BAB IV HASIL PENELITIAN Dan PEMBAHASAN
4.1.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1.
Kabupaten Gorontalo Utara Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo36 dalam data mencatat
bahwa jumlah penduduk Kabupaten Gorontalo Utara pada tahun 2007 adalah 94.829 jiwa. Persebaran Penduduk di 5 Kecamatan masih belum merata, terbesar pada Kecamatan Kwandang dengan jumlah 35,72 % sedangkan yang terendah berada di Kecamatan Tolinggula yaitu 12,82 %. Luas Kabupaten Gorontalo Utara adalah 1.580,58 km2, dengan Kecamatan area yang terbesar adalah Kecamatan Sumalata yaitu 434,07 km2 atau 27,46% luas Kabupaten Gorontalo Utara, sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Anggrek dengan luas 224 km2 atau 14,17 % luas Kabupaten Gorontalo Utara. 4.1.2.
Sejarah Gentuma Raya Gagasan dan gerakan awal pembentukan Kabupaten Gorontalo Utara
adalah suatu kesadaran sejarah yang lahir dalam Musyawarah Pembangunan Daerah Gorontalo Utara (MPDGU) pada tanggal 17-19 Desember 1966, sebagaimana yang tertuang dalam Resolusi Menjadi Kabupaten Gorontalo Utara bagi wilayah eks Kewedanaan dalam Pemerintah Belanda meliputi (Kecamatan Atinggola, Kecamatan Kwandang, dan Kecamatan Sumalata).
36
Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo. 2008. Kbupaten Gorontalo Utara 35
Diutarakan oleh Thoriq Modanggu37 bahwa ”Komite Pembentukan Kabupaten (KPK) Gorontalo Utara (ketika pembentukan awalnya Kabupaten Pantura) yang terbrntuk pada Tanggal 27 Desember 2003 melanjutkan dan memformulasi kembali jiwa dan semangat Resolusi 1966 secara sistematis dan komprehensif dalam pertemuan akbar Deklarasi Pembentukan Kabupaten Pantura pada 23 Januari 2004 (dihadiri berbagai elemen masyarakat di pesisir Utara Gorontalo)”. Mendekati usia 3 (tiga) tahun perjuangan KPK Gorontalo Utara dan berbagai elemen lainya, maka pada tanggal 8 Desember 2006 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menetapkan Rancangan Pembentukan Kabupaten Gorontalo Utara. Puncaknya dengan ditetapkanya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Gorontalo Utara yang selanjutnya oleh masyarakat Gorontalo Utara dikenal sebagai dasar hukum Kabupaten Gorontalo Utara adalah. Pada tahun 2007 Kabupaten Gorontalo Utara terbagi menjadi 5 Kecamatan terdiri dari 56 desa dengan ibukotanya terletak di Kecamatan Kwandang. A.
Visi Kecamatan Gentuma Raya Visi Kecamatan Gentuma Raya yaitu terwujudnya pemerintahan
kecamatan gentuma raya yang demokratis, amanah, bertanggungjawab dan berkepribadian yang tinggi, serta meningkatkan pelayanan prima dalam
37
Thoriq Modanggu. 2006. Resolusi PANTURA (Pernyataan Amanat Tuntutan Rakyat). Musyawarah Besar Rakyat Gorontalo Utara ke-2. Gorontalo Utara: Rakyat Gorontalo Utara. 36
rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan masyarakat yang mandiri dan sejahtera melalui gerakan pembangunan ekonomi masyarakat. B.
Misi Kecamatan Gentuma Raya Adapun yang menjadi misi Kecamatan Gentuma Raya yaitu: 1. Mewujudkan pemerintahan yang demokratis 2. Mewujudkan pemerintahan yang amanah 3. Mewujudkan pemerintahan bertanggung jawab 4. Mewujudkan pemerintahan berkepribadian yang tinggi 5. Mewujudkan pemerintahan berpelayanan yang prima 6. Mewujudkan kesatuan dan persatuan masyarakat yang mandiri dan sejahtera melalui gerakan pembangunan ekonomi masyarakat.
4.2.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan 4.2.1. Implementasi Pemekaran Kecamatan Gentuma Raya Kabupaten Gorontalo Utara Desentralisasi yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah merupakan payung hukum bagi daerah otonom. Desentralisasi dalam wujudnya sebagai otonomi daerah, memberikan sebagian kewenangan pengelolaan urusan publik untuk dilimpahkan pada Provinsi dan Kabupaten/Kota, termasuk pemekaran wilayah dalam usaha mempercepat pembangunan dan perkembangan wilayah, serta memperkecil rentan kendali pemerintahan yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.
37
Kabupaten Gorontalo Utara sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo sangat giat melaksanakan pembangunan demi terwujudnya Good Governance yang pada akhirnya menciptakan kesejahteraan rakyat dan pelayanan pemerintahan di Kabupaten tersebut. Pada tahun 2008 Kabupaten Gorontalo Utara terdiri dari 5 Kecamatan yaitu Kecamatan Atinggola, Kecamatan Kwandang, Kecamatan Anggrek, Kecamatan Sumalata dan Kecamatan Tolinggula, memiliki komitmen untuk meningkatkan pembangunan, pelayanan pada masyarakat, dan kesejahteraan rakyat. Dengan komitmen tersebut maka pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara membentuk satu kecamatan yaitu Kecamatan Gentuma Raya yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Atinggola, yang disahkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Gorontalo Utara Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kecamatan Gentuma Raya. Disahkanya PERDA tersebut sebagai landasan normatif bagi masyarakat Gentuma Raya yang menjadikan Kecamatan Gentuma Raya sebagai kecamatan definitif dan membuka harapan baru bagi masyarakatnya agar pembangunan dan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat yang tujan akhirnya menciptakan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dan terwujud. Namun demikian, pembentukan Kecamatan Gentuma Raya juga meninggalkan cacat yuridis, dimana dasar pembentukan Kecamatan Gentuma Raya hanya didasarkan pada faktor sosiologis. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Marzuki Tome, M.Ap. (Kepala Bagian Pemerintahan Sekretariat
38
Daerah Kabupaten Gorontalo Utara)38 bahwa ”secara normatif pembentukan Kecamatan Gentuma Raya Kabupaten Gorontalo Utara belum memenuhi syarat fisik, akan tetapi faktor sosiologis pemerintahan merupakan kebutuhan yang harus diwujudkan untuk kepentingan masyarakat”. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Bapak Raimond Datau, SP. (Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo Utara)39 bahwa ”cakupan wilayah dalam pembentukan Kecamatan Gentuma Raya tidak memenuhi syarat, melainkan berdasarkan adanya aspirasi masyarakat Gentuma Raya yang kuat untuk menjadi kecamatan definitif”. Ditambahkan pula oleh Bapak Muhlis Alamri (Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo Utara)40 bahwa ”aspirasi masyarakat Gentuma Raya sangat kuat untuk membentuk kecamatan dan memiliki pemerintah kecamatan sendiri agar mereka mendapatkan pelayanan yang maksimal dan efisien dari pemerintah kecamatan”. Namun berbeda dengan yang diungkapkan oleh Bapak Ayub Kadir (Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo Utara)41 bahwa ”dimekarkanya Kecamatan Gentuma Raya didasarkan pada keinginan pemerintah daerah
38
39
40
41
Hasil wawancara dengan Bapak Marzuki Tome, M.Ap. (Kepala Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kabupaten Gorontalo Utara) pada Hari Kamis Tanggal 27 Juni 2013 Hasil wawancara dengan Bapak Raimond Datau, SP. (Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo Utara) pada hari Kamis Tanggal 27 Juni 2013 Hasil wawancara dengan Bapak Muhlis Alamri (Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo Utara) pada hari Jumat Tanggal 28 Juni 2013 Hasil wawancara dengan Bapak Ayub Kadir (Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo Utara) pada hari Senin Tanggal 1 Juli 2013 39
untuk melakukan pemerataan pembangunan dan memperkecil rentan kendali pelayanan kepada masyarakat di Kabupaten Gorontalo Utara”. Sementara itu Bapak Herman Adam (Ketua Komite Pembentukan Kecamatan Gentuma Raya) menyatakan bahwa42 ”pembentukan Kecamatan Gentuma Raya didasarkan bahwa desa-desa yang termasuk dalam Kecamatan Gentuma Raya untuk mendapatkan pelayanan pemerintah Kecamatan Atinggola (kecamatan induk) sangat sulit karena jarak desa dengan ibukota kecamatan cukup jauh”. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 sebagai landasan yuridis dalam pembentukan kecamatan yang baru, seharusnya wajib menjadi dasar bagi Pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara dalam rangka memekarkan Kecamatan Gentuma Raya sebagai kecamatan definitif. Sebab pada Pasal 3 Peraturan Daerah Kabupaten Gorontal Utara Nomor 23 Tahun 2008 menyebutkan bahwa ”Kecamatan Gentuma Raya terdiri atas wilayah Desa Gentuma, Desa Dumolodo, Desa Molonggota, Desa Ipilo dan Desa Langke” Ketentuan pasal tersebut diatas telah menyebutkan secara tegas bahwa Kecamatan Gentuma Raya dibentuk dengan cakupan wilayah yang berjumlah 5 (lima) desa. Padahal dalam Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 telah memberikan batasan tentang cakupan wilayah, dimana dijelaskan bahwa ”cakupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 untuk
daerah
Kabupaten
paling
sedikit
terdiri
atas
10
(sepuluh)
Dsa/Kelurahan….” 42
Hasil wawancara dengan Bapak Herman Adam (Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo Utara) pada hari Rabu Tanggal 3 Juli 2013 40
Memperhatikan ketentuan Pasal 3 PERDA Kabupaten Gorontalo Utara tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa ketentuan tersebut sangat bertolak belakang dengan Pasal 3 PP Nomor 19 Tahun 2008. Dengan kata lain bahwa prasyarat dalam pembentukan Kecamatan Gentuma Raya tidak sesuai dengan peraturan yang ada, atau dapat dikatakan pula bahwa Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 yang menjelaskan tentang syarat pembentukan kecamatan baru tidak diimplementasikan pada pembentukan Kecamatan Gentuma Raya. 4.2.2. Kendala yang dihadapi dalam hal Pemekaran Kecamatan Gentuma Raya Kabupaten Gorontalo Utara Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembentukan Kecamatan Gentuma Raya tidak sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 yaitu tentang syarat wajib dalam hal pembentukan kecamatan yang baru. Tidak terimplementasinya ketentuan tersebut bukan berarti tidak ada penyebabnya. Namun terindikasi
bahwa ada beberapa kendala yang
mempengaruhi belum terimplementasinya Pasal 3 PP Nomor 19 Tahun 2008 mengenai syarat-syarat pemekaran kecamatan yang baru lebih khusus tentang Kecamatan Gentuma Raya. Kendala yang dihadapi tersebut antara lain: 1. Struktur Hukum Dikemukakan oleh Esmi Warasih bahwa43 ”….penerapan hukum dipengaruhi oleh struktur atau kerangka yang merupakan bagian yang tetap
43
Esmi Warasih. Op. cit. hlm. 29 41
bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan terhadap ksesluruhan jalanya perangkat aturan”. Komponen struktur yang dimaksud yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur. Terkait dengan pembentukan kecamatan, pada Pasal 2 PP Nomor 19 Tahun
2008,
disebutkan
bahwa
”Kecamatan
dibentuk
di
wilayah
Kabupaten/Kota dengan Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini”. Rumusan ketentuan tersebut diatas, telah menegaskan bahwa pembentukan suatu kecamatan harus melalui Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten/Kota. Dalam hal ini dasar hukum pembentukan Kecamatan Gentuma Raya adalah Peraturan Daerah Kabupaten Gorontalo Utara Nomor 23 Tahun 2008. Selanjutnya, kekuasaan membentuk Peraturan Daerah Kabupaten /Kota berada pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 42 Ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa ”DPRD mempunyai tugas dan wewenang membentuk PERDA yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama”.
42
Menurut Rousseau (dalam Maria Farida 2011:120)44 ”suatu undangundang itu harus dibentuk oleh kesatuan individu-individu yang mempunyai kehendak dimana kehendak itu diperolehnya dari individu-individu tersebut melalui perjanjian masyarakat”. Kaitanya dengan perumusan Peraturan Daerah Kabupaten Gorontalo Utara Nomor 23 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kecamatan Gentuma Raya, faktor yang berpengaruh dalam konteks struktur hukum ini adalah Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) DPRD, dimana indikator yang digunakan oleh peneliti adalah tingkat Pendidikan Anggota DPRD. Gambaran tingkat pendidikan anggota DPRD Kabupaten Gorontalo Utara, berdasarkan hasil penelitian adala sebagai berikut: No
Tingkat Pendidikan
Jumlah (Orang)
1
SMU/Sederajat
10
2
Diploma
5
3
Sarjana
7
4
Magister
3
Total
25
Sumber: Sekretariat DPRD Kabupaten Gorontalo Utara, Tahun 2013 Berdasarkan data sekunder tersebut diatas, tingakt pendidikan anggota DPRD Kabupaten Gorontalo Utara sangat mempengaruhi terkait dengan pembentukan peraturan daerah terutama terkait dengan PERDA Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Gentuma Raya.
44
Maria Farida Indrati op. cit. hlm. 120 43
Disamping itu, berdasarkan hasil wawancara dengan 3 (tiga) orang Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo Utara yang dijadikan responden dalam penelitian ini mengatakan bahwa mereka tidak memahami secara keseluruhan syarat-syarat pembentukan kecamatan berdasarkan peraturan perundangundangan yaitu pada Pasal 3 PP Nomor 19 Tahun 2008. Berdasarkan penelitian tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa kualitas Sumber Daya Manusia dengan indikator tingkat pendidikan dan pemahaman sangat menentukan kualitas Peraturan Daerah yang akan dibentuk termasuk Peraturan Daerah tentang Pembentukan Kecamatan Gentuma Raya. 2. Substansi Hukum Dijelaskan oleh Soerjono Soekanto45 bahwa ”Substansi hukum mencakup isi norma-norma hukum beserta perumusannya maupun cara untuk menegakannya yang berlaku bagi pelaksana hukum maupun pencari keadilan”. Menurut Maria Farida46 bahwa ”perumusan peraturan daerah haruslah memerhatikan Pasal 136 Undang Undangn Nomor 32 Tahun 2004 yang memuat tentang fungsi peraturan daerah yakni: a. Menyelenggarakan
pengaturan
dalam
rangka
penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan.
45
46
Soerjono Soekanto. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum. Jakarta: Rajawali Pers. Hlm. 59. Maria Farida Indrati op. cit. hlm. 232 44
b. Meyelenggarakan pengaturan sebagai penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan cirri khas masing-masing daerah, c. Meyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan kepentingan umum. d. Meyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Yang dimaksud disini adalah tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan di Tingkat Pusat. Komponen substansi sebagai output dari sistem hukum yang berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur. Berangkat dari penjelasan singkat di atas terkait dengan substansi hukum tersebut, maka substansi hukum yang dimaksud adalah Peraturan Daerah Kabupaten Gorontalo Utara Nomor 23 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kecamatan Gentuma Raya kaitanya dengan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kecamatan. Syarat-syarat yang terkait dengan pembentukan kecamatan telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut dan tidak ada permasalahan yang sifatnya substansial, persoalan yang sebenarnya terjadi berdasarkan hasil yang dilakukan oleh peneliti adalah tidak diterapkanya dengan maksimal syarat-syarat apa saja yang sudah ditentukan dalam pembententukan satu
45
kecamatan. Dalam hal ini bahwa Pembentukan Kecamatan Gentuma Raya lah yang sangat tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Sebagaimana yang tercantum pada Pasal 3 PP Nomor 19 Tahun 2008 dijelaskan bahwa syarat-syarat pembentukan kecamatan yang baru yaitu: syarat administratif, syarat teknis, dan syarat fisik kewilayahan. Syarat administratif pmbentukan kecamatan meliputi: a.
Batas usia penyelenggaraan pemerintah minimal 5 (lima) tahun;
b.
Batas usia penyelenggaraan pemerintah desa dan/atau kelurahan yang akan dibentuk menjadi kecamatan minimal 5 (lima) tahun;
c.
Keputusan Badan Permusyawaratan Desa (BDP) atau nama lain untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan diseluruh wilayah kecamatan baik yang menjadi calon cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentuka kecamatan;
d.
Keputusan Kepala Desa atau nama lain untuk Desa dan Keputusan Lurah atau nama lain untuk kelurahan diseluruh wilayah kecamatan baik yang menjadi cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentuka kecamatan;
e.
Rekomendasi Gubernur.
Selanjutnya syarat fisik kewilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan (Pasal 5 PP No. 19 Tahun 2008). Pasal 6 PP Nomor 19 Tahun 2008 tentang kecamatan mengatur bahwa:
46
a. Cakupan wilayah untuk daerah kebupaten paling sedikit terdiri atas 10 desa/kelurahan dan untuk daerah kota paling sedikit terdiri atas 5 desa/kelurahan; b. Lokasi calon ibu kota memperhatikan aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya; c. Sarana dan prasarana pemerintah meliputi bangunan dan lahan untuk kantor camat yang dapat digunakan untuk memberikan pelayana kepada masyarakat. Mengenai persyarat teknis sebagai mana dalam Pasal 3 diatur lebih lanjut dalam Pasal 7, yaitu: a. Persyaratan teknis meliputi: (1) Jumlah penduduk; (2) Luas wilayah; (3) Rentang kendali penyelenggaraan pelayanan pemerintah; (4) Aktifitas perekonomian; (5) Ketersediaan sarana dan prasarana. b.
Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai berdasarkan hasil kajian yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota sesuai indikator (dengan melibatkan unsur perguruan tinggi negeri terdekat
yang
ada
di
kabupaten/kota
atau
provinsi
yang
bersangkutan) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah.
47
c.
Peratuaran Daerah (PERDA) Kabupaten/Kota tentang pembentukan kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) paling sedikit memuat nama kecamatan, nama ibu kota kecamatan, batas wilayah kecamatan, dan nama desa dan/atau kelurahan dan juga dilampiri peta kecamatan dengan batas wilayahnya sesuai kaidah teknis dan memuat titik koordinat (Pasal 10).
3. Kultur Hukum Dijelaskan oleh Soerjono Soekanto47 bahwa ”Kultur hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari). Nilainilai tersebut, lazimnnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim yang diserasikan”. Kultur hukum merupakan sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapanya. Pemikiran dan pendapat ini sedikit banyak menjadi penentu jalanya proses hukum. Jadi, dengan kata lain kultur hukum itu ialah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana digunakan, dihindari atau disalahgunakan. Tanpa kultur hukum, maka sistem hukum itu sendiri tidak berdaya. Komponen kultur terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum, atau yang disebut sebagai kultur hukum. Kultur hukum inilah yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan
47
Ibid. hlm 59-60 48
antara peraturan hukum dengan tingkah laku hukum seluruh warga masyarakat. Kultur hukum sangat penting dalam mendukung agar dapat terimplementasinya Pasal 3 PP Nomor 19 Tahun 2008 yang menjelaskan tentang prasyarat pemekaran suatu kecamatan dalam hal ini Pembentukan Kecamatan Gentuma Raya. Dilihat dari segi kultur hukum ada beberapa faktor yang mempengaruhi tidak terimplementasinya Pasal 3 tersebut di atas, yaitu: a) Aspirasi Masyarakat Pembentukan kecamatan pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sebagai sarana pendidikan politik ditingkat lokal. Oleh karen itu, maka pembentukan kecamatan harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti kemempuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan dan aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan kecamatan itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya kecamatan dan diberikanya otonomi daerah. Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan sebelumnya.
49
Pemerintah pada hakekatnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, akan tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama. Pembentukan Kecamatan Gentuma Raya adalah merupakan perwujudan aspirasi rakyat dalam rangka untuk mendapatkan pelayanan publik yang optimal dan efektiv serta efisien. Walaupun disatu sisi, pembentukan Keccamatan Gentuma Raya tidak memenuhi syarat sesuai dengan apa yang telah dia atur dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Aspirasi masyarakat yang begitu kuat itu telah menjadi isu dan bahan utama dalam pembentukan Peraturan Daerah tentang Kecamatan Gentuma Raya, hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan beberapa responden yaitu: 1) Wawancara dengan Bapak Marzuki Tome (Kepala Bagian Pemerintahan Kabupaten Gorontalo Utara) pada tanggal 27 Juni 2013 yang mengatakan bahwa secara normatif Pembentuka Kecamatan Gentuma Raya belum memenuhi syarat fisik kewilayahan, akan tetapi faktor aspirasi masyarakat yang menginginkan agar Kecamatan Gentuma Raya segera untuk dimekarkan menjadi
50
kecamatan definitif sangat kuat, karena kecamatan gentuma raya sangat sulit untuk mendapatkan pelayanan dari kecamatan induk (Kecamatan Atinggola). 2) Wawancara dengan Bapak Raimond (Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo Utara) pada tanggal 27 Juni 2013 Datau dimana mengatakan bahwa cakupan wilayah dalam pembentukan Kecamatan Gentuma Raya tidak memenuhi syarat, melainkan berdasarkan adanya aspirasi masyarakat Gentuma Raya yang sangat kuat untuk menjadi kecamatan definitif. 3) Wawancara dengan bapak Muhlis Alamri (Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo Utara) pada tanggal 28 Juni 2013 yang menjelaskan bahwa aspirasi masyarakat Gentuma Raya sangat kuat untuk membentuk kecamatan dan memiliki pemerintah kecamatan sendiri sehingga mereka mendapatkan pelayanan yang maksimal dan efisien dari pemerintah kecamatan (Kecamatan Gentuma Raya). 4) Wawancara dengan Bapak Herman Adam (Ketua Komite Pembentukan Kecamatan Gentuma Raya) pada tanggal 3 Juli 2013 dimana beliau mengatakan bahwa aspirasi masyarakat
untuk
membentuk
kecamatan
definitif
tercermin pada terbentuknya Komite Pembentukan
51
Kecamatan
(KPK)
Gentuma
Raya.
Lebih
lanjut
dikatakanya, keseriusan masyarakat Gentuma Raya terhadap terbentuknya kecamatan yang baru tercermin pula pada kerelaan mereka terhadap segala pembiayaan KPK Gentuma Raya. Faktor aspirasi masyarakat ini memiliki kedudukan yang tinggi didalam setiap pengambilan kebijakan, karena berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa pengambilan kebijakan dalam pembentukan Kecamatan Gentuma Raya tidak bisa membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku jikalau tidak ada desakan dari masyarakat yang akan diberlakukan kebijakan itu. b) Percepatan Pembangunan Desentralisasi yang ditetapkan dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah merupakan payung hukum bagi daerah otonom. Desentralisasi dalam wujudnya sebagai
otonomi
daerah,
memberikan
sebagian
kewenangan
pengelolaan urusan publik untuk dilimpahkan pada Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengurus rumah tangganya sendiri, termasuk pemekaran wilayah dalam usaha mempercepat pembanguanan dan perkembangan
wilayah,
serta
memperkecil
rentan
kendali
pemerintahan yang bertujuan untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.
52
Isu
tentang
pemekaran
wilayah
baik
Provinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan juga Desa didasari oleh adanya keinginan dari Pemerintah Daerah dalam mempercepat pembengunan dengan sasaran agar kesejahteraan masyarakat meningkat dari waktu ke waktu. Pembentukan Kecamatan Gentuma Raya, disamping karena adanya tuntutan dari masyarakat juga karena adanya keinginan yang kuat dari Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo Utara untuk mempercepat pembangunan. Sebagaimana hasil wawancara yang diungkapkan oleh Bapak Marzuki Tome bahwa semakin banyak kecamatan-kecamatan yang dimekarkan dan dibentuk, maka semakin besar pula anggaran yang diturunkan dari Aanggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), sehingga pembengunan di Kabupaten Gorontalo Utara pada umumnya dan secara khusus di Kecamatan Gentuma Raya dapat dipercepat dan pada akhirnya masyarakat dapat hidup dengan sejahtera. Pemberian kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui asas desentralisasi untuk mengurus rumah tangganya sendiri memberikan konsekuensi semakin banyak upaya untuk membentuk kecamatan-kecamatn baru, dengan tujuan alokasi anggaran dari APBN kepada daerah besar sehingga percepatan pembangunan
dapat
diselenggarakan
53
sehingga
kesejahteraan
masyarakat yang merupakan tujuan otonomi daerah dan tujuan dari negara dapat terlaksana.
54