BAB IV ANALISIS MEKANISME PELELANGAN AGUNAN ATAS NON PERFORMING FINANCE DI BANK SYARIAH MANDIRI PEKALONGAN
A. Pengawasan Risiko Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah Mandiri Pekalongan Sudah menjadi maklum adanya bahwa bank syariah bukanlah sekedar lembaga keuangan yang bersifat sosial. Namun, bank syariah juga sebagai lembaga bisnis dalam rangka memperbaiki perekonomian umat. Sesuai dengan itu, maka dana yang dikumpulkan dari masyarakat harus disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan. 1 Namun pada perjalanan selanjutnya, tidak selamanya semua pembiayaan yang dilakukan bank syariah dengan menggunakan modal dana yang berasal dari nasabah penabung berjalan sebagaimana yang diharapkan. Kegiatan penyaluran dana ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan mengandung unsur risiko gagal atau macet. Risiko pembiayaan menurut BSM adalah kemungkinan kerugian yang dihadapi bank berkaitan dengan pemberian fasilitas pembiayaan kepada nasabah. Pembiayaan bermasalah atau Non Performing Finance akan berdampak terhadap tingkat kesehatan bank syariah dan menurunnya laba yang akan berdampak langsung terhadap tingkat bagi hasil yang diterima nasabah yang 1
Muhammad, Kebijakan Fiscal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), hlm. 71.
67
68
menginvestasikan dananya di bank syariah. Adanya dampak langsung tersebut tidak lepas dari prinsip yang menjadi landasan pokok dalam operasional bank syariah, yaitu keterkaitan antara sektor moneter dengan sektor riil sehingga pendapatan yang diterima merupakan hasil riil dari keuntungan yang didapatkan. 2 Menurut Drs. Ismail, dampak kredit (pembiayaan) bermasalah adalah: a. Laba/Rugi bank menurun Penurunan laba tersebut diakibatkan adanya penurunan pendapatan bank. b. Biaya pencadangan penghapusan kredit (pembiayaan) meningkat Bank perlu membentuk pencadangan atas kredit (pembiayaan) bermasalah yang lebih besar. Biaya pencadangan penghapusan kredit (pembiayaan) akan berpengaruh pada penurunan keuntungan bank.3 Secara garis besar, faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah adalah: a. Faktor intern bank 1) Analisis
kurang tepat, misalnya kredit yang diberikan tidak sesuai
dengan kebutuhan sehingga nasabah tidak mampu membayar angsuran yang melebihi kemampuan. 2) Adanya kolusi antara pejabat bank yang menangani kredit dan nasabah, sehingga bank memutuskan kredit yang tidak seharusnya diberikan.
2
Misbahul Munir, Implementasi Prudential Banking dalam Perbankan Syariah, (Malang: UIN Malang Press, 2009), hlm 108. 3 Ismail, Manajemen Perbankan : Dari Teori menuju Aplikasi, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.125.
69
3) Campur tangan terlalu besar dari pihak terkait, misalnya komisaris, direktur bank sehingga petugas tidak independen dalam memutuskan kredit. 4) Kelemahan dalam melakukan pembinaan dan monitoring kredit debitur. b. Faktor ekstern bank 1) Unsur kesengajaan nasabah a) Nasabah tidak memiliki kemauan atau itikad untuk memenuhi kewajibannya. b) Nasabah menggunakan dana kredit tersebut tidak sesuai dengan tujuan penggunaan. Misalnya, kredit modal kerja tetapi digunakan untuk konsumsi. 4 Faktor ini yang sering disebut dengan wanprestasi (default) yaitu suatu keadaan ketika nasabah pembiayaan tidak dapat melaksanakan prestasinya atau kewajiban-kewajibannya karena kesalahan yang dilakukannya. 2) Unsur ketidaksengajaan a) Kemampuan keuangan nasabah menurun sehingga tidak dapat membayar angsuran. b) Perusahaan nasabah mengalami kerugian. c) Perubahan kebijakan dan peraturan pemerintah yang berdampak pada usaha debitur.5
4 5
Ismail, Manajemen Perbankan : Dari Teori menuju Aplikasi, hlm. 123. Ismail, Manajemen Perbankan : Dari Teori menuju Aplikasi, hlm. 124 .
70
Selain unsur-unsur diatas, ada pula unsur force majeur/overmacht, yaitu suatu keadaan ketika debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya dikarenakan oleh suatu kondisi yang tidak dapat diprediksi sebelumnya karena menyangkut hal-hal di luar kemampuan manusia seperti kebakaran, bencana alam, kericuhan dan lain sebagainya. Untuk mengantisipasi pembiayaan yang mungkin bermasalah, maka Bank Syariah Mandiri harus melakukan sejumlah pengawasan pembiayaan yang dimulai sejak pemberian pembiayaan hingga pembiayaan dilunasi nasabah. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi nasabah dan kualitas pembiayaan yang sebenarnya sehingga dapat ditentukan langkah-langkah pembinaan yang tepat kepada nasabah pembiayaan agar terhindar dari pembiayaan yang macet. 6 Adapun analisis pemberian pembiayaan yakni mengacu kepada SK Direksi Bank Indonesia 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995, yang menjelaskan tentang perlunya analisa pembiayaan yang memperhatikan asasasas pembiayaan yang sehat dilakukan, karena setiap pembiayaan yang diberikan oleh bank mengandung risiko. Faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank untuk mengurangi risiko tersebut adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan.7
6
Wawancara dengan Ibu Hj. Sri Parwati Rahayu selaku Kepala Cabang Pembantu Batang yang pada periode sebelumya menjabat sebagai Marketing Manajer, tanggal 5 Mei 2012 pukul 14.30 WIB. 7 Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XI, hlm. 45.
71
Ruang lingkup analisa pembiayaan di Bank Syariah Mandiri meliputi aspek-aspek sebagai berikut:8 1. Aspek hukum/legalitas a) Legalitas pemohon (subyek hukum pemohon/nasabah) b) Legalitas usaha pemohon c) Legalitas pengajuan permohonan pembiayan d) Legalitas obyek yang dimintakan pembiayaan e) Legalitas barang jaminan f) Kajian syariah (dilakukan oleh Marketing/Analysist Officer) g) Legalitas kontrak kerja dan/atau dokumen lain sebagai dasar permohonan pembiayaan. 2. Aspek manajemen/karakter a) Karakter/itikad baik nasabah, termasuk para pengurus untuk nasabah yang berbentuk badan usaha maupun yayasan b) Reputasi nasabah c) Profesionalisme para pengurus d) Kualitas organisasi 3. Aspek teknis dan produksi a) Kondisi sarana dan prasarana produksi b) Kapasitas produksi c) Pengalaman usaha/produksi d) Dukungan tenaga kerja dan lokasi usaha
8
Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XI, hlm. 47-65.
72
4. Aspek pemasaran a) Pangsa pasar b) Manajemen pasar c) Jaringan distribusi 5. Aspek keuangan a) Kondisi keuangan nasabah b) Kemampuan penyediaan dana sendiri (self-financing) c) Jumlah pembiayaan bank d) Jangka waktu pembiayaan e) Kolektibilitas pembiayaan yang sedang berjalan 6. Aspek agunan a) Nilai agunan b) Tingkat marketabilitas c) Pelaksanaan pengikatannya d) Nilai ekonomisnya dan asuransi 7. Aspek sosial dan lingkungan a) Keterkaitan dengan syariat Islam b) Kondisi masyarakat c) Keterkaitan dengan program pemerintah d) Manfaat sosial dan dampak lingkungan.
73
Unsur-unsur penting lain dalam analisis pembiayaan adalah mitigasi risiko dan penetapan persyaratan pembiayaan. a. Mitigasi risiko Langkah-langkah mitigasi dimaksudkan untuk mengamankan posisi bank terhadap risiko-risiko yang dapat merugikan bank. Langkah-langkah yang dapat dilakukan Analysist Officer adalah: 1. Analysist Officer harus dapat mengetahui sifat dan karakter dari usaha yang diusulkan untuk dibiayai. Selain itu harus dapat pula mengidentifikasi
risiko-risiko
geografis,
politik,
ketidakpastian
(menimbulkan spekulasi), inflasi dan persaingan. 2. Analysist Officer mengidentifikasi segala risiko yang menyertai usulan pembiayaan yang meliputi aspek hukum, manajemen/karakter, teknis dan produksi, pemasaran/keuangan, jaminan serta sosial ekonomi. 3. Menentukan langkah-langkah mitigasi terhadap risiko-risiko yang telah teridentifikasi dan memastikan bahwa langkah-lagkah mitigasi yang diusulkan dapat diatasi (menekan risiko-risiko tersebut) 4. Apabila risiko-risiko tersebut tidak dapat ditemukan langkah-langkah mitigasinya sehingga dapat merugikan bank, maka usulan pembiayaan tersebut dapat ditolak. 9 b. Penetapan persyaratan pembiayaan Penetapan persyaratan pembiayaan merupakan tahap akhir dalam analisa pembiayaan. Pada tahap ini Analysist Officer menentukan
9
Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XI, hlm. 108.
74
persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar usulan pembiayan dapat disetujui oleh Komite Pembiayaan. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian pada tahap penetapan persyaratan pembiayaan adalah: 1. Menentukan jenis pembiayaan yang sesuai dengan jenis usaha pemohon/nasabah. 2. Menentukan besarnya maksimal pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank (tidak harus sesuai dengan keinginan pemohon/nasabah). 3. Menyebutkan/menguraikan tujuan penggunaan dari usulan pembiayan tersebut. 4. Menyebutkan besarnya margin/nisbah dari usulan pembiayaaan tersebut. 5. Menyebutkan biaya-biaya yang terkait dalam pemberian fasilitas pembiayaan tersebut. 6. Menguraikan bagaimana cara pemohon atau nasabah mengembalikan atau melunasi pembiayaan tersebut. 7. Menyebutkan dan menguraikan mengenai jaminan terhadap rencana pembiayaan tersebut. 8. Menyebutkan dan menguraikan syarat-syarat penandatanganan akad pembiayaan. 9. Menyebutkan dan menguraikan syarat-syarat penarikan pembiayaan. 10. Menyebutkan dan menguraikan seluruh syarat-syarat lain yang terkait dengan pembiayaan tersebut. Syarat-syarat lain ini biasanya berupa
75
langkah-langkah mitigasi terhadap risiko-risiko yang menyertai fasilitas pembiayaan yang akan diberikan. 10 Pengawasan pembiayaan, yakni tindakan pengawasan/pengawalan dalam pengelolaan pembiayaan yang dimulai sejak pemberian pembiayan hingga pembiayaan dilunasi nasabah pun dilakukan BSM untuk mengetahui kondisi nasabah dan kualitas pembiayaan yang sebenarnya, sehngga dapat ditentukan langkah-langkah pembinaan yang tepat kepada para nasabah pembiayaan. Bagi nasabah yang usaha dan kualitas pembiayaannya rendah dapat segera diupayakan untuk ditingkatkan pembinaannya sehingga terhindar dari kemacetan atau segera dilakukan penagihan. Ruang lingkup pengawasan pembiayaan meliputi: 1. Memastikan bahwa setiap tahapan proses pemberian pembiayan telah dilaksanakan sesuai ketentuan. 2. Memastikan bahwa semua persyaratan pembiayaan telah dipenuhi nasabah. 3. Monitoring penguasaan dan pengamanan jaminan. 4. Monitoring pemenuhan persyaratan yang hingga saat pencairan pembiayaan belum dipenuhi nasabah. 5. Monitoring perkembangan usaha nasabah. 6. Monitoring dokumen-dokumen pembiayaan yang akan jatuh tempo, misalnya masa laku akad, asuransi, legalitas usaha dan sebagainya. 11
10 11
Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XI, hlm. 109. Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XII, hlm. 5.
76
Segala proses tersebut dilakukan BSM untuk menunjukkan komitmen yang besar dalam menjaga kelangsungan dan kesehatan segala bentuk pembiayaan. Karena pembiayaan merupakan salah satu kegiatan operasional utama pada BSM, sehingga BSM harus teliti dan berhati-hati untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang dapat membahayakan kelangsungan pembiayaan yang diberikan kepada nasabah. B. Analisis Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di BSM Bank harus melaksanakan analisis yang mendalam sebelum memutuskan untuk menyetujui ataupun menolak permohonan pembiayaan dari calon debitur. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi permasalahan atas pembiayaan yang telah disalurkan. Akan tetapi, meskipun bank telah melakukan analisis yang cermat, risiko pembiayaan bermasalah juga mungkin terjadi. Tidak ada satu pun bank syariah yang tidak memiliki pembiayaan bermasalah karena tidak mungkin dari semua pembiayaan yang disalurkan semuanya lancar. Upaya yang dilakukan BSM terhadap pembiayaan bermasalah dibedakan menjadi dua, yaitu: 12 1. Nasabah yang masih mempunyai prospek atau itikad baik Untuk nasabah yang masih mempunyai prospek atau paling tidak itikad baik untuk memenuhi kewajibannya, maka BSM akan melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
12
Wawancara dengan Ibu Hj. Sri Parwati Rahayu selaku Kepala Cabang Pembantu Batang yang pada periode sebelumya menjabat sebagai Marketing Manajer, tanggal 5 Mei 2012 pukul 14.30 WIB.
77
1. Penagihan Intensif Yaitu
penyelamatan
pembiayaan
yang
dilakukan
melalui
penagihan intensif kepada nasabah agar dapat memenuhi semua kewajibannya. Dalam melaksanakan penagihan tersebut, BSM melakukan pendekatan-pendekatan secara persuasif dengan harapan nasabah bersedia melakukan pelunasan yang diharapkan bank. Di samping itu, penagihan dilakukan melalui surat yang disampaikan langsung kepada nasabah serta melakukan pemeriksaan setempat (on the spot). 2. Penjadwalan Kembali (Rescheduling) Yaitu
penyelamatan
pembiayaan
yang
hanya
menyangkut
perubahan jadwal pembayaran pokok dan/atau tunggakan pembayaran margin dan/atau jangka waktu pembiayaan. Termasuk perubahan masa tenggang (grace periode) baik meliputi perubahan jumlah angsuran maupun jangka waktu pembiayaan. Dalam pola pelaksanaan rescheduling, sejumlah kebijakan yang diambil BSM diantaranya: 13 a. Besarnya
angsuran
dapat
dipertimbangkan
sesuai
dengan
kemampuan proyeksi cash flow nasabah. b. Biaya administrasi perpanjangan (rescheduling) dipungut sekaligus pada saat penandatanganan akad addendum pembiayaan.
13
Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XV, hlm. 14.
78
c. Bagi nasabah dengan kolektibilitas diragukan, apabila dalam 21 bulan sejak rescheduling tidak ada perbaikan sesuai dengan yang diharapkan, maka kolektibilitasnya diturunkan menjadi macet. d. Bagi nasabah dengan kolektibilitas macet, apabila dalam jangka waktu 18 bulan tidak ada perbaikan sesuai dengan yang diharapkan, maka penyelesaiannya diserahkan kepada TPK (Tim Penyelesaian Pembiayaan). e. Sebaliknya meskipun nasabah pada saat rescheduling dapat memenuhi kolektibilitas lancar, dalam jangka waktu 6 bulan sejak penandatanganan akad penyelamatan pembiayaan, kolektibilitas pembiayaan tersebut ditetapkan setinggi-tingginya kurang lancar. f. Setelah lewat jangka waktu 6 bulan dan diadakan penelitian secara seksama atas kinerja nasabah, kolektibilitasnya dapat dinaikkan menjadi lancar. 3. Persyaratan kembali (Reconditioning) Yaitu penyelamatan pembiayaan dengan cara merubah sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan yang tidak terbatas hanya pada perubahan jadwal pembiayaan, jangka waktu dan/atau persyaratan lainnya
sepanjang
tidak
menyangkut
perubahan
maksimum
pembiayaan. Penyesuaian persyaratan pembiayaan dimaksud dapat meliputi: 14 a. Penjadwalan kembali angsuran pokok dan bagi hasil/margin.
14
Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XV, hlm. 15.
79
b. Penetapan margin, bagi hasil, biaya bank dan denda yang lebih rendah sepanjang keadaan usaha nasabah belum memungkinkan untuk pembayaran bagi hasil/margin. c. Peninjauan kembali besaran self financing yang harus dipenuhi. d. Perubahan persyaratan pembiayaan lainnya (termasuk penukaran agunan). 4. Penataan kembali (Restructuring) Adalah upaya yang dilakukan bank untuk menata kembali (merestrukturisasi) pembiayaannya agar nasabah dapat memenuhi kewajibannya. Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 31/12/UPPB tanggal 12 November 1988, pengertian dari restrukurisasi pembiayan berdasarkan prinsip syariah adalah upaya bank agar nasabah dapat memenuhi kewajibannya kepada bank, antara lain: a. Penurunan tingkat bagi hasil/margin; b. Pengurangan tunggakan bagi hasil/margin; c. Pengurangan tunggakan pokok pembiayaan; d. Perpanjangan jangka waktu pembiayaan; e. Penambahan fasilitas pembiayaan; f. Pengambil-alihan asset nasabah sesuai ketentuan yang berlaku; g. Konversi pembiayaan menjadi penyertaan pada perusahaan nasabah.15
15
Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XV, hlm. 18.
80
Tindakan restructuring ditempuh karena pembiayaan yang diberikan melebihi kemampuan nasabah (over financing) atau nasabah masih kekurangan dana (under financing), dengan syarat agunan yang dikuasai bank cukup untuk meng-cover dan memenuhi syarat yuridis. Dapat pula dilakukan tindakan penyelamatan dengan cara kombinasi, antara lain:16 a. Rescheduling dan Restructuring Misalnya, bank memperpanjang jangka waktu pembiayaan dan menambah jumlah pembiayaan. Hal ini dilakukan karena bank melihat bahwa debitur dapat diselamatkan dengan memeberikan tambahan pembiayaan untuk menambah modal kerja, serta diberikan tambahan waktu agar total angsuran perbulan menurun, sehingga debitur mampu membayar angsuran. b. Rescheduling dan Reconditioning Bank memperpanjang waktu dan meringankan bagi hasil atau margin pembiayaan sehingga nasabah diharapkan dapat membayar kewajibannya. c. Restructuring dan Reconditioning Upaya penambahan pembiayaan diikuti dengan keringanan bagi hasil atau margin akan dapat mendorong pertumbuhan usaha nasabah.
16
Ismail, Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi, hlm 128-129.
81
d. Rescheduling, Restructuring, dan Reconditioning Upaya gabungan ketiga cara tersebut merupakan upaya maksimal yang dilakukan bank misalnya jangka waktu diperpanjang, pembiayaan ditambah, dan bagi hasil atau margin dibebaskan. Upaya-upaya tersebut dilakukan BSM sepanjang nasabah masih bersikap kooperatif, dapat ditemui, dan bersedia untuk bermusyawarah tentang kelangsungan pembiayaan. Bank syariah harus menjalankan kegiatannya berdasarkan syariah. Dengan demikian, menurut hukum hubungan yang terjadi antara bank syariah pada satu pihak, dan para nasabah atau pihak-pihak lain yang menggunakan jasa bank tersebut, harus didasarkan pada syariah Islam.17 Apabila pembiayaan itu masih dapat diharapkan akan berjalan baik kembali, maka bank dapat memberikan keringanan-keringanan. Dalam hal ini, Al-Qur’an memberikan pedoman:
17
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 213.
82
Artinya: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q.S. AlBaqarah: 280). 2. Nasabah yang tidak mempunyai prospek atau itikad baik Untuk nasabah yang sudah tidak mempunyai prospek maupun kemampuan untuk memenuhi kewajibannya, maka dilakukan tindakan pencairan agunan. Pencairan agunan ini juga diterapkan untuk nasabah yang tidak mempunyai itikad baik untuk memenuhi kewajibannya. Pencairan agunan merupakan penjualan barang-barang yang dijadikan agunan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan pencairan agunan (likuidasi) dilakukan terhadap kategori pembiayaan yang menurut bank benar-benar sudah tidak dapat dibantu untuk disehatkan kembali, atau usaha nasabah sudah tidak memiliki prospek untuk dikembangkan. Proses likuidasi dapat dengan: 18 1. Menyerahkan penjualan agunan kepada debitor bersangkutan, harga minimumnya ditetapkan bank, dan pembayarannya tetap dikuasai bank. 2. Penjualan agunan dilakukan melalui lelang dan hasil penjualan diterima oleh bank untuk membayar pinjamannya.
18
Malayu, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 116.
83
3. Agunan disita Pengadilan Negeri lalu dilelang untuk membayar utang debitor. 4. Agunan dibeli bank untuk dijadikan aset bank. Pencairan agunan yang digunakan untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah dapat dilakukan baik melalui cara penebusan agunan maupun dengan melelang barang agunan oleh pihak bank. 19 Adapun dalam masalah pelelangan barang agunan oleh bank, maka hal tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 6 butir Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa usaha bank umum meliputi: “Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.”
C. Analisis Mekanisme Pelelangan Agunan atas NPF di BSM Pekalongan Pada prinsipnya pembiayaan macet merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam akad pembiayaan yang dapat menimbulkan konflik hukum. Tetapi
pada
umunya
kedua
belah
pihak
selalu
berusaha
untuk
menyelesaikanya secara musyawarah menurut ajaran Islam. Namun apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka ditempuhlah jalur litigasi (pengadilan).
19
Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XV, hlm 38.
84
Jalur litigasi ditempuh apabila pembiayaan bermasalah tidak dapat diselesaikan
dengan
langkah
rescheduling,
reconditioning
maupun
restructuring.20 Jalur litigasi adalah jalur terakhir dan melibatkan institusi atau lembaga yang mengikat jaminan pembiayaan dan apabila sengketa masih tidak menemukan solusi yang terbaik untuk kedua belah pihak, maka institusi pengadilan yang ditempuh. Dalam sebuah kontrak perjanjian yang telah disepakati dengan penandatanganan masing-masing pihak yang berjanji, memuat mengenai ketentuan yang membahas tentang jalur yang akan diambil apabila di tengahtengah kesepakatan salah satu pihak bercidera janji. Apabila jaminan yang disertakan nasabah pembiayaan telah diikat dengan jelas sesuai dengan hukum positif pada lembaga terkait, maka apabila dengan jalur nonlitigasi tidak berhasil maka dengan jalur litigasi bank menyelesaikan sengketa jaminan yang terjadi sesuai dengan kontrak perjanjian akad.21 Dalam aplikasi yang diterapkan BSM, jalur litigasi yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa perbankan yang berkaitan dengan pembiayaan bermasalah adalah Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri dipilih karena sesuai dengan legalitas pengikatan jaminan yang dilakukan oleh kedua belah pihak sebelumnya.22
20
Wawancara dengan Ibu Hj. Sri Parwati Rahayu selaku Kepala Cabang Pembantu Batang yang pada periode sebelumya menjabat sebagai Marketing Manajer, tanggal 5 Mei 2012 pukul 14.30 WIB. 21 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syari’ah di Indonesia, (Jogjakarta: Gajah Mada University, 2007), hlm. 186. 22 Wawancara dengan M. Yusuf selaku Bagian Umum SDI, pada tanggal 1 Mei 2012.
85
Mengingat bahwa transaksi yang dilakukan dalam bank syariah termasuk pembiayaan adalah transaksi dalam bidang ekonomi syariah, maka sebenarnya Pengadilan Agama lah yang lebih tepat dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Karena sesuai dengan berlakunya Undang-Undang No.3 Tahun 2006 kewenangan lingkungan Peradilan Agama selain meliputi perkara-perkara dalam bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan sedekah, ditambah lagi dengan perkara-perkara dalam bidang zakat, infak, dan bidang ekonomi syariah. Hal ini ditegaskan dalam penjelasan pasal 49 huruf (i) UU No.3 Tahun 2006 yang menyatakan kewenangan Peradilan Agama meliputi antara lain: Bidang bank syariah, lembaga keuangan mikro syari’ah, asuransi syari’ah, dan lain-lain. 23 Prosedur dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah di BSM Cabang Pekalongan adalah dengan mengirimkan Surat Peringatan I, II, III. Surat Peringatan ini dimaksudkan untuk memberi teguran kepada nasabah pembiayaan untuk segera memenuhi kewajibanya atau bersedia untuk melakukan musyawarah guna menentukan langkah apa yang perlu ditempuh bank untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah tersebut. Adanya
kesediaan
dari
nasabah
untuk
melakukan
musyawarah
menunjukan adanya itikad baik dari nasabah sehingga bank pun akan mengupayakan langkah rescheduling, reconditioning maupun restructuring yang sesuai dengan kondisi keuangan nasabah. Adapun bila nasabah sudah tidak mempunyai prospek, maka ditempuhlah langkah terakhir yaitu pencairan 23
Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah di Pengadilan Agama dan Makamah Syar’iyah, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 100.
86
agunan untuk melunasi kewajibanya. Umumnya dalam kasus seperti ini, tidak perlu ditempuh jalur pengadilan karena nasabah sudah dengan sukarela menyerahkan agunanya kepada bank yang selanjutnya akan dilakukan proses pelelangan.24 Apabila nasabah tidak mempunyai itikad baik, seperti nasabah sudah tidak dapat ditemui untuk berdiskusi dan memiliki berbagai alasan untuk tidak melaksanakan kewajibanya, maka BSM menempuh jalur litigasi yakni, Pengadilan Negeri. Prosedur yang diterapkan dalam BSM dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah melalui jalur Pengadilan Negeri adalah: 1. Surat Peringatan I apabila terjadi penunggakan 1-7 hari. 2. Surat Peringatan II apabila terjadi penunggakan 14-27 hari. 3. Surat Peringatan III apabila terjadi penunggakan 28-30 hari. 4. Membuat surat kuasa kepada pengacara untuk melakukan somasi apabila terjadi penunggakan lebih dari satu bulan. Apabila setelah somasi tetap tidak ada itikad baik dari nasabah, maka bank akan mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri kepada nasabah untuk menyerahkan agunanya kepada pihak penggugat (BSM). Apabila Pengadilan Negeri menerima permohonan tersebut, maka Pengadilan Negeri dapat menerbitkan penetapan Aanmaning atau teguran, penetapan sita yang diikuti dengan penyitaan agunan, dan mengeluarkan penetapan lelang. Apabila nasabah pembiayaan tidak bersedia untuk 24
Wawancara dengan Ibu Hj. Sri Parwati Rahayu selaku Kepala Cabang Pembantu Batang yang pada periode sebelumya menjabat sebagai Marketing Manajer, tanggal 5 Mei 2012 pukul 14.30 WIB.
87
menyerahkan agunan tersebut, maka eksekusinya dilakukan oleh pihak yang berwenang yaitu aparat hukum didampingi dengan juru sita dan perwakilan BSM. Dalam praktiknya, BSM Cabang Pekalongan belum pernah melakukan eksekusi agunan dengan bantuan aparat hukum dan juru sita meskipun hal ini sah menurut pasal 200 ayat 11 HIR/218 ayat 2 RBg yang menjelaskan: “ jika pihak yang dikalahkan tidak mau meninggalkan barang-barang yang tidak bergerak itu, maka ketua Pengadilan Negeri yang dikuasakan harus memberi surat perintah kepada seorang yang berhak menyita, supaya kalau perlu dengan bantuan polisi, pihak yang dikalahkan itu beserta keluarganya disuruh meninggalkan atau mengosongkan barang yang tidak bergerak itu.” Dari pasal tersebut terdapat beberapa asas hukum yang merupakan landasan dalam pelaksanaan eksekusi riil yaitu: a. Penjualan lelang atas barang yang dieksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah dengan pengosongan barang yang dilelang. b. Oleh karena penjualan lelang eksekusi merupakan kesatuan yang tidak terpisah dengan pengosongan barang yang dilelang, hukum memberi wewenang
kepada
pengadilan
(Ketua
Pengadilan Negeri)
untuk
menjalankan pelaksanaan pengosongan barang yang dilelang untuk diserahkan kepada pembeli lelang apabila pihak yang kena lelang tidak mau mengosongkanya secara sukarela.25
25
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 37.
88
BSM selalu mengupayakan cara-cara persuasif maupun pendekatan kepada nasabah pembiayaan agar mau menyerahkan agunannya tanpa melibatkan aparat hukum. Hal ini dilakukan agar tetap ada unsur kerelaan dari nasabah dan untuk meminimalisir adanya unsur kezaliman yang mungkin terjadi pada saat proses eksekusi. Rosulullah SAW mengingatkan: “ Wahai manusia takutlah akan kezaliman (ketidak adilan) sebab sesungguhnya dia akan menjadi kegelapan pada hari pembalasan nanti.”(Hr. Imam Ahmad.) Untuk proses pelelangan, BSM menggunakan jasa KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) yang berlokasi di jl. Gajah Mada No.25 Pekalongan yang kemudian beralih ke Jl. Sriwijaya No.1 Pekalongan, Jawa Tengah. Adapun Prosesnya
adalah
Setelah
Pengadilan
Negeri
menerima
permohonan dari bank selaku kreditor untuk melakukan eksekusi, maka Pengadilan Negeri akan menerbitkan penetapan Aanmaning atau tegoran, penetapan sita yang diikuti dengan penyitaan agunan, dan mengeluarkan surat permohonan lelang ke KPKNL. Dokumen-dokumen persyaratan lelang yang perlu disiapkan dalam pengajuan permohonan lelang ini antara lain: 26 1) Surat permohonan lelang dari pengadilan negeri
26
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, hlm. 111.
89
2) Salinan/fotocopy putusan-putusan pengadilan 3) Salinan/fotocopy tegoran kepada tereksekusi dari ketua pengadilan 4) Salinan/fotocopy penetapan sita pengadilan 5) Salinan/fotocopy berita acara sita dan bukti sita telah terdaftar 6) Salinan/fotocopy penetapan lelang pengadilan 7) Salinan/fotocopy rincian hutang atau jumlah yang harus dipenuhi 8) Salinan/fotocopy pemberitahuan lelang kepada termohon eksekusi 9) Asli dan/atau fotocopy sertifikat jaminan fidusia dan perjanjian kredit (apabila jaminan berupa barang bergerak yang diikat dengan fidusia) 10) Asli dan/atau fotocopy Sertifikat Hak Atas Tanah yang dibebani Hak Tanggungan (apabila jaminan berupa tanah dan/atau bangunan) 11) Asli dan/atau fotocopy Sertifikat Hak Tanggungan dan Akta Pengikatan Hak Tanggungan (APHT) Jika surat permohonan dan berkas syarat-syaratnya sudah dilengkapi, pihak KPKNL akan menentukan hari dan tanggal penetapan lelangnya paling lama seminggu setelah surat permohonan diterima. Untuk mengindari adanya praktik Najasy (komplotan) dalam proses pelelangan, maka BSM melakukan upaya-upaya sebagai berikut: a. Setelah lelang ditentukan, sambil menunggu lelang dilaksanakan, BSM membuat pengumuman lelang pertama, yakni membuat daftar agunan yang akan dilelang dan diedarkan melalui selebaran.
90
b. Setelah 14 hari dari pengumuman lelang pertama, BSM
membuat
pengumuman lelang kedua dan mempublikasikan pada surat kabar agar diketahui khalayak disertakan dengan harga limit penjualan sekaligus. Hal ini dilakukan agar lelang terhadap agunan nasabah dapat diketahui oleh khalayak umum sehingga peserta lelang yang ikut serta lebih dari dua orang. Adanya partisipasi dari masyarakat umum menghindari adanya praktik komplotan yang dapat mempermainkan harga hasil penjualan obyek lelang. Selain itu, untuk peserta lelang ada persyaratan yang harus dilengkapi, yakni:27 1. Peserta wajib menyetorkan uang jaminan lelang sebesar 20% dari nilai limit lelang ke rekening penampungan lelang KPKNL Pekalongan No. 13.118.0108 (BNI cabang Pekalongan) paling lambat harus sudah diterima efektif pada rekening tersebut 1 hari kerja sebelum pelaksanaan lelang. 2. Peserta lelang yang telah menyetorkan uang jaminan diwajibkan mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Induk Peserta Lelang (NIPL) di tempat lelang dengan membawa fotocopy identitas diri (KTP/SIM) serta bukti asli slip setoran jaminan. 3. Pemenang lelang diwajibkan membayar pelunasan harga lelang selambatlambatnya 3 hari kerja setelah pelaksanaan lelang. 4. Apabila pemenang lelang tidak melunasi kewajibannya sampai batas waktu yag ditentukan, maka yang bersangkutan dinyatakan wanprestasi
27
BRI, dalam Selebaran “BRI Punya Acara Lelang Property Tahun 2011”.
91
dan uang jaminan lelang disetorkan ke kas negara sebagai pendapatan jasa lainnya serta peserta lelang akan dimasukkan dalam Daftar Hitam Lelang. 5. Peserta lelang yang tidak memenangkan lelang dapat mengambil kembali uang jaminannya tanpa potongan dengan menunjukkan asli bukti setoran NIPL dan identitas diri. Dalam menentukan harga limit lelang, BSM melakukan taksiran harga sekurang-kurangnya sejumlah pembiayaan yang bermasalah. Hal ini dilakukan agar hasil penjualan lelang dapat meng-cover pembiayaan yang bermasalah. Memang, untuk agunan yang dijadikan obyek lelang tidak dapat terjual sesuai dengan harga pasar karena obyek sengketa memang mempunyai harga di bawah harga pasar. Namun, BSM tetap mengupayakan agar hasil lelang tidak terlalu jauh dari harga pasar dengan menentukan nilai limit harga lelang. Dalam proses pelelangan, BSM tidak turut serta sebagai peserta lelang sehingga hasil penjualan lelang berada sepenuhnya pada penawaran peserta lelang. Hasil penjualan lelang yang melebihi kewajiban nasabah, maka kelebihannya merupakan hak nasabah, sehingga akan dikembalikan kepada nasabah. Adapun apabila nilai jual agunan melalui proses pelelangan lebih rendah dari nilai yang harus dibayar nasabah, maka hal itu tetap menjadi kewajiban nasabah. Untuk nasabah yang tidak mampu menutupi kewajibannya, maka kekurangan itu akan ditanggung pihak BSM dan masuk dalam kerugian bank.
92
Dalam praktiknya di BSM Cabang Pekalongan, hasil Pelelangan agunan nasabah dapat meng-cover nilai yang harus dibayar nasabah, sehingga dapat menyelamatkan dana bank 28. Perlu diingat, bahwa bank hanya sebagai wakil dari para nasabah penyimpan dana. Ketika bank syariah berperan sebagai shahibul mal dalam setiap pembiayaan yang diberikan, segala kerugian usaha yang tidak disebabkan oleh kelalaian nasabah pembiayaan adalah menjadi tanggungan bank.29 Hubungan baik juga terus diupayakan terjalin antara BSM dengan nasabah pembiayaan, meskipun nasabah tersebut adalah nasabah pembiayan yang mengalami masalah. Hal ini dikarenakan mengingat hubungan antara bank syariah dengan nasabah adalah hubungan mitra kerja, hubungan yang memiliki keterikatan emosional, bukanlah hubungan antara kreditur dengan debitur seperti di bank konvensional sehingga hubungan baik harus terus dijaga. Hubungan baik ini dimaksud untuk tetap menjaga tali silaturahmi antara bank dengan nasabah.
28
Wawancara dengan M. Yusuf selaku bagian SDI Umum, pada tanggal 1 Mei 2012. Warkum Sumitro. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002). Hlm 90. 29