BAB IV BERKURANGNYA NILAI PEMBIAYAAN (SHRINKING RISK) DAN METODDENYA PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BSM KCP PEMALANG
A. Berkurangnya nilai pembiayaan (Shrinking Risk) dan Metode yang dilakukan dalam mengelola Shrinking Risk. 1.
Berkurangnya nilai pembiayaan (Shrinking Risk) di BSM KCP Pemalang Pembiayaan merupakan salah satu jasa yang dapat memberikan keuntungan bagi BSM KCP Pemalang. Pembiayaan murabahah adalah pembiayaan yang digunakan oleh BSM KCP Pemalang untuk bertransaksi dengan nasabah, karena BSM KCP Pemalang merupakan bank dengan konsep pembiayaan mikro, sehingga menggunakan pembiayaan murabahah sebagai akadnya. Seperti hasil transkrip wawancara dengan Ibu yulia sebagai bagian Pembiayaan.49 Yulia : “...Iya di BSM Ini hanya menyalurkan pembiayaan dengan akad murabahah untuk keseluruhan” Yulia : “... Iya karena di BSM Ini hanya menggunakan konsep mikro, atau istilahnya warung mikro”
Pembiayaan dengan akad murabahah menjadi target utama dalam produk pembiayaan yang disalurkan di BSM KCP Pemalang. Dalam pengajuan pembiayaan murabahahpun tidak sulit, yang terpenting calon nasabah mampu memenuhi persyaratan-persyaratan yang sudah 49
Wawancara dengan Ibu Yulia, selaku bagian pembiayaan di BSM KCP Pemalang, pada tanggal 15 September 2016
41
42
dijelaskan pada bab sebelumnya. Tidak ada kalangan-kalangan khusus yang boleh mengajukan pembiayaan murabahah, melainkan semua kalangan boleh mengajukan pembiayaan dengan syarat yang terpenting dan tidak terdapat daftar hitam ( Black list) di catatan Bank Indonesia (BI). Sebagaimana transkrip berikut:50 Yulia : “...Semua bisa mengajukan pembiayaan, asalkan WNI, dan tidak mempunyai daftar hitam di BI” Salah satu risiko yang terjadi dalam risiko pembiayaan murabahah adalah risiko shrinking risk (berkurangnya nilai pembiayaan) yakni resiko yang terjadi pada second way out. Resiko ini dipengaruhi oleh unusual business risk, yaitu resiko bisnis yang luar biasa yang ditentukan oleh penurunan drastis tingkat penjualan bisnis, kenaikan harga jual, dan atau harga barang yang dibiayai. “Risiko apa saja dapat timbul pada pembiayaan murabahah, misalnya risiko bisnis yang dijalani. Menghadapi risiko, memanajemen risiko sudah menjadi tugas saya”. Tutur Bapak Sugi Haryanto sebagai penanganan nasabah bermasalah.51 Sebagaimana transkrip wawancara sebagai berikut: Sugi : “...Risiko apa saja bisa terjadi, misalnya bisnis usahanya bangkrut atau macet, risiko penipuan, risiko yang tidak terduga atau tidak disengaja, dan lain-lain”. Shrinking risk juga termasuk risiko bisnis, hal tersebut terjadi karena fluktuasi harga komparatif, ini terjadi bila harga suatu barang 50
Wawancara dengan Ibu Yulia, selaku bagian pembiayaan di BSM KCP Pemalang, pada tanggal 15 September 2016 51 Wawancara dengan bapak Sugi, selaku bagian penanganan nasabah bermasalah di BSM KCP Pemalang, pada tanggal 20 September 2016
43
dipasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa merubah harga jual beli tersebut. Karena di era global sekarang ini, dengan melemahnya nilai rupiah dapat mengakibatkan penurunanpenurunan yang akan dialami pebisnis. Shrinking risk memang sebelumnya pernah terjadi di BSM, beberapa nasabah pernah mengalami masalah pada pembiayaannya, dikarenakan bisnis atau usaha yang dijalani mengalami penurunan, karena melambungnya
nilai
dollar
mencapai
Rp.13.000/dollar
mengakibatkan para pedagang pasar menaikkan harga barangnya, sehingga menjadikan penjualannya sedikit, penghasilannya tidak mencukupi untuk mengembalikan angsuran pembiayaannya, nasabah banyak yang mengalami kemacetan dalam angsurannya. Sebagaimana transkrip wawancara berikut:52 Sugi : “...dilihat dari data NPF memang pada tahun 2015 itu nasabah banyak yang mengalami kemacetan dan kemungkinan lebih dikarenakan usahanya macet”. Sama seperti risiko-risiko yang lain, shrinking risk juga dapat dikelola supaya dapat meminimalisir kerugian yang terjadi. Setiap risiko tentunya akan berdampak negatif terhadap lembaga keuangan itu sendiri, seperti risiko shrinking risk pada saat itu mengakibatkan Non Performing Finance (NPF) di BSM mengalami kenaikan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
52
Wawancara dengan bapak Sugi, selaku bagian penanganan nasabah bermasalah di BSM KCP Pemalang, pada tanggal 20 September 2016
44
Tabel 4.1 Pembiayaan Murabahah dan NPF di BSM KCP Pemalang Outlet Bulan Pencairan NPF (%) KCP Jan 296.000.000 7,90 Pemalang, Feb 275.000.000 9,95 (2015) Mar 327.000.000 10,34 Apr 555.000.000 6,58 Mei 520.000.000 7,72 Jun 515.000.000 7,71 Jul 541.000.000 6,70 Agst 351.000.000 5,78 Sep 452.000.000 4,62 Okt 398.000.000 4,10 Nov 580.000.000 3,41 Des 680.000.000 3,04 Sumber data: Laporan Performance BSM KCP Pemalang53 Melihat data tersebut, dapat diketahui bahwa pada awal tahun tahun 2015 sampai sekitar bulan Juli (Idul Fitri) NPF mengalami kenaikan melebihi dari 5%. Pada saat itu, banyak nasabah yang angsurannya
terhambat,
khususnya
bagi
nasabah-nasabah
yang
mengajukan pembiayaan untuk bisnis. Penjualan yang biasanya mencapai target, harus terhambat karena masyarakat mungkin ingin lebih hemat”. Sebagaimana transkrip dibawah ini: 54 Sugi : “...Nasabah yang biasanya dapat mengangsur secara rutin, menjadi terhambat karena usaha bisnis yang dijalani mengalami penurunan, mungkin masyarakat ingin lebih hemat karena kebuthan serba mahal”. Seperti contoh kasus yang terjadi di pasar pedagang, atau pebisnis yang sedang dijalani. nilai rupiah melemah dikarenakan melambungnya nilai dollar diatas Rp.13.000 per dollar menyebabkan 53
Data Internal BSM KCP Pemalang Wawancara dengan bapak Sugi, selaku bagian penanganan nasabah bermasalah di BSM KCP Pemalang, pada tanggal 20 September 2016 54
45
kenaikan harga barang yang dijual, terutama yang megandalkan bahan baku impor. Seperti yang disampaikan direktur INDEF Enny Sri Hartati, “kebutuhan pokok kan bukan hanya makanan tetapi juga perlengkapan lain seperti sabun dan lain-lainitu kan sebagian bahan baku masih impor”.55 Kenaikan harga barang dan juga tarif listrik,serta transportasi membuat konsumen mengurangi belanja barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok. Enny juga mengatakan jika dibiarkan kondisi ini membahayakan
kondisi
ekonomi,
karena
penyumbang
terbesar
pertumbuhan di Indonesia adalah konsumsi rumah tangga dan investasi. “kalau negara-negara capital market kalau sektor finansial tidak sehat itu indikasi krisis, bisa jadi sektor keuangan yang sehat, tetapi kalau sektor keuangan tidak mampu melakukan pembiayaan terhadap sektor riil yang terus mengalami perlambatan ini juga berpotensi krisis. Penurunan pembiayaan perbankan yang terus menurun dari 12% menjadi 10% padahal target Bank Indonesia 15-17%, Jelas Enny direktur INDEF. Menurut bapak Saeful Mujib sebagai analis pembiayaan, pengelolaan
pembiayaan
diarahkan
untuk
melakukan
ekspansi
pembiayaan dan mengelola kualitas setiap pembiayaan, mulai dari saat
55
Enny Sri Hartati, diambil dari http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/07/150712_majalah_bisnis_rupiah, Diakses pada 20 Juli 2016
46
diberikan sampai dengan dilunasi untuk mencegah pembiayaan tersebut menjadi Non performing finance (NPF).56 Pengelolaan pembiayaan yang efektif dapat meminimalkan kerugian dan mengoptimalkan penggunaan modal yang dialokasikan untuk risiko pembiayaan seperti risiko shrinking risk. Dalam mengatasi risiko yang terjadi, BSM menggunakan beberapa tindakan dilihat dari tingkat kategori nasabah yang bermasalah. Sebagaimana cuplikan transkrip wawancara berikut:57 Sugi : “...ada dua cara tindakan dalam mengatasai nasabah bermasalah yaitu tindakan penyelamatan atau tindakan penyelesaian”.
Sesuai dengan transkrip wawancara diatas, bahwa tindakan yang dilakukan
oleh
BSM
KCP
Pemalang
yaitu
dengan
tindakan
penyelematan jika kategori nasabah masih bisa diselamatkan, dan tindakan penyelesaian untuk kategori nasabah yang sudah tidak dapat menyelesaikan pembiayaannya. Berikut adalah tabel data tingkat kategori nasabah bermasalah, termasuk shrinking risk:
56
Wawancara dengan Bapak Saiful Mujib, selaku bagian analis di BSM KCP Pemalang, pada tanggal 16 September 2016 57 Wawancara dengan Bapak Sugi, selaku bagian penanganan nasabah bermasalah, pada tanggal 20 September 2016
47
Tabel 4.2 Kategori Nasabah pembiayaan bermasalah dan penanganannya 58 Kategori Penanganan Langkah Nasabah Tindakan koperatif, usaha penyelamatan masih memiliki prospek (A)
Dapat dilakukan collection ketat, pendampingan,
Nasabah Tindakan Dapat dilakukan koperatif, ada penyelesaian keringanan asset/ jaminan/ tunggakan kemampuan personal, tetapi usaha tidak memiliki prospek Nasabah tidak Tindakan Dapat dilakukan koperatif, ada penyelamatan eksekusi/ litigasi/ asset/kemampuan Tak Over personal, tetapi usaha memiliki prospek (C) Nasabah tidak Tindak penyelesaian Dapat dilakukan koperatif, tidak Litigasi/ gugatan ada asset dan perdata/ pidana/ usaha tidak penagihan paksa/ punya prospek Write Off (D) Sumber : Data diolah peneliti Dalam kategori D harus dipertimbangkan apakah biaya yang dikeluarkan sepadan dengan hasil akan diperoleh. Langkah penyelesaian ditempuh apabila kriteria untuk menyelamatkan nasabah tidak memenuhi syarat sebagaimana diperlihatkan dari hasil identifikasi masalah dan uji tuntas. Namun peristiwa naiknya nilai NPF tersebut dapat dikelola dengan baik, sehingga tidak mengakibatkan dampak yang besar bagi 58
Data Internal BSM KCP Pemalang
48
BSM KCP Pemalang. Jika dibandingkan dengan tahun 2016, nasabah yang mengalami pembiayaan bermasalah atau NPF nya mengalami penurunan, karena keuangan di Indonesia sudah mulai stabil. Sugi : “...iya memang pada saat itu NPF benar-benar melambung diatas 5%”. Sugi : “...tapi peristiwa itu dapat dikendalikan, karena memang nilai rupiah kembali normal kembali. Sehingga tidak berdampak lebih besar bagi Bank”.
Dapat
disimpulkan
bahwa
BSM
tersebut
bisa
mengelola
dan
memanajemen risiko dengan baik, sehingga pada tahun 2016 nilai NPF sudah mulai stabil, dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.3 Non Performane Finance (NPF) di BSM KCP Pemalang Outlet Tahun KCP Pemalang
Bulan NPF (%) Jan 3,04 Feb 3,41 Mar 3,14 Apr 4,42 Mei 4,62 2016 Jun 4,17 Jul 5,23 Agst 5,86 Sep 4,38 Okt Nov Des Sumber data: Laporan Performance BSM KCP Pemalang59 Dilihat pada tabel tahun 2016, terhitung dari bulan Januari sampai bulan September dapat diketahui bahwa pembiayaan dengan prosentase Non Performance Finance (NPF) tiap bulannya tidak 59
Data Internal BSM KCP Pemalang
49
melebihi dari 5%, sehingga mengalami penurunan nilai NPF, hal tersebut menunjukan bahwa BSM mampu meningkatkan fungsi intermediasi dan mengelola pembiayaan dengan baik setelah terjadinya peningkatan krisis global keuangan di pasar masyarakat. Sehingga perlu diketahui bagaimana pengelolaan dan manajemen risiko menjadi stabil kembali. 2.
Metode yang digunakan oleh BSM KCP Pemalang dalam mengelola shrinking Risk. Dalam pengelolaan terhadap pembiayaan bermasalah seperti shrinking risk, yang menyebabkan nilai Non Performing Finance (NPF) mengalami kenaikan, membutuhkan prosedur atau metode untuk mengelolanya. Oleh karena itu BSM KCP Pemalang menerapkan prosedur/ langkah-langkah yang harus dilakukan. Sugi : “...iya mengidentifikasi dengan menilai tingkat kerugian nasabah, kan masing-masing kategorinya ada yang rendah, sedang atau rumit”. Sugi : “...ya ada beberapa cara, termasuk mengidentifikasi, menerapkan managing collectibility dan action plan, mitigasi, evaluasi”. Sesuai dengan hasil transkrip wawancara tersebut, BSM KCP Pemalang sudah memiliki metode atau prosedur yang baik. Berikut adalah prosedur yang dilakukan:
50
1. Mengidentifikasi risiko tersebut, menilai seberapa besar kerugian yang akan ditanggung risiko tersebut. Menilai apakah risiko itu termasuk risiko yang tergolong ringan, sedang ataupun rumit. 2. BSM KCP Pemalang akan menyusun rencana manajamen risiko, dengan strategi atau langkah-langkah yang dilakukan dalam menghadapi pembiayaan bermasalah. a. Penerapan Managing Collectibility Penerapan managing collectibility dan perhintungan tingkat kesehatan pembiayaan. Langkah ini perlu dilakukan, sehingga masing-masing bagian akan cepat mengetahui dan akan melakukan
langkah-langkah,
sehingga
tingkat
kesehatan
pembiayaan bisa memberikan kontribusi positif bagi kesehatan bank. Menurut bapak Sugi, Perhitungan tingkat kesehatan dan managing collecbility pembiayaan bermasalah ini bertujuan supaya setiap bagian dapat mengetahui: a) Cara penyehatan dan pengelolaan pembiayaan bermasalah b) Dapat membuat perencanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah dan menghitung kesehatan pembiayaan yang diinginkan b. Penerapan Action plan dan perhitungan tingkat kesehatan pembiayaan.
51
Penerapan Action plan yang dilakukan oleh BSM KCP Pemalang yaitu dengan melakukan kunjungan bertahap kepada nasabah yang telah di klasifikasikan dalam nasabah yang kurang lancar dan mengalami NPF tinggi untuk mengetahui keadaan nasabah. Adapun langkah-langkah yang diperhatikan dalam Action plan sebagai berikut: a) Membuat laporan action plan / kunjungan ke nasabah b) Membuat rekap action plan dan evaluasinya c) Membuat data prosentase jumlah Non Performing Finance 3. Mengimplementasikan tindakan mitigasi Gambar 4.1 Hazard
Losses
Peril
Sumber : Data diolah peneliti a) Hazard
atau moral hazard
merupakan bahaya
yang
ditimbulkan oleh sikap ketidakhati-hatian dan kurangnya perhatian sehingga dapat meningkatkan terjadinya kerugian. Contohnya mengenal karakter nasabah, jika tidak diperhatikan secara baik maka dapat menimbulkan risiko dengan tidak membayar angsuran. b) Peril merupakan peristiwa-peristiwa yang apabila terjadi menimbulkan kerugian/loss
52
c) Loss merupakan kerugian yang diderita seseorang baik atas diri, keluarga atau harta miliknya akibat suatu peristiwa (peril) BSM juga menggunakan agunan sebagai mitigasi risiko pada pembiayaan murabahah. Agunan digunakan dalam pembiayaan untuk melindungi bank dari kemungkinan kerugian yang disebabkan oleh nasabah Non performing finance 4. Melakukan evaluasi terhadap tindakan-tindakan yang telah dilakukan BSM dalam upaya meminimalisir risiko yang terjadi dalam pembiayaan murabahah. Selain itu, BSM KCP Pemalang dalam Meminimalisir risiko pembiayaan bermasalah, termasuk Shrinking Risk (berkurangnya nilai pembiayaan) juga menetapkan beberapa strategi meminimalisir risiko: a. Dilakukan analisis yang mendalam terhadap usaha yang akan dibiayai. b. Dilakukan wajib monitoring terhadap kemampuan dan kepatuhan nasabah serta perkembangan usaha yang dibiayai tersebut. c. Dilakukan peninjauan dan review agunan secara berkala sesuai prosedur yang telah ditetapkan. d. Penyelesaian pembiayaan bermasalah dilaksanakan secara konsisten. Sama dengan risiko-risiko lain, risiko shrinking risk juga memiliki strategi manajemen risiko yang dilakukan untuk menangani
53
risiko tersebut. Sebagaimana cuplikan transkrip wawancara sebagai berikut:60 Saeful : “... kalo disini manajemen risikonya dengan beberapa cara seperti mengidentifikasi risiko, menganalisis risiko, pemantauan, dan evaluasi”.
Sesuai dengan transkrip wawancara diatas, berikut adalah gambar manajemen risiko di BSM KCP Pemalang yang diterapkan dalam menghadapi risiko-risiko yang terjadi, termasuk risiko shrinking risk: Gambar 4.2 Identifikasi
Analisis risiko
Pemantauan
Evaluasi Sumber :identifikasi Data diolah peneliti61 Dari gambar diatas dapat dijelaskan proses manajemen risiko di BSM KCP Pemalang : 1. Identifikasi Risiko Metode
yang
digunakan
untuk
mengidentifikasi
risiko
penyebabnya adalah menggunakan prinsip 5C:
60
Wawancara dengan Bapak Saiful Mujib, selaku bagian analis di BSM KCP Pemalang, pada tanggal 16 September 2016 61 Data Internal BSM KCP Pemalang
dan
54
a. Character Di BSM KCP Pemalang, dalam mengidentifikasi Character. Sering dikaitkan dengan masalah pelanggaran moral (moral hazard),
yaitu
kecenderungan
seseorang
dengan
sengaja
menyimpangkan wewenang dan kemampuan untuk kepentingan pribadi. Dalam pemberian pembiayaan, analis harus mengetahui karakter nasabah dengan melakukan observasi, dan juga menggunakan data masa lalu dari calon nasabah sebagai track record-nya. Saeful : “...Character yang dilihat dari calon nasabah dengan melakukan observasi bagaimana data masa lalunya sebagai track record”.
b. Capacity Di BSM menerapkan Capacity dengan menunjukan kemampuan calon nasabah untuk membayar kewajiban pembiayaannya. Potensi pembayaran kewajibannya dapat dlihat dari laporan keuangan secara historis, aliran arus kas, serta neraca dan laba ruginya. Kemampuan keuangan calon debitur sangat penting karena
merupakan
sumber
utama
pembayaran
kembali
pembiayaan yang diberikan oleh BSM. Semakin baik kemampuan keuangan calon nasabah, maka semakin baik kemungkinan kualitas pembiayaannya. BSM KCP Pemalang memberikan pilihan jangka waktu pembiayaan sehingga calon debitur dapat menyesuaikan dengan pemasukan yang didapatnya.
55
Saeful : “...menilai capacity dari nasabah ya dari latar belakang keuangannya, semakin baik kemampuan calon nasabah, semakin baik kualitas pembiayaannya”.
c. Capital BSM
menerapkan
Capital
dengan
Ditunjukkan
oleh
perbandingan antara pembiayaan dengan modal sendiri (ekuitas). Semakin tinggi rasio ini, maka semakin rendah kemampuan nasabah untuk memenuhi kewajibannya. Semakin besar modal yang dimiliki oleh calon debitur akan semakin meyakinkan bagi BSM akan keseriusan dalam mengajukan pembiayaan. Saeful : “...Capital itu dilihat dari modal yang dimiliki nasabah sebelum mengajukan pembiayaan, semakin besar modal yang dimiliki semakin baik”.
d. Collateral BSM menerapkan Collateral sebagai second way out, berupa jaminan atau agunan. Penilai atau analis harus hati-hati dalam menetapkan agunan, karena beberapa faktor yaitu pastikan status hukumnya, kebenaran kepemilikannya, nilai agunannya, dan kemudahan eksekusi agunan. Saeful : “...Jaminan yang diberikan ya harus memiliki kepastian hukum, kepemilikan, dan seberapa besar nilai agunannya”.
e. Condition of Economy BSM menerapkan Condition of Economy dengan membedakan risiko kondisi lingkungan Intern yaitu risiko supplier, risiko
56
saluran distribusi, risiko konsumen, risiko pesaing dan risiko publik. Dan risiko kondisi lingkungan Ekstern yaitu risiko tingkat perekonomian,
peraturan
pemerintah,
sosial
budaya
dan
teknologi. Saeful : “...Kondisi ekonomi nasabah bisa dilihat pada dua kondisi lingkungan Intern dan Ekstern”. 2. Analisis risiko Metode analisis yang digunakan pihak BSM KCP Pemalang sudah dapat dikatakan maksimal, meskipun ada beberapa nasabah yang pembiayaannya bermasalah atau mengalami risiko shrinking risk. Risiko yang akan terjadi pada pembiayaan murabahah di BSM salah satunya adalah shrinking risk, berikut adalah analisa risiko dan sebabsebab risiko yang terjadi: a. Default atau kelalaian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran. Merupakan tidak ada itikad baik dalam diri nasabah untuk membayar padahal mampu untuk membayar. Analisis yang akan dilakukan BSM KCP Pemalang pada risiko ini, melihat lebih dalam karakter calon nasabah apabila sudah ada kecurigaan bahwa calon nasabah ini mempunyai karakter tidak baik maka dihentikan proses pengajuan pembiayaan atau ditolak. b. Fluktuasi harga komparatif, ini terjadi bila harga suatu barang dipasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual tersebut.
57
BSM KCP Pemalang lebih memilih untuk mewakilkan kepada nasabah sehingga risiko ini dapat terhindari. c. Penolakan nasabah, barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaliknya dilindungi dengan asuransi. d. Dijual, karena murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka seketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap asset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, risiko untuk default akan benar. Yang akan dilakukan BSM sama seperti risiko yang terjadi sebelumnya, BSM memberikan hak kuasa kepada calon nasabah secara tidak langsung BSM hanya memberikan uangnya saja. 3. Pemantauan Proses itu terus dilakukan selama masa kontrak pembiayaan berlangsung BSM terus melakukan pemantauan untuk mengetahui kualitas pembiayaan nasabahnya, yaitu dengan cara:62 a. Pemantauan kondisi usaha dan kinerja pembiayaan nasabah melalui watch list tools. Hal ini dilakukan untuk melakukan antisipasi dini terhadap nasabah yang berpotensi menjadi NPF. setiap nasabah yang telah menerima fasilitas pembiayaan bagi 62
Annual Report PT. Bank Syariah Mandiri.
58
hasil dari BSM akan diawasi kelangsungan usahanya dan dicatat dalam watch list tools. b. Pemantauan atas perkembangan kualitas portofolio pembiayaan berdasarkan
segmen
bisnis,
sektor
industri,
dan
skema
pembiayaan. c. Stress test (pengujian kondisi terburuk) terhadap portofolio pembiayaan yang dilakukan secara berkala. Hal ini dilakukan untuk menguji elastisitas kualitas portofolio. Misalnya pengujian terhadap situasi/kondisi ekonomi makro dan industri dengan melakukan simulasi terhadap krisis keuanga global tahun 2015, BSM menggunakan skenario stress test berupa penurunan ekspor dan impor untuk mengetahui dampaknya terhadap kualitas pembiayaan bagi hasil yang telah disalurkan kepada nasabah. 4. Evaluasi Dalam proses manajemen risiko, terhadap proses evaluasi risiko setelah analisis risiko dilakukan. Evaluasi yang dilakukan oleh BSM risiko dengan menentukan langkah dan tindakan yang dapat diambil manajemen untuk mengelola risiko tersebut. Evaluasi berfungsi untuk melihat kembali apakah sudah baik dijalankan atau sebaliknya. Saeful : “...Evaluasi ini harus selalu dilakukan setelah melakukan manajemen risiko secara keseluruhan”
Menurut Adiwarman A. Karim, manajemen risiko dalam bank Islam mempunyai karakter yang berbeda dengan konvensional, terutama
59
adanya jenis-jenis risiko yang khas yang melekat pada bank-bank yang beroperasi secara syariah termasuk terjadinya risiko shrinking risk. Perbedaan tersebut akan tampak terlihat dalam prosedur atau metode pengelolaan risiko bank islam yang meliputi:63 1. Identifikasi Identifikasi risiko adalah kegiatan untuk mengetahui kemungkinan timbulnya kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan pemberian fasillitas pembiayaan. Dalam hal ini, keunikan bank Islam terletak pada enam hal yaitu: a. Proses transaksi pembiayaan, karakteristik bank Islam dalam proses ini setidaknya terlihat pada tiga aspek, yaitu proses transaksi pembiayaan syariah, proses transaksi bagi hasil dana pihak ketiga dan proses transaksi devisa. b. Proses
manajemen,
keunikan
bank
Islam
dalam
proses
manajemen terlihat pada sistem dan prosedur operasional akuntansi dan Chart of Account (CoA), sistem dan prosedur operasional teknologi informasi, sistem dan prosedur operasional tutup buku, serta sistem dan prosedur pengembangan produk. c. Sumber daya manusia, terlihat pada spesifikasi kapabilitas yang tidak hanya mencakup dalam bidang perbankan secara umum tetapi juga meliputi aspek-aspek syariah. 63
Adiwarman, A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan Edisi kelima, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2014), hlm. 256
60
d. Teknologi, dalam bidang teknologi terlihat pada Bussines Requirement Specification (BRS) untuk pembiayaan berbasis bagi hasil dan Bussines Requirement Specification (BRS) dana pihak ketiga. e. Lingkungan eksternal, hal ini terlihat pada keberadaan dual regulatory body, yaitu bank indonesia dan Dewan Syariah Nasional (DSN) f. Kerusakan,
misalnya
kerusakan
pada
objek
pembiayaan
murabahah. 2. Penilaian risiko Penilaian risiko terlihat pada hubungan antara probability dan impact, seperti beberapa hal berikut:64 a. Menunjukkan jenis risiko b. Jenis risiko yang merupakan masuk pad prioritas pengendalian karena probabilitas terjadinya risiko dan dampak (impact) dalam tingkat rendah, sedang atau tinggi. 3. Antisipasi Risiko Anisipasi risiko dalam bank Islam bertujuan untuk: a. Preventive, dalam hal ini bank Islam memerlukan persetujuan DPS untuk mencegah kekeliruan proses dan transaksi dari aspek syariah. Disamping itu, bank Islam juga memerlukan opini 64
257-258
Adiwarman, A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan Edisi kelima, hlm.
61
bahkan fatwa DSN bila Bank Indonesia memandang persetujuan DPS belum memadai atau berada diluar kewenangan. b. Detective, pengawasan dalam bank Islam meliputi dua aspek, yaitu aspek perbankan oleh Bank Indonesia dan aspek syariah oleh DPS. Kadangkala timbul pemahaman yang berbeda atas sautu transaksi apakah melanggar syariah atau tidak. c. Recovery, koreksi atas suatu kesalahan dapat melibatkan Bank Indonesia untuk aspek perbankan dan DSN untuk aspek syariah. 4. Monitoring Risiko Aktivitas monitoring dalam bank Islam tidak hanya meliputi manajemen bank Islam, tetapi juga melibatkan Dewan Pengawas Syariah. Dalam
pelaksanaannya,
proses
identifikasi,
pengukuran,
pemantauan dan pengendalian risiko memperhatikan hal-hal sebagai berikut:65 1. Identifikasi risiko dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap: a. Karakteristik risiko yang melekat pada aktivitas fungsional. b. Risiko dari produk dan kegiatan usaha. 2. Pengukuran risiko dilaksanakan dengan melakukan: a. Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko. 65
Adiwarman, A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan Edisi kelima, hlm.
260
62
b. Penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi dan faktor risiko yang bersifat material. 3. Pemantauan risiko dilaksanakan dengan melakukan: a. Evaluasi terhadap eksposur risiko. b. Penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi, faktor, risiko, teknologi informasi yang bersifat material. 4. Pelaksaaan proses pengendalian risiko, digunakan untuk mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank.
Dilihat dari hasil penelitian di BSM KCP Pemalang dengan teori yang ada dapat disimpulkan bahwa metode atau langkah-langkah dalam menghadapi risiko yang terjadi, termasuk shrinking risk dan penerapan manajemen risiko shrinking risk di BSM KCP Pemalang sedikit berbeda dengan teori Adiwarman A. Karim yang sudah dijelaskan di halaman sebelumnya. BSM KCP Pemalang memiliki strategi atau metode sendiri yang ditetapkan dalam menghadapi risiko-risiko yang ada. Di BSM mengidentifikasi risiko dengan menggunakan prinsip 5C (Caracter, Capacity, Collateral, Capital, Condition of Economy), kemudian
menerapkan analisis risiko dengan menetapkan managing
collectibility dan Action plan, kemudian melakukan pemantauan dan evaluasi dengan cara yang berbeda sebagai pengelolaan risiko shrinking
63
risk. Hal ini disampaikan juga oleh Bapak Saiful Mujib sebagai analis pembiayaan bahwa setiap periode analis harus mengganti atau paling tidak menambahkan prosedur yang lebih baik, kemudian untuk dipresentasikan kepada Manager.