ANALISIS MANAJEMEN STRATEGIK LAZISNU DESA POLAMAN KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Manajemen Dakwah (MD)
RONI NURKHOLIK 0313111104
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010
KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS DAKWAH Alamat : Jl. Prof. Dr. Hamka KM.2 (Kampus III) Ngaliyan Semarang 50185 Telp. 024-7606405
NOTA PEMBIMBING Semarang, 25 Juni 2010 Lamp : 5 (Lima) Eksemplar Hal : Persetujuan Naskah Skripsi
Kepada Yth. Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang di Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb Setelah kami mengadakan koreksi dan perbaikan seperlunya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara: Nama
: Roni Nurkholik
NIM
: 0313111104
Fak./Jurusan : Dakwah/Menejemen Dakwah (MD) Judul Skripsi : ANALISIS MANAJEMEN STRATEGIK LAZISNU DESA
POLAMAN
KECAMATAN
MIJEN
KOTA
SEMARANG Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan (Munaqosahkan). Demikian, atas perhatiannya diucapkan terima kasih Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Pembimbing I Bidang Substansi Materi Tata Tulis
Pembimbing II Bidang Metodologi dan
Dr. Muhammad Sulthon, M. NIP : 19620827 199203 1 001
Dr. Moh Fauzi, M. Ag NIP : 19720517 199803 1 0
SKRIPSI ANALISIS MANAJEMEN STRATEGIK LAZISNU DESA POLAMAN KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG
Disusun oleh : RONI NURKHOLIK 0313111104 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada Tanggal 30 Juni 2010 Dan dinyatakan LULUS Susunan Dewan Penguji Ketua Dewan Penguji, Dekan/Pembantu Dekan
Sekretaris Dewan Penguji Pembimbing
Dr. Hj. Yuyun Affandi, Lc, M.A NIP. 19600603 199203 2 002
Ariana Suryorini, SE.,MMSI. NIP. 19770930 200501 2 002
Anggota Penguji I
Anggota Penguji II
Dr. Awaludin Pimay, Lc, M.Ag NIP. 19610727 200003 1 001
Thohir Yuli Kusmanto, M.Si. NIP. 19730710 199993 1 004
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Muhammad Sulthon, M. Ag NIP : 19620827 199203 1 001
Dr. Moh Fauzi, M. Ag NIP : 19720517 199803 1 003
MOTTO
Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur $pköŽn=tæ tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Ïä!#t•s)àÿù=Ï9 àM»s%y‰¢Á9$# $yJ¯RÎ) ( È@‹Î6¡¡9$# Èûøó$#ur «!$# È@‹Î6y™ †Îûur tûüÏBÌ•»tóø9$#ur É>$s%Ìh•9$# †Îûur öNåkæ5qè=è%
ÇÏÉÈ ÒO‹Å6ym íOŠÎ=tæ ª!$#ur 3 «!$# šÆÏiB ZpŸÒƒÌ•sù
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana . (Q.S At Taubah : 60)
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada : 1. Ayahanda Bpk Surani (Alm) yang telah berjuang demi memajukan anaknya dalam hal pendidikan dan sampai menghirup nafas terakhir pada bulan Pebruari tahun 2007 ba dal Ashar beliau di panggil Allah SWT untuk menghadap kepada-Nya, semoga Allah menerima disisi-Nya, 2. Ibunda Supiyah dan kakakku Arif Abdur Rahman yang selama ini selalu mendampingi saya dalam suka dan duka, 3. Buat Istriku tercinta dan calon anakku yang baru menginjak usia 5 bulan dalam kandungan,
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyataka bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di Lembaga Pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 29 Juni 2010
RONI NURKHOLIK NIM: 0313111104
ABSTRAK RONI NURKHOLIK (0313111104) Analisis Manajemen Strategik “Lembaga Amil Zakat Infaq Dan Shadaqoh NU Desa Polaman Kecamatan Mijen Kota Semarang” Skripsi, Semarang, Program Strata 1 (S 1), Jurusan Manajemen Dakwah, IAIN Walisongo Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu suatu pemikiran dimana penulis berangkat dari data yang tidak langsung terwujud dalam bentuk angka tetapi dalam bentuk konsep atau abstrak. Untuk memperoleh data yang diperlukan, digunakan instrumen pengumpulan data yang meliputi observasi, wawancara dan dokumentasi. Metode analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode analisa deskriptif. Dalam menganalisa data, penulis akan menggunakan analisis-analisis kualitatif. Penelitian ini memfokuskan pada dua permasalahan, yaitu : (1) Bagaimana Manajemen Strategik dalam pengelolaan ZIS di Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh NU Desa Polaman Kecamatan Mijen Kota Semarang dalam hal organizing?, (2) Faktor apa saja yang menjadi penunjang dan penghambat dalam pengelolaan “Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh” NU di Desa Polaman Kecamatan Mijen Kota Semarang?. Hasil penelitian ini adalah (1) menejemen yang di gunakan LAZISNU Polaman ini adalah dengan mengumpulkan tokoh masyarakat dan menjadikannya pengurus dan dalam penerapannya pengurus membuatkan papan nama dan mensosialisasikan kepada masyarakat supaya mengeluarkan zis, (2) faktor pendukung pelaksanaan menejemen strategik LAZISNU Polaman meliputi; masyarakatnya mayoritas Islam, kedua banyaknya aghniya, masyarakat suka beramal. Sedangkan faktor penghambat menejemen strategik LAZISNU Polaman adalah terbatasnya SDM yang dimiliki, malasnya pengurus dalam mencari muzakki lewat sosialisi, dan masih menerimanya salah satu tokoh ulama yang mengelola ZIS dan tidak menyuruhnya datang ke LAZISNU Polaman. Saran-saran dalam penelitian ini adalah 1) Hendaknya LAZISNU Polaman sebagai suatu organisasi untuk segera mengajukan permohonan peresmian lembaga pengelola zis inidan juga membentuk AD/ART supaya jelas dan ada pertanggung jawaban yang nyata mengenai fungsi dan tugas masing-masing pengurus. 2) Walaupun LAZISNU berjalan terus menerus tapi untuk lebih baiknya dalam pendayagunaan ataupun pensosialisasikan ZIS masih perlu ditingkatkan terus agar makna zakat benar-benar dapat menyentuh masyarakat.. 3) Dalam mekanismenya, hendaklah dioptimalkan lagi yakni diadakannya pendataan dan koordinasi dari para RT mengenai perkembangan-perkembangan mustahiq setiap 6 bulan sekali. Sehingga bagi mustahiq yang sudah bisa berkembang tidak akan menerima ZIS lagi pada periode tertentu dan dana ZIS dapat dialihkan pada yang lebih membutuhkan.
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bismillahirrahmanirrahim Al-hamdulillahi rabbil ‘alamin, Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang selalu memberikan rahmat dan hidayah kepada hamba-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai uswah bagi manusia secara universal. Skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa adanya dukungan dan bantuan oleh semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan dan ketulusasn hati penulis sampaikan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada yang terhormat: 1.
Prof. Dr. Abdul Jamil, M.A Selaku Rektor IAIN Walisongo.
2.
Drs. H. M. Zain Yusuf, MM selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo.
3.
Drs. H. Nurbini, M. SI dan H. M. Adib, M. Si selaku Kajur dan Sekjur MD.
4.
Dr. Muhammad Sulthon, M. Ag selaku dosen pembimbing dalam bidang Bidang Substansi Materi dan Dr. Moh Fauzi, M. Ag selaku dosen pembimbing Bidang Metodologi dan Tata Tulis yang telah mencurahkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
5.
Keluarga besar Civitas Akademika Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, khususnya para Dosen Pengajar yang telah membekali ilmu kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
6.
Seluruh Pegawai Perpustakaan Institut dan Pegawai Perpustakaan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo.
7.
Bapak Surani (Alm), Ibu Supiyah, Mas Arif, Mbk Yuni dan Maulana Robi yang sangat penulis cintai dan sayangi yang tidak henti-hentinya memberikan do’a dan dukungan baik secara moril maupun materil sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.
8.
Keluarga besar Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh NU Polaman Kecamatan Mijen Kota Semarang yang telah banyak membantu dalam penelitian penulis.
9.
Para pengurus LAZISNU desa Polaman yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.
10. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis berdo’a semoga Allah SWT menerima amal sholehnya dan mendapatkan anugerah yang lebih dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Amin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, 29 Juni 2010 Penulis,
RONI NURKHOLIK NIM: 0313111104
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..........................................................................................
i
NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING.........................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN..........................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN.......................................................................
v
MOTTO............................................................................................................
vi
ABSTRAK.......................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR.....................................................................................
viii
DAFTAR ISI...................................................................................................
x
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang...................................................................
1
B.
Rumusan Masalah..............................................................
8
C.
Tujuan Penelitian...............................................................
8
D.
Manfaat Penelitian............................................................
9
E.
Telaah Pustaka..................................................................
9
F.
Metode Penelitian.............................................................
11
G.
Sistematika Penulisan Skripsi..........................................
14
LANDASAN TEORI MANGEMEN STATEGIK A. Pengertian manajemen strategik ......................................
17
B. Fungsi Manajemen Strategik ...........................................
27
C. Prinsip-prinsip Manajemen Strategik ..............................
29
MANAJEMEN STRATEGIK LAZISNU DESA POLAMAN KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG A. Profil LAZISNU Polaman .............................................. 1.
Sejarah berdirinya “LAZISNU”...............................
34 35
2.
Tujuan berdirinya LAZISNU ...................................
36
3.
Struktur Organisasi …...............................................
36
B. Prosedur Pengumpulan dan Pendayagunaan ...................
37
C. Upaya Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Umat
BAB IV
..........................................................................................
44
D. Kendala-kendala yang dihadapi .......................................
45
ANALISIS MANAJEMEN STRATEGIK LAZISNU POLAMAN KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG A. Pengumpulan dan Pendayagunaan Zakat .........................
49
B. Status Legal Formal LAZISNU Polaman ........................
56
C. Faktor-Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Pengelolaan ZIS....................................................................................
BAB V
57
PENUTUP A. Kesimpulan......................................................................
65
B. Saran-saran.......................................................................
66
C. Penutup............................................................................
67
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN BIODATA PENULIS
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Islam adalah agama yang diridhoi oleh Allah Swt. Islam memerintahkan umatnya untuk beribadah kepada Allah SWT. Ibadah ada yang berupa ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah lebih diarahkan pada halhal yang bersifat ubudiyah sebagaimana termaktub dalam rukun Islam. Dari kelima rukun Islam, semua bersifat hablun minallah. Namun pada zakat selain memiliki hubungan vertikal juga memiliki potensi untuk membantu mengurangi kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa zakat memiliki tujuan yang sangat tujuan zakat sebagaimana disampaikan oleh Yusuf Qardhawi
krusial. Adapun antara lain: Agar
manusia lebih tinggi nilainya dari pada harta, sehingga ia menjadi tuannya harta bukan menjadi budaknya, zakat mensucikan jiwa dari sifat kikir, mendidik berinfak, dan memberi berakhlak dengan Allah SWT. Zakat merupakan manivestasi syukur atas nikmat Allah SWT, mengobati hati dari cinta dunia mengembangkan kekayaan batin. Pengamalan ajaran Islam, khususnya tentang zakat, memiliki peranan penting sebagai elemen penunjang dakwah dan pembangunan umat. Tujuan dan hikmah zakat sebagai pranata keagamaan memiliki kaitan secara fungsional dengan upaya pemecahan masalah kemiskinan dan kepincangan sosial. Selain zakat merupakan perintah agama, zakat juga sebagai salah satu media untuk mengurangi kemiskinan
dan ketidakadilan. Sebagaimana penulis ketahui bahwa salah satu perhatian ajaran Islam terhadap permasalahan sosial adalah adanya perintah untuk menunaikan zakat yang berimplikasi pada kemakmuran masyarakat. Salah satu bentuk kegiatan syariah Islam yang menyangkut ekonomi umat dan telah lama berlangsung dalam kehidupan sehari-hari adalah zakat. Pelaksanaannya masih banyak dilakukan secara individual, belum terprogram berdasarkan prinsip jamaah, kecuali beberapa institusi seperti Dompet Dhuafa dan lain-lain Yayasan. Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat muslim Indonesia sebenarnya memiliki potensi strategik yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan pendapatan, yaitu institusi Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS). Karena secara demografik, mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam, dan secara kultural kewajiban zakat, berinfaq, dan sedekah di jalan Allah telah mengakar kuat dalam tradisi kehidupan masyarakat muslim. Secara substantif, zakat, infaq dan sedekah adalah bagian dari mekanisme keagamaan yang berintikan semangat pemerataan pendapatan. Dana zakat diambil dari harta orang yang berkelebihan dan disalurkan bagi orang yang kekurangan, namun zakat tidak dimaksudkan memiskinkan orang kaya. Hal ini disebabkan karena zakat diambil dari sebagian kecil hartanya dengan beberapa kriteria tertentu dari harta yang wajib dizakati. Oleh karena itu, alokasi dana zakat tidak bisa diberikan secara sembarangan dan hanya dapat disalurkan kepada kelompok masyarakat tertentu. Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu (keberkahan), alnamaa (pertumbuhan), ath-thaharatu (kesucian) dan ash-shalahu (keberesan).
Zakat merupakan salah satu kewajiban dalam Islam yang telah dilaksankan sejak masuknya Agama Islam ke Indonesia. Pada zaman penjajahan Belanda, pelaksanaan ajaran Agama Islam termasuk akat diatur dalam Ordonantie Pemerintahan Hindia Belanda Nomor 6200. Pemerintah Belanda maupun Pemerintah Indonesia pada awal kemerdekaan, menyerahkan masalah zakat sebagai urusan masyarakat sendiri. Kemudian masalah zakat diatur melalui Edaran Kementrian Agama yang dikeluarkan pada tanggal 8 desember 1951. Pada tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat dan Nomor 05 Tahun 1968 tentang Pembentukan Baitul Maal (Departemen Agama RI, 2003:1). Sedangkan secara istilah zakat berarti bagian dari harta dengan persyaratan tertentu yang diwajibkan Allah kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. Mengurus zakat adalah tugas Amil, pekerjaan ini memiliki implikasi hukum agama dan pelaksanaannya memiliki nilai ibadah. Zakat merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam (yang telah memenuhi persyaratan tertentu) yang tidak dapat digantikan dengan bentuk ibadah lainnya seperti fidyah dan kaffarah dalam kaitannya dengan puasa. Kedudukan zakat dalam Islam sangat mendasar dan fundamental. Begitu mendasarnya sehingga perintah zakat dalam Al-Quran sering disertai dengan ancaman yang tegas. Zakat menempati rukun Islam ketiga setelah syahadat dan shalat. Dalam Al-Quran seringkali kata zakat dipakai bersamaan dengan kata shalat, yang menegaskan adanya kaitan komplementer antara ibadah shalat dan zakat. Jika
shalat
berdimensi vertikal–ketuhanan. Maka zakat
merupakan ibadah yang
berdimensi horizontal-kemanusiaan. Pada abad 2 Hijriah zakat diwajibkan kepada orang yang mampu dan di khususkan kepada kaum muslimin dan muslimat yang berada di jazirah Arab. Zakat merupakan salah satu pilar yang paling penting. Karena, zakat tidak saja mengandung nilai ubudiyah tetapi didalamnya juga mengandung nilai-nilai ijtima iyah (sosial) dan iqtishadiyah (ekonomi). Selain itu zakat juga mengandung nilai moral, spiritual, duniawi dan ukhrawi. Dengan demikian zakat dapat dikatakan sebagai manifestasi keislaman seseorang dalam wujud kepeduliannya terhadapkehidupan orang banyak. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan, economic growth with equity (pertumbuhan ekonomi dengan hak kekayaan). Pengelolaan zakat menjadi sebuah persoalan yang urgen, institusi zakat dikatakan berhasil atau mundur terletak pada mekanisme dalam mengelola. Dalam pengelolaan zakat ini, pemerintah menyusun Undang-undang pengelolaan zakat, yaitu Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 1999 Tentang
Pengeloalaan Zakat. Dan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengeloalaan Zakat. Serta Keputusan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2000 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Maksud dan tujuan pengelolaan zakat tersebut adalah :
1. Meningkatnya pelayanan bagi masyarakat yang menunaikan zakat sesuai dengan ketentuan agama; 2. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial; 3. Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat. Undang-undang, yang dijabarkan dengan keputusan Menteri Agama RI, dan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji tersebut mengamanatkan bahwa untuk pengelolaan zakat perlu dibentuk amil, baik dari tingkat Nasional, Propinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 muncul dalam semangat agar lembaga pengelola tampil dengan profesional, amanah dan mandiri. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 menjelaskan tentang pengelola zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah sesuai dengan tingkatan dan Lembaga Amil Zakat yang dibentuk masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah. Masih lemahnya kepercayaan para muzakki terhadap para amil zakat, juga menjadi salah satu masalah yang perlu di perhatikan. Lembaga Amil Zakat atau LAZ adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan, sosial, atau kemaslahatan umat Islam, dan dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah. Kegiatan Lembaga Amil Zakat adalah mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan dana zakat dari masayarakat (Departemen Agama RI, 2003:19).
Dalam melaksanakan kegiatannya, LAZ bersifat otonom dan independen, namun diharapkan dapat berkoordinasi dengan pemerintah dan sesama lembaga amil zakat lainnya, terutama yang berada di wilayah yang sama agar terjadi sinergisme dalam penyaluran zakat, infaq dan shadaqah (Departemen Agama RI, 2003:26). Tujuan pengelolaan zakat adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penilaian dan dalam pelayanan ibadah zakat, meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, serta meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat (Daud, 1995: 243). Namun dengan ketidakberhasilan mengumpulkan zakat, pelampiasannya seringkali lari kepada mencela terhadap sistem yang ada, yaitu karena “belum terwujud sistem sosial dan ekonomi yang Islami,” padahal hal tersebut belum pasti. Bisa juga ketidaksuksesan pengumpulan dan pendayagunaan zakat dikalangan umat Islam yang terjadi,
diduga kuat karena disebabkan beberapa faktor (Azizy,
2004:134). Pertama, mungkin selama ini kurang menggunakan pendekatan atau metode yang tepat untuk memasyarakatkan ajaran zakat dikalangan masyarakat Islam yang berkewajiban membayar zakat. Kedua, mungkin juga pembagian zakat secara tradisional yang bersifat konsumtif sehingga tidak akan banyak membuahkan hasil, karena akan cepat habis di makan. Dengan demikian, tidak mustahil terwujudnya harta hasil dari zakat menjadi penyebab dan menstrukturkan kemalasan yang berarti mengabadikan kemiskinan.
Pemikiran dan praktek zakat dikalangan umat Islam menurut Masdar Farid M. terdapat tiga kelemahan dasar yang saling terkait. Pertama, kelemahan pada segi Filosofinya: yakni tiadanya pandangan sosial yang mendasari praktik zakat, zakat mereka tunaikan semata-mata untuk memenuhi kewajiban yang ditekankan dari ”atas” yang haram ditolak perintahnya. Kedua, segi struktur dan kelembagaannya: yakni tata laksana zakat. Misalnya definisi operasional zakat, objek zakat, sasaran pembelanjaan zakat, dsb. Ketiga, Segi menejemen operasionalnya yakni dalam bidang per-amil-annya atau organisasi pengelolaannya. Akhir-akhir ini di Indonesia, selain ada Lembaga Amil Zakat yang dibentuk pemerintah seperti BAZIS mulai dari tingkat pusat sampai tingkat desa, juga ada lembaga formal yang dibentuk oleh organisasi kemasyarakatan seperti “LAZISNU”. Di samping itu ada yang tidak secara eksplisit menyebutkan lembaga zakat tetapi diberi nama dengan nama lain seperti Dompet Dhuafa di Jakarta, Yayasan Dana Sosial Al-Falah di Surabaya, Yayasan Darurat Tauhid di Bandung, dan Yayasan Amil Zakat di Lampung. Bahkan sebagian yayasan tersebut sudah dapat menggalang dana umat secara professional dengan nominal yang sangat besar. Dan pendayagunaan zakat sudah diarahkan untuk pemberian modal kerja, penanggulangan korban bencana, dan pembangunan fasilitas umum umat Islam. Meskipun secara umum sudah diketahui bahwa zakat adalah salah satu rukun Islam yang ke lima, namun kita yakin bahwa hanya sebagian kecil orang yang mau membayar zakat. Dan jika dicermati, kesadaran yang cukup tinggi dalam hal mengeluarkan zakat pada umat Islam, baru tampak pada zakat fitrah.
Berkaitan dengan ini maka penulis tertarik untuk meneliti “LAZISNU” di Desa Polaman Kecamatan Mijen Kota Semarang. Lembaga yang berada di Polaman ini menurut study pendahuluan saya di lapangan lembaga ini masih membutuhkan strategi yang jitu dalam menumbuhkembangkan lembaga ZIS ini. Adapun penelitian saya ini memfokuskan pada analisis manajemen strategik di “Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah” Desa Polaman Kecamatan Mijen Kota Semarang. dalam hal pengorganisasian.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana Manajemen Strategik dalam pengelolaan ZIS di “Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh” Desa Polaman Kecamatan Mijen Kota Semarang dalam hal organizing? 2. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dan penghambat dalam pengelolaan “Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh” di Desa Polaman Kecamatan Mijen Kota Semarang?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui manajemen strategik “LAZISNU” di Desa Polaman Kecamatan Mijen Kota Semarang.
2. Untuk mengetahui sejauh mana pengelolaan Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh dan pendistribusiannya terhadap masyarakat Polaman Mijen Kota Semarang.
D. Manfaat Penelitian Adannya penelitian ini diharapkan akan berguna bagi pembaca,
pengurus
“LAZISNU” untuk lebih meningkatkan kualitas pengelolaan ZIS baik yang bersifat teori maupun yang bersifat praktis. Manfaat teoritis : a. Sebagai penambah khazanah keilmuan bagi para pengurus lembaga ZIS. b. Sebagai bahan pertimbangan dan pengembangan pada penelitian untuk masamasa mendatang Manfaat praktis : a. Dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengumpulkan dan mengelola zakat infaq dan shodaqoh bagi masyarakat. b. Sebagai masukan bagi pengelola untuk meningkatkan manajemen strategik dan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat sekitar.
E. Telaah Pustaka Untuk mengghindari kesamaan penelitian yang akan penulis laksanakan, berikut akan di paparkan beberapa karya ilmiah yang relevan dengan judul skripsi ini :
Manajemen Zakat, Infaq dan Shadaqoh Badan Amil Zakat KUA di Kecamatan Semarang Barat Tahun 2007. Judul tersebut disusun oleh Sunanto yang lulus pada tahun 2007. Di dalam Skripsinya tersebut dilakukan penelitian tentang manajemen ZIS BAZ KUA, Sunanto menggunakan metode baru, yaitu dengan pendekatan antropologi, dan Sunanto mengajukan metode pemahaman yang baru dan sistematis dalam mengamati manajemen yang diterapkan oleh BAZ KUA tentang pengelolaan ZIS di semarang Barat, yaitu dengan melakukan pendekatan terhadap masyarakat dan para pengelola untuk mengetahui keberadaan dan manajemen ZIS yang ada BAZ di KUA Semarang Barat. Sedangkan dalam penelitian yang saya ajukan memfokuskan dalam analisis manajemen strategik dalam “Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah” tersebut. Skripsi
lain
yang
membahas
tentang
menejemen
zakat
adalah
skripsi Analisis Zakat Mal (Studi Lapangan Pengelolaan Zakat Mal Bazis Desa Kepakisan Kec. Batur Kab. Banjarnegara)" yang disusun oleh Jamil, dalam skripsi tersebut penulis membahas mengenai proses pengelolaan zakat mal yang ada di BAZIS Desa Kepakisan. Adapun titik tekan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan dan pendistribusianya. Karya serupa yang membahas tentang menejemen BAZIS adalah skripsi Pengelolaan Zakat MAL dari Hasil Penangkapan Ikan Pada Masyarakat Nelayan di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal yang disusun oleh Sayidi yang lulus pada tahun 2007. Dalam pembahasan skripsi tersebut penulis hanya membidik pada
pengumpulan dana zakat mal hasil penangkapan ikan dan bagaimana pendistribusian hasil penangkapan ikan pada masyarakat nelayan. Dari beberapa karya yang penulis paparkan diatas, penulis melihat celah yang pada umumnya para penulis tersebut tidak menyentuh ranah tersebut. Dengan pertimbangan tersebut, penulis berupaya menyuguhkan sebuah bidikan baru yaitu pada menejemen strategiknya. Dengan pendekatan teoritik tersebut penulis mencoba melakukan penelitian kembali dengan objek penelitian “LAZISNU” yang ada di Desa Polaman yang menekankan pada manajemen strategiknya. Adapun judul skripsi ini adalah "Analisis Managemen Strategik “LAZISNU” di Desa Polaman Kecamatan Mijen Kota Semarang”. Dalam skripsi ini penulis akan mengkaji dari, bagaimana cara “LAZISNU” menerapkan manajemen strategik dalam mensosialisasikan “LAZISNU” kepada masyarakat sekitar, pengumpulan ZIS, pendistribusiannya juga kendala-kendala yang dihadapi dalam mewujudkan tujuan “LAZISNU” Desa Polaman.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dalam upaya memperkaya data dalam memahami pelaksanaan managemen strategik serta usaha menambah informasi guna penyusunan skripsi, maka penulis menggunakan penelitian yang bersifat kualitatif. Adapaun pengertian penelitian kualitatif menurut Bogdan dan taylor adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh) (Moelong, 2006:4) 2. Sumber Data Pertama, sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan menggunakan alat ukur atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar, 2007:91) Sumber data primer dalam penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan orangorang yang diamati dan diwawancarai. “kata-kata” disini diarahkan pada proses wawancara dengan pihak pengelola lembaga. Metode ini secara lebih lanjut diaplikasikan
pada
proses
wawancara
kepada
pimpinan
dan
pengurus
“LAZISNU” Desa Polaman Mijen Kota Semarang. Kedua, sumber data skunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitian (Azwar, 2007:91). Sumber data skunder dalam penelitian ini lebih diarahkan pada data-data pendukung dan data tambahan dalam hal ini berupa data tertulis. Dilihat dari sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber dokumen-dokumen dan catatan resmi yang dijadikan pedoman kerja bagi “LAZISNU” Polaman Mijen Semarang dan literatur-literatur lain yang berkaitan dengan penelitian ini. 3. Metode Pengumpulan Data Untuk
memperoleh
data
yang
pengumpulan data sebagai berikut :
diperlukan
akan
digunakan
metode
a. Data Kepustakaan (Library Research). Data ini diperoleh melalui informasi dari buku-buku maupun tulisan dalam bentuk majalah bulletin lainnya yang ada relevansinya dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini. b. Data Lapangan (Field Research). 1. Metode Observasi. Metode Observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan pengamatan dan percobaan secara sistematik, fenomenafenomena yang di selidiki (Hadi, 1986 : 70). Metode ini dilakukan untuk mengamati secara langsung
terhadap strategi pengelolaan “Lembaga
Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh” di Desa Polaman Kecamatan Mijen Kota Semarang. 2. Metode Interview (wawancara). Metode interview adalah metode pengumpulan data dengan jalan mengadakan Tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian (Hadi, 1986 : 193). Dengan metode ini, penulis mengadakan interview dengan beberapa orang yang dianggap dapat memberikan penjelasan yang terkait dengan permasalahan yang diteliti yaitu dengan pengurus dan Pimpinan “LAZISNU” Desa Polaman Mijen Semarang.
3. Metode Dokumentasi Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa Yaitu mencari data mengenai hal-hal yang ada hubungannya dengan masalah yang hendak penulis kaji, yang berupa catatan, notulen rapat, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, legger, agenda dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang berupa dokumentasi di “LAZISNU” Desa Polaman pada praktek pengumpulan dan pendistribusian dana zakat, dalam
bentuk daftar muzakki, daftar
mustahiq, dan laporan lainnya. 4. Metode Analisis Data Analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan datake dalam pola kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan sebuah kesimpulan. Setelah memperoleh data yang dihasilkan dari interview, observasi dan dokumentasi dengan mendapatkan data-data otientik, maka penelitian ini dalam menganalisis data menggunakan analisis non statistik. Langkah
selanjutnya
adalah
mengklarifikasinya
sesuai
dengan
permasalahan yang diteliti, kemudian data-data tersebut disusun dan dianalisa dengan menggunakan metode analisa deskriptif. Dalam menganalisa data, penulis akan menggunakan analisis-analisis kualitatif yaitu suatu pemikiran dimana penulis berangkat dari data yang tidak langsung terwujud dalam bentuk angka tetapi dalam bentuk konsep atau abstrak (Ningrat, 1981 : 328).
G. Sistematika Penulisan Skripsi Agar pembahasan pembahasan skripsi ini tidak mengalami kekaburan dan penyimpangan
serta
dapat
menjurus
pada
permasalahan,
maka
penulis
mengemukakan sistematika penyusunan skripsi yang berbentuk bab per bab dan masing-masing bab terdiridari sub-sub bab sebagaimana tersebut dibawah ini : Bab Pertama; pendahuluan, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, sistematika penulisan skripsi. Bab Kedua; landasan teori yang mengemukakan tinjauan tentang manajemen strategik, pengertian tentang manajemen strategik yang meliputi pengertian dan fungsi manajemen serta prinsip-prinsip manajemen strategik. Bab Ketiga; manajemen Strategik LAZISNU Desa Polaman Kecamatan Mijen Kota Semarang, yang terdiri dari gambaran umum, pembuatan strategi (formulating) penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating) “LAZISNU” Desa Polaman Kecamatan Mijen Kota Semarang, bagaimana penerapan manajemen strategik dalam pengelolaan ZIS di “LAZISNU” Polaman dan faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat dalam pengelolaan ZIS. Bab Keempat, manajemen Strategik “LAZISNU” Desa Polaman Kecamatan Mijen Kota Semarang. Bab Kelima, merupakan bab penutup, berisi kesimpulan, saran-saran dan penutup.
Pada halaman terakhir dilengkapi dengan daftar kepustakaan, daftar riwayat pendidikan penulis, dan lampiran-lampiran.
BAB II LANDASAN TEORI MANGEMEN STATEGIK
Manajemen adalah ilmu dan seni untuk melakukan tindakan guna mencapai tujuan (Siswanto, 2005: 7). Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan suatu kelompok orang ke arah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata (Terry, 192: 1). Manajemen adalah sebagai suatu proses yang diterapkan oleh individu atau kelompok dalam upaya-upaya koordinasi untuk mencapai suatau tujuan (Munir, 2009: 9). Kata manajemen di dalam bahasa Indonesia ada keseragaman terhadap pengertian “Manajemen”, hingga saat ini terjemahannya sudah banyak macam dan ragamnya, dengan alasan-alasan tertentu seperti pembinaan, pengurusan, pengelolaan, ketata laksanaan, dan manajemen. Namun demikian sebelumnya perlu diketahui bahwa kata manajemen berasal dari kata “Manage”, sedangkan kata “Manage” berasal dari bahasa Italia (Managgio). Managgio berasal dari bahasa latin (Manus) artinya tangan. Manage mempunyai beberapa arti, antara lain : Dalam bahasa Prancis, Manage berarti rumah tangga.To train a horse (melatih kuda) To direct ang controle (memimpin dan mengawasi) (Siagian, 1977:17). Manajemen sebenarnya tidak hanya diperlukan didalam bidang perusahaan saja, melainkan juga dalam setiap kegiatan dan aktifitas suatu organisasi macam apapun memerlukan manajemen, baik organisasi pemerintah maupun organisasi
swasta. Bahkan organisasi yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan, seperti panti asuhan dan lain sebagainya, selalu memerlukan manajemen dalam setiap usahanya demi kelancaran tugas sehari-harinya (Julitriassa, 1988 : 9). Manajemen pada hakekatnya mempunyai fungsi untuk melaksanakan semua kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan, banyak para ahli berpendapat dan memberikan rumusan tentang fungsi manajemen. Fungsi manajemen sendiri menurut Juilitriassa(1988) adalah planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), motivating (memberikan motivasi), controlling (pengawasan), evaluating (penelitian) (Juilitriassa, 1988 : 9). Dalam ilmu manajemen dikenal beberapa sumber yang dikelola oleh perusahaan yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi tercapainya tujuan yang dicanangkan perusahaan karena merupakan modal bagi pelayanan manajemen dalam upaya pencapaian tujuan, yaitu : 1. Men 2. Money 3. Methode 4. Machine 5. Market 6. Material and 7. Information (Irene, 2008: 2-3). Adapun unsur-unsur yang ada dalam manajemen adalah Unsur-unsur manajemen, Menurut Harrington Weson dalam Phiffer John F. dan Presthus Robert V. (1960) manajemen mempunyai lima unsur (5M), yaitu :1. Men 2. Money 3. Materials 4. Machines, and Methods. A. Pengertian Manajemen Stategik Pencapaian tujuan organisasi diperlukan alat yang berperan sebagai akselerator dan dinamisator sehingga tujuan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Sejalan dengan hal tersebut, strategi diyakini se bagai alat untuk
mencapai tujuan. Dalam perkembangannya konsep mengenai strategi mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hal tersebut antara lain ditandai dengan berbagai definisi dari para ahli yang merujuk pada strategi (Freddy, 1997:3). Manajemen
strategis
adalah
proses
penetapan
tujuan
organisasi,
pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran tersebut, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi (Ayub, 1996: 32). Strategi memiliki kaitan yang erat
dengan konsep perencanaan dan
pengambilan keputusan, sehingga strategi berkembang menjadi manajemen strategi.
Pengertian
manajemen
sendiri
adalah
proses
perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan terhadap upaya-upaya yang dilakukan anggota organisasi dan penggunaan segala macam sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi (Stoner, 1992: 8). Manajemen strategik merupakan rangkaian dua perkataan terdiri dari kata “manajemen dan strategik” yang masing-masing memiliki pengertian tersendiri, secara sederhana organisasi dapat diartiklan sebagai suatu perserikatan orangorang yang masing-masing diberi peranan tertentu dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan peranan tersebut bersama-sama secara terpadu mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama. Organisasi sebagai arena perserikatan orang-orang yang beraktifitas, aktivitas orang-orang tersebut terarah kepada penjacaian tujuan. Sedan gkan strategik adalah sebagai teknik dana taktik dapat diartikan juga
sebagai “kiat” seorang komandan untuk memenangkan peperangan yang menjadi tujuan utamanya”. Dari kedua kata tersebut setelah dirangkaikan menjadi satu termologi berubah dengan memiliki pengertian tersendiri pula. Menurut Holt (dalam Winardi, 2000:25) “Management is the process of planning, organizing, financial and information resources is an organizational environment (Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengaturan, keuangan dan sumber daya informasi suatu lingkungan organisatoris). Manajemen Strategis (Strategic Management) dapat didefinisikan seni dan ilmu
unuk
memformulasikan,
mengimplementasikan,
dan
mengevaluasi
keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Manajemen Strategi berfokus pada mengintegrasikan manajemen, pemasaran, keuangan/ akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi computer untuk mencapai keberhasilan organisasi. Tujuan manajemen strategis adalah untuk mengekploitasi dan menciptakan peluang baru yang berbeda untuk masa mendatang. Strategi adalah kerangka yang membimbing dan mengendalikan pilihanpilihan yang menetapkan sifat dan arah suatu organisasi perusahaan. Sedangkan menurut Drucker (dalam Barlian 2003:45) Strategik adalah mengerjakan sesuatu yang benar. Sejalan dengan pendapat Clausewitz (dalam Wahyudi 1996:6) bahwa “strategik merupakan suatu seni menggunakan pertempuran untuk memenangkan perang”. Skiner “Strategik merupakan filosofi yang berkaitan dengan alat untuk mencapai tujuan.” Heyes dan Weel Wright “strategik mengandung arti semua
kegiatan yang ada dalam lingkup perusahaan, termasuk di dalamnya pengelolaan semua sumber-daya yang dimiliki perusahaan.” Pendapat lain yaitu Hill (dalam Rangkuti 2000:56). “Strategik merupakan suatu cara yang menekankan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan manufaktur dan pemasaran.” Semuanya bertujuan untuk mengembangkan produktivitas perusahaan.sejalan dengan pengertian diatas, dari sudut etimologis (asal kata), berarti penggunaan kata “strategik” dalam manajemen sebuah organisasi, dapat diartikan sebagai kiat, cara dan taktik utama yang dirancang secara sistematis dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yang bersifat sistematik itu, di lingkungan sebuah organisasi disebut “perencanaan strategik”. Dalam perjalanan sejarahnya di lingkungan organisasi profit dan non profit pengertian manajemen strategik ternyata telah semakin berkembang. Husein Umar (1996: 86) juga menyatakan bahwa manajemen strategik adalah suatu seni dan ilmu dalam hal pembuatan (formulating) penerapan (implementing), dan evaluasi (evaluating) keputusan-keputusan strategis antar fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuannya di masa datang. Pembuatan stretegi meliputi pengembangan misi dan tujuan jangka panjang, pengidentifikasian peluang dan ancaman dari luar serta kekuatan dan kelemahan pada organisasi, pengembangan alternatif strategi dan penentuan strategi yang sesuai untuk diaplikasikan. Penerapanm strategi meliputi penentuan saran-saran operasioinal tahunan, kebijakan organisasi, memotivasi pegawai dan mengalokasikan sumber daya agar strategi yang telah ditetapkan dapat untuk
memonitor seluruh hasil-hasil dari pembuatan dan penerapan langkah koreksi bila diperlukan. Dengan menggunakan manajemen stategik sebagai kerangka kerja (frame work) organisasi dalam mencapai dan mewujudkan tujuan, maka mendorong setiap manajer untuk dapat berfikir lebih kreatif dan strategik.
Manfaat yang
dapat diperoleh organisasi dalam penerapan manajemen strategik antara lain : 1) Memberikan arah dalam pencapaian tujuan jangka panjang; 2) Membantu organisasi dalam beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi; 3) Menjadikan organisasi lebih efektif; 4) Keunggulan komperatif organisasi dalam lingkungan yang semakin kompleks dapat diidentifikasi; 5) Dengan penyusunan starategi akan dapat mengantisipasi masalah yang akan muncul di masa mendatang; 6) Dengan melibatkan seluruh jajaran organisasi dalam pembuatan strategi akan meningkatkan motivasi mereka; 7) Kegiatan yang duplikasi akan dapat dihindarkan/dikurangi; 8) Keengganan pegawai lama untuk mau melakukan perubahan dapat dikurangi (Akdon, 2007:277).
Penggunaan berbagai strategi dalam dunia bisnis mencerminkan keinginan peran pelaku bisnis untuk mengadopsi proses pembuatan strategi yang lebih terarah dan canggih seperti yang dilakukan oleh para jendral perang. Proses manajemen strategik merupakan sekumpulan keputusan dan tindakan yang dirancang untuk mencapai sasaran. Sekarang ini manajemen strategik sudah dipraktekkan oleh sebagian besar perusahaan berukuran menengah dan oleh perusahaan kecil ataupun organisasi kecil termasuk LAZIS. Manajemen strategik ialah manajemen puncak dalam organisasi, terutama organisasi bisnis harus mampu merumuskan dan menentukan strategi organisasi sehingga organisasi yang bersangkutan tidak hanya mampu mempertahankan eksistensinya, akan tetapi tangguh melakukan penyesuaian dan perubahan yang diperlukan sehingga organisasi semakin meningkat efektif dan produktivitasnya (Siagian, 1995:23). Menurut Janch dan Glueck mendefinisikan manajemen strategik adalah sejumlah keputusan dan tidak mengarah pada penyusunan suatu strategi atau sejumlah strategi yang efektif untuk membantu mencapai sasaran perusahaan (Jatmiko, 2003:5). Manajemen strategik merupakan suatu proses yang dinamik karena berlangsung secara terus menerus dalam suatu organisasi. Setiap organisasi selalu memerlukan peninjauan ulang dan bahkan mungkin perubahan di masa depan. Pengertian manajemen strategik yang telah disebutkan dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu;
1. Manajemen Strategik diwujudkan dalam bentuk perencanaan berskala besar dalam arti mencakup seluruh komponen dilingkungan sebuah organisasi yang dijabarkan menjadi perencanaan operasional, yang kemudian dijabarkan pula dalam bentuk program kerja dan proyek tahunan; 2. Renstra berorientasi pada jangkauan masa depan; 3. Visi, Misi, memilihan strategi yang menghasilkan strategi organisasi untuk jangka panjang merupakan acuan dalam merumuskan rencana strategi namun dalam teknik penempatan keputusan manajemen puncak secara tertulis semua acuan tersebut terdapat didalamnya; 4. Renstra dijabarkan menjadi rencana operasional yang antara lain berisi program-program operasional termasuk proyek-proyek, dengan sasaran jangka sedang masing-masing juga sebagai keputusan; 5. Penetapan renstra puncak karena sifatnya sangat mendasar/prinsipil dalam pelaksanaan seluruh misi organisasi, untuk mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi jangka sedang termasuk panjangnya; 6. Pengimplementasian strategi dalam program-program termasuk proyekproyek untuk mencapai sasaran masing-masing dilakukan mealui fungsifungsi manajemen lainnya yang mencakup pengorganisasian, pelaksanaan penganggaran dan kontrol.
Setiap organisasi pengumpul zakat baik organisasi pengumpul zakat yang besar maupun organisasi pengumpul zakat yang terkecil, harus mengadopsi manajemen strategik, sehingga penting bagi setiap manajer organisasi pengumpul zakat untuk memahami konsep dan proses manajemen strategik, terbukti banyak digunakan oleh orang-orang yang telah berhasil dalam hidupnya saat ini. Mereka pada umumnya memiliki kesamaan dalam hal faktor-faktor yang mendorong mereka mencapai kesuksesan, yaitu : 1. Memiliki tujuan pencapaian karier jangka panjang yang jelas 2. Mengenal lingkungannya dengan baik 3. Mengenal dirinya sendiri secara mendalam 4. Menjalani kariernya dengan konsisten dan penuh komitmen. Strategik adalah pola tindakan manajemen untuk mencapaitujuan perusahaan. Manajemen semula adalah juga memiliki perusahaan yang memiliki falsafah tertentu (Reksodipradja, 2003:1), strategi didiskripsikan sebagai suatu cara dimana lembaga amil zakat infaq dan shodaqoh akan mencapai tujuantujuannya, sesuai dengan peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta sumberdaya dan kemampuan internal perusahaan terhadap tiga faktor yang mempunyai pengaruh penting pada strategi, yaitu lingkungan eksternal, sumber daya dan kemampuan internal, serta tujuan yang akan dicapai intinya, suatu strategi perusahaan memberikan dasar-dasar pemahaman tentang bagaimana perusahaan itu akan bersaing dan survive (dapat bertahan lama). Sedangkan Jauch dan Glueck mendefinisikan strategi adalah
rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang diranvang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan. Setiap strategi selalu memerlukan peninjauan ulang dan bahkan mungkin perubahan di masa depan. Salah satu alas an utama mengapa demikian halnya ialah karena kondisi yang dihadapi oleh suatu perusahaan, baik yang sifatnya internal maupun eksternal selalu berubah-ubah dan melakukan usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan resiko dalam setiap kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi (Darmawi, 2004:17). Dengan kata lain strategi manajemen dimaksudkan agar lembaga amil zakat infaq dan shodaqoh yang tingkat efektifitas dan produktivitasnya makin lama makin tinggi. Hanya dengan demikianlah tujuan dan berbagai sasarannya dapat tercapai dengan hasil yang memuaskan. Tantangan terbesar bagi keberhasilan atau kegagalan perusahaan untuk mencapai tujuannya adalah perubahan (Jatmiko, 2003:3). Adapun kinerja dari manejemen strategik terdiri dari : 1. Manajemen Strategik terdiri dari 3 proses a. Pembuatan strategi, yang meliputi pengembangan misi dan tujuan jangka panjang, pengidentifikasian peluang dan ancaman dari luar kekuatan dan kelemahan perusahaan. Pengembangan al ternatifalternatif strategi di penentuan strategi yang sesuai untuk di adopsi.
b. Penerapan strategi, meliputi penentuan sasaran-sasaran operasional kebutuhan,
kebijakan
perusahaan,
memotivasi
karyawan
dan
mengalokasikan sumber-sumber daya yang telah ditetapkan dapat diimplementasikan. c. Evaluasi/kontrol strategi, mencakup usaha-usaha untuk memonitor seluruh hasil-hasil dari pembuatan dan penerapan strategi, termasuk mengukur kinerja individu dan perusahaan serta mengangbil langkahlangkah perbaikan jika diperlukan. 2. Manajemen Strategik memfokuskan pada penyatuan atau penggabungan aspek-aspek pemasaran, riset dan pengembangan, keuangan/akuntansi dan produksi/operasional dari sebuah bisnis. Karena itu mengintregasikan semua fungsi-fungsi bisnis, maka manajemen strategik di jadikan nama untuk melakukan di dalam administrasi bisnis (Agustinus, 1996 : 9). Menurut Pearce and Robinson (1997: 20), manajemen strategik bisa diartikan sebagai sekumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan formulasi dan implementasi rencana yang dirancang untuk mencapai sasaransasaran perusahan. Glueck & Jauch (1991: 6) menyebutkan bahwa manajemen strategi adalah arus keputusan dan tindakan yang mengarah pada perkembangan suatu strategi atau strategi-strategi yang efektif untuk membantu mencapai sasaran perusahaan.
B. Fungsi Manajemen Setiap perusahaan didirikan untuk suatu tujuan yang ingin dicapai, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan jangka panjang dapat berupa : Ø Kelangsungan hidup usaha, Ø Keuntungan yang maksimal, Ø Pertumbuhan, Ø Penyediaan lapangan kerja, dan sebagainya. Tujuan-tujuan tersebut dapat dicapai bila perusahaan mengelola secara optimal segala sumber-sumber yang dimilikinya. Dalam ilmu manajemen dikenal berbagai fungsi manajemen, yang ditemukan dan dikembangkan oleh banayak ahli di bidang ini. Beberapa diantara fungsi-fungsi manajemen tersebut adalah : 1. Perencanaan (Planning) Adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek program, prosedur, sistem, metoda, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. 2. Pengorganisasian (Organizing) Adalah penentuan sumberdaya-sumberdaya dan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan
untuk
mencapai
tujuan
organisasi,
perancangan
dan
pengembangan suatu organisasi atau kelompok kerja, penugasan tanggung jawab tertentu, pendelegasian wewenang.
3. Penyusunan Personalia (Staffing) Adalah penarikan (Recruitment) latihan dan pengembangan, serta penempatan dan pemberian orientasi kepada karyawan dalam lingkungan kerja yang menguntungkan dan produktif. 4. Pengarahan (Leading) Adalah untuk membuat dan mendapatkan para karyawan melakukan apa yang diinginkan, dan harus mereka lakukan. 5. Pengawasan (Controlling) Adalah penemuan dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan (Irine, 2008: 9-10). Fungsi-fungsi manajemen menurut Nickels, Mc Hugh (1997), terdiri dari empat fungsi, yaitu : •
Perencanaan atau Planning, yaitu proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan dimasa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi. Daiantara kecenderungan dunia bisnis sekarang, misalnya, bagaimana merencanakan bisnis yang ramah lingkungan, bagaimana merancang organisasi bisnis yang mampu bersaing dalam persaingan global, dan lain sebagainya.
•
Pengorganisasian atau Organizing, yaitu proses yang menyangkut bagaimana strategi dan teknik yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesai dalam
sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan orrganisasi yang kondusif, dan bisa memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi bisa kerja secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi. •
Pengimplementasian atau Directing, yaitu proses inplementasi program agar bisa dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses motivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan produktivitas yang tinggi.
•
Pengendalian dan Pengawasan atau Controlling, yaitu proses yang dilakukan untuk memastikan selurh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, di organisasikan, dan diimplementasikan bisa berjalan sesuai dengan terget yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi (Tisnawati, 2005: 8).
C. Prinsip-prinsip Manajemen Strategik Manajemen strategik adalah suatu cara untuk mengendalikan orgamosasi secara efektif dan efisien, sampai kepada implementasi garis terdepan, sedemikian rupa sehingga tujuan dan sasarannya tercapai. Sasaran menajemen strategik adalah meningkatkan : Ø Kualitas organisasi Ø Efisiensi penganggaran Ø Penggunaan sumberdaya
Ø Kualitas Evaluasi program dan pemantauan kinerja, serta Ø Kualitas Pelaporan. David (1997) menyebutkan bahwa : Strategik Manajement can be defined as the art and evaluation cross functional decisien that enable organization to achieve its objectives. As this definition implies strategik management focuses on integrating management, marketing, finance/ accounting, productions/operationresearch
and
development,
computer
information
system
to
achieve
organizational objectives. Definisi tersebut memperlihatkan bahwa aspek penting manajemen strategik adalah Perumusan Strategi (Strategy Formulation), Implementasi Strategi (Strategy Implementation), dan Evaluasi Strategi (Strategy Evaluation). Prinsip manajemen strategik adalah adanya strategy formulating yang mencerminkan keinginan dan tujuan organisasi yang sesungguhnya; adanya strategi implementasi yang menggambarkan cara mencapai tujuan (secara teknisstrategi implementasi mencarminkan kemampuan organisasi dan alokasinya termasuk dalam hal ini adalah alokasi keuangan (dengan anggaran berbasis kinerja); serta strategi evaluasi yang mampu mengukur, mengevaluasi dan memberikan umpan balik kinerja organisasi. Manajemen strategik yang digunakan manusia pada tahun 1960-an yag bertujuan untuk bisnis telah banyak mengalami perkembangan makna hingga sekarang. Manajemen untuk pablik mulai digunakan pada tahun 1990-an dengan dimulai diterapkannya GPRA-1993. Penerapan manajemen strategik dalam sektor
publik didasari pada pertimbangan pentingnya monitoring terhadap efisiensi dan efektivitas sektor publik (termasuk pelayanan publik). Hal inilah yang membedakan penerapan manajemen strategik pada sektor swasta yang biasanya digunakan untuk mengatasi persaingan untuk mendapatkan keuntungan. Dengan asumsi bahwa masyarakat secara umum mengawasi berbagai tindakan sektor publik dari segi efisiensi dan efektivitas, maka manajemen strategik dapat diterapkan dalam sektor publik. Dalam manajemen strategik alokasi sumber daya, delegasi manajemen, monitoring dan pengukuran kinerja dapat diamati sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa kinerja sektor publik adalah akuntabel. Dalam konteks manajwmwn strategik, tindakan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut, penggunaan resourses yang efektif da[at dicapai. Bozemen dan Straussman (dalam Hughes, 1998:159-160) mengemukakan empat prinsip penerapam manajemen strategik pada sektor publik yaitu : Ø Perhatian pada jangka panjang Ø Pengintegrasian tujuan dan sasaran dalam hierarki yang jelas Ø Kesadaran bahwa manajemen strategik dan perencanaan strategik membutuhkan kedisiplinan dan komitmen untuk dapat dilaksanakan dan tidak self-implementing. Ø Perspektif eksternal tidak diartikan sebagai adaptasi total terhadap lingkungan tapi merupakan antisipasi terhadap perubahan lingkungan.
Selain keempat prinsip tersebut, Bozemen dan Straussman juga menambahkan bahwa penerapan keempet prinsip tersebut harus diimbangi dengan pemikiran strategik (Strategik thinking) yang mengadopsi kewenangan politik. Hal ini disebabkan karena sektor publik tidaklah immune dari dinamika politik. Berbagai keputusan, pertimbangan dan perhitungan alokasi publik resources adalah subjek dari intervensi politik karena pertimbangan kepentingan publik dan social benefits yang sangat komplek. Pertimbangan politik inilah yang menjadi kendala penerapan manajemen strategik dalam sektor publik. Pada dasarnya perencanaan adalah anti akan kepentingan politik (anti-political) dan self interest, pertimbangan yang digunakan adalah rasionalitas alokasi sumber daya yang dimiliki dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu. Masalah lain dari kesulitan dalam menentukan tujuan dan sasaran. Sektor publik mengemban tugas dan pelayanan yang sangat komplek, luas, dan bervariasi, menyebabkan penerapan manajemen strategik pada sektor publik juga meliputi isu-isu yang sangat luas dan kompleks. Hodge (1993:v) menyebutkan bahwa manajemen strategik dalam sektor publik juga meliputi politik, perencanaan,
keuangan,
pemberian
servece,
sistem
informasi
dan
tanggungjawablegal (legal obligation). Selain tantangan penerapan manajemen strategik dalam sektor publik, kita juga harus mengakui kemanfaatan manajemen strategik iniuntuk memonitor penggunaan limited-resources dalam pencapaian outcomes. Brryson (dalam RI, 2004) mengatakan
bahwa manajemen strategik berharaga ketika keberadaannya mampu membantu para pembuat keputusan untuk dapat berfikir dan bertindak strategik. Manajemen strategik bukan satu-satunya yang berpengaruh dalam keberhasilan organisasi, namun manajemen strategik adalah konsep untuk membantu pimpinan dalam membuat keputusan dan tindakan yang penting. Sehingga penerapan manajemen strategik dalam sektor publik adalah sangat berharga jika dilakukan secara bijaksana, tidak terlalu kaku (rigid), melibatkan stakeholders, dan digunakan sebagai sarana untuk membantu mengelola sektor publik dan bukan merupakan tujuan dari sektor publik.
BAB III Manajemen Strategik LAZISNU Desa Polaman Kecamatan Mijen Kota Semarang
A. Profil LAZISNU Polaman LAZISNU Polaman adalah suatu lembaga yang bernaung dibawah NU ranting Polaman, dimana NU ranting polaman ingin mengembangkan kemaslahatan umat di Polaman dengan cara mendirikan LAZISNU
supaya
kehidupan warga NU kususnya dan masyarakat Polaman bisa terangkat harkat dan martabatnya. Lembaga pengumpul zakat ini bertempat di RW I Kelurahan Polaman Kecamatan Mijen kota Semarang, yang secara administrasi terdiri dari 9 RT dengan jumlah warga 417 KK. RW 3 merupakan salah satu daerah pertanian yang ada di Kecamatan Mijen. Adapun rata-rata pekerjaan penduduk adalah petani, karyawan dan wiraswasta. Jumlah orang mampu yang ada di RW I Kelurahan Polaman dibandingkan dengan jumlah orang miskin. Pengertian orang mampu (kaya) itu sendiri menurut tokoh setempat adalah orang yang mempunyai pendapatan lebih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Selain itu biasanya juga ditandai dengan memiliki kendaraan, rumah mewah dan juga memiliki tanah luas. Sedangkan pengertian orang miskin yaitu orang yang pendapatannya hanya cukup atau bahkan kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Adapun
bila mempunyai kendaraan biasanya karena hanya sebagai alat pokok dalam mencari penghasilan. Jumlah warga yang beragama Islam kondisi sosial keagamaannya cukup agamis terbukti dengan adanya rutinitas pengajian di masing-masing RT. Melalui kegiatan pengajian-pengajian tersebut tokoh ulama NU mensosialisasikan urgensi zakat, infaq dan shadaqah. 1. Sejarah Berdirinya LAZISNU LAZISNU
di Polaman merupakan embrio dari para tokoh NU di
Polaman. NU ranting Polaman sendiri didirikan di Polaman pada tahun 2006 atas kesepakatan hasil musyawarah warga RW I dengan para tokoh NU ranting Polaman yang pengumpulan dana berasal dari infaq dan shadaqah warga setempat. Pada awal pengumpulan, masyarakat mengadakan sistem door to door, yakni bagi beberapa orang tertentu saja yang dianggap mampu dengan nilai nominal sebesar Rp 500.000,- dalam dua puluh bulan atau Rp 25.000,- dalam perbulan. Bagi mereka warga biasa akan memberikan dana infaq seikhlasnya sebagai bentuk partisipasinya dalam mengembangkan LAZISNU di Polaman. Karena pada awalnya selama 1 tahun pengumpulan dana infaq berjalan dengan lancar, maka lembaga ini mulai dikembangkan. Sampai suatu ketika bulan suci ramadhan tiba, warga membentuk panitia pengumpulan zakat fitrah dan zakat mal yang dimotori oleh Bpk Bahrudin Afi yang pada waktu itu sebagai wakil ketua Tanfidz NU ranting Polaman. Adapun dana zakat fitrah
dan zakat mal yang telah terkumpul tersebut, didistribusikan kepada mustahiq sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surat at-Taubat ayat 60. Zakat yang dibagikan kepada mustahiq yaitu dalam bentuk uang dan barang, untuk orang miskin. Berawal dari keinginan membentuk wadah pengumpulan zakat, maka pada bulan romadlon pada tahun 2006 mulai digalakkan dan disosialisasikan zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) kepada masyarakat melalui pengajianpengajian dan setiap setiap ada rapat RT. Hasilnya ZIS dapat berjalan dalam setiap bulannya, yang pengelolaannya dipegang oleh pengurus LAZISNU di desa Polaman. 2. Tujuan Berdirinya LAZISNU Tujuan dari didirikannya LAZISNU RW I Kelurahan Polaman adalah: a. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Polaman. b. Memupuk dan meningkatkan kesadaran umat Islam di Polaman dalam mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah serta mendayagunakan ZIS guna meningkatkan kesejahteraan kehidupan umat. 3. Struktur Organisasi Pengurus LAZISNU di Polaman dibentuk oleh musyawarah masyarakat Polaman dan Pengurus NU ranting Polaman guna membentuk wadah bagi masyarakat yang ingin memberikan zakat infaq dan shodaqoh untuk diberikan kepada yang berhak. Setiap individu pengurus didasari dengan semangat ibadah dan mencari ridha Allah SWT. Adapun struktur organisasi LAZISNU Polaman terlampir (Hasil Wawancara dengan Bp.
Bahrudin, Ketua LAZISNU , pada tanggal 20 Jjuni 2010, Jam 19.40 WIB). B. Prosedur Pengumpulan dan Pendayagunaan Sebelum LAZISNU ini menjadi lembaga yang resmi, ZIS masih dijalankan oleh para tokoh pendirinya (pengurus ZIS yang ditunjuk oleh pengurus NU ranting Polaman dan masyarakat Polaman). Pada waktu itu pengumpulan ZIS masih memakai sistem kesadaran masyarakat, yakni petugas pengumpul zakat mensosialisasikan LAZISNU kepada masyarakat Polaman untuk mengeluarkan zakt infaq dan shodaqoh dan mendatangi rumah-rumah muzakki untuk menariki ZIS tiap satu bulan sekali. Namun walaupun ZIS sudah disosialisasikan tingkat kesadaran mereka masih saja belum tersentuh untuk mengeluarkan zakatnya,
sehingga
pengumpulan ZIS masih belum bisa berjalan dengan lancar. Dengan demikian, lama kelamaan petugas pengumpul zakat merasa enggan untuk mengumpulkan zakat karena respon dari masyarakat sangat minim dikarenakan mereka masih menganut pada tokoh ulamak yang mereka anut untuk mengeluarkan zakat infaq dan sodaqoh tanpa di salurkan kepada lembaga pengumpul zakat. Pada awalnya menggunakan sistem kesadaran masyarakat mendapatkan sebagian respon positif dari masyarakat namun sistem ini hanya berlangsung dalam jangka 2 tahun. Setelah itu pengurus hanya menggunakan sistem suka rela bagi pengurus dan masyarakat yang sadar untuk mengeluarkan ZIS yang di jalankan pengurus sendiri. Melalui sistem ini para pengurus harus mengikat
donatur ini untuk selalu memberikan ZISnya supaya lembaga ini tetap berjalan, dan metode pengumpulan ZIS melalui pengajian-pengajian dan kumpulan RT/RW. Seiring dengan berjalannya waktu, usaha dari para pengurus LAZISNU dan tokoh warga RW I mentok karena tidak adanya dukungan dari masyarakat banyak akhirnya ZIS berjalan dengan lamban (Wawancara dengan Barudin, Ketua LAZISNU di Polaman, Pada tanggal 27 Juni 2010, Jam 19.40 WIB). Pengumpulan ZIS di RT 1 mengalami kemacetan (berhenti) karena adanya tokoh ulamak yang ikut serta mengumpulkan dana zakat infaq dan shodaqoh dan tidak di suruh untuk memberikan zakat mereka kepada lembaga pengumpul zakat yang ada di desa mereka. Hasil pengumpulan atau penerimaan ZIS dalam setiap bulannya tidak tetap atau naik turun, hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh: 1. Petugas yang kurang rajin. 2. Pendapatan dan kebutuhan mereka yang tidak tetap dalam tiap bulannya. 3. Terlalu banyaknya iuran-iuran yang ditariki kepada warga. 4. Orang (muzakki) yang sebagai donatur tetap berpindah rumah. LAZISNU Polaman ini dalam pengelolaannya menerima dana zakat infak dan shodaqoh dari masyarakat dan dan mentashorufkanny kepada masyarakat secara profesional dan para pengurus LAZISNU Polaman menerangkan kepada masyarakat Polaman tentang macam-macam atau jenis kekayaan yang dizakati. Zakat pada dasarnya sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan hadis sebagai rukun bagi umat Islam untuk mensucikan diri, namun karena pekerjaan warga RW I pada
umumnya sebagai petani, karyawan dan wiraswasta, sehingga jenis harta yang dizakati ke LAZISNU Polaman hanya ada 3 macam, yakni dari hasil profesi dan perdagangan. 1. Zakat Mal Dasar hukum zakat untuk hasil pertanian adalah firman Allah dalam QS. Al An’am : 141, yang berbunyi: ”Allah yang telah menjadikan kebun-kebun yang merambat dan tidak merambat, dan (menumbuhkan) pohon kurma dan tanaman-tanaman yang berbeda-beda rasanya, dan (menumbuhkan) pohon dan delima yang serupa dan tidak serupa. Makanlah dari sebagian buahnya apabila telah berbuah. Dan berikanlah haknya (zakatnya) pada hari memetiknya . Nishab harta pertanian adalah sebesar 5 wasaq atau setara dengan 750 kg. Untuk hasil bumi yang berupa makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, dan lainlain sebesar 750 kg dari hasil pertanian tersebut. Sedangkan untuk hasil pertanian selain makanan pokok, seperti sayur mayur, buah-buahan, bunga dan lain-lain, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab makanan pokok yang paling umum di daerah tersebut. Untuk hasil pertanian ini tidak ada haul, sehingga wajib dikeluarkan zakatnya setiap kali panen. Kadar zakat yang dikeluarkan untuk hasil pertanian diairi dengan air sungai, air hujan atau mata air adalah sebesar 10%. Sedangkan apabila pengairannya memerlukan biaya tambahan,misalnya dengan disiram atau irigrasi maka kadar zakatnya adalah 5%.
2. Zakat Profesi Zakat profesi adalah zakat penghasilan yang didapat dan diterima dengan jalan yang halal dalam bentuk upah, honor ataupun gaji.9 Kadar zakat yang dikenakan pada LAZISNU Polaman adalah sebesar 2,5% dengan rumus penghitungannya adalah seluruh jumlah gaji sebelum dikurangi dengan potongan-potongan yang lain (gaji kotor). Dasar nishabnya dianalogikan zakat emas + 96 gram. Bila dicermati sebenarnya gaji para PNS yang ada belum tentu sampai pada nishab, tetapi mereka yang sadar dan memahami makna zakat tetap mengeluarkan zakat dari hasil profesinya sebulan sekali, yakni setelah mendapat gaji, karena apabila mengeluarkannya menunggu satu tahun maka biasanya akan habis dipakai dan terkadang merasa sayang karena sangat terasa. 3. Zakat Perdagangan Zakat perdagangan dikeluarkan apabila barang dagangannya telah mencapai satu nishab dan cukup hasil. Dasar nishab dari perdagangan juga dianalogikan dengan zakat emas yaitu 96 gram dengan kadar zakatnya 2,5% setelah sampai 1 nishab (Junaidi, 2005: 50-52). Pendistribusian ZIS di LAZISNU Polaman dalam satu periode adalah 1 tahun sekali, karena apabila 1 periode 3 bulan menurut pengurus LAZISNU
hasil
pengumpulannya dirasa masih sedikit, sehingga pendistribusiannya terkadang tidak bisa merata. Dan jika bisa merata maka mustahiq hanya mendapatkan dana ZIS yang sangat kecil. Adapun pendistribusian hasil ZIS yaitu 70% dibagi habis kepada
mustahiq dan 30% sebagai dana abadi. Dana abadi adalah dana untuk operasional organisasi dan dana untuk mustahiq yang bersifat mendadak. Dalam
pendistribusian
zakat
sebelumnya
diadakan
pendataan
dan
pengklasifikasian mustahiq oleh masing-masing ketua RT. Hal ini dilakukan agar dalam membagikan zakat ada skala prioritas yaitu mana mustahiq yang harus didahulukan dan dengan pola apa yang harus ditempuh, apakah diberikan dalam bentuk konsumtif atau
produktif. Setelah pendataan selesai selanjutnya daftar
mustahiq akan diserahkan kepada pengurus LAZISNU (Hasil wawancara dengan kepala dan Bendahara LAZISNU, juga dapat dilihat dalam buku penerimaan (pengumpulan) ZIS per bulan). Kemudian dari pengurus LAZISNU (seksi pendistribusian) mengadakan pemeriksaan terhadap daftar mustahiq tersebut, apakah memang benar-benar membutuhkan atau tidak karena dikhawatirkan ketua RT dalam mendata asal-asalan atau menyamakan dengan data mustahiq periode sebelumnya karena malas atau sibuk, dengan demikian akan diketahui kebenarannya.
Pendataan mustahiq
dilakukan oleh ketua RT masing-masing, karena untuk memudahkan kinerja amil dan mencegah adanya kecurigaan masyarakat. Para mustahiq sebagian besar berasal dari RW I Kelurahan Polaman dan sebagian kecil dari RW II & III. Bagi mustahiq yang berasal dari RW I cara mendapatkannya yaitu dengan pendataan yang dilakukan oleh masing-masing ketua RT seperti yang telah penulis paparkan diatas (Wawancara dengan Bapak Qodirun,
Dewan pertimbangan LAZISNU, Pada tanggal 4 Juli 2010, Jam 19.30 WIB, di rumah. Bapak Munafi). Pendistribuan ZIS yang dilakukan oleh LAZISNU Polaman sampai saat ini hanya ada empat asnaf, diantaranya yaitu: 1. Fakir Yaitu orang yang tidak memiliki apa-apa. Biasanya ZIS diberikan dalam bentuk uang sebesar + Rp. 25.000,- sampai Rp. 50.000,- dalam satu periode, disesuaikan dengan kebutuhan mereka sehingga tidak menimbulkan sikap ketergantungan. 2. Miskin Yaitu orang yang memiliki harta dan pekerjaan, namun tidak dapat untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. ZIS yang diberikan kepada orang miskin biasanya berupa pekerjaan yaitu : memecah batu menjadi sprit (koral) dan memelihara kambing. 3. Fi Sabilillah Yaitu orang yang berjuang menegakkan agama di jalan Allah yang masuk ke dalam sabilillah adalah guru ngaji dan pembangunan mushola. 4. Gharim Yaitu mereka yang menanggung utang, sebenarnya ini bisa dikelompokkan dengan asnaf fakir miskin karena dana yang diberikan pada fakir, tidak diprioritaskan untuk uang makan (walau ada hanya sedikit) tapi untuk membayar hutang mereka seperti ke toko ataupun tetangganya.
(Wawancara dengan Bpk Abdul Salam, Guru Ngaji TPQ Al Hikmah (mustahiq), Minggu 08 Juli 2010, jam 14.00 WIB). 5. Muallaf Yaitu orang yang baru masuk Islam. Kepadanya diberikan alat shalat dengan tujuan agar menumbuhkan semangat dan menunjukkan bahwa dia termasuk dianggap penting (diperhatikan) dalam agama Islam. Selama ini pegawai amil atau pengurus LAZISNU Polaman tidak pernah mendapatkan bagian karena ZIS di prioritaskan untuk para fakir miskin, hanya saja terkadang kalau menjelang lebaran Idul Fitri mereka diberi semacam bisyaroh seperti sarung, baju atau kopiah. Pencatatan pembukuan (administrasi) tidak hanya dilakukan pada saat penerimaan atau pengumpulan ZIS saja, tetapi untuk pendistribusian dan pendayagunaan juga dibukukan secara rapi dalam bentuk laporan sebagai pertanggung jawaban yang akan dilaporkan kepada camat Mijen dan diumumkan kepada Umat Islam melalui Ketua RW I dan Ketua RT 01 s/d 11 serta melalui papan pengumuman di Masjid Muhajirin. Laporan pendistribusian ZIS secara rinci atau keseluruhan hanya dipegang oleh LAZISNU , ketua RW dan Ketua RT, sehingga bagi mereka yang ingin mengetahui kemana larinya dana ZIS, bisa melihat ke kantor LAZISNU atau ketua RT (Hasil Wawancara dengan Kepala LAZISNU Polaman, Bp. Barudin Afi, pada tanggal 27 Juni 2010, Jam 19.45 WIB).
Dari situ dapat kita lihat bahwa pengelolaan ZIS pada LAZISNU Polaman menggunakan prinsip transparansi (open managemen). Adapun maksud dari tidak dibagikannya laporan pendistribusian ZIS kepada para muzakki yaitu untuk menjaga psikologi mustahiq, karena apabila laporan dibagikan kepada para muzakki, dikhawatirkan nantinya akan menimbulkan perasaan malu atau beban mental bagi mustahiq. C. Upaya Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Umat LAZISNU Polaman dalam mengelola ZIS nya tidak lepas dari Visi dan misinya, yakni mengupayakan agar masyarakat merasakan kesejahteraan dalam hal ekonomi (Lihat laporan LAZISNU Polaman, hlm. 3-12). Secara keseluruhan pendayagunaan ZIS di LAZISNU Polaman dalam upayanya meningkatkan ekonomi umat, dapat digolongkan ke dalam 4 bentuk, yaitu : 1. Konsumtif tradisional Dalam hal ini ZIS diberikan untuk menyantuni fakir, piatu. kepada mereka diberikan dalam bentuk uang sesuai dengan kebutuhan mereka. Pemberian bentuk ini karena tidak mungkin lagi kepada mereka diberi dalam bentuk produktif. 2. Konsumtif kreatif Yaitu ZIS diberikan dalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti biaya pengobatan orang sakit dan peralatan ibadah Muallaf. Dengan pemberian dalam bentuk ini maka penyaluran dana ZIS tepat mengena pada sasaran.
3. Produktif kreatif Bantuan dana produktif diperuntukkan bagi mustahiq yang dikategorikan sebagai fakir miskin yang memiliki usaha kecil-kecilan sebagai modal tambahan atau fakir miskin yang ingin membuka usaha namun tidak memiliki modal. Nama penerima diajukan oleh ketua RT yang telah didata terlebih dahulu kemudian diseleksi oleh pengurus LAZISNU . Dengan melihat dana yang ada amil akan menetapkan nama-nama mustahiq yang berhak menerima bantuan modal tersebut dengan syarat harus benarbenar dipergunakan untuk kepentingan usaha. Pemberian dalam bentuk modal harapannya adalah agar mustahiq bisa mendapatkan keuntungan yang dapat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Bahkan apabila usahanya bisa berkembang dengan baik maka nantinya mustahiq akan berubah menjadi muzakki. D. Kendala-kendala yang Dihadapi Dalam menjalankan usaha untuk mencapai suatu tujuan, ternyata tidak semudah seperti yang dibayangkan. Adapun kendala yang ada selama ini yaitu; Pertama, Dalam mengumpulkan dana ZIS tidak semua muzakki warga RW I akan mengeluarkan zakatnya di LAZISNU Polaman. Bisa juga dari mereka memberikan zakatnya kepada tokoh masyarakat yang dianggap bisa dipercaya untuk membagikan kepada mereka yang miskin. Sehingga hasil pengumpulan ZIS jadi berkurang (Hasil wawancara dengan Bapak Munafi dan Bpk Muhtar Hudlori, Tokoh Masyarakat RW I (dewan pengawas LAZISNU), pada hari Minggu,
Tanggal 4 Juli 2010, Jam 19.45 WIB, di rumah Bpk Munafi.). Kedua, kurang memilikinya rasa kesadaran masyarakat guna mengeluarkan ZIS. Pengumpulan ZIS memang dilakukan oleh seluruh warga (muzakki) dengan sistem jamaah tahlil bapak-bapak dan ibu-ibu dan perkumpulan RT/RW dan perkumpulan warga NU ranting Polaman. Ketiga, dalam hal controlling. LAZISNU sampai saat ini masih menghadapi kesulitan dalam hal pengontrolan terhadap mustahiq yang diberi modal. Pengurus LAZISNU dan ketua RT dalam melakukan pengontrolan yaitu secara tidak langsung (melalui pengamatan). Dalam hal ini pengurus LAZISNU tidak bisa mengontrol secara langsung karena dikhawatirkan mustahiq akan merasa tersinggung. Jika mustahiq dilihat telah berhenti dalam menjalankan usahanya (macet), maka dari pihak LAZISNU akan mencoba bertanya penyebab terjadi kemacetan. LAZISNU Polaman berdiri sekitar 3,5 tahun yang lalu, dan dalam waktu tersebut ternyata telah mengumpulkan ZIS nya dari para muzakki pada tahun pertama sebesar Rp. 3.327.500 tahun kedua Rp. 1.140.000 tahun krtiga Rp. 525.000 dan yang sekarang baru terkumpul dana dari muzakki sebesar Rp. 75.000 total dalam pengumpulan selama 3.5 tahun sebesar = Rp. 5,067,500.00. Jika dilihat dari besarnya hasil ZIS yang telah terkumpul, maka bisa katakan bahwa kesadaran masyarakat Polaman dalam membayar ZIS masih kurang (Hasil
Wawancara dengan Kepala LAZISNU Bp. Bahrudin Afi, pada tanggal 27 Juni 2010, Jam 19.45 WIB, di rumah. Adapun faktor yang telah mendukung berjalannya lembaga ini dan dapt menyadarkan masyarakat terhadap pengeluaran zakat antara lain adalah : 1. Lingkungan kehidupan beragama yang cukup baik. 2. Rajinnya shalat berjama'ah dan mengikuti pengajian rutinan. 3. Penyuluhan tentang zakat, infaq dan shadaqah yang terus dilakukan oleh LAZISNU setiap kali ada kesempatan. Dari kebiasaan-kebiasaan mereka melakukan seperti yang tersebut diatas, maka mendukung sekali untuk berbuat kebaikan seperti menunaikan ZIS nya. Pada awal pendiriannya tanggapan masyarakat terhadap LAZISNU Polaman sangat positif, hal ini terbukti dari rajinnya mereka mengeluarkan ZIS yang dijalankan sebulan sekali. Menurut bapak Mutohar dengan adanya LAZISNU
itu baik, karena
kewajiban seorang muslim dalam mengeluarkan zakat untuk diberikan kepada yang berhak menerima bisa ditangani oleh pengurus, sehingga sasarannya bisa lebih tepat. Tetapi dalam mekanismenya, masih belum optimal karena kurang adanya koordinasi langsung dari para ketua RT mengenai perkembanganperkembangan mustahiq. Seharusnya perlu dilaksanakan pengamatan dan pengontrolan para ketua RT terhadap perkembangan mustahiq setiap 4 atau 6 bulan sekali. Sehingga bagi mustahiq yang sudah bisa berkembang tidak akan menerima ZIS lagi pada periode tertentu yakni ZIS tidak hanya diberikan pada
daftar muzakki tetap, tapi bisa dialihkan lagi pada mereka yang lebih membutuhkan. Memang pendirian LAZISNU merupakan hal yang sangat positif, karena bisa memotivasi para muzakki untuk menunaikan ibadahnya yaitu mengeluarkan zakat dan juga sebagai orientasi suara hati rakyat. Karena apabila tidak ada LAZISNU, bagi mereka yang ingin mengeluarkan ZISnya mungkin akan bingung kemana atau kepada siapa ZIS tersebut harus disalurkan. Dengan adanya LAZISNU bisa menjadi wadah atau sarana untuk menyalurkan ZISnya dan bisa diberikan pada sasaran yang tepat. Selain itu juga bisa menumbuhkan sikap guyub rukun sesama warga. Hasil dari ZIS tersebut sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat khususnya bagi warga RW I kelurahan Polaman. Dana tersebut dibagikan untuk fakir miskin, dan dengan adanya seperti itu bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat. Walaupun dalam setiap tahunnya LAZISNU mengeluarkan hasil dari pengumpulan ZIS dana itu diperoleh hanya beberapa orang Muzakki yang masih setia dan sadar akan mengeluarkan zis.
BAB IV ANALISIS MANAJEMEN STRATEGIK LAZISNU DESA POLAMAN KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG
A. Pengumpulan dan Pendayagunaan Zakat Zakat adalah tiang agama yang ketiga setelah Syahadat dan Salat. Zakat diwajibkan atas orang kaya bukan sekedar tanda kemurahan hati terhadap si miskin. Secara universal sejak awal perkembangan Islam di Makkah tidak diwajibkan atas orang miskin meski implementasinya belum ada ordonansi harta apa saja yang wajib di zakati dan sejauh mana kadarnya (Saifudin, 2000:9). Setelah berbagai perubahan dan perkembangan pemikiran tentang zakat yang semula belum ada kadar dan apa saja yang harus dikeluarkan zakat hingga sekarang telah di temukan kadar dan apa saja yang harus di zakati maka umat Islam harus mengeluarkan zakat guna mensucikan diri sebagaimana pengertian zakat itu sendiri, zakat arti menurut bahasa “membersihkan” dan “beerkembang”, sedang menurut istilah syara’ adalah nama sesuatu yang dikeluarkan (diambil) dari harta atau badan dengan berbagai ketentuan-ketentuan yang berlaku (As’ad, 1979:1). Perkembangan tentang pemikiran zakat sampai ke Indonesia dan ditetapkan oleh Pemerintah RI dalam undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengumpulan zakat yang di kelola oleh badan pengumpulan zakat atau lembaga pengumpulan zakat, Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373 tahun
2003 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 Tentang pedoman teknis pengelolaan zakat. Dalam pengumpulan zakat yang ada di Indonesia selain lembaga yang di bawah naungan instansi negara yang diberi nama Bazis sebagai badan yang berfungsi mengelola ZIS, juga ada lembaga yang sifat pembentukannya oleh tokoh masyarakat atau lembaga suwasta yang diberi nama LAZISNU, LAZISNU juga merupakan suatu lembaga yang secara khusus mengelola dana ZIS yang masuk dari para muzakki, munfiq dan mushadiq. Dalam undang-undang pengelolaan zakat, pembentukan badan atau lembaga amil zakat pada khakekatnya merupakan pelaksanaan dari perintah Al-Qur'an surat at-Taubah ayat 103.1 Ayat tersebut memerintahkan kepada Rasulullah untuk memungut zakat dan membagikannya kepada yang berhak. Walaupun kata 'khudz' (pungutlah) dalam ayat tersebut sebagai fi'il amar (kata kerja perintah) yang mengandung fail (orang yang bekerja) tersimpan yakni Muhammad, namun sebenarnya intinya adalah perintah untuk semua pemimpin umat Islam, yaitu wajib untuk memungut zakat dan membagikan kepada mereka yang berhak untuk menerima. Beberapa ulama memahami ayat ini sebagai perintah wajib kepada penguasa untuk memungut zakat, tetapi mayoritas ulama memahaminya sebagai perintah sunnah (Shihab, 2004:707). Sementara dalam surat at-Taubah ayat 60, dikemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat adalah orang-orang yang bertugas
mengurusi zakat ('amilina 'alaiha). Hal ini menunjukkan bahwa zakat bukanlah merupakan tugas kewajiban individu, melainkan sebagai tugas negara atau pemimpin umat Islam untuk mengurusnya. Dengan demikian, ayat tersebut intinya adalah memerintahkan kepada pemerintah atau para pemimpin umat Islam untuk memungut dan mengelola dana ZIS sesuai dengan perintah syara' baik oleh badan atau lembaga amil zakat lainnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Masjfuk Zuhdi bahwa pengelolaan zakat memang seharusnya ditangani oleh pemerintah, karena pemerintahlah yang berwenang untuk memaksa kepada para wajib zakat yang enggan menunaikan kewajibannya. Keberadaan LAZISNU Polaman di tengah-tengah masyarakat RW I merupakan terobosan para tokoh masyarakat dan warga NU di desa Polaman, guna menjadi wadah dalam pengumpulan zakat, infaq dan shodaqoh masyarakat sekitar. Pada awal berdirinya lembaga ini masyarakat merespon pada lembaga ini. Hal itu bisa dilihat dari tertibnya mereka dalam mengeluarkan ZIS setiap bulannya tanpa dipaksa oleh pengurus LAZISNU. Usaha yang dijalankan pengurus LAZISNU dalam menyadarkan masyarakat memang masih belum bisa mengena kepada semua, karena masih adanya masyarakat yang memberikan zakat infaq dan shodaqohnya kepada tokoh ulamak yang di percayainya bisa mentashorupkan zisnya. Dengan kesabaran dan keuletan para amil dalam mensosialisasikan ZIS, maka LAZISNU dapat mengumpulkan dana sosial yang cukup sehingga bisa mencapai tujuannya yaitu membantu kepada mereka yang
membutuhkan walaupun dalam pengumpulan zakat menghadapi rintangan yang sangat beragam. Dengan melihat sistem yang diterapkan dalam pengumpulan ZIS di LAZISNU Polaman, yakni dari kesadaran masyarakat maka lembaga ini masih kurang bisa berkembang menjadi apa yang diharapkan oleh pendiri dan masyarakat yang sadar akan pentingnya zis. Selain dalam sistem yang diterapkan pengurus yang hanya mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat Polaman ini juga dalam penerapan strategi penarikan masyarakat untuk mengeluarkan zakat kurang pas yang hanya menginstruksikan masyarakat untuk mengeluarkan ZIS lewat pengajian bapakbapak, ibu-ibu dan ketika ada kumpulan RT/RW saja dan dalam program kerja yang
diterapkan
oleh
para
pengurus
LAZISNU
Polaman
ini
hanya
memberdayakan harta ZIS dari masyarakat mengelola dan mentashorufkan setiap setahun sekali. Pengembangan yang lain tentang pengelolaan ZIS tidak ada tanggapan positif malah tanggapan yang tidak-tidak terhadap pengurus LAZISNU, karena masyarakat menganggap tidak merata, padahal program yang ditawarkan oleh pengurus adalah pengembangan dana zis lewat peternakan kambing dan pembuatan material (koral), tetapi masyarakat hanya menginginkan pengembangannya dan tidak mau mendukung program ini artinya hanya mau hasilnya tanpa mau merawatnya. Munculnya sifat riya sendiri sebenarnya tergantung pada masing-masing individu, namun dengan adanya penyuluhan yang disampaikan melalui khotbah
jum'at atau pengajian-pengajian di tingkat RT, Insya Allah akan benar-benar menumbuhkan kesadaran mereka sehingga dalam beramal benar-benar dilandasi dengan rasa ikhlas. Menurut penulis dengan menggunakan sistem kesadaran masyarakat dan pengikatan musakki yang tidak pasti jumlahnya dan jumlah minimalis yang pasti untuk dikeluarkan para muzakki juga tidak besar, maka perolehannya akan minim sekali, hal ini disebabkan karena mereka hanya mengeluarkan infaq dan shadaqah saja, sedang zakatnya tidak. Selain itu seorang munfiq atau mushadiq yang
semula
berniat
mau
mengeluarkan zis
melalui pengajian yang
diselenggarakan oleh tokoh ulama setempat tidak disampaikan kepada pengurus LAZISNU untuk dikelola, malah di kelola sendiri, sehingga pengurus hanya mengandalkan harta zis dari muzakki tetap sebanyak 5 orang, hal itulah yang menyebabkan perolehan infaq dan shadaqah jadi minim sekali. Hasil pengumpulan atau penerimaan ZIS dalam setiap bulannya bisa naik turun, hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh: 1. Pendapatan dan kebutuhan mereka yang tidak tetap dalam tiap bulannya. 2. Terlalu sedikitnya warga yang mengeluarkan zis. 3. Donatur tetap hanya berjumlah sedikit dan nominal yang dikeluarkan juga sedikit yang disesuaikan kemampuan mereka. Jenis-jenis harta yang dizakati di RW I kesemuanya didasarkan pada apa yang telah digariskan dalam Al-Qur'an maupun hadis. Namun sampai saat ini, karena memang berada di lingkungan pedesaan yang kebanyakan bekerja sebagai
petani karyawan dan wiraswasta, sehingga jenis harta yang dizakati ke LAZISNU Polaman hanya ada 3 macam, yakni dari hasil Zakat Mal, hasil profesi dan perdagangan. Nishab harta pertanian adalah sebesar 5 wasaq atau setara dengan 750 kg. Untuk hasil bumi yang berupa makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, dan lain-lain sebesar 750 kg dari hasil pertanian tersebut. Sedangkan untuk hasil pertanian selain makanan pokok, seperti sayur mayur, buah-buahan, bunga dan lain-lain, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab makanan pokok yang paling umum di daerah tersebut. Untuk hasil pertanian ini tidak ada haul, sehingga wajib dikeluarkan zakatnya setiap kali panen. Kadar zakat yang dikeluarkan untuk hasil pertanian diairi dengan air sungai, air hujan atau mata air adalah sebesar 10%. Sedangkan apabila pengairannya memerlukan biaya tambahan,misalnya dengan disiram atau irigrasi maka kadar zakatnya adalah 5%. Kadar untuk zakat profesi di LAZISNU Polaman adalah 2,5 % karena didasarkan pada zakat emas yang batas nishabnya + 94 - 96 gram. Adapun cara menghitungnya yaitu 2,5 % dikalikan besarnya gaji pokok yang diterima sebelum dikurangi dengan potongan-potongan yang ada (gaji kotor). Berbeda dengan Jalaludin Rakhmat, menurutnya besarnya penghasilan yang telah diperoleh terlebih dahulu harus dikurangi dengan mu'nah, yakni pengeluaran untuk kebutuhan pokok seperti papan, sandang dan pangan.10 Setelah itu, apabila penghasilannya masih cukup nishab maka baru wajib mengeluarkan zakatnya,
dan apabila belum cukup nishab maka belum wajib mengeluarkan zakat. Namun, menurut salah satu muzakki11 dan kepala Lazinu Polaman, jika di RW I pengeluaran zakat profesi menggunakan gaji bersih, yakni setelah dikurangi dengan mu'nah, maka nisab tidak akan pernah ketemu, karena sebenarnya gaji para karyawan tidak begitu banyak bahkan apabila dikurangi terlebih dahulu bisa-bisa sudah habis sebelum mengeluarkan zakat, kecuali seperti mereka yang berprofesi sebagai dokter. Sedangkan menurut Amin Rais besarnya zakat profesi adalah 20 %. Pendapat ini tentunya tidak bisa diberlakukan terhadap semua jenis yang ada, karena menurutnya zakat 20 % ini berlaku terhadap profesi modern yang dengannya mudah untuk mendatangkan rizki yang jumlahnya cukup besar seperti misalnya; komisaris perusahaan, konsultan, dokter, notaris, pengacara dan sebagainya. Karenanya, bagi mereka seharusnya dikenakan zakat profesi sebesar 20 % bukan 2,5 %. Pendapat Amin Rais, jika zakat profesi 2,5 %, yakni disamakan dengan zakat emas atau perdagangan yang ketentuannya menunggu haul, ini terasa sangat tidak adil karena seorang petani yang dalam memperoleh penghasilannya sangat sulit harus langsung membayar zakatnya 5% - 10% begitu panen selesai tanpa menunggu haul, tapi kenapa zakat profesi yang cara mendapatkannya begitu mudah harus menggunakan (menunggu) haul. Hal ini yang dirasa sangat tidak adil sehingga ia mengusulkan agar ketentuan 2,5 % ditinjau kembali dan kalau perlu ditingkatkan menjadi 20 %.12
Sementara itu, untuk zakat perdagangan juga sama dengan zakat profesi yakni didasarkan pada nisab zakat emas yaitu 2,5 % dari pendapatan + seharga 96 gram emas, dan dikeluarkan apabila harta perdagangan tersebut telah mencapai 1 nisab. Namun apabila dikehendaki mengeluarkan zakat sebelum cukup masa satu tahun, sebagaimana yang dijalankan pada LAZISNU Polaman agar terasa lebih ringan dalam mengeluarkannya, itu lebih baik dan hukumnya boleh baginya walaupun syaratnya belum ada, yakni belum cukup satu tahun. Dalam hal administrasi sudah cukup bagus, mereka para muzakki dalam mengeluarkan ZIS akan menspesifikasikan antara zakat, infaq dan shadaqah dengan mengisi pada kolom-kolom yang telah tersedia, sehingga akan diketahui prosentase hasil ZIS. B. Status Legal Formal LAZISNU Polaman Undang-undang, yang dijabarkan dengan keputusan Menteri Agama RI, dan Dirjen Bimas Islam dan Urusan haji tersebut mengamanatkan bahwa untuk pengelolaan zakat perlu dibentuk amil, baik dari tingkat Nasional, Propinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 muncul dalam semangat agar lembaga pengelola tampil dengan profesional, amanah dan mandiri. Masih lemahnya kepercayaan para muzakki terhadap para amil zakat, juga menjadi salah satu masalah yang perlu di perhatikan. Lembaga Amil Zakat atau LAZ adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan, sosial, atau
kemaslahatan umat Islam, dan dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah.
Kegiatan
mendistribusikan
dan
Lembaga
Amil
mendayagunakan
Zakat dana
adalah zakat
mengumpulkan,
dari
masayarakat
(Departemen Agama RI, 2003:19). Keberadaan LAZISNU Polaman di tengah-tengah masyarakat RW I merupakan terobosan para tokoh masyarakat dan warga NU di desa Polaman, guna menjadi wadah dalam pengumpulan zakat, infaq dan shodaqoh masyarakat sekitar. Dalam pengelolaan lembaga ini ternyata legal formalnya belum diajukan ke dinas kecamatan Mijen, karena menurut Baha Afi dan Heri Munafi selaku ketua dan sekretaris LAZISNU lembaga ini dibawah naungan NU ranting polaman dan saat pendirian juga telah minta persetujuan dari pihak kelurahan setempat sehingga pengurus tidak mengajukan legal formal yang sah dari kecamatan Mijen dikarenakan pengumpulan dana Zis tidak mencukupi dalam aturan-aturan undang-undang pengelolaan zis. Tanpa adanya legal formal dari kecamatan Mijen tidak menyurutkan pengurus LAZISNU polaman dalam mengelola dana ZIS, walaupun dalam mekanisme kerjanya kurang maksimal tetapi lembaga ini masih berjalan dengan jalan yang tertatih-tatih (lamban) tidak ada perkembangan yang signifikan. C. Faktor-Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Pengelolaan Zis Surat at-Taubah ayat 60 telah menerangkan bagian-bagian dan siapa saja yang berhak menerima zakat. Secara umum, pesan pokok dalam surat ayat tersebut adalah bagi mereka yang secara ekonomi kekurangan, kecuali amil dan
muallaf yang bisa saja dalam hal ekonomi mereka sudah berada dalam kecukupan. Sedang pendistribusian dana sosial di LAZISNU Polaman pada dasarnya tetap berpegang pada aturan yang ada dalam nash Al-Qur'an, yakni diberikan kepada delapan asnaf yang berhak menerima, hanya saja dalam realitasnya selalu disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Adapun pendayagunaan ZIS yang ada di RW I secara keseluruhan dapat digolongkan menjadi dua macam, yakni dalam bentuk konsumtif dan produktif yang kesemuanya diprioritaskan untuk membantu fakir miskin. ZIS untuk fakir miskin diberikan dalam bentuk uang atau sembako (konsumtif tradisional), dan biaya/obat orang sakit, bantuan pembangunan dan lain sebagainya (konsumtif kreatif). Besarnya dana yang diberikan disesuaikan dengan kebutukan mereka dengan melihat dana ZIS yang ada. Pendayagunaan ZIS secara konsumtif perlu ditinjau dan dipertimbangkan kembali secara proporsional. Pembagian zakat secara konsumtif boleh jadi masih diperlukan, karena bagi orang-orang yang sangat lemah seperti yatim piatu atau lanjut usia tak mungkin lagi menerima dalam bentuk produktif. Namun tidak semua harta ZIS yang terkumpul itu dihabiskan untuk konsumtif, artinya ada sebagian lain yang mestinya lebih besar yang lebih baik. Pemanfaatan dana zakat yang dijelaskan dalam fiqh pada dasarnya memberi petunjuk mengenai kebijaksanaan dan kecermatan dari para pengelola zakat, yakni mereka seharusnya mempertimbangkan faktor-faktor pemerataan dan penyamaan kebutuhan yang nyata dari para mustahiq.
Pendayagunaan diupayakan bersifat produktif dan ekonomis sehingga ada gilirannya mustahiq tidak akan lagi membutuhkan zakat, tapi pada kesempatan lain akan berubah menjadi pembayar zakat. Dengan demikian maka tujuan dari pembentukan LAZISNU akan tercapai. Orientasi pendayagunaan ZIS dalam bentuk produktif sudah pernah dicontohkan oleh khalifah Umar bin Khatab, yang memberikan dana ZIS nya berupa tiga ekor unta karena mustahiq tersebut sudah berulangkali meminta atau menerima zakat tetapi ekonominya tetap tidak berubah. Dengan pemberian dalam bentuk unta tersebut, khalifah Umar berharap nantinya dia datang lagi bukan sebagai
mustahiq
tetapi
telah
berubah
menjadi
muzakki
dari
hasil
keuntungannya, dan ternyata harapan khalifah benar karena mustahiq tadi datang lagi untuk menyerahkan zakatnya. Sampai saat ini upaya yang dijalankan LAZISNU Polaman dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi yaitu dengan cara mendayagunakan zakat dalam bentuk: Secara keseluruhan pendayagunaan ZIS di LAZISNU Polaman dalam upayanya meningkatkan ekonomi umat, dapat digolongkan ke dalam 4 bentuk, yaitu : 1. Konsumtif tradisional Dalam hal ini ZIS diberikan untuk menyantuni fakir, piatu. kepada mereka diberikan dalam bentuk uang sesuai dengan kebutuhan mereka. Pemberian
bentuk ini karena tidak mungkin lagi kepada mereka diberi dalam bentuk produktif. 2. Konsumtif kreatif Yaitu ZIS diberikan dalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti biaya pengobatan orang sakit dan peralatan ibadah Muallaf. Dengan pemberian dalam bentuk ini maka penyaluran dana ZIS tepat mengena pada sasaran. 3. Produktif kreatif Bantuan dana produktif diperuntukkan bagi mustahiq yang dikategorikan sebagai fakir miskin yang memiliki usaha kecil-kecilan sebagai modal tambahan atau fakir miskin yang ingin membuka usaha namun tidak memiliki modal. Nama penerima diajukan oleh ketua RT yang telah didata terlebih dahulu kemudian diseleksi oleh pengurus LAZISNU . Dengan melihat dana yang ada amil akan menetapkan nama-nama mustahiq yang berhak menerima bantuan modal tersebut dengan syarat harus benarbenar dipergunakan untuk kepentingan usaha. Pemberian dalam bentuk modal harapannya adalah agar mustahiq bisa mendapatkan keuntungan yang dapat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan demikian, pendayagunaan ZIS yang ada di RW I baik karena dalam penyalurannya disesuaikan dengan kebutuhan fakir miskin sehingga dapat mencegah ketergantungan dan dipertimbangkan dengan skala kemampuan (skill) para mustahiq. Pemberian zakat dalam bentuk produktif memang seharusnya dilakukan dengan melihat pada keahlian dan
kemampuan para mustahiq dibidangnya masing-masing, karena apabila dalam memberikan asal-asalan yakni tidak disesuaikan dengan keahliannya masing-masing, maka ZIS tidak menjadi berdaya guna, dan hasilnya pun tidak sesuai dengan tujuannya. Realita yang ada dilapangan dalam pengembangan LAZISNU di Polaman tidak semulus yang di angan-angankan pengurus di depan, pengurus menginginkan bahwa masyarakat Polaman bisa sejahtera dengan adanya lembaga ini. Lembaga ini menurut penulis dan dari paparan para pengurusnya terletak pada organizing dan controlling. Managemen strategik yang diterapkan untuk menarik para muzakki tidak bisa diolah secara maksimal dikarenakan SDM yang ada dala kepengurusan tidak memadai dalam bidang ini, mereka hanya bisa menerapkan sistem kesadaran masyarakat untuk bisa mengeluarkan ZIS guna mensejahterakan umat Islam di desa Polaman yang perlu untuk diangkat dari segala kekurangan. Selain dalam bidang pengorganisasian dan control faktor lain yang mempengaruhi dalam menyusutnya lembaga ini adalah tokoh ulama yang tidak mensosialisasikan kepada jamaah pengajiannya untuk memberikan dana ZIS kepada lembaga pengumpul ZIS yang ada didesanya melainkan di kelola sendiri. Menurut ketua LAZISNU Polaman Baharudin Afi hal ini mejadikan lembaga yang telah dibentuk oleh para tokoh NU ranting Polaman beserta warga masyarakat menjadi tidak berkembang dan menurutnya (ketua LAZISNU) tokoh
ulama ini merasa dia dibawah naungan NU anak cabang Mijen dan tidak menyetorkan ZIS yang ia kumpulkan kepada LAZISNU Polaman. Selain kendala dari kesdaran masyarakat dan para tokoh ulama di Polaman menurut bapak Muhammad Ichrom selaku salah satu Muzakku mengatakan “menurunnya atau melemahnya kesadaran mustahiq untuk menjadi muzakki itu di karenakan pengelolaan dan evaluasi hanya di laporkan kepada pengurus muzakki tidak di beritahu dalam evaluasi kegiatan selama ini”. Selain itu para muzakki hilang satu persatu dikarenakan tidak lagi percaya terhadap pengurus LAZISNU Polaman dikarenakan tidak open management terhadap muzakki. Terhadap kendala yang dihadapi tidak seharusnya untuk dibiarkan begitu saja, namun semaksimal mungkin diusahakan untuk mencari solusinya supaya pengelolaan ZIS bisa berjalan lancar. Seperti dalam hal pengontrolan misalnya, apabila selama ini pengontrolan belum bisa secara langsung yakni hanya melalui pengamatan, maka sudah saatnya pengontrolan terhadap mustahiq yang diberi modal atau kepada para mustahiq yang diberi ZIS dalam bentuk produktif, enam bulan sekali harus diadakan koordinasi atau laporan dari mustahiq apakah dalam usahanya tersebut mengalami perkembangan, biasa saja atau malah macet. Dengan
demikian
LAZISNU
dapat
mengetahui
tingkat
keberhasilan
pendayagunaan ZIS selama ini, dan bagi mereka yang sudah bisa bersejajar dengan para muzakki dalam artian sudah tidak membutuhkan bantuan dari dana ZIS, maka bisa mengurangi daftar mustahiq dan untuk diberikan pada mustahiq lain. Sebuah lembaga amil zakat harus mempunyai dokumen dan data atau
pembukuan yang rinci mengenai jumlah uang zakat yang diterima, daftar (muzakki) yang mengeluarkan zakatnya, kemana ZIS didayagunakan, dan lain sebagainya. Sehingga apabila suatu saat ada salah satu muzakki yang ingin mengetahui data rinci mengenai zakat, lembaga tersebut akan bisa memberikan jawabannya. Sistem manajemen, pengadministrasian, dan pertanggung jawaban yang baik, akan menambah kepercayaan muzakki kepada para amil, dan fungsi amil sebagai perantara antara muzakki dengan mustahiq akan berjalan dengan lancar tanpa mengganggu psikologi mustahiq. Dari segi administrasi dan pertanggung jawaban LAZISNU Polaman sudah baik dan rapih, namun masih ada satu yang kurang yaitu belum adanya legalisasi dari kecamatan lembaga dan AD/ART, dengan demikian maka untuk lebih baiknya yaitu agar segera ditindak lanjuti pengajuan pelegalan lembaga pengumpul zakat dan segera pembentukan AD/ART. Karena dalam undangundang zakat No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat pasal 22 pun dijelaskan bahwa salah satu syarat pengukuhan LAZ oleh pemerintah adalah memiliki program kerja (AD/ART). Sebuah organisasi atau lembaga apapun seharusnya dan sudah semestinya mempunyai AD/ART supaya jelas dan ada pertanggung jawaban yang besar mengenai fungsi dan tugas masing-masing pengurus, sehingga tidak terjadi tumpang tindih fungsi dan tugas kerja antara pengurus yang satu dengan yang lain. Memang respon masyarakat terhadap LAZISNU sangat antusias dan positif sekali, pada awal pembentukan terlihat dari rajinnya mereka mengeluarkan zis
pada setiap bulannya, namun hal ini tidak berlangsung lama dan Cuma berjalan dalam kurun waktu 2 tahun dan setelah itu mereka kembali kepada tokoh ulama dan masyarakat yang mereka anggap bisa memberi pencerahan dan bisa mengelola pemberian dana ZIS dari mereka dan di berikan kepa siapa yang berhak.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Pembahasan mengenai pengelolaan dana zakat infak dan shadaqah (ZIS) pada LAZISNU RW I kelurahan Polaman Kota Semarang telah penulis paparkan di atas dalam skripsi ini. Dari situ penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: Bahwa sistem yang diterapkan oleh LAZISNU Polaman ini masih sangatsangat klasik dan menunggu bola, artinya ; untuk memperoleh dana pengurus Lazisnu Polaman ini hanya memnanti kesadaran masyarakat untuk mengeluarkan ZIS guna mensucikan diri mereka, sistem ini dijalankan setelah sistem yang lama yaitu dari rumah kerumah tapi hanya menghasilkan sedikit setelah berjalan 2.5 tahun. Strategi yang mereka tempuh (pengurus) mensosialisasikan membayar ZIS pada masyarakat lewat pengajian bapak-bapak, ibu-ibu, disaat kumpulan RT dan RW dan memasang baliho untuk sadar membayar zis pada LAZISNU untuk dikelola dan di berikan kepada berhak. Selama pendirian dan sampai sekarang dana ZIS dibagi dalam waktu 1 tahun sekali berbarengan dengan idul titri dan dana ZIS 70% dibagi habis kepada mustahiq dan 30% sebagai dana abadi yaitu dana untuk operasional organisasi dan dana untuk mustahiq yang bersifat mendadak. Mustahiq yang ada sampai saat ini baru 6 asnaf yaitu fakir, miskin, fi sabilillah, gharim, muallaf dan ibnu sabil.
Pendayagunaan ZIS dikelompokkan menjadi tiga bentuk yaitu, konsumtif tradisional, konsumtif kreatif, produktif
kreatif. ZIS diberikan dengan cara
produktif supaya bisa berkembang dan berlangsung sehingga bisa mencapai tujuannya. Kecuali bagi mereka yang lemah atau tidak memungkinkan maka terpaksa pemberian ZIS bersifat konsumtif. Pada dasarnya keberhasilan amil zakat tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya dana ZIS yang terkumpul, melainkan dari kesadaran para muzakki dalam mengeluarkan zakat, profesionalisme para anvil zakat dalam mendistribusikan dan mendayagunakan zakat, dan kreativitas mustahiq (yang mendapatkan ZIS produktif) dalam meningkatkan dan mengembangkan usahanya. Cara yang ditempuh oleh Lazisnu Polaman dalam mensosialisasikan ZIS dan menyadarkan para muzakki yaitu melalui pengajian-pengajian yang ada pada setiap RT, kumpulan-kumpulan, dan pada setiap kesempatan. Faktor yang mempengaruhi kesadaran masyarakat dalam mengeluarkan ZIS diantaranya adalah lingkungan kehidupan beragama yang cukup baik, rajinnya shalat berjamaah dan mengikuti pengajian rutinan, penyuluhan tentang zakat, infak dan shadaqah yang terus dilakukan oleh para amil setiap kali ada kesempatan dan kebiasaan warga melakukan hal-hal yang terpuji atau berbuat kebaikan dan lain sebagainya. B. Saran-Saran 1. Hendaknya Lazisnu Polaman sebagai suatu organisasi untuk segera mengajukan permohonan peresmian lembaga pengelola zis ini supaya
masyarakat yang masih bimbang dan menokohkan salah satu ulama bisa satu keinginan dan satu rasa dalam mensejahterakan umat melalui pengeluaran ZIS lewat LAZISNU Polaman ini. Dan juga membentuk AD/ART supaya jelas dan ada pertanggung jawaban yang nyata mengenai fungsi dan tugas masingmasing pengurus, sehingga tidak terjadi tumpang tindih fungsi dan tugas kerja antara pengurus yang satu dengan yang lain. 2. Walaupun Lazisnu berjalan terus menerus tapi untuk lebih baiknya dalam pendayagunaan ataupun pensosialisasikan ZIS masih perlu ditingkatkan terus agar makna zakat benar-benar dapat menyentuh masyarakat. Karena apabila tidak maka masyarakat akan selalu ketergantungan pada salah satu tokoh yang tidak mau mengembangkan Lembaga Pengelola ZIS bersama-sama yang bisa membunuh lembaga yang dibentuk secara musyawarah bukan perorangan. 3. Dalam mekanismenya, hendaklah dioptimalkan lagi yakni diadakannya pendataan
dan
koordinasi
dari para
RT
mengenai
perkembangan-
perkembangan mustahiq setiap 6 bulan sekali. Sehingga bagi mustahiq yang sudah bisa berkembang tidak akan menerima ZIS lagi pada periode tertentu dan dana ZIS dapat dialihkan pada yang lebih membutuhkan. C. Penutup Rasa Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini walaupun tingkatnya masih sangat sederhana. Karena
memang baru sampai sini tingkat kemampuan penulis dalam mengungkapkan ilmu dan pengetahuannya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini didalamnya masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Akhirnya penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada bapak dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dalam penulisan skripsi ini, dan semoga dengan terwujudnya skripsi ini bisa membawa manfaat yang sebesar-besarnya, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Agustinus, Sri Wahyudi, 1996, Manajemen Strategik, Pengantar Proses Berfikir Strategik, Jakarta, Bina Aksara Amrulloh, dkk, 2003, Pengantar Ilmu Manajemen, Yogyakarta : Graha Ilmu. Arikunto, Suharsimi, 1992, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta, Reneka Cipta. Azizy, A. Qodri, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. Ke-1, 2004, hlm. 134-135. Daud Ali, Mohamad, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. I, 1995, hlm. 243. Departemen Republik Indonesia Direktoral Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf 2003, Pola Pembinaan Lembaga Pengelolaan Zakat di Indonesia. Departemen Republik Indonesia Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Manajemen strategi Zakat. H.Siagian, 1977, Manajement (suatau Pengantar), Alumni Bandung, Cet I. Hadi P., Sjeful, Pemerintah Republik Indonesia Sebagai Pengelola Zakat, Jakarta: Pustaka Firadus, cet. Pertama, 993, hlm. 11 Hadi, Sutrisno, 1986Penelitian Research, Yogyakarta, Yayasan Penerbit, Fakultas Psikologi UGM. Hafifuddin, Didin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press, cet. I, 2002, hlm. 125. Julitriars, Djati Dkk, 1988, Manajemen Umum (Sebuah Pengantar), Yogyakarta, BPEF. Nawawi, Hadari, 2005; Manajemen Strategik, Yogyakarta, Gadjah Mada Pers. ____________, 1990, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, UGM Press. Ningrat, Koentjoro, 1981, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, PT. Gramedia.
Nugroho, Adi, 1996, Tata Terampil Manajemen, Surabaya, Indah. Peraturan Perundang-undangan Pengelolaan Zakat, Departemen Agama RI, 2003, hlm. 4. Profil, Direktoral Pemberdayaan Zakat, Depag RI Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat 2006. Risalah Silaturrahmi & Rakornas Badan dan Lembaga Amil Zakat Seluruh Indonesia, Departemen Agama Republik Indonesia. Sabiq, Sayyid, “Fikih Sunnah” PT Al Ma’arif, Bandung. Sangaribin, dkk, 1989, Metode Penelitian Survei, Jakarta : LP3ES. Setiawan, Adnan Sandy, (200); “Manajemen Perguruan Tinggi Di Tengah Perekonomian Pasar dan Pendidikan Yang Demokratis “, “INDONews (s)”
[email protected]. 24 Maret 2006. Wawancara dengan Bapak Baharudin Afi, ketua LAZISNU kelurahan Polaman Wawancara dengan Bapak Heri Munafi, Sekretaris LAZISNU Polaman Widjaya, A.W., 1987, Perencana Sebagai Fungsi Manajemen, Jakarta, Bina Aksara.