BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN STRATEGI DAKWAH AISYIYAH DAN MUSLIMAT NU KABUPATEN TEGAL
A. Persamaan dan Perbedaan Strategi Dakwah Pada bab sebelumnya telah penulis deskripsikan tentang strategi dakwah yang dilakukan Muslimat NU dan Aisyiyah. Strategi dakwah yang diterapkan organisasi Aisyiyah dan Muslimat NU memiliki banyak persamaan. Sebelum penulis menjelaskan lebih jauh letak persamaan dan perbedaan strategi dakwah kedua organisasi tersebut, alangkah lebih baiknya kalau kita mencoba mengkaji ulang strategi dari masing-masing organisasi tersebut. Hal ini penulis anggap penting, yaitu untuk mempermudah dalam mengklasifikasikan mana letak persamaan dan perbedaannya. 1. Analisis terhadap Pelaksanaan Strategi Dakwah Muslimat NU Kabupaten Tegal Pelaksanaan operasional dari program dakwah Muslimat NU Kabupaten Tegal, dilakukan oleh lembaga-lembaga yang ada di lingkungan Muslimat NU Kabupaten Tegal dengan menyesuaikan dengan kondisi masing-masing lembaga. Sehingga ada persiapan dan kesiapan yang lebih matang dalam melaksanakan program guna tercapai efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan. Pengurus cabang dalam hal ini hanya berperan sebagai pemberi arahan, bimbingan serta melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga dan badan otonom sebagai pelaksana kegiatan. Disamping itu pengurus cabang juga melaksanakan program-program yang bersifat umum yang berkaitan dengan pengembangan dan konsolidasi organisasi dengan pengurus di tingkat bawahannya yaitu anak cabang dan ranting. Dalam menyusun rencana operasional, pengurus cabang terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan pengurus anak cabang se-Cabang
75
76 Kabupaten Tegal. Sehingga ada kesesuaian dan persamaan persepsi dari masing- masing pimpinan. Dalam rangka untuk mencapai efektifitas pelaksanaan program tersebut sesuai dengan sasaran, maka pengurus cabang merumuskan rencana strategi untuk dijadikan sebagai acuan dan pegangan dalam melaksanakan kegiatannya yang disesuaikan dengan program yang telah ditetapkan. Rencana strategi dakwah Muslimat NU adalah: a. Menciptakan iklim yang kondusif di dalam kepengurusan Muslimat NU Kabupaten Tegal. b. Memberikan motivasi kepada tenaga da’i sebagai pelaksana dakwah untuk menjalankan tugasnya dengan baik dan penuh dengan tanggung jawab. c. Membuat perencanaan struktur organisasi yang jelas pembagian tugasnya dan memungkinkan personil pengurus dapat menjalankan tugasnya secara optimal dan penuh dengan tanggung jawab. d. Membina lembaga dakwah.1 Dalam menjalankan dakwahnya Muslimat NU Kabupaten Tegal menggunakan konsep analisis SWOT.2 Strategi dakwah Muslimat NU Kabupaten Tegal dapat dikategorikan ke dalam tiga langkah, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam hal perencanaan dimulai dari
konsolidasi
pengurus
dengan
mengkoordinir,
dan
membuat
perencanaan struktur organisasi. Selain itu juga mempersiapkan materi dakwah dan metode. Pada tahap pelaksanaan, yaitu seorang da’i dalam berdakwah harus memperhatikan kondisi mad’u artinya penerapan materi, metode dan media harus disesuaikan dengan kondisi mad’u.
1
Wawacara dengan Hj. Azimatun Ni’mah, BA. Wakil Ketua Muslimat NU Kabupaten Tegal pada tanggal 25 September 2003. 2 Konsep analisis SWOT merupakan suatu proses kelompok yang sangat sederhana namun efektif bagi pengembangan daftar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Lihat John M. Bryson, Strategic Planning for Public and Nonprofit Organizations (A Guide Strengthening an Sustaining Organizational Achievement, Terj. M. Miftahuddin, Perencanaan Strategis bagi Organisasi Sosial, Cet. IV, Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI), Yogyakarta, 2001, hlm. 147.
77 Sedangkan pada tahap evaluasi, yaitu dengan menilai seobyektif mungkin mengenai apakah dakwah yang dilakukan mencapai target sasaran dan tujuan atau malah sebaliknya. Analisis terhadap strategi dakwah Muslimat NU Kabupaten Tegal secara terperinci penulis deskripsikan sebagai berikut: 1. Da’i atau Subyek Dakwah Dalam menyebarluaskan ajaran agama Islam, da’i atau subyek dakwah merupakan komponen yang sangat penting. Karena dalam penyebaran ajaran agama Islam Mulsimat NU memberikan pelatihan kepada para da’i. Hal ini untuk proporsionalitas para da’i dalam menyampaikan dakwah kepada obyek dakwah masyarakat Kabupaten Tegal. Dalam penyampaian dakwah, Muslimat NU juga mengadakan kerjasama dengan organisasi lain dalam menjalankan dakwahnya, seperti kerjasama dengan dokter, dimana dalam bidang kesehatan baik pengurus maupun anggota tidak menguasai bidang kesehatan ini. 2. Mad’u atau Obyek Dakwah Muslimat NU menjadikan masyarakat Kabupaten Tegal sebagai obyek dakwah. Oleh sebab itu Muslimat NU Kabupaten Tegal dalam menjalankan pelaksanaan strategi dakwahnya mempelajari masalah yang ada masyarakat. Maka sebagai bekal dakwah bagi seorang da’i hendaknya melengkapi dirinya dengan beberapa pengetahuan dan pengalaman yang erat hubungannya dengan masyarakat ini. Masyarakat
Kabupaten
Tegal
beraneka
ragam
latar
belakangnya, mempunyai kemauan, keinginan, pikiran dan pandangan hidup yang berbeda-beda. Obyek dakwah adalah seluruh masyarakat Kabupaten Tegal tanpa kecuali, baik pria maupun wanita, beragama maupun belum beragama, muda ataupun tua, pemimpin ataupun rakyat biasa. Seluruh manusia tanpa memandang warna kulit, golongan asalusul keturunan atau pekerjaan.
78 3. Metode dakwah Muslimat NU Kabupaten Tegal Secara garis besar metode dakwah Muslimat NU Kabupaten Tegal adalah metode bil–lisan, metode diskusi dan metode bil–hal. Metode bil–lisan, di dalamnya dilaksanakan dengan pendekatan mauidhah hasanah, tabligh dan ceramah. Metode
bil–lisan
digunakan
pada
masyarakat
awam.
Kemudian metode bil–hal yaitu metode berdakwah dengan amal kongkrit. Pada sisi lain metode yang digunakan Muslimat NU Kabupaten Tegal adalah ceramah, tanya jawab dan diskusi. Apabila dilihat dari segi cara penyampaian dakwah yang dilaksanakan Muslimat NU Kabupaten Tegal, yaitu berusaha mengintegrasikan metode dakwah dengan cara tradisional an cara modern. Dengan cara tradisional yaitu sistem ceramah umum. Dalam metode ini da’i aktif berbicara sedangkan mad’u hanya mendengarkan. Sedangkan cara modern yaitu dengan diskusi dan tanya jawab. Dengan adanya diskusi dan tanya jawab, dakwah akan lancar sehingga mad’u tidak vakum. Dalam perspektif strategi dakwah, maka metode dakwah yang diterapkan Muslimat NU Kabupaten Tegal baik yang tradisional maupun modern memiliki kekuatan (strength), yaitu metode ceramah mudah diterapkan oleh semua da’i, dan dalam metode diskusi atau tanya jawab akan mengakibatkan dalam kegiatan tersebut (pengajian) adanya timbal balik antara da’i dan mad’u. Sedangkan yang menjadi kelemahan (weakness), metode ceramah yang aktif hanya da’inya saja, sedangkan mad’u hanya mendengarkan. Peluang (opportunity), dari metode tersebut mudah dipahami untuk diterapkan. Sedangkan ancaman (threat), apabila metode yang digunakan tidak sesuai dengan materi, maka akan tidak menarik. Dari strategi dakwah tersebut, metode dakwah yang dilaksanakan oleh Muslimat NU Kabupaten Tegal adalah penetapan metode disesuaikan dengan situasi dan kondisi mad’u.
79 4. Media dakwah Muslimat NU Kabupaten Tegal Muslimat NU Kabupaten Tegal dalam melaksanakan aktifitas dakwah menggunakan media massa baik elektronik maupun cetak. Media elektronik seperti radio, dan tape. Sedangkan media cetak yaitu dengan adanya buletin “Buletin Yasmin”. Penggunaan media dakwah tersebut tergolong modern, karena pada konteks sekarang sebagian masyarakat menggunakan media tersebut sehingga sangat tepat ketika pesan-pesan dakwah disampaikan melalui media massa. Kemudian
media
dakwah
melalui
lembaga-lembaga
pendidikan formal, seperti sekolah. Dalam media ini telah mendirikan TK RA dan TPQ, langkah ini memiliki kemudahan dalam berdakwah, sebab melalui lembaga formal ini Muslimat NU telah melaksanakan pesantren kilat. Sedangkan media dakwah melalui organisasi-organisasi Islam dan media tatap muka yang dilaksanakan Muslimat NU merupakan langkah yang tepat. Adapun dalam penggunaan media ini, telah melaksanakan, membentuk KBIH, pengajian majelis ta’lim, dan mudzakarah. Jika ditinjau dari media dakwah Muslimat NU memiliki strategi dakwah, yaitu kekuatan (strength), dengan menggunakan media massa memiliki relevansi sosiologis di masyarakat karena mayoritas umat kita beragama Islam, media pendidikan formal memiliki anggota tetap sehingga mudah dilakukan pembinaan, dan organisasi-organisasi
keagamaan
memiliki
komitmen
untuk
mengamalkan ajaran agama. Sedang kelemahan (weakness), media massa sangat selektif dan terbatasnya dana yang ada. Sedangkan yang menjadi peluang (opportunity), Muslimat NU memiliki kualitas diri dalam
berdakwah
sehingga
muda
diterima
oleh
masyarakat.
Sedangkan ancamannya (threat), jika dalam penyampaian dakwah seorang
da’i
melakukan
kesalahan/kekeliruan
maka
seluruh
80 masyarakat akan mengatahuinya, karena media menjangkau semua lapisan masyarakat. Memperhatikan analisa SWOT tersebut, Muslimat NU Kabupaten Tegal dalam penggunaan media dakwah senantiasa mengoptimalisasikan media yang ada dan menggunakan kesempatan yang sebaik-baiknya dalam menjalankan dakwah. Muslimat NU mencoba mengintegrasikan penggunaan media dakwah yang bersifat modern dan yang sifatnya tradisional. Penggunaan media itu disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat. 5. Materi dakwah Muslimat NU Kabupaten Tegal Materi dakwah yang diterapkan oleh Muslimat NU Kabupaten Tegal antara lain: Tafsirul Qur’an, fiqh, ahklak, dan tarikh Islam. Dalam tafsir al-Qur’an, materi yang disampaikan dalam berdakwah adalah dengan menggunakan Tafsir Jalalain. Materi fiqh yang disampaikan yaitu tentang shalat, zakat, puasa, dan haji. Sedangkan akhlak yaitu tentang akhlak terhadap Allah yang mana manusia harus mensyukuri nikmatnya dan berbakti pada-Nya, kemudian akhlak terhadap sesama manusia, sebab manusia diciptakan dengan derajat yang paling tinggi dari makhluk lain. Dan yang terakhir adalah tarikh Islam, dalam materi ini hanya digunakan pada hari-hari besar seperti isra’ mi’raj, 10 Muharram, hari raya dan hari-hari besar lainnya. Dari beberapa materi tersebut, yang paling pokok adalah Tafsir al-Qur’an. Di samping materi-materi pokok tersebut, perlu juga ditambahkan materi peranan ulama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, persatuan dan kesatuan Indonesia. Maka dengan demikian konsep strategi materi Muslimat NU Kabupaten Tegal memiliki kekuatan (strength), yaitu materi tersebut mudah
dimengerti
dan
mudah
didapatkan
untuk
mencapai
kesempurnaan ibadah seseorang. Yang menjadi kelemahan (weakness),
81 materi tersebut monoton dan membosankan. Yang menjadi peluang (opportunity), dengan materi yang mudah dimengerti, tidak monoton dan tidak membosankan, maka target da’i dalam penyampaian materi akan mengena langsung kepada mad’u. Sedangkan yang menjadi ancaman (threat), materi ini jika tidak ditampilkan dengan baik maka akan stagnan. Dengan konsep strategi tersebut mad’u akan mendapatkan sesuatu yang baru yang belum pernah mereka dapatkan. Hal ini dikarenakan kematangan dalam melaksanakan strategi dakwah yang dilaksanakan oleh Muslimat NU Kabupaten Tegal dalam memberikan sesuatu yang baik kepada masyarakat baik Muslimat NU pada khususnya dan masyarakat Kabupaten Tegal pada umumnya dalam melestarikan ajaran Islam. 2. Analisis terhadap pelaksanaan strategi dakwah Aisyiyah Kabupaten Tegal Aisyiyah Kabupaten Tegal dalam menjalankan dakwahnya, menggunakan perencanaan, ini dimulai dari konsolidasi pengurus yaitu dengan
mengkoordinir,
mengendalikan
dan
menyebarkan
dan
menyebarluaskan tenaga mubalighat. Selain itu juga mempersiapkan materi dakwah dan metode. Pada tahap pelaksanaan, yaitu berdakwah dengan memperhatikan kondisi mad’u. Metode dan media tersebut disesuaikan dengan kondisi masyarakat. Sedangkan pada tahap ketiga adalah evaluasi, yaitu dengan menilai seobyektif mungkin mengenai apakah dakwah yang dilakukan mencapai target sasaran dan tujuan atau malah tidak tercapai. Strategi dakwah yang dilakukan Aisyiyah Kabupaten Tegal secara terperinci akan penulis deskripsikan sebagai berikut: 1) Da’i atau Subyek Dakwah Aisyiyah, juga dalam hal melakukan kegiatan dakwah Islam pelaku dakwah atau disebut sebagai da’i, merupakan komponen yang
82 penting dan merupakan salah satu dari beberapa unsur dakwah yang bertugas sebagai penggerak. Dalam menyebarkan da’i atau subyek dakwah juga membekali para da’i agar dalam menjalankan dakwah dapat sampai kepada mad’u. Dalam melaksanakan kegiatan dakwah, Aisyiyah juga mengirimkan da’i atau subyek dakwah perorangan maupun bersamasama secara terorganisasi. 2) Mad’u atau Obyek Dakwah Aisyiyah Kabupaten Tegal juga menjadikan masyarakat Kabupaten Tegal sebagai obyek dakwah Oleh sebab itu Aisyiyah Kabupaten Tegal juga mempelajari masalah yang ada dalam masyarakat Kabupaten Tegal. Dan para da’i diberikan bekal dakwah dengan beberapa pengetahuan dan pengalaman yang erat hubungannya dengan masyarakat ini. 3) Metode dakwah Aisyiyah Kabupaten Tegal Metode
dakwah
merupakan
komponen
dasar
dalam
berdakwah. Dimana metode merupakan cara atau cara bekerja.3 Secara garis besar metode dakwah Aisyiyah Kabupaten Tegal adalah metode bil–hal dan metode bil–lisan. Metode bil–hal yaitu metode berdakwah dengan amal kongkrit. Metode bil–hal sasarannya adalah kaum fakir miskin dan organ yang tidak mampu. Seperti santunan anak yatim piatu, anak jalanan (Anjal) dan lansia yang dilaksanakan setiap 10 Muharram. Sedangkan metode bil–lisan, di dalamnya dilaksanakan dengan pendekatan mauidhah hasanah, tabligh dan ceramah. Hal ini dititik beratkan pada masyarakat awam, yang cara berpikir mereka masih sederhana. Metode ini digunakan pada pengajian ibu-ibu yang dilaksanakan setiap satu minggu sekali. Apabila dilihat dari segi cara penyampaian dakwah yang dilaksanakan Aisyiyah Kabupaten Tegal, maka Aisyiyah Kabupaten
3
Syamsuri Shiddiq, op. cit., hlm. 13.
83 Tegal berusaha mengintegrasikan metode dakwah dengan cara tradisional dan cara modern. Cara tradisional termasuk didalamnya adalah sistem ceramah umum. Dalam metode ini da’i aktif berbicara dan mendominasi situasi, sedangkan mad’u hanya pasif saja, mendengarkan apa yang disampaikan da’i, komunikasi hanya berlangsung satu arah yaitu dari komunikator (da’i) kepada komunikan (mad’u). Cara modern, termasuk dalam metode ini adalah diskusi, yang didalamnya terjadi komunikasi dua arah dan yang penting terjadi proses tanya jawab antara da’i dan mad’u.. Dalam perspektif strategi dakwah, maka metode dakwah yang diterapkan Aisyiyah Kabupaten Tegal baik yang tradisional maupun yang modern memiliki kekuatan (strength), yaitu metode tersebut mudah diterapkan oleh semua da’i, baik metode ceramah yang dapat menyebarkan informasi secara serentak, dalam metode diskusi terjadi proses tanya jawab antara peserta dan da’i. Sehingga dalam metode ini, da’i dapat mengetahui keinginan dan tujuan peserta diskusi. Metode bil–lisan dan bil–hal dapat dilakukan kapan dan dimana saja. Sedangkan yang menjadi kelemahan (weakness), dalam metode ceramah, yang aktif dan mendominasi hanya da’i sedangkan mad’u bersikap pasif. Sehingga yang terjadi adalah komunikasi satu arah, hal ini akan menjadikan mad’u jenuh. Dan tujuan dakwah tidak tercapai. Metode lain yang digunakan adalah diskusi dan tanya jawab. Dalam metode diskusi ini, da’i harus mempunyai ilmu pengetahuan yang luas, jika tidak maka akan monoton. Peluang (opportunity), dari metode diskusi dan tanya jawab adalah terjadi pelayanan dan hubungan langsung dengan masyarakat. Sedangkan ancamannya (threat), jika metode tidak sesuai dengan materi maka kehilangan pengaruh dari masyarakat dan terjadi persaingan antara lembaga-lembaga lain.
84 Oleh karenanya dalam menjalankan metode dakwah (bil–hal dan bil–lisan), strategi yang dilaksanakan oleh Aisyiyah Kabupaten Tegal untuk mencapai tujuannya harus dilakukan dengan efektif dan efisien, dalam penerapannya metode tersebut harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi mad’u.4 4) Media dakwah Aisyiyah Kabupaten Tegal Dalam melaksanakan aktifitas dakwah, Aisyiyah Kabupaten Tegal menggunakan media massa baik elektronik maupun media cetak (yaitu dengan menerbitkan majalah “Suara Aisyiyah”). Sedangkan media elektronik yang dipakai adalah radio dan tape. Selain itu, juga melalui lembaga-lembaga pendidikan formal. Dalam hal ini Aisyiyah Kabupaten Tegal menggunakan pendidikan sekolah dan kantor pemerintahan. Menurut penulis pada dasarnya Aisyiyah Kabupaten Tegal telah menyadari pentingnya media dalam melaksanakan dakwah di era informasi sekarang ini. Karena informasi sebagai tulang punggung kehidupan, artinya informasi sudah menjadi kebutuhan hidup masyarakat setiap hari baik kebutuhan ekonomi, politik maupun pesanpesan agama. Oleh karena itu penggunaan media dalam dakwah sangat relevan. Penggunaan media dakwah Aisyiyah Kabupaten Tegal dengan alat seperti di atas tergolong modern, karena pada konteks sekarang sebagian masyarakat menggunakan media tersebut sehingga sangat tepat ketika pesan-pesan dakwah disampaikan. Aisyiyah Kabupaten Tegal juga menggunakan media massa. Dalam hal ini media yang dipakai adalah media cetak yaitu dengan menerbitkan majalah “Suara Aisyiyah”. Jika ditinjau dari media dakwah, strategi dakwah Aisyiyah Kabupaten Tegal memiliki kekuatan (strength), yaitu dengan 4
Wawancara dengan Dra. Sriyatun, Ketua Aisyiyah Kabupaten Tegal pada tanggal 17 September 2003.
85 menggunakan media massa baik elektronik maupun cetak yang akan memudahkan para mubalighat dalam pelaksanaan dakwah agar dapat sesuai dengan situasi dan kondisi yang diperlukan. Yang menjadi kelemahan (weakness), media massa sangat selektif dan kurangnya kualitas dari anggota sehingga sangat terbatas, dalam pendanaan– pendapatan yang masih kurang. Sedangkan yang menjadi peluang (opportunity), dalam hal ini Aisyiyah Kabupaten Tegal memiliki kualitas dalam berdakwah sehingga mudah diterima oleh mad’u. Sedangkan ancaman (threat), dengan pemakaian media ini, jika terjadi penyampaian dakwah salah, maka masyarakat akan tahu karena media yang dipakainya. 5) Materi dakwah Aisyiyah Kabupaten Tegal Materi dakwah yang diterapkan Aisyiyah Kabupaten Tegal. Materi yang digunakan adalah aqidah, akhlak dan syari’ah. Materi aqidah merupakan nilai-nilai dasar agama yang fundamental, karena materi ini menyangkut seseorang. Aqidah inilah yang merupakan inti dari ajaran Islam, kemudian akhlak dan syari’ah sebagai penopang dari aqidah. Syari’ah merupakan peraturan-peraturan atau sistem yang ditentukan oleh Allah SWT. untuk umat Islam, baik terperinci maupun pokok-pokok yang meliputi beberapa bagian yaitu masalah aqidah, muamalat maupun hukum-hukum yang lainnya. Sedangkan akhlak mencakup beberapa aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah yang mana manusia harus mensyukuri nikmatnya dan berbakti padanya, kemudian akhlak terhadap sesama manusia, sebab manusia diciptakan dengan derajat yang paling tinggi dari makhluk yang lain. Penerapan strategi dakwah, dalam bidang materi dakwah Aisyiyah Kabupaten Tegal memiliki kekuatan (strength), yaitu materi tersebut
mudah
didapatkan
dan
dipelajari
untuk
mencapai
kesempurnaan ibadah seseorang. Yang menjadi kelemahan (weakness), materi tersebut monoton dan terkesan membosankan. Yang menjadi
86 peluang (opportunity), dengan materi yang mudah didapatkan dan dimengerti, maka masyarakat akan lebih mudah mempelajari dan kemudian mengamalkan. Sedangkan yang menjadi ancaman (threat), adalah materi ini jika tidak ditampilkan secara variatif maka akan mengalami stagnan.5 Dari pemaparan di atas maka dapat kita lihat bahwa dalam melaksanakan strategi dakwahnya, antara Aisyiyah dan Muslimat NU semuanya hampir sama. Dalam hal da’i atau subyek dakwah kedua organisasi tersebut mengambil dari pengurus dan anggota yang telah dibekali. Sedangkan mad’u atau obyek dakwah, keduanya sama yaitu menjadikan masyarakat Kabupaten Tegal sebagai obyek dakwah. Dan metode misalnya, kita menemukan dua metode yaitu metode bil–hal dan metode bil–lisan. Dan ini digunakan oleh kedua organisasi tersebut. Dalam hal materi dan media yang digunakan juga sama. Yaitu media elektronik dan media cetak. Sementara dalam sisi materi penulis melihat ada perbedaan, namun tidak begitu signifikan, yaitu kalau di Aisyiyah hanya materi aqidah, akhlak dan syari’ah sedangkan Muslimat NU ditambah dengan tafsir al-qur’an dan tarikh Islam. Yang kedua materi tersebut tidak diberikan oleh Aisyiyah. Tabel Persamaan dan Perbedaan Strategi Dakwah Aisyiyah dan Muslimat NU. No.
Bentuk
Aisyiyah
1.
Da’i atau Subyek dakwah
Pengurus dan Anggota
Pengurus dan Anggota
2.
Obyek dakwah
3. 4.
Masyarakat Kabupaten Tegal Metode Dakwah Bil–lisan dan bil–hal Media Dakwah Elektronik dan cetak
5.
Materi Dakwah
Masyarakat Kabupaten Tegal Bil–lisan dan bil–hal Elektronik dan cetak Aqidah, akhlak, fiqh, Tafsir al-qur’an dan tarikh Islam
5
Aqidah, akhlak, dan syari’ah
Muslimat NU
Wawancara dengan Dra. Sriyatun, Ketua Aisyiyah Kabupaten Tegal pada tanggal 17 September 2003.
87 Dalam penelitian ilmu sosial ––termasuk di dalamnya adalah ilmu dakwah–– dikenal dua metodologi, yaitu metode verstehen dan metode erklaeren. Metode verstehen adalah modifikasi dari cara interpretasi terhadap teks sedangkan erklaeren merupakan upaya penjelasan seorang sosiolog atas gejala sosial dengan cara melihat kausalitas (sebab-akibat). Metode verstehen dalam disiplin ilmu sosiologi dimasukkan ke dalam wilayah nomotetik sedangkan erklaeren masuk wilayah ideografik. Pengetahuan nomotetik adalah pengetahuan yang mencari hukum-hukum umum atau keteraturan, dan berkaitan dengan pengkajian ilmu alam (natural science) dengan gejalanya secara berulang-ulang. Sedangkan ideografis adalah pengetahuan spesifik yang menyoroti gejala individual dan historis.6 Berangkat dari penjelasan di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa strategi dakwah Muslimat NU dan Aisyiyah masuk ke dalam ilmu ideografis yaitu mencari penyebab terjadinya sebuah gejala sosial, dalam hal ini adalah problem yang dihadapi oleh organisasi sosial keagamaan baik Muslimat NU maupun Aisyiyah. Strategi yang dilakukan Muslimat NU dan Aisyiyah disebabkan adanya problem-problem sosial masyarakat yang harus dicari solusinya. Aplikasi dalam strategi dakwah, baik Muslimat NU maupun Aisyiyah adalah dalam pelaksanaan strategi dakwah. Yang dalam hal ini mencakup lima hal yaitu subyek, obyek, metode, media dan materi dakwah. B. KENDALA-KENDALA
DALAM
PELAKSANAAN
STRATEGI
DAKWAH Organisasi, dalam melaksanakan suatu program yang telah disusun, tentu tidak akan berjalan dengan lancar. Hal ini disebabkan perbedaan kondisi dan situasi masyarakat baik individu maupun kelompok sosial yang ada di
6
Heru Nugoroho, Ide-ide kritis, Pustaka Pelajar, cet. II, Yogyakarta, 2001, hlm. 3-10.
88 dalamnya. Melihat realita tersebut suatu organisasi pasti akan menemui suatu kendala. Sejauh pengamatan penulis tentang lima unsur dakwah (subyek, obyek, metode, media dan materi dakwah) baik Muslimat NU maupun Aisyiyah sudah baik, tetapi dalam pelaksanaan strategi dakwah, mengalami kendala baik internal maupun eksternal. Internal misalkan kurangnya koordinasi, perbedaan pendapat yang menimbulkan perpecahan di tubuh kepengurusan. Sedangkan eksternalnya, dalam melaksanakan program guna terciptanya tujuan dakwah, maka harus mengerti kebutuhan dari masyarakat baik individu maupun kelompok yang ada di dalamnya. Penulis mencoba memaparkan kendala-kendala yang terjadi, baik internal maupun eksternal kedua organisasi. Dari segi pelaksanaan program yang telah disusun oleh kedua pengurus organisasi tersebut, kendala-kendala program melihat dari berbagai bidang yang telah disusun Muslimat NU maupun Aisyiyah Kabupaten Tegal tersebut yaitu: 1. Kendala Muslimat NU Kabupaten Tegal dari berbagai jenis program a. Bidang dakwah Dalam bidang dakwah, ada dua kegiatan yaitu: 1. YHM (Yayasan Haji Muslimat) NU KBIH (Kelompok Bimbingan Haji) Muslimat NU Kabupaten Tegal. Hambatan yang dihadapi antara lain: -
Terbatasnya tenaga pengurus KBIH Muslimat NU yang aktif.
-
Sarana dan prasarana sekretariat yang belum memadahi
-
KBIH belum memasyarakat sehingga masih banyak calon haji yang tidak mengikuti bimbingan di KBIH.
-
Biaya yang dikenakan kepada calon haji baru untuk mencukupi keperluan bimbingan di tanah air sehingga belum dapat membiayai pembimbing sampai ke tanah air.
89 -
Kurangnya kerja sama antar KBIH.7
2. HIDMAT Hambatan yang dihadapi adalah adanya tenaga da’i yang kurang profesional.8 b. Bidang Sosial/Kesehatan Hambatan yang dihadapi antara lain: -
Adanya keterbatasan pengurus YKM NU yang menanganinya
-
Pada umumnya pengurus YKM NU mempunyai fungsi ganda, selain
sebagai
pengurus
YKM
NU
juga
sebagai
pengusaha/pedagang. -
Kurangnya dana, khususnya dalam pengelolaan panti asuhan serta Rumah Bersalin/klinik.9
c. Bidang Pendidikan Hambatan yang dihadapi yaitu kurangnya pengajar profesional TK dan TPQ sehingga murid akan malas untuk belajar. d. Bidang ekonomi Hambatan yang dihadapi antara lain: -
Kurang pahamnya tentang koperasi
-
Perlengkapan kurang tercukupi
-
Kurangnya dana guna menjalankan roda perekonomian.
e. Bidang tenaga kerja Hambatan yang dihadapi adalah tenaga kerja yang belum terampil. f. Bidang organisasi Hambatan yang dihadapi adalah kurang akrabnya antara pengurus yang satu dengan yang lain.10 7
Wawancara dengan Dra. Hj. Azimatun Ni’mah, Wakil ketua Muslimat Kabupaten Tegal pada tanggal 25 September 2003. Lihat Laporan Yayasan Haji Muslimat NU (YHM NU) Kabupaten Tegal, Mukernas Muslimat NU di Jakarta tanggal 24–29 Juni 2002, hlm. 13. 8 Wawancara dengan Dra. Hj. Masruroh, Ketua Dakwah Muslimat NU Kabupaten Tegal pada tanggal 28 September 2003. 9 Wawancara dengan Dra. Hj. Cholidah Makhsan, Ketua Muslimat NU Kabupaten Tegal pada tanggal 23 September 2003. Lihat Laporan Yayasan Kesejahteraan Muslimat NU Wilayah Kerja II Kabupaten Tegal, periode 2000–2005. 10 Ibid.
90 2. Kendala Aisyiyah Kabupaten Tegal dari berbagai jenis program a. Bidang Tabligh Dalam bidang ini terdapat suatu perkumpulan yang disebut sebagai KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) Aisyiyah Kabupaten Tegal. Sedangkan hambatan yang dihadapi adalah: -
Masih kurangnya kerjasama yang baik antara KBIH yang satu dengan yang lain di dalam melaksanakan keputusan yang telah disepakati bersama, terutama di dalam penentuan biaya bimbingan (non BPIH).
-
Kurang adanya perhatian dari petugas kloter pada KBIH Aisyiyah terutama di dalam penempatan jamaah haji di tanah suci dan juga di dalam menghadapi jamaah haji yang sakit.11
b. Bidang BINKES (Pembinaan Kesehatan) Dalam bidang ini, hambatan-hambatan yang dihadapi adalah: -
Adanya kekurangan koordinasi antara PDA bagian BINKES dan LH dengan BINKES dan LH Cabang di Kabupaten Tegal karena tidak ada kantor. PDA yang strategis dan alat komunikasi (telepon) yang memadai.
-
Kekurangcermatan
pengaturan
waktu
untuk
menyampaikan
program kerja dalam setiap rapat baik dengan PDA maupun dengan bagian BINKES Cabang. -
Kurang lancarnya pengumpulan data dari cabang-cabang bagian BINKES se-Kabupaten Tegal.
-
Belum adanya alat komunikasi di Rumah Bersalin Hj. Mafroh, sehingga terlambat untuk mendapatkan informasi.12
11
Wawancara dengan Dra. Hj. Sriyatun, Ketua Aisyiyah Kabupaten Tegal pada tanggal 15 September 2003. Lihat Laporan Kegiatan Bimbingan Ibadah Haji pada Calon Jama’ah Haji tahun 2002 Kabupaten Tegal, KBIH Aisyiyah Kabupaten Tegal. 12 Ibid. Lihat Musyawarah Kerja Daerah I (MUSYKERDA I) Pimpinan Daerah Aisyiyah Kabupaten Tegal, op. cit., hlm. 28.
91 c. Bidang PKS Dalam bidang PKS, hambatan-hambatan yang dihadapi antara lain: -
Belum
bisa
melaksanakan
kegiatan
sendiri
dan
belum
melaksanakan program unggulan. -
Hambatan kerja adalah personalia bagian PKS belum mampu mengemban tugas, karena komunikasi dan koordinasi yang masih sulit terjangkau.13
d. Bidang ekonomi Dalam bidang ekonomi, hambatan-hambatan yang terjadi yaitu: -
Kurangnya kerjasama antara pengurus koperasi yang satu dengan yang lainnya.
-
Perlengkapan masih kurang tersedia
e. Bidang DIKDASMEN Dalam bidang DIKDASMEN, terdapat hambatan yaitu terbatasnya pengajar profesional pada sekolah-sekolah Aisyiyah. f. Bidang pembinaan kader Dalam bidang pembinaan kader, terdapat hambatan yaitu belum dapat menghimpun data tentang kader Aisyiyah yang ada di Cabang-cabang.14 Hambatan-hambatan yang dialami oleh Aisyiyah dan Muslimat NU di atas, dapat digolongkan dalam dua segi. Yaitu segi materi dan non materi. Segi materi misalnya, kurangnya pendanaan, sarana dan prasarana yang kurang memadai. Sedangkan yang non materi lebih kepada kurangnya komunikasi antara beberapa pihak. Dalam ilmu sosiologi dikenal teori fungsional, yaitu yang memandang masyarakat sebagai suatu lembaga sosial yang berada dalam keseimbangan, yang mengontrol kegiatan manusia berdasarkan norma13
Musyawarah Kerja Daerah I, Ibid, hlm. 32. Wawancara dengan Dra. Hj. Sriyatun, Ketua Aisyiyah Kabupaten Tegal pada tanggal 15 September 2003. 14
92 norma yang dianut bersama serta dianggap sah dan mengikat peran serta manusia itu sendiri. Teori ini pertama kali dicetuskan oleh pakar sosiologi August Comte kemudian teori ini dikembangkan oleh Herbert Spencer. Menurut Spencer bahwa masyarakat dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung satu sama lain.15 Lahirnya fungsionalisme struktural sebagai suatu perspektif yang “berbeda” dalam sosiologi memperoleh dorongan yang sangat besar lewat karya-karya klasik seorang ahli sosiolog Perancis, yaitu Emile Durkheim. Masyarakat modern dilihat oleh Durkheim sebagai keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut memiliki seperangkat kebutuhan fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bila mana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat patologis. Sebagai contoh dalam masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Bila mana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi yang keras, maka bagian ini akan mempengaruhi bagian lain dari sistem itu dan akhirnya sistem sebagai keseluruhan. Suatu sistem yang parah dapat menghancurkan
sistem
politik,
mengubah
sistem
keluarga
dan
menyebabkan perubahan dalam struktur keagamaan.16 Selain teori fungsional, dalam ilmu sosiologi dikenal teori interaksi simbolik yang menggambarkan masyarakat bukan dengan memakai konsep-konsep seperti sistem, struktur sosial, posisi status, peranan sosial, pelapisan sosial, melainkan dengan memakai istilah aksi. Masyarakat, organisasi atau kelompok terdiri dari orang-orang yang menghadapi keragaman situasi dan masalah yang berbeda-beda. Situasisituasi itu mengharuskan untuk diselesaikan, maka muncullah suatu gambaran masyarakat yang dinamis, bercorak serba berubah dan 15
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, CV. Rajawali kerjasama dengan Yayasan Solidaritas Gadjah Mada, Jakarta, 1984, hlm. 25. 16 Ibid, hlm. 26.
93 pluralitas. Orang saling berhubungan satu sama lain dan saling menyesuaikan kelakuan mereka secara timbal balik.17 Teori interaksi simbolik pertama kali dicetuskan oleh Herbert Blumer, mahaguru universitas California di Berkeley. Teori ini berusaha mengkritik teori fungsionalis. Dari teori tersebut, kita dapat memahami bahwa hambatanhambatan yang dialami oleh Aisyiyah dan Muslimat NU lebih kepada kurangnya kesadaran akan berorganisasi dari para pengurus dan anggota dan kurangnya komunikasi antara pengurus dan anggota dengan masyarakat sekitar. Berangkat dari persoalan tersebut, maka yang perlu dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan di atas adalah refungsionalisasi masing-masing bidang. Serta kesadaran berorganisasi yang tinggi, meningkatkan komunikasi antar pengurus dengan masyarakat. C. RELEVANSI Sebagaimana dikemukakan di atas, Aisyiyah dan Muslimat NU dalam melaksanakan/merencanakan strategi dakwahnya menggunakan tiga bentuk strategi, yaitu metode, media dan materi dakwah. Dari ketiga bentuk tersebut,
keduanya
memiliki
––hampir
seluruhnya––
persamaan.
Perbedaannya hanya terletak pada segi materi. Tiga bentuk strategi yang digunakan Aisyiyah dan Muslimat NU memiliki relevansi terhadap kondisi sosial kemasayarakatan, terutama masyarakat Kabupaten Tegal. Metode bil–lisan dan metode bil–hal yang diterapkan oleh Aisyiyah dan Muslimat NU dalam pelaksanaan strateginya, ternyata cukup efektif. Hal ini dibuktikan dengan respon masyarakat yang cukup antusias terhadap kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.18 17
K.J. Veeger, Realitas Sosial, Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan IndividuMasyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hlm. 228 18 Hasil observasi peneliti di masing-masing organisasi selama 4 bulan. Dimulai dari bulan Juni-Oktober 2003.
94 Dengan media elektronik seperti radio, tape (kaset) atau melalui surat kabar seperti majalah dan buletin, juga sangat tepat diterapkan dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena pada umumnya masyarakat Kabupaten Tegal ––dalam bidang ekonomi–– masih tergolong dalam masyarakat menengah ke bawah, sehingga dengan media tersebut seluruh masyarakat kabupaten tegal dapat merasakan dan mengikuti setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh Aisyiyah dan Muslimat NU. Dalam segi materi juga nampaknya sudah cukup memberi pemahaman dan pengertian terhadap masyarakat. Sebagai pendidikan dasar mereka tentang agama, materi fiqh, tafsir al-Qur’an dan tarikh al-Islam oleh Muslimat NU dan aqidah, akhlak, serta syari’at oleh Aisyiyah dapat dianggap cukup, dan ini sebagai bekal mereka dalam menjalani kehidupan mereka agar sesuai dengan ajaran Islam. Sehingga nantinya diharapkan agama Islam tetap bersifat sebagai agama rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semesta alam) dan shalih li kulli zaman wa makan (selalu sesuai dengan kondisi ruang dan waktu). Pada dasarnya masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat–istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.19 Salah satu unsur dapat masuk dalam kategori masyarakat adalah kelompok atau perkumpulan.20 Suatu kelompok atau perkumpulan juga merupakan suatu masyarakat karena memenuhi syarat-syaratnya, dengan adanya sistem interaksi antara para anggota, dengan adanya adat–istiadat serta sistem norma yang mengatur interaksi itu, dengan adanya kontinuitas, serta dengan adanya rasa identitas yang mempersatukan semua anggota tadi. Dari pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa organisasi/perkumpulan Aisyiyah dan Muslimat NU dalam mengembangkan dakwahnya, harus selalu berinteraksi dengan adat–istiadat masyarakat 19
147.
20
Koentjoroningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Aksara Baru, Jakarta, 1986, hlm. 143-
Koentjoroningrat membagi unsur-unsur pembentuk masyarakat menjadi 3 yaitu kategori sosial, golongan sosial dan kelompok atau perkumpulan. Ibid, hlm. 148-154.
95 Kabupaten Tegal, sehingga dalam menjalankan program dan strategi dakwahnya dapat diterima seluruh lapisan masyarakat. Karena sesuai dengan tujuan dakwah mereka adalah menegakkan dan menyebarluaskan ajaran Islam dengan melestarikan ‘amar ma’ruf nahi mungkar.