BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Pembudidaya dan Keragaan Kegiatan Budidaya Ikan di KJA Jatiluhur Karakteristik pembudidaya ikan KJA di Jatiluhur dilihat dari umur, pengalaman dan pendidikan. Umur kisaran petani KJA di Jatiluhur berkisar antara 20-60 tahun dan masih tergolong dalam kategori umur angkatan kerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soerjani (1987) bahwa usia produktif untuk bekerja berkisar antara umur 15-64 tahun (Tabel 4). Tabel 4. Data Kisaran Umur Responden Umur Responden (Tahun) < 15 15-50 > 50 Jumlah
Jumlah (Orang) 0 46 4 50
Persentase (%) 0 92 8 100
Sumber : Data Olahan 2013
Pendidikan para pembudidaya di KJA Jatiluhur ini adalah lulusan Sekolah Dasar (SD), namun mayoritas pendidikan pembudidaya KJA di Jatiluhur ini adalah lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Para pembudidaya tersebut tidak mampu meneruskan kejenjang yang lebih tinggi karena mereka kesulitan biaya dan mereka memiliki tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga. Pembudidaya KJA Jatiluhur ada juga yang berlatar pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan lulusan S1, namun ini hanya kelompok minoritas di KJA Jatiluhur.
37
38
Tabel 5. Data Pendidikan Responden Pendidikan SD SMP SMA S1 Jumlah
Jumlah (Orang) 16 25 7 2 50
Persentase (%) 32 50 14 4 100
Sumber : Data Olahan 2013
Sebagian besar pembudidaya adalah penduduk asli daerah Jatiluhur yang bekerja di KJA. Kebanyakan pemilik KJA merupakan orang yang berasal dari Jakarta, Bandung dan Purwakarta, sementara penduduk asli daerah hanya dipekerjakan sebagai buruh atau penjaga KJA. Tabel 6. Data Pengalaman Usaha Budidaya Pengalaman (Tahun) 1-5 6-10 11-15 16-20 >20 Jumlah
Jumlah (Orang) 20 15 9 1 5 50
Persentase (%) 40 30 18 2 10 100
Sumber : Data Olahan 2013
Pengalaman pembudidaya dalam usaha budidaya ikan di KJA Jatiluhur ini terbilang masih relatif baru, ini dilihat dari lamanya pengalaman yang dimiliki oleh para pembudidaya KJA di Jatiluhur. Pengalaman petani ikan berkisar antara 1-10 tahun bahkan ada yang lebih dari sepuluh tahun. Para pembudidaya ikan yang mempunyai pengalaman lebih lama biasanya lebih mengetahui cara menghadapi masalah yang dihadapinya (Rusli 1988). 4.2 Kegiatan Budidaya Ikan di KJA Jatiluhur Kegiatan budidaya di KJA Jatiluhur, pertama-tama dengan mempersiapkan lahan, persiapan ini dimulai dengan membuat kontruksi karamba (Tabel 9). Satu unit KJA terdiri dari empat petak yang digunakan untuk memelihara ikan. Satu
39
unit yang terdiri dari 4 petak masing-masing petak berukuran 7 x 7 meter persegi. Dengan padat tebar 8.000 – 10.000 ekor, atau dapat menampung antara 80 kg – 100 kg bibit ikan mas. Harga bibit atau benih ikan mas berkisar Rp. 25.000 perkilogram. Harga jual ikan mas sekitar Rp. 15.000 hingga Rp. 16.000 perkilogram. Pendapatan lainnya diperoleh dari penjualan ikan nila. Ikan nila dibudidayakan sebagai tabungan di samping budidaya utama yaitu ikan mas, dua kali panen ikan mas, satu kali panen ikan nila. Dikarenakan budidaya ikan nila tidak memerlukan pakan khusus, maka hasilnya sangat menguntungkan (biaya kecil). Ikan nila dipelihara di jaring kolor terletak di kolor dua, di bawah jaring ikan mas, sehingga pakan sisa dari ikan mas akan termanfaatkan menjadi makanan ikan nila. Harga bibit ikan nila berkisar antara Rp. 17.000 sampai Rp. 18.000 per kilogram, dengan harga jual Rp. 10.000 sampai Rp. 11.000 per kilogram. Tabel 7. Kebutuhan Petak Keramba Jaring Apung Jenis Satuan 1 Petak 1 Unit (4 Petak)
Biaya Satuan (Rp)
Biaya Total (Rp)
Besi panjang
Meter
4x2=8
12 x 2 = 48
75.000
3.600.000
Besi pendek
Meter
4 x 5 = 20
12 x 5 = 60
27.000
1.620.000
Jaring
Unit
1
4
1.400.000
5.600.000
Pemberat sudut
Unit
4x1=4
9x1=9
250.000
2.250.000
Pemberat bandul
Unit
4x2=8
12 x 2 = 24
25.000
600.000
Tong pengambang Bambu gembong
Unit
12
33
120.000
3.960.000
Unit
4 x 5 = 20
12 x 5 = 60
15.000
900.000
Bambu atas
Unit
4 x 8 = 32
12 x 8 = 72
3.500
252.000
Tambang
Meter
50
200
10.000
2.000.000
Ongkos jahit jaring Ongkos kontruksi Total
Paket
1
4
75.000
300.000
Paket
1
4
250.000
1.000.000
Sumber : Data Olahan 2013
22.082.000
40
4.3 Permodalan Kredit Usaha Pembudidaya KJA di Jatiluhur 4.3.1 Penguatan Modal Usaha Pada tahun 2010, pinjaman kredit dengan bunga lunak untuk pelaku usaha perikanan diperoleh dari program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) yang bersumber dari Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui bank pelaksana yaitu Bank Jabar Banten Kabupaten Purwakarta dengan subsidi bunga dari pemerintah sebesar 8 % dari bunga normal 14 %, sehingga beban bunga yang ditanggung oleh pembudidaya KJA sebesar 6 % per tahun, dengan jangka waktu pengembalian 24 bulan.
4.3.2 Penyaluran Bantuan Penguatan Modal Usaha Bantuan penguatan modal usaha diperuntukan untuk kelompok/perorangan atau usaha yang telah berbadan hukum yang bergerak di bidang usaha perikanan. Pada usaha budidaya KJA di Jatiluhur menggunakan sistem plasma atau kelompok, sehingga dana yang didapat dari bantuan kredit perbankan diserahkan kepada ketua kelompok lalu ketua kelompok akan membagikan kepada anggotanya dan dana tersebut dibagikan sesuai kebijakan kelompok, ada yang dibagi rata dan ada pula yang sesuai dengan kebutuhan sesuai dengan kebijakan kelompok masing-masing, dari pinjaman tersebut akan diterbitkan keputusan, perjanjian kredit dan rekening tabungan maupun pinjaman atas nama masingmasing anggota. Rata-rata untuk usaha budidaya KJA skala kecil dan menengah pembiayaan yang diperoleh oleh masing-masing anggota atau masing-masing pembudidaya berkisar antara Rp. 20.000.000 sampai Rp.50.000.000 dengan jangka waktu 24 bulan. Pembiayaan kredit ini digunakan untuk modal investasi dan untuk menambah modal usaha.
4.4 Mekanisme Pengajuan Kredit Perbankan 4.4.1 Proses Pengajuan Kredit Proses pengajuan kredit perbankan terhadap petani pembudidaya ikan Keramba Jaring Apung di waduk Jatiluhur Purwakarta. Menggunakan bentuk
41
skema sistem plasma atau kelompok, dimana satu orang bapak plasma atau ketua kelompok bersama-sama dengan petani binaannya mengajukan pinjaman kepada bank yang sudah bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta. Setiap kelompok plasma harus mendapat rekomendasi dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purwakarta dan merupakan kelompok binaan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purwakarta.
4.5 Keragaan Biaya Manfaat dan Analisis Usaha KJA 4.5.1 Analisis Biaya Investasi dan Penyusutan Biaya investasi secara umum pada usaha budidaya di KJA adalah investasi untuk kontruksi atau bangunan karamba. Bangunan untuk karamba terdiri dari besi panjang, besi pendek, jaring, pemberat sudut, pemberat bandul, tong pengambang, bambu gembong, bambu atas dan tambang. Untuk pembuatan satu unit KJA di perlukan 48 meter besi panjang, 60 meter besi pendek, 4 buah jaring, 9 buah pemberat sudut, 24 buah pemberat bandul, 33 buah tong pengambang, 60 buah bamboo gembong, 72 bambu atas, 200 meter tambang, dan 1 buah rumah jaga (Tabel 8). Tabel 8. Biaya Investasi dan Biaya Penyusutan No
Volume (1 Unit)
1. Besi Panjang 2. Besi Pendek 3. Jaring 4. Pemberat Sudut 5. Pemberat Bandul 6. Tong Pengambang 7. Bambu Gembong 8. Bambu Atas 9. Tambang 10. Rumah Jaga Total
48 60 4 9 24 33 60 72 200 1
Sumber : Data Olahan 2013
Harga Satuan (Rp) 75.000 27.000 1.400.000 250.000 25.000 120.000 15.000 3.500 10.000 15.000.000
Biaya Umur Investasi Teknis (Rp) (Tahun) 3.600.000 5 1.620.000 5 5.600.000 5 2.250.000 1 600.000 1 3.960.000 5 900.000 2 252.000 2 2.000.000 5 15.000.000 15 35.782.000
Penyusutan (Rp) 720.000 324.000 1.120.000 2.250.000 600.000 792.000 450.000 126.000 400.000 1.000.000 7.782.000
Nilai Sisa Proyek (Rp) 2.880.000 1.296.000 4.480.000 0 0 3.168.000 450.000 126.000 1.600.000 14.000.000 28.000.000
42
Berdasarkan tabel diatas biaya investasi untuk pembuatan satu unit KJA dengan ukuran tiap kolam sebesar rata-rata 7 x 7 m2 atau dengan luas total 15,8 x 15,8 m2 yaitu sebesar Rp. 35.782.000 dan biaya penyusutan yang dikeluarkan pembudidaya KJA adalah sebesar Rp. 7.782.000. Biaya ini mencakup biaya kontruksi yang terdiri dari besi panjang, besi pendek, jaring, pemberat sudut, pemberat bandul, tong pengambang, bambu gembong, bambu atas, tambang dan rumah jaga. Jumlah ini adalah jumlah rata-rata yang dikeluarkan pembudidaya setiap tahunnya dan nilai sisa proyek dari biaya kontruksi pembuatan KJA adalah sebesar Rp. 28.000.000.
4.5.2 Analisis Biaya Operasional Biaya operasional atau biaya produksi adalah modal yang harus dikeluarkan untuk memproduksi ikan. Biaya operasional ini terdiri dari biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap adalah biaya yang bersifat tidak dipengaruhi oleh jumlah output yang dihasilkan, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah output yang dihasilkan (Wicaksanti 2011). Perhitungan diasumsikan sebagai biaya yang dikeluarkan satu musim tanam (tiga bulan sekali) untuk satu unit KJA (Tabel 9). Tabel 9. Komponen Biaya Operasional Usaha Budidaya di KJA No Komponen Satuan Kebutuhan Harga Total Total Biaya (1Unit) Satuan Biaya/Unit/masa biaya/Unit/ Operasional tanam Tahun 1 Benih Ikan Kg/Rp 400 25.000 10.000.000 40.000.000 Mas 2 Benih Ikan Kg/Rp 200 18.000 3.600.000 14.400.000 Nila 3 Pakan Kg/Rp 10.000 6000 60.000.000 240.000.000 4 Gaji Pekerja Rp 750.000 750.000 2.250.000 9.000.000 5 Dana Rp 200.000 50.000 600.000 2.400.000 Retribusi KJA 6 Iuran Rp 26.666 6.666 80.000 320.000 Keamanan Jumlah 76.530.000 306.120.000 Sumber : Data Olahan 2013
43
Biaya operasional yang dikeluarkan oleh pembudidaya adalah biaya yang digunakan untuk memenuhi produksi satu musim tanam. Biaya yang dikeluarkan meliputi biaya benih, pakan, gaji pekerja, dana retribusi KJA dan iuran keamanan. Pengeluaran biaya benih dan pakan yang memiliki nilai yang lebih tinggi dalam usaha budidaya ini. Biaya operasional yang dikeluarkan oleh pembudidaya untuk satu unit KJA dalam satu siklus atau satu musim tanam sebesar Rp. 76.530.000 dan biaya operasional yang dikeluarkan oleh pembudidaya untuk satu unit KJA dalam satu tahun sebesar Rp. 306.120.000.
4.5.3 Penerimaan Penerimaan yang diperoleh dalam usaha budidaya KJA di waduk Jatiluhur dengan bantuan kredit perbankan berasal dari nilai pendapatan penjualan ikan mas dan ikan nila sebelum dan sesudah proyek dengan jumlah sampel atau responden sebanyak tiga puluh lima responden (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penerimaan (inflow) pada pembudidaya KJA di Jatiluhur dengan bantuan kredit perbankan yang berasal dari nilai pendapatan penjualan ikan mas dan ikan nila sebelum mendapatkan pembiayaan atau sebelum mendapatkan proyek, penerimaan terkecil didapatkan adalah sebesar Rp. 50.500.000 setiap 3 bulan atau sekali musim tanam dan penerimaan terbesar didapat sebesar Rp. 265.000.000 setiap 3 bulan atau sekali musim tanam. Nilai penerimaan atau pendapatan penjualan ikan mas dan ikan nila meningkat dengan adanya penambahan modal kerja setelah mendapatkan pembiayaan (bantuan kredit). Penerimaan terkecil didapatkan adalah sebesar Rp. 94.000.000 setiap 3 bulannya atau sekali musim tanam dan penerimaan terbesar didapat sebesar Rp. 1.070.000.000 setiap 3 bulannya atau sekali musim tanam. Semakin besar lahan, banyaknya benih yang ditebar maka semakin besar pula penerimaan yang didapat. Sementara itu, penerimaaan atau pendapatan yang diperoleh pembudidaya ikan KJA yang memakai modal sendiri atau non perbankan, sebanyak 15 responden (Lampiran 3). Untuk penerimaan (inflow) pembudidaya KJA di Jatiluhur yang memakai modal pribadi (non perbankan) dari nilai penerimaan penjualan ikan mas dan ikan nila, penerimaan terkecil didapatkan adalah sebesar
44
Rp. 100.000.000 setiap 3 bulannya atau satu kali musim tanam dan penerimaan terbesar didapat sebesar Rp. 642.000.000 setiap 3 bulannya atau satu kali musim tanam. Secara deskriptif kualitatif terhadap penerimaan usaha pembudidaya KJA di Jatiluhur, antara kinerja usaha pembudidaya yang memakai kredit perbankan dan non perbankan berbeda jika yang memakai bantuan kredit perbankan adanya penambahan modal kredit, penambahan modal kredit ini untuk modal investasi dan penambahan modal usaha. Karena penerimaan pembudidaya KJA di Jatiluhur tergantung dari luasan lahan dan benih yang ditebar apabila luas lahan semakin besar dan benih yang ditebar semakin banyak, maka semakin besar pula pendapatan atau penerimaan pembudidaya KJA di Jatiluhur.
1. Profitabilitas Profitabilitas
merupakan
kemampuan
suatu
perusahaan
untuk
mendapatkan laba (keuntungan) dalam suatu periode tertentu. Menurut Husnan (2001), bahwa profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan profit (keuntungan) pada tingkat penjualan, aset dan modal dalam saham tertentu (Lampiran 4 dan Lampiran 5). Pada pembudidaya KJA yang memakai bantuan kredit perbankan sebelum mendapatkan kredit atau sebelum proyek bahwa keuntungan usaha yang dihasilkan dari kegiatan budidaya ikan mas di KJA selama pemeliharaan tiga bulan untuk ikan mas dan enam bulan untuk ikan nila (sekali musim tanam) memiliki keuntungan dengan rata-rata Rp. 42.055.428. Sedangkan setelah mendapatkan kredit atau setelah proyek pembudidaya di KJA mendapatkan keuntungan rata-rata sebesar Rp. 102.390.000 setelah mendapatkan kredit. Keuntungan usaha menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menjalankan sebuah usaha, apakah usaha itu menghasilkan hasil yang baik dan layak dikembangkan atau tidak. Sementara itu profitabilitas pada pembudidaya KJA yang memakai modal pribadi (Lampiran 6). Pada pembudidaya KJA yang memakai modal pribadi atau non perbankan, keuntungan usaha yang dihasilkan dari budidaya ikan mas dan
45
ikan nila yang berjumlah lima belas responden
selama satu musim tanam
memiliki keuntungan dengan rata-rata Rp. 108.766.666 Perbedaan pembudidaya yang memakai bantuan perbankan dan non perbankan hanya berbeda di masalah permodalan, tetapi hasil produksi yang memakai bantuan perbankan atau non perbankan rata-rata hampir sama produksinya tergantung luas lahan dan jumlah benih yang ditebar. . 4.5.4 Analisis Usaha Pembudidaya di KJA Pendapatan usaha merupakan selisih antara penerimaan total dan biaya total. Penerimaan total diperoleh dari nilai penjualan komoditas yang diproduksi. Sedangkan biaya total ditentukan dari biaya produksi yang dikeluarkan. Untuk mengetahui seberapa besar keuntungan usaha KJA terhadap biaya yang dikeluarkan maka dilakukan dengan Revenue Cost Ratio (RCR). Keuntungan usaha di KJA dihasilkan dari budidaya ikan mas dan ikan nila yang merupakan komoditas utama dari KJA Jatiluhur. Dalam perhitungan, diasumsikan bahwa kontruksi KJA hanya dapat bertahan selama ± 5 tahun selama melakukan kegiatan budidaya, lebih dari 5 tahun kontruksi memerlukan perbaikan kontruksi. Tabel 10. Keragaan Biaya dan Manfaat Budidaya Ikan Mas dan Ikan Nila (per Musim Tanam) yang Memakai Bantuan Perbankan (Sebelum Proyek) No. Komponen biaya Satuan Nilai 1. 2. 3.
Biaya Penyusutan Biaya Tetap (TFC) Biaya Variabel (TVC) Total Biaya Penerimaan (Produksi x Harga Jual) Keuntungan (π) Penerimaan-Total Biaya (TR-TC) R/C (Penerimaan/Total Biaya) Sumber : Data Olahan 2013
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
2.529.150 93.504.571 1.029.000 96.873.721 135.560.000 38.686.278 1.3
46
Tabel 11. Keragaan Biaya dan Manfaat Budidaya Ikan Mas dan Ikan Nila (per Musim Tanam) yang Memakai Bantuan Perbankan (Setelah Proyek) No. Komponen biaya Satuan Nilai 1. 2. 3. 4.
Biaya Penyusutan Biaya Tetap (TFC) Biaya Variabel (TVC) Pengembalian Kredit Total Biaya Penerimaan (Produksi x Harga Jual) Keuntungan (π) Penerimaan-Total Biaya (TR-TC) R/C (Penerimaan/Total Biaya)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
7.615.257 226.970.000 1.874.285 4.628.928 241.088.470 329.360.000 88.271.529 1.3
Sumber : Data Olahan 2013
Berdasarkan Tabel 10 dan Tabel 11. Keragaan biaya dan manfaat budidaya ikan mas dan ikan nila (per musim tanam) yang memakai bantuan perbankan (sebelum proyek) per satuan luas. Nilai rata-rata biaya penyusutannya yaitu Rp. 2.529.150, nilai rata-rata biaya tetap Rp. 93.504.571, nilai rata-rata biaya variabel Rp. 1.029.000 dan rata-rata total biaya dari biaya penyusutan, biaya tetap dan biaya variabel yaitu biaya totalnya sebesar Rp. 96.873.721. Penerimaan ratarata dari pembudidaya KJA sebelum proyek per musim tanam atau persiklus sebesar Rp. 135.560.000. Sehingga keuntungan yang didapat permusim tanam sebesar Rp. 38.686.278. Nilai rata-rata RCR pada usaha budidaya ikan mas dan ikan nila yang memakai bantuan kredit perbankan di KJA Jatiluhur dalam kurun waktu 3 bulan (per siklus tanam) yaitu 1.3 pada saat tanpa proyek. Nilai ini menunjukan bahwa untuk setiap Rp. 1 biaya yang dikeluarkan pembudidaya dengan bantuan kredit perbankan akan memperoleh penerimaan sebesar 1.3 sebelum mendapatkan kredit. Sedangkan keragaan biaya dan manfaat budidaya ikan mas dan ikan nila (per musim tanam) yang memakai bantuan perbankan (setelah proyek) per satuan luas. Nilai rata-rata biaya penyusutannya yaitu Rp. 7.615.257, nilai ratarata biaya tetap Rp. 226.970.000, nilai rata-rata biaya variabel Rp. 1.874.285, nilai rata-rata biaya pengembalian kredit yaitu Rp. 4.628.928 dan rata-rata total biaya dari biaya penyusutan, biaya tetap dan biaya variabel yaitu biaya totalnya sebesar Rp. 241.088.470. Penerimaan rata-rata dari pembudidaya KJA setelah proyek per
47
musim tanam atau persiklus sebesar Rp. 329.360.000. Sehingga keuntungan yang didapat permusim tanam sebesar Rp. 88.271.529. Dan nilai rata-rata RCR pada pembudidaya KJA setelah proyek yaitu 1.3 pada saat dengan proyek. Dari keuntungan pembudidaya KJA yang memakai kredit perbankan di Jatiluhur, nilai keuntungan setelah proyek atau setelah mendapatkan kredit naik sebesar Rp. 88.271.529. Nilai RCR menunjukan bahwa untuk setiap Rp. 1 biaya yang dikeluarkan pembudidaya dengan bantuan kredit perbankan akan memperoleh penerimaan sebesar 1.3 setelah mendapatkan kredit. Nilai RCR jika dibandingkan tanpa proyek atau sebelum mendapatkan kredit analisis usaha dengan proyek atau setelah mendapatkan kredit perbankan nilai RCR nya sama. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai RCR. Berdasarkan nilai RCR yang diperoleh pada usaha tersebut, maka disimpulkan usaha budidaya ikan di KJA Jatiluhur yang memakai bantuan kredit perbankan mendapatkan keuntungan dan layak dikembangkan berdasarkan kriteria kelayakan usaha yaitu R/C ≥ 1 (Lampiran 7 dan Lampiran 8). Tabel 12. Keragaan Biaya dan Manfaat Budidaya Ikan Mas dan Ikan Nila (per Tahun) yang Memakai Bantuan Perbankan (Sebelum Proyek) No. Komponen biaya Satuan Nilai 1. 2. 3.
Biaya Penyusutan Biaya Tetap (TFC) Biaya Variabel (TVC) Total Biaya Penerimaan (Produksi x Harga Jual) Keuntungan (π) Penerimaan-Total Biaya (TR-TC) R/C (Penerimaan/Total Biaya) Sumber : Data Olahan 2013
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
10.116.600 374.018.285 3.360.000 387.494.885 542.240.000 154.745.114 1.3
48
Tabel 13. Keragaan Biaya dan Manfaat Budidaya Ikan Mas dan Ikan Nila (per Tahun) yang Memakai Bantuan Perbankan (Setelah Proyek) No. Komponen biaya Satuan Nilai 1. 2. 3. 4.
Biaya Penyusutan Biaya Tetap (TFC) Biaya Variabel (TVC) Pengembalian Kredit Total Biaya Penerimaan (Produksi x Harga Jual) Keuntungan (π) Penerimaan-Total Biaya (TR-TC) R/C (Penerimaan/Total Biaya)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
30.461.028 907.880.000 7.497.142 18.515.712 964.353.883 1.317.440.000 353.086.116 1.3
Sumber : Data Primer (diolah) 2013
Berdasarkan Tabel 12 dan Tabel 13. Keragaan biaya dan manfaat budidaya ikan mas dan ikan nila (per tahun) yang memakai bantuan perbankan (sebelum proyek) per satuan luas. Nilai rata-rata biaya penyusutannya yaitu Rp. 10.116.600, nilai rata-rata biaya tetap Rp. 374.018.285, nilai rata-rata biaya variabel Rp. 3.360.000 dan rata-rata total biaya dari biaya penyusutan, biaya tetap dan biaya variabel yaitu biaya totalnya sebesar Rp. 387.494.885. Penerimaan ratarata dari pembudidaya KJA sebelum proyek per tahun sebesar Rp. 542.240.000. Sehingga keuntungan yang didapat per tahun sebesar Rp. 154.745.114. Nilai ratarata RCR pada usaha budidaya ikan mas dan ikan nila yang memakai bantuan kredit perbankan di KJA Jatiluhur dalam kurun waktu 12 bulan (per tahun) yaitu 1.3 pada saat tanpa proyek. Nilai ini menunjukan bahwa untuk setiap Rp. 1 biaya yang dikeluarkan pembudidaya dengan bantuan kredit perbankan akan memperoleh penerimaan sebesar 1.3 dan sebelum mendapatkan kredit, karena adanya penambahan intensifikasi dan ekstensifikasi. Sedangkan keragaan biaya dan manfaat budidaya ikan mas dan ikan nila (per tahun) yang memakai bantuan perbankan (setelah proyek) per satuan luas. Nilai rata-rata biaya penyusutannya yaitu Rp. 30.461.028, nilai rata-rata biaya tetap Rp. 907.880.000, nilai rata-rata biaya variabel Rp. 7.497.142, nilai rata-rata biaya pengembalian kredit yaitu Rp. 18.515.712 dan rata-rata total biaya dari biaya penyusutan, biaya tetap dan biaya variabel yaitu biaya totalnya sebesar Rp. 964.353.883. Penerimaan rata-rata dari pembudidaya KJA setelah proyek per
49
tahun sebesar Rp. 1.317.440.000. Sehingga keuntungan rata-rata pembudidaya yang didapat per tahun sebesar Rp. 353.086.116. Dan nilai rata-rata RCR pada pembudidaya KJA setelah proyek yaitu 1.3 pada saat dengan proyek. Dari keuntungan pembudidaya KJA yang memakai kredit perbankan di Jatiluhur, nilai keuntungan setelah proyek atau setelah mendapatkan kredit naik sebesar Rp. 353.086.116. Nilai RCR menunjukan bahwa untuk setiap Rp. 1 biaya yang dikeluarkan pembudidaya dengan bantuan kredit perbankan akan memperoleh penerimaan sebesar 1.3 setelah mendapatkan kredit. Nilai RCR jika dibandingkan tanpa proyek atau sebelum mendapatkan kredit analisis usaha dengan proyek atau setelah mendapatkan kredit perbankan nilai RCR nya sama. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai RCR. Berdasarkan nilai RCR yang diperoleh pada usaha tersebut, maka disimpulkan usaha budidaya ikan di KJA Jatiluhur yang memakai bantuan kredit perbankan mendapatkan keuntungan dan layak dikembangkan berdasarkan kriteria kelayakan usaha yaitu R/C ≥ 1 (Lampiran 9 dan Lampiran 10). Sementara itu, untuk mengetahui besar keuntungan yang diperoleh oleh pembudidaya ikan dalam KJA yang memakai modal sendiri atau non perbankan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini. Tabel 14. Keragaan Biaya dan Manfaat Budidaya Ikan Mas dan Ikan Nila (per Musim Tanam) di KJA Jatiluhur yang Memakai Modal Pribadi No. Komponen biaya Satuan Nilai 1. 2. 3.
Biaya Penyusutan Biaya Tetap (TFC) Biaya Variabel (TVC) Total Biaya Penerimaan (Produksi x Harga Jual) Keuntungan (π) Penerimaan-Total Biaya (TR-TC) R/C (Penerimaan/Total Biaya)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
6.614.700 249.166.666 1.941.466 257.722.833 351.266.666 100.210.500 1.3
Sumber : Data Olahan 2013
Berdasarkan Tabel 14. Keragaan biaya dan manfaat budidaya ikan mas dan ikan nila (per musim tanam) yang memakai modal pribadi (non perbankan) per satuan luas. Nilai rata-rata biaya penyusutannya yaitu Rp.6.614.700, nilai rata-rata biaya tetap Rp. 249.166.666, nilai rata-rata biaya variabel Rp. 1.941.466 dan ratarata total biaya dari biaya penyusutan, biaya tetap dan biaya variabel yaitu biaya
50
totalnya sebesar Rp. 257.722.833. Penerimaan rata-rata dari pembudidaya KJA yang memakai modal pribadi per musim tanam sebesar Rp. 351.266.666. Sehingga keuntunga yang didapat per musim tanam sebesar Rp. 100.210.500. Nilai RCR pada usaha budidaya ikan mas dan ikan nila yang memakai modal pribadi atau non perbankan di KJA Jatiluhur dalam kurun waktu 3 bulan (per musim tanam) adalah sebesar 1,3 yang berarti setiap Rp. 1 yang dikeluarkan pembudidaya akan menghasilkan Rp. 1,3. Artinya usaha budidaya ikan di KJA Jatiluhur ini yang memakai modal pribadi mendapatkan keuntungan dan layak dikembangkan berdasarkan kriteria kelayakan usaha yaitu R/C ≥ 1. nilai RCR ini sama dengan nilai RCR pembudidaya yang memakai bantuan kredit perbankan hanya bedanya dikeuntungan nilai atau total keuntungan yang modal pribadi lebih besar keuntungannya dibandingkan yang memakai kredit, karena yang memakai kredit perbankan ada pembiayaan tambahan yaitu membayar pokok pengembalian pembiayaan (Lampiran 11). Tabel 15. Keragaan Biaya dan Manfaat Budidaya Ikan Mas dan Ikan Nila (per Tahun) di KJA Jatiluhur yang Memakai Modal Pribadi No. Komponen biaya Satuan Nilai 1. 2. 3.
Biaya Penyusutan Biaya Tetap (TFC) Biaya Variabel (TVC) Total Biaya Penerimaan (Produksi x Harga Jual) Keuntungan (π) Penerimaan-Total Biaya (TR-TC) R/C (Penerimaan/Total Biaya)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
26.458.800 996.666.666 7.763.200 1.030.891.333 1.431.733.333 400.842.000 1.3
Sumber : Data Olahan 2013
Berdasarkan Tabel 15. Keragaan biaya dan manfaat budidaya ikan mas dan ikan nila (per tahun) yang memakai modal pribadi (non perbankan) per satuan luas. Nilai rata-rata biaya penyusutannya yaitu Rp.26.458.800, nilai rata-rata biaya tetap Rp. 996.666.666, nilai rata-rata biaya variabel Rp. 7.763.200 dan rata-rata total biaya dari biaya penyusutan, biaya tetap dan biaya variabel yaitu biaya totalnya sebesar Rp. 1.030.891.333. Penerimaan rata-rata dari pembudidaya KJA yang memakai modal pribadi per tahun sebesar Rp. 1.431.733.333. Sehingga keuntunga yang didapat per tahun sebesar Rp. 400.842.000. Nilai RCR pada usaha
51
pembudidaya ikan mas dan ikan nila yang memakai modal pribadi atau non perbankan di KJA Jatiluhur dalam kurun waktu 1 tahun adalah sebesar 1,3 yang berarti setiap Rp. 1 yang dikeluarkan pembudidaya akan menghasilkan Rp. 1,3. Artinya usaha budidaya ikan di KJA dengan menggunakan modal pribadi atau non perbankan di KJA Jatiluhur mendapatkan keutungan dan layak untuk dikembangkan berdasarkan kriteria kelayakan usaha yaitu R/C ≥ 1 (Lampiran 12).
4.6.1 Analisis Regresi Linier Berganda dengan Dummy Kredit untuk Melihat Faktor yang Berpengaruh pada Variabel Lain dan Dummy Kredit Terhadap Produksi Pembudidaya Keramba Jaring Apung (KJA) di Jatiluhur Untuk mengetahui besarnya pengaruh umur, pendidikan, pengalaman, luas lahan, jumlah tenaga kerja dan jumlah benih, jumlah pakan dan pembiayaan kredit dan non kredit terhadap produksi pembudidaya KJA di Jatiluhur, digunakan model regresi dan untuk melihat kebermaknaan dari koefisien regresi dalam persamaan regresi, dilakukan pengujian koefisien regresi baik secara bersama-sama (over all) maupun secara parsial (individual).
Pengujian Koefisien Regresi Secara Bersama-Sama (Over All) Pengujian akan menolak Ho jika p-value (sig) < taraf signifikan (α=5%). Dari tabel Anova (analisis varians) (Lampiran 14), diperoleh nilai Fhitung sebesar 8234987 dengan p-value (sig.) 0,00. Jika dibandingkan p-value (0,000) < taraf signifikan (α=5%) maka H0 ditolak, dengan demikian terdapat pengaruh dari satu atau lebih variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam hal ini, dapat dijelaskan secara lebih spesifik bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari umur, pendidikan, pengalaman, luas lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah benih (Kg), jumlah pakan (Kg) dan pembiayaan kredit atau nonkredit terhadap produksi pembudidaya KJA di Jatiluhur terhadap produksi pembudidaya KJA di Jatiluhur.
52
Koefisien determinasi Koefisien determinasi digunakan untuk melihat seberapa besar kontribusi dari variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Koefisien determinasi (R2) umur, pendidikan, pengalaman, luas lahan dan jumlah tenaga kerja terhadap produksi pembudidaya berada pada nilai 1,00 atau 100% (Lampiran 14). Ini menunjukkan bahwa antara umur, pendidikan, pengalaman, luas lahan dan jumlah tenaga kerja, jumlah benih, dan jumlah pakan memiliki kontribusi 100% pengaruhnya pada terhadap produksi pembudidaya KJA di Jatiluhur.
Pengujian Asumsi Model 1. Uji Normalitas
Gambar 6. Normalitas Residu dengan Variabel Dependen Produksi Residu berdistribusi normal apabila sebaran standardized residual menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dari Normal P-P plot di atas dapat diketahui bahwa sebaran standardized residual mengikuti dan menyebar jauh disekitar garis diagonal, maka dapat disimpulkan residu model persamaan regresi tidak berdistribusi normal.
53
2. Uji Multikolinieritas Hipotesis diuji dengan taraf signifikan 5%. Jika nilai t hitung > t tabel maka disimpulkan bahwa hipotesis ditolak atau jika p-value (sig) < taraf signifikan (α=5%). Tabel 16. Uji t Regresi Linier Multiple Produksi No
Variabel Produksi
1
(Constant)
2
Umur (tahun)
3
Koefisien
p-value
VIF
-1.350,6
0,000
-0,4
0,203
1,79
Pendidikan
0,2
0,812
1,44
4
Pengalaman
0,1
0,869
3,58
5
Luas lahan
25,5
0,000*
270,96
6
TK.upah
2,9
0,627
2,54
7
Benih (Rp)
0,0
0,763
1583,72
8
Pakan (Rp)
0,2
0,000*
752,24
9
Kredit/Tidak
-4,3
0,237
1,11
Berdasarkan output (Tabel 16), dapat dilihat bahwa nilai t hitung untuk umur, pendidikan, pengalaman, jumlah tenaga kerja lebih besar dari 0,05 sehingga Ho diterima. Dengan demikian, disimpulkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari umur, pendidikan, pengalaman, jumlah tenaga kerja, jumlah benih terhadap produksi pembudidaya KJA di Jatiluhur. Untuk luas lahan dan jumlah pakan, dengan p-value sebesar 0,00. Jika dibanding dengan taraf signifikan 5% maka p-value (sig) dari varibel tersebut bernilai lebih kecil sehingga Ho ditolak. Dengan demikian, disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan dari luas lahan dan jumlah pakan pada produksi pembudidaya di Jatiluhur. Dengan demikian, dari 8 variabel independen, hanya luas dan jumlah pakan yang berpengaruh pada produksi pembudidaya di Jatiluhur. Dari tabel juga dapat dilihat persamaan regresi linier taksiran di atas menjadi: Y = -1.350,6 -0,4 X1 + 0,2 X2 + 0,1 X3+ 25,5 X4 + 2,9 X5 + 0,0 X6 -0,2 X7 + 4,3D1
54
Dari persamaan di atas, konstanta sebesar -1.350,6 menunjukkan rata-rata produksi pembudidaya ikan adalah -1.350,6 kg tanpa adanya pengaruh umur, pendidikan, luas lahan, dan pengalaman serta jumlah tenaga kerja, jumlah benih dan jumlah pakan serta jenis pembiayaan (kredit dan non kredit). Koefisien regresi untuk umur sebesar -0,4 menunjukkan setiap penambahan umur sebesar 1 tahun maka akan mengurangi produksi sebesar 0,4 kg. Untuk jumlah pendidikan, koefisien regresi untuk pendidikan memiliki nilai koefisien 0,2 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendikan pembudidaya sebesar 1 tahun maka semakin besar pula produksi yang didapat, yaitu bertambah sebesar 0,2 kg. Koefisien regresi untuk pengalaman sebesar 0,1 menunjukkan setiap penambahan pengalaman sebesar 1 tahun maka akan menambah produksi sebesar 0,1 kg. Untuk luas lahan dengan koefisien regresi sebesar 25,5 menunjukkan setiap penambahan pengalaman sebesar 1 m2 maka akan menambah produksi sebesar 25,5 kg.Untuk jumlah tenaga kerja dengan koefisien regresi sebesar 2,9 menunjukkan setiap penambahan jumlah tenaga kerja sebanyak 1 orang maka akan menambah produksi sebesar 2,9 kg. Untuk jumlah benih dengan koefisien regresi sebesar 0,0 menunjukkan tidak ada pengaruh sama sekali. Untuk jumlah pakan dengan koefisien regresi sebesar 0,2 menunjukkan setiap penambahan pengeluaran untuk jumlah pakan sebanyak Kg 1 maka akan mengurangi produksi sebesar 0,2 kg. Untuk pembiayaan kredit, koefisien regresi sebesar -4,3 menunjukkan jika pembudidaya menggunakan kredit maka produksi nya akan berkurang 4,3 kg. Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai VIF berkisar antara 11583,72. Terdapat 3 nilai ini jauh dari batas ambang VIF yaitu 10, yaitu variabel luas lahan, jumlah benih dan jumlah pakan. Sementara untuk variabel umur, tingkat pendidikan, pengalaman dan jumlah tenaga kerja memiliki nilai VIF di bawah 10. Dengan demikian disimpulkan bahwa 3 variabel independen memiliki korelasi yang kuat antar satu sama lain, yaitu luas lahan, variabel jumlah benih dan jumlah pakan.
55
3. Heterokesdatisitas Pada Gambar 7 dapat diketahui bahwa data tidak menyebar secara acak baik di atas maupun di bawah sumbu X (Y=0), hal ini berarti terdapat gejala heterokedastisitas pada model regresi tersebut.
Gambar 7 Uji Heteroskedastisitas Produksi
4. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin Watson, yaitu dengan membandingkan angka Durbin-Watson hitung (DW) dengan nilai kritisnya (dL dan dU).
Pada ukuran sample n =50, = 0,05 dan banyaknya variabel independen k = 8, didapat nilai kritis dL = 1,20 dan dU = 1,93 (Tabel 17).
56
Tabel 17. Hasil Uji Durbin Watson Produksi dL dU Durbin Watson 2,31
1,20
1,93
4-dU
4-dL
Kesimpulan
2,07
2,80
Tidak dapat disimpulkan
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 2,31. Karena nilai statistik Durbin Watson (2,31) berada pada dU < DW < 4 – dU, uji Durbin Watson menghasilkan kesimpulan tidak terdapat kesimpulan.
4.6.2 Analisis Regresi Linier Berganda dengan Dummy Kredit untuk Melihat Faktor yang Berpengaruh pada Variabel Lain dan Dummy Kredit Terhadap Pendapatan Pembudidaya Keramba Jaring Apung (KJA) di Jatiluhur Untuk mengetahui besarnya pengaruh umur, pendidikan, pengalaman, luas lahan, jumlah tenaga kerja dan jumlah benih, jumlah pakan dan pembiayaan kredit dan non kredit terhadap pendapatan pembudidaya KJA di Jatiluhur, digunakan model regresi dan untuk melihat kebermaknaan dari koefisien regresi dalam persamaan regresi, dilakukan pengujian koefisien regresi baik secara bersamasama (over all) maupun secara parsial (individual). Pengujian Koefisien Regresi Secara Bersama-Sama (Over All) Pengujian akan menolak Ho jika p-value (sig) < taraf signifikan (α=5%). Dari tabel Anova (analisis varians) (Lampiran 15), diperoleh nilai Fhitung sebesar 399,858 dengan p-value (sig.) 0,00. Jika dibandingkan p-value (0,000) < taraf signifikan (α=5%) maka H0 ditolak, dengan demikian terdapat pengaruh dari satu atau lebih variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam hal ini, dapat dijelaskan secara lebih spesifik bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari umur, pendidikan, pengalaman, luas lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah benih (Rp), jumlah pakan (Rp) dan pembiayaan kredit atau nonkredit terhadap pendapatan pembudidaya KJA di Jatiluhur terhadap pendapatan pembudidaya KJA di Jatiluhur.
57
Koefisien determinasi Koefisien determinasi (R2) umur, pendidikan, pengalaman, luas lahan dan jumlah tenaga kerja terhadap pendapatan pembudidaya berada pada nilai 0,987 atau 98,7% (Lampiran 15). Ini menunjukkan bahwa antara umur, pendidikan, pengalaman, luas lahan dan jumlah tenaga kerja, jumlah benih, dan jumlah pakan memiliki kontribusi 98,7% pengaruhnya pada terhadap pendapatan pembudidaya, sedangkan sisanya sebesar 1,3% dijelaskan oleh variabel bebas lain yang tidak terdapat dalam model regresi berganda ini.
Pengujian Asumsi Model 1. Uji Normalitas
Gambar 8. Normalitas Residu dengan Variabel Dependen Pendapatan
Residu berdistribusi normal apabila sebaran standardized residual menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dari Normal P-P plot di atas dapat diketahui bahwa sebaran standardized residual mengikuti dan menyebar disekitar garis diagonal, maka dapat disimpulkan residu model persamaan regresi berdistribusi normal atau memenuhi asumsi normalitas.
58
2. Uji Multikolinieritas Hipotesis diuji dengan taraf signifikan 5%. Jika nilai t hitung > t tabel maka disimpulkan bahwa hipotesis ditolak atau jika p-value (sig) < taraf signifikan (α=5%). Tabel 18. Uji t Regresi Linier Multiple Pendapatan No
Variabel Pendapatan
Koefisien
p-value
VIF
-26.115.736,6
0,014
-248.887,9
0,206
1,82
1
(Constant)
2
Umur (tahun)
3
Pendidikan
498.009,6
0,348
1,45
4
Pengalaman
469.546,3
0,189
3,60
5
Luas lahan
370.552,9
0,000*
173,33
6
TK.upah
10,7
0,050*
2,61
7
Benih (Rp)
-1,0
0,520
1158,15
8
Pakan (Rp)
-0,5
0,065
664,93
9
Kredit./Tidak
1.779.496,8
0,466
1,10
Berdasarkan output (Tabel 18), dapat dilihat bahwa nilai t hitung untuk umur, pendidikan, pengalaman, jumlah tenaga kerja lebih besar dari 0,05 sehingga Ho diterima. Dengan demikian, disimpulkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari umur, pendidikan, pengalaman, jumlah benih, dan jumlah pakan serta pembiayaan kredit/nonkredit terhadap pendapatan pembudidaya KJA di Jatiluhur. Untuk luas lahan, dengan p-value sebesar 0,00. Jika dibanding dengan taraf signifikan 5% maka p-value (sig) dari varibel tersebut bernilai lebih kecil sehingga Ho ditolak. Dengan demikian, disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan dari luas lahan dan jumlah tenaga kerja pada pendapatan pembudidaya di Jatiluhur. Dengan demikian, dari 8 variabel independen, hanya luas yang berpengaruh pada pendapatan pembudidaya di Jatiluhur. Dari tabel juga dapat dilihat persamaan regresi linier taksiran di atas menjadi:
59
Y = -26.115.736,6 -248.887,9 X1 + 498.009,6 X2 + 469.546,3 X3 + 370.552,9 X4 + 10,7 X5 - 1,0 X6 -0,5 X7 + 1.779.496,8 D1 Dari persamaan di atas, konstanta sebesar -26.115.736,6 menunjukkan rata-rata pendapatan pembudidaya ikan adalah - Rp 26.115.736,6 tanpa adanya pengaruh umur, pendidikan, luas lahan, pengalaman, jumlah tenaga kerja, jumlah benih dan jumlah pakan serta jenis pembiayaan (kredit dan non kredit). Koefisien regresi untuk umur sebesar -248.887,9 menunjukkan setiap penambahan umur sebesar 1 tahun maka akan mengurangi pendapatan sebesar Rp 248.887,9. Untuk jumlah pendidikan, koefisien regresi untuk pendidikan memiliki nilai koefisien 498.009,6, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendikan pembudidaya maka semakin besar pula pendapatan yang didapat, yaitu bertambah sebesar Rp 498.009,6. Koefisien regresi untuk pengalaman sebesar 469.546,3 menunjukkan setiap penambahan pengalaman sebesar 1 tahun maka akan menambah pendapatan sebesar Rp 469.546,3. Untuk luas lahan dengan koefisien regresi sebesar 370.552,9 menunjukkan setiap penambahan pengalaman sebesar 1 m2 maka akan menambah pendapatan sebesar Rp 370.552,9. Untuk jumlah tenaga kerja dengan koefisien regresi sebesar 10,7 menunjukkan setiap penambahan jumlah tenaga kerja sebanyak 1 orang maka akan menambah pendapatan sebesar Rp 10,7. Untuk jumlah benih dengan koefisien regresi sebesar -1,0 menunjukkan setiap penambahan jumlah benih sebanyak Rp 1.000.000 maka akan mengurangi pendapatan sebesar Rp 1,0. Untuk jumlah pakan dengan koefisien regresi sebesar -0,5 menunjukkan setiap penambahan pengeluaran untuk jumlah pakan sebanyak Rp 1 maka akan mengurangi pendapatan sebesar Rp 0,5. Untuk pembiayaan kredit, koefisien regresi sebesar 1.779.496,8 menunjukkan jika pembudidaya menggunakan kredit maka pendapatan nya akan bertambah Rp 1.779.496,8 dibandingkan sebelum menggunakan kredit. Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai VIF berkisar antara 11158,15. Terdapat 3 nilai ini jauh dari batas ambang VIF yaitu 10, yaitu variabel luas lahan, jumlah benih dan jumlah pakan. Sementara untuk variabel umur,
60
tingkat pendidikan, pengalaman dan jumlah tenaga kerja memiliki nilai VIF di bawah 10. Dengan demikian disimpulkan bahwa 3 variabel independen memiliki korelasi yang kuat antar satu sama lain, yaitu luas lahan, variabel jumlah benih dan jumlah pakan.
3. Heterokesdatisitas Pada Gambar 9 dapat diketahui bahwa data menyebar secara acak baik di atas maupun di bawah sumbu X (Y=0), hal ini berarti tidak terdapat gejala heterokedastisitas pada model regresi tersebut.
Gambar 9. Uji Heteroskedastisitas Pendapatan
4. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin Watson, yaitu dengan membandingkan angka Durbin-Watson hitung (DW) dengan nilai kritisnya (dL dan dU). Pada ukuran sample n =50, = 0,05 dan banyaknya variabel independen k = 8, didapat nilai kritis dL = 1,20 dan dU =1,93. Tabel 19. Hasil Uji Durbin Watson Pendapatan Durbin Watson dL dU 2,11
1,20
1,93
4-dU
4-dL
Kesimpulan
2,07
2,80
Tidak dapat disimpulkan
61
Berdasarkan Tabel 19, diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 2,11. Karena nilai statistik Durbin Watson (2,11) berada pada dU < DW < 4 – dU, uji Durbin Watson menghasilkan kesimpulan tidak terdapat kesimpulan.