56
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Data 4.1.1 Uji Asumsi Klasik Analisis data yang dilakukan yaitu analisis regresi berganda dengan menggunakan bantuan SPSS for Windows versi 18.0. Untuk mendapatkan estimasi yang terbaik, terlebih dahulu data sekunder tersebut harus dilakukan pengujian asumsi regresi klasik yaitu, uji normalitas, uji heterokedastisitas, uji multikolinearitas dan uji autokorelasi. a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi baik variabel independen maupun variabel dependen memiliki distribusi data yang normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini, uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test. Berikut disajikan hasilnya dalam tabel 4.1 Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parameters
24 a,b
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences Absolute
,0000000 616,25426148 ,130
Positive
,130
Negative
-,084
Kolmogorov-Smirnov Z
,635
Asymp. Sig. (2-tailed)
,815
57
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Dengan melihat hasil SPSS dari uji diatas, dapat disimpulkan bahwa semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu IHSG sebagai variabel terikat, Tingkat Inflasi dan Suku Bunga BI Rate sebagai variabel bebas masing-masing memiliki tingkat signifikansi 0.815. Data yang memiliki tingkat signifikansi diatas 0.05 adalah data yang terdistribusi secara normal. Artinya data yang digunakan dalam penelitian ini memiliki distribusi yang normal dan menunjukan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas. b. Uji Heterokedastisitas Uji Heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke residual pengamatan yang lainnya. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas. Model yang baik adalah yang homokedastisitas. Pada penelitian ini untuk menguji terjadinya heterokedastisitas atau tidak dengan menggunakan analisis garfis. Deteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu dalam scatterplot antara variabel dependen (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Dasar analisis grafis adalah jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur maka mengindikasikan terjadinya heterokedastisitas. Jika
58
tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik yang menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y maka mengindikasikan tidak terjadinya
heterokedastisitas.
Berikut
hasil
dari hasil uji
heterokedastisitas dalam tabel 4.2 Tabel 4.2 Uji Heterokedastisitas Ln_Y
Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa titik-titik yang ada tidak membentuk suatu pola tertentu atau titik-titik yang ada menyebar diatas dan dibawah angka nol sehingga bisa disimpulkan bahwa dalam penelitian ini, model regresi yang dipakai tidak mengalami heterokedastisitas.
59
c. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Variabel orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol. Hasil SPSS dari uji multikolinearitas dapat dilihat ditabel berikut: Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinieritas Coefficients Model
1 (Constant)
a
Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
B
Std. Error
3,390
1,634E32
Beta
t
Sig.
2,075
,054
Tolerance
VIF
E32 Ln_X1
3,793
1,016E32
,090
,373
,713
,990
1,010
1,107E32
,100
,415
,684
,990
1,010
E31 Ln_X2
4,588 E31
a. Dependent Variable: Ln_Y
Dari uji multikolinearitas diperoleh hasil bahwa semua variabel independen yaitu Inflasi (Ln_X1) memiliki nilai Tolerance 0.990 dan nilai VIF 1.010 dan Suku Bunga SBI (Ln_X2) juga memiliki nilai Tolerance 0.990 dan VIF 1.0101. Dari hasil uji tersebut, disimpulkan tidak terdapat multikolinearitas, karena nilai Tolerance tiap variabel independen lebih besar dari 0.1 dan nilai VIF lebih kecil dari 10 . Hasil ini menunjukan bahwa model regresi ini layak untuk
60
digunakan karena
tidak
terdapat
variabel
yang
mengalami
multikolinearitas. d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode sekarang dengan periode sebelumnya. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya (Ghozali, 2003). Untuk melihat ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Berikut disajikan hasil perhitungan uji autokorelasi dengan menggunakan SPSS versi 18. Tabel 4.4 Hasil Uji Durbin-Waston Model Summaryb Model R 1
,141
a
R
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Square
Estimate
,020
-,095
4,31259E32
Durbin-Watson 2,268
dimensi on0
a. Predictors: (Constant), Ln_X2, Ln_X1 b. Dependent Variable: Ln_Y
Dari hasil SPSS diatas terlihat bahwa nilai Durbin-Watson adalah sebesar 2.268. Nilai Durbin Watson berdasarkan tabel dengan derajat kepercayaan sebesar 5% adalah dl sebesar 1,19 dan du sebesar 1.55.
61
Sehingga nilai 4-du adalah 2.45. Nilai Durbin-Watson dalam penelitian ini adalah 2.268, sehingga terletak diantara du dan 4-du, maka model regresi ini menunjukan tidak adanya autokorelasi. 4.1.2
Uji Hipotesis a. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien
Determinasi
(R2)
mengukur
seberapa
jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu. Nilai R 2 yang kecil berarti kemampuan variabel independent dalam menerangkan variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel independent memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. R square adalah suatu indikator yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penambahan suatu variabel independent ke dalam suatu persamaan regresi dengan 2 variabel bebas. TABEL 4. KOEFISIEN DETERMINASI b
Model Summary Mode l
R 1 dimensi on0
,141
R
Adjusted
Std. Error of the
Square
R Square
Estimate
,020
-,095
4,31259E32
Durbin-Watson 2,268
a
a. Predictors: (Constant), Ln_X2, Ln_X1 b. Dependent Variable: Ln_Y
Dari tabel diatas, nilai R square adalah sebesar 0.020 menunjukan bahwa variabel independen hanya mampu menjelaskan
62
2% variasi variabel dependen, sedangkan sisanya 98% dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel independen. Nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0.141 menunjukan bahwa hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 14.1% dan dinyatakan bersifat lemah. b.
Uji F Uji statistik F pada dasarnya menunjukan apakah semua variabel
independen yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen. TABEL 4. UJI F b
ANOVA Model
Sum of Squares
df
Mean Square
1 Regression
6,432E64
2
3,216E64
Residual
3,162E66
17
1,860E65
Total
3,226E66
19
F ,173
Sig. ,843a
a. Predictors: (Constant), Ln_X2, Ln_X1 b. Dependent Variable: Ln_Y
Dari hasil perhitungan, dapat dilihat bahwa niali signifikansinya sebesar 0.843. Dasar pengambilan keputusan adalah tingkat signifikansinya sebesar 5% atau 0.05. Karena nilai signifikansinya lebih besar dari 0.05 maka menunjukan bahwa secara simultan Inflasi dan tingkat Suku Bunga SBI tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG. Dasar pengambilan keputusan yang lain adalah nilai F hitung harus lebih besar dari F tabel untuk menentukan adanya pengaruh
63
dari variabel independen terhadap variabel dependen. Dari hasil perhitungan diatas, dapat dilihat bahwa nilai F hitung yang sebesar 0.173 yang lebih kecil dari nilai F tabel yang 3.47 maka dapat disimpulkan bahwa variabel Inflasi dan Tingkat Suku Bunga SBI tidak berpengaruh signifikan secara simultan terhadap IHSG. c.
Uji t Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh
pengaruh
satu
variabel
independen
secara
parsial
didalam
menerangkan variasi variabel dependen. TABEL 4. Uji T Coefficients Model
a
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
1 (Constant)
3,390E32
1,634E32
Ln_X1
3,793E31
1,016E32
Ln_X2
4,588E31
1,107E32
Beta
t
Sig.
2,075
,054
,090
,373
,713
,100
,415
,684
a. Dependent Variable: Ln_Y
Dari hasil tabel uji t tersebut, hasil penelitian prngaruh Inflasi dan Suku Bunga SBI secara akan diungkapkan secara parsial sebagai berikut: 1). Dari hasil uji t diatas, dapat dilihat bahwa nilai t-hitung dari variabel konstanta adalah sebesar 2.075 lebih kecil dari t-tabel yaitu 2.4055 dengan tingkat kepercayaan 0.025 sehingga dapat
64
disimpulkan bahwa konstanta tidak mempengaruhi IHSG secara signifikan. 2). Dari hasil uji t diatas, dapat dilihat bahwa tingkat signifikansi Inflasi adalah sebesar adalah 0.713 lebih besar dari tingkat kepercayaan sebesar 0.025. Dan nilai t hitung yaitu sebesar 0.373 lebih kecil dari pada t-tabel yaitu sebesar 2.4055. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Inflasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap IHSG. 3). Dari hasil uji t diatas, dapat dilihat bahwa Suku Bunga SBI memiliki tingkat signifikansi sebesar 0.684 lebih besar dari 0.025, dan nilai t hitung nya sebesar 0.415 lebih besar dari t-tabel yaitu 2.4055 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh secara signifikan antara tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG. 4.2 Pengujian Hipotesis 4.2.1 Hipotesis 1 Hipotesis 1 yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Inflasi berpengaruh terhadap IHSG”. Berdasarkan hasil perhitungan bahwa hipotesis 1 tidak terbukti. Hasil ini menunjukan bahwa kenaikan inflasi tidak mendorong kenaikan IHSG. Tidak adanya pengaruh inflasi terhadap IHSG menandakan bahwa inflasi tidak mempengaruhi kemampuan daya beli baik individu maupun perusahaan. Dengan meningkatnya inflasi tidak menyebabkan permintaan saham menurun. Pernyataan ini memperkuat penelitian Sangkyun Park (1997) yang meneliti kaitan antara Variabel
65
makro, Indeks harga Konsumen, GDP, tingkat Inflasi dan suku bunga terhadap harga saham dan menemukan bahwa hanya GDP yang berpengaruh positif terhadap harga saham sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh. Namun pernyataan ini berbeda dengan hasil penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan return saham seperti yang dilakukan oleh Widjojo (dalam Almilia, 2003) yang menyatakan bahwa makin tinggi inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Turunnya profit perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham dan dapat mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut. 4.2.2 Hipotesis 2 Hipotesis 2 yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Suku Bunga SBI berpengaruh terhadap IHSG”. Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh bahwa hipotesis 2 tidak terbukti. Hasil ini menunjukan bahwa kenaikan. Tingkat Suku Bunga SBI tidak mendorong kenaikan IHSG. Tidak adanya pengaruh Suku Bunga terhadap IHSG menandakan bahwa kenaikan tingkat suku bunga tidak mempengaruhi permintaan terhadap saham dan tidak mempengaruhi investor untuk menjual seluruh sahamnya dan beralih ke deposito. Pernyataan ini senada dengan penelitian Mok (1993) dengan menggunakan model analisis Arima tidak menemukan hubungan yang signifikan antara suku bunga dengan return saham. Penelitian Sangkyun Park (1997) juga memiliki hasil yang sama yaitu penelitian antara Variabel makro, Indeks harga Konsumen, GDP, tingkat Inflasi, dan suku bunga terhadap harga saham dan menemukan bahwa hanya GDP yang
66
berpengaruh positif terhadap harga saham sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh. Namun berbeda dengan hasil penelitian Ardian Agung Witjaksono (2010) yang menyatakan bahwa zda pengaruh negatif Suku Bunga terhdapa IHSG. Dan hubungan antara suku bunga (interest rate) dengan return saham temuan Granger (dalam Mok, 1993) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif suku bunga terhadap harga saham. 4.2.3. Hipotesis 3 Hipotesis 3 yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Inflasi dan Suku Bunga SBI berpengaruh terhadap IHSG”. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diperoleh bahwa Inflasi dan Suku Bunga SBI tidak memiliki pengaruh terhadap IHSG. Kenaikan inflasi dan suku bunga secara bersama-sama tidak mendorong kenaikan IHSG. Sehingga investor harus mengamati variabel lain yang ikut mempengaruhi IHSG seperti harga emas dunia, harga minyak dunia, kurs rupiah, jumlah uang yang beredar, dan indek-indeks luar negeri seperti Indeks Nikkei 225 dan Indeks Dow Jones dan lain-lain.