BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Keadaan Geografis a. Letak Geografis Provinsi Jawa Tengah secara geografis terletak antara 5o 4’ dan 8o 3’ Lintang Selatan dan antara 108o 30’ dan 111o 30’ Bujur Timur. Batas wilayah provinsi ini adalah sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Selatan dengan Samudera Hindia dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebelah Barat dengan Provinsi Jawa Barat dan sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur. Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa dengan luas wilayah 32.548 km², atau sekitar 25,04% dari luas pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa. Provinsi Jawa Tengah memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: 1) Arah Timur : Provinsi Jawa Timur 2) Arah Barat : Provinsi Jawa Barat 3) Arah Utara : Laut Jawa 4) Arah Selatan:Samudera Hindia dan Provinsi D.I.Yogyakarta Wilayah Provinsi Jawa Tengah juga terdiri atas beragam topografi, seperti yang terlihat di gambar peta topografi Provinsi Jawa
43
Tengah di bawah ini.Di bagian utara sebagian besar wilayahnya berupa dataran rendah.Semakin masuk ke pedalaman (ke bagian tengah), sebagian besar berupa perbukitan dan pegunungan. Topografi ini dikarenakangeologi yang ada di wilayah Provinsi Jawa Tengah bagian pedalaman (tengah) didominasi gunung api dan pegunungan structural.
Sumber: BPS Jawa Tengah Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah
44
b. Luas Wilayah Luas wilayah Jawa Tengah pada tahun 2010 tercatat sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa dan 1,70 persen dari luas Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2011). Lahan di Provinsi Jawa Tengah ini, terdiri atas 992 ribu hektar (30,47 persen) lahan sawah dan 2,26 juta hektar (69,53 persen) bukan lahan sawah. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, luas lahan sawah pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 0,013 persen, sebaliknya luas bukan lahan sawah mengalami peningkatan sebesar 0,006 persen. Luas lahan yang ada, sebagian besar telah dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan.Kegiatan tersebut diantaranya adalah pertanian, perindustrian, permukiman, pertambangan dan lain-lain.Tabel 4.1 dibawah ini menunjukkan penggunaan lahan di Jawa Tengah.
45
Tabel 4.1 Luas Penggunaan Lahan Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2010 (ha) Kabupaten/Kota Regency/City 01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35.
Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jumlah/Total 2010
Lahan Sawah/ Wet Land 63,318 32,367 20,737 14,663 39,768 30,060 17,174 37,220 22,920 33,398 21,256 32,231 22,133 39,763 64,790 46,570 29,172 59,329 20,691 26,576 50,893 24,410 20,619 26,218 22,480 24,950 37,632 40,287 62,700 211 103 765 3,965 1,260 895 991,524
Bukan Lahan Sawah/ Dry Land 150,533 100,392 57,028 92,311 88,506 73,422 81,294 71,353 78,587 32,158 25,410 150,006 55,087 54,886 132,795 132,870 72,238 89,791 21,826 73,840 38,850 70,276 66,404 74,009 56,415 58,663 63,558 47,683 103,073 1,601 4,300 4,531 33,402 3,236 2,554 2,262,888
Jumlah/ Total 213,851 132,759 77,765 106,974 128,274 103,482 98,468 108,573 101,507 65,556 46,666 182,237 77,220 94,649 197,585 179,440 101,410 149,120 42,517 100,416 89,743 94,686 87,023 100,227 78,895 83,613 101,190 87,970 165,773 1,812 4,403 5,296 37,367 4,496 3,449 3,254,412
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015.
46
c. Pembagian Wilayah Administrasi Secara administratif Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 29 kabupaten dan 6 kotamadya (Badan Pusat Statistik, 2010) seperti pada tabel dibawah ini: Tabel 4.2 Pembagian Wilayah Administrasi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014 Luas Wilayah No
Kabupaten/Kota
Ibukota (Ha)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal
Cilacap Purwokerto Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Kota Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Purwodadi Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Ungaran Temanggung Kendal Batang Kajen Pemalang Slawi Brebes, Bumiayu
213,851 132,759 77,765 106,974 128,274 103,482 98,468 108,573 101,507 65,556 46,666 182,237 77,220 94,649 197,585 179,440 101,410 149,120 42,517 100,416 89,743 94,686 87,023 100,227 78,895 83,613 101,190 87,970 165,773 1,812 4,403 5,296 37,367 4,496 3,449
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
47
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui 29 kabupaten dan 6 kotamadya di wilayah Jawa Tengah dimana kabupaten/kota yang memiliki luas wilayah tertinggi adalah Kabupaten Cilacap, sedangkan luas wilayah yang paling sempit adalah Kota Magelang. Wilayah tersebut terdiri atas 565 kecamatan, 764 kelurahan, dan 7.804 desa d. Keadaan Iklim Menurut Stasiun Klimatologi Klas I Semarang, suhu udara ratarata di Jawa Tengah tahun 2014 berkisar antara 23°C sampai dengan 28°C. Tempat - tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu udara rata-rata relatif tinggi.Untuk kelembaban udara rata-rata bervariasi, dari 80 persen sampai dengan 88 persen. Curah hujan tertinggi tercatat di Stasiun Meteorologi Sempor, Kebumen yaitu sebesar 1.320 mm dan hari hujan terbanyak tercatat di Stasiun SMPK,Borobudur,Magelang 64 hari.
48
2. Aspek Demografi Berdasarkan Badan Pusat Statistik dalam Angka 2015 jumlah penduduk Jawa Tengah seperti tabel 4.3: Tabel 4.3 Penduduk Jawa Tengah Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin Tahun 2014 NO
Kabupaten/Kota
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35.
Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jumlah/Total
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
844 565 809 984 439 380 448 927 588 193 349 237 392 017 619 125 471 653 566 449 424 628 459 799 419 566 429 077 664 853 417 582 306 056 593 810 404 318 583 800 548 195 485 278 370 398 473 849 367 734 431 002 635 746 706 001 891 214 59 260 248 066 88 612 820 458 146 863 121 328 16 627 023
841 008 810 934 449 834 447 059 592 813 358 801 381 263 614 570 486 204 587 591 432 309 486 018 428 689 446 523 679 107 430 787 308 031 631 784 416 818 586 997 558 133 502 279 368 517 460 794 368 663 436 571 648 490 714 131 882 165 61 113 262 011 92 581 852 541 146 841 123 670 16 895 640
1 685 573 1 620 918 889 214 895 986 1 181 006 708 038 773 280 1 233 695 957 857 1 154 040 856 937 945 817 848 255 875 600 1 343 960 848 369 614 087 1 225 594 821 136 1 170 797 1 106 328 987 557 738 915 934 643 736 397 867 573 1 284 236 1 420 132 1 773 379 120 373 510 077 181 193 1 672 999 293 704 244 998 33 522 663
Rasio Jenis Kelamin 99.88 97.68 100.42 99.22 97.33 102.82 100.74 97.01 96.40 98.22 94.61 97.87 96.09 97.90 96.93 99.36 93.99 97.00 99.46 98.22 96.62 100.51 102.83 99.75 98.72 98.03 98.86 101.03 96.97 94.68 95.71 96.24 100.01 98.11 98.11 98.41
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015 49
Berdasarkan Badan Pusat Statistik dalam Angka, jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 2014 tercatat sebesar 33,52 juta jiwa sekitar 13,29 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Ini menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur.Jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Ini ditunjukkan oleh rasio jenis kelamin sebesar 98,41 persen. Penduduk pria pada tahun 2014 lebih sedikit dari jumlah penduduk wanita dengan rasio jenis kelamin (perbandingan banyaknya penduduk pria dengan penduduk wanita) sebesar 98,41. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk berjenis kelamin pria dan jumlah penduduk berjenis kelamin wanita semakin mendekati keseimbangan. Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Tengah per tahun selama sepuluh tahun terakhir yaitu tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 adalah 0,37 persen. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Provinsi Jawa Tengah adalah Kota Semarang, yakni 1,41 persen. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk terendah adalah Kabupaten Wonogiri, yakni minus 0,43 persen. Untuk Kota Salatiga, apabila dilihat dari sisi jumlah penduduk, Kota Salatiga termasuk dalam kabupaten yang berpenduduk sedikit meskipun laju pertumbuhan penduduknya mencapai 1,13 persen.
50
3. Aspek Sarana dan Prasarana Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana. Sarana dan prasarana ekonomi memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung aktivitas ekonomi, serta diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dapat dicapai dan daya saing ekonomi nasional secara global dapat ditingkatkan.Sarana dan prasarana perekonomian yang ada di Jawa Tengah pada tahun 2009-2013 disajikan dalam tabel 4.4 berikut: Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana Perekonomian Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2013 Keterangan 2009 2010 Pasar 1916 2024 Koperasi 18730 20998 Industri 644469 644864 Sumber: BPS Jawa Tengah 2014
2011 2267 21732 645159
2012 2332 22147 645840
2013 2729 23779 645995
Tabel 4.4 diatas menunjukkan sarana dan prasarana perekonomian yang ada di Jawa Tengah dari tahun 2009-2013 mengalami peningkatan jumlah baik jumlah pasar, prasarana koperasi, maupun jumlah industri.
51
4. Aspek Perekonomian a. Produk Domestik Regional Bruto Pertumbuhan
ekonomi
yang
dimaksud
disini
adalah
pertumbuhan yang diakibatkan oleh adanya peningkatan hasil produksi
apabila
dibandingkan
dengan
tahun
sebelumnya.Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan tahun 2000.Untuk mengetahui perkembangan Produk Domestik Regional Bruto di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Produk Domestik Regional Bruto dan Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto di Jawa Tengah Tahun 2001-2011 (Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000)
Tahun
PDRB (juta rupiah) 2001 118,816,400.29 2002 123,038,541.13 2003 129,166,462.45 2004 135,789,872.32 2005 143,051,213.89 2006 150,682,654.74 2007 151,362,625.34 2008 167,790,369.84 2009 175,685,267.56 2010 186,992,985.50 2011 198,270,117.93 Rata-rata Laju Pertumbuhan Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014
Laju Pertumbuhan (%) 3.55 4.98 5.13 5.35 5.33 0.45 10.85 4.71 6.44 6.03 5.28
Tabel 4.5 tersebut menunjukkan bahwa selama kurun waktu 2001-2011, Produk Domestik Regional Bruto di Provinsi Jawa
Tengah
cenderung
mengalami
peningkatan
setiap 52
tahunnya.Selama 11 tahun tersebut, peningkatan yang paling signifikan terjadi di tahun 2008. Dari yang semula 151,4 trilyun rupiah pada tahun 2007, menjadi 167,8 trilyun rupiah. Sedangkan peningkatan yang paling rendah adalah peningkatan yang terjadi pada tahun 2007, yaitu 679,97 milyar rupiah dari tahun sebelumnya. Secara rata-rata, laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto di Jawa Tengah pada tahun 2002-2011 adalah 5,28%. Laju pertumbuhan ekonomi sebesar ini masih tergolong pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah. Berdasarkan Berita Resmi Statistik (2011), selama tahun 2011 semua sektor ekonomi yang membentuk Produk Domestik Regional Bruto mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi yakni 8,6 persen, kemudian disusul oleh sektor perdagangan; hotel; dan restoran yakni 7,5 persen, sektor jasa-jasa yakni 7,5 persen, sektor industry pengolahan yakni 6,7 persen, sektor keuangan; real estate; dan jasa perusahaan yakni 6,6 persen, sektor konstruksi yakni 6,3 persen, sektor pertambangan dan penggalian yakni 4,9 persen, sektor listrik, gas dan air bersih yakni 4,3 persen. Sedangkan sektor yang mengalami pertumbuhan terendah pada tahun 2011 adalah sektor pertanian yakni 1,3 persen.
53
b. Kondisi Penduduk Miskin Gambaran kondisi ekonomi suatu wilayah salah satunya dapat diketahui
dari data jumlah penduduk miskin di wilayah tersebut.
Perekonomian suatu wilayah dikatakan baik apabila masyarakatnya mampu terhindar dari kemiskinan.kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk
Miskin
adalah
penduduk
yang
memiliki
rata-rata
pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.Berikut adalah tabel 4.6 yang dapat menunjukkan jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah. Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Tengah Tahun 2010-2013 Jumlah Penduduk Miskin Persentase Pddk No Tahun (000 org) Miskin 5217.2 16,11 1 2010 5 255.96 16,21 2 2011 4 952.1 14,98 3 2012 4 811.3 14,44 4 2013 Sumber:BPS Jawa Tengah 2014 Berdasarkan tabel 4.6 jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah masih besar.Persentase penduduk miskin di Jawa Tengah cenderung mengalami penurunan meskipun pada tahun 2010 ke 2011 mengalami peningkatan.
54
B. Analisis Data 1. Analisis Tingkat Infrastruktur a. Indikator Pendidikan Indiikator pendidikan merupakan perhitungan indeks tunggal yang terdiri dari jumlah fasilitas pendidikan (jumlah bangunan sekolah), tingkat partisipasi sekolah, dan jumlah tenaga pendidik (jumlah guru). Dalam indikator ini hanya ada dua indikator yang menempati golongan tinggi yaitu, Kabupaten Cilacap dan Kota Semarang, serta tiga indikator yang menempati golongan menengah ketas yaitu Banyumas, Kebumen, Klaten dan Kabupaten lainnya tergolong menengah kebawah dan rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh
fasilitas
yang
tersedia
tiap
kabupaten
yang
berbeda.
Penggolongan indikator infrastruktur pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut:
55
Tabel 4.7 Hasil Penggolongan Indikator Pendidikan Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 Tinggi
Rendah
Kab. Cilacap
Menengah Atas Kab. Banyumas
Menengah Bawah Kab. Boyolali
Kab. Purbalingga
Kota Semarang
Kab. Kebumen
Kab. Sukoharjo
Kab. Banjarnegara
Kab. Klaten
Kab. Wonogiri
Kab. Purworejo
Kab. Karanganyar
Kab. Wonosobo
Kab. Sragen
Kab. Magelang
Kab. Grobogan
Kab. Rembang
Kab. Blora
Kab. Pati
Kab. Kendal
Kab. Kudus
Kab. Pemalang
Kab. Jepara
Kab. Tegal
Kab. Demak
Kab. Brebes
Kab. Semarang
Kota Surakarta
Kab. Temanggung Kab. Batang Kab. Pekalongan Kota Magelang Kota Salatiga Kota Pekalongan Kota Tegal
Sumber: Hasil ringkasan, di lampiran 11 hal 86
Untuk menguji apakah nilai tingkat infrastruktur pendidikan di Jawa Tengah memang tergolong rendah dalam penelitian ini digunakan analisis One Sample T-Test. Hasil uji one sample t-test (lampiran 16 halaman 91) menunjukkan bahwa nilai t-test sebesar 0.652 dengan nilai signifikansi 0,518. Untuk pengujian 56tatistik satu sisi dengan nilai df = 34 dan signifikan level 5% atau 0.05, nilai t tabel adalah 2,033. Hal tersebut berarti t hitung < t tabel (-0.652 <
56
2.033) ,maka Ho diterima yang menyatakan bahwa tingkat infrastruktur pendidikan di provinsi Jawa Tengah rendah dengan nilai indeks komposit kurang dari 50. Jadi dengan tingkat signifikan5 % dapat disimpulkan bahwa tingkat infrastruktur pendidikan di Provinsi Jawa Tengah tergolong rendah. b. Indikator Kesehatan Indikator kesehatan merupakan perhitungan indeks tunggal yang terdiri dari jumlah puskesmas, Jumlah rumah sakit umum dan jumlah dokter.Dari hasil indeks komposit kesehatan, dapat diketahui bahwa indeks kesehatan di Jawa Tengah memiliki kondisi yang buruk karena rata-rata kabupaten indikator kesehatan tergolong rendah.Hanya ada dua yang tergolong menengah keatas yaitu Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Semarang seperti pada tabel 4.8 berikut:
57
Tabel 4.8 Hasil Penggolongan Indikator Kesehatan Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 Tinggi
Menengah Atas Kab. Cilacap
-
Kota Semarang
Menengah Bawah Kab. Banyumas
Rendah Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga
Sumber: Hasil ringkasan di lampiran 12 halaman 87
58
Untuk menguji apakah nilai tingkat infrastruktur kesehatan di Jawa Tengah memang tergolong rendah dalam penelitian ini digunakan analisis One Sample T-Test.Hasil uji one sample t-test (lampiran 17 halaman 92) menunjukkan bahwa nilai t-test sebesar 7.136 dengan nilai signifikansi 0,000. Untuk pengujian statistik satu sisi dengan nilai df = 34 dan signifikan level 5% atau 0.05, nilai t tabel adalah 2,033. Hal tersebut berarti t hitung < t tabel (-7.136< 2.033) , maka Ho diterima yang menyatakan bahwa infrastruktur kesehatan di provinsi Jawa Tengah rendah dengan nilai indeks komposit kurang dari 50, sedangkan Ha yang menyatakan bahwa infrastruktur kesehatan tinggi dengan indeks komposit lebih dari 50 ditolak. Jadi dengan tingkat signifikan 5% dapat disimpulkan bahwa tingkat infrastruktur kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tergolong rendah. c. Indikator Sarana Ekonomi Indikator sarana ekonomi merupakan perhitungan indeks tunggal yang terdiri dari jumlah pasar, jumlah perusahaan, dan posisi Giro pada Bank Umum dan BPR di Jawa Tengah. Dalam indikator ini hanya terdapat satu indikator yang tergolong menengah keatas yaitu Kota Semarang , satu indikator tergolong menengah bawah yaitu Kabupaten Boyolali, dan kabupaten lainnya tergolong rendah. Hal ini dipengaruhi oleh persebaran perusahaan yang tidak merata di setiap kabupaten. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut:
59
Tabel 4.9 Hasil Penggolongan Indikator Ekonomi Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 Tinggi
-
Menengah Atas Kota Semarang
Menengah Bawah Kab. Klaten
Rendah Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan1) Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Pekalongan Kota Tegal
Sumber: Hasil ringkasan di lampiran 13 halaman 88 Untuk menguji apakah nilai tingkat infrastruktur sarana ekonomi di Jawa Tengah memang tergolong rendah dalam penelitian ini
60
digunakan analisis One Sample T-Test. Hasil uji one sample t-test (lampiran 18 halaman 93) menunjukkan bahwa nilai t-test sebesar 11.506 dengan nilai signifikansi 0,000. Untuk pengujian statistik satu sisi dengan nilai df = 34 dan signifikan level 5% atau 0.05, nilai t tabel adalah 2,033. Hal tersebut berarti t hitung < t tabel (-11.506< 2.033), maka Ho diterima yang menyatakan bahwa infrastruktur sarana ekonomi di provinsi Jawa Tengah rendah dengan nilai indeks komposit kurang dari 50, sedangkan Ha yang menyatakan bahwa infrastruktur ekonomi tinggi dengan indeks komposit lebih dari 50 ditolak. Jadi dengan tingkat signifikan 5% dapat disimpulkan bahwa tingkat infrastruktur ekonomi di Provinsi Jawa Tengah tergolong rendah. d. Infrastruktur Secara rata-rata infrastruktur baik infrastruktur pendidikan, ekonomi, dan kesehatan di provinsi Jawa Tengah tergolong rendah. Tingkat infrastruktur terbaik di Jawa Tengah adalah kota Semarang, kemudian disusul Cilacap dan Klaten, sedangkan kabupaten lainya memiliki tingkat infrastruktur yang rendah. Kota Semarang berdasarkan infrastruktur pendidikan, ekonomi, dan kesehatan yang cenderung memiliki tingkat infrastruktur lebih baik dari kabupaten lain dikarenakan Semarang adalah pusat pemerintahan. Hasil penggolongan indikator infrastruktur pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut:
61
Tabel 4.10 Hasil Penggolongan Indikator Pendidikan Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 Tinggi
Menengah Atas
Menengah Bawah
Rendah
Kota Semarang
Kab. Cilacap
Kab. Banyumas
Kab. Klaten
Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Pekalongan Kota Tegal
Sumber: Hasil ringkasan di lampiran 14 halaman 89 Untuk menguji apakah nilai tingkat infrastruktur di Jawa Tengah memang tergolong rendah dalam penelitian ini digunakan analisis One Sample T-Test. Hasil uji one sample t-test (lampiran 19 halaman
62
94) menunjukkan bahwa nilai t-test sebesar -7.307 dengan nilai signifikansi 0,000. Untuk pengujian statistik satu sisi dengan nilai df = 34 dan signifikan level 5% atau 0.05, nilai t tabel adalah 2,033. Hal tersebut berarti t hitung < t tabel (-7.307< 2.033) , maka Ho diterima yang menyatakan bahwa infrastruktur di provinsi Jawa Tengah rendah dengan nilai indeks komposit kurang dari 50, sedangkan Ha yang menyatakan bahwa infrastruktur tinggi dengan indeks komposit lebih dari 50 ditolak.Jadi dengan tingkat signifikan 5% dapat disimpulkan bahwa tingkat infrastruktur di Provinsi Jawa Tengah tergolong rendah. 2. Analisis Tingkat Kemiskinan Dalam penelitian ini tingkat kemiskinan di analisis dengan membandingkan presentase penduduk miskin tiap kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dengan presentase penduduk miskin Indonesia. Presentase penduduk miskin Indonesia sebesar 11,66 , sehingga tingkat kemiskinan tinggi apabila presentase penduduk miskin > 11,66 dan rendah apabila presentase penduduk miskin < 11,66. Hasil analisis Tingkat kemiskinan tiap kabupaten di Provinsi Jawa Tengah menunjukkan hanya ada tujuh kabupaten atau kota yang tingkat kemiskinannya tergolong rendah yaitu Kabupaten Sukoharjo, Tegal, Brebes dan kota Magelang, Salatiga, Semarang, Pekalongan dan Tegal.
63
Tabel 4.11 Hasil Penggolongan Tingkat Kemiskinan Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 Tinggi Rendah Kab. Sukoharjo Kab. Cilacap Kab. Tegal Kab. Banyumas Kota Magelang Kab. Purbalingga Kota Salatiga Kab. Banjarnegara Kota Semarang Kab. Kebumen Kota Pekalongan Kab. Purworejo Kota Tegal Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Brebes Kota Surakarta Sumber: Hasil ringkasan di lampiran 15 halaman 90 Hasil analisa tabel tingkat kemiskinan dapat ditunjukkan bahwa rata-rata tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tergolong tinggi. Kabupaten yang tingkat kemiskinannya tergolong rendah adalah Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Tegal, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota 64
Semarang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal.Untuk menguji apakah nilai tingkat kemiskinan di Jawa Tengah memang tergolong rendah dalam penelitian ini digunakan analisis One Sample T-Test pada presentase penduduk miskin. Hasil uji one sample t-test (lampiran 20 halaman 95) menunjukkan bahwa nilai t-test sebesar 2.913 dengan nilai signifikansi 0,006. Untuk pengujian statistic satu sisi dengan nilai df = 34 dan signifikan level 5% atau 0.05, nilai t tabel adalah 2,033. Hal tersebut berarti t hitung > t tabel (2.913 > 2.033) . Maka Ho ditolak yang menyatakan bahwa tingkat kemiskinan di provinsi Jawa Tengah rendah dengan nilai presentase penduduk miskin kurang dari 11,66. Sedangkan Ha yang menyatakan bahwa tingkat kemiskinan tinggi dengan nilai presentase penduduk miskin > 11,66 diterima.
Jadi dengan tingkat signifikan % dapat
disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tergolong tinggi. 3. Hubungan Infrastruktur dengan Tingkat Kemiskinan Dalam penelitian ini, untuk mengetahui hubungan antara infrastruktur dengan tingkat kemiskinan maka digunakan uji korelasi pearson. Hasil uji korelasi pearson antara infrastruktur dan tingkat kemiskinan dengan menggunakan indikator presentase penduduk miskin adalah sebagai berikut: a. Hubungan Infrastruktur Pendidikan dengan Tingkat Kemiskinan
65
Dari hasil analisis korelasi (korelasi pearson) antara infrastruktur pendidikan dengan presentase penduduk miskin didapatkan angka korelasi sebesar 0,136 dan nilai signifikansinya sebesar 0,435 (lampiran 21 halaman 96) yang berarti tidak berkorelasi, tetapi hubunganya lemah. Dari angka korelasi tersebut dapat diketahui bahwa hasil tersebut tidak dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara infrastruktur pendidikan dan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah karena sudah terbukti secara statistic tidak signifikan pada angka α=5%. Nilai signifikansi > 0,05 sehingga Ho dapat diterima, dimana Ho adalah tidak ada hubungan (korelasi antara infrastruktur pendidikan
dengan
presentase
penduduk
miskin,
sehingga
infrastruktur pendidikan tidak dapat mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, begitu pula sebaliknya. Artinya tingkat kemiskinan yang tinggi di Provinsi Jawa Tengah bukan disebabkan akibat infrastruktur pendidikan. b. Hubungan Infrastruktur Kesehatan dengan Tingkat Kemiskinan Dari hasil analisis korelasi (korelasi pearson) antara infrastruktur kesehatan dengan presentase penduduk miskin didapatkan angka korelasi sebesar 0,103 dan nilai signifikansinya sebesar 0,554 (lampiran 22 halaman 97) yang berarti tidak berkorelasi, tetapi hubunganya lemah. Dari angka korelasi tersebut dapat diketahui bahwa hasil tersebut tidak dapat digunakan untuk
66
menjelaskan hubungan antara infrastruktur kesehatan dan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah karena sudah terbukti secara statistic tidak signifikan pada angka α=5%. Nilai signifikansi > 0,05 sehingga Ho dapat diterima, dimana Ho adalah tidak ada hubungan (korelasi antara infrastruktur kesehatan
dengan
presentase
penduduk
miskin,
sehingga
infrastruktur kesehatan tidak dapat mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, begitu pula sebaliknya. Artinya tingkat kemiskinan yang tinggi di Provinsi Jawa Tengah bukan disebabkan akibat infrastruktur kesehatan. c. Hubungan
Infrastruktur
Sarana
Ekonomi
dengan
Tingkat
Kemiskinan Dari hasil analisis korelasi (korelasi pearson) antara infrastruktur sarana ekonomi dengan presentase penduduk miskin didapatkan angka korelasi sebesar -0,252 dan nilai signifikansinya sebesar 0,145 (lampiran 23 halaman 98) yang berarti tidak berkorelasi, tetapi hubunganya lemah. Dari angka korelasi tersebut dapat diketahui bahwa hasil tersebut tidak dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara infrastruktur sarana ekonomi dan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah karena sudah terbukti secara statistic tidak signifikan pada angka α=5%. Nilai signifikansi > 0,05 sehingga Ho dapat diterima, dimana Ho adalah tidak ada hubungan (korelasi antara infrastruktur
67
sarana ekonomi
dengan presentase penduduk miskin, sehingga
infrastruktur sarana ekonomi
tidak dapat mempengaruhi
kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, begitu pula sebaliknya. Artinya tingkat kemiskinan yang tinggi di Provinsi Jawa Tengah bukan disebabkan akibat infrastruktur sarana ekonomi. Secara keseluruhan hasil uji korelasi antara Infrastruktur dan tingkat kemiskinan didapatkan angka korelasi sebesar 0.02 dan nilai signifikansinya sebesar 0,991 (lampiran 24 halaman 99) yang berarti tidak berkorelasi, tetapi hubunganya lemah. Dari angka korelasi tersebut dapat diketahui bahwa hasil tersebut tidak dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara infrastruktur dan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah karena sudah terbukti secara statistic tidak signifikan pada angka α=5%. Nilai signifikansi > 0,05 sehingga Ho dapat diterima, dimana Ho adalah tidak ada hubungan (korelasi antara infrastruktur dengan presentase penduduk miskin, sehingga infrastruktur tidak dapat mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, begitu pula sebaliknya. Artinya tingkat kemiskinan yang tinggi di Provinsi Jawa Tengah bukan disebabkan akibat infrastruktur. C. Pembahasan 1. Tingkat Infrastruktur di kabupaten/kota di Jawa Tengah Berdasarkan
analisa
data
dapat
diketahui
bahwa
tingkat
infrastruktur di Jawa Tengah tergolong rendah. Hal ini dapat dibuktikan
68
dari hasil penelitian ini dimana rata-rata perolehan skor berada pada golongan infrastruktur yang rendah.
Kabupaten yang mendapatkan
infrastruktur menengah atas yaitu Semarang. Semarang menjadi kota dengan tingkat infrastruktur tertinggi di Jawa Tengah dikarenakan merupakan kabupaten yang mempunyai dipusat pemerintahan dan perekonomian. Dalam penelitian ini ditemukan dua karakteristik yang mempunyai infrastruktur tinggi; pertama yaitu daerah dengan kondisi perekonomian baik; kedua yaitu daerah yang memiliki kondisi sumber daya manusia yang berkualitas baik dan memadai. Tingkat infrastruktur pendidikan di Jawa Tengah rata-rata tergolong rendah.Hanya ada dua kabupaten yang tergolong tinggi yaitu Cilacap dan Semarang. Semarang memiliki tingkat infrastruktur pendidikan tinggi karena Semarang merupakan pusat pemerintahan dengan kepadatan penduduk besar sehingga memiliki tingkat partisipasi sekolah besar sehingga pemerintah cenderung mengutamakan sarana pendidikan di kota Semarang. Sedangkan kabupaten lainnya cenderung rendah. Tingkat infrastruktur kesehatan di Jawa Tengah juga memiliki skor rata-rata tergolong rendah.Hanya Cilacap dan Semarang yang tergolong menengah keatas atau cenderung tinggi karena dipengaruhi oleh jumlah rumah sakit dan jumlah puskesmas yang cukup memadai.Selain itu Semarang juga merupakan pusat pemerintahan yang padat penduduk, sehingga sarana dan prasarana harus terpenuhi dan menjadi perhatian
69
pemerintah. Sedangkan kabupaten lain memiliki skor yang rendah, hal ini disebabkan karena Jumlah Rumah Sakit Umum pada tiap kabupaten sedikit dan tidak merata. Bahkan ada kabupaten yang tidak memiliki Rumah Sakit Umum sendiri. Tingkat infrastruktur ekonomi di Jawa Tengah memiliki skor yang rendah pula.Hanya kota Semarang yang tergolong menengah ketas dimana golongan inipun masih belum bisa dikatakan tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa infrastruktur ekonomi di Jawa Tengah tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh jumlah perusahaan di Jawa Tengah tidak merata yaitu hanya terpusat di pusat pemerintahan yaitu kota Semarang. Pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan dalam mengatasi infrastruktur yang kurang memadai di Jawa Tengah salah satunya bantuan Sarana Prasarana merupakan bantuan stimulan yang bersumber dari APBD Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk membiayai
kegiatan
prioritas
sarana
prasarana
kewenangan
Kabupaten/Kota, peningkatan potensi wilayah, hasil reses/kunjungan kerja sebagai wahana serapan usulan masyarakat dan pembangunan infrastruktur strategis. 2. Tingkat kemiskinan di kabupaten/kota di Jawa Tengah Hasil analisa tabel tingkat kemiskinan yaitu rata-rata tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tergolong tinggi. Kabupaten yang tingkat kemiskinannya
tergolong
rendah
adalah
Kabupaten
Sukoharjo,
Kabupaten Tegal, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota
70
Pekalongan, dan Kota Tegal. Kota Semarang memiliki tingkat kemiskinan rendah dikarenakan pusat pemerintahan dimana tingkat infrastrukturnya tinggi.Sukoharjo memiliki tingkat kemiskinan rendah dikarenakan indeks jumlah pasar cenderung tinggi.Seperti diketahui bahwa pasar merupakan kegiatan ekonomi yang dapat membuka lapangan pekerjaan cukup besar.Sedangkan Tegal, Magelang, Salatiga dan Pekalongan memiliki tingkat kemiskinan tergolong rendah karena memiliki industry dengan menyerap tenaga kerja
yang cukup
besar.Sedangkan kabupaten lainnya memiliki tingkat kemiskinan tinggi karena sarana dan prasarana ekonomi rendah seperti industri dan pasar. Sudah
banyak
program
penanggulangan
kemiskinan
yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Di tahun 2013 Pemerintah melaksanakan program Percepatan dan Perluasan Perlindungan
Sosial
(P4S)
.Program
P4S
yang
dilaksanakan berupa yang terdiri dari Raskin, Bantuan siswa Miskin dan Program Keluarga Harapan. Raskin yaitu untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Sedangkan BSM adalah bantuan dari Pemerintah berupa sejumlah bantuan personal yang diberikan secara langsung kepada siswa dari semua Jenjang Pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA) yang berasal dari keluarga miskin dan rentan miskin sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Selain itu ada program keluarga harapan yaitu program pemberian bantuan tunai
71
kepada rumah tangga sangat miskin berdasarkan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan dengan melaksanakan kewajiban.
72
3. Hubungan infrastruktur dengan tingkat kemiskinan di Jawa Tengah Berdasarkan analisa data tidak ada hubungan antara infrastruktur pendidikan, infrastruktur kesehatan, dan infrastruktur ekonomi dengan tingkat kemiskinan.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Penelitian yang dilakukan oleh Faisal (2013) tentang keterkaitan tingkat pendidikan dan kesehatan terhadap jumlah penduduk miskin. Indikator tingkat kesehatan yang digunakan adalah fasilitas kesehatan dan indikator tingkat pendidikan adalah sarana pendidikan yang memiliki hasil tingkat kesehatan dan tingkat pendidikan tidak berkaitan kepada tingkat kemiskinan dengan besarnya t hitung sebesar 1,273 < t tabel atau memiliki hubungan yang lemah. Tidak
adanya
hubungan
antara
infrastruktur
pendidikan,
infrastruktur kesehatan, dan infrastruktur ekonomi dengan tingkat kemiskinan karena anggaran alokasi infrastruktur tidak sebanding dengan penurunan tingkat kemiskinan.Upaya yang dilakukan pemerintah untuk terus
menyeraptenaga
membutuhkan
kerja
anggaranyang
dan tidak
menekan
angka
sedikit.Untuk
kemiskinan kepentingan
penghitungan dampakalokasianggaran pemerintah terhadap penyerapan tenaga kerja,maka digunakan anggaran infrastruktur.
73