Bab III III.1
Tinjauan Pustaka
Pendahuluan
Sistem penyaluran air bagi masyarakat luas mengalami kebutuhan akan infrastruktur yang signifikan untuk melindungi kesehatan publik dan menjamin keberadaan air minum yang aman. Dari waktu ke waktu, integritas dari jaringan distribusi air dan sambungan-sambungannya bisa mengalami kegagalan, baik karena tekanan dalam operasinya, gangguan dalam konstruksi, gangguan alami seperti akar-akar pohon, atau aktivitas seismik. Sebagai tambahan, kebutuhan air yang terus meningkat karena perkembangan kota dan pertumbuhan populasi dapat menyulitkan stasiun-stasiun pompa yang tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan masyarakat akibat usia alat atau ukuran alat. Kesehatan dan kesejahteraan ekonomi dari suatu populasi akan juga tergantung pada suplai berkelanjutan dari air yang bersih dan tidak terkontaminasi. Banyak sumber-sumber air menjadi tidak sanggup untuk menyediakan air akibat kebutuhan manusia dan lingkungan yang terus meningkat. Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan populasi di saat ini dan di masa akan datang, pemerintah harus menyediakan suplai air yang stabil dan dapat diperbaharui. Dalam sistem ini tentunya terdapat kriteria-kriteria yang harus dipenuhi agar sistem ini berjalan dengan baik. Kriteria-kriteria tersebut antara lain: a. Air yang dialirkan harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dimanapun dan kapanpun. b. Penurunan mutu air akibat distribusi harus sekecil mungkin, sehingga sampai ke konsumen dalam keadaan yang masih memenuhi standar. c. Pipa memiliki desain yang baik, sehingga tidak ada kebocoran di dalam sistemnya dan juga memiliki tekanan yang baik sehingga debit aliran airnya konstan. d. Jalur pipa diusahakan sependek mungkin dan sesedikit mungkin menggunakan fasilitas serta lokasi penempatannya aman dari gangguan yang mungkin dapat merusak pipa.
III-1
III.2
Standar Kebutuhan Air Bersih di Masyarakat
Secara garis besar, penggunaan dan pemakaian air bersih dalam aktivitas sehari-hari manusia adalah sebagai berikut : • Untuk keperluan rumah tangga (domestic use) Mandi, cuci, kakus, memasak, dan keperluan-keperluan lain dalam rumah tangga. • Untuk keperluan industri - sebagai bahan pokok, misal : untuk industri makanan dan minuman - sebagai bahan pembantu, misalnya: untuk proses pendinginan, pencucian. • Untuk keperluan perkotaan - membersihkan jalan, menyiram taman-taman, air mancur, dll - penggelontoran saluran-saluran kota - persediaan air untuk hidran pemadam kebakaran - untuk keperluan sekolah, perkantoran, gedung pertemuan umum, dll - untuk keperluan sosial, seperti mesjid, langgar, rumah sakit, dll - untuk keperluan komersial, seperti rumah makan, hotel, pasar, dll - untuk keperluan pelabuhan - untuk keperluan fasilitas rekreasi, seperti kolam renang, daerah wisata, daerah perkemahan, dll. Kebutuhan air suatu komunitas tergantung pada faktor-faktor di bawah ini: •
Populasi
•
Kondisi iklim
•
Kebiasaan dan gaya hidup
•
Fasilitas plambing
•
Sistem penyaluran pembuangan
•
Industri
•
Biaya air
Dengan berbagai pertimbangan di atas, maka dalam suatu penyediaan air minum perlu diperhatikan faktor-faktor : •
Segi Kualitas Terpenuhinya syarat-syarat kualitas, aman, higienis, baik dapat diminum tanpa kemungkinan menginfektir pemakainya.
III-2
Persyaratan kualitas air minum terdiri atas : − Persyaratan Fisis Kualitas fisis yang dipertahankan atau dicapai bukan hanya sematamata dengan pertimbangan segi kesehatan, akan tetapi juga menyangkut soal kenyamanan dan dapat diterimanya oleh masyarakat pemakai air, dan mungkin pula menyangkut segi estetika. Yang termasuk dalam persyaratan fisis air minum adalah bau, rasa, temperatur, warna, dan kekeruhan. − Persyaratan Kimiawi Kadar dan tingkat konsentrasi unsur kimia yang terdapat dalam air harus aman, tidak membahayakan kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya, pertumbuhan tanaman, tidak membahayakan kesehatan bila digunakan dalam industri serta tidak menimbulkan kerusakan pada sistem penyediaan air minumnya sendiri. Sebaliknya, beberapa unsur tertentu diperlukan dalam jumlah yang cukup untuk menciptakan kondisi air minum yang dapat mencegah suatu penyakit atau kondisi kualitas yang menguntungkan. Pada dasarnya unsur-unsur kimiawi dapat dibedakan atas 4 macam golongan : o Unsur-unsur yang bersifat racun (Hg,Pb) o Unsur-unsur tertentu yang dapat mengganggu kesehatan o Unsur-unsur yang dapat mengganggu sistem atau aktivitas manusia o Unsur-unsur yang merupakan indikator pencemaran − Persyaratan Bakteriologis Dalam persyaratan ini ditentukan batasan tentang jumlah bakteri secara umum, kuman dan bakteri coli secara khusus. Pada dasarnya ada dua golongan bakteri : o Mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit o Non pathogen, yaitu mikroorganisme yang tidak menimbulkan penyakit •
Segi Kuantitas
III-3
Tersedia dalam jumlah yang cukup dan dapat dipergunakan setiap waktu, baik untuk keperluan domestik maupun keperluan lainnya. Penyediaan air dalam jumlah yang cukup, baik untuk keperluan domestik maupun kegiatan lainnya, tidak hanya mempunyai arti terpenuhinya permintaan dan kebutuhan itu sendiri akan tetapi lebih jauh dari itu akan mendukung tercapainya masyarakat yang hidup secara higienis. • Pemakaian Air Pemakaian air bertitik tolak dari jumlah air yang terpakai dari sistem yang ada bagaimanapun keadaannya. Pemakaian air dapat terbatas oleh karena terbatasnya air yang tersedia pada sistem yang dipunyai, yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan. Pemakaian air perkapita dapat bervariasi dari satu komunitas ke komunitas lainnya disebabkan berbagai faktor, antara lain tingkat hidup, pendidikan, dan tingkat ekonomi masyarakat. • Kebutuhan Air Kebutuhan air adalah jumlah air yang diperlukan secara wajar untuk keperluan pokok manusia (domestik) dan kegiatan-kegiatan lainnya yang memerlukan air. Kebutuhan air menentukan besaran sistem dan ditetapkan berdasarkan pengalaman-pengalaman dari pemakaian air. • Fluktuasi Pemakaian Air Pemakaian air tidak sama antara satu jam dengan jam lainnya, begitu pula antara satu hari dengan hari lainnya dalam satu bulan dengan bulan lainnya dalam satu tahun. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan aktifitas penggunaan air yang terjadi. Perbedaan ini lebih disebabkab oleh kebiasaan masyarakt pemakai dan keadaan iklim. Terpenuhinya kedua segi di atas adalah sangat penting untuk mendukung pengelolaan kesehatan masyarakat yang lebih baik.
III.3
Pengertian Sistem Distribusi
Komposisi dari suatu sistem penyediaan dapat terdiri dari sebagian atau keseluruhan dari 3 komponen utama, yaitu : •
Sistem sumber, dengan atau tanpa bangunan pengolahan air minum.
III-4
Sumber dapat terdiri sumber dan sistem pengambilan/pengumpulan saja ataupun dapat pula dilengkapi suatu sistem pengolahan. Dalam tugas ini sumber berupa mata air dengan kualitas air yang telah memenuhi syarat kualitas sehingga tidak memerlukan lagi pengolahan. •
Sistem transmisi, terdiri dari sistem transportasi, cara pengangkutan, kapasitas yang diangkut, peletakan dan penempatan, srta peralatan dan perlengkapan. Air dari sumber yang telah memenuhi syarat kualitas dan kuantitas selanjutnya dibawa ke wilayah perkotaan yang akan menerima pelayanan ini. Untuk membawanya diperlukan suatu saluran pembawa (transmission line).
•
Sistem distribusi, terdiri dari suatu reservoir dan pipa distribusi. Sistem distribusi terdiri dari suatu reservoir dan pipa distribusi. Jaringan distribusi digunakan untuk mengalirkan dan membagikan air kepada masyarakat atau konsumen di wolayah perkotaan yang dilayani.
Setelah melalui sistem transmisi, maka air minum akan ditampung di reservoir dan selanjutnya didistribusikan melalui sistem distribusi yang akan melayani seluruh daerah pelayanan. Sistem distribusi adalah sistem penyaluran air bersih atau air minum dari reservoir ke daerah pelayanan. Perencanaan jaringan pipa distribusi merupakan suatu hal yang penting karena menyangkut kepentingan dan kebutuhan orang banyak. Perencanaan ini merupakan bagian dari tujuan umum pelayanan air bersih kepada masyarakat dalam pencapaian target kualitas dan kuantitas. Pekerjaan dalam sistem distribusi meliputi sistem pemipaan, pemasangan katup-katup, pemasangan hidrant dan peralatan lainnya yang berhubungan dengan pengadaan atau penghantaran air dari reservoir distribusi (pipa transmisi) sampai ke konsumen Sistem distribusi dapat diklasifikasikan berdasarkan sistem perpipaan dan letak dari sistem distribusi tersebut, yaitu (Babbit 6th ed, 1967) : a. Sistem lingkaran atau sistem cincin Sistem ini sering dipakai pada daerah-daerah yang memiliki perbedaan elevasi sangat kecil. Aliran air dalam sistem ini dua arah.
III-5
Pada sistem ini, pipa induk dan pipa sekunder berhubungan secara makro sistem. Pipa-pipa ini hanya memberi air ke titik-titik pembagi (junction) dan arah aliran secara bolak-balik. Ciri-ciri sistem distribusi yang memakai sistem ini adalah: • Tidak merupakan arah satu aliran saja • Gradasi ukuran pipa tidak beraturan • Tidak memiliki titik mati • Pada saat terjadinya pemakaian puncak di suatu daerah, aliran dapat berubah Keuntungan memakai sistem ini adalah: • Dapat melayani banyak tempat dan kemungkinan akan terjadi pengembangan bila ada pelanggan bertambah. • Jika
ada
kerusakan,
maka
dapat
dilokalisir
sehingga
tidak
mempengaruhi aliran ke seluruh sistem. • Distribusi air merata. • Jika ada pemakaian puncak, aliran air dari daerah lain dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Kerugian dari sistem ini adalah: • Biaya perpipaan akan lebih mahal karena pipa yang dibutuhkan banyak dan jalurnya melingkar. • Gradasi pipa tidak terlihat jelas. • Tekanan dalam pipa cukup rendah sehingga bila ada kebakaran, air tidak dapat dialirkan secara serentak. • Alirannya belum tentu satu arah, dapat bolak-balik pada waktu tertentu. Tetapi pada saat dimensional dihitung searah. Sistem dengan pola lingkaran ini digunakan untuk daerah pelayanan dengan sifat: • Bentuk dan perluasannya menyebar ke segala arah. • Jaringan jalannya berhubungan satu sama lain. • Elevasi tanah relatif datar. Sistem ini mempunyai dua jenis perencanaan, yaitu:
III-6
• Outer line; pemasangan jaringan ke arah keluar dengan pengembangan ke
dalam.
Baik
digunakan
untuk
daerah
yang
mengalami
pengembangan. • Inner line; pemasangan jaringan ke arah dalam saja. Baik untuk daerah yang tidak akan mengalami pertambahan jumlah penduduk dan penambahan fasilitas. b. Sistem gridiriron (kisi-kisi) Sistem ini mirip dengan sistem lingkaran, tetapi terbagi-bagi menjadi zonezone kecil. Sistem ini merupakan metode yang paling sering digunakan, terutama pada kota-kota besar. c. Sistem cabang Sistem ini dipakai untuk daerah yang memiliki perbedaan elevasi besar, pengaliran air pada sistem ini adalah dengan cara gravitasi. Aliran air dalam siste cabang ini adalah satu arah. Pada sistem ini pipa induk disambung dengan beberapa pipa sekunder. Pipa sekunder disambung ke beberapa pipa subinduk yang akan mengalami pipa servis. Ciri-ciri sistem ini: • Memiliki satu arah aliran. • Aliran berakhir pada satu titik mati. Keuntungan dari sistem ini: • Baik diterapkan pada daerah yang menurun. • Cukup ekonomis karena jalurnya pendek. • Tidak memerlukan banyak pipa. • Gradasi (perubahan) ukuran pipa terlihat jelas (makin ke ujung makin kecil). • Tekanan air cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk pengaliran air. • Mudah mengoperasikan. • Mudah dalam perhitungan dimensi. • Perkembangan sistem dapat disesuaikan dengan perkembangan kota. Kerugian sistem ini:
III-7
• Jika ada kerusakan, seluruh sistem dalam daerah pelayanan akan terganggu karena tidak adanya sirkulasi air. • Timbulnya rasa, bau, dan gangguan kesehatan karena adanya air yang diam pada uung-ujung pipa cabang. Untuk itu dilakukan pengurasan pada tiap waktu tertentu, karena itu diperlukan katup penguras dan mengakibatkan adanya kehilangan air yang cukup besar. • Bila ada peningkatan kebutuhan air secara tiba-tiba, maka kebutuhan itu tidak akan tersedot. Suplai air hidran juga akan lebih sedikit, karena sifat alirannya hanya satu arah. • Keadaan peak untuk tiap cabang berbeda-beda untuk setiap situasi. • Memiliki banyak titik pipa, sehingga peralatan pipa akan lebih banyak yang digunakan. Sistem dengan pola cabang ini digunakan untuk daerah pelayanan dengan sifat: • Bentuk dan arah perluasan memanjang dan terpisah. • Elevasi permukaan tanahnya mempunyai perbedaan tinggi yang cukup besar dan menurun secara teratur. • Luas daerah pelayanan relatif kecil. d. Sistem kombinasi Karena suatu daerah tidak ada yang mutlak membentuk pola ring atau pola cabang, biasanya digunakan juga gabungan dari kedua pola tersebut. Sistem pelayanan yang menggunakan pola gabungan biasanya digunakan untuk daerah pelayanan dengan sifat: • Kota sedang berkembang • Bentuk perluasan kota yang tidak teratur, begitu juga jaringan jalannya tidak berhubungan satu sama lainnya pada bagian tertentu. • Terdapat daerah pelayanan yang terpencil. • Elevasi muka tanah yang bervariasi. Pada beberapa kota, dimana terdapat perbedaan ketinggian lebih dari 200 feet, sistem distribusi dibagi-bagi menjadi beberapa zone untuk menghindari adanya kelebihan tekanan pada zone yang lebih rendah. Dalam sistem distribusi, hal yang harus mendapat perhatian adalah tersedianya tekanan yang cukup pada setiap titik
III-8
pada sistem. Dengan kata lain tekanan harus cukup untuk melayani kebutuhan konsumen. Sehingga aliran air dapat berjalan lancar sampai pada konsumen terjauh dalam suatu wilayah pelayanan (Babbit 6th ed, 1967). Agar hal di atas dapat terjadi, dibutukan suatu rangkaian proses pengembangan (Sari, 1999), seperti : a.
Perancangan dan pengembangan kebijakan
b.
Analisis dan evaluasi sistem (dari sudut tekno ekonomi)
c.
Perencanaan teknis Tahapan yang dilalui umumnya sudah cukup memadai, walau belum sempurna benar. Kadangkala, karena berbagai pertimbangan, dijumpai adanya kendala penting yang terpaksa tidak dimasukkan ke dalam analisis jaringan, seperti penempatan hidrant sebagai pencegah bahaya kebakaran.
d.
Implementasi pekerjaan fisik Tidak jarang dilakukan perubahan-perubahan terhadap apa yang sudah direncanakan
sebelumnya.
Biasanya terjadi
penempatan
peralatan
penunjang pipa yang minim (pemanfaatan katup-katup). e.
Pengoperasian dan pengembangan jaringan yang ada Pengembangan di atas perlu dilakukan secara berkaitan agar sasaran tercapai. Kenyataannya pengembangan sering dikerjakan sendiri-sendiri.
Inventarisasi panjang dan jalur pipa, diameter pipa komponen-komponen yang ada dalam jaringan serta titik-titik pelayanan beserta elevasinya merupakan kegiatan awal yang perlu dilaksakan. Dilanjutkan dengan evaluasi dan pengukuran lapangan terutama terhadap besaran-besaran hidrolis yang terdapat dalam sistem tersebut. Tahap berikutnya adalah pemyederhanaan jaringan yang berguna untuk memudahkan pembuatan model matematis dalam analisis jaringan itu sendiri. Re analisis jaringan distribusi menggunakan proses matematis untuk mensimulasikan kejadian di lapangan. Langkah-langkah dalam proses modelling untuk re-analisis meliputi : a.
Pengumpulan data
b.
Penyelesaian jaringan
c.
Kalibrasi model
III-9
d.
Analisis jaringan
III.4
Tujuan Sistem Distribusi
Tujuan dari sistem distribusi adalah menyalurkan air minum ke daerah pelayanan, dengan tetap memperhatikan faktor kuantitas, kualitas dan tekanan air sesuai rencana semula. Dalam sistem distribusi perlu diperhatikan beberapa faktor agar tercipta tingkat pelayanan kebutuhan yang baik, antara lain : a. Terjaganya kualitas air sepanjang pipa distribusi sampai kepada konsumen. b. Kuantitas air yang mencukupi kebutuhan masyarakat dan kesediaannya setiap saat secara kontinu. c. Antisipasi terjadinya kehilangan yang bersifat insidental seperti kebocoran pipa, pencurian air, dan sebagainya. d. Tekanan pengaliran harus dapat menjangkau seluruh daerah pelayanan baik yang kritis sekalipun sehingga dapat tercukupi kebutuhannya dengan sistem distribusi yang dirancang.
III.5
Definisi Kehilangan Air
Kehilangan air merupakan faktor yang dapat menyebabkan kerugian pada suatu sistem penyediaan air, baik terhadap PDAM maupun terhadap konsumen. Dengan adanya kehilangan air maka pihak PDAM akan menderita kerugian secara ekonomi dan finansial, sedangkan kerugian yang diderita pihak konsumen adalah terganggunya kapasitas dan kontinuitas pelayanan. Untuk menghitung nilai kehilangan air dapat dibuat neraca kesetimbangan air. Neraca kesetimbangan air dapat dilihat pada Tabel III.1. Melihat pada Tabel III.1 dapat disimpulkan air yang bisa direkeningkan sama dengan konsumsi resmi berekening. Maka, Air yang Tak Bisa Direkeningkan (ATBD) adalah input sistem dikurangi konsumsi berekening (Seminar Perpamsi, 2005). ATBD = Input sistem – Konsumsi Berekening Pada beberapa dekade lalu, diperkenalkan istilah UFW (Unacounted-forWater) atau Air yang tak Terhitung Kegunaannya. Istilah ini diperkenalkan ketika perusahaan penyedia air tidak dapat menghitung untuk apa kegunaan airnya.
III-10
Dewasa ini, perusahaan penyedia air sudah dapat menghitung semua komponen kesetimbangan air, bahkan jika air tersebut hilang. Maka, akan lebih relevan jika sekarang digunakan istilah ATBD, selain itu istilah ini lebih mudah untuk dirumuskan dan dipakai dalam perhitungan.
Tabel III.1 Kesetimbangan Air Konsumsi resmi ber-rekening Konsumsi resmi
Kerugian komersial Kehilangan air
Air yang bisa direkening-kan
Tak ber-meter berrekening Konsumsi resmi tak ber-rekening
Volume Input air ke sistem
Ber-meter berrekening
Kebocoran fisik
Ber-meter Tak ber-meter Konsumsi tak resmi Ketidak-akuratan meteran pelanggan
Air yang tak bisa di-rekening-kan (NRW/ UFW/ ATBD)
Kebocoran pada pipa Kebocoran dan air berlebih di tanki Kebocoran pada sambungan layanan sampai meteran
Sumber : Seminar Perpamsi, 2005
Kehilangan air akan ATBD didefinisikan sebagai perbedaan antara banyaknya air yang dialirkan ke jaringan distribusi dan pemakaian air yang tercatat pada pemakaian tersebut. Kehilangan air akan ATBD menyebabkan kerugian keuangan yang besar (Cipta Karya, 1988). NRW (Non Revenue Water) atau dapat disebut juga ATBD dapat dikategorikan sebagai berikut (Palyja, 2005) : a. Real Losses disebabkan oleh kebocoran pipa, adanya sambungan pipa, overflowing reservoir dan sebagainya. b. Apparent Losses - Commercial Losses
III-11
disebabkan oleh konsumen yang tak terdaftar, adanya sambungan ilegal, adanya manipulasi atau penipuan dan sebagainya. - Metering Losses disebabkan oleh pembacaan meteran yang salah, tertimbunnya meteran, kesalahan pengujian meteran dan lain – lain. Kehilangan air (Seminar Perpamsi, 2005) merupakan : a.. Selisih antara volume input sistem dengan konsumsi resmi. b. Selisih jumlah air yang didistribusikan dan jumlah air yang diterima pelanggan. c. Perbedaan jumlah air yang dibaca pada meter induk dan jumlah air yang dibaca pada meter pelanggan. Konsumsi resmi adalah volume air bermeter dan atau tak bermeter tahunan yang dikonsumsi oleh para pelanggan terdaftar, pensuplai air dan orang-orang yang secara implisit atau eksplisit diberi kewenangan oleh pensuplai air untuk melakukannya. Konsumsi resmi sendiri dibagi menjadi dua, yaitu : a. Konsumsi resmi berekening Yang dimaksud konsumsi resmi berekening adalah suplai air kepada pelanggan, dengan dasar perhitungan meteran dari air yang dikonsumsi maupun dengan dasar penaksiran. b. Konsumsi resmi tak berekening Bisa meliputi elemen-elemen seperti pemadam kebakaran, penyemprotan pipa saluran air dan gorong-gorong, pembersihan jalan, pengairan tamantaman kota dan air mancur umum. Kehilangan air dapat dibedakan menjadi dua ( Seminar Perpamsi, 2005), yaitu : a. Kerugian Komersial Merupakan nilai bagi semua jenis ketidakakuratan yang berhubungan dengan pemeteran pelanggan dan kesalahan penanganan data ditambah konsumsi ilegal. b. Kebocoran Fisik Merupakan kebocoran tahunan dari sistem yang ditekan hingga ke titik pelanggan.
III-12
Kehilangan air (Sari, 1999) berarti perbedaan jumlah air yang masuk ke dalam sistem penyediaan air bersih (water supply system) dengan jumlah air yang tercatat. Jenis kehilangan air dapat diklasifikasikan menjadi : a. Kehilangan air yang tercatat / dapat dicatat Kehilangan jenis ini misalnya pemakaian air untuk pengurasan pipa, pemakaian fire hydrant, pemakaian air untuk fasilitas keindahan kota, pemakaian air untuk penggunaan sosial yang tidak terbayar dan lain-lain. b. Kehilangan air yang tak tercatat Contoh kehilangan air jenis ini adalah kebocoran air pada jaringan pipa distribusi, pemakaian air konsumen yang tidak tercatat oleh meter karena meter rusak atau tidak teliti, pembuatan rekening yang salah dan sebagainya. Nilai kehilangan air di Indonesia dianggap masih normal jika bernilai sekitar 20% sesuai angka kehilangan air yang disarankan Departemen PU, yaitu sekitar 18%-20%, dengan perincian sebagai berikut : Kebocoran pada sistem distribusi
5%
Ketelitian pengukuran meter air
3-5%
Kebocoran pipa konsumen
5%
Pemakaaian untuk O & M
3%
Kehilangan air non fisik dan lainnya
2%
Total
18-20%
Untuk perbandingan, maka akan ditampilkan kehilangan air di beberapa kota di dunia, seperti pada Tabel III.2. Kehilangan air ini juga dapat dibagi menjadi (Ristiarini, 1999) : a. Kehilangan air fisik (nyata) Kehilangan air fisik adalah kehilangan air yang secara fisik/nyata terbuang keluar dari sistem distribusi sehingga tidak dapat dimanfaatkan, misalnya kebocoran air pada pipa distribusi, kebocoran air pada pipa dinas atau kebocoran air pada katup. Kehilangan air ini pada umumnya tergolong kehilangan air tidak tercatat. Penyebab kehilangan air fisik merupakan faktor teknis yang sering terjadi pada sistem penyediaan air bersih, terutama pada jaringan-jaringan pipa
III-13
yang sudah berumur tua, tetapi juga sering terjadi pada jaringan-jaringan pipa yang masih baru, dimana karena kelalaian pemasangan dan kualitas pipa yang digunakan akan menyebabkan kebocoran pipa. b. Kehilangan air non fisik (tidak nyata) Kehilangan air non fisik tidak dapat terlihat atau tidak dapat diperhitungkan dalam proses penagihan. Sebagian besar kehilangan air non fisik disebabkan oleh faktor-faktor non teknis yang sulit dilacak maupun ditanggulangi karena menyangkut masalah kompleks baik di dalam maupun di luar PDAM itu sendiri. Kehilangan air ini dapat merupakan kehilangan air yang tercatat maupun yang tidak. Merupakan kehilangan air yang terpakai tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya karena berbagai alasan. Beberapa contoh kehilangan air non fisik adalah : - Kesalahan membaca meteran - Pencatatan angka meteran pelanggan yang tidak sesuai dengan semestinya, misalnya karena aliran air terlalu kecil atau karena ketidaktelitian meter air. - Kesalahan-kesalahan pembuatan rekening air. - Adanya sambungan liar. Kehilangan air dapat terjadi baik pada unit pengolahan, pipa transmisi maupun pipa distribusi. Tetapi kehilangan air sebagian besar terjadi pada pipa distribusi, hal ini disebabkan karena pada pipa distribusi banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kebocoran air. Oleh karena itu pengendalian kebocoran air pada penelitian ini adalah pada sistem distribusi air minum. Kehilangan air dapat didefinisikan sebagai selisih antara jumlah air yang tercatat masuk ke dalam sistem dan jumlah air yang tercatat keluar dari sistem (Laporan Batang, 2000). Secara sederhana, hal ini dapat dinyatakan sebagai berikut : Kehilangan Air = Input yang Tercatat – Output yang Tercatat Definisi ini biasanya tidak termasuk jumlah air yang telah dibuatkan rekening, yang berarti telah tercatat tetapi belum dibayarkan. Karena itu jumlah tagihan dan tunggakan biasanya tidak dimasukkan dalam perhitungan kehilangan air.
III-14
Tabel III.2 Kehilangan Air di Beberapa Kota di Dunia No
Kota
Negara
Konsumsi
Kehilangan Air
( l/o/h )
(%)
1
Poznan
Polandia
330
65,8
2
Glasgow
Inggris
500
49,6
3
Belfast
Inggris
495
48,1
4
London
Inggris
314
42,4
5
Liverpool
Inggris
349
35
6
Marseiles
Perancis
486
36
7
Paris
Perancis
270
21,5
8
Philadelphia
AS
741
34,4
9
Colombus
AS
499
23
10
Atlanta
AS
562
11,9
11
San Fransisco
AS
608
11,8
12
Dublin
Irlandia
251
31,5
13
Roma
Italia
651
25
14
Torino
Italia
425
12
15
Barcelona
Spanyol
267
22,1
16
Brussel
Belgia
178
15,2
17
Munchen
Jerman Barat
308
13,6
18
Hamburg
Jerman Barat
229
5
19
Frankfurt
Jerman Barat
312
4,8
20
Berlin
Jerman Barat
269
3
21
The Haque
Belanda
148
2
22
Copenhagen
Denmark
311
5,5
Sumber : Bandung Water Supply Augmentation Improvement Phase 2, Feasibility Study Final Report, Vol 4, 1989 (Dikutip dari : Hasil Survey dari IWSA Standing Comitte on Water Distribution 1977 – 1978)
III-15
III.6
Sumber-Sumber Kehilangan Air
Kehilangan air terdiri dari bermacam-macam komponen dan pada umumnya dapat digolongkan sebagai kehilangan air secra fisik dan non fisik. Kehilangan air secara non fisik adalah setiap komponen yang tidak termasuk sebagai kehilangan langsung secara fisik (Laporan Batang, 2000). Kehilangan air secara fisik diakibatkan oleh faktor - faktor teknis pada sistem perpipaan seperti pencatatan meter induk tidak akurat (kurang baik), kebocoran pada reservoir, kebocoran pada sambungan pipa distribusi dan transmisi, jaringan pipa keropos (sudah tua, material kurang bagus, pemasangan pipa tidak memenuhi syarat), sambungan pelanggan gelap (tidak terdeteksi), meter pelanggan tidak akurat (perggantian meter tidak terprogram), kebocoran pada pipa dinas pelanggan (pipa servis sebelum meter air), penggunaan air untuk pencucian dan penggelontoran pipa, kualitas pipa yang digunakan, tekanan yang dihasilkan, perlengkapan perpipaan, sambungan-sambungan pipa dan lain sebagainya (Seminar Perpamsi, 2005). Sedangkan kehilangan air non fisik diakibatkan oleh faktor-faktor non teknis seperti sistem pencatatan meter induk tidak sempurna, sistem pencatatan meter pelanggan tidak baik, perlakuan pencatat meter (pencatatan ditaksir), administrasi pencatat meter tidak baik, sistem penagihan tidak sempurna, kesalahan administrasi, kesalahan pembacaan meter air, akurasi meter air, sambungansambungun liar, penggunaan tanpa pemakaian meter air, dan lain sebagainya (Seminar Perpamsi, 2005). Tingkat kehilangan air sering dinyatakan sebagai persentase dari jumlah produksi air, yang ditentukan dari data produksi dan pemakaian air. Kemudian hasilnya digunakan secara luas untuk menunjukkan keadaan umum sistem distribusi, khususnya jumlah kebocoran yang ada. Alasannya yaitu kebocoran secara fisik biasanya merupakan komponen utama pada perhitungan kehilangan air. Namun hal ini bisa salah apabila kehilangan air secara non fisik juga menunjukkan angka yang cukup besar. Karena itu lebih baik menghitung komponen-komponen kehilangan air tersebut dengan pengukuran langsung dan kemudian menyesuaikan jumlahnya dengan tingkat kehilangan air yang
III-16
ditentukan secara tidak langsung dari perkiraan data produksi dan pemakaian air (Laporan Batang, 2000). Pada dasarnya sumber – sumber kehilangan air sama pada setiap sistem, potensinya untuk menghasilkan kehilangan air, juga tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya (Seminar Perpamsi, 2005). Beberapa sumber kehilangan air (Sari, 1999): 1. Meter Air a. Fungsi Meter Air Meter air digunakan pada sistem penyediaan air bersih dengan tujuan : - untuk mengetahui jumlah produksi air - untuk mengetahui besar pemakaian air keperluan pelanggan - untuk
mengetahui
besar
pemakaian
air
konsumen,
termasuk
kepentingan sosial - untuk dapat memperhitungkan tarif air - untuk dapat memperhitungkan rekening pelanggan - untuk memperkirakan besar kehilangan air dari sistem instalasi keseluruhan - untuk keperluan penelitian/pengendalian b. Ketelitian Meter Air Hasil pengujian Lembaga Pendidikan menunjukkan bahwa meter air tidak selalu dapat diandalkan kebenaran penunjukkannya. ternyata untuk beberapa kondisi sistem pengaliran air, meter air memperlihatkan kekurangtelitian saat beroperasi. Disamping kecepatan aliran, yang dapat mempengaruhi ketelitian meter air adalah udara. Sebuah instalasi penyaluran air minum yang bekerja secara periodik, pada saat operasi berhenti, maka sejumlah udara akan masuk ke dalam pipa distribusi dari celah sambungan pipa, katup yang tidak tertutup sempurna atau dari pipa yang bocor. Aliran udara dalam meter air akan memutar dial meter dengan cepat. Peristiwa ini sering ditemui di lapangan pada meter air konsumen. Tiap keluhan konsumen dapat diartikan sebagai suatu gejala ketidakpuasan
III-17
terhadap tingkat pelayanan PDAM dan keadaan seperti ini harus dihindari sedini mungkin dengan cara : - Menganjurkan kepada konsumen agar menutup keran dengan sempurna dan jika ada kerusakan segera dilaporkan kepada PDAM. - Memperbaiki sambungan pipa distribusi yang menimbulkan kebocoran kecil, sedang dan besar. - Menggiatkan inspeksi keliling untuk memantau kemungkinan adanya kebocoran pipa distribusi. - Berusaha agar instalasi sistem distribusi bekerja secara kontinu. Tekanan yang bekerja pada pipa akan menentukan kecepatan aliran dalam pipa dan akan mempengaruhi besarnya starting flow. Starting flow adalah debit aliran terkecil yang diperlukan untuk dapat menggerakkan alat penghitung meter air. Kecepatan aliran di bawah starting flow akan mengakibatkan air tidak tercatat pada meter air. 2. Pipa Transmisi dan Distribusi Kehilangan air pada pipa transmisi sering terjadi karena adanya kebocoran yang dipengaruhi oleh tekanan di dalam dan di luar pipa yang tidak seimbang. Beberapa
hal
yang
mempengaruhi
adalah
konstruksi
pemasangan,
penyambungan serta kualitas material yang digunakan dan usia dari pipa. Pada pipa distribusi yang mengalirkan air kepada pelanggan, kehilangan air sangat besar karena banyaknya pipa-pipa kecil yang potensial sebagai sumber kebocoran. - Tekanan Tekanan dalam pipa diakibatkan oleh gaya yang bekerja dalam pipa tersebut. Gaya yang bekerja adalah gaya hidrostatis dan gaya hidrodinamis. Gaya hidrostatis adalah gaya yang diakibatkan tekanan yang bekerja pada air dalam keadaan diam di dalam pipa (DPU RI, 1974). Gaya hidrodinamis adalah gaya dorong yang dapat diberikan oleh air yang bergerak dalam pipa. Jika dibandingkan, besar gaya hidrodinamis yang diakibatkan oleh kecepatan air dalam pipa lebih kecil dari gaya hidrostatis yang diakibatkan oleh tekanan air yang diam (Giles, 1984).
III-18
Dalam kehilangan air, tekanan dalam pipa merupakan indikator terjadinya suatu kebocoran fisik pada jaringan distribusi. Tekanan yang besar dalam pipa akan mengakibatkan udara di dalam pipa, udara yang terakumulasi dalam pipa akan mempengaruhi peputaran propeller dari meter air ( Leakage Reduction, 1987). - Konstruksi Sambungan antar pipa ataupun dengan fitting harus kokoh. Pada lokasi penyeberangan perlu adanya jembatan pipa atau penyangga serta angker blok pada lokasi-lokasi rawan untuk meredam gaya-gaya dari luar. Penimbunan lapisan paling bawah dengan pasir, kerikil dan dipadatkan dengan tanah. sebelum penimbunan secara permanen, terlebih dahulu dilakukan pengetesan tekanan pada pipa. Untuk penyambungan pipa tergantung jenis pipa yang akan disambung. Untuk sambungan pipa persil menggunakan clamp saddle untuk mencegah terjadinya kebocoran pada sambungan ini. - Beban Adanya getaran lalu lintas dan beban dari luar seperti kendaraan akan mengakibatkan beban yang dipikul pipa semakin besar. beban ini dapat direduksi dengan cara penimbunan pipa yang mengikuti peraturan. beban yang dipikul pipa akan semakin kecil pengaruhnya jika pemasangan pipa dilakukan dengan baik. - Kualitas Material Pemilihan kualitas material harus baik dan dilakukan dengan cermat. Hal ini akan mempengaruhi kecepatan terjadinya kerusakan pada sistem jika kualitasnya buruk. Kualitas yang bagus akan berusia lebih lama dan lebih tahan terhadap gangguan. - Korosi Korosi internal merupakan proses korosi di dalam pipa akibat proses kimia antara air dengan pipa logam, sehingga pipa akan mudah retak/pecah jika beban bertambah atau tekanannya yang bertambah. Pengaruh kualitas air dapat menyebabkan korosi.
III-19
3. Perlengkapan Pipa (Fitting) Perlengkapan pipa ini meliputi joint, bend, tee, cross dan valve. Kondisi sistem penyambungan antar fitting yang kurang baik dan tidak sesuai dengan tekanan kerja yang diijinkan akan menyebabkan pipa mudah pecah. Daerah tempat penyambungan fitting dengan pipa merupakan daerah yang rawan akan kebocoran terlebih – lebih jika konstruksi pemasangannya tidak bail sehingga sangat dipengaruhi oleh beban yang bekerja pada tempat tersebut (Twort, 1974). 4. Pemakaian Air tanpa Meter Air Pemakaian air oleh pelanggan tetapi tidak dilengkapi oleh meter air. sehingga untuk beban rekening tidak berdasarkan pemakaian air sebenarnya dan angka menjadi tidak pasti (Leakage Reduction, 1987) 5. Sambungan Liar (Illegal Connection) Sambungan yang terjadi dengan menapping pipa pelayanan tanpa diketahui pihak PDAM. Tujuannya agar pemakaian air tidak tercatat sehingga tidak perlu membayar beban rekening. 6. Pencucian Pipa (Flushing) Air yang digunakan untuk mencuci pipa merupakan jumlah tidak tercatat. Umumnya jumlah dipakai sebesar 2% dari jumlah produksi, tetapi seharusnya melalui meter air agar jelas berapa jumlah pemakaiannya. 7. Kesalahan Administrasi Administrasi kurang tertib, seperti penagihan yang kurang tertib dan tidak menurut sistem yang telah ditetapkan, proses pembacaan meter air, pencatatan meter, kesalahan pada pembukuan lainnya, proses pembuatan rekening ataupun karena petugas pembaca meter tidak membacanya. Pemakaian untuk infrastruktur, hidrant, taman-taman kota seringkali tidak diketahui secara pasti karena tidak ada meter air. Kesalahan administrasi akan mengacaukan dan sulit untuk dikendalikan. Jumlah pemakaian air menjadi tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan, sehingga air yang terdistribusi dengan yang terpakai menjadi tidak jelas 8. Sosial Budaya
III-20
Sambungan liar, tanpa meter air, meter air dimodifikasi, sambungan ganda sebelum meter air, melepas meter air saat pengaliran kemudian dipasang lagi, merusak cara kerja meter air, membubuhkan garam pada gelas meter air, meletakkan magnet di dekat dial merupakan bentuk-bentuk kecurangan yang pernah ditemui dan dilakukan oleh konsumen. Tujuan dari itu semua adalah agar angka tercatat lebih kecil sehingga membayarnya menjadi murah. Hal ini menunjukkan kesadaran masyarakat masih kurang dan begitu juga kesadaran untuk melapor. Kondisi sosial para pegawai PDAM pun kurang bertanggungjawab, petugas pembaca meter air yang merupakan ujung tombak perusahaan jika kurang bertanggungjawab akan mempengaruhi pendapatan yang sebenarnya.
III.7
Metoda Pengendalian Kehilangan Air
Untuk meningkatkan kapasitas pelayanan, dibutuhkan penanggulangan kehilangan air dimana dengan penaggulangan kehilangan air ini, kapasitas pelayanan akan ditingkatkan tanpa adanya peningkatan kapasitas sumber, mengingat sumber air baku yang makin lama makin berkurang sementara kebutuhun penduduk akan air bersih semakin lama semakin meningkat. Pengendalian kehilangan air tidak mudah untuk dilaksanakan karena menyangkut banyak segi yang harus diperhitungkan baik dalam PAM sendiri maupun kondisi masyarakat pemakai air yaitu pemerintah maupun non pemerintah. Karenanya perlu suatu metoda pendekatan untuk kondisi setempat dalam usaha mengendalikan besarnya kehilangan air agar tidak melebihi batas kewajaran yang ditetapkan. Di dalam menanggulangi kebocoran air ada 2 jenis kebocoran yang harus ditangani, yaitu kebocoran air secara fisik dan kebocoran air secara administratif. Dalam penanggulangan kebocoran air sendiri ada 3 metoda penurunan kebocoran air yang dapat dilaksanakan (Laporan Batang, 2000), yaitu : a. Kontrol tekanan Pengaturan tekanan air di dalam pipa. Merupakan cara yang paling sederhana dan cepat, karena tidak menyangkut deteksi kebocoran, penurunan tekanan ini
III-21
dapat dicapai dengan mengurangi tekanan pompa atau pemasangan katup penurunan tekanan pada jaringan pipa distribusi. b. Penurunan kebocoran air secara pasif Dengan metoda pasif kontrol, yaitu memperbaiki kebocoran hanya bila ada laporan dari masyarakat tentang adanya kebocoran atau bila kebocoran itu kebetulan saja diketahui (dapat terlihat secara fisik). Pada metoda ini tidak dilaksanakan pengukuran atau pendeteksian kebocoran. Metoda ini dapat dilaksanakan apabila harga produksi air relatif murah jika dibandingkan biaya operasionalnya, nilai kebocoran relatif masih rendah dan sumber air masih dapat mencukupi kebutuhan konsumen. c. Penurunan kebocoran air secara aktif, melalui cara-cara: •
Regular Sounding Dengan menginspeksi jaringan pipa distribusi yang dilakukan secara berkala dengan menggunakan alat pendengar kebocoran pada hidran kebakaran atau pun katup yang terdapat pada jaringan distribusi.
•
District Metering (pengukuran zone/wilayah) Yaitu dengan memantau aliran / fluktuasi pemakaian air pada distrik tertentu secara berkala. Caranya dengan memasang meter pada suatu distrik pada lokasi yang tepat, dan debit air yang masuk ke dalam distrik tersebut dicatat secara berkala dan dievaluasi. Bila terjadi peningkatan fluktuasi yang tibatiba, maka hal ini mengindikasikan adanya kebocoran pada distrik tersebut.
•
Waste Metering (pengukuran kebocoran) Yaitu memantau kebocoran pada setiap jalur pipa. Cara ini dilakukan dengan memantau aliran air pada malam hari dengan membuka / menutup katup / valve secara bertahap. Jika terjadi peningkatan aliran air yang mencolok secara tiba-tiba, maka hal ini mengindikasikan adanya kebocoran. Untuk mencari kebocoran tersebut, digunakan alat pendeteksi kebocoran.
•
Combined Metering (pengukuran kombinasi) Merupakan gabungan antara district dan waste metering.
Dalam penanggulangan kebocoran air secara administratif, usaha yang harus kita lakukan akan lebih sedikit, tetapi hasil yang didapat akan sangat signifikan. Berbeda dengan penanggulangan kebocoran air secara fisik, usaha dan biaya
III-22
yang dibutuhkan akan sangat banyak dan besar, belum lagi waktu yang dibutuhkan sangat lama. Tetapi, hasil yang didapat tidak sebanding dengan usaha yang sudah dilakukan. Selama ini pengendalian kehilangan air dilakukan secara pasif. Dengan metoda ini memang tidak memerlukan banyak peralatan dan biaya tetapi kehilangan air yang terjadi tidak dapat ditanggulangi dengan baik bahkan cenderung bertambah tiap tahunnya. Hal ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut, harus ditanggulangi secara sistematis dan terencana baik.
III.8
Evaluasi Hidrolis Jaringan Pipa Distribusi
Evaluasi hidrolis bertujuan untuk mengetahui pola aliran air dan tekanan di dalam jaringan perpipaan distribusi. Di samping itu dapat untuk mengetahui kapasitas maksimum dari perpipaan terpasang yang bermanfaat untuk pengembangan pelayanan maupun penambahan kapasitas. Manfaat yang lain adalah dapat mengetahui kondisi jaringan yang ada, dalam hal ini dapat mengidentifikasi tingkat kebocoran dan mengetahui daerah atau area yang mempunyai tingkat kebocoran tinggi. Evaluasi hidrolis dapat dilakukan denganmelakukan simulasi hidrolis secara teoritis dengan menggunakan persamaan Hardy Cross. a. Proses Evaluasi Hidrolis Jaringan Pipa Tahap I : Skematisasi Jaringan Distribusi Langkah
awal
dalam
melakukan
perhitungan
teoritis
adalah
dengan
menyederhanakan sistem distribusi terpasang ke dalam bentuk skematisasi, yang dalam proses pembuatannya merupakan pendekatan terhadap kondisi jaringan sebenarnya. Penyusunan skematisasi model hidrolis disesuaikan dengan data teknis yang ada di lapangan dan informasi yang ada. Pembuatan model skematisasi juga didasarkan pada skema yang direncanakan ada sebelumnya, kemudian disesuaikan dengan kondisi saat ini. Proses ini meliputi penentuan titik-titik simpul (node) dan penomoran pipa secara sistematis, kemudian memasukkan data panjang dan diameter pipa dan elevasi titik simpul (node).
III-23
Tahap II : Skematisasi Konsumsi Air Skematisasi konsumsi air merupakan proses penentuan jumlah pemakaian air pada simpul (node) dengan membuat blok-blok pada daerah pelayanan sehingga didapatkan pembebanan tiap ruas pipa. Tahap III : Simulasi Hidrolis Setelah membuat skematisasi model hidrolis dan menyusun struktur konsumsi pemakaian air di tiap simpul, langkah selanjutnya adalah mensimulasikannya. b. Hasil Evaluasi Jaringan Pipa Distribusi Besarnya faktor fluktuasi debit distribusi dapat dihitung dengan pasti dikarenakan pola distribusi air sudah dilakukan selama 24 jam. (Sumber : Laporan Batang, 2000)
III.9
Populasi dan Sampel
III.9.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi, populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki subyek/obyek tersebut (Sugiyono, 1999).
III.9.2 Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel tersebut, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu, sampel yang diambil dari populasi harus reprensentatif (Sugiyono, 1999).
III-24
III.9.3 Metoda Pengambilan Sampel Metoda sampling adalah teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat beberapa metoda sampel yang dapat digunakan.
III.9.3.1
Probability Sampling
Probability sampling adalah metoda pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Metoda ini terbagi lagi menjadi : a. Simple Random Sampling Pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen. b. Proportionate Stratified Random Sampling Metoda ini digunakan bila populasi mempunyai anggota yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Jumlah sampel yang harus diambil meliputi strata populasi. c. Disproportionate Stratified Random Sampling Metoda ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional. d. Cluster Sampling (Area Sampling) Metoda ini digunakan untuk menentukan ukuran sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber datanya sangatlah luas.
III.9.3.2
Nonprobability Sampling
Nonprobability sampling adalah metoda pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjjadi anggota sampel. Metoda ini terbagi lagi menjadi : a. Sampling Sistematis Metoda pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut. b. Sampling Kuota
III-25
Metoda untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan. c. Sampling Insidental Metoda penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang tersebut cocok sebagai sumber data. d. Sampling Purposif Metoda penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampel ini lebih cocok digunakan untuk penelitian kualitatif atau penelitian yang tidak melakukan generalisasi. e. Sampling Jenuh Metoda penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
III-26