1
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PERSEDIAAN Maryani, dkk (2012)
yang dikutip oleh Yudhistira (2015),
menyatakan bahwa persediaan barang merupakan bagian yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Persediaan barang merupakan salah satu tugas dari manajemen logistic dalam suatu perusahaan, yaitu dukungan dalam pengadaan barang untuk seluruh keperluan perusahaan. Agar dukungan tersebut dapat di manfaatkan perlu perencanaaan dan di lakukan secara terpadu, yang berarti saling berkaitan dan mendukung antar elemen yang terkait. Persediaan adalah sumber daya menganggur (iddle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut tersebut adalah berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi pangan pada sistem rumah tangga. Naibaho (2013) yang dikutip oleh Michel Chandra Tuerah (2014), menyatakan suatu persediaan merupakan aset perusahaan yang cukup besar, sehingga jika penanganan tidak dilakukan dengan benar, maka akan menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi perusahaan. Pengendalian persediaan bahan baku didalam suatu perusahaan sangatlah penting. Small, 2014 menyatakan hasil laporan persediaan dan paparan persediaan dapat menunjukan siklus hidup produk dan perusahaan yang sebenarnya pada tanggal tertentu, salah satunya yaitu, penurunan harga, baik harga barang jadi atau harga pasar komoditas menjual. Persediaan dapat didefenisikan sebagai bahan yang disimpan dalam gudang untuk kemudian digunakan atau dijual. Persediaan dapat berupa bahan baku untuk keperluan proses, barang- barang yang masih dalam pengolahan dan barang jadi yang disimpan untuk penjualan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Persediaan adalah hal yang pokok sebagai fungsi yang tepat dari suatu usaha pengolahan/ pembuatan. ( Difana & Ryan, 2013). Manthey, (2013) dalam jurnalnya menegaskan bahwa dalam suatu pengendalian pengadaan bahan baku selalu mengarahkan penekanan untuk mengendalikan dan mengkoordinasi. Dan menyatakan bahwa hal ini menggunakan garis koordinasi dalam basis atau kelompok yang sama. Persediaan merupakan sejumlah bahan – bahan, bagian – bagian yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang – barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu. Mengendalikan persediaan yang tepat bukanlah hal yang mudah, apabila jumlah persediaan terlalu besar mengakibatkan timbulnya dana menganggur yang besar, meningkatnya biaya penyimpanan, dan resiko kerusakan barang yang lebih besar. Namun jika persediaan terlalu sedikit mengakibatkan resiko terjadinya kekurangan persediaan karena seringkali bahan/barang tidak dapat didatangkan secara mendadak dan sebesar
yang dibutuhkan, yang
menyebabkan terhentinya proses produksi, tertundanya penjualan, bahkan hilangnya pelanggan. Akibat dari persediaan yang belum berjalan secara optimum adalah terjadinya kelebihan atau kekurangan persediaan. Jika persediaan kelebihan (persediaan terlalu besar), maka akan mengakibatkan biaya penyimpanan daripada persediaan bahan baku akan menjadi tinggi, tertahannya modal, dan berkurangnya dana untuk investasi dalam bidang lain. Jika persediaan kekurangan (persediaan terlalu kecil), maka akan mengakibatkan tidak tercukupinya kebutuhan untuk proses produksi, proses produksi tidak dapat berjalan dengan lancar, dan frekuensi pembelian bahan baku menjadi tinggi (Siska & Bawono, 2014) Oleh karena itu segala bahan baku yang akan digunakan di dalam suatu perusahaan perlu dilakukan pendataan yang sangat detail dan menyeluruh. Eden, (2014) dalam jurnalnya menyatakan semua penerimaan barang dicatat pada laporan penerimaan dan semua barang yang akan dipakai di dalam suatu perusahaan dicatat pada laporan dan tiket penggunaan.
2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Laporan penerimaan dan tiket penggunaan yang dicatat dalam file dipelihara di kantor produksi untuk bahan baku utama. Eden, (2014) juga menyatakan didalam jurnalnya bahwa sistem pengendalian persediaan ini juga memiliki beberapa kelemahan dasar, yaitu : 1. Tiket Penggunaan yang tidak selalu dihidupkan 2. Ulasan file kadang-kadang dilupakan 3. Laporan Penerimaan kadang-kadang salah diposting 4. Jumlah yang dibutuhkan kadang-kadang salah dinilai 5. Informasi Penggunaan kadang terlambat menyampaikan informasi yang berguna
3.2 MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) 3.2.1 DEFINISI MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) Suatu perusahaan sering kali mengalami kesulitan dalam pengendalian bahan baku, diantaranya adalah persediaan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit. Untuk menghindari masalah tersebut perlu dibuat suatu pemecahan masalah. Perencanaan kebutuhan material dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pekerjaan, penggunaan material menjadi efisien dan efektif sehingga tidak terjadi masalah akibat tidak tersedianya material pada saat dibutuhkan. Keputusan mengenai kapan dan seberapa banyak pemesanan bahan baku yang dilakukan merupakan suatu tantangan bagi perusahaan, salah satu tantangan dari pembuatan keputusan ini adalah banyaknya produk yang terlibat dan banyaknya batasan yang terdapat pada perusahaan untuk menyimpan produk. Dalam perencanaan kebutuhan material dibutuhkan informasiinformasi yang dapat menunjang kegiatan produksi agar keterkaitan penyediaan dan penggunaan material terhadap suatu pekerjaan dapat berjalan dengan lancar dan keterlambatan jadwal pemesanan yang dapat menyebabkan bertambahnya biaya pada produksi sebisa mungkin tidak terjadi.
3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu metode yang digunakan untuk mengendalikan persediaan bahan baku pada perusahaan. Suatu perusahaan untuk menerapkan kebijakan – kebijakan dalam perencanaan bahan baku harus memiliki perhitungan yang tepat agar tidak terjadi kelebihan dan kekurangan dalam persediaan bahan baku. Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu metode yang digunakan untuk mengendalikan persediaan bahan baku pada perusahaan. Suatu perusahaan untuk menerapkan kebijakan – kebijakan dalam perencanaan bahan baku harus memiliki perhitungan yang tepat agar tidak terjadi kelebihan dan kekurangan dalam persediaan persediaan bahan baku. ( Wahyuni, 2015) Masalah-masalah persediaan material masih sering terjadi pada pelaksanaan
suatu
proyek.
Permasalahan
yang
timbul
terutama
menyangkut kuantitas, waktu pemesanan dan biaya yang ditimbulkan. Masalah yang sering muncul antara lain: 1. Terjadi kehabisan persediaan material menyebabkan penyelesaian pekerjaan tertunda sehingga membuat waktu pelaksanaan proyek bertambah dan biaya total proyek meningkat. 2. Terjadinya
penumpukan
sehingga
biaya
penyimpanan
dan
pemeliharaan meningkat. 3. Material mengalami kerusakan atau penurunan kualitas karena penyimpanan yang lama. Berdasarkan hal tersebut
di atas maka diperlukan suatu
perencanaan persediaan material yang tepat guna menjaga kontinuitas pelaksanaan proyek dengan menerapkan metode Material Requirement Planning (MRP). Metode ini digunakan untuk kebutuhan yang sifatnya saling bergantung (dependent) dengan empat tahapan mendasar yang dimiliki.
4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tujuan Material Requirement Planning (MRP) Tujuan Sistim MRP adalah untuk mengendalikan tingkat inventori, menentukan prioritas item, dan merencanakan kapasitas yang akan dibebankan pada sistim produksi. Secara umum tujuan pengelolaan inventori dengan menggunakan sistim MRP tidak berbeda dengan sistim lain yakni: 1. Memperbaiki layanan kepada pelanggan 2. Meminimisasi investasi pada inventori, dan 3. Memaksimisasi efisiensi operasi Filosofi MRP adalah “menyediakan” komponen, material yang diperlukan pada jumlah, waktu dan tempat yang tepat.
Asumsi
yang
harus
dipenuhi
untuk
dapat
berhasil
mengoperasikan MRP antara lain : 1. Tersedia data file yang terintegrasi yang berisi data status persediaan dan data tentang struktur produk (harus teliti, lengkap dan up to date). 2. Lead time untuk semua item diketahui atau diperkirakan. 3. Terkendalinya setiap item diketahui atau dapat diperkirakan. 4. Tersedianya semua komponen untuk setiap perakitan, pada saat pesanan perakitan tersebut dilakukan. Maksudnya agar jumlah dan waktu kebutuhan kotor dari perakitan tersebut dapat ditentukan. 5. Pengadaan dan pemakaian terhadap komponen bahan bersifat diskrit. 6. Proses pembuatan suatu item bersifat independent (tidak tergantung) terhadap proses pembuatan item lainnya.
3.2.2 LANGKAH – LANGKAH PENYUSUNAN MRP Sistem MRP memiliki empat langkah utama yang harus diterapkan satu per satu pada periode perencanaan dan pada setiap item. Langkahlangkah dasar dalam penyusunan proses MRP adalah sebagai berikut (Nasution, 2009):
5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1. Netting (kebutuhan bersih) Netting merupakan proses perhitungan untuk menetapkan jumah kebutuhan bersih untuk setiap periode selama horison perencanaan yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan (yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan). 2. Lotting Lotting merupakan penentuan ukuran lot (jumlah pesanan) yang menjamin bahwa semua kebutuhan-kebutuhan akan dipenuhi, pesanan akan dijadwalkan untuk penyelesaian pada awal periode dimana ada kebutuhan bersih yang positif. 3. Offsetting (rencana pemesanan) Offsetting merupakan salah satu langkah pada MRP untuk menentukan saat yang tepat untuk rencana pemesanan dalam memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan didapat dengan cara menggabungkan saat awal tersedianya ukuran lot (lot size) yang diinginkan dengan besarnya waktu ancang-ancang. Waktu ancangancang ini sama dengan besarnya waktu saat barang mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut siap untuk dipakai. 4. Exploding Exploding merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat (level) yang lebih bawah dalam suatu struktur produk serta didasarkan atas rencana pemesanan.
3.2.3 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MRP 3.2.3.1 Keunggulan Material Requirement Planning (MRP) 1. Memberikan kemampuan untuk menciptakan harga yang lebih kompetitif 2. Mengurangi harga jual 3. Mengurangi persediaan 4. Layanan yang lebih baik kepada pelanggan
6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5. Respon yang lebih baik terhadap tuntutan pasar 6. Kemampuan mengubah skedul master 7. Mengurangi biaya set-up, dan waktu nganggur (idle time) 3.2.3.2 Kelemahan Material Requirement Planning (MRP) Kelemahan yang pokok adalah menyangkut kegagalan MRP mencapai tujuan yang disebabkan oleh ; 1. Kurangnya
komitmen
dari
manajemen
puncak
dalam
pengimplementasian Material Requirement Planning (MRP). 2. MRP dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dari sistim lain, lebih dipandang sebagai sistim yang berdiri sendiri
dalam menjalankan
operasi perusahaan daripada sebagai suatu sistim yang terkait dengan sistim lain dalam perusahaan atau suatu bagian dari keseluruhan sistim perusahaan. 3. Mencoba menggabungkan MRP dengan JIT tanpa memahami betul karakteristik kedua pendekatan tersebut. 4. Membutuhkan akurasi operasi. 5. Kesulitan dalam membuat skedul terinci.
3.2.4 METODE MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) Metode – metode perhitungan Material Requirement Planning (MRP) yang sering digunakan adalah sebaagai berikut ; 1. Economic Order Quantity (EOQ) Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Ford Harris dari Westinghouse pada tahun 1915. Metode ini merupakan inspirasi bagi para
pakar
persediaan
untuk
mengembangkan
metode-metode
pengendaliaan persediaan lainnya. Metode ini dikembangkan atas fakta adanya biaya variabel dan biaya tetap dari proses produksi atau pemesanan barang. Teknik EOQ ini besarnya ukuran lot adalah tetap, melibatkan ongkos pesan dan ongkos simpan. Pemesanan dilakukan apabila jumlah
7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
persediaan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Teknik ini biasa dipakai untuk horison perencanaan selama satu tahun (12 bulan atau 52 minggu), sedangkan keefektifannya akan bagus jika pola kebutuhan bersifat kontinu dan tingkat kebutuhan konstan. Ukuran kuantitas pemesanan (lot sizing) ditentukan dengan :
dimana : EOQ = Q*
= kuantitas pemesanan yang optimal (yang
meminimumkan biaya persediaan) Co = Cs = S = ongkos Pesan (set up Cost) Rp100,R = demand per (255/9) x12 =340 Ch = H = ongkos Simpan per unit per tahun (Rp4080/340) = 12 Jika kita mengasumsikan bahwa periode yang ada pada contoh sebelumnya sama, maka ukuran lot dengan menggunakan teknik EOQ ini adalah = 75 unit. Maka ukuran lot sebesar 75 unit ini dipakai untuk memenuhi kebutuhan bersih yang ada sepanjang horizon perencanaan dengan cara sebagai berikut :
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 3.1 Data Perhitungan EOQ Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
75
300
45
285
bersih (Rt) 75
Kuantitas
75
75
Pemesanan Xt Persediaan
55
15
60
50
10
10
30
10
Berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik EOQ di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut ; Ongkos pengadaan = 4 x Rp. 100,- = Rp. 400 Ongkos simpan = (55+15+60+50+10+10+30+10+45) = 285 = 285 x Rp. 1,- = Rp. 285,Dengan demikian Total ongkos
= 400 + 285 = Rp. 685
Gambar 3.1 Grafik EOQ
9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.
Lot for Lot (LFL) Teknik ini merupakan lot sizing yang mudah dan paling sederhana. Teknik ini selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol. Oleh karena itu, sering sekali digunakan untuk item-item yang mempunyai biaya simpan sangat mahal. Apabila dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau tidak teratur, maka teknik Lot for Lot ini memiliki kemampuan yang baik. Di samping itu teknik ini sering digunakan pada sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat setup permanen pada proses produksinya. Pemesanan
dilakukan
dengan
mempertimbangkan
ongkos
penyimpanan. Pada teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan disetiap periode yang membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanan (lot sizing) adalah sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Sebagai contoh berikut ini merupakan ilustrasi dari penerapan teknik LFL dengan data kebutuhan bersih yang telah digunakan contoh-contoh berikutnya. Tabel 3.2 Data Perhitungan LFL Periode ( t )
1
2
Kebutuhan bersih (Rt)
20
Kuantitas Pemesanan Xt Persediaan
3
6
7
8
9
40 30 10 40
0
55
20
40 255
20
40 30 10 40
0
55
20
40 255
0
0
0
0
0
0
0
4
0
5
0
Total
0
Berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik LFL di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Ongkos pengadaan Ongkos simpan Total ongkos
= 8 x Rp. 100,- = Rp. 800
=0 = 800 + 0 = Rp. 800
3. Period Order Quantity (POQ) Teknik POQ ini pada prinsipnya sama dengan FPR. Bedanya adalah pada teknik POQ interval pemesanan ditentukan dengan suatu perhitungan yang didasarkan pada logika EOQ klasik yang telah dimodifikasi, sehingga dapat digunakan pada permintaan yang berperiode diskrit. Tentunya dapat diperoleh hasil mengenai besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode pemesanan. Dibandingkan dengan teknik jumlah pesanan ekonomis ini akan memberikan ongkos persediaan yang lebih kecil dan dengan ongkos pesan yang sama. Kesulitan yang dihadapi dalam teknik ini adalah bagaimana menentukan besarnya interval perioda pemesanan apabila sifat kebutuhan adalah diskontinu. Jika ini terjadi, penentuan interval periode yang bernilai nol dilewati. Interval pemesanan ditentukan sebagai berikut :
dimana : EOI
= interval pemesanan ekonomis dalam satu periode
C
= biaya pemesanan setiap kali pesan
h
= persentase biaya simpan setiap periode
P
= harga atau biaya pembelian perunit
R
= rata-rata permintaan per periode
11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sebagai contoh, berikut ini merupakan penerapan teknik POQ dengan data pada contoh sebelumnya. -
Jumlah periode dalam 1 tahun = 12 bulan
-
Jumlah unit yang dipesan per tahun = 255 unit
-
Rata-rata permintaan (R) = 28,3 unit
-
Q (dari teknik EOQ) = 75 unit
-
Biaya pesan (C) = 100 rupiah/ pesan
-
Ongkos simpan (h) = 1 rupiah/ bulan
-
Harga perunit (P) = 50 rupiah/ unit
Pembahasan :
Interval pemesanan yang
diperbolehkan adalah 2,6 yang berarti
interval pemesanan yangn digunakan boleh 2 atau 3 periode dan frekuensi pemesanan boleh 4 atau 5 kali pemesanan dalam satu tahun. Tabel 3.3 Data Perhitungan POQ Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
60
40
255
Persediaan
40
0
70
40
0
10
40
0
0
75
0
20
0
12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik POQ atau EOI di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut : Ongkos pengadaan Ongkos simpan
= 5 x Rp. 100,- = Rp. 500
= (40+10+20) = 70 x Rp. 1,- = Rp. 70,-
Jadi Total ongkos keseluruhan adalah sebesar
500 + 70 = Rp. 570
4. Fix Order Quantity (FOQ) Teknik FOQ menggunakan kuantitas pemesanan yang tetap untuk suatu persediaan item tertentu dapat ditentukan secara sembarang atau berdasarkan pada faktor-faktor intuitif. Dalam menggunakan teknik ini jika perlu, jumlah pesanan diperbesar untuk menyamai jumlah kebutuhan bersih yang tinggi pada suatu perioda tertentu yang harus dipenuhi, yang berarti ukuran kuantitas pemesanannya (lot sizing) adalah sama untuk seluruh periode selanjutnya dalam perencanaan. Metode ini dapat digunakan untuk item-item yang biaya pemesanannya (ordering cost) sangat besar. Tabel dibawah ini merupakan contoh pemakaian teknik EOQ dengan ukuran lot sebesar 100. Lot sizing dengan menggunakan Teknik FOQ menghasilkan skedul sebagai berikut: Tabel 3.4 Data Perhitungan FOQ Periode ( t )
1
2
3
4
Kebutuhan bersih (Rt)
20
40 30 10 40
Kuantitas Pemesanan Xt
100
Persediaan
80
40 10 0
5
6
7
8
9
0
55
20
40 255
100
100
60
60 105 85
Total
300
45 485
Berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik FOQ di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- maka : Ongkos simpan = (80+40+10+60+60+105+85+45) = 485 = 485 x Rp. 1,= Rp. 485,sehingga Total ongkos sebesar 300 + 485 = Rp. 785
14
http://digilib.mercubuana.ac.id/