BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengambilan Sampel Sampel diambil di tempat sampah yang berbeda, yaitu Megascolex sp. yang hidup di tumpukan sampah basah, diambil di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Marelan. Drawida sp. yang hidup di tumpukan sampah kering, diambil di Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) Medan Sunggal dan Pontoscolex corethurus yang hidup di tumpukan sampah dedaunan, di ambil di lahan Fakultas Pertanian, USU.
4.2.
Proses Dekstruksi Pada penyiapan dan dekstruksi sampel, dilakukan modifikasi berat sampel
agar didapat konsenstrasi kecil untuk menghindari pengenceran. Kemudian dilakukan modifikasi suhu pemanasan dan jumlah pelarut yang ditambahkan. Hal ini dilakukan berdasarkan percobaan orientasi pendahuluan untuk melihat prediksi kandungan logam berat dalam sampel cacing. Hasil orientasi menunjukkan bahwa logam timbal dan kadmium masih bisa terdeteksi dengan pemanasan di hotplate pada suhu 100°C. Dihindari penggunaan asam yang berlebihan sebagai pelarut karena dapat mengganggu keakuratan alat Spektrofotometri Serapan Atom Grafite Furnace.
4.3.
Pemeriksaan Kualitatif Pemeriksaan kualitatif dilakukan sebagai pemeriksaan pendahuluan untuk
mengetahui adanya cemaran logam timbal dan kadmium di dalam sampel yang akan
Universitas Sumatera Utara
dianalisis
secara kuantitatif dengan spektrofotometri serapan atom. Hasil
pemeriksaan kualitatif dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji Kualitatif Logam Pb dan Cd dengan Pereaksi Dithizon 0,005% b/v N o.
Loga m
p H
Pb
. 2
Cd
.
7 1 2
Reaksi dengan larutan Dithizon 0,005% b/v Merah tua
Merah muda
Sampel
Hasil
Dra Mgx Ptx Dra Mgx Ptx
+ + + + + +
Keterangan : + = Mengandung logam Dra
= Cacing tanah Drawida sp.
Mgx
= Cacing tanah Megascolex sp
Ptx
= Cacing tanah Pontoscolex corethaurus
Reaksi dengan dithizon 0,005% b/v dapat membedakan logam timbal dan kadmium dengan memberikan warna yang berbeda pada pH yang berbeda. Pada tiap pH yang berbeda hanya positif untuk satu logam saja dimana pH 7 untuk logam timbal dan pH 12 untuk logam kadmium. Warna uji kualitatif dari logam timbal dan kadmium dengan pereaksi dithizon 0,005% b/v dapat dilihat pada Lampiran 4 hal. 32 dan Lampiran 5 hal.34. Warna yang terjadi adalah karena terbentuknya kompleks logam-dithizonat (Fries, 1977).
Universitas Sumatera Utara
4.4.
Pemeriksaan Kuantitatif
4.4.1. Kurva Kalibrasi Timbal dan Kadmium Kurva kalibrasi logam timbal dan kadmium diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan standar kedua logam pada konsentrasi yang berbeda-beda. Logam timbal diukur pada panjang gelombang 217,0 nm dan kadmium pada panjang gelombang 228,8 nm. Berdasarkan pengukuran kurva kalibrasi tersebut, maka diperoleh persamaan garis regresi untuk timbal yaitu: y = 2,223x + 0,0402 dan untuk kadmium y = 8,834x + 0,0408. Data hasil pengukuran absorbansi larutan standar timbal dan kadmium serta contoh perhitungan persamaan garis regresi dapat dilihat pada Lampiran 6 hal. 36 dan Lampiran 7 hal.38. Kurva kalibrasi larutan standar timbal dan kadmium dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3 berikut. Kurva Kalibrasi Pb 1
Absorbansi
0,8 0,6 y = 2,223x + 0,0402 r = 0,0,9985
0,4 0,2 0 0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,35
0,40
0,45
Konsentrasi
Gambar 2. Kurva Kalibrasi Logam Timbal Konsentrasi 0,05 ppm; 0,1 ppm; 0,2 ppm; 0,3 ppm dan 0,4 ppm yang diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang 217,0 nm.
Universitas Sumatera Utara
Kurva Kalibrasi Cd 1,0000
Absorbansi
0,8000 0,6000
y = 8,834x + 0,0408 r = 0,9978
0,4000 0,2000 0,0000 0,000
0,020
0,040
0,060
0,080
0,100
0,120
Konsentrasi
Gambar 3. Kurva Kalibrasi Logam Kadmium Konsentrasi 0,01 ppm; 0,025 ppm; 0,05 ppm ; 0,075 ppm dan 0,1 ppm yang diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang 228,8 nm.
Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan antara konsentrasi logam dengan serapannya dengan nilai koefisien korelasi (r) untuk timbal sebesar 0,9985 dan untuk kadmium sebesar 0,9978. Harga r berada pada rentang nilai antara -1 ≤ r ≤ 1. Nilai r terbaik adalah yang mendekati 1. Hal ini sesuai dengan Hukum Lambert-Beer yaitu A = abc, dimana nilai absorbansi (A) berbanding lurus dengan nilai konsentrasi (c) (Gandjar, I. G., dan Rohman, A. 2007).
4.4.2. Pemeriksaan Kadar Timbal dan Kadmium pada cacing tanah Drawida sp, Megascolex sp dan Pontoscolex corethaurus Pemeriksaan kadar timbal dan kadmium dilakukan secara spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum, yaitu 217,0 nm untuk timbal dan 228,8 nm untuk kadmium. Kadar timbal dan kadmium diperoleh dari persamaan garis regresi larutan standarnya. Hasil analisis kuantatif kadmium dan timbal dapat dilihat pada Tabel 5.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5 Kadar Timbal dan Kadmium (ppm) pada cacing tanah Drawida sp, Megascolex sp dan Pontoscolex corethaurus No.
Sampel
1. 2.
Drawida sp Megascolex sp Pontoscolex sp
3
Kadar Timbal (ppm) 2,5925 ± 0,0409 4,5122 ± 0,0543
Kadar Kadmium (ppm) 1,1760 ± 0,01543 0,4414 ± 0,00224
5,1657 ± 0,07066
1,1613 ± 0,01508
Hasil analisis timbal dan kadmium pada cacing tanah Drawida sp, Megascolex sp dan Pontoscolex corethaurus menunjukkan kadar timbal sebesar 2,5925 ± 0,0409 ppm (Drawida sp); 4,5122 ± 0,0543 ppm (Megascolex sp); 5,1657 ± 0,07066 ppm (Pontoscolex corethaurus) dan kandungan kadmium sebesar 1,1760 ± 0,01543 ppm (Drawida sp); 0,4414 ± 0,00224 ppm (Megascolex sp); 1,1613 ± 0,01508 ppm (Pontoscolex corethaurus) (Data dan perhitungan statistik dapat dilihat pada Lampiran 10 hal.42 sampai dengan Lampiran 15 hal.55. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar timbal dan kadmium yang signifikan pada ketiga jenis cacing tanah Drawida sp, Megascolex sp dan Pontoscolex corethaurus. Tempat pembuangan sampah merupakan habitat yang kaya akan bahan organik namun juga rentan akan pencemaran logam berat yang dapat diperoleh dari sampah batere, cat, kaleng, plastik berwarna, pestisida yang mungkin masih terdapat dalam sampah sayur-sayuran, asap kendaraan dan partikel logam berat yang beterbangan di udara akan terbawa oleh air hujan yang bembasahi tanah sehingga dapat timbul pencemaran tanah.
Universitas Sumatera Utara
4.5.
Uji Validasi Metode Analisis
4.5.1. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Untuk melihat kadar terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama, maka dilakukan perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi (Miller, 2005). Dari hasil perhitungan diperoleh batas deteksi untuk logam timbal dan kadmium masing-masing sebesar 0,01867 ppm dan 0,01372 ppm. Sedangkan batas kuantitasi untuk logam timbal dan kadmium masing-masing sebesar 0,06225 ppm dan 0,04575 ppm. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi kedua logam ini dapat dilihat pada Lampiran 17 hal 63 dan lampiran 18 hal 64 . Hasil pengukuran konsentrasi larutan sampel menunjukkan bahwa konsentrasi tersebut melewati batas deteksi dan batas kuantitasi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh dari hasil pengukuran memenuhi kriteria cermat dan seksama. 4.5.2. Uji Perolehan Kembali Contoh perhitungan persen recovery logam dalam sampel, hasil uji kadar timbal pada setelah penambahan masing – masing larutan bakunya dapat dilihat pada Lampiran 20 hal. 66. Rata-rata persen recovery logam timbal dalam sampel adalah 96,95 % (dapat dilihat pada Lampiran 20 hal.66). Rata-rata persen recovery logam kadmium dalam sampel adalah 88,37% (dapat dilihat pada Lampiran 21 hal.67).
Universitas Sumatera Utara
Hasil yang diperoleh dari uji perolehan kembali memberikan ketepatan pada pemeriksaan kadar logam dalam sampel.
Menurut Miller (2005), suatu metode
dikatakan teliti jika nilai recovery-nya antara 80-120%. Uji perolehan kembali adalah salah satu dari uji validasi analisis untuk melihat kecermatan analisis yang dilakukan. Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya (Harmita, 2004).
4.6.
Analisis Statistik Dilakukan uji penolakan hasil pengamatan, yaitu uji t, dan uji beda nilai rata-
rata, yaitu uji F pada taraf kepercayaan 95%. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini. Tabel 6. Uji F logam timbal dan kadmium pada cacing tanah Drawida sp, Megascolex sp dan Pontoscolex corethaurus
Tim bal
Kad mium
Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 21.064
df 2
Mean Square 10.532
.068
15
.005
21.132 2.109
17 2
1.054
.004
15
.000
2.112
17
F 231 6.392
Sig. .00 0
413 5.953
.00 0
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel diperoleh F hitung untuk faktor pengujian timbal terhadap ketiga jenis cacing tanah adalah 2316,392 dan F tabel adalah 2,29 dimana F hitung > F tabel. Hal ini menunjukkan bahwa jenis cacing mempengaruhi kadar timbal di dalam cacing tanah. Untuk faktor pengujian kadmium terhadap ketiga jenis cacing tanah adalah 4135,953 dan F tabel adalah 2,29 dimana
F hitung > F tabel. Hal ini
menunjukkan bahwa jenis cacing yang berbeda akan memberikan kadar kadmium yang berbeda pula.
4.6.1. Analisis Beda Nilai Rata-rata kadar Timbal dan kadmium pada cacing tanah Drawida sp, Megascolex sp dan Pontoscolex corethaurus Analisis beda nilai rata-rata kadar timbal dan kadmium secara statistik pada taraf kepercayaan 95% dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini : Tabel 7. Analisis beda nilai rata-rata logam timbal dan kadmium pada cacing tanah Drawida sp, Megascolex sp dan Pontoscolex corethaurus Timbal Duncana Sampel N Drawida Megascolex Pontoscolex Sig.
6 6 6
Subset for alpha = 0.05 1 2 6.538117 8.425900 1.000
1.000
3
9.092350 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
Universitas Sumatera Utara
Kadmium Duncana Sampel N Megascolex
6
Pontoscolex Drawida Sig.
6 6
Subset for alpha = 0.05 1 2 .430300
3
1.138017 1.000
1.000
1.173383 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
Tabel di atas bertujuan untuk mencari atau menguji kelompok mana yang tidak berbeda atau tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok lainnya. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kadar Timbal paling rendah terdapat pada Drawida sp. Dari hasil ini diketahui bahwa kandungan timbal terendah terdapat pada Drawida yang hidup pada tempat sampah basah dan tertinggi pada Pontoscolex corethaurus yang hidup pada tempat sampah dedaunan yang merupakan lahan pertanian. Sedangkan untuk kandungan kadmium diketahui bahwa kadmium paling rendah terkandung dalam Megascolex sp dan paling tinggi terkandung dalam Drawida sp. Kadar timbal dan kadmium pada ketiga cacing tanah ini menunjukkan jumlah kandungan timbal yang lebih besar daripada kadmium. Hal ini dapat disebabkan karena tingginya jumlah material yang mengandung timbal di tempat penumpukan sampah dan karena adanya pencamaran asap kendaraan di jalan raya sekitar lahan pertanian.
Universitas Sumatera Utara
Kadar timbal dan kadmium pada ketiga cacing tanah ini menunjukkan jumlah kandungan timbal yang lebih besar daripada kadmium. Hal ini dapat disebabkan karena tingginya jumlah material yang mengandung timbal di tempat penumpukan sampah karena adanya pencemaran dari cemaran asap kendaraan bermotor karena lokasi pengambilan sampel ini sangat dekat dengan jalan raya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari oleh Wee Pou Lis Ng Shie Ling, Malaysia mengenai cemaran logam berat dalam tubuh cacing tanah yang diteliti pada kawasan dekat jalan raya dengan hasil bahwa ketersediaan timbal dan kadmium dalam cacing tanah memiliki korelasi positif dengan jumlah kendaraan (Ling,, 2008). Berdasarkan Batas maksimum cemaran logam berat yang tidak termasuk dalam tabel produk pangan yang ditetapkan Badan Standarisasi Nasional, seperti olahan cacing tanah berdasarkan SNI No.7387-2009 adalah 2 ppm untuk timbal dan 0,2 ppm untuk kadmium, maka dapat disimpulkan bahwa kadar cemaran timbal dan kadmium di dalam ketiga jenis cacing tanah ini berada dalam jumlah yang mengkhawatirkan karena melebihi batas maksimumnya (Badan Standarisasi Nasional, 2009).
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1.
Cacing tanah Drawida sp, Megascolex sp dan Pontoscolex corethaurus mengandung timbal dan kadmium.
2.
Hasil analisis timbal dan kadmium pada cacing tanah Drawida sp, Megascolex sp dan Pontoscolex corethaurus menunjukkan kadar timbal sebesar 2,5925 ± 0,0409 ppm pada Drawida sp; 4,5122 ± 0,0543 ppm pada Megascolex sp ; dan 5,1657 ± 0,07066 ppm pada Pontoscolex corethaurus. Kandungan kadmium adalah sebesar 1,1760 ± 0,01543 ppm pada Drawida sp; 0,4414 ± 0,0022 ppm pada Megascolex sp; 1,1613 ± 0,01508 ppm pada Pontoscolex corethaurus.
3.
Kadar logam timbal dan kadmium didalam ketiga jenis cacing tanah yang hidup di tempat sampah ini menunjukkan jumlah yang berbeda secara statistik.
4.
Kadar cemaran timbal dan kadmium di dalam ketiga jenis cacing tanah ini melewati batas maksimum cemaran logam berat yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional dalam SNI No.7387-2009 yaitu 2 ppm untuk timbal dan 0,2 ppm untuk kadmium.
Universitas Sumatera Utara
5.2. Saran 1.
Disarankan bagi masyarakat umum untuk tidak memilih cacing tanah yang hidup di tempat sampah sebagai produk obat dan makanan.
2.
Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat meneliti mengenai khasiat dari cacing tanah Drawida sp, Megascolex sp dan Pontoscolex corethaurus yang dibudidayakan di bidang farmasi .
Universitas Sumatera Utara