BAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI NANNOPLANKTON
4.1 PEMBAGIAN FILUM NANNOPLANKTON Nannofosil gampingan (calcareous nannofossil) adalah suatu kelompok fosil yang berukuran halus, Perch-Nielsen (1985) dalam Kapid (2003) memberikan selang (1 – 25) μm. Nannofosil gampingan dihasilkan oleh kelompok ganggang bersel satu yang disebut coccolithophore. Menurut Gartner (1981) dalam kapid (2003), coccolithophore merupakan organisme bersel tunggal, fotosintetik, termasuk golongan algae dari Divisi Chrysophyta, Kelas Coccolithophyceae. Golongan algae ini mampu menghasilkan lempeng-lempeng gampingan dalam satu fase dari siklus hidupnya. Lempeng tersebut bertaut satu sama lain, membentuk suatu struktur kerangka berbentuk bulat atau bulat telur yang melingkupi seluruh atau sebagian dari sel atau disebut coccosphere yang mengalami disintegrasi. Setiap lempeng yang disebut coccolith akan terlepas dan terendapkan di dasar laut sebagai sedimen karbonat yang berbutir halus. Selain coccolith terdapat pula jenis nannofosil gampingan yang tidak diketahui afinitasnya dengan kelompok ganggang yang ada, tetapi selalu bersama-sama dengan fosil coccolith atau disebut nannolith.
4.2 PREPARASI DAN METODE ANALISIS NANNOPLANKTON 4.2.1 Preparasi Nannoplankton Preparasi nannoplankton bertujuan untuk mengekstrak fosil-fosil nannoplankton gampingan dari batuan untuk dianalisis takson-taksonnya dan kemudian digunakan sebagai bahan dalam analisis bistratigrafi nannoplankton..
42
Preparasi nannoplankton dibagi menjadi tiga (3) tahapan sebagai berikut: 1. Tahap Ekstraksi Sampel batuan yang butirannya homogen atau tidak memiliki butiran yang kasar, diambil sekitar 0,5 mg lalu di taburkan di atas gelas objektif. Setelah itu sampel batuan ditetesi air destilasi lalu diratakan dengan menggunakan pinset yang bersih. 2. Tahap Pengeringan Sampel yang telah diekstraksi dikeringkan di atas hot plate dengan suhu ± 80oC hingga kering, lalu diratakan kembali dan ditipiskan dengan penggunakan gelas penutup (cover glass). Setelah itu, sampel tersebut ditambahkan canada balsam secukupnya pada saat gelas objektif tetap diletakkan di atas hot plate hingga canada balsam cukup matang, lalu ditutup dengan gelas penutup dengan mengusahakan tidak ada gelembung udara pada proses ini. 3. Determinasi Sampel yang telah kering dideterminasi dengan menggunakan mikroskop polarisasi (light microscope).
4.2.2 Metode Analisis Nannoplankton Analisis determinasi species nannoplankton dilakukan dengan menggunakan pengamatan terhadap fosil coccolithnya yang meliputi bentuk tubuh (lingkaran, cincin, tabung, oval, sampan, bintang, tapal kuda, atau bulat), bentuk rongga di daerah pusat (palang, silang, atau duri), perisai (proximal atau distal), dan ornamentasinya. Analisis biozonasi nannoplankton dilakukan dengan menggunakan pengamatan field of view (FOV) sesuai luas standar gelas penutup yang berukuran ± 120 x 250 μm. Dalam satu kali pengamatan FOV, jumlah tiap species nannoplankton dihitung sebanyak 15 kali pada tempat yang 43
berbeda lalu dikalikan delapan. Sisa pengamatan lainnya dilakukan untuk mencari species marker yang diduga masih dijumpai dalam sampel tersebut.
4.3 Pembagian dan Penentuan Umur dengan Nannoplankton Penyususnan
biostratigrafi
dilakukan
untuk
mengetahui
urutan-urutan
pengendapan lapisan batuan berdasarkan kandungan fosil nannoplanktonnya. Zona (biozona) merupakan satuan dasar dari satuan biostratigrafi (Gambar 4.1) yang dapat dikelompokkan ke dalam 4 tipe umum, diantaranya: a. Zona Kumpulan, suatu kumpulan lapisan yang dicirikan oleh kumpulan alamiah fosil yang khas, yang dapat dibedakan dalam hal sifat biostratigrafinya dengan lapisan yang berbatasan. b. Zona Kisaran, kumpulan lapisan yang mewakili kisaran total dari setiap unsur yang terpilih dari keseluruham kumpulan fosil dalam suatu urutan stratigrafi. c. Zona Puncak, tubuh lapisan batuan yang menunjukkan perkembangan maksimum suatu takson tertentu yang berupa genus atau species. d. Zona Selang, selang stratigrafi antara dua horizon biostratigrafi yang dapat berupa awal atau akhir pemunculan takson-takson penciri. Penamaan zona ini berasal dari nama-nama horizon atau takson yang membatasinya. Pada penentuan biozonasi, satuan biostratigrafi yang digunakan adalah zona selang dan zona parsial (Gambar 4.1). Klasifikasi yang digunakan sebagai standar pada penelitian ini adalah klasifikasi Martini (1971) dalam Bolli (1994) yang diperbarui oleh Martini dan Muller (1986).
44
Gambar 4.1 Bagan jenis-jenis Zona Biostratigrafi (ISSC Report No. 5, 1971 dalam Komisi Sandi stratigrafi Indonesia, 1973).
4.4 ANALISIS NANNOPLANKTON DAERAH PENELITIAN Penampang terukur dilakukan pada tiga lintasan, diantaranya
Lintasan
Sungai Tambar – Sungai Tegalbale, lintasan Sungai Kedunglawah, dan lintasan Sungai Kedungkembang. Pengambilan sampel dilakukan di setiap satuan. Perkembangan populasi nannoplanton di daerah penelitian sangat bervariasi pada
setiap
satuan.
Kelimpahan
individu
dan
keragaman
species
nannoplankton sangat melimpah terutama pada Satuan Napal Formasi Mundu. Secara umum, nannoplankton di daerah penelitian didominasi oleh golongan Reticulofenestra, Sphenolithus, dan Discoaster.
45
4.5 ANALISIS UMUR BERDASARKAN BIOZONASI NANNOPLANKTON Pada penentuan biozonasi nannoplankton di daerah penelitian dilakukan dengan mengacu pada zona kemunculan awal dan kemunculan akhir dari species nannoplankton. Dari ketiga lintasan, biozonasi nannoplankton daerah penelitian dapat dibagi menjadi tujuh zonasi. Pembagian zonasi tersebut, di antaranya: Zona parsial Discoaster neohamatus Batas bawah zona ini tidak diketahui karena tidak tersingkap sedangkan batas atas merupakan biohorizon kemunculan Discoaster neohamatus. Pada no conto NG-25 Sungai Kedunglawah ketebalannya lebih dari 80
m. Berdasarkan
Martini (1971) zona ini dapat dikorelasikan dengan NN9 atau lebih tua atau Kala Miosen Akhir bagian bawah. Zona selang Discoaster neohamatus – Discoaster berggernii Batas bawah merupakan biohorizon zona kemunculan Discoaster neohamatus dan kemunculan awal Discoaster berggrenii pada bagian atas. Pada no conto KD-10 sampai NG-13 di lintasan Sungai Kedunglawah ketebalannya lebih dari 350 m, pada no conto GP-09 sampai LR-02 di lintasan Sungai Kedungkembang ketebalannya lebih dari 30 m Berdasarkan Martini (1971) zona ini dapat dikorelasikan dengan NN9 – NN10 atau Kala Miosen Akhir bagian bawah. Zona selang Discoaster berggrenii– Ceratolithus rugosus Batas bawah zona ini merupakan biohorizon kemunculan awal Discoaster berggrenii dan kemunculan akhir Ceratolituhs rugosus pada bagian atas. Pada nomor conto NG-11 sampai NG-07 di lintasan Sungai Nggaber dan Sungai Tambar ketebalannya ± 267,5 m, sedangkan pada no conto NG13 sampai KB05 di lintasan Sungai Kedunglawah ketebalannya ±172 m. Berdasarkan Martini (1971) zona ini dapat dikorelasikan dengan NN11 – NN12 atau Kala Miosen Akhir bagian atas.
46
Zona selang Ceratolithus rugosus– Reticulofenestra pseudoumbilica Batas bawah zona ini merupakan biohorizon kemunculan awal Ceratolithus rugosus dan kemunculan akhir Retculofenestra pseudoumbilica pada bagian atas. Pada nomor conto NG-07 sampai SL-11 lintasan Sungai Nggaber dan Sungai Tambar ketebalannya ± 312 m, sedangkan pada no conto LR-02 hungga LR-05 di lintasan Sungai Kedungkembang ketebalannya
± 312 m.
Berdasarkan Martini (1971) zona ini dapat dikorelasikan dengan NN13-NN15 atau Kala Pliosen Bawah. Zona selang Reticulofenestra pseudoumbilica – Discoaster pentaradiatus Batas
bawah
zona
ini
merupakan
biohorizon
kemunculan
akhir
Reticulofenestra pseudoumbilica dan kemunculan akhir dari Discoater pentaradiatus pada bagian atas. Pada nomor conto SL-12 sampai GK-01 lintasan Sungai Nggaber dan Sungai Tambar ketebalannya ± 124,5 m. sedangkan pada
no conto LR-05 hingga LR-07 di lintasan Sungai
Kedungkembang ketebalannya ± 124,5 m. Berdasarkan Martini (1971) zona ini dapat dikorelasikan dengan NN16 – NN17 atau Kala Pliosen. Zona selang Discoaster pentaradiatus – Emiliania huxleyi Batas bawah zona ini merupakan biohorizon kemunculan akhir Discoaster pentaradiatus dan kemunculan awal Emiliania huxleyi pada bagian atas. Pada nomor conto GP-03A sampai GP-02B lintasan Sungai Nggaber dan Sungai Tambar ketebalannya ± 124,5 m. Berdasarkan Martini (1971) zona ini dapat dikorelasikan dengan NN18-NN20 atau Kala Pliosen Atas - Plistosen. Zona parsial Emiliania huxleyi Batas bawah zona ini merupakan biohorizon kemunculan dari Emiliania huxleyi pada bagian bawah dan bagian atasnya tidak dikeahui karena tidak tersingkap. Pada nomor conto GK-01 sampai GP-03B lintasan Sungai Nggaber dan Sungai Tambar ketebalannya lebih dari 80 m. Berdasarkan Martini (1971) zona ini dapat dikorelasikan dengan NN21 atau Kala Plistosen.
47
3.6 ANALISIS KERAGAMAN SPECIES DAN KELIMPAHAN INDIVIDU NANNOPLANKTON
Keragaman (biodiversity) adalah jumlah species nannoplankton yang berada pada sampel, sedangkan kelimpahan (abundance) adalah jumlah keseluruhan individu nannoplankton yang berada dalam suatu sampel batuan. Keragaman dan kelimpahan nannoplankton ini lalu dibandingkan melalui suatu diagram (Gambar 4.2) untuk diketahui perubahan lingkungan pengendapan dari tiap satuan di daerah penelitian.
Satuan Napal (Formasi Mundu)
Satuan Batugamping Packstone (Formasi Bulu)
Satuan Batugamping Grainstone (Formasi Selorejo)
Satuan Batulempung Berlapis (Formasi Wonocolo)
Satuan Batulempung Masif (Formasi Lidah)
Satuan Batupasir Selangseling Batugamping (Formasi Ledok)
(A)
(B)
Gambar 4.2 (A) Distribution chart nannoplankton di lintasan Sungai Kedunglawah yang memperlihatkan perkembangan keragaman (kurva warna kuning) dan kelimpahan nannoplanktonnya (kurva warna abu-abu), (B) Perbandingan keragaman dan kelimpahan nannoplankton di semua lintasan. 48
Adapun perubahan lingkungan tersebut secara keseluruhan dapat terlihat dari kurva keragaman-kelimpahan dari tiga lintasan di daerah penelitian (Gambar 4.2). Analisis perubahan lingkugan dapat dimulai dari satuan yang paling tua. Nannoplankton pada Satuan Batugamping Packstone Formasi Bulu memiliki keragaman dan kelimpahan yang sangat sedikit (sampel NG25), sehingga dapat ditafsirkan bahwa lingkungan pengendapan berada di sekitar laut dangkal yang memungkinkan nannoplankton sulit untuk berkembang. Pada Satuan Batulempung Berlapis Formasi Wonocolo, keragaman dan kelimpahan nannoplankton mulai meningkat (sampel NG-26 dan NG-02B), dapat diinterpretasikan bahwa pada satuan ini lingkungan cenderung lebih dalam dari satuan yang lebih tua.
Nannoplankton pada Satuan Batupasir Selang-Seling Batugamping Formasi Ledok
kembali memperlihatkan penurunan keragaman dan kelimpahan
(sampel GP-09, KD-10, dan NG-11). Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa lingkungan memasuki laut dangkal. Analisis ini sesuai dengan penelitian Sribudiyani dkk. (2003) yang menyatakan bahwa pada Miosen Akhir terjadi orogenesa di daerah Cekungan Jawa Timur bagian utara yang menyebabkan adanya regresi.
Pada Satuan Napal Formasi Mundu terjadi lonjakan keragaman dan kelimpahan nannoplankton yang sangat meningkat (sampel LR-02, KB-05, dan NG-10). Hal ini ditafsirkan bahwa lingkungan berada pada laut dalam tempat nannoplankton berkembang dengan sangat baik. Perubahan lingkungan pengendapan ini sesuai dengan pernyataan Sribudiyani dkk. (2003) yang menjelaskan bahwa pada Kala Plistosen terjadi transgresi besar yang menenggelamkan hampir seluruh Cekungan Jawa Timur bagian utara berada di bawah permukaan laut.
Nannoplankton pada Satuan Batugamping Grainstone Formasi Selorejo memperliharkan adanya penurunan keragaman dan kelimpahan yang sangat tajam (sampel GK-01 dan LR-07) yang dinterpretasikan bahwa lingkungan memasuki lingkungan laut dangkal. Penurunan keragaman dan kelimpahan 49
pada satuan ini dimungkinkan memliki kaitan dengan pernyataan Djuhaeni (1994) yang berpendapat bahwa satuan ini tidak selaras dengan satuan di bawahnya atau Satuan Napal Formasi Mundu. Tetapi, dari hasil analisis biostratigrafi nannoplankton melalui tabel distribution chart tidak didapatkan selang waktu, umur yang relatif menerus dan tidak ditemukan perubahan kedudukan lapisan batuan di lapangan, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa Satuan Batugamping Grainstone tetap diendapkan secara selaras di atas Satuan Napal Formasi Mundu. Pada Satuan Batulempung Masif Formasi Lidah, keragaman dan kelimpahan kembali meningkat (sampel GP-01B) sehingga dapat diinterprerasikan bahwa lingkungan kembali memasuki lingkungan laut dalam.
50