perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kualitas Mikrobiologis Air Minum Isi Ulang di Kota Surakarta a) MPN Koliform dan Koli Tinja Populasi penelitian ini adalah 20 sampel air minum yang diambil dari 20 depot air minum isi ulang di 5 kecamatan di Kota Surakarta yaitu Kecamatan Jebres, Banjarsari, Pasar Kliwon, Serengan dan Laweyan. Menurut Suriawiria (2008), penentuan kualitas air secara mikrobiologis dilakukan dengan metode Most Probable Number (MPN). Jika di dalam 100 ml sampel air didapatkan sel bakteri koliform memungkinkan terjadinya diare dan gangguan pencernaan lain. Berdasarkan metode standar dari APHA, untuk mengetahui jumlah bakteri koliform yaitu dengan menggunakan hapkins table atau yang lebih dikenal dengan tabel MPN. Tabel tersebut digunakan untuk memperkirakan jumlah bakteri koliform di dalam 100 ml contoh air. Dalam penelitian ini digunakan metode MPN kombinasi 5 tabung, karena mengacu pada aturan persyaratan mutu air minum dalam kemasan SNI No. 01-3553 Tahun 2006 yang mensyaratkan bakteri koliform < 2 APM/100 ml, nilai MPN tersebut hanya terdapat dalam tabel MPN seri 5 tabung (Lampiran 3). Pada uji tahap pendugaan digunakan media lactose broth (LB) untuk mendeteksi sifat fermentatif koliform dalam sampel. Beberapa jenis bakteri selain koliform juga memiliki sifat fermentatif, maka diperlukan uji penegasan untuk menguji kembali kebenaran adanya koliform. Hasil positif ditunjukkan dengan
commit to user 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
adanya kekeruhan pada media dan gelembung gas dalam tabung durham (Lampiran 4). Dalam uji penegasan digunakan media selektif diferensial yaitu media BGLB yang mengandung garam empedu yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif yang tidak hidup dalam saluran pencernaan manusia dan mengandung hijau brilian yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif tertentu selain koliform dan media ECB untuk mendeteksi bakteri koli tinja dalam sampel. Uji kelengkapan kembali meyakinkan hasil uji penegasan dengan mendeteksi sifat fermentatif dan pengamatan mikroskop terhadap ciri-ciri koliform yaitu Gram negatif dan berbentuk batang (Fardiaz, 1992).
Tabel 3. Nilai MPN bakteri koliform dan koli tinja pada air minum isi ulang di Kota Surakarta. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kecamatan Jebres Jebres Jebres Jebres Jebres Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Pasar Kliwon Pasar Kliwon Pasar Kliwon Serengan Serengan Serengan Laweyan Laweyan Laweyan Laweyan Laweyan
Nama Depot A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T
Proses Pengolahan
Sumber Air Baku Filterisasi dan UV Lawu Filterisasi, UV dan Ozon Lawu Filterisasi dan UV Lawu RO Lawu Filterisasi dan UV Lawu Filterisasi, UV dan Ozon Lawu Filterisasi dan UV Lawu Filterisasi dan UV Lawu Filterisasi, UV dan Ozon Lawu Filterisasi dan UV Lawu Filterisasi dan UV Lawu Filterisasi dan UV Lawu Filterisasi dan UV Lawu Filterisasi dan UV Tlatar Filterisasi dan UV Lawu Filterisasi dan UV Lawu Filterisasi dan UV Cokro Filterisasi dan UV Lawu Filterisasi dan UV Cokro Filterisasi dan UV Cokro
commit to user
Koliform Koli Tinja (APM/100 ml) (APM/100 ml) 920 920 >1600 >1600 >1600 >1600 2 2 2 2 920 920 84 84 95 95 2 2 58 58 14 14 >1600 >1600 1,8 1,8 <1,8 <1,8 2 2 <1,8 <1,8 7,8 7,8 <1,8 <1,8 540 540 >1600 >1600
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Persyaratan kualitas air minum oleh PERMENKES (2010) mengenai total bakteri koliform yang dipersyaratkan dalam air minum adalah nol per 100 ml air, maksudnya nol berarti sampel tidak tercemar bakteri koliform dengan nilai MPN bakteri koliform dan koli tinja sebesar < 1,8 APM/100 ml (kombinasi tabung positif 0-0-0). Sedangkan persyaratan
SNI (2006) agak longgar yaitu
mensyaratkan bakteri koliform < 2 APM/100 ml (kombinasi tabung positif 0-0-0 atau 0-0-1 atau 0-1-0). Berdasarkan Tabel 3, sebanyak 3 (15%) sampel memenuhi persyaratan PERMENKES yaitu total bakteri koliform sampel nol per 100 ml yaitu pada depot N, P, dan R, sebanyak 4 (20%) sampel memenuhi persyaratan SNI yaitu pada depot M, N, P, dan R. Makin kecil nilai MPN, maka air tersebut makin tinggi kualitasnya, dan makin layak minum (FDA, 1989). Depot N, P, dan R memiliki tingkat kualitas air yang paling tinggi dan layak minum karena memiliki nilai MPN paling kecil yaitu sebesar < 1,8 APM/100 ml. Sebanyak 4 (20%) sampel air minum isi ulang memiliki tingkat kualitas air yang paling buruk karena tercemar bakteri koliform dan koli tinja dengan nilai MPN > 1600 APM/100 ml (kombinasi tabung positif 5-5-5). Hal ini terjadi diperkirakan karena kualitas air baku yang buruk dan tercemar, sehingga terdapat kontaminasi materi fekal dalam air. Hal tersebut juga bisa terjadi diperkirakan karena alat pengolahan air minum isi ulang sudah tidak berfungsi dengan baik, proses filtrasi dan proses sterilisasi yang kurang optimal menyebabkan bakteri koliform masih terdapat dalam air minum isi ulang. Kontaminasi koliform dan koli tinja paling besar adalah air minum isi ulang dari depot air minum isi ulang di Kecamatan Jebres, yang memiliki tingkat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
permintaan air minum isi ulang yang besar terutama oleh anak kos sehingga pemakaian alat yang terlalu sering mengakibatkan melemahnya sistem fitrasi yang berakibat pada adanya kontaminasi bakteri koliform yang lolos dari proses penyaringan. Menurut BPOM (2008), adanya bakteri koliform tidak selalu menunjukkan telah terjadi kontaminasi yang berasal dari feses. Adanya bakteri koliform lebih merupakan indikasi dari kondisi pemrosesan atau sanitasi yang tidak memadai. Selain itu, adanya kontaminasi bakteri koliform mengindikasikan adanya pencemaran air baku oleh bahan fekal. Menurut Suriawiria (2008), karena adanya
hubungan antara tinja dengan bakteri
koli tinja, maka bakteri ini
dijadikan sebagai indikator alami kehadiran materi tinja. Jika pada suatu substrat atau benda misalnya air minum didapatkan bakteri ini, langsung ataupun tidak langsung air minum tersebut dicemari oleh materi tinja. Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa pada ke-20 sampel, tiap sampel memiliki nilai MPN bakteri koliform dan koli tinja yang sama. Menurut Supardi dan Sukamto (1999), bakteri koliform dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: koliform fekal (koli tinja), misalnya Escherichia coli dan koliform non-fekal, misalnya Enterobacter aerogenes. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri koliform yang terdeteksi dalam air minum isi ulang adalah bakteri koli tinja. Dengan demikian bakteri koliform non-fekal tidak dijumpai dalam sampel air minum isi ulang. Pada ke-20 depot air minum isi ulang di Kota Surakarta, air baku berasal dari sumber mata air Gunung Lawu (Karanganyar), Tlatar (Boyolali) dan Cokro (Klaten). Sebanyak 5% air baku berasal dari Tlatar yaitu pada depot air minum isi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
ulang N di Kecamatan Serengan, sebanyak 15% air baku berasal dari Cokro yaitu pada depot air minum isi ulang Q, S dan T di Kecamatan Laweyan, dan mayoritas sumber air baku depot air minum isi ulang lainnya sebanyak 80% berasal dari Gunung Lawu. Air minum isi ulang yang berasal dari sumber air Tlatar memiliki nilai MPN < 1,8 APM/ 100ml, hal tersebut menunjukkan kualitas air minum isi ulang dari sumber air Tlatar baik karena tidak ada kontaminasi bakteri koliform dan koli tinja. Pada sumber air baku Cokro memiliki nilai MPN 7,8 APM/100ml, 540 APM/100ml dan >1600 APM/100ml, hal tersebut menunjukkan adanya kontaminasi bakteri koliform dan koli tinja yang jumlahnya bervariasi pada tiap depot. Pada sumber air Gunung Lawu memiliki nilai MPN berkisar antara < 1,8 APM/100ml hingga >1600 APM/100ml, hal tersebut menunjukkan bahwa dalam satu sumber air yang sama terdapat sampel yang bebas kontaminasi dan adanya sampel yang terkontaminasi bakteri koliform dan koli tinja yang jumlahnya bervariasi pada tiap depot. Jadi selain karena sumber air baku, adanya kontaminasi bakteri dalam air minum isi ulang diperkirakan karena kondisi alat pengolahan serta sanitasi tempat dan pegawai depot yang kurang memadai. Penelitian yang dilakukan Saifudin (2014), menunjukkan bahwa status mutu air yang terdapat di lereng Gunung Lawu setelah dianalisis berdasarkan sistem STORET menunjukkan bahwa perairan berada pada status cemar ringan. Koliform fekal melebihi ambang batas menurut PP No. 82 tahun 2001. Penurunan kualitas air ini disebabkan oleh masuknya bahan polutan yang bersumber dari aktivitas alami dan kegiatan antropogenik. Hasil penelitian tersebut memperkuat dugaan bahwa sumber air baku, khususnya yang berasal dari sumber mata air
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Gunung Lawu telah mengalami pencemaran oleh bakteri sebelum diproses pada depot air minum isi ulang. Berdasarkan hasil observasi
terhadap pengusaha depot air minum isi
ulang, diketahui bahwa pada proses pengolahan air minum isi ulang sebanyak 5% depot menggunakan sistem RO (Reverse Osmosis), 15% depot menggunakan proses filterisasi, UV (ultraviolet) dan ozon dan 80% depot menggunakan proses filterisasi dan UV. Pada Tabel 3, terlihat bahwa proses pengolahan menggunakan
sistem RO menunjukkan nilai MPN yang kecil yaitu 2 APM/100 ml. Pada proses pengolahan filterisasi, UV dan ozon, menunjukkan nilai MPN yang bervariasi yaitu antara 2 APM/100 ml hingga >1600 APM/100 ml. Pada proses pengolahan dengan filterisasi dan UV menunjukkan nilai MPN bervariasi antara <1,8 APM/100 ml hingga >1600 APM/100 ml. Proses pengolahan yang sama pada berbagai depot air minum isi ulang menunjukkan nilai MPN yang bervariasi, hal tersebut terjadi diperkirakan karena
kondisi dan kualitas alat pengolahan air minum isi ulang yang berbeda-beda pada tiap depot sehingga meskipun menggunakan proses atau sistem yang sama menunjukkan hasil nilai MPN yang berbeda. Menurut Rahayu et al., (2013), air baku, kualitas filtrasi dan kualitas desinfeksi merupakan faktor resiko pencemaran mikrobiologis air minum isi ulang. UV yang dihidupkan hanya jika hendak mengisi galon pembeli, menyebabkan UV belum cukup mempunyai waktu kontak dengan air yang akan diproses, sehingga tidak efektif dalam membunuh bakteri. Desinfektan agar berfungsi dengan baik harus cukup mempunyai waktu kontak dengan air yang akan diproses. Kualitas desinfeksi yang baik akan menghilangkan bakteri patogen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
sehingga akan meningkatkan kualitas air minum isi ulang, untuk itu dianjurkan agar UV harus hidup (on) selama jam kerja. Panjang gelombang/penyinaran lampu UV baru akan stabil setelah dihidupkan selama 30 menit. Pada proses desinfeksi pada air minum isi ulang menggunakan UV minimal type 5 GPM (Gallon Per Minute). Kualitas filtrasi yang tidak baik akan berdampak pada menurunnya kualitas air minum isi ulang. Filtrasi adalah proses penyaringan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi dari air melalui media berpori. Proses filtrasi pada depot air minum isi ulang menggunakan filter karbon aktif, pasir silika,dan mikro filter. Filtrasi pada depot dilakukan secara bertingkat dari filter berpori-pori besar ke filter berpori-pori lebih kecil. Efektifitas filter pada depot tergantung pada: pertama, kualitas air baku, semakin baik kualitas air baku maka masa pakai filter akan semakin lama, karena daya saring filter tidak terlalu berat dengan kata lain tingkat kejernihan air baku akan mempengaruhi filter, semakin keruh air baku semakin berat kerja filter, sehingga hasil proses penyaringan dapat kurang optimal. Kedua, variasi ukuran filter, semakin bervariatif ukuran filter akan semakin baik kualitas produk yang dihasilkan sebab bila hanya digunakan mikrofilter dengan satu ukuran, partikel yang berukuran di atas ukuran tersebut akan menutupi filter sehingga umur filter semakin pendek dan partikel yang berukuran lebih kecil kemungkinan dapat lolos (Rahayu et al., 2013). Ukuran filter pada depot air minum isi ulang biasanya berukuran10 ¼m; 5 ¼m; 1 ¼m; 0,5¼m; 0,3 ¼m; 0,2 ¼m; dan 0,1 ¼m. Pada waktu melalui lapisan filter, zat padat terlarut bersentuhan dan melekat pada permukaan filter. Ukuran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
mikrofilter yang berjenjang dapat mengurangi atau menurunkan kadar jumlah zat padat terlarut, sehingga umur filter semakin pendek dan partikel yang berukuran lebih kecil kemungkinan dapat lolos termasuk bakteri koliform. Proses filtrasi tidak efektif ketika filter sudah kotor, hal ini dapat diketahui dengan melihat secara langsung mikrofilter yang terpasang, jika filter sudah kotor maka filter harus segera diganti.
Keterlambatan penggantian filter dapat menjadi tempat
berkembangbiak bakteri. Laju air yang mengalir dari kran outlet akan lambat jika mikrofilter sudah kotor dan waktunya untuk segera diganti. Perawatan setiap 1 bulan sekali mikrofilter dibuka untuk dibersihkan, dan setiap 2 bulan sekali mikrofilter diganti dengan yang baru agar air yang dihasilkan tetap berkualitas (Rahayu et al., 2013). b) Bakteri E. coli Di dalam penelitian ini digunakan media selektif diferensial L-EMB untuk mendeteksi ada tidaknya bakteri E. coli secara umum dalam sampel air minum isi ulang. Bakteri koliform memfermentasi laktosa yang dapat membuat warna koloni bakteri menjadi berwarna hijau metalik atau merah muda pada media L-EMB. Uji positif jika terdapat koloni bakteri E. coli dalam agar L-EMB akan berwarna hijau metalik karena terdapat reaksi fermentasi bakteri dengan media (Lampiran 5). Bakteri yang menfermentasi dengan lambat akan menghasilkan koloni berwarna merah muda (Dad, 2000). Fermentasi laktosa yang cepat menghasilkan asam dan menurunkan pH. Hal ini mendorong penyerapan zat warna oleh koloni (Bachoon and Dutsman, 2008). Bakteri E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. Penyakit yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
disebabkan oleh E. coli yaitu di antaranya: infeksi saluran kemih, diare, sepsis dan meningitis (Jawetz et al., 2005). Tabel 4. Bakteri E. coli pada air minum isi ulang di kota Surakarta. No. Kecamatan
Nama Sumber Proses Pengolahan E. coli Depot Air Baku Filterisasi dan UV 1 A Lawu Jebres Filterisasi, UV dan Ozon Jebres Lawu 2 B Filterisasi dan UV 3 Jebres C Lawu RO Jebres Lawu 4 D Filterisasi dan UV 5 Jebres E Lawu + Filterisasi, UV dan Ozon 6 F Lawu Banjarsari Filterisasi dan UV 7 G Lawu Banjarsari Filterisasi dan UV Lawu 8 H Banjarsari Filterisasi, UV dan Ozon 9 I Lawu Banjarsari Filterisasi dan UV Lawu 10 Pasar Kliwon J Filterisasi dan UV 11 Pasar Kliwon K Lawu Filterisasi dan UV 12 Pasar Kliwon L Lawu Filterisasi dan UV 13 Serengan M Lawu Tlatar Filterisasi dan UV 14 Serengan N * Filterisasi dan UV 15 Serengan O Lawu Filterisasi dan UV Lawu 16 Laweyan P * 17 Laweyan Q Cokro Filterisasi dan UV + Filterisasi dan UV 18 Laweyan R Lawu * 19 Laweyan S Cokro Filterisasi dan UV Cokro Filterisasi dan UV 20 Laweyan T Keterangan: (+) : ada pertumbuhan koloni bakteri ( ) : tidak ada pertumbuhan koloni bakteri ( *) : dinyatakan negatif karena pada uji pendugaan menunjukkan hasil negatif koliform Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa, dari 20 sampel air minum isi ulang, sebanyak 2 (10%) sampel air minum isi ulang tercemar bakteri E.coli yaitu pada depot E dan Q, sedangkan 90% sampel negatif E.coli sehingga air minum isi ulang tersebut memenuhi persyaratan PERMENKES yang mensyaratkan tidak ada atau nol E. coli per 100 ml dalam air minum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Escherichia coli merupakan flora normal usus (Brooks et al., 2001), jadi keberadaan bakteri E. coli dalam produk air minum isi ulang dimungkinkan karena adanya kontaminasi bahan fekal atau feses manusia maupun hewan yang mengkontaminasi sumber air baku. Air minum isi ulang yang tercemar bakteri E.coli berasal dari sumber air baku Gunung Lawu dan Cokro, sedangkan pada sumber air baku Tlatar tidak dijumpai adanya kontaminasi bakteri E.coli dalam sampel air minum isi ulang. Dari 20 sampel air minum isi ulang, sebanyak 3 sampel dinyatakan negatif E. coli dikarenakan pada uji pendugaan yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan hasil negatif (kombinasi tabung positif 0-0-0) pada ke-15 tabung reaksi yang diujikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak adanya golongan bakteri koliform pada sampel, yang mengindikasikan tidak adanya keberadaan bakteri E. coli. Pada Tabel 4, terlihat bahwa air minum isi ulang yang terkontaminasi bakteri E. coli menggunakan proses pengolahan filterisasi dan UV, sedangkan unuk sistem RO dan ozon menunjukkan hasi negatif bakteri E. coli. Dari hal tersebut, diketahui bahwa pada pengolahan dengan filterisasi dan UV tidak efektif membunuh bakteri E. coli dalam pengolahan air minum isi ulang. Hal tersebut dimungkinkan karena kondisi alat terutama kualitas membran filter melemah karena alat sering digunakan sehingga bakteri E.coli atau koliform masih dapat mencemari dan UV yang hanya dinyalakan saat hendak mengisi galon pembeli, menyebabkan UV belum cukup mempunyai waktu kontak dengan air yang akan diproses, sehingga tidak efektif dalam membunuh bakteri (Rahayu et al., 2013).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
c) Angka Lempeng Total (ALT) Pengujian Angka Lempeng Total tidak menunjukkan kualitas air tersebut layak minum atau tidak, karena pada ALT diperoleh jumlah total bakteri pada sampel air minum (Lampiran 6) yang tidak bisa menunjukkan keberadaan bakteri patogen, sehingga perlu dilakukan uji lainnya guna mengetahui adanya kontaminasi bakteri patogen dalam air minum isi ulang. Tabel 5. Jumlah total bakteri pada Angka Lempeng Total (ALT) air minum isi ulang di Kota Surakarta. No. Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Jebres Jebres Jebres Jebres Jebres Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Pasar Kliwon Pasar Kliwon Pasar Kliwon Serengan Serengan Serengan Laweyan Laweyan Laweyan Laweyan Laweyan
Nama Depot A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T
Sumber Air Baku Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Tlatar Lawu Lawu Cokro Lawu Cokro Cokro
Proses Pengolahan
Total Bakteri (koloni/ml) Filterisasi dan UV 1,58 x104 Filterisasi, UV dan Ozon 5,45 x 103 Filterisasi dan UV 1,43 x104 RO 1,50 x 103 Filterisasi dan UV 6,50 x 101 Filterisasi, UV dan Ozon 1,12 x 103 Filterisasi dan UV 3,17 x 103 Filterisasi dan UV 1,81 x 103 Filterisasi, UV dan Ozon 8,50 x 102 Filterisasi dan UV 3,00 x103 Filterisasi dan UV 2,60 x 102 Filterisasi dan UV 3,25 x 103 Filterisasi dan UV 3,00 x 101 Filterisasi dan UV 6,75 x 102 Filterisasi dan UV 2,15 x 102 Filterisasi dan UV 6,80 x 102 Filterisasi dan UV 2,00 x 101 Filterisasi dan UV 5,25 x 103 Filterisasi dan UV 1,50 x 103 Filterisasi dan UV 3,75 x 102
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jumlah total bakteri semua sampel air minum dari depot air minum isi ulang di Kota Surakarta sesuai dengan persyaratan SNI (2006) yang mensyaratkan Angka Lempeng Total (ALT) produk di pasaran maksimum sebesar 1,0x105 koloni/ml. Jumlah total bakteri terbesar
commit to user
Rata-rata (koloni/ml)
7,42x103
1,74x103
2,17x103 3,07x102
1,57x103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
adalah sampel pada depot A yaitu 1,58 x 104 koloni/ml yang berasal dari sumber air Gunung Lawu dengan proses pengolahan filterisasi dan UV, sedangkan jumlah total bakteri terendah adalah sampel pada depot Q yaitu 2,00 x 101 koloni/ml yang berasal dari sumber air Cokro dengan proses pengolahan filterisasi dan UV pula. ALT rata-rata air minum isi ulang paling besar berasal dari sumber air Gunung Lawu yaitu sebesar 3,55 x 103 koloni/ml, sedangkan air minum isi ulang yang berasal dari sumber air Tlatar memiliki nilai ALT sebesar 6,75 x 102 koloni/ml, dan ALT rata-rata air minum isi ulang yang berasal dari sumber air Cokro yaitu sebesar 9,44 x 102 koloni/ml. Pada Tabel 5, terlihat bahwa nilai ALT pada proses pengolahan sistem RO adalah sebesar 1,50 x 103 koloni/ml, nilai ALT pada proses pengolahan filterisasi dan UV bervariasi antara 2,00 x 10
1
koloni/ml hingga 1,58 x104 koloni/ml,
sedangkan nilai ALT pada proses pengolahan filterisasi, UV dan Ozon bervariasi antara 8,50 x 102 koloni/ml hingga 5,45 x 103 koloni/ml. Proses pengolahan yang sama pada depot air minum isi ulang menunjukkan nilai ALT yang bervariasi, hal tersebut terjadi diperkirakan karena kondisi dan kualitas alat pengolahan air minum isi ulang yang berbeda-beda pada tiap depot sehingga meskipun menggunakan proses atau sistem yang sama menunjukkan
nilai ALT yang
berbeda pula. Dari hasil perhitungan rata-rata ALT tiap kecamatan, diketahui bahwa nilai ALT paling tinggi adalah sampel air minum dari depot air minum isi ulang di Kecamatan Jebres yaitu sebesar 7,42x103 koloni/ml, dan yang paling rendah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
adalah di Kecamatan Serengan yaitu sebesar 3,07x102 koloni/ml. ALT dalam air minum isi ulang pada depot di Kecamatan Pasar Kliwon sebesar 2,17x103 koloni/ml, Kecamatan Banjarsari sebesar
1,74x103 koloni/ml, dan Kecamatan
Laweyan sebesar 1,57x103 koloni/ml. Besarnya nilai ALT pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Jebres, diperkirakan karena di kecamatan tersebut terdapat berbagai universitas sehingga tingkat permintaan
air minum isi ulang cukup
tinggi terutama oleh anak kos, mengingat harga air minum isi ulang cukup murah yaitu sebesar Rp. 4000 hingga Rp. 5000 per galon. Tingkat permintaan yang tinggi menjadikan para pedagang tidak memperhatikan kualitas produknya sehingga tingkat kontaminasi air minum isi ulang di daerah ini tinggi dan kualitasnya rendah. Sedangkan pada Kecamatan Serengan, air minum isi ulang memiliki nilai ALT yang paling rendah diperkirakan karena di kecamatan ini mayoritas konsumennya adalah rumah tangga dan jarang ditemukan perguruan tinggi sehingga tingkat permintaan air minum isi ulang rendah dan menyebabkan pengusaha depot air minum isi ulang lebih menjaga kualitas produknya untuk menjaga kepercayaan konsumen. d) Bakteri Salmonella Dalam penelitian deteksi bakteri Salmonella digunakan media Salmonella Shigella Agar (SSA), yang merupakan media selektif dan diferensial untuk isolasi, budidaya dan diferensiasi mikroorganisme enterik Gram negatif. Media SSA digunakan untuk isolasi patogen basil enterik, terutama genus Salmonella (MacFaddin, 2000).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Salmonella merupakan mikroorganisme Gram negatif, berbentuk batang, dan tidak membentuk spora. Salmonella menimbulkan Salmonellosis, berupa penyakit tipus maupun paratipus (Jay, 2005). Salmonella typhi adalah agen infeksi demam tipus, suatu penyakit yang jika tidak segera diobati dapat menyebabkan kematian. Salmonella typhi tersebut menghasilkan endotoksin yang dapat menyebabkan demam, mual dan diare (Bitton, 1990). Tabel 6. Bakteri Salmonella pada air minum isi ulang di kota Surakarta. No. Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Jebres Jebres Jebres Jebres Jebres Banjarsari Banjarsari Banjarsari Banjarsari Pasar Kliwon Pasar Kliwon Pasar Kliwon Serengan Serengan Serengan Laweyan Laweyan Laweyan Laweyan Laweyan
Nama Depot A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T
Sumber Air Baku Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Lawu Tlatar Lawu Lawu Cokro Lawu Cokro Cokro
Proses Pengolahan Filterisasi dan UV Filterisasi, UV dan Ozon Filterisasi dan UV RO Filterisasi dan UV Filterisasi, UV dan Ozon Filterisasi dan UV Filterisasi dan UV Filterisasi, UV dan Ozon Filterisasi dan UV Filterisasi dan UV Filterisasi dan UV Filterisasi dan UV Filterisasi dan UV Filterisasi dan UV Filterisasi dan UV Filterisasi dan UV Filterisasi dan UV Filterisasi dan UV Filterisasi dan UV
Salmonella
+ + + + + + + +
+
Koloni bakteri Salmonella ditandai dengan adanya pusat hitam (black center) pada media SSA (Lampiran 7), yang merupakan gas hidrogen sulfida yang diproduksi koloni yang dideteksi oleh
commit to user
ferri sitrat pada media SSA
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
(Vanderzant and Splittstoesser, 1992). Pada Tabel 6, diketahui sebanyak 9 (45%) sampel tercemar bakteri Salmonella yaitu pada depot F, G, H, J, K, L, M, N, dan S, sedangkan sisanya yaitu sebesar 55% negatif bakteri Salmonella sehingga memenuhi persyaratan SNI yang mensyaratkan negatif Salmonella per 100 ml. Pencemaran dan penyebaran Salmonella dapat datang dari feses hewan atau manusia (Jay, 2005). Jadi diperkirakan kontaminasi Salmonella dalam air minum isi ulang berasal dari kontaminasi sumber air baku oleh feses hewan atau manusia serta kondisi sanitasi yang buruk. Air minum isi ulang yang tercemar bakteri Salmonella berasal dari ketiga sumber air baku yaitu Gunung Lawu, Tlatar dan Cokro. Sebanyak 7 sampel terkontaminasi Salmonella berasal dari sumber air Gunung lawu, 1 sampel terkontaminasi Salmonella berasal dari sumber air Tlatar dan 1 sampel terkontaminasi Salmonella berasal dari sumber air Cokro. Pada Tabel 6, terlihat bahwa pada proses pengolahan depot air minum isi ulang yang menggunakan sistem RO menunjukkan hasil negatif bakteri Salmonella, pada proses pengolahan filterisasi, UV dan Ozon menunjukkan adanya kontaminasi bakteri Salmonella pada salah satu sampel sedangkan dua sampel lainnya negatif. Pada proses pengolahan filterisasi dan UV menunjukkan sebanyak 8 sampel terkontaminasi
dan sebanyak 8 sampel negatif. Proses
pengolahan yang sama pada depot air minum isi ulang menunjukkan hasil yang berbeda, hal tersebut terjadi diperkirakan karena kondisi dan kualitas alat pengolahan air minum isi ulang yang berbeda-beda pada tiap depot. Filter yang sudah kotor menyebabkan bakteri masih dapat tersaring dan proses desinfeksi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
yang kurang optimal menjadikan masih adanya kontaminasi bakteri Salmonella dalam air minum isi ulang. B. Analisis Kesesuaian Kualitas Air Minum Isi Ulang dengan Standar PERMENKES dan SNI Pada prinsipnya baik PERMENKES maupun SNI mensyaratkan air minum tidak tercemar bakteri patogen, tetapi terdapat perbedaan pendekatan pada keduanya. PERMENKES memiliki pendekatan bahwa bakteri koliform dan koli tinja atau E. coli merupakan indikator yang memadai bagi keberadaan bakteri patogen. Oleh karena itu, PERMENKES cukup mensyaratkan air minum tidak tercemar koliform dan koli tinja atau E. coli. Sedangkan SNI memiliki pendekatan bahwa bakteri koliform dan koli tinja tidak sepenuhnya merupakan indikator yang memadai bagi keberadaan bakteri patogen. Oleh karena itu, SNI mensyaratkan air minum bebas dari beberapa bakteri patogen seperti E. coli, Salmonella dan Pseudomonas aeruginosa. Dalam penelitian ini tidak dilakukan uji Pseudomonas aeruginosa, dikarenakan Pseudomonas aeruginosa jarang ditemui dalam air minum dan bakteri ini merupakan patogen lemah dimana biasanya hanya menyerang pasien di rumah sakit dan menginfeksi orang yang mengalami immunocompromised yaitu keadaan dimana sistem kekebalan tubuh tidak dapat berfungsi secara kuat, sehingga infeksi lebih sering terjadi, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya (Mena and Gerba, 2009).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Tabel 7. Angka Lempeng Total (ALT), nilai MPN bakteri koliform dan koli tinja, bakteri E. coli serta Salmonella pada air minum isi ulang di Kota Surakarta. Nilai MPN Nama ALT No. E. coli Depot (koloni/ml) Koliform Koli Tinja (APM/100ml) (APM/100ml) 4 1 920 920 A 1,58 x10 3 2 >1600 >1600 B 5,45 x 10 4 3 >1600 >1600 C 1,43 x10 3 4 2 2 D 1,50 x 10 1 5 2 2 E 6,50 x 10 + 3 6 920 920 F 1,12 x 10 7 84 84 G 3,17 x 103 3 8 95 95 H 1,81 x 10 2 9 2 2 I 8,50 x 10 3 10 58 58 J 3,00 x10 2 11 14 14 K 2,60 x 10 3 12 >1600 >1600 L 3,25 x 10 1 13 1,8 1,8 M 3,00 x 10 2 14 <1,8 <1,8 N 6,75 x 10 * 2 15 2 2 O 2,15 x 10 16 P 6,80 x 102 <1,8 <1,8 * 1 17 7,8 7,8 Q 2,00 x 10 + 18 R 5,25 x 103 <1,8 <1,8 * 19 540 540 S 1,50 x 103 20 T 3,75 x 102 >1600 >1600 Keterangan:
Keterangan Salmonella
PERMENKES
+ + + + + + + +
+
: Sesuai ( ): Tidak sesuai
Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 3 (15%) sampel air minum isi ulang dari depot air minum isi ulang memenuhi persyaratan PERMENKES yaitu pada depot N, P, dan R yang tidak mengandung total bakteri koliform dan E. coli per 100 ml air. Sebanyak 2 (10%) sampel air minum isi ulang dari depot air minum isi ulang memenuhi persyaratan SNI yaitu pada depot P, dan R, memiliki total
commit to user
SNI
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
bakteri pada Angka Lempeng Total
5
koloni/ml, nilai MPN koliform
kurang dari 2 APM/100 ml, dan negatif Salmonella per 100 ml. Dari 20 sampel, hanya sebanyak 2 atau 10% sampel air minum dari depot air minum isi ulang yang produknya sesuai dengan standar SNI No. 01-3553 Tahun 2006 dan PERMENKES No. 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum yaitu pada depot P dan R. Adanya kontaminasi bakteri dalam air minum isi ulang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya: sumber air baku, sanitasi depot, kondisi alat, proses sterilisasi/desinfeksi, proses filtrasi, pengolahan air minum isi ulang dan lainnya. Menurut Joenaidi (2004), proses pengolahan pada air minum isi ulang, air baku akan melalui beberapa proses yaitu: pertama, air baku dari tangki penampung dialirkan ke filter dari bahan silika untuk menyaring partikel kasar. Kemudian air dialirkan ke dalam tabung karbon aktif untuk menghilangkan bau. Air disaring dengan sari menahan bakteri. Air yang bebas dari bau dan bakteri tersebut kemudian ditampung di tabung khusus yang berukuran lebih kecil dibanding tabung penampung air baku. Tahap selanjutnya adalah tahap mematikan mikroorganisme yang masih tersisa dengan menggunakan lampu sinar ultraviolet (UV) dan sistem ozon (ozonisasi). Air merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, proses filtrasi pada air minum isi ulang tidak sepenuhnya bisa membunuh bakteri, filter yang digunakan terus menerus menjadikan kualitas membrannya semakin melemah sehingga bakteri dapat lolos dari penyaringan dan mengkontaminasi air minum isi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
ulang. Menurut Suriawiria (2008), air minum yang dijual pada depot air minum isi ulang rawan pencemaran karena faktor lokasi, penyajian dan pengemasan yang dilakukan secara terbuka dengan menggunakan wadah botol air minum kemasan isi ulang sehingga konsumen perlu mewaspadai kemungkinan terjadinya kontaminasi dalam air minum isi ulang oleh bakteri yang dapat menimbulkan berbagai penyakit. Perizinan, pembinaan, dan pengawasan depot air minum isi ulang serta peredaran produknya belum dilakukan sebagaimana mestinya padahal masyarakat memerlukan informasi yang jelas terutama tentang keamanan konsumsi air minum ini (Athena et al., 2004). Oleh karena itu, pihak pengusaha depot air minum isi ulang seharusnya turut menjaga kualitas produknya agar sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan pemerintah, dengan menjaga higienitas tempat dan alat serta melakukan perawatan berkala pada alat sehingga produk yang dihasilkan dapat terbebas dari kontaminasi bakteri yang merugikan sehingga produk air minum isi ulang tersebut layak dikonsumsi konsumen. Pihak yang bertanggungjawab seperti Dinas Kesehatan setempat juga harus ikut berpartisipasi dalam mengontrol dan mengawasi depot air minum isi ulang dengan melakukan pengujian air minum isi ulang agar dapat terjaga kualitasnya sesuai dengan persyaratan standar SNI No. 01-3553 Tahun 2006 dan PERMENKES No. 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
commit to user