BAB IV ANALISIS TENTANG PERAN GURU PAI DALAM PENGEMBANGAN RELIGIUSITAS SISWA DI SMP ISLAM SUBHANAH SUBAH BATANG
A. Analisis Peran Guru PAI dalam Pengembangan Religiusitas Siswa di SMP Islam Subhanah Subah Batang Secara teori banyak peran yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, siapa saja yang telah menerjunkan diri menjadi guru harus mampu berperan sebagaimana mestinya, tidak terkecuali peran guru pendidikan agama islam. Untuk mengetahui peran guru dalam mengembangkan religiusitas siswa, penulis menggunakan metode wawancara dan observasi. Adapun analisis tentang peran guru Pendidikan Agama Islam dalam mengembangkan religiusitas siswa di SMP Islam Subhanah Subah Batang adalah sebagai berikut: Pertama, Pengelolah Kelas, peran guru tidak lepas dari memberikan pembelajaran terhadap siswa, dengan memberikan pembelajaran maka ilmu dapat tersampaikan. Menurut Drs. Syaiful Bahri Djamarah sebagaimana dikutip oleh A. Fatah Yasin bahwa salah satu peran guru yaitu Pengelola Kelas, yaitu pendidik harus mampu mengelola kelas untuk menunjang interaksi edukatif.1 Seperti yang telah dipaparkan oleh Ibu Musripah peran guru dalam mengembangkan pengetahuan keagamaan siswa yaitu dengan meningkatkan kualitas pembelajaran PAI dan meningkatkan profesionalitas guru PAI, memberikan pemahaman tentang keislaman di kelas, sampai mana teori diaplikasikan dengan menanamkan 1
A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 82-83.
85
86
akidah (S1 baris 14). Kemudian ditambahkan oleh Ibu Mintarni bahwa peran di dalam kelas dengan memberikan pengajaran menggunakan metode yang mudah dipahami oleh anak (S2 baris 123). Di SMP Islam Subhanah Subah Batang dalam mengembangkan pengetahuan tentang keagamaan serta dalam memperdalam keimanan siswa guru meningkatkan kualitas pembelajaran, peningkatan pembelajaran dilakukan dengan meningkatkan profesionalitas guru, kemudian di dalam pembelajaran guru PAI menggunakan metode pembelajaran yang mudah dipahami siswa. Kedua, Guru PAI sebagai Motivator, pemberian motivasi merupakan suatu daya penggerak di dalam diri siswa yang memberikan dorongan dan memberikan arah kegiatan belajar pada siswa, dengan adanya motivasi diharapkan tujuan pendidikan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Menurut Suparlan sebagaimana dikutip oleh Moh. Rasyid dalam buku yang berjudul Guru, bahwa peran guru salah satunya yaitu motivator, memberikan dorongan untuk maju menuju hidup prospektif.2 Seperti yang dikatakan Ibu Musripah bahwa pemberian motivasi kepada siswa dilakukan agar siswa dapat mengaplikasikan pemahaman agamanya dalam kehidupan sehari-hari (S1 baris 40). Ditambahkan oleh Bapak Taryo peran di dalam kelas yaitu memberikan motivasi arahan kepada siswa (S3 baris 255). Berdasarkan analisis peneliti di SMP Islam Subhanah Subah, peran guru Agama yaitu memberikan motivasi kepada siswa, pemberian motivasi dilakukan
2
Moh. Rasyid, Guru (Kudus: STAIN Kudus Press, 2007), hlm. 91-92.
87
pada saat akan memulai pembelajaran dan sebelum mengakhiri pembelajaran. Pemberian motivasi diharapkan mampu memberikan semangat bagi siswa baik pada saat pembelajaran maupun saat diadakan kegiatan keagamaan. Ketiga, Guru PAI sebagai Pembimbing, salah satu peran dari guru PAI yaitu memberi bimbingan kepada siswa, sehingga siswa dapat berperilaku baik menjalankan hidup sesuai dengan ajaran agama dan menjadikan agama sebagai pedoman hidup. Menurut Drs. Syaiful Bahri Djamarah sebagaimana dikutip oleh A. Fatah Yasin bahwa salah satu peran guru yaitu sebagai pembimbing, peranan ini harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing peserta didik menjadi manusia susila yang cakap, tanpa bimbingan peserta didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya.3 Seperti diungkapkan oleh Ibu Mintarni bahwa pemberian bimbingan kepada siswa agar siswa dapat berperilaku baik menjalankan hidup sesuai dengan ajaran agama dan menjadikan agama sebagai pedoman hidup, kemudian juga memberikan teladan kepada anak-anak agar anak-anak berbuat sesuai dengan apa yang digariskan oleh agama (S2 baris 161). Berdasarkan analisis peneliti di SMP Islam Subhanah Subah Batang peran guru dalam membimbing siswa sudah terlaksana dengan baik. Guru PAI di sana SMP Islam Subhanah Subah Batang selalu membimbing siswanya agar siswa dapat berperilaku baik menjalankan hidup sesuai dengan ajaran agama dan menjadikan agama sebagai pedoman hidup.
3
A. Fatah Yasin, Op.Cit., hlm. 82-83.
88
Keempat, Guru PAI sebagai Teladan, artinya seorang guru harus menjadi contoh bagi para siswa. Pentingnya keteladanan yang dilakukan oleh guru PAI dikarenakan anak-anak secara umum memang suka meniru. Peran guru PAI diharapkan mampu mengubah sikap dan perilaku peserta didik melaui pengajaran dan pelatihan, sehingga siswa dapat memiliki religiusitas yang tinggi. Menurut Menurut Al-Ghazali sebagaimana dikutip Mukhtar dalam buku yang berjudul Desain Pembelajaran PAI, Jika ada pendidik yang mempunyai sifat jelek, maka siswanya secara spontanitas akan meniru atau mencontoh perilaku jelek tersebut dengan mudah, bahkan cenderung melebihi. Pendidik tidak akan mengajarkan nilai-nilai kebaikan apabila dirinya sendiri masih berprilaku jelek.4 Seperti yang disampaikan oleh bapak Taryo bahwa pemberian keteladanan melalui sikap, tutur kata, perilaku, lewat bahasa tubuh agar siswa dapat meniru (S3 baris 275). Kemudian ditambahkan oleh Ibu Musripah bahwa pemberian teladan kepada siswa, seperti: memakai pakaian yang sopan dan syar’i, bertutur kata yang baik, bertingkah laku baik memberi salam ketika bertemu dengan guru, saling tolong menolong, memberikan shodakoh, adanya kegiatan ibadah yang sudah menjadi program sekolah, semisal shalat dhuhur, shlat duhaa, pembacaan doa, dan seterusnya (S1 baris 69). Berdasarkan analisis peneliti bahwa guru PAI di SMP Islam Subhanah sudah menjadi teladan yang baik bagi siswa mereka memakai pakaian yang syar’i, memakai jilbab yang syar’i yang menjulur sampai ke dada, kemudian murah senyum, ramah, sopan, tutur katanya baik, dan bertingkah laku baik. Sehingga
4
Mukhtar, Desain Pembelajaran PAI (Jakarta: Misaka Goliza, 2003), hlm. 96.
89
dengan melihat guru sebagai contoh siswa dengan tanpa paksaan melainkan kesadarannya sendiri berperilaku baik dan mentaati tata tertib yang ada. Kelima, Memberikan hukuman yang mendidik terhadap siswa yang tidak mengikuti kegiatan keagamaan dan berakhlak buruk, hukuman merupakan suatu penyadaran agar siswa dapat berperilaku baik. Tentunya hal itu tidaklah mudah, hal yang harus dilakukan oleh guru dalam memberikan hukuman terhadap siswa yaitu hukumaan tersebut mampu memperbaiki perilaku siswa. Dan tidak terlepas dari nilai-nilai pendidikan. Sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Mintarni Ketika ada siswa yang berbicara kotor, ada siswa yang tidak mengikuti kegiatan yang ada di sekolah, maka siswa diberi hukuman berupa hafalan surat atau membersikan tempat sholat dan toilet, memberikan poin serta apabila siswa berkelakuan buruk maka siswa mendapat nilai Akhlak dan nilai kepribadian rendah (S2 baris 170). Berdasarkan analisis peneliti ketika ada siswa yang tidak mengikuti kegiatan keagamaan, berakhlak buruk Guru PAI memberikan hukuman dan hukuman yang di berikan oleh guru PAI adalah hukuman yang mendidik, berupa hafalan surat ataupun membersihkan tempat sholat dan membersihkan WC, kemudian apabila siswa berkelakuan buruk maka siswa mendapat nilai Akhlak dan nilai kepribadian rendah dan mendapatkan point. Dari pernyataan di atas dapat dianalisis bahwa peran guru PAI SMP Islam Subhanah Subah Batang dalam mengembangkan religiusitas siswa meliputi: Pengelola Kelas, Guru PAI sebagai Motivator, Guru PAI sebagai pembimbing, Guru PAI sebagai teladan, Guru PAI memberikan hukuman yang mendidik terhadap siswa yang tidak mengikuti kegiatan keagamaan dan berakhlak
90
buruk.Dalam pengembangan religiusitas siswa di SMP Islam Subhanah Subah Batang, guru PAI telah berperan secara maksimal untuk memenuhi peranan yang berdasarkan keadaan siswa di SMP Islam Subhanah Subah Batang. B. Analisis Perkembangan Religiusitas Siswa di SMP Islam Subhanah Subah Batang Menurut Glock dan Stark, ada lima aspek atau dimensi religiusitas yaitu: a.
Religious Belief (the Ideological Dimension) Dimensi Keyakinan yaitu tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatig dalam agamanya. Misalnya dalam agama islam, dimensi keyakinan ini tercakup dalam rukun iman yang terdiri dari iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab Allah iman kepada Rasul Allah, iman kepada hari kiamat, iman kepada takdir.5 Berdasarkan observasi siswa semangat dalam menjalankan ibadah sholat, siswa membawa mukenah dari rumah, saat membaca tadarus dan pembacaan asmaul khusnah siswa terlihat sangat khusyuk. Dari hasil analisis peneliti bahwa siswa di SMP Islam Subhanah Subah Batang memiliki keimanan yang baik.
b.
Religious Practice (the Ritual Dimension), Dimensi Praktik yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Dalam agama islam, dimensi ini dikenal dengan Rukun Islam, yaitu: mengucapkan kalimah syahadah,
5
M.A. Subandi, Psikologi Agama dan Kesehatan Mental (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013),, hlm. 87-90
91
melaksanakan sholat, membayar zakat melaksanakan puasa bulan Ramadhan dan menjalankan haji bagi yang mampu.6 Dari observasi Guru PAI memonitoring siswa saat diadakan kegiatan keagamaan, dengan adanya pemantauan maka kegiatan praktik agama dapat berjalan dengan baik, terlihat semua siswa mengikuti kegamaan yang dilaksanakan di SMP Islam Subhanah Subah Batang, meskipun ada beberapa siswa yang terlambat saat dilaksanakan kegiatan. Dengan adanya pemantauan dari guru PAI, maka kegiatan keagamaan dapat berjalan dengan baik dan terlihat semua siswa mengikuti kegiatan keagamaan, meskipun ada beberapa siswa yang terlambat saat mengikuti kegiatan keagamaan. c.
Religious Feeling (the Experential Dimension) Dimensi Pengalaman dan penghayatan beragama, yaitu perasaanperasaan atau pengalaman-pengalaman keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa atau merasa doa yang dikabulkan, diselamatkan Tuhan dan sebagainya. Di dalam agama islam aspek ini banyak dibicarakan dalam Ilmu Tasawuf.7 Guru PAI memberikan pengalaman keagamaan dengan mengadakan peristiwa-peristiwa keagamaan, peristiwa tersebut tidak dibiarkan berlalu tanpa diambil pengalaman yang berharga. Kegiatan keagamaan bertujuan agar membina, mengasah, dan mendidik jiwa, oleh karena itu pengaruhnya tidak hanya sebentar. Dari hasil observasi pemberian pengalaman keagamaan 6 7
Ibid., hlm. 87-90. Ibid., hlm.87-90.
92
dilakukan dengan membiasakan siswa sholat duhaa setiap hari, pembacaan asmaul khusna, pembacaan Al-Qur’an juz 30, sholat dhuhur jamaah. Pada saat melaksanakan kegiatan keagamaan siswa merasa senang, dan kegiatan keagamaan yang dilakukan memberi pengalaman keagamaan bagi siswa, seperti diungkapkan oleh Ananda Hidayatul bahwa setelah mengikuti kegiatan keagamaan merasa jadi orang yang lebih baik mbak, dirumah sholate jadi rajin dan menambah pengalaman (S4 baris 329). Kemudian ditambahkan oleh Bandiyah, kalau ada kegiatan peringatan-peringatan seperti itu selalu ikut mbak, senang mbak rame acaranya biasannya ada rebana sama pengajian mbak (S5 baris 354). d.
Religious Knowledge (the Intelektual Dimension) Dimensi Pengetahuan yaitu seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang ada di dalam Kitab Suci maupun yang lainnya. Dimensi ini bisa disebut juga sebagai dimensi ilmu. Di dalam agama Islam dimensi ini termasuk dalam pengetahuan Ilmu Fiqh, Ilmu Tauhid, dan Ilmu Tasawuf.8 Selain memperdalam keimanan siswa dalam pengembangan religiusitas guru PAI juga memiliki peran mentransfer pengetahuan. Dalam menstransfer pengetahuan guru hendaknya menggunakan cara yang mudah dipahami oleh siswa. Di SMP Islam Subhanah penyampaian materi ke siswa sudah baik dan mudah dipahami oleh siswa. Sebagaiman diungkapkan oleh Ananda Hidayatul bahwa Guru PAI jika mengajar mudah dipahami (S4 baris 309).
8
Ibid., hlm. 87-90.
93
e.
Religious Effect (The Consequential Dimension) Dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupan sosial. Misalnya apakah dia mengunjungi tetangganya yang sakit, menolong orang yang kesulitan, mendermawankan harta dan sebagainya.9 Dalam pengembangan religiusitas oleh guru PAI langkah selanjutnya yaitu mengembangankan sikap keagamaan, sebagaimana seorang siswa berprilaku dimotivasi oleh ajaran agamanya, jadi pemahaman siswa tidak hanya pada teori saja, akan tetapi siswa juga mengamalkan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikannya sebagai pedoman hidup. Dalam observasi bahwa sebagian besar dari perilaku siswa selalu mentaati tata tertib sekolah, ketika bertemu saling menyapa, mengikuti nasihat guru, saling tolong menolong, dan menghormati orang yang lebih tua. Hanya sebagian kecil siswa yang terkadang bandel dan susah untuk dinasehati. Di dalam sekolah guru selalu membiasakan siswa untuk berakhlak baik, bagi siswa yang tidak mengikuti kegiatan dan tidak berakhlak baik maka guru memberikan hukuman. Berdasarkan analisis peneliti bahwa siswa SMP Islam Subhanah Subah Batang memiliki akhlak yang baik, terlihat dari akhlak siswa yang mentaati tata tertib sekolah, ketika bertemu saling menyapa, mengikuti nasihat guru, saling tolong menolong, dan menghormati orang yang lebih tua, bagi siswa
9
Ibid., hlm. 87-90.
94
yang tidak mengikuti kegiatan dan tidak berakhlak baik maka guru memberikan hukuman. Dari keterangan di atas dapat dianalisis bahwa perkembangan religiusitas siswa di SMP Islam Subhanah Subah Batang dari dimensi keyakinan, dimensi pengetahuan, dimensi praktik, dimensi pengamalan dan dimensi pengamalan sudah baik. Hal tersebut tercermin dari semangat siswa dalam mengikuti kegiatan keagamaan dan sebagian besar siswa memiliki akhlak yang baik. C. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pengembangan Religiusitas Siswa di SMP Islam Subhanah Subah Batang Berdasarkan
data-data
terkait
dengan
peran
guru
PAI
dalam
pengembangan Religiusitas di SMP Islam Subhanah Subah Batang terdapat faktor pendukung dan penghambat, beberapa faktor yang mendukung dalam pengembangan religiusitas siswa di SMP Islam Subhanah Subah Batang: a. Suasana Religius di sekolah atau budaya pendidikan di lingkungan sekolah Aktifitas keagamaan sangat mempengaruhi akhlak yang dapat diterapkan dalam diri sendiri. Sekolah menunjang siswanya untuk menuntut ilmu dan memperbaiki sifat-sifat yang buruk agar menjadi baik. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Musripah bahwa SMP Islam Subhanah merupakan sekolah yang berbasis Islam, jadi untuk pelajaran pendidikan agamanya jauh lebih banyak, kemudian banyak sekali kegiatan keagamaan yang diadakan di SMP Islam Subhanah Subah seperti: kegiatan sholat duhaa, kultum, pembacaan asmaul khusna, tilawah Qur’an, sholat duhur jamaah kegiatan ekstra BTAQ,
95
peingatan hari besar Islam, kegiatan-kegiatan tersebut sangat mendukung dalam pengembangan religiusitas siswa (S1 baris 78). b. Dukungan dari Kepala Sekolah Kepala Sekolah mendukung penuh terhadap pengembangan pendidikan Agama Islam dan upaya penciptaan suasana religius di sekolah, kepala sekolah mendukung
program-program
dan
kegiatan-kegiatan
keagamaan
yang
diselenggarakan di SMP Islam Subhanah Subah Batang, sehingga programprogram keagamaan di SMP Islam Subhanah Subah Batang dapat berjalan dengan baik. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Musripah bahwa adanya dukungan penuh dari kepala sekolah sehingga kegiatan-kegiatan dapat berjalan dengan baik (S1 baris 85). c. Dukungan dan keteladanan dari Bapak/Ibu Guru Guru adalah sosok teladan untuk dirinya dan untuk orang lain dalam hal ini adalah peserta didiknya. Peserta didik akan selalu mengingat apa yang diperbuat gurunya, apa yang diucapkan gurunya artinya adalah segala tindaktanduk dalam interaksi guru di sekolah akan direkam dan dicontoh oleh para peserta didik baik perilaku yang baik maupun perilaku yang buruk yang dilakukan seorang guru. artinya adalah betapa penting dan besarnya pengaruh guru bagi pembentukan karakter peserta didik. Sebagaimana di katakan oleh Ibu Mintarni Faktor pendukungnya yaitu adanya dukungan dari Bapak atau Ibu guru mapel lain, mereka ikut membantu kami dalam mengkondisikan siswa saat diadakan kegiatan keagamaan, kemudian ikut memberi motivasi terhadap
96
siswa agar selalu berperilaku baik, kemudian mereka juga memberikan keteladanan yang baik bagi siswa (S2 baris 183). Berdasarkan analisis peneliti Bapak dan ibu guru mapel lain ikut membantu guru PAI dalam melaksanakan kegiatan keagamaan dan kegiatan yang telah diprogramkan oleh guru PAI, kemudian memberi teladan atau contoh melalui tutur kata dan sikap yang baik serta mengikuti kegiatankegiatan keagamaan seperti mengikuti sholat duhaa dan mengikuti sholat dhuhur berjamaah. Menurut analisis peneliti faktor pendukungnya kebanyakan berasal dari dalam sekolah yaitu adanya lingkungan sekolah yang mendukung, adanya dukungan dari kepala sekolah, dan adanya dukungan dari Bapak/ Ibu guru. Lingkungan intitusional yang ikut memengaruhi perkembangan jiwa keagamaan dapat berupa institusi formal seperti sekolah ataupun yang nonformal seperti berbagai perkumpulan dan organisasi. Sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut memberi pengaruh dalam membantu perkembangan kepribadian anak. Menurut Singgih D. Gunarsa,yang telah dikutip oleh Noer Rahmah dalam buku Pengantar Psikologi Islam, bahwa pengaruh itu dibagi tiga kelompok, yaitu: kurikulum dan anak, hubungan guru dan murid, hubungan antar anak. Melalui kurikulum yang berisi materi pengajaran, sikap dan keteladanan guru sebagai pendidik serta pergaulan antar teman di sekolah dinilai berperan dalam menanamkan kebiasaan yang baik.
97
Pembiasaan yang baik merupakan bagian dari unsur pembentukan moral yang erat kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan seseorang.10 Faktor-faktor penghambat dalam pengembangan religiusitas di SMP Islam Subhanah Subah Batang yaitu : a. Teknologi yang semakin canggih Melihat semakin pesatnya perkembangan teknologi yang mana disamping membawa dampak positif juga banyak membawa dampak negatif, hal ini sangat menghawatirkan terutama bagi pelajar yang masih SMP, apalagi hampir semua siswa yang duduk di bangku SMP sudah memiliki HP yang canggih tidak terkecuali siswa di SMP Islam Subhanah Subah Batang. Siswa dengan mudahnya mengakses informasi yang tanpa batas dan mudahnya mengakses situs-situs yang membahayakan. Hal ini sangat menghawatirkan dan dapat menurunkan moral siswa. Sebagaimana dikatan oleh Bapak Taryo bahwa Faktor penghambatnya itu adanya perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat sehingga anak-anak sekarang walaupun masih SMP tapi menggunakan handpone canggih bisa digunakan untuk membuka internet, dengan mudah mengakses informasi, membuka situs-situs
yang
membahayakan. Hal tersebut sangat menghawatirkan terutama bagi pelajar (S3 baris 295). b. Kurang luasnya bangunan yang digunakan sebagai tempat sholat. Sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah sangat menunjang keberhasilan pendidikan. Salah satu pengembangan religiusitas yaitu dengan 10
Noer Rohmah, Pengantar Psikologi Agama (Yogyakarta: Teras, 2013), hlm193-194.
98
diadakannya kegiatan sholat. Berdasarkan analisis peneliti bahwa di SMP Islam Subhanah Subah Batang belum memiliki mushola, tempat yang digunakan untuk sholat yaitu menggunakan ruangan yang tidak terlalu luas,karena ruangannya tidak mencukupi
maka ketika sholat berjamaah
sebagian siswa ada yang sholat di depan ruangan Sebagaimana dikatan oleh Ibu Mintarni bahwa faktor penghambatnya yaitu kurangnya sarana dan prasarana, salah satu pengembangan religiusitas yaitu dengan membiasakan siswa untuk melaksanakan ibadah sholat di SMP Islam Suhanah tempat sholatnya menggunakan ruangan, didepannya memiliki seperti aula dan tidak memiliki atap jadi ketika turun hujan siswa sholatnya bergantian karena ruangannya tidak cukup untuk menampung semua siswa, karena bergantian terkadang siswa jadi malas untuk melaksanakan sholat (S2 baris 193). c. Orang tua yang kurang peduli terhadap keagamaan anak Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam pendidikan anak agar anak menjadi generasi yang memiliki religiusitas yang tinggi. Kedua orang tua harus membekali anak dengan pengetahuan agama, menjadikan agama sebagai pedoman hidup anak. ketika dirumah memberikan teladan dengan perkataan, pebuatan yang baik. Pengaruh kedua orangtua terhadap perkembangan jiwa keagamaan anak dalam pandangan Islam sudah lama disadari. Oleh karena itu, sebagai intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut, kedua orangtua diberikan beban tanggung jawab. Ada semacam rangkaian ketentuan ang
99
dianjurkan kepada orangtua. Yaitu mengadzankan ke telinga bayi yang baru lahir, mengadakan akikah, memberi nama yang baik, mengajarkan membaca al-Quran, membiasakan shalat serta bimbingan lainnya yang sejalan dengan perintah agama. Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam meltakkan dasar perkembangan jiwa keagamaan.11 Seperti yang dikatakan Ibu Musripah faktor yang menjadi penghambat yaitu kurangnya perhatian dari orang tua, ada beberapa siswa yang orang tuanya bekerja menjadi TKI kemudian ada juga siswa yang kedua orang tuanya sibuk bekerja mereka berangkat pagi dan pulang sore, sehingga orang tua kurang perhatian terhadap keagamaan anak. Anak yang dengan latar belakang keluarga seperti itu biasanya suka mencari perhatian, bandel dan susah dinasehati (SI baris 92). Menurut analisis dari peneliti, kurangnya perhatian dari orang tua membuat siswa mudah menerima apa saja yang ada di lingkungan pergaulan siswa. d. Lingkungan pergaulan peserta didik yang kurang baik. Salah satu faktor penghambat di SMP Islam yaitu ketika ada interaksi dengan orang lain dan lingkungan. Terkadang disekolahan sudah dididik agar memiliki religusitas yang tinggi, akan tetapi waktu dirumah siswa terpengaruh dengan teman sepergaulan yang memiliki akhlak yang buruk. Sepintas, lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan yang mengandung unsur tanggung jawab, melainkan hanya merupakan unsur pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai yang ada terkadang lebih mengikat sifatnya. Bahkan, 11
Jalaluddin, Psikologi Agama Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsipprinsip Psikologi (Jakarta: PT. Raja Grafino Persada, 2012), hlm. 312
100
terkadang pengaruhnya lebih besar dalam perkembangan jiwa keagamaan, baik dalam bentuk positif maupun negatif.12 Seperti dikatakan oleh Ibu Musripah: Saat berada di rumah guru sulit untuk memantau pergaulan siswa, terkadang mereka bergaul dengan anak-anak yang bandel dan nakal sehingga terkadang sifat tersebut di bawa ke sekolah (S1 baris 98). Berdasarkan analisis peneliti bahwa di SMP Islam Subhanah Subah guru PAI selalu membimbing agar siswa berbuat baik. Akan tetapi ketika berada di rumah guru sulit memantau pergaulan siswa, terkadang mereka bergaul dengan anak-anak yang bandel dan nakal sehingga terkadang sifat tersebut di bawa ke sekolah. Berdasarkan analisis peneliti bahwa faktor penghambatnya kebanyakan berasal dari luar sekolah yaitu adanya pengaruh dari perkembangan teknologi, Kurang luasnya bangunan yang digunakan sebagai tempat sholat, Orang tua kurang peduli dengan keagamaan anak, dan lingkungan pergaulan peserta didik yang kurang baik. Dengan adanya faktor penghambat, hendaknya dapat diusahakan supaya guru PAI dapat memaksimalkan peranannya dalam pengembangan religiusitas siswa, segala yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran dapat membawa peserta didik yang memiliki religiusitas tinggi.
12
76-85.
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama (Bandung: CV Pustaka Setia,2008), hlm.