BAB III TINJAUAN KECAMATAN JUWIRING, KLATEN
A. TINJAUAN KABUPATEN KLATEN 1. KONDISI FISIK Kabupaten merupakan salah satu bagian dari wilayah Propinsi Jawa Tengah yang secara geografis terletak diantara 100o 34’57, 79’’ BT dan 110o 35’40, 79’’ BT serta 7 o 46’ 15’’ LS dan 7 o 46’ 58’’ LS, dengan luas wilayah 3.373.917 Ha. Batas wilayah Kabupaten Klaten sebagai berikut: Batas Utara
: Kabupaten Dati II Boyolali
Batas Barat
: Kabupaten Dati II Sleman (DIY)
Batas Selatan
: Kabupaten Dati II Gunung Kidul (DIY)
Batas Timur
: Kabupaten Dati II Sukoharjo
Gambar 3.1 Peta Kabupaten Klaten Sumber : PEMKAB Klaten 2010
2. KONDISI NON FISIK Secara administratif Kabupaten Klaten terbagi dalam 26 kecamatan, 391 desa dan 10 kelurahan. Seluruh desa yang ada merupakan desa swasembada. Desa
swasembada
adalah
desa
yang masyarakatnya
telah
mampu
memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam dan potensinya sesuai dengan kegiatan pembangunan regional. Dalam
upaya pengembangan dan pembangunan, wilayah Kabupaten
Klaten terbagi dalam Struktur Tata Ruang
Wilayah.
Struktur
tata
ruang III - 1
wilayah dibuat berdasarkan pembagian Sub Wilayah Pembangunan (SWP) yang terdiri dari :
SWP I, meliputi Kecamatan Klaten Utara, Klaten Tengah, Klaten Selatan, Kalikotes, Wedi, Gantiwarno, Jogonalan, Kebonarum, Karangnongko, dan Ngawen, dengan pusat pertumbuhan di Kota Klaten.
SWP II, meliputi Kecamatan Delanggu, Polanharjo, Wonosari, dan Juwiring, dengan pusat pertumbuhan di Kota Kecamatan Delanggu.
SWP
III,
meliputi
Kecamatan
Prambanan,
Manisrenggo
dan
Kemalang, dengan pusat pertumbuhan di Kota Kecamatan Prambanan.
SWP IV, meliputi Kecamatan Bayat, Cawas, dan Trucuk, dengan pusat pertumbuhan di Kota Kecamatan Cawas.
SWP V, meliputi Kecamatan Pedan, Ceper, dan Karangdowo, dengan pusat pertumbuhan di Kota Kecamatan Pedan.
SWP VI, meliputi Kecamatan Jatinom, Tulung, dan Karangaom, dengan pusat pertumbuhan di Kota Kecamatan Jatinom.
Gambar 3.2 Struktur Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten Sumber : PEMKAB Klaten 2010
Pengembangan kawasan peruntukan industri ditetapkan sebagai berikut: -
Kecamatan Ceper sebagai sentra industri cor logam
-
Kecamatan Pedan sebagai sentra industri tenun ATBM
-
Kecamatan Wedi sebagai sentra industri konveksi
-
Kecamatan Juwiring dan Kecamatan Trucuk sebagai sentra industri mebel/furnitur
-
Kecamatan Bayat sebagai sentra industri gerabah/keramik III - 2
-
Kecamatan Trucuk dan Manisrenggo sebagai sentra industri tembakau asapan
-
Kecamatan Ngawen sebagai sentra industri soon
-
Kecamatan Jogonalan sebagai sentra makanan kecil
B. TINJAUAN KECAMATAN JUWIRING 1. Keadaan Geografis Kecamatan Juwiring Kecamatan Juwiring memiliki luas wilayah 29,79 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 61.011 jiwa (Pemkab Klaten, 2010). Secara administratif terdapat 19 desa dan 208 dukuh. Batas wilayah Kecamatan Juwiring sebagai berikut:
Batas Utara
: Kecamatan Wonosari
Batas Barat
: Kecamatan Delanggu
Batas Selatan
: Kecamatan Pedan, Kecamatan Karang dowo, Kecamatan Ceper.
Batas Timur
: Kabupaten Sukoharjo
Gambar 3.3 Peta Kecamatan Juwiring Sumber : Google image
Berikut ini 19 kelurahan yang terdapat di Kecamatan Juwiring: III - 3
1)
Bolopleret
11) Kwarasan
2)
Bulurejo
12) Mrisen
3)
Carikan
13) Pundungan
4)
Gondangsari
14) Sawahan
5)
Jaten
15) Serenan
6)
Jetis
16) Taji
7)
Juwiran
17) Tanjung
8)
Juwiring
18) Tlogorandu
9)
Kenaiban
19) Trasan
10) Ketitang 2. Keadaan Alam Kecamatan Juwiring Kecamatan Juwiring mempunyai ketinggian dibawah 100 meter di atas permukaan air laut. Hal tersebut menjadikan wilayah Kecamatan Juwiring memiliki permukaan tanah yang landai. Sebagian besar merupakan lahan pertanian. Berada di daerah iklim tropis-lembab dengan spesifikasi sebagai berikut: suhu rata-rata tiap tahun 26,9 derajat celcius. Kecepatan angin rata-rata 0,5 knot. Curah hujan 16,9 mm dan kelembapan 78,7 mb. C. KABUPATEN KLATEN SEBAGAI DESTINASI WISATA Klaten memiliki kedudukan strategis dalam kaitannya dengan kota-kota di sekitarnya. Posisi Kabupaten Klaten termasuk dalam persimpangan jalur utama dan lingkup kawasan segitiga pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, yaitu Joglosemar (Yogyakarta, Solo, Semarang). Pusat Kabupaten Klaten berada pada jalur utama jalan raya Yogyakarta-Solo. 1. KUNJUNGAN WISATAWAN KABUPATEN KLATEN Profil Wisatawan Kabupaten Klaten Data aktual terkait jumlah kunjungan wisatawan ke daerah Klaten tidaklah mudah diperoleh. Data terakhir, berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP) Kabupaten Klaten tahun 2002, menyatakan bahwa terdapat jumlah wisatawan sebesar 230.916 orang pada tahun 2000, yang melonjak menjadi 483.433 orang pada tahun berikutnya (2001). Selanjutnya, menurut data Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudpar PO) III - 4
Kabupaten Klaten, jumlah total wisatawan untuk Klaten diperkirakan terus meningkat, dengan rata-rata sebesar 10% tiap tahunnya (Disbudpar PO 2009). Tabel 3.1 Jumlah Wisatawan Klaten
Kelompok Umur
Persentase
Kurang dari 18 tahun
6%
25-34 tahun
50%
35-44 tahun
16%
45-55 tahun
4%
55 tahun ke atas
2%
Sumber : Laporan Kemajuan RIPP Kab. Klaten Tahun 2002
Asal Wisatawan Kabupaten Klaten Wisatawan nusantara yang berkunjung ke Kabupaten Klaten berasal dari berbagai daerah, khususnya yang masih berada dalam lingkup Pulau Jawa. Wisatawan asal Jawa Tengah mendominasi jumlah kunjungan dengan persentase 48%, diikuti wisatawan Jawa Timur 22%, wisatawan Jakarta dan D. I. Yogyakarta masing-masing 10%, wisatawan Jawa Barat dan Banten 6%, dan sisanya 4% berasal dari daerah lainnya (RIPP Kabupaten Klaten 2002). 2. POLA KUNJUNGAN WISATAWAN Pola kunjungan wisatawan ke Kabupaten Klaten meliputi
pola
perjalanan (jalur yang dilalui, moda transportasi yang digunakan, rute transit, serta cara mengatur perjalanan), pola kunjungan (Objek Daya Tarik Wisata yang dikunjungi dan lama waktu kunjungan), serta pola menginap (lama waktu tinggal dan pilihan tempat untuk menginap). a. Pola Perjalanan Wisatawan Untuk berkunjung ke Kabupaten Klaten, dapat melalui jalur darat maupun udara. Rute jalur darat menuju Klaten adalah sebagai berikut: -
Dengan kendaraan pribadi/bus: 1) Wisatawan dari Jawa Timur atau asal Solo, datang melalui Solo; menempuh jalur Solo-Sukoharjo-Klaten. 2) Wisatawan dari Jakarta dan Jawa Barat, datang melalui Semarang atau Yogyakarta.
III - 5
3) Wisatawan yang datang melalui Semarang dapat menempuh jalur Semarang-Magelang-Yogyakarta-Klaten atau SemarangSalatiga-Boyolali-Klaten. -
Dengan kereta api: 1) Dari Semarang, jalur kereta Semarang-Solo-Klaten-Yogyakarta. 2) Dari Solo maupun Yogyakarta, dengan kereta cepat Prameks jurusan Solo-Yogyakarta.
-
Dengan bus: Dari Yogyakarta sudah ada rute bus TransJogja langsung ke Prambanan, dengan jarak tempuh sekitar 30 menit.
-
Rute udara melalui dua pintu gerbang utama, yaitu: 1) Bandara Internasional Adisumarmo, Solo, dan 2) Bandara Internasional Adisucipto, Yogyakarta. Melihat rute perjalanan di atas, tampak jelas peran penting Kota
Solo dan Yogyakarta bagi kepariwisataan Klaten. Sebagian besar wisatawan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara, yang mengunjungi Klaten berasal dari kedua kota ini. b. Pola Kunjungan Candi Prambanan beserta Komplek Candi Sewu yang berlokasi tidak jauh, menjadi tujuan utama kedatangan wisatawan ke Klaten, baik nusantara maupun mancanegara. Lokasi Taman Wisata Candi Prambanan berada di tepi jalur utama Yogyakarta-Solo menjadikan objek wisata ini strategis sebagai lokasi transit utama wisatawan dari Yogyakarta yang menuju Solo. c. Pola Menginap Kemudahan akses serta tingginya proporsi wisatawan jarak pendek berdampak kepada rendahnya lama waktu tinggal wisatawan (length of stay) di Kabupaten Klaten. Khususnya wisatawan nusantara, karena daerah asal yang tidak terlalu jauh, wisatawan memilih melakukan perjalanan one day trip (tidak menginap). Adapun bagi wisatawan yang menginap, akomodasi dan tempat istirahat tersedia di komplek wisata Candi Prambanan. Namun, III - 6
Yogyakarta dan Solo menjadi pilihan utama sebagai tempat menginap para wisatawan. 3. RUTE PARIWISATA MENUJU KLATEN Wisatawan yang pergi ke Klaten umumnya juga berkunjung ke kota-kota lainnya, baik sebelum maupun sesudah dari Klaten. Kota yang paling banyak dikunjungi sebelum ke Kabupaten Klaten adalah Yogyakarta, dengan persentase sebesar 54%, sedangkan kota yang paling banyak dikunjungi setelah dari Kabupaten Klaten adalah Solo (46%). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pola perjalanan utama wisatawan Kabupaten Klaten adalah dari Yogyakarta-Klaten-Solo. Dalam hal ini, Klaten masih dipandang sebagai daerah transit antara Yogyakarta dan Solo. Namun, ditinjau dari perspektif internal, Kabupaten Klaten pun sesungguhnya memiliki sejumlah potensi daya tarik yang dapat dikembangkan untuk mempromosikan Klaten sebagai destinasi pariwisata unggulan. Peran penting D.I. Yogyakarta dan Kota Solo bagi kepariwisataan Kabupaten Klaten. Kedua daerah ini bukan saja merupakan daerah asal wisatawan, melainkan juga
berperan sebagai rute transit wisatawan
nusantara dan mancanegara menuju Kabupaten Klaten. Secara lebih rinci digambarkan pada skema berikut:
Skema 3.1 Pola Pergerakan Wisatawan dari Daerah Asal Sumber : Analisa Penulis, 2016.
III - 7
Pemosisian Kabupaten sebagai daerah antara atau kota satelit bagi D.I. Yogyakarta dan Solo ini, dapat memunculkan beberapa peluang bagi pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Klaten, misalnya sebagai berikut: -
Pengembangan zonasi/rencana spasial pengembangan pariwisata dengan memperhatikan pola perjalanan wisatawan dan posisi jalur jalan utama Yogyakarta-Solo sebagai pusat pergerakan wisatawan.
-
Peran Candi Prambanan sebagai daya tarik utama wisatawan ke objekobjek wisata lainnya di Kabupaten Klaten. Hal ini perlu didukung dengan pengembangan sistem linkage dan program-program kunjungan wisata untuk menghubungkan antar destinasi di wilayah Kabupaten Klaten.
-
Sinergi dengan daerah sekitarnya, misalnya Yogyakarta dan Solo, untuk menciptakan suatu produk pariwisata regional yang menawarkan pengalaman pariwisata lintas batas administratif.
-
Kerjasama dengan wilayah-wilayah transit dan daerah asal wisatawan dalam hal promosi dan penyebaran informasi.
4. DAYA TARIK OBJEK WISATA KLATEN Daya tarik utama pariwisata Kabupaten Klaten terletak pada potensi pariwisata budaya seperti Candi Prambanan, Candi Plaosan, Museum Gula Jawa Tengah, serta berbagai kegiatan budaya dan kesenian tradisional. Potensi lainnya mencakup kondisi alam dan lingkungan yang beragam, baik berupa alam pegunungan, hutan, perkebunan, serta area perairan atau rawa dengan keragaman flora dan faunanya. Peluang utama pariwisata Kabupaten Klaten hingga saat ini masih terletak pada Kawasan Candi Prambanan dan Plaosan yang sudah dikenal luas sebagai daya tarik pariwisata unggulan baik bagi segmen pasar wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Selain itu, terdapat peluang lain pengembangan pariwisata yang berasal dari berbagai produk kerajinan dan industri, serta daya tarik pariwisata budaya maupun alam yang sangat menarik untuk dikunjungi.
III - 8
a. Kawasan peruntukan wisata budaya -
Candi Prambanan, Candi Sujiwan, Candi Bubrah, Candi Lumbung, Candi Sewu, Candi Asu/Gana, Candi Lor/Candirejo, Candi Plaosan Lor, Candi Plaosan Kidul berada di Kecamatan Prambanan.
-
Candi Merak dan Candi Karangnongko berada di Kecamatan Karangnongko.
-
Museum Gula Jawa Tengah berada di Kecamatan Jatinom.
-
Makam Ki Ageng Gribig dan Tradisi Yaqowiyu berada di Kecamatan Jatinom.
-
Makam Ki Ageng Pandanaran berada di Kecamatan Bayat.
-
Makam Ki Ageng Ronggowarsito berada di Kecamatan Trucuk.
-
Makam Ki Ageng Perwito berada di Kecamatan Wonosari.
b. Kawasan peruntukan wisata lokal -
Desa Wisata Kebondalem Kidul Kecamatan Prambanan
-
Desa Wisata Melikan Kecamatan Wedi
-
Desa Wisata Duwet Kecamatan Ngawen
-
Desa Wisata Soran Kecamatan Ngawen
-
Desa Wisata Ponggok Kecamatan Polanharjo
-
Desa Wisata Plawikan Kecamatan Jogonalan
-
Desa Wisata Jimbung Kecamatan Kalikotes
-
Desa Wisata Krakitan Kecamatan Bayat
-
Desa Wisata Pokak Kecamatan Ceper
-
Desa Wisata lainnya sesuai dengan karakteristik dan potensi wilayah.
c. Kawasan peruntukan wisata alam -
Deles Indah berada di Kecamatan Kemalang
-
Gunung Watu Prau dan Pegunungan Kidul berada di Kecamatan Bayat
-
Kawasan keunikan batuan dan fosil berada di Kecamatan Bayat
d. Kawasan peruntukan wisata buatan -
Rawa Jombor Permai berada di Kecamatan Bayat
-
Objek Wisata Mata Air Cokro (OMAC), Pemandian Lumban Tirto, Pemancingan Janti berada di Kecamatan Tulung III - 9
-
Pemandian Umbul Ponggok berada di Kecamatan Polanharjo
-
Pemandian Jolotundo berada di Kecamatan Karanganom
-
Pemandian Tirtomulyono dan Pemandian Tirtomulyani berada di Kecamatan Kebonarum
Gambar 3.4 Lokasi Objek Wisata di Kabupaten Klaten Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Klaten
D. KECAMATAN JUWIRING SEBAGAI DESTINASI WISATA 1. AKSESIBILITAS Kecamatan Juwiring berada di lokasi yang strategis, merupakan jalur penghubung dari Sukoharjo menuju Klaten dan sebaliknya. Juwiring dapat diakses dari kota-kota lain di sekitar Klaten seperti Sukoharjo, Wonogiri, Surakarta, dan Jogja.
U
Jalan Sukoharjo -Wonogiri
Ja l an
Jo gj a-
So
lo
SURAKARTA
SUKOHARJO
JOGJA WONOGIRI Gambar 3.5 Aksesibilitas Kecamatan Juwiring Sumber : Analisa Penulis, 2016. III - 10
Aksesibilitas Kecamatan Juwiring dari wilayah-wilayah di sekitar Klaten: a) Yogyakarta Melalui jalur protokol di Jalan Jogja-Solo, kemudian melalui Kecamatan Delanggu menuju Juwiring. b) Sukoharjo Dari pusat kota Sukoharjo (alun-alun) ke arah Barat melalui Jalan Veteran menuju Juwiring. c) Wonogiri Melalui Jalan Sukoharjo-Wonogiri sampai di pusat kota Sukoharjo, kemudian melalui Jalan Veteran menuju Juwiring. d) Surakarta Melalui Jalan Jogja-Solo, atau melalui Jalan Sukoharjo-Wonogiri. 2. PRODUK KHAS JUWIRING a. Payung Hias Juwiring Payung Juwiring merupakan warisan budaya yang ada di Klaten sejak tahun 1800-an. Payung Juwiring banyak digunakan dalam upacara-upacara adat di keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta. Payung Juwiring juga digunakan dalam upacara Ngaben di Bali. Saat ini fungsi payung Juwiring sudah banyak mengalami pergeseran, dahulu digunakan sebagai alat pelindung dari cuaca namun sekarang lebih banyak digunakan untuk dekorasi atau hiasan. Payung Juwiring ini dapat dimanfaatkan sebagai penghias langit-langit atau dijadikan sebagai kap lampu. Selain itu, payung Juwiring juga digunakan sebagai pelengkap dalam pagelaran seni terutama seni tari.
Gambar 3.6 Kerajinan Payung Khas Juwiring Sumber : google image
III - 11
b. Furnitur/Mebel Juwiring 1) Sejarah Kerajinan mebel
di Juwiring
hingga
tahun 1970-an masih
menggunakan bahan baku dari kayu jati dengan produksi sangat sederhana, seperti meja, kursi, dan mebel lainnya yang masih sangat sederhana. Alatalat yang digunakan semuanya masih manual tradisional seperti: pasah, gergaji dorong, gergaji sentheng, gobel, gergaji puter, pasah undhuk panjang dan pendek, pahat, bor. Produksi dari alat-alat sederhana tersebut hanya mampu memasok bagi kebutuhan lokal untuk kepentingan masyarakat desa sekitar dan kota terdekatnya seperti Delanggu, Klaten, dan Solo. Pada awal tahun 1980-an produk-produk kerajinan mebel Juwiring mulai dikenal oleh masyarakat secara luas di kota-kota besar seperti di Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Sekitar tahun 1998 seiring dengan meningkatnya
permintaan
mebel,
pengrajin
di
Juwiring
mulai
menggunakan alat produksi yang modern. Dengan adanya peralatan yang modern dalam suatu usaha atau kegiatan akan mempengaruhi kualitas maupun kuantitas produksi. Penggunaan alat-alat yang sudah modern sangat mendukung peningkatan produksi massal. Dengan demikian, order atau permintaan yang ada dapat dipenuhi, karena proses produksi hanya memakan waktu yang lebih singkat dan kualitas produksi yang baik. Hingga tahun 2008, telah terdapat 978 unit usaha di Juwiring yang tersebar di 8 dukuh. Penduduk yang paling dominan pekerjaannya sebagai pengrajin kayu adalah Serenan merupakan awal mulai usaha kerajinan tersebut, kemudian sebagai perluasan di sekitar Serenan yaitu Gondangsari, Ketitang, dan Ngepringan. 2) Bahan Baku Bahan baku yang banyak digunakan dalam usaha industri kerajinan mebel antara lain kayu mahoni, kayu jati, sono keling, kayu nangka, dan kayu akasia. Karena mahalnya harga kayu jati dan sono keling, sekarang ini banyak digunakan kayu mahoni. Disamping harganya lebih murah, penyediaan kayu mahoni jumlahnya lebih banyak dan mudah diperoleh. III - 12
Pengadaan bahan baku ini diperoleh dari daerah-daerah di Jawa Tengah seperti Magelang, Ngawi, Wonogiri, Pacitan. 3) Lokasi Pengrajin Mebel di Juwiring Kecamatan Juwiring merupakan kawasan peruntukan sentra industri furnitur/mebel. Industri furnitur/mebel ini adalah mata pencaharian utama warga Juwiring setelah bidang pertanian. Pengrajin mebel tersebar di seluruh wilayah kecamatan Juwiring. Pengrajin furnitur terpadat berada di desa Serenan yang merupakan awal mula pengrajin mebel di Juwiring. Kemudian, Desa Gondangsari dan Desa Ketitang sebagai wilayah perluasannya.
Gambar 3.7 Lokasi Pengrajin Mebel di Juwiring Sumber : Analisis Penulis, 2016
III - 13