BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Fase muncul lapang (Emergence) Fase muncul (emergency) merupakan periode munculnya koleoptil di atas permukaan tanah dimana daun pertama dan kedua telah muncul namun belum membuka sempurna. Pada kondisi tanah yang lembab, tahapan pemunculan berlangsung 4-5 hari setelah tanam (Subekti et al, 2008). Tabel 1. Jumlah satuan panas dan Hari yang diakumulasi untuk mencapai fase muncul (Emergence) Metode umur tanaman Genotip Jam Satuan panas (0CD) HST Bima 6 45.75 2.70 64.80 Bima 7
47.40
2.80
67.20
Bima 9
44.10
2.60
62.40
Bima 10
45.75
2.70
64.80
Bima 11
52.45
3.20
76.80
Sukmaraga
61.10
4.10
98.40
Pada Tabel 1 di atas menunjukan bahwa untuk mencapai periode munculnya tanaman di atas permukaan tanah, genotip Sukmaraga mengakumulasi satuan panas yang lebih tinggi dan waktu yang cukup lama dibandingkan dengan lima genotip lainnya yaitu 61.10 (OCd) dengan akumulasi waktu 4.10 (HST) sedangkan genotip bima 9 mengakumulasi satuan panas dan hari yang lebih rendah yaitu 44.10 (oCd) dengan akumulasi waktu 2.60 (HST). Hal ini diduga karena keseragaman daya kecambah (Viabilitas) masing-masing benih. Hal ini sesuai dengan pendapat Subekti et al, (2008) dimana perkecambahan tidak
seragam jika daya tumbuh benih rendah. Pada fase ini suhu udara tidak besar pengaruhnya terhadap proses perkecambahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ismal (1983) dan Shaw, 1955 (dalam Ismal, 1983) mengenai hubungan antara suhu udara dengan perkecambahan dan munculnya tanaman jagung. Brown, 1977 serta Cover dan Law, 1977 (dalam Ismal, 1981) menyatakan bahwa suhu udara tidak besar pengaruhnya selama titik tumbuh berada di bawah permukaan tanah. 4.2. Fase Bunga jantan (Tassel) Fase tasseling biasanya berkisar antara 42-45 hari, pada ditandai oleh adanya cabang terakhir dari bunga jantan sebelum munculnya bunga betina (Subekti et al, 2008). Tabel 2. Jumlah satuan panas dan Hari yang diakumulasi untuk mencapai fasebunga jantan (VT) Genotip Bima 6
Metode umur tanaman Satuan panas ( Cd) HST 776.38 48.50 0
Jam 1164
Bima 7
673.30
42.50
1120
Bima 9
759.565
47.80
1147.20
Bima 10
778.925
48.90
1173.60
Bima 11
771.63
48.40
1161.60
Sukmaraga
862.725
53.41
1281.84
Untuk mencapai fase bunga jantan genotip sukmaraga mengakumulasi jumlah panas dan hari dengan nilai tertinggi yaitu 862.725 (oCd) dalam waktu 53.41 (HST) sedangkan bima 7 mengakumulasi jumlah panas dan hari dengan nilai terrendah yaitu 673.30 (oCd) dalam waktu 42.50 (tabel 2). Dan untuk genotip Bima 6, Bima 9, Bima 10, Bima 11 relatif seragam. Kenyataan tersebut diduga
kareana adanya perbedaan tanggap terhadap suhu rata-rata harian. Hal ini disebabkan karena laju fotosintesis dari setiap genotip berbeda. Heickel dan Musgrave, 1962 (dalam Ismal et al, 1982) melaporkan adanya keragaman genetik terhadap laju fotosintesis antar genotip kalau silsilahnya berbeda. Genotip bima 7 adalah jagung yang berumur pendek (genjah) sedangkan genotip Sukmaraga adalah jagung yang berumur dalam (Lampiran deskriptif jagung), sehingganya genotip Bima 7 lebih cepat berbunga dibandingkan dengan genotip Sukmaraga. Shae dan Thom, (1951) dalam Ismal, (1983) menyatakan bahwa varietas genjah selangnya lebih pendek dibandingkan tengahan dan lebih panjang lagi untuk varietas dalam. Perbedaan jumlah satuan panas yang diakumulasi dalam mencapai fase bunga jantan diduga karena setiap genotip memiliki batasan dalam menghasilkan daun. Pada umumnya jumlah daun pada tanaman jagung sama dengan banyaknya fase vegetatif yang dilalui, sehingganya untuk genotip yang menghasilkan daun dalam jumlah sedikit, lebih cepat mencapai fase berbunga jantan (Tabel lampiran). Hal ini sesuai dengan pendapat Hampries dan Wheler, 1963 (Dalam Gardner et al, 1991) yang menyatakan bahwa jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh genotip dan lingkungan (Suhu) 4.3. Fase bunga betina (Silk) Tahap silking diawali oleh munculnya rambut dari dalam tongkol yang terbungkus kelobot, biasanya mulai 2-3 hari setelah Tasseling atau 45-48 HST. Penyerbukan (polinasi) terjadi ketika serbuk sari yang dilepas oleh bunga jantan jatuh menyentuh permukaan rambut tongkol yang masih segar.
Tabel 3.
Jumlah satuan panas dan Hari yang diakumulasi untuk mencapai fase bunga betina (R1)
Genotip Bima 6
Metode umur tanaman Satuan panas ( Cd) HST 820.68 50.90 0
Jam 1221.60
Bima 7
708.75
44.50
1068
Bima 9
802.565
50.20
1216.80
Bima 10
816.825
51.00
1224
Bima 11
811.28
50.60
1214.40
Sukmaraga
891.925
55.51
1332.24
Pada periode ini, genotip sukmaraga mengakumulasi jumlah panas dan waktu yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotip lainnya. sedangkan bima 7 mengakumulasi jumlah panas dan waktu dengan nilai terrendah dibandingkan dengan genotip lainnya. Hal ini sama dengan yang telah dijelaskan pada fase bunga jantan, dimana keragaman genetik akan mempengaruhi jumlah satuan panas dan hari dengan laju fotosintesis yang dimiliki oleh masing-masing genotip. Hasil uji umur jagung dengan menggunakan satuan hari (HST) yang telah dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Serealia (lampiran deskripsi jagung) untuk keluar rambut (Silk), Bima 6 ; 59 HST, Bima 7 ; 47 HST, Bima 9 ; 50 HST, Bima 10 ; 57 HST, Bima 11 ; 59 HST, Sukmaraga ; 58 hari. Sedangkan menggunakan pendekatan pada konsep satuan panas, umur tanaman relative lebih cepat. Hal ini diduga karena suhu maksimum yang diterima oleh tanaman relatife tinggi (Lampiran 1). Hal ini sesuai dengan pendapat Ismal, (1983) dimana waktu berbunga akan semakin pendek dengan semakin tingginya suhu.
4.4. Fase pengisian kelobot (Blister) Fase blitser merupakan periode pertumbuhan dimana rambut tongkol sudah kering dan berwarna gelap (Subekti et al, 2008) . Tabel 4. Jumlah satuan panas dan Hari yang diakumulasi untuk mencapai fase Blister (R2) Genotip Bima 6
Metode umur tanaman Satuan panas ( Cd) HST 925.63 57.10 0
Jam 1370.40
Bima 7
799.40
49.60
1190.40
Bima 9
905.865
56.20
1348.80
Bima 10
925.125
57.30
1375.20
Bima 11
918.03
56.90
1365.60
Sukmaraga
950.925
59.51
1428.24
Menurut Subekti et al (2008) Fase R2 muncul sekitar 10-14 hari setelah silking, sedangkan hasil penelitian menunjukan bahwa selisih hari yang dibutuhkan oleh enam genotip yang diuji tidak mencapai 10 hari, hal ini diduga translokasi fotosintat sangat cepat. Lenisatri, (2000) mengatakan bahwa suhu mempengaruhi tanaman dalam beberapa aktivitas fisiologis tanaman seperti fotosintesis, respirasi dan translokasi fotosintat. Untuk mencapai fase pengisian kelobot, setiap mengakumulasi satuan panas dan hari yang relatif berbeda. Hal ini disebabkan karena laju fotosintesis dari setiap genotip berbeda. Heickel dan Musgrave, 1962 (dalam Ismal et al, 1982) melaporkan adanya keragaman genetik terhadap laju fotosintesis antar genotip kalau silsilahnya berbeda. Ismal (1983) menyatakan bahwa perbedaan
akumulasi jumlah panas untuk mencapai proses pengisian biji adalah sebagai akibat jauhnya hubungan kerabat masing-masing genotip. Hasil penelitain satuan panas yang diakumulasi oleh enam genotip jagung dalam mencapai setiap periode pertumbuhan menunjukan bahwa semakin tinggi satuan panas (heat unit) yang diakumulasi oleh tanaman dalam mencapai setiap periode pertumbuhan, maka akan semakin lama waktu (Hari) yang dibutuhkan untuk mencapai setiap periode pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjana et al, (1991), Untuk pertumbuhan yang baik, tanaman jagung memerlukan air dan suhu yang cukup tinggi. Selanjutnya Musa, (1998) menambahkan bahwa jagung memerlukan suhu panas dan lembab mulai waktu tanam sampai periode akhir pembuahan