Bab IV. Analisis Jejaring Aktor
IV.1 Pendahuluan
Setelah ditemukenalinya para aktor sosial dan aktor teknis (objek teknis) yang terlibat serta aksi-aksi yang dilakukan para aktor tersebut pada penyelenggaraan SP2000, maka tahap selanjutnya adalah menganalisis kegiatan pelaksanaan di lapangan dan proses pengolahan data di masing-masing daerah dengan melihat aksiaksi para aktor yang saling berinteraksi membentuk pola relasi-relasi di suatu lokal.
Analisis dilakukan dengan membuat model jaringan (lokal) kalkulasi di empat daerah penelitian. Sepanjang proses pelaksanaan dan pengolahan data sensus seluruh aktor-aktor secara kolektif beraksi menghadirkan jaringan (lokal) kalkulasi. Aktoraktor
heterogen
dilepaskan
dari
ikatan
semula,
dihimpun,
disandingkan,
dibandingkan dan ditotalisasi melalui serangkaian pembingkaian yang berakhir dengan totalisasi hasil sensus penduduk. Dengan melihat susunan aktor-aktor dan praktek-praktek yang diaksikan aktor-aktor lokal di beberapa lokal penelitian yang berbeda diharapkan akan terlihat perbedaan bentuk jejaring lokal di antara keempat daerah penelitian. Selanjutnya diharapkan akan di dapat jawaban dari pertanyaan penelitian.
IV.2 Jaringan Kalkulasi Sensus Penduduk 2000
Seluruh kegiatan penyelenggaraan SP2000 di setiap daerah/ lokal di bagi dalam beberapa tahap kegiatan, namun demikian keseluruhan kegiatan tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan/aksi yang terkait satu dengan lainnya. Dalam kegiatannya terjadi proses-proses kalkulasi melalui serangkaian framing, reduksi dan penambahan untuk menghasilkan totalisasi hasil sensus pada waktu yang ditentukan. Secara normatif, aksi-aksi kalkulasi pada tiap tahap pelaksanaan sensus dapat diilustrasikan pada Gambar IV.1 dan berikut penjelasannya:
111
Gambar IV.1 Ilustrasi Proses Kalkulasi Pada Sensus Penduduk 2000
112
Aksi-aksi kalkulasi SP2000 dimulai di tahap persiapan SP2000, dimana seluruh BPS Tingkat II bersama KSK melakukan perekrutan petugas untuk menambah petugaspetugas statistik di lapangan dengan berbagai cara; berkoordinasi dengan pemerintah setempat, merekrut mitra-mitra lama, merekrut mahasiswa atau masyarakat umum, dan sebagainya. Pada gambar IV.2 dibawah, digambarkan mekanisme perekrutan petugas yang dilanjutkan dengan pembentukan struktur petugas lapangan. Perekrutan pertama dilakukan pada mitra-mitra statistik lama yang pernah bekerja sama dengan BPS. Perekrutan kedua adalah rekrutmen terhadap mitra statistik baru. Setelah perekrutan dilakukan pelatihan petugas untuk mendisiplinkan mitra-mitra baru akan praktek-praktek sensus di lapangan baik dalam pencacahan maupun pengisian kuesioner sebelum mereka ditugaskan di lapangan. Setelah pelatihan, petugas-petugas statistik dihasilkan dan diberikan Surat Tugas dari BPS Tingkat II yang mengukuhkan mitra-mitra tersebut sebagai petugas SP2000,
Gambar IV.2 Framing Petugas Pada Rekrutmen Petugas dan Pembentukan Struktur Petugas Lapangan Oleh KSK, seluruh petugas lapangan disusun dalam struktur organisasi lapangan yang berjenjang, dimana KSK membawahi para PML, dan seorang PML membawahi para PCL. Para PML di lapangan mendapatkan wewenang mengawasi langsung pencacahan para PCL dan memeriksa hasil pekerjaan mereka.
113
Gambar IV.3 Framing Pada Pencacahan Penduduk Aksi-aksi kalkulasi berikutnya adalah pada tahap pelaksanaan pencacahan penduduk, dimana saat petugas berhadapan dengan komunitas penduduk dengan berbagai
karakteristiknya.
Pada
proses
pencacahan,
terjadi
pembingkaian
karakterisktik penduduk, dimana petugas mereduksi berbagai karakteristik pada penduduk tersebut, untuk hanya menghimpun 15 karakteristik yang ditentukan BPS pada kegiatan SP2000 yang seperti yang diilustrasikan pada gambar IV.3. Metode pembingkaian karakteristik terdapat pada Buku Pedoman yang telah disosialisasikan kepada para petugas saat pelatihan petugas statistik. Daftar Kuesioner sebagai media bagi petugas dalam mencatat karakteristik penduduk yang dicakup SP2000. Variabel karakteristik penduduk yang dicakup pada SP2000, terdiri dari : 1).Nama anggota rumahtangga, 2).Hubungan dengan Kepala rumahtangga, 3).Jenis kelamin, 4).Kota kelahiran, 5).Usia, 6).Status perkawinan, 7).Agama, 8).Kewarganegaraan, 9).Tempat tinggal 5 tahun yang lalu, 10).Ijasah/STTB tertinggi yang dimiliki, 11).Kegiatan yang dilakukan selama 1 minggu yang lalu, 12).Bidang pekerjaan utama, 13).Status dalam pekerjaan utama, 14).Jumlah anak kandung yang dilahirkan hidup, 15). Jumlah anak yang masih hidup. Pengawasan yang dilakukan oleh PML dan juga KSK, mengontrol petugas PCL dalam menyelesaikan proses kalkulasi di wilayah kerjanya pada kurun waktu 1 bulan.
Mekanisme pemeriksaan dokumen yang dilakukan di lapangan mulai dari PML yang dilanjutkan oleh KSK mrupakan upaya mengontrol kelengkapan dokumen maupun isiannya sebelum dokumen dikirim ke Puslah. Catatan-catatan yang berisi identitas dan banyaknya dokumen yang dibuat petugas, menjadi alat pengontrol
114
dalam penelusuran dokumen, yang akan menghindari peluang terjadinya non kalkulasi yang akan membuat penyitaan banyak waktu.
Pengolahan data sensus terjadi di Pusat-pusat pengolahan (puslah) yang berada di bawah tanggungjawab BPS Tingkat I. Pada puslah serangkaian aksi-aksi kalkulasi kembali di aksikan berbagai aktor.
Pemasukan dokumen SP2000 ke Puslah dilakukan BPS Tingkat II melalui Bagian TU dan diterima petugas receiving batching. Petugas receiving batching menghimpun seluruh dokumen dari daerah, memeriksa kelengkapannya dan selanjutnya merangkaikan dan menyusun seluruh dokumen dengan pemberian nomor batch, seperti yang dilustrasikan pada Gambar IV.4, membuat seluruh dokumen akan tersusun dalam satu set kesatuan dokumen di Puslah. B
B
A
C
C
A 1
N
Penomoran
F
2
3
F E
D
D 4
E
= Set kuesioner dalam 1 blok sensus
Gambar IV.4 Framing Pada Pelaksanaan batching dan tagging Mekanisme penomoran batch yang cermat, tersedianya rak-rak dan tempat penyimpanan (seperti gudang) yang cukup, dan penataan dokumen yang rapih dan terurut, memudahkan akses petugas terhadap dokumen, dalam upaya menghindari tersitanya waktu saat mencari dokumen.
Proses editing dilaksanakan para editor. Pengeditan terhadap kuesioner, seperti yang diilustrasikan pada Gambar IV.5, meliputi dua hal yaitu: 1).pemeriksaan dan perbaikan kelengkapan dan konsistensi isian variabel-variabel dalam kuesioner, dan 2).pemeriksaan dan perbaikan bentuk karakter tulisan dan marking yang sesuai dengan bentuk tulisan pada dictionary engine Nestor Reader.
115
Gambar IV.5 Framing Pada Pelaksanaan Editing Aksi-aksi kalkulasi yang dilakukan editor juga merupakan upaya mengatasi aksi non kalkulasi yang mungkin dilakukan saat di lapangan. Hal ini untuk menghasilkan kondisi isian data dan tulisan pada kuesioner kompatibel terhadap sistem scanner.
Proses scanning yang diaksikan para operator scanner, memindahkan data pada kuesioner menjadi data elektronik di komputer. Selanjutnya Nestor Reader mentransformasikan data image menjadi text pada poses recognize.
Gambar IV.6 Framing Pada Pelaksanaan Scanning, Verifikasi, Validasi Gambar IV.6 mengilustrasikan framing pada proses scanning kuesioner, dan framing saat verifikasi dan validasi yang diaksikan oleh operator-operator. Ketika lembar kuesioner di scan, maka akan terjadi perubahan bentuk dari materi (tulisan pada kuesioner) menjadi suatu image. Data image yang dihasilkan dari proses scanning kemudian dibandingkan dengan bentuk-bentuk image pada dictionary engine melalui proses optimasi matematis. Bentuk-bentuk karakter yang memiliki nilai treshold dibawah dari yang ditentukan (batas minimal) tidak akan dikenali oleh scanner dan harus di edit kembali (diilustrasikan dengan garis putus-putus). Ini berarti terjadi framing terhadap image-image karakter pada kuesioner melalui
116
dictionary pada engine. Selanjutnya dengan program aplikasi, bentuk karakter yang tidak dikenali harus diperbaiki petugas pada tahap verifikasi dengan kembali membuka dokumen dan mengentri perbaikan data. Akhirnya, dilakukan pengecekan konsistensi isian pada tahap validasi sampai diperoleh data clean. Peran-peran objek teknis seperti scanner saat proses scanning, rak-rak untuk petugas memisahkan dokumen yang belum atau sudah diproses, PC-PC sebagai mediator petugas memperbaiki kesalahan data, membuat kalkulasi menjadi mungkin.
Gambar IV.7 Framing Pada Proses Tabulasi Data
Aksi akhir yang dilakukan pada proses kalkulasi di Puslah adalah tabulasi data-data yang sudah clean. Gambar IV.7 diatas mengilustrasikan data-data yang sudah clean dari seluruh blok sensus dan wilayah selanjutnya digabungkan dan membentuk database SP2000. Kemudian database tersebut dikelompokkan sesuai dengan kelompok data tertentu (pengelompokkan bisa menurut wilayah propinsi, kabupaten, kecamatan sampai tingkat desa, ataupun sesuai dengan kebutuhan pengguna data dan metode demografi yang digunakan), kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan totalisasi data sensus.
IV.3 Jaringan Kalkulasi SP2000 di DKI Jakarta
IV.3.1 Persiapan SP2000
Pada tahap persiapan SP2000 di DKI Jakarta, seluruh BPS Tingkat II bersama dengan KSK merekrut mitra statistik. Para KSK memprioritaskan terlebih dahulu
117
mitra lama, untuk itu Daftar mitra lama kembali dibuka untuk memperoleh namanama mitra lama. Para KSK juga merekrut mitra-mitra baru dari kelurahan dan kecamatan. Seluruh mitra yang telah dihimpun, kemudian diberikan pendisiplinan melalui pelatihan petugas. Bagi BPS DKI, memperoleh petugas lapangan yang memiliki disiplin yang baik merupakan hal penting. Untuk itu BPS DKI Jakarta melakukan Penyeleksian petugas untuk mendapatkan petugas yang berdisiplin baik. Mitra yang dinilai tidak memenuhi kriteria pendisiplinan saat pelatihan tidak ditunjuk sebagai petugas statistik. Ini merupakan aksi kalkulasi pertama yang dilakukan BPS DKI Jakarta.
Gambar IV.8 Jejaring pada Persiapan SP2000 di DKI Jakarta Pada Gambar IV.8 diatas mengilustrasikan jejaring yang terbentuk saat persiapan SP2000 di DKI Jakarta, berbagai aktor mulai dari aktor-aktor di BPS DKI Jakarta juga aktor-aktor di lingkungan Pemerintah lokal secara kolektif mempersiapkan SP2000. Koordinasi-koordinasi yang terjadi antara BPS DKI Jakarta dengan Pemprov. DKI Jakarta melibatkan dan dilakukan juga oleh tingkat pemerintah dibawahnya sampai tingkat Kelurahan. Koordinasii tersebut menghasilkan dukungan dalam penambahan mitra-mitra statistik dan sarana-sarana yang dibutuhkan untuk membuat proses kalkulasi di lapangan dapat berjalan dengan maksimal.
118
IV.3.2 Pelaksanaan SP2000
Dengan adanya penyeleksian pada mitra-mitra, BPS DKI Jakarta memperoleh petugas-petugas yang disiplin dan mampu melaksanakan tugas di lapangan, dan dengan adanya Surat Tugas dari BPS Tingkat II mengukuhkannya menjadi petugas pencacah SP2000. Pada pembentukan struktur petugas di lapangan, untuk PML lebih diutamakan pada mitra-mitra lama dan petugas PCL pada mitra-mitra baru. Dengan PML yang sudah berpengalaman dan mereka menjalankan fungsinya, membuat pengawasan pada petugas PCL dapat dilakukan secara maksimal, Pendelegasian pengawasan kepada PML di BPS DKI Jakarta merupakan upaya yang efektif. Pengawasan ini selain membentuk relasi yang kuat antar petugas di lapangan, juga suatu upaya mendisiplinkan pekerjaan PCL untuk menghindari penyimpangan aksi (baik pengisian data penduduk maupun bentuk penulisan), mengingat seluruh PCL adalah petugas baru. Pertemuan petugas yang dilakukan dua kali seminggu dan catatan laporan petugas menjadi media dan alat kontrol bagi KSK dalam mengontrol perkembangan pekerjaan petugas lapangan, dan mengarahkan petugas agar proses kalkulasi penduduk dapat diselesaikan tepat waktu.
Gambar IV.9 Jejaring pada Pelaksanaan SP2000 di DKI Jakarta Gambar IV.9 diatas menunjukkan jejaring yang terbentuk saat pelaksanaan SP2000 di DKI Jakarta. Dimana jejaring mengembang dengan masuknya aktor-aktor (petugas-petugas dari BPS Pusat, BPS DKI, BPS Tingkat II, aparat pemerintah
119
lokal, Surat Instruksi Gubernur dan Walikota) untuk kegiatan pencacahan penduduk di DKI Jakarta. Kehadiran aktor-aktor tersebut menambah daya kalkulasi di lapangan yang membuat kalkulasi menjadi mungkin, terutama dalam mengatasi aksi-aksi
non
kalkulasi
dari
sikap
responden/penduduk
yang
menolak
dicacah/didata. Sehingga proses kalkulasi penduduk di lapangan dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Setelah pencacahan pemasukan dokumen dilakukan secara berjenjang, setiap PCL menyerahkan dokumen/kuesioner langsung kepada PML dan kemudian PML menyerahkannya ke KSK. Oleh PML dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen dan isian nya dan melakukan perbaikan bentuk tulisan kepada setiap lembar kuesioner, sehingga ketidaklengkapan pada isian kuesioner dan kesalahan bentuk tulisan sudah dilakukan mulai sejak dilapangan, dimana hal ini merupakan aksi kalkulasi yang mereduksi penyimpangan yang dilakukan petugas pencacah saat memasukkan data kedalam kuesioner. Ini merupakan upaya yang mengkondisikan kuesioner
kompatibel terhadap sistem scanner. Setelah pemeriksaan dilakukan,
PML mencatat identitas dokumen dan jumlah lembar kuesioner pada lembar kontrol untuk pengiriman dokumen dan setelah itu diserahkan pada KSK. KSK mencatat nomor blok dokumen yang diterima dari PML untuk membantunya mengingat dokumen-dokumen yang telah masuk. Oleh KSK dan PKSK kuesioner diperiksa kembali terutama pada kelengkapan isian pada kuesioner. Setelah pemeriksaan, KSK membuat laporan pengiriman kuesioner dan mengirimkan kuesioner ke BPS tingkat II. Di BPS Tingkat II, petugas Korcam (staf) yang mengawasi masingmasing kecamatan menerima dokumen dari KSK dan kembali melakukan pemeriksaan pada kelengkapan pengiriman dokumen yang disesuaikan dengan laporan pengiriman dokuman oleh KSK. Setelah pemeriksaan dilakukan dan dokumen lengkap, Korcam membuat laporan pengiriman dokumen untuk mengirimkan dokumen ke Pusat Pengolahan di BPS DKI Jakarta. Pemeriksaan dan pencatatan identitas dan jumlah dokumen yang dilakukan mulai dari PML, KSK, dan BPS Tingkat II merupakan aksi-aksi kalkulasi petugas-petugas di lapangan dan BPS Tingkat II untuk mengurangi peluang terjadi hilangnya dokumen-dokumen saat masih di lapangan.
120
IV.3.3 Pengolahan data SP2000
Dalam mempersiapkan pengolahan data SP2000, BPS DKI dipimpin langsung Kepala Kantor. Dengan pengalaman memimpin proses pengolahan, menyebabkan beliau kaya akan referensi, dan hal tersebut memudahkannya dalam menyusun rencana kerja dan mengkalkulasikan kebutuhan untuk kegiatan pengolahan di Puslah,
baik
sarana,
peralatan
maupun
petugas
yang
terlibat.
Beliau
mengembangkan SOP pada Puslah DKI Jakarta. Beliau memutuskan untuk tidak melibatkan seluruh staf dengan mempertimbangkan pekerjaan rutin lainnya yang tetap harus dikerjakan. Beliau menghimpun beberapa staf propinsi yang dinilai mampu untuk menjadi petugas dalam kegiatan pengolahan dan kemudian menunjuk beberapa dari mereka yang mampu menjadi supervisor-supervisor pada tim-tim pengolahan. Supervisor di delegasikan fungsi pengawasan dari Kepala Kantor untuk dapat mengontrol secara langsung aksi-aksi petugas dan objek-objek teknis saat proses pengolahan. Keputusan yang memusatkan Proses pengolahan pada satu ruang serta kewajiban untuk mengisi kartu kendali selain menyebabkan para mitra terelasi kuat dengan berbagai aktor-aktor lain, juga mengurangi mobilitas petugas dan dokumen. Kalkulasi Kepala Kantor akan kebutuhan petugas pengolah dan sarana PC dengan
mempertimbangkan
waktu
pengolahan
dan
banyaknya
dokumen,
menghasilkan keputusan untuk merekrut petugas mitra kurang lebih 200 orang dan penyediaan sarana PC yang cukup banyak (50 PC) yang dioperasikan selama 3 shift. Aksi-aksi kalkulasi yang dilakukan Kepala Kantor memberikan peluang hadirnya ruang kualkulasi data sensus di Puslah BPS DKI Jakarta.
Pemasukan dokumen dari BPS Tingkat II diterima oleh Tim Receiving-Batching (disingkat tim batching) pada Puslah. Selanjutnya, dokumen diperiksa kembali oleh tim batching dengan menyesuaikan laporan pengiriman dokumen dengan master blok yang dimiliki tim batching. Dokumen masing-masing BPS Tingkat II ditangani secara khusus oleh dua orang tim, sehingga pemasukan dokumen dari satu kota yang dilakukan secara bertahap dapat dikontrol penuh perkembangannya. Setelah dokumen lengkap tim batching menandatangani laporan pengiriman dokumen dari BPS Tingkat II dan mencatatnya pada buku laporan pemasukan dokumen ke Puslah,
121
sehingga supervisor ataupun Kepala Kantor dapat mengetahui dokumen-dokumen mana saja yang sudah masuk dan mana yang belum. Aksi-aksi pemeriksaan kelengkapan dokumen, penyesuaian pengiriman dokumen dengan master blok, pencatatan identitas dokumen yang telah dikirim, dan penunjukkan petugas khusus menangani dokumen dari masing-masing tingkat II, merupakan aksi-aksi kalkulasi yang menghindari ketidaklengkapan dokumen dan memudahkan penelusuran dokumen yang telah masuk pusat pengolahan
Dokumen yang telah masuk kemudian di batching oleh tim batching, dengan memberi nomor batch pada setiap batch dokumen dan kemudian diletakkan pada rak-rak yang berada di dalam gudang. Dengan penomoran batch yang ditulis disisisisi dus dan penyusunan dokumen yang berurut nomor batch secara berjenjang keatas pada rak-rak khusus untuk kotamadya merupakan aksi kalkulasi yang, membuat penelusuran batch dokumen pada rak dapat mudah dilakukan tanpa perlu mengeluarkannya dari rak terlebih dahulu. Tim batching bertanggung jawab pada pengelolaan dokumen di gudang termasuk pada masuk dan keluar dokumen. Setiap masuk dan keluar dokumen dikontrol dengan Kartu Kendali dan diawasi oleh supervisor batching, ini juga merupakan aksi-aksi kalkulasi yang membuat sirkulasi dokumen dapat di kontrol penuh.
Gambar IV.10 Jejaring pada Pengolahan data SP2000 di DKI Jakarta
122
Pada gambar IV.10, diilustrasikan jejaring yang terbentuk pada saat pengolahan data SP2000 di Puslah BPS DKI Jakarta. Pada Puslah DKI, sirkulasi dokumen antar ruangan juga menjadi tanggung jawab tim batching. Dokumen yang telah di batching dikirim ke ruang editing dan diserahkan ke supervisor editing sebagai pintu masuk dan keluar dokumen di tahap editing. Oleh supervisor dus dokumen ditempeli Kartu Kendali dan kemudian diserahkan pada editor. Editor melakukan editing dengan memeriksa kelengkapan dan konsistensi isian dan juga memperbaiki bentuk tulisan pada setiap lembar kuesioner. Setelah dokumen diedit, editor mengisi kartu kendali dan menyerahkannya pada supervisor. Supervisor menandatangani kartu kendali dan mencatat setiap dokumen yang telah diedit pada buku Laporan editing. Peran Kartu Kendali menjadi tool yang menjelaskan keberadaan dokumen (sudah atau belum di edit) dan petugas yang menangani, yang memudahkan suvervisor dalam mengontrol dokumen untuk siap di scanning. Para editor dan supervisor serta Kartu Kendali secara bersama melakukan aksi-aksi kalkulasi. Memusatkan proses editing pada satu ruangan khusus mengurangi mobilitas dokumen dan para editor, yang akan meng efisienkan waktu pada proses editing.
Oleh tim batching dokumen yang telah di edit dikirim ke ruang pengolahan dan diserahkan pada supervisor scanning, yang juga sebagai pintu masuk dan keluar dokumen di tahap scanning. Supervisor meletakkan dokumen pada rak khusus scanning dan operator mengambil dokumen dari rak tersebut untuk menscan dokumen tersebut. Dengan rak tersebut operator dapat menata dokumen-dokumen saat proses scan yang menghindari aksi non kalkulasi operator dengan peletakkan sembarangan dokumen. Operator scanner men-scan setiap lembar kuesioner, dan setelah itu menandatangani Kartu Kendali pada cover dus dokumen dan diserahkan kembali pada supervisor. Supervisor kemudian menandatangani Kartu Kendali dan menyerahkan pada tim batching. Peran Kartu Kendali menjadi tool yang menjelaskan keberadaan dokumen (sudah atau belum di proses scan) dan petugas yang menangani, memudahkan suvervisor dalam mengontrol dokumen dan petugas.
Selanjutnya, tim Batching meletakkan dokumen yag telah di scan pada rak-rak berikutnya untuk masuk proses verifikasi. Berbagai perbaikan atas kesalahan-
123
kesalahan dilakukan dengan mengentri kembali, dan dokumen pun kembali dibuka. Setelah perbaikan atau verifikasi dokumen diletakkan petugas verifikasi pada rak terpisah untuk masuk proses validasi. Petugas validasi melakukan pengecekan pada konsistensi isian data dengan menggunakan aplikasi validasi, bila terdapat perbaikan data dokumen diambil dari rak lalu dilakukan perbaikan, setelah itu dokumen diletakkan secara terpisah pada rak khusus untuk dokumen yang sudah clean. Peran petugas verifikasi-validasi, supervisor, Nestor Reader, PC-PC yang berinteraksi dan secara bersama melakukan aksi-aksi kalkulasi menghasilkan data clean. Peran rakrak membantu petugas-petugas dalam memisahkan antara dokumen sudah atau belum di verifikasi dan juga sudah atau belum clean yang semua ini memudahkan petugas dalam mengakses dokumen.
IV.3.4 Rangkuman
Berbagai aktor-aktor heterogen di lapangan secara kolektif malakukan aksi-aksi kalkulasi menghasilkan terkalkulasinya penduduk sesuai waktu yang ditentukan
Pemeriksaan kelengkapan dokumen dan isiannya yang dilakukan berjenjang mulai dari lapangan sampai tingkat editor, merupakan upaya mengatasi terjadinya aksi-aksi non kalkulasi petugas baik dalam pengiriman dokumen, maupun pengisian data penduduk dan penulisan bentuk karakter pada kuesioner.
Mekanisme batching dan penataan dokumen di gudang dan ruang-ruang pengolahan memudahkan akses petugas pada dokumen yang dicari, dimana hal ini menghasilkan efisiensi waktu petugas saat proses pengolahan. Namun hal ini didukung dengan tersedianya rak-rak yang cukup tersebar di ruang-ruang pengolaan dan juga gudang.
Berbagai aktor dengan jumlah yang cukup banyak mulai dari tim receiving batching, editor, operator scanner, petugas verifikasi-validasi, dan objek-objek teknis seperti PC-PC, scanner, Nestor Reader, dimana semuanya melakukan aksi-aksi kalkulasi yang menghasilkan data clean dan totalisasi hasil sensus. Namun peran Kartu Kendali, rak-rak, mekanisme sirkulasi dokumen adalah penting yang menjaga terelasinya petugas dan dokumen dan membuat proses kalkulasi dapat dilakukan.
124
IV.4 Jaringan Kalkulasi SP2000 di Jawa Timur
IV.4.1 Persiapan SP2000
Pada persiapan SP2000 di Jawa Timur, seluruh BPS Tingkat II bersama KSK merekrut mitra statistik. Para KSK memprioritaskan terlebih dahulu mitra lama. Untuk itu Daftar mitra lama kembali dibuka untuk memperoleh nama-nama mitra lama. Untuk memenuhi kebutuhan mitra yang cukup banyak KSK lebih banyak merekrut staf-staf aparat desa/dusun. Seluruh mitra yang telah dihimpun, kemudian diberikan pendisiplinan melalui pelatihan petugas. Pelatihan petugas SP2000 dilakukan berjenjang mulai dari staf BPS Tingkat I sampai pada petugas lapangan.
Gambar IV.11 Jejaring pada Persiapan SP2000 di Jawa Timur
Gambar IV.11 diatas diilustrasikan jejaring yang terbentuk saat pesiapan SP2000 di Propinsi Jawa Timur, berbagai aktor mulai dari aktor-aktor di lingkungan BPS DKI Jakarta dan juga aktor-aktor di lingkungan Pemerintah lokal secara kolektif mempersiapkan SP2000. Koordinasi-koordinasi terjadi antara BPS dengan pemerintah daerah setingkatnya. Instruksi disampaikan pada struktur organisasi dibawahnya melalui surat-surat resmi. Hal ini menghasilkan kebijakan dan keputusan di masing-masing tingkat dua yang beragam dalam mendukung pelaksanaan SP2000. Di sebagian besar daerah Tingkat II bentuk koordinasinya lemah, sehingga dukungan pemerintah lokal untuk pelaksanaan SP2000 sangat
125
minim sekali, terutama dalam perekrutan mitra. Hal ini menyebabkan perekrutan mitra statistik mengalami kesulitan, apalagi kebutuhan untuk sensus tersebut cukup besar. Hal ini menyebabkan sebagian besar KSK ataupun BPS Tingkat II di Jawa Timur tidak melakukan penyeleksian terhadap mitra baru untuk menjadi petugas statistik. Tidak dilakukannya penyeleksian petugas, merupakan aksi non kalkulasi yang membuat hadirnya petugas-petugas yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai petugas SP2000.
Di BPS Jawa Timur, bukan hanya PCL yang merupakan mitra baru, sebagian besar PML juga merupakan mitra baru yang kurang memahami realita praktek sensus di lapangan, dikarenakan kurangnya referensi akan praktek-praktek sensus/ survei. Hal ini menyebabkan PML tersebut tidak dapat maksimal mendisiplinkan petugas dalam melakukan aksi nya, di lapangan. Pendelegasian fungsi pengawasan kepada PML yang ’miskin’ akan referensi praktek-praktek sensus/survei berpeluang tidak efektif. Demikian halnya dengan staf BPS Tk.2 yang ditugaskan menjadi KSK sementara untuk kegiatan sensus. Keterbatasan waktu dikarenakan masih harus mengerjakan pekerjaan rutinnya membuat nya tidak dapat maksimal berelasi dengan petugas lapangan dan pemerintah setempat. Pengawasan yang lemah akan berpeluang menghadirkan aksi-aksi non kalkulasi dari petugas lapangan yang sebagian besar juga merupakan petugas-petugas baru
IV.4.2 Pelaksanaan SP2000
Pelaksanaan SP2000 dilakukan di setiap kecamatan, pencacahan dilaksanakan PCL pada individu dan rumahtangga. Pendampingan awal dilakukan PML dengan menunjuk batas-batas wilayah kerja, namun pertemuan yang mendiskusikan permasalahan di lapangan antara PML dengan PCL jarang dilakukan, hanya lebih kepada penyetoran dokumen, sehingga relasi antar petugas lapangan pun lemah. Pengawasan lapangan dan diskusi-diskusi lebih banyak terjadi saat kunjungan KSK/ PKSK ke desa-desa, namun hal ini pun dilakukan sesekali dikarenakan luasnya wilayah kerja dan banyaknya petugas. Pertemuan formal seluruh petugas tidak rutin dilakukan karena wilayah yang berjauhan dan sulitnya akses komunikasi antar
126
petugas saat itu. Jarang nya pertemuan-pertemuan di lapangan bukan hanya melemahkan relasi antar petugas lapangan (seperti diilustrasikan pada Gambar IV.12 dengan garis putus-putus), namun juga menyebabkan tidak terjadinya diskusidiskusi yang dapat memperkaya referensi dan petunjuk bagi petugas khususnya mitra baru. Hal ini menyebabkan peluang terjadinya aksi-aksi non kalkulasi oleh petugas sangat besar khususnya dalam melakukan pembingkaian pada karakteristik penduduk dan juga bentuk tulisan ke dalam kuesioner.
Gambar IV.12 Jejaring pada Pelaksanaan SP2000 di Jawa Timur Gambar IV.12 diatas merupakan jejaring yang terbentuk saat pelaksanaan SP2000 di Jawa Timur. Aktor-aktor di lapangan tidak cukup banyak seperti jejaring di DKI Jakarta, hanya aktor-aktor yang distandarkan di seluruh daerah sensus. Untuk kotakota besar seperti Surabaya atau Sidoarjo, tidak hadirnya aktor lain selain petugas lapangan di lokal tersebut menyebabkan lemahnya daya kalkulasi dilapangan akibat aksi penolakan warga terhadap pelaksanaan pencacahan. Hal ini akhirnya menyebabkan lambatnya proses kalkulasi penduduk di kota-kota tersebut.
Kekurangan pemenuhan peralatan (pinsil) petugas merupakan hal yang tidak dapat disepelekan. Saat petugas kekurangan pinsil, dimana tidak di semua daerah petugas dapat membeli jenis pinsil yang distandarkan scanner karena kondisi daerah yang beragam, menyebabkan hadirnya jenis pinsil yang beragam saat pencacahan. Ketidaksesuaian jenis pinsil yang digunakan petugas berakibat pada tulisan di kuesioner yang tidak kompatibel dengan scanner. Hadirnya sejumlah pinsil dengan
127
jenis (kualitas) yang ragam merupakan proses proliferasi yang melemahkan daya kalkulasi pada scanner.
Setelah pencacahan pemasukan dokumen dilakukan secara berjenjang, setiap PCL menyerahkan dokumen/kuesioner langsung kepada PML dan kemudian PML menyerahkannya ke KSK. Mekanisme pemeriksaan dokumen yang dilakukan PML lebih diarahkan pada kelengkapan dokumen. Demikian halnya pada KSK dan PKSK, setelah menerima dokumen dari PML dan mencatat nomor blok dokumen yang diterimanya - untuk membantunya mengingat dokumen-dokumen yang telah masuk dari PML – pemeriksaan dilakukan hanya memperhatikan kelengkapan isian dokumen. Setelah pemeriksaan, KSK membuat laporan pengiriman kuesioner dan mengirimkan kuesioner ke BPS tingkat II. Di BPS Tingkat II, dilakukan pemeriksaan kembali oleh para staf pada kelengkapan pengiriman dokumen yang disesuaikan dengan laporan pengiriman dokuman oleh KSK. Selanjutnya Seksi TU, membuat laporan pengiriman dokumen untuk mengirimkan dokumen ke Pusat Pengolahan. Pemeriksaan dan pencatatan identitas dan jumlah dokumen yang dilakukan mulai dari KSK, dan BPS Tingkat II merupakan aksi-aksi kalkulasi untuk mengurangi peluang terjadi hilangnya dokumen-dokumen saat masih di lapangan.
IV.4.3 Pengolahan data SP2000
Pendistribusian beban tugas yang tidak berimbang dan tidak tersedianya sarana dan petugas yang cukup jumlahnya pada puslah-puslah di Jawa Timur berpeluang melemahkan kinerja pengolahan di BPS Jawa Timur, yaitu tidak terkalkulasinya hasil pencacahan SP2000. Pada masing-masing Puslah Tingkat II diberikan tanggungjawab mengolah dokumen yang berasal dari 5 atau 6 BPS Tingkat II lainnya, namun pada Puslah Propinsi dokumen yang diolah berasal dari 15 BPS Tingkat II. Pengolahan di Puslah tingkat II yang didukung 2 buah scanner dan 8-10 PC mampu menyelesaikan proses pengolahan sebelum waktu yang ditetapkan berakhir. Namun pada Puslah Propinsi yang didukung 4 buah scanner dan 20 PC mengalami keterlambatan yang cukup lama, sehingga menyebabkan penyelesaian
128
pekerjaan keseluruhan pengolahan SP2000 di wilayah Jawa Timur mengalami keterlambatan. Berikut analisa kasus pengolahan di Puslah Propinsi ;
Keputusan mengolah dokumen yang sangat banyak di Puslah Propinsi tidak diimbangi dengan tersedianya sarana-sarana penataan (rak-rak) dan penyimpanan (gudang) yang dibutuhkan dan letaknya yang tersebar tidak pada lokasi yang sama. Dokumen yang masuk dari BPS Tingkat II diterima oleh tim pengelola dokumen (staf-staf TU). Tim memeriksa dokumen dengan menyesuaikan laporan pengiriman dokumen dengan master blok yang dimiliki tim. Setelah dokumen lengkap tim pengelola menandatangani laporan pengiriman dokumen dari BPS Tingkat II dan mencatatnya pada lembar master blok. Dokumen kemudian di batch dan dimasukkan pada dus-dus besar dan dikirim ke ruang-ruang edit. Sebagian dokumen tidak langsung masuk proses edit, oleh tim diletakkan pada rak-rak di ruang terbuka bahkan sebagian diletakkan tersebar di lantai dikarenakan rak-rak yang ada jumlahnya terbatas. Peletakkan dokumen yang tidak teratur ini merupakan aksi-aksi non kalkulasi yang membuat sulitnya petugas mengakses atau menelusuri dokumen yang hendak dicari. Dokumen yang menunggu untuk diproses kembali pada saat verifikasi dan validasi, juga diletakkan pada rak-rak di ruang terbuka tersebut dan diletakkan tersebar di lantai yang juga menyebabkan sulitnya penelusuran dokumen. Ruangan terbuka dan peletakkan yang tersebar di lantai, dan tidak adanya petugas khusus yang mengawasi dokumen, dalam waktu tidak lama akan menyebabkan menurunnya kualitas kertas, akibat kelembaban atau udara kotor. Hal ini lah yang menyebabkan sejumlah dokumen ditemukan rusak bahkan dimakan rayap, dan hal ini meyebabkan sebagian petugas harus menyalinnya kembali pada lembar kuesioner yang baru, dimana hal ini menyita banyak waktu. Tidak tersedianya sarana penyimpanan yang cukup dan mekanisme pengelolaan dokumen yang tidak teratur atau tidak tertata baik, merupakan aksi-aksi non kalkulasi yang melemahkan proses kalkulasi pada Puslah Jawa Timur.
Lamanya waktu tunggu dokumen untuk masuk proses editing, lebih dikarenakan tidak berimbangnya kemampuan editor dengan jumlah dokumen. Keputusan Kabid P3S untuk melibatkan seluruh staf bidang-bidang di awal pelaksanaan yang tidak
129
dimbangi dengan petimbangan pekerjaan rutin yang tetap harus dikerjakan oleh stafstaf di bidang tersebut merupakan aksi non kalkulasi. Dampak nya, membuat sebagian besar editor membawa dokumen ke luar ruangan untuk mengeditnya dirumah mereka masing-masing, hal ini menyebabkan mobilitas dokumen semakin tersebar. Ini merupakan aksi-aksi non kalkulasi para editor.
Gambar IV.13 Jejaring pada Awal Proses Pengolahan data di Jawa Timur Gamba IV.13 diatas merupakan jejaring yang terbentuk saat awal proses pengolahan. Fungsi pengawasan utama diaksikan Kabid P3S untuk seluruh aktor yang tersebar di berbagai ruangan. Dikarenakan tidak adanya aktor-aktor lain (supervisor atau alat kontrol) yang didelegasikan penuh untuk mengontrol di setiap ruangan, menyebabkan lemahnya kontrol dan relasi terutama pada para petugas. Lemahnya
kontrol/pengawasan
dan
relasi
antar
aktor-aktor,
berpeluang
menghadirkan aksi-aksi non kalkulasi terutama dari petugas, yang akhinya melemahkan kalkulasi di Puslah Jatim .
Di Puslah Jawa Timur proses scanning, recognition, verifikasi dan validasi dilaksanakan terpusat di ruang pengolahan yang dilaksanakan oleh staf-staf P3S dan para mitra. Dengan seorang petugas pengawas yang mengawasi seluruh staf dan mitra dan sirkulasi dokumen, dan ketiadaan alat-alat kontrol kinerja petugas menyebabkan konektivitas dan relasi dengan para petugas tidak terjalin. Hal ini memberikan peluang akan hadirnya aksi-aksi non kalkulasi terutama dari petugas dengan tidak disiplin dalam melakukan tugasnya. Pengawas pun hanya membuat laporan mingguan bagi Kabid menyebabkan lemahnya kendali pada perjalanan proses pengolahan.
130
Tidak adanya petugas atau tim khusus yang mengelola sirkulasi dokumen baik dari gudang maupun dari ruang-ruang editing menyebabkan terhambatnya aliran dokumen masuk ke ruang pengolahan. Yang akhirnya menghambat kinerja di ruang pengolahan. Tidak tersedianya rak-rak pada ruang pengolahan, menyebabkan dokumen-dokumen yang telah di scan – namun hasilnya ’bermasalah’ – harus diletakkan di luar ruang pengolahan dan di ruang terbuka yang dibelakang kantor. Tidak tersedianya rak-rak dan peletakkan dokumen yang tersebar, merupakan aksi-aksi non kalkulasi yang menyebabkan sulitnya petugas-petugas dalam mengakses dan menelusuri dokumen ketika hendak memperbaiki kesalahan-kesalahan, hal ini juga dikarenakan tidak adanya petugas khusus yang mensirkulasikan dokumen. Hal ini tentunya membuat tersita banyak waktu petugas dan akhirnya memperlambat jalannya proses kalkulasi. Selain itu keterbatasan sarana PC dan petugas untuk proses verfikasi dan validasi di Puslah Jawa Timur dan tidak beroperasi dalam 3 shift menyebabkan lambatnya kinerja pengolahan, sehingga hasil pencacahan SP2000 tidak terkalkulasi pada kurun waktu yang ditetapkan.
Pembaharuan.
Hadirnya Kepala Kantor menggantikan Kabid P3S, menghadirkan fungsi kendali pada proses pengolahan selanjutnya. Mengeluarkan staf-staf yang tidak mampu dan melibatkan staf yang mampu merupakan keputusan yang meningkatkan ketegaran jejaring dalam menghasilkan kinerja kalkulasi.
Gambar IV.14 merupakan ilustrasi jejaring yang terbentuk di ruang pengolahan (ruang Bidang P3S) saat pembaharuan. Dengan memusatkan kegiatan pengolahan di ruang Bidang P3S termasuk memindahkan dokumen-dokumen di ruang pengolahan, menambah mitra-mitra statistik dan membentuk tim-tim pengolahan (tim receivingbatching, tim editing, tim scanning, tim verifikasi-validasi) yang masing-masing dipimpin seorang koordinator yang sepanjang hari mendampingi petugas, menghadirkan buku laporan petugas membuat kontrol terhadap kinerja petugas
131
dapat dilakukan. Semua ini merupakan aksi-aksi kalkulasi yang meningkatkan ikatan relasi aktor-aktor di Puslah Propinsi dalam menghasilkan efek kalkulasional.
Gambar IV.14 Jejaring pada Pertengahan Proses Pengolahan data di Jawa Timur Proses Pengolahan di Puslah Tuban. Proses Pengolahan yang berlangsung pada Puslah Tuban terpusat di gedung kantor termasuk penyimpanan dokumen sementara yang dilakukan di gudang kantor. Semua ini membuat mobilitas petugas dan dokumen dapat diminimalisasi. Pada Puslah Tuban proses pengolahan mulai receiving hingga validasi dijalankan seluruh staf dengan dibantu beberapa mitra lama yang dikelompokkan dalam tim-tim kerja. Namun editing dokumen telah dilaksanakan di Tingkat II pengirim dokumen, hal ini meringankan beban pengolahan Puslah Tuban. Dengan adanya penentuan target tugas yang harus dikerjakan masing-masing petugas dalam tim-tim kerja selama kurun waktu pengolahan, membuat terjadinya pendistribusian beban kerja yang ada dan terkalkulasinya hasil pencacahan yang membuat totalisasi dapat dihasilkan sesuai waktu nya.
Proses Pengolahan di Puslah Madiun. Pada Puslah Madiun, proses pengolahan juga dijalankan seluruh staf dan mitra. Namun Puslah Madiun merekrut lebih banyak mitra daripada Puslah Tuban, walaupun demikian mereka merupakan mitra-mitra lama BPS Kabupaten Madiun, sehingga sarat akan referensi akan kegiatan pengolahan di BPS untuk melakukan aksi-aksi kalkulasi. Selain itu, sebagian besar mereka juga masih merupakan kerabat
132
keluarga dari staf, sehingga relasi antar petugas mitra dan staf terjalin kuat dan semangat bekerja sama yang baik antara staf dan mitra-mitra pengolahan pun sudah sejak lama tercipta di BPS Kabupaten Madiun. Semuanya ini meningkatkan ketegaran relasi jejaring yang menghasilkan efek kalkulasi di Puslah Madiun. Dengan terpusatnya tempat proses pengolahan di Puslah Madiun yaitu di gedung kantor termasuk penyimpanan dokumen sementara yang dilakukan di gudang kantor, membuat mobilitas petugas dan dokumen dapat diminimalisasi, yang akan meng-efisienkan waktu pengolahan.
IV.4.4 Rangkuman
Hadirnya petugas-petugas baru yang cukup banyak, tanpa disertai adanya pengawasan, pendampingan dan pertemuan rutin selain menyebabkan tidak terjalin kuat relasi antar petugas, juga berpeluang hadirnya aksi-aksi non kalkulasi petugas dalam melakukan pembingkaian di lapangan.
Tersebarnya proses pengolahan di berbagai ruang yang tidak disertai pengawasan penuh, tidak adanya objek pengontrol, dan tidak adanya aktor penghubung
antar
ruang
khususnya
yang
mensirkulasikan
dokumen,
menyebabkan lemahnya relasi antar aktor yang menghambat proses kalkulasi.
Tidak tersedianya rak-rak penataan dokumen di ruang-ruang pengolahan dan tidak adanya petugas khusus yang mengatur dokumen, menyebabkan tersebarnya dokumen, hal ini menyebabkan sulitnya akses ataupun penelusuran dokumen, yang menyebabkan penyitaan waktu yang cukup banyak saat melakukan perbaikan data.
Tidak adanya aktor supervisor, alat kontrol petugas dan dokumen saat proses pengolahan berjalan, menyebabkan peluang aksi-aksi non kalkulasi terjadi seperti membawa keluar dokumen dari kantor, dimana berpeluang menyebabkan hilangnya dokumen.
Pelaksanaan
editing,
yang
hanya
memfokuskan
pada
konsistensi isian data, membuat asian pada kuesioner tidak siap dengan scanner.
Aksi-aksi non kalkulasi yang telah dilakukan sejak persiapan sampai pada pengolahan membuat tidak terkalkulasinya hasil pencacahan dalam kurun waktu yang ditentukan.
133
IV.5 Jaringan Kalkulasi SP2000 di DI Yogyakarta
IV.5.1 Persiapan SP2000
Seperti pada daerah lainnya, pada tahap persiapan SP2000 seluruh BPS Tingkat II di Propinsi DI Yogyakarta bersama para KSK nya merekrut mitra statistik. Para KSK memprioritaskan terlebih dahulu mitra lama. Untuk itu Daftar mitra lama kembali dibuka untuk memperoleh nama-nama mitra lama. Para KSK juga merekrut mitramitra baru dengan berkoordinasi dengan pihak kecamatan, desa bahkan RW/RT. Seluruh mitra yang telah dihimpun, kemudian diberikan pendisiplinan melalui pelatihan petugas.
Gambar IV.15 Jejaring pada Persiapan SP2000 di DI Yogyakarta Gambar IV.15 diilustrasikan jejarig yang terbentuk saat Persiapan SP2000 di DIY. Kepala BPS DIY melakukan koordinasi dengan Kepala Pemprov. DIY, dan koordinasi tersebut juga dilaksanakan di masing-masing Tingkat II yang menghasilkan dukungan dalam kegiatan SP2000. Salah satu dukungan yaitu dengan membantu perekrutan mitra-mitra statistik baru. Relasi kerja sudah terbangun secara informal antara KSK dengan pemerintah setempat yang hal ini memudahkan dilakukannya mobilisasi warga untuk menjadi mitra statistik, sehingga sekalipun KSK melakukan penyeleksian petugas, kebutuhan akan jumlah petugas yang cukup
134
banyak masih terpenuhi. Penyeleksian ini bagi BPS DIY sangat penting untuk mendapatkan petugas yang disipln sesuai dengan kualifikasi petugas SP2000.
IV.5.2 Pelaksanaan SP2000
Proses pencacahan di Propinsi DIY dapat berjalan tanpa menemui banyak hambatan. Pencacahan dilaksanakan PCL pada setiap individu dan rumahtangga. Pengawasan dan pendampingan oleh PML pada PCL di lapangan dan pertemuan rutin dengan KSK merupakan aksi-aksi untuk menghindari penyimpangan atau aksi non kalkulasi oleh petugas PCL saat melakukan pembingkaian karakteristik penduduk SP2000. Penyeleksian bentuk tulisan saat perekrutan petugas dinilai sangat bermanfaat saat pencacahan, dimana ketika pertemuan petugas tidak ditemukan adanya permasalahan yang berhubungan dengan kesulitan bentuk penulisan. Pemahaman KSK tentang bagaimana sistem scanner bekerja membuatnya memutuskan untuk melakukan penyeleksian petugas baru yang sesuai dengan kualifikasi sistem scanner. Kehadiran staf BPS Kab/Kota pada pertemuan petugas yang mendiskusikan kaitan kondisi hasil lapangan (baik bentuk tulisan maupun isian dalam kuesioner) terhadap proses pengolahan, merupakan upaya-upaya yang mengarahkan seluruh petugas lapangan pada keseluruhan rangkaian kegiatan SP2000. Gambar IV.16 mengilustrasikan jejaring yang terbentuk pada pelaksanaan SP2000 di DI Yogyakarta.
Gambar IV.16 Jejaring pada Pelaksanaan SP2000 di DI Yogyakarta Setelah pencacahan pemasukan dokumen dilakukan secara berjenjang, setiap PCL menyerahkan dokumen/kuesioner langsung kepada PML dan kemudian PML
135
menyerahkannya ke KSK. Oleh PML dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen dan isian nya dan melakukan perbaikan bentuk tulisan kepada setiap lembar kuesioner, sehingga ketidaklengkapan pada isian kuesioner dan kesalahan bentuk tulisan sudah dilakukan mulai sejak dilapangan, dimana hal ini merupakan aksi kalkulasi yang mereduksi penyimpangan yang dilakukan petugas pencacah saat memasukkan data kedalam kuesioner. Ini merupakan upaya yang mengkondisikan kuesioner
kompatibel terhadap sistem scanner. Setelah pemeriksaan dilakukan,
PML menyerahkan dokumen pada KSK. Oleh KSK dan PKSK kuesioner diperiksa kembali terutama pada kelengkapan isian pada kuesioner. Setelah pemeriksaan, KSK membuat rekapitulasi seluruh dokumen dengan mencatat seluruh identitas dokumen dan jumlah lembar dokumen. Dengan dasar rekapitulasi tersebut, KSK membuat laporan pengiriman kuesioner dan mengirimkan kuesioner ke BPS tingkat II. Pemeriksaan dan pencatatan identitas dan jumlah dokumen yang dilakukan PML dan KSK merupakan aksi-aksi kalkulasi untuk mengurangi peluang terjadi hilangnya dokumen-dokumen saat masih di lapangan. Pencatatan yang cermat dan teliti oleh KSK merupakan aksi kalkulasi yang membuat pelacakan dan penelusuran dokumen di lapangan dapat dilakukan dengan mudah.
IV.5.3 Pengolahan data SP2000
Tahapan pengolahan di DIY telah berlangsung sejak di lapangan, dimana sebagian proses editing telah dilakukan oleh PML dan KSK di lapangan dengan memeriksa dan memperbaiki tulisan pada setiap lembar kuesioner. Hal ini merupakan upaya mereduksi penyimpangan pada isian data dan bentuk karakter tulisan pada kuesioner, yang akan mengkondisikan isian dalam kuesioner kompatibel terhadap sistem scanner sejak di lapangan.
136
Gambar IV.17 Jejaring pada Pengolahan Data SP2000 di DI Yogyakarta
Pengerahan seluruh staf Propinsi dan membagi mereka dalam kelompok-kelompok kerja, yang masing-masing kelompok menangani tahapan pengolahan tertentu dan setiap petugas diberikan target pekerjaan dalam sehari, merupakan keputusan yang mendistribusikan pekerjaan secara teratur dan terfokus. Dengan staf-staf yang sudah berpengalaman dengan proses pengolahan, mereka sarat akan referensi praktekpraktek pengolahan, yang memudahkannya dalam melakukan aksi-aksi kalkulasi.
Sirkulasi dokumen/ kuesioner sejak awal menjadi perhatian bagi Puslah di BPS DIY. Daftar pencatatan arus kuesioner keluar dan masuk gudang menjadi tool untuk menelusuri keberadaan kuesioner. Dengan penomoran batch pada tiap dus kuesioner yang tidak hanya dilekatkan pada permukaan dus saja seperti yang sudah diarahkan pada Buku Pedoman, namun juga menuliskan nomor batch di bagian sisi dus (hal ini dilakukan karena batch kuesioner akan disusun dengan permukaan dus menghadap ke atas, yang dimaksudkan untuk menghemat tempat) maka akan mempermudah petugas dalam mencari nomor-nomor batch tertentu di gudang. Setiap perpindahan dokumen yang beralih dari satu tahapan ke tahapan selanjutnya yang melalui rak, dimana fungsi rak telah menjadi media yang merelasikan tahapan pengolahan dan hadirnya Daftar pengambilan kuesioner menjadi media perekam proses perpindahan dokumen, yang menjadi tool bagi pengawasan.
137
Keputusan untuk melakukan editing terhadap seluruh lembar kuesioner yang ada membuat kuesioner mengalami penambahan dalam hal kualitas baik tulisan maupun isian data, dimana hal tersebut semakin mengkondisikan isian pada kuesioner kompatibel terhadap scanner. Meskipun proses editing dilakukan seluruh staf yang tersebar di ruang bidang-bidang, namun dengan adanya pembagian jumlah batch per petugas, ’memaksa’ para staf untuk menyelesaikan tugas tersebut. Dan dengan adanya Daftar Pengolahan, merelasikan seluruh petugas pada proses pengolahan dan daftar tersebut menjadi tool bagi pengawas dalam mengontrol pekerjaan seluruh petugas dan jumlah dokumen yang diolahnya. Daftar tersebut diperiksa dengan intensif oleh pengawas, sehingga kinerja seluruh petugas dapat diketahui perkembangannya setiap saat.
Keputusan yang hanya menyerahkan proses scanning pada tiga orang staf mempermudah dilakukannya kontrol pada kinerja mesin scanner, dan juga membuat ikatan yang kuat bagi operator pada bagian-bagian mesin, sehingga apabila mesin mengalami permasalahan, dapat mudah ditelusuri sumber permasalahannya dan tidak menghambat jalannya proses pengolahan. Mesin scanner sendiri merupakan aktor teknis yang terpunktualisasikan.
Dengan proses editing yang dilakukan sejak dari lapangan pada setiap lembar kuesioner, membuat semakin mengkondisikan kuesioner kompatibel terhadap scanner, dan akhirnya membuat karakter dalam citra elektronik yang harus diperbaiki atau diedit saat di tahap verifikasi maupun di tahap validasi menjadi berkurang. Hal ini juga mengurangi mobilitas dokumen yang akhirnya berdampak pada efisiensi waktu pengolahan.
IV.5.4 Rangkuman
Berbagai aktor-aktor heterogen di lapangan secara kolektif malakukan aksi-aksi kalkulasi menghasilkan terkalkulasinya penduduk sesuai waktu yang ditentukan
Pemeriksaan kelengkapan dokumen dan isiannya yang dilakukan berjenjang mulai dari lapangan sampai tingkat editor, merupakan upaya mengatasi
138
terjadinya aksi-aksi non kalkulasi petugas baik dalam pengiriman dokumen, maupun pengisian data penduduk dan penulisan bentuk karakter pada kuesioner.
Pengaturan sirkulasi dokumen dengan baik dan tersedianya sarana-sarana penataan dan penyimpanan dokumen, memudahkan petugas dalam mengakses dan menelusuri dokumen yang dibutuhkan, yang membuat efisiensi pada waktu.
Pengerahan seluruh staf dan penentuan target tugas pada seluruh petugas merupakan pendistribusian beban tugas sehingga hasil pencacahan dapat terkalkulasikan pada kurun waktu yang ditentukan.
IV.6 Jaringan Kalkulasi SP2000 di Jawa Barat
IV.6.1 Persiapan SP2000
Seperti BPS Propinsi lainnya, BPS Jawa Barat juga melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah, namun koordinasi yang tersebut lebih bersifat formal melalui surat-surat dan pertemuan resmi. Hubungan koordinasi yang lemah ini menyebabkan dukungan dalam perekrutan mitra juga lemah. Kebutuhan mitra yang cukup banyak menyulitkan KSK dalam memenuhi jumlah mitra yang dibutuhkan di kecamatan tersebut. Setelah menghimpun mitra-mitra, BPS Jawa Barat mendisiplinkan para mitra tersebut melalui pelatihan petugas yang diadakan di seluruh BPS tingkat dua. Namun BPS Jawa Barat tidak melakukan penyeleksian pada para mitra tersebut, untuk mendapatkan petugas lapangan yang memenuhi kualifikasi yang ditentukan untuk kegiatan SP2000. Gambar IV.18 dibawah ini merupakan jejaring yang terbentuk saat persiapan SP2000 di Propinsi Jawa Barat.
139
Gambar IV.18 Jejaring pada Persiapan SP2000 di Jawa Barat
IV.6.2 Pelaksanaan SP2000
Pada pelaksanaan SP2000, seluruh petugas PCL beraksi mengkalkulasikan penduduk di wilayah tugasnya masing-masing. Peta blok sensus menjadi media yang menunjuk batas-batas wilayah tugas setiap petugas. Di Jawa Barat pengawasan dan pendampingan kepada petugas PCL jarang dilakukan PML. Selain itu, dikarenakan medan yang cukup luas yang dan sebagian cukup sulit dijangkau, menyebabkan pertemuan rutin seluruh petugas juga sulit untuk dilakukan. Kontrol yang lemah dan tidak adanya pertemuan rutin ini melemahkan relasi KSK dengan petugas di lapangan (diilustrasikan sebagai garis putus-putus pada Gambar IV.19), yang berpeluang menghadirkan aksi-aksi non kalkulasi dari petugas. Dibawah ini merupakan jejaring yang terbentuk saat pelaksanaan SP2000 di Jawa Barat.
Gambar IV.19 Jejaring pada Pelaksanaan SP2000 di Jawa Barat 140
Setelah pencacahan, dokumen diserahkan PCL kepada PML, dan dari PML dokumen diserahkan ke KSK. KSK menganggap dokumen telah diperiksa oleh PML, karena itu KSK tidak melakukan pemeriksaan lengkap hanya secara sampel saja. Setelah itu dokumen dimasukkan ke dalam dus untuk dikirim ke Puslah. Tidak dilakukannya pemeriksaan dokumen secara lengkap di lapangan dan tidak adanya pencatatan dokumen yang masuk dan dikirim, berpeluang besar terjadinya kehilangan dokumen di lapangan, ini merupakan aksi non kalkulasi KSK bersama para PML, yang akan menyebabkan sulitnya penelusuran dokumen.
Para petugas lapangan, termasuk KSK, di BPS Jawa Barat lebih heterogen dalam hal pemahaman praktek sensus/survei di lapangan. Pemahaman tersebut tidak bisa hanya berdasarkan pemahaman pada pedoman saja, namun lebih banyak terbentuk dari susunan referensi-referensi yang diterimanya dari kegiatan-kegiatan sensus/ survei sebelumnya. Sebagian petugas yang sarat akan referensi, memiliki suatu persepsi yang menyeluruh terhadap kegiatan sensus dan akan mendorongnya untuk disiplin, sedangkan mereka yang baru, memiliki persepsi bahwa kegiatan sensus sebatas pekerjaan yang mereka lakukan, dan hal ini akhirnya mempengaruhi aksi nya saat di lapangan. Seorang petugas itu sendiri merupakan aktor yang terpunktualisasikan, yang aksinya dipengaruhi oleh susunan referensi dan petunjuk yang dimilikinya.
IV.6.3 Pengolahan data SP2000
Meskipun BPS Jawa Barat memiliki enam Puslah, namun penunjukkan puslah tingkat dua yang hanya mempertimbangkan bahwa daerah yang jumlah dokumennya besar untuk mengolah sendiri dengan didukung satu set scanner (1 mesin scanner dengan 2 PC), tanpa menyediakan sarana-sarana (rak-rak, ruang, PC-PC) dan juga tenaga petugas yang cukup, berpeluang tidak terkalkulasinya hasil pencacahan SP2000 pada waktu yang ditentukan.
141
Pada Puslah Kabupaten Bandung letak gudang terpisah dari kantor, dan itu pun tidak memadai dengan banyaknya dokumen yang harus diolah Puslah Bandung. Tidak adanya tempat khusus dan rak-rak di kantor menyebabkan dokumen yang masuk ke Puslah diletakkan tersebar di ruang-ruang kerja dan di koridor. Hal ini membuat pelacakan dan penelusuran dokumen menjadi sulit, yang tentunya akan menyita banyak waktu petugas bila hendak mencarinya, apalagi Puslah Bandung harus mengolah 10% dokumen dari keseluruhan dokumen di Propinsi Jawa Barat.
Pada Puslah Bandung, keterbatasan petugas membuat Puslah memutuskan untuk merubah prosedur dengan men-scan terlebih dahulu tanpa melalui proses editing, ini merupakan aksi non
kalkulasi yang menambah banyak permasalahan yang
diakibatkan Nestor Reader tidak dapat mengenali sebagian besar isian dalam kuesioner. Keputusan Kepala Kantor BPS Kabupaten Bandung untuk menambah jumlah petugas dengan merekrut mitra editor membuat editing dapat dilakukan, namun keputusan yang ’terlambat’ ini telah menyita banyak waktu, yang akhirnya Puslah Bandung tidak dapat menyelesaikan poses kalkulasi pada batas waktu yang ditentukan. Sebagian dokumen yang belum diolah harus dikirim ke Puslah Propinsi untuk diolah disana.
Puslah-puslah tingkat dua seperti Kabupaten Bogor dan Kabupaten Serang juga mengalami kondisi yang sama dengan Kabupaten Bandung, yaitu tidak mampu menyelesaikan proses kalkulasi pada kurun waktu yang ditentukan, yang akhirnya berdampak pada lambatnya pencapaian penyelesaian proses pengolahan BPS Propinsi Jawa Barat.
Proses pengolahan di Puslah Propinsi sendiri sebenarnya mampu menyelesaikan pengolahan sesuai waktunya. Beberapa hal yang mendukung kinerja di Puslah Propinsi diuraikan sebagai berikut.
Gambar IV.20, mengilusrasikan jejaring yang terbentuk saat Proses pengolahan di Puslah Propinsi Jawa Barat. Pada Puslah Propinsi, terdapat tim khusus menangani receiving-batching, dengan letak gudang yang bersebelahan, batch dokumen dapat
142
diletakkan langsung di rak-rak pada gudang. Rak-rak tersedia khusus untuk masingmasing kabupaten/kota dan petugas khusus (anggota tim batching) dihadirkan untuk mengawasi sirkulasi dokumen dari dan keluar gudang, sehingga petugas dapat mengontrol penuh keberadaan dokumen. Terdapatnya PC kontrol yang merekam proses perpindahan dokumen membuat sirkulasi dokumen dapat ditelusuri. Dan PC kontrol sebagai mediator yang merelasikan setiap dokumen dengan petugas.
Gambar IV.20 Jejaring pada Pengolahan Data SP2000 di Jawa Barat
Namun, keputusan untuk memusatkan tempat perpindahan dokumen, bisa jadi berpeluang menjadi lemah bila tidak ditaati oleh petugas, dikarenakan sistem ini ’memaksa’ petugas harus rajin pergi mengambil dan mengembalikan setiap batch dokumen yang akan dan yang sudah selesai diolah pada ruang TU. Bila petugas menumpuk dokumen yang sudah diolahnya dan lama mengembalikan ke petugas batching akan menghambat perpindahan dokumen. Namun hadirnya supervisor yang mengawasi petugas dan juga mengontrol PC, dan adanya Daftar laporan pribadi setiap petugas yang diawasi supervisor, mampu mendisiplinkan petugas dan mengatasi kemungkinan permasalahan tersebut terjadi.
Di Puslah Propinsi proses editing dilakukan secara khusus oleh staf-staf Bidang Kependudukan, dan proses scanning oleh staf P3S. Peran lembar kendali yang ditempel pada muka dus yang menjelaskan kondisi dokumen telah diproses edit dan
143
scanning. Sehingga menghindari peluang terjadinya pengulangan kerja oleh petugas, yang akan menyita waktu kerja.
Di Puslah Propinsi, proses recognition, verifikasi dan validasi berjalan lebih lancar dari Puslah Tingkat II. Proses didukung 6 buah scanner dan 21 PC yang mengolah kurang lebih 60%, dan didukung staf dan mitra pengolahan yang cukup. Puslah Propinsi mengerahkan seluruh staf untuk mencari mitra yang mampu menjadi petugas pengolahan, hal ini membuat Puslah Propinsi tidak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan petugas pengolah, selain itu mitra yang masih kerabat membuat relasi petugas dengan staf maupun supervisor terjalin kuat.
IV.6.4 Rangkuman
Tidak adanya pengawasan, pendampingan dan pertemuan rutin selain menyebabkan tidak terjalin kuat relasi antar petugas, juga berpeluang hadirnya aksi-aksi non kalkulasi petugas dalam melakukan pembingkaian di lapangan.
Tidak dilakukannya pemeriksaan secara lengkap dan pencatatan pemasukan dan pengiriman dokumen oleh PML dan KSK berpeluang besar hilangnya dokumen di lapangan, dan menyebabkan sulitnya penelusuran dokumen
Tidak tersedianya sarana-sarana penataan (rak-rak) dan penyimpanan sementara di ruang pengolahan menyebabkan tersebarnya dokumen yang menyulitkan petugas untuk mengakses dan menelusuri dokumen yang dicari, yang akhirnya waktu petugas banyak tersita.
Tidak dilakukannya editing pada Puslah Kab.Bandung menyebabkan banyaknya isian data dan karakter tulisan tidak dikenali scanner pada proses scanning, sehingga sejumlah besar kesalahan muncul.
144
IV.7 Analisis Perbandingan DKI Jakarta–Jawa Timur–DI Yogyakarta–Jawa Barat Tabel.IV.1 Perbandingan Aksi-aksi dalam Framing : Perbandingan di DKI Jakarta–Jawa Timur–DI Yogyakarta–Jawa Barat Aksi-aksi
DKI
Jatim
DIY
Jabar
Keterangan
+ + + + + + +
+ – + + + + +
+ + + + + + +
+ – – – – – +
+ (dilakukan) + (rutin) + (berjenjang) + (lengkap) + (dilakukan) + (lengkap) + (dilakukan)
+ + + + + + + +
– + + + – – – –
+ + + + + + + +
– + – + – – – –
+ (bertahap) – (sekaligus) + (ada) – (tidak ada) + (dilakukan) – (tidak dilakukan) + (ada) – (tidak ada) + (di muka+sisi cover)– (di muka cover) + (terpusat) – (tersebar) + (tersedia) – (tidak cukup tersedia) + (ada) – (tidak ada)
+
–
+
–
+ (ada)
– (tidak ada)
+
+
+
–
+ + + + + +
– – – – – –
+ – + + + +
– – – – – –
+ (dilakukan) + (pemeriksaan isian, perbaikan tulisan ) + (terpusat) + (cukup) + (ada) + (ada) + (harian)
– (tidak dilakukan) – (pemeriksaan isian, perbaikan tidak – (tersebar) – (sangat terbatas) – (tidak ada) – (tidak ada) – (mingguan)
+ + + +
+ + + –
+ + + +
+ + – –
+ (dilakukan) + (ada) + (ada) + (ada)
– (tidak dilakukan) – (tidak ada) – (tidak ada) – (tidak ada)
+ +
+ –
+ +
+ –
+ (ada) + (harian)
– (tidak ada) – (mingguan)
+ + + + + +
+ – – – + –
+ + + + + +
+ – – – – –
+ (dilakukan) + (terpusat) + (ada) + (cukup) + (ada) + (harian)
– (tidak dilakukan) – (tersebar) – (tidak ada) – (terbatas) – (tidak ada) – (mingguan)
Pelaksanaan di Lapangan Pencacahan Lapangan Pengawasan Lapangan Pemasukan dokumen Pemeriksaan dokumen oleh PML Catatan dokumen masuk dari PML Pemeriksaan kelengkapan dokumen oleh KSK Catatan dokumen kirim ke Puslah
– (tidak dilakukan) – (tidak rutin) – (tidak berjenjang) – (sampel) – (tidak dilakukan) – (sampel) – (tidak dilakukan)
Pengolahan Data Receiving-Batching Pengiriman dokumen dari Tingkat II Daftar Pengiriman dokumen dari Tingkat II Pemeriksaan kelengkapan dokumen Alat kontrol pemasukan dokumen Penulisan nomor batch Penyimpanan/penataan dokumen sementara Gudang dan rak-rak Alat kontrol dokumen keluar masuk Gudang Mekanisme khusus mensirkulasikan dokumen Editing Editing dokumen Mekanisme editing Ruang editing Jumlah editor Alat kontrol dokumen edit Supervisor editing Laporan progress editing Scanning Scanning dokumen Operator scanner (khusus) Supervisor scanner Alat kontrol dokumen scan Tempat/sarana untuk pengaturan dokumen saat scanning Laporan progress scanning Verifikasi dan Validasi Verifikasi dan validasi data Penataan dokumen saat verifikasi-validasi Tempat/sarana untuk pengaturan dokumen Jumlah petugas (terhadap jumlah dokumen Supervisor verifikasi-validasi Laporan progress verifikasi-validasi
Catatan : Jawa Barat diwakili Puslah Bandung, Jawa Timur diwakili Puslah Propinsi
145
Dari pembingkaian aksi-aksi yang ditunjukkan pada Tabel IV.1, terlihat perbedaan aksi-aksi yang dilakukan berbagai aktor pada ke empat daerah. Pada tahap pelaksanaan, perbedaan aksi-aksi banyak ditemukan pada pengawasan. Di Jawa Barat dan Jawa Timur, pengawasan oleh PML dan KSK tidak rutin mengawasi petugas, demikian dengan pemeriksaan dokumen tidak dilakukan secara lengkap, ini merupakan aksi-aksi non kalkulasi oleh aktor PML dan KSK yang melemahkan proses kalkulasi di tahap selanjutnya, dan juga berpeluang terhilangnya dokumen di lapangan. Namun di DKI dan DIY, PML dan KSK melakukan pengawasan secara rutin dan pemeriksaan lengkap, dan dengan membuat catatan-catatan pemasukan dan pengiriman dokumen yang lengkap, membuat penelusuran dokumen dapat mudah dilakukan bagi petugas-petugas di tahap selanjutnya.
Saat pemasukan dokumen ke Puslah, lemahnya pemeriksaan dokumen juga diaksikan aktor di Puslah Jawa Barat (Puslah Kab.Bandung), yang tidak memeriksa dokumen secara lengkap. Sedangkan di ketiga daerah lainnya, pemeriksaan kelengkapan dokumen yang masuk ke Puslah dilakukan. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya dokumen yang hilang lebih banyak ditemui di Jawa Barat, dan itupun diketahui saat proses scanning, sehingga Puslah Bandung harus kembali ke lapangan untuk melacak, dan ini menyebabkan banyak waktu tersita.
Mekanisme penataan dan sirkulasi dokumen ditunjukkan berbeda antar daerah, di Jawa Timur dan Jawa Barat tidak ada mekanisme khusus, dimana dokumen diletakkan tersebar dan tidak ada petugas atau tim khusus. Sedangkan di DKI Jakarta penataan dan sirkulasi dilakukan terpusat digudang dan terdapat tim khusus yang mensirkulasikan dokumen yang dikontrol dengan Kartu Kendali, sedangkan di DIY dalam
mensirkulasikan
dokumen
dilakukan
oleh
seluruh
tugas
dengan
meletakkannya pada rak-rak khusus dan dikontrol dengan Daftar pengambilan kuesioner. Meskipun di DKI dan DIY mekanisme mensirkulasi dokumen nya berbeda, namun antar dokumen dengan petugas terelasi erat dan juga terhadap kegiatan-kegiatan selanjutnya dengan hadirnya petugas khusus atau media rak-rak.
146
Meskipun editing dokumen harus dilakukan oleh setiap Puslah, namun pada implementasinya, hanya DKI dan DIY yang melakukan editing sesuai prosedurnya yaitu pemeriksaan kelengkapan dan konsistensi isian serta perbaikan tulisan. Jawa Timur hanya memeriksa konsistensi isian, dan Jawa Barat tidak melakukan editing pra scanner. Berjalannya proses editing di DKI dengan lancar, didukung dengan petugas-petugas yang mampu yang dikontrol dengan Kartu Kendali dan supervisor, sedangkan di DIY didukung oleh seluruh staf-staf yang dikontrol dengan Daftar penyelesaian olah dokumen dan koordinator (kasie.).
Proses scanning dilaksanakan seluruh Puslah, yang dijalankan oleh staf-staf khusus yang sudah terlatih, dengam mesin scanner yang disediakan BPS Pusat. Tidak ada permasalahan yang cukup berarti terhadap keberadaan mesin, seluruh daerah penelitian mampu mengoperasikan dan memelihara mesin. Permasalahan muncul saat banyaknya kesalahan baca yang dilakukan nestor reader, dan sejumlah perbaikan pun dilakukan masing-masing Puslah, baik dengan men-scan ulang atau mengedit ulang atau juga dengan mengentri nya saat tahap verifikasi. Namun untuk Jawa Timur dan Jawa Barat proses perbaikan tersebut mengalami kendala besar, dikarenakan akses pada dokumen yang dicari sangat sulit dan letaknya yang tersebar dan juga tidak adanya petugas khusus yang mencari dokumen, menyebabkan petugas-petugas
lambat
melakukan
perbaikan-perbaikan. Hal-hal ini yang
menyebabkan lamanya waktu perbaikan, dan akhirnya tidak cukup waktu yang ditentukan untuk menyelesaikan proses kalkulasi di kedua daerah tersebut.
IV.8 Pembahasan
BPS sebagai lembaga pemerintah yang legitimate melaksanakan kegiatan statistik baik sensus maupun survei untuk memproduksi fakta publik. Representasi fakta dalam angka-angka yang diproduksi oleh BPS akan bersikulasi dalam jejaring user baik di tingkat lokal Pemerintah-Bappenas-Lembaga Swasta dan LSM, maupun di tingkat global Pemerintah Indonesia-Bank Dunia-Pemerintah Negara lain dalam proses-proses negosiasi. Dari negosiasi ini akan bersikulasi objek-objek lain seperti
147
inskripsi kebijakan, dana, dan lain-lain. Pemerintah sebagai salah satu aktor dalam jejaring global melalui lembaga-lembaganya melakukan berbagai intervensi pada realita masyarakat dengan kebijakan-kebijakan dan aksi-aksi yang disebut proses pembangunan. Masyarakat dengan berbagai elemen yang membentuknya, berdiri sebagai subjek sekaligus objek pembangunan. Masyarakat melakukan aksi dalam merespon kebijakan pemerintah berdasarkan realita sosial yang dipersepsi masyarakat termasuk melalui fakta publik yang diproduksi oleh BPS. Fungsi ini membuat BPS memiliki posisi yang strategis untuk mengarahkan pembangunan yang tepat sasaran.
Dalam melaksanakan tugasnya, BPS tidak hanya dituntut untuk menyajikan data yang beragam dan lebih spesifik tetapi juga up to date. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi BPS. Berbagai upaya dilakukan oleh BPS yang salah satunya adalah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Salah satu objek teknologi yang dimanfaatkan BPS adalah scanner untuk kegiatan pengolahan data. Scanner diimplementasikan pertama kali oleh BPS pada pengolahan data Sensus Penduduk 2000. Scanner dihadirkan untuk menggantikan peran operator entri data pada pengolahan sistem key-in dengan tujuan efisiensi, dimana peran operator entri data yang jumlahnya begitu banyak dan waktu mengentri data yang cukup lama, digantikan oleh mesin scanner dengan tingkat kecepatan perekaman/ pemasukan data yang cukup tinggi. Keputusan untuk mendistribusikan wewenang pengolahan data pada pelaksanaan Sensus Penduduk 2000 ke daerah bertujuan agar kecepatan pengolahan data dan pelayanan statistik ke masyarakat dapat lebih ditingkatkan. Mendifusikan scanner ke daerah merupakan upaya mendukung terwujudnya tujuan tersebut.
Di sepanjang proses persiapan, pelaksanaan dan pengolahan pada kegiatan Sensus Penduduk 2000, berbagai aktor dan objek teknis dikerahkan selanjutnya beraksi secara kolektif menghadirkan jaringan (lokal) kalkulasi. Meskipun forum pertemuan, pelatihan dan buku pedoman telah mengarahkan aksi-aksi berbagai aktor dan objek teknis - para petugas lapangan, petugas pengolah, mesin scanner, dan lain-lain – namun aksi-aksi aktor dan objek teknis (aktor teknis) itu sendiri
148
merupakan hasil keputusan-keputusan di suatu lokal yang diaksikan aktor-aktor di lokal tersebut. Aksi-aksi aktor-aktor yang saling terelasi dalam proses kalkulasi di suatu lokal menghasilkan kinerja kalkulasi di lokal tersebut, dan akhirnya yang membedakan kinerja kalkulasi antar lokal/daerah itu sendiri adalah bentuk aksi-aksi aktor-aktor di daerah-daerah tersebut yang melakukan proses kalkulasi, yang dibedakan dengan aksi kalkulasi dan aksi non kalkulasi.
Hadirnya scanner di masing-masing daerah pada kegiatan pengolahan SP2000 berpeluang akan meningkatkan kecepatan pengolahan data untuk mendapatkan hasil akhir. Namun dalam proses pengolahan itu sendiri tidak hanya dilakukan oleh scanner sendiri, keterkaitan aksi scanner dengan aksi aktor-aktor yang terkait, dan aktor-aktor tersebut dengan aktor dan objek teknis lainnya yang juga berinteraksi menghasilkan kinerja pengolahan data tersebut. Peran atau aksi dari scanner itu sendiri dipengaruhi oleh aktor-aktor sosial yang berinteraksi dengannya. Tahapan kegiatan proses pengolahan itu sendiri juga tidak berdiri sendiri, namun terhubung dengan kegiatan-kegiatan kalkulasi di tahapan sebelumnya. Daftar kesioner pada sistem scanner menjadi objek yang membuat seluruh kegiatan pada sensus menjadi terangkai. Oleh karena itu, pelaksanaan kalkulasi di satu tahap kegiatan diarahkan mencapai kompatibilitas bagi pelaksanaan kalkulasi pada tahap selanjutnya.
Belajar dari keputusan-keputusan yang diaksikan aktor-aktor di BPS DKI Jakarta, BPS DI Yogyakarta, BPS Jawa Timur dan BPS Jawa Barat dalam proses kalkulasi penduduk tahun 2000, memberikan suatu gambaran dalam mengimplementasikan scanner dengan bentuk pola sistem kerja yang berbeda. Aksi-aksi yang teramati di keempat daerah tersebut, dapat di kelompokkan dalam dua pola sistem kerja; BPS DKI Jakarta dan BPS DI Yogyakarta merupakan satu kelompok yang memiliki pola aksi-aksi yang hampir sama, dan BPS Jawa Timur dan BPS Jawa Barat merupakan satu kelompok lainnya dengan pola aksi-aksi yang hampir sama pula.
Pada BPS DKI Jakarta dan BPS DI Yogyakarta, menghadirkan aksi-aksi kalkulasi yang menghubungkan satu kegiatan pada kegiatan selanjutnya, yang digambarkan pada Gambar IV.21 sebagai berikut:
149
Gambar IV.21 Aksi-aksi para Aktor di BPS DKI Jakarta dan BPS DI Yogyakarta yang menghubungkan seluruh kegiatan sensus. Pada tahap pelaksanaan sensus, selain pencacahan, pemeriksaan dokumen yang lengkap dan pencatatan dokumen masuk dan kirim pada suatu lembar kontrol dokumen adalah aksi-aksi kalkulasi yang dilakukan PML dan KSK saat di lapangan untuk mereduksi kesalahan dan ketidaklengkapan dokumen saat di lapangan. Lembar kontrol sebagai mediator yang merelasikan petugas lapangan dengan petugas receiving dalam hubungan nya dengan perpindahan dokumen dari lapangan ke puslah. Dengan lembar kontrol dan master blok yang dimiliki petugas receiving, dokumen yang masuk ke puslah dapat dikontrol, dan dilakukannya pemeriksaan dokumen secara lengkap membuat proses batching berjalan lancar.
Pemberian nomor batch pada muka cover dan sisi dus dan penataan dokumen di gudang dan rak secara terstruktur di kedua daerah DKI Jakarta dan DI Yogyakarta membuat akses terhadap dokumen dapat mudah dilakukan. Selain itu pengaturan perpindahan dokumen baik dengan penunjukkan petugas khusus dan penyediaan rak-rak dengan disertai kontrol baik dengan supervisor dan alat kontrol di setiap ruang pengolahan membuat perpindahan dokumen dapat terkontrol dengan baik karena aksi-aksi petugas dapat diawasi / didisiplinkan saat pemindahan dokumen. Perpindahan yang terkontrol membuat arus dokumen ke tahap editing maupun ke tahap-tahap selanjutnya dapat berjalan lancar. Petugas khusus maupun rak-rak yang
150
disertai kontrol yang kuat menjadi mediator yang efektif yang menghubungkan petugas-petugas antar kegiatan pengolahan.
Dilakukannya editing yang lengkap pada seluruh dokumen yang dikontrol dengan alat kontrol dan supervisor, membuat kondisi dokumen kompatibel terhadap sistem scanner. Pemeliharaan kondisi lampu dan kaca agar tetap bersih untuk menghasilkan pencahayaan yang maksimal dalam menangkap data dari kuesioner. Pada tahap verifikasi dan validasi, saat dilakukannya perbaikan-perbaikan, adanya pengaturan perpindahan/ arus dokumen baik dengan petugas dan rak-rak membuat petugas mudah dalam mengakses dokumen untuk memperbaiki kesalahan, sehingga proses verifikasi dan validasi dapat berjalan lancar.
Perekrutan mitra pengolahan yang cukup banyak dengan mempertimbangkan beban tugas yang cukup besar, kemampuan petugas yang ada dan kurun waktu yang ditentukan, merupakan aksi kalkulasi yang efektif, sehingga dengan jumlah petugas yang cukup, beban tugas dapat terdistribusi kepada seluruh mitra dan kalkulasi secara rasional dapat diupayakan selesai pada kurun waktu yang ditentukan.
Pada BPS Jawa Timur dan BPS Jawa Barat, aktor-aktor menghadirkan aksi-aksi non kalkulasi yang menyebabkan lemahnya hubungan satu kegiatan pada kegiatan selanjutnya, yang digambarkan sebagai berikut:
Gambar IV.22 Aksi-aksi non kalkulasi para aktor di BPS Jawa Timur dan BPS Jawa Barat yang menyebabkan lemahnya hubungan antar kegiatan sensus.
151
Pada Gambar IV.22, tidak dilakukannya pemeriksaan dokumen yang lengkap pada seluruh dokumen saat masih di lapangan oleh PML dan KSK membuat lemahnya proses receiving ataupun batching saat di puslah. Ketidaklengkapan pemeriksaan dokumen membuat peluang pada hilangnya dokumen sangat besar, dan petugas harus kembali ke lapangan untuk menarik dokumen yang tertinggal, dan hal ini tentunya sangat menyita banyak waktu.
Penyimpanan dan penataan dokumen yang tersebar, yang dikarenakan gudang dan rak-rak yang tersedia jumlahnya terbatas dan letaknya yang cukup jauh serta tidak adanya mekanisme pengaturan dokumen yang baik yang membuat sulitnya mengakses dokumen membuat sirkulasi ataupun arus dokumen terhambat atau tidak lancar. Tidak lancarnya arus dokumen bukan hanya pada perpindahan dokumen menuju proses editing namun juga saat menuju proses scanning dan proses verifikasi dan validasi dimana petugas harus membuka kembali dokumen untuk perbaikan.
Tidak cukup tersedianya jumlah petugas pada puslah menyebabkan beberapa proses pengolahan tidak maksimal dilakukan, seperti proses editing yang tidak dilakukan secara maksimal yaitu hanya pemeriksaan isian dan tidak perbaikan tulisan, menyebabkan kondisi isian pada dokumen tidak kompatibel terhadap sistem scanner. Buruknya hasil editing melemahkan proses kalkulasi scanner, dikarenakan banyaknya dokumen/kuesioner yang tidak dapat terbaca oleh scanner. Selain itu, tidak adanya fungsi pengawasan yang kuat yang dilakukan oleh petugas pengawas yang mengawasi proses pengolahan di setiap tahapan yang disertai alat kontrol menyebabkan tidak disiplinnya petugas dalam melaksanakan proses pengolahan, seperti dalam mengerjakan tugas dengan lambat dan tidak diprioritaskan maupun pada mobilitas dokumen oleh petugas yang tidak terkontrol. Tidak adanya fungsi pengawasan tersebut menyebabkan aksi-aksi non kalkulasi oleh petugas/operator berpeluang besar untuk terjadi yang melemahkan jalannya proses kalkulasi.
152
Tahap verifikasi dan validasi merupakan proses akhir dalam pengolahan, namun demikian di tahap inilah sejumlah besar permasalahan terlihat. Seperti kesalahankesalahan baca oleh Nestor Reader, yang harus diperbaiki petugas. Namun permasalahan tersebut disebabkan aksi-aksi non
kalkulasi para aktor di tahap
sebelumnya, yaitu tidak dilaksanakannya pemeriksaan dan perbaikan tulisan dokumen baik di lapangan atau di tahap editing. Tidak dilaksanakannya kegiatankegiatan tersebut harus dibayar mahal dengan sejumlah besar perbaikan-perbaikan dengan membuka kembali ribuan batch dokumen. Dikarenakan tidak adanya sistem yang mengelola dokumen dan sirkulasinya, membuat akses dan penelusuran dokumen yang dibutuhkan menjadi sulit dan lama, hal tersebut membuat proses perbaikan-perbaikan berjalan lambat, hingga saat waktu pengolahan selesai, Jawa Barat dan Jawa Timur tidak mampu menyelesaikan proses kalkulasi data hasil pelaksanaan SP2000.
153