BAB III PERKAWINAN ANTAR AGAMA MENURUT KRISTEN KATOLIK
A. Pengertian Sakramen Perkawinan Dimensi sakramen cinta perkawinan telah dikenal sejak awal sejarah kristianitas. St. Paulus memasukkan perkawinan di antara karisma-karisma, sebagai penampakan kehadiran roh dalam hidup dua orang demi pembangunan gereja. Harapan St. Paulus akan kedatangan kembali Yesus sudah bangkit yang akan segera terjadi membuatnya ucapan yang bernada agak negatif tentang perkawinan yang dihayati dalam iman yang menyempurnakan. Ia menyatakan bahwa hidup dengan pasangan kristiani dapat menguduskan pasangan yang beriman dan anak-anak kesatuan mereka. Ia menyebut saling cinta kasih suami istri sebagai misteri besar atau lambang. Kesatuan mesra antara kristus dan gereja-nya. St. Agustinus kemudian menggunakan teks untuk membahas hakikat sakramen perkawinan. Perkawinan bukanlah sakramen yang sekedar diterima oleh pasangan suami istri, akan tetapi sakramen lebih ditekankan pada bagaimana kedua insan yang berbeda jenis kelamin menjadi sumi istri. Pasangan yang saling mencintai tanpa syarat, pengampunan dan penyerahan diri menjadi perwujudan sakramental. Perkawinan merupakan komitmen untuk seumur hidup bahwa cinta bukanlah perasaan, melainkan keputusan sesuatu yang harus dijalani setiap hari. Menjanjikan cinta semacam itu kepada pasangan menjadi panggilan sakramental karena mangantarai cinta dan kesetiaan Allah kepada orang lain. Gereja berusaha membantu pasangan-pasangan dalam pertimbanganpertimbangan
mereka,
meski
usaha-usahanya
melembagakan
proses
pertimbangan melalui hukum kanonik tentang perkawinan dan kuesionernya sebelum perkawinan masih belum sempurna. Sejak konsili Trente berusaha memperbarui praktek kristiani pada abad ke-16, orang-orang Katolik telah dituntut untuk mentaati “bentuk kanonik” untuk sahnya perkawinan mereka.
37
Mereka dituntut untuk merayakan perkawinan di dalam gereja di hadapan imam atau diakon beserta dua orang saksi.1 Persatuan antara Allah dan umat-nya mendapatkan pemenuhannya yang definitif dalam Yesus Kristus, sang mempelai yang mengasihi dan memberikan diri sebagai penyelamat bangsa manusia dengan mempersatukan bangsa manusia dengan dirinya sebagai tubuh-nya. Ia mewahyukan kebenaran sejati dari perkawinan, kebenaran pada asal usulnya2 dan membebaskan dari keadaan hatinya yang membantu, ia memampukan manusia untuk mewujudkan kebenaran ini secara utuh menyeluruh. Pewahyuan ini dalam kasih karunia dari Allah kepada manusia dengan mengambil kodrat manusia. Yesus Kristus korban diri-nya disalin untuk mempelai gereja-nya. Korban ini dinyatakan seutuhnya rencana Allah, rencana yang telah diterakan-nya pada kemanusiaan pria dan wanita sejak penciptaan mereka. Perkawinan yang sudah dibaptis sebagai lambang dari perjanjian baru dan abadi. Hubungan kasih yaitu hubungan suami istri seperti hubungan kristus dan jemaat.3 Kristus
Suami Utuh Monogam
utuh “ seperti “
kasih
kasih
Abadi Tidak cerai
abadi Istri “ tanda “
1
Jemaat “arti/maksud”
Thomas P. Raush, Katolisme Teologi Bagi Kaum Awam, op. cit., hlm. 175
2
Amanat Paus Yohannes Paulus II, Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modern,, (Yogyakarta: Kanisius, 1994 ) hlm.30 3 P. Albert Maria Ru’a, Pr, Perkawinan Sakramental, (Makasar: Yayasan Pustaka Nusantara, 2002 ) hlm. 22
38
Diagram di atas menunjukkan bahwa hubungan antara kedua insan yang disatukan rasa cinta serta limpahan kasih kristus menjadikan suami istri akan memperoleh kekekalan abadi. Oleh karenanya Katolik tidak mengenal asas poligami dan yang diutamakan adalah monogami yang abadi. Dengan monogami suami atau istri yang merupakan bagian jema'at akan memperoleh keutuhan kasih dari kristus, karena dengan poligami keutuhan kasih yang melimpah pada sepasang insan akan terbagi. Keutuhan kasih kristus inilah yang melandasi mengapa Katolik menolak poligami. Hubungan Kristus dengan jemaat dapat disingkat dalam satu kata “hubungan kasih”. Besarnya kasih tersebut dilukiskan oleh Yesus dalam Injil Yohanes yang menyatakan bahwa “tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabatnya” (Yoh 15: 13). Kasih Kristus terhadap umatnya digambarkan oleh Rosul Paulus sebagai kasih seorang suami terhadap istri. Tuhan Yesus adalah sang pengantin pria, yang dalam perjanjian lama dinyatakan sebagai suami bangsa Israel.4 Allah mengasihi pernikahan sebagai ikatan perjanjian di antara keduanya yang mengkui secara sah dengan syarat menerima: 1. Pertanggungjawaban penuh di bidang sosial dan legal. 2. Ketergantungan penuh di bidang sosial dan legal. Pernikahan sebagai lambang kesatuan gereja dan Kristus. Kristus telah mengasihi jemaat dan menyerahkan dirinya untuk menguduskan sesudah memandikan dengan firman supaya dihadapkan cemerlang. (Efesus 5: 22: 31).5 Marthin Luther mengatakan pernikahan adalah karunia dari Tuhan sebagai hidup yang manis dan paling berharga, murni.6 Dasar menikah sesuai dengan ajaran Kristus sebagai rasa hormat akan kesejahteraan.
4
Dorothy I. Marx, Itu’kan Boleh ?, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1997) hlm. 54
5
Gordon Lindsay, Pernikahan, Perceraian dan Pernikahan Ulang, (Jakarta: Imanuel, 1990) hlm. 11 6
Richard J. Foster, Tantangan Untuk Kehidupan Yang Berdisiplin, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup: 1995 ) hlm.132
39
Menurut Konsili Vatikan II rahmat sakramen menuaikan panggilan dan keputusan mereka. Hal ini dirumuskan dalam konstitusi gaudium et spes: “persekutuan hidup kasih yang diadakan oleh sang pencipta dan dikukuhkan hukum-hukumnya dibangun oleh janji pernikahan tidak dapat ditarik kembali”.7 Ikatan suci demi kesejahteraan tidak tergantung dari kemauan manusiawi semata. Cinta kasih dikuduskan berkat sakramen Kristus dan cinta kasih sebagai ramah untuk menerima orang dari luar dan memberi kebahagiaan bersama.8 Konsili Vatikan II juga menegaskan janji-janji pernikahan sebagai berikut: “Janji pernikahan untuk memelihara ikatan yang paling berharga di dunia orang-orang berdosa dan melalui janji-janji ini akan mencapai suatu tingkat persesuaian
dan
persatuan
yang
menyakinkan
demi
tercapainya
kebahagiaan”.9 Pernikahan melibatkan satu perjanjian di hadapan Allah. Pernikahan bukan hanya satu kesatuan antara pria dan wanita yang melibatkan hak-hak perkawinan tetapi merupakan satu kesatuan yang dilahirkan dari satu perjanjian dari janji-janji yang timbal balik. Komitmen ini tersirat dari sejak dalam konsep meninggalkan orang tua dan bersatu dengan istrinya. Janji pernikahan dinyatakan paling gamblang oleh Nabi Maleakhi ketika dia menulis10: “Tuhan telah menjadi saksi antara engkau dan istri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan istri seperjanjianmu”. (Maleakhi 2 : 14). Kitab Amsal juga berbicara tentang pernikahan sebagai satu perjanjian atau komitmen satu sama lain. Kitab ini mengutuk pezinah yang meninggalkan teman hidup masa mudanya dan melupakan perjanjian Allahnya. (Amsal 2: 17).
7
St. Darmawijaya Pr, Rahmat dalam Sakramen, (Yogyakarta: Kanisius, 1996) hlm.41
8
BS. Mardiatmadja Sj, Panggilan Hidup Manusia, (Yogyakarta: Kanisius, 1992 ) hlm. 48
9
Ray Mossholdem, Pernikahan Plus, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1990) hlm. 53
10
Norman L. Geiser, Etika Kristen (Pilihan dan Isu), (Malang: Departemen Literatur Saat, t.th) hlm. 355
40
Bagian ini menjelaskan bahwa pernikahan bukan hanya satu perjanjian, tetapi satu peristiwa di mana Allah menjadi saksi. Allahlah yang mengadakan pernikahan dan dialah yang menyaksikan janji tersebut. Sakramen memberi kenangan rahmat dan kewajiban mengenangkan karya-karya agung Allah dan memberi kesaksian tentangnya di hadapan anakanak mereka sebagai perwujudan konkret, sakramen memberi mereka rahmat dan kewajiban yakni tuntunan cinta kasih untuk hidup dan memberi pengampunan dan penebusan. Sakramen sebagai saksi tentang harapan akan perjumpaan dengan Kristus di masa mendatang. Pernikahan sebagai peristiwa penyelamatan (inkarnasi yang mencakup wafat dan kebangkitan kristus) direpresentasikan sebagai awal dan dasar relasi tetap. Itulah ciri khas sakramen perkawinan pada awalnya. Arti simbolis pernikahan disebut sebagai suatu peristiwa penyelamatan (P. Yohannes Paulus II, Fam. Coms. No. 15, 16), suatu kejadian penyelamatan oleh karena melalui pernikahan untuk pertama kalinya menjadi tampak bahwa relasi suami istri, anggota gereja Kristus terletak pada tingkat tata penyelamatan. Peristiwa tersebut terjadi jika Yesus Kristus memberikan daya penyelamatan itu kepada manusia berupa roh kudus. Peristiwa penyelamatan historis inilah yang bermuara pada gereja.11 Yesus Kristus tetap hadir dan menyertai umat-nya (Mat 28 : 20) tempat dan tanda kehadiran Yesus adalah gereja yakni umat beriman dan percaya, berkumpul karena panggilan-nya. Perayaan sakramen sebagai perayaan gereja, misteri pribadi Kristus dan karya-karyanya dihadirkan dan dirayakan. Jalan masuk untuk menikmati dan mengambil bagian dalam misteri Kristus dan penebusan-nya itu. Yesus Kristus dapat ditemui dalam sakramen. Roh kuduslah yang menghadirkan misteri Kristus kepada gereja.12
Dengan
demikian peranan atau hadirnya Yesus Kristus dalam menebarkan roh kudusnya ke dunia inilah yang menjadi simbol bagi umat Kristen dalam memperoleh rahmat Allah. 11
C. Groenem Ofm, Perkawinan Sakramental, (Yogyakarta: Kanisius, 1992) hlm. 387
12
E. Martasudjfm, Pengantar Liturgi, (Yogyakarta: Kanisius, 1999) hlm. 164
41
B. Pentingnya Sakramen dalam Perkawinan Sakramen dalam gereja Katolik merupakan titik khusus pertemuan manusia dengan Tuhan di mana anugerah dan rahmat dilimpahkan Tuhan.13 Sakramen bagi orang Katolik adalah penghayatan iman. Oleh karena itu membicarakan dogma sakramen haruslah meliputi semua aspek, yang merupakan penjabaran dari dogma gereja (Katolik). Sakramen berasal dari kata sacramentum yang dapat diterjemahkan dengan benda suci, perbuatan suci atau rahasia suci. Menurut Van Wiftrik sacramentum digunakan sebagai sumpah setia di kalangan tentara Romawi dan digunakan di lapangan pengadilan untuk menanamkan barang pertaruhan dalam perjanjian antara dua pihak yang sedang bersengketa. Kata sacramentum berasal dari kata sacrum yang berarti kuil, karena barang taruhan itu harus diserahkan kepada perbendaharaan kuil.14 Kata sakramen berarti sumpah yang diikrarkan dalam agama Kristen melalui upacara peribadatan.15 "Sacraments is internet early cristian usage the word sacramentum, though applied especially to baptims and eucharist, was widely used as the name of any ritual observance among cristians as well as of any sacred thing".16 Sakramen adalah sacrum yang kudus di kalangan umat Katolik sebagai tanda menguduskan arti luas kristus dan gereja. Hal ini penting bagi umat beriman dalam tahap penting dari lahir sampai mati, yang mana dalam konsili Brente (1545-1563), gereja mengajarkan 7 sakramen.17
13 Y. Riberu, Metode dan Sistem dalam Mempelajari Agama Katolik, Ceramah Ilmu Perbandingan Agama, (t.tp: t.p., 1993) 14
Ahmad Mubarok, Perbandingan Agama Islam dan Kristen Studi Tentang Sakramen Gereja, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1985) hlm. 32 15
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bangsa. Kamus Besar bahasa Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka, 1993 ) hlm. 770 16
James Hasting Vo.Lo, Encyclopodein of Religion and Ethics, (t.tp.: Scibners, t.th.) hlm.
897 17
Tim Penyusun, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1994, jilid ke-14 ) hlm. 336
42
Bible tidak mengenal istilah sakramen, karena terjadinya istilah sakramen dalam peribadatan Kristen itu tidaklah diketahui dengan pasti. Di kalangan aliran-aliran Kristen, pengertian theologis dari sakramen tidaklah sama, tapi secara umum dapat dikatakan bahwa sakramen adalah upacara keagamaan Kristen yang dianggap suci, penuh misteri dan berasal dari perbuatan Yesus Kristus. Bagi tiap-tiap golongan mempunyai penekanan yang berbeda-beda. Gereja Katolik menekankan sakramen sebagai perolehan karunia, sedang gereja Protestan menekankan sebagai lambang atau tanda dari firman Allah. Golongan radikal sekte Bala Keselamatan tidak mengakui perlunya sakramen dalam keselamatan. Gereja Katolik mengakui tujuh jenis sakramen tidak boleh kurang dan tidak lebih, sedang gereja Protestan pada umumnya hanya mengakui dua sakramen saja. Katekismus Katolik berpendapat bahwa sakramen sebagai pembuatan kudus dalam ibadat gereja yang diadakan oleh Yesus Kristus supaya ia tetap dapat bertemu dengan mereka yang menerimanya dalam iman dan cinta kasih.18 Artinya sakramen dalam agama Kristen Katolik adalah alat untuk memperolah karunia. Menurut Katekismus Heidelberg sakramen adalah tandatanda suci yang kelihatan dan materai yang sudah ditetapkan oleh Allah supaya yang mempergunakan hal tersebut akan semakin diterangkan dan dimateraikan pada janji-janji Injil yaitu bahwa korban Kristus yang satusatunya, keampunan dosa dan hidup kekal oleh karena anugrah.19 Istilah sakramen masuk ke dalam theologia ada hubungannya dengan istilah sakramen dalam lapangan pengadilan sebagai petaruh atau jaminan. Menurut Van Niftrik yang melazimkan kata sekramen dalam theologi adalah Tertullianus (+220 M) seorang ahli hukum Romawi dari Afrika Utara.20 Perbedaan penekanan antara gereja Katolik dengan Protestan adalah sejajar dengan prinsip keyakinan mereka. Gereja Protestan menekankan faktor iman sebagai hal yang mutlak bagi keselamatan seseorang, sedangkan gereja 18
W. Straathof, Katekismus Katolik, (Yogyakarta: Kanisius, 1972 ) hlm. 28
19
Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1970 ) hlm. 28
20
Ahmad Mubarok, Perbandingan Agama Islam dan Kristen…, op. cit., hlm. 33
43
Katolik tetap mempertahankan nilai dan harga khas dari perbuatan (kebijakan) seseorang. Gereja Katolik juga mengakui sakramentalia yaitu benda-benda yang suci yang dianggap memberi karunia dengan perantara do’a. Benda-benda sakramentalia misalnya patung, tanda salib, rosio, air suci dan lilin. Konsep sakramentalitas diungkapkan dalam perjanjian baru dan gereja perdana dengan kata Yunani mysterion, yang dalam penggunaan sekular berarti rahasia atau tersembunyi. St. Paulus menggunakan kata mysterion untuk melukiskan kebijaksanaan Allah yang penuh misteri yang diwahyukan melalui kematian dan kebangkitan Yesus. Gereja pasca perjanjian baru kata mysterion digunakan untuk upacara, lambang-lambang, benda liturgis, berkatberkat dan perayaan-perayaan Kristiani. Pada abad pertengahan kata sakramen dibatasi penggunaannya untuk kegiatan resmi gereja tertentu. Petrus Lambardus yang meninggal pada tahun 1160 dalam bukunya De Sententiis membedakan tujuh sakramen sebagai penyebab rahmat dan sakramentalsakramental lain. Teologi sakramental bertumpu pada karya Karl Rahner dan Edward Schillebeeckx, melihat Yesus di dalam pelayanan historis sebagai sakramen Allah yang fundamental.21 Seperti diakui oleh perjanjian baru dan tradisi kristiani selanjutnya Yesus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia. Yesus dalam penyembuhan orang sakit dan penghiburan, pengampunan para kaum pendosa, penerimaan, perjamuan-nya bersama para murid dan cinta kasih pada kaum miskin dalam kemenangan-nya atas dosa dan maut, kebangkitan-nya di sisi kanan bapa, kasih dan perhatian Allah yang tak terbatas terhadap umat manusia menjadi kelihatan dan masuk ke dalam sejarah umat manusia. Gereja dalam Kristus bagaikan sakramen yakni tanda dan sarana prasarana persatuan dengan Allah yang membuat kasih dan perhatian di dunia. Gereja hidup dan melaksanakan pelayanan-nya dalam mendekatkan Allah, 21
Thomas P. Rausch, Katolisisme Teologi Bagi Kaum Awam, (Yogyakarta: Kanisius, 2001) hlm. 144
44
mendamaikan, memberkati Yesus adalah sakramen Allah, gereja adalah sakramen Yesus, gereja membuat kasih Allah yang diwahyukan dalam Yesus menjadi kelihatan dalam berbagi saat sakramental dan dalam tanda-tanda resmi rahmat yang disebut sakramen. Sakramen mengambil dari unsur-unsur alam air, makanan, minyak, terang, kegelapan dan angin. Sakramen harus menjadi lambang yang tulus, sakramen mengungkapkan hakikat gereja sebagai tubuh Kristus yang hadir di dunia yang membagikan hidup baru dalam roh Yesus (Baptus), pengampunan dosa (rekonsiliasi), melayani orang sakit (sakramen orang sakit), merayakan perkawinan, mewujudkan kepemimpinan dalam jemaat gereja (Tahbisan) dan mengakui kehadiran-nya kepada umatnya sendiri dalam perjamuan ekaristi. Pada awal periode agama Kristen, peribadatan jemaat belum ada keseragaman jenis-jenis sakramen maupun bentuk upacaranya tidak sama antara jemaat satu dengan lainnya. Kota Roma sebagai pusat jemaat memiliki corak tersendiri dalam liturgi jemaat. Pada abad XIII gereja Roma Subah memelihara
tujuh
jenis
sakramen,
tapi
belum
mengutuk
adanya
jenis-jenis dan bentuk-bentuk sakramen yang ada pada jemaat lain. Pada Konsili Trente (1545-1563 M) setelah Martin Luther menyerang dogma sakramen ditetapkan secara mutlak yaitu ritus Romawi. Ketujuh sakramen itu ialah:22 1. Sakramen pemandian / pembaptisan Pembaptisan berasal dari kata yunani “baptizo” yang berarti terjun, menyelam. Sakramen pembaptisan merupakan upacara penerimaan seseorang menjadi pemeluk Katolik, sehingga yang belum dibaptis dianggap belum sah Katoliknya. Pembaptisan dilakukan sekali seumur hidup dan yang membaptis adalah pastur. 2. Sakramen penguat Sakramen ini untuk menguatkan orang yang menerimanya dengan roh kudus. Gereja Katolik mendasarkan sakramen ini pada tradisi Petrus di
22
FX. Wibowo Ardhi, Arti Sakramen, (Yogyakarta: t.p., 1992 ) hlm. 8
45
Samaria23 yang menceritakan bahwa Petrus dan Yahya sedang membaptiskan orang-orang Samaria, tapi roh kudus tidak kunjung turun. Baru setelah Petrus dan Yahya meletakkan tangannya ke atas kepala orang-orang itu roh kudus pun turun. Tradisi ini diwarisi oleh jemaat dengan berbagai perubahan. 3. Sakramen ekaristi Ekaristi berasal dari kata Yunani “eucharistein” dan dalam bahasa Belanda disebut “eucharistie” yang berarti pengucapan syukur yang merupakan salah satu unsur upacara sakramen. Misa berasal dari kata Yunani missio yang artinya pembubaran yaitu bagian akhir dari sakramen ekaristi. 4. Sakramen pengampunan dosa Sakramen pengampunan dosa dinamakan sakramen pengakuan yang terdapat dua unsur yaitu pengakuan dosa dan unsur pengampunan dari imam. Gereja Katolik mengajarkan bahwa dosa manusia selain dosa warisan dapat diampuni oleh Tuhan melalui para imam sebagai wakil Kristus di bumi. 5. Sakramen peminyakan Sakramen peminyakan dinamakan sakramen orang sakit karena dalam sakramen ini dilakukan pengurapan minyak kepada orang sakit. Penerima sakramen peminyakan adalah orang Katolik yang diduga segera akan meninggal dunia baik karena sakit atau kecelakaan. 6. Sakramen perkawinan Cinta antara pria dan wanita mencapai perwujudan yang paling luhur dalam sakramen perkawinan. Upacara suci ini, suami-istri menyatakan saling mengikat dan menyerahkan diri secara bebas, seutuhnya dan untuk seumur hidup melalui suatu janji. Perjanjian kedua mempelai menjadi tanda yang menandakan rahmat. Perwujudan perjanjian antara Kristus dan gereja-nya dalam hubungan Kristus-gereja menjadi hubungan suami-istri.
23
Alkitab, Kisah Rosul 8, ayat ke-17
46
7. Sakramen imamat Sakramen orang yang dilantik dan diangkat untuk memimpin umat sebagai pembantu uskup. Tahbisan imam termasuk dalam hirarki gereja. Sakramen imamat kuasa roh kudus dan anugerah istimewa diberikan untuk melaksanakan tugasnya mengembalakan umat. Imajinasi sakramental mencerminkan prinsip sakramental perasaan mendalam bahwa kehadiran Ilahi yang tak kelihatan dinyatakan melalui benda-benda ciptaan yang berfungsi sebagai lambang. Langdon Gilkey bagi orang Katolik misteri Ilahi disampaikan tidak hanya melalui kesadaran rasional atau ekstasi, tetapi melalui berbagi lambang yang berkaitan dengan segala segi kehidupan. Setiap lambang menyarankan untuk melihat secara intuitif sesuatu yang secara misteri ke dalam kebaikan, kasih, belas kasih, kehadiran Allah dapat menjadi sakramental. Orang Katolik memiliki penghargaan yang mendalam terhadap lambang-lambang religius yang menjadi ungkapan misteri-misteri kristiani. Tindakan-tindakan sakramentalia itu ada dimensi sosialnya, karena dilalukan secara publik. Sakramentalia menjadi saksi untuk dan mengingatkan orang lain akan kehadiran Allah di tengah manusia. Katolisisme mengadakan sakramen ini bahwa rahmat24 sakramen mempunyai hubungan dengan Allah yang dilambangkan dan diwujudkan dalam sakramen (baptis orang dimasukan ke dalam karya penyelamatan Allah yang terjadi dalam dam melalui gereja Nyadon tahbisan orang dipersatukan dengan Allah sebagai pelayan-nya dan lainya).
C. Prinsip-Prinsip Perkawinan Kristen Katolik Persekutuan antara Allah dan umat-Nya mencapai pemenuhannya dalam Yesus Kristus, Sang mempelai yang penuh kasih sayang dan menyerahkan diri sebagai penyelamat umat manusia dengan menyatukannya dengan diri-Nya sebagai Tubuh-Nya. Yesus mewahyukan kebenaran asli tentang pernikahan, 24
Rahmat yang dimaksudkan adalah karunia yang diberikan kepada umat untuk masuk surga. Dalam lukas 1 : 30 rahmat adalah sifat Allah.
47
kebenaran “pada awal mula.” Dengan membebaskan manusia dari ketegaran hatinya, ia menjadikan mampu mewujudkan kebenaran itu sepenuhnya. Pewahyuan itu mencapai kepenuhannya yang definitif dalam kurnia kasih yang dianugrahkan oleh sabda Allah kepada umat manusia dengan mengenakan kodrat manusiawi dan Yesus Kristus disalib demi mempelai-Nya yakni gereja. Korban itu diwahyukan seutuhnya rencana yang oleh Allah dicantumkan dalam kemanusiaan pria maupun wanita sejak mereka diciptakan. Suatu pernikahan yang telah dibaptis menjadikan hilangnya kebimbangan yang nyata dan sebagai awal bagi perjanjian baru dan kekal yang dimateraikan dalam darah Kristus. Roh Kudus yang dicurahkan oleh Tuhan menganugerahkan hati baru. Kasih suami-istri mencapai kepenuhan yang merupakan tujuan intriknya, yakni cinta suami-istri. Adapun cara yang ditempuhnya adalah dengan ikut serta rahmat Allah dan dipanggil untuk menghayati cinta kasih Kristus sendiri, yang menyerahkan diri di salib. Oleh karenanya dalam sakramen perkawinan, ada beberapa gagasan yang melingkupinya, yaitu:25 1. Keluarga Kristen mendapat panggilan khusus untuk menyatakan dan mengungkapkan
perjanjian
paska
Kristus
dengan
memancarkan
kegembiraan cinta dan kepastian harapan hidup kekal. Gereja mengakui bahwa perkawinan sebagai sakramen perjanjian antara suami-istri adalah suatu “rahasia besar” karena menyatakan dan merayakan cinta Kristus pada gereja-Nya. Santo Paulus menulis: “Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diriNya baginya untuk menguduskannya, sesudah ia menyucikan dengan memandikannya dengan air dan firman”. (EF 5 : 25-26) 2. Kristus adalah mempelai Gereja. Hal ini dinyatakan Kristus dengan kehadiran-Nya pada perjamuan nikah di Kana, melalui korban salib-Nya dan sakramen-sakramen Gereja. Oleh karenanya suami-istri menemukan cinta kasih mereka dalam diri Kristus. Penciptaan manusia, pria dan 25
Yeremis Bala Pito Duan, MSF., Keluarga Kristiani, (Yogyakarta : Kanisius, 2003) hlm.
26
48
wanita serta memanggil mereka untuk menjadi “satu daging”, mereka mengungkapkan dan menyatakan “rahasia agung” dari persatuan Kristus dan Gereja. Keluargalah paling kentara kasih Kristus kepada Gereja-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam cinta suami-istri, cinta ayah-ibu kepada anak, cinta kepada saudara-saudara, cinta kepada sesama. 3. Pada kenyataannya, cinta suami-istri yang berpolakan cinta pengorbanan Kristus terkadang jadi mengering dan bahkan luntur-menguap oleh egoisme. Cinta kasih suami-istri menjadi rapuh dan hidup bersama tidak lagi indah dan membahagiakan. Untuk suami-istri perlu dan selalu harus kembali menimba rahmat dan kekuatan dari sumbernya, yakni cinta sakrifisial Kristus yang dengan setia dan taat memberikan hidup seutuhnya kepada Gereja sang mempelai-Nya. 4. Pernyataan refleksi Mengapa hidup suami-istri menandakan dan menyatakan rahasia agung perjanjian Paskah Kristus dan Gereja-Nya ? Bagaimana cinta Kristus yang penuh pengorbanan itu diwujudnyatakan dalam hidup mereka sehari-hari ? Pemeliharaan keluarga juga merupakan suatu prinsip bagi seorang Kristen bahwa ia bertanggung jawab untuk kehidupan keluarga dan sanak saudaranya. Keberhasilan memelihara keluarga dalam kebutuhan materi dapat menaikkan harga diri seorang suami, melalaikan tanggung jawab dapat berakibat buruk bagi keluarganya dan kepribadian suami. Yesus mengakui bahwa hidup tidak hanya dari jasmani (Yoh, 10 : 10) tetapi rohani juga harus dipenuhi. Dalam II Zamuel 22 : 31 “Sabda Tuhan itu murni” atau “Sabda Allah itu teruji”.26 Firman Allah tidak luntur, tidak salah meskipun telah diuji, kebenaran Allah adalah tetap. Yesus mendasarkan hidup pada Al-Kitab : “Lebih mudah langit dan bumi lenyap daripada satu titik dari hukum Taurat batal.” (Luk 16:17) Allah sebagai Pencipta alam seisinya menjadikan hidup manusia menggantungkan pada firman-Nya. Allah mengatakan bahwa untuk mencapai 26
Jonathan A. Trisna, Konseling Pra Nikah, op. cit., hlm. 4
49
kehidupan dan keselamatan yang kekal, maka harus menerima kristus sebagai Tuhan dan Allah. Prinsip yang lain adalah kasih, bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya sendiri dengan memanggil manusia menjadi ada melalui cinta kasih. Ia sekaligus memanggil manusia untuk cinta kasih. Allah adalah cinta kasih dan di dalam diri-Nya Ia menghayati misteri persatuan pribadi penuh kasih. Dengan menciptakan manusia menurut citraNya sendiri dengan senantiasa melangsungkan, Allah menuliskan dalam manusia pria dan wanita sesuai dengan kemampuan dan tanggung jawab, untuk mengasihi dan bersatu. Maka dari cinta kasih merupakan panggilan yang asasi dan sejak lahir dalam diri manusia.27 Roh yang beraga yakni jiwa yang menyatakan dirinya dalam raga dan jiwa oleh roh abadi manusia secara utuh dipanggil untuk mengasihi. Cinta kasih mencakup tubuh manusia diciptakan untuk ikut bagian dalam cinta kasih rohani. Wahyu Kristiani mengakui dua cara khusus untuk mewujudkan panggilan pribadi manusia yaitu perkawinan dan keperawanan yang merupakan nilai moral manusia paling dalam. Tempat satu-satunya yang memungkinkan terjadi pemberian diri dalam seluruh kebenarannya adalah perkawinan yakni perjanjian cinta kasih suami-istri yang sejati. Lembaga perkawinan merupakan tuntutan dari inti perjanjian di antara dua manusia yang diakui oleh masyarakat sebagai suatu yang unik dan eksklusif agar dapat hidup sesuai dengan takdir Allah. Kebebasan seseorang bukan dibatasi pada oleh kesetiaan, melainkan dari bentuk subjektivisme atau relativisme dan dijadikan bagian dalam Sang Hikmat yang berdaya cipta.28
27
Paus Yohannes Paulus II, Keluarga Kristiani, op. cit., hlm. 127
28
Ibid., hlm. 29
50
Paus Paulus VI mengeluarkan ensiklik Humanae Vital (HV) pada tanggal 25 Juli 1968 bahwa ciri khas cinta manusia dalam perkawinan ada 5 yakni:29 a) Bahwa cinta itu harus manusia penuh yaitu suatu ekspresi perasaan dan semangat/ roh yang keluar dari kesatuan hati dan jiwa. b) Bahwa cinta itu harus bersifat utuh yaitu berbagi dalam segala hal dengan pengorbanan yang tidak mengenal egoisme dan pamrih. c) Bahwa cinta perkawinan harus setia dan eksklusif hingga akhir hayat. d) Bahwa cinta itu harus membuahkan dalam arti kepada kebahagiaan dan kelahiran baru. e) Bahwa cinta harus bermoral, mengetahui sepenuhnya kewajibankewajiban mereka terhadap satu sama lain terhadap keluarga, masyarakat dan Tuhan dalam skala nilai yang benar. Kodrat perkawinan Kristiani bersifat sakramental. Jika perkawinan terjadi antara orang-orang yang dibaptis maka perjanjian perkawinan mereka diangkat ke martabat sakramen. Oleh karena itu bagi pasangan yang telah dibaptis, ketika mereka saling memberikan konsensus dalam perjanjian maka perkawinan mereka menjadi sah sekaligus sakramen.30 Pengangkatan perkawinan ke martabat sakramen oleh Kristus Tuhan di sini cukuplah dijelaskan bahwa Yesus Kristus dengan mendirikan Gereja-Nya sebagai sakramen keselamatan secara fundamental dan implisit sudah mengadakan sakramen sebagai tanda-tanda efektif rahmat penebusan. Tidak perlu pengadaan setiap sakramen dibuktikan satu demi satu dengan ayat-ayat Kitab Suci yang secara eksplisit menyatakan pengadaan sakramen perkawinan oleh Yesus.31 Umat Kristen dalam persaudaraan terbuka dan melalui reksa pastoral secara tegas memperlihatkan penghargaan dan penilaian terhadap perkawinan 29
Benyamin Yosef Bria, Pastoral Perkawinan Gereja Katolik Menurut Kitab Hukum Kanonik tahun 1983, (t.tp.: Yayasan Pustaka Nusantara : 2002) hlm. 16 30
Piet Go O Carm, Hukum Perkawinan Gereja Katolik, (Malang : Dioma, 1990) hlm. 8
31
G. Krickberger SVD, Pandangan Kristen Tentang Dunia dan Manusia, (t.tp.: Nusa Indah, 1986) hlm. 212
51
manusia pada umumnya dan perkawinan saudara seiman pada khususnya tanpa fanatisme dan puritanisme. Persaudaraan itu tidak memaksanakan ideologi. Konstitusi Pastoral “Gadium et Spes” konsili Vatikan II mengajarkan beberapa hal fundamental mengenai hidup sosial dari segi teologi. Manusia saling menghormati dan menghargai martabat orang lain untuk membantu persatuan antara manusia digunakan sesuai dengan wahyu Kristen menetapkan beberapa norma.32 Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya pelaksanaan upacara perkawinan, yaitu sakramen sebagai alat pengikat (aggrement) menjadikan manusia terangkat derjatnya karena telah melaksanakan perintah Allah dan di mata manusia akan memperoleh martabat yang terhormat. Tata cara perkawinan Katolik harus ada empat unsur : a. Ada calon suami dan istri b. Ada 2 orang saksi Katolik c. Pemimpin jemaat (pastur) kecuali dalam keadaan darurat orang awam juga bisa menikahkan. d. Bebas dari halangan perkawinan. Halangan perkawinan ada dua kategori yaitu halangan yang menyebabkan tidak sahnya suatu perkawinan dan halangan hanya bersifat tidak boleh, tapi tidak menghalangi sahnya perkawinan. Halangan perkawinan ada 15 macam : a. Religio yaitu halangan agama b. Aetas (umur) bagi laki-laki minimal 16 tahun dan wanita 14 tahun. c. Vinsulum yaitu masih ada ikatan perkawinan dengan orang lain. d. Crimen yaitu berbuat curang atau membunuh seseorang agar bisa mengawini seseorang. e. Congsanguinitas yaitu hubungan darah. Dalam hal ini yang dilarang adalah sampai tingkat ketiga ke atas, ke bawah dan samping. f. Error arca essentram matrimoni yaitu tidak mengerti tujuan perkawinan
32
Ibid., hlm. 213
52
g. Votum yaitu ikatan kaul membiara h. Impotensia i. Sacri ordines (keimanan) j. Raptus yaitu melarikan seseorang untuk dikawini sehingga diduga mengandung unsur ancaman. k. Publika honestas yaitu hukum adat setempat. l. Cognatio spiritualis yaitu orang tua baptis m. Cognatio legalis ex adoptione secundum legam civilem yaitu saudara angkat atau yang oleh hukum negara setempat dilarang. Beberapa larangan tersebut, secara jelas menyatakan dan memperkuat bahwa poligami dalam Katolik adalah dilarang. Perkawinan dalalm Katolik yang mencerminkan ikatan suci di mata Allah menjadikan sakramen, sebagai ciri perkawinan melalui pewartaan dengan
iman-kepercayaan
diterima,
maka
sakramen
perkawinan
mengandaikan pewartaan yang tetap menyertai perkawinan dan iman yang tetap menyertai. Pewartaan mengungkapkan penyelamatan dari Allah melalui Yesus Kristus yang meliputi mereka yang menikah. Pada latar belakang itu dapat dipahami bahwa awal perkawinan oleh P. Johanes Paulus II dinilai sebagai liturgi yaitu dari Allah menjadi manusia=pewartaan dan dari manusia menuju Allah=ibadah.33 Awal perkawinan merupakan liturgi. Tujuan upacara gerejawi adalah membangun suatu jemaat umat sebagai anggota dan sadar bahwa upacara gerejawi merupakan ungkapan iman tentang makna perkawinan. Jemaat dalam upacara perkawinan melakukan segi yuridis dan kemasyarakatan, mengikat janji-janji di hadapan Tuhan dan gereja.34 Partisipasi dalam penjamuan Tuhan menjamin kepenuhan keselamatan kelak, bukan secara otomatis tetapi sejauh kita membiarkan diri dijiwai dan 33
P. Albert Maria Ru’a, Pr, Perkawinan Sakramental, (Makasar: Yayasan Pustaka Nusantara, 2002 ) hlm. 378 34
Gabe Huck, Liturgi Yang Anggun dan Menawan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997) hlm.
228
53
disemangati oleh Roh Kudus yang mempersatukan Kristus dengan Allah Bapa-Roh Kudus itu roh cinta kasih.35 Upacara sakramen untuk membawa persembahan wilayah kesatuan Tuhan. Pedoman upacara yang terbaru serta susunan upacara penahbisan perkawinan Katolik adalah : 1. Pembukaan. Kedua mempelai dijemput oleh pemimpin upacara memasuki ruangan gereja, setelah direciki air suci kemudian dibawa ke depan Altar. Di atas Altar disediakan Bible, air suci dan cincin atau hadiah lainnya. Pastur menyambut dengan ucapan salam dan do’a-do’a. 2. Pembacaan Kitab Suci. Pembacaan dilakukan oleh saksi-saksi. Saksi I membaca ayat Kolose 3, 13-17 dan saksi II membaca Matius 19, 2-6. Disambung dengan wejangan singkat oleh pastur. 3. Peneguhan nikah. Kedua mempelai dipersilahkan berdiri, pastur menanyakan kepada mereka secara bergiliran tentang kesanggupan saling mentaati, menghormati dan bertanggung jawab terhadap keluarga. Saksi I mengambil Bible dan menunjukkan kepada mempelai, pastur mengatakan bahwa kitab suci itu harus dijadikan pedoman hidup bagi mereka. Kedua mempelai memegang Bible kemudian pastur menanyakan kesediaan mereka menjadi suami-istri. Setelah itu penahbisan dilakukan Pastur dengan ucapan : “Atas nama gereja “Allah”, atas nama para saksi dan hadirin sekalian, saya menegaskan bahwa perkawinan yang saudara berdua lakukan adalah sah.” Sambil membuat tanda salib Pastur mengucapkan do’a untuk kebahagiaan kedua mempelai sementara saksi meletakkan Bible kembali ke atas Altar. 4. Penyerahan cincin. Kedua mempelai dipersilahkan saling memasangkan cincin dengan diperciki air suci. 5. Do’a bersama untuk kebahagiaan mempelai berdua. 6. Penutup. Pastur memberkati keduanya dan hadirin lainnya.
35
Nico Syukur, Kristologi Sebuah Sketsa, (Yogyakarta: Kanisius, 1993) hlm. 176
54
Pemberkatan perkawinan inilah terdapat janji-janji perkawinan. Dengan janji inilah umat Kristen Katolik meneguhkan ikrar di hadapan Allah dan mempertanggungjawabkannya untuk hidup bersama di atas tali perkawinan. Perspektif al-Kitab adalah Tuhan menginginkan sebagian besar orang Kristen menikah. Hidup melajang memang memberi keuntungan istimewa bagi individu karena mendapat karunia bahwa :36 a. Pernikahan diberikan bukan karena kita layak mendapatkannya melainkan karena kita membutuhkannya. Fakta Adam membutuhkan Hawa (Korintus 7: 1-6) b. Hidup selibat untuk karunia yang diberikan kepada beberapa namun tidak semua orang (Korintus 7) “Adalah baik bagi laki-laki kalau ia tidak kawin, lalu merujuk pada kebahagiaannya sendiri dalam hidup melajang”. Sikap Kristus mengenai pembalasan terhadap yang bercerai tidak dapat dipraktekkan dalam kelompok sosial bahwa orang Kristen tidak pernah mengubah perintah Kristus menjadi suatu kewajiban legal yang membuktikan sekali lagi bahwa perintah Kristus tidak ditempatkan dalam tatanan yang sama dengan hukum Yahudi.37 D. Perkawinan Antar Agama Menurut Katolik Agama Katolik mempunyai ketentuan hukum perkawinan selain yang terdapat dalam al-Kitab juga diatur dalam kitab hukum kanonik. Hukum kanonik (yang telah mengalami perubahan) ini disahkan oleh Paus Johanes Paulus II pada tanggal 25 Januari 1993, hukum kanonik ini menggantikan hukum kanonik lama, yang mulai berlaku sejak hari minggu pertama Advent, yaitu tanggal 27 November 1983.38
36
M. Blaine Smith, Menikah dari Sudut Pandang Kristiani, (Batam: Gospel Press, 2002)
hlm. 27 37
Huston Smith, Mencari Titik Temu Agama, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1987) hlm. 139
38
O.S, EOH, Sh, Perkawinan Antar Agama…, op. cit., hlm. 109
55
Salah satu halangan yang dapat mengakibatkan perkawinan tidak sah, yaitu perbedaan agama. Bagi gereja Katolik menganggap bahwa perkawinan antara seorang yang beragama Katolik dengan orang yang bukan Katolik, dan tidak dilakukan menurut hukum agama Katolik dianggap tidak sah. Perkawinan antara seorang yang beragama Katolik dengan orang yang bukan Katolik bukanlah merupakan perkawinan yang ideal. Hal ini dapat dimengerti karena agama Katolik memandang hal ini sebagai sakramen, sehingga agama Katolik menganjurkan penganutnya kawin dengan orang yang beragama Katolik. Hukum kanonik, perkawinan antara seorang yang beragama Katolik dengan orang yang bukan Katolik baru dapat dilakukan kalau ada dispensasi dari ordinaris wilayah atau uskup (Kanon 1124). Menurut Katolik perkawinan yang dilakukan dengan orang yang beda agama tidak dapat dilakukan, karena hal tersebut termasuk dalam kategori 39
sesuatu yang menghalangi berlangsungnya perkawinan.
Hal tersebut
menunjukkan bahwa beda agama dalam suat perkawinan adalah penghalang, sehingga Katolik menolak perkawinan antar agama.
39
G. Krickberger SVD, Pandangan Kristen…, op. cit., hlm. 213-214