20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengelasan
Pengelasan (welding) adalah salah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan. Pengelasan atau welding definisikan oleh Deutche IndustrieNormen (DIN) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logampaduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair, atau sambungan logam pada titik tertentu (terlokalisir) dengan menggunakan energi panas. Selama proses pengelasan, bagian yang dilas menerima panas pengelasan setempat atau terlokalisir di sekitar titik pengelasan dan selama proses berjalan suhunya berubah terus sehingga distribusi suhu tidak merata. Karena panas tersebut, maka pada bagian yang dilas terjadi pengembangan termal, sedangkan bagian yang dingin tidak berubah sehingga terbentuk tegangan sisa karena proses panas las tidak merata. [Wiryosumarto, 1996]. Kualitas hasil las yang kuat dan keras bergantung pada besarnya butiran kristal yang diperoleh saat pengelasan,butiran logam yang kecil dan halus membutuhkan pengaturan pemanasan dan pendinginan yang biasa disebut perlakuan panas. Secara garis besar tujuannya adalah untuk mengubah mikrostruktur bahan dan menghilangkan tegangan dalam agar memperoleh sifat-sifat tertentu seprti kekerasan dan kekuatan yang terbaik untuk memenuhi
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
21
kebutuhan yang diperlukan [Alip, 1989]. Perlakuan panas pada material dapat dilakukan dengan pemanasan mula (preheat), pemansan saat pengelasan, dan pemanasan setelah pengelasan (postheat) yang akan mempengaruhi sifat-sifat mekanis, bentuk, dan susunan butiran kristal serta kualitas dari sambungan las [Suharto, 1991]. Distorsi dapat dikurangi dengan membatasi masukan panas saat pengelasan berlangsung. Masukan panas pada pengelasan pelat datar dipengaruhi oleh volume deposit logam las. Volume deposit logam pengisi dipengaruhi tebal pelat dan bentuk kampuh. Beberapa mikrostruktur bahan dan menghilangkan tegangan dalam agar memperoleh sifat-sifat tertentu seprti kekerasan dan kekuatan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan [Alip, 1989]. Perlakuan panas pada material dapat dilakukan dengan pemanasan mula (preheat), pemansan saat pengelasan, dan pemanasan setelah pengelasan (postheat) yang akan mempengaruhi sifat-sifat mekanis, bentuk, dan susunan butiran kristal serta kualitas dari sambungan las [Suharto, 1991]. Distorsi dapat dikurangi dengan membatasi masukan panas saat pengelasan berlangsung. Masukan panas pada pengelasan pelat datar dipengaruhi oleh volume deposit logam las. Volume deposit logam pengisi dipengaruhi tebal pelat dan bentuk kampuh. Beberapa peneliti menggunakan bentuk kampuh U dan V ganda untuk meminimalkan volume logam pengisi. Pengelasan pelat datar sering menggunakan single layer dan multi layer. Pengelasan single layer sering digunakan untuk pelat tipis. Dan pengelasan multi layer digunakan untuk pelat yang tebal. Pengelasan multi layer sering digunakan untuk konstruksi dengan keuletan sambungan yang tinggi. Pada pengelasan multilayer, layer kedua akan memberikan efek postheat pada layer sebelumnya dan preheat bagi layer sesudahnya. Pengelasan multi layer juga akan memberikan efek tempering pada daerah HAZ, akibat panas dari layer berikutnya. Efek preheat dan tempering dapat mempengaruhi struktur mikro dan kekerasan pada hasil las [Weman, 2003].
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
22
3.2 Defect pada pengelasan Defect adalah cacat secara alamiah (flaws by nature) yang efeknya terakumulasi pada suatu produk sehingga tidak dapat memenuhi standard atau spesifikasi minimum yang diper-syaratkan dan istilah umu24mnya di reject (A flaw or flaws that by nature or accumulated effect render a part or product unable to meet minimum applicable acceptance standards or specifications. The term designates rejectability) Discontinuity adalah ketidak seragaman dari tipical struktur suatu material seperti ketidak homogenan pada sifat mekanisnya, metalurginya atau sifat fisikanya.Diskontinue tidak selalu merupakan cacat.(An interruption of the typical structure of a material, such as a lack of homogeneity in its mechanical, metallurgical, or physical characteristics. A discontinuity is not necessarily a defect.) [Fahrudin Hidayat 2015]
3.3 Material
Dalam pembuatan komponen muffler ada beberapa material yang digunakan diantaranya : 1. Pipa STKM dengan tebal 2,3 mm 2. Pipa SPCC dengan tebal 3.2 mm 3. Flange dengan tebal yang berbeda menggunakan material plate hitam 4. Flexible dengan material stainles
3.4 Pengendalian mutu
Alat-alat bantu pengendalian mutu ditujukan untuk mendapatkan gambaran kondisi nyata kegiatan atau proses yang selama ini berlangsung. Tujuh alat bantu yang dimaksud adalah lembar periksa (check sheet), stratifikasi, bagan kendali mutu (control chart), diagram pareto, diagram sebab-akibat (fishbone diagram), dan histogram. Penggunaan alat-alat bantu ini diharapkan dapat membantu personalia
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
23
program perbaikan kualitas agar dengan mudah memperbaiki dan dengan bahasa yang komunikatif(Nasution, 2004)
3.4.1 Lembar Periksa (Check Sheet) Lembar periksa (Check Sheet) merupakan alat pengumpul dan analisis data yang bertujuan untuk mempermudah proses pengumpulan data bagi tujuan-tujuan tertentu dan menyajikannya dalam bentuk yang komunikatif artinya mampu menyampaikan pesan. Penyusun lembar periksa (Check Sheet) harus mengetahui dan menyetujui apa yang dihitung, bagaimana menghitungnya, dan kapan harus dihitungnya. Tabel berikut, menunjukan lembar periksa (Check Sheet) untuk mecatat jumlah kebocoran (Tjiptono, 2001)
Tabel 2. Check Sheet
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
24
3.4.2 Diagram Pareto Diagram Pareto digunakan untuk memperbandingkan berbagai ketegori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri ke yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan tersebut akan membantu kita untuk menentukan pentingnya kategori kejdian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji atau untuk mengetahui masalah utama proses. Diagram pareto membuat kegiatan akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak yang paling besar terhadap kejadian dari pada meninju berbagai sebab pada suatu ketika. Berbagai diagram pareto dapat digambarkan dengan menggunakan data yang lama, tetapi digambarkan secara berlainan dengan cara menunjukan data menurut frekuensi yang terjadinya, menurut biaya, waktu terjadinya, dapat diungkapkan berbagai prioritas penanganannya bergantung pada kebutuhan spesifik, tidak begitu saja menentukan bar yang terbesar dalam diagram pareto sebagai persoalan terbesar (Nasution, 2008)
Gambar 3 Diagram Pareto
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
25
3.4.3 Diagram Sebab Akibat Diagram sebab-akibat (cause and effect diagram) atau sering disebut juga sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) atau diagram Ishikawa (ishikawa diagram) adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terinci dalam menemukan kemungkinan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang terjadi. Diagram Sebab-Akibat digunakan untuk mengidentifikasikan dan menganalisis suatu proses serta menentukan penyebab suatu masalah dan akibat. Dalam bisnis manufaktur, diagram cause-effect biasanya terdiri dari 4 macam yang disebut juga 4M, diantaranya: Material, Machine, Manpower, dan Method(Nasution, 2004) Manfaat : 1. Mengarahkan diskusi faktor sebab dominan 2. Petunjuk pengumpulan dan pencatatan data
MESIN
Pelaporan MATERIA L
MANUSIA
Masalah
LINGKUNGAN
METODE
Gambar 4 Diagramsebab akibat ishikawa
http://digilib.mercubuana.ac.id/z