BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1.
Strategi Pemasaran Strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan serta
aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran dari waktu ke waktu pada masing-masing tingkatan serta lokasinya. Strategi pemasaran modern secara umum terdiri dari tiga tahap, yaitu: segmentasi pasar (segmenting), penetapan pasar sasaran (targeting) dan penetapan posisi pasar (positioning). Menurut McDonald (2002:55), salah satu tujuan menetapkan strategi pemasaran adalah agar perusahaan dapat memilih konsumen dan pasar yang hendak dimasuki. Unsur utama dalam strategi adalah perusahaan, konsumen, produk/jasa, dan pesaing. Untuk menghadapi persaingan, perusahaan perlu membangun keuntungan bersaing yang sustainable. Sustainable yang dimaksud adalah kelebihan sementara yang dimiliki perusahaan jika dibandingkan pesaing,
Universitas Sumatera Utara
di mana kelebihan itu dapat diraih dengan berbagai cara, misalnya promosi penjualan yang unik.
3.1.1. Segmentasi Pasar (Segmenting) Segmentasi pasar adalah kegiatan membagi-bagi pasar yang bersifat heterogen dari suatu produk ke dalam satuan-satuan pasar (segmen pasar) yang bersifat homogen (Kotler, 1997:73). Pada dasarnya segmentasi pasar adalah suatu strategi yang didasarkan pada falsafah manajemen pemasaran yang orientasinya adalah konsumen. Dengan melaksanakan segmentasi pasar, kegiatan pemasaran dapat dilakukan lebih terarah dan sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat digunakan secara lebih efektif dan efisien dalam rangka memberikan kepuasan bagi konsumen. Selain itu, dengan melakukan segmentasi pasar, suatu perusahaan akan lebih mudah melayani berbagai kebutuhan dan keinginan pasar tersebut. Terdapat beberapa cara dalam melakukan segmentasi pasar, diantaranya: 1. Segmentasi geografis, membagi pasar ke dalam unit geografi yang berbeda, seperti negara, kota, dan wilayah. 2. Segmentasi demografis, membagi pasar dalam suatu kelompok berdasarkan variabel seperti umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, siklus hidup keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi, kebangsaan, dan kelas sosial. 3. Segmentasi psikografis, pasar dibagi ke dalam kelompok yang berbeda berdasarkan psikografis/personalitas, gaya hidup, atau nilai.
Universitas Sumatera Utara
4. Segmentasi
berdasarkan
perilaku,
pasar
dikelompokkan
berdasarkan
pengetahuan, sikap, penggunaan, atau tanggapan konsumen terhadap produk.
3.1.2. Penetapan Pasar Sasaran (Targeting) Penetapan pasar sasaran (targeting) adalah
adalah memilih satu atau
beberapa segmen pasar yang paling potensial untuk ditawarkan produk perusahaan. Menurt Kotler dan Keller (2008:95), jenis-jenis targeting sebagai berikut: 1. Single segment concentration, yaitu perusahaan menawarkan satu produk untuk satu segmen pasar. 2. Selective specialization, yaitu perusahaan menawarkan produk yang berbedabeda untuk setiap segmen pasar. 3. Product specialization, yaitu perusahaan menawarkan satu produk untuk semua segmen pasar. 4. Market specialization, yaitu perusahaan menawarkan semua jenis produk ke satu segmen pasar. 5. Full market coverage, yaitu perusahaan menawarkan semua jenis produk ke semua segmen pasar.
3.1.3. Penetapan Posisi Pasar (Positioning) Positioning adalah tindakan merancang penawaran dan citra perusahaan sehingga menempati suatu posisi kompetitif yang berarti dan berada dalam benak pelanggan sasarannya (Kotler, 1997:85). Positioning merupakan elemen yang
Universitas Sumatera Utara
sangat utama dalam suatu strategi pemasaran. Sebuah perusahaan dapat menentukan posisinya melalui persepsi pelanggan terhadap produknya dan produk pesaingnya sehingga akan dihasilkan peta persepsi. Menurut Aaker dan Shansby (1982), strategi positioning dibedakan menjadi enam, yaitu: 1. Positioning berdasarkan atribut dan manfaat produk, yaitu menetapkan merek yang berbeda dari persaing pada karakteristik atau manfaat yang ditawarkan. Dengan kata lain, strategi positioning ini mengasosiasikan produk dengan suatu atribut, fitur produk, dan fitur konsumen. Contohnya Volvo menekankan pada kenyamanan dan daya tahan, dengan menunjukkan iklan tes kecelakaan dan menampilkan data statistik mengenai umur daya tahan penggunaan Volvo. 2. Positioning berdasarkan harga/kualitas, yaitu menggunakan karakteristik harga/kualitas untuk memposisikan merek. Salah satu cara perusahaan menggunakan strategi positioning ini adalah dengan menggunakan iklan yang merefleksikan bahwa mereknya memiliki image yang berkualitas tinggi. Selain itu, perusahaan juga dapat fokus pada kualitas atau nilai yang ditawarkan oleh merek pada harga yang sangat kompetitif. Contohnya notebook Toshiba dipromosikan melalui iklan TV sehingga image terhadap notebook Toshiba adalah notebook yang berkualitas tinggi. 3. Positioning
berdasarkan
penggunaan
atau
aplikasi,
yaitu
dengan
mengkomunikasikan image atau posisi tertentu dari merek, dengan mengasosiasikannya terhadap penggunaan atau aplikasi tertentu. Contohnya
Universitas Sumatera Utara
margarin Simas diposisikan sebagai margarin untuk memasak, bukan untuk roti. 4. Positioning berdasarkan kelas produk, yaitu produk diposisikan dengan kelas produknya. Contohnya Aqua memiliki positioning air mineral. Namun, sering kali persaingan produk datang dari kelas produk yang berbeda dan perusahaan menetapkan positioning produknya berdasarkan produk lain di luar kelas produknya. Contohnya perusahaan CD musik harus bersaing dengan perusahaan MP3 player. 5. Positioning berdasarkan pengguna produk, yaitu menetapkan posisi suatu produk dengan mengasosiasikannya terhadap kelas pengguna atau kelompok tertentu. Contohnya susu Dancow diposisikan sebagai susu untuk Balita. 6. Positioning berdasarkan pesaing. Pesaing mungkin menjadi penting untuk dijadikan dasar strategi positioning terhadap produk dan jasa perusahaan. Pendekatan ini mirip dengan positioning kelas produk, tetapi pendekatan ini melibatkan pesaing pada kategori produk yang sama. Contohnya iklan Burger King mengkomunikasikan bahwa burger McDonald memiliki beef yang sedikit dan rasanya tidak seenak Burger King karena produk McD tidak dipanggang. Dalam menentukan strategi positioning, Belch (2007:65) mengemukakan ada enam langkah yang harus dilakukan, yaitu : 1. Identifikasi para pesaing Proses ini membutuhkan pemikiran yang luas. Pesaing tidak hanya ada pada kelas produk yang sama dengan poduk perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan juga harus mengidentifikasi pesaing di luar kelas produknya.
Universitas Sumatera Utara
2. Riset persepsi konsumen Ketika perusahaan mendefinisikan persaingan, perusahaan harus menentukan bagaimana persepsi konsumen terhadap persaingan dan harus memikirkan atribut apa saja yang dinilai penting oleh konsumen ketika konsumen mengevaluasi produk dan/atau merek. 3. Menentukan posisi pesaing Setelah mengidentifikasi atribut apa yang penting bagi konsumen, kita harus menentukan bagaimana tiap pesaing (termasuk atribut yang dimiliki produk kita) diposisikan terhadap atribut tersebut dan membandingkan antara pesaing satu dengan yang lain. Untuk melakukan hal ini, perlu mengadakan riset konsumen. 4. Menganalisis preferensi konsumen Mengetahui posisi yang dikehendaki oleh konsumen terhadap suatu produk. Pada tahap ini produsen perlu mengkaji kembali apakah masih ada celah yang tersisa dalam pasar yang mencermikan permintaan potensial. 5. Membuat keputusan positioning Dalam membuat keputusan positioning, manajer pemasaran harus membuat keputusan yang subjektif karena keputusan tidak selalu jelas dan terdefinisikan dengan baik serta penelitian hanya memberikan masukan yang terbatas. 6. Memantau posisi Setiap posisi yang dibangun, tentunya perusahaan menginginkan untuk memantau bagaimana posisi itu dipelihara di pasar.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kotler dan Keller (2008:110) kesalahan dalam positioning dapat dibedakan menjadi empat, yaitu : 1. Underpositioning Penentuan posisi yang kurang sehingga konsumen tidak melihat sesuatu yang khusus dan melihat merek tersebut hanya sebagai pemain baru yang masuk ke pasar yang sudah jenuh. 2. Overpositioning Positioning yang dilakukan perusahaan terlalu berlebihan sehingga konsumen memiliki gambaran yang terlalu sempit atas citra sebuah merek. 3. Confused positioning Konsumen memiliki suatu citra yang membingungkan terhadap suatu merek karena perusahaan terlalu banyak membuat pernyataan atau terlalu sering mengubah positioning suatu merek. 4. Doubtful positioning Konsumen merasa sulit untuk percaya atas pernyataan suatu merek karena aspek
fitur-fitur
produk
tersebut
meragukan,
termasuk
harga
atau
perusahaannya.
3.2.
Teori Produk Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk
memuaskan keinginan atau kebutuhan. Suatu produk tidak hanya sebuah objek fisik, tetapi produk adalah sekumpulan manfaat atau nilai yang dapat memuaskan konsumen (Belch, 2007:87). Produk juga meliputi kemasan, garansi, layanan
Universitas Sumatera Utara
purna jual, merek, nama baik perusahaan, dan nilai kepuasan. Secara konseptual produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan kegiatan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar. Selain itu produk dapat pula didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya. Menurut Kotler dan Keller (2008:125), dalam merencanakan penawaran ke pasar, pemasar perlu memikiran lima tingkatan produk (Gambar 2.1.). Masingmasing tingkatan produk akan membentuk hierarki nilai pelanggan (customer value hierarchy). Adapun tingkatan produk tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tingkat yang paling mendasar adalah manfaat inti (core benefit), yaitu layanan atau manfaat yang sesungguhnya dibeli pelanggan. Misalnya seorang tamu hotel membeli istirahat atau tidur. 2. Pada tingkat kedua, pemasar harus mengubah manfaat inti ke dalam bentuk produk dasar (basis product). Contohnya kamar hotel meliputi tempat tidur dan kamar mandi. 3. Pada tingkat ketiga, pemasar menyiapkan produk yang diharapkan (expected product), yaitu beberapa atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan pembeli ketika mereka membeli produk. Contohnya tamu hotel mengharapkan tempat tidur yang nyaman dan kamar yang bersih. 4. Pada tingkat keempat, pemasar menyiapkan produk yang ditingkatkan (augmented product) yang melampaui harapan konsumen.
Universitas Sumatera Utara
5. Pada tingkat kelima, terdapat calon produk (potential product) yang meliputi segala kemungkinan peningkatan dan perubahan yang mungkin akan dialami produk atau jasa pada masa mendatang.
Gambar 2.1. Tingkatan Produk
Menurut F.Tjiptono (1997:109) klasifikasi produk bisa dilakukan atas berbagai macam sudut pandang. Berdasarkan wujudnya, produk dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok utama yaitu barang dan jasa. Jika ditinjau dari aspek daya tahannya, terdapat dua macam barang, yaitu: 1. Barang tidak tahan lama (Nondurable Goods) Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian. Contohnya: sabun, minuman dan makanan ringan, kapur tulis, gula dan garam.
Universitas Sumatera Utara
2. Barang tahan lama (Durable Goods) Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu tahun atau lebih). Contohnya: TV, lemari es, mobil, dan komputer. Selain berdasarkan daya tahannya, produk juga dapat diklasifikasikan berdasarkan penggunanya, yaitu: 1. Barang konsumen (Customer Goods) adalah barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri (individu dan rumah tangga), bukan untuk tujuan bisnis. Umumnya barang konsumen dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu: a. Convenience goods merupakan barang yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi (sering beli), dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya memerlukan usaha yang minimum (sangat kecil) dalam pembandingan dan pembeliannya. Contohnya sabun, pasta gigi, baterai, makanan, minuman, majalah, surat kabar, payung dan jas hujan. b. Shopping goods adalah barang-barang dalam proses pemilihan dan pembeliannya dibandingkan oleh konsumen diantara berbagai alternatif yang tersedia. Kriteria perbandingan tersebut meliputi harga, kualitas dan model masing-masing barang. Contohnya alat-alat rumah tangga (TV, mesin cuci tape recorder), furniture (mebel), pakaian. c. Specially goods adalah barang-barang yang memiliki karakteristik dan identifikasi merek yang unik di mana sekelompok konsumen bersedia
Universitas Sumatera Utara
melakukan usaha khusus untuk membelinya. Contohnya adalah barangbarang mewah dengan merek dan model spesifik. d. Unsought goods merupakan barang-barang yang diketahui konsumen atau kalaupun sudah diketahui tetapi pada umumnya belum terfikirkan untuk membelinya. Contohnya asuransi jiwa, batu nisan, tanah kuburan. 2. Barang industri (Industrial Goods) adalah barang yang diperlukan dalam proses
produksi
suatu
industri.
Umumnya
barang
industri
dapat
diklasifikasikan atas tiga jenis yaitu: a. Bahan baku dan suku cadang (materials and parts) adalah barang-barang yang seluruhnya masuk ke produk produsen. b. Barang modal (capital items) adalah barang-barang tahan lama yang memudahkan pengembangan dan pengelolaan produk jadi. c. Pasokan dan layanan bisnis (supplies and business service) adalah barang dan jasa yang berumur pendek yang memudahkan pengembangan atau pengelolaan produk jadi.
3.3.
Teori Merek Merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi
dari semua itu, yang ditujukan untuk mengidentifikasi barang atau jasa suatu penjual atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari pesaing. (Kotler & Keller, 2008:136). Suatu merek produk dikatakan sukses jika merek tersebut memiliki keuntungan bersaing yang dijaga sepanjang waktu sehingga tidak dapat ditiru oleh pesaing (sustainable competitive advantage). Memilih suatu nama
Universitas Sumatera Utara
merek untuk sebuah produk sangat penting dari segi promosi karena nama merek mengkomunikasikan atribut dan arti. Para pemasar selalu berupaya mencari namamerek yang dapat mengkomunikasikan konsep produk dan membantu memposisikan produk di benak konsumen. Konsumen mungkin mengidentifikasi produk secara berbeda berdasarkan merek. Di samping itu, konsumen juga mempelajari tentang merek melalui pengalamannya di masa lalu dan melalui program pemasaran merek itu. Mereka mengidentifikasi bagaimana merek memuaskan kebutuhannya. Dalam strategi penetapan merek, terdapat istilah brand equity yaitu aset yang tidak terlihat yang melekat pada nilai tambah atau kebaikan yang dihasilkan dari citra yang baik, kesan yang berbeda, dan/atau kekuatan nama perusahaan, nama merek, atau merek dagang di mata konsumen (Belch, 2007:105).
3.4.
Teknik Sampling Menurut H.Mustafa (2000:52), teknik pengambilan sampel ada dua, yakni:
1. Sampel acak (random sampling/probability sampling) merupakan teknik pengambilan sampel secara acak yang hanya dapat dilaksanakan apabila elemen populasi bersifat homogen, maksudnya semua elemen tersebut memiliki kesempatan terpilih yang sama dalam populasi. Misalnya besar populasi adalah N, sedang unsur dalam sampel (sample size) adalah n, maka besarnya kesempatan bagi tiap satuan elementer untuk terpilih dalam sampel adalah
n . Terdapat beberapa teknik Random Sampling, antara lain: N
a. Simple Random Sampling
Universitas Sumatera Utara
Teknik pengambilan sampel dengan Simple Random Sampling sangatlah sederhana. Sampel yang diambil secara random, yaitu setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Cara yang umum dipakai adalah dengan mempergunakan tabel random, atau dapat juga dipergunakan cara undian. b. Systematic Random Sampling Teknik ini hampir sama seperti Simple Random Sampling, khususnya pada saat pengambilan sampel pertama yang dipilih secara acak. Namun, sampel selanjutnya dipilih secara sistematis sesuai dengan interval k, dimana: k=
N . n
c. Stratified Random Sampling Dalam teknik ini, sampel yang akan dipelajari mula-mula dibagi-bagi ke dalam lapisan-lapisan atau strata yang relatif homogen, sehingga keragaman dalam lapisan atau stratum lebih kecil daripada keragaman antar lapisan atau antar stratum. Dengan kata lain Stratified Random Sampling adalah suatu sampel yang diperoleh melalui pemisahan unit-unit populasi ke dalam kelompok yang tidak bersifat tumpang-tindih, di mana kelompok-kelompok ini disebut sebagai strata atau lapisan-lapisan, dan kemudian dipilih sampel acak sederhana dari setiap stratum atau lapisan. d. Cluster Sampling Pengambilan sampel dengan cara ini hampir sama dengan stratified random sampling, bedanya pada cluster sampling penentuan pengelompokan berdasarkan geograpycal, misalnya atas dasar daerah. Kemudian dari tiap
Universitas Sumatera Utara
sampel secara random dan dapat pula secara proporsional dilakukan pengambilan sampel yang dibutuhkan. e. Multi Stage Sampling Sesuai dengan namanya, Multi Stage Sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang menggabungkan dua teknik sampling yang dilakukan secara bertahap, bisa saja pertama dilakukan Stratified Sampling kemudian diikuti dengan Cluster Sampling, ataupun sebaliknya. 2. Sampel tidak acak (non-random sampling/nonprobability sampling) Non-Random Sampling berbeda dengan Random Sampling. Jenis teknik sampling ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti. Pengambilan sampel secara tidak acak ini terdiri atas: a. Convenience Sampling Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling atau captive sample. b. Purposive Sampling Dalam sampling tipe ini pemilihan satuan sampling dilakukan atas dasar pertimbangan sekelompok pakar di bidang yang sedang diteliti. Misalnya,
Universitas Sumatera Utara
peneliti akan menyusun IBH (Indeks Biaya Hidup), untuk mengetahui hubungan antara biaya yang dikeluarkan untuk hidup sehari-hari (mobil, kulkas, garam dan lain-lain), maka diperlukan pakar ekonomi. c. Quota Sampling Sampel yang diambil adalah sekelompok anggota populasi yang mempunyai karakteristik yang sama, dari tiap golongan diambil dengan cara sebanding dari jumlah keseluruhan. Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja. Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. d. Snowball Sampling Teknik pengambilan sampel yang memilih sampel secara berantai, dari ukuran kecil sampai dengan ukuran besar. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Teknik-teknik sampling yang telah dijelaskan tersebut harus disesuaikan dengan tujuan penggunaannya, situasi yang berbeda membutuhkan teknik sampling yang berbeda pula.
3.5.
Uji Validitas Validitas atau tingkat ketepatan adalah tingkat kemampuan instrumen
penelitian untuk mengungkapkan data sesuai dengan masalah yang hendak diungkapkannya. Dari sudut instrumen, pengukuran adalah kemampuan instrumen penelitian untuk mengukur apa yang hendak diukur secara tepat dan benar. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkannya dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dari sudut pandang instrumen, pengukuran adalah kemampuan instrumen peneliti untuk mengukur apa yang hendak diukur secara tepat dan benar. Jenis analisa yang dipakai untuk uji validitas yang umum digunakan adalah Korelasi Product Moment. Jenis korelasi ini banyak digunakan untuk ukuran sampel yang relatif besar, sehingga bisa didekati dengan distribusi normal. Rumus untuk perhitungan korelasi tersebut sebagai berikut: rxy =
N ∑ XY − (∑ X ) (∑ Y )
[N ∑ X
2
][
− (∑ X ) 2 N ∑ Y 2 − (∑ Y ) 2
]
dimana : r = koefisien korelasi Product Moment N = jumlah responden X = skor pernyataan dari setiap responden Y = total skor dari pernyataan setiap responden
Universitas Sumatera Utara
3.6.
Uji Reliabilitas Reliabilitas
atau
tingkat
ketetapan
(consistency)
adalah
tingkat
kemampuan instrumen penelitian untuk mengumpulkan data secara tetap dari sekelompok individu. Instrumen yang menghasilkan reliabilitas yang tinggi cenderung menghasilkan data yang sama tentang suatu variabel atau unsurunsurnya, jika diulangi pada waktu yang berbeda pada kelompok individu yang sama. Alpha Cronbach dapat diinterpretasikan sebagai koefisien korelasi antara pengujian atau skala tersebut dengan pengujian atau skala yang memiliki jumlah item yang sama. Karena diinterpretasikan sebagai koefisien korelasi, maka nilainya berkisar antara 0 sampai 1 (nilai r negatif bila item-item tidak berkorelasi positif dan model reliabilitas dilanggar) Alpha Cronbach dapat dihitung dengan mengunakan rumus:
α Cronbach
k ∑ si2 k i =1 = 1 − 2 1 k sp −
dimana : α = koefisien reliabilitas alpha Cronbach k = jumlah variabel manifes yang membentuk variabel laten Si2 = ragam atau varian dari butir ke-i Sp2 = ragam atau varian dari skor total
3.7.
Peta Persepsi dengan Correspondence Analysis Correspondence Analysis adalah suatu teknik multi-dimensional scalling
(MDS) yang menempatkan data kualitatif pada skala baris dan kolom tabel yang menunjukkan adanya kemungkinan bahwa diantara unit memiliki kesamaan
Universitas Sumatera Utara
sehingga dapat ditampilkan dalam gambar berdimensi rendah (Malhotra, 2004:167). Correspondence Analysis dilakukan untuk mengembangkan suatu peta persepsi dalam satu langkah, dimana variabel dan objek diplot pada peta persepsi berdasarkan asosiasi langsung terhadap variabel dan objek tersebut (Hair et al, 2007:195). Jadi, tujuan digunakannya metode ini adalah untuk melihat kesamaan karakter terhadap suatu variabel atau objek. Dalam Correspondence Analysis digunakan pendekatan compositional dengan data nonmetric. Pendekatan compositional yang dimaksud adalah pendekatan yang menggunakan teknik multivariat atau dengan kata lain responden dibiarkan menciptakan persepsi berdasarkan evaluasi terhadap atribut-atribut yang spesifik, sedangkan data nonmetric mengandung arti bahwa penelitian ini menggunakan data input yang bersifat nominal (Hair et al, 2007:198).
Universitas Sumatera Utara