48
BAB IV ANALISIS FONOLOGIS QIRA:?ATU AL-SAB’ATI
4.1 Pengantar Analisis Qira:?atu al-sab’ati dalam bab ini akan menggunakan teori fonologi yang disesuaikan dengan kaidah bacaan Qira:atu al-sab’ati tersebut untuk mengetahui apakah bacaan Qira:atu al-sab’ati bersifat fungsional dan mengalami asimilasi yang membedakan makna atau hanya perbedaan bunyi belaka. Dalam analisis ini, penulis mewawancarai beberapa guru Qira:atu alsab’ati di masjid Sya’airullah dan Pondok Kediri Burengan yang dijadikan narasumber. Kemudian, penulis menggunakan lima ayat dari Surat Hud sebagai data analisis karena dalam surat tersebut terdapat contoh atau sampel data yang didapatkan oleh penulis seperti ﻣﺠﺮاھﺎ/majra:ha:/, tetapi dibaca /majre:ha/ dalam Al-Quran surat Hud (11) ayat 41. Dalam Qira:atu al-sab’ati, setiap murid mengikuti bacaan gurunya, tetapi jika murid tidak sama bacaannya dengan guru, maka guru tidak mengikuti bacaan muridnya.
4.2 Data Analisis Di bawah ini adalah data analisis yang digunakan dalam analisis fonologis ini. Data analisis didapat dari Al-Quran dan Terjemahnya yang disusun oleh para penyusun dalam Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Quran tahun 1971. Data analisis tersebut adalah beberapa ayat dalam surat Hud yaitu 1. Ayat 12 َﻓَﻠَﻌَﻠَﻚَ ﺗَﺎرِكٌ ﺑَﻌْﺾٌ ﻣَﺎ ﯾُﻮﺣَﻰ اِﻟَﯿْﻚَ وَﺿَﺎﺋِﻖٌ ﺑِﮫِ ﺻَﺪْرُكَ أَنْ ﯾَﻘُﻮْﻟُﻮا ﻟَﻮْ ﻟَﺎ أُﻧْﺰِلَ ﻋَﻠَﯿْﮫِ ﻛَﻨْﺰٌ أَوْ ﺟَﺎءَ ﻣَﻌَﮫُ ﻣَﻠَﻚٌ إِﻧَﻤَﺎ أَﻧْﺖ ٌﻧَﺪِﯾْﺮٌ وَاﷲُ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺷَﻲْءٍ وَﻛِﯿْﻞ
Universitas Indonesia
49
/fala’allaka ta:rikun ba’ṣun ma: yu:ha: ilayka wa ṣa:iqun bihi: ṣadruka an yaqu:lu: law la: unzila ‘alayhi kanzun aw ja:a ma’ahu malakun innama: anta nażi: :run walla:hu ‘ala: kulli syay in waki:l/. ‘Maka boleh jadi kamu hendak meninggalkan sebagian dari apa yang diwahyukan kepadamu dan sempit karenanya dadamu, karena khawatir bahwa mereka akan mengatakan: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya perbendaharaan (kekayaan) atau datang bersama-sama dengan dia seorang malaikat?” Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan. Dan Allah adalah pemelihara segala sesuatu.’
2. Ayat 24 َﻣَﺜَﻞُ اﻟﻔَﺮِﯾْﻘَﯿْﻦِ ﻛَﺎﻷَﻋْﻤَﻰ وَاﻷَﺻَﻢِ وَاﻟﺒَﺼِﯿْﺮِ وَاﻟﺴَﻤِﯿْﻊِ ھَﻞْ ﯾَﺴْﺘَﻮِﯾَﻦِ ﻣَﺜَﻠًﺎ اَﻓَﻠَﺎ ﺗَﺪَﻛَﺮُوْن /maṣalul fari:qayni kal a’ma: wal aṣammi wal baṣi:ri wassami:’i hal yastawiyani maṣal a:n afala: tażakkaru:na/ ‘Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang iman), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu?).’
3. Ayat 40 َﺣَﺘَﻰ اِدَا ﺟَﺎءَ اَﻣْﺮُﻧَﺎ وَﻓَﺎرَ اﻟﺘَﻨُﻮرُ ﻗُﻠْﻨَﺎ اﺣْﻤِﻞْ ﻓِﯿْﮭَﺎ ﻣِﻦْ ﻛُﻞٍ زَوْﺟَﯿْﻦِ اﺛْﻨَﯿْﻦِ وَاَھْﻠَﻚَ اِﻟَﺎ ﻣَﻦْ ﺳَﺒَﻖَ ﻋَﻠَﯿْﮫِ اﻟﻘَﻮْلُ وَﻣَﻦْ اﻣَﻦ ًوَﻣَﺎ اﻣَﻦَ ﻣَﻌَﮫُ اﻟَﺎ ﻗَﻠِﯿِﻞ /hatta: iża: ja:a amruna: wa fa:ra attannu:ru qulna: iṣmil fi:ha min kullin zawjayni iṣnayni wa ahlaka illa: man sabaqa ‘alayhi wa man a:mana wa ma: a:mana ma’ahu: illa: qali:lun/. ‘Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur (maksudnya permukaan bumi yang
memancarkan
air
hingga
menyebabkan
timbulnya
taufan)
telah
Universitas Indonesia
50
memancarkan air, Kami berfirman: “Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman.” Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.’
4. Dalam ayat 41 ? ? ? ? ?ã ?í?Í
?وَﻗَﺎلَ ارْﻛَﺒُﻮا ﻓِﯿْﮭَﺎ ﺑِﺴْﻢِ اﷲِ ﻣَﺠْﺮَاھَﺎ وَﻣُﺮْﺳَﮭَﺎ ان
/wa qa:la irkabu: fi:ha: bismilla:hi majre:ha: wa mursa:ha: inna rabbi: lagafu:ru rrahi:m/. ‘Dan Nuh berkata “Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya” Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’
5. Dalam ayat 42 ?? ?
?Ú?ã ?äõß?Êó? ?æ
óäÇóßæ ?å?ä?ÈÇ?Íæ?äì?ÏÇ?ä?æ öáÇ?ÈöÌúáÇóß òÌ?æ?ã ?í?Ý ?íöÑ?Ì?Ê
/wa hiya tajri: bihim fi: mawjin kaljiba:li wana:da: nu:hun ibnahu wa ka:na fi: ma’zilin ya bunayya irkab ma’ana: wa la: ma’a alkafiri:na/. ‘Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung dan Nuh memanggil anaknya (Nama anak Nabi Nuh yang kafir itu “Qan’aan”, sedang putra-putranya yang beriman ialah: Sam, Ham, dan Jafits). Sedang anak itu berada di tempat yang jauh dan terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.’
4.3 Nafi ()أ 1. Dalam Surat Hud ayat 12 tidak terdapat bacaan Nafi
Universitas Indonesia
51
2. Dalam Surat Hud ayat 24 َ ﺗَﺪَﻛَﺮُوْن/tażakkaru:na/ terdapat penambahan konsonan dzal (fonem dzal menjadi bergeminasi) menjadi َ ﺗَﺪَﻛَﺮُوْن/tażżakkaru:na/. Arti /tażakkaru:na/ dalam AlQuran adalah ‘mengambil peringatan’. Dalam Kamus Arab Inggris Hans Wehr (HW) tahun 1980 halaman (hlm) 310, kata /tażakkaru:na/ berasal dari kata َدَﻛَﺮ /żakkara/ yang artinya to remind ‘mengingatkan’. Kata /żakkara/ adalah pola kedua yang merupakan pola untuk menjadikan sesuatu menjadi banyak, sehingga arti kata /żakkara/ adalah ‘banyak mengingatkan’. Kata /żakkara/ ditambah dengan ṣammir/pronomina (kata ganti orang ketiga jamak maskulin untuk fi’il muṣari’/present yaitu konsonan ta sebagai prefiks, konsonan wawu dan nun sebagai sufiks menjadi /tażakkaru:na/ yang artinya ‘kalian banyak untuk mengingatkan’. Sedangkan kata /tażżakkaru:na/ yang terdapat tambahan konsonan dzal, tidak terdapat artinya. Perbedaan kedua bunyi tersebut adalah /tażakkaru:na/ hanya terdapat satu konsonan dzal, sedangkan dalam kata /tażżakkaru:na/ terdapat dua konsonan dzal. Jika dilihat dari kedua kata tersebut, tidak terdapat perbedaan fonem. Maksudnya, fonem kedua kata sama yaitu dzal sehingga tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan kedua bunyi ini juga terletak dari jumlah konsonan dzal. Perubahan kedua bunyi ini juga tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi yang disebut dengan disasimilasi. Oleh karena itu, perubahan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini dapat disebut sebagai alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 3. Dalam Surat Hud ayat 40 ِﻣﻦ ﻛﻞ زَوْﺟَﯿْﻦ/min kullin zawjayni/ terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca) pada kata /kullin/ menjadi ﻛﻞ/kulli/. Arti /kullin zawjayni/ dalam Al-Quran adalah ‘tiap-tiap binatang sepasang’. Dalam HW hlm 835, /kullin/ artinya every ‘tiap-tiap’; hlm 385, /zawjayni/ artinya ‘sepasang (dua pasang)’, berasal dari kata ٌ زَوْج/zawjun/ artinya couple ‘pasangan’. Sedangkan /kulli/ sama artinya dengan /kullin/ yaitu every ‘tiap-tiap’, begitu juga dengan /zawjayni/ yaitu ‘sepasang’. Perbedaan bunyi antara /kullin zawjayni/ dengan /kulli zawjayni/
Universitas Indonesia
52
terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan lam. Dalam /kullin/ konsonan lam bertanwin, sedangkan dalam /kulli/ konsonan lam tidak bertanwin. Jika dilihat dari perbedaan bunyi tersebut, tidak terdapat perbedaan konsonan. Maksudnya, konsonan kedua bunyi sama yaitu lam, hanya saja tanda bacanya berbeda sehingga tidak terdapat pasangan minimal. Selain itu, perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi yang disebut dengan disasimilasi. Perbedaan i’rab (case/tanda baca) dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perbedaan ini dapat disebut sebagai alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 4. Dalam Surat Hud ayat 41 ﻣﺠﺮاھَﺎ/majra:ha/ terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca) pada konsonan mim yaitu mim yang awalnya fathah/akusatif menjadi ṣammah/nominatif ﻣﺠﺮاھﺎ/mujra:ha:/. Arti kata /majra:ha/ dalam Al-Quran adalah ‘waktu berlayarnya’. Dalam HW hlm 121, /majra:ha/ berasal dari kata ﺟَﺮَى/jara:/ artinya to flow ‘mengalir’. Kata /majra:ha/ adalah turunan dari pola pertama untuk kategori waktu. Sedangkan /mujra:ha/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara kata /majra:ha/ dengan /mujra:ha/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan mim. Dalam kata /majra:ha/ yaitu akusatif (a), sedangkan /mujra:ha/ yaitu nominatif (u). Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem konsonan karena konsonan kedua kata tersebut sama yaitu mim. Sedangkan untuk tanda bacanya terdapat perbedaan. Perbedaan bunyi ini terdapat pasangan minimal karena lingkungan yang sama. Hal ini menyebabkan perbedaan fonem vokal. Perbedaan bunyi ini juga tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi yang disebut dengan disasimilasi. Perubahan bunyi tanda baca dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 5.Dalam Surat Hud ayat 42
Universitas Indonesia
53
ﯾَﺒُﻨَﻲﱠ/ya:bunayya/ terdapat perubahan i’rab(case/tanda baca) pada konsonan ya yaitu ya yang awalnya fathah/akusatif menjadi kasrah/genitif /ya:bunayyi/. Arti /ya:bunayya/ dalam Al-Quran adalah ‘wahai anakku’. Dalam HW hlm 76, /ya:bunayya/ berasal dari /ya:/ artinya ‘wahai’ dan /bunayya/ artinya my little son ‘anak kecilku’. Sedangkan /ya:bunayyi/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /ya:bunayya/ dengan /ya:bunayyi/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan ya. Dalam /ya:bunayya/ yaitu fathah/akusatif (a), sedangkan /ya:bunayyi/ yaitu kasrah/genitif (i). Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem konsonan karena konsonan kedua kata tersebut sama yaitu mim. Sedangkan untuk tanda bacanya terdapat perbedaan. Hal ini menyebabkan perbedaan fonem vokal. Perbedaan fonem vokal antara [a] dan [e] tidak menyebabkan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini juga tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi. Perubahan bunyi tanda baca dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek.
4.3.1 Qalun ( ) ب 1. Dalam Surat Hud ayat 12 ﯾُﻮﺣَﻰ إِﻟَﯿْﻚ/yu:ṣa: ilayka/ untuk bacaan Qalun, Mad Jaiz Munfaṣil (MJM) dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat atau tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat pada kata /yu:ṣa:/. Arti /yu:ṣa: ilayka/ dalam Al-Quran adalah ‘diwahyukan kepadamu’. Dalam HW hlm 1056, kata /yu:ṣa/ berasal dari kata وَﺣَﻰ/waṣa:/ artinya to inspire ‘mewahyukan’. Kata /yu:ṣa:/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yaṣi:/. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad (berdurasi) karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad (berdurasi) karena bertemu dengan hamzah dalam satu kalimah. Asimilasi ini pun tetap
Universitas Indonesia
54
mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad dalam kasus ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. ٌ وَﺿَﺎﺋِﻖ/wa ṣa:iqun/ untuk bacaan Qalun, Mad Wajib Muttaṣil (MWM) dibaca tawassuṣ (sedang) dengan prosodi 4-5 harakat. Arti /wa ṣa:iqun/ dalam AlQuran adalah ‘dan sempit’. Dalam HW hlm 548, /ṣa:iqun/ artinya become narrow ‘menjadi sempit’ berasal dari kata /ṣa:qa/ artinya narrow ‘sempit’. MWM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad (berdurasi) karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad (berdurasi) karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad dalam kasus ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. َ ﻟَﻮْﻟَﺎ أُﻧْﺰِل/lawla: unzila/ untuk bacaan Qalun, MJM dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat atau tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /lawla: unzila/ dalam Al-Quran adalah ‘mengapa tidak diturunkan’. Dalam HW hlm 881, /law/ artinya if ‘jika’; dalam hlm 851, /la:/ artinya not ‘tidak’; hlm 956, /unzila/ berasal dari kata /nazala/ yang artinya to dismount ‘menurunkan’. Kata /unzila/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yanzilu/. Dalam Qira:atu alsab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad (berudurasi) karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad (berdurasi) karena bertemu dengan hamzah dalam satu kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad (berdurasi)
Universitas Indonesia
55
dalam kasus ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. ﺟﺎء/ja:a/ untuk bacaan Qalun, Mad Wajib Muttaṣil (MWM) dibaca tawassuṣ (sedang) dengan kadar 4-5 harakat. Arti /ja:a/ dalam Al-Quran adalah ‘datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, kata /ja:a/ artinya ‘datang’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MWM adalah apabila ada huruf mad berkumpul dengan hamzah (hamzah jatuh sesudah huruf mad) dalam satu kalimah/kata. Adapun kadar/prosodi dibaca dua setengah alif atau lima harakat. MWM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad (berdurasi) karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad karena bertemu dengan hamzah dalam satu kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad dalam kasus ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. إِﻧَﻤَﺎ أَﻧَﺖ/innama: anta/ untuk bacaan Qalun, Mad Jaiz Munfaṣil (MJM) dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat atau tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /innama: anta/ dalam Al-Quran adalah ‘sesungguhnya kamu’. Dalam HW hlm 29, /innama:/ artinya however ‘bagaimanapun’; dalam /anta/ artinya you ‘kamu’. Dalam Qira:atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad (berdurasi) karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad (berdurasi) karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad (berdurasi) dalam kasus ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. 2. Dalam Surat Hud ayat 24 tidak terdapat bacaan Qalun
Universitas Indonesia
56
3. Dalam Surat Hud ayat 40 ﺟَﺎءَ أَﻣْﺮُﻧَﺎ/ja:a amruna/ terdapat penghilangan konsonan hamzah kedua dalam kata /amruna/ sehingga menjadi ﺟَﺎءَا ﻣْﺮُﻧَﺎ/ja:a: mruna/ dan ﺟَﺎءَ ھَﻤْﺮُﻧَﺎ/ja:a hamruna:/. Arti /ja:a amruna/ dalam Al-Quran adalah ‘perintah kami datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, kata /ja:a/ artinya ‘datang’; dalam HW hlm 26, kata /amruna:/ berasal dari kata /amrun/ yang artinya instruction ‘perintah’. Sedangkan /ja:a: mruna/ tidak terdapat artinya. Untuk /ja:a hamruna:/, kata /hamruna:/ tidak terdapat artinya dalam kamus. Perbedaan bunyi antara kata /ja:a amruna/ dengan /ja:a: mruna/ terletak penyebutan hamzah pada kata /amruna:/. Pada /ja:a amruna:/ hamzah pada kata /amruna:/ adalah hamzah qaṣa, sedangkan pada /ja:a: mruna/ hamzah pada kata /amruna:/ menjadi mad/durasi pada kata /ja:a/. Pada /ja:a hamruna:/, hamzah berubah menjadi konsonan ha. Perubahan bunyi dari hamzah kedua ke konsonan ha dikarenakan adanya pengaruh dari hamzah yang pertama. Dalam teori fonologi, bunyi yang pertama mempengaruhi bunyi yang kedua sehingga disebut asimilasi progresif. Asimilasi ini pun juga menyebabkan
perubahan
fonem
sehingga
disebut
asimilasi
fonemis.
Kemudian, antara /amruna/ dan /hamruna/ terdapat perbedaan fonem konsonan yaitu hamzah dan ha. Perbedaan fonem konsonan ini tidak terdapat pasangan minimal. Oleh karena itu, perbedaan bunyi dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perbedaan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ﺣَﺘَﻰ إِدَا ﺟَﺎءَ أَﻣْﺮُﻧﺎ/ṣatta: iża: ja:a amruna:/. Apabila /ṣatta:/ dibaca qaṣr munfaṣil, maka kata /ja:a/ dibaca qaṣr atau tawassuṣ. Apabila /ṣatta/ dibaca tawassuṣ munfaṣil, maka /ja:a/ dibaca tawassuṣ saja. Arti /ṣatta: iża ja:a amruna/ dalam Al-Quran adalah ‘hingga apabila perintah kami datang’. Dalam HW hlm 155, /ṣatta:/ artinya until ‘hingga’; /iża/ when ‘ketika’; /ja:a/ dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227 artinya ‘datang’; /amruna:/ dalam HW hlm 26 artinya berasal dari kata /amrun/ yang artinya instruction ‘perintah’. Mad jaiz munfaṣil (MJM) dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad/durasi karena ada
Universitas Indonesia
57
pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad (berdurasi) karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad dalam kasus ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. َ وَﻣَﺎءَاﻣَﻦ/wama: a:mana/ untuk bacaan Qalun, MJM dibaca dengan prosodi qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat atau tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /wama: a:mana/ dalam Al-Quran adalah ‘dan orang-orang yang telah terdahulu ketetapannya’. Dalam HW hlm 1044, /wa/ artinya and ‘dan’; hlm 888 /ma/ sebagai indefinite pronoun maksudnya menerangkan orang atau sesuatu; hlm 29, /a:mana/ berasal dari kata /i:man/ artinya faith/belief ‘beriman/percaya’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat/prosodi, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad (berdurasi) karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad (berdurasi) karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad/durasi dalam kasus ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. ﻣَﻌَﮫُ إِﻻ/ma’ahu illa:/ untuk bacaan Qalun, MJM dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat atau tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /ma’ahu illa:/ dalam Al-Quran adalah ‘bersamanya kecuali’. Dalam HW hlm 914, /ma’ahu/ berasal dari /ma’a/ artinya with ‘bersama’; dan /hu/ adalah ṣammir/pronomina (kata ganti orang ketiga tunggal maskulin yaitu dia); /illa/ hlm 22 artinya except ‘kecuali’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena
Universitas Indonesia
58
bunyi pertama menjadi mad/durasi karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad/durasi karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad (berdurasi) dalam kasus ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. 4. Dalam Surat Hud ayat 41 وَﻣُﺮْﺳَﮭَﺎ انﱠ/wamursa:ha: inna/ untuk bacaan Qalun dibaca dengan prosodi qaṣr (pendek) atau tawassuṣ (sedang). Arti /wa mursaha:/ dalam Al-Quran adalah ‘dan berlabuhnya’. Dalam HW hlm 340, /mursa:ha:/ berasal dari kata رَﺳَﻰ /rasa:/ artinya to anchor ‘berlabuh’. Dalam ilmu fonologi, MJM ini berkaitan dengan durasi (panjang pendek). Durasi dalam bahasa Arab sebenarnya membedakan makna, tetapi durasi dalam MJM bacaan Qira:atu al-sab’ati tidak membedakan makna dan hanya berupa variasi bunyi saja. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad (berdurasi) karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad (berdurasi) dalam kasus ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. 5. Dalam Surat Hud ayat 42 َ وَھِﻲ/wahiya/ terdapat perbedaan i’rab (case/tanda baca) ha yaitu ha yang awalnya kasrah menjadi sukun َ وَھْﻲ/wahya/. Arti /wahiya/ dalam Al-Quran adalah ‘dan dia’. Dalam HW hlm 1044, arti /wa/ artinya and ‘dan’; hlm 1041, /hiya/ artinya she ‘dia (untuk perempuan)’. Sedangkan /wahya/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /wahiya/ dengan /wahya/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan ha. Pada /wahiya/ tanda bacanya adalah
Universitas Indonesia
59
kasrah/genitif, sedangkan /wahya/ tanda bacanya adalah sukun/jusif. Perbedaan bunyi tersebut tidak terdapat perbedaan fonem konsonan karena fonemnya sama yaitu ha sehingga tidak terdapat pasangan minimal. Selain itu, perubahan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi yang disebut disasimilasi. Oleh karena itu, perbedaan bunyi dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ْ ﺑِﮭِﻢ/bihim/ jika waṣl (sambung) dibaca ṣilah wawu ْ ﺑِﮭِﻤُﻮ/bihimu:/ atau sukun ْ ﺑِﮭِﻢ/bihim/. Arti /bihim/ dalam Al-Quran adalah ‘dengan mereka’. Dalam HW hlm 38 dan 1032, /bihim/ berasal dari /bi/ artinya with ‘dengan’ dan /him/ artinya they ‘mereka’. Sedangkan /bihimu:/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /bihim/ dengan /bihimu:/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan mim. Dalam /bihim/, konsonan mim bertanda baca sukun/jusif, sedangkan dalam /bihimu:/ konsonan mim berdurasi sehingga dibaca mad/durasi. Jika dilihat dari perbedaan bunyi tersebut, tidak terdapat perbedaan fonem. Maksudnya, fonem kedua kata sama yaitu mim, hanya saja terdapat perbedaan bunyi mad/durasi. Perubahan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi yang disebut disasimilasi. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. اِرْﻛَﺐْ ﻣَﻌَﻨَﺎ/irkab ma’ana/ dalam bacaan Hafṭ (bacaan yang awam di masyrakat) dibaca idga:m /irkamma’ana/, sedangkan dalam bacaan Qalun dibaca idga:m (masuk) atau iṣhar (jelas) /irkab ma’ana/ sesuai dengan tulisannya. Arti /irkab ma’ana/ dalam Al-Quran adalah ‘naiklah ke kapal bersama kami’. Dalam HW hlm 356, kata /irkab/ artinya ‘naiklah’ (merupakan bentuk fi’il amr/kata perintah). Kata ini berasal dari kata َ رَﻛِﺐ/rakiba/ artinya to ride ‘menaiki’; kata /ma’ana:/ berasal dari kata /ma’a/ hlm 914 artinya together with ‘bersama dengan’; dan hlm 29 /ana:/ artinya ‘saya’ (kata ganti orang pertama). Sedangkan kata /irkam/ berasal dari kata /rakama/ yang artinya to pile up ‘menumpuk-numpukkan’. Perbedaan bunyi antara /irkab ma’ana/ dengan /irkam ma’ana:/ terdapat perbedaan fonem yaitu terletak pada konsonan ba.
Universitas Indonesia
60
Pada /irkam ma’ana:/ konsonan ba dibaca mim, sedangkan pada /irkab ma’ana/ konsonan ba tetap dibaca ba. Konsonan ba dan mim adalah dua fonem yang berbeda sehingga keduanya adalah fonem yang berbeda. Selain itu, kata /irkab/ dengan /irkam/ berada dalam lingkungan yang sama sehingga terdapat pasangan minimal antara ba dan mim. Perubahan bunyi ba menjadi bunyi mim disebut asimilasi regresif. Asimilasi ini pun menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perubahan bunyi /irkab ma’ana:/ untuk idga:m ternyata terdapat perbedaan makna, tetapi tidak merubah pengertian.
4.3.3 Warsy( ) ج 1. Dalam Surat Hud ayat 12 ﯾُﻮْﺣَﻰ/yu:ṣa:/ konsonan ya di akhir kalimat dibaca taqli:l /yu:ṣe:/ dan fathah/akusatif /yu:ṣa:/. Arti /yu:ṣa:/ dalam Al-Quran adalah ‘diwahyukan’. Dalam HW hlm 1056, /yu:ṣa/ berasal dari kata وَﺣَﻰ/waṣa:/ artinya to inspire ‘mewahyukan’. Kata /yu:ṣa:/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yaṣi:/. Sedangkan /yu:ṣe:/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /yu:ṣa:/ dengan /yu:ṣe:/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan /ṣ/. Dalam /yu:ṣa:/ konsonan ṣa bertanda fathah/akusatif (a), sedangkan /yu:ṣe:/ konsonan ṣa dibaca taqli:l (e). Jika dilihat dari kedua kata tersebut, tidak terdapat perbedaan fonem konsonan, tetapi terdapat perbedaan fonem vokal. Perbedaan fonem vokal [a] dan [e] tidak terdapat pasangan minimal dalam MSA. Perubahan bunyi taqli:l ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya yaitu alif yang aslinya ya. Hal ini menyebabkan asimilasi regresif. Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem vokal sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaaan dialek. َ ﯾُﻮْﺣَﻰ إِﻟَﯿْﻚ/yu:ṣa: ilayka/ untuk bacaan Warsy, MJM dibaca ṣul (panjang) dengan prosodi 6 harakat pada kata /yu:ṣa:/. Arti /yu:ṣa: ilayka/ dalam AlQuran adalah ‘diwahyukan kepadamu’. Dalam HW hlm 1056, kata /yu:ṣa/
Universitas Indonesia
61
berasal dari kata وَﺣَﻰ/waṣa:/ artinya to inspire ‘mewahyukan’. Kata /yu:ṣa:/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yaṣi:/. Dalam Qira:?atu alsab’atu, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad/durasi karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad/durasi dalam kasus ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. ٌ وَﺿَﺎﺋِﻖ/wa ṣa:iqun/ untuk bacaan Warsy, MWM dibaca dengan prosodi ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Arti /wa ṣa:iqun/ dalam Al-Quran adalah ‘dan sempit’. Dalam HW hlm 548, kata /ṣa:iqun/ artinya become narrow ‘menjadi sempit’ berasal dari kata /ṣa:qa/ artinya narrow ‘sempit’. Dalam Qira:atu alsab’ati, MWM adalah apabila ada fonem mad/durasi berkumpul dengan hamzah (hamzah jatuh sesudah fonem mad) dalam satu kalimah/kata. Adapun panjangnya dibaca dua setengah alif atau lima harakat. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad/durasi dalam kasus ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. َ ﻟَﻮْﻟَﺎ أُﻧْﺰِل/lawla: unzila/ untuk bacaan Warsy, MJM dibaca ṣul (panjang) dengan kadar 6 harakat. Arti /lawla: unzila/ dalam Al-Quran adalah ‘mengapa tidak diturunkan’. Dalam HW hlm 881, /law/ artinya if ‘jika’; hlm 851, /la:/ artinya not ‘tidak’; hlm 956, kata /unzila/ berasal dari kata /nazala/ yang artinya to
Universitas Indonesia
62
dismount ‘menurunkan’. Kata /unzila/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yanzilu/. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad/durasi dalam kasus ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. ﺟﺎء/ja:a/ untuk bacaan Warsy, MWM dibaca ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Arti kata /ja:a/ dalam Al-Quran adalah ‘datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, kata /ja:a/ artinya ‘datang’. MWM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad/durasi karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad/durasi karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad/durasi dalam kasus ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. إِﻧَﻤَﺎ أَﻧَﺖ/innama: anta/ untuk bacaan Warsy, MJM dibaca ṣul (6 harakat). Arti /innama: anta/ dalam Al-Quran adalah ‘sesungguhnya kamu’. Dalam Kamus HW hlm 29, /innama:/ artinya however ‘bagaimanapun’; /anta/ artinya you ‘kamu’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad/durasi karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad/durasi karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut
Universitas Indonesia
63
asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad/durasi dalam kasus ini hanya alofon/variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. ْ ﻛَﻨْﺰٌ أَو/kanzun aw/ dibaca naql (pindah) menjadi /kanzu naw/. Arti /kanzun aw/ dalam Al-Quran adalah ‘perbendaharaan (kekayaan) atau’. Dalam Kamus HW hlm 842, /kanzun/ artinya treasure ‘harta benda’; hlm 33, /aw/ artinya or ‘atau’. Sedangkan /kanzu naw/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan antara /kanzun aw/ dengan /kanzu naw/ terletak pada konsonan zay pada /kanzun/ dan hamzah pada /aw/. Pada /kanzun aw/, konsonan zay bertanda ṣammahtain,
sedangkan
/kanzu
naw/
konsonan
zay
bertanda
ṣammah/nominatif dan konsonan hamzah pada /aw/ berubah menjadi konsonan nun sehingga dibaca /naw/. Konsonan hamzah dan nun adalah dua fonem konsonan yang berbeda. Perbedaan fonem konsonan ini tidak terdapat pasangan minimal. Kemudian, untuk bunyi naql pada kasus ini, terdapat perubahan bunyi berupa asimilasi. Perubahan bunyi tersebut adalah bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu konsonan lam berṣammahtain berubah menjadi ṣammah/nominatif dan tanwinnya menjadi nun karena bertemu dengan fonem sesudahnya yaitu hamzah sehingga asimilasi ini disebut asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun fonemnya berbeda, tetapi dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perbedaan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ﻣَﻠَﻚٌ إِﻧَﻤَﺎ/malakun innama:/ dibaca naql (pindah) menjadi /malakun ninnama:/. Arti /malakun innama:/ dalam Al-Quran adalah ‘malaikat sesungguhnya’. Dalam Kamus HW hlm 922, /malakun/ artinya angel ‘malaikat’; hlm 29, /innama:/ artinya however ‘bagaimanapun’. Sedangkan /malaku ninnama:/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /malakun innama:/ dengan /malaku ninnama:/ yaitu terletak pada konsonan kaf dan hamzah. Pada /malakun/ konsonan kaf bertanda ṣammahtain, sedangkan /malaku/ konsonan kaf
bertanda ṣammah dan konsonan hamzah pada
Universitas Indonesia
64
/innama:/ berubah menjadi nun menjadi /ninnama:/. Konsonan hamzah dan nun adalah dua fonem konsonan yang berbeda. Kemudian, untuk bunyi naql pada kasus ini, terdapat perubahan bunyi berupa asimilasi. Perubahan bunyi tersebut adalah bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu fonem kaf berṣammahtain berubah menjadi ṣammah/nominatif dan tanwinnya menjadi nun karena bertemu dengan fonem sesudahnya yaitu fonem hamzah sehingga asimilasi ini disebut asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun fonemnya berbeda, tetapi dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perbedaan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ٌ ﻧَﺪِﯾْﺮ/nażi:run/ konsonan ra dibaca tarqi:q/tipis menjadi /nażi:run/. Arti /nażi:run/ dalam Al-Quran adalah ‘pemberi peringatan’. Dalam HW hlm 953, /nażi:run/ adalah ‘orang yang memberi peringatan’. Sedangkan /nażi:run/ dalam kamus tersebut sama artinya. Perbedaan antara /nażi:run/ dengan /nażi:run/ ini hanya terletak pada penyebutan konsonan ra saja. Perbedaan ini tidak menyebabkan perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal. Selain itu, dalam kasus ini juga tidak terdapat asimilasi. Oleh karena itu, perbedaan bunyi dalam kasus ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. ﺷﻲء/syay in/ dibaca mad layyin dengan tawassuṣ (sedang) atau ṣul (panjang) menjadi /syayy in/. Mad layyin yaitu mad yang terjadi apabila ada wawu sukun ( ْ ) وatau ya sukun ( ْ) ي, sedangkan konsonan sebelumnya bertanda baca fathah/akusatif. Adapun bacaannya ada tiga macam yaitu panjang 3 alif atau 6 harakat, sedang 2 alif atau 4 harakat, dan pendek 1 alif atau 2 harakat. Arti /syay in/ dalam Al-Quran adalah ‘sesuatu’. Dalam HW hlm 495, /syay in/ artinya something ‘sesuatu’. Sedangkan /syayy in/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan antara /syay in/ dengan /syayy in/ yaitu terletak pada penyebutan konsonan ya. Hal ini tidak menyebabkan perbedaan makna karena fonemnya sama. Selain itu, perubahan bunyi mad layyin karena konsonan ya selaku bunyi pertama dipengaruhi oleh konsonan hamzah selaku bunyi kedua sehingga mengalami asimilasi regresif. Asimilasi ini tetap
Universitas Indonesia
65
mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi kata dalam kasus ini ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. 2. Dalam Surat Hud ayat 24 ﻛﺎﻷﻋﻤﻰ/kal a’ma:/ dibaca naql (pindah) menjadi /kala’ma:/. Arti /kala’ma:/ dalam Al-Quran adalah ‘seperti orang buta’. Dalam HW, /ka/ dalam hlm 906 artinya like ‘seperti’; hlm 647, /al a’ma:/ artinya blind ‘buta’. Sedangkan /kala’me:/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /kal a’ma:/ dengan /kala’ma:/ yaitu terletak pada konsonan lam dan hamzah. Pada /kal a’ma:/ konsonan lam bertanda sukun dan hamzah pada /al a’ma:/ adalah hamzah qaṣa, pada /kala’ma:/ konsonan lam bertanda fathah/akusatif dan hamzah pada /al a’ma:/ adalah hamzah waṣl. Bunyi naql pada kasus ini, terdapat perubahan bunyi berupa asimilasi. Perubahan bunyi tersebut adalah bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu konsonan lam sukun berubah menjadi lam fathah karena bertemu dengan hamzah, kemudian hamzah tersebut yang awalnya hamzah qaṣa menjadi hamzah waṣl. Asimilasi ini disebut asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga asimilasi ini disebut asimilasi fonemis. Walaupun seperti itu, tetapi dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perbedaan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ﻛﺎﻷﻋﻤﻰ/kal a’ma:/ dibaca taqli:l yaitu /kala’me:/ dan fathah /kal a’ma:/. Arti kata /kala’ma:/ dalam Al-Quran adalah ‘seperti orang buta’. Dalam Kamus HW, /ka/ hlm 906 artinya like ‘seperti’; hlm 647, /al a’ma:/ artinya blind ‘buta’. Sedangkan /kala’me:/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /kal a’ma:/ dengan /kala’me:/ yaitu terletak pada tanda baca di konsonan mim. Pada /kal a’ma:/ konsonan mim bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan pada /kala’me:/ konsonan mim bertanda baca taqli:l (e). Fonem konsonan dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan, sedangkan fonem vokal terdapat perbedaan. Perbedaan fonem vokal ini tidak menyebabkan pasangan minimal. Kemudian, perubahan bunyi taqli:l ini karena bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi konsonan yang
Universitas Indonesia
66
fathah/akusatif bertemu dengan alif yang aslinya ya. Hal ini menyebabkan asimilasi regresif. Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut dengan asimilasi fonemis. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ِ وَﻟْﺄَﺻَﻢ/wal aṣammi/ dibaca naql (pindah) menjadi /walaṣammi/. Arti /wal aṣammi/ dalam Al-Quran adalah ‘dan tuli’. Dalam Kamus HW hlm 1044, /wa/ artinya and ‘dan’; hlm 24, /al aṣammi/ artinya deaf
‘tuli’. Sedangkan
/walaṣammi/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /wal aṣammi/ dengan /walaṣammi/ yaitu terletak pada konsonan lam dan hamzah. Pada /wal aṣammi/ konsonan lam bertanda sukun/jusif dan hamzah pada kata /aṣammi/ adalah hamzah qaṣa, sedangkan /walaṣammi/ konsonan lam bertanda fathah/akusatif dan hamzah pada /aṣammi/ adalah hamzah waṣl. Kemudian, untuk bunyi naql pada kasus ini, terdapat perubahan bunyi berupa asimilasi. Perubahan bunyi tersebut adalah bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu konsonan lam sukun berubah menjadi lam fathah karena bertemu dengan hamzah, kemudian hamzah tersebut yang awalnya hamzah qaṣa menjadi hamzah waṣl. Asimilasi ini disebut asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga asimilasi ini disebut asimilasi fonemis. Walaupun seperti itu, tetapi dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perbedaan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ﻣَﺜَﻠًﺎ أَﻓَﻠَﺎ/maṣala:n afala:/ dibaca naql (pindah) menjadi /maṣala nafala:/. Arti /maṣala:n afala:/ dalam Al-Quran adalah ‘keadaan apakah tidak’. Dalam HW hlm 891, /maṣala:n/ artinya to resemble ‘menyerupai’; /afala:/ artinya ‘apakah maka tidak’. Sedangkan /maṣala nafala:/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /maṣala:n afala:/ dengan /maṣala: nafala:/ yaitu terletak konsonan lam dan hamzah. Pada /maṣala:n/ konsonan lam bertanda fathahtain dan hamzah pada /afala:/ adalah hamzah qaṣa, sedangkan pada kata /maṣala:/ konsonan lam bertanda fathah dan hamzah pada /nafala:/ berubah menjadi nun. Konsonan hamzah dan nun adalah dua
Universitas Indonesia
67
fonem konsonan yang berbeda. Kemudian, untuk bunyi naql pada kasus ini, terdapat perubahan bunyi berupa asimilasi. Perubahan bunyi tersebut adalah bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu konsonan lam berfathahtain berubah menjadi lam fathah karena bertemu dengan hamzah, kemudian tanwin tersebut berubah menjadi nun. Asimilasi ini disebut asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga asimilasi ini disebut asimilasi fonemis. Walaupun seperti itu, tetapi dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perbedaan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 3. Dalam Surat Hud ayat 40 ﺟَﺎءَ أَﻣْﺮﻧﺎ/ja:a amruna:/ terdapat penghilangan hamzah kedua dalam kata /amruna:/ sehingga menjadi ﺟَﺎءَا ﻣْﺮُﻧَﺎ
/ja:a: mruna/ dan
ﺟَﺎءَ ھَﻤْﺮُﻧَﺎ/ja:a
hamruna:/. Arti kata /ja:a amruna:/ dalam Al-Quran adalah ‘perintah kami datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, kata /ja:a/ artinya ‘datang’; dalam HW hlm 26, kata /amruna:/ berasal dari kata /amrun/ yang artinya instruction ‘perintah’. Sedangkan /ja:a: mruna:/ tidak terdapat artinya. Dalam /ja:a hamruna:/, /hamruna:/ tidak terdapat artinya dalam kamus. Perbedaan bunyi antara /ja:a amruna/ dengan /ja:a: mruna/ terletak penyebutan hamzah pada kata /amruna:/. Pada /ja:a amruna:/ hamzah pada /amruna:/ adalah hamzah qaṣa, sedangkan pada /ja:a: mruna/ fonem hamzah pada kata /amruna:/ menjadi mad (berdurasi) pada kata /ja:a/. Kemudian pada /ja:a hamruna:/, hamzah berubah menjadi konsonan ha. Jika dilihat antara /amruna:/ dan /hamruna:/ terdapat perbedaan fonem konsonan yaitu hamzah dan ha. Dalam teori fonologi, bunyi yang pertama mempengaruhi bunyi yang kedua sehingga disebut asimilasi progresif. Asimilasi ini pun juga menyebabkan
perubahan
fonem
sehingga
disebut
asimilasi
fonemis.
Kemudian, antara /amruna/ dan /hamruna/ terdapat perbedaan fonem konsonan yaitu hamzah dan ha. Perbedaan fonem konsonan ini terdapat pasangan minimal karena lingkungannya sama. Oleh karena itu, perbedaan bunyi dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perbedaan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek.
Universitas Indonesia
68
َ وَﻣَﺎءَاﻣَﻦ/wama: a:mana/ untuk bacaan Warsy, MJM dibaca ṣul (6 harakat). Arti /wama: a:mana/ dalam Al-Quran adalah ‘dan orang-orang yang telah terdahulu ketetapannya’. Dalam HW hlm 1044, /wa/ artinya and ‘dan’; hlm 888 /ma/ sebagai indefinite pronoun maksudnya menerangkan orang atau sesuatu; dalam halaman 29, kata /a:mana/ berasal dari kata /i:man/ artinya faith/belief ‘beriman/percaya’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad/durasi karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad/durasi karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad/durasi dalam kasus ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. َ وَﻣَﻦْ ءَاﻣَﻦ/wa man a:mana/ dibaca naql (pindah) menjadi َ وَﻣَﻨَﺎ ﻣَﻦ/wa mana:mana/. Arti /wa man a:mana/ dalam Al-Quran adalah ‘dan orang-orang yang beriman’. Dalam HW hlm 1044, /wa/ artinya and ‘dan’; hlm 924, /man/ artinya he who ‘dia yang’; hlm 29, /a:mana/ berasal dari kata /i:man/ artinya faith/belief ‘beriman/percaya’. Sedangkan /wa mana:mana/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /wa man a:mana/ dengan /wamana:ma/ yaitu terletak pada konsonan nun dalam kata /a:mana/. Pada /man a:mana/, nun pada /man/ bertanda sukun/jusif, sedangkan pada /mana:mana/, nun pada /man/ bertanda baca fathah/akusatif dan langsung bersambung dengan hamzah pada kata /a:mana/. Kemudian, untuk bunyi naql pada kasus ini, terdapat perubahan bunyi berupa asimilasi. Perubahan bunyi tersebut adalah bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu konsonan kaf berdhammahtain berubah menjadi ṣammah/nominatif dan tanwinnya menjadi nun karena bertemu dengan fonem sesudahnya yaitu hamzah sehingga asimilasi ini disebut asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun fonemnya berbeda, tetapi
Universitas Indonesia
69
dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perbedaan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. َ ءَاﻣَﻦ/a:mana/ mad badal, fonem hamzah dibaca mad qaṣr (pendek), tawassuṣ (sedang), atau ṣul (panjang). Mad badal yaitu mad yang apabila ada hamzah bertemu dengan mad/durasi. Adapun bacaannya harus satu alif atau dua harakat. Arti kata /a:mana/ dalam Al-Quran adalah ‘beriman’. Dalam HW hlm 29, /a:mana/ berasal dari kata /i:man/ artinya faith/belief ‘beriman/percaya’. Perbedaan bunyi ini hanyalah perbedaan mad (durasi) saja. Perubahan bunyi dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Perubahan bunyi kata /a:mana/ tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja karena perbedaan dialek. ﻣَﻌَﮫُ إِﻻ/ma’ahu illa:/ untuk bacaan Warsy, MJM dibaca ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Arti /ma’ahu illa:/ dalam Al-Quran adalah ‘bersamanya kecuali’. Dalam HW hlm 914, /ma’ahu/ berasal dari /ma’a/ artinya with ‘bersama’; /hu/ adalah ṣammir (kata ganti orang ketiga tunggal maskulin yaitu dia); /illa/ hlm 22 artinya except ‘kecuali’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad/durasi karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad/durasi karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad/durasi dalam kasus ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. 4. Dalam Surat Hud ayat 41 ﻣﺠﺮاھَﺎ/majra:ha/ dibaca taqli:l yaitu /majreha/. Arti /majra:ha/ dalam AlQuran adalah ‘berlayarnya’. Dalam HW hlm 121, /majra:ha/ berasal dari kata /jara:/ yang artinya to flow ‘mengalir’. Sedangkan /majre:ha/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /majra:ha/ dengan /majre:ha/ yaitu terletak
Universitas Indonesia
70
pada tanda baca di konsonan ra. Pada /majra:ha/ konsonan ra bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan /majre:ha:/ konsonan ra bertanda baca taqli:l (e). Fonem konsonan dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan, sedangkan fonem vokal terdapat perbedaan. Perbedaan fonem vokal ini tidak menyebabkan pasangan minimal. Kemudian, perubahan bunyi taqli:l ini karena bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi konsonan yang akusatif bertemu dengan alif yang aslinya ya. Hal ini menyebabkan asimilasi regresif. Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut dengan asimilasi fonemis. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. وَﻣُﺮْﺳَﮭَﺎ/wamursa:ha:/ dibaca taqli:l yaitu /wamurshe:ha:/ atau fathah yaitu /wamursa:ha:/. Arti kata /wa mursaha:/ dalam Al-Quran adalah ‘dan berlabuhnya’. Dalam HW hlm 340, kata /mursa:ha:/ berasal dari kata رَﺳَﻰ /rasa:/ artinya to anchor ‘berlabuh’. Sedangkan /wamurse:ha:/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /wamursa:ha:/ dengan /wamurse:ha:/ yaitu terletak pada tanda baca di konsonan sin. Pada /wamursa:ha:/ konsonan sin bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan /wamurse:ha/ konsonan sin bertanda baca taqli:l (e). Fonem konsonan dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan, sedangkan fonem vokal terdapat perbedaan. Perbedaan fonem vokal ini tidak menyebabkan pasangan minimal. Kemudian, perubahan bunyi taqli:l ini karena bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi konsonan yang akusatif bertemu dengan alif yang aslinya ya. Hal ini menyebabkan asimilasi regresif. Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut dengan asimilasi fonemis. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. وَﻣُﺮْﺳَﮭَﺎ انﱠ/wamursa:ha: inna/ MJM dalam bacaan Warsy dibaca ṣul (panjang). Arti /wa mursaha:/ dalam Al-Quran adalah ‘dan berlabuhnya’. Dalam HW hlm 340, /mursa:ha:/ berasal dari kata رَﺳَﻰ/rasa:/ artinya to anchor ‘berlabuh’. Dalam ilmu fonologi, MJM ini berkaitan dengan durasi (panjang pendek).
Universitas Indonesia
71
Durasi dalam bahasa Arab sebenarnya membedakan makna, tetapi durasi dalam MJM bacaan Qira:?atu al-sab’ati tidak membedakan makna dan hanya berupa variasi bunyi saja. Hal ini dikarenakan MJM hanya terdapat dalam bacaan Al-Quran dan setiap imam bacaan memiliki prosodi untuk menentukan panjangnya MJM tersebut. Jika dilihat dari perbedaan bunyi yang ada, tidak terdapat perbedaan fonem, hanya saja terdapat perbedaan durasi di dalam Qira:?atu al-sab’ati. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad/durasi karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad/durasi karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad dalam kasus ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. 5. Dalam Surat Hud ayat 42 وَﻧَﺎدَى/wana:da:/ dibaca taqli:l yaitu /wana:de:/ atau fathah yaitu /wana:da:/. Arti /wa na:da:/ dalam Al-Quran adalah ‘dan memanggil’. Dalam HW hlm 1044, kata /wa/ artinya and ‘dan’; kata /na:da:/ artinya ‘memanggil’. Sedangkan kata /wana:de:/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /wana:da:/ dengan /wana:de:/ yaitu terletak pada tanda baca di konsonan dal. Pada kata /wana:da:/ konsonan dal bertanda baca fathah (a), sedangkan pada /wana:de:/ konsonan dal bertanda baca taqli:l (e). Dalam bacaan Warsy ini, setiap konsonan yang fathah/akusatif bertemu dengan alif yang aslinya ya, maka dibaca taqli:l. Perubahan kedua bunyi ini fonem konsonannya sama, tetapi fonem vokalnya berbeda. Fonem [a] dan [e] adalah dua fonem vokal yang berbeda, tetapi tidak terdapat pasangan minimal dalam MSA. Perubahan kedua bunyi tersebut dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem vokal saja atau perubahan bunyi saja sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun secara fonem berbeda, dalam perubahan bunyi
Universitas Indonesia
72
untuk kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ارْﻛَﺐْ ﻣﻌﻨﺎ/irkab ma’ana:/ dalam bacaan Hafṭ (bacaan yang awam di masyrakat) dibaca idga:m (masuk) /irkamma’ana:/, sedangkan dalam bacaan Warsy dibaca iṣhar (jelas) /irkab ma’ana:/ sesuai dengan tulisannya. Arti /irkab ma’ana:/ dalam Al-Quran adalah ‘naiklah ke kapal bersama kami’. Dalam HW hlm 356, /irkab/ artinya ‘naiklah’ (merupakan bentuk
fi’il
amr/imperatif/kata perintah). Kata ini berasal dari kata َ رَﻛِﺐ/rakiba/ artinya to ride ‘menaiki’; /ma’ana:/ berasal dari /ma’a/ hlm 914 artinya together with ‘bersama dengan’; hlm 29 /ana:/ artinya ‘saya’ (kata ganti orang pertama). Sedangkan /irkam/ berasal dari kata /rakama/ yang artinya to pile up ‘menumpuk-numpukkan’. Perbedaan bunyi antara /irkab ma’ana:/ dengan /irkam ma’ana:/ terdapat perbedaan fonem yaitu terletak pada konsonan ba. Pada /irkam ma’ana:/ konsonan ba dibaca mim, sedangkan pada /irkab ma’ana:/ konsonan ba tetap dibaca ba. Konsonan ba dan mim adalah dua fonem konsonan yang berbeda. Perubahan kedua bunyi tersebut juga dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sesudahnya yaitu konsonan ba dipengaruhi oleh bunyi mim, sehingga terjadi asimilasi regresif. Kemudian, asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun secara fonem berbeda dan secara makna berbeda, dalam Qira:?atu al-sab’ati tidak menyebabkan perbedaan pengertian ayat tersebut (wawancara dengan Bpk. Ajiz). َ اﻟﻜَﺎﻓِﺮِﯾْﻦ/alka:firi:na/ dibaca taqli:l /alke:firi:na/. Arti /alka:firi:na/ dalam AlQuran adalah ‘orang-orang kafir’. Dalam HW hlm 832, /alka:firi:na/ berasal dari kata /kafara/ artinya irreligious ‘tidak beragama’. Sedangkan /alkefiri:na/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /alka:firi:na/ dengan /alke:firi:na/ yaitu terletak pada tanda baca di konsonan kaf. Pada /alka:firi:na/ konsonan kaf bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan /alke:firi:na/ konsonan kaf bertanda baca taqli:l (e). Dalam bacaan Warsy ini, setiap konsonan yang fathah/akusatif bertemu dengan alif yang aslinya ya, maka dibaca taqli:l. Perubahan kedua bunyi ini fonem konsonannya
Universitas Indonesia
73
sama, tetapi fonem vokalnya berbeda. Fonem [a] dan [e] adalah dua fonem vokal yang berbeda, Perbedaan bunyi ini tidak terdapat pasangan minimal dalam MSA. Perubahan bunyi tersebut dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sesudah kaf yaitu alif, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem vokal saja atau perubahan bunyi saja sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun secara fonem vokal berbeda, dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek.
4.4 Ibnu Kaṡir ()د 1. Dalam Surat Hud ayat 12 ﯾُﻮْﺣَﻰ/yu:ṣa:/ konsonan ya di akhir kalimat dibaca taqli:l /yu:he:/ dan fathah /yu:ha:/. Arti /yu:ṣa:/ dalam Al-Quran adalah ‘diwahyukan’. Dalam HW hlm 1056, /yu:ṣa/ berasal dari kata وَﺣَﻰ/waṣa:/ artinya to inspire ‘mewahyukan’. Kata /yu:ṣa:/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yaṣi:/. Sedangkan /yu:ṣe:/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara kata /yu:ṣa:/ dengan /yu:ṣe:/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan /ṣ/. Dalam /yu:ṣa:/ konsonan ṣa bertanda fathah/akusatif (a), sedangkan dalam kata /yu:ṣe:/ konsonan ṣa dibaca taqli:l (e). Dalam bacaan Warsy ini, setiap konsonan yang fathah/akusatif bertemu dengan alif yang aslinya ya, maka dibaca taqli:l. Perubahan kedua bunyi ini fonem konsonannya sama, tetapi fonem vokalnya berbeda. Fonem [a] dan [e] adalah dua fonem vokal yang berbeda, tetapi tidak terdapat pasangan minimal dalam MSA. Perubahan bunyi tersebut dipengaruhi oleh bunyi atau huruf sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem vokal saja atau perubahan bunyi saja sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun terdapat perbedaan fonem vokal, dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek.
Universitas Indonesia
74
َ ﯾُﻮْﺣَﻰ إِﻟَﯿْﻚ/yu:ṣa: ilayka/ untuk bacaan Ibnu Kaṭir, MJM dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat. Arti /yu:ṣa: ilayka/ dalam Al-Quran adalah ‘diwahyukan kepadamu’. Dalam HW hlm 1056, /yu:ṣa/ berasal dari kata وَﺣَﻰ /waṣa:/ artinya to inspire ‘mewahyukan’. Kata /yu:ṣa:/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yaṣi:/. Penyebutan bunyi dalam MJM terjadi karena ada huruf mad bertemu dengan hamzah, tetapi tidak kumpul dalam satu kalimah/kata. Adapun panjangnya dibaca dua setengah alif atau lima harakat. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad/durasi karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad/durasi dalam kasus ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. ٌ وَﺿَﺎﺋِﻖ/waṣa:iqun/ untuk bacaan Ibnu Kaṭir, MWM dibaca tawassuṣ (sedang) dengan kadar 4-5 harakat. Arti /waṣa:iqun/ dalam Al-Quran adalah ‘dan sempit’. Dalam HW hlm 548, /ṣa:iqun/ artinya become narrow ‘menjadi sempit’ berasal dari kata /ṣa:qa/ artinya narrow ‘sempit’. MWM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad/durasi karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad/durasi karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad/durasi dalam kasus ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. َ ﻟَﻮْﻟَﺎ أُﻧْﺰِل/lawla: unzila/ untuk bacaan Ibnu Kaṭir, MJM dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat. Arti /lawla: unzila/ dalam Al-Quran adalah ‘mengapa tidak
Universitas Indonesia
75
diturunkan’. Dalam HW hlm 881, /law/ artinya if ‘jika’; hlm 851, /la:/ artinya not ‘tidak’; hlm 956, kata /unzila/ berasal dari kata /nazala/ yang artinya to dismount ‘menurunkan’. Kata /unzila/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yanzilu/. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad/durasi karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad/durasi karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad /durasi dalam kasus ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. ﺟﺎء/ja:a/ untuk bacaan Ibnu Kaṭir, MWM dibaca tawassuṣ (sedang) dengan kadar 4-5 harakat. Arti /ja:a/ dalam Al-Quran adalah ‘datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, kata /ja:a/ artinya ‘datang’. MWM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi durasi karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi durasi karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi durasi dalam kasus ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. إِﻧَﻤَﺎ أَﻧَﺖ/innama: anta/ untuk bacaan Ibnu Kaṭir, MJM dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat. Arti /innama: anta/ dalam Al-Quran adalah ‘sesungguhnya kamu’. Dalam HW hlm 29, /innama:/ artinya however ‘bagaimanapun’; /anta/ artinya you ‘kamu’. Dalam Qira:atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad/berdurasi karena ada pengaruh dari
Universitas Indonesia
76
bunyi kedua yaitu alif menjadi mad/berdurasi karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi durasi dalam kasus ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. ِ ﻋَﻠَﯿْﮫ/’alayhi/ dibaca ṣilah menjadi /’alayhi:/. Arti /’alayhi/ dalam Al-Quran adalah ‘atasnya’. Dalam 638, /’alayhi/ artinya to ‘kepada’. Sedangkan /’alayhi:/ tidak terdapat artinya. Perbedaan antara /’alayhi/ dengan /’alayhi:/ yaitu terletak pada penambahan huruf mad/durasi di konsonan ha ṣammir. Pada /’alayhi/ konsonan ha ṣammir tidak terdapat penambahan mad/durasi, sedangkan pada /’alayhi:/ konsonan ha ṣammir terdapat penambahan huruf mad yaitu ya. Untuk bacaan Ibnu Kaṭir, setiap ha ṣammir dibaca mad/durasi dengan kadar 2 harakat. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat pasangan minimal dan perbedaan fonem. Selain itu, juga tidak terdapat asimilasi. Perbedaan bunyi ini hanya perubahan bunyi saja yang disebabkan perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. 2. Dalam Surat Hud ayat 24 َ ﺗَﺪَﻛَﺮُوْن/tażakkaru:na/ terdapat penambahan konsonan dzal (konsonan dzal menjadi
bertasydid/bergeminasi)
menjadi
َﺗَﺪَﻛَﺮُوْن
/tażżakkaru:na/.
Arti
/tażakkaru:na/ dalam Al-Quran adalah ‘mengambil peringatan’. Dalam HW hlm 310, /tażakkaru:na/ berasal dari kata َ دَﻛَﺮ/żakkara/ yang artinya to remind ‘mengingatkan’. Kata /żakkara/ adalah pola kedua yang merupakan pola untuk menjadikan sesuatu menjadi banyak, sehingga /żakkara/ adalah ‘banyak untuk mengingatkan’. Kata /żakkara/ ditambah dengan ṣammir/pronomina (kata ganti orang ketiga jamak maskulin untuk fi’il muṣari’/imperfektif (kata kerja yang masih terus dilakukan yaitu konsonan ta sebagai prefiks/awalan), konsonan wawu dan nun sebagai sufiks/akhiran menjadi /tażakkaru:na/ yang artinya ‘kalian banyak mengingatkan’. Sedangkan /tażżakkaru:na/ yang terdapat tambahan konsonan dzal, tidak terdapat artinya dalam kamus. Perbedaan bunyi antara /tażakkaru:na/ dengan /tażżakkaru:na/ terletak pada
Universitas Indonesia
77
perbedaan konsonan dzal. Dalam kata /tażakkaru:na/ hanya terdapat satu konsonan dzal, sedangkan dalam /tażżakkaru:na/ terdapat dua konsonan dzal (dzal yang bertasydid/bergeminasi). Jika dilihat dari kedua kata tersebut, tidak terdapat perbedaan fonem. Maksudnya, fonem kedua kata sama yaitu dzal sehingga tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan kedua bunyi ini juga terletak dari jumlah konsonan dzal. Perubahan kedua bunyi ini juga tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi. Oleh karena itu, perubahan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini dapat disebut sebagai variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 3. Dalam Surat Hud ayat 40 ِﻣﻦ ﻛﻞ زَوْﺟَﯿْﻦ/min kullin zawjayni/ terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca) pada /kullin/ menjadi ﻛﻞ/kulli/. Arti /kullin zawjayni/ dalam Al-Quran adalah ‘tiap-tiap binatang sepasang’. Dalam HW hlm 835, /kullin/ artinya every ‘tiaptiap’; hlm 385, /zawjayni/ artinya ‘sepasang (dua pasang)’, berasal dari kata ٌ زَوْج/zawjun/ artinya couple ‘pasangan’. Sedangkan /kulli/ dalam kamus tersebut artinya sama dengan /kullin/ yaitu every ‘tiap-tiap’, begitu juga dengan /zawjayni/ yaitu ‘sepasang’. Perbedaan bunyi antara /kullin zawjayni/ dengan /kulli zawjayni/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan lam. Dalam /kullin/ konsonan lam bertanwin, sedangkan dalam /kulli/ konsonan lam tidak bertanwin. Jika dilihat dari kedua kata tersebut, tidak terdapat perbedaan fonem. Maksudnya, fonem kedua kata sama yaitu lam, hanya saja tanda bacanya berbeda sehingga tidak terdapat pasangan minimal. Selain itu, perubahan kedua bunyi tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi. Perubahan i’rab (tanda baca) dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini dapat disebut sebagai variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. َ وَﻣَﺎءَاﻣَﻦ/wama: a:mana/ untuk bacaan Ibnu Kaṭir, MJM dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat. Arti /wama: a:mana/ dalam Al-Quran adalah ‘dan orang-orang yang telah terdahulu ketetapannya’. Dalam HW hlm 1044, /wa/ artinya and
Universitas Indonesia
78
‘dan’; hlm 888 /ma/ sebagai indefinite pronoun maksudnya menerangkan orang atau sesuatu; hlm 29, /a:mana/ berasal dari kata /i:man/ artinya faith/belief ‘beriman/percaya’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad/durasi karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad/durasi karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad/durasi dalam kasus ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. ﻣَﻌَﮫُ إِﻻ/ma’ahu illa:/ untuk bacaan Ibnu Kaṭir, MJM dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat. Arti /ma’ahu illa:/ dalam Al-Quran adalah ‘bersamanya kecuali’. Dalam HW hlm 914, /ma’ahu/ berasal dari /ma’a/ artinya with ‘bersama’; dan /hu/ adalah ṣammir/pronomina (kata ganti orang ketiga tunggal maskulin yaitu dia); /illa/ hlm 22 artinya except ‘kecuali’. Dalam Qira:?atu alsab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad/durasi karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad/durasi karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad/durasi dalam kasus ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. 4. Dalam Surat Hud ayat 41 وَﻣُﺮْﺳَﮭَﺎ انﱠ/wamursa:ha: inna/ untuk bacaan Ibnu Kaṭir, MJM dibaca qaṣr (2 harakat). Arti /wa mursaha:/ dalam Al-Quran adalah ‘dan berlabuhnya’. Dalam HW hlm 340, kata /mursa:ha:/ berasal dari kata رَﺳَﻰ/rasa:/ artinya to
Universitas Indonesia
79
anchor ‘berlabuh’. Dalam ilmu fonologi, MJM ini berkaitan dengan durasi (panjang pendek). Durasi dalam bahasa Arab sebenarnya membedakan makna, tetapi durasi dalam MJM bacaan Qira:?atu al-sab’ati tidak membedakan makna dan hanya berupa variasi bunyi saja. Hal ini dikarenakan MJM hanya terdapat dalam bacaan Al-Quran dan setiap imam bacaan memiliki prosodi untuk menentukan panjangnya MJM tersebut. Jika dilihat dari perbedaan bunyi yang ada, tidak terdapat perbedaan fonem, hanya saja terdapat perbedaan mad di dalam Qira:?atu al-sab’ati. MJM dalam teori fonologi dinamakan asimilasi regresif karena bunyi pertama menjadi mad karena ada pengaruh dari bunyi kedua yaitu alif menjadi mad/durasi karena bertemu dengan hamzah di lain kalimah/kata. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena fonemnya sama, maka tidak terdapat perbedaan fonem dan tidak terdapat pasangan minimal sehingga perbedaan bunyi mad/durasi dalam kasus ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak menyebabkan perbedaan makna. 5. Dalam Surat Hud ayat 42 ْ ﺑِﮭِﻢ/bihim/ jika waṣl dibaca ṣilah wawu ْ ﺑِﮭِﻤُﻮ/bihimu:/ atau sukun ْ ﺑِﮭِﻢ/bihim/. Arti /bihim/ dalam Al-Quran adalah ‘dengan mereka’. Dalam HW hlm 38 dan 1032, /bihim/ berasal dari /bi/ artinya with ‘dengan’ dan /him/ artinya they ‘mereka’. Sedangkan /bihimu:/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /bihim/ dengan /bihimu:/ terletak penambahan fonem mad/durasi di fonem mim yaitu konsonan wawu. Dalam /bihim/ konsonan mim bertanda baca sukun/jusif, sedangkan dalam /bihimu:/ konsonan mim dibaca mad/durasi dengan prosodi dua harakat. Perbedaan ini hanya perbedaan mad/durasi. Dalam bacaan Ibnu Kaṭir, mim jama’ diṣammahkan (dinominatifkan) dan disambung dengan wawu jika sesudahnya konsonan berharakat. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem dan pasangan minimal. Selain itu, juga tidak terdapat asimilasi. Perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna.
Universitas Indonesia
80
4.4.1 Al Bazzi ( ) ه 1. Dalam Surat Hud ayat 12 tidak terdapat bacaan Al Bazzi 2. Dalam Surat Hud ayat 24 tidak terdapat bacaan Al Bazzi 3. Dalam Surat Hud ayat 40 ﺟَﺎءَ أَﻣْﺮُﻧَﺎ/ja:a amruna/ terdapat penghilangan hamzah kedua dalam kata /amruna/ sehingga menjadi ﺟَﺎءَا ﻣْﺮُﻧَﺎ/ja:a: mruna/. Arti /ja:a amruna/ dalam Al-Quran adalah ‘perintah kami datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia AlMunawir hlm 227, kata /ja:a/ artinya ‘datang’; dalam HW hlm 26, /amruna:/ berasal dari kata /amrun/ yang artinya instruction ‘perintah’. Sedangkan /ja:a: mruna/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara kata /ja:a amruna/ dengan /ja:a: mruna/ terletak penyebutan konsonan hamzah pada kata /amruna:/. Pada /ja:a amruna:/ hamzah pada /amruna:/ adalah hamzah qaṣa, sedangkan /ja:a: mruna/ hamzah pada /amruna:/ menjadi mad/berdurasi pada /ja:a/. Perbedaan bunyi ini hanya perbedan mad/durasi saja. Perbedaan bunyi ini terdapat perbedaan fonem, tetapi tidak terdapat pasangan minimal. Perubahan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sebelumnya yaitu bunyi hamzah yang pertama mempengaruhi bunyi hamzah kedua, sehingga asimilasi progresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini hanyalah variasi bunyi karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. 4. Dalam Surat Hud ayat 41 tidak terdapat bacaan Al-Bazzi 5. Dalam Surat Hud ayat 42 ارْﻛَﺐْ ﻣﻌﻨﺎ/irkamma’ana:/ dibaca iṣhar (jelas) /irkab ma’ana:/. Dalam bacaan Hafṭ
(bacaan
yang
awam
di
masyrakat)
dibaca
idga:m
(masuk)
/irkamma’ana:/, sedangkan dalam bacaan Al-Bazzi dibaca idga:m (masuk) atau iṣhar (jelas) /irkab ma’ana:/ sesuai dengan tulisannya. Idga:m untuk kasus ini disebut idga:m mutaqaribain ṣagir. Arti /irkab ma’ana/ dalam AlQuran adalah ‘naiklah ke kapal bersama kami’. Dalam HW hlm 356, kata /irkab/ artinya ‘naiklah’ (merupakan bentuk fi’il amr/imperatif/kata perintah).
Universitas Indonesia
81
Kata ini berasal dari kata َ رَﻛِﺐ/rakiba/ artinya to ride ‘menaiki’; kata /ma’ana:/ berasal dari /ma’a/ hlm 914 artinya together with ‘bersama dengan’; dan hlm 29 /ana:/ artinya ‘saya’ (kata ganti orang pertama). Sedangkan /irkam/ berasal dari kata /rakama/ yang artinya to pile up ‘menumpuk-numpukkan’. Perbedaan bunyi antara /irkab ma’ana:/ dengan /irkam ma’ana:/ terdapat perbedaan konsonan yaitu terletak pada konsonan ba. Pada /irkam ma’ana:/ konsonan ba dibaca mim, sedangkan pada /irkab ma’ana:/ konsonan ba tetap dibaca ba. Konsonan ba dan mim adalah dua fonem konsonan yang berbeda. Perubahan kedua bunyi tersebut juga dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sesudahnya yaitu konsonan ba dipengaruhi oleh bunyi mim, sehingga terjadi asimilasi regresif. Kemudian, asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun secara fonem berbeda dan secara makna berbeda, dalam Qira:?atu al-sab’ati tidak menyebabkan perbedaan pengertian ayat tersebut (wawancara dengan Bpk. Ajiz).
4.4.2 Qunbul () ز 1. Dalam Surat Hud ayat 12 tidak terdapat bacaan Qunbul 2. Dalam Surat Hud ayat 24 tidak terdapat bacaan Qunbul 3. Dalam Surat Hud ayat 40 َﺟَﺎءَ أَﻣْﺮُوْن/ja:a amruna:/ terdapat penghilangan konsonan hamzah kedua dalam kata /amruna:/ sehingga menjadi ﺟَﺎءَا ﻣﺮﻧﺎ/ja:a: mruna:/ dan ﺟَﺎءَ ھَﻤْﺮُﻧَﺎ/ja:a hamruna:/. Arti /ja:a amruna:/ dalam Al-Quran adalah ‘perintah kami datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, kata /ja:a/ artinya ‘datang’; dalam HW hlm 26, kata /amruna:/ berasal dari kata /amrun/ yang artinya instruction ‘perintah’. Sedangkan /ja:a: mruna:/ tidak terdapat artinya. Kemudian untuk /ja:a hamruna:/, kata /hamruna:/ tidak terdapat artinya dalam kamus. Perbedaan bunyi antara /ja:a amruna:/ dengan /ja:a: mruna:/ terletak penyebutan konsonan hamzah pada kata /amruna:/. Pada /ja:a amruna:/ hamzah pada kata /amruna:/ adalah hamzah qaṣa, sedangkan pada /ja:a:
Universitas Indonesia
82
mruna:/ hamzah pada kata /amruna:/ menjadi mad/durasi pada kata /ja:a/. Kemudian pada /ja:a hamruna:/, hamzah berubah menjadi konsonan ha. Jika dilihat antara /amruna:/ dan /hamruna:/ terdapat perbedaan konsonan yaitu hamzah dan ha. Perubahan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 4. Dalam Surat Hud ayat 41 tidak terdapat bacaan Qunbul 5. Dalam Surat Hud ayat 42 اِرْﻛَﺐْ ﻣﻌﻨﺎ/irkab ma’ana:/ dalam bacaan Hafṭ (bacaan yang awam di masyrakat) dibaca idga:m /irkamma’ana:/, sedangkan dalam bacaan Al-Bazzi dibaca idgham (masuk) /irkam ma’ana:/. Arti /irkab ma’ana:/ dalam Al-Quran adalah ‘naiklah ke kapal bersama kami’. Dalam HW hlm 356, kata /irkab/ artinya ‘naiklah’ (merupakan bentuk fi’il amr/imperatif/kata perintah). Kata ini berasal dari kata َ رَﻛِﺐ/rakiba/ artinya to ride ‘menaiki’; /ma’ana:/ berasal dari /ma’a/ hlm 914 artinya together with ‘bersama dengan’; hlm 29 /ana:/ artinya ‘saya’ (kata ganti orang pertama). Sedangkan /irkam/ berasal dari kata /rakama/ yang artinya to pile up ‘menumpuk-numpukkan’. Perbedaan bunyi antara /irkab ma’ana:/ dengan /irkam ma’ana:/ terdapat perbedaan konsonan yaitu terletak pada konsonan ba. Pada /irkam ma’ana:/ konsonan ba dibaca mim, sedangkan /irkab ma’ana:/ konsonan ba tetap dibaca ba. Dalam teori fonologi, bunyi yang kedua mempengaruhi bunyi yang pertama sehingga disebut asimilasi regresif. Asimilasi ini pun juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Kemudian, antara /amruna/ dan /hamruna/ terdapat perbedaan fonem konsonan yaitu hamzah dan ha. Perbedaan fonem konsonan ini terdapat pasangan minimal karena lingkungannya sama. Oleh karena itu, perbedaan bunyi dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perbedaan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek.
Universitas Indonesia
83
4.5 Abu ‘Amr () ح 1. Dalam Surat Hud ayat 12 tidak terdapat bacaan Abu ‘Amr 2. Dalam Surat Hud ayat 24 َ ﺗَﺪَﻛَﺮُوْن/tażakkaru:na/ terdapat penambahan konsonan dzal (konsonan dzal menjadi bertasydid/bergeminasi) menjadi َ ﺗَﺪَﻛَﺮُوْن/tażżakkaru:na/. Arti kata /tażakkaru:na/ dalam Al-Quran adalah ‘mengambil peringatan’. Dalam HW hlm 310, kata /tażakkaru:na/ berasal dari kata َ دَﻛَﺮ/żakkara/ yang artinya to remind ‘mengingatkan’. Kata /żakkara/ adalah pola kedua yang merupakan pola untuk menjadikan sesuatu menjadi banyak, sehingga /żakkara/ adalah ‘banyak
mengingatkan’.
Kemudian
/żakkara/
ditambah
dengan
ṣammir/pronomina (kata ganti orang ketiga jamak maskulin untuk fi’il muṣari’/imperfektif (kata kerja yang masih terus dilakukan yaitu konsonan ta sebagai prefiks/awalan), konsonan wawu dan nun sebagai sufiks/akhiran menjadi /tażakkaru:na/ yang artinya ‘kalian banyak mengingatkan’. Sedangkan /tażżakkaru:na/ yang terdapat tambahan konsonan dzal, tidak terdapat artinya dalam
kamus.
Perbedaan
bunyi
antara
kata
/tażakkaru:na/
dengan
/tażżakkaru:na/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan dzal. Dalam /tażakkaru:na/ hanya terdapat satu konsonan dzal, sedangkan dalam kata /tażżakkaru:na/ terdapat dua konsonan dzal. Jika dilihat dari kedua kata tersebut, tidak terdapat perbedaan fonem. Maksudnya, fonem kedua kata sama yaitu dzal sehingga tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan kedua bunyi ini juga terletak dari jumlah konsonan dzal. Perubahan kedua bunyi ini juga tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi. Oleh karena itu, perubahan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini dapat disebut sebagai variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 3. Dalam Surat Hud ayat 40 ِﻣﻦ ﻛﻞ زَوْﺟَﯿْﻦ/min kullin zawjayni/ terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca) pada /kullin/ menjadi ِ ﻛُﻞ/kulli/. Arti /kullin zawjayni/ dalam Al-Quran adalah ‘tiap-tiap binatang sepasang’. Dalam HW hlm 835, /kullin/ artinya every ‘tiapUniversitas Indonesia
84
tiap’; hlm 385, /zawjayni/ artinya ‘sepasang (dua pasang)’, berasal dari kata ٌ زَوْج/zawjun/ artinya couple ‘pasangan’. Sedangkan /kulli/ dalam kamus tersebut artinya sama dengan /kullin/ yaitu every ‘tiap-tiap’, begitu juga dengan /zawjayni/ yaitu ‘sepasang’. Perbedaan bunyi antara /kullin zawjayni/ dengan /kulli zawjayni/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan lam. Dalam /kullin/ konsonan lam bertanwin, sedangkan /kulli/ konsonan lam tidak bertanwin. Jika dilihat dari kedua kata tersebut, tidak terdapat perbedaan fonem. Maksudnya, fonem kedua bunyi sama yaitu lam, hanya saja tanda bacanya berbeda sehingga tidak terdapat pasangan minimal. Selain itu, perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi. Perbedaan i’rab (case/tanda baca) dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perbedaan ini dapat disebut sebagai variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 4. Dalam Surat Hud ayat 41 ﻣﺠﺮاھﺎ/majra:ha/ terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca) pada konsonan mim yaitu mim yang awalnya fathah/akusatif menjadi ṣammah/nominatif ﻣﺠﺮاھﺎ/mujra:ha:/ dan ditambah dengan imalah ra menjadi /mujre:ha:/. Arti /majra:ha/ dalam Al-Quran adalah ‘waktu berlayarnya’. Dalam HW hlm 121, /majra:ha/ berasal dari kata ﺟَﺮَى
/jara:/ artinya to flow ‘mengalir’. Kata
/majra:ha:/ adalah turunan dari pola pertama untuk kategori waktu. Sedangkan /mujre:ha:/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara kata /majra:ha:/ dengan /mujre:ha:/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan mim dan ra. Dalam kata /majra:ha:/ yaitu konsonan mim bertanda baca fathah/akusatif (a) dan konsonan ra bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan
dalam
kata
/mujre:ha:/
konsonan
mim
bertanda
baca
ṣammah/nominatif (u) dan konsonan ra dibaca imalah. Perbedaan bunyi pada kasus ini terletak pada perbedaan fonem vokal [a] dan [u] pada konsonan mim, juga [a] dan [e] pada konsonan ra. Perbedaan fonem vokal ini tidak menyebabkan pasangan minimal. Selain itu, perubahan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi. Oleh karena itu, perbedaan bunyi dalam kasus ini tidak terdapat
Universitas Indonesia
85
perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 5. Dalam Surat Hud ayat 42 ﯾَﺒُﻨَﻲﱠ/ya:bunayya/ terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca) pada konsonan ya yaitu ya yang awalnya fathah/akusatif menjadi kasrah/genitif /yabunayyi/. Arti /ya:bunayya/ dalam Al-Quran adalah ‘wahai anakku’. Dalam HW hlm 76, /ya:bunayya/ berasal dari /ya/ artinya ‘wahai’ dan /bunayya/ artinya my little son ‘anak kecilku’. Sedangkan /ya:bunayyi/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /ya:bunayya/ dengan /ya:bunayyi/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan ya. Dalam /ya:bunayya/ yaitu fathah/akusatif (a), sedangkan dalam /yabunayyi/ yaitu kasrah/genitif (i). Perbedaan bunyi ini terletak pada perbedaan fonem vokal. Perbedaan bunyi dalam kasus ini terdapat pasangan minimal karena lingkungannya sama. Perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ارْﻛَﺐْ ﻣﻌﻨﺎ/irkab ma’ana:/ dalam bacaan Hafṭ (bacaan yang awam di masyrakat) dibaca idga:m (masuk) /irkamma’ana:/, sedangkan dalam bacaan Abu ‘Amr dibaca iṣhar (jelas) /irkab ma’ana:/ sesuai dengan tulisannya. Arti /irkab ma’ana:/ dalam Al-Quran adalah ‘naiklah ke kapal bersama kami’. Dalam HW hlm 356, kata /irkab/ artinya ‘naiklah’ (merupakan bentuk fi’il ‘amr/imperatif/ kata perintah). Kata ini berasal dari kata َ رَﻛِﺐ/rakiba/ artinya to ride ‘menaiki’; /ma’ana:/ berasal dari /ma’a/ hlm 914 artinya together with ‘bersama dengan’; dan hlm /ana:/ artinya ‘saya’ (kata ganti orang pertama). Sedangkan kata /irkam/ berasal dari kata /rakama/ yang artinya to pile up ‘menumpuk-numpukkan’. Perbedaan bunyi antara /irkab ma’ana:/ dengan /irkam ma’ana:/ terdapat perbedaan fonem yaitu terletak pada konsonan ba. Pada kata /irkam ma’ana:/ konsonan ba dibaca mim, sedangkan pada /irkab ma’ana:/ konsonan ba tetap dibaca ba. Konsonan ba dan mim adalah dua fonem yang berbeda sehingga keduanya adalah fonem yang berbeda. Selain itu, perubahan kedua bunyi tersebut dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sebelum
Universitas Indonesia
86
atau sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi. Oleh karena itu, perubahan bunyi /irkab ma’ana:/ untuk idgham (masuk) terdapat perbedaan makna, tetapi tidak merubah pengertian. َ اﻟﻜَﺎﻓِﺮِﯾْﻦ/alka:firi:na/ dibaca taqli:l /alke:firi:na/. Arti /alka:firi:na/ dalam AlQuran adalah ‘orang-orang kafir’. Dalam HW hlm 832, /alka:firi:na/ berasal dari kata /kafara/ artinya irreligious ‘tidak beragama’. Sedangkan /alkefiri:na/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /alka:firi:na/ dengan /alke:firi:na/ yaitu terletak pada tanda baca di konsonan kaf. Pada kata /alka:firi:na/ konsonan kaf bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan pada kata /alke:firi:na/ konsonan kaf bertanda baca taqli:l (e). Dalam kasus ini, terdapat pasangan minimal karena lingkunganya sama. Dalam MSA, tidak terdapat pasangan minimal karena dalam MSA tidak terdapat vokal [e]. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi atau huruf sesudahnya sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek.
4.5.1 Al-Durri () ط 1. Dalam Surat Hud ayat 12 tidak terdapat bacaan Al-Durri 2. Dalam Surat Hud ayat 24 tidak terdapat bacaan Al-Durri 3. Dalam Surat Hud ayat 40 tidak terdapat bacaan Al-Durri 4. Dalam Surat Hud ayat 41 وَﻣُﺮْﺳَﮭَﺎ انﱠ/wamursa:ha: inna/ untuk bacaan Al-Durri, MJM dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat atau tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /wa mursaha:/ dalam Al-Quran adalah ‘dan berlabuhnya’. Dalam HW hlm 340, /mursa:ha:/ berasal dari kata رَﺳَﻰ/rasa:/ artinya to anchor ‘berlabuh’. Dalam ilmu fonologi, MJM ini berkaitan dengan durasi (panjang pendek). MJM hanya
Universitas Indonesia
87
terdapat dalam bacaan Al-Quran dan setiap imam qiraat memiliki kadar untuk menentukan panjang MJM tersebut. Jika dilihat dari perbedaan bunyi yang ada, tidak terdapat perbedaan fonem, hanya saja terdapat perbedaan mad/durasi di dalam bacaan Qira:?atu al-sab’ati. Perbedaan bunyi tersebut dipengaruhi oleh bunyi sesudah alif yaitu hamzah, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan bunyi dengan tetap mempertahankan bunyi yang sama sehingga disebut dengan asimilasi fonetis. Perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. 5. Dalam Surat Hud ayat 42 tidak terdapat bacaan Al-Durri
4.5.2 Al-Susi () ي 1. Dalam ayat 12 َ ﯾُﻮْﺣَﻰ إِﻟَﯿْﻚ/yu:ṣa: ilayka/ untuk bacaan Al-Susi, MJM dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat pada /yu:ṣa:/. Arti /yu:ṣa: ilayka/ dalam Al-Quran adalah ‘diwahyukan kepadamu’. Dalam HW hlm 1056, /yu:ṣa/ berasal dari kata وَﺣَﻰ /waṣa:/ artinya to inspire ‘mewahyukan’. Kata /yu:ṣa:/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yaṣi:/. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasagan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ٌ وَﺿَﺎﺋِﻖ/waṣa:iqun/ untuk bacaan Al-Susi, MWM dibaca tawassuṣ (sedang) dengan kadar 4-5 harakat. Arti /waṣa:iqun/ dalam Al-Quran adalah ‘dan sempit’. Dalam HW hlm 548, kata /ṣa:iqun/ artinya become narrow ‘menjadi sempit’ berasal dari /ṣa:qa/ artinya narrow ‘sempit’. Dalam Qira:?atu alsab’ati, MWM adalah apabila ada fonem mad/durasi berkumpul dengan
Universitas Indonesia
88
hamzah (hamzah jatuh sesudah fonem mad) dalam satu kalimah/kata. Adapun panjangnya dibaca dua setengah alif atau lima harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perubahan kedua bunyi dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. َ ﻟَﻮْﻟَﺎ أُﻧْﺰِل/lawla: unzila/ untuk bacaan Al-Susi, MJM dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat.
Arti /lawla: unzila/ dalam Al-Quran adalah ‘mengapa tidak
diturunkan’. Dalam HW hlm 881, /law/ artinya if ‘jika’; hlm 851, /la:/ artinya not ‘tidak’; hlm 956, /unzila/ berasal dari kata /nazala/ yang artinya to dismount ‘menurunkan’. Kata /unzila/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yanzilu/. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ﺟﺎء/ja:a/ untuk bacaan Al-Susi, MWM dibaca tawassuṣ (sedang) dengan kadar 4-5 harakat. Arti /ja:a/ dalam Al-Quran adalah ‘datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, /ja:a/ artinya ‘datang’. Dalam Qira:?atu alsab’ati, MWM adalah apabila ada fonem mad/durasi berkumpul dengan hamzah (hamzah jatuh sesudah fonem mad) dalam satu kalimah. Adapun panjangnya dibaca dua setengah alif atau lima harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perubahan kedua bunyi dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna.
Universitas Indonesia
89
إِﻧَﻤَﺎ أَﻧَﺖ/innama: anta/ untuk bacaan Al-Susi, MJM dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat. Arti /innama: anta/ dalam Al-Quran adalah ‘sesungguhnya kamu’. Dalam HW hlm 29, /innama:/ artinya however ‘bagaimanapun’; dalam /anta/ artinya you ‘kamu’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. 2. Dalam ayat 24 tidak terdapat bacaan Al-Susi 3. Dalam ayat 40 َ وَﻣَﺎءَاﻣَﻦ/wama: a:mana/ untuk bacaan Al-Susi, MJM dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat. Arti /wama: a:mana/ dalam Al-Quran adalah ‘dan orang-orang yang telah terdahulu ketetapannya’. Dalam HW hlm 1044, /wa/ artinya and ‘dan’; hlm 888 /ma/ sebagai indefinite pronoun maksudnya menerangkan orang atau sesuatu; hlm 29, /a:mana/ berasal dari kata /i:man/ artinya faith/belief ‘beriman/percaya’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ﻣَﻌَﮫُ إِﻻ/ma’ahu illa:/ untuk bacaan Al-Susi, MJM dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat. Arti /ma’ahu illa:/ dalam Al-Quran adalah ‘bersamanya kecuali’.
Universitas Indonesia
90
Dalam HW hlm 914, /ma’ahu/ berasal dari /ma’a/ artinya with ‘bersama’; dan /hu/ adalah ṣammir (kata ganti orang ketiga tunggal maskulin yaitu dia); /illa/ dalam halaman 22 artinya except ‘kecuali’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. 4. Dalam ayat 41 وَﻣُﺮْﺳَﮭَﺎ انﱠ/wamursa:ha: inna/ untuk bacaan Al-Susi, MJM dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat. Arti /wa mursaha:/ dalam Al-Quran adalah ‘dan berlabuhnya’. Dalam HW hlm 340, kata /mursa:ha:/ berasal dari kata رَﺳَﻰ /rasa:/ artinya to anchor ‘berlabuh’. Dalam ilmu fonologi, MJM ini berkaitan dengan durasi (panjang pendek). Durasi dalam bahasa Arab sebenarnya membedakan makna, tetapi durasi MJM dalam bacaan Qira:?atu al-sab’ati tidak membedakan makna dan hanya berupa variasi bunyi saja. Hal ini dikarenakan MJM hanya terdapat dalam bacaan Al-Quran dan setiap imam bacaan memiliki prosodi untuk menentukan panjangnya MJM tersebut. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. 5. Dalam ayat 42 tidak terdapat bacaan Al-Susi
Universitas Indonesia
91
4.6 Ibnu ‘Amir ( ) ك 1. Dalam Surat Hud ayat 12 َ ﯾُﻮْﺣَﻰ إِﻟَﯿْﻚ/yu:ṣa: ilayka/ untuk bacaan Ibnu ‘Amir, MJM dibaca tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat pada kata /yu:ṣa:/. Arti /yu:ṣa: ilayka/ dalam AlQuran adalah ‘diwahyukan kepadamu’. Dalam HW hlm 1056, /yu:ṣa/ berasal dari kata وَﺣَﻰ/waṣa:/ artinya to inspire ‘mewahyukan’. Kata /yu:ṣa:/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yaṣi:/. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ٌ وَﺿَﺎﺋِﻖ/waṣa:iqun/ untuk bacaan Ibnu ‘Amir, MWM dibaca tawassuṣ (sedang) dengan kadar 4-5 harakat. Arti /waṣa:iqun/ dalam Al-Quran adalah ‘dan sempit’. Dalam HW hlm 548, /ṣa:iqun/ artinya become narrow ‘menjadi sempit’ berasal dari kata /ṣa:qa/ artinya narrow ‘sempit’. Dalam Qira:?atu alsab’ati, MWM adalah apabila ada fonem mad/durasi berkumpul dengan hamzah (hamzah jatuh sesudah huruf mad) dalam satu kalimah/kata. Adapun panjangnya dibaca dua setengah alif atau lima harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perubahan kedua bunyi dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. َ ﻟَﻮْﻟَﺎ أُﻧْﺰِل/lawla: unzila/ untuk bacaan Ibnu ‘Amir, MJM dibaca tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /lawla: unzila/ dalam Al-Quran adalah ‘mengapa tidak diturunkan’. Dalam HW hlm 881, /law/ artinya if ‘jika’; dalam halaman 851, /la:/ artinya not ‘tidak’; hlm 956, kata /unzila/ berasal dari kata
Universitas Indonesia
92
/nazala/ yang artinya to dismount ‘menurunkan’. Kata /unzila/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yanzilu/. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ﺟﺎء/ja:a/ untuk bacaan Ibnu ‘Amir, MWM dibaca tawassuṣ (sedang) dengan kadar 4-5 harakat. Arti /ja:a/ dalam Al-Quran adalah ‘datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, kata /ja:a/ artinya ‘datang’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MWM adalah apabila ada fonem mad/durasi berkumpul dengan hamzah (hamzah jatuh sesudah fonem mad) dalam satu kalimah/kata. Adapun panjangnya dibaca dua setengah alif atau lima harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perubahan kedua bunyi dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. إِﻧَﻤَﺎ أَﻧَﺖ/innama: anta/ untuk bacaan Ibnu ‘Amir, MJM dibaca tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /innama: anta/ dalam Al-Quran adalah ‘sesungguhnya kamu’. Dalam HW hlm 29, /innama:/ artinya however ‘bagaimanapun’; dalam /anta/ artinya you ‘kamu’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat
Universitas Indonesia
93
pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. 2. Dalam Surat Hud ayat 24 َ ﺗَﺪَﻛَﺮُوْن/tażakkaru:na/ terdapat penambahan konsonan dzal (konsonan dzal menjadi bertasydid/bergeminasi) menjadi َ ﺗَﺪَﻛَﺮُوْن/tażżakkaru:na/. Arti kata /tażakkaru:na/ dalam Al-Quran adalah ‘mengambil peringatan’. Dalam HW hlm 310, /tażakkaru:na/ berasal dari kata َ دَﻛَﺮ/żakkara/ yang artinya to remind ‘mengingatkan’. Kata /żakkara/ adalah pola kedua yang merupakan pola untuk menjadikan sesuatu menjadi banyak, sehingga arti kata /żakkara/ adalah ‘banyak mengingatkan’. Kata /żakkara/ ditambah dengan ṣammir/pronomina (kata ganti orang ketiga jamak maskulin untuk fi’il muṣari’/imperfektif (kata kerja yang masih terus dilakukan yaitu konsonan ta sebagai prefiks/awalan), konsonan wawu dan nun sebagai sufiks/akhiran menjadi /tażakkaru:na/ yang artinya ‘kalian banyak mengingatkan’. Sedangkan /tażżakkaru:na/ yang terdapat tambahan konsonan dzal, tidak terdapat artinya. Perbedaan kedua bunyi tersebut adalah /tażakkaru:na/ hanya terdapat satu konsonan dzal, sedangkan dalam kata /tażżakkaru:na/ terdapat dua konsonan dzal. Jika dilihat dari kedua kata tersebut, tidak terdapat perbedaan fonem. Maksudnya, fonem kedua kata sama yaitu dzal sehingga tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan kedua bunyi ini juga terletak dari jumlah konsonan dzal. Perubahan kedua bunyi ini juga tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi yang disebut dengan disasimilasi. Oleh karena itu, perubahan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini dapat disebut sebagai variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 3. Dalam Surat Hud ayat 40 َوَﻣَﺎءَاﻣَﻦ
/wama:
a:mana/
untuk
bacaan
Ibnu
Amir,
MJM
dibaca
tawassuṣ/sedang (4-5 harakat). Arti /wama: a:mana/ dalam Al-Quran adalah
Universitas Indonesia
94
‘dan orang-orang yang telah terdahulu ketetapannya’. Dalam HW hlm 1044, /wa/ artinya and ‘dan’; hlm 888 /ma/ sebagai indefinite pronoun maksudnya menerangkan orang atau sesuatu; hlm 29, kata /a:mana/ berasal dari kata /i:man/ artinya faith/belief ‘beriman/percaya’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ﻣَﻌَﮫُ إِﻻ/ma’ahu illa:/ untuk bacaan Ibnu ‘Amir, MJM dibaca tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /ma’ahu illa:/ dalam Al-Quran adalah ‘bersamanya kecuali’. Dalam HW hlm 914, /ma’ahu/ berasal dari /ma’a/ artinya with ‘bersama’; dan /hu/ adalah ṣammir/kata ganti orang ketiga tunggal maskulin yaitu dia; /illa/ hlm 22 artinya except ‘kecuali’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. öä?í?Ì?æ?Ò ﻣﻦ ﻛﻞ/min kullin zawjayni/ terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca) pada /kullin/ menjadi ﻛُﻞ/kulli/. Arti /kullin zawjayni/ dalam Al-Quran adalah ‘tiap-tiap binatang sepasang’. Dalam HW hlm 835, /kullin/ artinya every ‘tiaptiap’; hlm 385, /zawjayni/ artinya ‘sepasang (dua pasang)’, berasal dari kata
Universitas Indonesia
95
ٌ زَوْج/zawjun/ artinya couple ‘pasangan’. Sedangkan /kulli/ dalam kamus tersebut artinya sama dengan /kullin/ yaitu every ‘tiap-tiap’, begitu juga dengan kata /zawjayni/ yaitu ‘sepasang’. Perbedaan bunyi antara /kullin zawjayni/ dengan /kulli zawjayni/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan lam. Dalam /kullin/ konsonan lam bertanwin, sedangkan /kulli/ konsonan lam tidak bertanwin. Jika dilihat dari kedua kata tersebut, tidak terdapat perbedaan fonem. Maksudnya, fonem kedua kata sama yaitu lam, hanya saja tanda bacanya berbeda sehingga tidak terdapat pasangan minimal. Selain itu, perubahan kedua bunyi tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi. Oleh karena itu, perubahan i’rab (case/tanda baca) dalam /kullin zawjayni/ tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini dapat disebut sebagai variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 4. Dalam Surat Hud ayat 41 ﻣﺠﺮاھَﺎ/majra:ha:/ terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca) pada huruf mim yaitu mim yang awalnya fathah/akusatif menjadi ṣammah/nominatif ﻣﺠﺮاھﺎ /mujra:ha:/. Arti kata /majra:ha/ dalam Al-Quran adalah ‘waktu berlayarnya’. Dalam HW hlm 121, kata /majra:ha/ berasal dari kata ﺟَﺮَى/jara:/ artinya to flow ‘mengalir’. Kata /majra:ha/ adalah turunan dari pola pertama untuk kategori waktu. Sedangkan arti kata /mujra:ha/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara kata /majra:ha/ dengan /mujra:ha/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan mim. Dalam kata /majra:ha/ yaitu fathah/akusatif (a), sedangkan dalam kata /mujra:ha/ yaitu ṣammah/nominatif (u). Jika dilihat dari kedua kata tersebut, tidak terdapat perbedaan fonem. Maksudnya, fonem kedua kata sama yaitu mim, hanya saja tanda bacanya berbeda, sehingga tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. َ وَﻣُﺮْﺳَﮭَﺎ إِن/wamursa:ha: inna/ untuk bacaan Ibnu ‘Amir, MWM dibaca tawassuṭ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /wa mursaha:/ dalam Al-Quran
Universitas Indonesia
96
adalah ‘dan berlabuhnya’. Dalam HW hlm 340, kata /mursa:ha:/ berasal dari kata رَﺳَﻰ/rasa:/ artinya to anchor ‘berlabuh’. Dalam ilmu fonologi, MJM ini berkaitan dengan durasi (panjang pendek). Durasi dalam bahasa Arab sebenarnya membedakan makna, tetapi durasi dalam MJM bacaan Qira:?atu al-sab’ati tidak membedakan makna dan hanya berupa variasi bunyi saja. Hal ini dikarenakan MJM hanya terdapat dalam bacaan Al-Quran dan setiap imam qiraat memiliki kadar untuk menentukan panjangnya MJM tersebut. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. 5. Dalam Surat Hud ayat 42 ﯾَﺒُﻨَﻲﱠ/ya:bunayya/ terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca) pada konsonan ya yaitu konsonan ya yang awalnya fathah/akusatif menjadi kasrah/nominatif /yabunayyi/. Arti /ya:bunayya/ dalam Al-Quran adalah ‘wahai anakku’. Dalam HW hlm 76, /ya:bunayya/ berasal dari /ya/ artinya ‘wahai’ dan /bunayya/ artinya my little son ‘anak kecilku’. Sedangkan /ya:bunayyi/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /ya:bunayya/ dengan /ya:bunayyi/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan ya. Dalam /ya:bunayya/ yaitu akusatif (a), sedangkan dalam /ya:bunayyi/ yaitu genitif (i). Jika dilihat dari kedua kata tersebut, tidak terdapat perbedaan fonem. Maksudnya, fonem konsonan kedua bunyi sama yaitu ya, hanya saja tanda bacanya berbeda. Dalam kasus ini, perbedaan bunyi tersebut terdapat pasangan minimal karena lingkungannya sama. Perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ارْﻛَﺐْ ﻣﻌﻨﺎ/irkab ma’ana:/ dalam bacaan Hafṭ (bacaan yang awam di masyrakat) dibaca idga:m (masuk) /irkamma’ana:/, sedangkan dalam bacaan
Universitas Indonesia
97
Ibnu ‘Amir dibaca iṣhar (jelas) /irkab ma’ana:/ sesuai dengan tulisannya. Arti /irkab ma’ana:/ dalam Al-Quran adalah ‘naiklah ke kapal bersama kami’. Dalam HW hlm 356, /irkab/ artinya ‘naiklah’ (merupakan bentuk fi’il ‘amr (imperatif/kata perintah). Kata ini berasal dari kata َ رَﻛِﺐ/rakiba/ artinya to ride ‘menaiki’; /ma’ana:/ berasal dari /ma’a/ hlm 914 artinya together with ‘bersama dengan’; hlm 29 /ana:/ artinya ‘saya’ (kata ganti orang pertama). Sedangkan /irkam/ berasal dari kata /rakama/ yang artinya to pile up ‘menumpuk-numpukkan’. Perbedaan bunyi antara /irkab ma’ana:/ dengan /irkam ma’ana:/ terdapat perbedaan fonem yaitu terletak pada konsonan ba. Pada /irkam ma’ana:/ konsonan ba dibaca mim, sedangkan pada /irkab ma’ana:/ konsonan ba tetap dibaca ba. Konsonan ba dan mim adalah dua fonem konsonan yang berbeda. Perubahan kedua bunyi tersebut juga dipengaruhi oleh bunyi atau huruf sesudahnya yaitu konsonan ba dipengaruhi oleh bunyi mim, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun secara fonem dan makna berbeda, dalam Qira:?atu al-sab’ati tidak menyebabkan perbedaan pengertian ayat tersebut (wawancara dengan Bpk. Ajiz).
4.6.1 Hisyam () ل 1. Dalam Surat Hud ayat 12 ﺟﺎء/ja:a/ jika dibaca waqf/jeda, maka ada 3 wajah/macam yaitu: ibdal hamzah dengan mad qaṣr/tawassuṣ/ṣul menjadi /ja:/. Arti /ja:a/ dalam Al-Quran adalah ‘datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, kata /ja:a/ artinya ‘datang’. Sedangkan /ja:/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /ja:a/ dengan /ja:/ terletak pada konsonan hamzah. Pada kata /ja:a/ terdapat konsonan hamzah setelah /ja:/, sedangkan /ja:/ tidak terdapat konsonan hamzah dan dibaca mad/durasi qaṣr/pendek, tawassuṣ/sedang, atau ṣul/panjang. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem dan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sebelum atau sesudahnya, sehingga terjadi
Universitas Indonesia
98
asimilasi. Perbedaan tidak terdapat perbedaan makna sehingga hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ﺷﻲء/syay in/ jika waqf (jeda/berhenti) dibaca 4 wajah/macam yaitu naql dengan sukun ﺷﻲ/syay/ atau rum ﺷﻲ/syayi/, ibdal hamzah dengan ya idga:m sukun í?Ô /syayy/ atau rum í?Ô /syayyi/. Arti /syay in/ dalam Al-Quran adalah ‘sesuatu’. Dalam HW hlm 495, /syay in/ artinya something ‘sesuatu’. Sedangkan /syay/, /syayi/, /syayy/, dan /syayyi/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan antara kata-kata tersebut terletak pada penyebutan konsonan ya. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem dan pasangan minimal. Perbedaan bunyi dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja karena perbedaan dialek. 2. Dalam Surat Hud ayat 24 tidak terdapat bacaan Hisyam 3. Dalam Surat Hud ayat 40 ﺟﺎء/ja:a/ jika dibaca waqf (jeda/berhenti), maka ada 3 wajah/macam yaitu: ibdal hamzah dengan mad qaṣr (pendek), tawassuṣ (sedang), dan ṣul (panjang) menjadi /ja:/. Arti /ja:a/ dalam Al-Quran adalah ‘datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, /ja:a/ artinya ‘datang’. Sedangkan /ja:/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /ja:a/ dengan /ja:/ terletak pada konsonan hamzah. Pada /ja:a/ terdapat konsonan hamzah setelah kata /ja:/, sedangkan pada /ja:/ tidak terdapat konsonan hamzah dan dibaca mad qaṣr (pendek), tawassuṣ (sedang), atau ṣul (panjang). Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem dan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja karena perbedaan dialek. 4. Dalam Surat Hud ayat 41 tidak terdapat bacaan Hisyam 5. Dalam Surat Hud ayat 42 tidak terdapat bacaan Hisyam
Universitas Indonesia
99
4.6.2 Ibnu Zakwan ( ) م 1. Dalam Surat Hud ayat 12 ﺟﺎء/ja:a/ dibaca imalah jim menjadi /je:a/. Arti kata /ja:a/ dalam Al-Quran adalah ‘datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, kata /ja:a/ artinya ‘datang’. Sedangkan /je:a/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan antara /ja:a/ dengan /je:a/ terletak pada konsonan jim. Pada kata /ja:a/ konsonan jim bertanda fathah/akusatif, sedangkan pada /je:a/ konsonan jim bertanda imalah. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem konsonan, tetapi fonem vokal yaitu [a] dan [e]. Dalam kasus ini, terdapat pasangan minimal karena lingkunganya sama. Dalam MSA, tidak terdapat pasangan minimal karena dalam MSA tidak terdapat vokal [e]. Perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi atau huruf sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja karena perbedaan dialek. 2. Dalam ayat 24 tidak terdapat bacaan Ibnu Zakwan 3. Dalam ayat 40 ﺟﺎء/ja:a/ dibaca imalah jim menjadi /je:a/. Arti kata /ja:a/ dalam Al-Quran adalah ‘datang’. Kemudian dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, kata /ja:a/ artinya ‘datang’. Sedangkan /je:a/ tidak terdapat artinya. Perbedaan antara /ja:a/ dengan /je:a/ terletak pada konsonan jim. Pada /ja:a/ konsonan jim bertanda fathah/akusatif, sedangkan /je:a/ konsonan jim bertanda imalah. Perbedaan bunyi antara /ja:a/ dengan /ja:/ terletak pada fonem hamzah. Pada /ja:a/ terdapat konsonan hamzah setelah kata /ja:/, sedangkan pada /ja:/ tidak terdapat konsonan hamzah dan dibaca durasi qaṣr (pendek), tawassuṣ (sedang), atau ṣul (panjang). Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem dan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini tidak
Universitas Indonesia
100
dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja karena perbedaan dialek. 4. Dalam ayat 41 tidak terdapat bacaan Ibnu Zakwan 5. Dalam ayat 42 tidak terdapat bacaan Ibnu Zakwan
4.7 ‘Aṡim () ن 1. Dalam Surat Hud ayat 12 َ ﯾُﻮْﺣَﻰ إِﻟَﯿْﻚ/yu:ṣa: ilayka/ untuk bacaan ‘Aṭim, MJM dibaca tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat pada kata /yu:ṣa:/. Arti /yu:ṣa: ilayka/ dalam AlQuran adalah ‘diwahyukan kepadamu’. Dalam HW hlm 1056, kata /yu:ṣa/ berasal dari kata وَﺣَﻰ/waṣa:/ artinya to inspire ‘mewahyukan’. Kata /yu:ṣa:/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yaṣi:/. Dalam Qira:?atu alsab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ٌ وَﺿَﺎﺋِﻖ/waṣa:iqun/ untuk bacaan ‘Aṭim, MWM dibaca tawassuṣ (sedang) dengan kadar 4-5 harakat. Arti /waṣa:iqun/ dalam Al-Quran adalah ‘dan sempit’. Dalam HW hlm 548, kata /ṣa:iqun/ artinya become narrow ‘menjadi sempit’ berasal dari kata /ṣa:qa/ artinya narrow ‘sempit’. Dalam Qira:?atu alsab’ati, MWM adalah apabila ada fonem mad berkumpul dengan hamzah
Universitas Indonesia
101
(hamzah jatuh sesudah fonem mad) dalam satu kalimah/kata. Adapun panjangnya dibaca dua setengah alif atau lima harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perubahan kedua bunyi dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. َ ﻟَﻮْﻟَﺎ أُﻧْﺰِل/lawla: unzila/ untuk bacaan ‘Aṭim, MJM dibaca tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /lawla: unzila/ dalam Al-Quran adalah ‘mengapa tidak diturunkan’. Dalam HW hlm 881, /law/ artinya if ‘jika’; hlm 851, /la:/ artinya not ‘tidak’; hlm 956, kata /unzila/ berasal dari kata /nazala/ yang artinya to dismount ‘menurunkan’. Kata /unzila/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yanzilu/. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ﺟﺎء/ja:a/ untuk bacaan ‘Aṭim, MWM dibaca tawassuṣ (sedang) dengan kadar 4-5 harakat. Arti /ja:a/ dalam Al-Quran adalah ‘datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir halaman 227, kata /ja:a/ artinya ‘datang’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MWM adalah apabila ada fonem mad/durasi berkumpul dengan hamzah (hamzah jatuh sesudah fonem mad) dalam satu kalimah/kata. Adapun panjangnya dibaca dua setengah alif atau lima harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perubahan kedua bunyi dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi
Universitas Indonesia
102
ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. إِﻧَﻤَﺎ أَﻧَﺖ/innama: anta/ untuk bacaan ‘Aṭim, MJM dibaca tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /innama: anta/ dalam Al-Quran adalah ‘sesungguhnya kamu’. Dalam HW hlm 29, /innama:/ artinya however ‘bagaimanapun’; /anta/ artinya you ‘kamu’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad /durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. 2. Dalam ayat 24 tidak terdapat bacaan ‘Aṭim 3. Dalam ayat 40 َ وَﻣَﺎءَاﻣَﻦ/wama: a:mana/ untuk bacaan ‘Aṭim, MJM dibaca tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /wama: a:mana/ dalam Al-Quran adalah ‘dan orangorang yang telah terdahulu ketetapannya’. Dalam HW hlm 1044, /wa/ artinya and ‘dan’; /ma/ sebagai indefinite pronoun maksudnya menerangkan orang atau sesuatu; hlm 29, /a:mana/ berasal dari kata /i:man/ artinya faith/belief ‘beriman/percaya’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna.
Universitas Indonesia
103
ﻣَﻌَﮫُ إِﻻ/ma’ahu illa:/ untuk bacaan ‘Aṭim, MJM dibaca tawassuṭ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /ma’ahu illa:/ dalam Al-Quran adalah ‘bersamanya kecuali’. Dalam HW hlm 914, /ma’ahu/ berasal dari /ma’a/ artinya with ‘bersama’; dan /hu/ adalah ṣammir (pronomina/kata ganti orang ketiga tunggal maskulin yaitu dia); /illa/ hlm 22 artinya except ‘kecuali’. Dalam Qira:?atu alsab’atu, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi
saja dan tidak terdapat
pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. 4. Dalam ayat 41 وَﻣُﺮْﺳَﮭَﺎ انﱠ/wamursa:ha: inna/ untuk bacaan ‘Aṭim, MJM dibaca tawassuṭ (4-5 harakat). Arti /wamursaha:/ dalam Al-Quran adalah ‘dan berlabuhnya’. Dalam HW hlm 340, /mursa:ha:/ berasal dari kata رَﺳَﻰ/rasa:/ artinya to anchor ‘berlabuh’. Dalam ilmu fonologi, MJM ini berkaitan dengan durasi (panjang pendek). Durasi dalam bahasa Arab sebenarnya membedakan makna, tetapi durasi dalam MJM bacaan Qira:?atu al-sab’ati tidak membedakan makna dan hanya berupa variasi bunyi saja. Hal ini dikarenakan MJM hanya terdapat dalam bacaan Al-Quran dan setiap imam qiraat memiliki prosodi untuk menentukan panjangnya MJM tersebut. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. 5. Dalam ayat 42
Universitas Indonesia
104
ارْﻛَﺐْ ﻣﻌﻨﺎ/irkab ma’ana:/ dalam bacaan Hafṭ (bacaan yang awam di masyrakat) dibaca idga:m (masuk) /irkamma’ana:/, sedangkan dalam bacaan ‘Aṭim dibaca idga:m (masuk) /irkamma’ana:/. Arti /irkab ma’ana:/ dalam AlQuran adalah ‘naiklah ke kapal bersama kami’. Dalam HW hlm 356, /irkab/ artinya ‘naiklah’ (merupakan bentuk fi’il amr/imperatif kata perintah). Kata ini berasal dari kata َ رَﻛِﺐ/rakiba/ artinya to ride ‘menaiki’; /ma’ana:/ berasal dari kata /ma’a/ hlm 914 artinya together with ‘bersama dengan’; hlm 29 /ana:/ artinya ‘saya’ (kata ganti orang pertama). Sedangkan /irkam/ berasal dari kata /rakama/ yang artinya to pile up ‘menumpuk-numpukkan’. Perbedaan bunyi antara /irkab ma’ana:/ dengan /irkam ma’ana:/ terdapat perbedaan fonem yaitu terletak pada konsonan ba. Pada /irkam ma’ana:/ konsonan ba dibaca mim, sedangkan pada /irkab ma’ana:/ konsonan ba tetap dibaca ba. Konsonan ba dan mim adalah fonem konsonan yang berbeda. Perubahan kedua bunyi tersebut juga dipengaruhi oleh bunyi atau huruf sesudahnya yaitu konsonan ba dipengaruhi oleh bunyi mim, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun secara fonem dan makna berbeda, dalam Qira:?atu al-sab’atu tidak menyebabkan perbedaan pengertian ayat tersebut (wawancara dengan Bpk. Ajiz).
4.7.1 Abu Bakar/ Syu’bah ( )ص 1. Dalam ayat 12 tidak terdapat bacaan Abu Bakar/Syu’bah 2. Dalam ayat 24 َ ﺗَﺪَﻛَﺮُوْن/tażakkaru:na/ terdapat penambahan konsonan dzal (konsonan dzal menjadi
bertasydid/bergeminasi)
menjadi
َﺗَﺪَﻛَﺮُوْن
/tażżakkaru:na/.
Arti
/tażakkaru:na/ dalam Al-Quran adalah ‘mengambil peringatan’. Dalam Kamus HW tahun 1980 hlm 310, kata /tażakkaru:na/ berasal dari kata َ دَﻛَﺮ/żakkara/ yang artinya to remind ‘mengingatkan’. Kata /żakkara/ adalah pola kedua yang merupakan pola untuk menjadikan sesuatu menjadi banyak, sehingga arti kata /żakkara/ adalah ‘banyak mengingatkan’. Kata /żakkara/ ditambah dengan
Universitas Indonesia
105
ṣammir/pronomina (kata ganti orang ketiga jamak maskulin untuk fi’il muṣari’/imperfektif (kata kerja yang masih terus dilakukan) yaitu konsonan ta sebagai prefiks (awalan), konsonan wawu dan nun sebagai sufiks (akhiran) menjadi /tażakkaru:na/ yang artinya ‘kalian banyak untuk mengingatkan’. Sedangkan kata /tażżakkaru:na/ yang terdapat tambahan konsonan dzal, tidak terdapat artinya. Perbedaan kedua bunyi tersebut adalah /tażakkaru:na/ hanya terdapat satu konsonan dzal, sedangkan dalam kata /tażżakkaru:na/ terdapat dua konsonan dzal. Jika dilihat dari kedua kata tersebut, tidak terdapat perbedaan fonem. Maksudnya, fonem kedua kata sama yaitu dzal sehingga tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan kedua bunyi ini juga terletak dari jumlah konsonan dzal. Perubahan kedua bunyi ini juga tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi yang disebut dengan disasimilasi. Oleh karena itu, perubahan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini dapat disebut sebagai variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 3. Dalam Surat Hud ayat 40 ِﻣﻦ ﻛﻞ زَوْﺟَﯿْﻦ/min kullin zawjayni/ terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca) pada kata /kullin/ menjadi ﻛﻞ/kulli/. Arti /kullin zawjayni/ dalam Al-Quran adalah ‘tiap-tiap binatang sepasang’. Dalam HW hlm 835, /kullin/ artinya every ‘tiap-tiap’; hlm 385, /zawjayni/ artinya ‘sepasang (dua pasang)’, berasal dari kata ٌ زَوْج/zawjun/ artinya couple ‘pasangan’. Sedangkan /kulli/ sama artinya dengan /kullin/ yaitu every ‘tiap-tiap’, begitu juga dengan /zawjayni/ yaitu ‘sepasang’. Perbedaan bunyi antara /kullin zawjayni/ dengan /kulli zawjayni/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan lam. Dalam /kullin/ konsonan lam bertanwin, sedangkan dalam /kulli/ konsonan lam tidak bertanwin. Jika dilihat dari perbedaan bunyi tersebut, tidak terdapat perbedaan fonem. Maksudnya, fonem kedua bunyi sama yaitu lam, hanya saja tanda bacanya berbeda sehingga tidak terdapat pasangan minimal. Selain itu, perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi yang disebut dengan disasimilasi. Perbedaan i’rab (case/tanda baca) dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna Universitas Indonesia
106
sehingga perbedaan ini dapat disebut sebagai variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 4. Dalam Surat Hud ayat 41 ﻣﺠﺮاھَﺎ/majra:ha/ terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca) pada konsonan mim yaitu mim yang awalnya fathah/akusatif menjadi ṣammah/nominatif ﻣُﺠْﺮَھَﺎ/mujra:ha:/. Arti kata /majra:ha/ dalam Al-Quran adalah ‘waktu berlayarnya’. Dalam HW hlm 121, /majra:ha/ berasal dari kata ﺟَﺮَى/jara:/ artinya to flow ‘mengalir’. Kata /majra:ha/ adalah turunan dari pola pertama untuk kategori waktu. Sedangkan /mujra:ha/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara kata /majra:ha/ dengan /mujra:ha/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan mim. Dalam kata /majra:ha/ yaitu fathah/akusatif (a), sedangkan /mujra:ha/ yaitu ṣammah/nominatif (u). Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem konsonan karena konsonan kedua kata tersebut sama yaitu mim. Sedangkan untuk fonem vokalnya terdapat perbedaan. Perbedaan bunyi ini terdapat pasangan minimal karena lingkungannya sama. Perbedaan bunyi tidak terdapat asimilasi sehingga disebut disasimilasi. Perubahan bunyi tanda baca dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 5. Dalam Surat Hud ayat 42 tidak terdapat bacaan Abu Bakar/Syu’bah
4.7.2 Hafṡ ( ) ع 1. Dalam Surat Hud ayat 12, bacaan Hafṭ tidak terdapat perubahan. 2. Dalam Surat Hud ayat 24, bacaan Hafṭ tidak terdapat perubahan. 3. Dalam Surat Hud ayat 40, bacaan Hafṭ tidak terdapat perubahan. 4. Dalam Surat Hud ayat 41 ﻣﺠﺮاھﺎ/majra:ha/ konsonan ra dibaca imalah yaitu /majre:ha/. Arti /majra:ha/ dalam Al-Quran adalah ‘berlayarnya’. Dalam HW hlm 121, /majra:ha/ berasal
Universitas Indonesia
107
dari kata /jara:/ yang artinya to flow ‘mengalir’. Sedangkan /majre:ha/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /majra:ha/ dengan /majre:ha/ yaitu terletak pada tanda baca di konsonan ra. Pada /majra:ha/ konsonan ra bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan /majre:ha:/ konsonan ra bertanda imalah (e). Fonem konsonan dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan, sedangkan fonem vokal terdapat perbedaan. Perbedaan fonem vokal ini menyebabkan pasangan minimal karena lingkungannya sama. Perubahan bunyi imalah ini karena bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi konsonan yang fathah/akusatif bertemu dengan alif yang aslinya ya. Hal ini menyebabkan asimilasi regresif. Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut dengan asimilasi fonemis. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 5. Dalam Surat Hud ayat 42, bacaan Hafṭ tidak terdapat perubahan.
4.8 Hamzah () ف 1. Dalam Surat Hud ayat 12 ﯾُﻮْﺣَﻰ/yu:ha:/ konsonan ya di akhir kalimah/kata dibaca imalah /yu:he:/. Arti kata /yu:ṣa:/ dalam Al-Quran adalah ‘diwahyukan'. Dalam HW hlm 1056, /yu:ṣa/ berasal dari kata وَﺣَﻰ/waṣa:/ artinya to inspire ‘mewahyukan’. Kata /yu:ṣa:/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yaṣi:/. Sedangkan /yu:ṣe:/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /yu:ṣa:/ dengan /yu:ṣe:/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan /ṣ/. Dalam kata /yu:ṣa:/ konsonan ṣa bertanda fathah/akusatif (a), sedangkan dalam kata /yu:ṣe:/ konsonan ṣa dibaca imalah (e). Fonem konsonan dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan, sedangkan fonem vokal terdapat perbedaan. Perbedaan fonem vokal ini menyebabkan pasangan minimal karena lingkungannya sama. Perubahan bunyi imalah ini karena bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi konsonan yang fathah/akusatif bertemu dengan alif yang aslinya ya. Hal ini menyebabkan asimilasi regresif.
Universitas Indonesia
108
Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut dengan asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi dalam kasus ini juga terdapat pasangan minimal karena lingkunganya sama. Namun, dalam MSA, tidak terdapat pasangan minimal karena dalam MSA tidak terdapat vokal [e]. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. َ ﯾُﻮْﺣَﻰ إِﻟَﯿْﻚ/yu:ṣa: ilayka/ untuk bacaan Hamzah, MJM dibaca ṣul (panjang) yaitu 6 harakat pada /yu:ṣa:/. Arti /yu:ṣa: ilayka/ dalam Al-Quran adalah ‘diwahyukan kepadamu’. Dalam HW hlm 1056, kata /yu:ṣa/ berasal dari kata وَﺣَﻰ/waṣa:/ artinya to inspire ‘mewahyukan’. Kata /yu:ṣa:/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yaṣi:/. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ٌ وَﺿَﺎﺋِﻖ/waṣa:iqun/ untuk bacaan Hamzah, MWM dibaca ṣul (panjang) dengan kadar 6 harakat. Arti /waṣa:iqun/ dalam Al-Quran adalah ‘dan sempit’. Dalam HW hlm 548, kata /ṣa:iqun/ artinya become narrow ‘menjadi sempit’ berasal dari kata /ṣa:qa/ artinya narrow ‘sempit’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MWM adalah apabila ada fonem mad berkumpul dengan hamzah (hamzah jatuh sesudah huruf mad) dalam satu kalimah/kata. Adapun panjangnya dibaca dua setengah alif atau lima harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perubahan kedua bunyi dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut
Universitas Indonesia
109
asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. َ ﻟَﻮْﻟَﺎ أُﻧْﺰِل/lawla: unzila/ untuk bacaan Hamzah, MJM dibaca ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Arti /lawla: unzila/ dalam Al-Quran adalah ‘mengapa tidak diturunkan’. Dalam HW hlm 881, /law/ artinya if ‘jika’; hlm 851, /la:/ artinya not ‘tidak’; hlm 956, kata /unzila/ berasal dari kata /nazala/ yang artinya to dismount ‘menurunkan’. Kata /unzila/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yanzilu/. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ﺟﺎء/ja:a/ untuk bacaan Hamzah, mad wajib muttaṣil dibaca ṭul (panjang) dengan prosodi 6 harakat. Arti kata /ja:a/ dalam Al-Quran adalah ‘datang’. Kemudian dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir halaman 227, kata /ja:a/ artinya datang. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MWM adalah apabila ada huruf mad berkumpul dengan hamzah (hamzah jatuh sesudah huruf mad) dalam satu kalimah. Adapun panjangnya dibaca dua setengah alif atau lima harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perubahan kedua bunyi dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya,
sehingga
terjadi
asimilasi
regresif.
Asimilasi
ini
tetap
mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. إِﻧَﻤَﺎ أَﻧَﺖ/innama: anta/ untuk bacaan Hamzah, MJM dibaca ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Arti /innama: anta/ dalam Al-Quran adalah ‘sesungguhnya kamu’. Kemudian dalam Kamus Arab Inggris HW hlm 29, /innama:/ artinya however
Universitas Indonesia
110
‘bagaimanapun’; /anta/ artinya you ‘kamu’. Dalam Qira:?atu al-sab’atu, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ﺟﺎء/ja:a/ jika dibaca waqf/jeda, maka ada 3 wajah/macam yaitu: ibdal hamzah dengan mad qaṣr/tawassuṣ/ṣul menjadi /ja:/. Arti /ja:a/ dalam Al-Quran adalah ‘datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, kata /ja:a/ artinya ‘datang’. Sedangkan /ja:/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /ja:a/ dengan /ja:/ terletak pada konsonan hamzah. Pada kata /ja:a/ terdapat konsonan hamzah setelah /ja:/, sedangkan /ja:/ tidak terdapat konsonan hamzah dan dibaca mad/durasi qaṣr/pendek, tawassuṣ/sedang, atau ṣul/panjang. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem dan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi atau huruf sebelum atau sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi. Perbedaan tidak terdapat perbedaan makna sehingga hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ﺷﻲء/syay in/ jika waqf (jeda/berhenti) dibaca 4 wajah/macam yaitu naql dengan sukun ﺷﻲ/syay/ atau rum ﺷﻲ/syayi/, ibdal hamzah dengan ya idga:m sukun í?Ô /syayy/ atau rum í?Ô /syayyi/. Arti /syay in/ dalam Al-Quran adalah ‘sesuatu’. Dalam HW hlm 495, /syay in/ artinya something ‘sesuatu’. Sedangkan /syay/, /syayi/, /syayy/, dan /syayyi/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan antara kata-kata tersebut terletak pada penyebutan konsonan ya. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem dan pasangan minimal. Perbedaan bunyi dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi
Universitas Indonesia
111
asimilasi. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja karena perbedaan dialek. ﺟﺎء/ja:a/ dibaca imalah jim menjadi /je:a/. Arti kata /ja:a/ dalam Al-Quran adalah ‘datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, kata /ja:a/ artinya ‘datang’. Sedangkan /je:a/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan antara /ja:a/ dengan /je:a/ terletak pada konsonan jim. Pada kata /ja:a/ konsonan jim bertanda fathah/akusatif, sedangkan pada /je:a/ konsonan jim bertanda imalah. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem konsonan, tetapi fonem vokal yaitu [a] dan [e]. Dalam kasus ini, terdapat pasangan minimal karena lingkunganya sama. Dalam MSA, tidak terdapat pasangan minimal karena dalam MSA tidak terdapat vokal [e]. Perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sesudahnya sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 2. Dalam ayat 24 ﻛﺎﻷﻋﻤﻰ/kal a’ma:/ dibaca imalah menjadi /kal a’me:/. Arti /kala’ma:/ dalam Al-Quran adalah ‘seperti orang buta’. Dalam HW, /ka/ dalam hlm 906 artinya like ‘seperti’; hlm 647, /al a’ma:/ artinya blind ‘buta’. Sedangkan /kala’me:/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /kal a’ma:/ dengan /kala’me:/ yaitu terletak pada tanda baca di konsonan mim. Pada kata /kal a’ma:/ konsonan mim bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan pada /kala’me:/ konsonan mim bertanda baca imalah (e). Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem konsonan, tetapi fonem vokal yaitu [a] dan [e]. Dalam kasus ini, terdapat pasangan minimal karena lingkunganya sama. Dalam MSA, tidak terdapat pasangan minimal karena dalam MSA tidak terdapat vokal [e]. Perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun seperti itu, perbedaan
Universitas Indonesia
112
bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja karena perbedaan dialek. 3. Dalam Surat Hud ayat 40 ِ ﻣﻦ ﻛﻞ زَوْﺟَﯿْﻦ/min kullin zawjayni/ terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca) pada kata /kullin/ menjadi ﻛﻞ/kulli/. Arti /kullin zawjayni/ dalam Al-Quran adalah ‘tiap-tiap binatang sepasang’.Dalam HW hlm 835, /kullin/ artinya every ‘tiap-tiap’; hlm 385, /zawjayni/ artinya ‘sepasang (dua pasang)’, berasal dari kata ٌ زَوْج/zawjun/ artinya couple ‘pasangan’. Sedangkan /kulli/ sama artinya dengan /kullin/ yaitu every ‘tiap-tiap’, begitu juga dengan /zawjayni/ yaitu ‘sepasang’. Perbedaan bunyi antara /kullin zawjayni/ dengan /kulli zawjayni/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan lam. Dalam /kullin/ konsonan lam bertanwin, sedangkan dalam /kulli/ konsonan lam tidak bertanwin. Jika dilihat dari perbedaan bunyi tersebut, tidak terdapat perbedaan fonem. Maksudnya, fonem kedua bunyi sama yaitu lam, hanya saja tanda bacanya berbeda sehingga tidak terdapat pasangan minimal. Selain itu, perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi yang disebut dengan disasimilasi. Perbedaan i’rab/tanda baca dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perbedaan ini dapat disebut sebagai variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. َ وَأَھْﻠَﻚ/wa ahlaka/ jika waqf (jeda/berhenti), maka dibaca tashil /wa halaka/ atau tahqi:q (tetap). Arti /wa ahlaka/ dalam Al-Quran adalah ‘dan keluargamu’. Dalam HW hlm 33, /ahlaka/ berasal dari kata /ahlun/ yang artinya family ‘keluarga’. Sedangkan /hahlaka/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan antara /ahlaka/ dengan /halaka/ terletak pada konsonan hamzah yang berubah menjadi konsonan ha. Konsonan hamzah dan ha adalah dua fonem yang berbeda (fonem konsonan berbeda). Perbedaan bunyi ini menyebabkan pasangan minimal karena lingkungannya sama. Perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan
Universitas Indonesia
113
makna sehingga perubahan ini dapat disebut sebagai variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. َ وَﻣَﺎ ءَاﻣَﻦ/wama: a:mana/ untuk bacaan Hamzah, MJM dibaca ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Arti /wama: a:mana/ dalam Al-Quran adalah ‘dan orang-orang yang telah terdahulu ketetapannya’. Dalam HW hlm 1044, /wa/ artinya and ‘dan’; hlm 88 /ma/ sebagai indefinite pronoun maksudnya menerangkan orang atau sesuatu; dalam hlm 29, kata /a:mana/ berasal dari kata /i:man/ artinya faith/belief ‘beriman/percaya’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ﻣَﻌَﮫُ إِﻻ/ma’ahu illa:/ untuk bacaan Hamzah, MJM dibaca ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Arti /ma’ahu illa:/ dalam Al-Quran adalah ‘bersamanya kecuali’. Dalam HW hlm 914, /ma’ahu/ berasal dari /ma’a/ artinya with ‘bersama’; dan /hu/ adalah ṣammir/pronomina/kata ganti orang ketiga tunggal maskulin yaitu dia; /illa/ hlm 22 artinya except ‘kecuali’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ﺟﺎء/ja:a/ jika dibaca waqf (jeda/berhenti), maka ada 3 wajah/macam yaitu: ibdal hamzah dengan mad qaṣr/tawassuṣ/ṣul menjadi /ja:/. Arti /ja:a/ dalam
Universitas Indonesia
114
Al-Quran adalah ‘datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, kata /ja:a/ artinya ‘datang’. Sedangkan /ja:/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /ja:a/ dengan /ja:/ terletak pada huruf hamzah. Pada kata /ja:a/ terdapat konsonan hamzah setelah /ja:/, sedangkan /ja:/ tidak terdapat konsonan hamzah dan dibaca mad qaṣr/pendek, tawassuṣ/sedang, atau ṣul/panjang. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem dan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi atau huruf sebelum atau sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi. Perbedaan tidak terdapat perbedaan makna sehingga hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ﺟﺎء/ja:a/ dibaca imalah jim menjadi /je:a/. Arti kata /ja:a/ dalam Al-Quran adalah ‘datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, kata /ja:a/ artinya ‘datang’. Sedangkan /je:a/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan antara /ja:a/ dengan /je:a/ terletak pada konsonan jim. Pada kata /ja:a/ konsonan
jim bertanda fathah/akusatif, sedangkan pada /je:a/
konsonan jim bertanda imalah. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem konsonan, tetapi fonem vokal yaitu [a] dan [e]. Dalam kasus ini, terdapat pasangan minimal karena lingkunganya sama. Dalam MSA, tidak terdapat pasangan minimal karena dalam MSA tidak terdapat vokal [e]. Perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi atau huruf sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja karena perbedaan dialek. 4. Dalam Surat Hud ayat 41 َ وَﻣُﺮْﺳَﮭَﺎ إِن/wamursa:ha: inna/ untuk bacaan Hamzah, MJM dibaca ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Arti /wamursa:ha:/ dalam Al-Quran adalah ‘dan berlabuhnya’. Dalam HW hlm 340, kata /mursa:ha:/ berasal dari kata رَﺳَﻰ /rasa:/ artinya to anchor ‘berlabuh’. Dalam ilmu fonologi, MJM ini berkaitan dengan durasi (panjang pendek). Durasi dalam bahasa Arab sebenarnya membedakan makna, tetapi durasi dalam MJM bacaan Qira:?atu al-sab’ati tidak membedakan makna dan hanya berupa variasi bunyi saja. Hal ini
Universitas Indonesia
115
dikarenakan MJM hanya terdapat dalam bacaan Al-Quran dan setiap imam bacaan memiliki prosodi untuk menentukan panjangnya MJM tersebut. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ﻣﺠﺮاھﺎ/majra:ha/ konsonan ra dibaca imalah yaitu /majreha/. Arti /majra:ha/ dalam Al-Quran adalah ‘berlayarnya’. Dalam HW hlm 121, /majra:ha/ berasal dari kata /jara:/ yang artinya to flow ‘mengalir’. Sedangkan /majre:ha/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /majra:ha/ dengan /majre:ha/ yaitu terletak pada tanda baca di konsonan ra. Pada /majra:ha/ konsonan ra bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan /majre:ha:/ konsonan ra bertanda imalah (e). Fonem konsonan dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan, sedangkan fonem vokal terdapat perbedaan. Perbedaan fonem vokal ini menyebabkan pasangan minimal karena lingkungannya sama. Perubahan bunyi imalah ini karena bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi fonem yang fathah/akusatif bertemu dengan alif yang aslinya ya. Hal ini menyebabkan asimilasi regresif. Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut dengan asimilasi fonemis. Dalam kasus ini juga terdapat pasangan minimal karena lingkunganya sama. Namun, dalam MSA, tidak terdapat pasangan minimal karena dalam MSA tidak terdapat vokal [e]. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. وَﻣُﺮْﺳَﮭَﺎ/wa mursa:ha:/ dibaca imalah /wamurshe:ha:/ atau fathah/akusatif /wa mursa:ha:/. Arti /wa mursa:ha:/ dalam Al-Quran adalah ‘dan berlabuhnya’. Dalam Kamus HW hlm 340, kata /mursa:ha:/ berasal dari kata رَﺳَﻰ/rasa:/ artinya to anchor ‘berlabuh’. Sedangkan /wamurse:ha:/ tidak terdapat artinya.
Universitas Indonesia
116
Perbedaan bunyi antara /wamursa:ha:/ dengan /wamurse:ha:/ yaitu terletak pada tanda baca di konsonan sin. Pada /wa mursa:ha:/ konsonan sin bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan /wa murse:ha/ konsonan sin bertanda baca imalah (e). Fonem konsonan dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan, sedangkan fonem vokal terdapat perbedaan. Perbedaan fonem vokal ini menyebabkan pasangan minimal karena lingkungannya sama. Perubahan bunyi imalah ini karena bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi konsonan yang fathah bertemu dengan alif yang aslinya ya. Hal ini menyebabkan asimilasi regresif. Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut dengan asimilasi fonemis. Dalam kasus ini juga terdapat pasangan minimal karena lingkunganya sama. Namun, dalam MSA, tidak terdapat pasangan minimal karena dalam MSA tidak terdapat vokal [e]. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 5. Dalam Surat Hud ayat 42 وَﻧَﺎدَى/wana:da:/ dibaca imalah /wana:de:/ atau fathah/akusatif /wana:da:/. Arti /wa na:da:/ dalam Al-Quran adalah ‘dan memanggil’. Dalam Kamus HW hlm 1044, /wa/ artinya and ‘dan’; kata /na:da:/ artinya ‘memanggil’. Sedangkan /wana:de:/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /wana:da:/ dengan /wana:de:/ yaitu terletak pada tanda baca di konsonan dal. Pada /wana:da:/ konsonan dal bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan pada /wana:de:/ konsonan dal bertanda baca imalah (e). Fonem konsonan dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan, sedangkan fonem vokal terdapat perbedaan. Perbedaan fonem vokal ini menyebabkan pasangan minimal karena lingkungannya sama. Perubahan bunyi imalah ini karena bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi konsonan yang fathah/akusatif bertemu dengan alif yang aslinya ya. Hal ini menyebabkan asimilasi regresif. Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut dengan asimilasi fonemis. Dalam kasus ini juga terdapat pasangan minimal karena lingkunganya sama. Namun, dalam MSA, tidak terdapat pasangan minimal karena dalam MSA tidak terdapat vokal [e]. Walaupun
Universitas Indonesia
117
seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ﯾَﺒُﻨَﻲﱠ/ya:bunayya/ terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca) pada konsonan ya yaitu ya yang awalnya fathah/akusatif menjadi kasrah/genitif /ya:bunayyi/. Arti /ya:bunayya/ dalam Al-Quran adalah ‘wahai anakku’. Dalam HW hlm 76, /ya:bunayya/ berasal dari /ya/ artinya ‘wahai’ dan /bunayya/ artinya my little son ‘anak kecilku’. Sedangkan /ya:bunayyi/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /ya:bunayya/ dengan /ya:bunayyi/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan ya. Dalam /ya:bunayya/ yaitu fathah/akusatif (a), sedangkan /yabunayyi/ yaitu kasrah/genitif (i). Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem konsonan karena konsonan kedua kata tersebut sama yaitu mim. Sedangkan untuk tanda bacanya terdapat perbedaan. Perbedaan bunyi ini juga tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi. Perubahan bunyi tanda baca dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek.
4.8.1 Khalaf () ض 1. Dalam Surat Hud ayat 12 أَنْ ﯾَﻘُﻮْﻟُﻮُا/anyaqu:lu:/ untuk semua bacaan, konsonan nun bertemu dengan ya dibaca idga:m bigunnah (masuk dengan berdengung) menjadi /ayyyaqu:lu:/. Namun, dalam bacaan Khalaf tidak dibaca dengung (tarkul gunnah/tanpa dengung) sehingga konsonan ya dibaca seperti bertasydid/bergeminasi yaitu /ayyaqu:lu:/. Arti /anyaqu:lu:/ dalam Al-Quran adalah ‘bahwa mereka mengatakan’. Kata /ayyaqu:lu:/ berasal dari kata /an/ dan /yaqu:lu:/. Kata /an/ dalam HW hlm 29 artinya even if ‘sungguhpun’; /yaqu:lu:/ hlm 797 artinya to speak ‘berbicara’. Sedangkan /ayyaqu:lu:/ sama artinya. Perbedaan bunyi ini terletak pada penyebutan konsonan nun dan ya. Perbedaan bunyi antara dengung dan tidak dengung ini tidak terdapat perbedaan fonem dan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi ya
Universitas Indonesia
118
yang mempengaruhi bunyi nun selaku bunyi pertama, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ْ ﻛَﻨْﺰٌ أَو/kanzun aw/ jika waṣl (tidak berhenti) dibaca sakt (berjeda) menjadi /kanzun aw/ atau tahqi:q (tetap) /kanzun aw/. Jika waqf (berhenti) dibaca naql /kanzu naw/ atau sakt/bertekanan dan naql (pindah) atau tahqi:q. Arti /kanzun aw/ dalam Al-Quran adalah ‘perbendaharaan (kekayaan) atau’. Dalam HW hlm 842, /kanzun/ artinya treasure ‘harta benda’; hlm 33, kata /aw/ artinya or ‘atau’. Sedangkan /kanzu naw/ tidak terdapat artinya. Perbedaan antara /kanzun aw/ dengan /kanzu naw/ terletak pada konsonan zay pada /kanzun/ dan hamzah pada /aw/. Pada /kanzun aw/, konsonan zay bertanda ṣammahtain, sedangkan pada /kanzu naw/ konsonan zay bertanda ṣammah/nominatif dan hamzah pada /aw/ berubah menjadi konsonan nun sehingga dibaca /naw/. Perubahan konsonan hamzah menjadi nun tidak membedakan makna walaupun keduanya adalah dua fonem yang berbeda. Begitu juga dengan sakt/tekanan juga tidak membedakan makna. Perbedaan bunyi ini tidak menyebabkan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi atau huruf sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja. ﻣَﻠَﻚٌ إِﻧَﻤَﺎ/malakun innama:/ jika waṣl (sambung/tidak jeda), dibaca sakt/bertekanan di konsonan kaf /malakun innama:/ atau tahqi:q. Jika waqf (berhenti/jeda), dibaca naql /malaku ninnama:/ atau sakt dan naql atau tahqi:q. Arti /malakun innama:/ dalam Al-Quran adalah ‘malaikat sesungguhnya’. Dalam HW hlm 922, /malakun/ artinya angel ‘malaikat’; hlm 29, /innama:/ artinya however ‘bagaimanapun’. Sedangkan /malaku ninnama:/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /malakun innama:/ dengan /malaku ninnama:/ yaitu terletak pada konsonan kaf dan hamzah. Pada kata /malakun/ konsonan kaf bertanda ṣammahtain, sedangkan pada kata /malaku/ konsonan kaf
bertanda ṣammah/nominatif dan hamzah pada
Universitas Indonesia
119
/innama:/ berubah menjadi konsonan nun menjadi /ninnama:/. Perubahan konsonan hamzah menjadi nun tidak membedakan makna walaupun keduanya adalah dua huruf yang berbeda. Begitu juga dengan sakt/tekanan pada konsonan kaf tidak membedakan makna. Perbedaan bunyi ini tidak menyebabkan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga hanya variasi bunyi saja. ﻧَﺪِﯾْﺮٌ واﷲ/nażi:run walla:hu/ untuk semua bacaan, ṣammahtain bertemu dengan wawu dibaca idga:m bigunnah (masuk dengan berdengung) menjadi /nażi:ruwwwalla:hu/. Namun, dalam bacaan Khalaf tidak dibaca dengung (tarkul gunnah/tanpa dengung) sehingga fonem wawu dibaca seperti bertasydid /bergeminasi yaitu /nażi:ruwwalla:hu/. Arti /nażi:run/ dalam Al-Quran adalah ‘pemberi peringatan’. Dalam HW, /nażiruwwwalla:hu/ berasal dari kata /nażi:run/ dan /alla:hu/; hlm 953, /nażi:run/ adalah warner ‘orang yang memberi peringatan’; hlm 24, /alla:hu/ yaitu god ‘tuhan’. Sedangkan /nażiruwwalla:hu/ dalam kamus sama artinya. Perbedaan bunyi antara /nażi:ruwwwalla:hu/ dengan /nażi:ruwwalla:hu/ yaitu terletak pada penyebutan konsonan nun dan wawu. Perbedaan bunyi antara dengung dan tidak dengung ini tidak terdapat perbedaan fonem dan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi wawu yang mempengaruhi bunyi nun selaku bunyi pertama, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ﺷﻲء/syay in/ jika waṣl (sambung/tidak jeda), dibaca sakt/bertekanan pada huruf ya menjadi /syay in/. Arti /syay in/ dalam Al-Quran adalah ‘sesuatu’. Dalam HW hlm 495, kata /syay in/ artinya something ‘sesuatu’. Sedangkan /syay in/ sama artinya. Perbedaan antara /syay in/ dengan /syay in/ yaitu terletak pada penyebutan konsonan ya. Pada /syay in/ konsonan ya dibaca sukun/jusif seperti biasa, sedangkan pada /syay
in/ konsonan ya dibaca
Universitas Indonesia
120
sukun/jusif kemudian diam sejenak dengan tekanan konsonan ya. Hal ini disebut dengan sakt/tekanan. Perbedaan bunyi ini tidak menyebabkan perbedaan fonem dan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi atau huruf sesudahnya ya yaitu hamzah, sehingga terjadi asimilasi regresif. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ٌ ﺷﻲء وَﻛِﯿْﻞ/syay?in waki:lun/ untuk semua bacaan, kasrahtain bertemu dengan wawu dibaca idga:m bigunnah (masuk dengan berdengung) menjadi /syay?iwwwaki:lun/. Namun, dalam bacaan Khalaf tidak dibaca dengung (tarkul gunnah/tanpa dengung) sehingga konsonan wawu dibaca seperti bertasydid yaitu /syay?iwwaki:lun/. Arti /syay ?in/ dalam Al-Quran adalah ‘pemelihara sesuatu’. Dalam HW, /syay iwwwaki:lun/ berasal dari /syay in/ dan /waki:lun/; hlm 495, /syay ?in/ artinya something ‘sesuatu’; /waki:lun/ artinya authorized ‘orang yang diberi kuasa’. Perbedaan bunyi antara /syay ?iwwwaki:lun/ dengan /syay ?iwwaki:lun/ yaitu terletak pada penyebutan konsonan nun dan ya. Pada /syay ?iwwwaki:lun/ konsonan nun dan ya dibaca dengung, sedangkan /syay ?iwwaki:lun/ konsonan nun dan ya tidak dibaca dengung. Perbedaan bunyi antara dengung dan tidak dengung ini tidak terdapat perbedaan fonem dan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi wawu yang mempengaruhi bunyi nun selaku bunyi pertama, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 2. Dalam Surat Hud ayat 24 ﻛﺎﻷﻋﻤﻰ/kal a’ma:/ dibaca naql menjadi /kala’ma:/. Arti /kala’ma:/ dalam AlQuran adalah ‘seperti orang buta’. Dalam HW, /ka/ hlm 906 artinya like ‘seperti’; hlm 647, /al a’ma:/ artinya blind ‘buta’. Sedangkan /kala’me:/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /kal a’ma:/ dengan /kala’ma:/ yaitu terletak pada konsonan lam dan hamzah. Pada /kal a’ma:/ konsonan lam bertanda sukun dan hamzah pada /al a’ma:/ adalah hamzah qaṣa, pada
Universitas Indonesia
121
/kala’ma:/ konsonan lam bertanda fathah dan hamzah pada /al a’ma:/ adalah hamzah waṣl. Perbedaan bunyi ini tidak menyebabkan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi atau huruf sesudahnya lam yaitu hamzah qaṣa, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja. ﻛﺎﻷﻋﻤﻰ/kal a’ma:/ dibaca dibaca taqli:l /kala’me:/ dan fathah/akusatif /kal a’ma:/. Arti /kala’ma:/ dalam Al-Quran adalah ‘seperti orang buta’. Dalam HW, /ka/ dalam hlm 906 artinya like ‘seperti’; hlm 647, /al a’ma:/ artinya blind ‘buta’. Sedangkan /kala’me:/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /kal a’ma:/ dengan /kala’me:/ yaitu terletak pada tanda baca di konsonan mim. Pada /kal a’ma:/ konsonan mim bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan pada /kala’me:/ konsonan mim bertanda baca taqli:l (e). Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem konsonan, tetapi fonem vokal yaitu [a] dan [e]. Dalam kasus ini, terdapat pasangan minimal karena lingkunganya sama. Dalam MSA, tidak terdapat pasangan minimal karena dalam MSA tidak terdapat vokal [e]. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sesudahnya,
sehingga
terjadi
asimilasi
regresif.
Asimilasi
ini
juga
menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja karena perbedaan dialek. ِ وَﻟْﺄَﺻَﻢ/wal aṣammi/ dibaca naql (pindah) menjadi /walaṣammi/. Arti /wal aṣammi/ dalam Al-Quran adalah ‘dan tuli’. Dalam HW hlm 1044, /wa/ artinya and ‘dan’; hlm 524, /al aṣammi/ artinya deaf ‘tuli’. Sedangkan /walaṣammi/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /wal aṣammi/ dengan /walaṣammi/ yaitu terletak pada konsonan lam dan hamzah. Pada /wal aṣammi/ konsonan lam bertanda sukun/jusif dan hamzah pada kata /aṣammi/ adalah hamzah qaṣa, sedangkan pada /walaṣammi/ konsonan lam bertanda fathah/akusatif dan hamzah pada kata /aṣammi/ adalah hamzah waṣl. Perbedaan bunyi ini tidak menyebabkan pasangan minimal. Perbedaan bunyi
Universitas Indonesia
122
ini dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja. ﻣَﺜَﻠًﺎ أَﻓَﻠَﺎ/maṭala:n afala:/ dibaca naql (pindah) menjadi /maṭala nafala:/. Arti /maṭala:n afala:/ dalam Al-Quran adalah ‘keadaan apakah tidak’. Kemudian dalam Kamus HW hlm 891, /maṭala:n/ artinya to resemble ‘menyerupai’; /afala:/ artinya ‘apakah maka tidak’. Sedangkan /maṭala nafala:/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /maṭala:n afala:/ dengan /maṭala: nafala:/ yaitu terletak konsonan lam dan hamzah. Pada kata /maṭala:n/ konsonan lam bertanda fathahtain dan hamzah pada /afala:/ adalah hamzah qaṣa, sedangkan pada /maṭala:/ konsonan lam bertanda fathah/akusatif dan konsonan hamzah pada /nafala:/ berubah menjadi nun. Konsonan hamzah dengan nun adalah dua fonem konsonan yang berbeda. Perbedaan bunyi ini tidak menyebabkan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja. 3. Dalam Surat Hud ayat 40 َ وَﻣَﻦْ ءَاﻣَﻦ/wa man a:mana/ dibaca naql (pindah) menjadi /wa mana:mana/. Arti /wa man a:mana/ dalam Al-Quran adalah ‘dan orang-orang yang beriman’. Dalam HW hlm 1044, /wa/ artinya and ‘dan’; hlm 924, /man/ artinya he who ‘dia yang’; hlm 29, /a:mana/ berasal dari /i:man/ artinya faith/belief ‘beriman/percaya’. Sedangkan /wa mana:mana/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /wa man a:mana/ dengan /wamana:ma/ yaitu terletak pada konsonan nun dalam /a:mana/. Pada /man a:mana/, konsonan nun pada /man/ bertanda sukun/jusif, sedangkan /mana:mana/, konsonan nun pada /man/ bertanda baca fathah/akusatif dan langsung bersambung dengan hamzah pada kata /a:mana/. Konsonan hamzah dengan nun ini adalah dua fonem yang berbeda. Namun, perbedaan bunyi ini tidak menyebabkan pasangan minimal.
Universitas Indonesia
123
Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja. 4. Dalam ayat 41 َ رَﺣِﯿْﻢٌ وَھِﻲ/raṣi:mun wahiya/ untuk semua bacaan, ṣammahtain bertemu dengan wawu dibaca idga:m bigunnah (masuk dengan berdengung) menjadi /raṣi:muwwwahiya/. Namun, dalam bacaan Khalaf tidak dibaca dengung (tarkul gunnah/tanpa dengung) sehingga konsonan wawu dibaca seperti bertasydid/bergeminasi yaitu /raṣi:muwwahiya/.
Arti /raṣi:muwwwahiya/
dalam Al-Quran adalah ‘rahmat dan dia’. Dalam HW, kata /raṣi:m/ hlm 332 artinya merciful ‘banyak rahmat’; /wa/ hlm 1044 artinya and ‘dan’; /hiya/ hlm 1041 artinya she ‘dia (untuk perempuan). Perbedaan bunyi antara /raṣi:muwwwahiya/ dengan /raṣi:muwwahiya/ yaitu terletak pada penyebutan konsonan nun dan ya. Pada /raṣi:muwwwahiya/ konsonan nun dan ya dibaca dengung, sedangkan pada /raṣi:muwwahiya/
konsonan nun dan ya tidak
dibaca dengung. Perbedaan bunyi antara dengung dan tidak dengung ini tidak terdapat perbedaan fonem dan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi wawu yang mempengaruhi bunyi nun selaku bunyi pertama, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 5. Dalam ayat 42 ﻓِﻲْ ﻣَﻌْﺰِلٍ ﯾَﺎ ﺑُﻨَﻲ/fi: ma’zilin yabunayya/ untuk semua bacaan, kasrahtain bertemu dengan wawu dibaca idga:m bigunnah (masuk dengan berdengung) menjadi /fi: ma’ziliyyyabunayya/. Namun, dalam bacaan Khalaf tidak dibaca dengung (tarkul gunnah/tanpa dengung) sehingga fonem wawu dibaca seperti bertasydid yaitu /fi: ma’ziliyyabunayya/. Arti /fi ma’ziliyyyabunayya/ dalam Al-Quran adalah ‘di tempat yang jauh dan terpencil’. Dalam HW, /ma’zilin/ hlm 611
Universitas Indonesia
124
artinya place of retirement ‘tempat pertapaan’; /ya:/ hlm 1104 artinya ‘wahai’. Perbedaan bunyi antara /fi:ma’ziliyyyabunayya/ dengan /fi: ma’ziliyyabunayya/ yaitu
terletak
pada
penyebutan
konsonan
nun
dan
ya.
Pada
/fi:
ma’ziliyyyabunayya/ konsonan nun dan ya dibaca dengung, sedangkan pada /fi: ma’ziliyyabunayya/ konsonan nun dan ya tidak dibaca dengung. Perbedaan bunyi antara dengung dan tidak dengung ini tidak terdapat perbedaan fonem dan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi wawu yang mempengaruhi bunyi nun selaku bunyi pertama, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ارْﻛَﺐْ ﻣﻌﻨﺎ/irkab ma’ana:/ dalam bacaan Hafṭ (bacaan yang awam di masyrakat) dibaca idga:m (masuk) /irkamma’ana:/, sedangkan dalam bacaan Khalaf dibaca iṣhar (jelas) /irkab ma’ana:/ sesuai dengan tulisannya. Arti /irkab ma’ana:/ dalam Al-Quran adalah ‘naiklah ke kapal bersama kami’. Dalam HW hlm 356, /irkab/ artinya ‘naiklah’ (merupakan bentuk
fi’il
‘amr/imperatif/kata perintah). Kata ini berasal dari kata َ رَﻛِﺐ/rakiba/ artinya to ride ‘menaiki’; /ma’ana:/ berasal dari /ma’a/ hlm 914 artinya together with ‘bersama dengan’; hlm 29 /ana:/ artinya ‘saya’ (kata ganti orang pertama). Sedangkan /irkam/ berasal dari kata /rakama/ yang artinya to pile up ‘menumpuk-numpukkan’. Perbedaan bunyi antara /irkab ma’ana:/ dengan /irkam ma’ana:/ terdapat perbedaan fonem yaitu terletak pada konsonan ba. Pada /irkam ma’ana:/ konsonan ba dibaca mim, sedangkan /irkab ma’ana:/ konsonan ba tetap dibaca ba. Konsonan ba dan mim adalah dua fonem konsonan yang berbeda. Perubahan kedua bunyi tersebut juga dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sesudahnya yaitu konsonan ba dipengaruhi oleh bunyi mim, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun secara fonem berbeda dan secara makna berbeda, dalam Qira:?atu al-sab’atu tidak menyebabkan perbedaan pengertian ayat tersebut (wawancara dengan Bpk. Ajiz).
Universitas Indonesia
125
4.8.2 Khalad () ق 1. Dalam Surat Hud ayat 12 ْ ﻛَﻨْﺰٌ أَو/kanzun aw/ jika waṣl (menyambung/tidak berhenti) dibaca sakt (bertekanan) menjadi /kanzun aw/ atau tahqiq (tetap) /kanzun aw/. Jika waqf (berhenti) dibaca naql /kanzu naw/ atau sakt/bertekanan dan naql atau tahqi:q. Arti /kanzun aw/ dalam Al-Quran adalah ‘perbendaharaan (kekayaan) atau’. Dalam HW hlm 842, /kanzun/ artinya treasure ‘harta benda’; hlm 33, /aw/ artinya or ‘atau’. Sedangkan /kanzu naw/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan antara /kanzun aw/ dengan /kanzu naw/ terletak pada konsonan zay pada /kanzun/ dan hamzah pada /aw/. Pada /kanzun aw/, konsonan zay bertanda ṣammahtain, sedangkan pada /kanzu naw/ konsonan zay bertanda ṣammah/nominatif dan hamzah pada /aw/ berubah menjadi nun sehingga dibaca /naw/. Perubahan konsonan hamzah menjadi nun tidak membedakan makna walaupun keduanya adalah dua fonem yang berbeda. Begitu juga dengan sakt/tekanan juga tidak membedakan makna. Perbedaan bunyi ini tidak menyebabkan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja. ﻣَﻠَﻚٌ إِﻧَﻤَﺎ/malakun innama:/ jika waṣl, dibaca tahqi:q. Jika waqf, dibaca naql /malaku ninnama:/ atau tahqi:q. Arti /malakun innama:/ dalam Al-Quran adalah ‘malaikat sesungguhnya’. Dalam HW hlm 922, kata /malakun/ artinya angel ‘malaikat’; hlm 29, /innama:/ artinya however ‘bagaimanapun’. Sedangkan /malaku ninnama:/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /malakun innama:/ dengan /malaku ninnama:/ yaitu terletak pada fonem kaf dan hamzah. Pada /malakun/ konsonan kaf bertanda ṣammahtain, sedangkan pada /malaku/ konsonan kaf bertanda ṣammah/nominatif dan hamzah pada /innama:/ berubah menjadi konsonan nun menjadi /ninnama:/. Perubahan konsonan hamzah menjadi nun tidak membedakan makna walaupun keduanya adalah dua fonem yang berbeda. Begitu juga dengan sakt/tekanan pada
Universitas Indonesia
126
konsonan kaf tidak membedakan makna. Perbedaan bunyi ini tidak menyebabkan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja. 2. Dalam Surat Hud ayat 24 ﻛﺎﻷﻋﻤﻰ/kal a’ma:/ jika waṣl, dibaca sakt/bertekanan pada konsonan lam /kal a’ma:/ atau tahqi:q/tetap. Jika waqf, dibaca sakt atau naql /kala’ma:/. Jika waqf/jeda, maka dibaca sakt atau naql /kala’ma:/. Arti dalam Al-Quran adalah ‘seperti orang buta’. Dalam HW, /ka:/ hlm 906 artinya like ‘seperti’; hlm 647, /al a’ma:/ artinya blind ‘buta’. Sedangkan /kala’me:/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /kal a’ma:/ dengan /kala’ma:/ yaitu terletak pada konsonan lam dan hamzah. Pada /kal a’ma:/ konsonan lam bertanda sukun/jusif dan hamzah pada kata /al a’ma:/ adalah hamzah qaṣa, pada /kala’ma:/ konsonan lam bertanda akusatif dan hamzah pada /al a’ma:/ adalah hamzah waṣl. Begitu juga dengan sakt/tekanan pada konsonan lam tidak membedakan makna. Perubahan bunyi tersebut hanyalah perubahan bunyi karena fonemnya dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi atau huruf sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja. ِ وَاﻷَﺻَﻢ/wal aṣammi/ jika waṣl, maka dibaca sakt/bertekanan pada fonem lam atau tahqi:q/tetap. Jika waqf/jeda, maka dibaca sakt/bertekanan atau naql /walaṣammi/. Arti /wal aṣammi/ dalam Al-Quran adalah ‘dan tuli’. Dalam HW hlm 1044, /wa/ artinya and ‘dan’; hlm 524, /al aṣammi/ artinya deaf ‘tuli’. Sedangkan /walaṣammi/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /wal aṣammi/ dengan /walaṣammi/ yaitu terletak pada konsonan lam dan hamzah. Pada /wal aṣammi/ konsonan lam bertanda sukun/jusif dan hamzah pada kata /aṣammi/ adalah hamzah qaṣa, sedangkan /walaṣammi/ konsonan lam
Universitas Indonesia
127
bertanda akusatif dan hamzah pada kata /aṣammi/ adalah hamzah waṣl. Perubahan bunyi tersebut hanya perubahan bunyi saja karena fonemnya sama dan tidak terdapat pasangan minimal. Begitu juga dengan sakt/tekanan pada konsonan lam tidak membedakan makna. Perbedaan bunyi ini tidak menyebabkan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi atau huruf sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja. ﻣَﺜَﻠًﺎ أَﻓَﻠَﺎ/maṣala:n afala:/ jika waṣl dibaca tahqi:q/tetap. Jika waqf/jeda, maka dibaca naql /maṣala nafala:/ atau tahqi:q/tetap. Arti /maṭala:n afala:/ dalam Al-Quran adalah ‘keadaan apakah tidak’. Dalam HW hlm 891, /maṭala:n/ artinya to resemble ‘menyerupai’; /afala:/ artinya ‘apakah maka tidak’. Sedangkan /maṭala nafala:/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /maṭala:n afala:/ dengan /maṭala: nafala:/ yaitu terletak pada konsonan lam dan hamzah. Pada /maṭala:n/ konsonan lam bertanda fathahtain dan hamzah pada /afala:/ adalah hamzah qaṣa, sedangkan /maṭala:/ konsonan lam bertanda fathah dan hamzah pada /nafala:/ berubah menjadi nun. Konsonan hamzah dengan nun adalah dua fonem yang berbeda. Namun, keduanya tidak membedakan makna. Perbedaan bunyi ini tidak menyebabkan pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi atau huruf sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja. 3. Dalam ayat 40 َ وَﻣَﻦْ ءَاﻣَﻦ/wa man a:mana/ jika waṣl, maka dibaca tahqiq/tetap. Jika waqaf/jeda, maka dibaca naql /wa mana: mana/ atau tahqi:q. Arti /wa man a:mana/ dalam Al-Quran adalah ‘dan orang-orang yang beriman’. Dalam HW hlm 1044, /wa/ artinya and ‘dan’; hlm 924, /man/ artinya he who ‘dia yang’; hlm 29, kata /a:mana/ berasal dari kata /i:man/ artinya faith/belief ‘beriman/percaya’. Sedangkan /wa mana:mana/ tidak terdapat artinya.
Universitas Indonesia
128
Perbedaan bunyi antara /wa man a:mana/ dengan /wamana:ma/ yaitu terletak pada konsonan nun dalam /a:mana/. Pada /man a:mana/, konsonan nun dalam /man/ bertanda sukun, sedangkan /mana:mana/, konsonan nun pada /man/ bertanda baca akusatif dan langsung bersambung dengan hamzah pada kata /a:mana/. Perubahan bunyi ini tidak menyebabkan perbedaan makna karena fonemnya sama dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi atau huruf sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja. 4. Dalam ayat 41 tidak terdapat bacaan Khallad 5. Dalam ayat 42 tidak terdapat bacaan Khallad
4.9 Bacaan Al-Kisa:?i () ر 1. Dalam Surat Hud ayat 12 ﯾُﻮْﺣَﻰ/yu:ha:/ konsonan ya di akhir kalimat dibaca imalah /yu:he:/. Arti kata /yu:ṣa:/ dalam Al-Quran adalah ‘diwahyukan'. Dalam HW hlm 1056, /yu:ṣa/ berasal dari kata وَﺣَﻰ/waṣa:/ artinya to inspire ‘mewahyukan’. Kata /yu:ṣa:/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yaṣi:/. Sedangkan /yu:ṣe:/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /yu:ṣa:/ dengan /yu:ṣe:/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan /ṣ/. Dalam kata /yu:ṣa:/ konsonan ṣa bertanda fathah/akusatif (a), sedangkan dalam kata /yu:ṣe:/ konsonan ṣa dibaca imalah (e). Fonem konsonan dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan, sedangkan fonem vokal terdapat perbedaan. Perbedaan fonem vokal ini menyebabkan pasangan minimal karena lingkungannya sama. Perubahan bunyi imalah ini karena bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi fonem yang fathah/akusatif bertemu dengan alif yang aslinya ya. Hal ini menyebabkan asimilasi regresif. Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut dengan asimilasi fonemis.
Universitas Indonesia
129
Dalam kasus ini juga terdapat pasangan minimal karena lingkunganya sama. Namun, dalam MSA, tidak terdapat pasangan minimal karena dalam MSA tidak terdapat vokal [e]. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. َ ﯾُﻮْﺣَﻰ إِﻟَﯿْﻚ/yu:ṣa: ilayka/ untuk bacaan Kisa:?i, MJM dibaca tawassuṭ (sedang) yaitu 4-5 harakat pada /yu:ṣa:/. Arti /yu:ṣa: ilayka/ dalam Al-Quran adalah ‘diwahyukan kepadamu’. Dalam HW hlm 1056, kata /yu:ṣa/ berasal dari kata وَﺣَﻰ/waṣa:/ artinya to inspire ‘mewahyukan’. Kata /yu:ṣa:/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yaṣi:/. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ٌ وَﺿَﺎﺋِﻖ/waṣa:iqun/ untuk bacaan Kisa:?i, MWM dibaca tawasuṣ (sedang) dengan prosodi 4-5 harakat. Arti /waṣa:iqun/ dalam Al-Quran adalah ‘dan sempit’. Dalam HW hlm 548, kata /ṣa:iqun/ artinya become narrow ‘menjadi sempit’ berasal dari kata /ṣa:qa/ artinya narrow ‘sempit’. Dalam Qira:?atu alsab’ati, MWM adalah apabila ada fonem mad berkumpul dengan hamzah (hamzah jatuh sesudah huruf mad) dalam satu kalimah/kata. Adapun panjangnya dibaca dua setengah alif atau lima harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perubahan kedua bunyi dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna.
Universitas Indonesia
130
َ ﻟَﻮْﻟَﺎ أُﻧْﺰِل/lawla: unzila/ untuk bacaan Kisa:?i, MJM dibaca tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /lawla: unzila/ dalam Al-Quran adalah ‘mengapa tidak diturunkan’. Dalam HW hlm 881, /law/ artinya if ‘jika’; hlm 851, /la:/ artinya not ‘tidak’; hlm 956, kata /unzila/ berasal dari kata /nazala/ yang artinya to dismount ‘menurunkan’. Kata /unzila/ adalah kata kerja pasif dari kata kerja aktif /yanzilu/. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ﺟﺎء/ja:a/ untuk bacaan Kisa:?i, MWM dibaca tawasuṣ (sedang) dengan prosodi 4-5 harakat. Arti kata /ja:a/ dalam Al-Quran adalah ‘datang’. Dalam Kamus Arab Indonesia Al-Munawir hlm 227, /ja:a/ artinya ‘datang’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MWM adalah apabila ada fonem mad/durasi berkumpul dengan hamzah (hamzah jatuh sesudah huruf/fonem mad) dalam satu kalimah. Adapun kadarnyanya dibaca dua setengah alif atau lima harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perubahan kedua bunyi dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. إِﻧَﻤَﺎ أَﻧَﺖ/innama: anta/ untuk bacaan Kisa:?i, MJM dibaca tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /innama: anta/ dalam Al-Quran adalah ‘sesungguhnya kamu’. Dalam Kamus HW hlm 29, /innama:/ artinya however ‘bagaimanapun’; /anta/ artinya you ‘kamu’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul
Universitas Indonesia
131
(panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. 2. Dalam ayat 24 ﻛﺎﻷﻋﻤﻰ/kal a’ma:/ dibaca imalah menjadi /kal a’me:/. Arti /kala’ma:/ dalam Al-Quran adalah ‘seperti orang buta’. Dalam HW, /ka/ dalam hlm 906 artinya like ‘seperti’; hlm 647, /al a’ma:/ artinya blind ‘buta’. Sedangkan /kala’me:/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /kal a’ma:/ dengan /kala’me:/ yaitu terletak pada tanda baca di konsonan mim. Pada kata /kal a’ma:/ huruf mim bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan pada /kala’me:/ konsonan mim bertanda baca imalah (e). Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem konsonan, tetapi fonem vokal yaitu [a] dan [e]. Dalam kasus ini, terdapat pasangan minimal karena lingkunganya sama. Dalam MSA, tidak terdapat pasangan minimal karena dalam MSA tidak terdapat vokal [e]. Perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi atau huruf sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya perubahan bunyi saja karena perbedaan dialek. 3. Dalam Surat Hud ayat 40 ِ ﻣﻦ ﻛﻞ زَوْﺟَﯿْﻦ/min kullin zawjayni/ terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca) pada /kullin/ menjadi ﻛﻞ/kulli/. Arti /kullin zawjayni/ dalam Al-Quran adalah ‘tiap-tiap binatang sepasang’.Dalam HW hlm 835, /kullin/ artinya every ‘tiaptiap’; hlm 385, /zawjayni/ artinya ‘sepasang (dua pasang)’, berasal dari kata ٌ زَوْج/zawjun/ artinya couple ‘pasangan’. Sedangkan /kulli/ sama artinya dengan /kullin/ yaitu every ‘tiap-tiap’, begitu juga dengan /zawjayni/ yaitu ‘sepasang’.
Universitas Indonesia
132
Perbedaan bunyi antara /kullin zawjayni/ dengan /kulli zawjayni/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan lam. Dalam /kullin/ konsonan lam bertanwin, sedangkan dalam /kulli/ konsonan lam tidak bertanwin. Jika dilihat dari perbedaan bunyi tersebut, tidak terdapat perbedaan fonem. Maksudnya, fonem kedua bunyi sama yaitu lam, hanya saja tanda bacanya berbeda sehingga tidak terdapat pasangan minimal. Selain itu, perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi yang disebut dengan disasimilasi. Perbedaan i’rab (case/tanda baca) dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perbedaan ini dapat disebut sebagai variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. َوَﻣَﺎ ءَاﻣَﻦ/wama: a:mana/ untuk bacaan Kisa:?i, MJM dibaca tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /wama: a:mana/ dalam Al-Quran adalah ‘dan orangorang yang telah terdahulu ketetapannya’. Dalam HW hlm 1044, /wa/ artinya and ‘dan’; hlm 88 /ma/ sebagai indefinite pronoun maksudnya menerangkan orang atau sesuatu; hlm 29, kata /a:mana/ berasal dari kata /i:man/ artinya faith/belief ‘beriman/percaya’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ﻣَﻌَﮫُ إِﻻ/ma’ahu illa:/ untuk bacaan Kisa:?i, MJM dibaca tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /ma’ahu illa:/ dalam Al-Quran adalah ‘bersamanya kecuali’. Dalam HW hlm 914, /ma’ahu/ berasal dari /ma’a/ artinya with ‘bersama’; dan /hu/ adalah ṣammir/kata ganti orang ketiga tunggal maskulin yaitu dia; /illa/ hlm 22 artinya except ‘kecuali’. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu
Universitas Indonesia
133
4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad /durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. 4. Dalam Surat Hud ayat 41 َ وَﻣُﺮْﺳَﮭَﺎ إِن/wamursa:ha: inna/ untuk bacaan Kisa:?i, MJM dibaca tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat. Arti /wamursa:ha:/ dalam Al-Quran adalah ‘dan berlabuhnya’. Dalam HW hlm 340, kata /mursa:ha:/ berasal dari kata رَﺳَﻰ /rasa:/ artinya to anchor ‘berlabuh’. Dalam ilmu fonologi, MJM ini berkaitan dengan durasi (panjang pendek). Durasi dalam bahasa Arab sebenarnya membedakan makna, tetapi durasi dalam MJM bacaan Qira:?atu al-sab’ati tidak membedakan makna dan hanya berupa variasi bunyi saja. Hal ini dikarenakan MJM hanya terdapat dalam bacaan Al-Quran dan setiap imam qiraat memiliki kadar untuk menentukan panjangnya MJM tersebut. Dalam Qira:?atu al-sab’ati, MJM ada yang dibaca qaṣr (pendek) yaitu 2 harakat, tawassuṣ (sedang) yaitu 4-5 harakat, dan ṣul (panjang) yaitu 6 harakat. Perbedaan bunyi durasi ini hanyalah perbedaan mad/durasi saja dan tidak terdapat pasangan minimal. Perbedaan bunyi ini dipengaruhi oleh bunyi sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini pun tetap mempertahankan fonem yang sama sehingga disebut asimilasi fonetis. Oleh karena itu, perbedaan bunyi ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek sehingga tidak membedakan makna. ﻣﺠﺮاھَﺎ/majra:ha/ konsonan ra dibaca imalah yaitu /majreha/. Arti /majra:ha/ dalam Al-Quran adalah ‘berlayarnya’. Dalam HW hlm 121, /majra:ha/ berasal dari kata /jara:/ yang artinya to flow ‘mengalir’. Sedangkan /majre:ha/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /majra:ha/ dengan /majre:ha/ yaitu terletak pada tanda baca di konsonan ra. Pada /majra:ha/ konsonan ra bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan /majre:ha:/ konsonan ra bertanda imalah (e). Fonem konsonan dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan, sedangkan
Universitas Indonesia
134
fonem vokal terdapat perbedaan. Perbedaan fonem vokal ini menyebabkan pasangan minimal karena lingkungannya sama. Perubahan bunyi imalah ini karena bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi huruf yang fathah/akusatif bertemu dengan alif yang aslinya ya. Hal ini menyebabkan asimilasi regresif. Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut dengan asimilasi fonemis. Dalam kasus ini juga terdapat pasangan minimal karena lingkunganya sama. Namun, dalam MSA, tidak terdapat pasangan minimal karena dalam MSA tidak terdapat vokal [e]. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. وَﻣُﺮْﺳَﮭَﺎ
/wamursa:ha:/
dibaca
imalah
/wamurshe:ha:/
atau
fathah
/wamursa:ha:/. Arti /wamursa:ha:/ dalam Al-Quran adalah ‘dan berlabuhnya’. Dalam HW hlm 340, kata /mursa:ha:/ berasal dari kata رَﺳَﻰ/rasa:/ artinya to anchor ‘berlabuh’. Sedangkan /wamurse:ha:/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /wamursa:ha:/ dengan /wamurse:ha:/ yaitu terletak pada tanda baca di konsonan sin. Pada kata /wamursa:ha:/ konsonan sin bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan pada /wamurse:ha/ konsonan sin bertanda baca imalah (e). Fonem konsonan dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan, sedangkan fonem vokal terdapat perbedaan. Perbedaan fonem vokal ini menyebabkan pasangan minimal karena lingkungannya sama. Perubahan bunyi imalah ini karena bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi konsonan yang fathah/akusatif bertemu dengan alif yang aslinya ya. Hal ini menyebabkan asimilasi regresif. Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut dengan asimilasi fonemis. Dalam kasus ini juga terdapat pasangan minimal karena lingkunganya sama. Namun, dalam MSA, tidak terdapat pasangan minimal karena dalam MSA tidak terdapat vokal [e]. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. 5. Dalam Surat Hud ayat 42 وَﻧَﺎدَى/wana:da:/ dibaca imalah /wana:de:/ atau fathah /wana:da:/. Arti /wa na:da:/ dalam Al-Quran adalah ‘dan memanggil’. Dalam Kamus HW hlm1044,
Universitas Indonesia
135
/wa/ artinya and ‘dan’; kata /na:da:/ artinya ‘memanggil’. Sedangkan /wana:de:/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /wana:da:/ dengan /wana:de:/ yaitu terletak pada tanda baca di konsonan dal. Pada /wana:da:/ konsonan dal bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan pada /wana:de:/ konsonan dal bertanda baca imalah (e). Fonem konsonan dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan, sedangkan fonem vokal terdapat perbedaan. Perbedaan fonem vokal ini menyebabkan pasangan minimal karena lingkungannya sama. Perubahan bunyi imalah ini karena bunyi pertama dipengaruhi oleh bunyi kedua yaitu bunyi fonem yang fathah/akusatif bertemu dengan alif yang aslinya ya. Hal ini menyebabkan asimilasi regresif. Asimilasi ini juga menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut dengan asimilasi fonemis. Dalam kasus ini juga terdapat pasangan minimal karena lingkunganya sama. Namun, dalam MSA, tidak terdapat pasangan minimal karena dalam MSA tidak terdapat vokal [e]. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ﯾَﺒُﻨَﻲﱠ/ya:bunayya/ terdapat perubahan i’rab (case/tanda baca) pada konsonan ya yaitu ya yang awalnya fathah/akusatif menjadi kasrah/genitif /yabunayyi/. Arti /ya:bunayya/ dalam Al-Quran adalah ‘wahai anakku’. Dalam HW hlm 76, /yabunayya/ berasal dari /ya:/ artinya ‘wahai’ dan /bunayya/ artinya my little son ‘anak kecilku’. Sedangkan /yabunayyi/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /yabunayya/ dengan /yabunayyi/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan ya. Dalam /yabunayya/ yaitu fathah/akusatif (a), sedangkan /yabunayyi/ yaitu kasrah/genitif (i). Perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan fonem konsonan karena konsonan kedua kata tersebut sama yaitu mim. Sedangkan untuk tanda bacanya terdapat perbedaan. Hal ini menyebabkan perbedaan fonem vokal. Perbedaan bunyi ini terdapat pasangan minimal karena lingkungannya sama. Perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi. Perubahan bunyi tanda baca dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek.
Universitas Indonesia
136
َ وَھِﻲ/wahiya/ terdapat perbedaan i’rab (case/tanda baca) ha yaitu ha yang awalnya kasrah/genitif menjadi sukun/jusif َ وَھْﻲ/wahya/. Arti /wahiya/ dalam Al-Quran adalah ‘dan dia’.Dalam HW hlm 1044, arti /wa/ artinya and ‘dan’; hlm 1041, /hiya/ artinya she ‘dia (untuk perempuan)’. Sedangkan /wahya/ tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /wahiya/ dengan /wahya/ terletak pada perbedaan tanda baca dalam konsonan ha. Pada /wahiya/ tanda bacanya adalah kasrah, sedangkan /wahya/ tanda bacanya adalah sukun. Perbedaan bunyi tersebut tidak terdapat perbedaan fonem konsonan karena fonemnya sama yaitu ha sehingga tidak terdapat pasangan minimal. Selain itu, perubahan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi sebelum atau sesudahnya, sehingga tidak terjadi asimilasi yang disebut disasimilasi. Oleh karena itu, perbedaan bunyi dalam kasus ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek. ارْﻛَﺐْ ﻣﻌﻨﺎ/irkab ma’ana/ dalam bacaan Hafṭ (bacaan yang awam di masyrakat) dibaca idga:m /irkamma’ana/, sedangkan sedangkan dalam bacaan Kisa:?i dibaca idga:m (masuk) /irkam ma’ana/. Arti /irkab ma’ana/ dalam Al-Quran adalah ‘naiklah ke kapal bersama kami’. Dalam HW hlm 356, kata /irkab/ artinya ‘naiklah’ (merupakan bentuk fi’il amr/imperatif/kata perintah). Kata ini berasal dari kata َ رَﻛِﺐ/rakiba/ artinya to ride ‘menaiki’; /ma’ana:/ berasal dari /ma’a/ hlm 914 artinya together with ‘bersama dengan’; dan hlm 29 /ana:/ artinya ‘saya’ (kata ganti orang pertama). Sedangkan kata /irkam/ berasal dari kata /rakama/ yang artinya to pile up ‘menumpuk-numpukkan’. Perbedaan bunyi antara /irkab ma’ana/ dengan /irkam ma’ana:/ terdapat perbedaan fonem yaitu terletak pada konsonan ba. Pada /irkam ma’ana:/ konsonan ba dibaca mim, sedangkan pada /irkab ma’ana/ konsonan ba tetap dibaca ba. Konsonan ba dan mim adalah dua fonem yang berbeda sehingga keduanya adalah fonem yang berbeda. Selain itu, kata /irkab/ dengan /irkam/ berada dalam lingkungan yang sama sehingga terdapat pasangan minimal antara ba dan mim. Perubahan bunyi ba menjadi bunyi mim disebut asimilasi regresif. Asimilasi ini pun menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Perubahan bunyi /irkab ma’ana:/ untuk idga:m ternyata terdapat perbedaan makna, tetapi tidak merubah pengertian.
Universitas Indonesia
137
4.9.1 Abu Al Harits ( ) س 1. Dalam Surat Hud ayat 12 tidak terdapat bacaan Abu Al Harits 2. Dalam Surat Hud ayat 24 tidak terdapat bacaan Abu Al Harits 3. Dalam Surat Hud ayat 40 tidak terdapat bacaan Abu Al Harits 4. Dalam Surat Hud ayat 41 tidak terdapat bacaan Abu Al Harits 5. Dalam Surat Hud ayat 42 tidak terdapat bacaan Abu Al Harits
4.9.2 Al-Duri ‘Ali ( ) ت 1. Dalam Surat Hud ayat 12 tidak terdapat bacaan Al-Duri ‘Ali 2. Dalam Surat Hud ayat 24 tidak terdapat bacaan Al-Durri ‘Ali 3. Dalam Surat Hud ayat 40 tidak terdapat bacaan Al-Durri ‘Ali 4. Dalam Surat Hud ayat 41 tidak terdapat bacaan Al-Durri ‘Ali 5. Dalam Surat Hud ayat 42 َ اﻟﻜَﺎﻓِﺮِﯾْﻦ/alka:firi:na/ dibaca imalah /alke:firi:na/. Arti /alka:firi:na/ dalam AlQuran adalah ‘orang-orang kafir’. Dalam HW hlm 832, /alka:firi:na/ berasal dari kata /kafara/ artinya irreligious ‘tidak beragama’. Sedangkan /alkefiri:na/ dalam kamus tersebut tidak terdapat artinya. Perbedaan bunyi antara /alka:firi:na/ dengan /alke:firi:na/ yaitu terletak pada tanda baca di konsonan kaf. Pada kata /alka:firi:na/ konsonan kaf bertanda baca fathah/akusatif (a), sedangkan pada kata /alke:firi:na/ konsonan kaf bertanda baca imalah (e). Perbedaan bunyi ini fonem konsonannya sama, tetapi fonem vokalnya tidak sama. Dalam kasus ini, terdapat pasangan minimal karena lingkunganya sama. Dalam MSA, tidak terdapat pasangan minimal karena dalam MSA tidak terdapat vokal [e]. Perbedaan bunyi ini tidak dipengaruhi oleh bunyi atau fonem sesudahnya, sehingga terjadi asimilasi regresif. Asimilasi ini juga Universitas Indonesia
138
menyebabkan perubahan fonem sehingga disebut asimilasi fonemis. Walaupun seperti itu, perbedaan bunyi ini tidak terdapat perbedaan makna sehingga perubahan ini hanya variasi bunyi saja karena perbedaan dialek.
Universitas Indonesia