BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN YATIM PIATU DI YAYASAN PANTI ASUHAN AL-HIKMAH POLAMAN MIJEN SEMARANG
A. Analisis Pengelolaan Yatim Piatu di Yayasan Panti Asuhan Al-Hikmah Polaman Mijen Semarang Menurut Hukum Islam Anak yatim merupakan amanat Allah yang harus dijaga dan dibina. Karena mereka telah kehilangan asuhan dari kedua orang tuanya. Tidak dapat disangkal, kematian salah satu atau kedua orang tua akan memberikan dampak tertentu terhadap kehidupan dan kejiwaan seorang anak, terlebih lagi jika anak itu masih di bawah usia baligh. Usia ini sebagai tahap yang cukup berpengaruh dalam perkembangan kepribadian, karena pada saat seorang anak masih sangat tergantung pada kedua orang tuanya baik secara finansial, emosional maupun sosial. Gambaran ini juga terkadang diekspose secara berlebihan, yang justru akan mengganggu perkembangan jiwa anak yatim itu sendiri. Walaupun juga ada anak yatim yang tidak terpengaruh. Islam sangat memberikan perhatian pada nasib anak yatim. Bahkan anak yatim dipandang mempunyai kedudukan khusus dan mulia di sisi Allah. Banyak ayat Al Qur’an yang menyatakan secara jelas. Bila Al Qur’an menyebut kaum dhuafa, maka anak yatim menduduki urutan pertama, sebab selain dhu’afa, sejak kecil mereka telah merasakan penderitaan lahir dan batin.
69
70
Perhatian Islam terhadap anak yatim, karena kelemahannya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Bentuk kepedulian yang dapat diberikan antara lain; pertama, anjuran berbuat baik kepadanya. Berbuat baik kepada anak yatim dapat menjadikan hidup mereka menjadi tenang, sejahtera dan bahagia. Bentuknya bisa dengan membantu meringankan atau menghilangkan kesengsaraan atau penderitaan yang dialami, mengangkat harkat dan martabat mereka, serta dapat meningkatkan semangat mereka untuk menghadapi hidup dan masa depan.1 Hal tersebut bisa dimengerti, karena setelah orang tuanya tidak ada, mereka memerlukan perlindungan dan bantuan untuk menggantikan posisi orang tua dalam memberikan bimbingan dan pendidikan. Sekiranya mereka masih memiliki seorang ibu atau bapak, mungkin saja mempunyai harapan untuk mewujudkan cita-citanya. Tidak sedikit kaum ibu, atau bapak, yang dapat memelihara dan mengasuh anak-anak yatim seorang diri sampai berhasil membimbing dan mendidik anak-anak mereka menjadi anak yang berguna. Anjuran untuk berbuat baik kepada anak yatim menurut Islam, karena memperhatikan masa depannya. Mereka diharapkan mempunyai masa depan yang baik, cerdas dan bahagia. Walaupun mereka misalnya ditinggali harta benda, namun tanpa bimbingan orang tua, mereka akan mengalami kesulitan dalam mencapai masa depan. Kedua, kepedulian untuk menyampaikan harta anak yatim. Harta merupakan sarana yang menunjang kehidupan manusia agar semua 1
Muhsin M.K, Mari Mencintai Anak Yatim, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 6
71
kebutuhan hidup dapat terpenuhi dengan layak. Manusia tidak bisa lepas dari tuntutan pemenuhan kebutuhan materi. Demikian halnya dengan anak yatim. Mereka juga memiliki kebutuhan yang sama akan harta. Oleh karena itu, Islam menjamin dan memberikan perlindungan harta anak-anak yatim sebagai peninggalan atau warisan orang tua mereka. Harta benda mereka mendapat perlindungan dari orang-orang yang mendapat amanah untuk memelihara dan mengasuh anak-anak itu sejak kecil. Perlindungan ini mencakup; arahan agar tidak menyalahgunakan hartanya (anak yatim), tidak boleh memakan dan menukar dengan yang buruk, menjaga kebutuhan dan keberadaan harta mereka, serta membantu dan menjaga kerahasiaan penyimpanannya. Setelah mereka dewasa, harta mereka baru dikembalikan. Menurut HAMKA, bahwa anak yatim itu patut mendapatkan harta peninggalan ayahnya. Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi walinya memelihara dengan sebaik-baiknya dan memberikan secara jujur.2 Panti Asuhan Al-Hikmah memiliki beberapa bentuk pengelolaan yatim piatu diantaranya adalah: 1. Sistem Asuhan a. Sistem asuhan yang digunakan yaitu berbentuk asrama, dimana anak asuh dikelompokkan dalam jumlah besar dan di asramakan b. Panti Asuhan sebagai lembaga yang berfungsi memberikan pelayanan pengganti, senantiasa berusaha agar pelayanan yang diberikan kepada
2
HAMKA, Tafsir al-Azhar, Juz IV, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1955), hlm. 226
72
anak asuh dapat sama atau paling tidak mendekati suasana dalam keluarga, sehingga mereka kerasan tinggal dalam kehidupan keluar. 2. Sistem Pelayanan Sistem pelayanan yang diberikan panti asuhan Al-Hikmah adalah sistem terbuka. Dalam sistem ini panti asuhan berpartisipasi secara timbal balik dengan masyarakat dan mengembangkan jalur hubungan kerja dengan berbagai unsur masyarakat yang mempunyai potensi dan fasilitas untuk dapat membantu panti asuhan, baik selama proses asuhan anak maupun tahap penempatan anak setelah terminasi asuhan dan kegiatan lanjutan lainnya. Dalam sistem pelayanan terbuka ini, anak asuh berpartisipasi langsung dengan anak-anak di luar panti dan masyarakat sekitarnya. Hal ini memungkinkan agar anak-anak bisa bergaul dengan anak-anak sebayanya yang bukan yatim atau dhuafa. Dengan demikian anak-anak tidak terlihat kuper yang tidak mengetahui dunia luar. Hal ini sangat berbeda sekali dengan panti-panti asuhan lain yang umumnya mereka tidak pernah mengenal masyarakat sekitarnya. Seperti contohnya adalah Panti Asuhan Aisiyah yang terletak di Jl. Surtikanti dan Pondok Indra Prasta Semarang. Panti asuhan ini terlihat lebih tertutup dengan masyarakat sekitaranya. Hal terlihat dari bangunannya yang menggunakan pagar penuh untuk menutupi asramanya. Begitu juga dengan kegiatannya, bagaimana mungkin masyarakat sekitar bisa mengetahui kegiatannya bila tempatnya tertutupi oleh pagar tembok yang cukup tinggi.
73
Dengan demikian, pengelolaan dengan sistem asuhan dan pelayanan tentu tak lepas dari yang namanya keuangan. Dalam dasawarsa yang telah lampau sampai sekarang, ada yang tak akan berubah yaitu yang namanya pengelolaan, pengelolaan tak akan pernah lepas dari yang namanya administrasi (pengelolaan keuangan) terdapat makin banyak pengetahuan tentang pengelolaan keuangan. Manajemen Keluarga Yang Bertanggung jawab, itulah pengelolaan keuangan yang diterapkan di Pondok Panti Asuhan Al-Hikmah Polaman Mijen Semarang seperti yang dikemukakan oleh pengasuhnya. Maksud dari penggunaan pengelolaan ini secara logika adalah selain untuk mengelola kehidupan anak asuh juga untuk menjaga hubungan erat keluarga. Kenapa harus dengan keluarga? Karena ini adalah pekerjaan organisasi sosial bukan perusahaan, yang mana mulai dari pengasuh, pembina, pengawas dan pengurus tidak mendapatkan gaji (suka rela). Jadi tidak akan merepotkan orang lain, kalaupun ada orang lain yang masuk dalam kepengurusan panti asuhan ini, berarti dia adalah orang dengan ikhlas menolong perawatan anak yatim. Karena organisasi terdiri atas pimpinan dan bawahan (Subordinate), maka diperlukan komunikasi yang efektif antara kedua belah pihak agar fungsi-fungsi pengelolaan anak yatim bisa berjalan. Ketegangan dan bahkan konflik bisa terjadi antara anggota organisasi apabila tidak tercapai pengertian antara mereka akibat miskomunikasi. Untuk itu menurut pengasuh panti
74
asuhan ini mendamaikan orang yang lagi kena konflik akan terasa lebih mudah bila pelakunya itu masih sekeluarga. Beberapa point di atas, merupakan bentuk pengelolaan terhadap nasib anak yatim yang sangat esensial. Oleh karena itu, bagi walinya (orang yang berkuasa atas anak yatim, yang dimaksud disini adalah panti asuhan), memperhatikan,
memelihara,
memberikan
harta
yang
dititipkan,
memberikannya pendidikan yang layak, mengajarkan kehidupan yang bersosial dan masyarakat merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dengan cara yang amanah. Dengan demikian kewajiban mengurus atau mengelola kehidupan anak yatim merupakan perintah Allah, seperti yang tercermin dalam firmannya:
ﻢ ﻧ ﹸﻜﺍﺧﻮ ﻢ ﹶﻓِﺈ ﺎِﻟﻄﹸﻮﻫﺨﻭِﺇ ﹾﻥ ﺗ ﺮ ﻴﺧ ﻢ ﻬ ﺡ ﱠﻟ ﻼ ﺻﹶ ﻰ ﹸﻗ ﹾﻞ ِﺇﺎﻣﻴﺘﻋ ِﻦ ﺍﹾﻟ ﻚ ﻧﺴﹶﺄﻟﹸﻮ ﻳﻭ “ Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka , mereka adalah saudaramu” . (Q.S. al-Baqarah: 220).3 Syari’at Islam mencakup ruang lingkup yang bersifat menyeluruh, yang meliputi segala aspek kehidupan manusia, yang memiliki nilai-nilai Ilahi, nilai-nilai Rabbani, dan niliai-nilai Insani. Ruang lingkup ini tercakup dalam masalah-masalah akidah, ibadah, muamalah dan akhlak atau tasawuf. Masalah akidah dihimpun dalam disiplin ilmu tauhid dan ilmu kalam, msalah
3
Soenarjo, dkk, Op. Cit, hlm. 53
75
ibadah dan muamalah dihimpun dalam disiplin ilmu fiqh, dan masalah akhlak dihimpun dalam ilmu akhlak atau ilmu tasawuf. Hukum-hukum Islami yang bersifat alamiah, yang dihimpun dalam bidang disiplin ilmu fiqh, meliputi bidang-bidang ibadah, yaitu amaliah yang berhubungan dengan Allah (mu’amalah ma’allah), yang sering disebut ibadah mahdhah sebagai hubungan vertikal antara manusia dengan Allah, dan juga meliputi bidang muamalat, yaitu amaliah yang berhubungan dengan makhluk Allah (mu’amalaat ma’al-makhluk), yang sering disebut ‘ibadah ammah, sebagai hubungan horizontal antara manusia dengan makhluk Allah, yang meliputi hukum kebendaan, hukum tata negara, hukum kemasyarakatan, hukum internasional, hukum pidana, hukum perekonomian, hukum perikatan, dan sebagainya. Sumber syari’at Islam adalah wahyu, yaitu Al Qur’an dan Sunnah Rasul. Fungsi hukum dalam Islam adalah sebagai pengatur, pembina, dan pendorong dalam perubahan-perubahan di dalam masyarakat untuk maju, yang juga berfungsi sebagai kontrol sosial. Hukum Islam dengan sifatnya yang dinamis, bergerak dari prinsip akidah (tauhid) dengan berdasarkan wahyu dan dipahami dengan ijtihad (akal sehat manusia) menuju kemaslahatan dunia dan akhirat (keridaan Allah). Tercatat dalam perkembangan fiqh, bahwa sejak zaman Nabi melalui zaman tabi’in, tabi’ittabi’in, zaman mujtahidin, dan seterusnya sampai zaman sekarang telah dilakukan ijtihad menerapkan hukum Islam
76
dalam kehidupan sehari-hari umat Islam, baik secara individu maupun dalam kehidupan masyarakat. Masalah hukum muamalah, yang berhubungan dengan masalahmasalah keduniaan, yang petunjuk ayat-ayatnya pada umumnya hanya merupakan garis besar, detailnya diserahkan kepada akal sehat manusia, dengan mempergunakan ijtihad bi’l-ra’yi. Dalam hal muamalah dan perikatan (‘akad), para ulama membuat kaidah: Al-ashl fi al-’uqud wa al-mu’amalah al-shihhah hatta yaquma al-dalil ‘ala al-buthlan wa al-tahrim. (Pada dasarnya dalam masalah perjanjian dan muamalah itu sah (boleh) kecuali ada dalil yang menyatakan batal dan haram). Dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan muamalah dan keduniaan inilah tempatnya untuk berijtihad, dengan akal sehat manusia untuk memahami nash-nash syara’ tentang kaidah atau norma kemasyarakatan. Oleh karenanya, ayat-ayat Al Qur’an dan Sunnah Rasul untuk dipraktekkannya dan diterapkannya untuk mengatur kehidupan masyarakat harus dipahami dengan akal sehat untuk menuju kepada tujuan hukum, yaitu kemaslahatan dunia dan kemaslahatan di akhirat. Menurut pendapat penulis, pengelolaan yatim piatu di Yayasan Panti Asuhan Al-Hikmah Polaman Mijen Semarang memerlukan pendekatan sosiokultural-historis dalam segala upaya merumuskan hukum Islam, tentunya dengan tetap mengacu pada dalil-dalil nash.
77
Dengan demikian, hukum Islam bisa berubah menurut situasi dan kondisi yang mengitarinya. Dalam pandangan ini, kontekstualisasi hukum Islam bisa terjadi setidaknya karena dua alasan, yaitu: pertama, adanya kaidah fiqh dalam bidang mu’amalah yang menyatakan bahwa “ hukum asal semua
perbuatan
adalah
diperbolehkan
hingga
ada
hukum
yang
melarangnya” , dan kedua, adanya hadits yang menyatakan bahwa “ kamu lebih mengetahui urusan duniamu” . Yang terakhir ini menunjukkan bahwa dalam konteks tertentu umat Islam dipersilahkan untuk mendeteksi masalahmasalah yang dihadapinya berdasarkan pandangannya sendiri. Inilah teks hadits yang mengantarkan pada pemahaman bahwa ajaran Islam menerima penafsiran-penafsiran baru, demi merespon perubahan sosial yang terjadi. Berdasarkan beberapa rumusan hukum Islam di atas, pengelolaan yatim piatu yang dilakukan Yayasan Panti Asuhan Al-Hikmah Polaman Mijen Semarang (manajemen keluarga yang bertanggung jawab) sah-sah saja.
B. Implikasi Pengelolaan Yatim Piatu Di Yayasan Panti Asuhan Al-Hikmah Polaman Mijen Semarang Menurut J. Bawlby sebagaimana yang dikutip oleh M. Imran Pohan mengatakan “ bahwa terjadinya psychopathology pada seseorang diakibatkan oleh adanya penyimpangan maternal, termasuk terjadinya perpisahan atau kehilangan orang tua pada masa kanak-kanaknya, serta adanya implikasi psychiatrist sebagai akibat kematian seseorang yang dicintai pada masa itu.
78
Disebut juga bahwa adanya perpisahan antara anak dengan orang tua selama masa kanak-kanak akan merugikan segi psikologis anak.4 Pondok Panti Asuhan Al-Hikmah Polaman Mijen Semarang, yang berdiri tahun 1997 berani menampung anak yatim yang tidak mampu ataupun anak yatim yang mampu tapi keluarga atau masyarakat sekitar tidak sanggup untuk memeliharanya, dengan memberikan pelayanan tanpa pungutan biaya 1% sekalipun. Dengan pola Manajemen Keluarga Yang Bertanggung Jawab panti asuhan ini berani menerima anak asuh sebanyak-banyaknya kecuali pada tahun 2003 (karena tempat pondokannya yang telah penuh), tapi sekarang setelah pemisahan pondokan putri dan putra (2005) sudah tidak lagi ada batasan penerimaan. Dengan pola Manajemen Keluarga Yang Bertanggung Jawab, maka jalinan atau komunikasi kerja dalam organisasi didasari atas: Wewenang (Authority): hak untuk berbuat sesuatu atau meminta orang lain untuk melakukan apa yang harus diperbuat. Wewenang bersumber dari pengasuh ke pengurus. Kekuasaan (Power): kemampuan untuk berbuat sesuatu. Dalam hal ini pimpinan yang berkuasa memberi perangsang atau hadiah kepada pengurusnya. Tanggung jawab (responsibility): kewajiban untuk berbuat sesuatu. Kewajiban ini biasanya diberi atasan kepada bawahan. 4
195
M. Imran Pohan, Masalah Anak dan Anak Bermasalah, (Jakarta: Intermedia, 1986), hlm.
79
Pertanggungjawaban
(accountability):
kewajiban
yang
harus
dipertanggungjawabkan oleh bawahan kepada pimpinan atas tugas tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dengan demikian, manajemen (pengelolaan) yang sudah ditetapkan akan mempermudah pelaksanaan di lapangan, apalagi yang melaksanakan adalah keluarga sendiri, jadi tidak ada kata tidak enak (sungkan), lebih mudah mencarinya bila ingin cepat dubutuhkan. Hal ini berbeda dengan pengelolaan yang diberikan panti asuhan pada umumnya. Sebagai contoh adalah Panti Asuhan Aisiyah yang terletak di Jl. Surtikanti dan Pondok Indra Prasta Semarang. Panti asuhan ini menggunakan pengelolaan seperti lazimnya pengelolaan perusahaan. Mereka menarik orang-orang yang punya keahlian dalam mengelola manajemen keuangan untuk dipekerjakan dan mendapatkan gaji sebesar Umah Minimun Regional (UMR) standar Semarang layaknya seorang karyawan perusahaan.5 Yang dimaksud manajemen perusahaan adalah melakukan proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan. 1. Perencanaan (Planing), pimpinan atau manajemen berfungsi untuk menetapkan sasaran dan prosedur atau rencana untuk mencapai sasaran tersebut. 2. Pengelolaan (organizing), pimpinan mengkoordinasikan sumber-sumber daya (manusia, teknologi dan bahan atau barang) dalam organisasi.
5
Hasil Wawancara dengan Bp. Umar, Bendahara Panti Asuhan Aisiyah Pondok Indra Prasta Semarang
80
3. Kepemimpinan (leading), menguraikan cara pimpinan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan, membuat orang lain untuk melakukan tugastugas mendasar. 4. Pengawasan (controlling), pimpinan berusaha meyakinkan atau menjamin bahwa pelaksanaan terarah pada sasaran.6 Saat ini Panti Asuhan Aisiyah mempunyai anak asuh sebanyak 40 anak. Karena tidak memiliki cabang pendidikan formal didalam panti asuhan, maka mereka menuntut ilmu pendidikan formalnya si sekolah-sekolah yang tersebar di Kota Semarang. Panti asuhan ini memiliki beberapa bentuk usaha. Bentuk-bentuk usaha itu antara lain: 1. Koperasi 2. Tanaman bonsai 3. Sablon 4. Kerajinan merangkai bunga dari kertas dan plastic Dengan demikian, panti asuhan yang dikelola seperti perusahaan mempunyai kelebihan, diantaranya adalah mereka akan lebih mengoptimalkan sumber daya organisasi, keuangan, peralatan dan informasi seperti halnya orang dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan kelemahannya adalah jika seorang pengelola itu tidak bisa mencapai target yang telah ditetapkan panti asuhan sedangkan dalam perjanjian kerja bagaimanapun keadaannya mereka tetap mendapatkan gaji standar UMR Semarang. 6
M. Dawam Raharjo, Etika Ekonomi dan Manajemen, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, Crt. I, 1990), hlm. 118-119
81
Menurut pendapat penulis panti asuhan yang berdiri sejak tahu 1999 pengelolaannya sudah berjalan dengan baik, tapi kurang optimal, buktinya adalah para pengelola selalu mendapatkan gajinya tiap bulan. Imbasnya panti asuhan ini selalu membatasi masuknya anak yatim kepanti asuhan tiap tahunnya yaitu sepuluh anak. Hal ini dikarenakan banyaknya dana keluar untuk menggaji pengelola panti asuhan. Minimnya dana untuk kebutuhan (pendidikan, konsumsi dan lain-lain) anak-anak panti asuhan membuat pengurus untuk lebih berpikir panjang dalam menampung anak sebanyakbanyaknya. Bedakan dengan Panti Asuhan Al-Hikmah Polaman Mijen Semarang yang menerapkan pola Manajemen Keluarga yang Bertanggung jawab. Buktinya bisa dilihat dalam Bab III, yang tidak membatasi masuknya anak asuh baru. Semua ini dikarenakan pihak panti asuhan tidak pernah memikirkan gaji untuk pengelolanya. Para pengelola hanya mendapatkan bonus bila memang ada kelebihan.
C. Analisis Badan Hukum dan Undang-undang Terhadap Pengelolaan Yatim Piatu Di Yayasan Panti Asuhan Al-Hikmah Polaman Mijen Semarang Islam kehidupan
menganjurkan
anak-anak
untuk
yatim.
memelihara
Bahkan
dan
seandainya
memperhatikan Islam
tidak
menganjurkannya, rasa kemanusiaan akan menuntut untuk senantiasa memperhatikan kehidupan mereka. Apalagi jika mereka anak orang-orang
82
saleh yang taat pada perintah Allah. Selain dituntut Islam, juga dituntut oleh keyakinan dan aqidah agar memperhatikan mereka. Sehubungan dengan hal itu, maka yang bertanggung jawab akan kelangsungan hidup anak yatim adalah: 1. Keluarga Keluarga inti (nuclear family) adalah suatu unit sosial yang paling kecil dan paling utuh. Keluarga yang beranggotakan ayah, ibu dan anakanaknya
itu
merupakan
gestalt,
suatu
keseluruhan
yang
saling
mempengaruhi diantara unsur-unsurnya. Bertambah atau berkurangnya anggota keluarga secara keseluruhan dan sebaliknya perasaan suasana dan corak hubungan kekeluargaan akan memberi dampak kepada perasaan, pemikiran dan perilaku anggota-anggotanya. Khususnya mengenai kematian ayah, ibu atau keduanya dengan sendirinya akan memberi pengaruh terhadap keluarga secara keseluruhan dan juga terhadap anakanak yang ditinggalkan. Kematian senantiasa menimbulkan suasana murung (depresi) kepada keluarga dan anggota-anggotanya.7 Setelah kematian orang tuanya, seorang anak memerlukan figur ataupun tokoh identifikasi yang kurang lebih dapat berperan sama sebagai pengganti orang tuanya. Maka harus dipilihkan oleh salah seorang dari sanak kerabat yang disenangi serta memiliki hubungan dekat dengan si anak. Hal ini merupakan suatu yang sangat penting demi menanamkan kedisiplinan pada diri anak, karena anak yatim membutuhkan seserorang 7
Hanna Djumhana Bustaman, Integrasi Psikologi dengan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. III, 2001), hlm. 171-172
83
yang dapat mengarahkannya kepada jalan yang benar dan mencegahnya dari berbagai pelanggaran norma-norma kehidupan. 2. Masyarakat Dalam ajaran Islam, persoalan anak yatim bukan semata-mata berhubungan
dengan
persoalan
keagamaan
dan
keimanan
yang
berpengaruh kelak di akherat, tetapi juga menyangkut masalah sosial dan kemanusiaan. Pada dasarnya, dalam pandangan agama Islam, semua pihak bertanggung jawab dalam masalah perawatan anak yatim. Seorang imam bertanggung jawab kepada masyarakat dan masyarakat bertanggung jawab satu sama lain. Anak yatim adalah anak yang ayah, ibu atau keduanya meninggal dunia lantaran suatu kejadian. Karena anak adalah amanah Illahi, maka masyarakat
bertanggung
jawab
dalam
masalah
perawatan
dan
menyediakan berbagai sarana yang dapat membantu dan mendukungnya tumbuh berkembang. 3. Pemerintah Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah merupakan perwujudan masyarakat. Pemerintah mengemban kepercayaan masyarakat untuk mengelola keseluruhan segala bidang kehidupan. Dalam Islam, tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat ini didasarkan atas adanya hubungan hak dan kewajiban antara rakyat dan pemerintah, setelah amanat kepemimpinan diserahkan kepada pemerintah.
84
Pemerintah diwajibkan untuk berusaha memenuhi hak-hak rakyat yang dipimpinnya, diantaranya adalah:
85
a. hak hidup b. hak kemerdekaan c. hak berilmu d. hak kehormatan e. hak memiliki8 Ketika keluarga dan masyarakat tidak mampu merawat dan mengurusai anak-anak yatim, maka pemerintah wajib mengurusi dan merawatnya, seperti yang pernah dipraktekkan pada masa pemerintahan Rasulullah SAW. Pemerintah bertugas menyediakan berbagai sarana yang diperlukan bagi kehidupan anak-anak yatim tersebut, sehingga mereka mampu tumbuh berkembang serta terhindar dari kerusakan moral dan berbagai bentuk penyimpangan. Begitulah yang terjadi pada masa Rasulullah. Untuk zaman sekarang, sebenarnya pemerintah juga ikut memelihara kehidupan anak yatim, hanya saja pemerintah tidak terjun secara langsung. Pemerintah ikut memelihara anak yatim lewat yayasan-yayasan atau panti asuhan yang mengasuh anak yatim, dengan cara memberi bantuan berupa dana, pendidikan, sandang pangan dan lain-lain, yang diawasi oleh badan hukum yang terangkum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2001 Tentang Yayasan, sebagai contohnya saya ambil Pondok Panti Asuhan Al-Hikmah yang berlokasi di daerah Polaman Mijen Semarang.
8
Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan Jilid I, (Yogyakarta: Aditya Media, 1992), hlm. 98
86
Pondok Panti Asuhan Al-Hikmah Polaman Mijen Semarang, mempunyai beberapa cara dalam mengelola kehidupan anak asuhnya. Selain mengandalkan bantuan dari pemerintah (Negara) seperti yang tercantum dalam pasal 27 ayat 1 dan 2 Bab V tentang kekayaan Undang-undang Yayasan yang berbunyi: (1) Dalam hal-hal tertentu Negara dapat memberikan bantuan kepada Yayasan. (2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pemberian bantuan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.9 Yayasan ini juga memiliki penghasilan sendiri berupa kerajinan, (Undang Undang Yayasan Bab I Pasal 7, “ Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan” ),10 nantinya hasilnya digunakan sepenuhnya untuk untuk memenuhi kebutuhan yayasan, seperti yang tercantum dalam
Undang Undang Yayasan Bab I Pasal 5
“ Kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Pembina, pengurus, pengawas, karyawan, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan” .11
9
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
10
Ibid
11
Ibid
87
Selain bantuan dari Negara (pemerintah), yayasan ini juga sudah memiliki donator-donatur tetap maupun tidak tetap yang siap membantu roda kehidupan anak asuh yayasan ini. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, tepatnya pada Bab V (Kekayaan) pasal 26 ayat 1, 2 dan 4 (1) Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang. (2) Selain kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kekayaan Yayasan dapat diperoleh dari : a. sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat; b. wakaf; c. hibah; d. hibah wasiat; dan e. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Kekayaan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.12
12
Ibid