BAB III KONSEP DASAR KECERDASAN SPIRITUAL
Kegelisahan dan kehampaan dalam diri manusia akan semakin terasa ketika materialisme mempengaruhi jalan fikiran manusia, karena dengan memprioritaskan materi akan mengakibatkan keringnya aspek spiritual dan ini berarti manusia kehilangan unsur terpenting dalam diri manusia, yakni unsur ketuhanan. Ketika materi dianggap bisa memberikan ketenangan dalam diri manusia dan kemudian pada kenyataannya materi yang diharapkan bisa memberikan kedamaian dan ketenangan dalam diri manusia itu tidak terbukti karena ternyata banyak orang kaya dan berlimpah harta (materi) tapi mereka tidak bisa menikmati hidup dan bahkan sebaliknya mereka malah cenderung mengalami kegelisahan hidup dan dengan ketidakpastian tujuan hidup dan bahkan tidak sedikit dari mereka yang mengakhiri hidupnya dengan jalan pintas (bunuh diri) dikarenakan kehidupan mereka yang terlalu materialistis. Pada saat itu muncul konsep baru, konsep yang menyempurnakan konsep Daniel Goleman (EQ). Konsep ini terinspirasi dari keadaan jiwa manusia di barat yang cenderung materialistis, konsep ini adalah konsep Kecerdasan Spiritual. Permulaan abad keduapuluh, IQ menjadi issue besar. Intelektual atau rasio digunakan untak menyelesaikan masalah-masalah logis dan strategis menurut teori ini, semakin tinggi IQ seseorang semakin tinggi pula kecerdasannya. Kesan mengagungkan IQ (kecerdasan intelektual), mulai surut sejak tahun 90-an, paling tidak ketika Daniel Goleman menulis buku Emotional Intelligence tahun 1996. Kecerdasan emosional (EQ) merupakan suatu kemampuan untuk mengontrol dan mengendalikan diri sehingga tidak terjadi penghamburan energi untuk marah, sedih, dendam, putus asa, sehingga menghambat aktualisasi potensi kecerdasan emosional.
30
31
Pada akhir abad ke-20 inilah muncul kecerdasan ketiga yaitu Kecerdasan Spiritual. Kecerdasan Spiritual berfungsi meletakkan kegiatan-kegiatan dan hidup kita dalam konteks makna dan nilai yang lebih luas dan lebih kaya. Kemunculan “kecerdasan ketiga” ini ternyata cukup mendapat sambutan dan antusiasme dari khalayak Indonesia yang tampaknya sedang dan selalu menanti pengakuan terhadap “spiritualitas” dari dunia barat. Pembahasan mengenai SQ inipun marak di media-media cetak, selain rangkaian seminar atau kursus tentang hal ini. Kecerdasan Spiritual pertama kali diperkenalkan oleh seorang psikolog Danah Zohar dan suaminya Ian Marshall, seorang ahli fisika. Terbitlah buku Danah Zohar yang terkenal, bejudul SQ, Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence (Bloomsbury, London, 2000), telah menambah wacana baru, bahwa Kecerdasan Spiritual (SQ) dipercaya sebagai tingkatan tertinggi dari intelegensi. Sementara Kecerdasan Intelektual (IQ) dan Kecerdasan Emosional (EQ) adalah bagian integral dari SQ. A. Pengertian Kecerdasan Spiritual Danah
Zohar,
salah
seorang
tokoh
yang
cukup
berhasil
mempopulerkan SQ bersama suaminya Ian Marshall dalam buku mereka yang berjudul “SQ, Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence” yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi SQ : “Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berflikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan” yang diterbitkan oleh Mizan. Kecerdasan Spiritual menurut Danah Zohar dan Ian Marshall adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.1
1
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ : Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berflikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan, (terj. Rahmani Astuti, dkk), Bandung: Mizan, 2002), h1m. 4.
32
Khalil A. Khavari memberikan definisi tentang kecerdasan spiritual dalam Spiritual Intelligence, Practical Guide To Personal Happiness adalah sebagai berikut: “Spiritual intelligence is the faculty of our non-material dimension-the human soul. It is the diamond -in- the rough that every one of us has. It must be recognized for what it is, polished to high luster with great determination and used to capture lasting personal happiness.”2 “Kecerdasan Spiritual adalah fakultas dari dimensi non-material kita atau rohani manusia. Inilah intan yang belum terasah yang kita semua memilikinya. Kita harus mengenalinya apa adanya, menggosoknya hingga mengkilap dengan tekad yang besar dan menggunakannya untuk kebahagiaan yang abadi.”3 Kecerdasan seperti yang dijabarkan oleh Khalil Khavari bahwa kecerdasan spiritual adalah sebuah fakultas dalam setiap, rohani manusia, yang setiap orang bisa memilikinya dan menjadikan fakultas itu sebagai mediator untuk bisa mendapatkan kebahagiaan yang diinginkan setiap orang. Tokoh lain yang memberikan definisi kecerdasan spiritual adalah Ary Ginanjar Agustin. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan dalam diri manusia untuk bisa merasakan bahwa yang saya lakukan itu karena ibadah dan Allah semata. Seperti yang tertulis dalam bukunya: Kecerdasan spiritual adalah kemampuan yang memberikan makna terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pikiran tauhidi (integral-realistik) serta bersifat hanya kepada Allah.4 Pengertian kecerdasan spiritual orang lain adalah sebagaimana yang disampaikan oleh Sukidi. Sukidi mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai
2
Khalil A. Khavari, Spiritual Intelligence, Practical Guide To Personal Happiness, (Canada: White Mountain, 2000), hlm. 19 3
Rusly Arnin, Pencerahan Spiritual; Sukses Membangun Hidup Damai dan Bahagia, (Jakarta: al-Mawardi Putra, 2002), h1m. IV. 4
Ary Ginanjar Agustin, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual; ESQ, (Jakarta: Arga, 2002), hlm. 29
33
paradigma kecerdasan spiritual, artinya segi dan ruang spiritual manusia bisa memancarkan cahaya spiritual dalam bentuk kecerdasan spiritual.5 B. Tujuan Kecerdasan Spiritual Krisis penyakit spiritual pada masyarakat modern sekarang ini, menurut Danah Zohar dan Ian Marshall tidak dapat diobati oleh kemampuan manusia dalam mengekspresikan kecerdasan intelektual yang melahirkan teknologi dan ilmu pengetahuan, dan tidak bisa hanya diobati oleh kemampuan
manusia dalam lingkungan
kecerdasan
emosional saja.
Kecerdasan spiritual -yang dapat mengintegrasikan keduanya- yang dapat mengobati keadaan masyarakat tersebut, karena hanya kecerdasan spiritual yang tidak bisa dimiliki oleh makhluk yang selain manusia. Dengan menggunakan kecerdasan spiritual bisa menyeimbangkan antara nilai dan makna, dan menempatkan kehidupan manusia dalam konteks yang lebih luas. Para tokoh Kecerdasan Spiritual (SQ) ini termasuk Danah Zohar dan Ian Marshall mempunyai tujuan yang sama dalam dataran teori, yaitu; 1. Supaya kehidupan manusia modern lebih arif dan bijaksana 2. Supaya manusia modern lebih mengerti makna dan tujuan hidup yang sebenamya 3. Supaya manusia bisa mencapai kebahagiaan personal atau kebahagiaan spiritual 4. Menghidupkan potensi pembawaan spiritual pada remaja, dewasa, dan orang tua 5. Manusia bisa mengembangkan potensi pembawaan spiritual (Spiritual Traits) pada anak-anak seperti keberanian, optimisme, keimanan, perilaku konstruktif, empati, sikap mudah memaafkan, dan bijaksana dalam menanggapi marah dan bahaya
5
Sukidi, Rahasia Sukses Hidup Bahagia ; Kecerdasan Spiritual; Mengapa SQ Lebih Penting dari IQ dan EQ, (Jakarta; PT. Gramedia Pustaka. Utama, 2002), hlm. 49.
34
6. Menjadikan manusia bisa kembali pada fitrahnya yang baik dan mendapatkan kedamaian dalam diri dan kebahagiaan.6 C. Manfaat Kecerdasan Spiritual Konsep kecerdasan spiritual telah banyak dikemukakan oleh beberapa tokoh dengan tujuan yang berbeda-beda walaupun pada dasarnya sama yaitu menjadikan hidup lebih berarti dan bahagia. Kecerdasan spiritual adalah suatu konsep yang mengandung manfaat. Di beberapa literatur, manfaat kecerdasan spiritual tidak ditemukan secara terperinci dan eksplisit. Dari beberapa literatur yang ada dan bisa disimpulkan bahwa manfaat kecerdasan spiritual antara lain: 1. Menjadikan etos kerja yang tidak terbatas 2. Menjadikan manusia peduli dengan sesama 3. Menjadikan menusia tidak mudah terpengaruh oleh lingkungannya 4. Manjadikan manusia mandapatkan kebahagiaan dan kedamaian dalam diri Keempat akibat yang dihasilkan orang yang cerdas secara spiritual ini digambarkan oleh Ary Ginanjar Agustin, ketika beliau berbincang-bincang dengan seorang karyawan perusahaan otomotif yang bertugas memasang dan mengencangkan baut jok pengemudi mobil. Fakta ini diceritakan oleh Ary sebagai berikut: “Harry bekerja di sebuah perusahaan otomotif sebagai buruh, tugasnya memasang dan mengencangkan baut baut jok mobil, itulah tugas rutin yang sudah dikerjakan selama hampir sepuluh tahun. Karena pendidikannya yang hanya setingkat SLTP, maka sulit baginya untuk meraih posisi puncak. Saya pernah bertanya kepada Harry bahwa bukankah itu suatu pekerjaan yang sangat membosankan, dia menjawab dengan senyum “bukankah ini suatu pekerjaan mulia, saya telah menyelamatkan ribuan orang-orang yang mengemudikan mobilmobil itu? Saya mengeratkan kuat-kuat kursi yang mereka duduki, sehingga mereka sekeluarga selamat, termasuk kursi mobil yang anda duduki itu”, esok harinya saya mendatangi lagi saya ajukan pertanyaan “Mengapa anda tidak melakukan mogok kerja seperti yang lain untuk menuntut kenaikan upah, dan nampaknya saat ini dan bahkan anda 6
Sukidi, Op.cit., hlm. 50-57.
35
bekerja makin giat saja?” Ia memandang mata saya seraya tersenyum, ia menjawab “Saya senang dengan kenaikan gaji itu, seperti temanteman yang lain, tetapi saya memahami bahwa keadaan ekonomi sangat sulit, sehingga perusahaan kekurangan dan, saya memahami pimpinan perusahaan tentu juga dalam keadaan kesulitan dan bahkan terancam pemotongan gaji seperti saya. Jadi kalau saya mogok kerja maka itu akan semakin memberatkan masalah saja” Lalu ia melanjutkan ceritanya sambil tersenyum “Saya bekerja karena prinsip saya adalah 'memberi' bukan hanya untuk perusahaan, tetapi untuk ibadah saya”. Setelah lima tahun Harry telah menjadi seorang pengusaha otomotif ternama di Jakarta.” 7 Cerita ini ditegaskan oleh Ary Ginanjar sebagai hasil dari kematangan kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional yang kemudian menghasilkan kedamaian dan kebahagiaan dalam jiwa Harry.8 5. Membawa manusia pada kunci kesuksesan hidup di dunia Manusia modern beranggapan bahwa anak yang cerdas secara intelektual akan sukses dalam menjalankan hidup, dan sebaliknya anak yang mempunyai tingkat kecerdasan (intelektual) rendah akan mengalami kegagalan dalam menjalani kehidupannya. Tetapi ternyata penilaian seperti itu salah. Beberapa penilaian membuktikan anak yang mempunyai kecerdasan (intelektual) biasa-biasa saja banyak yang berhasil bahkan sebaliknya banyak anak yang mempunyai kecerdasan (intelektual) tinggi tapi mengalami kegagalan hidup. 6. Sebagai pusat kecerdasan dan yang memfasilitasi dialog antara IQ dengan EQ. Kecerdasan spiritual dengan demikian menjadi locus kecerdasan (Locus Intelligence), yang berfungsi bukan saja sebagai pusat kecerdasan tetapi juga kecerdasan spiritual bisa menjadi fasilitator dialog diantara IQ dengan EQ (alasan dan emosi, fikiran dan jism).9
7 8 9
Ary Gmanjar Agustin, Op.cit., hlm. 57-58. Ibid Sukidi, Op.cit., hlm. 70.
36
7. Menyembuhkan penyakit jiwa-spiritual Keadaan masyarakat yang semakin materialistis mengakibatkan banyak yang terkena penyakit spiritual, jiwa, penyakit eksistensi psikologis spiritual. Yang semua itu mengakibatkan tekanan-tekanan pada jiwa dan terombang-ambing kehidupan, seolah-olah tidak ada tujuan dalam hidup. Di saat seperti ini, SQ-Iah yang menjadi jawaban untuk menyembuhkannya.10 SQ juga berfungsi untuk mendapatkan kedamaian spiritual, kebahagiaan spiritual dan kearifan spiritual. 8. Mengembangkan fitrah (potensi) yang ada dalam diri manusia menjadi lebih kreatif. Orang yang cerdas secara spiritual dapat memandang hidup yang lebih besar sebagai suatu visi. Pandangan hidup ini mendorong manusia untuk berjuang keras, menjadikan dia kreatif dan bisa menjadi apa saja dengan dirinya sendiri sampai akhirnya ia sukses. 9. Kecerdasan spiritual menjadikan seseorang lebih tahu akan hikmah kejadian yang ia alami dan dijadikan pelajaran dan renungan. D. Antara Kecerdasan Spiritual dan Agama Kecerdasan Spiritual (yang dilambangkan dengan SQ) pertama kali diperkenalkan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall sebenarnya tidak harus berhubungan dengan agama. “SQ has no necessary connection to religion,”11 karena kecerdasan spiritual adalah suatu kebutuhan untuk mencari makna dari pengalaman-pengalamannya. Inti dari kecerdasan spiritual justru terletak pada dorongan untuk mencari perspektif yang jauh lebih besar, lebih dalam, dan lebih kaya. Jadi seperti yang telah diungkapkan sebelunmya kecerdasan spiritual adalah suatu kecerdasan akan “proses pemaknaan” yang tidak memiliki suatu hubungan yang penting dengan agama, kecerdasan yang tidak
10 11
Danah Zohar dan Ian Marshall, Op.cit., hlm. 160.
Danah Zohar dan Ian Marshall, Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence, (London: Bloornsburry, 2000), hlm. 8.
37
hanya mengenali nilai-nilai -dan tentunya pula makna- yang telah ada, namun juga suatu kreativitas dalam menemukan kebaruannya. Bagi sebagian orang, kecerdasan spiritual mungkin menemukan cara pengungkapan melalui agama formal tetapi beragama tidak menjamin SQ tinggi. Beberapa penelitian menemukan, banyak humanist dan atheist memiliki SQ sangat tinggi, sebaliknya banyak orang yang aktif beragama memiliki SQ rendah.12 Pernyataan Zohar dan Marshall ini perlu di cermati. Agaknya ada semacam manipulasi dalam pernyataan tersebut. Namun, pernyataan tersebut masih dalam sains murni. Adalah benar kenyataan bahwa cukup banyak orang yang mengaku beragama. tetapi amat tekun tetapi masih saja melakukan korupsi. Korupsi tentu merupakan salah satu indikator SQ yang rendah. Apalagi data ini yang dimaksudkan oleh Danah Zohar dan Marshall, maka inilah yang disebut dengan manipulasi di atas. Manipulasi adalah mereka tidak memberikan penjelasan tentang keberagamaan yang bagaimana yang tidak mempengaruhi atau meningkatkan SQ tersebut, sebetulnya dalam metodologi sains murni penjelasan itu merupakan suatu keharusan. Dalam Islam, keberagamaan yang benar pasti akan meningkatkan SQ, itu dapat ditarik dari pernyataan Zohar dan Marshall sendiri. Mereka menyatakan bahwa dengan SQ kita mampu menyelesaikan (to solve) masalahmasalah makna (meaning) kehidupan dengan nilai. Kita tahu bahwa agamalah yang paling tepat memberikan solusi tatkala seseorang ingin memahami makna dan nilai dari kehidupan ini. Agama formal adalah seperangkat aturan dan kepercayaan yang dibebankan secara eksternal. Sedangkan SQ adalah kemampuan internal bawaan otak dan jiwa manusia, yang sumber terdalamnya adalah inti alam semesta sendiri. Dikatakan pula, SQ tidak bergantung kepada budaya maupun
12
Ibid
38
nilai, tetapi menciptakan kemungkinan untuk memiliki nilai-nilai itu sendiri. SQ membuat agama menjadi mungkin (bahkan mungkin perlu), tetapi SQ tidak bergantung pada agama. Kita dapat menggunakan SQ untuk menjadi lebih cerdas secara spiritual dalam beragama, SQ membawa kita ke jantung segala sesuatu, ke kesatuan di balik perbedaan, ke potensi di balik ekspresi nyata. SQ mampu menghubungkan kita dengan makna, ruh esensial di belakang semua agama besar. Seseorang yang memiliki SQ tinggi mungkin menjalankan agama tertentu, namun tidak secara picik, eksklusif, dan fanatik atau prasangka. Demikian pula tanpa beragama sama sekali.13 Kecerdasan spiritual lebih menekankan pada masalah makna hidup, nilai-nilai dan keutuhan diri. Manusia dapat menemukan makna hidup dari bekerja, belajar, berkarya, bahkan ketika menghadapi problematika dan penderitaan. Di sini tampak bahwa Zohar dan Marshall menempatkan agama sebagai salah satu cara mendapatkan SQ tinggi. Pencarian arti hidup lebih mendasar dan kuat sebagai asal dari kehidupan agama dibandingkan dengan sumber-sumber lain dan tidak pula mengingkari keunikan kehidupan agama seseorang. Sudah menjadi tabiat manusia bahwa ia pasti merasa perlunya arti kehidupan. Karena bilamana arti hidup tidak ada, maka energi menjadi lesu, dan seseorang cenderung untuk bunuh diri karena merasa tidak ada gunanya lagi hidup. Sehubungan dengan itu agama menjelaskan secara universal bahwa agama itu adalah suatu yang dicari dan dapat memberi suatu keuntungan, seperti pencarian arti kehidupan. Dengan adanya manusia dapat mencapai “proses pemaknaan” hidupnya dari berbagai hal, agama (religi) inilah yang akan mengarahkan manusia untuk mencari makna dengan pandangan yang lebih jauh, yaitu
13
Danah Zohar dan Ian Marshall, Op. cit., h1m. 12.
39
bermakna di hadapan Tuhan. Inilah makna sejati yang diarahkan oleh agama, karena makna selain Tuhan tidaklah kekal.