BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam Jumlah rata – rata benih ikan patin siam sebelum dan sesudah penelitian
dengan tiga perlakuan yakni perlakuan A kepadatan 350 ekor, perlakuan B kepadatan 400 ekor dan perlakuan C kepadatan 450 ekor dengan tiga kali ulangan dengan
lama pengangkutan selama 12 jam terhitung dari Balai Benih Ikan
Inovatif pada pukul 09.00 wita sampai pada tujuan transportasi pada pukul 21.00 wita di Kabupaten Boalemo dapat di lihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Jumlah Rata – Rata Ikan Patin Sebelum dan Sesudah Pengangkutan Sistem Tertutup Perlakuan A B C Sumber: Data Olahan, 2011
Jumlah Rata Rata (ekor) Sebelum Pengakutan Sesudah Pengakutan 350 348 400 398,33 450 445,67
Untuk tingkat kelangsungan hidup benih ikan patin siam selama pengangkutan dengan tiga perlakuan yakni perlakuan A (Kepadatan 350 ekor), perlakuan B (Kepadatan 400 ekor) dan perlakuan C (Kepadatan 450 ekor) dengan tiga kali ulangan dan tiga kali pengambilan sampel dengan lama pengakutan 12 jam dapat di lihat pada Tabel 4 berikut.
21
Tabel 4. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam Selama Pengangkutan Dengan 3 Kali Ulangan Dan 3 Kali Pengambilan Sampel Selama 12 Jam Perlakuan A B C Sumber: Data Olahan, 2011
Tingkat Kelangsungan Hidup % 99.45 99.19 98.21
Hasil dari tingkat kelangsungan hidup benih ikan patin siam selama pengangkutan dengan 3 kali ulangan dan 3 kali pengambilan sampel dengan lama pengakutan 12 jam dapat di lihat pada Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3. Grafik tingkat kelangsungan hidup benih ikan patin siam Berdasarkan data pada Tabel 4 dan Gambar 3 di atas, ternyata kelangsungan hidup benih ikan patin siam masih dalam batas toleransi dalam sistem transportasi benih. 22
Berdasarkan hasil pengolahan data pada lampiran 1, ternyata rata-rata kelangsungan hidup benih ikan patin pada perlakuan A = 99.45 %, perlakuan B = 99.19 % dan perlakuan C = 98.21 %. Kelangsungan hidup benih ikan patin siam dipengaruhi tingkat kepadatan sehingga terjadi persaingan ruang gerak dan oksigen terlarut dalam wadah pengangkutan. Hal ini sesuai pernyataan Susanto, (2009), bahwa kepadatan ikan yang diangkut sangat mempengaruhi kelangsungan hidup ikan selama pengakutan karena semakin padat ikan yang diangkut akan semakin ketat pula persaingan penggunaan ruang dan oksigen terlarut. 4.2.
Kualitas Air Pengukuran parameter kualitas air dalam kantong plastik yang berisi benih
ikan patin siam dilakukan di Balai Benih Ikan Inovatif yakni sebelum benih ikan patin siam dimasukkan ke dalam kantong plastik dan pada saat benih ikan patin siam sampai di lokasi tujuan Kabupaten Boalemo, sebelum benih ikan patin siam diaklimatisasi kembali. Pengukuran meliputi pengukuran suhu, oksigen terlarut dan pH. Data pengukuran kualitas air sebelum dan sesudah pengangkutan dapat di lihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Pengukuran Kualitas Air Media Pengangkutan Benih Ikan Patin Siam Parameter Kualitas Air Perlakuan Suhu (0C) pH Oksigen Terlarut (ppm) Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah A 26 28 7 7 6,30 5,65 B 26 29 7 7 6,30 5,21 C 26 28 7 7 6,30 4,82 Sumber: Data Olahan, 2011
23
4.2.1. Suhu Setiap jenis ikan mempunyai kisaran suhu yang berbeda, maka bila terjadi perubahan diluar kisaran suhu tersebut akan menyebabkan ikan menjadi stress bahkan dapat menyebabkan kematian. Suhu yang lebih tinggi dari kisaran suhu optimal akan meningkatkan toksisitas dari zat – zat terlarut yang kemudian meningkatkan
kebutuhan
oksigen
dari
peningkatan
suhu
tubuh,
serta
meningkatkan laju metabolisme. Kisaran suhu air sebelum pengangkutan benih ikan patin siam masih berada di Balai Benih Ikan Inovatif (BBII) Provinsi Gorontalo masing-masing perlakukan A, B, dan C kisarannya adalah 260C, sedangkan kisaran suhu air setelah di lokasi Kabupaten Boalemo pada masing-masing perlakuan mengalami perubahan dimana perlakuan A suhu setelah pengakutan 280C, perlakuan B sebesar 290C, dan perlakuan C sebesar 280C. Terjadinya fluktuasi suhu pada pengakutan benih ikan patin siam disebabkan oleh pengaruh kepadatan sampel dalam wadah plastik yang menyebabkan terjadinya persaingan ruang gerak. Sehinga mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen oleh benih ikan patin siam. Hal ini sesuai dengan pendapat Haslam (1995) dalam Effendi (2003), bahwa peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi orgenisme air yang mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu air sebesar 10OC, menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme air sebesar 2- 3 kali lipat. Namun, peningkatan 24
suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen, terlarut sehingga keberadaan oksigen seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme air untuk melakukan proses metabolism dan respirasi. Selanjutnya Berka (1986), menyatakan bahwa suhu merupakan faktor yang penting dalam transportasi ikan. Jika suhu air rendah, maka pH air akan tinggi dan metabolisme ikan menjadi rendah. 4.2.2. pH Kisaran pH air sebelum pengangkutan benih ikan patin siam masingmasing perlakukan A, B, dan C kisarannya adalah 7. Konsentrasi pH air merupakan faktor yang harus diperhatikan karena daya racun amoniak berhubungan dengan konsentrasi pH. Nilai pH pada saat sebelum dan sesudah pengakutan pada saat penelitian masih dalam batas toleransi dalam kegiatan pengangkutan. Hal ini sesuai dengan pendapat Berka (1986), yang menyatakan bahwa nilai pH optimum yang digunakan untuk transportasi ikan pada umunya berkisar antara 7 -8,5. Konsentrasi pH yang digunakan untuk kehidupan ikan patin siam berkisar 6 – 8.5. Kondisi air yang bersifat asam maupun basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. 4.2.2. Oksigen terlarut Nilai parameter oksigen terlarut pada saat sebelum ditransportasikan dan sesudah ditransportasikan mengalami penurunan. Nilai oksigen terlarut sebelum 25
ditransportasikan masing-masing perlakuan A, B, dan C adalah 6.30 ppm. Sedangkan nilai pengukuran oksigen terlarut setelah sampai di lokasi tujuan di Kabupaten Boalemo masing-masing perlakuan mengalami penurunan yaitu perlakuan A = 5,65 ppm, B = 5,21 ppm, dan C = 4,82 ppm. Hal ini sesuai dengan pendapat Novotny dan Olem (1994) dalam Wibisono (2010), yang menyatakan bahwa ketersediaan oksigen sangat berpengaruh terhadap metabolime dalam tubuh dan untuk kelangsungan hidup suatu organisme. Selanjutnya menurut Berka (1986) dalam Wibisono (2010), diyatakan bahwa ketersediaan oksigen merupakan salah satu faktor yang penting dalam transportasi ikan. Kemampuan ikan untuk mengkonsumsi oksigen tergantung pada toleransi ikan seperti stress, suhu, pH serta hasil metabolisme seperti amoniak. Kekurangan oksigen selama transportasi dapat terjadi akibat jumlah ikan sangat tinggi dan jarak yang ditempuh sangat jauh. Perbedaan penurunan kisaran oksigen terlarut, masing-masing perlakuan setelah pengangkutan dipengaruhi oleh kepadatan sampel pada masing-masing perlakuan yang berbeda. Akan tetapi parameter kualitas selama penelitian dilakukan masih dalam batas toleransi untuk pengangkutan benih ikan patin siam. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dianalisa bahwa beberapa parameter kualitas masih dalam batas toleransi untuk pengangkutan benih ikan patin siam. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanto (2009), bahwa untuk parameter kualitas air pada pengangkutan benih ikan patin siam yang meliputi 26
suhu berkisar 26 – 30OC, oksigen terlarut berkisar > 4 mg/l dan pH optimal berkisar 6.0 – 8.0 ppt. Hasil pengukuran ketiga parameter tersebut untuk ketiga perlakuan masih berada dalam kisaran yang disyaratkan untuk pengangkutan benih.
27