BAB IV ANALISIS KECERDASAN SPIRITUAL MENURUT DANAH ZOHAR DAN IAN MARSHALL DAN RELEVANSINYA DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Kecerdasan Spiritual dalam Pendidikan Islam Manusia diciptakan Allah dengan fitrah dan menjadi hambanya yang senantiasa mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Di dunia ini pula, manusia berperan sebagai khalifah Allah, yang menyebarkan rahmat bagi alam semesta. Untuk melaksanakan amanah tersebut, manusia diberi bekal utama oleh Allah berupa kecerdasan dan sikap independen (bebas). Kecerdasan merupakan karunia tertinggi yang diberikan Tuhan kepada manusia, dan ia akan mencapai puncak aktualisasinya jika diperuntukkan sebagaimana visi dan misi penciptaan dan keberadaan manusia di dunia. Secara lebih rinci Dr. Arief Rahman menjelaskan, bahwa kecerdasan adalah kemampuan mengolah sehingga dapat mengerti perbedaan, membuat daftar prioritas, menyelesaikan masalah, membentuk jaringan, mengasosiasikan dan bisa mempunyai kemampuan untuk percaya, berpegang teguh pada prinsip dan banyak lagi kemampuan yang lain.1 Pola-pola kecerdasan ini terus berkembang dari waktu ke waktu, dari model kuantitatif (IQ) menuju kualitatif (EQ). Dan kini kita sedang melakukan eksplorasi kecerdasan yang lebih mendalam lagi, yakni kecerdasan spiritual (SQ). Kecerdasan ini adalah pusat lahirnya gagasan, penemuan, inovasi dan kreatifitas yang lebih fantastik. SQ merupakan kecerdasan tertinggi manusia, dia yang kita gunakan untuk bisa mengoptimalkan IQ dan EQ, karena SQ-lah yang memungkinkan seseorang berfikir secara kreatif, berwawasan jauh kedepan dan mampu membuat aturan-aturan. Pendek kata, jika menginginkan IQ dan EQ anak berkembang optimal, maka kita mulai dengan mengasah kecerdasan spiritualnya. 1
Dewi Septiawati, et. Al., Kecerdasan Spiritual, Ummi Edisi Spesial 4 Tahun, (Jakarta : PT Kimus Bina Tadzkia, 2002) Hlm. 6
57
Semua bentuk kecerdasan yang dimiliki oleh manusia berakar pada potensi atau fitrah yang dianugerahkan oleh Allah. Demikian pula kecerdasan spiritual, dia bersumber dari fitrah manusia itu sendiri. Kecerdasan ini tidak dibentuk melalui diskursus-diskursus atau memori-memori fenomenal, tetapi merupakan aktualisasi fitrah itu sendiri. Ia memancar dari kedalaman diri manusia, karena dorongan-dorongan keingintahuan yang dilandasi kesucian, ketulusan dan tanpa pretensi egoisme.2 Lebih jelasnya, kecerdasan spiritual merupakan kemampuan manusia untuk mengenali potensi fitrah dalam dirinya. Dia adalah kemampuan seseorang untuk mengenali Tuhan yang telah menciptakannya dari segumpal darah. Dengan mengenali Tuhannya, seorang manusia akan sukses dalam hidupnya, bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat. Sebab ia akan mengawali segala sesuatunya dengan nama Allah, menjalaninya sesuai dengan perintah Allah dan mengembalikan apapun hasilnya kepada Allah. Menurut Ary Ginanjar, kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik), serta berprinsip “hanya karena Allah”.3 Fitrah adalah akar Ilahiyah (original road) yang diberikan Allah Swt. semenjak ditiupkannya ruh ke dalam rahim ibu. Dia bersifat dinamis, responsive
terhadap
pengaruh
lingkungan
sekitar,
sehingga
dalam
perkembangannya akan terjadi interaksi (saling mempengaruhi) antara fitrah dan lingkungan sekitar sampai akhir hayatnya. Menurut Abdurrahman Mas’ud, pada dasarnya potensi manusia ada yang bersifat abstrak dan konkrit. Yang abstrak meliputi common sense “akal sehat”, spiritualisme dan hati nurani. Common sense untuk membedakan yang hak dan yang batil, sedang
2 3
. Suharsono. Mencerdaskan Anak. (Jakarta : Inisiasi Press, 2002) Hlm. 51
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, (Yogyakarta : Gema Media, 200), hlm 136
58
hati nurani untuk mengekspresikan perasaan sedih, duka, bahagia dan seni estetika (keindahan).4 Potensi-potensi yang dimiliki manusia pada bentuk asalnya baru berupa dorongan-dorongan dasar yang bekerja secara alami. Yang sebenarnya apabila dijaga, dipelihara, dibimbing dan dikembangkan secara terarah, bertahap dan berkesinambungan. Untuk mengembangkan potensi individu yang unik dan kaya tersebut harus melalui proses pendidikan secara simultan dan proporsional, sehingga akan menghasilkan sosok manusia yang seimbang jasmani dan rohaninya, menjadi hamba Allah yang patuh kepada agama, juga bisa sangat kreatif sebagai khalifah di dunia. Posisi sebagai hamba dan khalifah ini akan selalu bereaksi, artinya se-kreatif-kreatif manusia, di tidak akan keluar dari koridor kehambaan dia sebagai hamba Allah. Sehingga orang yang cerdas adalah orang yang meningkatkan potensi atau fitrah dalam dirinya, tanpa keluar dari aturan main yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Islam
sebagai
agama
sekaligus
sebagai
sistem
peradaban
mengisyaratkan pentingnya pendidikan. Isyarat ini jelas terlihat dari berbagai muatan dalam konsep ajarannya. Menurut pandangan Jalalluddin ada tiga faktor utama yang mendasari konsep pendidikan Islam yaitu: a. Hakikat penciptaan manusia, yaitu agar manusia menjadi pengabdi Allah yang taat dan setia. b. Peran dan tanggung jawab manusia sejalan dengan statusnya selaku abd Allah, Al-Basyr, Al-Insan, Al-Nas, bani Adam maupun khalifah Allah. c. Tugas ulama rasul yaitu membentuk akhlak yang mulia serta memberi rahmat bagi seluruh alam. (Rahmatan li al-alamin).5 Berdasarkan pandangan di atas, maka pendidikan Islam harus merupakan upaya yang harus ditujukan ke arah pengembangan potensi yang dimiliki manusia baik jasmani maupun rohani secara maksimal sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk konkrit yaitu mampu menciptakan sesuatu yang 4 Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Non Dikotomik (Yogyakarta : Gama Media, 2002) Hlm. 136 5
H. Jalaludin, Theologi pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001) Hlm. 72
59
bermanfaat bagi diri, masyarakat dan lingkungan sebagai realisasi fungsi dan tujuan penciptaannya baik sebagai abid maupun khalifah Allah. Di era globalisasi ini pendidikan mengalami masalah yang semakin kompleks, karena modernisme dengan segala perangkatnya yang selalu mengandalkan rasionalitas telah berhasil menciptakan krisis global yang puncaknya adalah kegersangan jiwa dan kekeringan spiritual. Proses pendidikan yang selama ini lebih mengedepankan perkembangan IQ ternyata telah menciptakan manusia-manusia yang materialistis. Lahirnya EQ pun ternyata belum mampu menjawab semua persoalan kehidupan. Manusia membutuhkan bentuk kecerdasan lain untuk sampai pada hakikat makna hidup, yang kita sebut kecerdasan spiritual. Kita harus menyadari bahwa dekadensi moral yang sedang melanda saat ini karena kurang terinternalisasikannya nilai pada peserta didik. Sudah saatnya
kita
menerapkan
konsep
pendidikan
yang
benar-benar
mempertimbangkan keberadaan manusia sebagai makhluk yang universalkomprehensif. Kita harus memperhatikan dimensi spiritual yang selama ini terabaikan. Pengembangan kecerdasan spiritual menjadi syarat mutlak agar kita bisa mengoptimalkan kecerdasan intelektual dan emosional. Zohar dan Marshal sebagai pencetus pertama konsep kecerdasan spiritual sebetulnya ingin mengungkapkan realitas sebenarnya dari manusia, bahwa manusia adalah ,makhluk spiritual, makhluk yang senantiasa terdorong oleh kebutuhan untuk mengajukan pertanyaan mendasar dan pokok. Manusia akan selalu merasakan kerinduan untuk melihat kehidupan dalam konteks yang lebih lapang dan bermakna. Zohar dan marshal mengartikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan yang digunakan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai.6 Kecerdasan intelektual dan emosional tidak dapat menjawab pertanyaan mengapa misalnya, kita meyakini bahwa berempati kepada orang lain adalah suatu kebaikan yang harus kita lakukan? Mengapa ada orang 6
Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spirituil dalam Berfikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2002) hlm. 4
60
yang tahan menderita dan rela berkorban untuk orang lain? Mengapa banyak orang yang memiliki IQ tinggi, keluarga baik, hubungan sosial yang baik dengan orang lain, yaitu kecerdasan spiritual. Sebab IQ dan EQ baru sebatas hubungan dengan sesama manusia yang berdimensi duniawi, sedangkan kecerdasan spiritual berdimensi ukhrawi, bersifat transendental dan merupakan kecerdasan yang bersumber dari nilai-nilai ilahiyah dan kemampuan untuk memaknai setiap kejadian. Kecerdasan spiritual merupakan cara kita menggunakan makna, nilai, tujuan terdalam dan motivasi tertinggi kehidupan dalam proses berfikir, dalam keputusan-keputusan yang kita buat dan dalam segala sesuatu yang kita pikir patut kita lakukan. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang kita gunakan untuk membuat kebaikan, kebenaran, keindahan dan kasih sayang dalam hidup kita. Dia adalah kecerdasan jiwa, jika kita mengartikan jiwa sebagai kapasitas dalam diri manusia yang menyalurkan segala sesuatu dari dimensi-dimensi imajinasi dan kejiwaan yang lebih dalam dan lebih kaya ke dalam kehidupan sehari-hari, keluarga, organisasi dan institusi.7 Jadi kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan jiwa, kecerdasan terdalam dan tertinggi dalam diri manusia. Dia adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk menumbuhkan kesadaran akan makna dan nilai-nilai serta kesadaran akan tujuan fundamental. Kecerdasan spiritual adalah kapasitas bawaan dari otak manusia, SQ berdasarkan
struktur-struktur
dalam
otak
yang
memberi
manusia
kemampuan dasar untuk membentuk makna, nilai dan keyakinan. SQ bersifat prakultural dan lebih primer dibanding agama. Karena memiliki kecerdasan spiritual lah, umat manusia kemudian mengembangkan sistem keagamaan sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang bersifat fundamental. Adanya bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan Zohar dan Marshall yang berupa osilasi 40 Hz, the binding problem, tentang bahasa manusia, dan adanya God Spot dalam otak manusia yang merupakan pusat 7
Danah Zohar dan Ian Marshal, Spiritual Capital, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2005) Hlm. 140
61
spiritual (Spiritual Center), semakin memberikan keyakinan pada kita bahwa potensi kecerdasan spiritual memang sudah terpatri dalam diri manusia sejak manusia itu lahir. Dia adalah potensi bawaan yang diberikan oleh Tuhan pada manusia supaya manusia dapat mengenali penciptanya. Dalam Al-Qur’an sebetulnya sudah diterangkan mengenai potensi otak ini, Taufiq Pasiak seorang dokter sekaligus lulusan pasca sarjana IAIN Alaudin Makasar menjelaskan bahwa, sedikitnya ada empat sinyal yang menerangkan potensi dan aktualisasi fungsi otak manusia dalam Al-Qur’an yaitu: Pertama, kata Nashiyah dalam QS : Al-‘Alaq : 15-16, untuk bagian kepala yang berperilaku pendusta atau pendurhaka, yang dialamatkan pada penantang Nabi Muhammad, yang akan dihukum dengan tarikan kuat pada nashiyah (ubun-ubun) mereka layaknya kuda yang ditarik jambulnya. Tarikan pada daerah jidat itu cukup beralasan dari segi organisasi otak manusia. Lobus frontal dan daerah prefrontal terletak dibelakang Nashiyah, bagian otak ini bisa menjawab untuk kegiatan intelektual tingkat tinggi, kesadaran moral manusia, dan perasaan-perasaan mistik di tempat-tempat itu juga terdapat pengaturan-pengaturan gerakan (motorik) dengan daerah lidah (untuk berbicara) menempati bagian terbesar dan daerah broca untuk berbahasa. Di situ juga terdapat daerah prefrontal yang dapat rusak dapat membuat seseorang makin cerdas, tetapi dengan kepribadian yang terganggu. Kedua, penggunaan kata aql dan qalb, kata aql disebut sebanyak 48 kali, yang semuanya berbentuk kata kerja (fi’il). Jalur yang dipilih Al-Qur’an untuk itu memiliki dua ujung, ia menyebut akal sebagai alat bagi manusia untuk memahami alam semesta dan sekaligus akal sebagai alat rohani manusia untuk menuju Tuhan. Jika akal berfungsi baik, maka manusia akan menjadi makhluk berkesadaran tinggi. Penyebutan bentuk kata kerja dipakai untuk menunjukkan sebuah perbuatan aktif atau melakukan pekerjaan. Jadi, kata itu dipakai untuk memberi penekanan pada fungsi otak, bukan pada otak secara struktural. Kata lain, tetapi semakna yakni al-qalb, jika porsi kata akal
62
diperbanyak pada usaha sains, maka kata qalb dibanyakkan pada usahausaha rohani. Kata al-qalb juga membawa makan kesatuan antar kegiatan sains dan kegiatan rohani, yang artinya juga tidak keterpisahan antara ilmu dan agama. Dan akhirnya, menjembatani ketegangan antara kebenaran (ilmiah) dan keyakinan transendensial (akan kehadiran Tuhan). Dengan penjelasan di atas, baik al-aql maupun al-qalb menunjuk pada otak manusia. Otak mengemban fungsi rasional, fungsi intuitif, dan fungsi spiritual, sebagaimana fungsi itu ditunjukkan oleh dua kata itu. Ketiga, melalui pernyataan lugas “kitaban yalqahu mansyura” (sebuah kitab yang dibentangkan) dalam QS : Al-Isra’ (17 : 13), untuk melukiskan wahana pertanggungjawaban manusia di akhirat nanti. Dengan mengutip tafsiran Abdullah Yusuf Ali, kalimat gulungan yang terbentang, mirip dengan keberadaan kulit otak yang bergulung-gulung dalam batok kepala manusia. Satu saat bibir kita akan dikunci, tangan kita yang berbicara langsung tentang apa yang telah kita kerjakan, dan kaki kita yang menerangkan kemana ia telah dilangkahkan (QS : Yaasin 36 :65). Jika kita diasosiasikan mencatat, maka kulit otak yang menggulung-gulung itu mengingat melalui rekaman pada sel-sel sarafnya. Keempat, adanya sinyalemen tentang pentingnya alat-alat indera, seperti telinga, mata, lidah, tangan dan kulit. Alat-alat itu disebut secara berulang untuk melukiskan aktifitas manusia di dunia. Kata mendengar menunjukkan tingkat kepentingan dari kedua alat tersebut, karena mendengar terjadi terlebih dulu ketika janin dalam kandungan seorang ibu. Dengan sinyalemen itu, Al-Qur’an hendak mengingatkan kita akan keberadaan jejak yang ditinggalkan Tuhan terhadap setiap ciptaan-Nya. Otak bagaikan Central Processor Unit (CPU) dalam sebuah komputer, dapat dilihat satu bukti yang amat penting. Dengan memperhatikan fungsi-fungsi otak bagi kehidupan manusia, keberadaan Tuhan sebenarnya tidak perlu
63
diragukan lagi. Tuhan di mana-mana dapat dirasakan kapan dan oleh siapapun.8 Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual merupakan faktor penting dalam upaya mewujudkan tujuan dari pendidikan Islam, yaitu mewujudkan insan kamil. Karena itu pendidikan dalam prosesnya harus senantiasa berusaha untuk mengembangkan dimensi spiritual agar dimensi intelektual maupun emosional dapat berkembang secara optimal, sehingga melahirkan pribadi-pribadi yang bertanggungjawab atas amanah yang diberikan oleh Allah.
B. Relevansi Konsep Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zakar dan Ian Marshall Dengan Tujuan Pendidikan Islam Kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar dan Ian Marshall adalah kecerdasan tertinggi (the ultimate inteligence) yang dimiliki manusia. Berdasarkan data-data ilmiah yang telah mereka kemukakan, semakin memberikan keyakinan pada kita bahwa potensi kecerdasan spiritual naluri ber-Tuhan memang sudah terpatri dalam diri manusia sejak lahir. Anak-anak dilahirkan dengan kecerdasan spiritual yang tinggi. Namun perlakuan yang tidak tepat dari orang tua, sekolah dan lingkungan seringkali merusak apa yang
mereka
miliki,
padahal
potensi
SQ
yang
terpelihara
akan
mengoptimalkan IQ dan EQ. disinilah letak urgensi dari pendidikan. Pendidikan dalam prosesnya dituntut mampu untuk mengembangkan dan memelihara potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Kunci dari kecerdasan spiritual adalah mengetahui nilai dan tujuan terdalam diri kita.9 Menurut Zohar dan Marshall, secara total ada dua belas ciri khas seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi. Ciri-ciri atau indikator tersebut akan penulis uraikan di bawah tetapi penulis merangkum
8
Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ: Antar Neurosains dan al-qur’an, (Bandung: PT. Mizan Puataka, 2003), hlm. 28-30 9
Danah Zahar dan Ian Marshall, Spiritual Capital, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2005) Hlm. 140
64
ciri-ciri yang identik dan memiliki persamaan menjadi satu, tetapi hal ini tidak mengurangi makna sesungguhnya, dari ciri-ciri tersebut akan kita lihat relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam. 1. Kesadaran diri Menurut Zohar dan Marshall kesadaran diri adalah mengetahui apa yang kita yakini dan mengetahui nilai dan hal apa yang sungguh-sungguh memotifasi kita. Kesadaran akan tujuan hidup kita yang paling dalam.10 Tanpa kesadaran diri yang dalam manusia akan menjadi sosok yang superfisial dan terbatasi ego, dikendalikan oleh perilaku, emosi liar dan motivasi terendahnya. Tanpa kesadaran diri kita akan buta dan tidak sensitif terhadap kehidupan batin kita dan mudah terganggu oleh aktivitasaktivitas dan tujuan kehidupan sehari-hari sehingga kita akan melakukan kesalahan besar dalam kehidupan kita sendiri dan kehidupan yang lain. Tanpa adanya kesadaran diri kita akan berusaha untuk meninggalkan konsekuensi-konsekuensi hidup yang tidak kita inginkan.11 Dalam konteks pendidikan Islam, kesadaran diri menjadi hal penting yang ingin dicapai dalam proses pendidikan. Kesadaran diri terhadap hakekat penciptaan, terhadap status sebagai hamba dan khalifah Allah akan mengantarkan manusia untuk memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Selain itu juga akan berpengaruh dalam membentuk sikap dan perilaku. Selaku hamba Allah, seseorang merasa dituntut untuk meningkatkan pengabdiannya kepada Allah. Oleh karena itu segala yang dilakukan diarahkan pada pengabdiannya kepada pencipta. Selanjutnya sebagai khalifah ia merasa diberi tanggung jawab untuk memakmurkan kehidupan di muka bumi, mewujudkan kedamaian dan keadilan. Jadi kesadaran diri yang tinggi pada diri seseorang adalah faktor yang sangat
10
Ibid., hlm. 135
11
Ibid., hlm. 140
65
penting untuk mewujudkan keseimbangan hubungan horisontal dan vertikal atau hablumminallah dan hablumminannas.12 Kesadaran diri akan membawa kita bersentuhan dengan pusat terdalam kita, pusat diri, sehingga memungkinkan kita menciptakan atau mencipta ulang diri kita secara terus menerus dalam konteks Islam pusat diri lebih dekat artinya dengan hati (Qalb) yang merupakan bagian dari jiwa (Nafs). Nafs adalah substansi yang menyebabkan manusia berbeda kualitasnya dengan makhluk lain yaitu menyebabkan manusia mampu menggagas, berfikir dan merenung. Nafs sebagai penggerak tingkah laku, jika kualitas nafs baik, maka cenderung berbuat baik. Sebaliknya jika kualitasnya rendah, maka cenderung menggerakkan perbuatan buruk. Tetapi dalam prosesnya bekerjanya nafs tidak bekerja secara langsung, karena nafs bukanlah alat, nafs bekerja melalui jaringan sistem yang bersifat rohani. Dalam sistem nafs terdapat subsistem yang bekerja sebagai alat yang memungkinkan manusia dapat memahami, berfikir dan merasa yaitu qalb, bashirah, ruh dan aql.13 Qalb memiliki kedudukan yang sangat menentukan dalam sistem nafsani manusia. Qalb yang memutuskan dan menolak sesuatu dan qalb juga yang memikul tanggung jawab atas apa yang diputuskan.
ﲰﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ: ﲰﻌﺘﻪ ﻳﻘﻮﻝ:ﻋﻦ ﺍﻟﺴﻌﱮ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﻌﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﺑﺸﲑ ﻗﺎﻝ ﺇﺫﺍ ﺻﻠﺤﺖ ﺻﻠﺢ ﺍﳉﺴﺪ,ﺃﻻ ﻭﺇﻥ ﰲ ﺍﳉﺴﺪ ﻣﻀﻐﺔ.........:ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ 14 ( )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ. ﺃﻻ ﻭﻫﻲ ﺍﻟﻘﻠﺐ.ﻛﻠﻪ ﻭﺇﺫﺍ ﻓﺴﺪﺕ ﻓﺴﺪ ﺍﳉﺴﺪ ﻛﻠﻪ “Dari sa’biy dari nu’man bin basyir berkata: saya mendengar sa’biy berkata: saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda: ………………Ketahuilah bahwa dalam setiap tubuh manusia ada sepotong daging yang jika ia sehat maka seluruh tubuhnya juga 12
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris, Op. Cit.,
hlm.204 13 14
Achmad Mubarok, Jiwa dalam al-Qur’an, (Paramida: Jakarta, 2000), hlm. 53
Imam Abi Husain Muslim bin Hajaj, Shahih Muslim, (Baerut: Dar al-Ahya Ittiratil, tth), hlm. 1219
66
sehat, tetapi jika ia rusak maka seluruh tubuhnya akan rusak. Ketahuilah bahwa sepotong daging itu adalah ‘Qalb’” (H.R. Muslim) Dalam Islam, hatilah (qalb) yang menjadi pusat kecerdasan spiritual. Menurut Zohar dan Marshall kecerdasan spiritual berpusat pada titik Tuhan (God Spot) yang terdapat di otak manusia yang lebih tepatnya di daerah lobus temporal. Tetapi tingginya aktifitas “titik Tuhan” tidak dengan sendirinya menjamin SQ tinggi. Untuk mencapai SQ tinggi, seluruh bagian otak, seluruh aspek diri, dan seluruh segi kehidupan harus diintregrasikan. Menurut Zohar dan Marshall untuk memelihara kesadaran diri agar tetap tumbuh dan berkembang dalam diri manusia adalah dengan melakukan praktek meditasi atau refleksi setiap hari. Kita harus menyisihkan ruang dan waktu setip hari untuk mendengarkan diri kita, menyepi dalam ruang pribadi yang meditatif dan tenang.15 Dalam konsep Islam kesadaran diri dimiliki oleh orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Untuk menumbuhkan iman dan taqwa kita harus taat menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya. Shalat adalah amalan yang wajib kita lakukan setiap hari agar kita terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Shalat adalah hubungan hamba dengan Tuhan, dengan hati, pikiran, tubuh dan jiwa yang menyeru, menginginkan serta mencari keintiman kepada yang kita cintai. Di samping menyeru, Tuhan juga menemukan harapan dan ketakutan kita dengan memunculkan diri yang paling dalam menuju diri kita sendiri. Shalat yang khusuk dan benar akan menuntun seseorang untuk menyadari bahwa dia sebenarnya adalah hamba Allah. Dalam ciri kecerdasan spiritual yang pertama ini, yaitu kesadaran diri, penulis memasukkan ciri yang lain yaitu spontanitas dan holisme ke
15
Danah Zohar dan Ian Marshall, Spiritual Capital, Op. Cit., hlm. 141
67
dalamnya. Karena menurut penulis kedua ciri tersebut lebih mengarah dan sangat berkaitan dengan kesadaran diri. 2. Terbimbing oleh visi dan nilai Bertindak berdasarkan prinsip dan keyakinan yang dalam dan hidup sesuai dengannya. Terbimbing oleh visi dan nilai berarti bersikap idealistic, tidak egois dan berdedikasi. Berikut akan disajikan susunan nilai-nilai transpersonal menurut Zohar dan Marshall.16 • Kesempurnaan • Kejujuran
• Belas Kasih
• Persahabatan
• Kesehatan
• Rendah hati
• Iba
• Disiplin
• Mengharai
• Teratur
Hak Milik • Pelayanan
• Kebebasan
• Penghargaan
• Kesadaran
• Loyalitas
• Bersyukur
• Harmoni
• Hidup
• Peduli pada
• Menghargai
generasi masa
Pendahulu
depan • Kebenaran
• Kesetaraan
• Kesetiaan
• Altruisme
• Keindahan
• Pengelolaan
• Toleransi
• Kesopanan
• Keseimbangan • Sederhana
• Memaafkan
• Privasi
• Kepentingan
• Kebahagiaan
• Cinta
• Ketaatan
• Komitmen
• Perlindungan
• Pendidikan
Publik • Menghargai Orang yang
terhadap
lebih Tua
Anak-anak
• Menyelamatkan • Keadilan
• Memelihara
• Kearifan
Keluarga
muka
Manusia bukanlah makhluk yang bebas nilai. Berdasarkan hakikat penciptaannya. Maka secara moral manusia kelak diikat oleh suatu perjanjian dengan penciptanya. Ikatan moral dalam bentuk pernyataan bertauhid kepada Allah (QS. 7:172) sebagai bentuk perjanjian manusia
16
Ibid, hlm 146
68 dengan penciptanya.17 Karena itu manusia dalam setiap aktivitas yang dilakukannya harus senantiasa didasarkan pada kesadaran dan keterikatan dengan nilai ilahiyat. Nilai tauhid inilah yang membedakan dengan konsep danah Zohar dan Ian Marshall. Nilai-nilai yang dikemukakan oleh Zohar dan Marshall belum menyentuh nilai-nilai ketuhanan, tetapi lebih menyentuh nilai-nilai kemanusiaan, hubungan antara manusia sangat ditonjolkan dalam konsep ini. Nilai-nilai fundamental menurut mereka dikategorikan menjadi nilai-nilai personal (berkaitan dengan kehidupan kita sendiri, teman-teman
kita,
keluarga
kita,
kepentingan
kita),
nilai-nilai
interpersonal (hal-hal yang menentukan kelompok kita dan hubungan diantara anggota kelompok itu, seperti loyalitas dan kepercayaan), dan nilai-nilai transpersonal (nilai-nilai yang melampaui diri kita sendiri dan kelompok kita, nilai-nilai yang kita pandang merupakan nilai-nilai universal, misalkan kesucian hidup, melindungi dunia demi generasi mendatang, atau keadilan). Walaupun belum menyentuh nilai-nilai ketuhanan, namun konsep yang dikemukakan Zohar dan Marshall pada dasarnya memiliki cita-cita yang sama dengan ajaran Islam yaitu ingin menciptakan masyarakat dunia yang damai dan berbudaya serta masyarakat yang cerdas secara spiritual. 3. Kepedulian dan keterpanggilan Kepedulian merupakan sifat ikut merasakan dan empati yang dalam. Sifat ini merupakan kerja dasar bagi simpati universal. Sedang keterpanggilan merupakan keinginan kita untuk memberikan pelayanan pada orang lain. Kedua sifat ini penulis masukkan dalam kepedulian sosial. Dimana sifat inilah yang ingin dibangun pada diri peserta didik setelah proses pendidikan berakhir. Kepedulian pada sesama, kasih sayang pada sesama adalah perwujudan dari sifat rahman dan rahim-Nya Allah.
17
H. Jalaluddin, Teologi Pendidikan, op.cit, hlm 49
69
Manusia adalah makhluk sosial dan sesuai nalurinya, manusia tidak bisa hidup sendiri, dia akan selalu membutuhkan dan akan selalu berinteraksi dengan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Sikap peduli pada sesama makhluk Tuhan, pada lingkungan, saling tolong menolong harus terus dipupuk pada diri setiap orang agar tercipta tatanan masyarakat yang damai dan tenang; dan ini adalah tugas dari pendidikan bagaimana pendidikan bisa menciptakan pribadi-pribadi yang memiliki kepedulian sosial. Firman Allah Swt. :
ﺍ ِﻥﺪﻭ ﻌ ﺍﹾﻟﻋﻠﹶﻰ ﺍ ِﻹﹾﺛ ِﻢ ﻭ ﻮﹾﺍﻭﻧ ﺎﺗﻌ ﻭ ﹶﻻ ﻯﺘ ﹾﻘﻮﺍﻟﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟ ِّﱪ ﻭ ﻮﹾﺍﻭﻧ ﺎﺗﻌﻭ ...... “Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya.(Q.S al-Maidah : 2)18 4. Merayakan keragaman Merayakan keragaman disini adalah menghargai perbedaan orang lain, situasi-situasi asing dan tidak mencercanya. Perbedaan dan keragaman adalah hal yang sangat wajar dalam hidup dan ini yang menjadikan hidup lebih dinamis. Menurut Ali Syari’ati sebagaimana dikutip oleh H. Achmadi, manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas yang merupakan kekuatan paling besar dan luar biasa. Kemerdekaan dan kebebasan memilih adalah dua sifat illahiyah yang merupakan ciri menonjol dalam diri manusia.19 Merayakan keragaman atau dalam bahasa penulis toleransi, telah dicontohkan Nabi SAW. saat orang-orang kafir membujuknya untuk berpindah agama. Firman Allah:
18 R.H.A. Sunarjo, Al-Quran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, (Semarang : CV. Alwah, 1989), hlm 157 19
H. Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, op.cit, hlm 21
70
ﻲ ﺩِﻳ ِﻦ ﻭِﻟ ﻢ ﻨ ﹸﻜﻢ ﺩِﻳ ﹶﻟ ﹸﻜ “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” (QS.Al-Kafiruun : 6)20 5. Independensi terhadap lingkungan (Field Independence) Kesanggupan untuk berbeda dan mempertahankan keyakinan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain atau lingkungan adalah sikapsikap independen orang yang memiliki independensi terhadap lingkungan akan menjadi orang yang mandiri, dia tidak bergantung pada keadaan yang ada. Sikap independen adalah dasar dari sikap optimis dan percaya diri. Manusia yang memiliki sikap optimis dan percaya diri dalam hidup akan bisa menjalani hidup dengan lebih baik dan terarah, sikap independensi terhadap lingkungan memiliki kesesuaian dengan tujuan pendidikan Islam yang ingin menumbuhkan sikap optimis dan percaya diri dalam diri peserta didik. 6. Mengambil manfaat dari kemalangan dan membingkai ulang Sikap ini adalah kemampuan untuk menghadapi dan belajar dari kesalahan-kesalahan dan melihat problem-problem sebagai kesempatan. Kita bisa memelihara sikap ini dengan menumbuhkan kesadaran akan diri yang mendalam, sebuah kesadaran mendalam akan nilai-nilai yang fundamental dan kesadaran akan adanya satu titik fokus atau kompas dalam batin. Dalam ajaran Islam kita mengenal konsep berdo’a, berusaha dan tawakkal. Konsep ini menjadi dasar bagi kita bahwa kita dilarang putus asa dalam hidup karena segala sesuatu yang ada di dunia ini sudah ada yang mengatur yaitu Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan hambanya yang bertakwa menjauhkan peserta didik dari sikap putus asa adalah tugas dari pendidikan Islam, supaya peserta didik bisa menjalani
20
R.H.A. Sunarjo,dkk, op.cit, hlm 1112
71
hidupnya dengan penuh percaya diri dan menganggap bahwa rintangan dalam hidup adalah cobaan agar manusia lebih berusaha lagi. 7. Kerendahan hati Mencoba merenungkan berapa banyak kita berutang kepada orang lain atau pada lingkungan, siapa atau apa yang telah membantu membuat kita menjadi seperti sekarang ini akan menjadikan seseorang memiliki sikap rendah hati. Memiliki sikap rendah hati akan mengantarkan manusia untuk tidak bersikap sombong dan akan menghargai orang lain. Islam mengajarkan manusia agar tidak sombong dan takabur sebab sikap-sikap tersebut akan melemahkan keimanan seseorang. Sehingga orang akan mudah tergoda oleh hal-hal keduniaan. Firman Allah :
ﻢﻭ ﹶﻥ ﹶﻟﻬﺠﺪ ِ ﻳ ﻭ ﹶﻻ ﻋﺬﹶﺍﺑﹰﺎ ﹶﺃِﻟﻴﻤﹰﺎ ﻢ ﻬﻌﺬﱢﺑ ﻭﹾﺍ ﹶﻓﻴﺒﺮﺘ ﹾﻜﺳ ﺍﻨ ﹶﻜﻔﹸﻮﹾﺍ ﻭﺳﺘ ﻦ ﺍ ﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳﻭﹶﺃﻣ ...... ﻧﺼِﲑﹰﺍ ﻭ ﹶﻻ ﻴﹰﺎﻭِﻟ ﻭ ِﻥ ﺍﻟﹼﻠ ِﻪﻦ ﺩﻣ “Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong selain dari pada Allah”.(Q.S. an-Nisa' : 173)21 8. Kecenderungan untuk mengajukan pertanyaan fundamental, mengapa? Ini adalah kebutuhan untuk memahami segala sesuatu dan mengetahui intinya. Untuk memelihara sikap ini adalah dengan memancing keluarnya pertanyaan-pertanyaan, baik dari diri kita maupun orang lain, terbuka terhadap tantangan dan senantiasa mencari sesuatu dibalik sesuatu, mencoba mengerti makna dibalik aturan, kebiasaan dan peristiwa yang terjadi. Dari uraian yang telah penulis kemukakan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perbedaan mendasar dari konsep kecerdasan spiritual yang dikemukakan Zohar dan Marshall dengan tujuan pendidikan Islam adalah nilai-nilai aqidah. Konsep Zohar dan Marshall belum menyentuh 21
R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 152
72
nilai-nilai ke-Tuhanan, konsepnya lebih bersifat humanis, hubungan antara manusia. Sedangkan pada pendidikan Islam bertujuan menanamkan nilai-nilai tauhid, aqidah pada peserta didik selain membentuk akhlak yang mulia. Tetapi terdapat relevansi antara konsep Zohar dan Marshall dengan tujuan pendidikan Islam yaitu sama-sama ingin menanam nilainilai kebajikan pada diri manusia, atau dalam konteks Islam ingin membentuk akhlakul karimah pada diri manusia. Zohar dan Marshall ingin menciptakan tatanan masyarakat yang cerdas secara spiritual, dalam konteks Islam, apa yang ingin dicapai Zohar dan Marshall tersebut merupakan parsialisasi dari misi Rasulullah SAW. yang membawa agama Islam sebagai rahmatan li al ‘alamin. Zohar dan Marshall telah memberi kontribusi yang cukup besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan, karena mereka telah memberikan dasar-dasar ilmiah tentang adanya potensi kecerdasan spiritual (SQ) dalam diri manusia. Hal ini lebih memberi keyakinan pada kita bahwa naluri ber-Tuhan pada manusia tidak hanya bersifat konseptual normatif (dalil naqli) tetapi juga teknis konkret (dalil aqli). C. Aplikasi konsep kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar dan Ian Marshall dalam pendidikan Islam. Untuk bisa mencapai Insan Kamil, awal yang harus kita lakukan adalah mengembangkan kecerdasan spiritual yang kita punya. Banyak pendekatan yang dapat kita lakukan dalam proses ini, salah satu alternatifnya adalah cara yang ditawarkan oleh Zohar dan marshal dapat kita aplikasikan dalam proses pendidikan, 22 yaitu: 1. Melalui jalan tugas, penerapan jalan ini dalam keluarga adalah anak dilatih untuk melakukan tugas-tugas hariannya dengan dorongan motivasi dari dalam. Artinya, anak melakukan setiap aktifitasnya dengan perasaan senang, bukan karena terpaksa atau karena adanya
22
Monty P. Satiadarma dan Fedelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan, (Jakarta : Media Grafika, 2003), hlm 49-51
73
tekanan dari orang tua. Biasanya anak akan melakukan tugas-tugasnya dengan penuh semangat apabila dia tahu manfaat baginya. Untuk itu orang tua perlu memberi motivasi, membuka wawasan sehingga setiap tindakan anak tersebut secara bertahap dimotivasi dari dalam. Anak perlu
diberi
waktu
menggunakan
kebebasan
kepribadiannya,
melakukan aktivitas-aktivitas favoritnya, misalnya membaca, menari, bermain musik, memancing. Permainan ini membuat anak-anak produktif dan mengembangkan kekayaan kecerdasan dalam diri mereka. Kebebasan berfikir yang efektif dan positif akan berkembang pada diri anak yang merencanakan, melalui dan menentukan sendiri arah permainannya. Berhubungan dengan hal itu, sifat-sifat orang tua yang sangat mengekang atau mengendalikan anak secara posesif akan menghambat perkembangan SQ anak. Pelaksanaan jalan ini di sekolah adalah dengan memberikan ruang kepada siswa untuk melakukan kegiatannya sendiri dan latih mereka memecahkan masalahnya sendiri. Untuk itu guru tidak perlu terlalu khawatir bahwa muridnya akan melakukan kesalahan. Dalam setiap kegiatan belajar mengajar, beritahu manfaat mengapa anak perlu mempelajari hal tersebut sehingga dia sendiri memiliki motivasi untuk memperdalam materi tersebut yang muncul dari dalam dirinya. Mengenai jalan tugas ini sesuai dengan yang diterangkan dalam alQuran yaitu surat Maryam ayat 55.
ﻴﹰﺎﺿ ِ ﺮ ﻣ ﺭِّﺑ ِﻪ ﺪ ﻭﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﻋِﻨ ﺰﻛﹶﺎ ِﺓ ﺍﻟﻼ ِﺓ ﻭ ﺼﹶ ﺑِﺎﻟﻫﹶﻠﻪ ﹶﺃﺮﻳ ﹾﺄﻣ ﻭ ﹶﻛﺎ ﹶﻥ “Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diradhai di sisi Tuhannya”.23 2. Melalui jalan pengasuhan, yaitu orang tua yang penuh kasih sayang, saling pengertian, cinta dan penghargaan. Anak tidak perlu dimanjakan karena akan melahirkan sifat mementingkan diri sendiri dan mengabaikan kebutuhan orang lain. Orang tua perlu menciptakan 23
R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 468
74
keluarga yang penuh kasih sayang dan saling memaafkan, belajar bisa mendengar dan menerima dengan baik diri kita lebih-lebih orang lain. Orang tua perlu membuka diri, mengambil resiko mengungkapkan dirinya pada putra-putrinya. Dengan cara demikian orang tua memberi model dan pengalaman hidup bagi anak-anak untuk mengembangkan kecerdasan spiritual (SQ)-Nya. Dalam al-Quran yaitu surat al-Baqoroh ayat 233 diterangkan bagaimana orang tua harus mengasuh anak-anaknya.
ﻋ ﹶﺔ ﺎﺮﺿ ﺍﻟﻳِﺘﻢ ﺩ ﺃﹶﻥ ﺍﻦ ﹶﺃﺭ ﻤ ﻴ ِﻦ ِﻟﻴ ِﻦ ﻛﹶﺎ ِﻣﹶﻠﻮﹶﻟ ﺣ ﻦ ﺩﻫ ﻭ ﹶﻻ ﻦ ﹶﺃ ﻌ ﺿ ِ ﺮ ﻳﺍﺕﺍِﻟﺪﺍﹾﻟﻮﻭ ﻑ ِ ﻭﻌﺮ ﻤ ﻦ ﺑِﺎﹾﻟ ﻬﻮﺗ ﺴ ﻭ ِﻛ ﻬﻦ ﺯﹸﻗ ِﺭﻮﻟﹸﻮ ِﺩ ﹶﻟﻪ ﻤ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟﻭ “Para Ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para Ibu dengan cara yang ma’ruf”.24 Pelaksanaan jalan ini di sekolah adalah pendidik perlu menciptakan suasana kelas penuh kegembiraan dimana setiap peserta didik saling menghargai, saling memaafkan apabila terjadi konflik satu dengan yang lain. Dalam sebuah kelas, dimana terdapat beragam karakter, kemungkinan muncul konflik atau pertengkaran sangat tinggi. Justru itulah kesempatan bagi pengembangan kecerdasan spiritual (SQ) bagi peserta didik. Disini guru perlu menjadi pengasuh yang dengan empati mengarahkan peserta didiknya memahami akar yang menimbulkan permasalahan, perasaan masing-masing dan melalui dialog mencari pemecahan yang terbaik atas masalah yang dihadapi tersebut. Setiap konflik atau masalah muncul, guru perlu menjadikannya momentum bagi seluruh peserta didik untuk menumbuhkan kecerdasan spiritual (SQ). 3. Melalui jalan pengetahuan, penerapan dalam keluarga yaitu dengan mengembangkan sikap investigatif, pemahaman, pengetahuan dan
24
R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 57
75
sikap eksploitatif. Di rumah perlu diberi ruang bagi anak untuk mengembangkan wawasan ilmu pengetahuannya. Dialog dengan orang tua yang sudah memiliki pengetahuannya yang lebih luas dapat memperluas pengetahuan anak sehingga membantu usaha eksploitatif dan pencariannya terhadap kekayaan ilmu pengetahuan itu sendiri. Di sekolah pendidik perlu mengembangkan pelajaran dan kurikulum sekolah yang mampu mengembangkan realisasi diri peserta didik. Misalnya kurikulum yang bisa melatih kepekaan peserta terhadap berbagai masalah aktual, dimana peserta didik diajak berefleksi tentang makna, bagaimana dia dapat ikut serta memecahkan masalah-masalah aktual tersebut. Peristiwa-peristiwa bencana alam, banjir dan tanah longsor dimana begitu banyak orang yang mengalami perubahan hidup secara tiba-tiba dan menjadi menderita. Disini kepekaan terhadap nilai dan makna kemanusiaan dapat ditumbuhkan apabila peserta didik diajak untuk berefleksi, menyadari dan ikut merasakan bagaimana berada seperti orang lain. Mencari ilmu dalam Islam sangat dianjurkan hal ini sesuai dengan yang diterangkan dalam al-Quran yaitu surat al-Alaq ayat 1-5.
. ﺮﻡ ﻚ ﹾﺍ َﻷ ﹾﻛ ﺑﺭ ﻭ ﺮﹾﺃ ِﺇ ﹾﻗ. ﻋﹶﻠ ٍﻖ ﻦ ﺎ ﹶﻥ ِﻣﻖ ﹾﺍ ِﻹﻧﺴ ﺧﹶﻠ . ﻖ ﺧﹶﻠ ﻚ ﺍﱠﻟﺬِﻱ ﺭِّﺑ ﺳ ِﻢ ﺮﹾﺃ ﺑِﺎ ِﺇ ﹾﻗ ﻢ ﻌﹶﻠ ﻳ ﻢ ﺎ ﹶﻟﺎ ﹶﻥ ﻣﻢ ﹾﺍﻹِﻧﺴ ﻋﻠﱠ . ﻢ ﺑِﺎﹾﻟ ﹶﻘﹶﻠ ِﻢ ﻋﻠﱠ ﺍﱠﻟﺬِﻱ “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”25 4. Melalui jalan perubahan pribadi (kreativitas). Untuk mengembangkan kreativitas anak dalam keluaraga dengan memberikan waktu pada mereka untuk dapat berimajinasi dan kemudian menciptakan sesuatu sesuai hasil imajinasinya. Banyak larangan akan menghambat ruang kreativitas anak. Itu berarti orang tua tidak lagi melarang dan 25
R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 1079
76
mengarahkan kegiatan anak melainkan perlu berdialog dengan anak, sehingga mereka dapat menggunakan kebebasan kreativitasnya dengan tetap memperhatikan komitmen pada tugas-tugas yang dilakukan. Pelaksanaan jalan perubahan pribadi (kreativitas) di sekolah adalah, dalam setiap kegiatan belajar mengajar seharusnya guru merangsang kreativitas peserta didiknya. Misalnya, mereka dapat menciptakan peraturan kelas dan peraturan sekolahnya sendiri dengan sangat baik dan ideal. Guru tinggal menciptakan kondisi dimana daya kreativitas yang sudah ada dalam diri mereka itu dapat diekspresikan dengan penuh makna. Mengenai kekreativitasan diterangkan dalam al-Quran yaitu surat al-Jum’ah ayat 10
ﷲ َ ﻭﺍ ﺍﺍ ﹾﺫ ﹸﻛﺮﷲ ﻭ ِ ﻀ ِﻞ ﺍ ﻮﺍ ﻣِﻦ ﹶﻓﺘﻐﺑﺍﺽ ﻭ ِ ﺭ ﻭﺍ ﻓِﻲ ﹾﺍ َﻷﺸﺮ ِ ﺘﻧﻼ ﹸﺓ ﻓﹶﺎ ﺼﹶ ﺖ ﺍﻟ ِ ﻴﻀ ِ ﹶﻓِﺈﺫﹶﺍ ﻗﹸ ﻮ ﹶﻥﺗ ﹾﻔِﻠﺤ ﻢ ﻌﻠﱠﻜﹸ ﹶﻛﺜِﲑﹰﺍ ﻟﱠ “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyakbanyak supaya kamu beruntung”26 5. Melalui jalan persaudaraan, hal inilah yang paling dapat dilatih dalam keluarga, melalui sikap saling terbuka semua anggota enggan berdialog satu sama lain. Setiap kesulitan atau konflik yang timbul dalam keluarga dipecahkan bersama dengan saling menghargai satu sama lain. Sarana untuk itu adalah dialog. Untuk dapat berdialog diandalkan kemampuan untuk saling mendengarkan dan saling menerima pendapat yang berbeda. Pengalaman seperti itu hanya dapat dialami oleh anak di dalam keluarganya. Pelaksanaan jalan persaudaraan di sekolah adalah guru harus menghindari hukuman fisik, perkelahian dan saling mengejek antar murid, karena dapat menghambat kecerdasan spiritual (SQ). 26
R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 933
77
sebaliknya guru perlu mendorong setiap peserta didik untuk saling menghargai dan saling memahami pendapat dan perasaan masingmasing. Setiap konflik merupakan kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan spiritual. Lingkungan seperti itu membantu peserta didik mengembangkan kemampuan mengelola konfliknya sendiri dan inilah kecerdasan spiritual (SQ). Manusia diciptakan bersaudara karena itu kita harus hidup rukun dan menghindari permusuhan dengan sesama dalam al-Quran yaitu surat Ali-Imron ayat 103 diterangkan mengenai hal ini.
ﻢ ِﺇ ﹾﺫ ﻴ ﹸﻜﻋﹶﻠ ﷲ ِﺖﺍ ﻤ ﻌ ﻭﹾﺍ ِﻧﺍ ﹾﺫ ﹸﻛﺮﺮﻗﹸﻮﹾﺍ ﻭ ﺗ ﹶﻔ ﻭ ﹶﻻ ﺟﻤِﻴﻌﹰﺎ ﷲ ِ ﺒ ِﻞ ﺍﺤ ﻮﹾﺍ ِﺑﺼﻤ ِ ﺘﻋ ﺍﻭ ﺷﻔﹶﺎ ﻋﻠﹶﻰ ﻢ ﺘﻭﻛﹸﻨ ﺍﻧﹰﺎﺧﻮ ﻤِﺘ ِﻪ ِﺇ ﻌ ﻢ ِﺑِﻨﺤﺘ ﺒﺻ ﻢ ﹶﻓﹶﺄ ﻦ ﹸﻗﻠﹸﻮِﺑ ﹸﻜ ﻴﺑ ﻒ ﺪﺁ ًﺀ ﹶﻓﹶﺄﻟﱠ ﻋ ﻢ ﹶﺃ ﺘﻛﹸﻨ ﻭ ﹶﻥﺘﺪﻬ ﺗ ﻢ ﻌﻠﱠﻜﹸ ﻳِﺘ ِﻪ ﹶﻟﻢ ﺁ ﷲ ﹶﻟ ﹸﻜ ُ ﻦ ﺍ ﺒِّﻴﻳ ﻚ ﺎ ﹶﻛ ﹶﺬِﻟﻨﻬﺎ ِﺭ ﹶﻓﺄﹶﻧ ﹶﻘ ﹶﺬﻛﹸﻢ ِّﻣﻦ ﺍﻟﻨ ﺮ ٍﺓ ِّﻣ ﹾﻔﺣ “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali agama Allah, dan janganlah kamu bercerai berai dan igatlah akan nikmat Allah kepadaMu ketika kamu dahulu masa jahiliyyah bermusuh-musuhan, maka allah menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara, dan kamu telah berada ditepi juran neraka, lalu allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.27 6. Melalui jalan kepemimpinan yang penuh pengabdian. Dalam keluarga orang tua adalah model seorang pemimpin oleh anak-anak di dalam keluarga. Pemimpin yang efektif adalah seorang yang bersikap ramah, mampu memahami perasaan orang yang dipimpin dan mampu berhubungan dengan semua anggota keluarga. Di sini orang tua dapat menjadi model bagi anak-anak untuk melayani, rela berkorban dan mengutamakan kepentingan bersama dari pada kepentingan sendiri. Karena yang memadu setiap perilaku adalah apa yang bernilai dan bermakna bagi semua.
27
R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 93
78
Di sekolah gurulah yang menjadi model seorang pemimpin yang diamati oleh peserta didiknya. Pengalaman peserta didik bagaimana dilayani dan dipahami sungguh-sungguh oleh gurunya adalah pengalaman secara tidak langsung mengajarkan kepada peserta didik bagaimana layaknya perilaku seorang pemimpin, bahwa pemimpin yang efektif itu adalah yang mengerti dan memahami bahwa hanya, melayani kepentingan bawahannya dan bukan hanya mengurus kepentingan dirinya. Dalam Islam diterangkan bahwa manusia adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya.
ﻢ ﹶﺃ ﹶﻻ ﹸﻛﻠﱡ ﹸﻜ:ﻢ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺳﻠﱠ ﻭ ﻴ ِﻪﻋﹶﻠ ﷲ ُ ﺻﻠﹶﻰ ﺍ ﷲ ِ ﻮ ﹶﻝ ﺍ ﺭﺳ ﺮ ﹶﺃﻥﱠ ﻤ ﺑ ِﻦ ﻋﷲ ﺍ ِ ﺒ ِﺪ ﺍﻋ ﻦ ﻋ ﻣ ﻢ ﻭ ﹸﻛﻠﱡ ﹸﻜ ﻉ ٍ ﺍﺭ ِ 28(ﻴﺘِﻪ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﰉ ﺩﻭﺩﺭ ِﻋ ﻦ ﻋ ﻭ ﹲﻝﺴﺆ “Dari Abdullah Bin Umar, sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda: Ketahuilah setiap kamu sekalian adalah pemimpin, dan setiap kalian semua akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya”. (HR. Abu Daud) Uraian diatas adalah cara yang dapat kita tempuh untuk dapat menciptakan pribadi-pribadi yang memiliki kualitas kecerdasan spiritual tinggi. Dengan kecerdasan spiritual yang tinggi akan terwujud manusia yang sempurna (Insan Kamil) yang merupakan tujuan dari pendidikan Islam.
28
Imam Hafidz Abu Daud Sulaiman, Sunan Abu Daud, (Beirut Libanon : Dar al-Kutb, 1996), hlm 339