BAB III PEMIKIRAN DANAH ZOHAR DAN IAN MARSHALL TENTANG KECERDASAN SPIRITUAL
A. Riwayat Hidup Danah Zohar dan Ian Marshall serta Karya-karyanya Danah Zohar dan Ian Marshall adalah pasangan suami istri yang aktif menulis buku dan memandu lokakarya internasional. Mereka sekarang tinggal di Oxford, Inggris bersama kedua anaknya. Danah Zohar sendiri dilahirkan dan mengenyam pendidikan di Amerika. Zohar adalah seorang fisikawan, filosof dan eduaktor management yang sering menjadi pembicara di konferensi internasional mengenai bisnis, pendidikan dan kepemimpinan. Zohar juga telah mengadakan in-house presentation di banyak organisasi seperti Volvo, Shell, British Telecom, Motorola, Philips, Skondia Insurance, UNESCO, The Young President's Organization, dan The European Cultural Foundation. Semasa mudanya Zohar mengidolakan para pemimpin negerinya yang selalu membicarakan cita-cita dan nilai-nilai. Mereka adalah John F. Kennedy, Martin Lutter King dan Bobby Kennedy. Keluarga Zohar merupakan keluarga kelas menengah yang mapan. Sejak masih muda dia sudah bergelut dengan pencarian makna, jalan hidup dan visi yang dapat meletakkan perbuatan yang dia jalani ke dalam kerangka makna yang lebih luas. Gelar B.Sc Physics dan Philosophy diperolehnya di Massachusetts Institute of Technology (MIT) pada tahun 1966. Kemudian dia menyelesaikan karya doktoralnya di Harvard University dalam bidang psikologi dan teologi dari tahun 1966 sampai 1969. Zohar belajar lagi Hebrew University, Yerusalem pada tahun 1969 sampai 1971. Sekarang Zohar menjadi anggota dari Cranfield School of Management. Dia juga mengajar di Oxford Strategic Leadership Programme di Oxford University. Saat ini Zohar menjadi dosen yang terpandang di dunia.
34
35
Dr. Ian Marshall adalah seorang psikiater dan psikoterapis yang berorientasi jungian.1 Dia meraih gelarnya dalam bidang psikologi dan filsafat di Oxford University lalu mengambil gelar medisnya di University of London. Marshall adalah psikiater, psikoterapis dan penulis beberapa makalah akademis mengenai sifat pikiran. Sehari-harinya Marshall bekerja sebagai seorang konselor. Danah Zohar dan Ian Marshall secara berpasangan ataupun sendirian telah menerbitkan buku-buku dan karya-karya ilmiah lainnya. Diantaranya : 1. SQ : Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence (London : Blommsbury, 2000) diterjemahkan oleh Mizan dengan judul SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Dalam buku ini diuraikan tentang kecerdasan jenis ketiga yang dimiliki oleh manusia yaitu kecerdasan spiritual (SQ). Melalui data-data ilmiah dibuktikan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan internal bawaan otak. Sejak lahir manusia memiliki potensi untuk cerdas secara spiritual karena melalui kerja syarafsyaraf yang ada di otak, manusia memiliki kemampuan untuk memiliki kesadaran akan siapa dirinya, kesadaran akan nilai, makna hidup, dan tujuan terdalam dalam kehidupan. 2. Spiritual Capital : Wealth We can Live by Using Our Rational, Emotional and Spiritual Intelligence to Transform Ourselves and Corporate Culture (London : Blommsbury, 2004) diterjemahkan oleh Mizan dengan judul Spiritual Capital, Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis. Buku ini menunjukkan bagaimana SQ (kecerdasan spiritual) diberi tempat didalam dunia bisnis. Bisnis dengan SQ tetap berorientasi profit, tapi bukan hanya 1
Suatu paham yang mengikuti pemikiran Carl Gustav Jung. Jung adalah salah satu dari murid Sigmund Freud yang kecewa terhadap pandangan gurunya yang hanya memberi penekanan secara berlebihan pada seksualitas. Carl Jung mengajukan teorinya mengenai ketidaksadaran kolektif (collective unconscious). Menurutnya ketaksadaran tidak hanya terdiri atas komponen instingtual, tetapi juga spiritual. Jiwa tidak hanya mengandung the personal unconscious tetapi juga the collective unconscious, simpanan pengalaman yang dihimpun oleh nenek moyang kita selama jutaan tahun, "sejarah tak tertulis" dari kemanusiaan sepanjang masa. Lihat Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2001), hlm. xix
36
bagi diri sendiri, melainkan bagi seluruh stakeholder : karyawan, pemilik, mitra kerja, keluarga, masyarakat, bahkan alam dan seluruh kehidupan di bumi. 3. The Quantum Self: Human Nature and Consciousness Defined by the Nezu Physics (London : William Morrow, N.Y Bloomsbury & Harper Collins, 1990). 4. The Quantum Society : Mind, Physics & A New Social Vision (London ; William Morrow, N.Y Bloomsbury & Harper Collins, 1993). Buku ini merupakan rangkaian dari buku The Quantum Self. Kedua buku ini menjadi best seller. Dalam buku ini diuraikan tentang bahasa dan prinsip quantum fisika kedalam sebuah pemahaman baru tentang kesadaran manusia, psikologi dan organisasi sosial. 5. Who's Afraid of Schrodinger's Cat ? A Dictionary of the New Scientific Ideas (London : William Morrow, N.Y Bloomsbury, 1997). 6. Rewiring the Corporate Brain : Using the New Science to Rethink How We Structure and Lead Organizations (San Francisco : Berrett Koehler, 1997). 7. Up My Mother's Flgpole (A Humorous Autobiography) (England : Stein and Day, N.Y. Penguin, 1974). 8. Through the Time Barrier (London : William Heineman, 1982).2 B. Konsep Kecerdasan Spiritual Sejak awal abad ke-20 kecerdasan manusia diidentikkan dengan IQ (intelligence quotient). Kecerdasan ini merupakan hasil pengorganisasian syaraf yang memungkinkan manusia berfikir logis, rasional dan taat asas. Selama ratusan tahun orang mengukur kecerdasan manusia hanya dengan kadar intelektualnya, jadi semakin tinggi IQ seseorang, maka semakin tinggi pula kecerdasannya. Barulah pada pertengahan tahun 1990-an, Daniel Goleman mempopulerkan penelitian dari para neurolog dan psikolog yang 2
Riwayat hidup Danah Zohar dan Ian Marshall dapat dijumpai dihampir semua bukubuku karyanya diantaranya : SQ : Spiritual Intellegence (London : Bloomsbury, 2000), Spiritual Capital (London : Bloomsbury, 2004), The Quantum Self, (London : William Morrow, N.Y Bloomsbury & Harper Collins, 1990). Juga dapat dijumpai di web-site : www.Danahzohar.com
37
menunjukkan bahwa kecerdasan emosional (EQ) sama pentingnya dengan kecerdasan intelektual. Kecerdasan ini membuat kita mampu berfikir asosiatif dan mengenali pola-pola emosi, termasuk memahami dan memiliki kepekaan emosi. Emosi merupakan faktor penting dalam kecerdasan manusia. Jika emosi kita sehat dan matang serta tidak ada kerusakan pada bagian otak yang terkait, maka kita dapat menggunakan beberapa IQ yang kita miliki secara lebih efektif. EQ memberi kita rasa empati, cinta, motivasi dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan dan kegembiraan secara tepat, sehingga dalam situasi apapun kita dapat bersikap dengan tepat. EQ merupakan prasyarat yang harus kita miliki agar bisa mengoptimalkan IQ. Menjelang akhir tahun 1990-an riset neurologis menunjukkan secara ilmiah bahwa otak memiliki jenis kecerdasan yang ketiga. Jenis kecerdasan inilah yang kita gunakan untuk mengakses makna yang terdalam, nilai-nilai fundamental dan kesadaran akan adanya tujuan abadi dalam hidup kita. Kecerdasan ketiga ini dipopulerkan oleh pasangan suami isteri Danah Zohar dan Ian Marshall, keduanya telah lama menyelidiki tentang kecerdasan yang ketiga ini, yang mereka sebut sebagai spiritual quotient (SQ) yaitu kecerdasan spiritual. Menurut mereka spiritual quotient adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.3 Lebih lanjut dikatakan bahwa SQ adalah landasan yang diperlukan untuk menfungsikan IQ dan SQ secara efektif. Bahkan menurut mereka SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita (the ultimate intelligence).4 Jadi SQ memungkinkan seseorang berfikir secara kreatif, berwawasan jauh kedepan dan mampu membuat bahkan mengubah aturan. Pendek kata, jika kita menginginkan IQ dan EQ seseorang berkembang optimal maka kita mulai dengan mengasah kecerdasan spiritualnya. Pada dasarnya kita, manusia adalah makhluk spiritual, karena dalam hidup kita selalu terdorong oleh kebutuhan untuk mengajukan pertanyaan3 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2001), hlm. 4. 4 Ibid.
38
pertanyaan mendasar atau pokok. Misalnya mengapa saya dilahirkan ? Apa makna hidup saya ? Buat apa saya melanjutkan hidup saat saya lelah, depresi atau saat merasa kalah ? Apakah yang dapat membuat semua itu berharga ? Sebenarnya dalam hidup, kita diarahkan, bahkan ditentukan oleh suatu kerinduan yang sangat manusiawi untuk menemukan makna dan nilai dari apa yang kita perbuat dan alami. Kita merasakan suatu kerinduan untuk melihat hidup kita dalam konteks yang lebih lapang dan bermakna, baik dalam keluarga, masyarakat, karier, agama maupun alam semesta itu sendiri. Kebutuhan akan makna inilah yang melahirkan imajinasi simbolis, evolusi bahasa dan pertumbuhan otak manusia yang sangat pesat. Istilah spiritual yang digunakan oleh Zohar dan Marshall tidak berhubungan dengan agama atau sistem keyakinan yang terorganisasi lainnya. Istilah spiritual berasal dari bahasa latin spiritus, yang berarti sesuatu yang memberikan kehidupan atau vitalitas pada sebuah sistem. Spiritualitas di sini dipandang sebagai peningkatan kualitas kehidupan di dunia, alih-alih sebagi penitikberatan ala pendeta pada nilai-nilai akhirati. Bagi umat manusia hal yang memberinya kehidupan, bahkan yang juga memberinya definisi yang unuk adalah kebutuhan kita untuk menempatkan upaya kita dalam satu kerangka makna dan tujuan yang lebih luas. Yang spiritual dalam diri manusia membuat kita bertanya mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan dan membuat kita mencari cara-cara bertindak yang secar fundamental lebih baik. Unsur ini membuat kita ingin agar hidup dan upaya kita menciptakan perubahan di dunia.5 IQ dan EQ secara terpisah atau bersama-sama tidak cukup untuk menjelaskan keseluruhan kompleksitas kecerdasan manusia dan juga kekayaan jiwa serta imajinasinya, karena mereka bekerja didalam batasan, berbeda dengan SQ yang memungkinkan manusia menjadi kreatif, mengubah aturan dan situasi. Perbedaan penting antara SQ dan EQ terletak pada daya ubahnya. Dijelaskan oleh D. Goleman sebagaimana dikutip oleh Zohar dan 5 Danah Zohar dan Ian Marshall, Spiritual Capital, Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2005), hlm. 136.
39
Marshall
bahwa
kecerdasan
emosional
memungkinkan
kita
untuk
memutuskan dalam situasi apa kita berada lalu bersikap secara tepat dalam situasi tersebut. Hal ini berarti kita bekerja didalam batasan situasi, dan membiarkan situasi tersebut mengarahkan kita. Akan tetapi kecerdasan spiritual memungkinkan kita bertanya apakah kita memang ingin berada pada situasi tersebut, ataukah kita lebih suka mengubah situasi tersebut atau memperbaikinya. Ini berarti diri kita bekerja dengan batasan situasi kita, yang memungkinkan kita untuk mengarahkan situasi itu. Lebih lanjut Menurut Zohar dan Marshall, SQ mengintegrasikan semua kecerdasan manusia. SQ menjadikan manusia makhluk yang benar-benar utuh secara intelektual, emosional dan spiritual, tetapi merupakan hal yang mungkin ketiga kecerdasan tersebut (IQ, EQ, dan SQ) berfungsi secara terpisah karena ketiga memilikinya wilayah kekuatan masing-masing.6 Untuk memahami IQ, EQ dan SQ secara utuh, kita harus memahami sistem-sistem berfikir yang ada dan pengorganisasian syaraf masing-masing, yang semua itu berpusat di otak. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, otak merupakan organ tubuh yang paling kompleks. Otak memproduksi pikiran sadar yang menakjubkan yaitu kesadaran akan diri dan lingkungan, serta kemampuan untuk melakukan pilihan bebas dalam kehidupan. Otak juga menghasilkan dan menstruktur pemikiran kita, memungkinkan kita punya perasaan, dan menjembatani kehidupan spiritual, memberikan kesadaran akan makna, nilai dan konteks yang sesuai untuk memahami pengalaman. Otak memberi kita kemampuan dalam peradaban, persentuhan, penglihatan, penciuman, dan berbahasa. Ia merupakan tempat penyimpanan memori kita. Ia pengendalian detak jantung, laju produksi keringat, laju pernapasan dan berbagai fungsi lain. Otak menjadi jembatan antara kehidupan batin dan dunia lahiriah kita, ia mampu menjalankan semua itu karena bersifat kompleks, luwes, adaptif dan mampu mengorganisasi diri.7 Sejalan dengan pendapat di atas Taufiq Pasaik mengemukakan bahwa otak adalah satu-satunya bagian 6 7
Ibid., hlm. 5. Ibid., hlm. 36
40
tubuh yang paling berkembang dan secara otomatis dapat mempelajari dirinya sendiri. Menurutnya ada dua alasan mengapa otak merupakan organ yang paling penting yaitu, pertama secara biologis ia adalah pusat bagi semua aktivitas tubuh baik itu kegiatan sadar maupun tidak sadar. Ia layaknya CPU (Central Processing Unit) dalam sebuah sistem komputer. Kedua, secara simbolis ia diposisikan pada bagian tubuh teratas dan menempati posisi paling tinggi dari semua organ tubuh. Ia disimpan dalam batok kepala yang berlapislapis dan sangat kuat, juga direndam dalam cairan (cerebrospinalis)8 yang diproduksinya sendiri yang membuatnya tahan gempa dan goyangan.9 Lapisan luar otak manusia adalah neo-cortex, dan lapisan ini hanya dimiliki oleh manusia, tidak dimiliki oleh makhluk lain. Otak neo-cortex manusia mampu berhitung, belajar aljabar, mengoperasikan komputer, mempelajari bahasa Inggris, memahami rumus-rumus fisika, melakukan perhitungan angka-angka yang rumit sekalipun. Dengan mempergunakan otak neo-cortex, manusia mampu menciptakan pesawat terbang hingga bom nuklir. Melalui penggunaan otak neo-cortex ini maka lahirlah IQ, kemampuan intelektual. Hal ini berkaitan dengan kesadaran akan ruang, kesadaran akan sesuatu yang tampak, dan penguasaan matematika, IQ mampu bekerja pengukur kecepatan, mengukur hal-hal baru, menyimpan dan mengingat kembali informasi objektif serta berperan aktif dalam menghitung angka dan lain-lain.10 Kemampuan intelektual didorong oleh kemampuan otak untuk berfikir seri. Berfikir atau berproses jenis ini membutuhkan jaringan titik ke titik secara akurat. Keunggulan berfikir seri adalah tepat dan dapat dipercaya. Akan tetapi jenis pemikiran yang melandasi Sains Newtonian ini bersifat linier dan deterministik, jika A pasti B, karena itu jenis pemikiran ini tidak membuka kemungkinan terjadinya nuansa dan ambiguitas. Ia selalu dalam
8 Merupakan suatu cairan tubuh yang mengisi ventrikel (rongga otak) dan canalis centralis (saluran dalam sumsum punggung). Lihat Wildan Yatim, Kamus Biologi, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1999), hlm. 41 9 Taufiq Pasaik, Revolusi IQ/EQ/SQ : Antara Neurosains dan Al-Qur'an, (Bandung : Mizan Pustaka, 2003), cet. 3, hlm. 41. 10 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, (Jakarta : Arga, 2004), cet. 5, hlm. 60.
41 satu keadaan on atau off, ini atau itu.11 Menurut James Carse sebagaimana dikutip oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, pemikiran seri adalah finite game (permainan terbatas). Ia hanya bekerja didalam batas-batas yang telah ditentukan. Pemikiran ini tidak berguna ketika kita ingin menggali wawasan baru atau berurusan dengan hal-hal tak terduga.12 Lapisan otak lebih dalam dari neo-cortex adalah lymbic system (lapisan tengah), lapisan ini terdiri dari talamus, amigdala, hippocampus, hipotalamus, nucleus kaudatus, putamen. Pada otak tengah ini terletak pengendali emosi dan perasaan kita, kecerdasan ini telah dianalisa dengan baik oleh Daniel Goleman dalam bukunya "Emotional Intelligence" atau lebih dikenal dengan sebutan EQ.13 Jenis pemikiran yang melandasi kecerdasan ini adalah model berfikir asosiatif struktur otak yang digunakan untuk berfikir asosiatif dikenal dengan sebutan jaringan syarat (neural network). Berbeda dengan jalur syarat (neural tract) yang membangun pola berfikir seri dengan sifatnya yang pasti, taat aturan, setiap neuron dalam jaringan syarat (neural network) bertindak dan menerima tindakan dari neuron-neuron yang lain secara simultan. Jaringan ini mampu mengembangkan dirinya sendiri melalui interaksinya dengan pengalaman. Ia dapat mempelajari cara-cara baru melalui pengalaman yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ia juga merupakan jenis pemikiran yang dapat mengenali nuansa dan ambiguitas. Selain kedua jenis pemikiran di atas, manusia memiliki jenis pemikiran ketiga yang bersifat kreatif dan intuitif. Dengannya kita memahami akan kesatuan (keutuhan) dalam menangkap suatu situasi atau dalam melakukan reaksi terhadapnya. Pemahaman ini pada dasarnya bersifat holistik atau kemampuan untuk menangkap seluruh konteks yang mengaitkan antar unsur yang terlibat. Kita mempelajari bahasa menggunakan sistem berfikir seri dan asosiatif, tetapi menciptakan bahasa adalah tugas sistem berfikir jenis ketiga. Jenis berfikir ketiga yang dimiliki oleh manusia ini dikenal dengan sebutan jenis berfikir menyatukan (unitive thinking). Kemampuan ini merupakan ciri 11
Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 44 Ibid. 13 Ary Ginanjar Agustian, op.cit., hlm. 61 12
42
utama kesadaran dan merupakan kunci dalam memahami argumen neurologis dari SQ. 14 Dari uraian di atas terlihat bahwa kecerdasan emosi bukanlah sebuah kecerdasan statis, dia dapat tumbuh dan berkembang seumur hidup dengan belajar. Cerdas tidaknya emosi seseorang sangat tergantung pada proses pembelajaran, pengasahan dan pelatihan yang dilakukan sepanjang hayat. Berbeda dengan IQ yang bersifat tetap, artinya seseorang yang memiliki IQ rendah tidak dapat direkayasa untuk menjadi seorang yang jenius. Untuk bisa hidup sukses dan bahagia seseorang tidak cukup hanya memiliki IQ dan EQ. masih ada nilai-nilai lain yang tidak bisa kita pungkiri keberadaannya, yaitu kecerdasan spiritual. Artinya, IQ memang penting kehadirannya dalam kehidupan manusia, yaitu agar manusia bisa memanfaatkan teknologi demi efisiensi dan efektivitas. Juga peran EQ yang memegang begitu penting dalam membangun hubungan antar manusia yang efektif sekaligus perannya dalam meningkatkan kinerja seseorang. Namun tanpa SQ yang mengajarkan nilainilai kebenaran, maka keberhasilan itu hanya akan menghasilkan Hitler-hitler baru atau Fir'aun-fir'aun kecil di muka bumi. Secara garis besar, ketiga kecerdasan dasar manusia menurut Danah Zohar dan Ian Marshall akan disajikan dalam bagan berikut ini.15
Aspek
IQ
EQ
SQ
Struktur
Jalur syaraf
Jaringan syaraf Osilasi 40 Hz
Cara berfikir
Serial
Asosiatif
Unitif
Tipe berfikir
Rasional
Emosional
Spiritual
Sifat
Otomatis, kaku Fleksibel
Dapat berubah
Kelebihan/kekurangan
Akurat, tepat,
Sangat akurat
Tidak akurat,
dapat dipercaya fleksibel Dasar filosofis
Newtonian
Humanisme
Filosofi ketimuran berkesadaran
14 15
Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 46 Taufik Pasiak, op.cit., hlm 136
43
Proses belajar
Tidak bisa
Dapat belajar
Dapat belajar
Personal
Transpersonal
belajar Proses psikologi
Prapersonal
Kecerdasan spiritual atau SQ adalah kecerdasan yang berkaitan dengan hal-hal transenden, hal-hal yang tak terbatas. Ia melampaui kekinian dan pengalaman manusia. Ia adalah bagian terdalam dan terpenting dari manusia. Dalam sains, terutama neuroanatomi dan neurokimia membuktikan bahwa SQ berbasis pada otak manusia. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall ada beberapa bukti ilmiah yang membuktikan keberadaan SQ dalam diri manusia yaitu : 1. Osilasi 40 Hz Otak manusia tidak sekedar massa sel syaraf material. Karena, seperti sel-sel jantung yang mengandung muatan listrik, sel-sel otak juga bermuatan listrik. Komunikasi antar sel syaraf melalui ujung-ujung selnya, terjadi karena ada pelepasan muatan listrik. Getaran syaraf karena tersentuh muatan listrik dari ujung satu ujung sel syaraf itu dapat direkam. Berbagai riset tentang sifat dan fungsi osilasi 40 Hz di seluruh bagian otak telah dilakukan oleh Rodolfo L Linas dan kolega-koleganya di fakultas kedokteran Universitas New York. Penelitian L linas ini diilhami oleh semangat untuk memahami persoalan hubungan antara pikiran dan tubuh (mind body problem). Dengan menggunakan alat MEG16 (magneto encephalography) L Linas menunjukkan bahwa osilasi 40 Hz dijumpai di seluruh bagian otak dalam berbagai sistem dan tingkatan.17 Gelombang atau isolasi 40 Hz terjadi ketika otak, tanpa pengaruh rangsangan inderawi
16
Merupakan versi perbaikan dari EEG. EEG sendiri adalah suatu alat atau teknik untuk mengukur atau merekam aktifitas listrik kulit otak, pada sebuah tengkorak yang utuh. Dasar pemeriksaan ini adalah adanya aliran listrik pada permukaan otak (kulit otak). Pengaliran listrik ini berbeda-beda pada setiap waktu tergantung pada aktifitas si pemilik otak. Perubahan itulah yang direkam oleh alat ini dalam bentuk kertas esefalogram. Gelombang-gelombang yang berupa garisgaris tidak lurus melukiskan frekuensi gelombang per detik. Jadilah gelombang delta, teta, alfa, dan beta. Dalam Taufik Pasiak, op.cit., hlm. 333. 17 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 65
44
sama sekali berinteraksi secara seragam. Reaksi ini dapat terjadi karena ada hubungan langsung antara talamus18 dan kulit otak yang tidak dipicu oleh rangsangan indra. Artinya, hubungan talamus dan kulit otak berlangsung secara intrinsik diantara mereka sendiri. Hubungan intrinsik ini adalah basis dari kesadaran manusia. Menurut L Linas dan Pare sebagaimana dikutip oleh Danah Zohar dan Ian Marshall bahwa kesadaran bukanlah dampak ikutan dari input inderawi, melainkan ditimbulkan secara intrinsik dan diperkuat (atau dikontekskan) oleh input inderawi. Pendeknya, otak memang diciptakan sebagai alat bantu berfikir yang berfungsi
secara
sadar
dan
dirancang
untuk
memiliki
dimensi
19
transenden.
Lebih lanjut Zohar mengatakan bahwa kesadaran hadir bersama otak karena sel-sel syarat memiliki proto kesadaran atau kesadaran awal manusia yang bersifat abadi. Proto kesadaran dalam kombinasi tertentu dapat menghasilkan kesadaran dan osilasi 40 Hz merupakan faktor yang diperlukan untuk mengkombinasikan keping-keping proto kesadaran menjadi kesadaran. Kesadaran kita ini merupakan salah satu unsur penting dalam kecerdasan spiritual.20 2. The Binding Problem Riset neurolog Austria, Wolf Singer pada tahun 1990-an tentang problem ikatan (the binding problem) menunjukkan bahwa ada proses syarat
dalam
otak
manusia
yang
berkonsentrasi
pada
usaha
mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Secara fisik otak terdiri atas sejumlah sistem pakar yang berdiri sendiri, ada yang memproses warna, suara, gerak dan sebagainya. Tetapi ketika kita memandang misalnya ruang kerja kita, maka semua sistem pakar yang ada mengirimkan jutaan item data, sehingga kita dapat menangkap 18 Talamus berasal dari kata Yunani, thalamos yang berarti kamar dalam. Talamus merupakan switchboardnya otak manusia. Seperti halnya switchboard pesawat telepon yang menyalurkan setiap pesan yang masuk, talamus bertanggung jawab untuk menyalurkan informasi yang masuk ke bagian-bagian penting otak. Lihat Rita Atkinson, Pengantar Psikologi, (Jakarta : Erlangga, 1983), hlm. 55. Lihat pula Taufik Pasiak, op.cit., hlm. 70. 19 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 67 20 Ibid., hlm. 76
45
data yang berbeda-beda itu sebagai satu keutuhan. Inilah yang dikenal dengan problem ikatan (binding problem). Penelitian Singer tentang isolasi syarat penyatu memberi dasar pada kecerdasan spiritual (SQ).21 3. Bahasa manusia Neurolog dan antropolog biologi Harvard, Terrance Deacon mengemukakan bahwa bahasa yang pada hakekatnya adalah simbolik merupakan kekhasan manusia yang berkembang pada belahan frontallobe22 otak manusia. Adanya frontal-lobe ini memungkinkan manusia untuk berimajinasi secara simbolik dan memungkinkan manusia berfikir tentang makna dan nilai. Dengan demikian frontal-lobe ini adalah landasan bagi keberadaan kecerdasan spiritual (SQ) kita.23 4. Titik Tuhan (God Spot) Bukti ilmiah keempat tentang keberadaan SQ dalam diri manusia adalah penemuan seorang ahli syaraf pada tahun 1990 yaitu Michael Persinger, dia telah berhasil membuktikan tentang peningkatan aktivitas di daerah lobus temporal24 ketika seseorang mengalami hal-hal yang bersifat spiritual. Hal ini diperkuat oleh V.S Ramachandran dan timnya menemukan lokus bagi spiritualitas dalam otak manusia, dia menemukan bagian otak yang bertanggung jawab terhadap respon-respon spiritual dan mistis manusia. Mereka menamai bagian lobus temporal yang berkaitan dengan religius atau spiritual itu sebagai "titik tuhan" (god spot) atau modul Tuhan (god module).25
21
Ibid., hlm. 53 Otak besar (cerebrum) dibagi menjadi empat bagian yaitu lobus frontal (di depan, dahi), lobus occipital (di belakang kepala), lobus temporal (di seputar telinga), dan lobus pariental (di puncak kepala). Lobus frontal bertanggung jawab untuk berfikir, perencanaan dan penyusunan konsep. Juga bertanggung jawab dalam pengaturan gerakan alat-alat bicara. Bagian ini berperan sangat penting untuk menatap masa depan. Dalam Taufik Pasiak, op.cit., hlm. 68. 23 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 11 24 Bagian dari otak besar (cerebrum) yang bertanggung jawab atas persepsi suara dan bunyi. Melalui penelitian Vilyanur Ramachandran seorang dokter Amerika keturunan India bersama dengan timnya, ditemukan bahwa lobus temporal merupakan pusat respon-respon spiritual dan mistis manusia. Disinilah terjadinya pemaknaan dari apa yang didengar dan dicium. Mereka menyebutkan god spot. Taufik Pasiak, op.cit., hlm. 68 25 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 81 22
46
Lobus temporal berkaitan dengan sistem limbik, pusat emosi dan memori otak. Dua bagian penting dari sistem limbik adalah amigdala 26 yaitu struktur yang berada dibagian tengah dari area limbik. Yang kedua adalah hippocampus yang berperan penting untuk merekam pengalaman didalam memori. Penelitian Persinger sebagaimana dikutip oleh Danah Zohar dan Ian Marshall menunjukkan bahwa ketika pusat memori didalam otak dirangsang, terjadi peningkatan aktivitas di lobus temporal. Sebaliknya aktivitas lobus temporal akan menimbulkan pengaruh emosional yang kuat. Berkat peran hippocampus, pengalaman spiritual dibagian lobus temporal yang berlangsung beberapa detik saja dapat memiliki pengaruh emosional yang lama dan kuat disepanjang hidup pelakunya. Pengalaman ini dapat mengubah arah hidup (life-tranforming) pelakunya. 27 Adanya lobus temporal menurut Taufiq Pasiak mengingatkan sinyal al-Qur'an perihal Nabi Ibrahim yang hanif, yang tidak menganut agama formal, namun memiliki religiusitas yang tinggi.28 Jadi, salah satu titik temu kemanusiaan adalah religiusitas yang ada pada semua orang yang sudah terpatri (hard wired) dalam otak masing-masing.29 Menurut Errich Fromm sebagaimana dikutip oleh Taufiq Pasiak, bahwa aktivitas khusus lobus temporal menjadi bukti bahwa religiusitas memang sudah menyatu dengan diri manusia. Manusia tidak bisa menghilangkan sifat religiusitasnya, walaupun dia tidak menganut agama formal (agama institusional).30
26
Amigdala merupakan salah satu struktur emosi otak yang penting. Struktur ini bertumpu pada batang otak dan bersama hippocampus merupakan asal dari kulit otak dalam evolusi perkembangan makhluk hidup. Ia sepenuhnya bertanggung jawab terhadap kegiatan emosi manusia. Amigdala memiliki spesialisasi di bidang penataan emosi. Lihat Daniel Goleman, Emotional Intelligence, (Jakarta : Gramedia, 1996), hlm. 19. 27 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 82. 28 Taufiq Pasiak, op.cit., hlm. 280. 29 Ibid. 30 Ibid. hlm. 281.
47
Dari uraian di atas terlihat bahwa naluri ber-Tuhan pada manusia tidak hanya bersifat konseptual normatif, tetapi juga teknis-konkret. Untuk mengenal Tuhan, manusia tidak hanya diberi software berupa ajaran-ajaran agama, tetapi juga hadware, dalam hal ini lobus temporal otak. Perangkat keras ketuhanan itu akan berfungsi secara lebih baik bila perangkat lunaknya juga dihidupkan. Dalam hal ini Danah Zohar dan Ian Marshall berpendapat bahwa, tingginya aktivitas "titik Tuhan" tidak dengan sendirinya menjamin SQ tinggi. Untuk mencapai SQ tinggi, seluruh bagian otak, seluruh aspek diri dan seluruh segi kehidupan harus diintegrasikan. Adanya "titik Tuhan" tidak lantas berarti bahwa Tuhan itu bertempat, karena dimensi tempat adalah terbatas, sementara Tuhan tidak terbatas dan berbatas. Tempat Tuhan lebih dimaksudkan sebagai jejak-jejak tuhan yang ada dalam tubuh manusia, seperti halnya kasus "melihat" Tuhan yang dialami oleh Dr. Michael Persinger, neuropsikolog dari Kanada ketika otaknya dipasangi kabel-kabel magnetik perekam aktivitas bagian-bagian otak. Walaupun Pesinger bukan seorang yang religius, tetapi dengan perangsangan magnetik pada lobus temporal-nya ia "melihat" Tuhan. Pesinger tentu tidak melihat Tuhan dalam pengertian objektif, bahwa Tuhan itu terindrai, tetapi adanya perasaan mistis yang dialaminya.
C. Cara Meningkatkan dan Memanfaatkan SQ Kecenderungan besar yang terjadi pada zaman ini adalah banyaknya manusia yang tidak tahu lagi bagaimana seharusnya mengenali diri sendiri dan menjalani kehidupan di dunia ini secara benar dan lebih bermakna. Kita sedang mengalami krisis spiritual yang ditandai dengan hidup tak bermakna. Carl Gustav Jung menyebut krisis spiritual sebagai penyakit eksistensial (existential illness), dimana eksistensi diri kita mengalami penyakit alienasi (keterasingan diri), baik dari diri sendiri, lingkungan sosial, maupun
48
teralienasi dari Tuhannya. Kondisi psikologis seperti itu dirumuskan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall sebagai bentuk keterputusan diri, baik dari diri sendiri, dari orang lain di sekelilingnya, bahkan dari Tuhannya.31 Dalam krisis spiritual seluruh makna dan nilai kehidupan kita jadi dipertanyakan. Kita mungkin menjadi tertekan atau depresi. Dalam keadaan seperti ini biasanya manusia memilih mengerjakan hal-hal yang tidak bermanfaat sebagai tempat pelarian sementara. Krisis semacam ini menyakitkan, namun jika dihadapi dengan berani, yaitu dengan memberi kesempatan pada kita untuk mengingat hal-hal yang membuat kita menjadi seperti itu dan selanjutnya memperbaikinya serta mengubah diri kita akan bisa keluar dari krisis tersebut. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall ada tiga sebab yang membuat seseorang dapat terhambat secara spiritual yaitu: a. Dia tidak mengembangkan beberapa bagian dari dirinya sendiri sama sekali. b. Telah mengembangkan beberapa bagian, namun tidak proposional atau dengan cara yang negatif atau destruktif. c. Pertentangan atau buruknya hubungan antara bagian-bagian.32 Misalnya saja penderita schizophrenia mengalami gangguan karena tidak dapat mengintegrasikan dirinya dan dunianya. Pengalaman, emosi, dan persepsinya tampil diluar konteks. Artinya sebab pokoknya terletak pada rendahnya kecerdasan spiritual yang menyebabkan pasien schizophrenia tidak mampu menjalin hubungan dan memanfaatkan energi-energi dari pusat yang memberi daya hidup dan mengintegrasikan seluruh pengalaman hidupnya. Untuk menjadi cerdas secara spiritual, kita harus faham bahwa ada banyak cara atau jalan yang bisa kita tempuh, dan dari semua tersebut tidak ada jalan yang paling baik, semua sah dan penting. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall jalan yang dimaksud disini adalah menemukan makna diri kita yang paling dalam dan integritas kita yang paling kuat, bertindak berdasarkan motivasi kita yang paling dalam dan menjalankan tindakan ini demi keluarga, 31 Sukidi, Kecerdasan Spiritual, Mengapa SQ Lebih Penting Daripada IQ dan EQ, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 8 32 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 166
49
masyarakat dan bangsa. Ia adalah pengembaraan kita dalam kehidupan, hubungan kita, pekerjaan kita, tujuan kita dan cara kita menjalani semua itu. Mengikuti jalan dengan kecerdasan spiritual atau dengan hati, berarti bersikap teguh dan mengabdi.33 Di dunia ini dibutuhkan banyak orang tua, dokter, guru, pengusaha, dan sebagainya yang cerdas secara spiritual. Setiap jalan ini membutuhkan variasi SQ-nya sendiri. Semua pekerjaan atau profesi akan lebih efektif jika dikerjakan dengan SQ yang tinggi sehingga semua kehidupan dapat dijalani dengan lebih bermakna. Untuk mengembangkan kecerdasan spiritual (SQ) menurut Danah Zohar dan Ian Marshall ada enam jalan yang dapat diterapkan seseorang dalam menjalani kehidupannya, yaitu:
1. Jalan Tugas Jalan ini berkaitan dengan rasa dimiliki, kerjasama dan diasuh oleh komunitas. Di jalan ini kita harus berusaha mengungkapkan motivasi yang mendasari tindakan kita dan bertindak dengan motivasi yang lebih mendalam dan lebih benar. Cara yang paling bodoh secara spiritual untuk melangkah di jalan ini adalah bertindak berdasarkan motivasi bayangbayang narsisisme, motivasi untuk menarik diri sepenuhnya dari kelompok dan dari berhubungan dengan orang lain, menarik diri dari hubungan kreatif dengan lingkungan dan terbenam sepenuhnya dengan dirinya sendiri. Cara lain yang bodoh secara spiritual di jalan tugas adalah mengikuti aturan atau ketentuan kelompok semata-mata karena takut, kebiasaan, bosan atau semata-mata ikut orang banyak atau berdasarkan motif kepentingan diri atau rasa bersalah. Langkah yang dapat ditempuh untuk mendapatkan kecerdasan spiritual yang lebih tinggi adalah keinginan memahami diri sendiri dan menjalani kehidupan yang lebih kreatif. Langkah berikutnya adalah
33
Ibid., hlm. 197
50
mengungkapkan
motif-motif
yang
mendasari
tindakan
kita
dan 34
membersihkannya, kemudian kita harus berani melakukan perubahan. 2. Jalan Pengasuhan
Jalan ini berkaitan dengan kasih sayang, pengasuhan dan perlindungan. Untuk menjadi lebih cerdas secara spiritual di jalan ini adalah kita harus lebih terbuka kepada orang lain. Kita harus belajar untuk bisa menerima dan mendengarkan dengan baik diri kita dan orang lain. Orang yang hanya terpaku pada cinta tingkatan ego, tidak memiliki perspektif luas sehingga tidak menyadari kebutuhan dasar atau keberadaan orang lain adalah ciri orang yang berjalan dengan spiritual yang bodoh. Contoh pemakai jalan ini yang bodoh secara spiritual adalah pengasuh yang terlalu bersemangat, guru yang tidak memberi murid-muridnya untuk melakukan sesuatu sendiri, orang tua yang khawatir membiarkan anaknya melakukan kesalahan dan belajar dari kesalahan tersebut. Mereka tidak cukup mempercayai kemampuan perkembangan orang yang ingin mereka bantu. Pengasuhan semacam ini justru akan menjadikan orang yang mereka bantu menjadi manja, mementingkan diri sendiri dan mengabaikan kebutuhan orang lain.35 3. Jalan Pengetahuan Jalan pengetahuan berkaitan dengan pemahaman terhadap masalah praktis umum, pencarian filosofis yang paling dalam akan kebenaran, hingga pencarian spiritual tentang pengetahuan mengenai Tuhan dan seluruh
cara-Nya
dan
penyatuan
terakhir
dengan-Nya
melalui
pengetahuan. Jalan ini ditempuh orang-orang yang termotivasi oleh kecintaan belajar atau kebutuhan yang besar untuk memahami sesuatu. Jalan yang bodoh secara spiritual dalam melangkah di jalan pengetahuan adalah menjadi orang yang sok ilmiah, dia terlalu asyik dan puas hanya dengan sekeping kecil pengetahuan atau masalah intelektual. Jalan lain yang juga bodoh secara spiritual adalah keinginan yang begitu besar untuk 34 35
Ibid., hlm. 200 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 204
51
memiliki kekuasaan yang dijanjikan pengetahuan, dia rela menjual jiwanya kepada setan untuk dapat memilikinya. Untuk menuju SQ yang lebih tinggi melalui jalan ini adalah dengan memulainya dari perenungan, melalui pemahaman menuju kearifan. Cara memecahkan masalah apapun, praktis maupun intelektual ditempuh dengan cara yang cerdas secara spiritual yaitu dengan menempatkannya dalam suatu perspektif yang lebih luas, sehingga terlihat lebih jelas. Perspektif yang paling dalam dari semuanya itu berasal dari pusat, dari makna dan nilai tertinggi yang mengendalikan situasi atau masalah.36 4. Jalan Perubahan Pribadi (Kreativitas) Inti tugas psikologis dan spiritual yang dihadapi orang yang melangkah di jalan perubahan adalah integrasi personal dan transpersonal, yaitu kita harus mengarungi ketinggian dan kedalaman diri kita sendiri dan menyatukan bagian-bagian diri kita yang terpisah menjadi pribadi yang mandiri dan utuh. Dengan menempuh jalan ini kita akan menjadi orang yang lebih kreatif.37 5. Jalan Persaudaraan Tugas spiritual bagi orang yang berjalan di jalan ini adalah menjalin hubungan dengan sisi yang lebih dalam dari semua manusia, menekankan kasih
sayang
dan
empati,
dan
berusaha
sebaik-baiknya
untuk
meminimalkan konflik yang ada. Orang yang berjalan di jalan ini akan berusaha menempuh kehidupannya dengan keadilan. Keadilan menuntut kemampuan untuk melihat dan menerima emosi positif dan negatif, kegagalan dan keberhasilan orang lain. Keadilan menuntut rasa keseimbangan, penghormatan, menyadari bahwa setiap orang itu berbedabeda dan konflik merupakan bagian nyata dari kehidupan. Orang yang bodoh secara spiritual dalam jalan ini adalah orang yang tidak mempercayai dirinya sendiri, orang yang memilih dikucilkan dari lingkungannya, dia tidak berusaha berkomunikasi atau berempati dengan 36 37
Ibid. hlm. 210 Ibid. hlm. 215
52
orang lain, dia hanya tertarik pada urusannya sendiri tanpa memperhatikan orang lain dan lingkungannya. Dia menilai kekuasaan demi keuntungan pribadi, bersikap kompetitif sedemikian rupa sehingga tidak mengenal kerjasama. Dia hanya suka berteman dengan orang-orang yang sama dengan dirinya.38 6. Jalan Kepemimpinan yang Penuh Persaudaraan Semua
kelompok
manusia
membutuhkan
pemimpin
untuk
memberikan fokus, tujuan, taktik, dan arah untuk menjadi pemimpin yang efektif seseorang harus memiliki sikap ramah dan percaya diri, dia harus mampu berhubungan baik dengan setiap anggota dalam kelompoknya. Seorang yang benar-benar hebat tidak akan mengabdi kepada sesuatu apapun kecuali Tuhan. Yang paling penting, seorang pemimpin berusaha menciptakan atau membangkitkan dalam diri para pengikutnya semacam makna yang dapat membimbing diri mereka, memberi kesadaran bahwa kita masing-masing adalah hamba Tuhan, seorang abdi dari begitu banyak potensialitas didalam inti eksistensi. Para pemimpin yang sadar akan kedudukan mereka sebagai seorang abdi dalam pengertian ini mengetahui bahwa mereka mengabdi bukan hanya kepada keluarga, komunitas, bisnis atau bangsa, bahkan bukan hanya inti dan nilai-nilai sebagaimana dipahami pada umumnya. Para pemimpin ini mengabdi pada kerinduan mendalam yang tersimpan di dalam jiwa. Pemanfaatan, penggunaan secara keliru dan penyalahgunaan kekuasaan sangat menentukan apakah seorang individu akan berjalan di jalan yang secara spiritual bodoh atau cerdas. Cara yang secara spiritual bodoh untuk melangkah di jalan ini adalah memanfaatkan kekuasaan untuk mengabdi pada diri sendiri, mencapai tujuan sendiri, cita-cita sendiri. Para politisi yang korup, penguasa yang picik adalah contoh-contoh nyata dari pemakai jalan ini.39
38 39
Ibid. hlm. 221 Ibid. hlm. 226
53
Uraian di atas adalah enam jalan yang ditawarkan Danah Zohar dan Ian Marshall supaya kita dapat meningkatkan kecerdasan spiritual kita. Tapi tak satupun diantara kita yang benar-benar cerdas secara spiritual, benar-benar sempurna, benar-benar utuh, benar-benar menerima pencerahan, hingga pada sampai batas tertentu, yaitu kita dapat melangkah di atas semua enam jalan spiritual itu dengan begitu kita telah menemukan cara kreatif untuk hidup dengan segala adat istiadat, mengetahui cara mencintai secara mendalam dan tanpa mementingkan diri kita, melayani sesama kita dan menjadi pemimpin yang penuh pengabdian dengan mengabdi kepada Tuhan. Dalam bukunya "SQ : Spiritual Intelligence", Danah Zohar dan Ian Marshall mengemukakan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki SQ tinggi ada sembilan tapi dalam SC : Spiritual Capital, mereka menambahkan bahwa secara total ada dua belas ciri khas seorang manusia yang memiliki kecerdasan spiritual. Kedua belas ciri tersebut yaitu: a. Kesadaran diri, mengetahui apa yang kita yakini dan mengetahui nilai serta hal apa yang sungguh-sungguh memotivasi kita. Kita sadar akan tujuan hidup kita yang paling dalam. b. Spontanitas, menghayati dan merespons setiap momen yang kita alami dan apa yang terkandung dari setiap momen tersebut. c. Terbimbing oleh visi dan nilai, bertindak berdasarkan prinsip dan keyakinan yang dalam dan hidup sesuai dengannya. d. Holisme (kesadaran akan sistem atau konektivitas), kesanggupan untuk melihat pola-pola, hubungan-hubungan dan keterkaitan-keterkaitan yang lebih luas. e. Kepedulian, sifat ikut merasakan dan empati yang dalam terhadap lingkungan. f. Merayakan keragaman, menghargai perbedaan orang lain dan situasisituasi yang asing dan tidak mencercanya. g. Independensi terhadap lingkungan (field independence), kesanggupan untuk berbeda dan mempertahankan keyakinan kita sendiri.
54
h. Kecenderungan untuk mengajukan pertanyaan fundamental, mengapa? Kebutuhan untuk memahami segala sesuatu mengetahui intinya. Dasar untuk mengkritisi apa yang ada. i. Kemampuan untuk membingkai ulang. Berpijak pada problem atau situasi yang ada untuk mencari gambaran yang lebih besar dan konteks lebih luas. j. Memanfaatkan kemalangan secara positif. Kemampuan untuk menghadapi dan belajar dari kesalahan-kesalahan, untuk melihat problem-problem sebagai kesempatan. k. Rendah hati, mengetahui tempat kita yang sesungguhnya di dunia ini. Dasar bagi kritik diri dan penilaian yang kritis. l. Rasa keterpanggilan, terpanggil untuk melayani sesuatu yang lebih besar dibanding diri kita. Berterima kasih kepada mereka yang telah menolong kita dan berharap bisa membalas sesuatu untuknya.40 Dari uraian di atas disimpulkan bahwa SQ merupakan kecerdasan tertinggi manusia (the ultimate intelligence). Dia adalah kecerdasan yang kita pakai untuk merengkuh makna, nilai, tujuan terdalam dan motivasi tertinggi kita serta bagaimana kita menggunakan makna, nilai, tujuan dan motivasi tersebut dalam proses berfikir kita, dalam keputusan-keputusan yang kita buat dan segala sesuatu yang kita pikir patut dilakukan. Dengan SQ kita dapat menggunakan IQ dan EQ yang kita miliki dengan lebih optimal karena SQ memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan semua kecerdasan kita, sehingga SQ mampu menjadikan kita makhluk yang benarbenar utuh secara intelektual, emosional dan spiritual. Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan internal bawaan otak dan jiwa manusia yang sumber terdalamnya adalah inti alam semesta sendiri. Jadi SQ adalah kecerdasan jiwa, dia memberi kita kemampuan bawaan untuk membedakan yang benar dan salah, yang baik dan jahat. Disinilah letak kemanusiaan manusia yang tinggi akan mendorong kita untuk berbuat kebaikan, kebenaran, keindahan, dan kasih sayang dalam hidup kita. SQ membuat kita menjadi utuh, membuat kita 40
Danah Zohar dan Ian Marshall, Spiritual Capital,op.cit, hlm. 136.
55
bisa mengintegrasikan berbagai fragmen kehidupan, aktivitas dan keberadaan kita, bagaimana pribadi kita dan apa artinya kita memiliki suatu jiwa. Dengannya kita bisa berkembang lebih dari sekedar melestarikan apa yang kita ketahui atau yang telah ada, tetapi membawa kita pada apa yang tidak kita ketahui dan apa yang mungkin. Intinya SQ membawa kita menjadi pribadi yang adaptif, kreatif, imajinatif, dan sadar diri.