Bab IV Analisis dan Pengujian
4.1 Analisis Simulasi Aliran pada Profil Airfoil Simulasi aliran pada profil airfoil dimaskudkan untuk mencari nilai rasio lift/drag terhadap sudut pitch. Simulasi ini tidak mencari nilai koefisien drag dan lift karena perlu perhitungan lagi untuk mendapatkannya. Kecepatan angin frontal terhadap rotor adalah 5 m/s, sedangkan kecepatan angin pada arah tengensial yang terjadi karena putaran rotor adalah tip speed ratio dikalikan dengan kecepatan angin. Dari hasil perhitungan, nilai kecepatan angin yang terjadi di ujung sudu adalah 37,19 m/s. Untuk memudahkan perhitungan dan pencatatan, nilai kecepatan angin yang dimasukkan adalah 40 m/s.
4.1.1 Data Hasil Perhitungan Simulasi Aliran pada Profil Airfoil Tabel 4.1 Data hasil simulasi aliran pada profil airfoil sudut serang
lift Force (N) dra g
-5
0
5
10
15
20
25
pressure
-37,98
46,28
146,66
239,08
295,86
377,72
432,20
viscous
0,08
-0,01
-0,15
-0,21
-0,06
0,19
0,41
total
-37,90
46,27
146,51
238,87
295,80
377,91
432,61
pressure
10,84
4,72
7,70
19,45
44,94
105,52
207,26
viscous
1,38
1,73
1,95
1,74
1,01
0,33
-0,37
total
12,22
6,45
9,65
21,19
45,95
105,85
206,89
Simulasi aliran 2D yang dilakukan terhadap profil airfoil dengan kecepatan 40 m/s dan sudut yang beragam memberikan solusi sebagai berikut. Nilai gaya yang diberikan adalah dengan asumsi bahwa luas planform adalah 240 mm x 1000 mm.
61
4.1.2 Pemilihan sudut pitch Agar dapat menghasilkan torsi yang cukup untuk memutar rotor, sudu dibuat dengan bentuk yang menghasilkan gaya lift yang maksimum. Dari hasil simulasi, lift cenderung semakin besar jika sudut serang semakin besar, namun mendapatkan besar gaya lift saja tidak cukup untuk mengetahui prestasi sudu. Dari hasil simulasi, diperoleh bahwa semakin besar sudut serang maka gaya drag yang terjadipun semakin besar. Keberadaan gaya drag ini memberikan pengaruh yang yang berlawanan dengan gaya lift. Momen gaya yang dihasilkan oleh gaya drag memiliki arah yang melawan putaran rotor. Perhitungan yang akan dipilih sebagai pertimbangan untuk memilih sudut serang yang terbaik adalah dengan mencari nilai rasio lift terhadap drag yang terjadi pada setiap sudu yang disimulasikan.
20
lift/drag
15 10 5 0 -10
0
10
20
30
-5 sudut serang (derajat)
Gambar 4.1 Rasio lift/drag terhadap sudut serang Dari grafik rasio lift/drag diperoleh bahwa lift/drag yang terbesar terjadi pada sudut serang 6° Pada sudut serang 0°, aliran yang terjadi adalah aliran laminar sehingga gaya drag yang timbul adalah karena desakan udara pada bagian leading edge. Bentuk profil airfoil yang melengkung pada sisi atas dan cenderung datar pada sisi bawah menyebabkan kecepatan aliran pada sisi atas lebih tinggi dari permukaan bawah.
62
Sesuai dengan persamaan Bernoulli, maka tekanan statik pada permukaan atas akan lebih rendah dari tekanan statik pada permukaan bawah. Perbedaan tekanan statik pada kedua permukaan sudu inilah yang menyebabkan timbulnya gaya lift (bouyancy) pada sudu ataupun sayap pesawat. Semakin tinggi sudut serang, maka perubahan momentum udara ketika menumbuk sudu menjadi lebih besar karena perubahan arahpun menjadi lebih besar. Perubahan momentum udara ke arah bawah menyebabkan timbulnya gaya ke atas pada profil airfoil. Namun perubahan momentum yang besar ini juga meningkatkan nilai gaya drag. Sehingga sudut serang yang terlampau tinggi akan mengakibatkan drag yeng besar yang mengurangi prestasi rotor. Pada sudut serang yang terlampau tinggi, terjadi fenomena stall yaitu kondisi ketika aliran udara tidak mampu menyentuh bagian belakang sudu atau mengalir mengikuti bentuk sudu. Hal ini menyebabkan terjadinya turbulensi yang besar pada bagian belakan sudu sehingg meningkatkan gaya drag secara signifikan. Gambar 4.2 sampai dengan gambar 4.5 adalah gambar kontur tekanan kontur turbulensi yang terjadi pada profil airfoil pada sudut serang 5° dan 20°. Grafik airfoil yang ditampilkan hanya pada dua nilai sudut serang yang mewakili. Sudut serang 5° adalah sudut serang yang menghasilkan rasio lift/drag yang cukup besar degan kondisi aliran yang laminar. Grafik selanjutnya adalah simulasi aliran melalui penampang airfoil dengan sudut serang 20° dimana nilai rasio lift/drag yang mulai menurun dengan kondisi aliran yang turbulen. Pada grafik selanjutnya ditunjukkan turbulensi yang terjadi pada aliran.
63
Gambar 4.2 Kontur tekanan statik pada sudut serang 5° dengan tekanan operasi 101325 Pa
Gambar 4.3 Kontur Energi kinetik turbulensi (m2/s2) pada sudut serang 5°
64
Gambar 4.4 Kontur Tekanan statik pada sudut serang 20° dengan tekanan operasi 101325 Pa
Gambar 4.5 Kontur energi kinetik turbulensi (m2/s2) pada sudut serang 20°
65
Dari hasil analisis simulasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sudut serang untuk mendapatkan rasio lift/drag yang besar adalah 6°. Dengan data tersebut maka sudu turbin angin akan diposisikan dengan menggunakan sudut serang 6°.
4.2 Analisis Simulasi Aliran pada Rotor Simulasi aliran pada rotor dilakukan pada empat sudut pitch yaitu 2,5°, 5°, 7,5°, dan 10°. Kecepatan udara yang dipilih adalah 5 m/s. Angka 5 m/s merupakan kecepatan angin nominal. Putaran rotor yang dimasukkan adalah 200 rpm. Nilai 200 rpm adalah putaran yang terjadi jika menggunakan tip speed ratio 7,37. Nilai tip speed ratio yang memberikan koefisien daya terbesar untuk turbin angin 3 sudu adalah diantara 6 hingga 8.
4.2.1 Data Perhitungan Simulasi Aliran Simulasi aliran undara sekitar rotor yang dilakukan dengan bantuan program Fluent memberikan solusi sebagai berikut: Tabel 4.2 Data hasil perhitungan simulasi aliran pada rotor sudut pitch
torque*
axial
mass flow
Momen
No
(°)
(Nm)
force* (N)
(kg/s)
pitch (Nm)
1
2,5
5,00022
57,85101
32,4603
-1,52184190
2
5,0
5,00005
48,22190
32,4603
-1,90852550
3
7,5
4,13238
37,65419
32,4603
-0,79328707
4
10,0
2,33546
26,32125
32,4603
-0,38444686
*nilai tersebut adalah nilai pada sebuah sudu Dari tabel tersebut dapat diperoleh informasi sebagai berikut: 1. sudut pitch yang memberikan nilai torsi terbesar adalah 2,5° dengan torsi yang dihasilkan sebesar 5,00022 Nm 2. sudut pitch yang memberikan nilai gaya aksial terbesar adalah 2,5° dengan nilai gaya aksial sebesar 57,85101 N
66
3. nilai laju aliran massa tidak dipengaruhi oleh sudut pitch, hal ini dapat dipahami karena laju aliran massa bergantung pada kecepatan angin, massa jenis udara, dan luas inlet 4. momen puntir yang terjadi pada batang sudu bernilai negatif, padahal untuk memanfaatkan fenomena stall untuk pengaman angin ekstrim, sudut pitch harus dibuat lebih besar oleh momen yang berarah positif. Dengan demikian perlu dilakukan pemodelan ulang dengan posisi batang sudu (dalam hal ini sumbu pitch) yang lebih dekat dengan leading edge agar nilai momen pitch positif.
4.2.2 Pemilihan Sudut Pitch Sudu Dari data yang diperoleh tersebut penulis melakukan pemilihan sudut pitch yang akan diterapkan dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. sudut pitch 2,5° memberikan nilai torsi yang besar pada putaran 200 rpm 2. untuk mendapatkan cut in speed yang rendah, starting torque harus besar, maka sudut pitch sebaiknya dibuat besar. Penulis tidak melakukan simulai untuk mencari nilai sudut pitch yang memberikan cut in speed rendah sehingga pemilihannya berdasarkan perkiraan Atas pertimbangan tersebut, sudut pitch yang dipilih adalah 5°. Sudut pitch 5° memberikan nilai momen torsi yang relatif besar namun juga diharapkan memberikan starting torque yang cukup untuk menekan angka cut in speed.
4.2.3 Pengaruh Sudut Pitch terhadap Keluaran Daya Besar sudut pitch mempengaruhi kondisi aliran pada rotor akibatnya mempengaruhi besarnya daya yang dapat diekstraksi oleh rotor. Data yang ditampilkan pada tabel 4.2 adalah data yang terjadi pada satu buah sudu. Maka untuk rotor yang terdiri dari tiga sudu, nilai torsi, gaya aksial, dan laju aliran massa dikalikan tiga. Berikut ini nilai daya rotor untuk sudut pitch yang disimulasikan.
67
Tabel 4.3 Torsi, gaya aksial, dan keluaran daya rotor sudut pitch
torsi
gaya aksial
daya
(°)
(Nm)
(N)
(Watt)
1
2,5
15,00066
173,55303
314,013879
2
5,0
15,00016
144,66570
314,003266
3
7,5
12,39713
112,96257
259,513213
4
10,0
7,00637
78,96375
146,666762
No
4.2.4 Analisis Kondisi Aliran pada Rotor Melihat kembali pada nilai distribusi sudut pitch optimal pada setiap stasiun, terdapat beberapa poin analisis yang dapat diambil: 1. jika sudut pitch sudu 2,5°, elemen sudu yang optimal adalah elemen yang berada pada selang antara stasiun 7 dan 8 2. jika sudut pitch sudu 5,0°, elemen sudu yang optimal berada pada selang antara stasiun 5 dan 6 3. jika sudut pitch sudu 7,5°, elemen sudu yang optimal berada pada selang antara stasiun 4 dan 5. fenomena stall sudah mulai terjadi secara parsial pada bagian ujung sudu. Hal ini disebabkan karena sudut serang yang terlalu besar untuk bagian ujung sudu sehingga terjadi turbulensi 4. pada sudut pitch 10°, elemen sudu yang memiliki sudut pitch optimal berada diantara stasiun 3 dan stasiun 4. turbulensi terjadi lebih luas sehingga nilai daya yang dihasilkan kecil.
4.2.5 Kondisi Pembebanan Pada Rotor Rotor sebagai penangkap energi angin mengalami beberapa beban yang dalam tugas sarjana ini hanya diulas sebagian saja diantaranya: 1. beban aksial 2. beban radial 3. beban tangensial
68
Beban dinamik tidak dianalisis pada tugas sarjana ini karena memerlukan kajian yang mendalam dan penelitian lebih lanjut. Beban aksial atau dalam bahasa internasional dinamakan thrust terjadi karena adanya gaya lift dan drag pada sudu. Gaya lift dan drag tersebut diuraikan menjadi dua komponen gaya pada arah tangensial dan aksial. Metode yang digunakan adalah metode strip element, namun tidak dikaji mendalam dalam tugas sarjana ini. Cara yang dilakukan untuk memperoleh nilai pembebanan pada rotor adalah dengan simulasi aliran yang telah dilakukan pada Fluent. Fluent menyediakan fasilitas untuk melaporkan besar gaya pada arah tertentu dan momen pada arah sumbu x, y, dan z dengan titik asal tertentu. Kondisi pembebanan pada rotor yang diperoleh dari data perhitungan simulasi aliran diantaranya adalah gaya aksial, momen lentur pada pangkal sudu, momen pitch, dan momen gaya tangensial pada rotor. Besar momen lentur pada rotor akibat gaya thrust pada sebuah sudu adalah sebesar 49,26 Nm.
4.3 Pengujian Kinerja Turbin Angin Turbin angin yang telah dirancang, dibuat, dan dirakit perlu diuji untuk mengetahui kinerja turbin angin tersebut. Pengujian yang dilakukan terbatas pada hanya mencari karakteristik tubin angin berupa kurva keluaran daya terhadap kecepatan angin dengan menggunakan satu nilai sudut pitch yang telah ditentukan. Tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. memberikan dua nilai beban yaitu 27 W dan 47 W 2. mengukur nilai tegangan terhadap kecepatan angin pada kondisi tanpa beban 3. mengukur nilai tegangan dan kuat arus terhadap kecepatan angin pada masing-masing beban 4. menghitung nilai daya terhadap kecepatan angin pada masing-masing beban dengan data yang sudah didapatkan berupa tegangan dan kuat arus pada kecepatan angin yang bervariasi 5. mengukur putaran rotor terhadap kecepatan angin pada masing-masing beban
69
mulai Menghitung nilai P terhadap v
Mengukur V terhadap v Membuat kurva karakteristik P-v turbin angin
Mengukur I terhadap v selesai
Gambar 4.6 Diagram alir pengujian turbin angin 4.3.1 Perlengkapan Pengujian Benda yang akan diuji adalah turbin angin dengan tiang setinggi 2 m. Ketinggian ini sebenarnya kurang cocok untuk instalasi turbin angin, namun untuk mendirikan turbin angin dengan ketinggian yang lebih akan membutuhkan lebih banyak biaya, tenaga, dan waktu. Peralatan yang diperlukan untuk pengujian adalah: Tabel 4.4 Perlengkapan pengujian No
Alat/bahan
Jumlah
1
Kabel
10 m
2
AVOmeter
2 unit
3
Anemometer
1 unit
4
Komputer
1 unit
5
Alat tulis
6
Pencatat waktu
1 unit
7
Penyearah arus
1 unit
8
Beban
2 unit
70
Perlengkapan pengujian yang digunakan diperlihatkan pada gambar berikut
Gambar 4.7 Multimeter (AVOmeter) dan beban listrik berupa lampu
Gambar 4.8 Instalasi turbin angin Beban yang diberikan adalah lima buah lampu yang disusun seri dengan spesifikasi yang sama yaitu 3,6 V 1,5 A. Dengan demikian hambatan masing-masing
71
lampu adalah 2,4 Ω dan jika disusun seri hambatannya menjadi 12 Ω., maka dapat dikatakan beban pertama sebesar 27 Watt. Nilai beban kedua adalah beban pertama dihubungkan secara paralel dengan lampu yang hambatannya 7,2 Ω. Besar beban kedua adalah 47 W.
4.3.2 Prosedur pengujian Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut: Pengukuran tegangan listrik terhadap kecepatan angin pada kondisi tanpa beban 1. melakukan balancing pada rotor 2. merakit badan turbin angin dan memasangkan pada tiang 3. memasangkan kabel dan menghubungkan pada alat ukur tegangan listrik (voltmeter). Pastikan skala yang digunakan lebih besar dari tegangan maksimum 4. mendirikan tiang dengan turbin angin berada di atasnya 5. menempatkan anemometer dengan ketinggian dan kondisi medan yang serupa dengan turbin angin. Jarak antara anemometer dan turbin angin tidak lebih dari 3 m 6. melakukan pengukuran setiap tiga detik. Pada tiga detik tersebut diambil data kecepatan angin dan tegangan masing masing satu data pada setiap detiknya sehingga terdapat lima data untuk diambil nilai rata-rata dari kelimanya. 7. pengukuran dilakukan hingga selang nilai kecepatan angin tidak lebih dari 1 m/s 8. menyimpan data pengukuran 9. pengukuran dilakukan kembali dengan beban yang berbeda Pengukuran arus listrik dan tegangan listrik terhadap kecepatan angin pada kondisi pembebanan Prosedur yang dilakukan pada pengukuran daya hampir sama dengan pengukuran tegangan pada kondisi tanpa beban. Perbedaannya adalah pada
72
pemasangan beban dan penggunaan dua buah AVOmeter masing-masing untuk mengukur tegangan listrik dan arus listrik. Bagan pengujian tanpa beban dan dengan beban adalah sebagai berikut:
V
Turbin angin
A V beban
Turbin angin
Gambar 4.9 Pemasangan alat pada pengujian kinerja turbin angin 4.3.3 Data Hasil Pengujian Pengukuran cut in speed menunjukkan bahwa turbin angin sumbu horizontal 3 sudu berdiameter 3,5 meter memberikan nilai cut in speed 1,4 m/s pada kondisi tanpa beban, 1,9 m/s pada kondisi berbeban 27 W dan 1,9 m/s pada kondisi berbeban 47 W. Pengukuran tegangan keluaran turbin angin pada kondisi tanpa beban memberikan hasil seperti ditunjukkan tabel berikut:
73
Tabel 4.5 Data pengukuran tegangan tanpa beban No
kecepatan
Tegangan
angin (m/s)
(V)
1
1,2
3,69
2
1,3
3
No
kecepatan
Tegangan
angin (m/s)
(V)
11
2,5
6,39
4,26
12
3
10,98
1,6
5,61
13
3,3
5,82
4
1,6
3,51
14
3,3
11,04
5
1,6
5,31
15
3,5
13,5
6
2
7,29
16
3,6
12,69
7
2,3
6,24
17
3,8
15,6
8
2,4
9,9
18
3,9
14,73
9
2,5
9,72
19
3,9
15,33
10
2,5
9,24
20
5,3
22,65
Jika data tersebut disajikan dalam bentuk grafik, maka hasilnya adalah sebagai berikut:
tegangan output (V)
25 20 15 10 5 0 0
1
2 3 4 kecepatan angin (m/s)
5
6
Gambar 4.10 Grafik tegangan output pada kondisi tanpa pembebanan
74
Pengukuran tegangan dan arus yang dilakukan pada kecepatan angin yang bervariasi memberikan hasil seperti ditunjukkan pada tabel. Perhitungan daya dilakukan dengan mengalikan arus dan tegangan yang terjadi pada setiap pengukuran. Tabel berikut menunjukkan data pengukuran dengan kondisi beban 27 Watt. Tabel 4.6 Data pengukuran pada pembebanan 27 W Kecepatan
Tegangan
Arus
Daya
Kecepatan
Tegangan
Arus
Daya
angin (m/s)
(V)
(A)
(W)
angin (m/s)
(V)
(A)
(W)
1,0
2,5
0,275
0,6875
2,9
4,9
0,295 1,4455
1,2
4,3
0,310
1,3330
2,9
6,6
0,375 2,4750
1,8
4,1
0,295
1,2095
2,9
2,2
0,255 0,5610
1,9
6,3
0,350
2,2050
3,0
8,1
0,425 3,4425
2,2
5,7
0,350
1,9950
3,1
8,7
0,445 3,8715
2,2
3,1
0,290
0,8990
3,2
3,1
0,305 0,9455
2,3
7,6
0,395
3,0020
3,3
6,2
0,355 2,2010
2,7
6,5
0,370
2,4050
3,5
7,8
0,405 3,1590
2,8
5,3
0,345
1,8285
3,8
3,9
0,315 1,2285
Pada beban 47 W memberikan data yang ditunjukkan pada tabel 4.7. Tabel 4.7 Data pengukuran pada pembebanan 47 W Kecepatan
Tegangan
Arus
Daya
Kecepatan
Tegangan
Arus
Daya
angin (m/s)
(V)
(A)
(W)
angin (m/s)
(V)
(A)
(W)
1,2
2,5
0,990
2,4750
2,4
2,7
1,080
2,9160
1,4
2,8
1,050
2,9400
2,4
3,1
1,180
3,6580
1,4
4,7
1,225
5,7575
2,5
3,1
1,095
3,3945
1,5
2,4
0,945
2,2680
2,6
5,8
1,470
8,5260
1,7
2,3
1,565
3,5995
2,6
9,9
1,950 19,3050
1,8
2,6
1,040
2,7040
2,6
5,0
1,450
7,2500
2
4,3
1,265
5,4395
3,4
6,1
1,575
9,6075
2,3
7,5
1,595 11,9625
75
Hasil perhitungan daya yang dilakukan pada kedua pembebanan dan pada kecepatan angin yang berhasil terukur, jika disajikan dalam bentuk grafik akan meunjukkan gambaran seperti berikut.
25 27 W 47 W
daya output (W)
20
27 W 47 W
15 10 5 0 0,0
0,5
1,0
1,5 2,0 2,5 kecepatan angin (m/s)
3,0
3,5
4,0
Gambar 4.11 Data pengukuran daya dengan beban 27 W dan 47 W Pengukuran putaran pada kondisi tanpa beban, dengan beban 27 W, dan dengan beban 47 W memberikan hasil seperti berikut: Tabel 4.8 Data pengukuran putaran rotor terhadap kecepatan angin Tanpa beban
Beban 27 W
Beban 47 W
Kecepatan
Putaran
Kecepatan
Putaran
Kecepatan
Putaran
angin (m/s)
(rpm)
angin (m/s)
(rpm)
angin (m/s)
(rpm)
1
48
1,2
56
1,3
32
1,2
64
1,3
56
1,6
72
1,5
68
1,1
52
1,8
76
1,4
72
1,7
56
1,5
56
1,6
112
1,8
76
2,3
80
76
Grafik berikut merupakan penyajian data pengukuran putaran pada kecepatan angin yang berbeda. 120
tanpa beban
putaran (rpm)
100
beban 27 W beban 47 W
80 60 40 20 0 0
0,5
1
1,5
2
2,5
kecepatan angin (m/s)
Gambar 4.12 Data pengukuran putaran 4.3.4 Analisis Pengujian Pengujian dilakukan dengan menggunakan sudut pitch 20°. Ketika menggunakan sudut pitch 5°, rotor tidak berputar. Hal ini karena dengan menggunakan sudut pitch yang rendah, starting torque yang didapatkan terlalu kecil dan tidak mampu memberi torsi awal untuk melawan momen inersia rotor. Dari data hasil pengujian dan perhitungan, diperoleh bahwa tegangan yang terjadi pada percobaan tanpa beban menunjukkan nilai 22,65 volt. Nilai daya yang diperoleh pada kondisi beban 27 W dan 47 menunjukkan nilai yang lebih kecil daripada nilai yang diperoleh dari perhitungan maupun simulasi dengan fluent. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: 1. putaran yang terjadi terlalu kecil untuk menghasilkan daya output 2. beban yang diberikan besar sehingga nilai arus yang mengalir kecil Pengujian yang telah dilakukan tidak memberikan data yang lengkap karena kecepatan angin yang rendah, sulit untuk mendapatkan kondisi angin yang cenderung konstan dan berkecepatan tinggi. Hal ini disebabkan beberapa kekurangan pada pengujian ini diantaranya:
77
1. pemasangan turbin angin pada menara yang rendah 2. turbin angin dipasang pada posisi dimana gangguan turbulensi aliran angin sangat mungkin terjadi 3. kondisi angin sangat fluktuatif, tidak pernah mencapai kecepatan angin diatas 5 m/s dalam waktu yang relatif lama kondisi-kondisi tersebut membuat data pengujian tidak benar-benar menunjukkan nilai yang sebenarnya. Pemasangan menara yang rendah menjadi satu diantara kendala pengujian karena pemasangan demikian menyebabkan kondisi angin yang tidak konstan. Semakin dekat dengan permukaan, maka kecepatan angin semakin menurun. Pemasangan turbin angin sebaiknya lebih tinggi dari 10 m, itu jika tidak ada bangunan yang mengganggu aliran angin menuju turbin angin. Pada saat pengujian, turbin angin dipasang di atas gedung 5 lantai dengan menggunakan menara setinggi 2,5 m. Turbin angin diletakkan dekat dengan sudut gedung sehingga besar kemungkinan aliran udara yang menerpa turbin angin tidak pada arah yang benar-benar horizontal. Kondisi angin yang fluktuatif jelas menjadi kendala pengujian. Pengujian yang ideal dilakukan pada kondisi angin yang cenderung konstan baik kecepatan maupun arahnya. Kecepatan angin yang berubah-ubah menyebabkan putaran yang terjadi pada saat pengambilan data bukan putaran yang seharusnya terjadi pada kecepatan angin tersebut, namun sangat mungkin bahwa putaran rotor masih terlalu rendah atau masih terlalu tinggi bergantung pada kondisi angin sebelumnya. Arah angin yang berubah-ubah juga menjadi kendala baik bagi kinerja turbin angin itu sendiri maupun dalam pengukuran. Ketika angin berubah arah dan menyebabkan turbin angin berubah arah mengikuti arah angin, maka putaran rotor yang terjadi cenderng menurun. Meskipun pada kecepatan angin yang tinggi, namun jika arah angin berubah-ubah, nilai kecepatan sudut dan daya output yang dihasikan turbin angin relatif kecil. Penurunan kecepatan rotasi rotor ketika perubahan arah orientasi rotor diperkirakan karena adanya efek giroskopik yang terjadi pada rotor.
78
Efek giroskop menyebabkan terjadinya momen presisi yang arahnya tegak lurus dengan arah yaw. Tabel 4.9 Sumber kesalahan pengujian Kesalahan Data
Penyebab
angin
tidak
lengkap (dibawah 5 m/s)
1. Kecepatan angin yang terjadi rendah 2. Ketinggian menara (2,5 m di atas gedung 4 lantai) kurang sehingga kecepatan angin rendah
Daya output rendah
1. Putaran rotor yang terjadi rendah (maksimal 80 rpm pada kecepatan angin 2,3 m/s). Pada putaran tersebut daya output turbin angin juga rendah (sekitar 20 Watt)
Sebaran data tegangan
1. Kecepatan angin berubah pada waktu yang singkat
tidak teratur terhadap
sehingga tegangan yang terukur sangat bergantung
kecepatan angin
pada kecepatan angin sebelum pengukuran. 2. Arah angin berubah-ubah. Ketika angin berubah arah, putaran rotor cenderung rendah. 3. Tidak dilakukan kalibrasi pada alat ukur.
Sebaran rotor
data
putaran
1. Respon putaran rotor terhadap kecepatan angin
tidak
teratur
lebih lambat daripada respon anemometer terhadap
terhadap
kecepatan
angin
kecepatan angin. 2. Terjadi fluktuasi kecepatan angin dan perubahan arah angin. Pengukuran yang baik dilakukan pada kondisi angin yang cenderung konstan. 3. Perubahan
arah
angin
terkadang
menjadikan
anemometer berada di belakang turbin angin, pada kondisi
ini
kecepatan
angin
yang
terukur
anemometer sudah berkurang. Sudut
pitch
pengujian dengan
sudut
pada 1. sudut pitch optimal dari hasil simulasi (5°) tidak berbeda
memberikan starting torque yang cukup untuk
pitch
memutar rotor sehingga sudut pitch diperbesar
optimal pada simulasi
hingga 20°.
79
Selama pengujian, cut in speed turbin angin yang teramati berada pada nilai 1,9 m/s. Nilai ini relatif rendah jika dibandingkan dengan turbin angin yang sudah ada. Cut in speed yang rendah adalah keuntungan untuk turbin angin.
80