BAB IV ANALISIS PERAN GURU DALAM PROSES PENGEMBANGAN KECERDASAN SPIRITUAL SISWA DI MI WALISONGO PEKAJANGAN Peran Guru dalam Proses Pengembangan Kecerdasan Spiritual siswa di MI Walisongo Pekajangan Kecerdasan Spiritual sudah seharusnya menjadi fokus penting yang ditujukan pada generasi muda dan harus ditanamkan sejak dini bahkan pengembangan kecerdasan spiritual dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan yang lain. Kecerdasan spiritual dianggap penting karena kecerdasan ini merupakan kecerdasan jiwa dimana seseorang dapat mengatur hidupnya menjadi lebih memiliki makna , dalam kecerdasan ini juga dapat terbentuk moral dan spiritualitas seseorang yang luhur. Kemrosotan moral serta akhlak yang kini semakin memprihatinkan di kalangan pelajar yang ditandai maraknya kriminalitas yang dilakukan oleh anak di usia pelajar, hal tersebut terjadi akibat ketidakmampuan siswa dalam menyikapi hidup agar lebih bermakna, hal tersebut sudah semestinya diminimalisir dengan pembinaan dan pengembangan nilai-nilai spiritual siswa, pengembangan kecerdasan spiritual siswa tersebut dipengaruhi oleh sebuah proses pendidikan mulai dari pendidikan dalam keluarga, lingkungan bermain, ataupun lingkungan sekolah. Dalam sebuah pendidikan, proses belajar itu bersifat berkelanjutan tidak secara langsung ataupun instan. Pendidikan bukan hanya memiliki tujuan akademis saja tapi juga menyangkut sosial religius siswanya guna peningkatan aktualisasi diri dalam memaknai hidup secara lebih luas.
54
55
Faktor utama yang menentukan kualitas sebuah pendidikan adalah guru. Sosok guru tidak hanya menjadi sosok pengajar saja tapi guru merupakan pendidik yang mendidik siswanya kearah pembentukan kepribadian yang lebih luhur. Seorang guru harus memberikan keteladanan yang baik bagi peserta didiknya. Menampakan dirinya sebagai sosok guru sejati yang benar-benar dapat digugu dan ditiru, sehingga tidak muncul keraguan Siswa berkenaan dengan guru yang menjadi teladan bagi mereka. Sikap keteladanan guru dalam menanamkan nilai religius maupun spiritual kepada Siswanya akan memberikan pengaruh posotif yang mengarah pada kepribadian mereka. Kecerdasan Spiritual bukan merupakan kecerdasan yang permanen dalam artian kecerdasan ini dalam pembinaan dan pengembangannya perlu latihan yang rutin dan berkelanjutan sehingga membentuk menjadi kebiasaan yang merujuk pada pribadi siswa yang lebih menghargai dan memaknai kehidupan serta bersifat religius, yang senantiasa tertanam dalam hati. Hal ini membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak baik itu orang tua, masyarakat, maupun guru guna terbentuk pribadi yang berakhlak mulia. Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional yang dsahkan bulan juli 2003 bab X pasal 36 ayat 3 tertulis bahwa kurikulum disusun dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan diantaranya: a. Peningkatan Iman dan Takwa b. Peningkatan Akhlak mulia c. Peningkatan Potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional f. Perkembangan ilmu Pengetahuan, teknologi dan seni
56
g. Agama Dalam Undang-undang diatas walaupun tidak secara jelas menyatakan tentang kecerdasan Spiritual siswa tapi pada garis besarnya kurikulum yang dikehendaki oleh pemerintah mengacu atau mengarah pada pembinaan kecerdasan spiritual itu sendiri. Hal itu tertuang pada poin peningkatan Iman dan takwa serta peningkatan akhlak mulia. Mengenai Kecerdasan spiritual kepala sekolah Mi walisongo Pekajangan berpendapat bahwa kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang menyangkut akhlak serta kepribadian siswa yang didalamnya berkenaan dengan moral, sikap dan perilaku keberagamaan seseorang. Sementara Aminudin, S.Pd.I guru agama di Mi walisongo pekajangan berpendapat bahwa kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang sangat penting, karena kecerdasan ini sebenarnya kecerdasan utama untuk memperoleh kecerdasan yang lain. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang didalamnya mengajarkan bagaimana seseorang berperilaku yang baik serta dapat membawa diri seseorang kearah yang lebih baik dalam hal akhlak serta moralnya.1 Sementara itu peran terhadap perkembangan kecerdasan spiritual siswa menurut Aminudin,.S.Pd.I tidak hanya semata-mata peran guru saja tapi juga melibatkan orang tua siswa guna mencapai tujuan yang diharapkan yaitu berkembangnya siswa dengan kecerdasan spiritual yang baik dan memiliki akhlak yang luhur.2 Peran guru dalam mengembangkan kecerdasan siswa di MI Walisongo Pekajangan sudah berjalan cukup maksimal hal tersebut ditandai dengan :
1
Wawancara kepala sekolah dan guru agama di MI walisongo pekajangan September 2015
2
Aminudin., S.Pd.I guru agama MI walisongo Pekajangan September 2015
57
a. Pemberian kewajiban pada siswa dalam hal ibadah kepada Allah swt sebagai bentuk rasa syukur, seperti siswa diwajibkan shalat dhuha pada waktu sebelum istirahat, siswa berkewajiban hafal juz amma dengan tingkatan masing-masing sesuai jenjang kelas, siswa berkewajiban shalat berjamaah sebelum pulang sekolah. b. Menanamkan kepada siswa untuk memiliki pegangan yang kuat terhadap ajaran Al-Qur’an dan Hadits, hal itu ditandai dengan pembelajaran yang agamis dengan mengenal Al’qur’an dan hadits. c. Guru menanamkan nilai moral yang di terapkan pada setiap kesempatannya, baik dalam pembelajaran maupun diluar pembelajaran, dan hasil yang dicapai dalam hal ini dapat terlihat dari perilaku siswa yang mayoritas memiliki akhlak yang baik dan selalu menunjukan moralitas yang luhur. d. Guru selalu memperhatikan perkembangan siswa dan perilaku siswa dalam bersikap baik dalam pembelajaran maupun diluar pembelajaran. e. Setiap guru dan staf di MI walisongo yang selalu berusaha menciptakan akhlak yang baik bagi siswanya dengan perilaku hidup rukun sesuai ajaran agama. Hal ini ditandai dengan kebijakan senyum, sapa, dan salam yang diaplikasikan melalui salam-salaman antara guru dengan siswa dan antar sesama siswa sebelum jam pelajaran dimulai setiap harinya. f. Siswa dibekali pengalaman spiritual berupa kegiatan pendekatan diri kepada Allah Swt melalui ziarah ke makam ulama maupun wali dan juga membaca dzikir dan shalawat menjelang Ujian. Namun peran guru dalam mengembangkan Kecerdasan Spiritual Siswa di MI Walisongo pekajangan berjalan kurang maksimal yang disebabkan adanya kendalakendala, sebagai berikut:
58
1. Kurang atau terbatasnya waktu yang dimiliki seorang guru untuk dapat memantau kegiatan siswa, sikap siswa, kepribadian maupun perkembangan yang dialami siswa , term
asuk didalamnya perkembangan kecerdasan spiritual siswanya.
2. Tuntutan nilai yang telah menjadi patokan utama dalam ujian membuat para guru secara tidak langsung lebih memprioritaskan pada kecerdasan intelektualitas daripada kecerdasan spiritual siswa. Diketahui bahwa sistem pendidikan Indonesia yang dimulai tahun 2003 memberikan patokan nilai pada ujian akhir sehingga mau tidak mau para guru berusaha keras untuk meraih prestasi kelulusan dan menghindari jumlah ketidak lulusan siswa. Jadi guru cenderung memprioritaskan IQ daripada SQ. 3. Kecerdasan emosional dan spiritual merupakan kecerdasan yang tidak permanen sehingga dalam pembinaannya tidak semudah kecerdasan intelektualitas, karena EQ dan SQ merupakan kecerdasan yang berubah- ubah, terkadang mengalami kenaikan tapi tidak jarang pula mengalami penurunan yang drastis. 4. Tidak adanya penilaian tertulis secara langsung mengenai sejauh mana kecerdasan emosional dan spiritual siswa sehingga para guru hanya bisa memantau dan menilai perkembangan SQ siswa melalui sikap mereka sehari hari dan mengadakan kerja sama dan interaksi terhadap wali murid mengenai perkembangan karakter siswa. 5. Background pendidikan guru di MI walisongo yang belum semuanya sesuai dengan fak nya. Melihat dari kegiatan dan bentuk bimbingan guru di MI Walisongo Pekajangan dapat di katakan bahwa peran guru terhadap proses pengembangan spiritual siswa di MI Walisongo Pekajangan memiliki beberapa peran penting diantaranya:
59
a. Peran guru sebagai Fasilitator Disini guru dapat memfasilitasi siswanya untuk dapat melaksanakan kegiatan yang bersifat religi seperti siswa diarahkan untuk memanfaatkan waktu luang untuk bertadarus dan melaksanakan sholat sunah dhuha. Hal ini tercermin ketika guru selalu memimpin tadarus bersama dan memberikan pengertian agar siswanya senantiasa khusyu’ dalam berdoa’a. b. Peran guru sebagai Inspirator Guru menjadi teladan dari kegiatan yang dilakukan oleh siswanya, guru dapat memberikan tauladan ataupun contoh yang baik sehingga dapat menjadi inspirator bagi siswanya. Hal ini tercermin ketika guru selalu lebih dulu berada dimasjid daripada siswanya guna membimbing siswa untuk sholat dhuha berjamaah. c. Peran guru sebagai Informator Guru senantiasa memberikan masukan, pengarahan serta informasi yang jelas kepaa siswanya untuk senantiasa melaksanakan ibadah fardhu maupun sunnah secara seimbang. Hal ini tercermin ketika guru mencoba melakukan pengarahan ketika menjelang shalat dhuha berjamaah dan ketika melaksanakan kegiatan ziarah, dimana guru memberikan pengetahuan tentang makam siapa yang dijadikan tempat ziarah. d. Peran guru sebagai pembimbing Guru senantiasa menjadi sosok orang tua kedua ataupun orang tua di sekolah, dimana guru harus memposisikan diri secara adil dan bijak serta menjadi pembimbing yang dapat membimbing siswanya untuk selalu berperilaku baik.