BAB III TEORI DASAR
BAB III TEORI DASAR 3.1.
Seismologi Refleksi
3.1.1. Konsep Seismik Refleksi
Metoda seismik memanfaatkan perambatan gelombang elastis kedalam bumi yang mentransfer energi gelombang menjadi pergerakan partikel batuan. Dimensi gelombang elastik atau gelombang seismik jauh lebih besar bila dibandingkan dengan dimensi pergerakan partikel batuan tersebut. Meskipun demikian penjalaran gelombang seismik dapat diterjemaahkan dalam bentuk kecepatan dan tekanan partikel yang disebabkan oleh vibrasi selama penjalaran gelombang tersebut. Gelombang seismik membawa informasi mengenai litologi dan fluida bawah permukaan dalam bentuk waktu rambat (travel time), amplitudo refleksi, dan variasi fasa. Didukung oleh perkembangan teknologi komputerisasi, pengolahan data seismik, juga teknik interpretasi, data seismik secara umum sekarang dapat dianalisis untuk delinisasi sifat fisika (akustik) batuan dan determinasi litologi, porositas, fluida pori, dan sebagainya. Salah satu sifat akustik yang khas pada batuan adalah Impedansi Akustik (IA) yang merupakan hasil perkalian densitas (U) dan kecepatan (V) , IA = U V
(1) 21
BAB III TEORI DASAR
dimana : IA = Impedansi Akustik U = densitas (g/cm3)
V = kecepatan (m/s) Disebabkan orde nilai kecepatan lebih besar dibandingkan dengan orde nilai densitas, maka harga AI lebih dikontrol oleh kecepatan gelombang seismik pada batuan. Pada saat gelombang seismik melalui dua media yang impedansi akustiknya berbeda maka sebagian energinya akan dipantulkan. Perbandingan antara energi yang dipantulkan dengan energi datang pada keadaan normal dituliskan dalam persamaan: Er/Ei = ri x ri
ri
Z i 1 - Zi Zi 1 Z i
(2)
(3)
dimana : Er = Energi Pantul
Zi = Impedansi Akustik Lapisan ke-i
Ei = Energi Datang
Zi+1 = Impedansi Akustik Lapisan ke-i + 1
ri = Koefisien Refleksi (KR) ke-i Sesuai dengan persamaan (3) maka hanya sebagian kecil energi yang direfleksikan bila kontras impedansi akustiknya tidak berbeda secara signifikan.
22
BAB III TEORI DASAR
Perbedaan harga IA kita dapatkan karena adanya kontras densitas maupun kecepatan gelombang seismik yang selanjutnya diinterpretasikan sebagai kontras litologi. Deret koefisien refleksi sebagai variasi kontras IA dikonvolusikan dengan wavelet ditambah dengan noise menghasilkan trace seismik. Besar amplitudo pada trace seismik mewakili
harga kontras IA. Semakin besar amplitudonya maka
semakin besar pula refleksi dan kontras IA nya. 3.1.2. Trace Seismik
Model dasar yang sering digunakan dalam model satu dimensi untuk trace seismik mengacu pada model konvolusi yang menyatakan bahwa tiap trace merupakan hasil konvolusi sederhana dari refelektivitas bumi dengan fungsi sumber seismik ditambah dengan noise. Dalam bentuk persamaan dapat dituliskan sebagai berikut (tanda * menyatakan konvolusi) : S(t) = W(t) * r(t) + n(t)
(4)
dimana : S(t) = trace seismik W(t) = wavelet seismik r(t) = reflektivitas bumi, dan n(t) = noise
23
BAB III TEORI DASAR
Konvolusi didefenisikan sebagai “penggantian (replacing)” setiap koefisien refleksi dalam skala wavelet kemudian menjumlahkan hasilnya (Sukmono, 2007). Sudah diketahui bahwa refleksi utama bersosiasi dengan perubahan harga impedansi. Selain itu wavelet seismik umumnya lebih panjang daripada spasi antara kontras impedansi yang menghasilkan koefisien refleksi. Dapat diperhatikan bahwa konvolusi dengan wavelet cenderung “mereduksi” koefisien refleksi sehingga mengurangi resolusi untuk memisahkan reflektor yang berdekatan. Hasil dari konvolusi ini diilustrasikan dalam Gambar 3.1.
Gambar3.1.Konvolusi antara reflektivias dengan wavelet mengurangi resolusi (Sukmono, 2007).
24
BAB III TEORI DASAR
3.1.3. Interferensi Gelombang Seismik
Interferensi dapat muncul pada batas IA yang sangat rapat disebabkan terjadinya overllaping beberapa reflektor. Interferensi bisa bersifat negatif atau positif yang sangat dipengaruhi oleh panjang pulsa seismik. Idealnya pulsa gelombang akan berupa spike dan akan mengakibatkan refleksi spike juga, tetapi dalam prakteknya sebuah reflektor tunggal dapat menghasilkan sebuah refleksi yang terdiri atas refleksi primer yang diikuti oleh satu atau lebih half-cycle. Tidak semua harga kontras IA secara signifikan dapat menghasilkan refleksi pada bidang batas. Hal ini tergantung pada sensitifitas alat perekam dan pemrosesan data seismik. Oleh karena itu adalah penting untuk mengetahui bentuk dasar pulsa yang dipakai dalam pemrosesan data. Bentuk dasar pulsa seismik ditampilkan dalam fasa dan polaritas tertentu. Ada dua jenis fasa yang biasa ditampilkan dalam rekaman seismik yaitu fasa minimum dan fasa nol. Pada pulsa fasa minimum energi yang berhubungan dengan batas IA terakmulasi pada onset dibagian muka pulsa tersebut, sedangkan pada fasa nol batas IA terdapat pada peak bagian tengah. 3.1.4. Resolusi Vertikal
Resolusi dalam gelombang seismik didefinisikan sebagai kemampuan gelombang sismik untuk memisahkan dua objek yang berbeda. Resolusi ini berkaitan erat dengan fenomena interferensi gelombang seismik. Ketebalan minimum suatu objek untuk dapat memberikan refleksi sendiri bervariasi antara 1/8 sampai 1/30 ,
25
B BAB III TEO ORI DASAR R
d dimana ad dalah panjanng pulsa seismik. Resollusi tubuh batuan setaraa dengan ¼ d dalam waktu u bolak balikk (two way travel t time – TWT). Haanya batuan yang y memiliiki k ketebalan diiatas ¼ yanng dapat dibedakan oleeh gelombanng seismik. Ketebalan ini i d disebut sebaagai ketebalaan tuning (tuning thickneess). 3 3.2
Sifatt Fisika Batuan
3 3.2.1
Keceepatan Geloombang P (V Vp) dan Gelombang S (Vs) Tidak seperti dennsitas, keceppatan sesimiik mengikutssertakan defformasi batuuan
s sebagai fung gsi dari wakttu. Seperti yang y ditunjukkan dalam Gambar G 3.2,, sebuah kubbus b batuan dapat mengalamii kompresi (compressed) ( d), yang menngubah volum me dan benttuk b batuan, mau upun shear (ssheared), yanng hanya meengubah benntuknya saja..
Gam mbar 3.2. Skeema deformassi batuan terhhadap Gelom mbang Kompreesi (PWave) dan Gelombang G Shhear (S-Wavee), (AVO Workshop, 2008).
26
BAB III TEORI DASAR
Dari sini munculah dua jenis kecepatan gelombang seismik yaitu : a. Kecepatan Gelombang Kompresi (Vp) : arah pergerakan partikel sejajar (longitudinal) dengan arah perambatan gelombang. b. Kecepatan Gelombang Shear (Vs) : arah pergerakannya tegak lurus (transversal) dengan arah perambatan gelombang. Perbandingan antara Vp dan Vs direpresentasikan dengan menggunakan Poisson’s ratio () sebagai :
J2 2J 2
V
§V ¨ P ¨V © S
J
· ¸ ¸ ¹
(5)
2 (6)
Bentuk sederhana dari persamaan kecepatan P-wave dan S-wave diturunkan untuk batuan non-porous dan isotropic. Persamaan kecepatan menggunakan modulus Bulk (K), koefisien Lambda (),dan modulus Shear () dituliskan sebagai berikut :
K Vp
Vs
4 P 3
U
P U
O 2P U
( 7) (8)
27
BAB III TEORI DASAR
dimana : : koefisien lambda = K - 2/3 K : modulus bulk
: densitas
: modulus shear 3.2.2. Porositas
Porositas diartikan sebagai perbandingan antara volome pori batuan dengan volume totalnya. Perbandingan ini umumnya dinyatakan dalam persen (%) maupun fraction yang dirumuskan dengan : Porositas (ø) = (volume pori/volume totalnya) x 100 %
(9)
Selain itu dikenal juga dengan istilah porositas efektif, yaitu apabila bagian ronggarongga di dalam batuan berhubungan dan telah dikoreksi dengan kandungan lempungnya. Sehingga harga porositas efektif biasanya lebih kecil daripada rongga pori-pori total yang biasanya berkisar dari 10 sampai 15 %. Porositas efektif dinyatakan dangan persamaan : Porositas efektif (øe) = (volume pori-pori bersambungan/volume totalnya) x 100% (10) 3.2.3
Densitas
Densitas secara sederhana merupakan perbandingan antara massa (kg) dengan volumenya (m3). Densitas merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam
28
BAB III TEORI DASAR
persamaan kecepatan gelombang P, gelombang S, dan akusitik impedansi, dimana semuanya mempengaruhi respon gelombang seismik bawah permukaan. Efek dari densitas dapat dimodelkan dalam persamaan Wyllie (1) :
sat
m ( 1 I) w S wI hc ( 1 S w )I
(11)
dimana : b = densitas bulk batuan m = densitas matriks f
= densitas fluida
= porositas batuan
Sw = water saturation w = density air (mendekati 1 g/cm3) hc = density hidrokarbon. Dalam Gambar 3.3 mengilustrasikan bahwa densitas batuan reservoar turun secara signifikan pada reservoir gas dari pada reservoar minyak. Karakter ini menjadi hal yang penting dalam interpretasi seismik untuk reservoir tersebut.
29
B BAB III TEO ORI DASAR R
Gambar 3.3. 3 Sw vs Dennsitas.Aplikasi persamaan Wyllie pada reservvoir minyak dan gas (AVO Workshop,, 2008)
3 3.2.4
Rigid ditas dan In nkompresib bilitas (LMR R) Rigid ditas dapat dideskripsika d an sebagai seeberapa besaar material berubah b benttuk
t terhadap streess. Rigiditaas sensitif terrhadap matrriks batuan. Semakin rappat matriksnnya m maka akan semakin muudah pula mengalami m sllide over sattu sama lainnya dan bennda t tersebut dikaatakan memiiliki rigiditass yang tingggi. Inkompresibilitaas I Inkompresib bilitas
meruppakan
dideefinisikan
s sebagai
keebalikan beesarnya
dari perrubahan
koompresibilitaas. voolume
(dappat
d dikompresi) bila dikenaai oleh stresss. Semakin mudah m dikom mpresi makaa semaki kecil h harga inkom mpresibilitasnnya begitu pula p sebalikknya. Perubaahan ini lebbih disebabkkan
30
BAB III TEORI DASAR
oleh adanya perubahan pori daripada perubahan ukuran butirnya. Dua parameter diatas dapat diilustrasikan seperi pada Gambar 3.4 dibawah ini.
Gambar 3.4. Ilustrasi material yang memiliki harga rigiditas dan inkompresibilitas yang berbeda (PanCanadian Petroleum, 2005, opcite Direzza 2005).
Kartu dan lempung (kiri) memiliki rigiditas rendah karena mudah untuk slide over satu sama lain. Batu bata dan batu gamping memiliki rigiditas yang tinggi karena sulit untuk slide over satu sama lainya. Keduanya juga memiliki harga inkompresibilitas yang tinggi. Sebaliknya, spon dan pasir pantai (kanan) memiliki inkompresibilitas yang rendah. Fluida yang mengisi pori mempengaruhi harga kompresibilitas. Jika gas mengisi pori maka batuan tersebut akan lebih mudah terkompresi daripada terisi oleh minyak ataupun air. Secara matematik kedua parameter tersebut dapat diperoleh dari persamaan gelombang P dan gelombang S yang telah dituliskan dalam persamaan:
VP
O 2P U
(12)
dan
31
BAB III TEORI DASAR
VS
P U
(13)
sehingga : ZP2
( UVP )2
( O 2 P )U
: ZS2
( UVS )2
PU
(14)
dan
maka
OU
(15)
ZP2 2 ZS2
(16) Rigiditas (), menggunakan parameter mu (), berfungsi sebagai indikator litologi karena bersifat sensitif terhadap matriks batuan dan tidak dipengaruhi oleh kehadiran fluida. Inkompresibilitas () tidak secara langsung diukur pada batuan seperti rigiditas. Tetapi ekstraksi dilakukan dengan menghilangkan efek rigiditas akibat matriks batuan dan meningkatkan sensitifitas terhadap fluida pengisi pori. Kecepatan gelombang P (Vp) dipengaruhi oleh dan . Efek dari penurunan harga sebagai respon langsung dari porositas gas sering berlawanan dengan kenaikan harga dari capping shale ke gas sand. Sehingga dengan mengekstrak dari Vp dan mengkombinasikannya menjadi perbandingan /, persentasi perubahannya menjadi sangat jauh meningkat antara shale dan gas sand. Dari sini kita dapat memanfaatkan parameter ini sebagai parameter yang paling sensitif untuk mendeskriminasi kehadiran gas dalam reservoir. 32
BAB III TEORI DASAR
3.3.
Amplitude Variation with Offset (AVO) dan Impedansi Elastik
AVO pertama kali ditujukan sebagai suatu teknik untuk memvalidasi anomali amplitudo pada seismik yang berasosiasi dengan kehadiran gas pada reservoir (Ostrander, 1982, opcite Sukmono, 2007). AVO muncul akibat adanya partisi energi pada bidang reflektor. Sebagian energi dipantulkan dan sebagian lainya ditransmisikan. Ketika gelombang seismik menuju batas lapisan pada sudut datang tidak sama dengan nol maka konversi gelombang P menjadi gelombang S terjadi. Amplitudo dari energi yang terefleksikan dan tertransmisikan tergantung pada sifat fisik diantara bidang reflektor. Sebagai konsekuensinya, koefisien refleksi menjadi fungsi dari kecepatan gelombang (Vp), kecepatan gelombang S (Vs), densitas () dari setiap lapisan, serta sudut datang (1) sinar seismik. Oleh karena itu terdapat empat kurva yang dapat diturunkan yaitu : amplitudo refelksi gelombang P, amplitudo transmisi gelombang P, amplitudo refleksi gelombang S, dan amplitudo transmisi gelombang S seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.5.
33
B BAB III TEO ORI DASAR R
Gam mbar 3.5. Paartisi energi gelombang seismik padda bidang refflektor (Russell, 19999, opcite Direzza, D 2005))
Persaamaan dasaar AVO pertama kali diperkenalkkan oleh Zooeppritz yaang m menggamba arkan koefisiien refleksi dan transm misi sebagai fungsi darii sudut dataang p pada mediaa elastik (deensity, P-waave velocityy, and S-waave velocityy). Knott dan d Z Zeopprit melakukan m a analisa koeefisien refleeksi berdassarkan hal tersebut dan d p persamaanny ya dapat dituuliskan dalam m bentuk peersamaan maatriks. ª sin T 1 « cos T 1 « « « sin 2T 1 « « cos 2I 1 «¬
cos I 1
sin T 2
sin I 1
cos T 2
D1 cos 2I 1 E1 E 1 sin 2I 1 D1
U 2D 1 E 2 sin 2T 2 U 1D 2 E 1 2 U D 2 2 cos 2I 2 U 1D 1 2
cos I 2
º »ª Aº »« » U 2D 1 E 2 » B c 2I 2 » « » cos «C » U1E1 »« » U E 2 2 siin 2I 2 » ¬ D ¼ »¼ U 1D 1 sin I 2
ª sin T 1 º « cos T » 1 » « « sin 2T 1 » « » ¬ cos 2I 1 ¼
(117)
34
BAB III TEORI DASAR
dimana :
A = Amplitudo gelombang P refleksi
T1 = sudut datang gelombang P
B = Amplitudo gelombang S refleksi
T 2 = sudut bias gelombang P
C = Amplitudo gelombang P transmisi
I1 = sudut pantul gelombang S
D = Amplitudo gelombang S transmisi
I2 = sudut bias gelombang S
D
kecepatan gelombang P
E
kecepatan gelombang S
U
densitas
Walaupun persamaan Zoeppitz baik dalam menghasilkan amplitudo dari sebuah gelombang-P yang terpantulkan, tetapi persamaan ini tidak memberikan pengertian bagaimana hubungan amplitudo dengan berbagai parameter fisik batuan. Aki dan Richards membuat suatu pendekatan yang merupakan linearisasi dari persamaan Zoeppritz yang kompleks dengan memisahkan kecepatan dan densitas :
R(T )
a
'Vp 'U 'Vs b c Vp Vs 'U
(18)
dimana : a
1 cos 2 T
1 tan 2 T , 2
c
b
0.5 [(
2Vs 2 ) sin 2 T ] , Vp
U
4(
Vs 2 ) sin 2 T , Vp
U1 U 2 2
, 'U
U 2 U1 ,
35
BAB III TEORI DASAR
Vp
Vp1 Vp 2 , 'Vp Vp 2 Vp1 , 2
Vs
Vs1 Vs 2 , 'Vs Vs 2 Vs1 , 2
T
T1 T 2 2
,
Persamaan lain yang memodifikasi persamaan Aki – Richards diperkenalkan oleh Wiggins. Persamaan ini dikenal dengan persamaan ABC karena dalam persamaan ini terdapat 3 term, yaitu : A yang disebut intercept, B yang disebut gradient, dan C yang disebut curvature. Rp (T )
A B sin 2 T C tan 2 T cos 2 T (19)
dimana : A
1 ª 'Vp 'Vs º , 2 «¬ Vp Vs »¼
B
§ Vs · 'Vs § Vs · 'U 1 'Vp 4¨¨ ¸¸ 2¨¨ ¸¸ , 2 Vp © Vp ¹ Vs © Vp ¹ U
C
2
1 'Vp , 2 Vp
2
Fatti juga mengembangkan persamaan lain dari persamaan Aki – Richards. Persamaan ini biasa digunakan untuk memisahkan koefisien refleksi P-wave dan Swave. Rp (T )
dR po eR so fR D
(20)
dimana : d
1 tan 2 T ,
R po
1 ª 'Vp 'U º , 2 «¬ Vp U »¼
36
BAB III TEORI DASAR
Vs 2 sin 2 T , Vp 2
Rso
1 Vs 2 sin 2 T tan 2 T , 2 2 Vp
RD
e
8
f
2
1 ª 'Vs 'U º , 2 «¬ Vs U »¼ 'U
U
Connoly mengajukan suatu persamaan EI yang didasari atas analogi antara persamaan AI untuk sudut sama dengan nol juga dapat berlaku pada EI untuk sudut yang tidak sama dengan nol. Dari analogi tersebut dan dengan menggunakan persamaan ABC 3 term didapatkan persamaan :
EI (T ) Vp (1 tan T )Vs ( 8 K sin 2
2
T)
U (14 K sin
2
T)
(21)
dimana : K
Vs 2 Vp 2
Untuk sudut lebih besar dari 30°, persamaan EI yang dihasilkan dari persamaan ABC 3 term kurang baik solusinya karena persamaan ini tidak memberikan hasil yang lurus. Untuk sudut lebih besar dari 30° persamaan EI yang digunakan hanya menggunakan 2 term saja.
EI (T ) Vp (1sin T )Vs ( 8 K sin 2
2
T)
U (14 K sin
2
T)
(22)
Whitcombe memodifikasi persamaan EI dengan memperkenalkan konstanta referensi. Modifikasi ini dilakukan untuk menyamakan skala nilai EI pada sudut yang berbeda.
37
BAB III TEORI DASAR
ª§ Vp EI (T ) Vp 0 U 0 «¨¨ «© Vp 0 ¬
· ¸¸ ¹
1sin T 2
§ Vs ¨¨ © Vs0
· ¸¸ ¹
8 K sin T 2
§ U ¨¨ © U0
· ¸¸ ¹
1 4 K sin T º 2
» » ¼
(23)
dimana Vp0, Vs0, 0 adalah konstanta referensi. 3.4.
Inversi Seismik
Inversi seismik didefinisikan sebagai teknik pemodelan geologi bawah permukaan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrolnya (Sukmono, 2007). Model geologi yang dihasilkan oleh seismik inversi adalah model impedansi di antaranya berupa AI, SI atau EI yang merupakan parameter dari suatu lapisan batuan, bukan merupakan parameter batas lapisan seperti RC. Oleh karena itu, hasil seismik inversi lebih mudah untuk dipahami dan lebih mudah untuk diinterpretasi. Dari model impedansi ini dapat dikorelasikan secara kuantitatif dengan parameter fisik dari reservoir yang terukur pada sumur seperti porositas, saturasi air, dan sebagainya. Apabila korelasi antara hasil inversi dan data sumur cukup baik, maka hasil inversi dapat digunakan untuk memetakan parameter data sumur tersebut pada data seismik. Metode seismik inversi dapat dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan data seismik yang digunakan (Gambar 3.6), yaitu : post-stack seismic inversion dan pre-stack seismic inversion. Data seismik post-stack adalah data seismik yang mengasumsikan amplitudo seismik hanya dihasilkan oleh R(0), sehingga post-stack seismic inversion hanya dapat digunakan untuk menghasilkan tampilan model AI saja. Sementara data
38
BAB III TEORI DASAR
seismik pre-stack masih mengandung informasi sudut (R()), sehingga pre-stack seismic inversion dapat digunakan untuk menghasilkan parameter –parameter, selain AI, seperti : EI, Vp/Vs, serta lambda-rho dan mu-rho.
Gambar 3.6. Metoda inversi seismik (Russel, 1988, opcite, Sukmono, 2007)
3.4.1 Inversi Bandlimited
Metoda inverse Bandlimited merupakan istilah lain dari Recursive Inversion. Dinamakan bandlimited karena trace akhir impedansi memiliki band frekuensi yang sama seperti pada data seismik. Metoda ini merupakan metoda inverse paling awal dan paling sederhana. Metoda ini dimulai dari definisi tentang koefisien refleksi yang
39
BAB III TEORI DASAR
ditulis dalam persamaan (3). Sehingga impedansi lapisan ke-i + 1 dapat dihitung dari lapisan ke-i dengan persamaan :
Z i 1 Zi *
1 ri 1- ri (24)
Dimulai dari lapisan pertama, impedansi dari setiap lapisan berturut-turut dapat diketahui secara rekursif menggunakan persamaan dibawah ini :
Zn
§ 1 ri · Z1 * 3 ¨ ¸ © 1- ri ¹
(25)
Proses ini dinamakan sebagai inverse rekursif diskrit (discrete recursive inversion) yang menjadi dasar dari teknik inverse lainnya. Beberapa kelemahan dari metode ini di antaranya: 1. tidak adanya control geologi pada saat melakukan inversi. 2. sulit untuk mendapatkan komponen frekuensi rendah dan tinggi yang hilang pada saat proses konvolusi seismik. 3. Mengabaikan wavelet dari seismik dan hanya menggunakan asumsi wavelet berfasa nol 4. Bising (noise) pada data seismik dianggap sebagai signal (reflector) dan dimasukkan dalam proses inversi.
40
BAB III TEORI DASAR
3.4.2 Inversi Model Based Inversi Model Based mengikuti model konvolusi seperti pada persamaan (4). Pada inversi model based, reflektivitas disefiniskan sebagai sekuen yang memberikan kecocokan yang paling baik pada data seismik. Dengan kata lain, kita mencari reflektivitas yang dikonvolusikan dengan wavelet untuk memberikan pendekatan terbaik dengan trace seismik. Inversi model based dikembangkan untuk memecahkan masalah yang muncul pada metoda rekursif diantaranya yaitu : pengaruh akumulasi noise, bad amplitude recovery, dan band limited seismic data (Sukmono, 2007). Ada dua masalah utama pada metode model based, yaitu: (Sukmono, 2007) 1. tidak menggunakan data seismik pada saat melakukan proses inversi, hanya digunakan untuk mengekstrak wavelet. 2. Hasil yang didapat berbeda-beda tergantung dari interpretasi kita. 3.4.3 Inversi Spare Spike Inversi Sparse Spike (Sparse Spike Inversion) menggunakan asumsi bahwa hanya spike yang besar yang memiliki arti yang gunakan dalam proses inversi. Metoda ini mencari spike yang besar dengan memeriksa trace seismik. Deret reflektivitas satu spike dibuat dalam satu waktu. Spike tersebut ditambahkan sampai trace termodelkan secara akurat. Spike yang baru lebih kecil daripada sebelumnya.
41
BAB III TEORI DASAR
Ada beberapa metode dekonvolusi dalam proses Sparse Spike, yaitu: 1. Metode dekonvolusi dan inversi Linear Program. 2. Metode dekonvolusi dan inverse Maximum Like-Hood. 3. Dekonvolusi minimum entropy Inversi spare spike menggunakan parameter yang sama dengan inversi model based. Parameter yang harus ditambahkan adalah parameter untuk menghitung berapa banyak spike yang akan dipisahkan dalam setiap trace.
42