BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Hasil Studi Pendahuluan Studi pendahuluan dimaksudkan untuk mengumpulkan berbagai informasi tentang pola pelaksanaan Praktikum Kimia Analitik Instrumen dan hasil belajarnya yang selama ini berlangsung. Pelaksanaan praktikum kimia umumnya termasuk Kimia Analitik Instrumen
di jurusan Pendidikan Kimia di suatu
Universitas Negeri di Semarang diawali dengan mengecek kehadiran mahasiswa, tes awal,
pengumpulan laporan dan
dilanjutkan praktikum
sesuai buku
panduan praktikum (bersifat verifikatif), dan diakhiri dengan pelaporan data pengamatan. Tes awal dimaksudkan
untuk mengetahui kesiapan mahasiswa
melakukan praktikum, termasuk di dalamnya penguasaan konsep, dan pengetahuan tentang prosedur kerja. Tes awal ini sering dilakukan secara tertulis karena sebagian besar waktu dosen
digunakan
untuk
mengoreksi laporan
praktikum yang harus segera dikembalikan, sedangkan tes akhir dilakukan secara tertulis pada pertemuan terakhir sesudah semua praktikum selesai. Penilaian terhadap laporan praktikum belum menggunakan kriteria yang diketahui mahasiswa, sehingga kurang memberi feedback berkesinambungan. Tabel 4.1 menunjukkan rangkuman pelaksanaan praktikum yang selama ini dilakukan, di mana ditemukan
kelemahan eksplanasi mahasiswa selama
mengikuti praktikum Kimia Analisis Instrumen.
85
Tabel 4.1 Tahap Pelaksanaan Praktikum yang sudah Baku No 1 2
Langkah pembelajaran Kontrak perkuliahan
Deskripsi Pembentukan kelompok (Grup A: kelompok 1-6, dan grub B kelompok 7-12)
Latihan menggunakan Latihan menggunakan instrumen seperti: spectronic instrumen 20, UV-Vis, AAS, dan konduktometer, dan kalibrasi pH meter
3
Pretes lisan)
(tertulis atau Pretes dilakukan sebanyak 3 kali
4
Pelaksanaan praktikum ke-1 dan 2
Materi yang dipraktikum tiap kelompok sesuai pretes. Setiap kali praktikum ada 6 judul untuk 6 kelompok. Setiap minggu judul materi praktikum diputar.
5
Postes
Dalam bentuk tertulis untuk semua materi
untuk 6 judul/materi praktikum. Tiap kelompok 2 judul praktikum.
Untuk mengetahui hasil belajar dengan pola pelaksanaan sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.1 dilakukan tes awal guna mengetahui kesiapan mahasiswa dalam melakukan praktikum, dan catatan lapangan untuk menilai eksplanasi mahasiswa. Soal-soal yang diberikan dalam tes awal meliputi prinsip dasar metode, manfaat komponen peralatan/instrumen, dan maksud langkah dalam prosedur. Sementara itu selagi mahasiswa melaksanakan praktikum dan melaporkan data pengamatan, ditanyakan secara lisan konsep dasar praktikum, gejala yang diamati, dan data pengamatan yang dihasilkan. Selanjutnya dalam hal penulisan laporan tampak adanya kelemahan dalam menghubungkan antara data pengamatan, pembahasan, dan kesimpulan. Tabel 4.2 menunjukkan rangkuman kelemahan eksplanasi mahasiswa.
86
Tabel 4.2. Rangkuman Kelemahan Eksplanasi Mahasiswa dalam Praktikum Kimia Analisis Instrumen No
Substansi kajian
Hal-hal yang tidak dapat dijelaskan
1
Penentuan disosiasi asam lemah secara potensio metri
-
2
Penentuan tetapan hidrolisis (Kh) garam, dan Tetapan Hasil Kali Kelarutan (Ksp)
-
3
4
5
6
Titrasi Konduktometri
-
Menentukan banyaknya mol ligan CNS- dalam kompleks Fe(CNS)63+ secara spektrofotometri Menentukan permanganat dan kromat dalam campuran secara spektrofotometri Menentukan kadar besi dalam perairan dengan AA
-
Penentuan titik ekivalen pH pada setengah titik ekivalen Pembuatan kurva titrasi Harga pH pada TAT Hubungan pKa dengan metode penentuan dan harga Ka dari literatur Tujuan pengukuran pH larutan Pb(NO3)2 pada berbagai konsentrasi Daerah pH larutan Pb(NO3)2 hasil pengamatan Hubungan antara hasil pengukuran pH larutan jenuh PbSO4 dan PbI2 dengan harga Kh dan Ksp. Penentuan titik ekivalen Hubungan antara konsentrasi, jenis zat, dan daya hantar larutan. Menghitung fraksi mol Fe3+ Data pengamatan absorbansi. Hubungan antara fraksi mol dengan absorbansi Maksud pengukuran kromat dan permanganat pada λ tertentu Data pengamatan absorbansi permanganat, kromat, dan campuran Manfaat penambahan HNO3 Data absorbansi larutan standar Hubungan antara data absorbansi sampel dan kurva kalibrasi Membedakan antara metode kurva kalibrasi dan metode standar adisi.
Hasil belajar praktikum dengan pola pelaksanaan yang selama ini dilaksanakan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.2 ternyata
baru
meningkatkan pengembangan keterampilan dasar melaksanakan eksperimen, sedangkan untuk
peningkatan penguasaan konsep sebagaimana
diharapkan
dalam kurikulum mata kuliah praktikum kimia analitik belum dapat dicapai
87
(Haryani, 2008).
Di samping itu pada umumnya mahasiswa kurang mampu
mengeksplorasi apa yang dilakukan, serta kurang mampu menjelaskan gejala yang diamati atau kemampuan mengobservasinya kurang. Tabel 4.3 menunjukkan rangkuman
kelemahan
eksplanasi
mahasiswa
secara
kuantitatif
yang
menunjukkan capaian hasil dengan pola pelaksanaan praktikum yang selama ini dilakukan. Tabel 4.3. Rerata Nilai Eksplanasi No
Substansi kajian
1
Potensiometri a. Penentuan tetapan keasaman secara potensiometri b. Penentuan Kh dan Ksp Spektrofotometri Vis a. Menentukan banyak-nya mol ligan CNS- dalam kompleks Fe(CNS)63- secara spektrofotometri b. Menentukan perma- nganat dan kromat dalam campuran seca-ra spektro-fotometri Spektrometri Serapan Atom Menentukan kadar besi dalam perairan dengan AAS Konduktometri Penentuan titik ekivalen secara titrasi konduktometri Rerata Total
2
3
4
5
Rerata nilai aspek Eksplorasi Kemampuan Penguasaan prosedur mengobservasi Konsep 56
62
60
58
58
58
65
60
60
60
60
58
60
65
58
65
65
60
61
62
59
88
66 64
Rerata Nilai
62 Eksplorasi prosedur
60
Kemampuan mengobservasi 58 Penguasaan Konsep 56 54 52 1
2
3
4
Substansi Kajian
Gambar 4.1. Rerata Nilai Keterampilan Dasar Praktikum dan an Penguasaan Konsep Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Instrumen. Keterangan: 1. potensiometri, 2. spektrometri UV-Vis, Vis, 3. AAS, 4. konduktometri Rerata eksplanasi mahasiswa (Gambar 4.1) sebagai hasil belajar praktikum Kimia Analitik Anal Instrumen terendah pada analisis dengan metode potensiometri, tertinggi dengan metode konduktometri. Rerata nilai penguasaan konsep (konsep dasar) juga rendah, bahkan terendah dibanding esksplanasi dan kemampuan mengobservasi, mengobservasi meskipun matakuliah praktikum ini dilakukan sesudah mata kuliah Kimia Analisis Instrumen dalam bentuk teori di kelas. Keterampilan menggunakan alat seperti pH meter, konduktometer, dan spectronic 20 pada umumnya bisa dikuasai mahasiswa, sedangkan untuk pemakaian pe AAS didampingi pemandu/teknisi. /teknisi. Secara keseluruhan pencapaian hasil belajar praktikum selain keterampilan menggunakan instrumen, relatif masih rendah. Oleh sebab itu perlu dirancang suatu praktikum yang di samping meningkatkan keterampilan dasar menggunakan
89
instrumen,
juga
yang
mampu
meningkatkan
penguasaan
konsep
serta
meminimalkan kelemahan-kelemahan yang selama ini berlangsung. Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengubah pola penggunaan panduan praktikum yang bersifat verivikatif,
dengan mengajak
mahasiswa untuk bisa memecahkan masalah. Melalui pemecahan masalah diharapkan
kemampuan mahasiswa untuk benar-benar mampu menemukan
fakta, serta konsep sebagai hasil temuannya sendiri bisa terwujud. Hal ini perlu dilakukan, di samping merujuk berbagai pendapat tentang lemahnya panduan praktikum verifikasi dan perlunya peningkatan pemecahan masalah melalui praktikum, juga sesuai karakteristik praktikum Kimia Analitik Instrumen sebagai ilmu untuk menyelesaikan masalah. Bransfort, et al., dan Wolfock (dalam Tan, 2003) menyatakan bahwa selama pemecahan masalah, peluang mahasiswa untuk mengidentifikasi masalah, mengelaborasi informasi dari berbagai sumber, serta memilih dan mengevaluasi prosedur akan dapat dikembangkan. Peluang-peluang tersebut merupakan bagian dari indikator metakognisi. Lebih lanjut, Kuhn dan Dean (2004) menyatakan bahwa metakognisi mahasiswa penting untuk dikembangkan, karena mahasiswa akan mampu mengontrol proses pemecahan masalah sendiri selagi dihadapkan suatu tugas pembelajaran tertentu. Dengan demikian, jika metakognisi mahasiswa berkembang melalui pembelajaran praktikum yang memberi kesempatan mahasiswa untuk memecahkan masalah, maka diharapkan
kelemahan
mengeksplanasi langkah-langkah dalam prosedur, maupun dalam menjelaskan apa yang dilakukan serta gejala yang teramati dapat diminimalkan. Mahasiswa
90
akan tumbuh kesadarannya untuk mengidentifikasi dan mengelaborasi informasi, serta mengevaluasi prosedur. Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pembelajaran yang memberi kesempatan mahasiswa untuk memecahkan masalah.
2. Karakteristik Praktikum Kimia Analitik Instrumen Berbasis Masalah
Praktikum Kimia Analitik
Instrumen dalam penelitian ini
dirancang
untuk mengembangkan metakognisi dan penguasaan konsep calon guru kimia melalui pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran diawali dengan pemberian masalah open-ended yang harus diselesaikan dalam suatu kegiatan praktikum menggunakan instrumen yang ada di laboratorium. Masalah open-ended yang diturunkan dari pembelajaran berbasis masalah digunakan sebagai stimulus pembelajaran. Selagi mahasiswa dihadapkan pada masalah, maka mahasiswa akan berusaha mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, mengidentifikasi dan mengelaborasi informasi, dan juga harus memilih atau menentukan prosedur.
Prosedur dapat dirujuk baik dari text book, laporan penelitian, maupun akses internet. Dosen menginformasikan rambu-rambu yang harus ditulis mahasiswa dalam proposal proyek praktikum,
laporan hasil proyek praktikum,
serta presentasi secara kelompok. Metakognisi diukur melalui tes bentuk uraian, kuesioner, dan wawancara tidak terstuktur pada setiap tahap pembelajaran. Tahap pembelajaran diadaptasi dari Pasha (2006), Adami (2006), dan Shamford (2003) yang ditunjukkan pada Tabel 4.4, sedangkan tema masalah yang diberikan ditampilkan lampiran 1. Materi yang diberikan meliputi spektrofometri (UV-Vis, AFS, dan AAS) dan HPLC. Pembelajaran praktikum dengan HPLC
91
digunakan simulasi virtual JCE, 2 D, 2 yang dilengkapi contoh pengukuran menggunakan HPLC oleh 2 orang mahasiswa. Pada awalnya mahasiswa mengkaji masalah open ended yang diberikan, mengidentifikasi materi/konsep yang mendukung. Selanjutnya mahasiswa membuat proposal/rancangan pemecahan masalah dan dilanjutkan
kegiatan
praktikum di laboratorium. Dosen sebagai fasilitator mengarahkan melalui pertanyaan-pertanyaan sehingga mengelaborasi
persamaan
dan
mahasiswa mampu mengidentifikasi dan perbedaan
berbagai
konsep
baik
dalam
spektrometri maupun HPLC. Mahasiswa dalam kelompok harus memilih dan memutuskan prosedur yang akan digunakan, serta harus mengevaluasi dan mengembangkan prosedur selama proses pembelajaran di laboratorium maupun pada saat presentasi hasil. Mahasiswa dalam kelompok lain akan memperoleh berbagai informasi tersebut pada saat presentasi hasil, serta dari laporan hasil proyek. Dengan demikian semua aktivitas dalam PBL mulai mengkaji masalah sampai dengan mempresentasikan hasil penyelesaian masalah menyebabkan metakognisi mahasiswa berkembang. Pengembangan metakognisi mahasiswa tersebut
teridentifikasi dari indikator metakognisi seperti mengidentifikasi
informasi, mengelaborasi informasi, serta memilih dan mengevaluasi prosedur. Pada pengembangan dan penerapannya maka karakteristik pembelajaran praktikum kimia analitik berbasis masalah
secara umum meliputi tahap
pembelajaran, pelaksanaan praktikum, dan pengukuran sebagai berikut. 1)
Pembelajaran diawali dengan pemberian masalah open-ended yang memuat konten dari materi spektrometri dan HPLC.
92
2). Tahap pembelajaran Praktikum Kimia Analitik Instrumen berbasis masalah yang dimplementasikan meliputi: (1) mengorientasi mahasiswa pada masalah, dalam hal ini
mengidentifikasi masalah yang akan diselidiki, (2)
mengorganisasi mahasiswa untuk belajar, mahasiswa mengeksplorasi ruang lingkup permasalahan serta membuat rancangan penelitian, (3) membimbing penyelidikan kelompok, menggabungkan informasi yang diperoleh (4) menyajikan hasil proyek penelitian, mempresentasikan hasil (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, evaluasi dosen, dan self reflection. 3). Praktikum menekankan pada pemecahan masalah atau masalah sebagai titik tolak pembelajaran untuk membangun
konsep dan mengembangkan
metakognisi. Wawancara tidak terstruktur yang berupa pertanyaan-pertanyaan pada setiap langkah dalam PBL dimaksudkan untuk membantu meningkatkan penguasaan konsep dan mengembangkan metakognisi.
Metakognisi yang
dapat dikembangkan pada setiap langkah dalam PBL antara lain menyatakan tujuan, menyadari bahwa tugas yang harus diselesaikan membutuhkan banyak referensi, mengidentifikasi dan mengelaborasi informasi, serta memilih dan mengevaluasi prosedur. Selengkapnya indikator metakognisi yang berkembang melalui pembelajaran praktikum Kimia Analitik Instrumen berbasis masalah ditunjukkan pada Tabel 4.4. 4). Model pembelajaran dilaksanakan melalui kegiatan praktikum di laboratorium kimia menggunakan peralatan utama AAS, AES, dan UV-Vis, sedangkan untuk HPLC menggunakan simulasi komputer (virtual laboratory) dalam
93
hal ini simulasi JCE HPLC 3D,2 yang merupakan salah satu software simulasi laboratorium virtual HPLC yang umum digunakan sebagai pengganti praktikum. Untuk mengurangi ketertinggalan software ada 2 mahasiswa yang diikutkan praktik langsung di laboratorium yang memiliki HPLC, sehingga bisa mengukur sampel yang telah disiapkan sebelumnya, dan mengambil gambar dalam setiap langkah pengukuran. 5). Informasi yang digunakan untuk memecahkan masalah dikumpulkan melalui aktivitas individu dan kelompok. Aktivitas kerja kelompok dapat terjadi ketika mahasiswa mulai merancang proposal utamanya menentukan prosedur, melakukan penelitian, membuat laporan, mempresentasikan hasil, dan mempersiapkan poster. Pengumpulan informasi secara individu terjadi ketika mahasiswa membaca buku-buku dan artikel hasil penelitian, mengakses internet, wawancara tidak terstruktur pada setiap langkah pembelajaran, dan presentasi hasil proyek. 6). Pengukuran metakognisi dilakukan melalui tes bentuk uraian, kuesioner atau lembar penilaian diri sebagaimana banyak dilakukan para peneliti. Wawancara tidak terstruktur dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan arahan di setiap tahap pembelajaran berbasis masalah di samping untuk mengungkap metakognisi yang terjadi juga untuk mendukung pengembangan metakognisi itu sendiri. Karakteristik pembelajaran Praktikum Kimia Analitik Instrumen berbasis masalah sebagaimana diuraikan di atas digambarkan dalam bentuk bagan seperti terlihat pada Gambar 4.2. Melalui wawancara tidak terstruktur di setiap langkah
94
pembelajaran akan menumbuhkan kesadaran mahasiswa baik secara individual maupun kelompok untuk mengatur, mengontrol, dan mengevaluasi proses berpikirnya sehingga meningkatkan penguasaan konsep dan metakognisi. Pengembangan metakognisi ini secara kualitatif ditunjukkan pengukuran
dari
hasil kuesioner, serta hasil wawancara tidak terstruktur. Secara
kuantitatif, dari
hasil
tes bentuk uraian dengan indikator metakognisi.
Pelaksanaan tes dan pengisian kuesioner dilakukan pada awal dan akhir pembelajaran praktikum. Penguasaan konsep diukur dari hasil tes bentuk uraian pada awal dan akhir pembelajaran praktikum
Masalah open ended
Diskusi kelas Aktivitas kelompok/individual
Wawancara tidak terstruktur
Aktivitas kelompok/ individual
Rancangan proposal
Kegiatan laboratorium
Aktivitas kelompok/individual
Pengembangan metakognisi dan peningkatan penguasaan konsep Gambar 4.2. Karakteristik Pembelajaran Praktikum Kimia Analitik Instrumen Berbasis Masalah
95
Tabel 4.4. Langkah Pembelajaran Praktikum Kimia Analitik Instrumen Berbasis Masalah Langkah
Deskripsi
Metakognisi
Pendahuluan
1. Diskusi kontrak perkuliahan: penjelasan mengapa PBL digunakan dalam 1. Menyatakan tujuan perkuliahan praktikum, penjadwalan, dan penilaian 2. Pembentukan kelompok 3-4 mahasiswa perkelompok, menentukan peran anggota tim dalam kelompok, pemberian masalah
Demostrasi penggunaan instrumen
1. Mahasiswa dilatih menggunakan alat atau instrumen seperti: 1. Mengetahui tentang apa, bagaimana, atau spectronic 20, UV-Vis, AAS, pH meter. Untuk instrumen HPLC mengapa. menggunakan program flash praktikum analitik instrumen 2. Mahasiswa melakukan praktikum penentuan kadar besi dalam sampel air menggunakan spektrofotometer UV-Vis sesuai petunjuk praktikum yang telah disiapkan. Sampel disediakan dari laboratorium 3. Dosen dan asisten membimbing mahasiswa melakukan praktikum mulai pembuatan pereaksi, pembuatan larutan standar, preparasi sampel, pembuatan kurva kalibrasi, dan perhitungan kadar besi. Mahasiswa dalam kelompok melaporkan data pengamatan, 1 minggu kemudian mengumpulkan laporan 4. Dosen memberikan pretes secara tertulis dalam bentuk soal uraian untuk mengungkap penguasaan konsep dan metakognisi awal, serta memberikan kuesioner untuk mendukung hasil tes metakognisi 1. Mahasiswa dalam kelompok diberi masalah terkait penentuan kadar 1. Menyadari bahwa tugas yang diberikan suatu zat dengan peralatan yang tersedia. Mahasiswa diminta untuk membutuhkan banyak referensi menyelesaikan masalah dalam suatu kegiatan proyek penelitian 2. Menyatakan tujuan, laboratorium yang diusahakan melalui rujukan baik dari buku, laporan 3. Menyadari kemampuan sendiri dalam penelitian, maupun akses internet. mengerjakan tugas
Tahap 1: Orientasi permasalahan dalam praktikum
96
Tabel 4.4. Langkah Pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah (Lanjutan) Langkah
Tahap2: Merancang penyelesaian masalah
Tahap 3 Melakukan penyelidikan kelompok
Deskripsi 2. Dosen menginformasikan rambu-rambu yang harus ditulis mahasiswa dalam Laporan Hasil Penelitian, dan mempersiapkan untuk presentasi secara kelompok. 1. Mahasiswa mengkaji masalah yang diberikan, mengidentifikasi materi/ konsep yang mendukung, selanjutnya membuat proposal. 2. Dosen bertindak sebagai fasilitator, menyediakan waktu untuk menerima pertanyaan maupun memberikan pertanyaan arahan pada mahasiswa 3. Mahasiswa mencari tambahan informasi yang berkaitan dengan masalah yang diberikan 1. Mahasiswa mengumpulkan data mulai pengambilan sampel, preparasi sampel, pengumpulan data, dan analisis data. 2. Dosen sebagai fasilitator dalam kegiatan ini, di samping membimbing penyelidikan juga menyediakan waktu untuk menerima pertanyaan maupun memberikan pertanyaan arahan pada mahasiswa, serta mempersiapkan lembar observasi untuk mengetahui kinerja mahasiswa
Metakognisi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Mengidentikasi informasi Mengelaborasi informasi Mengaplikasikan penguasaannya pada situasi baru Memilih prosedur Mengembangkan prosedur Merancang apa yang akan dipelajari Memikirkan tujuan yang telah ditetapkan Mengaplikasikan penguasaannya pada situasi baru Menginterpretasi data Mengevaluasi prosedur Mengaitkan antara data pengamatan dengan pustaka yang relevan Mengidentifikasi sumber-sumber kesalahan Mengetahui bahwa strategi elaborasi meningkatkan penguasaan Memikirkan bagaimana orang lain memikirkan tugas Menilai pencapaian tujuan Mengtinggii kesalahan
97
Tabel 4.4. Langkah Pembelajaran Praktikum Kimia Analitik Instrumen Berbasis Masalah (Lanjutan) Langkah
Deskripsi
Metakognisi
Tahap 4: Menyajikan hasil proyek penelitian
1. Mahasiswa membuat laporan hasil penyelidikannya dan mengkomunikasikannya pada kelompok lain. Komunikasi dilakukan melalui presentasi, dan pembuatan poster 2. Dosen sebagai fasilitator, mempersiapkan lembar penilaian presentasi
Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
1. Mahasiswa menginformasikan pemecahan masalah menggunakan poster 1. Mengaplikasikan penguasaannya pada situasi 2. Mahasiswa antar kelompok saling memberikan pendapat terhadap baru poster yang dibuat oleh kelompok lain untuk mengetahui kelemahan 2. Menganalisis efisiensi dan efektifitas dan kelebihan masing - masing. prosedur 3. Dosen memberikan penekanan konsep-konsep penting, menggenera3. Memikirkan proses berpikirnya selama lisasikan penyelesaian masalah melalui diskusi pemecahan masalah 4. Postes dan pengisian kuesioner
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Memikirkan tujuan yang telah ditetapkan Menilai pencapaian tujuan Mengembangkan strategi Menganalisis efisiensi dan efektifitas prosedur Mengevaluasi prosedur Merancang apa yang akan dipelajari Mengatasi kesalahan/hambatan dalam pemecahan masalah 7. Mengaplikasikan pemahamannyaa pada situasi baru 8. Memilih operasi yang akan digunakan 9. Mengembangkan strategi pada situasi tertentu 10. Menganalisis efisiensi dan efektifitas prosedur
98
3. Hasil Uji Coba Terbatas Praktikum Praktikum Kimia Analitik Instrumen Berbasis Masalah a. Hasil Validasi Ahli Validasi oleh para ahli dilaksanakan untuk
mengetahui validitas model
pembelajaran beserta instrumennya. Model pembelajaran praktikum berbasis masalah yang disiapkan meliputi langkah-langkah
pembelajaran, deskripsi pembelajaran,
dan tema
masalah yang harus diselesaikan. Adapun masalah yang harus diselesaikan melalui pembelajaran praktikum berbasis masalah meliputi materi spektrometri dan HPLC. Untu materi spektrometri masalah dalam diarahkan diselesaikan menggunakan AAS, AES dan UV-Vis. Instrumen penelitian disiapkan untuk mengukur metakognisi, penguasaan konsep, dan asesmen kinerja. Para ahli dipilih 3 orang staf Dosen dari 3 perguruan tinggi negeri yang ada di Bandung yang memiliki keahlian dalam bidang studi kimia analitik, pembelajaran, asesmen, dan metakognisi. Secara umum, para ahli setuju dengan draft model pembelajaran beserta instrumennya dengan memberikan beberapa catatan. Rangkuman masukan dari para ahli ditunjukkan pada Tabel 4.5.
Hasil rangkuman validasi ahli yang ditunjukkan dari Tabel 4.5, selanjutnya direvisi sesuai saran yang diberikan. Hasil revisi dikonsultasikan lagi kepada para ahli. Instrumen hasil validasi selanjutnya diujicobakan pada mahasiswa yang mengambil mata kuliah Praktikum Kimia Analitik Instrumen pada suatu perguruan tinggi Negeri di Bandung.
99
Tabel 4. 5. Rangkuman Para Ahli dan Praktisi terhadap Model Pembelajaran dan Asesmennya. No 1
Validasi tentang Masalah
2
Deskripsi pembelajaran
3
Indikator metakognisi
Rangkuman komentar - Masalah yang semula sebanyak 8 buah, kemudian ditambah 2 buah untuk penggunaan alat AES. - Bebarapa kalimat diperbaiki dan ditambah kata perintah - Tema masalah untuk spektrometri UV-Vis diarahkan untuk membuat KIT dan pemamfaatan indikator alami - Perlu dijelaskan rincian waktu (pertemuan ke) dalam langkah-langkah pembelajaran - Kuesioner, tanggapan mahasiswa, dan asesmen kinerja perlu dimunculkan dalam langkahlangkah pembelajaran dan deskripsi pembelajaran - Beberapa kalimat perlu diperbaiki - Indikator metakognisi diadaptasi dari Mc
Gregor,2007, Schraw, 1995, Anderso dan Krathwol, 2001 Flavell (1987). Dilakukan 4
Alat ukur penguasaan konsep dan metakognisi -
5
Kuesioner untuk mengukur metakognisi -
6
Asesmen kinerja
7
Tanggapan mahasiswa
diskusi bersama untuk menganalisis indikator terutama dari McGregor Tes dibuat dalam bentuk uraian, yang diawali soal penguasaan konsep dilanjutkan soal metakognisi (dalam satu soal) Beberapa kalimat perlu diperbaiki Urutan soal perlu diubah disesuaikan urutan materi dan indicator metakognisi Beberapa kunci jawaban perlu diperbaiki Keterbacaan perlu diperbaiki, hendaknya dibaca 2 orang teman yang sekaligus diminta untuk memberikan saran dan 10 mahasiswa. Beberapa kalimat perlu diperbaiki Beberapa pernyataan perlu dihilangkan, diganti dengan pernyataan yang disarankan Beberapa kalimat perlu diperbaiki
- Rubrik perlu diperbaiki - Cara penilaian untuk laporan akhir dan presentasi hasil diperbaiki - Beberapa kalimat perlu diperbaiki - Tanggapan disesuaikan dengan pembelajaran praktikum yang diimplementasikan
100
b. Hasil Uji Coba Model Pembelajaran Uji coba model pembelajaran dilakukan pada mahasiswa Jurusan Kimia FPMIPA Universitas di kota Bandung yang mengontrak matakuliah Kimia Analitik Instrumen tahun ajaran 2008/2009. Pemilihan tempat uji coba didasarkan pola pelaksanaan praktikum yang dilakukan sesuai dengan model pembelajaran praktikum yang akan dirancang. Mahasiswa secara berkelompok diminta menentukan sendiri masalah analisis yang harus
ditentukan dengan metode
spektrometri (AAS dan UV-Vis), dan
kromatografi (HPLC dan GC). Jenis metode pengukuran ditentukan oleh dosen. Sebagai contoh, kelompok 1-4 termasuk kelompok yang menggunakan AAS, dan kelompok 5-8 menggunakan UV-Vis. Pada umumnya mahasiswa mencari rujukan dari hasil penelitian yang ada pada prosiding seminar nasional. Perhatian utama mahasiswa terhadap makalah adalah metode penelitian. Untuk materi spektrometri UV-Vis, dengan persetujuan dan diskusi dengan dosen pengampu tema masalah berasal dari peneliti. Masalahmasalah yang berhasil diidentifikasi selama proses pembelajaran mulai penentuan masalah sampai presentasi hasil, menjadi masukan yang sangat berguna bagi peneliti untuk melakukan penyempurnaan terhadap pembelajaran praktikum kimia analisis instrumen berbasis masalah yang sedang dikembangkan. Tabel 4.6 merangkum hasil akomodasi
peneliti tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan proses pembelajaran praktikum dan rancangan usaha perbaikan.
101
Tabel 4.6 Rangkuman Identifikasi Masalah-Masalah yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Uji Coba Praktikum Kimia Analisis Instrumen dan Usaha Perbaikan. No 1
2
3
4
5
6
7
Masalah yang teridentifikasi Usaha perbaikan - Pemilihan penggunaan alat ukur gelas - Diberikan informasi dan contoh bebrapa kurang tepat alat ukur gelas pada saat latihan menggunakan instrumen. - Keterampilan menggunakan alat-alat - Meskipun mahasiswa tidak memperoleh ukur dari gelas sudah baik mata kuliah teknik laboratorium namun telah memperoleh keterampilan cara menggunakan peralatan pada saat praktikum Kimia Dasar I-II, DKA, dan DPA. - Penentuan masalah ada yang berasal - Dosen menawarkan dan mendiskusikan “masalah” kepada mahasiswa, dengan dari Dosen, adapula yang berasal dari memperhatikan ketersediaan alat dan mahasiswa. - Kelompok yang merancang perbahan. cobaan sendiri pada umumnya - Masalah yang harus diselesaikan sebanyak 10 buah untuk 10 kelompok mengambil dari makalah hasil seminar dan diarahkan untuk instrumen AAS, (prosiding). AES, UV-Vis, dan HPLC (virtual) - Ketersediaan alat dan bahan sering tidak sesuai dengan masalah yang - Mahasiswa diperbolehkan untuk menggunakan peralatan lain sebagai disampaikan mahasiswa pembanding. - Perkuliahan praktikum bersamaan - Penelitian dilakukan sesuai jadwal dengan perkuliahan Kimia Analitik perkuliahan, di mana mata kuliah ini Instrumen diberikan sesudah mata kuliah Kimia Analitik Instrumen - Mahasiswa membutuhkan konsultasi - Pada setiap tahap pembelajaran berbasis dengan dosen, terutama pada saat masalah, dijadwalkan waktu untuk pembuatan larutan standar dan berkonsultasi yang sekaligus wawancara pereaksi, data pengukuran, dan tidak terstruktur untuk masing-masing perhitungan penentuan kadar. kelompok - Mahasiswa diberi pertanyaan pengarahan termasuk bagaimana cara membuat larutan dan cara menghitung kadar - Pada saat presentasi hasil, pertanyaan - Wawancara tidak terstruktur pada setiap mahasiswa kurang terfokus langkah pembelajaran diharapkan akan memunculkan kesadaran mahasiswa untuk mengatur, mengontrol, dan mengevaluasi cara berpikirnya sebelum, selama, dan setelah menyelesaikan masalah sehingga mampu mengaplikasikan pemahamannya serta menganalisisis dan mengevaluasi prosedur - Pada saat presentasi, pada umumnya - Kesepakatan cara penilaian di awal pertanyaan didominasi beberapa perkuliahan diharapkan meningkatkan mahasiswa tertentu aktivitas mahasiswa dalam diskusi.
102
c. Hasil Analisis Butir Soal Pengukuran hasil belajar pada praktikum Kimia Analitik Instrumen berbasis masalah meliputi peningkatan metakognisi dan penguasaan konsep. Tes untuk mengungkap metakognisi dan penguasaan konsep berbasis konten kimia diberikan untuk materi spektrofotometri dan HPLC. Tes metakognisi dan penguasaan konsep pada materi spektrofotometri dan HPLC tersebut berbentuk uraian, masing-masing sebanyak 10 dan 11 soal. Sebelum tes ini digunakan, tes diuji coba terlebih dahulu untuk mengetahui reliabilitas, uji beda, tingkat kesukarannya, dan korelasi skor butir dengan skor total (validitas). Uji coba masing-masing tes dilakukan pada mahasiswa Jurusan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan di kota Bandung yang mengontrak matakuliah Kimia Analitik Instrumen tahun ajaran 2008/2009. Uji coba tes metakognisi dan penguasaan konsep melibatkan mahasiswa sebagai
subyek
penelitian sebanyak 38 orang. Instrumen tes dalam penelitian ini pada awalnya disusun sebanyak 15 soal masing-masing untuk pokok bahasan
spektrometri dan HPLC. Selanjutnya atas
saran validator ada beberapa soal yang bisa digabung dan akhirnya menjadi masingmasing 12 soal. Hasil analisis uji coba materi spektrometri dan HPLC selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 4.7 dan 4.8.
103
Tabel 4.7. Rekap Hasil Analisis Butir Soal untuk Materi Spektrometri No item
Koefisien korelasi
1
0,893
2
0,912
3
0,886
4
0,943
5
0,970
6
0,969
7
0,929
8
0,367
9
0,927
10
0,857
11
0,342
12
0,922
Signifikansi Derajat Status kesukaran Sangat signifikan Sangat signifikan Sangat signifikan Sangat signifikan Sangat signifikan Sangat signifikan Sangat signifikan -
Daya Status Keputusan beda (0,4)
25
sedang
39,8
67,10
sedang
73,45
Direvisi
45,80
Tidak baik baik
sedang
45,70
baik
Dipakai
72,10
sedang
44,20
baik
Dipakai
75,95
sedang
46,60
baik
Dipakai
78,55
mudah
49,10
baik
Dipakai
70,45
sedang
46,50
baik
Dipakai
84,30
mudah
47,40
baik
Sangat signifikan Sangat signifikan -
67,75
sedang
46,30
baik
Tidak dipakai Dipakai
74,75
sedang
45,30
baik
Dipakai
51,90
sedang
35,40
Sangat signifikan
73,55
sedang
42,70
Tidak baik baik
Tidak dipakai dipakai
Dipakai
Hasil analisis butir soal materi spektrofotometri yang ditunjukkan pada Tabel 4.7, terdapat 2 buah soal yang tidak dipakai masing-masing soal nomor 8 dan 11, karena korelasi skor butir dengan skor total (validitas) signifikansinya rendah, serta untuk soal nomor 11 daya bedanya juga tidak baik. Di lain pihak, dari Tabel 4.8 untuk materi HPLC ada 1 soal yakni soal nomor 5 karena daya bedanya rendah, serta 1 soal direvis yaitu
nomor soal 8.
Releabilitas masing-masing materi
memenuhi syarat dengan harga adalah 0,94 untuk spektrometri dan 1,00 untuk HPLC. Dengan demikian, jumlah butir soal pada materi spektrofotometri dan HPLC masing-masing sebanyak 10 dan 11 butir.
104
Tabel 4.8. Rekap Hasil Analisis Butir Soal untuk Materi HPLC No item
Koefisien korelasi
1
0,975
2
0,990
3
0,992
4
0,983
5
0,732
6
0,975
7
0,976
8 9
0,684 0,992
10
0,988
11
0,989
12
0,989
Signifikansi Derajat Status kesukaran Sangat signifikan Sangat signifikan Sangat signifikan Sangat signifikan Sangat signifikan Sangat signifikan Sangat signifikan signifikan Sangat signifikan Sangat signifikan Sangat signifikan Sangat signifikan
Daya Status Keputusan beda (0,4)
25
Sedang
50,90
baik
Dipakai
67,35
Sedang
49,10
baik
Dipakai
69,35
Sedang
47,70
baik
Dipakai
71,95
Sedang
49,30
baik
Dipakai
79,60
Mudah
34,40
71,95
Sedang
48,50
Tidak baik baik
Tidak Dipakai Dipakai
70,15
Sedang
44,50
baik
Dipakai
62,45 71,60
Sedang Sedang
46,70 46,40
baik baik
Revisi Dipakai
72,60
Sedang
48,80
baik
Dipakai
72,65
Sedang
48,10
Dipakai
72,05
Sedang
48,50
Tidak baik baik
Dipakai
4. Hasil Implementasi Praktikum Kimia Analisis Instrumen Berbasis Masalah Jumlah mahasiswa kelas eksperimen adalah 36, dan 40 mahasiswa pada kelompok kontrol. Dalam implementasi model mahasiswa dibedakan menjadi dua kategori yaitu kelompok prestasi tinggi selanjutnya disebut kelompok tinggi, dan kelompok rendah, yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah model pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah dapat digunakan untuk kategori kelompok tinggi dan kelompok rendah. Perbedaan kategori kelompok tinggi dan rendah didasarkan tinggi indeks prestasi (IP) semua mata kuliah kimia analitik yang sudah diambil yakni Dasar-dasar Kimia Analitik (DKA), praktikum DKA, Dasar105
dasar Pemisahan Analitik (DPA), Praktikum DPA, Kimia Analitik Instrumen. Dipilihnya indeks prestasi (IP) mata kuliah dalam Kelompok Bidang Keahlian (KBK) kimia Analitik
sebagai dasar pengelompokan karena IP komulatif lebih
menggambarkan kemampuan menyeluruh mahasiswa dalam bidang Kimia Analitik. Langkah yang ditempuh dalam pengelompokan berdasarkan indeks prestasi (IP) adalah: (a) mengidentifikasikan IP semua mata kuliah dalam KBK Kimia Analitik untuk setiap subjek penelitian, (b) menghitung IP rerata setiap subyek penelitian, (c) menghitung stándar deviasi (d) menentukan kategori kelompok kelompok tinggi dan kelompok rendah dengan rumus µ = mean ± 0,5 sd.
Hasil
perhitungan kelompok tinggi dan kelompok rendah menggunakan persamaan µ = 2,778 ± 0,1985. Hasil penentuan pengelompokan ditampilkan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Pengelompokan Prestasi Subjek Penelitian kelas eksperimen No
Kelompok
Jumlah
prestasi
subyek
1
Tinggi
2 3
IP terendah
IP tertinggi
rerata
9
3,00
3,58
3,22
Rendah
9
1,91
2,58
2,29
keseluruhan
36
2,778
a. Penguasaan Konsep Spektrometri dan HPLC Pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah dirancang untuk meningkatkan penguasaan konsep dan mengembangkan metakognisi mahasiswa calon Guru. Materi yang dirancang meliputi spektrometri (UV-Vis, AFS, dan AAS) dan HPLC. Tabel 4.10 menunjukkan rerata pretes, postes, dan % N-gain penguasaan konsep mahasiswa untuk materi spektrometri keseluruhan konsep pada kelompok kontrol dan eksperimen berdistribusi normal, variansi % N-gain antar
106
kelas (kontrol dan eksperimen) homogen untuk kedua materi. Hasil % N-gain untuk kelas kontrol 22,40 % dengan kategori rendah, sementara kelas eksperimen sebesar 44,08 % dengan kategori sedang. Pencapaian hasil % N-gain ini cukup berarti, dan didukung hasil uji uji beda bahwa % N-gain pembelajaran praktkum kimia analitik berbasis masalah untuk kelompok kontrol dan eksperimen menunjukkan perbedaan yang siginifikan (p =0,00).
Gambar 4.3. Perbandingan Penguasaan Konsep Mahasiswa Secara Keseluruhan antara Kelas Kontrol dan Eksperimen pada Materi Spektrometri dan HPLC. Rerata pretes, postes, dan % N-gain penguasaan konsep mahasiswa materi HPLC untuk keseluruhan konsep pada kelas kontrol dan eksperimen berdistribusi normal, variansi % N-gain antar kelas (kontrol dan eksperimen) homogen untuk kedua materi. Hasil % N-gain untuk kelas kontrol masing-masing 14,88 % dengan kategori rendah, sementara kelas eksperimen sebesar 40,81% dengan kategori sedang. Sebagaimana pada materi spektrometri, pencapaian hasil % N-gain untuk materi HPLC ini cukup berarti, didukung dari hasil uji uji beda (Tabel 4.10) bahwa % N-gain pembelajaran praktkum kimia analisis berbasis masalah untuk kelas
107
kontrol dan eksperimen menunjukkan perbedaan yang siginifikan (p =0,00). Dengan demikian pembelajaran praktikum berbasis masalah untuk materi spektrometri dan HPLC lebih baik meningkatkan penguasaan konsep dibanding pembelajaran biasa. 1). Rerata Pretes, Postes dan % N-gain Penguasaan Konsep untuk Kategori Kelompok Tinggi dan Kelompok Rendah Materi Spektrometri dan HPLC Rerata pretes, postes, dan % N-gain penguasaan konsep mahasiswa untuk kategori kelompok rendah dan tinggi pada kelas eksperimen materi spektrometri dan HPLC ditunjukkan pada Tabel 4.11. Rerata % N-gain penguasaan konsep spektrometri pada kelompok tinggi dan rendah adalah 51,90 % dan 39,46 % . Dari hasil uji beda kedua kelompok menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan. Perolehan rerata %N-gain penguasaan konsep kelompok tinggi dan rendah untuk materi HPLC masing-masing 45,63 % dan 34,78 %. Sebagaimana pada materi spetrometri dari hasil uji beda, penguasaan konsep
kelompok tinggi dan rendah
juga menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan.
108
Tabel 4.10. Perbandingan Penguasaan Konsep Mahasiswa Secara Keseluruhan antara Kelas Kontrol dan Eksperimen pada Materi Spektrometri dan HPLC Kelas kontrol Konsep
n
Rerata pretes
Rerata postes
തതതതത %݃
Kelas eksperimen Distribusi
n
Rerata pretes
Rerata postes
തതതതത %݃
Distribusi
Varians
p
Keterangan
Spektrometri
40
54,75
64,57
22,40
normal
36
51,62
72,46
44,08
normal
Homogen
0,00
signifikan
HPLC
40
52,86
59,81
14,88
normal
36
51,40
71,20
40,81
normal
Homogen
0,00
signifikan
Tabel 4.11. Perbandingan Penguasaan Konsep Mahasiswa antara Kelompok Tinggi dan Rendah pada Kelas eksperimen pada Materi Spektrometri dan HPLC Kelompok rendah Konsep
Spektrometri HPLC
n
9 9
Rerata
Rerata
pretes
postes
44,62
66
39,46
49,84
67,59
34,78
തതതതത %݃
Kelompok tinggi Distri
n
Rerata
Rerata
pretes
postes
9
59,72
80,77
51,90
9
51,95
73,69
45,63
busi Tidak normal normal
തതതതത %݃
Varians
p
Keterangan
normal
Homogen
0,069
Tidak signifikan
normal
Homogen
0,074
Tidak signifikan
Distri busi
109
Tabel 4.12. Perbandingan Penguasaan Konsep Mahasiswa untuk Setiap Konsep Kelas eksperimen pada Materi Spektrometri dan HPLC Konsep
Rerata pretes
Rerata postes
തതതതതതതതതതതതതതത % N − gaın
1
59,95
68,48
21,30
2
58,37
72,74
34,52
3
61,48
79,51
46,81
4
66,28
78,48
36,18
5
67,48
84,95
53,72
Spek-
6
51,91
73,42
44,73
trometri
7
39,59
70,74
51,56
8
37,06
66,44
46,68
9
41,91
65,73
41,00
10
32,2
64,14
47,11
11
74,10
81,00
26,80
12
65,00
77,00
34,40
13
60,00
78,05
45,23
14
59,50
77,70
45,03
15
55,00
71,00
35,64
16
42,50
72,56
52,34
17
58,00
75,00
40,57
18
46,40
71,52
46,94
19
49,50
66,00
32,75
20
51,00
70,00
38,86
21
4,90
43,00
40,11
Materi
HPLC
Keterangan: 1. prinsip dasar spektrometri, 2. perbedaan spektrometri atom dan molekul, 3. komponen-komponen spektrometri, 4. hukum Lambert-Beer, 5. preparasi sampel, 6. zat pengabsorpsi, 7. interferensi, 8. optimasi pengukuran, 9. pembuatan larutan standar, dan 10. perhitungan penentuan kadar; 11. pengertian kromatografi 12. prinsip dasar kromatografi, 13. penggolongan kromatografi, 14. interaksi dalam kromatografi , 15. perbandingan GC, HPLC, KLT, dan KKr, 16. kromatografi fasa normal dan fasa terbalik, 17. komponen-komponen HPLC, 18. analisis kualitatif dan kuantitatif, 19. kualitas pelarut dalam fasa gerak, 20.analisis kromatogram, 21. parameter pengukuran kromatografi
110
2)
Rerata Pretes, Postes, Postes dan %N-gain tiap-tiap iap Konsep Penguasaan Konsep Spektrometri dan d HPLC Rerata masing-masing masing konsep pada materi spektrometri dan HPLC untuk kelas
eksperimen ditunjukkan pada Tabel 4.12, 4.1 dan selanjutnya ditampilkan dalam bentuk Gambar 4.5 – 4.6. Rerata perolehan % N-gain kelas eksperimen untuk tiap-tiap konsep spektrometri, kecuali konsep nomor 1 termasuk kategori sedang. Hasil yang sama juga terjadi pada penguasaan konsep materi HPLC, perolehan % N-gain untuk semua konsep juga termasuk kategori sedang kecuali konsep nomor nomo 1.
60 50
% N-gain
40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
topik
Gambar 4.4. Rerata %N-gain % Penguasaan Konsep Spektrometri Kelas eksperimen untuk ntuk topik: 1. prinsip dasar spektrometri, 2. perbe bedaan spektrometri atom dan molekul, 3. 3 komponen-komponen komponen spektrometri, spektrometri 4. hukum Lambert Beer, Beer 5. preparasi sampel, 6. zat pengabsorpsi, 7. 7 interferensi, 8. optimasi pengukuran, 9. pembuatan larutan standar, standar dan 100. perhitungan penentuan kadar
111
60
50
% N-gain
40
30
20
10
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
topik
Gambar 4.5. Rerata %N-gain % Penguasaan Konsep HPLC Kelas Eksperimen untuk topik: 1. pengertian kromatografi 2. prinsip dasar kromatografi, 3. penggolongan kromatografi, 4. interaksi dalam kromatografi, 5. perbandingan GC, HPLC, KLT, dan kromatografi kertas, 6. kromatografi fasa normal dan fasa terbalik, 7. komponen-komponen komponen HPLC,, 8. analisis kualitatif dan kuantitatif, 9. kualitas pelarut dalam fasa gerak, 10. analisis kromatogram, 11. parameter pengu-kuran pengu kromatografi
Perolehan %N N-gain tertinggi dan terendah materi spektrometri pada kelas eksperimen (Gambar Gambar 4.4) 4.4 masing-masing masing terjadi pada konsep preparasi sampel (nomor 5) dan
prinsip dasar spektrometri (nomor 1).. Di lain pihak, % N-gain
tertinggi pada kelas eksperimen materi HPLC terjadi pada konsep kromatografi fasa normal dan fasa terbalik diikuti analisis kualitatif dan kuantitatif, serta terendah pada pengertian rtian kromatografi.
112
3)
Perbandingan Rerata % N-Gain Penguasaan Konsep Kelas Eksperimen Sesuai Instrumen Utama yang Digunakan pada Materi Spektrometri dan HPLC Tema masalah yang diberikan mahasiswa pada penelitian ini sebanyak 10 buah
dengan pembagian penggunaan instrumen utama sebagai berikut: (1) UV-Vis untuk 3 kelompok, (2) AES untuk 2 kelompok, (3) AAS untuk 2 kelompok, dan (4) HPLC untuk 3 kelompok. Rerata perolehan % N-gain masing-masing kelompok instrumen ditampilkan pada Tabel 4.13. Perolehan % N-gain kelompok dengan penyelesaian tema masalah menggunakan instrumen utama UV-Vis, AES, AAS lebih tinggi dibanding HPLC, dan sebaliknya kelompok dengan penyelesaian tema masalah menggunakan instrumen utama HPLC rerata % N-gain-nnya juga lebih tinggi dibanding kelompok spektrometri. Tabel 4.13. Rerata % N-gain Penguasaan Konsep Kelas eksperimen dengan Instrumen Utama UV-Vis, AES, AAS, dan HPLC untuk Materi Spektrometri dan HPLC. Instrumen utama
Rerata % N-gain penguasaan konsep materi Spektrometri
HPLC
UV-Vis
40,44
38,58
AES
48,55
37,28
AAS
48,41
33,90
HPLC
35,12
48,46
Rerata perolehan %N-gain penguasaan konsep mahasiswa dengan instrumen utama spektrometer berturut-turut lebih tinggi dibanding HPLC, (40,44; 48,55, dan 48,41 dengan rerata 45,8), sedangkan untuk materi HPLC sebesar 35,12. Hasil senada juga nampak dari Tabel 4.134 bahwa mahasiswa dengan instrumen utama
113
HPLC, rerata perolehan %N-gain-nya sebesar 48,46 lebih tinggi dari perolehan materi spektrometri sebesar 35,58 (rerata dari . 38,58; 37,28; dan 33,9)
b. Pengembangan Metakognisi Mahasiswa Melalui Praktikum Spektrometri dan HPLC 1). Rerata Pretes Postes dan % N-Gain Keseluruhan Metakognisi pada Materi
Spektrometri dan HPLC Metakognisi diukur menggunakan tes bentuk uraian, didukung kuesioner dengan indikator metakognisi dan wawancara tidak struktur untuk lebih mendalami metakognisi yang berkembang selama pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan. Penguasaan konsep juga diukur melalui tes bentuk uraian. Tabel 4.14 menunjukkan data rerata pretes, postes, dan % N-gain metakognisi
mahasiswa
materi spektrometri untuk keseluruhan konsep pada kelompok kontrol dan eksperimen keduanya berdistribusi normal, dan variansi % N-gain antar kelompok tidak homogen. Hasil % N-gain untuk kelompok kontrol dan eksperimen masingmasing 19,11 % dengan kategori rendah, sementara kelas eksperimen sebesar 33,61 % dengan kategori sedang. Pencapaian hasil % N-gain ini cukup berarti, didukung dari hasil uji beda yang menunjukkan bahwa % N-gain pembelajaran praktkum kimia analitik berbasis masalah untuk kelompok kontrol dan eksperimen menunjukkan perbedaan yang siginifikan (p =0,00). Pada Tabel 4.14, rerata pretes, postes, dan % N-gain penguasaan konsep mahasiswa materi HPLC untuk keseluruhan konsep pada kelas kontrol dan eksperimen berdistribusi normal, variansi % N-gain antar kelompok tidak homogen. Hasil % N-gain untuk kelompok kontrol 14,55 % dengan kategori rendah, sementara kelas eksperimen sebesar 30,05 % dengan kategori sedang. Sebagaimana pada materi
114
spektrometri, pencapaian hasil % N-gain untuk materi HPLC ini cukup berarti, didukung dari hasil uji beda yang menunjukkan bahwa % N-gain pembelajaran praktikum kimia analisis berbasis masalah untuk kelompok kontrol dan eksperimen menunjukkan perbedaan yang siginifikan (p =0,00). Dengan demikian pembelajaran praktikum berbasis masalah untuk materi spektrometri dan HPLC lebih baik meningkatkan penguasaan konsep dibanding pembelajaran biasa.
Gambar 4.6. Perbandingan Metakognisi Mahasiswa Secara Keseluruhan antara Kelas Kontrol dan Eksperimen pada Materi Spektrometri dan HPLC
2). Rerata Pretes, Postes dan % N-Gain Metakognisi untuk Kategori Kelompok Tinggi dan Kelompok Rendah pada Materi Spektrometri dan HPLC Rerata pretes, postes, dan % N-gain, untuk kelompok rendah dan tinggi metakognisi pada kelas eksperimen materi spektrometri dan HPLC pada Tabel 4.16. Rerata % N-gain metakognisi pada kelas eksperimen untuk materi spektrometri pada kelompok tinggi dan rendah adalah 40,63 % dan 30,46 %, keduanya berdistribusi
115
normal, variansi % N-gain antar kelompok tidak homogen. Dari hasil uji beda, kedua kelompok menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan. Perolehan rerata %N-gain metakognisi kelompok tinggi dan rendah untuk untuk materi HPLC pada kelompok tinggi dan rendah berturut-turut 33,50 % dan 25,58 % dan 34,78 %. Kedua kelompok kategori tinggi dan rendah berdistribusi normal, dan variansi % N-gain antar kelompok tidak homogen Sebagaimana pada materi spetrometri dari hasil uji beda, metakognisi kelompok tinggi dan rendah juga menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan.
116
Tabel 4.14. Perbandingan Metakognisi Mahasiswa Secara Keseluruhan antara Kelas Kontrol dan Eksperimen pada Materi Spektrometri dan HPLC Kelas kontrol Materi
Spektro metri HPLC
n
Kelas eksperimen
Rerata
Rerata
pretes
postes
40
31,19
44,06
19,11
normal
40
30,30
40,13
14,55
normal
തതതതത %݃
Distri
n
Rerata
Rerata
pretes
postes
36
30,21
53,19
33,61
36
28,81
50,11
30,05
busi
തതതതത %݃
Varians
p
Keterangan
normal
Tidak homogen
0,00
signifikan
normal
Tidak homogen
0,00
signifikan
Distri busi
Tabel 4.15. Perbandingan Metakognisi Mahasiswa antara Kelompok tinggi dan Rendah pada Kelas eksperimen pada Materi Spektrometri dan HPLC n Konsep
Kelompok rendah Rerata
Rerata
pretes
postes
തതതതത %݃
n
Kelompok tinggi
Distri
Rerata
Rerata
busi
pretes
postes
തതതതത %݃
Distri
Varians
p
Keterangan
busi
Spektrometri
9
25,5
48,03
30,46
normal
9
37,4
62,74
40,63
normal
Homogen
0,086
tidak signifikan
HPLC
9
25,14
44,36
25,58
normal
9
31
53,97
33,50
normal
Homogen
0,087
tidak signifikan
117
Tabel 4.16. Perbandingan Metakognisi Mahasiswa untuk Setiap Indikator Metakognisi Kelas eksperimen pada Materi Spektrometri dan HPLC Materi
Spektro metri
HPLC
Keterangan.
Indikator
Rerata pretes
Rerata postes
തതതതതതതതതതതതതതത % N − gaın
1
43,45
56,51
23,09
2
44,95
62,85
32,52
3
36,8
61,75
39,13
4
22,5
51,4
37,29
5
25,6
50,75
33,02
6
25
47,25
34,80
7
12,65
44,25
36,56
8
44,37
57,21
23,48
9
34,4
52,16
27,47
10
39,77
59,56
33,26
11
23,79
46,56
30,40
12
27,93
49,51
30,40
13
25,95
50,31
33,30
14
5,48
35,43
32,09
% N-gain tiap indikator metakognisi pada materi spektrofotometri untuk kelompok kontrol dan eksperimen, nomor indikator: 1. mengidentifikasi informasi, 2. mengelaborasi informasi, 3. mengaplikasikan pemahamannya, 4. memilih prosedur yang akan digunakan, 5. mengembangkan prosedur, 6. menginterpretasi data, 7. mengevaluasi prosedur; 8. mengidentifikasi informasi, 9. mengelaborasi informasi, 10. mengaplikasikan pemahamannya, 11. memilih prosedur yang akan, digunakan, 12. mengembangkan prosedur, 13. menginterpretasi data, 14. mengevaluasi prosedur
118
3). Rerata Tiap-Tiap Indikator Metakognisi Materi Spektrometri dan HPLC Kelas Eksperimen Rerata pretes, postes, dan % N-gain metakognisi mahasiswa untuk setiap indikator pada materi spektrometri dan HPLC ditunjukkan pada Tabel 4.16, dan Gambar 4.7
serta 4.8.
Perolehan % N-gain kelas eksperimen untuk tiap-tiap indikator materi
spektrometri semuanya termasuk kategori sedang kecuali indikator nomor 1 termasuk kategori rendah. Hasil yang sama juga terjadi pada metakognisi materi HPLC, perolehan % N-gain mahasiswa kelompok untuk indikator nomor 1 dan 2 termasuk kategori rendah, sedangkan lainnya nomor 3 sampai 7 termasuk kategori sedang. Perolehan %N-gain tertinggi dan terendah materi spektrometri pada kelas eksperimen (Gambar 4.7) masing-masing terjadi pada indikator mengaplikasikan pemahamannya (indikator nomor 3) dan mengidentifikasi informasi (konsep nomor 1). Sementara itu perolehan %N-gain tertinggi pada materi HPLC masing-masing terjadi
pada
indikator
pemahamannya, dan
menginterpretasi
data,
diikuti
mengaplikasikan
mengidentifikasi informasi yang terendah.
119
40 35
% N-gain
30 25 20 15 10 5 0 1
2
3
4
5
6
7
No. indikator
Gambar 4.7. % N-gain gain Tiap Indikator Metakognisi Materi Spektrometri pada p Kelas eksperimen Nomor Indikator: 1. mengidentifikasi informasi, 2. eksperimen, mengelaborasi informasi, 3. mengaplikasikan pemahamannya, pemahaman 4. memilih prosedur 5. mengembangkan prosedur,, 6. menginterpretasi data, 7. prosedur, mengevaluasi prosedur
35 30
% N-gain
25 20 15 10 5 0 1
2
3
4
5
6
7
No. indikator
Gambar 4.8.. % N-gain Tiap Indikator Metakognisi Materi HPLC pada Kelas eksperimen Nomor Indikator: 1. mengidentifikasi informasi, 2. eksperimen, mengelaborasi informasi, 3. mengaplikasikan pemahamannya, pemahaman 4. memilih prosedur 5. mengembangkan prosedur,, 6. menginterpretasi data, 7. prosedur, mengevaluasi prosedur
120
4). Perbandingan Rerata
% N-Gain Metakognisi Kelas Eksperimen sesuai Instrumen Utama yang Digunakan pada Materi Spektrometri dan HPLC
Rerata perolehan % N-gain metakognisi masing-masing kelas eksperimen ditampilkan pada Tabel 4. 16. Perolehan % N-gain metakognisi kelompok dengan penyelesaian tema masalah menggunakan instrumen utama UV-Vis, AFS, AAS lebih tinggi dibanding HPLC, dan sebaliknya kelompok dengan penyelesaian tema masalah menggunakan instrumen utama HPLC rerata % N-gain-nnya juga lebih tinggi untuk materi HPLC dibanding % N-gain materi spektrometri. Rerata % N-gain metakognisi kelompok dengan instrumen spektrometer semuanya tergolong kategori sedang, tidak demikian untuk kelompok dengan tugas utama HPLC rerata metakognisi materi spektrometrinya tergolong rendah. Rerata perolehan %N-gain metakognisi mahasiswa dengan instrumen utama spektrometer sebesar 36,60 untuk materi spektrometri, sedangkan untuk materi HPLC sebesar 24,44. Hasil senada juga nampak dari Tabel 4.17 bahwa mahasiswa dengan instrumen utama HPLC, rerata perolehan % N-gain-nya 38,35 % lebih tinggi dari perolehan materi spektrometri dengan rerata 27,26 %. Tabel 4.17. Rerata % N-gain metakognisi Kelas eksperimen dengan Instrumen Utama UVVis, AES, AAS, dan HPLC untuk Materi Spektrometri dan HPLC
Instrumen utama
Rerata % N-gain penguasaan konsep materi Spektrometri
HPLC
UV-Vis
38,28
27,55
AES
35,31
27,54
AAS
36,20
26,70
HPLC
24,44
38,35
121
5). Hasil Kuesioner/Penilaian Diri Metakognisi Mahasiswa Kuesioner metakognisi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendukung metakognisi dalam bentuk tes. Respon terhadap pernyataan-pernyataan kuesioner terdiri dari pilihan sangat setuju (SS), setuju (S), tidak tahu atau tidak ada pendapat (TP), dan tidak setuju (TS), berturut-turut dengan skor Likert untuk masing-masing item adalah 4, 3, 2, dan 1. Selanjutnya masing-masing item dikalikan skor Likert, kemudian dijumlah, dan dihitung % N-gain untuk masing-masing subyek untuk selanjutnya dibuat reratanya. Skor total pre dan post untuk kelas eksperimen adalah 4433 dan 4403 dengan rerata % N-gain 6,42 %; sedangkan untuk kelas kontrol 4755 dan 4745 dengan % N-gain 0,19 %. Sementara itu % N-gain untuk kategori kelompok tinggi dan rendah masing-masing 12,55 % dan 1,37 %. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4. c. Kinerja pada Praktikum Spektrometri dan HPLC Penilaian hasil belajar praktikum di samping penguasaan konsep juga penilaian selama proses pembelajaran praktikum berbasis masalah dalam hal ini observasi kinerja, lembar penilaian presentasi, dan rubrik untuk laporan praktikum. Asesmen proses pembelajaran (asesmen bervariasi) ini telah melalui validasi ahli, dan diskusi dengan dosen pengampu mata kuliah Kimia Analitik.
122
Tabel 4.18.
No 1
2
3
Prosedur Asesmen Proses Pembelajaran Praktikum Kimia Analitik Instrumen Berbasis Masalah (observer: dosen pengampu termasuk peneliti, asisten mahasiswa) Aspek yang dinilai
alat
Asesmen kinerja selama kegiatan Lembar laboratorium: (1) persiapan observasi praktikum, (2) pembuatan pereaksi dan larutan standar, (3) pelaksanaan praktikum, (4) aspek afektif, dan (5) kegiatan akhir praktikum Laporan pemecahan masalah: (1) Rubrik sistematika laporan, (2) perumusan masalah, (3) perumusan tujuan, (4) alat dan bahan, (5) kajian teori
sesuai materi, ringkas, dan jelas, (6) penulisan tahapan kerja (7) penyusunan data pengamatan secara sistematis dan komunikatif, (8) analisis data secara tepat, (9) pembahasan hasil praktikum, mengkaitkan temuan dengan kajian teori, dan (10) menyimpulkan berdasarkan pembahasan, tujuan dan perumusan masalah (11) merujuk serta menuliskan daftar pustaka minimal 2 buah Penilaian hasil presentasi: (1) Lembar penampilan materi yang akan observasi ditampilkan (power point), penguasaan materi, (3) kemampuan menjelaskan, (4) kemampuan berargumentasi/menjawab pertanyaan, (5) ak-tivitas, (6) menghormati pendapat teman
waktu
Nilai maksimum awal 100 akhir
Pada sampai kegiatan laboratorium
Pada akhir penyelesaian masalah
90
Selama presentasi
90
Asesmen bervariasi pada mahasiswa dilakukan dengan teknik dan posedur sebagaimana tercantum pada Tabel 4.18, dan rerata nilai dicantumkan pada Tabel 4.19, sedangkan hasil secara keseluruhan dicantumkan dalam lampiran 4. Kinerja mahasiswa untuk kelompok kontrol selama proses pembelajaran dan laporan praktikum diases sama dengan kelas eksperimen, dengan sedikit perbedaan untuk laporan. Penilaian praktikum yang dilakukan selama ini tidak melibatkan observasi 123
kinerja, yang dinilai meliputi pretes, postes, laporan sementara, dan laporan akhir praktikum. Tabel 4.19. Rerata Asesmen Proses Pembelajaran Praktikum No
Aspek Kinerja
Rerata nilai
kontrol
eksperimen
1
Observasi kinerja*)
81,75
81,94
2
Laporan akhir**)
81,15
83,78
3
Presentasi hasil pemecahan masalah***)
80,03
82,17
*) Nilai maksimum 100; **)Laporan hasil pemecahan masalah, untuk kelas
eksperimen; dan ***) laporan sementara untuk kelas kontrol
d. Tanggapan Mahasiswa terhadap Praktikum Spektrometri dan HPLC Berdasarkan hasil kuesioner tanggapan mahasiswa kelas eksperimen, ternyata jawaban setuju (S) memiliki persentasi yang paling tinggi diikuti sangat setuju (SS). Secara keseluruhan hasil tanggapan yang dapat dilihat pada lampiran 4 adalah sangat setuju (SS) 23,77 %; setuju (S) = 67,89 %, tidak ada pendapat atau tidak tahu (TP) = 7,20 %, dan TS (tidak setuju) 1,14 %. Tabel 4.20 menunjukkan rerata % pendapat mahasiswa yang dikelompokkan berdasarkan langkah-langkah dalam PBL dan manfaat yang diperoleh dari implementasi pembelajaran. Persen tanggapan tertinggi bahwa pembelajaran membutuhkan waktu yang relatif lama dengan persen sangat setuju 83,33 %.
124
Tabel 4.20. Respon Mahasiswa Terhadap Praktikum Kimia Analitik Instrumen Berbasis Masalah No 1
2
3
4
5
6
7 8
Tanggapan terhadap SS Masalah yang diberikan mendorong untuk mengumpulkan informasi, menimbulkan sejumlah 27,79 pertanyaan, tertantang untuk bisa menyelesaikan Pembuatan proposal meningkatkan pemahaman tentang penulisan rumusan masalah, variabel 28,33 penelitian, prosedur kerja, serta cara pembuatan proposal Kerja laboratorium untuk menyelesaikan masalah meningkatkan aktifitas dalam bekerja dan bertanya pada Dosen, meningkatkan kerjasama dan tanggung 25,55 jawab, serta termotivasi untuk memeriksa dan mengevaluasi data pengamatan Penyusunan laporan hasil pemecahan masalah meningkatkan kerjasama dan diskusi kelompok, serta 16,66 meningkatkan pembahasan hasil data pengamatan Presentasi hasil pemecahan masalah memotivasi saya untuk mempersiapkan dengan baik, meningkatkan penguasaan konsep, dan keterampilan 20,14 berkomunikasi Model pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah dilanjutkan dan 29,17 dipertahankan untuk diterapkan mata kuliah praktikum lain Melatih melakukan penelitian dan bermanfaat untuk 19,45 diterapkan pada saat mengajar nanti Membutuhkan waktu lebih untuk berkonsultasi 83,33
% S 65,27
TP
TS
6,25
0,69
67,22
3,89
0,55
66,67
6,66
1,11
11,11
1,4
71,52
6,94
1,39
58,33
12,5
0
75
5,55
0
1,67
0
0
70,83
125
B. Pembahasan 1. Penguasaan Konsep Spektrometri dan HPLC Peningkatan penguasaan konsep kelas eksperimen memiliki nilai yang lebih tinggi dan berbeda secara signifikan dibandingkan kelas kontrol dengan % N-gain masing-masing 44,08 %, dan 22,40 % untuk spektrometri, serta 14,88, % dan 40,81 % untuk HPLC. Peningkatan kedua materi tersebut bervariasi untuk masing-masing konsep, namun secara keseluruhan termasuk
kategori sedang untuk kelas
eksperimen dan rendah untuk kelompok kontrol. Selanjutnya, capaian peningkatan penguasaan konsep kelas eksperimen kategori kelompok tinggi dan rendah pada materi spektrometri 51,90 % dan 39,46 % , sedangkan pada materi HPLC adalah 45,63 % dan 34,78 %. Dari uji beda baik untuk materi spektrometri dan HPLC, kedua kelompok kategori tinggi dan rendah tidak menunjukkan perbedaan secara signifikan. Hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah efektif meningkatkan penguasaan konsep mahasiswa untuk keseluruhan konsep pada materi spektrometri dan HPLC, serta dapat digunakan untuk kategori kelompok tinggi dan rendah. Namun, jika dicermati lebih lanjut Tabel 4.13, tampak bahwa %N-gain penguasaan konsep mahasiswa dengan instrumen utama spektrometri lebih tinggi dibanding HPLC. Demikian pula sebaliknya %N-gain penguasaan konsep dengan instrumen utama HPLC %N-gain nya lebih tinggi. Peningkatan yang belum merata
ini menunjukkan bahwa ada
langkah pembelajaran yang kurang berhasil, dan hal ini diduga pada langkah presentasi hasil. Padahal semestinya menurut Ram et al., (2007) melalui presentasi
126
hasil mahasiswa akan memperoleh pengetahuan gabungan dari yang lain. Hasil ini sejalan dengan fakta bahwa pada langkah presentasi hasil, mahasiswa yang aktif pada umumnya dari kategori kelompok tinggi yang jumlahnya hanya 25 %, serta didukung dari data %N-gain penguasaan konsep antara kelompok tinggi dan rendah. Didasarkan hasil pretes dan postes spektrometri,
tidak ada seorang
mahasiswapun dari kelas eksperimen yang penguasaan konsepnya mengalami penurunan, serta tidak ada pula yang tetap. Meskipun kenaikannya beragam, namun data yang diperoleh menunjukkan peningkatan yang cukup berhasil (kategori sedang). Melalui Gambar 4.4, dapat diketahui bahwa % N-gain tertinggi penguasaan konsep terjadi pada preparasi sampel dan terendah pada pengertian dan prinsip dasar spektrometri. Peningkatan tertinggi pada preparasi sampel, dimungkinkan terjadi karena melalui pembelajaran praktikum berbasis masalah para calon guru tidak sekedar dituntut untuk tertib mengikuti langkah-langkah yang ada dalam panduan yang bersifat verifikatif, namun mahasiswa dituntut percobaan yang di dalamnya
merencanakan
termasuk preparasi sampel. Sebaliknya untuk
pengertian dan prinsip dasar spektrometri meskipun mahasiswa menuliskan sebagai kajian teoritis baik dalam proposal maupun laporan hasil penelitian; akan tetapi pada konsep ini mahasiswa kurang memperoleh pengalaman belajar secara langsung sehingga memory of event, suatu gambaran pengalaman yang memiliki efek jangka panjang kurang optimal (White dan Mitchel, 1994). Rendahnya % N-gain pengertian dan prinsip dasar spektrometri, diawali pada pada langkah penyusunan proposal di mana perhatian mahasiswa lebih terfokus pada penelusuran prosedur yang berkaitan dengan masalah yang harus diselesaikan.
127
Peningkatan %N-gain tiap konsep HPLC kelas eksperimen hampir merata untuk konsep-konsep dasar. Hasil ini sedikit berbeda jika dibandingkan dengan materi spektrometri,
peningkatan yang terkait dengan pelaksanaan praktikum
hasilnya hampir sama dibanding konsep-konsep dasar. Kondisi ini diduga karena hanya beberapa mahasiswa yang mempraktekkan dengan alat langsung, karena pada materi HPLC menggunakan virtual laboratorium. Sebagaimana dalam spektrometri, untuk pengertian dan prinsip dasar kromatografi hasilnya juga relatif lebih rendah dari konsep yang lain. Perolehan ini diduga karena mahasiswa lebih terfokus pada pengumpulan informasi yang berkaitan dengan prosedur penelitian. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan-temuan yang telah dilaporkan sebelumnya bahwa melalui PBL dapat meningkatkan penguasaan konsep (Duch et al., 2001; Akinoglu & Tandogan, 2007). Pada tahap mengorientasi pada masalah mahasiswa dalam kelompok diberi masalah open-ended; pemberian masalah ini akan membangkitkan keingintahuan mahasiswa dan memotivasinya untuk bisa memecahkan masalah sehingga penguasaan konsepnya juga akan meningkat (Fogarty,1997). Menurut Tan (2003), bukti-bukti menyarankan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan transfer konsep kepada situasi baru, integrasi konsep, minat belajar intrinsik, dan keterampilan belajar. Sementara itu, Mitchell (dalam Tan, 2003) mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan penalaran dibandingkan dengan pendekatan pengajaran tradisional. Proses pengkonstruksian pengetahuan melalui interaksi sosial dengan teman lain merupakan hal yang potensial ntuk memperkaya perkembangan intelektual siwa (Ibrahim dan Nur, 2004). Gijselaers (1996), di lain pihak, mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis
128
masalah diturunkan dari teori belajar konstruktivis, yaitu pebelajar mengkonstruksi pengetahuan secara aktif.
2. Pengembangan Metakognisi Melalui Praktikum Spektrometri dan HPLC Capaian metakognisi materi spektrometri kelas eksperimen,
mengalami
peningkatan lebih tinggi dan berbeda secara signifikan dibandingkan kelas kontrol dengan rerata % N-gain masing-masing 33,61 % dan 19,11 %.
Peningkatan
metakognisi kelas eksperimen materi HPLC juga lebih tinggi dan berbeda secara signifikan dibanding kelas kontrol dengan rerata % N-gain masing-masing 30,05 % dan 14,55 %. Selanjutnya, metakognisi mahasiswa kelas eksperimen materi spektrometri kelompok tinggi mengalami peningkatan lebih tinggi dibanding kelompok rendah dengan %N-gain berturut-turut 40,63 % dan 30,46 %, namun keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Perolehan % N-gain metakognisi pada materi HPLC kelompok tinggi juga lebih tinggi dari kelompok rendah yaitu 33,50 % dan 25,58 %, serta kedua kelompok juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sebagaimana
dalam
penguasaan
konsep,
temuan-temuan
tersebut
menunjukkan bahwa pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah
juga
memberikan
lingkungan
pembelajaran
yang
baik
untuk
mengembangkan metakognisi materi spektrometri dan HPLC, serta dapat digunakan untuk kategori kelompok tinggi dan rendah. Sebagaimana dalam penguasaan konsep, %N-gain metakognisi mahasiswa dengan instrumen utama spektrometri lebih tinggi dibanding HPLC. Demikian pula sebaliknya
%N-gain metakognisi
dengan
instrumen utama HPLC juga lebih tinggi dibandingkan instrumen spektrometri 129
(Tabel 4.17). Fakta ini diduga bahwa langkah presentasi hasil kurang memberikan kontribusi mengembangkan metakognisi secara merata dan optimal bagi setiap mahasiswa, meskipun secara keseluruhan peningkatannya termasuk kategori sedang. Pada langkah presentasi hasil, setiap mahasiswa di samping berinteraksi dengan teman dalam kelompok juga dengan teman kelompok lain, yang menurut teori belajar Vygotsy (Dahar, 1996) akan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Rerata % N-gain tertinggi indikator metakognisi pada materi spektrometri adalah mengaplikasikan pemahaman diikuti memilih prosedur, sedangkan yang terendah mengidenntifikasi informasi (Gambar 4.7). Di samping memilih prosedur, mengevaluasi prosedur juga memiliki perolehan % N-gain relatif tinggi dibanding lainnya. Untuk materi HPLC ,
rerata % N-gain tertinggi adalah
indikator
menginterpretasi data, diikuti mengaplikasikan pemahamannya dan mengevaluasi prosedur,
sedangkan
yang
terendah
adalah
mengidentifikasi
informasi.
Mengaplikasikan pemahamannya, memilih dan mengevaluasi prosedur akan terkembangkan selama proses pembelajaran praktikum berbasis masalah ini mulai penulisan proposal, pelaksanaan praktikum, sampai penulisan laporan. Rerata % N-gain mahasiswa untuk metakognisi level 3 yaitu merefleksi prosedur secara evaluatif ternyata memiliki peningkatan yang paling tinggi dengan 35,68 % untuk spektrometri dan 32,70 % untuk HPLC. Sementara itu rerata % Ngain metakognisi level 1 yaitu menyadari proses berpikir dan mampu menggambarkannya memiliki peningkatan terendah
yaitu 30,19 % untuk
spektrometri dan 26,94 % untuk HPLC. Menginterpretasi data dan mengevaluasi prosedur termasuk dalam level metakognisi nomor 3, sedangkan mengaplikasikan pemahaman termasuk level 4 yaitu menstransfer pengalaman
pengetahuan
130
prosedural dalam konteks lain (McGregor, 2007). Pada saat pembuatan proposal mahasiswa akan mengaplikasikan pemahamannya tentang berbagai hal yang diperoleh dari berbagai informasi yang telah dikumpulkan seperti kajian teori, serta prosedur kerja laboratorium. Pada langkah ini indikator metakognisi memilih prosedur juga akan berkembang, sementara itu dalam kerja laboratorium, penulisan laporan, dan presentasi hasil mengevaluasi prosedur juga memiliki peluang besar untuk bisa berkembang. Selanjutnya, menginterpretasi data berkembang pada saat tahap penyelidikan kelompok serta tahap penulisan laporan. Berkembangnya metakognisi memilih dan mengevaluasi prosedur serta menginterpretasi data berakibat
kemampuan mengaplikasikan pemahaman mahasiswa juga berkembang
lebih baik. Mengidentifikasi dan mengelaborasi informasi termasuk dalam level metakognisi
nomor
1,
yaitu
menyadari
proses
berpikir
dan
mampu
menggambarkannya (McGregor, 2007). Kedua indikator tersebut semestinya dapat dikembangkan secara optimal karena banyak langkah dalam pembelajaran praktikum berbasis masalah seperti pembuatan proposal, pembuatan laporan, dan presentasi hasil yang mampu mengembangkan kedua indikator metakognisi tersebut. Namun demikian, kecenderungan mahasiswa yang lebih terfokus pada pencarian informasi tentang prosedur dan termotivasi untuk bisa menyelesaikan masalah, menyebabkan level ketiga metakognisi yaitu merefleksi prosedur secara evaluatif lebih tinggi level metakognisi kesatu.. Langkah dalam pembelajaran yang berhubungan dengan kegiatan laboratorium mulai membuat proposal sampai dengan penyelidikan kelompok ternyata berkembang lebih baik dibanding tahap lainnya yaitu mengorientasi pada masalah
131
Pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah dengan simulasi laboratorium virtual untuk materi HPLC dan penelitian laboratorium untuk spektrometri
memberikan
lingkungan
pembelajaran
yang
sesuai
untuk
mengembangkan metakognisi mahasiswa calon guru. Penggunaan simulasi virtual laboratorium ini sebagai solusi untuk menanggulangi ketiadaan perangkat laboratorium untuk HPLC. Melalui simulasi laboratorium virtual menurut Abdul Waheb (2008), mahasiswa dapat leluasa menggali pengetahuannya melalui penggantian berbagai parameter yang terdapat dalam praktek simulasi tersebut, sehingga dapat dianalisis tanpa harus menggunakan instrumen dan zat-zat kimia yang berbahaya dan mahal. Temuan tentang berkembangnya metakognisi melalui kegiatan praktikum sesuai hasil penelitian White dan Mitchel (1994), serta Livingston (1997). Untuk mengetahui bahwa langkah dalam pembelajaran praktikum berbasis masalah mampu mengembangkan metakognisi sebagaimana ditunjukkan hasil penelitian ini, berikut diuraikan contoh kaitan antara langkah dalam pembelajaran praktikum berbasis masalah materi spektrometri dengan metakognisi yang berkembang. Data diambil melalui wawancara tidak terstruktur yang dimaksudkan untuk mengungkap apa yang dilakukan dan dipikirkan mahasiswa selama pembelajaran praktikum berbasis masalah. Kipnis dan Hofstein (2007) juga melakukan wawancara selama pembelajaran praktikum berbasis inkuiri untuk mengungkap metakognisi mahasiswa. Pada tahap 1 yaitu mengorientasi mahasiswa pada masalah, mahasiswa secara berkelompok diminta untuk menyelesaikan masalah dalam suatu kegiatan proyek penelitian laboratorium. Pada tahap ini mahasiswa diberi masalah penentuan kadar kalium, amonium, fosfat, timbal, kalsium, kadmium,
132
dan indikator alami, yang semuanya dapat diukur secara spektrometri. Pertemuan berikutnya masuk
tahap
mengorganisasi mahasiswa untuk belajar, mahasiswa
dalam kelompok diminta menyusun proposal untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Pada tahap ini mahasiswa menyadari bahwa tugas yang diberikan membutuhkan banyak referensi, untuk
bisa mengidentifikasi dan mengelaborasi
informasi yang dibutuhkan. Berikut contoh pernyataan dua mahasiswa dari kategori kelompok tinggi (A) dan bawah (B). Mahasiswa A: Permasalahan yang harus kami selesaikan adalah bagaimana menentukan kadar kalium dalam sampel minuman, kami berdiskusi untuk menentukan metode pengukurannya, selanjutnya kami konsultasikan hasil diskusi kami pada dosen, dan diarahkan untuk menggunakan AES. Selanjutnya kami berdiskusi dan membagi tugas tentang permasalahan tersebut seperti mencari landasan teori tentang kalium, AES, dan terutama prosedur kerja untuk masing-masing mahasiswa. Setelah itu kami kumpulkan semua informasinya dari tiap-tiap anggota, berdiskusi, dan kami menentukan sampel pocary sweet Mahasiswa B: Setelah menerima masalah dari dosen pengampu, yang kami lakukan adalah mendiskusikan permasalah ini pada anggota kelompok yang ada, permasalahan yang di peroleh kelompok kami adalah menentukan kadar Pb2+ dengan AAS. Sampel diambil dari rambut polisi lalu lintas yang ada di Kali Banteng. Pada tahap mengorganisasi mahasiswa untuk belajar ini, mahasiswa ditanya tujuan penelitian yang akan dikerjakan. Pertanyaan selanjutnya adalah langkah apa yang harus dilakukan untuk bisa menulis rancangan/proposal penelitian. Mahasiswa A: Sebelum membuat proposal kami menyusun landasan teori, tujuan, dan rumusan masalah untuk persoalan praktikum tersebut serta cara kerja yang kami peroleh. Untuk selanjutnya kami konsultasikan hal tersebut kepada dosen pengampu terutama untuk prosedur/cara kerja dan alat bahan yang digunakan. Mahasiswa B: Kami mengumpulkan bahan-bahan dan informasi-informasi yang di butuhkan dalam melakukan pemecahan masalah tersebut. Kami mencari dari internet, perpustakaan yang berupa tugas-tugas akhir dan jurnaljurnal penelitian tentang penentuan kadar logam berat berupa Pb2+.
133
Dibanding mahasiswa A, mahasiswa B tidak berusaha untuk menanyakan metode penelitian utamanya prosedur, hanya mengalir mengikuti kelompoknya, ketika ditanya baru menjawab. Tahap membimbing penyelidikan kelompok diawali pengambilan sampel, preparasi sampel, pengukuran, pencatatan data pengamatan, dan terakhir analisis data.
Selagi mahasiswa dalam kelompok memulai preparasi sampel, dosen
memberikan pertanyaan: bagaimana cara pengambilan
sampel? Dan apa yang
saudara lakukan setelah sampel diambil? Berikut petikan pernyataan mahasiswa. Mahasiswa A: Setelah semua prosedur termasuk alat dan bahan sudah disempurnakan kami menyusun proposal. Setelah proposal kami konsultasikan, kelompok kami mencari produk minuman yang di labelnya mengandung kalium, akhirnya kami pilih pocary swet. Selanjutnya kami membuat larutan standar kalium, rencananya kami membuat larutan standar dengan konsentrasi yang sesuai yang ada di botol sebagai KNO3. Pada saat pengukuran saya baru mengerti cara keja AAS dan AES, dan ternyata sampel yang akan diukur terkadang harus diencerkan dulu agar sesuai dengan larutan standar (mengembangkan prosedur). Mahasiswa B: Pertama memilih tempat kerja polisi yang lalu lintasnya relatif ramai, selanjutnya melakukan preparasi sampel, dan pembuatan larutan standar untuk digunakan mengukur secara UV-Vis. Larutan standar Pb disiapkan dan sampel rambut polisi juga hasilnya dikonsultasikan ke dosen. Ternyata pembuatan larutan standar pereaksinya sama dengan pereaksi untuk sampel. Selanjutnya masih dalam tahap penyelidikan kelompok, dosen memberikan pertanyaan tentang data pengamatan. Pada saat mahasiswa memperlihatkan data pengamatan, dosen menanyakan: bagaimana komentar anda tentang linearitas absorbansi larutan standar yang dihasilkan?, dan
bagaimana hubungannya dengan
data absorbansi sampel? Mahasiswa A: Saya belum tahu linear atau tidak karena belum dicari kurva kalibrasinya, jika linear (harga r-nya lebih besar 0,9) maka dapat digunakan utuk menentukan kadar KNO3 dalam sampel minuman. Saya bertanya mengapa harus linear? Setelah dosen mengajak kami melihat dengan teliti data absorbansi sampel dibandingkan absorbansi larutan standar saya 134
mengetahui bagaimana hubungan antara kurva kalibrasi dan absorbansi sampel. Saya menyadari bahwa larutan standar yang kami buat kurang baik, kami minta izin untuk mengulang membuat larutan standar lagi. Sekarang saya bisa memprediksi kelinieran, dan mengetahui sebab ketidaklinearan. Mahasiswa B: Saya belum mengetahui mengapa kurva kalibrasinya harus linear, juga belum mengetahui hubungan absorbansi sampel dengan standar. Didasarkan beberapa contoh pernyataan mahasiswa A yang mewakili kelompok tinggi dan mahasiswa B untuk kelompok rendah, dapat dinyatakan secara deskriptif bahwa mulai tahap penyelidikan kelompok mahasiswa A lebih aktif dan berusaha memimpin kelompoknya. Fakta ini didukung peningkatan % N-gain metakognisi kelompok tinggi, ternyata lebih tinggi dari kelompok rendah meskipun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hasil ini sesuai pendapat Livingston (1997) serta Rickey dan Stacey (2000)
bahwa metakognisi mahasiswa bisa
membedakan ahli dengan bukan ahli, dalam hal ini kelompok tinggi dipandang lebih ahli dibanding kelompok rendah. Peningkatan metakognisi melalui kegiatan laboratorium berbasis masalah hasil penelitian ini, sesuai hasil penelitian Cooper dan Santiago (2009) yang menyatakan bahwa pemberian masalah melalui penelitian ilmiah yang diselesesaikan di laboratorium kimia, ternyata akan meningkatkan metakognisi dan meningkatkan pemecahan
masalah
mahasiswa.
Selanjutnya
Kipnis
menyimpulkan bahwa selama berada di laboratorium
dan
Hofstein
(2007
mahasiswa melatih
metakognisi dalam berbagai tahap proses pembelajaran praktikum berbasis inkuiri. Senada dengan Kipnis dan Hofstein,
Baind dan White (Kipnis, 2007)
juga
menyatakan, “jika dilakukan dengan penuh pemikiran, kegiatan laboratorium dapat meningkatkan metakognisi yang diinginkan; orang akan tahu tentang strategi belajar efektif dan ketentuannya, serta akan menyadari dan memahami kemajuan tugas
135
pembelajaran yang tepat. White dan Mitchel (1994) juga menegaskan bahwa mahasiswa yang mempunyai tingkah laku pembelajaran yang baik adalah yang mengembangkan keterampilan metakognitif tertentu. Sebagian dari tingkah laku itu adalah tindakan yang membutuhkan bagian yang menyatu dari kegiatan laboratorium.
Siswa menyadari bahwa mereka dapat memenuhi kebutuhan
intelektual mereka sendiri dan menemukan banyak informasi oleh tangan mereka sendiri. Kesadaran untuk bisa mengatur, mengontrol, dan memeriksa dalam suatu tugas tertentu, merupakan proses dalam metakognisi. Peningkatan metakognisi hasil penelitian ini diikuti peningkatan penguasaan konsep atau sebalikya, peningkatan penguasaan konsep juga diikuti dengan peningkatan metakognisi dan keduanya memiliki korelasi yang positif. Menurut Tan (2004), dalam proses belajar berbasis masalah, rancangan penyelesaian masalah dan tahapannya membantu peserta didik mengembangkan rangkaian hubungan kognitif. Dengan mengumpulkan data dan informasi lebih banyak untuk menyelesaikan masalah, peserta
didik
perlu
menerapkan
kemampuan
berpikir
analitis,
seperti
membandingkan, dan mengklasifikasikan. Peserta didik akan menentukan strategi belajarnya serta membandingkan dan membagi dengan teman lain dalam usahanya untuk memecahkan masalah. Kesadaran atas pemikiran sendiri untuk mengarahkan, membandingkan, dan membagi strategi belajarnya menunjukkan bahwa peserta didik terlibat dalam belajar bagaimana belajar, yang menurut Ken Bain (dalam Tan, 2004) akan mempromosikan metakognisinya. Costa (1985) berpendapat bahwa dengan
mengenali masalah yang
diberikan, mahasiswa akan memfokuskan perhatian terhadap apa yang diperlukan dan menentukan informasi untuk menyelesaikan masalah itu.
136
Sementara itu dalam pembelajaran berbasis masalah, masalah menjadi titik tolak untuk membangun konsep.
Tan (2004) menyatakan bahwa dalam PBL mensyaratkan
pengetahuan yang banyak, usaha, kegigihan dan pengaturan mandiri peserta didik, serta perlu memikirkan rencana, mengumpulkan informasi, mengevaluasi penemuan, dan merevisi hasil-hasilnya. Proses dalam pengaturan diri, mengevaluasi dan merevisi hasil pemecahan masalah termasuk dalam aktivitas metakognisi. Namun demikian agar aktivitas metakognisi tersebut dapat dikembangkan para pendidik perlu membantu peserta didik dalam membentuk ‘kesempatan’untuk belajar, mengarahkan pemikiran peserta didik dan membantu membentuk pemahaman baru. Untuk mengarahkan pemikiran peserta didik
dan mengetahui metakognisi yang
berkembang dapat dilakukan melalui wawancara tidak terstruktur sebagaimana pernah dilakukan Kipnis dan Hofstein (2007). Hasil tes metakognisi tersebut didukung hasil kuesioner untuk kelas eksperimen di mana rerata skor total kelas eksperimen menunjukkan peningkatan lebih tinggi dibanding kelas kontrol dengan % N-gain 6,42 % dan 0,19 %. Meskipun hasil peningkatan untuk kelas eksperimen termasuk kategori rendah, namun peningkatannya cukup berarti jika dibanding kelomok kontrol. Persen N-gain untuk kategori kelompok tinggi pada kelas eksperimen ternyata lebih baik dibanding kelompok rendah dengan % N-gain 12,55 % dan 1,37 %. Temuan
ini sesuai
pendapat Livingston (1997) bahwa metakognisi mahasiswa bisa membedakan ahli dengan bukan ahli, dalam hal ini kelompok tinggi dipandang lebih ahli di banding kelompok rendah. Pengukuran metakognisi menggunakan kuesioner atau hasil penilaian diri pernah dilakukan Zimmerman dan Printich (dalam Shraw et al., 2006) serta Cooper et al., (2008).
137
3. Kinerja Mahasiswa pada Praktikum Spektrometri dan HPLC Asesmen kinerja mahasiswa yang meliputi lembar observasi kinerja di laboratorium, laporan hasil pemecahan masalah, dan presentasi hasil pemecahan masalah dengan nilai berturut-turut 81,94; 83,78; dan 82,17 dan rerata nilai total 82,71 (kategori baik sekali; 80-100) ditunjukkan pada Tabel 4.20. Rerata nilai laporan penyelesaian masalah lebih tinggi dari lainnya hal ini dimungkinkan karena laporan terlebih dahulu dikonsultasikan dan dikerjakan secara berkelompok. Instrumen asesmen kinerja ini sebelum digunakan telah disosialisasikan kepada mahasiswa. Ketika mahasiswa mengetahui kriteria penilaian, mereka akan berfikir tentang latihan-latihan yang kreatif dan turut terlibat dan akan mendefinisikan kriteria performance yang sangat bernilai bagi mereka (Stiggins, 1994), sehingga akan mengurangi penyimpangan perilaku dari sasaran penilaian atau meningkatkan validitas instrumen. Asesmen kinerja yang diterapkan diharapkan sesuai anjuran National Science Teachers Association (1998) yang menyatakan bahwa LPTK sebaiknya dapat menjadi model bagi para calon guru sains tentang bagaimana asesmen kinerja dilakukan. Aspek kinerja dan laporan praktikum mahasiswa untuk kelas kontrol selama proses pembelajaran dalam penelitian ini diases sama dengan kelas eksperimen, dengan sedikit perbedaan untuk format laporan. Dari ketiga nilai proses pembelajaran, nilai kinerja untuk kelas kontrol dan eksperimen hampir sama, hal ini teramati selama kegiatan laboratorium terutama keterampilan menggunakan peralatan.
Selama
kegiatan
laboratorium,
teridentifikasi sebagian besar mahasiswa
terutama
pada
awal
praktikum
masih mengalami kesalahan dalam:
memilih dan menggunakan alat ukur volume, menggunakan wadah zat untuk
138
ditimbang, melarutkan zat, dan membaca miniskus. Di samping itu mahasiswa juga sering lupa memberikan label, serta aspek kuantitatif yang berhubungan dengan pengukuran kurang mendapat perhatian. Hasil pengamatan terhadap keterampilan dasar melakukan praktikum menunjukkan bahwa pada awal praktikum sebagian besar mahasiswa banyak mengalami kesalahan, terutama dalam menggunakan alat ukur, meskipun mata kuliah praktikum ini telah melalui praktikum Kimia Dasar, praktikum Dasar Kimia Analitik, dan praktikum Dasar-dasar pemisahan analitik. Keadaan ini disebabkan penilaian yang dilakukan baru dalam aspek kognitif yakni meliputi: data tes awal dilakukan secara tertulis maupun lisan berisi penguasaan konsep dan prosedur kerja, hasil data pengamatan praktikum, dan laporan praktikum. Penilaian kinerja selama proses pembalajaran belum bisa dilaksanakan, serta belum tersedia perangkat instrumennya. Bimbingan dan evaluasi langkah-langkah dalam prosedur selama proses pembelajaran belum dapat dilaksanakan dengan baik, karena dosen terfokus pada menilai laporan praktikum yang harus segera dikembalikan (Haryani, 2008).
4. Tanggapan Mahasiswa terhadap Implementasi Pembelajaran Berdasarkan Tabel 4.22, mahasiswa memberi tanggapan positif terhadap pelaksanaan perkuliahan praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah. Melalui praktikum yang diimplementasikan mahasiswa dapat: (1) ) meningkatkan keterlibatan mahasiswa dalam setiap tahap pembelajaran praktikum; (2) memberikan pengalaman langsung melalui pemodelan pembelajaran praktikum; (3) mahasiswa merasa telah melakukan latihan penelitian yang menyenangkan, sehingga terinspirasi untuk merancang program pembelajaran praktikum di sekolah, dan (4) berharap
139
dapat diterapkan pada praktikum lainnya. Hasil ini sejalan dengan pendapat Fogarty (1997) bahwa pengajuan masalah open-ended pada awal pembelajaran akan membangkitkan keingintahuan siswa dan memotivasinya untuk belajar, serta mempromosikan belajar aktif. Selanjutnya menurut Tan (2004), PBL yang efektif adalah menggunakan tahapan yang baik dan fasilitator yang mampu menggali ide siswanya. Dalam PBL, dosen sebagai fasilitator berperan penting sebagai pelatih metakognisi yang harus dapat menjamin bahwa mahasiswanya dapat menyadari keterampilan kognitifnya serta dapat memilih dengan bijaksana diantara solusi yang ada (Barrows, 1998) Pengalaman dalam pembelajaran praktikum berbasis masalah ini sangat bermanfaat dan memberikan inspirasi untuk mengembangkan pembelajaran di SMA.. Mahasiswa calon guru cenderung akan menirukan apa yang dilakukan oleh para dosennya, sehingga berbagai pemodelan dalam proses pembelajaran di bangku kuliah akan sangat membekas pada pelaksanaan tugas mengajarnya nanti (McDermott, 1990). Tanggapan negatif yang terekam dari wawancara tidak terstruktur dan kuesioner yakni harus sering konsultasi dengan dosen, sehingga membutuhkan pengaturan waktu selain jadwal resmi. 5. Keunggulan dan Kendala terhadap Implementasi Pembelajaran Secara umum, hampir tidak ditemukan adanya kendala yang berarti dalam mengimplementasikan pembelajaran praktikum kimia analitik instrumen berbasis masalah. Kurangnya fasilitas yang berkaitan dengan masalah teknis yaitu peralatan laboratorium, seperti tidak tersedianya HPLC, serta jumlah pH meter yang masih kurang. Kendala ini dapat diatasi dengan cara praktikum virtual menggunakan JCE
140
HPLC 3D,2 dan mengirim beberapa mahasiswa mengikuti praktikum di perguruan tinggi lainnya, sedangkan penggunaan pH meter diatur jadwal pemakaiannya. Namun demikian, jika ketersediaan peralatan laboratorium lebih memadai dalam hal jumlah dan jenis, maka penerapan pembelajaran praktikum berbasis masalah ini akan lebih efektif karena di samping dosen lebih leluasa memberikan masalah, mahasiswa juga bisa memilih peralatan yang akan digunakan. Kendala lain yang perlu diperhatikan dalam implementasi pembelajaran adalah pengaturan jadwal konsultasi dengan mahasiswa pada setiap langkah pembelajaran sebagaimana terekam pada tanggapan mahasiswa. Hal ini sesuai pendapat
Akinogulu dan Tandogan (2007) serta
Hernani (2010) bahwa
implementasi PBL membutuhkan lebih banyak waktu dan pengaturan waktu yang baik. Menurut Akinogulu dan Tandogan pengaturan waktu ini perlu penting, karena ada kelompok yang menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat atau lebih lambat.. Agar masalah waktu ini tidak menjadi kendala, maka dibutuhkan tim pengampu yang memiliki komitmen tinggi untuk menyediakan waktu dalam melayani kebutuhan mahasiswa untuk berkonsultasi. Program perkuliahan yang dirancang untuk mengatasi kelemahan pola pelaksanaan dan hasil belajar praktikum kimia analitik instrumen ini memiliki keunggulan yang terungkap dari hasil penelitian yaitu
efektif untuk
mengembangkan metakognisi dan meningkatkan penguasaan konsep materi spektrometri dan HPLC bagi calon guru. Peningkatan penguasaan konsep dan pengembangan metakognisi diperoleh dari setiap tahap pembelajaran praktikum berbasis masalah berdampak pada peningkatan pemecahan masalah sebagaimana tujuan dilakukannya praktikum. Pada setiap tahap pembelajaran mahasiswa secara
141
kelompok maupun individu akan selalu berusaha mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, berdiskusi dengan teman dalam kelompok, maupun berkonsultasi dengan dosen pengampu, sehingga pembelajaran menjadi lebih aktif, produktif, dan kondusif yang pada akhirnya
penguasaan konsepnya akan meningkat dan
metakognisinya juga akan berkembang. Tersedianya perangkat pembelajaran dan asesmennya dari hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi pengembangan program perkuliahan praktikum lain. Implementasi pembelajaran praktikum, juga merupakan pemodelan bagi calon guru dalam mengelola praktikum, sebagaimana tanggapan positif yang diberikan mahasiswa.
142
134