BAB III TINJAUAN KHUSUS RSUP H. ADAM MALIK
3.1 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes Nomor 335/Menkes/SK/VII/1990 yang berlokasi di Jl. Bunga Lau No. 17 Medan Tuntungan Kota Medan Propinsi Sumatera Utara. RSUP H. Adam Malik ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes Nomor 502/Menkes/SK/IX/1991.RSUP H. Adam Malik juga sebagai Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan Rawat Jalan sedangkan untuk pelayanan Rawat Inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992. Pada tanggal 11 Januari 1993 secara resmi Pusat Pendidikan Fakultas Kedokteran USU Medan dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik sebagai tanda dimulainya Soft Opening. Kemudian diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 21 Juli 1993. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 280/KMK.05/2007 dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.756/Menkes/SK/VI/2007 tepatnya pada Juni 2007 RSUP. H. Adam Malik telah berubah status menjadi Badan Layanan Umum (BLU) bertahap dengan tetap mengikuti pengarahan-pengarahan yang diberikan oleh Ditjen Yanmed dan Departemen Keuangan untuk perubahan status menjadi BLU penuh.
Universitas Sumatera Utara
3.1.1
Visi dan Misi Visi RSUP H. Adam Malik adalah menjadi pusat rujukan pelayanan
kesehatan, pendidikan dan penelitian yang mandiri dan unggul di Sumatera tahun 2015. Misi RSUP H. Adam Malik adalah: a.
Melaksanakan pelayanan kesehatan paripurna, bermutu dan terjangkau
b.
Melaksanakan pendidikan, pelatihan serta penelitian kesehatan yang profesional
c.
Melaksanakan kegiatan pelayanan dengan prinsip efektif, efisien, akuntabel, dan mandiri
3.1.2 Tugas dan Fungsi Tugas RSUP H. Adam Malik menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 244/Menkes/Per/III/2008 pasal 2 adalah menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan secara paripurna, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan secara serasi, terpadu dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan lainnya serta melaksanakan upaya rujukan. Fungsi RSUP H. Adam Malik menurut Peratuan Menteri Kesehatan Nomor 244/Menkes/Per/III/2008 pasal 3 antara lain: a.
Menyelenggarakan pelayanan medis
b.
Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan
c.
Menyelenggarakan penunjang medis dan non medis
d.
Menyelenggarakan pengelolaan sumber daya manusia
e.
Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang profesi kedokteran dan pendidikan kedokteran berkelanjutan
Universitas Sumatera Utara
f.
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan lainnya
g.
Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
h.
Menyelenggarakan pelayanan rujukan
i.
Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan
3.1.3
Falsafah dan Motto Falsafah RSUP H. Adam Malik adalah memberikan pelayanan kesehatan
kepada seluruh lapisan masyarakat secara profesional, efisien, dan efektif sesuai standar pelayanan yang bermutu. Motto RSUP H. Adam Malik adalah mengutamakan keselamatan pasien dengan pelayanan P
: Pelayanan cepat
A
: Akurat
T
: Terjangkau
E
: Efisien
N
: Nyaman
3.1.4 Klasifikasi dan Struktur Organisasi Berdasarkan SK MenKes Nomor 335/MenKes/SK/VII/1990 RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A. RSUP H. Adam Malik memiliki 20 Staf Medik Fungsional (SMF) dan 28 Spesialisasi Kedokteran. Menurut PerMenKes Nomor 244/MenKes/Per/III/2004 susunan organisasi RSUP H. Adam Malik terdiri dari: a. Direktur utama b. Direktorat medik dan keperawatan c. Direktorat sumber daya manusia dan pendidikan
Universitas Sumatera Utara
d. Direktorat keuangan e. Direktorat umum dan operasional f. Unit-unit non struktural Struktur organisasi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.1.4.1 Direktur Utama Direktur utama Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik mempunyai tugas memimpin, merumuskan kebijaksanaan pelaksanaan, membina pelaksanaan, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas rumah sakit sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3.1.4.2 Direktorat Medik dan Keperawatan Direktorat medik dan keperawatan dipimpin oleh seorang direktur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur utama. Direktur medik dan keperawatan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pelayanan medis, keperawatan, dan penunjang. Pelayanan keperawatan dilakukan pada instalasi rawat jalan, instalasi rawat inap terpadu (Rindu) A, instalasi rindu B, instalasi gawat darurat (IGD), instalasi perawatan intensif, dan instalasi bedah pusat. Guna menyelenggarakan tugas tersebut, direktorat medik dan keperawatan menyelenggarakan fungsi: a.
Penyusunan rencana pelayanan medis, keperawatan, dan penunjang
b.
Koordinasi pelayanan medis, keperawatan, dan penunjang
c.
Pengendalian, pengawasan dan evaluasi pelayanan medis, keperawatan, dan penunjang
3.1.4.3 Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan
Universitas Sumatera Utara
Direktur sumber daya manusia dan pendidikan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan sumber daya manusia serta pendidikan dan penelitian, dengan cara menyelenggarakan fungsi: a.
Penyusunan rencana kebutuhan sumber daya manusia, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan
b.
Koordinasi dan pelaksanaan pengelolaan sumber daya manusia
c.
Koordinasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan
d.
Pengendalian, pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya
manusia,
pendidikan
dan
pelatihan
serta
penelitian
dan
pengembangan 3.1.4.4 Direktorat Keuangan Direktur keuangan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan program dan anggaran, pengelolaan pembendaharaan, mobilisasi dana, akuntansi, dan verifikasi,untuk
melaksanakan
tugas
tersebut
direktorat
keuangan
menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan rencana program dan anggaran b. Koordinasi dan pelaksanaan urusan perbendaharaan dan mobilisasi dana, serta akuntansi dan verifikasi c. Pengendalian,
pengawasan,
evaluasi,
dan
pelaporan
pelaksanaan
pengelolaan program dan anggaran, perbendaharaan dan mobilisasi dana, serta akuntansi dan verifikasi 3.1.4.5 Direktorat Umum dan Operasional
Universitas Sumatera Utara
Direktur umum dan operasional mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan data dan informasi, hukum, organisasi dan hubungan masyarakat serta administrasi umum. Fungsi dari direktorat umum dan operasional adalah: a. Menyelenggarakan pengelolaan data dan informasi b. Menyelenggarakan pelaksanaan urusan hukum, organisasi, dan hubungan masyarakat c. Menyelenggarakan pelaksanaan urusan administrasi umum Direktorat umum dan operasional terdiri dari: a. Bagian data dan informasi b. Bagian hukum, organisasi, dan hubungan masyarakat c. Bagian umum d. Instalasi e. Kelompok jabatan fungsional Instalasi sebagai pelayanan non struktural dibentuk di lingkungan direktorat umum dan operasional yang terdiri dari instalasi farmasi, instalasi gizi, instalasi rekam medik, instalasi laundry, instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit (IPSRS), instalasi sterilisasi pusat, instalasi kesehatan lingkungan, instalasi bank darah, instalasi gas medik, instalasi sistem informasi rumah sakit (SIRS), dan instalasi kedokteran forensik dan pemulasaran jenazah. 3.1.4.6 Unit-unit Non Struktural Unit-unit non struktural RSUP H. Adam Malik terdiri dari dewan pengawas, komite, satuan pemeriksaan intern, dan instalasi. a. Dewan Pengawas
Universitas Sumatera Utara
Pembentukan tugas, fungsi, tata kerja dan keanggotaan dewan pengawas ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. b. Komite Komite merupakan wadah non struktural yang terdiri dari tenaga ahli atau profesi yang dibentuk untuk memberikan pertimbangan strategis kepada direktur utama dalam rangka peningkatan dan pengembangan pelayanan rumah sakit. Komite medik memiliki tugas memberikan pertimbangan kepada direktur utama dalam hal menyusun standar pelayanan medis, pengawasan dan pengendalian mutu pengawasan medis, hak klinis khusus kepada staf medis fungsional (SMF), program pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan. Komite etik dan hukum mempunyai tugas memberikan pertimbangan kepada direktur utama dalam hal menyusun dan merumuskan medicoetikolegal dan etik pelayanan rumah sakit, penyelesaian masalah etik kedokteran, etik rumah sakit serta penyelesaian pelanggaran terhadap kode etik pelayanan rumah sakit, pemeliharaan etika penyelenggaraan fungsi rumah sakit, kebijakan yang terkait dengan hospital bylaws serta medical staff bylaws, gugus tugas bantuan hukum dalam penanganan masalah hukum di rumah sakit. c. Satuan Pemeriksaan Intern (SPI) SPI adalah satuan kerja fungsional yang bertugas melaksanakan pemeriksaan intern rumah sakit. Satuan Pemeriksaan intern berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur utama. d. Instalasi Instalasi adalah unit pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan, pendidikan dan penelitian rumah
Universitas Sumatera Utara
sakit. Instalasi berada dibawah dan bertanggung jawab kepada direktur yang dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan diberhentikan oleh direktur utama. Kepala instalasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga-tenaga fungsional/non medis.
3.2 Komite Farmasi dan Terapi Menurut Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik tanggal 01 Desember 2011 Nomor PO.02.01.5.3.9584 tentang Pembentukan Komite Farmasi dan Terapi RSUP H. Adam Malik, komite farmasi dan terapi di RSUP H. Adam Malik memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Membantu pimpinan RSUP H. Adam Malik dalam meningkatkan pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional. 2. Menyusun tata laksana penggunaan formularium sebagai pedoman terapi di RSUP H. Adam Malik. 3. Memantau serta menganalisa kerasionalan penggunaan obat di RSUP H. Adam Malik. 4. Melaksanakan analisa untung rugi dan analisa biaya penggunaan obat di RSUP H. Adam Malik. 5. Memperbaharui isi formularium sesuai dengan kemajuan ilmu kedokteran. 6. Mengkoordinir pelaksanaan uji klinis. 7. Mengkoordinir pelaksanaan efek samping obat. 8. Menjalankan kerjasama dengan komite lain yang sejenis secara horizontal dan vertikal.
Universitas Sumatera Utara
9. Menampung, memberi saran dan ikut memecahkan masalah lainnya dalam pengelolaan obat di RSUP H. Adam Malik. Komite Farmasi dan Terapi bertanggung jawab kepada Direktur Utama melalui Direktur Umum dan Operasional.
3.3 Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik Instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik dipimpin oleh seorang apoteker yang bertanggungjawab langsung kepada direktur umum dan operasional.
3.3.1 Tugas dan Fungsi Instalasi farmasi RSUP H.Adam Malik mempunyai tugas membantu direktur umum dan operasional untuk menyelenggarakan, mengkoordinasikan, merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di RSUP H. Adam Malik. Fungsi instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik adalah: a.
Melaksanakan kegiatan tata usaha untuk menunjang kegiatan instalasi farmasi dan melaporkan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian
b.
Melaksanakan perencanaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan RSUP H. Adam Malik serta melaksanakan evaluasi dan SIRS instalasi farmasi
c.
Melaksanakan perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi di gudang instalasi farmasi dan memproduksi obat-obat sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
d.
Mendistribusikan perbekalan farmasi ke seluruh satuan kerja/instalasi di lingkungan RSUP H. Adam Malik untuk kebutuhan pasien rawat jalan, rawat inap, gawat darurat dan instalasi-instalasi penunjang lainnya
e.
Melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinis
f.
Melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
3.3.2 Struktur Organisasi Berdasarkan Surat Keputusan Direktur RSUP H. Adam Malik Nomor OT.01.01./IV.2.1./10281/2011. Struktur organisasi instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik ditunjukkan pada gambar berikut ini.
Direktur Utama
Direktur Umum dan Operasional
Ka. Instalasi Farmasi Wa.Ka. Instalasi Farmasi Ka. Tata Usaha
Pokja Farmasi Klinis
Pokja Perencanaan dan Evaluasi
Pokja Perbekalan
DepoFarmasi IGD
Depo Farmasi Rindu A
Depo Farmasi Rindu B
Pokja Apotek I
Depo Farmasi Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif
Pokja Apotek II
Depo Farmasi Instalasi Bedah Pusat
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik 3.3.2.1 Kepala Instalasi Farmasi Kepala instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik mempunyai tugas memimpin, menyelenggarakan, mengkoordinasikan,merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian terhadap pasien, instalasi pelayanan dan instalasi penunjang lainnya di RSUP H. Adam Malik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3.3.2.2 Wakil Kepala Instalasi Farmasi Wakil kepala instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik mempunyai tugas membantu kepala instalasi farmasi untuk menyelenggarakan,mengkoordinasikan, merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di RSUP H. Adam Malik sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, menggantikan tugas kepala instalasi farmasi apabila kepala instalasi farmasi berhalangan hadir. 3.3.2.3 Tata Usaha Farmasi Tata usaha farmasi bertanggung jawab langsung kepada kepala instalasi farmasi yang mempunyai tugas membantu kepala instalasi farmasi dalam hal mengkoordinasikan
kegiatan
ketatausahaan,
pelaporan,
kerumahtanggaan,
mengarsipkan surat masuk dan keluar, serta urusan kepegawaian kepala instalasi farmasi. 3.3.2.4 Kelompok Kerja a. Pokja Farmasi Klinis
Universitas Sumatera Utara
Pokja farmasi klinis sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi
Farmasi,
bertugas
membantu
Kepala
Instalasi
Farmasi
untuk
menyelenggarakan dan mengkoordinasikan pelayanan Farmasi Klinis secara profesional. b. Pokja Perencanaan dan Evaluasi Pokja perencanaan dan evaluasi sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi untuk menyelenggarakan dan mengkoordinasikan serta melaksanakan melaksanakan perencanaan bertugas membantu Kepala Instalasi Farmasi dan pengadaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan Rumah Sakit, melakukan evaluasi laporan kegiatan kefarmasian di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dan melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi. c. Pokja Perbekalan Pokja perbekalan sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi untuk menyelenggarakan dan mengkoordinasikan terhadap penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian stok perbekalan farmasi, peracikan, pembuatan, pengemasan kembali perbekalan farmasi, mengusulkan pelaksanaan pemusnahan perbekalan farmasi yang tidak layak pakai. d. Pokja Apotek I Pokja apotek I sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantuKepala Instalasi Farmasi untuk menyelenggarakan dan mengkoordinasikan terhadap penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian stok perbekalan farmasi terhadap kebutuhan perbekalan farmasi pasien Askes dan pasien umum serta melaksanakan SIRS instalasi farmasi.
Universitas Sumatera Utara
e. Pokja Apotek II Pokja apotek II sebagai salah satu unsur pelaksana utama KepalaInstalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi untuk menyelenggarakan dan mengkoordinasikan
terhadap
perencanaan
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian dan pengendalian stok perbekalan farmasi terhadap kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien Jamkesmas rawat jalan, pasien Askes rawat inap dan pasien umum serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi. f. Pokja IGD Depo farmasi IGD sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi untuk menyelenggarakan dan mengkoordinasikan terhadap perencanaan penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian stok perbekalan farmasi serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi terhadap kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien IGD. g. Depo Farmasi Rindu A Depo farmasi Rindu A sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi untuk menyelenggarakan dan mengkoordinasikan terhadap perencanaan penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian stok perbekalan farmasi serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi terhadap kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap terpadu A. h. Depo Farmasi Rindu B Depo farmasi Rindu B sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi untuk menyelenggarakan dan mengkoordinasikan terhadap perencanaan penerimaan, penyimpanan,
Universitas Sumatera Utara
pendistribusian dan pengendalian stok perbekalan farmasi serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi terhadap kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap terpadu B. i. Depo Farmasi Anestesi dan Terapi Intensif Depo farmasi Anestesi dan Terapi Intensif sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi untuk
menyelenggarakan
dan
mengkoordinasikan
terhadap
perencanaan
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian stok perbekalan farmasi serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi terhadap kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien Instalasi pelayanan Anestesi dan Terapi Intensif. j. Depo Farmasi Instalasi Bedah Pusat Depo farmasi Instalasi Bedah Pusat sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi untuk menyelenggarakan dan mengkoordinasikan terhadap perencanaan penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian stok perbekalan farmasi serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi terhadap kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien Bedah Pusat. 3.3.3 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengelolaan Perbekalan Farmasi adalah suatu siklus kegiatan yang dimulai dari
pemilihan,
perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. 3.3.3.1 Pemilihan
Universitas Sumatera Utara
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan perbekalan farmasi ini berdasarkan : a. Formularium b. Standar perbekalan farmasi yang telah ditetapkan c. Pola penyakit d. Mutu, harga dan ketersediaan di pasaran Penentuan pemilihan obat merupakan peran aktif apoteker dalam Komite Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian. 3.3.3.2 Perencanaan Perencanaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk menghindari kekosongan obat. Perencanaan ini menggunakan metode kombinasi konsumsi
dan
epidemiologi
serta
menetapkan
prioritas
dengan
mempertimbangkan sisa persediaan, data pemakaian periode sebelumnya serta siklus penyakit dan rencana pengembangan.
3.3.3.3 Pengadaan Pengadaan perbekalan farmasi di RSUP H. Adam Malik merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui serta dilaksanakan pada jam kerja. RSUP H. Adam Malik melaksanakan pembelian secara langsung untuk perbekalan farmasi sampai dengan nilai 200 juta
Universitas Sumatera Utara
dari distributor/PBF/rekanan yang bersifat distributor utama serta melakukan negosiasi atas dasar kualitas, jaminan ketersediaan, pelayanan purna jual dan harga yang wajar/murah, sesuai dengan waktu yang dibutuhkan. 3.3.3.4 Produksi Produksi
perbekalan
farmasi
dilaksanakan
oleh
kelompok
kerja
perbekalan. Produksi obat-obatan yang dilaksanakan adalah: 1. Sediaan farmasi yang mempunyai konsentrasi khusus dan tidak tersedia di pasaran. 2. Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan. 3. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil. Sarana dan fasilitas produksi harus menjamin mutu produksi yang dihasilkan. Fasilitas pengemas yang menjamin mutu dan keamanan pengguna antara lain: wadah, pembungkus, etiket dan label. 3.3.3.5 Penerimaan Penerimaan
perbekalan
farmasi
dilaksanakan
oleh
panitia
penerima,
bendaharawan barang, kepala instalasi farmasi, kepala pokja/depo farmasi dan kepala instalasi user (SMF). Didalam panitia penerima harus terlibat tenaga apoteker. Penerimaan perbekalan farmasi harus sesuai dengan SPK/kontrak, surat pesanan barang dan faktur barang/surat pengantar barang. Penerimaan perbekalan farmasi (reagensia) harus melampirkan sertifikat analisis. Expire date dari setiap perbekalan farmasi yang diterima minimal 2 tahun. Penerimaan perbekalan farmasi yang berbahaya bagi kesehatan harus melampirkan lembar data pengamanan (LDP) atau MSDS (material safety data sheet).
Universitas Sumatera Utara
Setelah penerimaan barang kontrak/SPK selesai dibuat berita acara penerimaan oleh panitia penerima. Penerimaan oleh Pokja atau depo farmasi di instalasi farmasi dan Instalasi User (SMF) harus sesuai dengan bukti permintaan dan bukti penyerahan perbekalan farmasi. Setiap penerimaan perbekalan farmasi harus di entry ke komputer SIRS. 3.3.3.6 Penyimpanan Pokja perbekalan bertanggung jawab atas penyimpanan perbekalan farmasi di gudang dan melaksanakan pengendalian serta menentukan buffer stock perbekalan farmasi. Pokja instalasi farmasi, Depo Farmasi dan instalasi user (SMF) bertanggung jawab atas penyimpanan perbekalan farmasi di unit kerja masing-masing dan melaksanakan pengendalian serta menentukan buffer stock perbekalan farmasi. Penyimpanan perbekalan farmasi dipisahkan berdasarkan penyedia askes, jamkesmas, umum dan floor stock. Ruang penyimpanan di gudang farmasi harus memenuhi syarat penyimpanan perbekalan farmasi.Penyimpanan perbekalan farmasi disusun sesuai dengan suhu dan kestabilannya. Penyimpanan untuk obat atau bahan berbahaya termasuk high alert diberi label atau penandaan khusus bahan berbahaya, terpisah dari obat atau perbekalan farmasi lainnya. Penyimpanan larutan nutrisi dilakukan pada suhu 25 ˚C dan terpisah dari obat yang lain. Untuk penyimpanan obat Look Alike Sound Alike (LASA) diberi jarak antara satu dengan yang lainnya dan diberi tanda atau label LASA.
3.3.3.7 Pendistribusian
Universitas Sumatera Utara
Pendistribusian perbekalan farmasi dilaksanakan instalasi farmasi dengan menggunakan sistem: a. Floor Stock. b. Resep perseorangan/Kartu Obat Pasien. c. One Day Dose Dispensing (ODDD)/One Unit Dose Dispensing (OUDD). Distribusi perbekalan farmasi yang masuk kedalam paket pelayanan atau tindakan yang dilaksanakan di instalasi-instalasi dilakukan dengan sistem floor stok. Distribusi perbekalan farmasi untuk kebutuhan pasien rawat inap dilakukan dengan sistem one day dose dispensing. Distribusi perbekalan farmasi untuk kebutuhan pasien rawat jalan dilakukan dengan sistem resep perseorangan. Distribusi perbekalan farmasi untuk pasien di IGD dilakukan dengan sistem floor stok, resep perseorangan, dan one unit dose dispensing. Distribusi perbekalan farmasi untuk ruang OK dilakukan dengan sistem floor stok (paket) dan one unit dose dispensing. Distribusi perbekalan farmasi pada hari libur panjang (lebih dari tiga hari) dari pokja perbekalan ke pokja/depo farmasi dilaksanakan dengan sistem on call. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat dan penulisan resep: a. Pemberian obat kepada pasien berpedoman kepada formularium rumah sakit, DPHO untuk pasien ASKES, formularium program jaminan kesehatan masyarakat untuk pasien jamkesmas. b. Penulisan resep/kartu obat dengan nama generik c. Penulisan resep ditulis pada blanko resep RSUP H. Adam Malik sesuai dengan ketentuan penulisan resep yang lengkap.
Universitas Sumatera Utara
d. Penulisan/permintaan obat bermerek untuk pasien Askes dan Jamkesmas dapat diganti dengan obat yang termasuk daftar obat Askes dengan generik yang sama dan kadar yang sama kalau obat tidak tersedia di instlasi farmasi tanpa persetujuan dokter. Pelayanan obat pasien rawat jalan: a. Resep yang dapat dilayani adalah resep yang sudah memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan. b. Pemberian obat maksimal untuk tiga hari kecuali antibiotik, obat antifungi dapat diberikan sesuai dengan yang ditentukan lima hari dan kasus-kasus tertentu/penyakit kronis dapat diberikan maksimal untuk pemakaian satu bulan. c. Jumlah/jenis obat setiap lembar resep maksimal tiga macam. Pelayanan obat pasien obat rawat inap dilakukan dengan sistem: a. ODDD (One day dose dispensing) b. Pemberian obat pasien pulang maksimum tiga hari. Pelayanan obat emergensi: a. Obat-obat emergensi disediakan oleh instalasi farmasi di setiap ruangan rawat inap, instalasi gawat darurat dan kamar operasi sesuai dengan jumlah dan obat yang ditentukan/disepakati, diperiksa stok obat setiap hari, dan expire date setiap bulannya. b. Petugas farmasi memeriksa/melengkapi stok obat dalam trolley emergensi setiap pemakaian/bulan bersama dengan perawat penanggung jawab trolley emergensi di masing-masing unit pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
3.3.4 Pelayanan Kefarmasian 3.3.4.1 Pengkajian Resep Kegiatan pengkajian resep meliputi seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis. Persyaratan administrasi telah dilengkapi, tetapi untuk persyaratan farmasi seperti bentuk dan kekuatan sediaan masih belum semuanya dituliskan dengan benar oleh dokter. 3.3.4.2 Dispensing Merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. Dispensing sediaan khusus di RSUP HAM meliputi pencampuran obat kemoterapi dan pencampuran obat suntik KCl. Pencampuran obat suntik KCl di RSUP HAM dilakukan sepenuhnya oleh farmasi klinis, kecuali diruang ICU dilakukan oleh perawat. Hal ini dikarenakan oleh kebutuhan KCl diruang ICU dibutuhkan segera sehingga akan memakan waktu lebih lama jika harus ditangani oleh farmasi klinis, yang akan berpengaruh kepada keselamatan pasien. Selain itu, perawat yang berada diruang ICU telah mendapatkan pelatihan mengenai prosedur pencampuran obat suntik yang baik dan benar. Dan untuk pencampuran obat kemoterapi di RSUP HAM telah dilakukan sepenuhnya oleh farmasi klinis. Sterilitas di ruangan pencampuran kemoterapi sudah terjaga dengan baik, karena telah memiliki ruang pencampuran, ruang antara, dan ruang administrasi yang berbeda. Ruang pencampuran dan ruang
Universitas Sumatera Utara
administrasi telah dilengkapi dengan alat pemeriksa suhu dan kelembaban ruangan. Kulkas penyimpanan obat kemoterapi juga telah dilengkapi dengan termometer untuk menjaga suhu tempat penyimpanan sesuai dengan persyarataan sehingga kestabilan obat terjamin. Pencampuran kemoterapi juga sudah menyediakan alat pelindung diri. Pelaporan pencampuran obat kemoterapi juga sudah dilakukan dengan baik setiap bulan. Tetapi terkait sarana prasana di ruang pencampuran kemoterapi, kondisi ruangan belum sepenuhnya memenuhi syarat seperti plafon yang masih berpori, dan dinding yang masih memiliki sudut. 3.3.4.3 Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat Kegiatan monitoring efek samping obat di RSUP. H. Adam Malik dilakukan oleh farmasi klinis bersamaan dengan kegiatan visite. Agar MESO di RSUP. H. Adam Malik dapat terjangkau seluruhnya, maka farmasi klinis melatih kepala ruangan untuk memantau ESO di ruangan masing-masing. Bila tenaga kesehatan menemukan efek samping obat yang tidak lazim, maka dilaporkan ke pokja farmasi klinis, kemudian farmasi klinis akan mendiskusikan dengan dokter yang menangani pasien tersebut dan jika kasus yang didapat ternyata memang efek samping obat yang jarang dan berbahaya, maka informasi tersebut akan dituangkan dalam formulir kuning dan selanjutnya dikirimkan ke Pusat MESO Nasional. Kemudian petugas farmasi akan mencatat manifestasi ESO pada RM 14 dan menempelkan stiker alergi obat pada RM 14 dan sampul depan stastus pasien. Kepada pasien akan diberikan kartu pengingat alergi obat dan menganjurkan pasien agar membawa kartu tersebut jika berobat kembali. Adapun jenis ESO yang dilaporkan adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat obat, terutama efek samping yang selama ini belum pernah terjadi. 2. Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat. 3. Setiap reaksi efek samping yang serius. 4. Setiap reaksi ketergantungan 3.3.4.4 Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat (PIO) adalah pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat tentang obat kepada profesi kesehatan lainnya dan pasien. Seluruh kegiatan PIO telah dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik. Untuk pasien rawat inap, PIO dilakukan oleh depo farmasi, sedangkan untuk pasien rawat jalan, dilakukan oleh apotek I dan apotek II, dan juga dilaksanakan oleh seluruh pokja yang ada di IFRS. Salah satu kegiatan PIO yang telah dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik yaitu melalui penyuluhan. Penyuluhan dilaksanakan oleh farmasi klinis yang bekerja sama dengan PKMRS sebanyak empat kali dalam satu bulan, yaitu dua kali untuk pasien rawat inap dan dua kali untuk pasien rawat jalan. Kemudian setiap bulan laporan PIO direkap oleh koordinator PIO yang ada di pokja farmasi klinis. 3.3.4.5 Konseling Konseling merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan maupun rawat inap. Pelaksanaan konseling di RSUP H. Adam Malik masih belum dilaksanakan secara optimal, dimana konseling untuk pasien rawat inap masih belum dilakukan. Konseling untuk pasien rawat jalan dilakukan di ruang konseling yang berada di Apotek II.
Universitas Sumatera Utara
3.3.4.6 Visite Visite dilakukan oleh apoteker dengan melihat terapi pengobatan pasien dari Catatan Perkembangan Terintegrasi (RM 14) dan mengisi Formulir Edukasi Multidisiplin (RM 23) RSUP H. Adam Malik pada kolom farmasi. Apoteker mampu menjelaskan kepada pasien nama obat dan kegunaannya, aturan pemakaian dan dosis obat yang diberikan, efek samping dan kontraindikasi obat. 3.3.4.7 Pengkajian Penggunaan Obat Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau. Program ini telah dilakukan di RSUP H. Adam Malik bersamaan pada saat visite.
3.4
Instalasi Central Sterilized Suplay Departement (CSSD) Instalasi Cental Sterilized Supply Department (CSSD) atau sterilisasi pusat
adalah satu unit kerja yang merupakan fasilitas penyelenggaraan dan kegiatan pelayanan kebutuhan steril. Peranan CSSD di rumah sakit bertujuan untuk 1. Mengurangi infeksi nosokomial dengan menyediakan peralatan yang telah mengalami pencucian, pengemasan dan sterilisasi dengan sempurna 2. Mengurangi penyebaran kuman di lingkungan rumah sakit, menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan Pelayanan sterilisasi adalah kegiatan memproses semua bahan, peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk pelayanan medik di rumah sakit, mulai dari perencanaan, pengadaan, pencucian, pengemasan, pemberian tanda, proses
Universitas Sumatera Utara
sterilisasi, penyimpanan dan penyalurannya untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit. Kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan CSSD adalah a.
Melakukan sterilisasi instrument dan linen untuk kebutuhan kamar operasi
b.
Melakukan sterilisasi untuk kebutuhan IGD
c.
Melakukan sterilisasi untuk kebutuhan catheterisasi/bedah jantung
d.
Melakukan sterilisasi ruangan dengan fogging dan UV lamp
e.
Melakukan Reuse dengan gas Etilen Oksida Sasaran dari kegiatan yang dilakukan adalah tercapainya kebutuhan steril
untuk seluruh lingkungan rumah sakit, mencegah terjadinya infeksi nosokomial hingga seminimal mungkin dan mempertahankan mutu hasil sterilisasi dengan melakukan monitoring terhadap proses dan hasil sterilisasi. Untuk mendapatkan pelayanan CSSD yang optimal disediakan ruangan yang memadai yang terdiri atas: ruang pencucian, ruang kerja dan ruang steril/ penyimpanan barang steril yang memenuhi syarat. Instalasi Sterilisasi Pusat dikepalai oleh seorang apoteker dan dibantu oleh wakil kepala instalasi, tata usaha dan tiga pokja lainnya. Struktur Organisasi Instalasi CSSD RSUP H. Adam Malik Medan dapat dilihat pada gambar berikut ini: Direktur Umum dan Operasional
Ka. Instalasi CSSD Wa. Ka. Instalasi CSSD Tata Usaha
Pokja Pencucian
Pokja Sterilisasi
Pokja Pengemasan Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Instalasi CSSD RSUP H. Adam Malik Medan Kepala instalasi mempunyai tugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan dalam perencanaan dan pemenuhan kebutuhan CSSD, menyelenggarakan sterilisasi dan pelayanan kepada unit-unit lain yang membutuhkan perlengkapan steril, menyelenggarakan penelitian dan pengembangan dalam bidang sterilisasi. Wakil
kepala
instalasi
membantu
kepala
instalasi
dalam
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, merencanakan serta mengawasi seluruh kegiatan di Instalasi CSSD. Tata Usaha bertugas membantu kepala instalasi dalam menyelenggarakan seluruh ketatausahaan dan kerumahtanggaan di CSSD. Dalam menunjang tugas dan fungsi CSSD, dibentuk 3 pokja yaitu: a. Pokja Pencucian Pokja pencucian bertugas untuk membantu kepala instalasi dalam menyelenggarakan seluruh kegiatan pencucian di CSSD. b. Pokja Sterilisasi Pokja sterilisasi bertugas untuk membantu kepala instalasi dalam menyelenggarakan seluruh kegiatan sterilisasi kebutuhan di CSSD. c. Pokja Pengemasan Pokja pengemasan bertugas untuk membantu kepala instalasi dalam menyelenggarakan seluruh kegiatan pengemasan kebutuhan steril untuk unit IGD, IBP, IPI, Poliklinik, Rindu A dan Rindu B
Universitas Sumatera Utara
3.5 Depo Farmasi Rawat Inap Terpadu (Rindu) B Depo farmasi rindu B bertugas membantu kepala instalasi farmasi dalam hal
mengkoordinasi,
membina,
melaksanakan
perencanaan,
penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap di rindu B secara One Day Dose Dispensing untuk obat oral dan injeksi dan melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas di lingkungan depo farmasi rindu B. Depo farmasi rindu B melayani obat dan alat kesehatan habis pakai (AKHP) untuk semua pasien askes, jamkesmas, jamkesda, medan sehat, jampersal dan JKA yang dirawat di ruang : 1. Rindu B1 : Obgin, Anak dan Perinatologi 2. Rindu B2 : Bedah digestif, Urologi dan Onkologi 3. Kardiovaskular : CVCU, RIC 4. Rindu B3 : Ortopedi, Askes (untuk semua bedah) 5. VIP B 3.5.1
Tugas dan Fungsi Depo Rindu B
Tugas dan fungsi Depo Farmasi Rindu B adalah: 1. Mengatur kebutuhan SDM yang dibutuhkan sebagai tenaga kerja di Depo Farmasi Rindu B 2. Melakukan pengelolaan perbekalan farmasi, mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dispensing dan distribusi serta evaluasi dan pelaporan. 3. Melakukan pengawasan terhadap obat-obatan dan semua alkes di Depo Rindu B
Universitas Sumatera Utara
4. Melakukan evaluasi semua kegiatan Depo Farmasi Rindu B untuk perbaikan 3.5.2
Sumber Daya Manusia Depo Farmasi Rindu B berada dibawah Instalasi Farmasi Rumah Sakit
yang dikepalai oleh seorang Apoteker. Jumlah staf yang bekerja di Depo Farmasi Rindu B adalah 16 orang, yang terdiri dari 1 apoteker, 1 orang sarjana farmasi, 1 orang D3 Farmasi, 11 orang lulusan SMF dan 2 orang lulusan SMA.
3.5.3
Sarana dan Prasarana Depo farmasi rindu terdiri dari 2 ruangan, yaitu ruang penyimpanan dan
ruang kepala depo. Ruang penyimpanan terdapat rak-rak penyimpanan obat, terdapat 3 meja peracikan yang terdiri dari 1 meja peracikan untuk askes dan 2 meja peracikan untuk jamkesmas, terdapat 4 komputer yang digunakan untuk mengentri data, tempat apoteker untuk melakukan skrining resep, trolly (kereta dorong), serta dilengkapi dengan AC untuk menjaga kestabilan suhu ruangan. Di ruang kepala depo terdapat lemari penyimpanan narkotik, tempat penyimpanan untuk obat high allert, tempat penyimpanan obat-obat termolabil untuk askes dan jamkesmas, alat penerangan berupa lampu, telepon, 1 unit komputer dan 1 unit meja serta lemari kecil yang digunakan untuk menyimpan surat-surat yang perlu diarsipkan, serta dilengkapi dengan AC untuk menjaga kestabilan suhu ruangan. 3.5.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Depo Rindu B 1.
Perencanaan Perhitungan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan metode konsumsi dan
atau metode morbiditas.
Universitas Sumatera Utara
Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Pengumpulan dan pengolahan data 2. Analisa data untuk evaluasi dan informasi 3. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat 4. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana. Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati ketepatan, perlu dilakukan analisa trend pemakaian obat tiga tahun sebelumnya atau lebih. Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode konsumsi: 1. Daftar obat 2. Stok awal 3. Penerimaan 4. Pengeluaran 5. Sisa stok 6. Obat hilang/rusak, kadaluarsa 7. Kekosongan obat 8. Pemakaian rata-rata/ pergerakan obat pertahun 9. Waktu tunggu 10. Stok pengaman 11. Perkembangan pola kunjungan
Universitas Sumatera Utara
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit, waktu tunggu dan stok pengaman. Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah : 1. Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umurpenyakit 2. Menyiapkan data populasi penduduk 3. Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada 4. Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada 5. Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan pedoman pengobatan yang ada. 6. Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang akan datang Perencanaan di Depo Farmasi Rindu B dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi, dimana perhitungannya dilkukan dengan menggunakan data setiap tahun. Dan penggunaan obat setahun dijumlahkan kemudian ditambahkan 20 % (stok pengaman). 2. Pengadaan Pengadaan di Depo Farmasi Rindu B yaitu dengan melakukan pengamprahan ke bagian perbekalan di Instalasi Farmasi setiap hari selasa dan kamis. 3. Penyimpanan
Universitas Sumatera Utara
Penyimpanan di Depo farmasi Rindu B sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), yaitu : a. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya b. Dibedakan menurut suhu dan kestabilannya c. Alphabet d. FIFO dan FEFO e. Obat High Allert disimpan terpisah dengan obat lain dan diberi label/ penandaan bulat merah f. Obat LASA atau NORUM diberi jarak satu dengan yang lainnya dan diberi label/penandaan obat LASA Untuk penyimpanan narkotik yaitu didalam lemari khusus dan terkunci, dan lemarinya diletakkan di ruang kadepo, bentuk dan ukuran lemari memenuhi syarat. 4.
Pendistribusian dan Dispensing Pendistribusian di Depo Farmasi Rindu B dilakukan dengan beberapa cara
yaitu floor stok, emergensi stok dan one day dose dispensing. Untuk sediaan floor biasanya perawat mengamprahnya setiap satu minggu sekali ke depo, sediaan stok emergensi yang ada di ruangan perawat apabila telah digunakan maka perawat langsung meminta ganti kembali sediaan yang dipakai ke Depo Rindu B dengan menggunakan KOP (Kartu Obat Pasien). Obat sampai ke pasien melalui tangan perawat. 5. Evaluasi dan Pelaporan Evaluasi dan pelaporan di depo farmasi rindu B dilakukan untuk memantau kegiatan-kegiatan yang di lakukan di depo farmasi rindu B. Hasil
Universitas Sumatera Utara
evaluasi tersebut di buat dalam bentuk laporan bulanan. Pelaporan di depo farmasi rindu B mencakup: 1. laporan narkotik 2. laporan stok opname 3. laporan pemakaian obat generik 4. laporan kegiatan 5. laporan pemakaian antibiotik 6. laporan pemakaian obat di luar formularium
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Klasifikasi rumah sakit sudah diatur dalam undang-undang RI No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit pasal 24, menyebutkan bahwa rumah sakit umum kelas A, mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspealistik sedangkan RSUP H. Adam Malik pada saat pendiriannya sudah langsung ditetapkan sebagai rumah sakit umum kelas A dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 335/Menkes/SK/VII/1990 tanggal 10 juli 1990 walaupun belum memiliki pelayanan spesialistik dan subspesialistik yang luas hal ini dikarenakan pada saat itu belum ada undang-undang yang mengatur tentang pengklasifikasian rumah sakit seperti undang-undang rumah sakit No.44 tahun 2009 yang baru dibuat pada tahun 2009, sedangkan RSUP H. Adam Malik berdiri pada tahun 1990 sehingga langsung ditetapkan sebagai rumah sakit kelas A dan seiring berjalannya waktu fasilitas dan pelayanan mediknya terus dikembangkan sehingga sesuai dengan predikat rumah sakit kelas A.
4.2 Komite Farmasi dan Terapi Berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang standar pelayanan farmasi di Rumah Sakit menyatakan bahwa Komite Farmasi dan Terapi diharuskan membuat Formularium yang harus selalu dimutakhirkan dan direvisi secara periodik. Formularium ini berguna sebagai pedoman
Universitas Sumatera Utara
pemberian obat oleh para dokter dalam pemberian pelayanan kepada pasien, sehingga tercapai penggunaan obat yang aman, rasional, efektif dan efisien. RSUP. H. Adam Malik telah menerbitkan formularium pada tahun 2003, sebagai pedoman pembuatan formularium edisi pertama ini mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) tahun 2002. Kemudian formularium ini direvisi pada bulan Juli 2009 sehingga diterbitkanlah formularium edisi kedua, dimana pembuatan formularium ini mengacu pada DOEN tahun 2008, yang terbaru diterbitkan pada bulan Desember 2011.
4.3 Struktur Organisasi IFRS RSUP H. Adam Malik Menurut KepMenKes Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang standar pelayanan farmasi di RS, struktur organisasi minimal IFRS terdiri dari administasi farmasi, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu. Pada struktur IFRS RSUP H. Adam Malik tidak terdapat bagian manajemen mutu.
4.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi 4.4.1 Produksi Pokja perbekalan melakukan kegiatan produksi sediaan farmasi. Kegiatan produksi yang dilakukan adalah membuat larutan H2O2 3%, handscrub serta mengubah menjadi kemasan yang lebih kecil (re-packing) antara lain alkohol 96% dan 70%, isodin (povidon iodium), hydrex/first aid/cutisoft, talkum dan kloralhidrat. Pembuatan/produksi perbekalan farmasi di RSUP H. Adam Malik masih pada tahap pengenceran dan re-packing.
Universitas Sumatera Utara
4.4.2 Pendistribusian Pelayanan kefarmasian dalam bidang pendistribusian obat kepasien yang dilakukan diruang rawat inap pasien yaitu sistem One Day Dose Dispensing (ODDD) seharusnya sistem distribusi yang dilakukan adalah sistem distribusi dengan cara One Unit Dose Dispensing (OUDD) dimana jika dilakukan sistem One Unit Dose Dispensing akan mengurangi kesalahan pengobatan yang mungkin terjadi, dan juga untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap penggunaan obat. Distribusi obat kepada pasien diberikan oleh perawat secara langsung kepada pasien, dimana seharusnya yang memberikan obat kepada pasien adalah farmasi, dengan pemberian obat secara langsung oleh farmasi maka pasien dapat secara langsung diberikan edukasi tentang cara pemakaian obat, sehingga dapat mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi karena kurangnya informasi yang diperoleh oleh pasien.
4.5 Pelayanan Farmasi Klinis Kegiatan pelayanan farmasi klinis yang telah dilaksanakan di RSUP H. Adam malik meliputi pengkajian resep, pelayanan informasi obat, dispensing, pemantauan dan pelaporan efek samping obat, konseling, dan visite. Kegiatan pemantauan kadar obat dalam darah belum dilaksanakan, hal ini dikarenakan alat dan reagen memerlukan biaya yang besar.
4.6 Depo Farmasi Rindu B Depo farmasi rindu B merupakan perpanjangan tangan dari instalasi farmasi kepada pasien. Pengelolaan perbekalan farmasi di depo rindu B sudah
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang standar pelayanan farmasi di RS. Sarana dan prasarana di depo rindu B masih belum memadai, dimana ruang peracikan digabung dengan ruang penyimpanan yang mengakibatkan kurang efisiennya kegiatan peracikan.
4.7 Instalasi Central Sterilize Supply Department (CSSD) Berdasarkan pengamatan, CSSD telah melaksanakan kegiatan: pencucian, pengeringan, pengemasan/paket, pemberian label, pemberian indikator, sterilisasi, penyimpanan dan pendistribusian ke unit-unit yang membutuhkan perlengkapan steril. Proses sterilisasi pada instalasi CSSD RSUP H. Adam Malik sudah terlaksana dengan baik, tetapi ruang steril tempat penyimpanan alat dan bahan yang telah disterilkan masih belum memenuhi syarat karena ruang steril masih memiliki sudut. Penerimaan dan pengiriman barang alat dan bahan steril maupun nonsteril dilaksanakan melalui lift, Lift bersih dan lift kotor seharusnya tidak berdampingan untuk meminimalisasi kontaminasi. Pada instalasi CSSD RSUP H. Adam Malik belum terlaksana dengan baik karena lift barang steril (bersih) dan barang tidak steril (kotor) letaknya masih berdampingan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan 1. Peranan apoteker dalam menunjang pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah sakit sangat luas, selain di instalasi farmasi juga berperan di instalasi gas medis dan instalasi CSSD. 2. Peranan apoteker dalam pengelolaan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit RSUP H. Adam Malik meliputi pemilihan, perencanaan,
pengadaan,
produksi,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan obat kepada pasien. 3. Peranan apoteker pada pelayanan farmasi klinis belum belum sepenuhnya terlaksana seperti belum dilaksanakannya pemantauan kadar obat dalam darah. 4. Struktur organisasi IFRS RSUP H. Adam Malik belum sesuai dengan struktur organisasi minimal IFRS menurut KepMenKes Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 yang mencantumkan adanya bagian manajemen mutu. 5. Sarana dan prasarana di depo rindu B masih belum memadai, dimana ruang
peracikan
digabung
dengan
ruang
penyimpanan
yang
mengakibatkan kurang efisiennya kegiatan peracikan. 6. Pada instalasi CSSD di RSUP H. Adam Malik penyimpanan alat dan bahan
Ruang steril tempat
yang telah disterilkan masih belum
Universitas Sumatera Utara
memenuhi syarat karena ruang steril masih memiliki sudut serta letak dari lift barang steril (bersih) dan barang tidak steril (kotor) letaknya masih berdampingan.
5.2
Saran 1. Sebaiknya kegiatan pelayanan farmasi klinis dilaksanakan secara keseluruhan termasuk kegiatan pemantauan kadar obat dalam darah terutama untuk obat dengan indeks terapi sempit. 2. Perlu dilakukan peninjauan kembali mengenai struktur organisasi IFRS di RSUP H. Adam Malik Medan. 3. Sebaiknya sarana dan prasarana di depo rindu B masih harus lebih diperhatikan
agar
kegiatan
peracikan
tidak
dilakukan
di
ruang
penyimpanan. 4. Sebaiknya dilakukan renovasi ruangan dan pemindahan lift CSSD agar kemungkinan terjadinya kontaminasi antara barang yang telah disterilkan dan yang belum disterilkan lebih kecil.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (1991). Keputusan Menkes No. 502/MENKES/SK/IX/1991 tentang Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik sebagai Rumah Sakit Pendidikan. Depkes RI. (2004). Keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Depkes RI. (2008). Peraturan Menkes RI No. 244/MENKES/PER/III/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Depkes RIa. (2009). Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central Sterile Supply Department/CSSD) di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI. Depkes RIb. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tentang Rumah Sakit. Siregar, C.J.P., dan Amalia, L. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 15-24. Surat Keputusan Direktur RSUP H. Adam Malik Medan No. OT. 01. 01/IV.2.1./10281/2011 tentang Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik.
Surat Keputusan Direktur RSUP H. Adam Malik Medan No. OT. 01. 01. 11. 7934 tentang Penetapan Falsafah dan Tujuan Pelayanan farmasi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1.Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Blanko Pelaporan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) a. Bagian Depan
Universitas Sumatera Utara
b. Bagian Belakang
Lampiran 1 :
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3 . Format Lembar Pelayanan Informasi Obat LEMBAR PELAYANAN INFORMASI OBAT NO :…………… .Tgl : ………… Waktu : ………….Metode lisan/pertelp/tertulis 1. Identitas Penanya Nama
:
No Telp
:
Status :
2. Data Pasien : Umur :…….
Berat :…… .Kg
Jenis Kelamin : L/K
Kehamilan : Ya / Tidak…………………………………Minggu Menyusui : Ya/ Tidak
3.
Umur bayi :………………
Pertanyaan : Uraian permohonan
............................................................................................................................. ............................................................................................................................. Jenis Permohonan o
Identifikasi Obat
o
Dosis
o
Antiseptik
o
Interaksi Obat
o
Stabilitas
o
Farmakokinetik/Farmakodinamik
o
Kontra Indikasi
o
Keracunan
o
Ketersediaan
o
Penggunaan Terapeutik
o
Harga Obat
o
Cara Pemakaian
o
ESO
o
Lain - Lain
4. Jawaban :
..............................................................................................................
............................................................................................................................. 5. Referensi :
.............................................................................................................
6. Penyampaian Jawaban Segera Apoteker yang menjawab : Tgl :
dalam waktu 24 jam, > 24 jam
.........................................................................................
................................... Waktu : ...................................................................
Metode jawaban : Lisan / Tertulis / Pertelp.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Format Laporan Visite Pasien Rawat Inap RSUP H. Adam Malik dan Format Konsultasi dengan Tenaga Medis Lainnya
LAPORAN VISITE PASIEN RAWAT INAP RSUP H. ADAM MALIK
Jumlah Pasien yang di visite : ………Orang Uraian Masalah pasien terhadap Obat (Drug Related Problem) Pasien/RM : Diagnosa: Ruangan : Hari/ Tgl/ Bln/ Thn : Masalah Obat Pasien : ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... Rekomendasi : ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... Apoteker :
(……………………..)
FORMAT KONSULTASI DENGAN *(DOKTER/PERAWAT/TENAGA MEDIS ) LAINNYA
Pasien/RM : Masalah Obat Pasien:
Diagnosa:
Hari/ Tgl/ Bln/ Thn:
....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... Rekomendasi : ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................... .......................................................................................................................................................
Apoteker :
*(Dokter/Perawat/Tenaga Medis Lainnya)
(……………………..)
(………….…………………………....)
*Coret yang tidak perlu
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Format Kartu Konseling Pasien Rawat Jalan RSUP H. Adam Malik POKJA APOTEK II KONSELING FARMASI
NOMOR : D/ TANGGAL : A. PERSYARATAN ADMINISTRASI Jenis Tidak Jelas Jenis Tidak Jelas Skrining Jelas Skrining Jelas Ruangan/unit Nama dokter Nama Alamat Umur Jenis Paraf kelamin dokter Berat badan NO. REK. MEDIS DIAGNOSA : B. PERSYARATAN FARMASI Jenis Skrining Uraian Bentuk sediaan Kekuatan sediaan Jumlah obat Stabilitas
C. PERSYARATAN KLINIS: JENIS SKRINING a Ketepatan indikasi B Ketepatan obat c Ketepatan pasien Regimen d Ketepatan dosis :
URAIAN
Saat pemberian:
Lama pemberiaan:
Interval pemberian:
Cara pemberian:
e Duplikasi pengobatan f Interaksi obat: 1. Obat >< Obat 2. Obat >< Makanan 3 Obat >< Hasil Laboratorium 4 Obat >< Obat Tradisional g Kontraindikasi h Efek samping Obat i Efek Adiktif D.KONSELING Nasehat/Advice :
PASIEN
TANDA TANGAN
KONSELOR
TANDA TANGAN
Universitas Sumatera Utara
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI RUMAH SAKIT DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Studi Kasus Sindrom Nefrotik
Disusun Oleh: Ira Veranita Sinurat, S.Farm. NIM 113202137
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012
Universitas Sumatera Utara
RINGKASAN
Telah dilakukan studi kasus pada Praktik Kerja Profesi (PKP) Farmasi Rumah Sakit di Instalasi Rawat Inap Terpadu (Rindu) B ruang anak Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Studi kasus dilaksanakan pada tanggal 1 November s/d 8 November 2012 mengenai Sindrom Nefrotik. Kegiatan studi kasus meliputi visite (kunjungan) terhadap pasien, memberikan pemahaman dan motivasi kepada pasien untuk tetap mematuhi terapi yang telah ditetapkan oleh dokter, memberikan informasi obat kepada pasien dan keluarga pasien, melihat rasionalitas penggunaan obat terhadap pasien dan memberikan pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain dalam meningkatkan rasionalitas penggunaan obat. Penilaian rasionalitas penggunaan obat meliputi tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, dan waspada efek samping (4T + 1 W). Obatobatan yang dipantau dalam kasus ini adalah infus dekstrosa 5% NaCl 0,45%, prednison, furosemid, spironolakton, ambroxol, dan seftriakson.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI Halaman JUDUL .......................................................................................................
i
RINGKASAN ............................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
viii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...............................................................................
1
1.2 Tujuan ............................................................................................
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
3
2.1 Definisi dan Epidemiologi .............................................................
3
2.2 Etiologi ...........................................................................................
3
2.3 Patofisiologi ...................................................................................
5
2.4 Diagnosis ........................................................................................
6
2.5 Manifestasi klinik ...........................................................................
7
2.6 Komplikasi Sindrom Nefrotik ........................................................
7
2.7 Penatalaksanaan .............................................................................
10
BAB III PENATALAKSANAAN UMUM ...............................................
13
3.1 Identitas Pasien ...............................................................................
13
3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan ...............................................
13
3.2.1 Riwayat Penyakit Terdahulu .................................................
13
3.2.2 Riwayat Penyakit Keluarga ...................................................
13
3.2.3 Riwayat Sosial .......................................................................
14
Universitas Sumatera Utara
3.2.4 Riwayat Penggunaan Obat Terdahulu ...................................
14
3.3 Ringkasan pada waktu pasien masuk ke RSUP H. Adam Malik .
14
3.4 Pemeriksaan ...................................................................................
14
3.4.1 Pemeriksaan Fisik .................................................................
15
3.4.2 Pemeriksaan Patologi Klinik ..................................................
15
3.5 Terapi …….. ...................................................................................
18
BAB IV PEMBAHASAN ..........................................................................
21
4.1 Pembahasan Tanggal 1 November 2012 ........................................
21
4.1.1 Pengkajian tepat pasien .........................................................
22
4.1.2 Pengkajian tepat indikasi ......................................................
22
4.1.3 Pengkajian tepat obat ............................................................
24
4.1.4 Pengkajian tepat dosis ...........................................................
26
4.1.5 Pengkajian waspada efek samping dan interaksi obat .........................................................................................
28
4.1.6 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien ...........
29
4.1.7 Rekomendasi untuk Dokter ...................................................
31
4.1.8 Rekomendasi untuk Perawat .................................................
31
4.2 Pembahasan Tanggal 2-3 November 2012 ...................................
32
4.2.1 Pengkajian tepat pasien .........................................................
33
4.2.2 Pengkajian tepat indikasi ......................................................
33
4.2.3 Pengkajian tepat obat ............................................................
33
4.2.4 Pengkajian tepat dosis ...........................................................
33
4.2.5 Pengkajian waspada efek samping dan interaksi obat ........................................................................................
33
4.2.6 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien ................
33
Universitas Sumatera Utara
4.2.7 Rekomendasi untuk Dokter ...................................................
34
4.2.8 Rekomendasi untuk Perawat .................................................
34
4.3 Pembahasan Tanggal 4-5 November 2012 ....................................
34
4.3.1 Pengkajian tepat pasien .........................................................
36
4.3.2 Pengkajian tepat indikasi ......................................................
36
4.3.3 Pengkajian tepat obat ............................................................
36
4.3.4 Pengkajian tepat dosis ............................................................
37
4.3.5 Pengkajian waspada efek samping dan interaksi Obat .......................................................................................
37
4.3.6 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien ............
37
4.3.7 Rekomendasi untuk Dokter ...................................................
37
4.3.8 Rekomendasi untuk Perawat .................................................
38
4.4 Pembahasan Tanggal 6-8 November 2012 ....................................
38
4.4.1 Pengkajian tepat pasien .........................................................
39
4.4.2 Pengkajian tepat indikasi .......................................................
39
4.4.3 Pengkajian tepat obat ............................................................
40
4.4.4 Pengkajian tepat dosis ...........................................................
42
4.4.5 Pengkajian waspada efek samping dan interaksi obat ........................................................................................
43
4.4.6 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien ...........
44
4.4.7 Rekomendasi untuk Dokter ...................................................
46
4.4.8 Rekomendasi untuk Perawat .................................................
46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
47
5.1 Kesimpulan .................................................................................
47
5.2 Saran ...........................................................................................
47
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
49
LAMPIRAN...... ..........................................................................................
51
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan fisik ............................................................
15
Tabel 3.2 Hasil pemeriksaan patologi klinik I .........................................
15
Tabel 3.3 Hasil pemeriksaan patologi klinik II ........................................
16
Tabel 3.4 Hasil pemeriksaan patologi klinik III .......................................
16
Tabel 3.5 Hasil pemeriksaan patologi klinik IV .......................................
17
Tabel 3.6 Hasil pemeriksaan patologi klinik V ........................................
17
Tabel 3.7 Daftar obat-obat yang digunakan pasien ..................................
17
Tabel 4.1 Pemantauan SOAP pada Tanggal 1 November 2012 ..............
21
Tabel 4.2 Obat-obat yang Digunakan pada Tanggal 1 November 2012 ..
24
Tabel 4.3 Pengkajian Tepat Dosis pada Tanggal 1 November 2012 .......
27
Tabel 4.4 Efek samping dan Interaksi Obat tanggal 1 November 2012 ..
28
Tabel 4.5 Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien Tanggal 1 November 2012 .......................................................
30
Tabel 4.6 Pemantauan SOAP pada Tanggal 2-3 November 2012 ...........
32
Tabel 4.7
Pemantauan SOAP pada Tanggal 4-5 November 2012 .........
34
Tabel 4.8
Obat-obat yang Digunakan Tanggal 4-5 November 2012 ......
36
Tabel 4.9 Pemantauan SOAP pada Tanggal 6-8 November 2012 ..........
38
Tabel 4.10 Obat-obat yang Digunakan Tanggal 6-8 November 2012 ......
40
Tabel 4.11 Pengkajian Tepat Dosis pada Tanggal 6-8 November 2012 ..
42
Tabel 4.12 Efek samping dan Interaksi Obat tanggal 6-8 November 2012
44
Tabel 4.13 Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien Tanggal 6-8 November 2012 ..................................................
45
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lembar Penilaian Rasionalitas Penggunaan Obat .................
51
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pelayan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinis, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Depkes RI, 2004). Peran farmasis dalam farmasi klinis antara lain mengkaji instruksi pengobatan atau resep pasien; mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan; memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan; memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga; memberi konseling kepada pasien/keluarga; melakukan pencampuran obat suntik; melakukan penyiapan nutrisi parenteral; melakukan penanganan obat kanker; melakukan penentuan kadar obat dalam darah; melakukan pencatatan setiap kegiatan dan melaporkan setiap kegiatan (Depkes RI, 2004). Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap baik visite mandiri maupun bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuannya adalah menilai rasionalitas penggunaan obat. Penilaian rasionalitas penggunaan obat meliputi 4 T + 1 W yaitu tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis dan waspada efek samping.
Universitas Sumatera Utara
Studi pengkajian penggunaan obat secara rasional dilaksanakan di ruang rawat inap terpadu (rindu) B4 anak Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.
1.2 Tujuan Tujuan dilakukan studi kasus ini adalah: a. Memantau rasionalitas penggunaan obat pada pasien dengan diagnosis sindrom nefrotik b. Melaksanakan beberapa aplikasi farmasi klinis dalam meningkatkan pemahaman dan kepatuhan penggunaan obat kepada pasien
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Epidemiologi Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria (≥40 mg/m 2LPB/jam atau dipstick ≥2+), hipoalbuminemia (<2,5 g/dl), edema, dan dapat disertai hiperkolesterolemia (Husein dkk, 2008). Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak di Indonesia dilaporkan 6 kasus per 100.000 orang per tahun. Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan diketahui terjadi paling banyak pada anak antara umur 3-4 tahun. Sekitar 90% kasus anak merupakan sindrom nefrotik primer. Sindrom nefrotik yang paling banyak ditemukan adalah jenis kelainan minimal yaitu sekitar 80% (Gipson et all, 2008).
2.2 Etiologi Secara klinis sindrom nefrotik pada anak-anak diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yakni sindrom nefrotik primer (idiopatik), sindrom nefrotik sekunder, dan sindrom nefrotik kongenital (Dafin and Rutjes, 2011). Sindrom nefrotik kongenital merupakan salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak lahir atau usia dibawah 1 tahun. Sindrom nefrotik primer merupakan salah satu jenis sindrom nefrotik yang terjadi akibat kelainan permeabilitas glomerulus tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Menurut ISKDC (International Study of Kidney Disease in Childhood) kelainan histopatologi pada sindrom nefrotik primer terdiri dari 3 tipe:
Universitas Sumatera Utara
Sindrom
nefrotik
kelainan
minimal,
glomerulonefritis
proliferatif,
dan
glomeruloskerosis fokal segmental (Gipson et all, 2008). Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (80% dari kasus sindrom nefrotik anak) dengan menggunakan mikroskop biasa glomerulus terlihat normal pada sel mesangial dan matriksnya tetapi dengan mikroskop elektron memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot processes (podosit). Lebih dari 95% anak dengan sindrom nefrotik kelainan minimal berespon dengan terapi kortikosteroid (Behrman et all, 2007). Sindrom nefrotik glomerulonefritis proliferatif (5% dari kasus sindrom nefrotik anak) dengan menggunakan mikroskop biasa memperlihatkan adanya peningkatan sel mesangial dan matriksnya. Mikroskop elektron memperlihatkan peningkatan dari sel mesangial dan matriks diikuti dengan menghilangnya sel podosit. Sekitar 50% anak dengan sindrom nefrotik glomerulonefritis proliferatif berespon dengan terapi kortikosteroid. Sindrom nefrotik glomeruloskerosis fokal segmental (10% dari kasus sindrom nefrotik anak) dengan menggunakan mikroskop biasa memperlihatkan adanya proliferasi mesangial dan jaringan parut segmental. Mikroskop elektron memperlihatkan jaringan parut segmental disertai dengan kerusakan pada lumen kalpiler glomerulus. Hanya 20% pasien sindrom nefrotik glomeruloskerosis fokal segmental berespon dengan terapi kortikosteroid (Behrman et all, 2007). Sindrom nefrotik sekunder merupakan sindrom nefrotik sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata misalnya efek samping obat. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah penyakit metabolik seperti diabetes mellitus, infeksi seperti hepatitis B, sifilis,
Universitas Sumatera Utara
AIDS, neoplasma seperti tumor paru, tumor gastrointestinal dan penyakit sistem imunologik seperti lupus eritematous. (Dafin and Rutjes, 2011).
2.3 Patofisiologi Proteinuria merupakan kelainan dasar sindrom nefrotik. Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus dalam keadaan normal membran basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang muatan listrik (charger barrier). Pada sindrom nefrotik, kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar, proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non selektif. Selektifitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur membran basal glomerulus. Proteinuria adalah adanya protein dalam urin yang melebihi nilai normalnya yaitu lebih dari 150 mg/m2/24 jam (Wirya, 2002). Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun. Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada sindrom nefrotik hipoalbuminemia disebabkan proteinuria dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya
Universitas Sumatera Utara
hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis hati, tetapi dapat meningkatkan ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbumenemia dapat pula terjadi akibat peningkatan reasorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal (Wirya, 2002). Edema pada sindrom nefrotik dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada sindrom nefrotik. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstisium sehingga terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi
dengan
melakukan
retensi
natrium
dan
air.
Hipovolemia
menyebabkan peningkatan renin, aldosteron, dan hormon antidiuretik. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut. (Wirya, 2002). Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien sindrom nefrotik (Wirya, 2002).
2.4 Diagnosis Diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium berupa proteinuria (≥40 mg/m 2LPB/jam atau dipstick ≥2+), hipoalbuminemia
Universitas Sumatera Utara
(<2,5 g/dl), edema, dan dapat disertai hiperkolesterolemia puasa (˃200 mg/dl). Pemeriksaan lain seperti biopsi ginjal, ultrasonografi (USG), dan venografi ginjal (diperlukan untuk menegakkan diagnosis trombosis vena ginjal) (Nugroho, 2001).
2.5 Manifestasi Klinik Gejala utama pasien sindrom nefrotik adalah edema, yang pada mulanya ditemukan disekitar mata dan pada tungkai bawah. Semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan mungkin disertai dengan kenaikan berat badan. Gangguan gastrointestinal seperti diare sering ditemukan dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik, hal ini diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus. Anoreksia, nyeri perut, dan diare lazim terjadi (Wahab, 2000).
2.6 Komplikasi Sindrom Nefrotik Komplikasi
dapat
terjadi
pada
pasien
sindrom
nefrotik
seperti
terganggunya keseimbangan nitrogen, hiperlipidemia, metabolisme kalsium dan tulang, kerentanan terhadap infeksi, dan gangguan fungsi ginjal (Husein dkk, 2008). Proteinuria pada sindrom nefrotik akan menyebabkan terganggunya keseimbangan nitrogen. Penurunan massa otot sering ditemukan tetapi gejala ini tertutup oleh gejala edema dan baru tampak setelah edema menghilang. Kehilangan massa otot sebesar 10-20% dari massa tubuh tidak jarang dijumpai pada sindrom nefrotik (Husein dkk, 2008). Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), dan trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein
Universitas Sumatera Utara
(HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hati dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein,VLDL, dan kilomikron dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik. Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai sindrom nefrotik. Kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan trigliserida bervariasi dari normal sampai sedikit meningkat. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan oleh meningkatnya LDL, lipoprotein utama pengangkut kolesterol. HDL cenderung normal atau rendah. Mekanisme hiperlipidemia pada sindrom nefrotik dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan merupakan hasil stimulasi non-spesifik terhadap sintesis protein oleh hati. Karena sintesis hati tidak berkorelasi dengan hiperlipidemia disimpulkan hiperlipidemia tidak langsung disebabkan oleh hipoalbuminemia (Husein dkk, 2008). Hiperlipidemia dapat ditemukan pada pasien sindrom nefrotik dengan kadar
albumin
mendekati
normal
dan
sebaliknya
pada
pasien
yang
hipoalbuminemia kadar kolesterol dapat normal. Tingginya kadar LDL pada sindrom nefrotik disebabkan peningkatan sintesis hati dan gangguan konversi VLDL menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada sindrom nefrotik. Menurunnya aktivitas enzim LPL (Lipoprotein Lipase) diduga merupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL pada sindrom nefrotik. Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi akibat onkotik plasma atau viskositas yang menurun. Penurunan kadar HDL pada sindrom nefrotik diduga akibat berkurangnya aktivitas enzim LCAT (Lecithin Cholesterol Acyltransferase) yang berfungsi katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut
Universitas Sumatera Utara
kolesterol dari sirkulasi menuju hati untuk katabolisme. Penurunan aktivitas enzim tersebut diduga terkait dengan hipoalbuminemia yang terjadi pada sindrom nefrotik (Husein dkk, 2008). Vitamin D merupakan unsur penting dalam metabolisme kalsium dan tulang. Vitamin D yang terikat protein akan dieksresikan melalui urin sehingga menyebabkan penurunan kadar plasma. Kadar 25(OH)D dan 1,25 (OH)2D plasma juga ikut menurun sedangkan kadar vitamin D bebas tidak mengalami gangguan. Pada sindrom nefrotik juga terjadi kehilangan hormon tiroid yang terikat protein (Thyroid-Binding Protein) melalui urin dan penurunan kadar tiroksin plasma. Tiroksin yang bebas dan hormon yang menstimulasi tiroksin (thyroxinestimulating Hormone) tetap normal sehingga secara klinis tidak menimbulkan gangguan (Husein dkk, 2008). Pada sindrom nefrotik terjadi penurunan IgG, IgA dan gamma globulin oleh karena sintesis yang menurun atau katabolisme yang meningkat dan bertambah
banyaknya
yang
terbuang
melalui
urin.
Penurunan
kadar
imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme ini menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi
bakteri
berkapsul
seperti
Streptococcus
pneumonia,
klebsiella,
haemophilus, dan bronkopneumonia juga sering diderita oleh pasien sindrom nefrotik. Pada sindrom nefrotik juga terjadi gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Hal ini dikaitkan dengan keluarnya transferin dan zinc yang dibutuhkan oleh sel T agar dapat berfungsi dengan normal (Husein dkk, 2008). Pasien sindrom nefrotik mempunyai potensi untuk mengalami gagal ginjal akut melalui berbagai mekanisme. Penurunan volume plasma dan atau sepsis
Universitas Sumatera Utara
sering menyebabkan timbulnya nekrosis tubular akut. Mekanisme lain yang diperkirakan menjadi penyebab gagal ginjal akut adalah akibat terjadinya edema intrarenal yang menyebabkan kompresi pada tubulus ginjal. Sindrom nefrotik dapat progresif dan berkembang menjadi PGTA (Penyakit Ginjal Tahap Akhir). Proteinuria merupakan faktor resiko penentu terhadap progresifitas sindrom nefrotik (Husein dkk, 2008). Komplikasi lain pada sindrom nefrotik seperti malnutrisi kalori protein dapat terjadi pada sindrom nefrotik dewasa terutama apabila disertai proteinuria masif, asupan oral yang kurang dan proses katabolisme yang tinggi. Kemungkinan efek toksik obat yang terikat protein akan meningkat karena hipoalbuminemia menyebabkan kadar obat bebas dalam plasma lebih tinggi. Hipertensi tidak jarang ditemukan sebagai komplikasi sindrom nefrotik terutama dikaitkan dengan retensi natrium dan air (Husein dkk, 2008).
2.7 Penatalaksanaan Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid dan edukasi bagi orang tua. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien. Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerulus. Sehingga cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA (Recommended Daily Allowances) yaitu 2
Universitas Sumatera Utara
g/kgBB/hari. Diet rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan jika anak menderita edema (Wahab, 2000). a. Pengobatan Inisial Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in Children) pengobatan inisial pada sindrom nefrotik dimulai dengan pemberian prednison 60 mg/m2LPB/hari (maksimal 80 mg/hari) dibagi dalam 3 dosis. Prednison dalam dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah pemberian steroid dalam 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan remisi mencapai 94% setelah pengobatan steroid 4 minggu. Remisi, yaitu proteinuria negatip (1+ pada dipstick). Bila terjadi remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating (selang hari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid. Biopsi ginjal diperlukan saat terjadi resisten steroid untuk menentukan penyebab penyakit yang tepat (Dipiro et all, 2009). b. Pengobatan Relaps Dikatakan relaps apabila terjadi proteinuria (>2+ pada dipstick) selama 3 hari berturut-turut selama 1 minggu pasca pengobatan inisial. Berdasarkan frekuensinya relaps dibagi 2 yaitu, relaps sering (terjadi >2 kali dalam 6 bulan pertama) dan relaps jarang (terjadi <2 kali dalam 6 bulan pertama). Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien, tetapi pada sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50% diantaranya mengalami relaps
Universitas Sumatera Utara
sering. Skema pengobatan relaps diberikan prednison dosis penuh (60 mg/m2LPB/hari) sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan
dengan
prednison dosis alternating (40 mg/m2LPB/hari) selama 4 minggu. Penderita rawat jalan pemeriksaan fisik dilakukan dengan menimbang berat badan, mengukur tinggi badan, tekanan darah. Pemeriksaan penunjang yang harus dievaluasi adalah urin rutin, kadar urin serta kreatinin 3-6 bulan sekali (Dipiro et all, 2009). Mengatasi edema dengan memberikan
diuretik ansa henle misalnya
furosemid (dosis awal 20-40 mg/hari) penurunan berat badan tidak boleh melebihi 0,5 kg/hari. Untuk menghindari hipokalemia dapat ditambahkan kalium klorida atau
spironolakton.
Golongan
Statin
dapat
diberikan
untuk
mengatasi
hiperlipidemia (Dipiro et all, 2009; Wahab, 2000). Terapi yang diberikan untuk pasien dengan diagnosa sindrom nefrotik menurut standar pelayanan medik RSUP H. Adam Malik yaitu, asupan protein 0,6 g/kgBB/hari, restriksi garam dan kolesterol, prednison 1 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu kemudian di tappering off (Komite Medik, 2011).
Universitas Sumatera Utara
BAB III PENATALAKSANAAN UMUM 3.1 Identitas Pasien Nama
: PS
No. RM
: 00.49.48.35
Umur
: 16 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal Lahir
: 2 Desember 1996
Agama
: Islam
Suku
: Batak
Alamat
: Jl. Serdang gang Sarif No. 10 Medan Selayang
Berat Badan
: 58 kg
Tinggi Badan
: 150 cm
Ruangan
: Anak Rindu B4
Pembayaran
: Jamkesmas
Tanggal Masuk
: 31 Oktober 2012
Tanggal Keluar
: 18 November 2012
3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan 3.2.1 Riwayat Penyakit Terdahulu Riwayat penyakit terdahulu adalah penyakit sindrom nefrotik. 3.2.2 Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ditemukan adanya penyakit keluarga.
Universitas Sumatera Utara
3.2.3 Riwayat Sosial 3.2.4 Riwayat Penggunaan Obat Terdahulu Pasien menggunakan obat prednison
3.3 Ringkasan pada Waktu Pasien Masuk RSUP H. Adam Malik Pasien masuk ke RSUP H. Adam Malik melalui instalasi gawat darurat (IGD) pada tanggal 31 Oktober 2012 dengan keluhan bengkak di seluruh tubuh dan hal ini telah di alami pasien sejak 6 bulan yang lalu, tidak selera makan, dan batuk berdahak sejak 3 hari yang lalu. Pasien dengan riwayat sindrom nefrotik ini menggunakan obat prednison 1 tahun yang lalu. Pasien tidak teratur konsultasi ke dokter dan tidak teratur
minum obat. Riwayat keluarga menderita sindrom
nefrotik tidak dijumpai. Riwayat alergi tidak ada dan untuk pemeriksaan selanjutnya pasien menjalani rawat inap di ruang anak rawat inap terpadu (Rindu) B4.
3.4 Pemeriksaan Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik, pasien telah menjalani pemeriksaan seperti pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium patologi klinik yang meliputi hematologi, hati, ginjal, lemak, elektrolit, dan urin lengkap. Pemeriksaan radiologi foto toraks dilakukan pada tanggal 1 November 2012 menunjukkan adanya awal bendungan paru. Hasil pemeriksaan ultrasonografi (USG) ginjal pada tanggal 3 November 2012 menunjukkan adanya hidronefrosis pada ginjal kiri.
Universitas Sumatera Utara
3.4.1 Pemeriksaan Fisik Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik, pasien telah menjalani pemeriksaan fisik. Hasil pemeriksaan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.1 Tabel 3. 1 Hasil Pemeriksaan Fisik Tanggal Sensorium BP pemeriksaan (mmHg)
HR RR (kali/menit) (kali/menit)
T (oC)
1 November 2012 Cm 130/90 90 24 36,7 2 November 2012 Cm 120/80 78 22 36,5 3 November 2012 Cm 120/80 80 24 36,5 4 November 2012 Cm 120/80 82 25 36,4 5 November 2012 Cm 120/80 80 24 36,7 6 November 2012 Cm 120/80 81 22 36,6 7 November 2012 Cm 120/80 78 22 36,3 8 November 2012 Cm 120/80 80 20 36,5 Keterangan: cm = compos mentis (sadar penuh), BP = blood pressure, HR = heart rate, RR = respiratory rate, T = temperature.
3.4.2 Pemeriksaan Patologi Klinik Pasien telah melakukan beberapa kali pemeriksaan di laboratorium patologi klinik untuk memastikan diagnosa penyakit pasien. Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik I Pada Tanggal 1 November 2012 Nilai Normal Jenis pemeriksaan Satuan Unit Hasil Hematologi Darah Lengkap Hemoglobin g% 15,30 13.2-17.3 6/ 3 Eritrosit 10 /mm 4,83 4.20-4.87 Leukosit % 4.5-11.0 15,04 3 3 Hematokrit 10 /mm 42,10 45-49 Trombosit FL 389 150-450 MCV P9 87,20 85-95 MCH g% 31,10 28-32 MCHC % 34,80 33-35 RDW FL 12,90 11.6-14.8 MPV % 8,90 7.0-10.0 PCT FL 0,35 PDW mm/jam 9,7
Universitas Sumatera Utara
Hitung Jenis - Neutrofil - Limfosit - Monosit - Eosinofil - Basofil - Neutrofil Absolut - Limfosit Absolut - Monosit Absolut - Eusinofil Absolut - Basofil Absolut
% % % % % 103/µL 103/µL 103/µL 103/µL 103/µL
70,70 25,80 7,40 1,10 0,000 3,53 1,83 0,39 0,07 0,00
37-80 20-40 2-8 1-6 0-1 2,7-6,5 1,5-3,7 0,2-0,4 0-0,010 0-0,10
Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik II Pada Tanggal 1 November 2012 Jenis Pemeriksaan Satuan Hasil Nilai Normal Unit KIMIA KLINIK Lemak Kolesterol HDL mg/dl 40 ˃65 Kolesterol LDL mg/dl ˂150 481
Tabel 3.4 Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik III Pada Tanggal 3 November 2012 Jenis Pemeriksaan Satuan Hasil Nilai Normal Unit KIMIA KLINIK Hati Albumin g/dl 3,2 – 4,5 2,1 Fosfatase alkali U/l 89 <390 (ALP) Ginjal : Ureum mg/dl 33,40 <50 Kreatinin mg/dl 0,7 – 1,20 0,59 Asam urat mg/dl 6,4 <7 Elektrolit : Kalsium mg/dl 9,2 9,2-11,0 Natrium mEq/l 138 135 – 155 Kalium mEq/l 3,7 3,6 – 5,5 Klorida mEq/l 97 96 – 106 Magnesium mEq/l 1,7 1,3-1,8
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.5 Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik IV Pada Tanggal 1 November 2012 Jenis Pemeriksaan Satuan Hasil Nilai Normal Unit URINALISIS Urin Lengkap Warna Kuning keruh Kuning Glukosa Negatif Negatif Bilirubin Negatif Negatif Keton Negatif Negatif Berat Jenis 1,015 1,005-1,030 pH 6,5 5–8 Protein Negatif +4 Nitrit Negatif Negatif Darah Negatif Negatif Sedimen urin Eritrosit LPB 2-3 <3 Leukosit LPB 0-1 <6 Epitel LPB 0-1 Kristal LPB Negatif Negatif
Tabel 3.6 Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik V Pada Tanggal 5 November 2012 Nilai Normal Jenis pemeriksaan Satuan Unit Hasil Hematologi Darah Lengkap Hemoglobin g% 15,34 13.2-17.3 6/ 3 Eritrosit 10 /mm 4,85 4.20-4.87 Leukosit % 4.5-11.0 18,21 Hematokrit 103/mm3 42,21 45-49 Trombosit FL 388 150-450 MCV P9 85,10 85-95 MCH g% 31,10 28-32 MCHC % 34,80 33-35 RDW FL 12,90 11.6-14.8 MPV % 8,90 7.0-10.0 PCT FL 0,35 PDW mm/jam 9,7
Universitas Sumatera Utara
Hitung Jenis - Neutrofil - Limfosit - Monosit - Eosinofil - Basofil - Neutrofil Absolut - Limfosit Absolut - Monosit Absolut - Eusinofil Absolut - Basofil Absolut
% % % % % 103/µL 103/µL 103/µL 103/µL 103/µL
79,90 25,80 7,40 1,10 0,000 3,53 1,83 0,49 0,07 0,00
37-80 20-40 2-8 1-6 0-1 2,7-6,5 1,5-3,7 0,2-0,4 0-0,010 0-0,10
3.4 Terapi Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik obat-obatan yang diterima pasien untuk terapi tidak seluruhnya tercantum di dalam formularium jamkesmas. Adapun obat-obat yang digunakan pasien selama terapi dapat dilihat pada Tabel 3.7 ambroxol tidak tercantum dalam formularium jamkesmas. Tabel 3.7 Daftar Obat-Obat yang Digunakan Pasien di RSUP H. Adam Malik
Tanggal Pemberian
Nama Obat
Sediaan Bentuk Kekuatan
Dosis
Rute
Infus
500ml/botol
4 tts/menit
iv
1 November 2012
IVFD D5% NaCl 0,45% Seftriakson Furosemid Carpiaton® Prednison Ambroxol
Injeksi Injeksi Tablet Tablet Tablet
1 g/vial 10 mg/ml 25 mg 5 mg 30 mg
1 g/12jam 40 mg/12jam 2 x 1 tablet 3 x 5 tablet 2 x 1 tablet
iv iv po po po
Infus
500ml/botol
4 tts/menit
Iv
2 November 2012
IVFD D5% NaCl 0,45% Seftriakson Furosemid Carpiaton® Prednison Ambroxol
Injeksi Injeksi Tablet Tablet Tablet
1 g/vial 10 mg/ml 25 mg 5 mg 30 mg
1 g/12jam 40 mg/12jam 2 x 1 tablet 3 x 5 tablet 2 x 1 tablet
iv iv po po po
Universitas Sumatera Utara
Infus
500ml/botol
4 tts/menit
iv
3 November 2012
IVFD D5% NaCl 0,45% Seftriakson Furosemid Carpiaton® Prednison Ambroxol
Injeksi Injeksi Tablet Tablet Tablet
1 g/vial 10 mg/ml 25 mg 5 mg 30 mg
1 g/12jam 40 mg/12jam 2 x 1 tablet 3 x 5 tablet 2 x 1 tablet
iv iv po po po
Infus
500ml/botol
4 tts/menit
iv
4 November 2012
IVFD D5% NaCl 0,45% Seftriakson Furosemid Carpiaton® Prednison Ambroxol
Injeksi Injeksi Tablet Tablet Tablet
1 g/vial 10 mg/ml 25 mg 5 mg 30 mg
1 g/12jam 40 mg/12jam 2 x 1 tablet 3 x 5 tablet 2 x 1 tablet
iv iv po po po
Infus
500ml/botol
4 tts/menit
iv
5 November 2012
IVFD D5% NaCl 0,45% Seftriakson Furosemid Carpiaton® Prednison Ambroxol
Injeksi Injeksi Tablet Tablet Tablet
1 g/vial 10 mg/ml 25 mg 5 mg 30 mg
1 g/12jam 40 mg/12jam 2 x 1 tablet 3 x 5 tablet 2 x 1 tablet
iv iv po po po
Infus
500ml/botol
4 tts/menit
iv
6 November 2012
IVFD D5% NaCl 0,45% Seftriakson Furosemid Carpiaton® Prednison
Injeksi Injeksi Tablet Tablet
1 g/vial 10 mg/ml 25 mg 5 mg
1 g/12jam 40 mg/12jam 2 x 1 tablet 3 x 5 tablet
iv iv po po
Infus
500ml/botol
4 tts/menit
iv
7 November 2012
IVFD D5% NaCl 0,45% Seftriakson Furosemid Carpiaton® Prednison
Injeksi Injeksi Tablet Tablet
1 g/vial 10 mg/ml 25 mg 5 mg
1 g/12jam 40 mg/12jam 2 x 1 tablet 3 x 5 tablet
iv iv po po
Universitas Sumatera Utara
8 November 2012
IVFD D5% NaCl 0,45% Seftriakson Furosemid Carpiaton® Prednison
Infus
500ml/botol
4 tts/menit
iv
Injeksi Injeksi Tablet Tablet
1 g/vial 10 mg/ml 25 mg 5 mg
1 g/12jam 40 mg/12jam 2 x 1 tablet 3 x 5 tablet
iv iv po po
Keterangan: iv = intravena, po = peroral.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PEMBAHASAN Penulis melakukan pemantauan terapi obat, konseling pasien untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap penggunaan obat dan komunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya untuk meningkatkan kualitas pengobatan pada pasien, pengamatan terhadap pasien dimulai dari tanggal 1 November 2012 sampai tanggal 8 November 2012. Pemantauan terapi obat dilakukan untuk melihat apakah penggunaan obat untuk terapi pasien diberikan secara rasional. Rasionalitas penggunaan obat meliputi tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan waspada efek samping (4T + 1W). Pemantauan terapi obat dilakukan setiap hari sesuai dengan obat yang diberikan. Penyampaian informasi obat disampaikan secara langsung kepada pasien atau keluarganya untuk meningkatkan pemahaman pasien mengenai obat. 4.1 Pembahasan Tanggal 1 November 2012 Pemantauan SOAP (Subject, Object, Assesment, and Planning) pasien pada tanggal 1 November 2012 ditunjukkan dalam tabel 4.1. Tabel 4.1 Pemantauan SOAP pada tanggal 1 November 2012 Pemantauan Pemantauan Tanggal 1 November 2012 SOAP Subject:
Edema Batuk berdahak
Object: Sens
CM
TD (mmHg)
130/90
HR (x/menit)
90
RR (x/menit)
24
Universitas Sumatera Utara
T (0C)
36,7
BB (Kg)
58
Assesment
-
(Masalah terkait obat)
Pemberian
diuretik
furosemid
dan
prednison
dapat
meningkatkan hipokalemia -
Pemberian ambroxol tidak sesuai dengan formularium jamkesmas
Planning
Pemberian etiket prednison (3 x 5 tablet) kurang tepat
Dokter:
(Rekomendasi) -
Pemeriksaan kadar kalium secara berkala Sebaiknya diberikan obat batuk berdahak yang tercantum di dalam
formularium
jamkesmas
seperti
GG
(Gliseril
Guaiakolat) Farmasi: -
Pemberian etiket prednison yang jelas (pagi 5 tablet; siang 5 tablet; malam 5 tablet)
4.1.1 Pengkajian Tepat Pasien Hasil pemeriksaan nama, tanggal lahir dan nomor MR pada gelang yang dipakai pasien dengan status pasien serta pemeriksaan etiket obat yang digunakan pasien adalah sesuai. Hasil pemeriksaan fisik, laboratorium patologi klinik, radiologi foto toraks dan pemeriksaan USG (Ultrasonografi) sesuai dengan diagnosa pasien yaitu sindrom nefrotik dan batuk berdahak. Hal ini menunjukkan bahwa diagnosa dan obat yang diberikan sudah tepat pasien. 4.1.2 Pengkajian Tepat Indikasi Diagnosis dokter menyatakan bahwa pasien menderita sindrom nefrotik. Prednison merupakan derivat kortikosteroid. Kortikosteroid memikili potensi antiinflamasi
dan
imunosupresif,
preparat
tersebut
dipergunakan
untuk
pengobatan sindrom nefrotik. Tolok ukur hasil terapi secara praktis dinilai dari
Universitas Sumatera Utara
berkurangnya proteinuria. Kortikosteroid merupakan pilihan utama pengobatan awal sindrom nefrotik. Proteinuria menghilang 90% pada anak selama pengobatan 8 minggu dengan prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari untuk 4 minggu, diikuti dengan 40 mg/m2/48jam untuk 4 minggu berikutnya (Dipiro et all, 2009). Pemberian prednison sudah tepat indikasi. Diuretik merupakan obat yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urin. Penggunaan klinis utamanya adalah dalam menangani kelainan yang melibatkan retensi cairan (edema). Furosemid termasuk diuretik kuat yang bekerja menghambat kotranspor Na+/K+/Cl- pada pars asendes ansa henle. Spironolakton merupakan diuretik hemat kalium yang menghambat reabsorbsi Na+, sekresi K+, dan sekresi H+ pada tubulus renalis rektus. Efek merugikan dari furosemid adalah hipokalemia. Efek ini dapat diatasi dengan pemberian diuretik hemat kalium seperti spironolakton (Mycek, 1995). Pemberian furosemid dan Carpiaton® (mengandung spironolakton 25 mg) sudah tepat indikasi. Ambroxol diindikasikan untuk batuk berdahak, ambroxol merupakan mukolitik yang dapat menurunkan viskositas dahak dan mempermudah pengeluarannya dengan cara memutuskan ikatan disulfida dari mukopolisakarida dahak (Tjay dan Rahardja, 2008). Pemberian ambroxol sudah tepat indikasi. Seftriakson adalah antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang paling efektif melawan resistensi penisilin dan direkomendasikan untuk pengobatan empiris untuk infeksi serius yang mungkin disebabkan oleh turunan bakteri tersebut. Penggunaan potensial antibiotik ini meliputi pengobatan empiris terhadap sepsis dari penyebab infeksi yang kurang diketahui dan pengobatan infeksi dimana sefalosporin adalah antibiotik yang kurang toksik yang
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan (Katzung, 2007). Hasil laboratorium patologi klinik menunjukkan kadar leukosit dalam darah melebihi kadar normal. Pemberian injeksi seftriakson sudah tepat indikasi. Infus D 5% NaCl 0,45% merupakan larutan hipotonik yang mengandung 50 gram dekstrosa/l dan 4,5 gram NaCl/l, diindikasikan untuk penggantian elektrolit, kalori, dan pemeliharaan cairan (Asih, 1995). Kondisi pasien dalam keadaan lemas dengan nafsu makan yang kurang, pemberian infus D 5% NaCl 0,45% sudah tepat indikasi. 4.1.3 Pengkajian Tepat Obat Obat-obat yang digunakan oleh pasien pada tanggal 1 November 2012 ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Obat-obatan yang digunakan pada tanggal 1 November 2012 Nama Obat Sediaan Dosis Rute Bentuk IVFD D5% ; NaCl Infus
Kekuatan 500ml/botol
4 tts/menit
Iv
0,45% Seftriakson
Injeksi
1 g/vial
1 g/12jam
Iv
Furosemid
Injeksi
10 mg/ml
40 mg/12jam
Iv
Carpiaton®
Tablet
25 mg
2 x 1 tablet
Po
Prednison
Tablet
5 mg
3 x 5 tablet
Po
Ambroxol
Tablet
30 mg
2 x 1 tablet
Po
Infus D 5% NaCl 0,45% merupakan larutan hipotonik yang mengandung 50 gram dekstrosa/l dan 4,5 gram NaCl/l, diindikasikan untuk penggantian elektrolit, kalori, dan pemeliharaan cairan (Asih, 1995). Kondisi pasien dalam keadaan lemas dengan nafsu makan yang kurang, pemberian infus D 5% NaCl 0,45% sudah tepat obat.
Universitas Sumatera Utara
Prednison merupakan derivat kortikosteroid. Kortikosteroid memikili potensi antiinflamasi dan imunosupresif, preparat tersebut dipergunakan untuk pengobatan sindrom nefrotik. Tolok ukur hasil terapi secara praktis dinilai dari berkurangnya proteinuria. Kortikosteroid merupakan pilihan utama pengobatan awal sindrom nefrotik. Proteinuria menghilang 90% pada anak selama pengobatan 8 minggu dengan prednisone, dengan dosis 60 mg/m2/hari untuk 4 minggu, diikuti dengan 40 mg/m2/48jam untuk 4 minggu berikutnya (Dipiro et all, 2009). Pemberian prednison sudah tepat obat. Diuretik merupakan obat yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urin. Penggunaan klinis utamanya adalah dalam menangani kelainan yang melibatkan retensi cairan (edema). Furosemid termasuk diuretik kuat yang bekerja menghambat kotranspor Na+/K+/Cl- pada pars asendes ansa henle. Spironolakton merupakan diuretik hemat kalium yang menghambat reabsorbsi Na+, sekresi K+, dan sekresi H+ pada tubulus renalis rektus. Efek merugikan dari furosemid adalah hipokalemia. Efek ini dapat diatasi dengan pemberian diuretik hemat kalium seperti spironolakton (Mycek, 1995). Pemberian furosemid dan Carpiaton® (mengandung spironolakton 25 mg) sudah tepat obat. Ambroxol diindikasikan untuk batuk berdahak, ambroxol merupakan mukolitik yang dapat menurunkan viskositas dahak dan mempermudah pengeluarannya dengan cara memutuskan ikatan disulfida dari mukopolisakarida dahak (Tjay dan Rahardja, 2008). Ambroxol tidak tercantum dalam formularium jamkesmas. Formularium Jamkesmas disusun untuk digunakan sebagai acuan nasional bagi Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya untuk menjamin ketersediaan dan akses terhadap obat serta menjamin kerasionalan
Universitas Sumatera Utara
penggunaan obat yang aman, bermanfaat dan bermutu bagi masyarakat. Obat batuk berdahak yang tercantum dalam formularium jamkesmas adalah gliseril guaiakolat, OBH, dan Kombinasi difenhidramin HCl , Amonium Klorida dan mentol (Depkes, 2010). Pemberian ambroxol tidak tepat obat. Seftriakson adalah antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga. Penggunaan potensial antibiotik ini meliputi pengobatan empiris terhadap sepsis dari penyebab infeksi yang kurang diketahui dan pengobatan infeksi dimana sefalosporin adalah antibiotik yang kurang toksik yang memungkinkan (Katzung, 2007). Dalam terapi antibiotik faktor utama yang dipertimbangkan adalah kuman penyebab, faktor pasien dan faktor antibiotika. Penentuan kuman penyebab infeksi tergantung dari kombinasi gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium yaitu uji kultur. Hasil uji kultur dapat memberikan informasi tentang kepekaan dan sensitivitas kuman sehingga memungkin pemilihan antibiotik yang tepat (Miller, et. al., 1997). Lamanya pemberian antibiotik empiris adalah dalam jangka waktu 48-72 jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis seperti pengujian kultur (Depkes, 2011). Pemberian seftriakson sudah tepat obat. 4.1.4 Pengkajian Tepat Dosis Sesuai dengan tanggung jawabnya untuk menjamin tercapainya penggunaan dan pengelolaan obat secara rasional maka seorang farmasis perlu melakukan pengkajian obat dalam hal ketepatan dosis (Aslam, dkk. 2003). Ketepatan dosis meliputi ketepatan cara pemberian, lama pemberian, saat pemberian dan interval dosis. Kajian ketepatan dosis ditunjukkan dalam tabel 4.3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Pengkajian tepat dosis tanggal 1 November 2012 Jenis Obat /Bentuk Sediaan /Kekuatan Sediaan IVFD D 5% NaCl 0,45%/Infus/500 ml per botol
Regimen Dosis
-
Rute Pemberian
Lama Pemberian
Intravena
Sesuai dengan kondisi pasien (Asih,1995)
Saat Pemberian
Interval Pemberian
-
-
Setiap 12 jam (Tatro, 2003)
Seftriakson/ Injeksi /1 g /vial RI, (Depkes 2010)
1-2 g/ hari (Depkes RI, 2007)
Intravena (Depkes RI, 2007)
7-14 hari (Depkes 2007)
RI,
Diberikan perlahan sekitar 3-5 menit (Tatro, 2003)
Furosemid/ Injeksi/ 20 mg/ ampul (Depkes RI, 2010)
20-40 mg/hari, maksimum 1 g/hari (Tatro,2003)
Intravena (Depkes RI, 2007
10-14 hari (Depkes RI, 2007)
Pagi hari (pukul 08 AM;02 PM) (Tatro, 2003)
Setiap 12 jam (Depkes RI, 2007
Carpiaton®/ Tablet /25 mg (Depkes RI, 2010)
25-200 mg/hari (Depkes 2007)
Oral (Depkes RI, 2007)
14-20 hari (Depkes RI, 2007)
-
Setiap 12 jam (Depkes RI, 2007
4 minggu kemudian diikuti 40 mg/m2/hari selama 4 minggu (Dipiro et all, 2009)
-
Setiap 8 jam (Dipiro et all, 2009)
RI,
2
Prednison /Tablet /5 mg (Depkes RI, 2010)
60 mg/m /hari (Maksimum 80 mg/hari) (Dipiro et all, 2009)
Oral (Dipiro et all, 2009)
Ambroxol /Tablet /30 mg (Depkes RI, 2007)
60-120 mg/hari (Depkes 2007)
Oral (Depkes 2007)
RI,
RI,
-
-
Setiap 8 atau 12 jam (Depkes RI, 2007)
Injeksi seftriakson diberikan kepada pasien dengan kekuatan sediaan 1 g/vial, dosis 1 gram tiap 12 jam, diberikan secara intravena dan pemberian intravena secara lambat 3-5 menit. Pemberian injeksi seftriakson sudah tepat dosis. Injeksi furosemid diberikan kepada pasien dengan kekuatan sediaan 20 mg/ampul, dosis 40 mg tiap 12 jam, diberikan secara intravena dan pemberian
Universitas Sumatera Utara
intravena secara lambat 3-5 menit. Pemberian injeksi furosemid sudah tepat dosis. Tablet Carpiaton® diberikan kepada pasien dengan kekuatan sediaan 25 mg/tablet, dosis 25 mg tiap 12 jam, diberikan secara oral. Pemberian tablet Carpiaton® sudah tepat dosis. Tablet prednison diberikan kepada pasien dengan kekuatan sediaan 5 mg/tablet, dosis 25 mg tiap 8 jam, diberikan secara oral. Pasien dengan BB: 58kg; TB: 150 cm; BSA 1,55 m2. Dosis untuk pasien adalah 60 mg/m2/hari x 1,55 m2 = 93 mg/hari. Menurut Dipiro et all, 2009, dosis maksimum prednison adalah 80 mg/hari. Pemberian tablet prednison sudah tepat dosis. Tablet ambroxol diberikan kepada pasien dengan kekuatan sediaan 30 mg/tablet, dosis 30 mg tiap 12 jam, diberikan secara oral. Pemberian tablet ambroxol sudah tepat dosis. 4.1.5 Pengkajian Waspada Efek Samping dan Interaksi Obat Setiap obat memiliki efek samping dan interaksi obat yang tidak diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi obat oleh apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam mengoptimalkan terapi pasien. Efek samping dan interaksi obat dari obat yang digunakan dalam terapi ditunjukkan dalam tabel 4.4. Tabel 4.4 Efek samping dan interaksi obat tanggal 1 November 2012 Jenis Obat Ceftriaxon
Efek Samping
Interaksi obat
Diare, mual, anemia, hipersensitifitas, gangguan ginjal dan hati (Tatro, 2003)
a. Obat-obat: Pemberian Prednison dengan furosemid dapat meningkatkan efek hipokalemia
Universitas Sumatera Utara
Furosemid
Hipotensi, serangan jantung, pusing, hipokalemia, hiokalemia, dermatitis b. Obat- makanan: (Depkes RI, 2007)
Spironolakton Sakit kepala, urtikaria, metabolic asidosis, mual (Depkes RI, 2007)
Prednison Kehilangan massa otot, osteoporosis, vertigo dan sakit kepala (Depkes RI, 2007)
Ambroksol Gangguan ringan pada saluran pencernaan dan reaksi alergi (Depkes RI, 2007)
4.1.6
Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien Pemahaman dan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat menjadi hal
yang penting dalam mengoptimalkan terapi pasien. Seorang apoteker secara sistematik mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat melalui konseling, informasi obat dan edukasi kepada pasien. Saran yang diberikan pada pasien yaitu: a. Makan sesuai dengan menu yang ditetapkan oleh ahli gizi, dimana perlunya pemantauan asupan protein dan kolesterol.
Universitas Sumatera Utara
b. Terapi sindrom nefrotik dengan prednison memang membutuhkan waktu yang cukup lama (± 8 minggu) dan harus minum obat sesuai dengan ajuran dokter. c. Mengingat sering terjadinya relaps pada sindrom nefrotik, walaupun pasien sudah dikatakan remisi sebaiknya setiap 6 bulan sekali periksa urin lengkap dan konsultasi ke dokter. Konseling, informasi dan edukasi kepada pasien dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien Tanggal 1 November 2012 No 1
2
Nama Obat
Nasehat/Pemberitahuan
IVFD D 5% NaCl
Segera hubungi dokter jika terjadi pembengkakan
0,45%
pada tempat pemberian cairan intra vena
Injeksi
Tidak boleh diberikan pada pasien yang alergi
Ceftriaxon
terhadap golongan sefalosporin dan penisilin. Segera hubungi apoteker, dokter, atau perawat jika terjadi reaksi efek samping yang tidak lazim seperti kemerahan pada tubuh, ruam-ruam pada kulit (Depkes RI, 2007).
3
Injeksi Furosemid
Urin yang keluar akan lebih banyak dan sering, ini membantu pengeluaran air dalam tubuh serta menurunkan tekanan darah. Makanlah buah atau makanan untuk mengganti kehilangan kalium yang banyak terbuang bersama urin (Depkes RI, 2007).
4
5
Tablet
Segera hubungi apoteker, dokter, atau perawat jika
Spironolakton
terjadi reaksi efek samping yang tidak lazim
Tablet Prednison
Segera hubungi apoteker, dokter, atau perawat jika terjadi reaksi efek samping yang tidak lazim seperti kemerahan pada tubuh, ruam-ruam pada kulit
6
Tablet Ambroxol
Segera hubungi apoteker, dokter, atau perawat jika terjadi reaksi efek samping yang tidak lazim seperti kemerahan pada tubuh, ruam-ruam pada kulit
Universitas Sumatera Utara
4.1.7 Rekomendasi untuk Dokter Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi pengkajian dan perencanaan penggunaan obat oleh apoteker. Saran yang diberikan kepada dokter yaitu: a. Penggunaan furosemid dan prednison dapat mengakibatkan hipokalemia dan untuk mengatasinya diberikan diuretik hemat kalium spironolakton. Akan tetapi pemantauan kadar kalium perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya ketidaknormalan kalium dalam darah. b. Pemilihan obat batuk berdahak sebaiknya sesuai dengan formularium jamkesmas. Obat batuk berdahak yang tercantum dalam formularium jamkesmas adalah gliseril guaiakolat, OBH, dan Kombinasi difenhidramin HCl , Amonium Klorida dan mentol. 4.1.8 Rekomendasi untuk Perawat Rekomendasi untuk perawat oleh apoteker dimaksudkan untuk menjaga kestabilan obat-obat yang digunakan dalam terapi dan menjaga kebersihan lingkungan ruangan pasien dari wadah/sisa obat-obatan. Saran yang diberikan pada perawat yaitu: a. Obat disimpan dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk dan kering pada suhu ruangan 25oC-30oC, hindari obat dari panas dan cahaya matahari langsung b. Cara penanganan sampah obat yang berupa bahan padat yaitu pada tempat penimbunan sampah dan diinsenerasi suhu sedang dan tinggi oleh pihak terkait.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Pembahasan Tanggal 2-3 November 2012 Pemantauan SOAP (Subject, Object, Assesment, and Planning) pasien pada tanggal 2-3 November 2012 ditunjukkan dalam tabel 4.6. Tabel 4.6 Pemantauan SOAP pada tanggal 2-3 November 2012 Pemantauan Tanggal Pemantauan SOAP
02-11-12
03-11-12
Subject:
Edema
Edema
Batuk berdahak
Batuk berdahak
Sens
CM
CM
TD (mmHg)
120/80
120/80
HR (x/menit)
78
80
RR (x/menit)
22
24
T ( C)
36,5
36,5
BB (Kg)
58
58
Assesment
-
Object:
0
(Masalah terkait obat)
Pemberian
diuretik
furosemid
dan
prednison
dapat
meningkatkan hipokalemia -
Pemberian ambroxol tidak sesuai dengan formularium jamkesmas
-
Hasil Laboratorium Patologi klinik II menunjukkan bahwa kadar kolesterol LDL pasien 481 mg/dl. Hiperkolesterolemia diatasi hanya dengan diet kolesterol.
Planning
Pemberian etiket prednison (3 x 5 tablet) kurang tepat
Dokter:
(Rekomendasi) -
Pemeriksaan kadar kalium secara berkala Sebaiknya diberikan obat batuk berdahak yang tercantum di dalam
formularium
jamkesmas
seperti
GG
(Gliseril
Guaiakolat) -
Pemberian obat antihiperkolesterolemia golongan statin untuk mencegah aterosklerosis (Dipiro et all, 2009) dengan dosis 10 mg/hari dosis tunggal pada malam hari.
Universitas Sumatera Utara
Farmasi: -
Pemberian etiket prednison yang jelas (pagi 5 tablet; siang 5 tablet; malam 5 tablet)
4.2.1 Pengkajian Tepat Pasien Pengkajian tepat pasien dapat dilihat pada pengkajian tepat pasien pada tanggal 1 November 2012. 4.2.2 Pengkajian Tepat Indikasi Pengkajian tepat indikasi dapat dilihat pada pengkajian tepat indikasi pada tanggal 1 November 2012. 4.2.3 Pengkajian Tepat Obat Pengkajian tepat obat dapat dilihat pada pengkajian tepat obat pada tanggal 1 November 2012. 4.2.4 Pengkajian Tepat Dosis Pengkajian tepat dosis dapat dilihat pada pengkajian tepat obat dosis pada tanggal 1 November 2012. 4.2.5 Pengkajian Waspada Efek Samping dan Interaksi Obat Pengkajian waspada efek samping dan interaksi obat dapat dilihat pada pengkajian waspada efek samping dan interaksi obat pada tanggal 1 November 2012. 4.2.6
Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien Pelayanan konseling, informasi dan edukasi pasien dapat dilihat pada
pelayanan konseling, informasi dan edukasi pasien pada tanggal 1 November 2012.
Universitas Sumatera Utara
4.2.7
Rekomendasi untuk Dokter Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi
pengkajian dan perencanaan penggunaan obat oleh apoteker. Saran yang diberikan kepada dokter yaitu: a. Penggunaan furosemid dan prednison dapat mengakibatkan hipokalemia dan untuk mengatasinya diberikan diuretik hemat kalium spironolakton. Akan tetapi pemantauan kadar kalium perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya ketidaknormalan kalium dalam darah. b. Pemilihan obat batuk berdahak sebaiknya sesuai dengan formularium jamkesmas. Obat batuk berdahak yang tercantum dalam formularium jamkesmas adalah gliseril guaiakolat, OBH, dan Kombinasi difenhidramin HCl , Amonium Klorida dan mentol. c. Pemberian obat antihiperkolesterolemia seperti golongan statin dengan dosis 10 mg/hari dan diberikan pada malam hari 4.2.8
Rekomendasi untuk Perawat Rekomendasi untuk perawat dapat dilihat pada rekomendasi untuk perawat
pada tanggal 1 November 2012.
4.3
Pembahasan Tanggal 4-5 November 2012 Pemantauan SOAP (Subject, Object, Assesment, and Planning) pasien
pada tanggal 4-5 November 2012 ditunjukkan dalam tabel 4.7. Tabel 4.7 Pemantauan SOAP pada tanggal 4-5 November 2012 Pemantauan Tanggal Pemantauan SOAP
04-11-12
05-11-12
Subject:
Edema , Batuk berdahak
Edema, Batuk berdahak berkurang
Universitas Sumatera Utara
Object: Sens
CM
CM
TD (mmHg)
120/80
120/80
HR (x/menit)
82
80
RR (x/menit)
25
24
T (0C)
36,4
36,7
BB (Kg)
57,5
57,5
Assesment
-
(Masalah terkait obat)
Pemberian
diuretik
furosemid
dan
prednison
dapat
meningkatkan hipokalemia -
Pemberian antibiotik seftriakson secara empiris
-
Pemberian ambroxol tidak sesuai dengan formularium jamkesmas
-
Hasil Laboratorium Patologi klinik II menunjukkan bahwa kadar kolesterol LDL pasien 481 mg/dl. Hiperkolesterolemia diatasi hanya dengan diet kolesterol.
Planning
Pemberian etiket prednison (3 x 5 tablet) kurang tepat
Dokter:
(Rekomendasi) -
Pemeriksaan kadar kalium secara berkala
-
Perlu dilakukan uji kultur dalam terapi antibiotik seftriakson
-
Sebaiknya diberikan obat batuk berdahak yang tercantum di dalam
formularium
jamkesmas
seperti
GG
(Gliseril
Guaiakolat) -
Pemberian obat antihiperkolesterolemia golongan statin untuk mencegah aterosklerosis (Dipiro et all, 2009) dengan dosis 10 mg/hari dosis tunggal pada malam hari.
Farmasi: -
Pemberian etiket prednison yang jelas (pagi 5 tablet; siang 5 tablet; malam 5 tablet)
Universitas Sumatera Utara
4.3.1
Pengkajian Tepat Pasien Pengkajian tepat pasien dapat dilihat pada pengkajian tepat pasien pada
tanggal 1 November 2012. 4.3.2 Pengkajian Tepat Indikasi Pengkajian tepat indikasi dapat dilihat pada pengkajian tepat indikasi pada tanggal 1 November 2012. 4.3.3 Pengkajian Tepat Obat Obat-obat yang digunakan oleh pasien pada tanggal 4-5 November 2012 ditunjukkan pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Obat-obatan yang digunakan pada tanggal 4-5 November 2012 Nama Obat Sediaan Dosis Rute Bentuk IVFD D5% ; NaCl Infus
Kekuatan 500ml/botol
4 tts/menit
Iv
0,45% Seftriakson
Injeksi
1 g/vial
1 g/12jam
Iv
Furosemid
Injeksi
10 mg/ml
40 mg/12jam
Iv
®
Tablet
25 mg
2 x 1 tablet
Po
Prednison
Tablet
5 mg
3 x 5 tablet
Po
Ambroxol
Tablet
30 mg
2 x 1 tablet
Po
Carpiaton
Pengkajian tepat obat yakni obat furosemid, prednison, Carpiaton®, dan ambroxol dapat dilihat pada pengkajian tepat obat pada tanggal 1 November 2012. Namun, penggunaan injeksi seftriakson lebih dari 3 hari tanpa dilakukan uji kultur dikatakan tidak tepat obat. Seftriakson adalah antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga. Penggunaan potensial antibiotik ini meliputi pengobatan empiris terhadap sepsis dari penyebab infeksi yang kurang diketahui dan pengobatan infeksi dimana sefalosporin adalah antibiotik yang kurang toksik yang memungkinkan (Katzung,
Universitas Sumatera Utara
2007). Dalam terapi antibiotik faktor utama yang dipertimbangkan adalah kuman penyebab, faktor pasien dan faktor antibiotika. Penentuan kuman penyebab infeksi tergantung dari kombinasi gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium yaitu uji kultur. Hasil uji kultur dapat memberikan informasi tentang kepekaan dan sensitivitas kuman sehingga memungkin pemilihan antibiotik yang tepat (Miller, et. al., 1997). Lamanya pemberian antibiotik empiris adalah dalam jangka waktu 48-72 jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis seperti pengujian kultur (Depkes, 2011). Pemberian seftriakson tanpa adanya pengujian kultur tidak tepat obat. 4.3.4
Pengkajian Tepat Dosis Pengkajian tepat dosis dapat dilihat pada pengkajian tepat dosis pada
tanggal 1 November 2012. 4.3.5
Pengkajian Waspada Efek Samping dan Interaksi Obat Pengkajian waspada efek samping dan interaksi obat dapat dilihat pada
pengkajian waspada efek samping dan interaksi obat pada tanggal 1 November 2012. 4.3.6
Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien Pelayanan konseling, informasi dan edukasi pasien dapat dilihat pada
pelayanan konseling, informasi dan edukasi pasien pada tanggal 1 November 2012. 4.3.7
Rekomendasi untuk Dokter Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi
pengkajian dan perencanaan penggunaan obat oleh apoteker. Saran yang diberikan kepada dokter yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a.
Penggunaan furosemid dan prednison dapat mengakibatkan hipokalemia dan untuk mengatasinya diberikan diuretik hemat kalium spironolakton. Akan tetapi pemantauan kadar kalium perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya ketidaknormalan kalium dalam darah.
b. Pemilihan obat batuk berdahak sebaiknya sesuai dengan formularium jamkesmas. Obat batuk berdahak yang tercantum dalam formularium jamkesmas adalah gliseril guaiakolat, OBH, dan Kombinasi difenhidramin HCl , Amonium Klorida dan mentol. c. Pemberian obat antihiperkolesterolemia seperti golongan statin dengan dosis 10 mg/hari dan diberikan pada malam hari d. Perlunya dilakukan uji kultur dalam terapi antibiotik seftriakson 4.3.8
Rekomendasi untuk Perawat Rekomendasi untuk perawat dapat dilihat pada rekomendasi untuk perawat
pada tanggal 1 November 2012.
4.4 Pembahasan Tanggal 6-8 November 2012 Pemantauan SOAP (Subject, Object, Assesment, and Planning) pasien pada tanggal 6-8 November 2012 ditunjukkan dalam tabel 4.9. Tabel 4.9 Pemantauan SOAP pada tanggal 6-8 November 2012 Pemantauan Tanggal Pemantauan SOAP
06-11-12
07-11-12
08-11-12
Subject:
Edema
Edema
Edema
Sens
CM
CM
CM
TD (mmHg)
120/80
120/80
120/80
Object:
Universitas Sumatera Utara
HR (x/menit)
82
82
80
RR (x/menit)
25
25
24
T (0C)
36,4
36,4
36,7
BB (Kg)
57
56,8
56,5
Assesment
-
(Masalah terkait obat)
Pemberian
diuretik
furosemid
dan
prednison
dapat
meningkatkan efek hipokalemia -
Pemberian antibiotik seftriakson secara empiris
-
Hasil Laboratorium Patologi klinik II menunjukkan bahwa kadar kolesterol LDL pasien 481 mg/dl. Hiperkolesterolemia diatasi hanya dengan diet kolesterol.
Planning
Pemberian etiket prednison (3 x 5 tablet) kurang tepat
Dokter:
(Rekomendasi) -
Pemeriksaan kadar kalium secara berkala
-
Perlu dilakukan uji kultur dalam terapi antibiotik seftriakson
-
Pemberian obat antihiperkolesterolemia golongan statin untuk mencegah aterosklerosis (Dipiro et all, 2009) dengan dosis 10 mg/hari dosis tunggal pada malam hari.
Farmasi: -
Pemberian etiket prednison yang jelas (pagi 5 tablet; siang 5 tablet; malam 5 tablet)
4.4.1 Pengkajian Tepat Pasien Pengkajian tepat pasien dapat dilihat pada pengkajian tepat pasien pada tanggal 1 November 2012, namun pasien tidak lagi mengalami batuk berdahak sehingga pemberian ambroxol dihentikan. 4.4.2 Pengkajian Tepat Indikasi Pengkajian tepat indikasi dengan pemberian obat injeksi seftriakson, injeksi furosemid, tablet prednison, dan tablet Carpiaton® dapat dilihat pada pengkajian tepat indikasi pada tanggal 1 November 2012.
Universitas Sumatera Utara
4.4.3 Pengkajian Tepat Obat Obat-obat yang digunakan oleh pasien pada tanggal 6-8 November 2012 ditunjukkan pada Tabel 4.10. Tabel 4.10 Obat-obatan yang digunakan pada tanggal 6-8 November 2012 Nama Obat Sediaan Dosis Rute Bentuk IVFD D5% ; NaCl Infus
Kekuatan 500ml/botol
4 tts/menit
Iv
0,45% Seftriakson
Injeksi
1 g/vial
1g/12jam
Iv
Furosemid
Injeksi
10 mg/ml
40mg/12jam
Iv
Carpiaton®
Tablet
25 mg
2 x 1 tablet
Po
Prednison
Tablet
5 mg
3 x 5 tablet
Po
Infus D 5% NaCl 0,45% merupakan larutan hipotonik yang mengandung 50 gram dekstrosa/l dan 4,5 gram NaCl/l, diindikasikan untuk penggantian elektrolit, kalori, dan pemeliharaan cairan (Asih, 1995). Kondisi pasien dalam keadaan lemas dengan nafsu makan yang kurang, pemberian infus D 5% NaCl 0,45% sudah tepat obat. Prednison merupakan derivat kortikosteroid. Kortikosteroid memikili potensi antiinflamasi dan imunosupresif, preparat tersebut dipergunakan untuk pengobatan sindrom nefrotik. Tolok ukur hasil terapi secara praktis dinilai dari berkurangnya proteinuria. Kortikosteroid merupakan pilihan utama pengobatan awal sindrom nefrotik. Proteinuria menghilang 90% pada anak selama pengobatan 8 minggu dengan prednisone, dengan dosis 60 mg/m2/hari untuk 4 minggu, diikuti dengan 40 mg/m2/48jam untuk 4 minggu berikutnya (Dipiro et all, 2009). Pemberian prednison sudah tepat obat.
Universitas Sumatera Utara
Diuretik merupakan obat yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urin. Penggunaan klinis utamanya adalah dalam menangani kelainan yang melibatkan retensi cairan (edema). Furosemid termasuk diuretik kuat yang bekerja menghambat kotranspor Na+/K+/Cl- pada pars asendes ansa henle. Spironolakton merupakan diuretik hemat kalium yang menghambat reabsorbsi Na+, sekresi K+, dan sekresi H+ pada tubulus renalis rektus. Efek merugikan dari furosemid adalah hipokalemia. Efek ini dapat diatasi dengan pemberian diuretik hemat kalium seperti spironolakton (Mycek, 1995). Pemberian furosemid dan Carpiaton® (mengandung spironolakton 25 mg) sudah tepat obat. Seftriakson adalah antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga. Penggunaan potensial antibiotik ini meliputi pengobatan empiris terhadap sepsis dari penyebab infeksi yang kurang diketahui dan pengobatan infeksi dimana sefalosporin adalah antibiotik yang kurang toksik yang memungkinkan (Katzung, 2007). Dalam terapi antibiotik faktor utama yang dipertimbangkan adalah kuman penyebab, faktor pasien dan faktor antibiotika. Penentuan kuman penyebab infeksi tergantung dari kombinasi gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium yaitu uji kultur. Hasil uji kultur dapat memberikan informasi tentang kepekaan dan sensitivitas kuman sehingga memungkin pemilihan antibiotik yang tepat (Miller, et. al., 1997). Lamanya pemberian antibiotik empiris adalah dalam jangka waktu 48-72 jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis seperti pengujian kultur (Depkes, 2011). Pemberian seftriakson tanpa adanya pengujian kultur tidak tepat obat.
Universitas Sumatera Utara
4.4.4 Pengkajian Tepat Dosis Sesuai dengan tanggung jawabnya untuk menjamin tercapainya penggunaan dan pengelolaan obat secara rasional maka seorang farmasis perlu melakukan pengkajian obat dalam hal ketepatan dosis (Aslam, dkk. 2003). Ketepatan dosis meliputi ketepatan cara pemberian, lama pemberian, saat pemberian dan interval dosis. Kajian ketepatan dosis ditunjukkan dalam tabel 4.11. Tabel 4.11 Pengkajian tepat dosis tanggal 6-8 November 2012 Jenis Obat /Bentuk Sediaan /Kekuatan Sediaan IVFD D 5% NaCl 0,45%/Infus/500 ml per botol
Regimen Dosis
-
Rute Pemberian
Lama Pemberian
Intravena
Sesuai dengan kondisi pasien (Asih,1995)
Saat Pemberian
Interval Pemberian
-
-
Setiap 12 jam (Tatro, 2003)
Seftriakson/ Injeksi /1 g /vial RI, (Depkes 2010)
1-2 g/ hari (Depkes RI, 2007)
Intravena (Depkes RI, 2007)
7-14 hari (Depkes 2007)
RI,
Diberikan perlahan sekitar 3-5 menit (Tatro, 2003)
Furosemid/ Injeksi/ 20 mg/ ampul (Depkes RI, 2010)
20-40 mg/hari, maksimum 1 g/hari (Tatro,2003)
Intravena (Depkes RI, 2007
10-14 hari (Depkes RI, 2007)
Pagi hari (pukul 08 AM;02 PM) (Tatro, 2003)
Setiap 12 jam (Depkes RI, 2007
Carpiaton®/ Tablet /25 mg (Depkes RI, 2010)
25-200 mg/hari (Depkes 2007)
Oral (Depkes RI, 2007)
14-20 hari (Depkes RI, 2007)
-
Setiap 12 jam (Depkes RI, 2007
Oral (Dipiro et all, 2009)
4 minggu kemudian diikuti 40 mg/m2/hari selama 4 minggu (Dipiro et all, 2009)
-
Setiap 8 jam (Dipiro et all, 2009)
RI,
2
Prednison /Tablet /5 mg (Depkes RI, 2010)
60 mg/m /hari (Maksimum 80 mg/hari) (Dipiro et all, 2009)
Injeksi seftriakson diberikan kepada pasien dengan kekuatan sediaan 1 g/vial, dosis 1 gram tiap 12 jam, diberikan secara intravena dan pemberian
Universitas Sumatera Utara
intravena secara lambat 3-5 menit. Pemberian injeksi seftriakson sudah tepat dosis. Injeksi furosemid diberikan kepada pasien dengan kekuatan sediaan 20 mg/ampul, dosis 40 mg tiap 12 jam, diberikan secara intravena dan pemberian intravena secara lambat 3-5 menit. Pemberian injeksi furosemid sudah tepat dosis. Tablet Carpiaton® diberikan kepada pasien dengan kekuatan sediaan 25 mg/tablet, dosis 25 mg tiap 12 jam, diberikan secara oral. Pemberian tablet Carpiaton® sudah tepat dosis. Tablet prednison diberikan kepada pasien dengan kekuatan sediaan 5 mg/tablet, dosis 25 mg tiap 8 jam, diberikan secara oral. Pasien dengan BB: 58kg; TB: 150 cm; BSA 1,55 m2. Dosis untuk pasien adalah 60 mg/m2/hari x 1,55 m2 = 93 mg/hari. Menurut Dipiro et all, 2009, dosis maksimum prednison adalah 80 mg/hari. Pemberian tablet prednison sudah tepat dosis. 4.4.5
Pengkajian Waspada Efek Samping dan Interaksi Obat Setiap obat memiliki efek samping dan interaksi obat yang tidak diinginkan
dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi obat oleh apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam mengoptimalkan terapi pasien. Efek samping dan interaksi obat dari obat yang digunakan dalam terapi ditunjukkan dalam tabel 4.12.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.12 Efek samping dan interaksi obat tanggal 6-8 November 2012 Jenis Obat Ceftriaxon
Efek Samping
Interaksi obat
Diare, mual, anemia, hipersensitifitas, gangguan ginjal dan hati (Tatro, 2003) Furosemid
Hipotensi, serangan jantung, pusing, hipokalemia, hiokalemia, dermatitis (Depkes RI, 2007)
Spironolakton
a. Obat-obat: Pemberian furosemid dan prednison dapat meningkatkan efek hipokalemia
Sakit kepala, urtikaria, metabolic asidosis, mual b. Obat-makanan: (Depkes RI, 2007)
Prednison Kehilangan massa otot, osteoporosis, vertigo dan sakit kepala (Depkes RI, 2007)
4.4.6
Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien Pemahaman dan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat menjadi hal
yang penting dalam mengoptimalkan terapi pasien. Seorang apoteker secara sistematik mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat melalui konseling, informasi obat dan edukasi kepada pasien. Saran yang diberikan pada pasien yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Makan sesuai dengan menu yang ditetapkan oleh ahli gizi, dimana perlunya pemantauan asupan protein dan kolesterol. b. Terapi sindrom nefrotik dengan prednison memang membutuhkan waktu yang cukup lama (± 8 minggu) dan harus minum obat sesuai dengan ajuran dokter. c. Mengingat sering terjadinya relaps pada sindrom nefrotik, walaupun pasien sudah dikatakan remisi sebaiknya setiap 6 bulan sekali periksa urin lengkap dan konsultasi ke dokter. Konseling, informasi dan edukasi kepada pasien dapat dilihat pada Tabel 4.13. Tabel 4.13 Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien Tanggal 6-8 November 2012 No 1
2
Nama Obat
Nasehat/Pemberitahuan
IVFD D 5% NaCl
Segera hubungi dokter jika terjadi pembengkakan
0,45%
pada tempat pemberian cairan intra vena
Injeksi
Tidak boleh diberikan pada pasien yang alergi
Ceftriaxon
terhadap golongan sefalosporin dan penisilin. Segera hubungi apoteker, dokter, atau perawat jika terjadi reaksi efek samping yang tidak lazim seperti kemerahan pada tubuh, ruam-ruam pada kulit
3
Injeksi Furosemid
Urin yang keluar akan lebih banyak dan sering, ini membantu pengeluaran air dalam tubuh serta menurunkan tekanan darah. jika mungkin janganlah. Makanlah buah atau makanan untuk mengganti kehilangan kalium yang banyak terbuang bersama urin (Depkes RI, 2007).
4
5
Tablet
Segera hubungi apoteker, dokter, atau perawat jika
Spironolakton
terjadi reaksi efek samping yang tidak lazim
Tablet Prednison
Segera hubungi apoteker, dokter, atau perawat jika terjadi reaksi efek samping yang tidak lazim seperti kemerahan pada tubuh, ruam-ruam pada kulit
Universitas Sumatera Utara
4.4.7
Rekomendasi untuk Dokter Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi
pengkajian dan perencanaan penggunaan obat oleh apoteker. Saran yang diberikan kepada dokter yaitu: a. Penggunaan furosemid dan prednison dapat mengakibatkan hipokalemia dan untuk mengatasinya diberikan diuretik hemat kalium spironolakton. Akan tetapi pemantauan kadar kalium perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya ketidaknormalan kalium dalam darah. b. Pemberian obat antihiperkolesterolemia seperti golongan statin dengan dosis 10 mg/hari dan diberikan pada malam hari c. Perlunya dilakukan uji kultur dalam terapi antibiotik seftriakson 4.4.8
Rekomendasi untuk Perawat Rekomendasi untuk perawat dapat dilihat pada rekomendasi untuk perawat
pada tanggal 1 November 2012.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Pemantauan rasionalitas penggunaan obat meliputi 4T + 1W yaitu: Tepat Pasien, Tepat Obat, Tepat Indikasi, Tepat Dosis dan Waspada Efek samping pada pasien dengan diagnosis Sindrom Nefrotik. Adapun kesimpulan yang diperoleh terhadap studi kasus yang dilakukan adalah: 7. Obat yang diberikan sudah tepat pasien, tepat indikasi, dan tepat dosis tetapi pemberian antibiotik seftriakson selama 7 hari pengamatan hanya berdasarkan empiris tidak didukung dengan uji kultur sehingga tidak tepat obat, serta pemberian ambroxol sebagai obat batuk berdahak yang tidak tercantum dalam formularium jamkesmas sehingga tidak tepat obat 8. Dari hasil pengamatan tidak terjadi efek samping obat-obatan yang digunakan pasien 9. Dari hasil pengamatan bahwa hasil laboratorium patologi klinik pada tanggal 1 November 2012 menunjukkan kadar kolesterol pasien 481 mg/dl, dan terapi hiperkolesterolemia hanya dilakukan dengan diet kolesterol. 5.2 Saran a. Sebaiknya uji kultur antibiotik dilakukan pada awal pasien mendapatkan terapi antibiotik. b. Sebaiknya pemilihan obat disesuaikan dengan obat-obat yang tercantum di dalam formularium jamkesmas untuk pasien dengan status jamkesmas.
Universitas Sumatera Utara
c. Sebaiknya diberikan obat anti hiperkolesterolemia golongan statin dengan dosis 10 mg/hari pada malam hari untuk mencegah aterosklerosis mengingat bahwa tingginya kadar kolesterol LDL pasien dan terapi dengan diet kolesterol tidak cukup.
Universitas Sumatera Utara