BA.
445
Bagan 4.3: Pengaruh SL dan STL terhadap TKB Bahasa Inggris sebagai BA
Keterangan: SL = Strategi Langsung STL = Strategi Tidak Langsung
SMG SKG
= Strategi Mengingat = Strategi Kognitif
SMK= Strategi Metakognitif SAF = Strategi Afektif _
™ : ? ^ I ^ B i l * » . S KM s t r a t e g i Kompensasi SSO = Strategi Sosialisasi
M g k a di a t a s - y a i t u "Signifikan
p -
P
(r)
Untuk
melihat apakah ada
pengaruh
langsung
dari
strategi
mengingat, kognitif, kompensasi, metakognitif, afektif, dan sosialisasi terhadap TKB bahasa Inggris sebagai BA digunakan prinsip bahwa bila nilai koefisien jalur (nilai betanya) itu kurang dari 0,05 maka jalur tersebut dihilangkan dan dipandang tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap TKB bahasa Inggris. Sedangkan pengaruh tidak langsungnya sebagai akibat adanya korelasi dengan strategi lainnya. Dalam hal pengaruh atau sumbangan efektif strategi langsung dan strategi tidak langsung terhadap TKB bahasa Inggris, dari hasil uji statistik yang diketengahkan pada Tabel 4,63 ditemukan adanya jalur yang mempunyai nilai koefisien jalur yang kurang dari 0,05 yaitu jalur strategi sosialisasi terhadap strategi mengingat dengan koefisien jalur sebesar 0,041658.
Dengan demikian,
strategi
sosialisasi tidak
memberikan
sumbangan efektif yang langsung terhadap strategi mengingat. Adanya pengaruh strategi sosialisasi terhadap strategi mengingat disebabkan oleh adanya interaksinya dengan strategi afektif dan strategi metakognitif yang cukup signifikan. Selain itu, dari tiga STL, yaitu strategi metakognitif, afektif dan sosialisasi, ditemukan dua strategi TL yaitu strategi metakognitif dan strategi afektif yang mempunyai sumbangan efektif langsung terhadap TKB bahasa Inggris sebagai BA berdasarkan nilai koefisien jalurnya yang lebih besar dari 0,05. Strategi metakognitif mempunyai sumbangan efektif langsung terhadap TKB bahasa Inggris dengan nilai koefisien jalur sebesar -0,236158 sedangkan strategi afektif mempunyai sumbangan efektif langsung terhadap TKB bahasa Inggris dengan koefisien jalur sebesar 0,110287. Akan tetapi, karena nilai koefisien jalur untuk strategi
447
metakognitif terhadap TKB bahasa Inggris ini negatif, maka sumbangan efektifnya dinyatakan merupakan sumbangan yang negatif terhadap TKB bahasa Inggris. Strategi sosialisasi, dengan koefisien jalur sebesar 0,042174, dinyatakan tidak mempunyai sumbangan efektif langsung terhadap TKB bahasa Inggris. Sumbangannya bersifat tidak langsung melalui strategi mengingat, strategi kognitif, dan strategi kompensasi serta melalui korelasinya dengan strategi afektif dan strategi metakognitif. Dengan demikian model Bagan 4.3 direkonstruksi menjadi Bagan 4.4 berikut ini.
448
Bagan 4.4: Model Hasil Rekonstruksi Pengaruh SL dan STL terhadap TKB Bahasa Inggris sebagai BA
Keterangan: SL = Strategi Langsung STL = Strategi Tidak Langsung TKB = Tingkat Kemahiran Berbahasa
SMG = Strategu Mengingat SKG = Strategi Kognitif S KM - Strategi Kompensasi
SMK = Strategi Metakognitif SAF = Strategi Afektif SSO
= Strategi Sosialisasi
Angka di atas garis menunjukan P - I * Signifikan
Dengan mengkaji nilai-nilai beta yang merupakan nilai koefisien jalur, hasil uji statistik STL yang oleh Oxford dinyatakan sebagai tidak berkontribusi langsung terhadap TKB ternyata menunjukkan adanya sumbangan efektif langsung yang cukup besar terhadap TKB bahasa Inggris sebagai BA. Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa dua dari STL,
yaitu strategi
metakognitif dan
strategi afektif memiliki
sumbangan efektif yang langsung terhadap TKB bahasa Inggris sebagai BA. Satu dari ketiga STL tersebut, yaitu strategi sosialisasi tidak mempunyai sumbangan efektif yang langsung terhadap TKB bahasa Inggris sebagai BA. Strategi ini juga tidak memiliki sumbangan efektif langsung
terhadap
strategi
mengingat.
Dengan
demikian,
setelah
dilakukan uji statistik yang menggunakan data pembelajar bahasa Inggris sebagai BA, teori Oxford sebagaimana digambarkan pada Bagan 3.1 di Bab III harus direkonstruksi menjadi model analisis jalur sebagaimana terlihat pada Bagan 4.4. di atas.
450