40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Data Penelitian Data yang dideskripsikan dalam penelitian ini yaitu data kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang terbagi dalam dua kelompok yaitu data kelompok pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual dan data kelompok pembelajaran yang tanpa menggunakan pendekatan kontekstual atau sering disebut pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil penelitian, untuk kelas eksperimen yang menggunakan pendekatan kontekstual skor minimum yang di peroleh siswa adalah 29, dan skor maksimum adalah 78,
serta diperoleh rentang skor 49. Sedangkan untuk kelas
kontrol tanpa menggunakan pendekatan kontekstual skor minimum yang diperoleh siswa adalah 20, dan skor maksimum adalah 73, serta diperoleh rentang skor 53. Jadi lebih lengkapnya hasil perhitungan disajikan pada lampiran 10. Secara umum deskripsi kedua
kelompok data kemampuan berpikir kritis
matematika siswa disajiakan pada tabel berikut ini.
41
Tabel.4.1 Deskripsi data kemampuan berpikir kritis matematika siswa Data Sumber
Skor Min
Skor Maks
Mean
Median
Modus
St.Dev
Varians
25 Kelas Eksperimen
29
78
58,34
59
58,722
58,69674
3445,308
25
20
73
46,98
50
54
49,408149
2441,16518
Kelas Kontrol
N
Lebih lengkapnya uraian deskriptif data kemampuan berpikir kritis matematika siswa dapat disajikan sebagai berikut: 1. Deskriptif Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Melalui Pendekatan Kontekstual Berdasarkan instrumen tes kemampuan berpikir kritis matematika siswa dengan 8 butir soal yang memiliki rentang skor 0-80. Skor kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang di ajarkan dengan menggunakan pendekatan kontekstual diperoleh jawaban dari 25 orang siswa. Dimana kelas eksperimen ini skor kemampuan berpikir kritis matematika tertinggi adalah 78, dan skor kemampuan berpikir kritis matematika terendah adalah 29. Dengan menggunakan rumus Sturges diperoleh banyak kelas adalah 6, dan panjang kelas adalah 8. Distribusi frekuensi data kemampuan berpikir kritis matematika siswa secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
42
Tabel 4.2 Daftar Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa yang Menggunakan Pendekatan Kontekstual No
Kelas Interval
fi
fkum
frel
1
29
-
36
3
3
12%
2
37
-
44
2
5
8%
3
45
-
52
1
6
4%
4
53
-
62
8
14
32%
5
63
-
70
6
20
24%
6
71
-
78
5
25
20%
7
79
-
86
0
25
0%
8
87
-
94
0
25
0%
Jumlah
25
100%
Berdasarkan data diatas pada tabel 4. diperoleh nilai rata-rata atau mean ( ) skor kemampuan berpikir kritis matematika siswa adalah 58, 34, nilai tengah (Me) adalah 59, nilai yang paling banyak muncul (Mo) adalah 58, 7222, dan standar deviasi (St Dev) adalah 58, 69674. Sehingga berdasarkan presentase dapat dilihat bahwa 8 siswa atau 32% berada pada kelas interval yang memuat rata-rata, dan 11 siswa atau 44 % memperoleh skor diatas dari kelas inteval yang memuat skor ratarata. Dapat dilihat dari hasil perhitungan bahwa nilai rata-rata, median, dan modus menunjukkan bahwa nilai median berada diatas dari nilai rata-rata dan modus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematika siswa dikelas eksperimen yang diajarkan dengan pendekatan kontekstual cenderung tinggi. Demikian lebih jelasnya sebaran data berdasarkan distribusi frekuensi dapat digambarkan pada histogram berikut ini.
43
Diagram 4.1 Histogram Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa yang Menggunakan pendekatan Kontekstual
FREQUENSI
1 2 1 0 8 6 4 2 29.5
36.5
44.5
52.5
62.5
70.5
78.5
86.5
94.5
Nilai Eksperimen
2. Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa yang Melalui Pembelajaran Konvensional Berdasarkan hasil tes matematika yang dijaring dari 26 orang siswa. Diperoleh skor minimum adalah 20 dan skor maksimum adalah 73. Sehimgga rentang yang di peroleh adalah 53. Dengan menggunakan rumus struges diperoleh banyak kelas interval 9 dan panjang interval kelas adalah 6. Berdasarkan data-data ini dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut.
44
Tabel 4.3 Daftar Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa yang Menggunakan Pembelajaran Konvensional Kelas Interval
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
20 26 32 38 44 50 56 62 68 Jumlah
-
25 31 37 43 49 55 61 67 73
fi
fkum
frel
4 4 2 1 1 4 1 3 5 25
4 8 10 11 12 16 17 20 25
16% 16% 8% 4% 4% 16% 4% 12% 20% 100%
Berdasarkan data tabel 4. Diatas diperoleh rata-rata ( ) skor kemampuan berpikir kritis siswa adalah 46, 98, nilai tengah (Me) adalah 50, serta nilai yang paling banyak muncul (Mo) adalah 54, dan standar deviasi (St.Dev) adalah 49, 408149. Maka berdasarkan presentase dapat dilihat 1 siswa atau 4% berada pada kelas interval yang memuat rata-rata, maka 8 siswa atau 32% berada pada kelas interval yang memuat skor rata-rata dan 13 siswa atau 54 % memperoleh skor diatas dari kelas inteval yang memuat skor rata-rata. Dapat dilihat dari hasil perhitungan bahwa nilai rata-rata, median, dan modus menunjukkan bahwa nilai median berada diatas dari nilai rata-rata dan modus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematika siswa di kelas kontrol yang diajarkan dengan metode konvensional cenderung rendah.
45
Diagram 4.2 Histogram Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa yang Menggunakan Pembejaran konvensional 12
FREQUENSI
10 8 6 4 2 20.5
25.5
31.5 37.5 43.5 49.5 55.5 61.5 67.5 73.5
Nilai Kontrol 4.1.2 Pengujian Persyaratan Analisis a. Uji Normalitas Data Dalam pengujian normalitas dilakukan terhadap data kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan menggunakan pembelajaran konvensional. Uji normalitas data tersebut menggunakan uji liliefors dengan taraf nyata α = 0,05. Dalam pengujian ini dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
46
1. Pengujian normalitas data kelas yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan kontekstual Berdasarkan data hasil kemmampuan berpikir kritis pada kelas yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan hasil perhitungannya pada (lampiran 11), diperoleh Lo sebesar 0, 153. Untuk taraf nyata α = 0,05 dan n = 25 diperoleh nilai Ltabel sebesar 0, 173. Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis Ho diterima karena Lo < Ltabel , ini berarti sampel tersebut berdistribusi normal. 2. Pengujian normalitas data kelas yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional Berdasarkan data hasil kemampuan berpikir kritis pada kelas yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional dan hasil perhitungannya pada (lampiran 11), diperoleh Lo sebesar 0, 139. Untuk taraf nyata α = 0,05 dan n = 25 diperoleh nilai Ltabel sebesar 0, 173. Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis Ho diterima karena Lo < Ltabel , ini berarti sampel tersebut berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Data Pengujian homogenitas varians dilakukan terhadap dua kelompok data. pengujian homogenitas dua kelompok data digunakan uji-F dengan taraf signifikansi = 0,05 dan derajat bebas pembilang dan penyebut masing-masing n–1. Kriteria
47
pengujian adalah tolak hipotesis nol bahwa data berasal dari populasi homogen jika nilai Fhitung Ftabel, dan pada keadaan lain terima hipotesis nol. Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran 12 diperoleh Fhitung = 1,60. Selanjutnya harga Fhitung tersebut dibandingkan dengan harga F
tabel
dengan dk
pembilang n1 – 1 = 24 dan dk penyebut = 24, untuk = 0.05 ditetapkan daerah kritis F0,05 (24,24) 1,98 . Fhitung = 1,60 < Ftabel = 1,98 artinya kedua kelas memiliki varians
yang homogen. Berdasarkan hasil pengujian persyaratan analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa kedua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan memiliki varians populasi yang homogen. Dengan demikian uji persyaratan Uji t Dua Sampel Idependen telah terpenuhi sehingga dapat digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. 3. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Pengujian
hipotesis menggunakan uji statistik parametrik dalam hal ini
dipilih uji t, yang bertujuan untuk melihat pengaruh perbedaan pendekatan kontekstual dan pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa. Hasil perhitungan uji T-test ini dapat dilihat pada lampiran 13 Dengan dk= n1 + n2 -2 dan kriteria pengujian yaitu jika thitung lebih besar dari ttabel maka Ho ditolak atau H1 diterima.
48
Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh nilai ttabel sebesar 2, 012 dan nilai thitung sebesar 2, 366. Dengan dk sebesar 48 dan taraf signifikan yaitu α = 0,975. Hal ini berarti hipotesis nol yang menyatakan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pendekatan kontekstual lebih rendah atau sama dengan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran
konvensional ditolak. Dengan demikian hipotesis
alternative yang menyatakan rata-rata kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pendekatan kontekstual lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional diterima. Karena adanya perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat dari hasil perhitungan menunjukan skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan kontekstual sebesar 58,96 lebih tinggi dari skor rata-rata kemampuan berpikir kritis yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional sebesar 47,2. Sehingga ini membenarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.
Daerah penolakan H0
Ho H1 0
2,012
,2,366
Gambar Kurva Penerimaan dan Penolakan Ho
49
4.2 Pembahasan Dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pendekatan kontekstual lebih tinggi dari kemampuan berpikir kritis yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Sebelum dilakukan pengumpulan data untuk tujuan tersebut diatas, terlebih dahulu menyiapkan instrumen yang akan digunakan sebagai alat pengumpulan data, dimana instrumen tersebut divalidasi bertujuan untuk melihat apakah tes tersebut valid serta layak untuk digunakan pada penelitian. Sehingga instruman tersebut divalidasi isi dan validasi konten oleh para ahli. Pertama instrumen ini divalidasi oleh dosen dan para ahli, kemudian instrumen tersebut diuji cobakan juga pada kelas selain kelas kontrol dan kelas eksperimen yaitu kelas VIII-3. Berdasarkan hasil perhitungan validasi butir soal dan reliabilitas butir soal pada lampiran 8, diperoleh bahwa soal ini valid dan baik digunakan untuk instrumen penelitian baik dikelas konrol dan juga kelas eksperimen. Berdasarkan analisis data
dengan menggunakan uji t independen
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan kemampuan berpikir
kritis
matematika
siswa
yang
dibelajarkan
dengan
pembelajaran
konvensional dapat dilihat dari hasil perhitungan nilai thitung sebasar 2, 366 yang signifikan. Maka terbukti bahwa kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pendekatan kontekstual memiliki skor rata-rata 58, 96 lebih
50
tinggi dari pada kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional dengan skor rata-rata 47, 2. Dengan kata lain pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual lebih efisien dari peda pembelajaran konvensional, untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa. Pendekatan kontekstual merupakan suatu pembelajaran yang memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa, serta memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama dan saling memahami antara satu dengan yang lainnya melalui kerja kelompok, atau berdiskusi. Seperti menurut Trianto (2011: 105-114) dalam menerapkan pembelajaran kontekstual ini ada tujuh komponen yang akan diterapkan yaitu 1). Konstruktivisme, 2). Menemukan, 3). Bertanya, 4). Masyarakat Belajar, 5). Pemodelan, 6). Refleksi, 7). Penilaian Sebenarnya. Dengan adanya tujuh komponen ini proses belajar siswa dapat berperan aktif, serta membangun sendiri pengetahuan dan keterampilan melalui diskusi kelompok. Sehingga pada pendekatan kontekstual ini siswa didorong untuk lebih mandiri dan melibatkan siswa agar lebih aktif untuk mendapatkan pengalaman yang nyata. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru karena peran guru adalah menyiapkan dan menginformasi kepada siswa, pengenalan konsep dan pengembangannya semuanya berpusat pada guru dan siswa hanya pasif, kegiatan siswa adalah menerima, menyimpan, dan melakukan aktivitas-aktivitas lain yang sesuai dengan informasi yang diberikan. Sehingga pembelajaran konvensional
51
ini membuat kemandirian siswa dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya akan rendah. 4.3 Keterbatasan Penelitian Untuk memperoleh hasil yang optimal, peneliti melakukan berbagai upaya yang telah dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini. Namun harus diakui bahwa dalam penelitian ini peneliti mengalami beberapa kendala dalam proses pembelajaran berlangsung yaitu siswa belum terbiasa menyelesaikan masalah tanpa contoh sehingga ada beberapa siswa yang cenderung putus asa jika tidak memperoleh solusi masalah yang diberikan, dengan penyelesaian masalah yang diberikan membutuhkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya sehingga ada beberapa siswa yang memiliki keterbatasan dalam mengingat pelajaran sebelumnya harus membutuhkan banyak waktu, serta pada saat KBM akan dimulai peneliti kesulitan menciptakan suasana atau lingkungan belajar serta penggunaan waktu dimana
dalam hal ini
pembagian/pembentukan kelompok belajar siswa akan dikelompokkan secara heterogen (dengan kemampuan yang berbeda) sehingga penggunaan waktu tidak terlalu efisien. Sehingga mengantisipsi hal ini langkah yang dilakukan guru yaitu mengelompokkan siswa secara heterogen. Dan jika ada siswa yang belum mengerti maka siswa lain dalam kelompoknya dapat membantu menjelaskannya. Selain itu guru senantiasa membimbing diskusi dalam kelompok.