BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuasi eksperimen
yang
dilaksanakan di kelas VII C dan VII D SMP N 2 Kalasan pada semester II Tahun ajaran 2011/2012 dengan materi pemanasan global. Kelas VII C merupakan kelompok eksperimen dan kelas VII D merupakan kelompok kontrol. Pembelajaran pada kelas eksperimen menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing, sedangkan pembelajaran pada kelompok kontrol menggunakan pendekatan “cookbook”. Kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan dalam penelitian ini didesain sebagai kegiatan yang bertujuan pada peningkatan kemampuan kognitif C1 – C3 dan pengembangan keterampilan proses sains. 1. Data Keterampilan Proses Sains Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. Data keterampilan proses sains siswa diperoleh dari lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat pada saat siswa melakukan proses pembelajaran pertemuan pertama, pertemuan kedua, dan pertemuan ketiga. Tabel 12 mendeskripsikan persentase jumlah siswa yang mampu melakukan aktivitas keterampilan proses sains pada setiap jenis keterampilan proses sains pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pertemuan I - III.
86
Tabel 12. Persentase Siswa yang Mampu Melakukan Keterampilan Proses Sains saat Pertemuan I - III pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol.
No
1.
2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Keterampilan Mempresentasik an data hasil diskusi atau percobaan di depan siswa lain Menyusun hipotesis Mengamati Membuat tabel Menyusun kesimpulan Memberi perlakuan (pengukuran)
EKS
I
KTRL
Pertemuan II EKS KTRL
87,1%
38,7%
87,1%
35,5%
90,3%
0%
96,8%
0%
90,3% 90,3%
51,6% 0%
96,8% 93,5%
64,5% 0%
93,5%
0%
96,8%
0%
90,3%
54,8%
96,8%
67,7%
EKS 90,3%
= tidak dilakukan dalam pembelajaran
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 12 dapat terlihat bahwa pada pertemuan I - III persentase siswa yang mampu melakukan keterampilan proses sains pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Pada pertemuan I kelompok eksperimen aspek mempresentasikan data hasil percobaan dan diskusi di depan siswa lain (komunikasi), menyusun hipotesis, mengamati, membuat tabel pengamatan, menyusun kesimpulan, memberi perlakuan persentasenya masuk kategori hampir seluruh siswa mampu melakukan keterampilan proses sains aspek tersebut
87
III
KTRL 38,7%
karena persentase jumlah siswa yang mampu melakukan keterampilan proses sains tersebut berada di antara 76% - 99%. Pada kelompok kontrol aspek mengamati, memberi perlakuan persentasenya masuk kategori sebagain besar siswa melakukan keterampilan proses sains aspek tersebut karena persentase jumlah siswa yang mampu melakukan keterampilan proses sains berada di antara 51%
- 75%, sedangkan aspek
mempresentasikan data hasil diskusi atau percobaan di depan siswa lain persentasenya masuk kategori hampir separuh siswa mampu melakukan keterampilan proses sains aspek tersebut karena persentase jumlah siswa yang mampu melakukan keterampilan proses sains berada di antara 26% 49%, untuk aspek menyusun hipotesis, menyusun kesimpulan, dan membuat tabel pengamatan persentasenya masuk kategori tidak ada siswa yang mampu melakukan keterampilan proses sains aspek tersebut karena persentase jumlah siswa yang mampu melakukan keterampilan proses sains 0%. Pada pertemuan II kelompok eksperimen aspek mempersentasikan data hasil diskusi atau percobaan di depan kelas, menyusun hipotesis, mengamati, membuat tabel pengamatan, menyusun kesimpulan, memberi perlakuan persestasenya masuk kategori hampir seluruh siswa melakukan aktivitas keterampilan proses sains aspek tersebut karena persentase aspek keterampilan proses sains berada di antara 76% - 99%, untuk aspek mengajukan pertanyaan pada guru persentasenya masuk kategori hampir separuhnya siswa mampu melakukan keterampilan proses sains aspek
88
tersebut karena persentase jumlah siswa yang melakukan aspek keterampilan proses sains tersebut berada di antara 26% - 49% . Pada kelompok kontrol aspek mengamati, memberi perlakuan persentasenya masuk kategori sebagain besar siswa mampu melakukan keterampilan proses sains aspek tersebut karena persentase jumlah siswa yang mampu melakukan aspek keterampilan proses sains tersebut berada di antara 51%75%, untuk aspek mempersentasikan hasil diskusi atau percobaan di depan kelas persentasenya masuk kategori hampir separuh siswa mampu melakukan aspek keterampilan proses sains tersebut karena persentase keterampilan proses sains berada di antara 26%-49%, sedangkan untuk aspek menyusun hipotesis, membuat kesimpulan, dan membuat tabel pengamatan tidak ada siswa yang mampu melakukan keterampilan proses sains aspek tersebut karena persentase jumlah siswa yang mampu melakukan aspek keterampilan proses sains tersebut 0%. Pada pertemua III aspek mempresentasikan data hasil diskusi atau percobaan di depan kelas presentasenya masuk dalam kategori hampir seluruh siswa mampu melakukan keterampilan proses sains aspek tersebut karena persentase jumlah siswa yang mampu melakukan keterampilan proses sains berada di antara 76% - 99%. Pada kelompok kontrol aspek mempresentasikan data hasil diskusi atau percobaan di depan kelas masuk dalam kategori hampir separuh siswa mampu melakukan keterampilan proses sains aspek tersebut karena persentase jumlah siswa yang
89
melakukan aspek keterampilan proses sains tersebut berada di antara 26% - 49%. Berdasarkan Tabel 12 dan uraian di atas maka dapat di ketahui bahwa pada kelompok eksperimen siswa yang melakukan aktivitas keterampilan proses sains lebih banyak daripada kelompok kontrol. Hal ini menunjukan bahwa pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen yaitu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing terbukti dapat melatih siswa untuk melakukan berbagai aktivitas keterampilan proses sains sehingga mereka dapat mengembangkan keterampilan proses sains, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Seberapa jauh efektivitas perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen terhadap keterampilan proses sains tidak dapat diketahui melalui ukuran efek atau effect size karena pada keterampilan proses sains tidak ada data awal sehingga peneliti hanya dapat mengetahui pendekatan inkuiri terbimbing efektif atau tidak terhadap keterampilan proses sains dengan membandingkan nilai persentase jumlah siswa yang melakukan aktivitas keterampilan proses sains pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan perhitungan menunjukan bahwa persentase jumlah siswa yang melakukan keterampilan proses sains pada kelompok eksperimen lebih besar daripada kelompok kontrol. Hal ini
90
membuktikan
bahwa
pendekatan
inkuiri
lebih
efektif
terhadap
keterampilan proses sains. Selain keterampilan proses sains, peneliti juga mengukur keterampilan umum atau keterampilan pendukung sebagai tambahan. Tabel 13 mendiskripsikan persentase jumlah siswa yang mampu melakukan aktivitas keterampilan umum atau pendukung pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pertemuan I – III. Tabel 13. Persentase Siswa yang Mampu Melakukan Keterampilan Umum atau Pendukung saat Pertemuan I - III pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol.
No 1. 2.
3.
4. 5. 6. 7.
8.
Jenis Keterampilan Menyimak Mengajukan pertanyaan kepada guru Mengajukan pertanyaan kepada siswa lain saat diskusi Menjawab pertanyaan dari guru Menjawab pertanyaan teman lain Menyampaikan pendapat saat diskusi Mendengarkan pendapat teman lain saat diskusi Bekerjasama saat melakukan percobaan atau diskusi
KTRL 64,5%
Pertemuan II EKS KTRL 93,5% 64,5%
EKS 100%
61,3%
19,4%
41,9%
16,1%
45,2%
16,1%
51,6%
19,4%
74,2%
19,4%
80,6%
22,6%
87,1%
32,2%
87,1%
22,6%
93,5%
22,65
61,3%
22,6%
74,2%
25,8%
90,3%
19,4%
87,1%
51,6%
93,5%
48,4%
96,8%
77,4%
90,3%
67,7%
93,5%
67,7%
100%
77,4%
90,3%
64,5%
93,5%
64,5%
96,8%
77,4%
EKS 90,3%
I
91
III
KTRL 87,1%
Berdasarkan Tabel 13 maka dapat diketahui pada kelompok eksperimen siswa yang melakukan keterampilan umum atau pendukung lebih banyak daripada kelompok kontrol, ini dapat terlihat dari persentase jumlah siswa yang melakukan keterampilan umum atau pendukung lebih besar daripada kelompok kontrol. Hal ini menunjukan bahwa pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen yaitu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing selain dapat melatih siswa untuk melakukan keterampilan proses sains juga dapat melatih siswa untuk melakukan keterampilan umum atau pendukung dalam proses pembelajaran. 2. Hasil Kemampuan Awal Kognitif C1 – C3 (pretest), Hasil Belajar Kemampuan Kognitif C1 – C3 (posttest), dan Gain Standard Daisy Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. Nilai pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum dilakukannya perlakuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Nilai posttest untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah perlakuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Gain standard daisy untuk mengetahui seberapa besar peningkatan hasil belajar aspek kognitif pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Rangkuman hasil kemampuan awal kognitif (pretest), hasil belajar kemampuan kognitif C1 – C3
(posttest), dan gain standard daisy
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 14.
92
Tabel 14. Rangkuman Hasil Kemampuan Awal Kognitif C1 – C3 (Pretest), Hasil Belajar Kemampuan Kognitif C1 – C3 (Posttest), dan Gain Standard Daisy Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
Pretest
Posttest
Banyak Data
Gain Standard Daisy
31
31
31
31
31
31
Mean (rerata)
56,32
88,77
0,74
56,71
78,19
0,49
Statistik
Pretest
Posttest
Gain Standard Daisy
Berdasarkan data yang telah disajikan pada Tabel 14 dapat diketahui bahwa peningkatan hasil belajar aspek kognitif pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Hal ini dapat terlihat dari nilai gain standard daisy pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Nilai gain standard daisy kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol (0,74 > 0,49). Adanya perbedaan peningkatan hasil belajar aspek kognitif dari kedua kelompok dimungkinkan karena perlakuan yang berbeda. Kelompok eksperimen menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing, sedangkan kelompok kontrol menggunakan pendekatan “cookbook”. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing yang diterapkan pada kelompok eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif C1 – C3. Pengujian hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji-t berpasangan untuk mengetahui perbandingan skor
93
sebelum dan sesudah diterapkan perlakuan, apakah ada perubahan nyata yang terjadi. Data yang digunakan dalam uji-t berpasangan adalah nilai gain standard daisy antara dua perlakuan dengan pembelajaran inkuiri terbimbing dan “cookbook” untuk mengetahui perubahan yang terjadi terhadap kemampuan kognitif C1 – C3. Rangkuman skor hasil uji-t berpasangan pada gain standard daisy pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Rangkuman Skor Hasil Uji-t Berpasangan pada gain standard daisy pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Std. Mean Deviation Pair Sebelum 1
Sesudah
.22742
.22384
Std. Error Mean
.04020
Sig. (2Lower
.14531
Upper
.30953
t
5.657
df
tailed)
30
.000
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa gain standard daisy pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki harga t = 5,657 dengan tingkat signifikansi 2-tailed adalah 0,000. Dari hasil perhitungan melalui software statistik (SPSS) nilai probabilitas (p) dari uji-t berpasangan adalah 0,000 jika dibandingkan dengan taraf signifikansi (a) = 0,05 maka p < 0,05, sehingga kesimpulan statistika yang diambil adalah
94
H1 diterima. Artinya ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Melihat rata-rata gain standard daisy kelas eskperimen adalah 0,74 dan rata-rata gain standard daisy kelas kontrol adalah 0,49, maka kelas eksperimen dengan pembelajaran inkuiri terbimbing terbukti dapat meningkatkan hasil belajar aspek kognitif C1 – C3. Seberapa jauh efektivitas perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen dalam meningkatkan hasil belajar aspek kognitif C1 – C3 dapat diketahui melalui ukuran efek atau effect size. Menurut Cohen (Dali S. Naga.2011), besarnya effect size adalah selisih rerata yang dinyatakan dalam simpangan baku. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan besarnya effect size perlakuan yang diberikan adalah 0,79. Kriteria yang diusulkan oleh Cohan (Dali S. Naga. 2011) besar kecilnya ukuran efek adalah: 0 < d < 0,2
efek kecil
0,2 < d < 0,8
efek sedang
d > 0,8
efek besar.
Berdasarkan kriteria dari Cohan tersebut, maka pada penelitian ini sumbangan perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen dalam meningkatkan hasil belajar aspek kognitif C1 – C3 ukuran efeknya sedang yaitu 0,79 artinya efektivitas penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing terhadap kemampuan kognitif C1 – C3 sedang.
95
3. Hasil Pengamatan Pengelolaan Pembelajaran Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Pengamatan pengelolaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing. Pengamatan dilakukan oleh satu orang pengamat dengan mengisi lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing pada saat proses pembelajaran berlangsung. Pada lembar pengamatan terdapat 13 aspek yang harus diisi oleh pengamat sesuai dengan pengamatan yang dilakukan. Lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing selengkapnya dapat terlihat pada lampiran 7.
Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan semua aspek dilakukan oleh guru, hal ini menunjukan bahwa kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru sudah sesuai dengan pendekatan inkuiri terbimbing. Salah satu aspek dalam lembar pengamatan adalah guru mengamati, membimbing dan mengarahkan siswa pada saat kegiatan percobaan, aspek tersebut menunjukan bahwa dalam kegiatan percobaan guru hanya bertindak sebagai fasilitator yang membimbing siswa ketika siswa mengalami kesulitan, hal ini menunjukan bahwa siswa terlibat aktif dalam percobaan sehingga siswa akan mempunyai kesempatan untuk melatih berbagai keterampilan proses sains. Berdasarkan lembar pengamatan keterampilan proses sains yang telah diisi oleh pengamat menunjukan jumlah siswa yang melakukan keterampilan proses sains pada
96
kelas yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing lebih banyak dibandingkan dengan kelas yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan ““cookbook””, hal ini wajar karena pada kelas yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing siswa akan terlibat aktif sedangkan guru hanya sebagai fasilatator sehingga siswa akan mendapatkan kesempatan untuk melatih keterampilan proses sains. Selain itu,
pada
lembar
pengamatan
pengelolaan
inkuiri
terbimbing
terdapat
pendekatan
pembelajaran
aspek
guru
dengan
memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan hasil percobaan dan menarik kesimpulan sementara dan guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil, aspek tersebut menunjukan bahwa guru memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada siswa untuk melatih keterampilan proses sains khususnya keterampilan komunikasi sehingga siswa dapat mengembangkan keterampilan proses sain khusunya keterampilan komunikasi. Hal ini terbukti berdasarkan hasil pengamatan keterampilan proses sains terlihat bahwa pada kelas yang mendapatkan pembelajaran
dengan
pendekatan
inkuiri
terbimbing
siswa
yang
melakukan keterampilan proses sains khususnya komunikasi lebih banyak bila dibandingkan dengan kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan ““cookbook””.
97
4. Hubungan antara keterampilan proses sains dan kemampuan kognitif C1 – C3 siswa dalam pembelajaran IPA dengan materi pemanasan global. Hubungan antara keterampilan proses sains dan kemampuan kognitif dapat diketahui dengan melihat skor keterampilan proses sains yang diperoleh siswa selama proses pembelajaran dengan nilai posttest siswa. Skor keterampilan proses sains diperoleh dari penambahan skor semua indikator ketrampilan proses sain pada pertemuan pertama, kedua, dan ketiga. Tabel 16 merupakan perbandingan antara skor keterampilan proses sains dengan kemampuan kognitif C1 – C3 siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tabel 16. Perbandingan Skor Keterampilan Proses Sains dan Kemampuan Kognitif . Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Ranking Keterampilan Kemampuan Keterampilan Kemampuan Proses Sains Kognitif C1 – C3 Proses Sains Kognitif C1 – C3 1 37 92 26 88 2 37 100 26 80 3 37 100 25 84 4 37 84 24 80 5 37 96 24 92 6 37 96 23 92 7 37 100 23 88 8 36 92 23 80 9 36 100 88 21 10 36 96 21 84 11 36 96 20 84 12 35 88 19 84 13 35 100 19 88 14 33 88 18 84 15 33 88 17 84 16 33 88 80 17 17 33 88 16 84 18 33 88 15 80 19 33 100 14 80 20 33 88 80 14
98
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
33 32 32 32 31 31 30 23 19 9 8
96 88 84 80 84 96 76 76 76 68 60
9 6 6 6 3 2 1 1 1 1 0
80 76 76 76 72 64 60 48 60 72 56
Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa mayoritas siswa yang memiliki skor keterampilan proses tinggi maka nilai kemampua kognitif siswa tersebut akan tinggi pula, hal ini menunjukan bahwa ada hubungan yang kuat antara keterampilan proses dengan kemampua kognitif C1 – C3 siswa. Pengujian
hipotesis
pada
ada
tidaknya
hubungan
antara
keterampilan proses sains dan kemampuan kognitif C1 – C3 dilakukan dengan menggunakan data hasil skor posttest yang diperoleh setelah pembelajaran berlangsung dan data keterampilan proses sains selama proses pembelajaran berlangsung. Tabel 17 dan Tabel 18 merupakan hasil perhitungan uji korelasi Pearson pada kedua kelas.
99
Tabel 17. Data Uji Korealsi Pearson Kelas Eksperimen Correlations KeterampilanPro KemampuanKog sesSains KeterampilanProsesSains
Pearson Correlation
nitif 1
Sig. (2-tailed) N KemampuanKognitif
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
**
.847
.000 31
31
**
1
.847
.000 31
31
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa nilai korelasi Pearson antara skor keterampilan proses sains dan nilai kemampuan kognitif C1 – C3 sebesar 0,847 dan bertanda positif. Hal ini menunjukan bahwa ada korelasi yang kuat dan searah, atau dengan kata lain kalau skor keterampilan proses sains bagus maka nilai kemampuan kognitif C1 – C3 juga bagus. Tingkat signifikansi 2-tailed (= 0,000) < 0,05 maka Ho ditolak, yang berarti ada hubungan yang signifikan.
100
Tabel 18. Data Uji Korealsi Pearson Kelas Konrol Correlations KeterampilanPro KemampuanKog sesSains KeterampilanProsesSains
Pearson Correlation
nitif 1
Sig. (2-tailed) N KemampuanKognitif
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
**
.842
.000 31
31
**
1
.842
.000 31
31
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan Tabel 18 terlihat bahwa nilai korelasi Pearson antara skor keterampilan proses sains dan nilai kemampuan kognitif C1 – C3 sebesar 0,842 dan bertanda positif. Hal ini menunjukan bahwa ada korelasi yang kuat dan searah, atau dengan kata lain kalau skor keterampilan proses sains bagus maka nilai kemampuan kognitif C1 – C3 juga bagus. Tingkat signifikansi 2-tailed (= 0,000) < 0,05 maka Ho ditolak, yang berarti ada hubungan yang signifikan. Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara keterampilan proses sains dan kemampuan kognitif C1 – C3. Hubungan antara keterampilan proses sains dengan kemampuan kognitif bernilai positif artinya jika keterampilan proses sains siswa naik maka kemampuan kognitifnya akan naik pula. B. Pembahasan Penelitian ini dilaksanakan untuk membuktikan bahwa pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing lebih efektif bila dibandingkan pendekatan
101
pembelajaran
“cookbook”
terhadap
keterampilan
proses
sains
dan
peningkatan kemampuan kognitif C1 – C3 siswa SMP materi pemanasan global. Pada penelitian ini efektivitas yang dimaksud adalah ketepatgunaan pendekatan inkuiri terbimbing dalam rangka mencapai tujuan belajar, dimana tujuan belajar yang ingin dicapai adalah meningkatkan kemampuan kognitif C1 – C3 siswa dan mendorong siswa untuk melakukan aktivitas keterampilan proses sains. 1. Perbedaan keterampilan proses sains antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan “cookbook”. Keterampilan proses sains pada penelitian ini meliputi mengamati, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, menyusun hipotesis, inferensi (menyusun kesimpulan). Data keterampilan proses sains siswa diperoleh dari lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan Tabel 12 dapat terlihat bahwa persentase jumlah siswa yang melakukan aktivitas keterampilan proses sains pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Hal ini membuktikan bahwa ada perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan pada kelompok eksperimen yaitu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing berhasil mendorong siswa untuk melakukan keterampilan proses sains.
102
Menurut Moh. Amin (1987: 126-127), inkuiri dibentuk melalui proses penemuan, karena peserta didik harus menggunakan kemampuan menemukan dan lebih banyak lagi. Sebagai tambahan pada proses-proses penemuan, inkuiri mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan masalah, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganilisis data, menarik kesimpulan, mempunyai sikap-sikap objektif, jujur, rasa ingin tahu, terbuka, dan sebagainya. Pada pembelajaran secara inkuiri, individu didorong untuk belajar secara mandiri. Individu belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dan pendidik mendorong individu untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsipprinsip. Inkuiri terjadi apabila individu terlibat secara aktif dalam menggunakan mentalnya agar memperoleh pengalaman, sehingga memungkinkan untuk menemukan konsep atau prinsip. Proses-proses mental tersebut di atas melibatkan keterampilan proses yang lebih tinggi tingkatannya (perumusan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, melaksanakan eksprimen, mengumpulkan dan menganalisis data, serta menarik kesimpulan). Sedangkan pada pembelajaran secara “cookbook” siswa aktif dalam pembelajaran tetapi keaktifan tersebut dibatasi oleh guru. Gurulah yang sangat berperan, siswa hanya seperti robot yang hanya mengikuti perintah guru. Keaktifan yang dibatasi tersebut menyebabkan siswa tidak mendapatkan kesempatan untuk
103
mengembangkan keterampilan proses sains yang mereka miliki. Teori yang telah dijelaskan di atas sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukan pada kelompok eksperimen yang menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing jumlah presentase siswa yang melakukan aktivitas keterampilan proses sains lebih besar daripada kelompok kontrol yang menggunakan pendekatan “cookbook”. Faktor lain yang mungkin menyebabkan adanya perbedaan persentase jumlah siswa yang melakukan keterampilan proses sains pada kedua kelompok yaitu pada saat kegiatan proses pembelajaran berlangsung, kelompok eksperimen menggunakan LKS yang menuntut siswa untuk lebih aktif dalam melakukan percobaan dan diskusi. LKS yang digunakan pada kelas eksperimen adalah LKS inkuiri terbimbing. Pada LKS inkuiri terbimbing siswa dilatih untuk mlakukan berbagai keterampilan proses dimulai dari merumuskan masalah, menyusun hipotesis, melakukan percobaan, mengamati, menyimpulkan. Siswa akan memiliki motivasi belajar yang tinggi manakala dilibatkan untuk merumuskan masalah sendiri sehingga siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran. Sedangkan pada kelompok kontrol LKS “cookbook” yang digunakan tidak menuntut siswa untuk aktif dalam percobaan melainkan dalam pembelajaran dengan menggunkan LKS “cookbook” gurulah yang lebih aktif sehingga siswa tidak ada kesempatan untuk mengembangkan keterampilan proses sains yang dimiliki.
104
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan keterampilan proses sains antara siswa yang menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan “cookbook”. Pendekatan inkuiri terbimbing lebih efektif daripada pendekatan “cookbook” terhadap keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran IPA dengan materi pemanasan global. 2. Perbedaan peningkatan kemampuan kognitif C1 – C3 antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan “cookbook”. Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa kemampuan kognitif C1 – C3 siswa kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Hal ini ditunjukan dengan nilai gain standard daisy pada kelompok eskperimen yang lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perlakuan yang berbeda pada kedua kelompok. Kelompok eksperimen menggunakan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing dan kelompok kontrol menggunakan pendekatan pembelajaran “cookbook”. Hal ini menunjukan bahwa pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen berhasil meningkatkan kemampuan kognitif C1 – C3 siswa. Untuk lebih memastikan perlu dilakukan uji-t berpasangan pada gain score. Hasil uji-t berpasangan data gain score kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki nilai probabilitas (p) adalah 0,000 jika dibandingkan dengan taraf signifikansi (a) = 0,05 maka p < 0,05, sehingga kesimpulan statistika yang diambil adalah H 1 diterima. Artinya ada
105
perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal ini membuktikan bahwa pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen yaitu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing lebih dapat meningkatkan kemampuan kognitif C1 – C3 siswa. Kefektifan pendekatan inkuiri
terbimbing dihitung dengan
menggunakan rumus effect size menurut Cohen. Berdasarkan perhitungan effect size diketahui bahwa nila d = 0,79 karena nilai d < 0,8, maka termasuk kategori efek sedang sehingga pendekatan inkuiri terbimbing mempunyai efek yang sedang dalam meningkatkan kemampuan kognitif C1 – C3 siswa. Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2000: 143), salah satu kelebihan pembelajaran inkuiri adalah penemuan yang diperoleh siswa dapat menjadi kepemilikan yang sangat sulit dilupakan. Pada pembelajaran inkuiri terbimbing siswa dituntut untuk memperoleh pengetahuannya sendiri. Terdapat empat jalur untuk memperoleh pengetahuan yaitu berpikir, mengindera, menggunakan perasaan, dan kepercayaan, apabila keempat jalur tersebut dapat dialami siswa maka pengetahuan
yang
diperoleh
betul-betul
dipahami
dan
diyakini
kebenarannya. Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing akan lebih memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami keempat jalur tersebut, terutama pada jalur berpikir selama proses pembelajaran siswa akan dilibatkan secara aktif untuk ikut berpikir dalam memperoleh pengetahuannya sendiri sehingga siswa akan lebih aktif selama proses
106
pembelajaran. Hal inilah yang menyebabkan pengetahuan siswa yang mengikuti pembelajaran inkuiri terbimbing akan awet dan sulit untuk dilupakan, ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan
pendekatan
inkuiri
terbimbing
memiliki
kemampuan kognitif lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan
pendekatan
“cookbook”.
Menurut
Piaget,
pengetahuan itu akan bermakna manakala dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing menuntut siswa untuk mencari dan menemukan sendiri pengetahuannya sehingga pengetahuan yang didapatkan siswa akan bermakna tidak hanya sebagai hafalan. Carin dan Sund (1971) menyatakan bahwa inkuiri berasaskan kepada masalah dan penyelesaian masalah di dalam aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Melalui aktivitas tersebut pelajar akan terlibat di dalam pemprosesan mental untuk mendapatkan kepahaman yang bermakna, dan melibatkan diri secara aktif di dalam pembelajaran mereka. Pada pembelajaran dengan pendekatan “cookbook” proses belajar cenderung dilakukan ’terlalu’ mekanis, siswa hanya seperti robot yang melakukan perintah dari guru. Pendekatan “cookbook” tidak memberikan kesempatan siswa untuk dapat melalui empat jalur dalam memperoleh pengetahuan,
terutama
pada
proses
berpikir
dalam
menemukan
pengetahuan sehingga pengetahuan yang didapatkan hanya sebagai hafalan saja dan akan lebih mudah untuk dilupakan. Keaktifan siswa pada
107
proses pembelajaran dengan pendekatan inkuiri sangat dibatasi berbeda dengan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri yang lebih menuntut siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Semakin tinggi keterlibatan aktif siswa, maka pengalaman belajar siswa semakin bermakna. Sebagaimana yang dinyatakan Sardiman (2005: 96) bahwa “tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas”. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan kognitif pada pembelajaran yang menggunakan
pendekatan
inkuiri
terbimbing
dan
pendekatan
“cookbook”. Kedua pendekatan tersebut memiliki keefektifan yang berbeda dalam meningkatkan hasil belajar aspek kognitif. Pendekatan inkuiri terbimbing lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar aspek kognitif siswa dalam pembelajaran IPA dengan materi pemanasan global. 3. Hubungan antara keterampilan proses sains dan kemampuan kognitif C1 – C3 siswa dalam pembelajaran IPA dengan materi pemanasan global. Hubungan antara keterampilan proses sains dan kemampuan kognitif dapat diketahui dengan melihat skor keterampilan proses sains yang diperoleh siswa selama proses pembelajaran dengan nilai posttest siswa. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa mayoritas siswa yang memiliki skor keterampilan proses tinggi maka nilai kemampua kognitif siswa tersebut akan tinggi pula, hal ini menunjukan bahwa ada hubungan yang kuat antara keterampilan proses dengan kemampua kognitif C1 – C3 siswa. Untuk lebih memastikannya perlu dilakukan uji korelasi Pearson.
108
Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa nilai korelasi Pearson antara skor keterampilan proses sains dan nilai kemampuan kognitif C1 – C3 sebesar 0,847 dan bertanda positif. Hal ini menunjukan bahwa pada kelas eskperimen ada korelasi yang kuat dan searah, atau dengan kata lain jika skor keterampilan proses sains bagus maka nilai kemampuan kognitif C1 – C3 juga bagus. Tingkat signifikansi 2-tailed (= 0,000) < 0,05 maka Ho ditolak, yang berarti ada hubungan yang signifikan. Berdasarkan Tabel 18 terlihat bahwa nilai korelasi Pearson antara skor keterampilan proses sains dan nilai kemampuan kognitif C1 – C3 sebesar 0,842 dan bertanda positif. Hal ini menunjukan bahwa ada korelasi yang kuat dan searah, atau dengan kata lain kalau skor keterampilan proses sains bagus maka nilai kemampuan kognitif C1 – C3 juga bagus. Tingkat signifikansi 2-tailed (= 0,000) < 0,05 maka Ho ditolak, yang berarti ada hubungan
yang
signifikan.
Berdasarkan
analisis
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara keterampilan proses sains dan kemampuan kognitif C1 – C3. Keterampilan proses sains sangat penting dalam pembelajaran, siswa yang memiliki skor keterampilan proses sains yang tinggi berarti siswa tersebut lebih aktif dalam pembelajaran dibandingkan siswa yang memiliki skor keterampilan proses sains yang lebih rendah. Siswa yang lebih aktif dalam pembelajaran akan menyerap lebih banyak materi pelajaran, mengingat dan memahami lebih lama. Hal ini sesuai dengan yang telah disampaikan di atas bahwa semakin tinggi keterlibatan aktif
109
siswa, maka pengalaman belajar siswa semakin bermakna. Sebagaimana yang dinyatakan Sardiman (2005: 96) bahwa “tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas”. Pada kelompok eksperimen siswa memiliki kemampuan kognitif yang lebih tinggi daripada kelompok kontrol, hal tersebut sangatlah wajar karena skor keterampilan proses sains pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol.
110