31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penurunan Kadar Air
Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata – rata suhu ruang pengeringan sekitar 32,30oC, suhu ruang hasil pembakaran 51,21 0C dan kecepatan udara ruang pengering 3,17 m/s, kecepatan udara ruang pembakaran 2,26 m/s maka diperoleh pola penurunan kadar air seperti disajikan pada Gambar 4.1 . Pada Gambar 4.1 di bawah, disajikan kurva pola penurunan kadar air dari sampel selama proses pengeringan. Dari grafik ini, nampak bahwa proses pelepasan uap air terikat pada bahan terjadi selama 5,5 jam dengan kecepatan udara 3,17 m/s.
bobot ikan 2,500 1,953
1,894
1,834
1,817
2,000 1,996
1,500
1,917
1,823
1,858
1,675
1,787 1,533
1,000
bobot ikan
0,500
17.00 - 17.30
16.30 - 17.00
16.00 - 16.30
15.30 - 16.00
15.00 - 15.30
14.30 - 15.00
14.00 - 14.30
13.30 - 14.00
13.00 - 13.30
12.30 - 13.00
12.00 - 12.30
0,000
Gambar 4.1. Kurva Pola Penurunan Selama Proses Pengeringan Lapisan Tipis
32
Penelitian ini berjalan dalam kurun waktu yang relatif singkat sehingga variasi suhu dankelembaban udara ruangan penelitian relatif seragam. Dengan demikian, faktor yang berpengaruh pada laju pengeringan dapat diasumsikan hanya kecepatanudara pengeringan.Periode dimana laju pengeringan tetap constant drying rate dan lajupengeringan menurun falling drying rate terjadi. Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Pada Pengujian Alat Pengering Multikomoditas Tipe Udara Hembus Udara masuk RH1 V1 (%)
Udara Keluar RH2 V2 (%)
No.
Waktu (Menit)
T1 0 ( C)
1
12.00 - 12.30
33
71,00
2,30
36
90,00
0,50
2
12.30 - 13.00
35
84,00
1,40
36,8
92,50
1,10
3
13.00 - 13.30
32
66,00
2,32
50
75,00
1,70
4
13.30 - 14.00
36
69,00
3,40
49
78,00
2,50
5
14.00 - 14.30
30,5
74,00
3,67
54
81,00
2,49
6
14.30 - 15.00
36
73,00
3,53
51,5
82,00
2,73
7
15.00 - 15.30
31,5
78,00
3,66
51
80,50
3,23
8
15.30 - 16.00
31
65,00
4,55
53
90,00
3,59
9
16.00 - 16.30
28,5
76,00
4,75
65
75,00
3,87
10
16.30 - 17.00
31
81,00
2,46
57
86,00
1,65
11
17.00 - 17.30
30,8
82,50
2,78
60
82,00
1,52
Rataan
32,30
74,50
3,17
51,21
82,91
2,26
T2 0 ( C)
Sumber : Hasil Pengujian, 2013.
Berdasarkan Tabel 4.1 nampak bahwa temperatur udara masuk lebih rendah dari udara keluar, namun kecepatan udara di terowongan udara pada saat masuk lebih tinggi dibandingkan dengan
kecepatan udara dari ruang
pengeringan pada saat udara keluar. 4.1.1.Perbandingan Suhu Udara masuk Dan Suhu Udara keluar Suhu udara keluar dari ruang pengering lebih tinggi dari suhu udara masuk kedalam ruang pengering seperti terlihat pada gambar 4.3 di bawah ini.
33
Perbandingan Suhu dan Waktu
50 40 30 20 10 0 17.00 - 17.30
16.30 - 17.00
16.00 - 16.30
15.30 - 16.00
Waktu
15.00 - 15.30
14.30 - 15.00
14.00 - 14.30
13.30 - 14.00
13.00 - 13.30
12.30 - 13.00
Suhu Udara Masuk T1
12.00 - 12.30
Suhu
70 60
Gambar 4.2. GrafikPerbandingan Suhu Udara masuk Dan Suhu Udara keluar (Sumber : Hasil Pengolahan Data 2013) Pada gambar 4.2. menunjukan proses pengeringan ikan dalam ruang pengering dimana pada jam 16.00 ruang pengering menerima suhu pengering tertinggi yakni sebesar 65 0C, sedangkan suhu awal ruang pengering sebesar 36 0
C pada jam 12.00. Hal ini di sebabkan karena dalam proses pengeringan suhu
ruang pengeringan tidak stabil, karena dalam proses pengeringan memerlukan energi panas yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Energi panas yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa tidak selamanya stabil hal inilah yang mempengaruhi naik turunnya suhu dalam runag pengering. Berdasarkan tabel diatas terjadi kenaikan suhu pada ruang pengering, dimana rata-rata suhu udara masuk 32,30 0C dan rata-rata suhu udara keluar adalah 51,21 0C.
34
4.1.2.Perbandingan Kelembaban Udara Masuk Dan Udara Keluar Alat Pengering. Kelembaban udara keluar dari ruang pengering lebih tinggi dan mengalamii fruktuasi dari kelembaban udara. udara masuk kedalam ruang pengering seperti terlihat pada gambar 4.3 di bawah ini.
100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
RH1 17.00 - 17.30
16.30 - 17.00
16.00 - 16.30
15.30 - 16.00
15.00 - 15.30
14.30 - 15.00
14.00 - 14.30
13.30 - 14.00
13.00 - 13.30
12.30 - 13.00
RH2 12.00 - 12.30
Kelembaban
Perbandingan kelembaban Dan Waktu
Waktu
Gambar 4.3. Grafik Perbandingan Suhu Udara masuk Dan Suhu Udara keluar (Sumber : Hasil Pengolahan Data 2013) Pada gambar 4.3. menunjukan bahwa RH tertinggi pada jam 12.30 yaitu 92.50 % dan terendah pada jam 14.00 yakni 30.5 % dan pada akhir pengeringan yaitu pada jam 17.30 dengan 82.91 % hal ini menunjukan bahwa RH relatif tinggi terjadi pada pertengahan proses pengeringan. Hal tersebut disebabkan karena pada pertengahan proses pengeringan udara panas sangat kurang dalam ruang pengering sehingga kelembaban udaranya tinggi. Berdasarkan Tabel diatas terjadi kenaikan kelembaban udara pada ruang pengering, dimana rata-rata
35
kelembaban udara masuk 74,50 % dan rata-rata kelembaban udara keluar adalah 82,91 %. 4.1.3. Perbandingan Kecepatan Udara Masuk Dan Udara Keluar Alat Pengering. Kecepatan udara masuk ke ruang pengering lebih tinggi dan mengalami fruktuasi dari Kecepatan udara keluar ruang pengering seperti terlihat pada gambar 4.4 di bawah ini.
5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
Q1 17.00 - 17.30
16.30 - 17.00
16.00 - 16.30
15.30 - 16.00
15.00 - 15.30
14.30 - 15.00
14.00 - 14.30
13.30 - 14.00
13.00 - 13.30
12.30 - 13.00
Q2 12.00 - 12.30
Kecepatan
Perbandingan Kecepatan Dan Waktu
Waktu
Gambar 4.4. Grafik Perbandingan Kecepatan Dan Waktu
Pada gambar 4.4. menunjukan bahwa kecepatan tertinggi udara masuk yaitu 3.67 m/det pada jam 14.00 dan terendah pada jam 16.30 yakni 2.46 m/det dan pada akhir pengeringan yaitu pada jam 17.30 dengan 3.17 m/det hal ini menunjukan bahwa kecepatan udara tungku pengeringan dipengaruhi oleh kecepatan udara di lokasi pengujian alat pengering ikan tersebut. Berdasarkan tabel diatas terjadi penurunan Kecepatan udara pada ruang pengering, dimana
36
rata-rata Kecepatan udara masuk 3,17 m/s dan rata-rata Kecepatan udara keluar adalah 2,26 m/s.
Tabel 4.4. Keadaan Udara Hembus Pada Saat Di Dalam Ruang Pengering No.
Waktu
Ruang Pengering T (oC) RH (%)
1 12.00 - 12.30 77,8 2 12.30 - 13.00 76,1 3 13.00 - 13.30 77,1 4 13.30 - 14.00 76,8 5 14.00 - 14.30 79,7 6 14.30 - 15.00 82,3 7 15.00 - 15.30 80,3 8 15.30 - 16.00 82,6 9 16.00 - 16.30 77,8 10 16.30 - 17.00 77,2 11 17.00 - 17.30 78,3 Sumber : Hasil Pengujian, 2013.
50 49 44 45 81 81 43 81 81 57 45
Berdasarkan Tabel 2, nampak bahwa suhu udara dalam ruang pengering mengalami fluktuasi antara 75OC – 84OC dengan tingkat kelembaban 40% - 81%. Udara panas inilah yang digunakan untuk mengeringkan ikan di dalam ruang pengering.
37
17.00 - 17.30
16.30 - 17.00
16.00 - 16.30
15.30 - 16.00
15.00 - 15.30
14.30 - 15.00
14.00 - 14.30
13.30 - 14.00
13.00 - 13.30
12.30 - 13.00
84 82 80 78 76 74 72 12.00 - 12.30
T (oC)
Perbandingan Suhu dan Waktu Di Dalam Ruang Pengering
Suhu
Waktu
Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Suhu Dan Waktu Di Dalam Ruang Pengering Pada gambar 4.5. menunjukan proses pengeringan ikan dalam ruang pengering dimana pada jam 15.30 ruang pengering menerima suhu pengering tertinggi yakni sebesar 82.6 0C, sedangkan suhu awal ruang pengering sebesar 77.80C pada jam 12.00. Dan suhu terendah pada jam 12.30 yaitu 76.1 0C.Hal ini di sebabkan karena dalam proses pengeringan suhu ruang pengeringan tidak stabil, karena dalam proses pengeringan memerlukan energi panas yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Energi panas yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa tidak selamanya stabil hal inilah yang mempengaruhi naik turunnya suhu dalam runag pengering..
38
17.00 - 17.30
16.30 - 17.00
16.00 - 16.30
15.30 - 16.00
15.00 - 15.30
14.30 - 15.00
14.00 - 14.30
13.30 - 14.00
13.00 - 13.30
12.30 - 13.00
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 12.00 - 12.30
T (oC)
Perbandingan Kelembaban dan Waktu Di Dalam Ruang Pengering
Kelembaban
Waktu
Gambar 4.6. Grafik Perbandingan Dan Waktu Di Dalam Ruang Pengering Pada gambar 4.6. menunjukan bahwa RH tertinggi pada jam 14.00 – 15.00 dan 15.30 – 16.30 yaitu 81 % dan terendah pada jam 15.00 yakni 43 % dan pada akhir pengeringan yaitu pada jam 17.30 dengan 45 % hal ini menunjukan bahwa RH relatif tinggi terjadi pada pertengahan proses pengeringan. Hal tersebut disebabkan karena pada pertengahan proses pengeringan udara panas sangat kurang dalam ruang pengering sehingga kelembaban udaranya tinggi. Grafik perbandingan suhu,kelembaban dan waktu di dalam ruang pengering. Berdasarkan data
pengujian
dan
pengukuran diatas,
maka
selanjutnya akan dilakukan proses perhitungan yang berawal dari perhitungan kadar air hingga efisiensi pengeringan. Dimana kadar air menunjukkan banyaknya kandungan air yang terdapat dalam suatu komoditas persatuan bobot bahan tersebut dengan membandingkan berat komoditas sebelum pengeringan dengan berat komoditas setelah pengeringan, sehingga kadar air basis basah dan kering dari suatu komoditas dirumuskan berdasarkan persamaan 1 sebagai berikut :
39
,
Kadar air basis basah =
100% = 10,64%
Kadar air basis kering =
, ,
100% = 11,91%
Sedang untuk mencari massa yang hilang dapat diambil contoh perhitungannya dengan menggunakan data pada Tabel 4.1 No.1 pada pengujian pertama dengan waktu pengeringan 0-30 menit. Data tersebut yakni : T1
= 33OC
RH1
= 0,71
v1
= 3.10 m/det2
P49.55
= 12.102 KPa (hasil dari interpolasi)
T2
= 36OC
RH2
= 0.9
v2
= 2.26 m/det
A
= 0.0314 m2
Maka laju penguapan air dari ikan cakalang adalah : RH1
=
Pv
= 0,71.12.102 kPa = 8,59242 kPa
.
Sehingga kelembaban absolut udara masuk (ω1) adalah : ω1
= 0.622. = 0,00476 kg uap air/kg udara kering
Sedangkan untuk kondisi udara keluar ruang pengering kelembaban absolutnya sebagai berikut : P68.20
= 54.117 KPa (hasil dari interpolasi)
40
Pv
= RH2.P68.20
= 0.90. 54.117 KPa
= 48,705 KPa Sehingga kelembaban absolute udara keluar ruang pengering (ω2) yakni : ω2
= 0.622. = 0,026 kg uap air/kg udara kering
Data berikut ini akan digunakan menghitung laju aliran udara kering, yakni : ρ
= 1.057 kg uap air
A
= 0.0314 m2
v2
= 2,71 m/det
Sehingga laju aliran massa udara kering ( ̇ udara kering), yakni : ̇ ud
= =
. . (
) ,
, (
, .
)
=0,0609 kg udara kering Maka laju penguapan air dari ikan cakalang, yakni : ̇ ua
=
̇ udara kering (ω1 – ω2)
= 0,0609 (0,00476-0,0026) =0,000131 kg/det Selanjutnya berdasarkan laju penguapan air dari ikan cakalang dapat diketahui massa uap air dan massa ikan cakalang setelah pengujian, yakni : Muaik
= 0,000131x3600= 0,471Kg uap air
Sehingga energi yang dibutuhkan untuk menguapkan kadar air dari ikan cakalang sebesar : QL
= Muaik . Lh
= 0,471x 2275,03 =1073 kJ
Adapun energi yang tersedia untuk pengeringan adalah (Qs) : 1.
Energi Biomassa (batok/tempurung kelapa) (Qb) Qb = mb. Nkb= 68 kg. 17249,616 KJ/Kg
= 1172974 kJ = 1,1 MJ
41
2.
Energi listrik penggerak kipas (E) E
= 3.6 Pk.t = 3,6.1200.3 = 12960 kJ
Energi total yang tersedia untuk pengering adalah : Qb = E + Qs = 1172974 kJ + 12960 kJ =1185934 kJ Disamping itu panas yang digunakan untuk menaikkan suhu produk yakni (Siebel dalam Heldman dan Singh, 1987) Cpb
= 0.873 + 0.034 (Map) = 0,873 + (0,034.0,8)= 0,9002 kJ/kgOC
QΔT
= mo.Cpb (TR-TB)
= 3.0,9002.(78,73-32) = 126,2 kJ
Total kalor yang di pergunakan oleh produk dalam proses pengeringan adalah jumlah dari kalor untuk menaikan suhu produk dan menguapkan kadar air. QT
=QΔT+ QL
QT
=59,4kJ + 1073 kJ
QT
= 1129,4kJ
Kalor yang diterima udara pengering akibat transfer panas dari hasil pembakaran tempurung kelapa pada tungku adalah : Qudara= ̇ ud. = 0,0609
(
−
)3600
x 0.24(78,737 ° − 32° )3600 5,5
= 13.525,5kJ Konsumsi udaraspesifik : KES = Qudara/muaik
42
KES = 13.525,5kJ/ 0,471 kg KES = 28.716,56kJ/kg Maka efisiensi pengeringan dapat diperoleh berdasarkan perbandingan antara energi total yang digunakan oleh produk terhadap energi menaikan suhu produk, sehingga : pengeringan =
100% =
, .
,
100%
=8,35 % Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa tingkat effisiensi
ruang
pengering mekanik multi komoditas tipe udara hembus yakni 8.35 %. Dari nilai efisiensi yang di dapatkan dapat kita ketahui bahwa kerugian kalor dalam ruang pengering adalah sebesar 100% -8.35% yaitu sebesar 91,65 %. Tingkat effisiensi alat ini tergolong rendah, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yakni: 1.
Ketebalan bahan sebagai dinding konstruksi alat pengering mekanik multi komoditas
tipe udara alami tergolong tipis sehingga pada proses
pengeringan berlangsung banyak energi panas yang terbuang atau terjadi energy losses (kerugian energy kalor). 2.
Bahan dari dinding ruang pengering adalah penghantar kalor yang baik sehingga memudahkan perpindahan kalor dari dalam ruangan pengering kelingkungan yang menyebabkan rugikalor yang cukup besar.
3. Alat pengering mekanik multi komoditas tipe udara alami tidak dilengkapi dengan system isolasi sehingga energi panas banyak yang terbuang. 4.
Pada diagram sankey dibawah ini dapat kita ketahui rugian kalor pada ruang pengering adalah sebesar 6122,32 kJ
43
Qs = 1172974 kJ
Rugi kalor ke cerobong 1.493.463 kJ
Qud =13.525,5 kJ
QL = 1073 kJ
QT = 1129.4 kJ
Q∆T = 126.2 kJ
Pertama – tama energi dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa (Qs) kemudian energi tersebut di transfer ke udara yang lewat pintu masuk tungku alat pengering (Qud), kalor inilah yang akan menaikan suhu produk (Q∆T) dan juga menguapkan (QL) kandungan air dalam ikan sehingga air menjadi kering.