169
BAB III PERGESERAN NILAI BUDAYA DALAM ACARA INFOTAINMENT DI TELEVISI 3.1
Hasil Penelitian
3.1.1 Materi tayangan dalam acara Infotainment di Televisi yang menggambarkan tentang pergeseran nilai budaya. Mengenai macam-macam acara infotainment di 10 (sepuluh) stasiun televisi swasta di Indonesia sejak awal kemunculannya sampai dengan awal tahun 2012 telah dijelaskan dalam Bab II. Berikut adalah beberapa contoh cuplikan dari materi siaran infotainment tertentu yang sebagian juga sudah dipaparkan di Bab I penelitian
ini yang menggambarkan tentang kecenderungan pergeseran nilai
budaya. 1) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan: -
Cek & Ricek dan Kabar-Kabari di RCTI;
-
Gosip di SCTV;
-
Kiss di Indosiar;
-
Betis di Anteve;
-
Go Show di TPI (sekarang MNC TV);
-
Insert di Trans TV.
Siaran
:
Isi/materi :
Tahun 2006 Konflik antara artis Kiki Fatmala dengan ibunya, Farida terjadi di tahun 2006. Karena kekesalannya terhadap anaknya sendiri, Farida tega mengupas tuntas tentang
170
masalah pribadi Kiki Fatmala melalui infotainment dan bahkan disiarkan berulang-ulang dengan variasi-variasi penyajian yang sedikit berbeda-beda. Dalam pengungkapan masalah pribadi Kiki Fatmala tersebut efek promosinya bersifat negatif terhadap citra diri Kiki Fatmala dan ibunya.40 2) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Insert di TransTV Siaran
:
Isi/materi :
12 Februari 2009 Kejadiannya di Bali, Catherine Wilson (Keket) model terkenal, keturunan orangtua dari Inggris dan Sunda, datang ke
pesta
yang
diadakan
oleh
Tommy
Suharto.
Diperlihatkan Keket duduk satu meja dan bersebelahan dengan Tommy Suharto. Keket menebar aroma asmara di antara para selebriti papan atas, memberikan ciuman kepada Tommy Suharto. Menjawab pertanyaan wartawan, Keket mengatakan bahwa hubungannya dengan Tommy Suharto masih sebatas teman. Dia tidak mau munafik iya enggak - enggak iya, katanya. Kebetulan saja pas lagi ketangkap kamera infotainment. Dikatakannya, bahwa pertemanannya bukan cuma dengan Mas Tommy saja. Terjadi perseturuan antara Andy Soraya dan Catherine Wilson. Andy Soraya selaku PR dan koordinator acara menya__________________________________________________________________ 40
Budi Suwarna, Olok-olok Soal Privasi, Surat Kabar Harian Kompas, tanggal 16 November 2008: hal.17.
171
menyatakan bahwa Keket tidak termasuk dalam daftar undangan. Keket menjawab bahwa dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Andy. Dia anggap Andy Soraya beda kelas, jadi “siapa dia siapa aku?”.
3) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Insert di TransTV Siaran
:
Isi/materi :
14 Juli 2009 Berita tentang Penyanyi The Virgin yaitu Dara dan Mitha. Ditayangkan mengenai hubungan pribadi antara kedua penyanyi duet tersebut baik secara kekeluargaan maupun dalam profesi mereka sebagai artis penyanyi. Masingmasing menceritakan secara detil tentang pasangan menyanyinya. Di antaranya bagaimana mereka sering terlibat perselisihan pada saat latihan, atau keseharian mereka. Keluarga mereka saling menyayangi, dan setiap masalah dapat diselesaikan bersama sebelum mereka naik ke panggung untuk show.
4) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Insert Investigasi di TransTV Siaran
:
Isi/materi :
Akhir Januari 2010 (Catatan : beberapa kali diulang) Salah satu item-nya adalah tentang ”keajaiban” yang dialami oleh seorang anak balita perempuan di daerah Bogor yang pada lidahnya (sisi sebelah kanan) terdapat tulisan Arab ”Allah”. Ketika awak infotainment melakukan
172
wawancara tentang fenomena tersebut, ibu si balita sepertinya
menyadari
tentang
peran
yang
harus
dimainkannya. Ia merepresentasikan diri seperti layaknya para pesohor. Dia dengan antusias menjelaskan tentang fenomena yang dialami oleh anaknya sejak dalam kandungan sampai lahir dan saat wawancara si anak sudah berusia 3 tahun serta masalah mistis yang melingkupinya. Si Ibu mencoba untuk mempromosikan fenomena yang dialami oleh keluarganya dengan latar belakang gambar rumah dan lingkungannya serta si anak yang sedang bermain dengan teman-temannya.
5) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Insert di TransTV Siaran
:
Isi/materi :
13 Februari 2010 Siaran Infotainment Insert di Trans 7 dengan host Adry Danuatmaja dan Fenita Arie, menceritakan tentang hubungan pasangan kekasih Raffie Ahmad dan Yuni Shara. Item berita menceritakan tentang bagaimana mereka, Raffie dan Yuni, akan merayakan hari valentine. Mereka menjawab bahwa acaranya akan makan bersama saja. Yuni mengatakan bahwa peran Raffie dalam kehidupan Yuni sangat berarti. Raffie suka mengantarkan anak Yuni Shara ke sekolah. Dia berbahagia karena sekarang bisa
173
nonton bareng, makan siang bareng, dll. Sementara Raffie berkata bahwa dia berusaha menyediakan waktu buat kekasihnya
itu.
Latar
belakang
gambarnya
adalah
kemesraan pasangan kekasih tersebut di tempat umum dan di rumah.
6) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Status Selebritis di SCTV Siaran
:
Isi/materi :
17 Maret 2010 Siaran tentang Ahmad Dhani memberikan hadiah mobil mewah seharga Rp. 8 milyar kepada anaknya Al yang masih duduk di bangku SMP. Ahmad Dhani menceritakan bagaimana dia dan anak-anaknya melihat mobil-mobil di showroom. Anaknya suka mobil Hammer, katanya sangat laki-laki. Karena anak suka mobil itu dan Dhani sedang ada rezeki, ya sudah dibeli saja. Mobil dengan Nopol: B 1 RCR seharga Rp. 8 milyar. Dhani bilang bahwa mobil tersebut akan dijadikan mobil pribadinya Al kalau dia sudah SMA. Berarti nantinya untuk El dan Dul harus sudah punya mobil lagi. Selain
penayangan
tentang
mobil
mewah
tersebut,
digambarkan juga bagaimana Al, El dan Dul bermain bola sepulang mereka dari sekolah. Diperlihatkan bagaimana mereka memanjat pintu pagar yang
tinggi untuk dapat
bermain bola kaki di lapangan basket.
Demikian juga
174
ketika selesai bermain bola, mereka kembali menaiki pintu pagar yang tinggi untuk keluar dari lapangan basket. Kemudian Al mencoba menyetir mobil barunya. Sesudah itu anak-anak pada jajan es di tukang es keliling. Ahmad Dhani melanjutkan ceritanya bahwa ia mencari uang buat anak-anaknya. Ia berusaha agar mereka (anakanak) mendapatkan yang terbaik. Tapi menurut Dhani bukan berarti dia memanjakan anak-anaknya. Mereka harus dikasih impian bahwa mereka harus lebih baik dari ayahnya. Kata Dhani yang suka ganti-ganti mobil itu anak-anaknya yaitu Al, El dan Dul. Sedangkan dia sendiri dari tahun 2004 tetap memakai mobil yang dia pakai sekarang yaitu Alphard
tahun
2003.
Mobil
itu
adalah
mobil
kesayangannya, karena semua musik yang dia ciptakan maka hasil mastering, mixing dan lain-lainnya harus lolos, enak didengar di dalam mobil itu. Karena memang audio atau sound system di mobil itu sudah High End.
7) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Silet di RCTI Siaran
:
Isi/materi :
April 2010 Siaran tentang Dewi Persik di Singapura. Dalam tayangan khusus tentang Dewi Persik (DP) sepanjang 30 menit, di-
175
gambarkan Dewi berjalan-jalan dan berbelanja di pusatpusat perbelanjaan di Singapura. Diperlihatkan bagaimana DP berada di hotelnya, di jalanan, di Mal memilih-milih barang, pakaian, dan lain-lain, serta digambarkan bagaimana seolah-olah dia kehabisan uang sampai terduduk di tepian jalan. Dia kemudian meminjam uang kepada temannya. Dari tayangan tersebut tampak bahwa dari pihak si artisnya sendiri menjadi berubah perilakunya, ada rasa atau nafsu untuk memamerkan diri atau apapun yang dilakukan dan bisa dia lakukan, mempromosi privasinya, dan beranggapan bahwa publik perlu tahu tentang dirinya. Secara
tidak
disadari
atau
memang
disadari
diperlihatkannya bagaimana menjadi orang berkecukupan dan mampu membeli apa saja serta bisa menikmati tinggal di hotel mewah dan sebagainya.
8) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Go Spot di RCTI Siaran
:
Isi/materi :
22 Januari 2011 Siaran tentang Ashanty menjajal mobil mewah baru yg dibelikan Anang Hermansyah hasil duet yang baru 2 bulan mereka jalani. Anang menghadiahi Ashanty mobil baru, pasangan duetnya yg baru dua bulan nyanyi bersama. Ashanty dan Anang mengajak kru infotainment Go Spot
176
berkeliling kota dengan mobil barunya, Jaguar yang tergolong mobil mewah. Digambarkan bagaimana Ashanty menyetir mobil sambil menceritakan tentang hadiah mobil tersebut dan pengalamannya menyetir.
Soal perawatan
mobil, Ashanty cukup paham, karena waktu masih di bangku SMA
dia sudah pengalaman dengan mobilnya
yang suka mogok, dia waktu itu punya mobil Feroza. Mobil itu dihadiahkan oleh Anang dua hari setelah Ashanty menyatakan ingin memiliki mobil tersebut. Awalnya cuma rencana saja, mereka lihat-lihat di showroom. Ashanty mengatakan “keren banget nih mobil” sambil menunjuk ke arah mobil yang dimilikinya sekarang. Ternyata menjadi kenyataan, Ashanty kaget namun senang. Ashanty melanjutkan ceritanya bahwa dia
sudah bisa
menyetir
ini
sejak
remaja,
tetapi
belakang
sering
menggunakan jasa sopir atau disupiri oleh Anang. Ashanty berpengalaman menyetir mobil tidak hanya di dalam kota, tetapi juga pernah membawa mobil dari Jakarta sampai Bali. Rencananya untuk aktivitas sehari-hari Ashanty memilih akan menggunakan mobil yang biasa saja.
9) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Kabar-Kabari di RCTI Siaran
:
19 Mei 2011
177
Isi/materi :
Siaran
tentang
rumah
impian
Anang
&
Ashanty.
Diberitakan bahwa Anang sudah mantap dengan Ashanty. Anang sudah membeli sebuah rumah mewah di kawasan Cinere untuk mereka diami setelah mereka menikah nantinya. Disebutkan bahwa rumah tersebut merupakan pilihan dari Ashanty dan kedua anaknya, Aurel dan Azriel. Kata Ashanty bukan memilihkan, tetapi hanya saran, bagus yang mana. Ternyata pilihan mereka bertiga sama. Anang hanya ngikut saja. Kata Anang, kalau bulan depan sudah beres pasti akan ajak teman-teman infotainment ke rumahnya yang baru. Sejak berpisah dengan Kris Dayanti kehidupan
Anang
dan
anak-anaknya
berubah.
Dia
merenovasi bekas kios agar layak untuk ditempati bersama anak-anaknya. Ditayangkan suasana dalam rumahnya yang sekarang dan suasana kamar anak-anak2nya, ketika mereka sedang tiduran. Kata Anang lagi, karena Aurel sudah besar dan membutuhkan privasi khusus, maka jika selama setahun ini mereka tidur bertiga, sekarang harus tidak lagi. Jadi Aurel perlu kamar sendiri. Kemudian digambarkan rumah barunya yang diharapkan akan dapat memberikan inspirasi bagi Anang ketika mengarang lagu sambil menatap langit. Anang berprinsip
178
jika ada orang yang mau hidup bersama dia dan anakanaknya, maka dia hanya ingin membagi kesenangan dan kebahagiaan, bukan kesedihan. Anang menyadari citacitanya itu, tapi katanya, rumahpun belum ada. Sementara itu, Ashanty menyadari betul mengenai status Anang, tetapi dia percaya kalau memang sudah jodohnya dan Allah menghendaki pasti akan terlaksana. Kalau belum jodoh mau dipaksakan kayak apa ya belum tentu terlaksana.
10) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Silet di RCTI Siaran
:
Isi/materi :
01 September 2011 Siaran tentang Anang Hermansyah berlebaran ke keluarga Ashanty.
Diberitakan
tentang
Anang
dan
Ashanty
menyambut lebaran mulai dari persiapan di rumah masingmasing, kemudian pesta kembang api bersama dengan anak-anaknya Aurel dan Azriel dan ibundanya masingmasing di tempat kerabat Ashanty di Kemang Jakarta Selatan
pada tanggal 30 Agustus 2011. Digambarkan
tentang suasana Lebaran di rumah kerabat Ashanty seperti makan bersama atau bersilaturahmi. Anang dan keluarganya sholat Iedul Fitri berjamaah di Masjid Pondok Indah Jakarta Selatan pada tanggal 31 Agustus 2012. Sedangkan Ashanty batal sholat di Masjid Bonavista karena “tamu bulanannya” datang.
179
Setelah Anang dan anak-anaknya selesai sholat Ied digambarkan suasana sungkeman dengan Ibundanya di rumah Anang. Suasana makan-makan di rumah Anang, dan Anang menceritakan perjalanan sholatnya. Selanjutnya Anang dan keluarga akan bersilaturahmi ke keluarga Ashanty dan menjemput Ashanty untuk diajak mudik ke Jember. Dikatakan bahawa kedua anak Anang juga ingin jalan-jalan ke Jember. Anang sedang libur kerja, dan tanggal 6 sudah harus berangkat lagi ke Bangka.
11) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Was Was di SCTV Siaran
:
Isi/materi :
05 September 2011 Siaran Anang membawa Ashanty ke orangtua Anang di Jember. Diberitakan bahwa dia sudah mantap dengan pilihannya, Ashanty sebagai p engganti KD. Digambarkan situasi perjalanan mereka berdua, berkumpul dengan keluarga Anang, makan bersama bersuap-suapan. Anang mengatakan bahwa anak-anaknya Anang dan KD mau apaapa lapor dulu ke tante (Ashanty), dan seterusnya. Ibunda Anang (Anissa Choliq) menyatakan bahwa Ashanty patut dijadikan istri Anang, karena tidak semua orang begitu. Dia percaya bahwa Ashanty bisa mengurus keluarga. Anang berencana akan melamar Ashanty pada tanggal 28 September 2011, ingin melamar secara benar dan serius ke
180
keluarganya Ashanty. Semuanya mendukung
Anang,
sebagian akan berangkat ke keluarga Ashanty. Ketika ditanya mengenai rencana lamaran, kata Ashanty, soal lamaran tanyanya ke Mas Anang, pihak laki-laki. Bagi Ashanty, meski usia mereka terpaut 14 tahun, bukan kendala bagi Ashanty. Anang adalah laki-laki yang dapat dijadikan sebagai Imam dalam hidupnya. Dia mencari jodoh bukan yang aneh-aneh, tapi yang agamanya bisa kuat, bisa membimbingnya, yang bertanggung jawab bisa membimbing kearah yang lebih baik dan setia. Bagi Anang yang penting persiapan batin, karena menjadi sesuatu yang lebih penting dan diutamakan. Dukungan keluarga sudah ada. Anang yakin dan akan berjuang sekuat tenaga kearah pernikahan yang harmonis. Sekarang yang penting ikhlas dan
pasrah,
tinggal
menunggu
tanggalnya
saja.
Diperlihatkan kemesraan di antara mereka baik dalam persiapan naik panggung maupun di rumah atau di tempat lain. Makan saling menyuap, dan lain-lain.
12) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Intens di RCTI Siaran
:
Isi/materi :
23 Juni 2011 Siaran
tentang
Pengacara
Hotman
Paris
Hutapea
memamerkan mobil mewahnya. Pengacara Hotman Paris Hutapea bisa menjadi orang terkenal, di antaranya karena
181
kedekatannya dengan para artis yang dia bela kasuskasusnya, tetapi juga karena dia suka eksentrik dan mengoleksi barang-barang mewah seperti rumah, cincin, pakaian, dan mobil. Ditayangkan bagaimana isi atau suasana di dalam rumahnya dan mobil-mobilnya. Dia lulus S3 bidang Hukum dari Universitas Padjadjaran Bandung. Dia merasa bangga dengan apa yang dia capai dan dia dapat. Diapun mengatakan bahwa dirinya bukan manusia yang bersih, tetapi bukan manusia munafik. Hotman Paris menyampaikan sapaan kepada para pemirsa Intens di depan mobil-mobil mewahnya. Dia mengatakan bahwa setelah 30 tahun menjadi pengacara, sekarang dia menikmati hasilnya, seperti memiliki mobil-mobil mewah tersebut. Dikatakannya kalau punya barang tentu harus dipakai, kalau ada yang mengatakan dia norak, silahkan saja, karena mungkin beda gaya hidup. Gaya hidupnya adalah sama seperti David Bekham atau gaya hidup para selebriti Amerika. Hobinya mengoleksi cincin berlian dimulai ketika dia bekerja di luar negeri. Cincin berliannya yang sampai 10 karat dan berharga milyaran rupiah serta memakainya sampai 3 buah, itu adalah bagian dari cara untuk menarik perhatian, selain dari cara berargumentasi dalam membela suatu kasus.
182
Sementara itu, Frank Hutapea, anaknya Hotman Paris juga mengatakan bahwa tahun depan dia akan lulus dari kuliahnya di London. Anang Hermansyah dan Ashanty, sahabat Hotman Paris, mengatakan bahwa pencapaian itu wajar-wajar saja sesuai dengan kemampuannya. Jangan kalau kekuatannya hanya sepuluh kilo akan mengangkat yang beratnya 100 kilo, makanya terjadi korupsi, karena dipaksakan.
13) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Was Was di SCTV Siaran
:
Isi/Mater :
24 Juni 2011 Siaran tentang
Mulan Jameela
yang terdiam setelah
rahasianya terkuak. Mulan Jameela dikabarkan hamil dan melahirkan, kemudian menghilang selama 3 bulan. Dinarasikan bahwa waktu 3 bulan adalah cukup untuk perawatan tubuh setelah melahirkan.
Mulan muncul ke
publik dan berkata bahwa dia sibuk mengurus beberapa proyek, bisnis restoran dan menyiapkan album baru. Maia Estiyanti (mantan isteri Ahmad Dhani), mengatakan bahwa mendapatkan kabar dari anak-anaknya bahwa di rumah mereka ada Mulan yang sedang hamil. Mulan tidak berkutik ketika di sebuah tabloid Harry Nugroho (mantan suaminya) mengatakan bahwa bayi yang dilahirkan Mulan
183
adalah anak Ahmad Dhani. Mulan hanya diam setiap kali ditanyakan masalah itu. Anak Mulan dari Harry Nugroho ada 2 orang. Harry Nugroho mengatakan bahwa berita di sebuah tabloid yang menyatakan bahwa bayi yang dilahirkan oleh Mulan adalah anak Harry Nugroho adalah sebuah kebohongan. Ahmad Dhani mengatakan bahwa Aa’ Harry Nugroho akan membawa masalah kabar tentang bayi Mulan di Tabloid ke jalur hukum. Tapi dia akan mengadukan dulu ke Dewan Pers dengan difasilitasi oleh Ahmad Dhani. Ahmad Dhani mengatakan bahwa berita itu bohong. Dia dapat kabar dari (Mbak) Mulan bahwa Harry tidak diwawancarai seperti itu. Beritanya bohong dan bukan tentang itu yang diwawancara oleh tabloid tersebut, tetapi yang keluar kok itu. Ahmad Dhani mengatakan lagi bahwa sebagai artis dirinya sudah tidak asing lagi dengan pemberitaanpemberitaan miring tentang dirinya. Dia sdh tdk peduli lagi terhadap masalah itu.
14) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Cek & Ricek di RCTI Siaran
:
Isi/Materi :
30 Juni 2011 Siaran tentang
bantahan Ustad Guntur Bumi beli rumah
seharga 3 milyar rupiah untuk Puput Melati. Ustadz Guntur Bumi didampingi istrinya Puput Melati,
184
menghadapi para wartawan. Puput Melati menceritakan bahwa
ketika
anaknya
(dari
suaminya
terdahulu)
dipertemukan dengan Ustadz Guntur Bumi langsung nemplok tidak mau lepas. Ustadz Guntur Bumi mengatakan bahwa itu mungkin tanda bahwa ibunya juga mau berdekatan dengannya. Jadi anaknya dulu, baru ibunya. Adapun mengenai rumah yang dibelinya yang dikabarkan berharga 3 milyar tidak benar. Karena harganya cuma 250 juta rupiah, itupun belum lunas. Demikian juga mobilnya adalah boleh menyicil. Harta adalah titipan Allah, katanya. Istrinya, Puput Melati, kata Ustadz tidak pernah memintaminta kepada Ustadz Guntur Bumi. Hanya satu kali pernah ke Panti Asuhan, dan meminta agar dia tetap dapat mengayomi anak-anak asuh-nya, meskipun pada waktu itu dia sendiri dalam keadaan sulit.
15) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Halo Selebriti di SCTV Siaran
:
Isi/Materi :
27 September 2011 Siaran tentang Ustadz Solmed yang memiliki nama asli Saleh Mahmud Munawir Nasution. Ustadz Solmed pernah dikabarkan akan menikah dengan Syahrini dan Lidya Kharisma. Ustadz Solmed diundang untuk tauziah di rumah Syahrini di Bogor, tetapi menimbulkan berbagai macam penafsiran. Ditayangkan bagaimana Ustadz Solmed sedang
185
memberikan tauziah di rumah Syahrini dan berinteraksi antara Ustadz dengan Syahrini. Ustadz Solmed sering melontarkan pujian mengenai artis Syahrini. Beberapa kali Ustadz Solmed berkunjung ke rumah Syahrini. Ustadz Solmed merasa senang dengan ajang silaturahmi, dan berharap tidak hanya saat itu saja, tetapi akan terus berlanjut, kalau diundang lagi, katanya. Banyak fans mereka yang bertanya-tanya apakah mungkin mereka akan merajut cinta dan menjalin hidup bersama? Karena masing-masing sedang mencari pendamping hidup. Syahrini menanyakan langsung apakah Ustadz sudah ada jodohnya. Dijawab belum tahu. Akhirnya kabar tentang hubungan keduanya menguap begitu saja, dan terbetik kabar bahwa Ustadz Solmed sedang pendekatan dengan artis Lidya Kharismawati, pemeran Aisyah dalam Sinetron Pesantren dan Rock’n Roll. Dikabarkan keduanya terlibat kedekatan atau cinta lokasi. Di tengah kabar kedekatan dengan kedua artis itu, Ustadz Solmed memperkenalkan kekasihnya yaitu pesinetron April Yasmine. April adalah pemain paling baru dalam Sinetron Pesantren dan Rock’n Roll. Digambarkan bagaimana April membawakan segelas es buah untuk Ustadz Solmed, kekasihnya, yang sedang syuting di sebuah masjid.
186
Hubungan yang sedang dijalin adalah ta’aruf, yakni berkenalan, melamar dan segera menuju ke pelaminan. Ustadz bertanya kepada April, apakah dia sedang sendiri (single), dijawab oleh April “ya”. Ustadz mengatakan bahwa April orangnya baik, Ustadz akan meminangnya dan ingin April menjadi bidadarinya dunia akhirat. Dalam wawancara dengan kru infotainment masing-masing menceritakan rahasia-rahasia tentang bagaimana perasaan mereka terhadap calon pasangannya pada saat pendekatan.
16) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Status Selebritis di SCTV (siaran langsung dari lokasi) Siaran
:
Isi/Materi :
11 November 2011 Siaran tentang Pernikahan Ustadz Solmed & April Jasmine siaran langsung (live) dari lokasi pernikahan selama 60 menit. Ustadz Solmed menikah pada hari Jum'at, tanggal 11 November 2011 atau 11-11-11. Ustadz Solmed dan April Jasmine melaksanakan prosesi akad nikah di Masjid Al-Muhajirin Kompleks Perumahan Larangan Indah, Ciledug, Tangerang, Indonesia. Ustadz Solmed yang saat ini sedang melejit namanya ini tak heran jika prosesi pernikahannya menjadi sorotan publik. Tak heran jika di sekitar Kompleks Masjid Al Muhajirin daerah Larangan Indah menjadi sesak dan sempat dibuat macet.
187
Kebahagiaan terpancar pada paras kedua mempelai yang prosesi akad nikahnya memakan waktu kurang lebih 1 jam. Ustadz Solmed yang memiliki nama asli Saleh Mahmud Munawir Nasution ini sempat tersirat rona tegang saat melakoni ijab qobul, tapi setelah selesai mengucapkan kalimat ijab qobul rona bahagiapun terlihat dari paras Ustadz kelahiran Jakarta, 19 Juli 1983 ini. Terlihat juga Ustadz Jefri Al Bukhori dan Ustadz Guntur Cilik Bumi. Ada yang menarik dari pernikahan Ustadz Solmed dan April Jasmine ini, Ustadz Solmed memberikan mahar kepada April Jasmine berupa peralatan sholat, selain itu Ustad Solmed juga memberikan mahar uang senilai Rp.11.112.011,Setelah proses Ijab Qobul Ustadz Solmed sempat menuturkan "Saya merasa bahagia dan proses pernikahan tadi saya merasa sangat tegang. Saya juga dengan banyak teman kalangan Ustad yang menemani saya tadi dalam proses akad nikah," ujarnya.
17) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Halo Selebriti di SCTV Siaran
:
Isi/Materi :
04 Juni 2012 Siaran tentang rumah tangga Hendrik Ceper, pesinetron dan komedian, diambang kehancuran. Diberitakan bahwa telah terjadi pertengkaran antara pesinetron Hendrik Ceper
188
dengan istrinya Nurzalifah. Istrinya marah dan melempari Hendrik dengan barang-barang yang ada di kulkas seperti toples, botol, gelas, dsb. Mereka menikah tahun 2009. Setelah 3 tahun berumah tangga, mulai terjadi keributan-keributan. Sudah 3 bulan Hendrik keluar dari rumahnya karena khawatir terjadi KDRT lagi terhadap dirinya. Dia memilih mengontrak rumah di daerah Parung. Isterinya menuduh Hendrik mengeksploitasi peristiwa itu untuk mencari sensasi.
18) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Halo Selebriti di SCTV Siaran
:
Isi/Materi :
04 Juni 2012 Siaran tentang Nassar dan Musdha bangun enam istana. Nassar mengatakan sambil memperlihatkan rumah mereka yang
mewah,
ditambah
dengan
shot-shot
lain
yg
menggambarkan betapa besar dan mewahnya bangunan istana atau rumah mereka di kawasan Tanggerang. Enam rumah tersebut dibangun untuk 6 orang anak Musdalifah dari suaminya terdahulu H. Nurman. Mereka sengaja memperlihatkan 2 dari keenam rumah yang sedang dibangun tersebut. Menunjukkan dan menjelaskan tentang segala detil bangunan, ukiran-ukiran dan ornamen yang menurut Nassar sangat rumit pembuatannya. Keenam buah
189
rumah dibangun dengan arsitektur mirip rumah Musda yakni berkonsep Eropa Klasik mulai dari lantai, tiang-tiang yang besar dan pintu serta jendelanya yang besar. Pasangan tersebut menikah pada tanggal 17 Mei 2012 dan menggelar resepsi pernikahan tgl. 27 Juni 2012.
19) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Kabar-Kabari di RCTI Siaran
:
Isi/Materi :
02 Juli 2012 Siaran tentang masalah rumah tangga Hendrik dan Nurzalifah yang sudah menikah selama 3 tahun sejak 2009. Tetapi sudah 3 bulan mereka berpisah rumah.
Hendrik
mengontrak rumah di Parung. Hendrik melaporkan KDRT yang dialaminya akibat perbuatan isterinya. Namun Nurzalifah balik melaporkan Hendrik karena sudah 1 tahun Hendrik
tidak memberikan nafkah kepadanya. Kru
infotainment menyambangi rumah kontrakan Hendrik di daerah Parung. Hendrik menunjukkan baju-baju isterinya di almari. Dia merasa kangen dan memaafkan perbuatan isterinya. Dia cium-cium baju isterinya sebagai rasa kangennya. Dia sering mengibur diri dengan mengurus burung-burung dan ayam-ayamnya. Diperlihatkan isteri Hendrik juga menangis, diapun masih rindu pada Hendrik, tetapi kalau masih “gini-gini” aja, katanya, ya gimana ya. Hendrik menceritakan awal pertemuannya dengan isterinya
190
lalu
melangkah
ke
pernikahan,
sampai
terjadinya
perselisihan-perselisihan.
20) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Kabar-Kabari di RCTI Siaran
:
Isi/Materi :
02 Juli 2012 Siaran tentang tentang Regina Ivanova, Grand Finalist Indonesia Idol 2012. Dia pulang kampung, disambut oleh keluarga dan warga sekitarnya. Dia menunjukkan kepada kru infotainment tentang keadaan dalam rumahnya, ruangan-ruangannya yang sederhana, kamarnya tempat tidur dia bersama adiknya. Juga foto almarhum ayahnya, dll. Ibunya sangat senang atas sukses anaknya di Indonesia Idols 2012. Tetangga menyambut dengan antusias dan bangga.
21) Nama acara dan Stasiun TV yang menyiarkan : Apa Kabar Indonesia Malam di TV One. Siaran
:
Isi/Materi :
28 Juli 2010 Siaran tentang percakapan antara artis Group Keong Racun dengan Host Divi
dalam acara Apa Kabar Indonesia
Malam di TV One, Rabu tanggal 28 Juli 2010 pada pukul 21:35 WIB. Berikut cuplikan dari percakapan mereka: DIVI
: Jadi menurut mbak, mbak nggak keberatan kalau aib-aib mbak diliput dan disiarkan ke publik, supaya terkenal gitu?
191
ARTIS 2 : Kalau masalah itu kita harus hati-hati, karena sebentar lagi akan ada kolaborasi antara Keong Racun dengan infotainment. DIVI
: Kalau mbak Putri bagaimana komentarnya?
ARTIS 1 : Kalau masalah infotainment dilarang itu, kalau menurut aku tanpa infotainment itu artis bukan apa-apa. DIVI
: Tapi misalnya masalah pribadi mbak Putri seperti soal pernikahan atau masalah pribadi yang lain diungkap ke publik, keberatan nggak?
ARTIS 1 : Lah kalau memang itu bener, kenapa keberatan? Kecuali kalau gak bener. Jadi gak masalah sih. DIVI
: Mungkin mas Rendy sebagai manager Keong Racun nih?
RENDY
: Kalau itu positif, mungkin bisa memberikan energi yang baik buat teman-teman, memberikan inspirasi yang bagus, apa salahnya?
DIVI
: Sekarang saya akan coba berperan wartawan infotainment begitu, untuk mengungkap halhal yang ada di hati mbak. Jadi Keong Racun sendiri sangat ternama, tapi bukan anda yang muncul di You Tube, ataupun di Twitter, ini bagaimana ini. Nah mohon maaf nih secara pribadi saya tanya, udah menikah?
ARTIS 2 : Aku pernah menikah, belum punya anak. DIVI
: Mbak Putri? Pernah menikah?
ARTIS 1 : Nggak. DIVI
: Kalau aib-aibnya saya buka bagaimana?
ARTIS 1 : Nah kalau itu memang nyata bagaimana?
192
DIVI
: Jadi gak keberatan ya?
ARTIS 1 : Enggak DIVI
: Mas Rendy gimana nih?
RENDY
: Kalau jadi artis ya yang natural aja, apa adanya, kalau kita dalam karir kita baik, gak akan ada gosip.
DIVI
: Kalau kita lihat mbak Venelope sudah punya anak ya. Belum? Oh ya belum. Tapi pernah menikah. Nah kalau misalnya ada yang mau mengorek-ngorek lagi masa lalu mbak, dan supaya jadi terkenal, itu kan bisa mengungkap aib mbak kan? Gimana?
ARTIS 2 : Ya kan aku sudah buka-buka, kalau aku pernah menikah, dan kalau seorang janda, janda kembang, ya …. DIVI
: Kalau digosipkan pernah selingkuh atau pacaran dengan orang yang sudah beristri?
ARTIS 2 : Nggak, nggak.. pacar aku nggak punya isteri. DIVI
: Nah kalau mbak Putri gimana kalau masalah pribadi kemudian diutak-atik? Tapi membuat anda terkenal, anda masih tetap setuju dengan itu?
ARTIS 1 : Setuju sih asal masih sebatas wajar saja ya. Aku yakin kalau mereka mengutak-atik begitu maksud mereka itu mau diapain gitu? Mereka mengangkat aja gitu. DIVI
: Jadi pada akhirnya, memang senang digosip kan ya, supaya terkenal?
ARTIS 1 : Ha..ha.. (tertawa riang) yah yang namanya gosip sih pasti masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Jadi ya udah.. DIVI
: Jadi gimana sebenarnya?
193
ARTIS 1 : Kalau dibilang senang digosipin, tergantung. Kalau digosipin yang bagus ya seneng. Tapi kalau gosipannya negatif ya ..gimana lagi? DIVI
: Yah terima kasih mbak Putri, mbak Venelope, mas Rendy, tapi kita ingin mendengar nih lagu Keong Racun..
Ratusan bahkan ribuan episode infotainment telah ditayangkan melalui sepuluh layar televisi swasta dan televisi lokal. Sebagian besar atau hampir semuanya memberitakan tentang cerita pesohor tentang rumah atau rumah barunya, barang-barang mewah atau binatang piaraan yang dimilikinya. Juga kabar tentang para
selebritis atau
pesohor baik tentang perselisihan,
perselingkuhan, pacaran, pertunangan, pernikahan, kehamilan, kelahiran anak, tentang kasus-kasus, kehidupan sehari-hari, kebiasaan, bahkan sesuatu yang tidak penting lainnya. Pada dasarnya mereka yang menjadi subyek berita menyadari betul bahwa melalui infotainment nama mereka terangkat ke atas dan menjadi semakin ”ngetop”. Dari contoh-contoh cuplikan tayangan acara infotainment di atas, dapat dilihat bahwa kebanyakan sumber berita yang diliput tidak merasa “risih” menceritakan tentang masalah pribadinya seperti urusan perselisihan, urusan pacar, perceraian, pernikahan, dan lain-lain. Demikian juga senang memamerkan tentang hobi dan kesenangan mereka, harta benda milik mereka,
aktivitas
mereka, dan sebagainya. Sebagian dari mereka menyatakan bahwa infotainment sangat membantu karir mereka, popularitas mereka dan mereka tidak keberatan jika masalah privasinya diungkap ke ruang publik. Misalnya, Farida, ibunda Kiki
194
Fatmala tidak segan-segan menceritakan masalah pribadi anaknya ke media dan disiarkan secara luas. Selain perselisihan antara Kiki Fatmala dengan ibunya, perselisihan lain yang diangkat ke layar televisi antara lain perselisihan antara Hendrik Ceper dengan isterinya Nurzalifah,
antara Catherine Wilson dengan Andy Soraya,
antara Julia Perez dengan Dewi Persik, antara Dewi Persik dengan Mulan Jameela, antara Maia Estiyanti dengan Mulan Jameela, antara Dewi Persik dan Aldy dengan Syaipul Djamil dan Ustadz Zainuri (Penghulu yang menikahkan DP dan Aldy), dan sebagainya. Kemudian, para pesohor yang memamerkan harta benda miliknya yang “wah” seperti Hotman Paris Hutapea dengan koleksi mobil mewah, rumah mewah dan cincin berliannya, Ashanty dengan mobil barunya, Jaguar,
hadiah dari Anang Hermansyah dan rumah mewah impian mereka,
Nassar dan Musdalifah yang menunjukkan enam bangunan rumah mewah mereka yang sedang dibangun, Arie Untung yang menceritakan tentang rumah barunya, Ahmad Dhani yang memberikan hadiah mobil seharga 8 milyar kepada anaknya Al yang masih duduk di bangku SMP, dan lain lainnya. Artis menceritakan tentang urusan pribadi soal hubungan mereka satu sama lain, misalnya pasangan Yuni Shara dan Raffie Ahmad, Dara dan Mitha (Group The Virgin), Anang Hermansyah dan Ashanty, Ustadz Guntur Cilik Bumi dan Puput Melati, Ustadz Solmed dan April Yasmine serta Syahrini dan Lidya Kharisma, Dewi (mantan isteri Ustadz Solmed) dengan Ustadz Solmed, Demian Aditya dan Yulia Rahman, dan yang lain-lainnya. Sebagian lagi dari para pesohor tanpa malu-malu memamerkan keadaan rumah mereka yang sederhana.
195
Artis Dewi Persik berjalan-jalan dan berbelanja di Singapura diliput dan disiarkan infotainment sepanjang acara 30 menit. Gambaran tentang adanya pergeseran nilai budaya melalui perilaku artis, dalam hal ini Dewi Persik, dan juga para pengelola acara infotainment menunjukkan betapa telah terjadi simbiose antara artis dan pemroduksi infotainment. Seorang artis yang mengalami kehidupan rumah tangga yang kurang beruntung, semisal bercerai dengan pasangannya, akan mengalami tekanan-tekanan hidup dari dalam dirinya maupun dari luar atau lingkungannya. Oleh karena itu, yang bersangkutan akan berusaha mencari celah agar dirinya tetap eksis dan mendapatkan “pengakuan” bahwa dia tidak apa-apa terkait dengan masalah rumah tangganya. Contoh lain yang menggambarkan tentang hubungan antara privasi dengan acara infotainment adalah pernyataan yang terang-terangan dari artis Grup Keong Racun yaitu Putri, Venelope, dan Rendy, manajer mereka, bahwa nama mereka terangkat ke papan atas oleh acara infotainment.
Mereka tidak keberatan
meskipun yang diungkap adalah masalah pribadi seperti status dan kehidupan mereka. Mengenai masalah aib, kata mereka, kalau memang nyata bagaimana lagi. Meskipun demikian mereka berharap gosipnya tidak negatif. Jadi memang benar adanya, bahwa pada dasarnya mereka yang menjadi subyek berita menyadari betul bahwa melalui infotainment nama mereka terangkat ke atas dan menjadi semakin ”ngetop”. Sedangkan pesohor atau mantan pesohor yang kurang beruntung karena kondisi keartisannya sudah mulai meredup, justru infotainment menganggap bahwa yang bersangkutan sudah tidak ”menjual” kalau diangkat ke layar. Tetapi jika terjadi kasus pribadi artis tersebut dan layak untuk diangkat, maka infotainment akan meliputnya.
196
3.1.2
Pergeseran nilai budaya para pelaku bisnis Infotainment, perubahan dari Obyek menjadi Subyek dan sebaliknya. Dijelaskan oleh Informan Roy Suryo Notodiprodjo bahwa perubahan atau
pergeseran nilai bisa terjadi karena pengaruh perkembangan teknologi yang begitu cepat yang unsur-unsurnya ada 3 (tiga), yaitu sifat media, sifat artis, dan karakter pekerja media itu sendiri. Roy Suryo menjelaskan: Teknologi itu bisa mem-boosting dengan cepat, tetapi juga dapat mereduksi dengan sangat cepat. Jadi seperti televisi yang bisa mengangkat seseorang kalau ia memang talentanya cocok ya dia bisa terus melejit ya, tetapi juga bisa terbalik, kalau misalnya, ibaratnya gini, kadang-kadang ada teknologi yang bisa membungkus itu. Ada seseorang yang kalau dalam rekaman bagus suaranya, dalam minus one itu masih bagus. Tapi kalau televisi mengangkat itu dalam live, ternyata suaranya tidak sesuai dengan rekamannya, baik aksen-tuasinya maupun cara dia melakukannya gak sama, itu teknologi juga bisa menjatuhkan. 41 Mengenai pergeseran nilai budaya, menurut Roy Suryo kutipannya sebagai berikut: Memang ini tidak bisa dihindari juga, bahwa kadang-kadang tergantung personality dari yang bersangkutan. Artinya, seseorang itu bisa terllihat sangat sopan, sangat berbudaya, ketika tampil di layar kaca atau di media, tetapi bisa terlihat kemudian kebalikannya. Gara-gara, mungkin sesuatu yang sebenarnya dia tidak harus begitu, tapi terpancing atau dipancing. Jadi sebenarnya unsurnya itu ada beberapa macam. Satu, sifat dari media itu sendiri yang karena sekarang teknologi itu tidak seperti dulu yang bisa diharapkan orang dengan mudah dapat meralat. Seseorang sebelum tampil bisa diwawancara sekarang, kemudian dia berpikir bahwa dia bicara sesuatu yang tidak sesuai, maka dia akan telpon produsernya, termasuk yang di media cetak juga begitu, sehingga yang terbit besok sudah sesuai dengan keinginannya.Tapi sekarang dengan teknologi, itu cepat sekali. Yang kita katakan sekarang, dengan cepat naik jadi berita. artis misalnya dia tampil, saat itu juga muncul di layar. Infotainmentpun juga kalau diperhatikan, dulu namanya information on entertainment, itu lebih bersifat menghibur. Informasinya adalah ditengah______________________________________________________________________________ 41 Wawancara dengan Informan Roy Suryo Notodiprodjo, pada hari Kamis, 17 Juni 2010 Pk.17:00 – 19:00 WIB di Gedung Nusantara I DPR-RI, Senayan Lt.21, Ruang 2103.
197
tengah. Tapi kalau sekarang, infotainment rata-rata sudah live juga. Jadi meskipun materi programnya yang ditayangkan itu rekaman, tapi tidak jarang infotainment itu berani siaran live. Paling tidak pembawa acaranya. Jadi sudah seperti hardnews. Padahal infotainment awalnya kan munculnya feature, lebih ada bumbunya dari feature, itulah infotainment. Kalau dulu kita lihat seperti acara Cek & Ricek, Kabar-Kabari, itu yang paling awal, dulu siaran seminggu sekali. Kemudian tambah jadi dua kali seminggu. Dan sekarang tiap hari, stripping dan seperti siaran berita (news) harian. Nah, jadi itu bisa merubah perilaku, juga bahwa bisa merubah cara dia memahami atau cara dia menghormati budaya tadi. Yang kedua, sifat dari artis. Artis itu dia perlu, dia perlu tampil. Nah ini yang membuat dia berubah perilakunya. Ada yang pandai memanfaatkan kondisi dan situasi infotainment. Kalau misalnya dia sedang perlu sesuatu, mungkin dia akan keluarkan ini sekarang, atau besok dia akan cerita lain, besoknya lagi yang lain lagi, supaya orang tertarik. Tapi ada juga yang tidak pandai. Nah kalau yang tidak pandai dalam memenej informasi yang dia sampaikan, akibatnya informasi itu malah jadi canda atau malah jadi berbalik sama infotainmentnya.42 Pengertian artis kalau menurut Informan Slamet Rahardjo Djarot, harus dibedakan dengan pengertian seniman. Sebagai seniman, budayawan, praktisi media, juga sebagai pengamat media, Informan Slamet Rahardjo Djarot menjelaskan sebagai berikut: Saya akan memberikan semacam penegasan tentang arti artis. Sebab artis itu adalah seniman, seniman itu kreator, dia memiliki misi-misi bahwa seni itu liar, seni itu bebas, bahwa seniman itu hanya dibatasi oleh misinya sendiri. Misi seniman adalah memuliakan kemanu-siaan. Nah itu agar dijadikan titik tolak di dalam pengertian artis. Lalu penghibur. Penghibur itu belum tentu seorang seniman. Tapi dia itu bintang, lebih kepada orang populer, yang disebut sekarang ini jadi selebritis. Jadi pengertian artis ini mohon diluruskan dulu. Sebab kalau sekarang pertanyaannya itu mengapa artis begini menga pa artis begitu, saya rasa itu sebetulnya lebih selebritis, pesohor. 43 Memperhatikan penjelasan Informan Slamet Rahardjo Djarot tersebut, maka yang dimaksud oleh Informan Roy Suryo Notodiprodjo tentang artis adalah _____________________________________________________________________________ 42 Wawancara dengan Informan Roy Suryo Notodiprodjo, pada hari Kamis, 17 Juni 2010 Pk.17:00 – 19:00 WIB di Gedung Nusantara I DPR-RI, Senayan Lt.21, Ruang 2103. 43 Wawancara dengan Informan Slamet Rahardjo Djarot pada hari Selasa, tanggal 29 Juni 2010 Pk.12:00-14:00 WIB di Teater Populer, Jl. Kebon Pala I No. 127 Tanah Abang – Jakarta Pusat.
198
para selebritis atau pesohor. Roy Suryo melanjutkan tentang unsur kedua yaitu sifat artis sebagai berikut: Misal atau contohnya dari tiga artis yang sedang top terkait kasus visum (video mesum), mengatakan bahwa: ibu saya tidak kenal, anak sayapun tidak mengenal, bahkan suami sayapun tidak mengenal dengan yang ada di video itu. Nah itu kan malah sekarang diulang-ulang, jadi bumerang seolah-olah dia sudah membalik atau tidak jujur, karena apa, karena publik toh sudah melihat itu.44 Jadi ketika artis muncul ke ruang publik dengan imej negatif, maka dia berusaha untuk membantahnya. Apalagi terkait perkara kriminal atau pelanggaran terhadap Undang-Undang Pornografi. Hal itu juga menunjukkan adanya pergeseran nilai atas perilaku pesohor. Unsur ketiga menurut Roy Suryo: Nah, unsur yang ketiga masih ditambah dari unsur perilaku si pekerja medianya. Pekerja medianya juga nakal, kalau dia natural saja mungkin nggak apa-apa, tapi ini ditambah-tambahin. Sehingga dari tiga unsur ini, karena teknologinya memungkinkan untuk membuat itu, kemudian artisnya kok nggak siap, sehingga akibatnya ada yang tadi dikatakan ada perubahan, lama-lama ya terjadi perubahan nilai budaya tadi. Yang menarik juga, itu terjadi di Gedung ini (Gedung DPR-RI), kapan-kapan bisa dilihat, seperti misalnya di Komisi III yang sekarang sedang naik daun, gara-gara kasus Century dan banyak kasus lagi di bidang hukum, itu karena disorot oleh kamera, maka anggota DPR Komisi III sekarang punya panggung dan berubah perilakunya. Nuwunsewu (mohon maaf), dalam istilahnya, ini istilah saya agak kasar, boleh dimasukkan boleh tidak, “mereka menjadi banci kamera”. Artinya pengin tampil di kamera terus. Sekarang, beberapa tokoh yang kemarin sudah muncul (dalam sidang Komisi III DPR RI tentang kasus Century), sekarang kehilangan itu dan berusaha mencari kamera, bahkan direlakan untuk pindah Komisi juga, hanya untuk bisa tampil lagi. 45 Peneliti
berpendapat
bahwa
kalau
seseorang
memiliki
kapasitas
profesional dan kompetensi yang memadai, maka biasanya akan dicari oleh warta wan dengan kameranya, untuk menjadi sumber berita. Mengenai hal ini, Roy __________________________________________________________________ 44
45
Wawancara dengan Informan Roy Suryo Notodiprodjo, pada hari Kamis, 17 Juni 2010 Pk.17:00 – 19:00 WIB di Gedung Nusantara I DPR-RI, Senayan Lt.21, Ruang 2103. ibid, Wawancara dengan Informan Roy Suryo Notodiprodjo.
199
Suryo sependapat dengan peneliti. Berikut kutipan wawancaranya: Tapi kembali ke tiga unsur tadi, yang pertama dari medianya yang memungkinkan itu tadi, kemudian dari orangnya yang bisa ngaruh, dan ketiga kalau dari pekerja medianya mau melakukan itu. Dan ini belum tentu juga atau bukan tidak mungkin ada unsur bisa direkayasa juga.46 Mengenai unsur pekerja medianya, Informan Wina Armada berbeda pendapat dengan Informan Roy Suryo Notodiprodjo. Menurut Wina Armada, kalau dilihat dari segi nilai budaya, hukum dan sosial, dia tidak melihat adanya perubahan dari pengelola, baik pemilik stasiun maupun para pelaku bisnisnya seperti kerabat kerja produksi dan kru penyiaran. Selanjutnya Wina Armada mengatakan : Tapi saya melihat infotainment ini dia menyesuaikan dengan zamannya termasuk teknologi dan pasarnya. Jangan dilupakan dia juga merupakan bagian dari industri media khususnya media televisi.47 Terkait masalah tersebut, Informan
Farid Ridwan Iskandar berpendapat
bahwa perubahan itu ada dalam alat medianya, artinya media yang semakin canggih. Sedangkan pada artis, terjadi perubahan sikap, yaitu mereka lebih berhati-hati ketika harus tampil di depan kamera demi menjaga citranya. Berikut kutipan pernyataan Informan Farid Ridwan Iskandar : Saya melihat ada perubahan sikap si artis mereka mulai hati-hati, nggak mau macem-macem lagi, karena untuk menjaga citra dirinya. Karena bisa menghilangkan peluang ekonominya putus kontraknya yaitu iklan-iklan dimana yang bersangkutan menjadi endorsernya.48 Kembali ke pendapat Informan Roy Suryo Notodiprodjo mengenai sifat media, sifat artis dan karakter pekerja media, maka pernyataan Farid Ridwan __________________________________________________________________ 46 47
48
ibid, Wawancara dengan Informan Roy Suryo Notodiprodjo. Wawancara dengan Informan Wina Armada Sukardi, pada hari Jumat, 18 Juni 2010 Pk.11:00 – 12:00 WIB di Gedung Dewan Pers Lt. 7, Jl. Kebun Sirih, Jakarta Pusat. Wawancara dengan Informan Farid Ridwan Iskandar, pada hari Sabtu, 26 Juni 2010 Pk.13:30 – 15:00 WIB di Kantor tabloid Cek & Ricek, Jl. H. Sa’aba 40, Meruya Selatan, Jakarta Barat.
200
Iskandar adalah sama dengan pendapat Roy Suryo. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah merubah perilaku para pelaku bisnis infotainment dalam berkomunikasi. Tetapi mengenai sikap artis, Farid Ridwan Iskandar berpendapat bahwa mereka lebih berhati-hati dalam penampilan di media televisi demi menjaga citra diri. Tetapi ada juga para artis yang memang merekayasa kasus, karena beranggapan bahwa publik perlu tahu tentang keadaan dirinya. Memang benar ada beberapa kasus dimana artisnya sendiri merekayasa suatu peristiwa dengan suatu motif. Nah kalau ketahuan seperti itu kita tidak akan ambil. Ada beberapa yang memang sengaja berbuat seperti itu. Tapi teman-teman (maksudnya:wartawan infotainment) sudah cukup berpengalaman melihat gejala seperti itu, sehingga tidak akan semuanya terambil kecuali yang sudah terlanjur, tapi ya tidak akan diangkat. Ada beberapa yang datang kepada kami, minta untuk diliput, dengan berbagai alasan latar belakangnya.49 Berkaitan dengan asumsi bahwa telah terjadi pergeseran nilai budaya dan etika komunikasi dalam acara infotainment televisi, masalah yang bersifat privasi telah berubah menjadi ajang promosi diri bagi para sumber berita dalam hal ini para artis atau pesohor, Informan
Veven SP. Wardana, mengatakan sebagai
berikut: Ya, kalau melihat acara infotainment, memang telah terjadi itu terutama dari para pekerja infotainment itu sendiri mereka selalu memakai argumentasi bahwa artis itu milik publik, makanya ada istilah public figure. Pengertian public figure kan bukan itu sebetulnya. Artis itu hanya orang terkenal, hanya sosok pesohor. Sementara public figure adalah figur yang mempunyai kontribusi atau menghasilkan kebijakan untuk publik. Ya seperti orang parlemen sebenarnya, atau pemimpin formal. Nah kesalahkaprahan itu diteruskan oleh infotainment dan bahkan oleh para artisnya sendiri yang mengatakan: Kan saya public figure. Jadi saya harus jadi contoh, katanya. Sehingga mereka menempatkan diri entah secara __________________________________________________________________ 49
Wawancara dengan Informan Farid Ridwan Iskandar, pada hari Sabtu, 26 Juni 2010 Pk.13:30 – 15:00 WIB di Kantor tabloid Cek & Ricek, Jl. H. Sa’aba 40, Meruya Selatan, Jakarta Barat.
201
sadar entah karena dikendalikan narsisme. Artinya dengan menempatkan diri sebagai figur publik, mereka nggak lagi punya wilayah privat kan jadinya. Ketika diungkit-ungkit masalah privasi mereka baru mereka teriak-teriak. Tapi ya kemudian tarik ulur-tarik ulur terus kan.50 Sebagaimana pendapat Roy Suryo bahwa unsur dari pergeseran nilai itu diantaranya sifat dari artisnya dan karakter pelaku medianya, maka pendapat Veven SP. Wardana menegaskan hubungan antara pekerja infotainment dengan sifat artis atau pesohor. Pendapat tersebut juga sejalan dengan pendapat Informan Slamet Rahardjo Djarot,
Informan Farid Ridwan Iskandar, Informan
Bimo
Nugroho dan lain-lainnya tentang artis yang pesohor, dan perilaku awak infotainment. Tampak bahwa pendapat-pendapat tersebut mencerminkan adanya pergeseran nilai budaya dan etika komunikasi dalam program infotainment, baik yang positif maupun yang negatif. Menjawab pertanyaan mengenai apakah telah terjadi pergeseran nilai budaya dan etika komunikasi khususnya dalam acara infotainment baik subyek atau obyek materi yang diberitakan, Informan Bimo Nugroho, membahasnya dari terjadinya perubahan-perubahan sebagai cerminan berubahnya sifat masyarakat. Iya, intinya adalah bahwa memang terjadi perubahan itu. Hanya saja perubahan itu juga cerminan perubahan yang terjadi di masyarakat kita. Infotainment itu kan sangat digemari, program siarannya banyak, diberbagai stasiun TV itu pasti ada, kemudian di satu stasiun TV itu juga ada beberapa program, dan satu program itu bisa terbagi ada Insert Pagi, Insert Siang, Insert Malam, bahkan yang mingguan. Jadi dari pagi bangun tidur sampai kita menjelang tidur lagi itu ternyata kita pasti bisa menemukan infotainment, minimal di salah satu stasiun televisi. 51 ________________________________________________________________________________________________________________________
50
Wawancara dengan Informan Veven SP.Wardana pada hari Kamis, tanggal 24 Juni 2010 Pk.18:30 – 19:00 WIB di Studio 5 TVRI, Senayan Jakarta Pusat.
51
Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo pada hari Rabu, 16 Juni 2010 Pk. 13:30 – 16:30 WIB di Kantor KPI Pusat, Gedung Bapeten Lt.6 Jl. Gajahmada No.38 Jakarta Pusat.
202
Menurut Bimo, bahwa acara yang mendomnasi layar televisi dari buka siaran sampai menjelang tutup siaran adalah infotainment. Sedangkan berita, talkshow, sinetron, dan reality show,
hanya pada jam dan waktu tertentu saja.
Bimo berpendapat bahwa masalah ini perlu ditelaah pakai teorinya Freud, yaitu psikoanalisis. Bahwa ini ada libido yang digerakkan, dari penonton, dari awaknya, maupun dari materinya, materi dalam hal ini dari artis-artisnya. Yang dia maksud dengan libido adalah hasrat seksual. Hasrat seksual yang tidak secara terbuka tampak, tetapi dikemas. Menurut Bimo, manusia akan selalu begitu, kalau tampak dalam ketelanjangan yang murni secara vulgar, malah cepat bosan, paling tahan berapa lama. Selanjutnya pasti muak.
Tetapi karena disingkap secara
sedikit-sedikit dan di”blur”kan, maka itu menjadi menarik.
52
Informan Bimo
Nugroho melanjutkan: Itu tadi saya mengiyakan pertanyaan apakah telah terjadi pergeseran nilai karena ada dialektika antara infotainment dengan perubahan di masyarakat. Dalam arti etika komunikasi maupun etika hidupnya itu sudah semakin longgar makin permisif terhadap manifestasi libido, perwujudan dari libido tadi. Awalnya memang yang saya tangkap itu bukan dari masyarakatnya, tetapi dari dunia artisnya. Dunia artis yang memang mempunyai energi berlebih, terus eksesif kapital yang ada disana terus yang ketiga waktu luang yang mereka miliki. Sehingga gaya hidup, gaya pesta dan yang sebagainya itu, memungkinkan permisifisme itu mendapat tempat. Disamping itu kan mereka juga orang-orang yang suka menampakkan diri dalam arti narsis dan eksibisionis. Sehingga mereka suka mendapatkan liputan, terlepas bahwa mereka selama ini menghindarhindar dari wartawan, tapi pada dasarnya mereka itu suka diliput dan diketahui oleh umum. Dan ini merembet ke perilaku infotainmentnya, dan akhirnya merembet ke masyarakatnya, dari masyarakat di terima kemudian balik lagi, karena masyarakat kan suka sensasi-sensasi. Makin lama makin banal juga masyarakat dibutuhkan sensasi yang lebih dan lebih terus diperas, dan itu sebetulnya siklus libido itu. __________________________________________________________________ 52
ibid, Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo
203
Kalau dia tidak dikendalikan dan dibiarkan dia akan menghisap energi libido tsb sampai .. apa namanya …ke puncak yang paling banal itu.53 Menurut Bimo Nugroho
bahwa selain digerakkan oleh penonton
(masyarakat), libido juga digerakkan oleh awak produksinya dan materinya, dalam hal ini artis-artisnya. Artis dianggap memiliki kelebihan energi, kelebihan materi dan waktu luang, sehingga membentuk suatu gaya hidup tersendiri, gaya hidup serba pesta, bersifat narsis dan eksibisionis. Mereka selalu ingin tampil atau diliput oleh media, yang pada akhirnya menimbulkan sensasi-sensasi yang semakin lama semakin tidak elok atau menjadi sangat biasa. Maka terjadilah “banalisme” dalam kehidupan masyarakat dan pelaku bisnis infotainment, yaitu penggerakan energi libido yang semakin permisif. Mengutip penjelasan Informan Slamet Rahardjo Djarot tentang pengertian artis, maka yang dimaksud oleh Informan Bimo Nugroho adalah para pesohor, bukan seniman. Pada masa lalu, mungkin para artis sulit untuk diwawancarai, sedangkan sekarang, para artis malah cenderung ingin diwawancarai oleh awak media. Mengenai pendapat ini, Informan
Marah Sakti Siregar menyatakan bahwa
dahulupun sebenarnya artis sudah gampang diwawancara, tapi menurut konsep dahulu. Sekarang tentu sudah jauh berbeda, karena para artisnya sudah lebih maju dalam banyak hal. Para artis sudah sangat mengerti tentang bagaimana kamera, dan cara memanfaatkan media. Dahulu, ketika keadaan teknologi komunikasi belum seperti ini, para selebriti memang sudah merasakan akan manfaat media terhadap kehidupan mereka, apalagi sekarang ini. __________________________________________________________________ 53
Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo pada hari Rabu, 16 Juni 2010 Pk. 13:30 – 16:30 WIB di Kantor KPI Pusat, Gedung Bapeten Lt.6 Jl. Gajahmada No.38 Jakarta Pusat.
204
Lebih lanjut Marah Sakti menyatakan: Orang malahan sekarang sudah menyiapkan diri untuk menjadi selebriti, untuk menjadi entertainer, menjadi pesohor. Kan ada manajemennya dan ada wahana kegiatan dari televisi sendiri. Seperti Indonesian Idol, API, IMB, mau jadi bintang idola dan segala macem itu, orang sudah dipersiapkan. Kalau dulu jadi orang untuk jadi artis itu not by design, kalau sekarang untuk jadi artis itu by design. Dulu itu by accident, karena kebetulan tampang bagus ketemu dengan produser, karena nasib bagus segala macem, maka jadilah dia artis.54 Mengenai perilaku artis, khususnya artis baru, produser eksekutif infotainment Robby T. Winarka menyatakan sebagai berikut: Mengenai masalah perilaku, kalau bagi artis baru, apalagi yang masih muda, dia pasti akan mencari kita (infotainment), karena kita sebagai alat. Disini kita harus bisa membentengi orang-orang kita, Tim-tim kita dibawah (di lapangan), jangan sampai ada promo. Itu satu, walaupun sudah dibentengi kadang-kadang terjadi lolos juga ke layar. Contoh ada Group Band baru, diliput khusus, setelah kita check kenapa, ternyata jawabannya tidak jelas, atau malah karena masih saudara. Sehingga kita tanyakan apakah karena sudah menerima uang dari yang bersangkutan? Karena kami sudah ada agreement dengan stasiun TV bahwa tidak akan melakukan itu. Jadi yang seperti itu sebenarnya kami tidak mau.55 Mengenai apakah telah terjadi pergeseran nilai budaya dalam acara infotainment, sebagaimana telah diuraikan pada bagian depan, Informan Ali Mustofa Yacob sebagai ulama dan ilmuwan menyatakan bahwa yang terjadi bukan hanya pergeseran nilai, tetapi memang sengaja digeserkan. Jadi kalau menurut saya bukan pergeseran tapi digeserkan, dengan sengaja. Karena yang namanya rating itu adalah rekayasa. Ya itu memang membobrokkan umat bangsa Indonesia. Setiap tayangan-tayangan yang bagus secara moral dan akhlak, itu tidak akan diberi rating tinggi, tetapi yang akan merusak moral, kekerasan, pornografi, diberi rating tinggi.56 _______________________________________________________________________________ 54
55 56
Wawancara dengan Informan Marah Sakti Siregar pada hari Rabu, tanggal 23 Juni 2010 Pk. 10:00 – 11:30 WIB di Kantor PWI Pusat – Gedung Dewan Pers Lt.4 Jl. Kebun Sirih, Jakarta Wawancara dengan Informan Robby T. Winarka, pada hari Sabtu, 26 Juni 2010 Pk.17:00 – 19:00 WIB di Cafée Bean Senatan City’ Jakarta Pusat. Wawancara dengan Informan Ali Mustafa Yaqub pada hari Jumat, tanggal 25 Juni 2010 Pk.13:00 – 14:00 WIB di Kantor Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat.
205
Pernyataan bahwa nilai-nilai budaya itu ”sengaja digeserkan”, terasa cukup ekstrim. Pertanyaannya, siapakah yang sengaja menggeserkan nilai-nilai budaya tadi?
Jika dikatakan yang menggeserkan itu sistem rating, maka
dinyatakan bahwa rating itu merusak moral bangsa, membobrokkan masyarakat yang sangat permisif dan banal terhadap gerakan libido. Setiap tayangantayangan yang bagus secara moral dan akhlak, itu tidak akan diberi rating tinggi, tetapi yang akan merusak moral, kekerasan, pornografi, diberi rating tinggi. Rating dan share adalah salah satu alat ukur terhadap keberhasilan programming (programa siaran) suatu stasiun penyiaran radio atau televsisi, atau keberhasilan siaran suatu program acara radio atau televisi yang disiarkan. Rating adalah persentase jumlah khalayak atau jumlah orang yang menonton suatu siaran televisi atau mendengarkan suatu siaran radio terhadap jumlah total khalayak potensial (TV House Hold
atau THH/ Radio House Hold atau RHH).
Sedangkan share adalah persentase
jumlah khalayak atau jumlah orang
yang menonton suatu siaran televisi atau mendengarkan suatu siaran radio terhadap jumlah khalayak yang menghidupkan pesawat televisi atau radio pada waktu tertentu (Home Using TV atau HUT / Home Using Radio atau HUR). Rating dan share menunjukkan perkiraan besarnya penonton suatu acara siaran dan menjadi akses untuk menentukan rate card atau harga jual iklan spot pada acara tersebut. Rating dan share acara infotainment cukup tinggi karena penontonnya dinyatakan banyak dan dapat mendatangkan banyak iklan. Banyak yang menyukai infotainment disebab-kan telah terjadi banalisme atas penggerakan energi libido yang semakin permisif. Tentang pergeseran nilai tersebut dibenarkan oleh Informan Abdul Sattar
206
Gani yang menyatakan ada dua sisi, yaitu sisi positif dan sisi negatif. Ya, saya melihatnya ada pergeseran nilai, tetapi pada sisi lain pergeseran nilai itu tidak berkonotasi negatif. Tidak seluruhnya negatif, yang negatif juga ada, tapi yang positif juga cukup banyak. Yang positif misalnya, aktivitas selebritis yang diangkat ke media itu, misalnya ada kegiatankegiatan sosial mereka. Nah itu kan menunjukkan nilai positif, mungkin dulu belum pernah diangkat ya, sebelum acara infotainment itu ada, nah sisi ini kan positif. Itu pergeseran nilai juga, tapi menurut saya kan positif. Banyak sekali aktivitas selebritis yang kegiatan sosialnya memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, baik bantuan yang berupa materi juga kepedulian mereka kepada anak-anak terlantar, kepedulian bagi yang tidak mampu. Yang negatifnya juga ada, terlebih-lebih pada saat ini seperti kasus Luna Maya, Ariel dan Cut Tari, sangat menonjol sekali.57 Dari sudut pandang agama, berikut adalah pandangan dari ilmuwan dan ulama perempuan Informan Huzaemah Tahildo Yanggo mengenai pergeseran nilai budaya dan etika komunikasi dalam acara infotainment televisi. Ya bisa saja sih terjadi pergeseran nilai itu, karena aturannya kan aib orang itu harusnya disembunyikan, tapi ini kan malah diungkapkan, orang tadinya nggak tahu malah jadi tahu semua. Kalau yang baik-baik kan bagus, bisa menjadi pelajaran juga bagi penonton, orang bisa tiru. Tapi kalau yang jelek ngapain? Kan nggak boleh ditiru. Jadi misalnya menyebut aib orang, apalagi orangnya nggak ada, biar ada orangnya juga kan nggak boleh ditebarkan kemana-mana. Dalam hadits juga disebutkan: “Barangsiapa menutup keaiban atau malu orang lain, maka Allah akan menutupi juga aib orang itu di dunia dan akhirat”. Jadi yang seperti itu namanya ghibah, atau menyebutkan keaiban orang, itu tidak boleh. “Menyebut keaiban orang lain dimana kalau dia dengar itu dia nggak senang”. Kok malah diungkapkan ke ruang publik, kan bikin orang jadi malu. Tapi mereka membuat tayangan seperti itu mungkin karena biar laku, karena dianggap tayangannya menarik. Tapi kan itu bagi orang yang senang saja, sedang bagi yang tidak senang kan tidak mau itu tayangan buka-buka terus aib-aib orang. Dari sudut pandang moral dan etika juga nggak bagus, apalagi dari segi agama. Secara moralitas itu kan nggak bagus, tidak mendidik. 58 _______________________________________________________________________________ 57
58
Wawancara dengan Informan Abdul Sattar Gani pada hari Kamis, tanggal 14 Juni 2010 Pk. 16:00 – 17:00 WIB di Masjid Al Manar TVRI, Senayan, Jakarta. Wawancara dengan Informan Huzaemah Tahildo Yanggo pada hari Sabtu, tanggal 3 Juli 2010 Pk. 09:00 – 10:00 WIB di Kantor Direktur Pascasarjana IIQ Jakarta, Jl. Ciputat Raya, Tanggerang Selatan.
207
Menurut Huzaemah Tahildo Yanggo, karena era keterbukaan seperti sekarang ini maka orang tak peduli lagi apakah terhadap pimpinan atau atasan. Sekarang ini orang tak peduli, biar pimpinan dilabrak juga melalui tayangan atau pemberitaan di media, juga karena pengaruh globalisasi dan kebebasan mimbar. Anak-anak juga terpengaruh oleh perilaku orang ataupun perilaku media. Penghargaan antara murid dengan guru, antara yang muda dengan yang tua, sudah tidak jelas lagi. Huzaemah mengatakan bahwa tata krama dalam pergaulan sudah diabaikan, sehingga pergeseran nilai budaya itu terjadi. Kalau dulu tiap orang masih punya rasa malu, tapi sekarang ini sudah seolah tidak ada lagi rasa malu. Orang sekarang tanpa malu-malu mengatakan sedang berpacaran, atau mau menikah atau mau bercerai, dsb. Pada intinya, ketiga agamawan t ersebut di atas berpendapat memang ada terjadi pergeseran nilai budaya dalam acara infotainment televisi. Informan Ali Mustafa Yaqub menyatakan bahwa yang terjadi adalah “digeserkan dengan sengaja” oleh sistem rating. Kemudian Informan Abdul Sattar Gani mengatakan bahwa pergeserannya ada yang positif dan ada yang negatif. Sedangkan Informan Huzaemah Tahildo Yanggo mengatakan bahwa pergeseran itu ada yang disebabkan oleh pengaruh perilaku orang ataupun perilaku media. Juga terdapat pengabaian terhadap nilai-nilai tata-krama (Jawa: unggah-ungguh) tradisi. Hal itu terjadi karena era keterbukaan, globalisasi dan kebebasan mimbar. Sependapat dengan Informan Abdul Sattar Gani, Informan Arswendo Atmowiloto juga menyatakan bahwa pergeseran nilai tersebut ada yang positif dan ada yang negatif.
208
Sama ya, ada positif ada negatif. Semua liku-liku euphoria pasti ada, tapi negatifnya lebih banyak, karena kita jadi tahu lebih detail apa yang terjadi di kasusnya orang lain. Nah disitu pergeseran nilainya. Karena yang terjadi sekarang ini, dimulai tahun 93an atau 95an. Seperti istrinya Ahmad Albar mengadakan konperensi pers dia bilang minta cerai, itu artisnya sendiri sebagai sumbernya yang mempublikasikan. Nah itu benar teori anda. Mempublikkan privasinya. Tentunya banyaklah faktornya. 59 Meskipun sebagian Informan menyatakan terdapat pergeseran nilai budaya dan etika komunikasi, Informan Slamet Rahardjo Djarot mengatakan bahwa belum melihat adanya pergeseran tata nilai. Menurut Slamet, yang terjadi adalah histeria menerima budaya asing dengan satu impian atau euforia, dimana kebebasan seolah-olah tanpa batas.
Berikut pendapat Slamet Rahardjo tentang
masalah pergeseran nilai budaya: Pergeseran nilai yang dari pihak saya adalah pergeseran nilai yang dulu pernah atau secara de Jure kita pernah menganut itu. Tetapi sekarang karena ada tawaran dari satu kekuatan tertentu di luar, dimana globalisasi itu memungkinkan semua itu seolah-olah tidak lagi memiliki hak-hak atas budaya-budaya yang kita miliki, maka terjadilah semacam histeria. Saya kira yang terjadi hari ini belum sampai pada pergeseran nilai, tetapi masih histeria dari sebuah keterbukaan yang sebetulnya tidak disiapkan. Sehingga dengan demikian saya cenderung untuk tidak melihat adanya perubahan tata nilai. Yang terjadi adalah histeria menerima budaya asing dengan satu impian atau euforia, dimana kebebasan seolah-olah tanpa batas. Nah sehingga dia tidak malu meniru-niru orang lain, orang lain berbuat A mereka berbuat A. Nah kebetulan sumber informasi dan pengendali informasi adalah negeri-negeri adidaya yang dalam hal ini contoh konkritnya adalah Amerika. Jadi pola-pola pikir seperti misalnya hak azasi manusia, versi mana? Atau versi siapa? Kalau hak azasi manusia dengan cara yang sosialistis seperti kita ya “tepa slira”, hak azasi itu boleh-boleh aja, tetapi ada imbalan tepa slira-nya. Nah sekarang kembali kepada entertainment, infotainment. Jawaban saya adalah tidak ada pergeseran nilai, yang ada adalah kita gagap dan kita bingung, sebetulnya kaget melihat sesuatu yang belum pernah kita punya sebelumnya, yaitu kebebasan tanpa kendali. Kita dulu dengan budaya yang kita miliki itu terkendali, oleh budaya-budaya kita tersebut, sekarang sudah nggak lagi. ________________________________________________________________________________________________________________ 59
Wawancara dengan Informan Arswendo Atmowiloto pada hari Sabtu, tanggal 19 Juni 2010 Pk. 09:00 – 10:30 WIB di Kantor P.H. Atmo Chademas Persada Jl. M.Saidi No.34A, Petukangan Selatan, Jakarta Selatan.
209
Teknologi itu tidak ada salahnya, teknologi itu keniscayaan. KarenaTuhan memberikan isyarat bahwa masih ada rahasia yang belum kau buka. Sehingga dengan demikian teknologi itu tidak bisa dipersalahkan, itu hasil kreativitas anak manusia. Tetapi bagaimana menggunakan teknologi itu yang menjadi pertanyaan. Kan diperlukan sikap moral dan etika yang benar. 60 Mencermati penjelasan Informan Slamet Rahardjo Djarot tersebut, meskipun dinyatakan bahwa ia belum melihat adanya pergeseran tata nilai, tetapi menurut Slamet bahwa nilai yang kita miliki adalah nilai-nilai yang sudah kita setujui bersama. Pancasila sebagai nilai-nilai dasar berpikir dan ideologi berpikir, yang secara nasional kita pegang sebagai sebuah tata nilai. Jika Pancasila kita akui sebagai sebuah dasar berpikir dan berideologi, maka seyogyanya kita lihat isi dari Pancasila tersebut. Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” menunjukkan bahwa kita adalah masyarakat yang beragama, yang menjadikan norma-norma agama sebagai pegangan hidup. Norma-norma agama memberikan batas-batas atau rambu-rambu terhadap perilaku kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya pernyataan Informan Slamet Rahardjo sebagai berikut: Pergeseran nilai yang dari pihak saya adalah pergeseran nilai yang dulu pernah atau secara de Jure kita pernah menganut itu. Tetapi sekarang karena ada tawaran dari satu kekuatan tertentu di luar, dimana globalisasi itu memungkinkan semua itu seolah-olah tidak lagi memiliki hak-hak atas budaya-budaya yang kita miliki, maka terjadilah semacam histeria.61 Pernyataan-pernyataan
tersebut
sebenarnya
membenarkan
adanya
pergeseran tata nilai dalam masyarakat kita, yang di antaranya tercermin dalam acara infotainment televisi. Mengenai pergeseran nilai budaya dalam acara __________________________________________________________________________ 60
61
Wawancara dengan Informan Slamet Rahardjo Djarot pada hari Selasa, tanggal 29 Juni 2010 Pk.12:00-14:00 WIB di Teater Populer, Jl. Kebon Pala I No. 127 Tanah Abang – Jakarta Pusat. ibid. Wawancara dengan Informan Slamet Rahardjo Djarot.
210
infotainment di televisi,
Informan
Mochamad Sobary sebagai budayawan,
pengamat sosial dan pengamat media menyatakan bahwa untuk membahas pergeseran nilai budaya tidaklah cukup hanya dengan melihat infotainment saja, karena infotainment hanyalah bagian atau korban, tetapi harus lebih mendalam yaitu melihat adanya perubahan tata nilai, perubahan worldview. Berikut sebagian kutipan dari pernyataan Mochamad Sobary: Bicara tentang pergeseran nilai budaya itu harus agak mendalam, tidak bisa hanya dilihat di tempat infotainment itu saja. Infotainment itu hanya korban atau lebih ke efek. Jadi infotainment adalah bagian, mungkin ada mungkin ada yang lain lagi. Bagian dari efek perubahan-perubahan tata nilai. Perubahan tata nilai, perubahan worldview, kemudian sikap terhadap hidup. Nah sikap terhadap hidup itu nanti berhubungan dengan etika. Kalau sikap kita begini maka terhadap etika cuek, misalnya. Kalau sikap kita begini maka kepada etika kita patuh. Jadi tiga hal itu saya anggap penting. Pergeseran worldview kita lihat tata nilai, tata nilai adalah bagian yang sangat abstrak. Lalu nilai itu membentuk worldview. Karena hubungan diantara ketiganya dialektik, tidak hanya satu arah, misalnya nilai menentukan worldview saja, tidak. Tapi worldview juga menentukan nilai. Jadi hubungannya berkebalikan, dialektis. Nah dari dua hal itu kemudian agak jelas, membentuk suatu sikap, kira-kira demikian. Meskipun itu tidak sepenuhnya benar karena sikap dibentuk oleh hal-hal yang lain juga. Jadi worldview, tata nilai melahirkan sebuah sikap. Meskipun dengan catatan lagi sikap itu bisa juga dilahirkan oleh kondisi struktural. Karena worldview dan nilai that something that tidak hadir dalam tatanan nilainilai, tidak nampak dalam tatanan nilai-nilai. Struktur hubungan juga bisa melahirkan sikap, sikap dalam perspektif yang sama atau berbeda.62 Menurut Mochamad Sobary tiga hal telah berubah, yaitu tata nilai, worldview, lalu sikap juga berubah. Karena sikap kita atau sikap terhadap hidup berubah maka kemudian lahirlah tatanan-tatanan dalam dunia media. diantaranya muncullah infotainment,
Satu
atau entertainment yang membawa info.
___________________________________________________________________________ 62
Wawancara dengan Informan Mochamad Sobary pada hari Jumat, tanggal 2 Juli 2010 Pk. 16:30 – 18:30 WIB di Gedung Pusat Bahasa Kemendiknas, Rawamangun, Jakarta.
211
Menurut Sobary, sebutan infotainment itu sendiri tidak begitu bagus, karena entertainment juga ada infonya. Berikut pendapatnya mengenai pergeseran nilai budaya : Nah ini lagi, rasa malu kita sudah tergeser, benar. Bahwa asumsi apakah sudah terjadi pergeseran nilai budaya, saya ingin re-conforming, exactly right, exactly right, bahwa ini telah bergeser. Bergeser tata nilai, bergeser cara kita memandang, tidak hanya nilai, tapi value dan juga outlook, dalam kebudayaan namanya worldview, yaitu cara pandang terhadap dunia, pandangan kita terhadap dunia sosial, dunia dalam keluarga kita, untuk orang Jawa dunia cilik (kecil), jagat cilik, microcosmos, lalu macrocosmos, dan kemudian kepada yang lebih makro lagi. Dalam tatanan filsafat Jawa, bagaimana orang Jawa memandang ini. Tapi supaya tidak Jawa sentris, kita kemukakan sangat besar kemungkinan pengembangan, yang pasti Sunda bajahamber. Jagat kecil jagat besar, mikrokosmos - makrokosmos, yang penting jadi worldview, social world, tentu saja pandangan terhadap dunia dari mikrokosmos ke makrokosmos, dunia yang tergelar dimana semua orang mengobservasi, semua orang merasakan dan melihat dan bersaksi, berubah sudah berubah. Nah berubahnya begitu cara pandangnya dan kemudian pada sikap dan tindakan. Sekali lagi saya dukung tentang asumsi apakah ada perubahan nilai budaya. Merujuk pada perubahan-perubahan seperti yang saya sampaikan tadi. Namun kemudian kita hanya menyikapi, lalu memilih. Keharusan hanya menampilkan infotainment tidak ada etik, tidak ada value, tidak ada sistem, tiba-tiba kita memilih, seenaknya sendiri, sebutuh-butuhnya sendiri. Sekali lagi itu tidak dosa, tidak dosa. Tapi itu menyederhanakan kompleksitas hidup, karena dunia ini kaya dan bervariasi untuk kebutuhan manusia hidup.63 Pendapat Informan Mochamad Sobary sangat menegaskan bahwa telah terjadi pergeseran tata nilai budaya. Perubahan tersebut setidaknya ditinjau dari tiga aspek, yaitu perubahan tata nilai itu sendiri, perubahan worldview dan peru bahan sikap, dimana masing-masing aspek saling mempengaruhi karena sifatnya tidak satu arah, tetapi dialektis/dua arah. Perubahan tata nilai memengaruhi cara __________________________________________________________________ 63
ibid, Wawancara dengan Informan Mochamad Sobary.
212
pandang, perubahan cara pandang menyebabkan perubahan pada sikap dan tindakan. Selanjutnya yang menarik adalah munculnya komunitas ”Masyarakat Anti Program Televisi Buruk” yang lahir dari kegelisahan sebagian warga masyarakat melalui jejaring sosial di internet. Informan Roy Thaniago selaku Koordinator komunitas tersebut menyatakan pendapatnya tentang acara infotainment sebagai berikut: Saya melihatnya ada suatu pergeseran nilai dimana status sosial seseorang menjadi penting dan menjadi sesuatu yang dibutuhkan. Sepertinya masyarakat jadi butuh, butuh berita atau informasitentang orang-orang dengan status sosial diatas. Dan saya pikir ini menjadi suatu pendangkalan masyarakat terhadap informasi-informasi yang sebenarnya tidak punya dampak publik terhadap masyarakatnya. Ini penting menurut saya ini adalah peninabobokan masyarakat terhadap apa ya, mereka menjadi terlena bahwa informasi-informasi yang sebenarnya tidak penting menjadi begitu penting dan menjadi harus tahu.64 Informan Roy Thaniago mengatakan bahwa terjadinya pergeseran nilai tersebut lebih banyak negatifnya: “Lebih banyak ke negatifnya. Kalau tidak negatif maka kami (Maksudnya: Masyarakat Anti Program Televisi Buruk) tak perlu muncul”. Pernyataan Roy Thaniago sangat sesuai dengan contoh-contoh cuplikan isi tayangan infotainment sebagaimana dikemukakan dalam Sub Bab 3.2 dan pembahasan ringkasnya. Artinya bahwa telah terjadi pergeseran nilai budaya dan lebih bersifat negatif. Pandangan serupa disampaikan oleh aktivis perempuan yaitu Informan Mariana Amiruddin. Mariana berpendapat sama dengan Ali Mustofa Yacob bahwa yang terjadi bukanlah pergeseran nilai budaya, tetapi nilai budaya yang digeserkan. Berikut kutipan wawancara dengan Informan Mariana Amiruddin: __________________________________________________________________ 64 Wawancara dengan Informan Roy Thaniago pada hari Kamis, tanggal 24 Juni 2010 Pk.18:00 – 18:30 WIB di Studio 5 TVRI, Senayan Jakarta Pusat.
213
Kalau dulu mungkin karena masih berupa majalah-majalah sehingga walaupun ada masalah pribadi, tapi tidak begitu menonjol, tetapi lain dengan sekarang. Melalui media televisi maka semakin luas jangkauannya, dan efeknya yaitu pergeseran itu selalu ada. Mau tidak mau memang harus dibahas dan dikaji, karena itu terkait dengan kepentingan publik. Nah bagaimana perilaku mereka para selebriti itu yang akan diingat oleh penontonnya. Apalagi dalam kondisi mereka (masyarakat) yang lemah ekonominya, rendah pendidikannya, tata kota yang kacau balau, dsb, maka pengaruh-pengaruh negatif itu lebih mudah menyentuh masyarakat. Dan kalau mau bicara moralitas ya harus dibenahi dulu infrastruktur yang ada termasuk aturan-aturan main dalam bisnis media. Saya lebih setuju dengan istilah digeserkan, karena memang ada gejalagejala penggeseran terhadap nilai-nilai budaya kita melalui teknologi media dan bisnisnya. Ada kesengajaan agar bergeser. Yang menggeserkan ya industri media, karena ada sistem kapitalistis itu tadi. Jadi akhirnya pengabaian terhadap nilai-nilai yang ada di masyarakat benarbenar menjadi suatu kebudayaan baru.65 Jika Informan Ali Mustofa Yacob menekankan bahwa penggeseran nilai budaya itu oleh sistem rating, maka Informan Mariana Amiruddin menekankan penggeserannya oleh industri media yang dipengaruhi oleh sistem kapitalistik. Posisi tawar penonton atau masyarakat adalah lemah. Masyarakat hanya bisa menerima apa yang diagendakan oleh media. Apalagi bagi masyarakat yang lemah ekonominya, rendah pendidikannya, tinggal dalam tata kota yang kacau balau, dsb, maka pengaruh-pengaruh negatif itu lebih mudah menyentuh masyarakat. Akhirnya terjadi pengabaian terhadap nilai-nilai yang ada di masyarakat sehingga benar-benar menjadi suatu kebudayaan baru. Informan Nani Indra, seorang psikolog dan pengajar psikologi komunikasi, mengatakan: Bicara tentang pergeseran nilai budaya, kalau melihat media seperti itu, disatu pihak dari segi sosial itu selalu ada interaksi antara subyek dengan lingkungan, lingkungan dalam hal ini media, subyeknya adalah para pesohor. Kalau kita lihat pesohornya, ya mereka sebagai seorang pesohor tentunya juga ingin mempertahankan membina hubungan dengan para ___________________________________________________________________________ 65
Wawancara dengan Informan Mariana Amiruddin pada hari Senin, tanggal 5 Juli 2010 Pk.14:00-15:00 di Kantor YJP Jl. Tebet Barat Dalam 9A No.B-1 Komplek Kejagung Jakarta Selatan dan di Café Citrus Tebet, Jl. MT.Haryono, Jakarta Selatan.
214
pengidolanya. Dan juga tetap untuk mempertahankan reputasi atau status mereka di dunia entertainment. Di lain pihak kalau dari media massanya tentunya disini adalah melihat pesohor adalah menjadi daya tarik tersendiri untuk diberitakan dan tahu bahwa akan diikuti atau dilihat oleh para pengidolanya itu. Sekarang bagaimana masing-masing itu, siapa menggunakan apa. Asal sudah begitu kan kepentingan dan tujuan masingmasing pihak tidak lagi atau berkuranglah di dalam hal ini mengenai nilai sosial budaya secara umum, karena yang berperan adalah ego mereka. 66 Nani melihat bahwa pada dasarnya masyarakat kita adalah masyarakat kolektif dan budaya lisan lebih dominan daripada budaya tulis. Kolektivitas mengimplikasikan bahwa ini adalah jejak-jejak masa lalu. Menurut Nani, kita sudah terbiasa untuk tahu siapa-siapa saja dalam lingkungan kita. Terus dengan budaya lisan maka itu kemudian dibicarakan meskipun secara terbatas. Sedangkan Informan Urip Purwono, juga seorang psikolog dan pengamat media massa, meninjau mengenai terjadinya pergeseran nilai budaya dalam acara infotainment televisi dari kajian dan teori-teori psikologi. Informan Urip Purwono menyatakan: Pada dasarnya banyak orang khususnya artis, punya kecenderungan, kesenangan menikmati kalau diperhatikan orang. Jadi ada kesenangan, ada sesuatu yang “satisfiying” terlepas dari apakah itu memberikan suatu keuntungan financial atau tidak, tapi ada faktor psikologisnya. Kalau kita bicara lebih dalam lagi, ada kecenderungan yang lebih besar pada sebagian orang untuk mendapatkan perhatian publik. Sehingga kalau dia tidak atau sudah tidak mendapatkan perhatian maka dia akan mencari cara lain agar diperhatikan. Nah ini adalah bentuk kecenderungan kepribadian, atau istilahnya “histerical personality”. Apakah “entertainer” itu memiliki “histerical personality”, memang ada referensi yang menyatakan mengenai kecenderungan itu.67 Jika dikaitkan dengan teori “psichoanalysis”nya Sigmund Freud, sebagaimana pendapat Informan Bimo Nugroho, bisa terjadi infotainment nanti_______________________________________________________________________________ 66
67
Wawancara dengan Informan Nani Indra Ratnawati Nurrachman pada hari Rabu, tanggal 7 Juli 2010 Pk.14:00- 15:00 WIB di Fakultas Psikologi Unika Atmajaya Gedung C Lt.4 Jl.Jendral Sudirman 51, Jakarta Pusat. Wawancara dengan Informan Urip Purwono pada hari Jumat, tanggal 20 Mei 2011 Pk. 21:00 22:30 Waktu Kuala Lumpur di Putra World Center, Kuala Lumpur, Malaysia.
215
nantinya berubah jadi “infreudtainment”.
Mengenai hal ini Informan Urip
Purwono berpendapat: Memang namanya juga entertainer, sifat eksibisionisnya ada dan mungkin “opportunist” karena mencari kesempatan-kesempatan.Sebetulnya kalau ditinjau dari psikoanalisis, yang bisa klop kesitu kan “basic”nya. Orang tidak menyadari bahwa perilakunya itu sebetulnya dikendalikan untuk membuahkan dorongan yang sesuai dengan keinginannya. Itu yang nggak sadar, “unconsciousness”, ada sesuatu dibawah sadarnya, bahwa dia tidak tahu kalau keinginannya itu terpenuhi. Orangnya sendiri tidak sadar bahwa dia menginginkan beberapa hal. Nah dari sisi psikoanalisis, maka proses ini pada saat “conscious – unconscious”. Freud sendiri teorinya untuk mentherapi pasien-pasiennya, kondisinya dianalisis, ditelaah dan disimpulkan, untuk kemudian dilakukan tindakan.68 Dari wawancara peneliti dengan produser dan pelaku bisnis infotain-ment, mereka lebih berbicara dari sisi bisnisnya. Karena harus kejar tayang, sehingga apa yang harus diambil dan disajikan sering terpaksa mengabaikan rambu-rambu yang ada. Sedangkan para pengamat media televisi menyatakan bahwa dalam banyak hal, bila seseorang artis sudah mulai redup pamornya, maka dia akan membuat masalah sehingga ketika menjadi kasus, dan ketika infotainment mengangkatnya, maka namanya akan berkibar lagi. Mengenai hal ini, Informan Urip Purwono berpendapat tidak ada orang yang benar-benar mau dilupakan. Histeria dan hipnosis adalah awal dari teorinya Freud, dimana Freud awalnya bekerja pada Charcot (Catatan: Jean-Martin Charcot, Neurolog terkenal di Paris). Jacques Lacan menganalisis pemikiran Sigmund Freud menyatakan bahwa manusia tidak dikuasai oleh unsur kesadaran, tetapi oleh unsur ketidaksadaran. Menurut Lacan, ketidaksadaran merupakan struktur yang tersembunyi yang mirip dengan bahasa. Manusia telah tercecer dari pusatnya. Ketidaksadaran merupakan _______________________________________________________________________________ 68
ibid, Wawancara dengan Informan Urip Purwono.
216
struktur yang menguasai manusia. Mimpi, gejala neurosis, salah tindak, merupakan signifikan (penanda), sedangkan ketidaksadaran merupakan logos yang mendahului manusia, dan manusia menyesuaikan diri dengan keadaan itu. (Bracher, 2009: x-xv) 69 Menanggapi pernyataan tersebut di atas Urip Purwono menjelaskan sebagai berikut: Ya, jadi psikoanalisisnya, yang berasal dari pakaian-pakaiannya, kalau seseorang melakukan sesuatu, pada akhirnya itu kan mencoba menjelaskan menjelaskan, memahami, kemudian kalau bisa mempredik sikan, kalau bisa kemudian mengintervensi. Nah sekarang menjelaskan, kalau seseorang melakukan kegiatan dalam waktu tertentu, itu kalau menurut Sigmund Freud, itu yang mengarahkan, yang mendasari tindakannya itu bukan pemikiran sadar, tetapi sesuatu dibawah sadar. Itu ciri khas dari teori Freud, sehingga dikatakan bahwa manusia itu lebih banyak dikendalikan oleh motif-motif tidak sadar, “unconscious motive”, atau dunia tidak sadarnya seseorang.70 Dalam hal antara kesadaran dan ketidaksadaran, yang telah mempengaruhi perubahan worldview akhirnya mempengaruhi pola sikap dan pola tindak. Pola sikap dan pola tindak akhirnya mempengaruhi tata nilai yang ada, penulis berpendapat bahwa pemikiran Lacan sangat tepat digunakan untuk menganalisis perilaku manusia dalam hal ini para pelaku bisnis infotainment, khususnya para selebriti yang muncul. Para pesohor menyadari atau mungkin tidak menyadari atas peran yang dimainkannya sehingga imej tentang dirinya terbentuk di masyarakat. Jika pembuatan infotainment itu didasari oleh ketidaksadaran para pelakunya, maka dampak yang ditimbulkan juga diterima oleh khalayak dengan ketidaksadaran. _____________________________________________________________________________ 69 http:// esperanzadelucha.blogspot.com/2010/02/strukturalisme.html. Posted by: fazlurrahman – UGM ; diunduh: 07-04-2010, at 23:03 WIB; 70
ibid, Wawancara dengan Informan Urip Purwono.
217
Para pesohor ada yang sadar dan ada yang tidak sadar bahwa dirinya disorot kamera atau sedang diliput. Yang tidak sadar bahwa dirinya sedang disorot kamera, maka yang bersangkutan adalah obyek dari liputan itu. Tetapi yang sadar bahwa dirinya sedang diliput oleh kamera, maka dia akan menjadi subyek liputan, sehingga akan berbuat diluar yang biasa dilakukannya. Penulis berpendapat bahwa orang-orang
yang
berhubungan
dengan
publik adalah bagian dari epistim-epistim modern. Manusia sebagai makhluk yang dapat berbicara, yang hidup dan bekerja dan ditentukan oleh hukum-hukum bahasa, struktur organis biologis, dan hukum-hukum produksi. Manusia juga sebagai sosok utuh yang dibahas dalam berbagai pengetahuan dan diskursus, telah kehilangan kedudukannya sebagai kategori utama pengetahuan yaitu hilangnya konteks manusia sebagai kategori istimewa. Manusia tidak lagi menjadi titik pusat sebagai sumber otonom dari tindakannya.71 Menanggapi hal di atas, Informan Urip Purwono menyatakan bahwa semua itu sebetulnya dulunya adalah tinjauan sosiologis. Sedangkan kalau kita bicara bidang psikologi, maka perkembangannya adalah dari psikoanalisis, masuk ke behaviorism, ke humanis, eksistensial, lalu fenomenologis. Kognitif, lalu sekarang neuro-science, neuro-psychology. Perilaku manusia dijelaskan melalui system syaraf.72 Dari diskusi tentang kesadaran dan ketidaksadaran manusia dalam memainkan peran masing-masing dalam kehidupan, termasuk dalam bisnis produksi _____________________________________________________________________________ 71 http:// esperanzadelucha.blogspot.com/2010/02/strukturalisme.html. Posted by: fazlurrahman – UGM ; diunduh: 07-04-2010, at 23:05 WIB; 72 Wawancara dengan Informan Urip Purwono pada hari Jumat, tanggal 20 Mei 2011 Pk. 21:00 22:30 Waktu Kuala Lumpur di Putra World Center, Kuala Lumpur, Malaysia.
218
infotainment, Informan Arief Rachman sebagai pendidik mengatakan bahwa apa yang ada di televisi sekarang ini adalah multidimensi. Ada nilai-nilai baratnya, ada nilai-nilai timurnya. Ada nilai-nilai yang sangat pragmatis dan ada nilai-nilai yang sangat teoritis.73 Masih terkait dengan kesadaran tentang peran dalam bisnis infotainment, dimana ada pendapat dari para Informan bahwa di dalam infotainment ada perge seran nilai budaya dan etika komunikasi, dan bahkan infotainment telah ikut mengubah pergeseran tata nilai di dalam masyarakat, Informan Ilham Bintang sebagai perintis awal munculnya program infotainment mengatakan: Saya termenung, melamun, apakah saya hanya berfungsi merekam dinamika perubahan atau pergeseran nilai itu, atau saya memang ikut bermain di dalamnya melakukan perubahan atau pergeseran itu? Saya agak terganggu juga cukup lama. Karena kalau kita bicara yang sulit-sulit kayak gini, apalagi dulu kan hal-hal kayak gitu berurusan dengan polisi, dsb. Tapi lama-lama setelah 3 tahun mulailah disambut oleh Kompas, dll, dan dianggap sebagai suatu temuan mengenai konsep sebuah program yang khas, yang cocok dengan karakteristik manusia. 74 Sebagai penggagas awal pembuatan program infotainment, Informan Ilham Bintang sering dijadikan sebagai narasumber atau istilah dia menjadi “bemper’ jika terdapat masalah terkait dengan komplain atau teguran terhadap infotainment, meskipun acara tersebut bukan produk dari perusahaannya. Kesadaran akan peran yang dimainkan baik dalam produksi acara infotainment maupun dalam organisasi pers dan media, membuat Ilham Bintang senantiasa berpedoman pada regulasi yang berlaku. Namun demikian, realitas di lapangan sering berbeda dengan prinsip-prinsip jurnalistik yang seharusnya dipedomani. _____________________________________________________________________________ 73
74
Wawancara dengan Informan Arief Rachman pada hari Jumat, tanggal 16 Juni 2010 Pk. 13:3014:00 WIB di Kantor Komisi Nasional untuk Unesco, Gd. Diknas Lt.17, Jl. Jend.Sudirman , Senayan, Jakarta Pusat. Wawancara dengan Informan Ilham Bintang, pada hari Kamis, 1 Juli 2010 Pk. 12:00-14:00 WIB di Kantor Cek & Ricek Tayang, Jl. Menara IV, Meruya Selatan, Jakarta Barat.
219
3.1.3
Motif di balik maraknya produksi acara Infotainment di televisi.
Mengapa begitu banyak ditayangkan acara infotainment di layar televisi? Ada motif apa sebenarnya di balik penayangan acara tersebut? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut peneliti mencatat jawaban atau pernyataan dan pendapat dari para narasumber, yaitu para informan yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing sebagaimana sebagian pendapat mereka telah penulis gunakan dalam kajian sebelumnya. Untuk mengetahui tentang masalah tersebut, peneliti menelusuri latar belakang munculnya acara infotainment melalui para perintisnya, di antaranya
Informan Ilham Bintang. Ilham Bintang adalah
wartawan senior yang menjadi pengurus PWI Pusat dan pemilik perusahaan media yang menerbitkan tabloid dan acara-acara infotainment. Berikut intisari wawancara penulis dengan Informan Ilham Bintang mengenai latar belakang pengalamannya hingga munculnya acara infotainment. Pada awalnya, waktu Ilham Bintang menjadi Ketua Panja kegiatan wartawan di Surabaya, dia punya program namanya “Etika Bung”. Menurut Ilham, hukum boleh saja berkelit, bisa membalikkan yang jelek jadi baik atau sebaliknya, tapi kalau etika itu adalah memang urusan sendiri. Bahwa itu concern wartawan terhadap etika profesinya. Ilham mencoba kampanye mengenai itu, dia berkeliling ke Camat-Camat, memberikan pemahaman bahwa kalau ingin kontrol pers, ada undang-undangnya. Kemudian Ilham membuat program sinetron. Pada waktu itu dia menjadi Kepala Humas Panitia Festival Film Indonesia. Kalau mau bicara masalah film Ilham bertandang tiga hari ke TVRI untuk melihat potongan-potongan film hasil
220
screening. Pada waktu itu oleh Kepala Seksi Reportase dan Penerangan TVRI Jazirwan Uyun, Ilham diberi waktu tiga menit di akhir berita untuk mengisi berita tentang festival film tersebut.75 Dari situ dia belajar banyak tentang masalah sinetron dan membuat berita di televisi. Selanjutnya Ilham mengatakan: Tapi menangani berita tentang festival itu gelagapan waktu itu, kenapa, karena bagaimana menyampaikan kepada masyarakat unsur-unsur sinetron yang baik, tapi bukan hanya idealisme saja. . Itu sekitar tahun 1994 ya, saya pertama kali bikin infotainment berupa “Buletin Sinetron” disiarkan di RCTI. Tapi kok masih kurang greget gitu. Setahun kemudian, tahun 1995-an, RCTI juga menyiarkan produksi dari Shadika, P.H. Shadika Widya Cinema, yaitu “Kabar-Kabari”. Waktu itu infotainment kurang ada respons, sampai akhirnya tahun 1997-an saya ditawarin untuk bikin “gossip show”.Waduh.. saya bilang bagaimana ya.. bikin lalu diserahkan ke televisi. Itulah ceritanya kemudian… buat acara tentang artis, tapi saya bilang jangan gosip dong. Makanya saya buat yang namanya “Cek & Ricek”. Kok namanya aneh sih, ini kan acara hiburan. Lha kalau mau ngegosip ya cek dulu, ricek, gitu. Prinsipnya adalah bagaimana sih membuat berita yang mendekati akurat, karena akan ditonton oleh publik, sehingga bagaimana suatu peristiwa itu tidak dipelintir. Gimana publik gak percaya kalau yang ngomong jelas. Dan itu kenapa kok artis, sementara yang lain itu beritanya politik? Ya memangnya kenapa? Lantas bagaimana kita mengangkatnya? Bagaimana konsep operasionalnya? Yah kita harus tetap berpedoman pada kode etik jurnalistik. Karena jika bicara masalah pribadi bisa berbahaya kalau tidak hati-hati, kita bisa di suit. Ya kan? Nah kebetulan saya sering menangani pengaduan-pengaduan dan keluhan para artis karena pemberitaan yang miring pada mereka. Ya sudah lebih mudah kami melakukan pendekatan kepada mereka. Jadi saya waktu itu berprinsip pada jurnalistiknya, sebagai dasar pemberitaannya, sehingga ini bisa menjadi media klarifikasinya. Baru enam bulan pertama, artis sudah datang, mengenalkan pacar barunya, dan banyak lagi, minta di ekspos.76 Munculnya acara infotainment tidak terlepas dari pengalaman Informan Ilham Bintang selaku perintis. Perintisan tersebut berlatar belakang situasi pada saat itu, dimana pengaruh kekuasaan Orde Baru masih sangat kuat dan kontrolnya ___________________________________________________________________________ 75
76
Wawancara dengan Informan Ilham Bintang, pada hari Kamis, 1 Juli 2010 Pk. 12:00 – 14:00 WIB di Kantor Cek & Ricek Tayang, Jl. Menara IV, Meruya Selatan, Jakarta Barat. ibid, Wawancara dengan Informan Ilham Bintang.
221
pun sangat ketat. Pengalaman Informan Ilham Bintang dimulai sebagai wartawan mainstream, sehingga ketika membuat acara “gossip show” untuk disiarkan di televisi tetap berpedoman pada kode etik jurnalistik. Meskipun pada awalnya kurang mendapat respon, pada akhirnya banyak artis yang datang dan minta untuk di ekspos. Dari kondisi itulah infotainment mulai berkembang dan marak di stasiun televisi. Informan Ilham Bintang menjelaskan bahwa sebelum ada televisi swasta, perkembangan filmpun sangat sulit dan lambat. Sumber daya manusianya tidak memadai. Kemudian datang televisi swasta, mulai marak produksi drama TV atau sinetron, dan tentunya infotainment. Tentang konsep infotainment, Ilham Bintang mengatakan : Nah, konsep infotainment itu produksinya murah, kenapa? Karena kita prinsip pertemanan. Biaya produksi dan sewa peralatan murah, tapi pemasukan masih minim. Tapi saya katakan bahwa infotainment itu menolong Stasiun TV, menemukan program yang mudah dibuat dengan biaya yang murah, dan pada akhirnya bisa mendatangkan pemasukan iklan yang cukup banyak. Tidak ada satupun kita temukan program yang dibuat dengan meniru atau asli bisa bertahan lebih dari 4 tahun. Banyak sekali program hanya berumur pendek, coba saja di stasiun TV manapun, lenong, ketoprak, dsb. Nah dalam infotainment kita coba mengangkat profil kehidupan para tokoh, termasuk tokoh politik, entertainment, dll. Orang mengatakan bahwa itu melanggar kode etik, undang-undang pers, dsb, saya katakan tidak. Walaupun yang diangkat itu masalah pribadi, tapi bagaimana menyajikannya, itu yang penting. Tapi ada yang nanya lagi, kenapa artis? Yah kan kalau orang politik katanya bisa jadi masalah. Tapi kenapa infotainment menarik? Karena menurut teori pasar, penonton itu ingin menonton bukan cuma acara yang diperankan artis saja kan, tapi juga pengin tahu siapa dan bagaimana si artisnya.77 Pada awalnya konsep infotainment biaya produksinya murah, karena artis _____________________________________________________________________________ 77
Wawancara dengan Informan Ilham Bintang, pada hari Kamis, 1 Juli 2010 Pk. 12:0014:00 WIB di Kantor Cek & Ricek Tayang, Jl. Menara IV, Meruya Selatan, Jakarta Barat.
222
nya tidak perlu dibayar, sewa alat murah tapi pemasukan masih minim. Sekarang biaya produksinya masih tetap murah dan pemasukan iklannya banyak. Konsep penting yang dianut oleh Ilham Bintang adalah cara menyajikan berita mengenai masalah pribadi dan teori pasar. Menurutnya, teori pasar adalah bahwa ”penonton itu ingin menonton bukan cuma acara yang diperankan artis saja, tapi juga pengin tahu siapa dan bagaimana si artisnya”.78 Konsep produksi dengan biaya murah itu merupakan pemacu mengapa banyak rumah produksi membuat acara serupa. Bahkan kemudian produksi infotainment banyak diambil alih oleh stasiun televisi menjadi inhouse production. Stasiun televisi menguasai sekitar 80% produksi dan rumah produksi kebagian 20% saja dari kegiatan produksi yang berupa coproduction. Penjelasan Informan Wina Armada selaku praktisi media, jurnalis, pengamat media dan berperan di dalam organisasi pers mengenai persentase produksi infotainment juga menyatakan hal yang sama, yaitu: Dulu infotainment ketika awal kemunculan, boleh dibilang adalah 100 persen PH, kemudian cukup lama menjadi 80% PH dan 20% inhouse (stasiun TV), lalu sekarang ini 80% in house, stasiun televisi sendiri dan 20% milik PH. Hal ini mencerminkan bahwa infotainment tidak terlepas dari kebijakan industri TV itu sendiri.79 Produksi infotainment banyak diambil alih oleh stasiun televisi, apakah ini karena masalah ekonomi yaitu untuk mencari profit yang berlebih, tanpa memikirkan misalnya efek yang akan ditimbulkan, atau hanya co-incident saja?.
_____________________________________________________________________________ 78
79
Wawancara dengan Informan Ilham Bintang, pada hari Kamis, 1 Juli 2010 Pk. 12:00 14:00 WIB di Kantor Cek & Ricek Tayang, Jl. Menara IV, Meruya Selatan, Jakarta Barat. Wawancara dengan Informan Wina Armada Sukardi, pada hari Jumat, 18 Juni 2010 Pk.11:00 – 12:00 WIB di Gedung Dewan Pers Lt. 7, Jl. Kebun Sirih, Jakarta Pusat.
223
Informan Henri Subiakto yang sering mengamati perkembangan acara infotainment menyatakan bahwa memang dalam sehari penyiaran acara infotainment bisa lebih dari 15 (lima belas) jam real time, jika dijumlahkan dari semua stasiun yang menyiarkan. Sama dengan apa yang dikemukakan oleh Bintang mengenai biaya produksi acara infotainment, pendapat Henri Subiakto mengenai motif dibalik maraknya siaran acara infotainment antara lain: Kenapa seperti itu, pertama karena media sendiri itu memang selalu memiliki air time yang banyak dan membutuhkan konten untuk disiarkan. Dia kan pasti, konten yg paling murah dan kemudian menarik itu memang infotainment. Infotainment itu murah sekali, pertama tentang artis itu kan menarik, kedua artisnya gak perlu dibayar, untuk diwawancara dan diberitakan itu tidak perlu membayar uang buat artis, kalau mengundang artis buat nyanyi, sekali nyanyi itu buat Luna Maya itu 24 juta hanya utk dua lagu. Tapi kalau di infotainment orang atau artis-artis itu malah senang, tidak perlu dibayar, bahkan malah senang, dan bahkan itu sudah merupakan promo, dan itu murah.80 Apakah itu berarti termasuk trend dalam industri media televisi, para artis dan masyarakatnya, serta kenapa bisa terjadi demikian, Henri Subiakto menyatakan: Ya karena memang industri itu butuh produk untuk diproduksi dan murah, dan mudah dan salah satu program yang murah dan paling mudah itu infotainment, dan menyenangkan. Rating-nya sebenarnya nggak terlalu tinggi, kenapa gak tinggi karena memang dia biasanya disiarkan pada jam-jam yang tidak prime time. Tapi TV share-nya lumayanlah, seperti itu. Lalu apa sih tujuan infotainment? Sekedar hanya untuk menyampai kan info biar masyarakat senang? Terus kemudian banyak penonton, atau sebuah media itu tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas masyarakat. Kalau media sebagai institusi sosial itu harus punya tujuan sosial, tujuannya sosialnya adalah yang signifikan untuk meningkatkan kualitas masyarakat, tidak hanya kualitas hidup, tetapi semuanya termasuk kualitas standar moral, dan macam-macam.81 ___________________________________________________________________________ 80
81
Wawancara dengan Informan Henri Subiakto, pada hari Jumat, 11 Juni 2010 Pk. 13:30 14:00 WIB di Kantor Staf Ahli Menkominfo Bidang Media Massa, Lt.7, Jl. Merdeka Barat No. 4 dan 5 Jakarta Pusat. ibid, Wawancara dengan Informan Henri Subiakto.
224
Salah satu Produser Eksekutif acara infotainment yaitu Informan Robby T.Winarka menjelaskan tentang acara-acara infotainment yang telah digarapnya sekitar sepuluh tahunan melalui Indigo Production dan disiarkan di beberapa stasiun televisi sebagai berikut: Kalau kami di infotaiment sudah sepuluh tahun lebih. Di RCTI ada satu yaitu Silet, di SCTV ada dua yang pagi Was-Was, terus Hot Shot…. Di Anteve kami ada Expresso, terus di Trans7 kami ada I-Gossip, tapi yang sore, yang pagi atau siang bukan dari kami. Di TransTV kami pegang Insert sore.82 Mengenai hubungan antara Production House dengan stasiun penyiaran utamanya dalam masalah produksi acara infotainment, Informan Robby T.Winarka menjelaskan sebagai berikut: Stasiun sebetulnya tidak bisa mengerjakan semua acaranya. Meskipun mereka menamakan sebagai inhouse, tapi akhirnya di sub-kan lagi ke pihak-pihak luar. Seperti Insert, tapi kan akhirnya tidak bisa mengerjakannya sendiri, seperti Insert yang pagi diserahkan ke orang, kami pegang yang sore. Mula-mula Insert itu hanya siang hari, tapi berkembang ada yang pagi dan ada sore. Jadi merknya tetap Insert, yaitu Insert Pagi, Insert Siang dan Insert Sore, yang malem gak ada. Jadi seperti tadi saya contoh-contohkan juga tidak mutlak, pada akhirnya akan kembali ke cara semula. Ada outsourcing, tapi mereka tidak mengandalkan hasilnya, yang penting ratingnya. Dan yang terjadi akhirnya sebagian besar dilemparkan lagi ke kita-kita, karena mereka sadar bahwa mereka tidak akan sanggup menggarap semuanya.83 Menyimak jawaban Informan Henri Subiakto dan Robby T.Winarka tersebut, jika dikaitkan dengan terjadinya pergeseran nilai budaya dan etika komunikasi sebagaimana dibahas dalam sub bab sebelumnya, maka faktor pergeseran atau penggeseran tata nilai yang ada di masyarakat kita adalah sebuah konsekwensi logis dari motif dibuatnya acara infotainment. Jadi unsur-unsur indus ____________________________________________________________________________ 82
83
Wawancara dengan Informan Robby T. Winarka, pada hari Sabtu, 26 Juni 2010 Pk.17:00 – 19:00 WIB di Cafée Bean Senatan City’ Jakarta Pusat. ibid, Wawancara dengan Informan Robby T. Winarka.
225
tri media televisi termasuk teknologinya, sifat artis (pesohor) dan karakter pelaku bisnis infotainment sebagaimana diuraikan oleh Informan Roy Suryo adalah suatu realita dari tujuan industri media untuk mendapatkan profit dan menjaga ekonomi media supaya tetap eksis di pangsa pasar penyiaran.
Industri media
memanfaatkan momen atas situasi permisif di masyarakat sehingga apakah tayangannya telah mengabaikan tata nilai yang ada di masyarakat atau tidak, sepenuhnya diserahkan pada tuntutan pasar dan masyarakat sebagai pengguna sekaligus sebagai target sasaran media. Lantas bagaimana dengan perilaku pekerja infotainment yang sekarang disebut sebagai wartawan infotainment terhadap fungsi mereka dalam kontrol sosial? Informan Wina Armada berpendapat: Ini kombinasi antara tadi faktor kebudayaan dengan di lain pihak opportunity ekonomi. Bertemulah di alun-alun tadi. Kalau dulu ada dalam majalah-majalah hiburan, sekarang sudah dalam bentuk visual, bisa cepat sekali diketahui massa. Kalau orang infotainment saya tanya, menurut mereka : kamipun juga melakukan kontrol sosial, termasuk untuk para figur publik. Jangan melakukan kebohongan publik, misalnya belum kawin dibilang sudah kawin. Jadi saya rasa kehadiran infotainment itu bagian dari jurnalistik saja. Salah satunya adalah memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Dibantu dengan kecepatan, ada kamera dan peralatan lain yang begitu canggih. Kalau dulu kan hanya news saja. 84 Sebagaimana pendapat Informan Bimo Nugroho yang telah diuraikan di depan, bahwa satu-satunya acara yang mendominasi siaran televisi adalah infotainment. Menurut catatan pemantauan acara infotainment oleh Informan Bimo Nugroho dan Tim-nya di KPI, pada tahun 2007-2008 siaran infotainment dari seluruh stasiun yang menyiarkan jumlahnya sampai 15 jam per-hari. Tahun _____________________________________________________________________________ 84
Wawancara dengan Informan Wina Armada Sukardi, pada hari Jumat, 18 Juni 2010 Pk.11:00 – 12:00 WIB di Gedung Dewan Pers Lt. 7, Jl. Kebun Sirih, Jakarta Pusat.
226
2010-2011 jumlahnya agak turun, trendnya antara 10-12 jam per-hari.
Pada
laporan tahun 2009 dari KPI tentang pengaduan masyarakat mengenai infotainment terdapat hanya 163 kasus aduan dibandingkan dengan 8.000 lebih kasus pengaduan masalah siaran. Adapun pengaduan mengenai konten hanya 71 aduan. Apakah itu suatu gejala atau tanda-tanda bahwa masyarakat sendiri sudah jenuh, atau karena sifat
permisif masyarakat terhadap materi acara seperti
ditayangkan infotainment? Informan Bimo Nugroho menanggapi hal itu sebagai berikut: Kalau dari sisi rating itu turun ya, rating per-tayangannya turun. Tapi kalau dikalikan dengan jumlah programnya itu naik. Jadi total jam siaran, kemudian dari situ dihitung penontonnya, dikalikan audience share-nya, itu infotainment ternyata memegang yang paling tinggi setelah dihitung. Karena, itu tadi, meskipun ratingnya menurun, tapi dia terpecah-pecah jadi berbagai program, dan setiap program dipecah dalam episode-episode waktu. Itu dikalikan tetap yang paling banyak.85 Dengan penghitungan rating rendah tetapi share-nya tinggi, serta persentase pengaduan yang sedikit terhadap acara infotainment, maka berarti penontonnya banyak dan konten infotainment bisa diterima atau disukai oleh masyarakat. Masyarakat semakin longgar dan makin permisif terhadap manifes tasi libido. Dapat pula untuk dicermati, apakah dengan maraknya penayangan infotainment di televisi ada semacam “hidden agenda” yang dikendalikan oleh “an invisible hands”?. Ataukah ini suatu “simulakrum” baru dalam dunia yang baru pula? Bimo Nugroho menyatakan pendapatnya sebagai berikut: Saya kira kok enggak, hidden agenda itu kan mengasumsikan bahwa dibalik ini ada rencana besar yang didisain (by design). Saya melihatnya kok tidak sejauh itu. Karena apa? Karena ini sesuatu yang dangkal. Tidak ___________________________________________________________________________ 85
Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo pada hari Rabu, 16 Juni 2010 Pk. 13:30 – 16:30 WIB di Kantor KPI Pusat, Gedung Bapeten Lt.6 Jl. Gajahmada No.38 Jakarta Pusat.
227
mengasumsikan adanya suatu rapat dalam suatu forum untuk menyusun agenda setting suatu media, itu co-incident. Bandingkan misalnya dengan bagaimana “hidden agenda” Amerika tentang perspektif dunia terhadap Rusia, Uni Sovyet. Kalau itu memang kan ada hidden agenda. Untuk mem-black propaganda Uni Sovyet, bahwa komunisme itu buruk, ya kan. Kalau dibandingkan dengan itu kan tidak secanggih itu, yaitu Amerika dengan segala caranya.86 Bimo Nugroho menekankan lagi bahwa kalau infotainment itu co-incident, dalam arti karena faktor libido itu dipunyai oleh setiap orang maka dia bertemu dalam air yang mengalir bersama-sama. Dalam hasrat yang sama dan ada yang memberi makan, jadi seperti “tumbu ketemu tutup”. Karena pada dasarnya, entah laki-laki atau perempuan, entah dari kelas yang sosial-ekonominya tinggi atau kelas ekonomi rendah, mempunyai libido itu. Libido itu, kata Bimo, sifatnya lintas gender, lintas sosial-ekonomi, dan lintas generasi. Bimo menambahkan: Sesuatu yang kemudian menarik bagi saya, adalah pertanyaan apakah ini suatu symulacrum. Saya kok melihat sesungguhnya ini simulakrum yang kembali. Simulakrum itu kan mengasumsikan suatu panggung yang semu dan diciptakan dan kemudian itu dihayati sebagai suatu kesadaran tetapi itu sesungguhnya adalah kesadaran palsu. Itulah simulakrum. Simulakrum terjadi, ada, tetapi kemudian infotainment menciptakan suatu simulakrum baru, yang mengembalikan manusia pada “basic instinct”-nya itu, libido tadi. Dimana Freud berpendapat bahwa semua yang ada di muka bumi, ada awan yang digerakkan oleh libido, sejak Adam dan Hawa, ada gelas, ada mics, dan sebagainya adalah “libido inside”. Kalaupun itu simulacrum adalah “simulacrum after simulacrum” yang ternyata kembali pada basic instinctnya.87 Dinyatakan oleh Bimo Nugroho bahwa kenapa infotainment itu bisa begitu maraknya tertayang di televisi adalah suatu co-incident, dan bukan karena ada agenda setting, dapat diterima. Faktor dorongan libido yang makin permisif di masyarakat serta penggeseran tata nilai maupun pengeliminasian tata nilai yang sudah ada sebelumnya, merupakan munculnya simulakrum baru yaitu simulakrum ___________________________________________________________________________ 86 ibid, Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo. 87 ibid, Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo.
228
ketiga, yang oleh Bimo Nugroho disebut sebagai “simulacrum after simulacrum” yang kembali kepada “basic instinct”nya. Informan Bimo Nugroho melanjutkan mengenai masalah simulakrum tersebut sebagai berikut: Tetapi di sisi lain, adat, budaya dan peradaban itu kemudian menjadi hilang. Kalau simulakrum itu kembali ke basic-nya, lantas apa bedanya manusia dengan binatang? Budaya nomaden, itu sebetulnya kan mereka mengembalikan diri ke alamnya tetapi “anakronisme”. Datang tidak tepat pada waktunya. Tidak sesuai dengan zamannya lagi. Seharusnya, karena kita tiap insan itu dikaruniai akal budi, kita kan bisa membangun peradaban yang kita punya itu jauh melampaui basic simulac kita. Mikirnya itu sudah sampai ke bulan, tidak lagi ke ranjang. Apakah itu soal seni? Saya kira juga enggak. Karena seksualitas libido itu seni yang menurut saya paling gampang, kalau saya mempelajari seni itu sendiri. Paling gitu-gitu aja kan? Tiap manusia juga begitu, tidak ada “sense”, tidak ada misalnya sesuatu yang dibangun dengan lebih punya cita rasa seni. Jika dibandingkan misalnya dengan Antonio Banderas dan Angelina Joly. Itu kan sangat berbeda, dalam original scene itu sangat berbeda. Kalaupun sama dasarnya adalah syahwat, itu adatnya itu berbeda. Bagaimana mengemasnya.88 “Basic instinct” adalah sifat dasar manusia, yang dapat muncul ke permukaan dalam pergaulan atau di media dengan berbagai macam cara. Caracara yang dipergunakan pada masa lalu berbeda dengan cara-cara pada masa sekarang.
Perubahan
worldview,
sebagaimana
diuraikan
oleh
Informan
Mochamad Sobary menegaskan adanya penggerakan libido yang dibungkus dengan kemasan-kemasan atas sikap dan perilaku, utamanya bagi para pesohor, para pelaku bisnis infotainment dan masyarakat yang menontonnya. Hal-hal yang menjadi perhatian adalah, bahwa industri menyediakan slot waktu dan programnya, pesohor menjadi pengisi acaranya,
masyarakat
menonton
tayangannya. Sebagian dari warga masyarakat menginginkan anak-anaknya men ____________________________________________________________________________ 88
ibid, Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo.
229
jadi bagian dari acara yang ditonton banyak orang, dan menjadi terkenal karenanya. Informan Marah Sakti Siregar mengatakan bahwa sekarang ini, anak masih kecil orang tuanya sudah gelisah ingin anaknya menjadi terkenal, lantas disiapkan. Menurut Marah Sakti, hal itu bukanlah suatu penyimpangan, tetapi memang sudah didisain oleh orangtuanya. Orangtua mengharapkan anaknya akan menjadi public figure, pesohor, entertainer, meski konsekwensinya adalah bahwa kehidupan pribadinya akan terganggu. Dalam konteks ini, Marah Sakti berpendapat tentang konsekwensikonsekwensi yang harus ditanggung karena menjadi orang terkenal. Selain itu sebagaimana pendapat Slamet Rahardjo, Marah Sakti juga menyatakan bahwa hal seperti itu bukanlah suatu perubahan nilai, tetapi perubahan situasi kehidupan. Berikut kutipan dari pendapat Marah Sakti Siregar: Pada kondisi yang normal dan baik, itu menyenangkan buat mereka, anak-anak pada minta tanda tangan, minta foto bersama, pesohor menikmatinya, demikian juga keluarganya ikut senang, anaknya disoraki, diteriaki dimana-mana. Nah tapi begitu ada masalah, seperti Ariel ini, maka semuanya ikut terkena, nah itu kontradiktif kan. Ada konswekwensi-konsekwensi yang harus diambil, dihadapi. Saya melihatnya itu bukan sebuah perubahan nilai, tapi sebuah perubahan situasi kehidupan, kemudian industri merubah segalanya itu, ada faktorfaktor industri yang menyebabkan terjadinya perubahan perilaku, perubahan tata nilai itu, tapi itu sebenarnya by design. Tapi dari awalnya sudah disadari, saya tidak percaya kalau orang tiba-tiba kaget apalagi untuk menjadi pesohor. Dan menyadari konsekwensi-konsekwensinya itu tadi.89 Pernyataan di atas menggambarkan bagaimana masyarakat mencoba untuk menangkap peluang dengan mendisain anak-anaknya agar menjadi pesohor dan _______________________________________________________________________________ 89
Wawancara dengan Informan Marah Sakti Siregar pada hari Rabu, tanggal 23 Juni 2010 Pk. 10:00 - 11:30 WIB di Kantor PWI Pusat Gedung Dewan Pers Lt.4 Jl. Kebun Sirih, Jakarta.
230
terkenal. Meskipun dikatakan oleh Marah Sakti bahwa itu bukan penyimpangan atau perubahan nilai, tetapi perubahan situasi kehidupan adalah perubahan gaya hidup atau life style. Perubahan kehidupan dipicu oleh berubahnya nilai-nilai ataupun norma-norma yang ada di masyarakat. Menurut pendapat penulis bahwa telah terjadi perubahan nilai-nilai tradisi ataupun nilai budaya yang didorong oleh kekuatan dari luar diri kita melalui teknologi informasi dan komunikasi atau oleh masyarakat di sekitarnya. Menurut pengamatan peneliti, bahwa antara perilaku pesohor dan perilaku para jurnalis infotainment, meskipun menurut Informan Farid Ridwan Iskandar telah ada perubahan, tetapi yang nampak di layar kaca adalah tingkah laku si pesohor. Sementara masyarakat tinggal menerima apa yang di set oleh media, dan medialah yang mengatur apa dan siapa yang akan ditampilkan serta bagaimana menampilkannya. Banyak sumber berita yang sekarang ini merasa kehilangan kamera dan mencari-cari kamera setelah tidak lagi disorot oleh kamera. Istilah Informan Roy Suryo
adalah “banci kamera” atau menurut Informan Farid
Ridwan Iskandar adalah “celebrity syndrom” atau “primadona sindrom” karena dipengaruhi oleh keinginan untuk mempertahankan popularitas atau sekedar karena masalah ekonomi. Informan Farid Ridwan Iskandar
menjelaskan
mengenai hal itu: Ya, dalam banyak hal acara infotainment itu seperti membelah cermin sendiri, karena menjadi sarana pencitraan diri mereka yang inginnya bagus. Tapi kenyataannya kan tidak selalu berbuah citra yang baik. Tapi kan ada beberapa figur artis yang akhirnya bisa menjadi pejabat publik, itu kan setidaknya buah dari infotainment dan acara sejenisnya.90 _______________________________________________________________________________ 90
Wawancara dengan Informan Farid Ridwan Iskandar, pada hari Sabtu, 26 Juni 2010 Pk.13:30 – 15:00 WIB di Kantor tabloid Cek & Ricek, Jl. H. Sa’aba 40, Meruya Selatan, Jakarta Barat.
231
Menurut Farid, jika seorang artis bisa menjaga dirinya terus menerus misalnya selama tiga tahun dan berusaha meningkatkan terus kemampuan dirinya, maka secara otomatis akan baik juga citranya. Farid mencontohkan bahwa Cek & Ricek setiap bulan Ramadhan sejak tahun 1998 sampai sekarang menggelar acara Cinta Ramadhan. Acara itu dimaksudkan untuk menyantuni anak yatim, dan silaturahim dengan sesama warga dan dhuafa dengan mendatangkan artis-artis. Dalam acara itu dilakukan dialog antara artis dengan warga masyarakat tentang masalah agama dan lainnya. Ketika acara itu diangkat ke layar, menurut Farid, banyak
yang
berkata
bahwa
tayangannya
tidak
akan
ada
ratingnya.
Kenyataannya, selama duabelas tahun rating-nya bagus terus. Farid mengatakan itu terjadi karena ada unsur idealisme yang di usung, tapi tetap ada unsur komersialnya. Sementara itu, katanya, artis-artis yang diundang ke acara tersebut akhirnya menjadi sangat alim. Kalau dikatakan bahwa infotainment juga memberikan efek positif ya disyukurinya.91 Mengenai di balik maraknya produksi dan tayangan infotainment, Informan Arswendo Atmowiloto mengemukakan teorinya Ortega Y. Gasset, seorang penulis teater yang menyatakan teorinya bahwa masyarakat semula hanya mengenal tokoh-tokoh di lingkungan desanya seperti Pak RT atau Pak Lurah saja. Tokoh-tokoh di desa itu yang menjadi bahan pembicaraan atau pergunjingan di antara para warga desa.
Kemudian ketika mereka berpindah ke kota besar,
menjadi masyarakat urban, tokoh itu tidak ada, yang ada tokoh yang mereka kenali lewat televisi. Sehingga tokoh di TV yang sering hadir itu mereka anggap _______________________________________________________________________________ 91
ibid, Wawancara dengan Informan Farid Ridwan Iskandar.
232
sebagai bagian dari dirinya, bagian yang mereka kenal, kerabatnya, seperti dulu menggunjingkan pak lurahnya. Itu menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat kita. Arswendo Atmowiloto cenderung setuju dengan teori ini.92 Arswendo menambahkan bahwa produksi infotainment itu sangat murah, dan masalah konten yang akan diangkatpun banyak sekali terjadi di kalangan masyarakat selebriti. Ada informan yang berpendapat bahwa perubahan nilai itu ada yang positif dan ada yang negatif. Kemudian apa yang dilakukan artis kemudian diangkat oleh infotainment tidak semuanya jelek, ada juga yang positif. Tinggal dari sisi mana kita melihatnya. Kadang-kadang kalau sudah kehabisan ide atau materi lantas
nabrak-nabrak. Mengenai hal ini Arswendo Atmowiloto
menyatakan: Betul itu, apalagi infotainment, karena harganya murah, mereka bisa jalan sendiri. Berita begitu banyak, gratis, semua datang dengan sendirinya, orang kawin cerai banyak, selingkuh ada terus. Itu dari dulu ada. Ada teori saya, nilai-nilai di artis dan kontranya nilai-nilai di masyarakat. Pada satu titik tertentu misalnya artis ini kawin cerai atau kawin lagi dengan isteri orang, atau meninggalkan isterinya, dsb., ini sepertinya biasa untuk artis. Tapi masyarakat ternyata tidak mendukung tata nilai itu, sehingga mereka berbekal pada tata nilai yang sama dan memusuhi itu. Itu yang terus menerus kenapa masyarakat suka berita itu, karena itu, dan memojokkan.93 Hampir sama dengan pendapat para informan yang lain, Mariana Amiruddin menyatakan bahwa motifnya adalah satu arah, yaitu dari industri atau dari pelaku bisnis dan artisnya, kepada masyarakat sebagai pangsa pasar. Para artisnya memanfaatkan media untuk kepentingan pribadinya, sedang industri ___________________________________________________________________________ 92
93
Wawancara dengan Informan Arswendo Atmowiloto pada hari Sabtu, tanggal 19 Juni 2010 Pk. 09:00 – 10:30 WIB di Kantor P.H. Atmo Chademas Persada Jl. M.Saidi No.34A, Petukangan Selatan, Jakarta Selatan. ibid, Wawancara dengan Informan Arswendo Atmowiloto.
233
memanfaatkan artis untuk menjual programnya ke penonton, sebagai konsumen, sebagai penikmat, sebagai penerima saja. Motif lain menurut Mariana adalah uang. Mariana Amiruddin mengatakan: Disini jelas motifnya adalah uang. Apalagi kalau bukan uang? Mereka tahu betul kalau masyarakat kita suka sekali gosip daripada ilmu pengetahuan atau pendidikan. Mereka manfaatkan semaksimal mungkin keadaan ini dan menentukan selera dan budaya yang berurusan dengan uang daripada perbaikan sosial.94 Kalau bicara soal moralitas, menurut Mariana, sebenarnya sangat tergantung dari tujuannya apa dibuat acara infotainment itu? Apakah baik buat masyarakat atau mengabaikan masyarakat? Yang tidak baik itu yang seperti apa? Apakah pakaiannya, dandanan atau mukanya? Nah bagaimana perilaku mereka para selebriti itu yang akan diingat oleh penontonnya. Apalagi dalam kondisi mereka (masyarakat) yang lemah ekonominya, rendah pendidikannya, tata kota yang kacau balau, dsb, maka pengaruh-pengaruh negatif itu lebih mudah menyentuh masyarakat. Dan kalau mau bicara moralitas ya harus dibenahi dulu
infrastruktur yang ada termasuk aturan-aturan main dalam bisnis media.95 Dapat disimpulkan bahwa acara infotainment itu biaya produksinya murah, mudah membuatnya, share-nya tinggi sehingga mendatangkan banyak iklan, artisnya tidak perlu dibayar, dan posisi tawar masyarakat sebagai pangsa pasar adalah lemah. Jadi motif utama dari maraknya tayangan infotainment di televisi yang pertama adalah komunikasi satu arah dari industri ke masyarakat dan kedua adalah karena uang, keuntungan atau kapitalisasi industri media. ____________________________________________________________________________ 94
95
Wawancara dengan Informan Mariana Amiruddin pada hari Senin, tanggal 5 Juli 2010 Pk.14:00-15:00 di Kantor YJP Jl. Tebet Barat Dalam 9A No.B-1 Komplek Kejagung Jakarta Selatan dan di Café Citrus Tebet, Jl. MT.Haryono, Jakarta Selatan. ibid, Wawancara dengan Informan Mariana Amiruddin.
234
3.1.4 Rekonstruksi realitas sosial ke dalam acara infotainment dan terjadinya pergeseran nilai budaya.
Di awal Bab III telah didiskusikan mengenai pergeseran nilai budaya para pelaku bisnis infotainment. Di antara para informan berpendapat tentang adanya penggeseran dengan sengaja atas nilai-nilai budaya yang ada. Pada sub bab berikut ini akan dibahas bagaimana media merekonstruksi realitas sosial ke dalam acara infotainment. Apakah media berperan terhadap terjadinya pergeseran nilai budaya?. Kalau dilihat kembali apa yang disampaikan oleh Informan Ilham Bintang, dalam perenungannya tentang peran yang dimainkannya, maka terlihat memang peran media itu ada. Ilham Bintang menyatakan apakah dirinya hanya berfungsi merekam dinamika perubahan atau pergeseran nilai itu, atau memang ikut bermain di dalamnya melakukan perubahan atau pergeseran tersebut. Permenungan yang disadari sepenuhnya oleh Ilham Bintang perintis awal munculnya program infotainment televisi di Indonesia.
Meskipun Ilham Bintang telah berusaha
untuk tetap berpedoman pada rambu-rambu jurnalisme yang ada, pelaku bisnis infotainment sudah menjadi banyak. Mereka tentu memiliki pandangan atau pemahaman mengenai infotainment yang berbeda dengan Ilham Bintang dan sejawatnya. Realitas di lapangan dapat membuat para pekerja infotainment melakukan pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik ataupun kode perilaku yang berlaku. Pelanggaran baik secara sengaja atau tanpa sengaja, tergantung kondisi di lapangan. Kondisi tersebut bisa menyebabkan terjadinya pergeseran nilai budaya
235
yang disebabkan oleh cara para pekerja infotainment merekonstruksi realitas sosial di dalam masyarakat ke layar kaca. Menurut informan Henri Subiakto, bahwa yang menarik dari para selebriti adalah masalah privasinya. Bagaimana pendapat Informan Henri Subiakto mengenai masalah rekonstruksi realitas sosial oleh media infotainment, berikut kutipan wawancaranya: Nah mengenai privasi dan kemudian dijual, karena memang yang namanya apa, para selebritis itu ya yang menarik itu ya privasi mereka; Persoalannya apakah itu kemudian melanggar etika atau tidak, itu .. bagi kalangan pemrodusen infotainment menganggap bahwa public figure itu layak untuk diberitakan, dan itu hak masyarakat untuk tahu, walaupun sebenarnya kalau tidak tahupun ya tidak apa-apa; dan kalau masyarakat tahupun juga tidak menambah apa itu, kecerdasan, dan tidak ada kaitannya dengan peningkatan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat.96 Henri mengambil contoh adanya kasus video mesum, meskipun ada fakta, tapi apa tujuan memberitakan video porno itu. Kalau tujuannya adalah hanya sekedar memenuhi keinginan masyarakat yang ingin tahu,
kemudian karena
banyak yang suka kemudian ratingnya naik, itu artinya media mengabaikan yang namanya institusi sosial. Tapi kalau tujuannya adalah untuk memberikan warning kepada masyarakat supaya terhindar dari mengkonsumsi pornografi maka boleh memberitakannya. Tetapi penekanannya mengenai “awas lho pornografi itu ada undang-undangnya”, yaitu Undang-Undang tentang Pornografi. Pornografi itu bisa merusak
anak-anak, dan seterusnya.97 Bagaimana pekerja infotainment
ketika merekonstruksi realitas sosial itu ke dalam media, mungkin tidak sama dengan jurnalis yang dari organisasi pemberitaan karena merekonstruksi realitas __________________________________________________________________ 96
97
Wawancara dengan Informan Henri Subiakto, pada hari Jumat, 11 Juni 2010 Pk. 13:30 – 14:00 WIB di Kantor Staf Ahli Menkominfo Bidang Media Massa, Lt.7, Jl. Merdeka Barat No. 4 dan 5 Jakarta Pusat. ibid, Wawancara dengan Informan Henri Subiakto.
236
dalam masyarakat menurut sudut pandang mereka sendiri. Acara infotainment pada awal kemunculannya berupa feature, disiarkan seminggu sekali, kemudian berubah menjadi bentuk straight soft news yang disiarkan secara stripping, setiap hari dan terbagi dalam episode waktu pagi, siang dan sore/malam hari. Pengamatan
Informan
Roy
Suryo
Notodiprodjo
terhadap
acara
infotainment mendapatkan bahwa unsur perilaku si pekerja medianya sering “nakal”, dalam pengertian kalau dia natural saja mungkin nggak apa-apa, tetapi rekonstruksi realita tersebut ditambah-tambah. Pengalaman Roy Suryo dalam hal bagaimana media merekonstruksi masalah yang ada dalam masyarakat ke layar televisi menjadi sesuatu yang berbeda. Di antaranya dalam siaran di salah satu stasiun televisi menyangkut sidang kasus Century di Gedung DPR-RI Senayan, Jakarta. Roy berteriak “hu” dua kali, tetapi yang muncul dalam setiap siaran di stasiun tersebut menjadi berkali-kali, dan dalam satu hari, menurut Roy sampai delapan kali siaran meskipun konteksnya tidak relevan. Kemudian pengalaman di lapangan dituturkan oleh Informan Roy Suryo: Saya juga sempat di lapangan, sempat menyaksikan sendiri, ketika ada pelajar, tadinya mungkin pelajar itu kalau lagi berkelahi hanya tantangtantangan, tapi kemudian pelajar tadi jadi bisa seperti artis, dia juga pengin tampil, sementara media , .. maaf ya.., ingin dapat berita. Jadi bahasa Jawanya “tumbu oleh tutup”. Yang satu kelompok mungkin lebih keras, sementara yang satunya lagi di “ojok-ojoki” atau di panas-panasi suruh melempar batu atau apa, dan akan di rekam gambarnya, akan dimasuk kan ke TV. Itu terjadi, meskipun tidak sampai bakar-bakaran.98 Dalam hal bagaimana media merekonstruksi realitas sosial yang ada di masyarakat ke dalam acara infotainment, menurut Roy Suryo dapat saja terjadi ___________________________________________________________________________ 98
ibid, Wawancara dengan Informan Roy Suryo Notodiprodjo.
237
penambahan-penambahan sesuai dengan keinginan pihak media, dan bisa terjadi adanya pengurangan-pengurangan data, sehingga yang disajikan di layar televisi seolah-olah yang paling benar. Menurut penulis, televisi adalah medium yang bersifat manipulasi (manipulated medium). Karena setiap gambar yang disajikan telah mengalami beberapa kali perubahan atau seleksi. Infotainment bukanlah sebuah pure documentary, yaitu program yang direkam apa adanya tanpa rekayasa apapun. Sedangkan infotainment tentu sudah melalui perancangan (by design), kemudian meskipun sudah di disain tetapi melalui tahap pengaturan (by arrangement), dan akhirnya melalui seleksi terhadap gambar dan suara apa yang akan ditampilkan dilayar serta bagaimana menampilkannya (by selection). Sejak perancangan (strategi program), pengaturan dan pemilihan gambar atau sudut pengambilannya, maka unsur-unsur subyektif dari produser atau pengarah acara dan kru lainnya tentu memengaruhi bentuk akhir penyajian infotainment. Apalagi dalam menjalankan tugas-tugasnya mereka diharuskan mengikuti rambu-rambu
kebijakan
masing-masing
rumah
produksi
atau
stasiun
penyiarannya. Terkait masalah tersebut di atas, Informan Wina Armada menyatakan pendapatnya sebagai berikut: Sebenarnya itu juga tidak terpisahkan dari industri pers secara umum. Pers juga mekonstruksikan realitas sosial tentu menurut kacamata pers sendiri, walaupun kemudian dibatasi juga misalnya oleh kode etik jurnalistik. Kemudian apakah infotainment itu jurnalistik atau bukan? Itu kalau kita lihat kita setidak-tidaknya menganut paham kegiatan jurnalistik itu 6 M, yaitu mencari, memperoleh, mengolah, menyimpan, memiliki, dan menyiarkan informasi melalui berbagai saluran yang ada. Nah atas dasar konsep ini maka kalau saya pribadi mengatakan bahwa infotainment adalah jurnalistik. Fungsi jurnalistik kan banyak, salah satunya hiburan dsb. Menurut saya itu tetap kegiatan jurnalistik. Bahwa di
238
dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan, yang ngawur, itu iya. Tapi juga pertanyaannya apakah infotainment pers cetak juga gak banyak yang ngawur? Dan industri televisi yang lain?.99 Kalau menurut pengamatan penulis, dalam acara infotainment terdapat item yang tampak sebenarnya bukan berita, tapi diolah seperti seolah-olah suatu berita dengan narasi yang menggebu-gebu, padahal nilai beritanya tidak ada. Seperti misalnya, pihak infotainment menelpon seseorang menanyakan sedang apa, lalu mendatangi dan mensyuting apa yang sedang dilakukan si figur tadi. Mengenai hal ini Wina Armada mengatakan: Ini juga bagian dari jurnalistik dan kemajuan teknologi. Kalau dulu ada sahabat pena, sekarang begitu cepat bukan hanya direkam. Nah untuk news kan selalu ada prominance people, kalau anda terkenal maka anda akan menjadi sumber berita, apapun yang anda lakukan akan jadi berita. Ketika dia sudah berkaitan dengan irisan publik itu, maka dia akan menarik perhatian publik. Sebaliknya kalau kita bikin video porno misalnya, siapa yang akan nonton? Tapi kalau kita sama artis akan lain soal, akan dikejar-kejar juga. Sama seperti misalnya apakah kita perlukan seorang politikus , seperti misalnya acara sehari bersama politikus, lalu kita tanya apa sih perlunya nanya dia makan pakai apa, itu adalah masalah privasi. Yang mereka tentang adalah kalau misalnya privasi itu mem-promote dia, menguntungkan dia, itu nggak ada masalah. Tetapi begitu berkonotasi negatif, maka dia akan mengatakan bahwa ini adalah masalah privasi, akan komplain, dst.100 Sebagaimana pendapat Wina Armada, Bimo Nugroho
termasuk yang
berpendapat bahwa infotainment adalah program faktual. Namun dalam operasionalnya lebih memasuki ranah pribadi. Bimo mengatakan: Secara kategori program, dia (infotainment) sebenarnya termasuk program faktual, program faktual yang sama dengan berita. News feature itu sama, perbedaannya adalah dia lebih menggosok-gosok ruang privat, bedanya itu. Tapi ya gimana ya, kenapa infotainment itu disukai? Ya kelebihannya _______________________________________________________________________________ 99 Wawancara dengan Informan Wina Armada Sukardi, pada hari Jumat, 18 Juni 2010 Pk.11:00 – 12:00 WIB di Gedung Dewan Pers Lt. 7, Jl. Kebun Sirih, Jakarta Pusat. 100 ibid, Wawancara dengan Informan Wina Armada Sukardi.
239
seperti itu. Yang kedua kenapa bertahan, memang ada keuntungan yang relatif besar, dibandingkan dengan program-program yang lain.101 Memperhatikan pendapat di atas, bahwa program infotainment adalah sebuah program faktual, namun dengan menggosok-gosok sisi privasi seseorang, maka sering terlihat bahwa konten acara infotainment bukanlah sebuah berita atau termasuk kategori non faktual. Dalam hal ini, Informan Farid Ridwan Iskandar yang bersama-sama dengan Ilham Bintang dan Marah Sakti Siregar merintis program televisi di tanah air dengan format infotainment menyatakan bahwa telah terjadi perubahan pekerja infotainment dalam merekonstruksi realitas sosial ke dalam acara infotainment. Berikut kutipan pendapatnya: Disisi infotainment sendiri kadang-kadang saya cuma menerima keluhan lebih kepada militansi para pekerja infotainment sehingga kejadian di lapangan sering terjadi clash antara wartawan dengan sumber berita, itu disebabkan oleh militansi si wartawan tadi yang terlalu tinggi. Mungkin karena desakan dari kantornya, yang menyuruh kru untuk mencari sampai dapat materinya. Karena kita akan merekonstruksi peristiwa seperti itu. Di lapangan si wartawan infotainment militansinya luar biasa besar, mereka mau tidur dan menunggu sampai satu dua hari di depan rumah sumber berita, yang tidak pernah ditemui di media-media mainstream yang lain. Itulah barangkali yang membuat mereka seolah-olah menjadi pusat perhatian dan ada komplain ketika ada konflik pribadi mereka nggak boleh ikut nggak boleh masuk. Konflik itulah yang biasa menjadi bahan pembicaraan dan publikasi. Tapi selama sumber beritanya sendiri tidak memasalahkan? Contoh kasusnya Halimah Bambang Tri dan Mayangsari, anak-anak infotainment itu kemah di depan rumahnya. Dari sisi kru mungkin gak masalah, tapi dari sisi keamanan masyarakat setempat, akan jadi problem.102 Kegigihan kru infotainment dalam mencari berita atau mengejar sumber berita sering terjadi konflik antara pencari berita dan sumber berita. Maka di _______________________________________________________________________________ 101 Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo pada hari Rabu, 16 Juni 2010 Pk. 13:30 – 16:30 WIB di Kantor KPI Pusat, Gedung Bapeten Lt.6 Jl. Gajahmada No.38 Jakarta Pusat. 102 Wawancara dengan Informan Farid Ridwan Iskandar, pada hari Sabtu, 26 Juni 2010 Pk.13:30 – 15:00 WIB di Kantor tabloid Cek & Ricek, Jl. H. Sa’aba 40, Meruya Selatan, Jakarta Barat.
240
dalam pemuatan isi beritanya terjadi banyak hal yang semula orang tidak tahu, lalu karena acara infotainment, orang jadi tahu, dan meskipun itu suatu berita yang tidak benar atau diada-adakan, maka bisa menjadi sesuatu yang seolaholah benar. Informan Farid Ridwan Iskandar sependapat dengan kenyataan itu: Ya itulah yang saya tahu di dunia infotainment, yang kenyataannya kita lihat seperti sekarang ini. Banyak hal yang tidak atau kurang benar namun karena diulang-ulang terus seolah-olah menjadi benar. Terserah bagaimana pemirsa menyikapinya.103 Jika Farid mendeskripsikan tentang kondisi rekonstruksi realitas sosial seperti tersebut, di sisi lain
Informan Robby T.Winarka
sebagai produser
eksekutif acara infotainment menjelaskan tentang bagaimana menyusun rancangan-rancangan isi atau segmentasi infotainment atau perubahan-perubahan yang dilakukan oleh PH-nya. Kutipan wawancara penulis dengan Robby T.Winarka seperti berikut: Perubahan, tetap ada ya, terutama perubahan dalam format penyajian, dan materinya. Isi infotainment adalah varian, bermacam-macam peristiwa, juga dalam satu program atau satu kali tayang, materi atau segmennya ada beberapa. Misalnya, segmen pertama tentang artis A, segmen kedua tentang artis B, segmen ketiga tentang artis C, segmen keempat tentang artis D. Umumnya seperti itu, tapi kadang-kadang satu segmen ada dua artis. Karena standarnya 30 menit itu adalah empat segmen. Terpotong iklan enam menit, jadi sekitar 24 menitanlah.104 Menurut Robby, sekarang program infotainment
sudah jarang yang
seperti itu, artinya karena acara infotainment sudah banyak dan memang digemari oleh ibu-ibu, menyebabkan pengurangan durasi per-paketnya. Karena disukai maka materinya jadi berkurang, jadi yang mestinya durasi tayangnya 24 menit, bisa hanya tinggal 22 menit, karena iklannya nambah. Yang tadinya empat seg_______________________________________________________________________________ 103 ibid, Wawancara dengan Informan Farid Ridwan Iskandar. 104 Wawancara dengan Informan Robby T. Winarka, pada hari Sabtu, 26 Juni 2010 Pk.17:00 – 19:00 WIB di Cafée Bean Senayan City’ Jakarta Pusat.
241
men penuh, kadang-kadang hanya tiga segmen. Tergantung dari itemnya. Robby menjelaskan tentang Infotainment Silet hasil produksinya: Pada waktu itu kan, Silet itu kan bukan infotainment pertama, kami bukan yang pertama, tapi sudah ada beberapa infotainment. Kami juga sudah ada Hot Shot, dan lain-lainnya. Tapi kami ingin membuat sesuatu yang lain, yaitu dengan tayangan investigasi. Awalnya memang hanya investigasi itu saja, karena kami belum bisa membaca apa sih yang diinginkan oleh pemirsa. Adat Jawa, dari kami ini masih ada sedikit, maksudnya, orang Jawa itu masih seneng yang misteri-misteri, ya begitu itu. Pada saat Silet yang pertama, dimana kami diberikan kesempatan oleh RCTI untuk membuat acara semacam itu langsung dari Senin sampai Jumat, stripping. Yang lainnya belum ada stripping, kami yang mendapat kesempatan pertama. Nah masalahnya, kami akan membedah apa atau akan diisi apa? Apa akan diisi sama seperti yang sudah-sudah saja, atau suatu bentuk yang lain. Sehingga kami membuat bentuk lain, varian baru, yang berbeda-beda. Hari Senin kami buat varian, lalu Selasa kami buat life-style, hari Rabu kami buat life-style lagi, hari Kamis misteri, kenapa? Karena malem Jumat tadi. Jumatnya kami buat varian lagi.105 Menyimak penjelasan Informan Robby T.Winarka dapat dikatakan bahwa pihak produsen infotainment selalu berpikir tentang bagaimana menyusun, mengisi dan menyajikan siaran infotainment agar tetap disukai penontonnya. Disini terlihat bagaimana produsen memanfaatkan peluang yang ada, dengan menyajikan gaya hidup para artis (pesohor) yang disukai oleh penonton. Dengan strategi programming ”stripping”, maka diperlukan banyak sekali paket acaranya. Dengan sistem kejar tayang, yakni membuat paket acara secepat-cepatnya dan sebanyak-banyaknya, maka dapat dipastikan ada kelemahan dari segi kontennya. Disinilah sering terlihat pengulangan-pengulangan materi acaranya, hanya dengan sedikit perubahan pada narasi atau editingnya. Selain itu, menyimak yang disampaikan oleh Informan Mariana Amiruddin tentang kondisi sosial ekonomi _______________________________________________________________________________ 105
ibid, Wawancara dengan Informan Robby T. Winarka.
242
masyarakat yang menjadi target siaran infotainment sebagian besar lemah ekonominya, rendah pendidikannya, tinggal di kota dengan infrastruktur yang kacau balau, maka penyajian infotainment seperti apapun dipastikan akan ditelan saja oleh pemirsanya. Bagaimana dengan aturan-aturan main seperti P3SPS dari KPI dapat diterapkan dalam sajian infotainment? Nampaknya pihak produsen infotainment cukup memperhatikan, namun “the show must go on”. Dengan segala cara mereka berupaya untuk mematuhi aturan main tersebut, namun disisi lain, kenyataan di lapangan cukup sulit merealisasikannya. Rekonstruksi realitas sosial sering menjadi fenomena yang tidak realistik baik ditinjau dari norma sosial maupun norma agama. Hukum pasar sering dijadikan alasan bagi para produsen infotainment untuk membenarkan tentang konten dan penyajian infotainment.
Sehubungan
dengan itu Informan Robby T.Winarka menjelaskan: Terakhir, ada bentuk larangan dari KPI untuk bentuk misteri. Tidak boleh lagi di TV ada tayangan-tayangan yang berbau mistik atau apa. Tapi acara yang lain bisa terus, seperti Dunia Lain. Nah, untuk infotainment, karena peminatnya banyak, ratingnya bagus, maka frekuensinya ditambah lagi, Sabtu & Minggu juga siaran juga. Terpaksa kamipun harus membuat program yang lebih menarik, atau varian. Bahkan kemudian suruh ditambah lagi durasinya, 30 menit masih kurang, Bagaimana kalau 60 menit? Waduh, cukup berat, tapi tantangan bagi kami untuk dapat merealisasikannya. Tapi bagaimana supaya isinya bukan itu itu saja, maka kami mencari formula baru yaitu dengan mencari masukan-masukan yang banyak agar lebih baik dan menarik. Termasuk bagaimana suatu isu yang diangkat menjadi bertambah bobotnya karena adanya masukan, pendapat, atau apapun baik dari yang bersangkutan, kerabatnya, lingkungannya, masyarakat dan sebagainya. Jadi untuk acara satu jam dapat diisi dengan cara itu tadi. Suatu pemikiran yang simpel, tetapi diolah sedemikian rupa sehingga menjadi panjang dan menarik.106 _______________________________________________________________________________ 106
ibid, Wawancara dengan Informan Robby T. Winarka.
243
Dari pernyataan Informan Robby T.Winarka
tersebut terlihat bahwa
dengan beban produksi yang banyak dan dituntut selesai tepat waktu, maka kualitas isi dan teknik penyajian dapat menjadi masalah tersendiri. Produsen harus mencari pola-pola baru setiap harinya agar penyajiannya tidak monoton. Terlebih lagi harus memperhatikan dan mematuhi rambu-rambu yang berlaku. Dengan “head to head programming” dan “stripping” maka sulit dibedakan mana acara yang bagus variannya dan mana yang biasa saja. Karena isinya relatif sama atau hampir sama. Mengenai hal ini Informan Robby T.Winarka menjelaskan: Ya, tetap bagaimana cara kita mengemasnya, bagaimana kita mencari topik terhangat. Karena itu merupakan kuncinya. Memang kan kadangkadang ada beberapa materi kita yang dengan acara lain sama. Tinggal mengemasnya, agar tetap beda dan menarik. Setiap program ada produsernya sendiri. Nah dalam Tim kami ada produser, atau produser pelaksana, yang juga diberikan kebebasan untuk mengungkapkan ideidenya, termasuk merealisasikannya. Tapi dalam hal ini rencana materi kan sudah ditetapkan dari awal, sehingga kreativitasnya lebih ke artistik saja.107 Artis sebagai obyek sekaligus subyek dalam acara infotainment dibedabedakan sesuai dengan pengalamannya, ketenarannya, dan juga usianya. Dalam kategorisasi status artis, Robby menjelaskan sebagai berikut: Kalau kita lihat, artis itu kan kategorinya bisa kita bandingkan, kan ada artis baru, artis sedang dan artis lama. Jadi terkait dengan masa keartisannya. Juga orang memperhatikan dari segi usia, yaitu artis muda, artis menengah, dan artis yang tua. Nah sekarang yang sering menjadi pembicaraan adalah artis yang papan tengah. Dia tidak baru banget, tapi tidak terlalu muda atau terlalu tua, jadi yang sedang-sedang saja. Yang masih laku jual dan tentunya yang terkenal. Kalau sudah mulai tidak terkenal atau mulai redup pamornya, yang harus kita pikirkan ulang, kecuali jika memang ada kasus yang menimpanya. Karena tiap hari kita memantaunya dari perolehan rating dan share.108 _______________________________________________________________________________ 107 108
ibid, Wawancara dengan Informan Robby T. Winarka. ibid, Wawancara dengan Informan Robby T. Winarka.
244
Seperti yang dikatakan oleh Informan Ali Mustofa Yacob tentang rating yang telah menggeserkan nilai-nilai budaya kita, maka Robby seolah membenarkan pendapat tersebut. Setiap hari mereka harus memantau perolehan rating dan share acara infotainment. Robby T.Winarka
melanjutkan
keterangannya: Bahkan sekarang lebih jahat lagi, dalam pengertian bahwa hukuman atau punishment itu datang setiap hari, dulu seminggu sekali, sekarang data rating yang setiap hari datang ikut menentukan apakah seseorang itu masih layak atau tidak untuk diangkat ke layar infotainment. Apa yang ditayangkan hari ini langsung ketahuan hasil ratingnya. Jadi baik pihak masyarakat maupun pihak manajemen bisa langsung menghakimi tentang tayangan tsb.109 Berdasarkan uraian dari Robby T.Winarka
dan juga Farid Ridwan
Iskandar, maka untuk dapat diangkat ke layar televisi dalam acara infotainment sebenarnya tidaklah mudah. Karena ada persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipatuhi oleh kerabat kerja produksinya dan harus dipenuhi oleh para artisnya. Infotainment sebagai alat, sehingga para artis baru akan mendatangi infotainment untuk bisa diliput. Tim produksi dibekali dengan rambu-rambu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Walaupun sudah dibentengi kadangkadang terjadi lolos ke layar promo dari artis yang masih baru. Menurut Robby, jika misalnya ada penyanyi yang ingin diangkat ke layar melalui infotainment Silet, maka dipersyaratkan minimal harus sudah pernah tampil di acara Dahsyat di RCTI. Kalau mau tampil di Hot Shot di SCTV, maka minimal harus sudah pernah tampil di acara Indoors. Paling tidak sudah ada parameternya, dan harus jelas. Artinya tidak mungkin bisa tampil begitu saja, _______________________________________________________________________________ 109
ibid, Wawancara dengan Informan Robby T. Winarka.
245
walaupun masih saudaranya kru infotainment. Dari pengalaman-pengalaman tersebut eksekutif produser membuat aturan-aturan sebagai acuan untuk meliput materinya. Terkait masalah materi yang diliput dan disiarkan, PBNU pernah mengeluar kan fatwa haram terthadap infotainment yang mengandung unsur ghibah dan namimah. Para kru infotainment merekonstruksi realitas sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing yang dipengaruhi oleh sistem kapitalistik dalam dunia bisnis penyiaran. Dalam hal ini Informan Ali Mustofa Yacob sebagai seorang Guru Besar ahli fikih dan juga sebagai Rois Syuriah PBNU Bidang Fatwa dan Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat menyatakan pendapatnya sebagai berikut: Sebetulnya yang penting itu televisi atau infotainment tidak memvisualkan hal hal yang diharamkan untuk dilihat, sudah selesai itu. Kalau itu sudah dilakukan ya sudah selesai, tidak masalah. Jadi yang diberitakan bukan hal-hal yg diharamkan. Contoh yang diharamkan itu yang memberitakan kejelekan orang, yang divisualkan bukan hal-hal yang diharamkan untuk dilihat. Aurat, diperlihatkan, itu haram. Selama tidak ada itu, insyaallah nggak ada masalah. Tadi itu kan contoh saja. Mereka itu, ini kalau bicara lebih jauh, maka Mazhab Kapitalis itu kan nggak ada berurusan dengan yang namanya moral, yang penting adalah bagaimana meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Ya hanya itu tujuannya, jadi apakah urusan moral dan kemanusiaan akan hancur, nggak ada urusan. Yang penting untung banyak, gitu aja. 110 Menurut Informan Roy Suryo, teknologi merupakan salah satu unsur yang memengaruhi pergeseran nilai budaya.
Sedangkan menurut Informan Bimo
Nugroho, pergeseran nilai budaya dalam acara infotainment merupakan cermin perubahan yang terjadi di masyarakat. Informan Huzaemah T. Yanggo membenarkan pendapat-pendapat tersebut, diantaranya beliau mengatakan : _______________________________________________________________________________ 110 Wawancara dengan Informan Ali Mustafa Yaqub pada hari Jumat, tanggal 25 Juni 2010 Pk.13:00 – 14:00 WIB di Kantor Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat.
246
Iya memang karena pengaruh kemajuan teknologi dan globalisasi. Tapi kan tidak selamanya jelek, kan banyak juga hal-hal, seperti informasiinformasi yang pantas, jadi mestinya disaring. Setidaknya para pelaku bisnisnya ikut memikirkan bagaimana dampaknya nanti. Bagi generasi muda atau generasi selanjutnya tentu akan berpengaruh dampak negatifnya, moralitasnya menurun, tidak lagi menghormati orang yang lebih tua, atau bahkan orang tuanya sendiri, terhadap orang tuanya menentang kalau dianggap nggak sesuai dengan keinginannya.111 Huzaemah T. Yanggo menyatakan bahwa bisa saja perubahan atau pergeseran nilai budaya merupakan cermin perubahan masyarakat karena pengaruh adanya kebebasan dan semakin permisifnya masyarakat terhadap norma-norma yang ada. Kalau pada masa orde baru, menurut Huzaemah, masih ada batas-batasnya atau ada rambu-rambunya. Walaupun orang bilang bahwa banyak kekurangannya, tapi tentu banyak baiknya. Tapi setelah reformasi, sepertinya tidak ada lagi batas-batasnya.
Informan berpendapat bahwa kondisi
kemajuan yang sekarang ini ada positif dan ada negatifnya. Keterbukaan itu bagus, tapi menurutnya, tidak harus semuanya itu dibuka, apalagi masalah privasi yang dibawa ke ruang publik. Lebih lanjut Huzaemah T. Yanggo mengatakan bahwa kalau dari segi moral dan material adalah relatif, tapi yang jelas banyak segi negatifnya. Seperti infotainment juga seharusnya disaring terlebih dahulu sebelum disiarkan. Artinya, berita-berita atau peristiwa-peristiwa yang tidak mendidik tidak ditayangkan. Infotainment harus bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat luas dan
bisa
diteladani. Huzaemah mengkhawatirkan perilaku dan akhlak anak-anak karena pengaruh teknologi modern dan tayangan-tayangan semacam infotainment yang negatif. Menurutnya, banyak hal baik yang dapat membawa dampak positif _____________________________________________________________________________ 111
Wawancara dengan Informan Huzaemah Tahildo Yanggo pada hari Sabtu, tanggal 3 Juli 2010 Pk. 09:00 – 10:00 WIB di Kantor Direktur Pascasarjana IIQ Jakarta, Jl. Ciputat Raya, Tanggerang Selatan.
247
yang bisa diinformasikan kepada khalayak, misalnya tentang tokoh-tokoh masyarakat, atau mahasiswa, yang diceritakan tentang sejarahnya atau perjuangannya sehingga dapat memotivasi warga masyarakat.112 Informan Huzaemah T. Yanggo mengatakan: Tapi infotainment memang menceritakan tentang seseorang, tapi yang diberitakan tentang aib-aibnya, tentang hal-hal negatifnya, tentang percekcokan suami isteri yang awalnya cuma sedikit saja cekcoknya, tapi kemudian diungkap-ungkap sehingga menjadi berita besar. Orang cekcok ditanya-tanya, didorong-dorong, katanya mau cerai ya? Kok malah seperti itu yang dicari, kok malah digiring orang itu untuk melakukan seperti apa yang dikehendaki media. Ada juga pertanyaan: katanya mau ke pengadilan? Apakah jadi mau cerai? Nah akhirnya masing-masing pihak kan jaga gengsi kan? Pihak yang satu menyatakan begini, pihak yang satunya lagi menyatakan begitu. Mestinya orang berusaha untuk memperbaiki hubungan yang mungkin akan retak, tapi ini malah disyuting hal-hal yang menggiring untuk jadi bercerai. Nah itu yang nggak bagus. Kok malah kejelekan-kejelekan keluarga, anaknya, bapaknya, ibunya, mertuanya, semuanya ikut diangkat ke layar TV. Malah diadu domba antara mereka itu. Nah karena sudah diketahui oleh banyak orang melalui TV maka masing-masing kan jaga gengsinya kan? Tapi kalau masih diam-diam saja tanpa dipublikasikan, maka mungkin masih bisa diperbaiki kan?113 Pernyataan panjang dari Informan Huzaemah T. Yanggo serupa dengan pendapat para informan yang juga sebagai pengamat sosial budaya dan media. Dari sudut pandang agama dan budaya menurut Huzaemah T. Yanggo pengungkapan masalah pribadi ke ruang publik adalah tidak sesuai. Anak-anak dan remaja dapat menonton acara infotainment dan sejenisnya dengan mudah. Orangtua sibuk sendiri-sendiri, sehingga siapa yang akan menjaga, mendampingi, atau mengawasi anak-anaknya menonton televisi?. Sedangkan orangtua (baca: kaum ibu) yang tidak sibukpun juga asyik menonton infotainment. Selain itu. _______________________________________________________________________________ 112 113
ibid, Wawancara dengan Informan Huzaemah Tahildo Yanggo. ibid, Wawancara dengan Informan Huzaemah Tahildo Yanggo.
248
tambah Informan Huzaemah T. Yanggo, anak-anak kecilpun sekarang ini sudah memegang HP atau memakai komputer. Selain pengaruh positif, tentunya banyak juga pengaruh negatifnya, terutama dari konten televisi dan internet. Huzaemah T. Yanggo mengupas lebih banyak lagi tentang rekonstruksi realitas sosial ke dalam infotainment dari sudut pandang pendidikan keagamaan sebagai berikut: Seperti infotainment televisi, seharusnya menampilkan acara-acara yang mengandung unsur pendidikan yang baik, apalagi ajaran moral dan akhlak yang di Indonesia ini identik dengan ajaran agama, semua agama. Dari segi tertentu kita beda-beda, tetapi dari segi moral tentunya sama. Kecuali mungkin dari KPI, bagaimana cara mengaturnya. Nah meskipun ada aturan-aturan atau pedoman siaran yang telah dibuat, masalahnya jalan atau tidak?. Sanksi-sanksi diterapkan tidak? Tentunya perlu lebih ditingkatkan lagi peran-peran KPI dan organisasi sejenis lainnya. Dalam ajaran Islam kan tidak boleh yang namanya ghibah, yang artinya menyebut keaiban orang lain. Bagaimana kalau dia mendengarkan disebut begitu, dan dia marah, sudah jelas itu disebutkan dalam Al Qur’an bahwa dilarang kita itu untuk saling menggunjing. Dikatakan, kalau kita menggunjing saudara kita yang lain itu, itu sama dengan memakan dagingnya. Bahkan ketika di zaman Rasulullah, karena Rasulullah memang beliau itu ada mukjizat-mukjizatnya, pernah ada seorang perempuan datang kepada Nabi SAW, seperti dalam Kitab Illyaumuddin, mengatakan: Wahai Rasul apakah boleh kami buka puasa? Karena sudah nggak tahan nih. Sakit perut katanya, nggak akan kuat sampai sore. Sebagai seorang Nabi, Rasullullah mendapatkan ilham, kemudian beliau suruh orang perempuan itu untuk muntah, dan keluarlah itu darah dengan daging merah. Kamu walaupun belum buka puasa, sebenarnya kamu telah memakan daging saudaramu. Karena kalian tadi menggunjing berdua tentang keaiban orang lain. Nah sekarang bagaimana dengan kita? Karena kita ini bukan Nabi bukan apa, jadi harus kembali ke iman kita. Meskipun tidak kelihatan buktinya seperti zaman Nabi, tapi ayat Al Qur’an kan jelas menyatakan, maukah kalian makan daging bangkai saudaramu? Nah selain itu juga namimah, atau adu domba. Apa yang kita lihat dalam infotainment itu ada adu dombanya. Dengan alasan-alasan kan, kesana enggak kesini enggak, mungkin benar mungkin tidak. Itulah yang menjadikan adu domba atau namimah tadi. Menjebak orang untuk mengatakan iya, padahal sebenarnya tidak. Ada kalanya yang belum jelas
249
buktinya kan sudah di ungkapkan. Orang sebenarnya tidak boleh berbohong. Dalam Al Qur’an-pun dikatakan: Kalau ada datang kepada kamu orang menyampaikan berita-berita yang tidak baik misalnya, atau tidak jelas, jangan langsung di vonis, tapi klarifikasi dulu kebenarannya. Karena itu kan jadi fitnah. Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Dalam Al Qur’an juga dikatakan, bahwa orang munafik itu tempatnya paling bawah dari api neraka. Awalnya dari acara infotainment, tapi sekarang semua acara seperti talkshow, reality show, dan sebagainya itu sampai kepada politik. Sehingga walaupun salah tapi dibela. Nah itu kan namimah itu. Membela yang salah, dan itu disiarkan kemana-mana.114 Jadi dalam infotainment itu, menurut pendapat Huzaemah T. Tanggo, pertama ada ghibah, kedua ada namimah. Itu adalah tanda-tanda munafik, karena ada kebohongan ke publik. Kata Huzaemah, tanda-tanda munafik itu ada tiga. Pertama, adalah berbohong. Yang kedua, tidak menyampaikan amanah. Ketiga, kalau berjanji dia mungkir janjinya.115 Uraian panjang Informan Huzaemah T. Yanggo pada intinya adalah mengenai terdapatnya unsur-unsur
ghibah dan namimah dalam acara
infotainment. Ghibah adalah menyebut keaiban orang lain dan namimah adalah adu domba. Menurut Informan Ali Mustafa Yacub, bahwa selama acara infotainment tidak mengandung unsur-unsur ghibah dan namimah, tidak haram dan tidak ada masalah. Huzaemah T. Yanggo mengharapkan peran lebih aktif dari KPI dalam menerapkan peraturan-peraturan penyiaran yang berlaku. Jika diskusi tentang infotainment tersebut di atas adalah dari sudut pandang pendidikan dan agama, berikut ini merupakan pembahasan masalah rekonstruksi realitas sosial ke dalam acara infotainment dari segi sosial budaya. Informan Slamet Rahardjo juga berpendapat bahwa di dalam acara infotainment _______________________________________________________________________________ 114 115
ibid, Wawancara dengan Informan Huzaemah Tahildo Yanggo. ibid, Wawancara dengan Informan Huzaemah Tahildo Yanggo.
250
terdapat penghasutan-penghasutan. Berikut kutipan wawancaranya: Kalau saya menemani Teguh Karya ke Gereja, mereka katakan penghiburan. Jadi hiburan itu bagus. Yang ada sekarang itu kan penghasutan, yang terjadi atau yang kita tonton di layar TV itu semuanya hasutan. Ipar jatuh cinta sama suami atau istri kakaknya, terus mengganggu istri orang lain, terus anak SMA atau SMP pacar-pacaran, terus memperlakukan pembantu (babu) tanpa ada perasaan kemanusiaan. Sehingga sekali lagi itu bukan hiburan (entertainment) tetapi hasutan. Sebab kalau penghiburan itu, seperti teman-teman Protestan itu berdiri, menyanyi, sakral. Nah seperti Mr. Bean, itu bagus, itu hiburan, membuat stress kita hilang, dia tidak menghasut apa-apa, kecuali menjadi orang bodoh seperti dia. Nah yang muncul di layar adalah gosip, anak baru lihat ayah-ibunya bercerai ditanya-tanya “bagaimana perasaan kamu …. “ Yaa Allah Yaa Tuhan, ya pasti remuklah rasanya, kok malah ditambahi dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Itulah yang saya bilang bahwa mereka merasa benar, bahwa keterbukaan di salah artikan, sekarang ini sudah histeris. Nanti suatu hari dia akan kepentok sendiri. Dan ini membuat anak-anak itu kapok, kalau mau main biarkan bermain gak usah di rekamrekam. Nah itu contoh-contoh orang gugup ya begitu, orang yang bingung ya begitu. Tapi kalau orang yang gak komersial gak akan begitu. Langkahlangkah terukur, terkendali.116 Gambaran tentang bagaimana realitas sosial disajikan dalam infotainment menurut pendapat Slamet Rahardjo tersebut serupa dengan apa yang disampaikan oleh Huzaemah T. Yanggo.117 Sedangkan menurut Veven SP. Wardana rekonstruksi realitas oleh media hiburan berbeda dengan yang mainstream. Media atau jurnalis mainstream jika menyentuh wilayah publik para selebriti lebih ke human interest-nya saja. Kalau sudah masuk ke kasus mereka stop, kecuali kalau sudah ada statement dari penelitian baru ditulis. Karena, menurut Veven SP. Wardana, suatu informasi resmi berlaku publik dan untuk konsumsi publik. 118 _______________________________________________________________________________ 116
Wawancara dengan Informan Slamet Rahardjo Djarot pada hari Selasa, tanggal 29 Juni 2010 Pk.12:00-14:00 WIB di Teater Populer, Jl. Kebon Pala I No. 127 Tanah Abang – Jakarta Pusat. 117 ibid, Wawancara dengan Informan Huzaemah Tahildo Yanggo. 118 Wawancara dengan Informan Veven SP.Wardana pada hari Kamis, tanggal 24 Juni 2010 Pk.18:30 – 19:00 WIB di Studio 5 TVRI, Senayan Jakarta Pusat.
251
Lain lagi yang disampaikan oleh Informan Mochamad Sobary, bahwa dalam merekonstruksi realitas sosial sebaiknya menjadi lebih imajinatif tetapi tidak ada simbolik-simbolik, yang ada harusnya suatu realitas yang menjadi realitas baru. Karena penampilan suatu infotainment adalah penampilan estetika. Penampilan infotainment adalah penampilan etika.119
Sementara itu menurut
Mariana Amiruddin sebagai aktivis perempuan, menyatakan: Merekonstruksi realitas sosial adalah sesuatu yang konsepsional, tidak boleh mengejar target semata-mata. Tapi kita lihat banyak yang tidak benar. Seperti menggunakan narasumber yang tidak benar karena ingin mengejar target semata. Sehingga mengabaikan etika dan kebenaran. Sementara masyarakat sendiri tidak memahami mekanisme pembuatan acara dan menyatakan pendapat tidak biasa bersikap kritis. Masyarakat sering tidak tahu perangkat-perangkat telekomunikasi apa untuk melakukan protes atau pengaduan kemana? Kalaupun ada yang protes mungkin untuk tujuan tertentu atau karena menggampangkan masalah.120 Dari sudut pandang psikologi, Nani Indra Ratnawati Nurrachman menyatakan bahwa rekonstruksi realitas sosial tersebut sangat tergantung pada motivasinya.
Apakah motivasinya itu uang atau sekedar ingin menampilkan
tokoh yang dianggap layak
untuk diangkat. Yang terjadi adalah masih
berpedoman pada “bad news is a good news”. Lantas seberapa dalam mereka mencabik-cabik kehidupan pribadi seseorang.
Mau tidak mau juga dikaitkan
dengan budaya masyarakat kita, seperti selektivitis, lalu budaya lisan, senang membicarakan orang. Kenapa, menurut Nani karena kita “people-oriented”, bukan “problem oriented”.121 _________________________________________________________________________________________________________________________ 119
120
121
Wawancara dengan Informan Mochamad Sobary pada hari Jumat, tanggal 2 Juli 2010 Pk. 16:30 – 18:30 WIB di Gedung Pusat Bahasa Kemendiknas, Rawamangun, Jakarta. Wawancara dengan Informan Mariana Amiruddin pada hari Senin, tanggal 5 Juli 2010 Pk.14:00-15:00 di Kantor YJP Jl. Tebet Barat Dalam 9A No.B-1 Komplek Kejagung Jakarta Selatan dan di Café Citrus Tebet, Jl. MT.Haryono, Jakarta Selatan. Wawancara dengan Informan Nani Indra Ratnawati Nurrachman pada hari Rabu, tanggal 7 Juli 2010 Pk.14:00- 15:00 WIB di Fakultas Psikologi Unika Atmajaya Gedung C Lt.4 Jl.Jendral Sudirman 51, Jakarta Pusat.
252
Dilihat dari sudut pandang pendidikan, Informan Arief Rachman mengupasnya mulai dari fungsi televisi secara umum, yaitu bahwa televisi mempunyai lima fungsi: fungsi informatif, fungsi edukatif, fungsi entertainment, fungsi komunikasi dan fungsi sosial-politik. Menurut Arief Rachman
bahwa
setiap fungsi tersebut harus ada unsur pendidikannya. Karena itu pendidikan harus menjadi sentral yang nanti mengendalikan semua tayangan semua produk dari televisi itu. Khusus untuk infotainment dipertanyakan oleh Informan apakah ada unsur pendidikannya. Pendidikan ranahnya ada lima, yaitu :
pendidikan
spiritualitas, pendidikan intelektualitas, pendidikan emosi, pendidikan sosial, dan pendidikan jasmani. Lebih lanjut Informan Arief Rachman menjelaskan: Kalau ada yang muncul di dalam informasi dan hiburan itu kita harus tanya, yang mana yang ditekankan? Spiritualitasnya, apakah intelektualitasnya, emosionalnya, sosialnya atau jasmaninya? Kelima potensi ini, ada lagi sudut pandang lain, harus ada sudut pandang apakah infotainment itu memakai dasar-dasar pemikiran yang logis atau tidak. Apakah memakai dasar-dasar aturan yang etis atau tidak. Atau memakai dasardasar aturan yang indah dan estetis atau tidak. Jadi estetika, etika dan logika ini harus menjadi pengendali.122 Dari pendapat-pendapat tersebut ternyata bahwa media hiburan dalam merekonstruksi realitas sosial kedalam acara infotainment masih terdapat produsen yang mengabaikan masalah estetika, etika, logika ataupun kebenaran. Infotainment bermain di beberapa ranah, yaitu ranah publik, ranah pribadi atau privasi, ranah hukum, ranah ekonomi, dan ranah pikiran. Menurut pendapat Informan Arief Rachman tersebut di atas, maka seharusnya infotainment juga mengandung unsur-unsur pendidikan di setiap ranah yang ditayangkannya. _______________________________________________________________________________ 122
Wawancara dengan Informan Arief Rachman pada hari Jumat, tanggal 16 Juni 2010 Pk. 13:3014:00 WIB di Kantor Komisi Nasional untuk Unesco, Gd. Diknas Lt.17, Jl. Jend.Sudirman , Senayan, Jakarta Pusat.
253
3.1.5
Budaya pop memengaruhi gaya hidup masyarakat dan gaya hidup masyarakat telah menjadi budaya pop.
Melihat begitu besar pengaruh infotainment terhadap penonton, dibuktikan dengan besarnya share tayangan infotainment,
dapat dikatakan bahwa
infotainment telah menjadi budaya pop, dan masyarakat sendiri sudah terpengaruh sedemikian rupa sehingga ada pergeseran-pergeseran nilai. Mengenai pendapat tersebut, Informan Bimo Nugroho mengatakan sebagai berikut: Iya, saya kira infotainment adalah ujung tombak dari .. selain musik, film dll, salah satu ujung tombak dari budaya pop. Budaya pop ini kan sebetulnya industri budaya yang kemudian menjadi massif dan mempengaruhi kehidupan banyak orang. Nah infotainment saya merasa juga begitu, dan pengaruhnya itu halus, karena diterima oleh semua kalangan artis. Artinya apa, artinya dia tidak mempunyai genre tertentu dalam budaya pop, dan dia tidak mempunyai resistensi dalam budaya popnya itu. Nah kekhawatiran yang kemudian muncul dalam benak saya adalah tidak ada daya kritis yang bisa dihasilkan dari situ. Jadi kedangkalannya itu memang paling dangkal. Kan memang kritik terhadap budaya pop kan dia itu dangkal, tidak substantif, tidak mencari makna. Kalau kita hidup ini kan mencari makna kan? Infotainment harus dikatakan memang tidak kesana arahnya.123 Veven SP. Wardana sebagai penghayat media membenarkan bahwa dalam perkembangannya infotainment telah menjadi budaya populer (budaya pop). Tapi menurut Veven sebetulnya lebih ke budaya massa, dan budaya populer itu bagian dari budaya massa.124 Sedangkan pemikiran Informan Henri Subiakto mengenai infotainment sebagai budaya populer menimbulkan pertanyaan tentang mana yang lebih dahulu muncul, apakah itu suatu keinginan masyarakat atau memang selera masyarakat yang dibentuk. ____________________________________________________________________________ 123 Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo pada hari Rabu, 16 Juni 2010 Pk. 13:30 – 16:30 WIB di Kantor KPI Pusat, Gedung Bapeten Lt.6 Jl. Gajahmada No.38 Jakarta Pusat. 124 Wawancara dengan Informan Veven SP.Wardana pada hari Kamis, tanggal 24 Juni 2010 Pk.18:30 – 19:00 WIB di Studio 5 TVRI, Senayan Jakarta Pusat.
254
Berikut kutipan wawancara penulis dengan Henri Subiakto. Memang bisa saja disebut budaya pop, tapi yang jelas infotainment itu, eee.. kemunculannya itu keinginan masyarakat atau apa masyarakat itu seleranya dibentuk, itu juga satu hal yang seperti ayam dan telor, yang mana yang duluan? Karena apa, banyak masyarakat yang sebenarnya tidak suka, tapi karena memang di mana-mana ada. Kadang-kadang pada pagi hari anda menghindari infotainment dari Channel 1, kemudian pindah ke Channel 2, eh muncul infotainment, pindah ke Channel 3 juga muncul infotainment. Mau tidak mau akhirnya terpaksa tahu dan terpaksa nonton ada kasus tentang selebriti, sehingga dia menjadi terlibat dengan kasus itu. Nah, yang namanya selera atau termasuk, bahkan budaya itu memang bisa dibentuk oleh media. Memang itu bentukan media, jadi media menciptakan tokoh-tokohnya, yang namanya para selebritis itu diciptakan oleh media, dengan agenda setting yang dibuat oleh media, lalu ada anggapan bahwa kalau seorang selebriti itu akan terkenal ya harus sering muncul di acara infotainment, muncul di media.125 Menurut Henri, tinggal yang mana yang disebut sebagai budaya pop-nya? Budaya popnya itu apakah cara mereka hidup atau cara mereka berpakaian? Apa kawin cerai itu budaya pop? Infotainment itu banyak dimensinya. Karena di dalamnya ada juga mengenai cita-cita banyak selebritis, kemudian termasuk gaya hidupnya, cara mereka berpakaian, cara mereka menikah, menikah dengan cara glamour dan macam-macam lagi.126 McQuail (1987:36-37) memperbandingkan tiga tipe budaya yaitu budaya tinggi (high culture), budaya massa (mass culture), dan budaya rakyat (folk culture).
Menurut McQuail budaya massa sebagai tergantung pada media dan
kehendak pasar. Karena sifatnya yang massa, maka diproduksi secara massal dan dapat menjangkau khalayak massa yang luas. Untuk itu maka menggunakan tekno logi dengan perencanaan dan cara yang terkelola baik. Dari segi konten dan mak___________________________________________________________________________ 125
126
Wawancara dengan Informan Henri Subiakto, pada hari Jumat, 11 Juni 2010 Pk. 13:30 – 14:00 WIB di Kantor Staf Ahli Menkominfo Bidang Media Massa, Lt.7, Jl. Merdeka Barat No. 4 dan 5 Jakarta Pusat. ibid, Wawancara dengan Informan Henri Subiakto.
255
na, budaya massa bersifat dangkal, tidak bermakna ganda, menyenangkan, dan universal tetapi dapat punah. Khalayak budaya massa pada dasarnya adalah siapa saja, berbagai jenis, dan orientasinya konsumtif. Tujuan budaya massa adalah diperolehnya kepuasan dan karena kesukaan, atau boleh jadi untuk pengalihan suatu masalah. Jadi tampaknya budaya yang mewarnai kehidupan para selebriti dalam acara infotainment di televisi adalah masuk dalam kategori budaya massa yang sangat tergantung pada kehendak media dan pangsa pasarnya. Karena begitu banyaknya program dan tayangan infotainment, maka budaya tersebut telah menjadi suatu “budaya massa” atau “budaya populer” yang menyebar ke para penontonnya yang terdiri dari berbagai macam lapisan. Masyarakat telah menjadikan televisi sebagai “referensi” di hampir semua aspek. Acara infotainmentpun
telah menjadi budaya massa atau budaya populer. Menurut
Choriyati (2005: 49-50) : Umumnya kebudayaan pop dipahami sebagai ekspresi kebudayaan yang memiliki ciri-ciri ringan, sesaat, gampang diterima oleh masyarakat kebanyakan dan menghibur. McQuail (1987:36), menyatakan bahwa ciri utama kebudayaan pop ini adalah orisinalitas yang spontan, eksistensinya yang berlangsung terus dalam kehidupan sosial dengan perniknya yang beraneka dalam wujud bahasa, musik, tatacara dan sebagainya. Kebudayaan pop lebih menekankan pada kemampuannya untuk mengkomunikasikan produk-produk dan segala aktivitasnya dibandingkan penilaian dan penghargaan. Mengenai infotainment telah menjadi budaya pop, Informan Wina Armada berpendapat: Kalau saya lihat kan infotainment sama saja dengan pers yang lain, merefleksikan apa yang terjadi di masyarakat itu. Dulu seperti budaya,
256
kalau pegangan tangan itu kan ga boleh, tidak biasa, dulu cium pipi itu tabu atau terbatas. Tapi sekarang hampir semua orang melakukan, sehingga sudah biasa, dan dia merefleksikan hal itu. Dulu kawin cerai tidak dibicarakan, sekarang biasa saja, dia mengikuti itu. Pola itu ada dua, pertama menjadi bagian dari refleksi apa yang terjadi di masyarakat, memperkuat nilai-nilai itu. Kedua, dia juga menciptakan nilai-nilai baru, trendsetter, new value, sehingga dari hal yang kecil-kecil seperti kebaya artis, model rambut, sampai nilai-nilai kebebasan pada artis itu. Nah itu kan sesuai dengan proses budaya, pembentukan nilai-nilai baru. Di satu pihak dia merefleksikan apa yang ada di masyarakat, di lain pihak dia menjadi trendsetter terhadap masyarakat juga. Infotainment berada dalam ruang lingkup yang seperti itu. Menurut saya, infotainment itu seperti “alun-alun” pada zaman modern. Artinya, pada zaman tradisional, alun-alun itu memiliki berbagai macam fungsi. Orang datang ke alun-alun untuk mengadu ke Penguasa, untuk saling ketemu dan berkomunikasi, atau ngegosip, untuk berjualan, untuk ajang pamer, berkumpul, dsb. Nah secara fisik alun-alun itu sekarang pindah ke Mal. Orang datang kesana buat ngegosip ini itu. Kalau dulu orang makan itu gak mau diliatin orang, kita malu. Tapi kalau sekarang malah diperlihatkan kita makan apa. Itu juga terjadi pada infotainment. Isinya menceritakan si anu begitu si anu begini, sekarang masih sepihak. Tapi mungkin nantinya akan terjadi interaktif. Bahkan mengadu, mungkin nantinya bisa saling adu, langsung. Dengan teknologi komunikasi, memungkinkan nantinya interaktif langsung. Jadi kalau tinjauannya budaya, maka aspek budaya seperti ini perlu diperhatikan.127 Apakah infotainment merupakan suatu bentuk eskapisme, baik dari sisi masyarakat atau sisi pesohornya. Mungkin masyarakat underpressure sehingga menggunakan infotainment TV sebagai pelarian mencari penghiburan, sehingga pada akhirnya memengaruhi perilaku dan gaya hidup mereka. Sedangkan dari sisi selebritis karena kecenderungan untuk mencari peluang yang bisa berdampak ekonomik. Menurut Wina Armada : Kalau saya bilang sih tidak sekedar pelarian, tapi merupakan pertemuan dari berbagai muara itu sehingga menjadi alun-alun itu. Kalau alun-alun maka dari segi industri itu adalah pangsa pasar, dan ternyata ratingnya kan _____________________________________________________________________________ 127
Wawancara dengan Informan Wina Armada Sukardi, pada hari Jumat, 18 Juni 2010 Pk.11:00 – 12:00 WIB di Gedung Dewan Pers Lt. 7, Jl. Kebun Sirih, Jakarta Pusat.
257
tinggi terus. Malah ketika industri televisi agak terseok-seok, maka infotainment yang menyelamatkan industri TV, bertahan terus, memberikan kontribusi yang besar terhadap pemasukan stasiun TV. Ini saya rasa ada satu pertemuan muara-muara, seperti sistem budaya kita yang lisan, yang dengar, termasuk nilai-nilai budaya yang mungkin suka mempergunjingkan orang, atau hal-hal yang secara umum dipandang buruk tapi sering kita lakukan, dan itu sudah terjadi dan kita ada disitu. Kita mengkritik, mengecam, tapi kita menikmati juga.128
Diantara ciri-ciri budaya pop adalah sifat meniru, atau peniruan-peniruan. Menurut Informan Marah Sakti peniruan tersebut membuktikan betapa besar pengaruh media massa terhadap perilaku masyarakat. Berikut pernyataannya: Menurut saya sih biasa saja ada peniruan-peniruan perilaku, tapi itulah buktinya bahwa pengaruh media itu besar, bahwa masyarakat kita itu sangat rapuh perilakunya. Tidak memiliki prinsip-prinsip atau kekuatan untuk bisa menolak apa yang ada di media. Oleh karena itu jangan diharapkan masyarakat akan mampu melakukan penolakan secara langsung. Mereka cenderung terpengaruh dan mengikuti apa yang ada di media. Oleh karena itu media menjadi sangat penting, dan masyarakat harus bisa memilih media. Media juga bertanggung jawab untuk semua kemaslahatan masyarakat kita. Wartawan hanyalah salah satu bagian yang, mungkin hanya 30 atau 40 persen saja dia berperan dalam tayangan isi media. Yang berkuasa sekarang ini adalah pemilik medianya khususnya untuk televisi.129 Informan Slamet Rahardjo
mengkhawatirkan akan hilangnya budaya
leluhur apabila terjadi pembenaran yang terakumulasi. Perilaku pesohor telah membentuk suatu budaya baru, sehingga seolah-olah budaya lama tertutup oleh perilaku beberapa orang saja. Dalam hal ini Slamet Rahardjo
mempertanyakan
apakah budaya yang kita miliki sudah tidak laku lagi? Ataukah cara merepresentasikannya yang dianggap kuno atau tidak sesuai dengan perkembangan jaman? _____________________________________________________________________________ 128 129
Ibid, Wawancara dengan Informan Wina Armada Sukardi. Wawancara dengan Informan Marah Sakti Siregar pada hari Rabu, tanggal 23 Juni 2010 Pk. 10:00 - 11:30 WIB di Kantor PWI Pusat Gedung Dewan Pers Lt.4 Jl. Kebun Sirih, Jakarta.
258
perkembangan jaman? Berarti harus dicari format baru yang tetap berpegangan pada budaya leluhur tetapi tidak ditinggalkan oleh generasi sekarang atau yang akan datang.130 Mengenai infotainment sebagai budaya pop diuraikan oleh Arswendo Atmowiloto bahwa tergantung mau mengarah kemana. Sehingga penentuan apa sebabnya demikian, menjadi apa, pakai ukuran sharing, rating, dan semuanya bisa dengan lebih mudah, salah satu ciri budaya pop itu, mudah mengunjunginya. Arswendo Atmowiloto memberikan contoh: Luna Maya ada affairs, orang langsung tahu siapa Luna Maya, siapa Ariel, lepas itu benar dia atau bukan, pers tidak perlu informasi lainnya. Seluk beluknya kasus itu berbeda, tidak perlu investigasi lebih jauh, seperti kasus Gayus yang perlu teknik khusus atau tertentu. Jadi hasil rekonstruksi yang disajikan dalam acara infotainment seolah sesuatu yang semu atau simulac.131 Kalau bicara tentang infotainment, bicara tentang apa yang layak dijual kepada masyarakat kita yang kolektivis, maka gambaran yang ada di layar televisi sebagai sesuatu yang semu bisa jadi merupakan cerminan dari masyarakat. Tetapi Informan Nani Indra Ratnawati Nurrachman menyatakan bahwa itu tidaklah sepenuhnya benar, karena kenapa masyarakat menggemari infotainment, karena bisa menjadi suatu sarana pelarian dari kehidupan nyata. Jadi terus memberikan mimpi kepada para penonton. Nani Indra Ratnawati Nurrachman sependapat ___________________________________________________________________________ 130
131
Wawancara dengan Informan Slamet Rahardjo Djarot pada hari Selasa, tanggal 29 Juni 2010 Pk.12:00-14:00 WIB di Teater Populer, Jl. Kebon Pala I No. 127 Tanah Abang – Jakarta Pusat. Wawancara dengan Informan Arswendo Atmowiloto pada hari Sabtu, tanggal 19 Juni 2010 Pk. 09:00 – 10:30 WIB di Kantor P.H. Atmo Chademas Persada Jl. M.Saidi No.34A, Petukangan Selatan, Jakarta Selatan.
259
bahwa infotainment dan perilaku para artisnya sudah menjadi budaya populer. Namun dalam masyarakat yang kolektivis terjadi de-individualism dan desensitivism. Berikut penuturannya: Iya, menurut saya iya, karena pada dasarnya kalau saya perhatikan infotainment, sedikit banyak meniru siaran-siaran di negeri barat terutama Amerika. Sedangkan di sinetron saja juga banyak yang duplikasi, bukan original. Jadi media itu membentuk budaya atau habit terhadap perilaku mereka ataupun masyarakatnya. Kalau “simbiose mutualistis” kan dari kedua belah pihak. Tapi media begini, maka dia semakin ini, semakin ini..terus begitu. (Catatan peneliti: Informan menggambarkan dengan gesture tangan menjelaskan bagaimana antara media dengan para sumber berita saling mengejar atau berusaha untuk mendapatkan apa yang diinginkan). Mengenai faktor lingkungan, ya, artinya dari diri pribadi yang kemudian dikonsensuskan dengan setiap orang dan bisa ngomong melalui media. Dan ketika orang menjadi figur publik dan memiliki massa (pengidola), itu sebenarnya terjadi secara tidak langsung de-individualisme. Dia tidak lagi menjadi individu, tapi sudah menjadi kolektif, umum. Dan akhirnya mengurangi sensitivitas atau de-sensitivitas, tinggal siapa yang dominan. Sebagai masyarakat kolektif, muncul “kekitaan”. 132 Menurut Nani Indra, perubahan sosial tidak bisa dihindarkan. Kita lahir kondisi hidup sudah terberi, sudah ada. Masalahnya adalah apakah kita menyadari lingkungan kita atau tidak? Kalau bicara tentang perubahan sosial, masalahnya adalah sampai seberapa tepat dan seberapa cepat adaptasi dan penyesuaian diri seseorang bisa dia mantapkan dalam dirinya dalam menghadapi perubahan sosial itu. Nani mengatakan bahwa tidak semua orang sama cepat dan sama tepat. Jadi katakanlah tidak ada gangguan infotainment, atau lain-lainnya, artinya orang menerima perubahan dalam keadaan normal, itu pasti ada orang yang terseretseret dalam mengikuti atau terganggu, dsb.133 _____________________________________________________________________________ 132
133
Wawancara dengan Informan Nani Indra Ratnawati Nurrachman pada hari Rabu, tanggal 7 Juli 2010 Pk.14:00- 15:00 WIB di Fakultas Psikologi Unika Atmajaya Gedung C Lt.4 Jl.Jendral Sudirman 51, Jakarta Pusat. ibid, Wawancara dengan Informan Nani Indra Ratnawati Nurrachman.
260
Mengenai masalah ”kekitaan” atau budaya kolektif dapat dilihat pada trend yang terjadi di layar televisi. Dewasa ini dalam acara kuis lebih bersifat massal karena apabila terjadi kekalahan, maka tidak akan malu secara individual, namun tidak ada kepercayaan diri secara perorangan. Demikian juga dengan audience di studio, lebih senang tampil berkelompok dan banyak. Kelompok penyanyi juga muncul trend seperti boyband atau girlband. Akibatnya jika ada pesohor yang tampil individual, akan segera menjadi idola. De-sensitivitas dan de-indiviualisme menjadi sebuah gaya hidup atau life-style. Ditinjau dari teori ”psycho-analysis”-nya Sigmund Freud, menurut Informan Bimo Nugroho, bisa terjadi infotainment nantinya akan berubah menjadi ”infreudtainment”.134 Menanggapi pendapat tersebut, Informan Urip Purwono mengatakan bahwa yang namanya entertainer sifat eksibionisnya ada dan mungkin ”opportunist” karena mencari kesempatan-kesempatan. Kalau dilihat dari sudut pandang life-style, dimana sekarang ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, orang dipaksa untuk mengikuti arus atau dia ingin menjadi trend-setter. Dalam kaitan ini, Urip Purwono menjelaskan sebagai berikut: Kalau kita bicara dia ingin jadi trend setter, dia ingin jadi terkenal, itu kita bicara mengenai mengapa perilaku itu muncul. Itu kan bicara tentang konsep motivation. Apa motivasinya sehingga ingin jadi trend-setter, itu sudah pada basic level dikenal bahwa perilaku itu hasil dari individu, kepribadian dengan lingkungannya. Interaksi ini yang menghasilkan keinginan itu, seperti orang mengatakan “oh trend-nya begini”, nah itu lingkungan itu. Tapi sekarang tinggal, ada orang banyak pengarahnya itu di personalitinya, dan ada orang yang pengarahnya banyak di lingkungan nya. Ya itu sangat menarik, karena ada teori yang telah didalami, mungkin bagus untuk menjelaskan itu, yaitu teori “self concept” dan “self image”. Tadi ketika disebutkan tentang budaya massa, dimana ketika di muka publik kok dia seperti itu. Itu kan sebetulnya konstruksi ideal dari image ___________________________________________________________________________ 134 Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo pada hari Rabu, 16 Juni 2010 Pk. 13:30 – 16:30 WIB di Kantor KPI Pusat, Gedung Bapeten Lt.6 Jl. Gajahmada No.38 Jakarta Pusat.
261
dia. Kalau ideal image-nya tidak seperti itu atau menjadi artis atau apa, meskipun di depan kamera dia tidak akan berubah tetap apa adanya. Diantara contohnya, Pak Sarwono (mantan Menteri KLH & Menpan), mau di depan kamera atau tidak, tetap saja seperti itu, tidak ada perubahan apa-apa. Tapi kalau seseorang punya ideal-image tertentu, maka jika dia merasa real-image-nya belum sampai kesitu, maka dia akan pakai kesempatan-kesempatan itu untuk mendekatkan “real-image” dia ke “ideal-image”nya. Nah teori ini akan menjelaskan tentang orangnya.135 Penjelasan Informan UP mengenai entertainer yang eksibisionis dan oportunis serta ingin menjadi trend-setter, maka pada dasarnya ada konsep motivasi tertentu pada basic level perilaku dari individu tersebut. Menurut teori self-concept dan self-image, bahwa ketika seseorang berada di muka publik akan berperilaku seperti subyek kamera, merupakan konstruksi ideal dari image dia. Kalau ideal image-nya tidak seperti itu atau menjadi artis atau apa, meskipun di depan kamera dia tidak akan berubah, tetap apa adanya. Tapi seseorang pesohor atau yang mengimitasikan dirinya seperti pesohor, mendekatkan real-image dia ke ideal-image-nya. Dalam konteks ini budaya populer yang merupakan bagian dari budaya massa dapat terjadi karena pengaruh perilaku individual atau basic level of motivation-nya telah diangkat ke permukaan atau ke ruang publik melalui siaran infotainment. Sementara para pesohor atau yang ingin jadi pesohor seringkali hanya sampai pada tahap ideal-image dan belum sampai pada real-image, sehingga yang tergambar dalam infotainment hanya sebatas simulacrum baru, atau seperti yang dikatakan oleh Informan Mochamad Sobary sebagai realitas baru yang tidak realistis. Karena terpaan infotainment yang terus menerus setiap saat, setiap hari, pada setiap saluran, maka terjadilah budaya populer tersebut. _______________________________________________________________________________ 135
Wawancara dengan Informan Urip Purwono pada hari Jumat, tanggal 20 Mei 2011 Pk. 21:00 22:30 Waktu Kuala Lumpur di Putra World Center, Kuala Lumpur, Malaysia.
262
3.1.6 Kondisi pergeseran nilai budaya dalam acara infotainment karena alasan popularitas dan ekonomi.
Pergeseran nilai budaya dalam acara infotainment dapat terjadi karena adanya alasan popularitas dan ekonomi. Pendapat Informan Ali Mustafa Yacub dan Mariana Amiruddin menyatakan bahwa yang sebenarnya terjadi bukanlah pergeseran, tetapi penggeseran atau sengaja digeserkan. Menurut Ali Mustafa Yacub bahwa sistem rating telah menggeserkan nilai-nilai yang telah ada di masyarakat. Sedangkan Mariana Amiruddin mengatakan bahwa penggeseran nilai budaya adalah oleh industri media yang dipengaruhi oleh sistem kapitalistik. Dalam dunia penyiaran, Rating dan share selalu dijadikan sebagai tolok ukur untuk menghitung dan menetapkan rate card atau harga jual spot iklan dan blocking time maupun OBB (opening bill board), CBB (closing bill board), dan backdrop. Melalui rating atau share dapat diketahui perkiraan jumlah penonton suatu acara yang disiarkan. Jadi akses kepada penontonlah yang sebenarnya dijual oleh stasiun kepada para pemasang iklan. Dengan rating dan share yang tinggi, maka suatu acara menjadi dikenal dan terkenal karena banyak penontonnya. Acara dianggap bagus bisa karena konten/materi acaranya yang bagus atau cocok dengan selera pasar, atau karena teknik penyajiannya yang menarik. Selain itu bisa juga karena para pemainnya, presenternya, atau bintang tamunya yang sudah dikenal oleh masyarakat luas. Karena acaranya terkenal, maka para pemainnya bisa ikut terkenal atau semakin tenar. Dengan menjadi terkenal maka para subyek berita atau artis tadi
263
sering menjadi bintang iklan atau endorser. Jadi selain pendapatan yang diperoleh sebagai pemain atau presenter, juga pendapatan dari perannya sebagai bintang iklan/endorser. Jika yang bersangkutan diminta menjadi pembawa acara pada acara-acara off-air, yakni acara di luar siaran TV, maka tarifnya bisa menjadi sangat mahal. Semakin sering seseorang diangkat ke dalam acara infotainment, apalagi jika dalam konotasi positif, maka dia semakin dikenal oleh masyarakat luas. Pada saat yang sama, stasiun penyiaran menikmati hasil pemasukan uang dari iklan spot, sponsor, dan sebagainya. Informan Marah Sakti Siregar mengatakan bahwa pola rating dikuasai oleh owner (pemilik media), bukan oleh wartawannya. Marah Sakti menjelaskan bahwa dalam pertemuan lintas sektor pernah disampaikannya tentang pengaruh media terhadap masyarakat. Jadi meskipun wartawan telah ditatar, tapi kadangkadang akhirnya mentok juga. Karena pemilik media sangat tergantung pada industrinya, pemasoknya, pemasang iklannya, produsennya, atau pemilik barang. Kiblatnya hanya rating, dan rating sangat tergantung pada lembaga survey. Jadi semuanya saling memengaruhi. Pemilik media ingin selamat dan hanya memikirkan ekonominya sendiri saja, ingin agar industrinya tetap jalan. Sementara pemasang iklan atau pemilik barang tergantung sama rating acaranya seperti gossip, infotainment, dsb. Ada puluhan item yang dibuat rating oleh lembaga survey, dan itulah yang dilihat oleh para produsen. Jadi kalau ada acara yang ratingnya paling tinggi itulah yang dimasukkan iklannya. Soal bagaimana hasilnya atau implementasinya apakah positif atau negatif, menurut Marah Sakti mereka tak peduli.
Yang penting profitnya, dan wartawan infotainment sangat
264
tergantung pada owner dan industri. Bahkan ketika kru infotainment tidak menghasilkan item berita atau beritanya tidak disiarkan, bisa tidak dibayar. Berikut lanjutan penjelasan dari Informan Marah Sakti Siregar mengenai faktor rating. Itu bisa berakibat ratingnya turun, karena berkejaran dengan rating. Sehingga dari pengalaman, ketika suatu tayangan ratingnya turun dan tidak memenuhi syarat bisnis, maka tidak akan berumur lama, paling bisa bertahan selama-lamanya empat tahun. Berbeda dengan yang ratingnya tinggi. Nah itu, kejamnya itu di rating itu. Begitu rating itu tidak masuk, dilihat tidak ada lagi unsur bisnisnya, ya udah selesai. Jadi memang banyak unsur yang sangat berpengaruh dalam merekonstruksi nilai-nilai yang ada di masyarakat. Tidak hanya faktor-faktor peliputnya, wartawan infotainment itu hanya 30 – 40 persen saja berperan dalam proses tadi.136 Kondisi masyarakat sangat permisif dan rumah produksi melihat ada peluang, dan dengan bekerja sama dengan stasiun TV, dibuatlah acara infotainment yang
frekuensi penyiarannya semakin banyak. Banyak rumah
produksi bermain dalam pembuatan paket infotainment karena biaya produksinya murah. Namun meskipun infotainment dikategorikan sebagai acara faktual, tetapi tidak diproduksi oleh organisasi berita. Berikut pendapat Informan Henri Subiakto mengenai hal itu. Sebenarnya dulu kan infotainment tidak ada, kemudian ada dan sekarang infotainment itu menjadi semacam program yang paling banyak dimiliki hampir semua media TV sampai sehari bisa sampai 13 jam siaran. Ini adalah kejelian dari Production House yang membuat sebuah infotainment sebagai produk yang murah, yang bisa dipasarkan dan dapat dijual ke beberapa media; sebenarnya Production House-nya juga itu-itu saja, tapi dikemas dengan nama yang berbeda-beda, isinya juga hampir sama-sama, Cuma disampaikan dengan cara yg berbeda-beda, tapi isinya sama. Maka nya kalau satu sudah ngomong tentang Ariel ya semuanya berbicara tentang Ariel. Karena ya memang hanya itu modalnya. Di sini yang nama nya Check & Recheck, di sana namanya Kroschek, di sana Silet, hanya penyajiannya yang diubah-ubah. ____________________________________________________________________________ 136
Wawancara dengan Informan Marah Sakti Siregar pada hari Rabu, tanggal 23 Juni 2010 Pk. 10:00 - 11:30 WIB di Kantor PWI Pusat Gedung Dewan Pers Lt.4 Jl. Kebun Sirih, Jakarta.
265
Jadi pemrodusen infotainment itu bukan organisasi berita. Pelaku-pelaku nya itu juga bukan orang-orang yang dididik sebagai wartawan news, pemberitaan. Tapi adalah hanya memproduksi sebuah tayangan program… namanya juga production house. Nah itulah kemudian terjadi pergeseran, dalam perkembangannya bahwa merekapun dianggap sebagai wartawan oleh PWI, Tapi oleh sementara yang lain belum mau mengakui, itulah pergeserannya disitu. Karena apa, karena ada etika-etika jurnalistik yang tidak dijalankan. Misalnya mengenai apa… standar-standar nilai obyektivitas, factuality, atau juga mungkin imparsiality. Factuality berkait an dengan ..bukan hanya sekedar fakta, tapi tujuan fakta itu disampaikan itu relevan nggak dengan tujuan itu.137 Terkait dengan bagaimana mereka (pemrodusen acara infotainment) merekonstruksi realitas sosial itu ke dalam media, mungkin tidak sama dengan jurnalis yang betul-betul dari organisasi pemberitaan (jurnalis mainstream). Infotainment merekonstruksi realitas sosial di masyarakat menurut sudut pandang mereka sendiri. Apakah benar ada kaitannya bahwa infotainment itu mempertahankan sistem kapitalisme baru? Henri Subiakto menyatakan sebagai berikut: Ehm, ya yang namanya media itu tidak hanya infotainment, semua, semua, semua media sebagai institusi adalah energi kapitalis. Oleh karena itu pelaku-pelaku media atau wartawan sekalipun itu juga mau tidak mau ia adalah pemain dari kapitalisme. Ehm, termasuk media yang terbaik sekalipun. Jadi begini, jangan dianggap bahwa yang namanya kapitalisme itu selalu isinya jelek, tidak. Misalnya, National Geography-pun itu sebuah bentuk kapitalisme, Kompas kadangkala isinya mengkritik kapitalisme, isinya tentang sosialisme, atau pro rakyat, pro sosial, itu juga suatu kapitalis. Jadi, kadangkala institusi kapitalis itu tidak bisa kita pahami kalau hanya melihat … menginterogasi kop-teksnya, menginterogasi kontennya, tidak bisa. Ini kalau dilihat kontennya, teksnya (Informan memegang dan menunjuk SK Harian Kompas terbitan tanggal 11 Juni 2010) sangat pro rakyat, sangat .. eee..anti yang namanya kapitalisme. Mungkin dia akan mengkritik kapitalisme.138 _____________________________________________________________________________ 137
138
Wawancara dengan Informan Henri Subiakto pada hari Jumat, 11 Juni 2010 Pk. 13:30 – 14:00 WIB di Kantor Staf Ahli Menkominfo Bidang Media Massa, Lt.7, Jl. Merdeka Barat No. 4 dan 5 Jakarta Pusat. ibid, Wawancara dengan Informan Henri Subiakto.
266
Henri mengatakan bahwa kalau kita pahami tentang bagaimana cara kerja mereka, hubungan antara owner, pemilik dengan para pekerjanya, bagaimana cara penggajian, bagaimana mereka memilih,
semuanya pasti ada nilai-nilai
kapitalisme yang diterapkan. Infotainment juga begitu, dia melihat dari aspek yang berbeda. Jadi kapitalisme tidak hanya sekedar dilihat dari kontennya. Bagaimana melihat
infotainment itu kapitalisme atau tidak, dapat dilihat
bagaimana wartawan-wartawannya, apakah menjadi sejahtera setelah mereka bekerja sedemikian rupa. Henri menduga, jangan-jangan mereka sudah dieksploitasi,
dan kemudian wartawannya berganti-ganti terus, itulah sistem
kapitalisme.139 Bimo Nugroho menekankan bahwa produksi acara infotainment itu lebih bermatrakan ekonomi daripada sebagai karya jurnalistik, sehingga seolah-olah tidak berurusan sama sekali dengan kepentingan publik. Bimo menjelaskan pendapatnya sebagai berikut: Saya melihat infotainment itu kerja ekonomi. Semata-mata adalah kerja ekonomi, dan dari situ sebenarnya layak juga dihargai. Dia bukan kerja jurnalistik dalam konteks komunikasi itu, saya kira kok enggak. Karena dari adat jurnalistik yang makin berkembang itu, ada satu hal yang dituntut yaitu tanggung jawab pada publik dan memajukan kepentingan publik. Nah, infotainment pada titik itu, dia sama sekali tidak berkepentingan untuk itu, sama sekali tidak berurusan dengan kepentingan publik. Meskipun yang ditampilkan itu public figure, itu berbeda. Tetapi dari segi karya infotainment itu sendiri, menurut saya itu luar biasa menariknya sekarang ini. Dibandingkan bahkan dengan luar negeri, penyajiannya. 140 Sebagaimana pendapat Henri dan Bimo, Informan Roy Suryo juga menyatakan bahwa kekuatan modal, faktor ekonomi atau pemilik telah mendorong terja_________________________________________________________________ 139 140
ibid, Wawancara dengan Informan Henri Subiakto. Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo pada hari Rabu, 16 Juni 2010 Pk. 13:30 – 16:30 WIB di Kantor KPI Pusat, Gedung Bapeten Lt.6 Jl. Gajahmada No.38 Jakarta Pusat.
267
dinya pergeseran budaya dan etika komunikasi, sekaligus sebagai sebab maraknya tayangan infotainment di televisi. Infotainment bersaing sangat ketat, bahkan kadang-kadang, menurut Roy, kurang atau tidak bermutu.141 Informan Marah Sakti Siregar membenarkan tentang kuatnya faktor kapitalisme dalam industri media, termasuk infotainment. Menurut Marah Sakti industri telah mendorong sistem kapitalisme. Sering industri tidak peduli dengan para pekerjanya. Dahulu infotainment tidak ada, lalu ada dan kemudian “boom” sampai ratusan pemroduksinya. Kemudian yang bertahan hanya beberapa saja. Yang lainnya sudah dimiliki oleh stasiun TV yang bersangkutan. Industri penyiaran televisi memerlukan modal besar. Banyak aturan-aturan di dalam undang-undang penyiaran yang dilanggar. Misalnya, aturan siaran berjaringan juga tidak berjalan. Menurut Marah Sakti, itu adalah pengaruh kapitalisme. Memang perlu penataan dengan duduk bersama, tapi kembali mereka terbentur kepada pemilik, karena sistemnya sudah begitu. Akhirnya yang dapat dilakukan hanya bicara kepada eksekutif-eksekutifnya saja. Sementara eksekutif itu tidak dapat memutuskan apapun.
Jadi sesungguhnya bagi industri yang
penting profit, walaupun kemudian bisa dengan bahasa public relations, customer service, mempertimbangkan masyarakat, dsb., yang menentukan isi media itu bagus atau tidak ya sipemilik media yang kuat tsb.142 Menurut Picard (1989: 1719), penguasaan pasar penyiaran oleh beberapa orang atau kelompok saja adalah sesuai dengan struktur pasar industri media yang oligopolistik. Kondisi atau peri_______________________________________________________________________________ 141
142
Wawancara dengan Informan Roy Suryo Notodiprodjo, pada hari Kamis, 17 Juni 2010 Pk.17:00 – 19:00 WIB di Gedung Nusantara I DPR-RI, Senayan Lt.21, Ruang 2103. Wawancara dengan Informan Marah Sakti Siregar pada hari Rabu, tanggal 23 Juni 2010 Pk. 10:00 - 11:30 WIB di Kantor PWI Pusat Gedung Dewan Pers Lt.4 Jl. Kebun Sirih, Jakarta.
268
laku ekonomi media dipengaruhi oleh karakteristik pasar. Meskipun ada kemiripan atau kesamaan,tetapi industri media berbeda dengan industri-industri lain dalam hal operasional, besaran dan sifat kompetisinya di pangsa pasar, dan keunikan konsentrasi serta karakteristik monopolinya. Dalam terminologi ekonomi, pangsa pasar industri media beroperasi pada dual product market. Industri menciptakan satu produk tetapi bermain pada dua pasar yang berbeda, yaitu disatu sisi adalah pasar produk riilnya itu sendiri, atau disebut content product atau paket informasi dan hiburan yang dijual melalui media. Disisi lain, media bermain di pangsa pasar advertising (periklanan). Meskipun industri media sepertinya menjual ruang dan slot waktu siaran kepada para penaja iklan/sponsor, tetapi sebenarnya media lebih menjual akses penonton kepada para pengiklan dalam berbagai kategori, diantaranya: lokal, nasional, atau khusus. Menurut Picard (1989: 31-33 & 75-78) struktur pasar industri media terdiri dari 4 struktur utama, yaitu: 1) Perfect Competition, adalah kompetisi dimana dalam pasar tersebut banyak penjual (stasiun) yang menawarkan produk dan jasa yang sama atau tidak ada yang mendominasi pasar. Pasar beroperasi secara lebih bebas. Contohnya adalah TV Programming; 2) Monopolistic Competition, terjadi bila terdapat beberapa penjual (stasiun penyiaran) yang menawarkan produk dan jasa yang berbeda (spesifik), sehingga jika pembeli (penonton) ingin mendapatkan produk/jasa tersebut hanya bisa diperoleh di produsen/ stasiun tertentu. Misalnya: film, audio/video cassette, majalah, buku; 3) Oligopoly, adalah kompetisi pasar dimana hanya ada sedikit produsen menguasai produk-produk dalam struktur pasar ybs. Contohnya: industri penyiaran radio, tele
269
visi dan surat kabar; 4) Monopoly, apabila pasar dikuasai oleh hanya satu produsen saja. Misalnya : TV Kabel. Memerhatikan penjelasan Marah Sakti Siregar tersebut, maka benarlah bahwa pasar penyiaran televisi di Indonesia dikuasai oleh beberapa kelompok saja atau oligopoli. Sementara itu rating dan share masih menjadi acuan utama bagi positioning program atau stasiun. Informan Arswendo Atmowiloto yang selain budayawan juga praktisi media, mengutarakan pendapatnya mengenai peran rating dan share dalam industri penyiaran sebagai berikut: Karena kita industri, industri itu begini, segala sesuatunya bisa diukur seketika, bisa dibandingkan seketika. Kita tidak bisa lagi berkata Jakarta hujannya deras, tapi hujannya berapa milimeter. Dalam kaitan televisi, yaitu rating dan sharing. Itulah yang kemudian menjadi patokan, sehingga ketika kita bicara ke-Indonesiaan, itu tercermin gak di rating dan sharing, kalau enggak ya lewat. Jadi mereka, televisi ini, terutama TV Swasta, tidak berpikir tentang apa-apa. Kalau dia bikin Si Doel Anak Sekolahan itu bukan karena cinta budaya Betawi atau ingin menghidupkan budaya Betawi, tapi yang penting laku, di balik itu ada faktor ekonomi, yang penting untung.143 Kembali ke teorinya Picard di atas, bahwa struktur pasar oligopoli dan monopoli pada dasarnya menunjukkan berlakunya sistem kapitalistik, yaitu siapa yang kuat modal akan menguasai pasar. Informan Ali Mustafa Yaqub menyatakan bahwa sistem kapitalisme tidak berurusan dengan masalah moral karena yang penting bagaimana mendapatkan untung yang sebanyak-banyaknya. Ali Mustafa Yaqub menjelaskan: Ya memang, mereka itu tujuannya kan tidak ada yang namanya, ini kalau bicara lebih jauh, maka Mazhab Kapitalis itu kan nggak ada berurusan dengan yang namanya moral, yang penting adalah bagaimana meraih keun___________________________________________________________________________ 143
Wawancara dengan Informan Arswendo Atmowiloto pada hari Sabtu, tanggal 19 Juni 2010 Pk. 09:00 – 10:30 WIB di Kantor P.H. Atmo Chademas Persada Jl. M.Saidi No.34A, Petukangan Selatan, Jakarta Selatan.
270
tungan sebanyak-banyaknya. Ya hanya itu, jadi apakah urusan moral dan kemanusiaan akan hancur, nggak ada urusan. Yang penting untung banyak, gitu aja. Ya, ya itu kapitalisme. Ya akhirnya yang berlaku itu yang dominan ya hukum pasar akhirnya. Mana yang menguntungkan itu yang dipakai. Jadi kadang-kadang moral itu sudah di kesampingkan. Tapi tetap saja ini menjadi sesuatu yang terjadi di media. Yang tidak berbuat gila sama sekali itu juga ada, tetapi tetap saja yang berlaku hukum pasar. Yang menguntungkan itu yang laku, bukan mana yang baik. Sekarang coba kita lihat, penceramah-penceramah agama, itu rata-rata yang kualitas ilmiahnya belepotan. Mengapa demikian? Sebab industri akan mencari mana yang dimaui pasar, yg bisa membangun popularitas, bukan mana yang kualitasnya, ilmiahnya bagus. Alasannya selalu apa? Wah anu pak, beliau itu sibuk sekali. Semuanya pasar, ya itu hukum kapitalis tadi, itulah, karena mereka mazhabnya kapitalis, maka yang menjadi hukum adalah hukum pasar tadi. Menurut etika Islam, atau standar agama Islam, selama tidak melanggar hal-hal yang di haramkan ya boleh-boleh saja kita mencari untung. Tapi kalau sudah melabrak yang diharamkan ya nggak boleh.144 Informan Slamet Rahardjo Djarot mengatakan bahwa kalau dulu ada teks perjuangan, tapi sekarang yang ada adalah teks industri yang kapitalistis, yang dipaksakan dalam setiap lima tahun. Menurutnya, itu adalah suatu paradigma yang gila. Sementara menurut Informan Veven SP. Wardana, bahwa niatan awal didirikannya industri media penyiaran
adalah untuk kapitalisasi, untuk
menambah modal melalui iklan dsb. Informan Arswendo Atmowiloto setuju bahwa pengaruh owner (pemilik stasiun) sangat besar dalam tayangan infotainment. Informan Arswendo Atmowiloto mengatakan: Ya itu kapitalisme, itu sudah menjadi isme, menjadi suatu pendekatan, menjadi sistim yang berlaku. Kalau industri tahu betul hal itu. Seperti anaknya Bakrie kawin masuk di infotainment, tayangannya beda. Itu sebabnya saya berpendapat bahwa nggak ada rumah produksi yang murni. Sekarang ini sudah semakin begitu cerminannya. Semua rumah produksi menjadi bagian dari mereka. Perusahaan perusahaan (PH) yang dulu independen sekarang sudah menjadi inhouse production. Sudah jadi milik Stasiun TV semua, baik sahamnya maupun permodalannya.145 ____________________________________________________________________________ 144 Wawancara dengan Informan Ali Mustafa Yaqub pada hari Jumat, tanggal 25 Juni 2010 Pk.13:00 – 14:00 WIB di Kantor Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. 145 ibid, Wawancara dengan Informan Arswendo Atmowiloto.
271
Menanggapi mengapa industri infotainment dikatakan sebagai sistem kapitalisme, Informan Roy Thaniago selaku penggagas “Komunitas Masyarakat Anti Program Televisi Buruk” mengatakan: Ya, yang menjadi dasar utama adalah “adagium” uangnya itu. Karena ada uangnya, mereka melakukan eksploitasi sebesar mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.146 Informan Mariana Amiruddin menyatakan pemikiran yang sama, yaitu bahwa dalam industri penyiaran khususnya infotainment berlaku sistem kapitalistis.
Masyarakat
yang
belum
memiliki
kematangan
gampang
dimanfaatkan, masyarakat dipaksa untuk menerimanya. Walaupun masyarakat golongan ekonomi sosial kelas A, walaupun kaya raya tapi sama juga.147 Kaitan antara ekonomi pesohor dengan promosi dan popularitas mereka melalui acara infotainment sangatlah erat. Banyak tulisan atau komentar yang mengatakan bahwa kalau artis sudah mulai merosot pamornya kemudian menggunakan infotainment sebagai ajang untuk promo dan pada akhirnya adalah masalah ekonomi dan popularitas. Informan Henri Subiakto mengatakan bahwa bisa saja memang infotainment menjadi ajang untuk promosi diri, karenanya biaya produksinya menjadi murah, karena masing-masing medianya butuh dan selebritinya juga butuh. Jadi ada simbiose mutualistik terhadap infotainment. Jadi infotainment itu memang dibutuhkan oleh media tapi juga dibutuhkan oleh para selebritis. Selebritisnya ingin muncul di televisi. Jadi sekarang ini, menurut Henri, ukuran keberhasilan publiknya adalah ukuran keberhasilan muncul di televisi. ___________________________________________________________________________ 146
147
Wawancara dengan Informan Roy Thaniago pada hari Kamis, tanggal 24 Juni 2010 Pk.18:00 – 18:30 WIB di Studio 5 TVRI, Senayan Jakarta Pusat. Wawancara dengan Informan Mariana Amiruddin pada hari Senin, tanggal 5 Juli 2010 Pk.14:00-15:00 di Kantor YJP Jl. Tebet Barat Dalam 9A No.B-1 Komplek Kejagung Jakarta Selatan dan di Café Citrus Tebet, Jl. MT.Haryono, Jakarta Selatan.
272
Mereka disebut selebritis juga karena muncul di televisi sehingga orang lalu berlomba-lomba untuk bisa muncul di televisi.148 Mengenai bagaimana selebritis memanfaatkan layar televisi untuk ajang promosi, Informan Bimo Nugroho menyatakan bahwa runtutannya adalah minimal promosi itu dibutuhkan oleh para artis. Pertama, karena persaingan yang semakin ketat dan semakin mahal. Untuk menjadi terkenal orang dapat melakukan atau menciptakan sesuatu yang disebut fame (famous) ada notorious. Sebagian artis kalau tidak menghasilkan lagi lagu-lagu bagus atau produktif yang diterima oleh pasar, dia akan menggunakan cara-cara yang notorious tadi atau cara-cara yang kurang baik. Notorious itu ujung-ujungnya adalah memang mendongkrak kembali popularitas dan itu
diharapkan bisa mendatangkan
agregasi kapital yang baru. Tapi menurut Bimo sesungguhnya itu beresiko, beberapa artis dengan sengaja, seperti Jupe dan Dewi Persik, yang intentionally, sengaja bertujuan untuk itu. Mereka menggunakan cara-cara seperti itu.
Tapi
kalau dengan kasus terakhir apakah tidak disengaja yang kemudian menjadi kecelakaan, maka bisa berakibat fatal. Luna Maya langsung kehilangan kontrakkontraknya dengan Lux dan Toshiba, dan yang lain-lain.
Bahkan larangan-
larangan manggung di Bandung dan kota-kota lain yang mencekal mereka.149 Menurut Mariana Amiruddin bisa jadi artis ingin tampil di infotainment karena untuk popularitas. Popularitas bisa mendatangkan job, job mendatangkan uang. Tapi Mariana Amiruddin melihatnya lebih kepada kekuasaan media dan ___________________________________________________________________________ 148 Wawancara dengan Informan Henri Subiakto, pada hari Jumat, 11 Juni 2010 Pk. 13:30 – 14:00 WIB di Kantor Staf Ahli Menkominfo Bidang Media Massa, Lt.7, Jl. Merdeka Barat No. 4 dan 5 Jakarta Pusat. 149 Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo pada hari Rabu, 16 Juni 2010 Pk. 13:30 – 16:30 WIB di Kantor KPI Pusat, Gedung Bapeten Lt.6 Jl. Gajahmada No.38 Jakarta Pusat.
273
posisi tawar artis yang lebih rendah dari pada media. Media bisa memilih siapa yang akan ditampilkan atau layak untuk ditampilkan menurut kepentingan mereka (media) tentunya. Kalau yang akan ditampilkan tidak menarik atau tidak dapat menghasilkan sesuatu buat apa? Jadi kalau nggak ada nilai jualnya tidak akan kepakai. Sering ada kesepakatan-kesepakatan antara media dengan para artisnya, namun media tetap lebih dominan daripada selebritinya. Meskipun media membutuhkan artis dan artis membutuhkan media, tetapi posisi tawar artis lebih rendah daripada medianya. Media yang membuat mereka para artis dalam kelaskelas, apa kelas atas, menengah atau kelas bawah.150 Sependapat dengan Mariana Amiruddin, Informan Arswendo Atmowiloto mengatakan sifat narsism dan exhibitionist itu dimiliki oleh pesohor, dan bahwa popularitas itu akan terjadi dengan sendirinya. Arswendo melihat bahwa popularitas itu yang utama. Itu dibuktikan, dalam tanda petik “mereka ikut pencalonan, mereka ikut pemilu”, dsb., dan kebetulan mereka banyak yang lolos. Dan ketika mereka melihat bahwa popularitas itu adalah
segalanya, maka
menjadi narsis, menjadi eksibionis. 151 Pendapat Mariana Amiruddin tersebut di atas benar bila dikaitkan dengan penjelasan dari Informan Robby T. Winarka produser eksekutif beberapa acara infotainment sebagai berikut: Kembali kepada apa yang kami kemukakan, bahwa untuk meliput artisartis khusus, maka kami harus melihat berapa rating dan sharenya. Nah seperti DP saat itu masih “menjual”, artinya bahwa kemunculannya masih ditunggu-tunggu oleh publik. Dalam kondisi normal, bukan karena ada ___________________________________________________________________________ 150 151
ibid, Wawancara dengan Informan Mariana Amiruddin. ibid, Wawancara dengan Informan Arswendo Atmowiloto.
274
kasus, maka kami akan meliput artis yang punya nilai jual tadi. Nah tapi kalau seseorang yang karena perilakunya maka masyarakat tidak menyukai, kemudian diliput dan ditayangkan, bisa saja ratingnya rendah. Atau karena kita kejar tayang sehingga isinya asal-asalan, tetap saja sharenya rendah, nggak ngangkat.152 Robby menyatakan bahwa memang betul ada pihak artis yang mengundang kameramen atau kru liputan infotainment. Tapi kembali lagi dilihat di luar ada kasus. Produser infotainment tidak melihat siapa yang membayar, tapi melihat atensinya jika hal itu ditampilkan, akan mengangkat rating atau tidak? Kalau tidak, walaupun pihak pengundang
yang membayar, kru tidak akan
meliput. Sebaliknya, meskipun PH sendiri yang membayar, tapi kalau memang diprediksi akan mengangkat atau akan menghasilkan, maka PH mengirim kru atau tim liputan yang sesuai. Contohnya, ketika ada kasusnya Krisdayanti dengan Raul, PH mengirim kru liputan sampai tiga kali ke Timor Leste, dengan segala resiko yang akan ditanggung sendiri. 153 Seperti yang dikatakan oleh Henri Subiakto, menurut Nani Indra Ratnawati Nurrachman juga terdapat keadaan saling membutuhkan antara media dengan artis, dan antara penonton atau pengidola dengan artisnya. Sementara media membutuhkan penonton untuk mengangkat rating dan share-nya. Pesohor merasa bahwa pengidolanya perlu tahu tentang apa yang dia lakukan sekaligus untuk mempertahankan popularitas dan citranya. Dia berusaha agar menjadi “role model” yang dapat mengaburkan antara ruang privat dengan social course-nya.154 ___________________________________________________________________________ 152
153 154
Wawancara dengan Informan Robby T. Winarka, pada hari Sabtu, 26 Juni 2010 Pk.17:00 19:00 WIB di Cafée Bean Senatan City’ Jakarta Pusat. ibid, Wawancara dengan Informan Robby T. Winarka. Wawancara dengan Informan Nani Indra Ratnawati Nurrachman pada hari Rabu, tanggal 7 Juli 2010 Pk.14:00- 15:00 WIB di Fakultas Psikologi Unika Atmajaya Gedung C Lt.4 Jl.Jendral Sudirman 51, Jakarta Pusat.
275
Pendapat Informan Veven SP. Wardana mengenai hal tersebut juga senada dengan pendapat Henri dan Nani. Menurut Veven, semuanya akan saling berkait. Ketika artis mengundang media, itu merupakan bagian dari menaikkan nama mereka, untuk popularitas mereka. Kadang-kadang mereka bikin sensasi kecilkecilan intinya agar orang mengingat bahwa dia masih ada.155 Jadi dapat dikatakan bahwa teknologi telah mengubah perilaku manusia. Telah terjadi persaingan ketat antar sesama pesohor yang membuat mereka berlomba-lomba untuk tampil di televisi khususnya dalam acara infotainment. Informan Marah Sakti Siregar menyatakan bahwa untuk menjadi selebriti orang malahan sekarang sudah menyiapkan diri. Dia untuk bisa menjadi entertainer atau pesohor, ada manajemennya dan ada wahana kegiatan dari televisi sendiri, seperti Indonesia Idol, API, IMB, dsb. Mau jadi bintang idola dan sejenisnya orang sudah dipersiapkan. Kalau sekarang untuk jadi artis itu by design, sedangkan dulu itu by accident. Terkait mengenai hal itu, Informan Nani Indra Ratnawati Nurrachman menyatakan bahwa ruang infotainment diperebutkan oleh para pesohor yaitu penyanyi, pesinetron, endorser iklan, pengiklan, komedian, pesulap, bahkan para da’i dan sebagainya. Kemudian orang menjadi terobsesi ingin cepat kaya, cepat terkenal. Tidak tertutup kemungkinan diantara mereka itu akan jadi pesohor, yang akan mendesak mereka yang sudah eksis sebelumnya. Nani menjelaskan bahwa gejala pergeseran nilai budaya karena alasan ekonomi dan popularitas ada bermacam-macam faktor penyebabnya. Pertama, orang cenderung mencari jalan pintas, ___________________________________________________________________________ 155
Wawancara dengan Informan Veven SP.Wardana pada hari Kamis, tanggal 24 Juni 2010 Pk.18:30 – 19:00 WIB di Studio 5 TVRI, Senayan Jakarta Pusat
276
pintas, atau instan, kemudian menjadi tenar, tokoh, tersohor. Masyarakat kita kan masih memegang atau menilai tinggi status sosial. Kedua, di dalam hal ini, adalah terkait daya juang, ketekunan, keuletan, untuk mencapai sesuatu. Kebanyakan dari kita sangat kurang, lemah sekali. Di dalam kehidupan ekonomi sekarang ini, menurut Nani, materi dan konsumerisme sudah menjadi privasi yang terbuka, tidak lagi tabu. Ketiga, bahwa para pesohor hanya memerankan dirinya sendiri saja. Nah sampai seberapa jauh dia mampu keluar dari dirinya sendiri, untuk memainkan karakter yang diinginkan. Itu kan suatu pekerjaan yang memeras energi, psikologi, dan pikirannya. Karena pesohor itu kan hanya orang yang tenar saja. Kalau pesohor kebanyakan adalah karena dia penyanyi saja atau main sinetron yang berbeda dengan film-film serius. Sedangkan seniman lebih dikarenakan kepuasan maka dia menghasilkan karya seni termasuk aktingnya, dan dipahami oleh masyarakat, dan kemudian apa yang dilakonkan dapat diambil pesannya. Itu seperti apa yang dikatakan oleh Shakespearz, ada unsur dramatiknya.156 Nani menyatakan bahwa variasi realitas itu bermacam-macam dan berebutan di ruang publik. Jadi siapa yang punya “power” berupa modal yang kuat akan muncul menjadi realitas yang dominan. Memang ini adalah suatu situasi yang didukung oleh proses informasi. Media, disamping berlomba-lomba untuk komersialisme atau kapitalisme juga secara riil media TV juga harus bersaing dengan sarana telekomunikasi lain seperti Blog, Twitter, You Tube, Face Book,dll. Jadi kalau tidak mau berintegrasi dengan media substitusi tersebut maka _____________________ ________________________________________________________ 156
ibid, Wawancara dengan Informan Nani Indra Ratnawati Nurrachman.
277
akan ditinggalkan oleh khalayaknya. Memang kelemahan dari pendekatan posmo, adalah dia tidak memberikan solusi, tetapi dia memberikan kerangka untuk memahami gejala. Mungkin kembali ke teori-teori klasik. Tapi Informan Nani Indra Ratnawati mengatakan tidak tahu persis, namun percaya bahwa dalam ilmu sosial teori-teori klasik itu tetap harus dibaca. Karena suatu saat pasti akan kembali lagi ke sumber-sumber teorinya.157 Dalam hal mencari berita, wartawan mainstream kalau mencari narasumber sering mengalami kesulitan, tetapi kalau infotainment maka narasumber datang sendiri atau mencari wartawan. Mengenai hal ini Robby T. Winarka menjelaskan bahwa yang pertama, tergantung pada materi apa yang hendak diangkat ke layar kaca. Kemudian yang kedua, tergantung pada tipe infotainmentnya.
Untuk infotainment investigasi tidak bisa seperti itu. Tim
infotainment harus mencari channel-channel yang berhubungan dengan sumber beritanya. Di antaranya mencari pendapat-pendapat sesuai bidangnya.158 Selain artis yang posisi tawarnya rendah, Mariana Amiruddin mengatakan bahwa masyarakat juga posisi tawarnya lemah.
Sehingga apapun yang tersaji di layar
televisi, itulah yang harus dilahapnya. Berikut ucapannya: Masyarakat posisi tawarnya lemah, sehingga hanya bisa menerima saja terhadap apa yang diagendakan oleh media. Pesawat TV ada di rumahrumah, di kamar-kamar, di ruang keluarga, masyarakat berhadapan dengan pesawat TV menerima terpaan-terpaan pesan yang bersifat satu arah, lantas kalau tidak setuju atau tidak suka, mau ngomong sama siapa? Acara berjalan terus dengan cepatnya berganti-ganti dari satu acara ke acara selanjutnya, kita hanya bisa menerima.159 __________________________________________________________________ 157 158
159
ibid, Wawancara dengan Informan Nani Indra Ratnawati Nurrachman. Wawancara dengan Informan Robby T. Winarka, pada hari Sabtu, 26 Juni 2010 Pk.17:00 – 19:00 WIB di Cafée Bean Senatan City’ Jakarta Pusat. Wawancara dengan Informan Mariana Amiruddin pada hari Senin, tanggal 5 Juli 2010 Pk.14:00-15:00 di Kantor YJP Jl. Tebet Barat Dalam 9A No.B-1 Komplek Kejagung Jakarta Selatan dan di Café Citrus Tebet, Jl. MT.Haryono, Jakarta Selatan.
278
Dari sudut pandang pendidikan, Informan Arief Rachman menyampaikan pendapatnya sebagai berikut: Kalau menurut saya begini, semua yang ada di televisi itu harus mempertimbangkan apa akan memberikan keuntungan ekonomi atau tidak. Nah, boleh kita mencari keuntungan ekonomi, supaya televisi itu bisa beroperasi, sebab kalau dia nggak punya uang ya nggak bisa beroperasi. Tetapi yang harus kita kendalikan, adalah selera. Selera yang tidak mendidik itu harus dijauhkan. Dan kita harus membiasakan diri supaya apapun yang muncul untuk supaya mendapatkan keuangan sebanyak-banyaknya harus dikemas sedemikian rupa, sehingga tidak melanggar yang disebut prinsip-prinsip pendidikan. Prinsip pendidikan itu adalah: kekuatan kognitifnya harus ada, kekuatan afektifnya harus ada, dan kekuatan psikomotoriknya harus ada. Tiga ini harus dilihat, kira-kira tayangan itu akan mencerdaskan pada ranah yang mana? Apakah itu hanya sekedar tayangan informasi tapi tidak bisa diambil pesannya, atau tayangan yang tidak bisa dicontoh sikapnya. Hal-hal yang seperti itu tentu saya pikir tidak baik.160 Dari uraian-uraian di atas, terdapat hubungan antara industri media khususnya infotainment dengan urusan popularitas dan ekonomi, baik ekonomi medianya ataupun ekonomi artisnya. Informan Arief Rachman menekankan pada perlunya acara infotainment itu mengandung prinsip-prinsip pendidikan. Prinsip pendidikan itu adalah kekuatan kognitif, kekuatan afektif dan kekuatan psikomotorik. Dari situ dapat dilihat apakah tayangan infotainment akan mencerdaskan atau tidak?. Apakah bisa diambil pesannya, atau tayangan yang tidak bisa dicontoh. Meskipun tayangan infotainment sering dikatakan isinya tidak mendidik, namun dari sisi penggarapan paketnya, Informan Bimo Nugroho memberikan komentar sebagai berikut: Penyajian infotainment kita itu menarik lho. Tidak membosankan. Artinya siapapun yang menonton, dari sisi pencarian materi sampai editing sampai penyajiannya di layar kaca, itu jauh lebih menarik dan membutuhkan kiner___________________________________________________________________________ 160
Wawancara dengan Informan Arief Rachman pada hari Jumat, tanggal 16 Juni 2010 Pk. 13:3014:00 WIB di Kantor Komisi Nasional untuk Unesco, Gd. Diknas Lt.17, Jl. Jend.Sudirman , Senayan, Jakarta Pusat.
279
kinerja yang lebih tinggi dari pada kerja jurnalistik, menurut saya. Karena editingnya, skill yang dibutuhkan untuk infotainment itu lebih tinggi. Terus kreativitas berkata-kata, iringan lagu yang dibutuhkan, kan harus punya sense, produsernya. Kalau jurnalistik itu ngggak perlu ada editing yang canggih yang artistik yang dituntut kreativitas, nggak. Kalau jurnalistik itu kan sebetulnya membosankan, dingin, 5W & 1 H, .... kaku.161 Faktor dorongan ekonomi agar bisa tetap menghidupkan usaha penyiaran maupun kapitalisasi modal menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam sifat kepemilikan PH (ownership) serta frekuensi penayangan dan konten siaran infotainment. Kepemilikan PH sekarang modalnya banyak dikuasai oleh stasiun penyiaran. Frekuensi penayangan acara infotainment yang dulunya hanya sekali setiap minggu, sekarang sudah stripping, siaran setiap hari dan dibagi lagi dalam episode waktu pagi, siang dan sore atau malam hari. Kesulitan untuk mendapatkan materi siaran dan adanya persaingan antar stasiun dan antar acara infotainment menyebabkan terjadinya pencarian materi yang asal-asalan dan sering melanggar aturan atau norma yang berlaku. Dengan adanya usaha dari pihak PWI maupun Dewan Pers yang memasukkan kru infotainment kedalam jajaran jurnalis atau menjadi kategori wartawan hiburan, kemudian memberikan penataran tentang aturan-aturan dan kode etik jurnalistik, maka sedikit banyak telah mempengaruhi hasil produksi acara infotainment. Menurut Informan Farid Ridwan Iskandar, setidaknya ada perubahan di dalam proses operasionalnya, meskipun
masih belum maksimal. Hal itu dapat disebabkan karena adanya
penekanan atau keharusan tertentu yang diterapkan oleh pihak pemilik rumah produksi atau stasiun dimana acara tersebut akan disiarkan.162 ____________________________________________________________________________ 161
162
Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo pada hari Rabu, 16 Juni 2010 Pk. 13:30 – 16:30 WIB di Kantor KPI Pusat, Gedung Bapeten Lt.6 Jl. Gajahmada No.38 Jakarta. Wawancara dengan Informan Farid Ridwan Iskandar, pada hari Sabtu, 26 Juni 2010 Pk.13:30 – 15:00 WIB di Kantor tabloid Cek & Ricek, Jl. H. Sa’aba 40, Meruya Selatan, Jakarta Barat.
280
Informan Wina Armada mengatakan bahwa meskipun sudah dibekali dengan berbagai macam panduan berupa peraturan perundang-undangan dan kode etik jurnalistik yang berlaku, tetapi barangkali, katanya, karena mereka berangkat bukan dari wartawan mainstream, maka seringkali panduan-panduan tersebut tidak dibaca atau diabaikan begitu saja.163 Menurut Farid Ridwan Iskandar bahwa sedikit banyak pengaruh itu ada, bahkan dalam banyak hal karena jadwal kejar tayang itu sangat memengaruhi. Ada juga yang sifatnya content provider. Jadi PH mensuplai acara tapi kebijakan dan isinya stasiun TV yang mengatur. Secara ekonomis memang bisa lebih murah karena konten dari supplier. Jadi sepertinya mereka beli masternya, karena formatnya sudah diketahui, jadi tinggal mengisi kontennya saja. Menurut Farid, siapa saja bisa mengerjakannya, yang penting sebenarnya asal memperhatikan kaidah-kaidah jurnalistiknya saja. Masalah konten yang banyak menyajikan acara gosip atau ghibah dan juga menghasut atau namimah, Informan Farid Ridwan menegaskan prinsipnya bahwa hal seperti itu tidak akan bertahan lama.
Farid tidak percaya kalau berita gosip yang tidak
jelas atau tidak benar bisa dijual. Kalaupun misalnya bisa laku sifatnya temporary.
Karena berita yang benar itu yang akan dicari orang, paling tidak
seperti tayangan PH yang dikelola oleh Farid Ridwan Iskandar sebagai Pemrednya, sudah lebih dari sepuluh tahun bersiaran. Dibanding dengan media yang lain yang tiba-tiba muncul menjual isu-isu lantas menghilang lagi. Tetapi bagaimanapun industri media adalah menganut mazhab kapitalis sehingga banyak hal yang tidak sesuai antara keinginan dan kenyataan di lapangan. __________________________________________________________________ 163
Wawancara dengan Informan Wina Armada Sukardi, pada hari Jumat, 18 Juni 2010 Pk.11:00 – 12:00 WIB di Gedung Dewan Pers Lt. 7, Jl. Kebun Sirih, Jakarta Pusat.
281
Selanjutnya Informan Farid Ridwan Iskandar mengatakan: Ya saya setuju mas, untuk tayangan infotainment yang siaran tiga kali seminggu itu masih bisa dijaga. Tapi kalau sudah dikejar tayang stripping setiap hari ya agak sulit ya untuk tetap bisa menjaga rambu-rambu yang harus dipatuhi. Saya khawatir mereka membuat berita yang tidak ada, berita yang gak ada di ada-adakan untuk ada. Hanya untuk memenuhi kebutuhan quota. Mereka mungkin mengendorkan kriteria, yang penting asal ada yang diliput atau dilaporkan. Jadi memang terkesan bahwa berita itu gak ada tetapi dipaksain diada-adakan. Memang saya curiga karena keharusan untuk memenuhi quota tadi, bayangkan mereka harus mengisi acara satu jam setiap hari, dari Senin sampai Minggu, apa nggak puyeng itu? Jadi yaitu tadi, seperti menelponin figur yang dianggap layak untuk diangkat, kemudian didatengi ke rumahnya dan diliput apa yang dikerjakannya, dan dinarasikan sedemikian rupa sepertinya itu sesuatu yang sangat penting. Maka apa saja dipaksakan untuk jadi berita. 164 Mengenai hubungannya dengan stasiun penyiaran, Robby T. Winarka, produser eksekutif PH mengatakan bahwa karena stasiun tidak bisa mengerjakan semuanya sendiri, maka akhirnya di sub-kan lagi kepada pihak lain, dalam hal ini PH-PH. Robby T. Winarka menjelaskan sebagai berikut: Stasiun sebetulnya tidak bisa mengerjakan semua acaranya. Meskipun mereka menamakan diri sebagai inhouse production, tapi akhirnya di subkan lagi ke pihak-pihak luar. Seperti Insert, tapi kan akhirnya tidak bisa mengerjakannya sendiri, seperti Insert yang pagi diserahkan ke orang, kami pegang yang sore. Mula-mula Insert itu hanya siang hari, tapi berkembang ada yang pagi dan ada sore. Jadi merknya tetap Insert, yaitu Insert Pagi, Insert Siang dan Insert Sore, yang malem gak ada. Jadi seperti tadi saya contoh-contohkan juga tidak mutlak, pada akhirnya akan kembali ke cara semula. Ada outsourcing, tapi mereka tidak mengandalkan hasilnya, yang penting ratingnya. Dan yang terjadi akhirnya sebagian besar dilemparkan lagi ke kita-kita, karena mereka sadar bahwa mereka tidak akan sanggup menggarap semuanya. Sebenarnya, kalau kita lihat, infotainment itu adalah berisi berita yang ringan. Terutama bagi orang-orang di rumah. Jarang sekali kalau orang sedang berada di luar rumah lalu sengaja ingin menonton infotainment kan. Nah ternyata hal ini menjadikan respon yang bagus bagi program infotainment itu sendiri. Pada akhirnya acara infotainment menjadi program yang menguntungkan bagi stasiun TV yang bersangkutan. ___________________________________________________________________________ 164
ibid, Wawancara dengan Informan Farid Ridwan Iskandar.
282
Kenapa? Karena ternyata peminatnya makin banyak. Jadi semakin menguntungkan stasiun, dan ini diakui sendiri oleh stasiun TV.165 Pihak PH mengakui, bahwa stasiun memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk mengendalikan mereka. Seperti yang dikatakan oleh Robby T. Winarka “… kami tidak punya kekuatan untuk melawan stasiun. Karena kami menyadari bahwa kami tidak punya kendaraan untuk menayangkan hasil produksi kami. Jadi Jadi mereka bisa menekan kami, yang menentukan mereka, kami hanya bisa mengusulkan”. Oleh karena itu maka pihak PH sangat mementingkan dan menjaga hubungan dengan stasiun. Karena dalam dunia bisnis itu, hubungan itu menjadi sangat penting. Dalam masalah pemilik modal adalah pemilik kekuasaan, Informan Robby T. Winarka menyatakan bahwa itu adalah kapitalisme.166 Mengenai perkembangan produksi infotainment Informan Arswendo Atmowiloto mengatakan: Sebenarnya sampai sekarang ini, hampir tidak ada yang murni in house, gak ada, tapi kerjasama. Kerjasamanya itu bukan hanya.. misalnya nanti kamu ngeditnya di mana..? Apakah tertulis atau tidak, gak tahu. Tapi ada pembagian tugas, nanti kamu yang ini, ini, dsb. Bahkan sampai sikap, policy.167 Adapun menyangkut newsvalue yang menjadi minim yang disebabkan oleh produksi kejar tayang, Arswendo Atmowiloto menyatakan itu bukan menjadi penyebab. Tetapi faktor kesulitan saja. Menurut Arswendo Atmowiloto: Tinggal mau dari angle mana ngambilnya. Yang mana mau dibahas. Tapi kembali ke pengaruh tadi, pengaruh kenapa in house seperti yang saya katakan tadi. Sekarang kalau kita ketemu kasus-kasus khusus atau tertentu, _______________________________________________________________________________ 165
166 167
Wawancara dengan Informan Robby T. Winarka, pada hari Sabtu, 26 Juni 2010 Pk.17:00 – 19:00 WIB di Cafée Bean Senatan City’ Jakarta Pusat. ibid, Wawancara dengan Informan Robby T. Winarka. Wawancara dengan Informan Arswendo Atmowiloto pada hari Sabtu, tanggal 19 Juni 2010 Pk. 09:00 – 10:30 WIB di Kantor P.H. Atmo Chademas Persada Jl. M.Saidi No.34A, Petukangan Selatan, Jakarta Selatan.
283
misalnya Halimah menabrakkan mobilnya di rumah Maya. Kita bisa tahu segera. Mana media yang muat itu dan mana yang enggak. Kalau itu maka independensinya production house nggak ada. Kalau afiliasinya ke RCTI udah pasti berita itu nggak ada. Ketika pesawat Lions mau dibeli atau Lions jatuh di Jogja itu ya nggak ada beritanya.168 Pengambilalihan produksi acara infotainment oleh stasiun kedalam inhouse production menggambarkan tentang kebenaran dari teori-teorinya Sigmund Freud dan Karl Marx. Freud menyatakan bahwa manusia itu
bukan subyek
otonom, determinasinya ada di ketidaksadaran. Ketika seorang pesohor ingin muncul di acara infotainment, bisa jadi yang mendasarinya adalah ketidaksadaran akan peran yang sedang dimainkannya. Stasiun penyiaran (broadcasting house) mengambil alih kegiatan produksi infotainment juga karena ketidaksadaran akan beratnya proses produksi acara tersebut baik menyangkut kuantitas ataupun kualitas. Sehingga pada akhirnya di sub-kan lagi ke PH-PH juga. Sedangkan menurut
Marx, adalah
sama,
manusia bukan
mahluk otonom,
tetapi
determinasinya itu kapital, meskipun media sering dikatakan sebagai sistem kapitalistik. Yang dimaksud dengan diterminasi kapital adalah bahwa pekerja akan selalu berusaha untuk menjadi pemilik alat produksi. Owner akan berusaha untuk menguasai alat dan sekaligus prosesnya. Tetapi posisi PH kalah kuat dibandingkan dengan stasiun penyiaran. Dari pernyataan-pernyataan para informan tersebut mengenai kondisi pergeseran nilai budaya dalam acara infotainment karena alasan popularitas dan ekonomi,
baik
ekonomi
pesohor
maupun
ekonomi
media
penyiaran,
membenarkan tentang asumsi yang diprediksikan. ____________________________________________________________________________ 168
ibid, Wawancara dengan Informan Arswendo Atmowiloto.
284
3.1.7
Pergeseran nilai budaya dari paradigma klasik (tradisional) ke paradigma baru (modern/pascamodern atau kontemporer)
Pergeseran nilai budaya terjadi karena berubahnya nilai-nilai tradisional menjadi sesuatu yang baru di dalam masyarakat yang semakin dinamis karena pengaruh
perkembangan
teknologi
informasi
dan
komunikasi.
Penulis
menggambarkan tentang pergeseran tersebut sebagai pergeseran dari “Paradigma Lama” ke “Paradigma Baru”. Konsepsi pergeseran nilai ini terutama karena peran media massa yang memungkinkan terjadinya perubahan dari “Budaya Tradisional” ke “Budaya Kontemporer”, dan perubahan dari “Etika Komunikasi Tradisional” ke “Etika Komunikasi Kontempoter”. Media televisi sangat berperan dalam hal pencitraan baik perorangan ataupun lembaga. Sebagaimana dinyatakan oleh John Fiske dan Jean Baudrillard, media televisi telah ikut berperan menggeser budaya lama ke budaya baru (kontemporer), khususnya budaya kehidupan komunitas para tokoh, pesohor, dan sejenisnya. Pergeseran nilai budaya yang semula hanya terjadi di kalangan tertentu, karena disiarkan secara luas dan menjangkau khalayak massa yang “unlimited”, maka sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku khalayak yang terkena terpaannya.
Sebagaimana telah dibahas pada sub bab sebelumnya bahwa
masyarakat sudah semakin permisif terhadap nilai-nilai baru yang disajikan oleh acara infotainment dan menganggap bahwa nilai-nilai baru itu layak untuk di konsumsi atau diikuti. Informan Mochamad Sobary telah menguraikan tentang terjadi perubahan tata nilai yang mengakibatkan perubahan “worldview” atau cara
285
pandang, cara pandang terhadap dunia, pandangan kita terhadap dunia sosial, dunia dalam keluarga kita, microcosmos, lalu macrocosmos, dan kemudian kepada yang lebih makro lagi. Perubahan tata nilai dan worldview mengakibatkan berubahnya sikap terhadap hidup. Sikap kita atau sikap terhadap hidup, karena berubah maka kemudian lahirlah tatanan-tatanan baru dalam dunia media. Satu diantaranya muncullah infotainment. Mochamad Sobary mengatakan : “…. rasa malu kita sudah tergeser. Bergeser tata nilai, bergeser cara kita memandang, tidak hanya nilai, tapi value dan outlook, juga sikap dan tindakan”. Pendapat Informan Mochamad Sobary sangat menegaskan bahwa telah terjadi pergeseran tata nilai budaya. Perubahan tersebut setidaknya ditinjau dari tiga aspek, yaitu perubahan tata nilai itu sendiri, perubahan worldview dan perubahan sikap, dimana masingmasing aspek saling mempengaruhi karena sifatnya tidak satu arah, tetapi dialektis. Perubahan-perubahan itu melahirkan tatanan-tatanan dalam dunia media, termasuk munculnya acara infotainment. 180 Informan Roy Suryo dan Bimo Nugroho menyatakan bahwa nilai budaya telah bergeser ke masyarakat. Masyarakat sepertinya sudah bisa menerima adanya tata nilai baru yang datang melalui siaran infotainment sekaligus karena adanya teknologi baru. Kalau menurut Informan Slamet Rahardjo disebutnya sebagai kekuatan yang datang dari luar, ada tawaran dari satu kekuatan tertentu di luar, dimana globalisasi itu memungkinkan semua itu seolah-olah tidak lagi memiliki hak-hak atas budaya-budaya yang kita miliki, maka terjadilah semacam histeria. Gaya hidup masyarakat berubah, meskipun pada sisi-sisi tertentu masih belum ____________________________________________________________________________ 169
Wawancara dengan Informan Mochamad Sobary pada hari Jumat, tanggal 2 Juli 2010 Pk. 16:30 – 18:30 WIB di Gedung Pusat Bahasa Kemendiknas, Rawamangun, Jakarta.
286
sepenuhnya siap dengan perubahan tersebut.170 Roy Suryo mengatakan : “ Ya, itu karena saling membutuhkan. Di satu sisi orang membutuhkan panggung, di sisi lain infotainment butuh rating yang bagus. Sehingga ketika rekor infotainment itu pernah sampai lebih dari 50 judul infotainment”.171 Dalam siaran infotainment sering di pertunjukkan bagaimana subyek cerita seolah mengikuti perkembangan teknologi, dengan membawa perangkat teknologi
yang baru. Dalam konteks
bahwa masyarakat menganggap status sosial pesohor itu lebih tinggi dari penonton, maka pesohor berperan sebagai trendsetter. Kemudian masyarakat mengikuti apa yang dilakukan oleh trendsetter tersebut. Selanjutnya Roy Suryo menjelaskan: Ya, ya itulah, teknologi dan pekerja media yang memengaruhi perubahan nilai di masyarakat, ditambah faktor kedua yaitu kesiapan si narasumber atau aktornya. Memang kadang-kadang ada sifat narsis dan eksibisionisnya. Terkait masalah kasus yang sedang hangat, kan kalau masalah privasi seharusnya dilindungi dan ditutup rapat hanya diketahui oleh yang bersangkutan saja. Tetapi ketika perbuatan itu direkam maka sulit dihindari akan menjadi konsumsi publik.172 Informan Roy Suryo sebelumnya telah menguraikan bahwa terjadinya pergeseran budaya karena tiga unsur, yaitu unsur teknologi atau medianya, kemudian unsur artis atau pesohornya, dan unsur kru pelaksananya. Penulis ingin menambahkan bahwa unsur keempat adalah unsur masyarakat. Karena masyarakatlah yang menjadi target atau sasaran dari tayangan televisi, serta ikut menentukan tinggi rendahnya rating dan share dari acara yang bersangkutan. ___________________________________________________________________________ 170
171
172
Wawancara dengan Informan Slamet Rahardjo Djarot pada hari Selasa, tanggal 29 Juni 2010 Pk.12:00-14:00 WIB di Teater Populer, Jl. Kebon Pala I No. 127 Tanah Abang – Jakarta Pusat. Wawancara dengan Informan Roy Suryo Notodiprodjo, pada hari Kamis, 17 Juni 2010 Pk.17:00 – 19:00 WIB di Gedung Nusantara I DPR-RI, Senayan Lt.21, Ruang 2103. ibid, Wawancara dengan Informan Roy Suryo Notodiprodjo.
287
Apakah infotainment menjadi sarana pelarian atau eskapisme masyarakat? Informan Wina Armada berpendapat bukan sekedar pelarian, tapi merupakan pertemuan dari berbagai muara sehingga menjadi sebuah alun-alun, yaitu tempat bertemunya segala macam komunitas, budaya, aktivitas, dan lain-lain. Menurut Wina Armada : Termasuk pertemuan nilai-nilai budaya kita yang lisan, yang dengar, yang suka menggunjing, dan sebagainya yang kita pandang buruk, tetapi kenyataannya sering kita lakukan, dan itu sudah terjadi dan kita ada disitu. Kita mengkritik, mengecam, tapi kita menikmati juga. Kalau soal memengaruhi kan memang semua sejak zaman dulu kan. Sejak Belanda masuk kan gaya hidup Kompeni berpengaruh di Keraton, bahkan sampai sekarang kan masih ada. Sekarang tipe-tipe ideal yang akan diikuti oleh masyarakat itu ada. Kalau dulu kan tertutup, tapi sekarang kan terbuka. Seorang abang becak dia pakai HP, tukang pijat pakai HP, tukang Ojek juga pakai HP. Perlu mereka tinggal nelpon. Jadi itu adalah konsekwensi logis dari perkembangan teknologi, dan itu bisa dimasukkan sebagai suatu perubahan nilai dari industri massal yang dikemas sedemikian rupa, itulah mungkin menjadi industri populer. Nah orang menilai, bahwa nilai masa lalu sudah tidak melekat lagi. Juga kalau mau apa, misalnya, harus pakai pakaian mewah, bagi masyarakat gak penting siapa yang memulainya.173 Perilaku dari orang-orang yang suka menampakkan diri dalam arti narsis dan eksibisionis berpengaruh terhadap teknik penyajian infotainment, sehingga merembet
ke
perilaku
infotainmentnya,
dan
akhirnya
merembet
ke
masyarakatnya. Menurut Informan Bimo Nugroho, karena masyarakat suka sensasi-sensasi, makin lama makin banal, dan masyarakat membutuhkan sensasi yang lebih dan lebih, terus diperas, dan itu sebetulnya merupakan siklus libido. Apakah pergeserannya kearah positif atau negatif, Bimo Nugroho mengatakan: Kalau menurut saya tergantung dari bagaimana mana melihatnya. Kalau dari sisi moralitas, kayaknya memang saya harus berkesimpulan banyak ___________________________________________________________________________ 173
Wawancara dengan Informan Wina Armada Sukardi, pada hari Jumat, 18 Juni 2010 Pk.11:00 – 12:00 WIB di Gedung Dewan Pers Lt. 7, Jl. Kebun Sirih, Jakarta Pusat.
288
negatifnya daripada positifnya itu jika dihitung secara kuantitatif maupun kualitatif. Tetapi dalam hal menerima perbedaan dan menerima sesuatu yang lain, yang berbeda, infotainment itu mendorong hal yang positif dalam arti perbedaan itu makin bisa diterima. Karena begini, dulu keluarga yang ideal itu kan bapak ibu menikah dan pernikahan itu tidak boleh bercerai, dan perceraian itu selalu buruk dan anak yang lahir dari perceraian itu dianggap sebagai anak dari keluarga broken home, pasti jelek. Karena sekarang kondisi semakin bebas, perceraian bisa dilakukan karena memang tidak cocok, daripada berkelahi terus, karena faktor kekerasan dalam rumah tangga, sehingga bisa menuntut cerai, mestinya bisa diterima juga. Nah, ketika itu terjadi, infotainment yang pertama-tama dilakukan mendorong itu untuk dipublikasikan dan diterima sebagai sesuatu yang ada. Lama-lama kemudian jadi wajar. Saya kira kok itu positif dalam arti perbedaan itu semakin diterima. Tapi saya merasa kok bahwa keluarga yang baik itu tidak harus yang sama dengan konsep yang dulu-dulu, yang tradisional. Sekarangpun ada orang yang single parentpun ternyata bahagia juga, anaknya baik, berhasil semua. Yah, itu kita terima sebagai kenyataan. Kemudian ada juga yang saya merasa agak kurang sreg tetapi saya harus terima, pasangan homo atau lesbian, ada, saya gak sreg tapi ya gimana, nyatanya mereka saling cinta, itu terjadi, saya harus menerima kenyataan, bahwa perbedaan itu ada, dan yang menyiarkan itu infotainment.174 Mengenai pertanyaan apakah infotainment itu sendiri merupakan suatu bentuk eskapisme dari kalangan tertentu yang akhirnya merembet ke masyarakat. Informan Bimo Nugroho menjawab: Kalau eskapisme, di satu sisi pelarian dalam arti kepenatan bisa jadi benar ya. Dengan sistem kapitalisme membuat orang jadi penat, underpressu re, capai, sehingga membuat orang mempunyai kelainan-kelainan, yang tidak bisa dia lakukan secara semena-mena, tetapi ada saluran infotainment yang bisa mewadahi eskapisme itu. Nah itu menjadi eskapisme ketika infotainment menyajikan itu. Di sisi itu iya. Tetapi bisa jadi bukan eskapisme, bukan pelarian, tetapi justru menjadi pintu masuk kearah permisifme yang lebih luas, dan menurut saya itu berbahaya. Bisa jadi sangat berbahaya. Yang sebetulnya menganggap itu tidak baik, menjadi “oh, tidak apa-apa kok”. Idola saya melakukannya. Nah itu menurut saya bukan suatu eskapisme, tetapi menjadi semacam memperkenalkan, starting point. ____________________________________________________________________________ 174
Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo pada hari Rabu, 16 Juni 2010 Pk. 13:30 – 16:30 WIB di Kantor KPI Pusat, Gedung Bapeten Lt.6 Jl. Gajahmada No.38 Jakarta Pusat.
289
Jadi menyangkut moralitas, terutama pada khalayak yang not well educated, tetapi bukan berarti kita merendahkan mereka ya, tetapi berhubungan dengan ilmu yang kita pelajari, karena mereka not well educated kemudian menjadikan mereka tidak/belum melek media (media literacy). Tidak kritis terhadap media bahwa media itu mempunyai framing tertentu, mempunyai “agenda setting” tertentu untuk mempengaruhi masyarakat. Mereka tertelan begitu saja.175 Uraian tentang perubahan yang terjadi di masyarakat memperjelas tentang kenyataan yang terjadi, yaitu ketika Ariel ditahan, kemudian datang rombongan anak-anak perempuan yang mengelu-elukan Ariel. Kejadian itu diliput tidak hanya oleh infotainment, tetapi juga untuk siaran berita harian. Informan Ilham Bintang berharap anak-anak perempuan itu hanya disewa saja oleh pihak tertentu.176 Perkembangan lain dari pergeseran tata nilai, worldview, dan sikap yang ada di masyarakat di antaranya adalah seperti disampaikan oleh Informan Marah Sakti Siregar, yaitu bahwa orangtua gelisah, mempersiapkan anak-anaknya untuk menjadi bintang atau pesohor. Industri media menyebabkan terjadinya perubahan perilaku dan perubahan tata nilai, tetapi semuanya itu by design. Sudah direncanakan dari awal dan ada konsekwensi-konsekwensi yang harus dihadapi. Termasuk pengaturan pola hidup masyarakat atas nilai-nilai komersial yang disajikan oleh media. Bahkan saat kumandang Adzan, siaran acara Ramadhan, siaran haji, dan sebagainya dimasukkan nilai-nilai komersial baik spot iklan ataupun sponsor. Di satu sisi, menurut Marah Sakti Siregar, bahwa masyarakat kita itu sangat rapuh perilakunya, tidak memiliki prinsip-prinsip yang kuat, sehingga pengaruh media yang demikian besar menyebabkan peniruanpeniruan perilaku atas apa yang dilihatnya.177 ___________________________________________________________________________ 175 176 177
ibid, Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo. Wawancara dengan Informan Ilham Bintang, pada hari Kamis, 1 Juli 2010 Pk. 12:00 14:00 WIB di Kantor Cek & Ricek Tayang, Jl. Menara IV, Meruya Selatan, Jakarta Barat. Wawancara dengan Informan Marah Sakti Siregar pada hari Rabu, tanggal 23 Juni 2010 Pk. 10:00 - 11:30 WIB di Kantor PWI Pusat Gedung Dewan Pers Lt.4 Jl. Kebun Sirih, Jakarta.
290
Di sisi lain, menurut Farid Ridwan Iskandar bahwa sebenarnya masyarakat itu sudah semakin pintar, tetapi kalau “dicekoki” dengan berita gosip terus menerus lama-lama juga akan jenuh. Termasuk juga kalau ada narasi yang di buat-buat, baik isi maupun menyampaikannya mungkin pemirsa juga sudah mulai “enek” (muak). Jadi pemirsa sudah bisa memilah-milah sendiri, lama-lama berita seperti itu ya akan menghilang sendiri.178 Mengenai apakah infotainment itu merupakan gejala eskapisme baik bagi masyarakat ataupun para pelaku bisnisnya, Farid Ridwan menjawab sebagai berikut: Bisa jadi begitu, melampiaskannya melalui media infotainment, semacam eskapis gitu. Jadi memang pernah ada beberapa artis yang kemudian berkumpul dan membentuk komunitas, dan mereka pernah berpikiran bahwa untuk muncul atau tampil di media infotainment itu gampang, dengan uang semuanya bisa dibeli. Tapi mereka lupa bahwa ada kaidahkaidah dan kode etik jurnalistik yang harus ditaati, dan tidak semua infotainment seperti yang mereka kira. Bahwa ada teori-teori dan aturanaturan tertentu yang menjadi rambu-rambu untuk melakukan pekerjaan itu. Jadi kalau dikatakan bahwa bikin infotainment itu murah dan mudah, itu harus dilihat dulu. Bagaimana mudah? Mungkin mudah, tapi untuk berapa lama? Bayangkan jika harus membuat infotainment setiap hari satu jam atau lebih, bisa gak bertahan dan hidup dengan tetap memperhatikan rambu-rambu itu? Makanya, jadi banyak kriteria dikendorkan agar dapat memenuhi quotanya.179 Lapisan masyarakat yang mana sih yang sebenarnya menjadi target tayangan infotainment? Informan Robby T. Winarka selaku produser eksekutif beberapa program infotainment mengatakan: Kalau saya katakan, saya lebih untuk orang rumah ya. Pergeseranpergeseran situasi juga berpengaruh terhadap nilai jual infotainment. Jadi infotainment itu harus bisa membaca situasi dan perubahan yang terjadi di ___________________________________________________________________________ 178
179
Wawancara dengan Informan Farid Ridwan Iskandar, pada hari Sabtu, 26 Juni 2010 Pk.13:30 – 15:00 WIB di Kantor tabloid Cek & Ricek, Jl. H. Sa’aba 40, Meruya Selatan, Jakarta Barat. ibid, Wawancara dengan Informan Farid Ridwan Iskandar.
291
masyarakat. Kalau segmentasi stasiun untuk SES D atau E lalu kita kasih program untuk kelas A, ya nggak akan jalan. Jadi kita harus melihat segmennya acara kita seperti apa, dan lihat juga target pemirsanya stasiun TV ybs.180 Jadi segmentasi masyarakat yang manapun yang menjadi target tayangan infotainment, tetap saja terkait dengan sistem budaya masyarakat kita. Seperti dikatakan oleh Marah Sakti bahwa masyarakat kita itu sangat rapuh perilakunya, tidak memiliki prinsip-prinsip yang kuat, sehingga pengaruh media yang demikian besar menyebabkan peniruan-peniruan perilaku atas apa yang dilihatnya. Sedangkan yang banyak dilihat di layar televisi adalah kekeliruan informasi yang dibenarkan karena berulang kali ditayangkan sehingga terjadilah permisifisme di masyarakat. Wina Armada melihatnya sebagai “jumping” kebudayaan. Itu bisa dikaitkan dengan masalah kebudayaan masyarakat Indonesia dimana tingkat baca kita kan rendah. Berbeda dengan budaya masyarakat di Eropa, semuanya kan buku, baca. Menurut saya disini ada terjadi “jumping” kebudayaan, loncatan budaya. Kalau di Eropa pada zaman Renaissance pada abad ke 17 – 18 itu semuanya serba buku, bahkan sampai sekarang masih budaya buku. Literatur dan budaya baca menjadi sangat penting bagi mereka, dimana-mana atau mau kemana buku itu kebawa. Masyarakat kita kan sebenarnya masih agraris, meloncat ke teknologi. Jadi teknologi bisa menyatukan berbagai hal, yang tradisional masih pakai cangkul, tetapi dia pakai HP juga. Seperti telepon, kan tahapannya setelah telpon maju, kan ada fixed line, baru pakai handphone. Kan pada akhir tahun 60an atau awal tahun 70an, kan kalau lelucon itu pakai telpon kebalik. Sementara sekarang? Masyarakat yang tidak pernah pakai fixed telepon tiba-tiba langsung pakai HP. Karena tidak terbiasa, maka mau di manapun tempatnya, mereka bicara teriak-teriak. Seorang pembantu rumah tangga misalnya, dia untuk beli baju seharga duaratus ribu mikir-mikir terus, tapi untuk pulsa? Gak mikir lagi, berapapun dibelinya. Nah inilah yang dimaksud dengan “jumping” kebudayaan tadi.181 ____________________________________________________________________________ 180
Wawancara dengan Informan Robby T. Winarka, pada hari Sabtu, 26 Juni 2010 Pk.17:00 – 19:00 WIB di Cafée Bean Senatan City’ Jakarta Pusat.
181
Wawancara dengan Informan Wina Armada Sukardi, pada hari Jumat, 18 Juni 2010 Pk.11:00 – 12:00 WIB di Gedung Dewan Pers Lt. 7, Jl. Kebun Sirih, Jakarta Pusat.
292
Peneliti berpendapat bahwa masalah “jumping” atau loncatan tadi tidak hanya pada penggunaan teknologi saja, tetapi berpengaruh pada tataran perubahan perilaku. Perubahan perilaku adalah manifestasi dari perubahan atau pergeseran tata nilai, worldview, dan perubahan sikap. Terkait masalah pergeseran tata nilai, atau menurut Informan Ali Mustafa Yaqub bukan pergeseran tetapi sengaja digeserkan oleh sistem rating dan menurut Mariana Amiruddin digeserkan oleh industri media, maka
pembenaran-pembenaran
dalam acara infotainment
menjadi terbiasa dan dapat diterima sebagai sesuatu yang benar oleh masyarakat yang semakin permisif. Ali Mustafa Yaqub mengatakan bahwa kalau kebohongan itu diucapkan seribu kali, maka orang akan percaya kalau yang dikatakan itu bukan bohong. Kejelekan kalau diberitakan terus atau ditayangkan terus-menerus lama-lama seperti bukan jelek lagi, menjadi sesuatu hal yang wajar.
Hal yang
dahulu tabu, menurut Ali Mustafa Yaqub, sekarang tidak dianggap tabu lagi. Perilaku dan budaya masyarakat telah bergeser. Kenapa? Karena masyarakat tidak punya patokan atau barometer nya itu apa. Parameternya baik buruk itu seperti apa atau yang mana?. 182 Menyimak uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa industri media, lebih khusus lagi tayangan infotainment telah membuat masyarakat baik sadar atau tidak sadar terbawa arus yang dikehendaki oleh media. Menurut Informan Ali Mustafa Yaqub, yang perlu dibenahi dulu adalah masyarakatnya. Pemerintah adalah hasil daripada apa yang ada di masyarakat.
Masyarakat ada dulu, baru
____________________________________________________________________________ 182
Wawancara dengan Informan Ali Mustafa Yaqub pada hari Jumat, tanggal 25 Juni 2010 Pk.13:00 – 14:00 WIB di Kantor Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat.
293
pemerintahan, baru disebut negara. Pemerintahan adalah sebuah cermin atau sebuah refleksi dari apa yang terjadi di dalam masyarakat. Kalau masyarakat nya bagus pemerintahan akan bagus, kalau masyarakatnya jelek pemerintahnya akan jelek. Tidak mungkin akan ada money politic kalau masyarakatnya memang bagus. Maka masyarakat harus menyadari harus bagus dulu. Untuk bagus maka pendidikan yang dilaksanakan janganlah sekedar formalitas intelektual saja, tetapi disertai kecerdasan spiritual. Moralitas masyarakat menjadi sangat penting. Jadi kondisi sekarang memang sepertinya bukan hanya sekedar semu, tapi kemajuan yang justru menghancurkan kemanusiaan itu sendiri. Siapa yang harus membimbing masyarakat? Menurut Ali Mustafa Yakub, para agamawan, rohaniawan, mereka punya peran penting.183 Penjelasan Informan Ali Mustafa Yaqub mempertegas bahwa memang telah terjadi pergeseran budaya, khususnya sikap dan perilaku masyarakat dari paradigma lama ke paradigma baru. Kondisi masyarakat yang rapuh perilakunya, tidak memiliki prinsip-prinsip yang kuat, mengalami jumping kebudayaan, serta tidak mempunyai standar parameter mana yang benar dan mana yang tidak, membuat masyarakat menjadi sasaran empuk berkembangnya sistem kapitalisme industri media. Perkembangan teknologi sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap, perilaku dan budaya masyarakat apalagi generasi muda. Sedangkan pengaruh teknologi itu ada yang positif dan ada negatifnya. Kalau dilihat dari sisi negatifnya seperti kondisi sekarang dengan kemudahan-kemudahan mendapatkan ____________________________________________________________________________ 183
ibid, Wawancara dengan Informan Ali Mustafa Yaqub.
294
yang tidak seharusnya dilihat, misalnya yang terlarang, maka pengaruh teknologi sering membuat orang lupa, lupa dengan norma, dengan kaidah. Dalam hal ini Informan Abdul Sattar Gani berpendapat sebagai berikut: Memang teknologi jelas berpengaruh, artinya bahwa teknologi bisa dimanfaatkan secara positif dan bisa dimanfaatkan negatif. Bagi orang yg memiliki niat untuk atau ingin menggunakan yang negatif tentunya akan berpengaruh negatif, yang positif juga demikian, artinya kembali kepada niat kita, orang yang ingin memanfaatkan teknologi.184 Abdul Sattar mengatakan bahwa Islam tidak menutup diri terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selama itu tidak melanggar moral, etika. Jadi Islam itu sangat, bahkan sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan itu sangat didorong oleh agama. Seperti diketahui bahwa ayat pertama Al Qur’an yang diturunkan adalah berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Artinya bahwa kalau teknologi di arahkan pada hal-hal yang positif menjadi sangat baik. Jika teknologi komunikasi dan informasi dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang hal-hal yang positif, untuk dakwah, bahkan dari sisi ekonomi, dari sisi politik yang memiliki etika dan akhlak, itu adalah pesan-pesan melalui teknologi komunikasi yang sangat positif sekali. Tapi lagilagi kalau kontennya itu memiliki nilai-nilai yang sesuai dengan budaya kita dan sesuai dengan norma-norma.185 Produsen dan stasiun menyediakan acaranya, penonton memilih kesukaannya. Penonton sering dihadapkan pada keadaan yang tidak ada pilihan atau “no choice”. Karena hampir setiap hari, sebagian besar saluran televisi ____________________________________________________________________________ 184
185
Wawancara dengan Informan Abdul Sattar Gani pada hari Kamis, tanggal 14 Juni 2010 Pk. 16:00 – 17:00 WIB di Masjid Al Manar TVRI, Senayan, Jakarta. ibid, Wawancara dengan Informan Abdul Sattar Gani.
295
baik yang berskala nasional ataupun yang lokal, membuat programming-nya kalau tidak stripping ya head-to head. Terkait dengan pengaruh infotainment terhadap perubahan pola sikap atau pola tindak masyarakat penonton menurut Informan Abdul Sattar Gani yang paling terkena dampaknya adalah anak-anak dan remaja, karena salah satu karakter remaja adalah selalu ingin mencontoh. Kalau contohnya positif tidak ada masalah, tapi kalau contohnya negatif, ini artinya resiko dalam tanda petik “dosa” yang diterima oleh pemberi contoh, akan terkena juga bagi obyek berita itu. Abdul Sattar menjelaskan kalau dari sudut pandang
agama, maka pekerja,
pekerja apapun juga termasuk infotainment, kalau perbuatan yang diangkat itu bertendensi negatif
yang mengakibatkan dosa misalnya,
maka semua lini
terkena dampak dosanya. Jadi artinya lagi-lagi kalau pekerja infotainment itu mengangkat hal-hal yang negatif dan akan dicontoh oleh orang, itu berarti dia punya andil untuk merubah perilaku kearah nilai-nilai moral yang negatif, karena hasil dari perbuatan atau pekerjaannya itu. Juga sebaliknya, yang positif juga apabila dia menginformasikan kemudian akan ada yang mencontoh, menurut Abdul Sattar, insyaallah diapun akan mendapat nilai-nilai yang baik dibalik pekerjaannya itu. Karena dalilnya mengatakan “siapa yang memberikan contoh kebaikan, maka apabila diikuti oleh orang lain, orang yang memberikan contoh kebaikan itupun akan mendapatkan nilai-nilai kebaikan”.186 Masih dari sudut pandang agama, menurut Informan Huzaemah Tahildo Yanggo, mungkin saja masyarakat kita sebenarnya sudah jenuh karena setiap hari ____________________________________________________________________________ 186
ibid, Wawancara dengan Informan Abdul Sattar Gani.
296
dari pagi, siang, sore hingga malam hari disajikan terus menerus acara infotainment yang isinya antara satu sama yang lain hampir sama. Selain itu, kata Huzaemah, sebetulnya kita memiliki budaya malu, tapi seperti sudah tidak ada lagi rasa malu itu. Kalau kita perhatikan sebenarnya budaya kita ini berlandaskan ajaran agama, dimana kalau menurut ajaran agama menggunjingkan aib orang itu tidak boleh. Dalam Al Qur’an Surat Al Hujuraat ayat 12, maupun hadits menyatakan: Jangan kamu menggunjing aib orang, karena itu dilarang. Huzaemah mengkhawatirkan tentang pengaruh buruk infotainment
terhadap generasi
penerus bangsa, yaitu anak-anak dan remaja. Informan berpendapat bahwa untuk menghindarkannya harus ada kerjasama dari semua pihak yang terkait. Misalnya, MUI mengeluarkan fatwa tentang infotainment itu haram. Nyatanya meskipun fatwa itu tidak mengikat secara hukum, tapi ada perubahan dalam penayangan infotainment sesudah fatwa itu dikeluarkan. Menurut Huzaemah, ada kasus-kasus penting yang dipolitisasi dengan memasukkannya dalam acara infotainment. 187 Informan Slamet Rahardjo mengatakan bahwa seolah-olah negara kita menjadi negara yang individualis dan liberalis. Ada degradasi dari suatu pemahaman awal menyebrang ke pemahaman baru yang tidak dipahaminya, atau terjadi suatu histeria. Menurut Slamet Rahardjo, media mempunyai tugas menyuarakan atau menyebarkan apa yang sebenarnya kita mau. Sementara sekarang ini yang disebarkan bukan yang kita mau, tetapi yang mereka mau. Karena yang menjadi masalah adalah bahwa pengendali informasi hari ini adalah _____________________________________________________________________________ 187
Wawancara dengan Informan Huzaemah Tahildo Yanggo pada hari Sabtu, tanggal 3 Juli 2010 Pk. 09:00 – 10:00 WIB di Kantor Direktur Pascasarjana IIQ Jakarta, Jl. Ciputat Raya, Tanggerang Selatan.
297
bukan yang memiliki concern terhadap kebudayaan. Slamet menyatakan bahwa apa yang terjadi di masyarakat adalah sebagai akibat dari perilaku media dalam membuat acara-acaranya. Masyarakat lebih menjadi korban dari sistem industri yang ada. Oleh karena itu masyarakat sendiri yang harus mempunyai kekuatan untuk melawan hegemoni media.188 Pemikiran Informan Arswendo Atmowiloto tentang kondisi masyarakat diantaranya sebagai berikut: Masyarakat kita masih permisif banget dan bahkan sangat possessif dengan tata nilainya. Yang benar orang bebojoan (berumahtangga) itu gini, udah titik. Maka ketika ada proses berbeda yang terjadi di artis, seperti meninggalkan isterinya, maka mereka menolak. Menolak dalam artian sikap, menolak dalam artian cara-cara yang mereka lakukan antara lain dengan mencari berita tsb. Seperti Aa Gym, kurang apa sih dia? Dari segi pendapat dia, dari segi agama, semestinya tidak ada soal kan, tapi masyarakat ternyata menolak. Mungkin karena masyarakat merasa memiliki. Tapi ditinjau dari sisi moralitas, pasti makin bergeser, tapi tetap ada nilai-nilai positif yang dimiliki masyarakat.189 Pandangan filosofis dari Informan Mochamad Sobary berikut ini menggambarkan betapa dalamnya ia mencermati dan mengkaji perubahanperubahan yang ada di masyarakat. Sebagai budayawan dan pengamat masalahmasalah sosial, maka pandangannya tentang perubahan tata nilai, perubahan worldview, dan perubahan sikap, adalah suatu pendalaman materi yang sangat berharga bagi penelitian ini. Mochamad Sobary sangat setuju dengan pemikiran bahwa budaya malu sudah bergeser, tata nilai, cara pandang dan sikap masyarakat juga sudah bergeser. Meskipun begitu tidak sepenuhnya benar karena sikap diben_____________________________________________________________________________ 188
Wawancara dengan Informan Slamet Rahardjo Djarot pada hari Selasa, tanggal 29 Juni 2010 Pk.12:00-14:00 WIB di Teater Populer, Jl. Kebon Pala I No. 127 Tanah Abang – Jakarta Pusat.
189
Wawancara dengan Informan Arswendo Atmowiloto pada hari Sabtu, tanggal 19 Juni 2010 Pk. 09:00 – 10:30 WIB di Kantor P.H. Atmo Chademas Persada Jl. M.Saidi No.34A, Petukangan Selatan, Jakarta Selatan.
298
tuk oleh hal-hal yang lain juga. Lalu akan diletakkan di atas landasan apa infotainment itu? Landasan yang sekarang ada, menurut Mochamad Sobary, bukan
info yang membuat kita terinspirasi. Tidak mengajak kita untuk
merenungkan hidup secara mendasar. Nah ruang itu, menurut Mochamad Sobary, adalah fasilitas, siapapun pengaturnya adalah fasilitator. Jadi tidak mengajarkan orang, tetapi biar orang mencari sendiri dan menentukan sikapnya. 190 Mochamad Sobary menjelaskan lagi : Birokrasi publik pemerintahan maupun swasta, ada yang disebut “public accountability” itu semuanya kebudayaan. Nah, dalam kaitan yang begini, public accountability atau akuntabilitas publik itu barang yang tidak ada. Itu satu, yang kedua barang yang juga tidak ada adalah “kiblat”. Kiblat itu hampir tidak ada. Mari kita cek, bagaimana kiblat itu tidak ada. Itu terkait dengan sikap itu tadi, terkait dengan tata nilai. Lha wong televisi itu isinya cuma glundang-glundung hanya perkara menertawakan orang, leluconlelucon yang rendah, hanya membahas aib pribadi, sesuatu yang harusnya ditutup rapat, dibangun dalam kehidupan, agama kita terapkan dan kemudian memberikan pencerahan baru. Hubungan juga dialogis, kebudayaan dengan agama itu. Saya secara sarkastik menggambarkannya dan satirik. Tatanan rohaniah kita secara perlahan telah kita ubah karena perubahan teknologi, perubahan budaya, perubahan sosial, perubahan sosial dalam tata nilai. Jadi perubahan sosial itu tentu menyangkut perubahan tata nilai, perubahan dalam norma-norma, perubahan dalam sikap hidup, perubahan dalam institusi, dalam kelembagaan, dan juga perubahan dalam pola-pola peri-kelakuan manusia.191 Dari uraian Informan Mochamad Sobary tersebut,
tampaknya banyak
terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap etika, estetika, dan logika dalam acara infotainment. Sementara masyarakat atau pemirsa nampaknya bisa menerimanya, sangat permisif. Gambaran tentang kondisi masyarakat, bangsa dan negara kita _____________________________________________________________________________ 190
191
Wawancara dengan Informan Mochamad Sobary pada hari Jumat, tanggal 2 Juli 2010 Pk. 16:30 – 18:30 WIB di Gedung Pusat Bahasa Kemendiknas, Rawamangun, Jakarta. ibid, Wawancara dengan Informan Mochamad Sobary
299
saat ini, diuraikan oleh Informan Mochamad Sobary dari sudut pandang filsafat sosial dan budaya. Menurutnya, pada umumnya masyarakat kota itu sebagai golongan proletariat yang jumlahnya sangat besar daripada elitnya. Golongan proletar hidup di kantong-kantong kemiskinan, di daerah-daerah selam, kumuh, yang tidak punya rumah. Mereka itulah penonton-penonton setia infotainment, termasuk pembantu-pembantu rumah tangga. Itu pendukung-pendukung paling setia. Golongan masyarakat lainnya meskipun tidak dari kantong-kantong miskin, tapi golongan masyarakat menengah tapi bagian bawah. Secara ekonomi menengah, tapi pendidikannya bawah.192 Mochamad Sobary tidak mau menyalahkan pengelola TV saja, karena para pengelola TV hanyalah tangan-tangan saja dari wisdomnya pemilik modal. Menurutnya, telah terjadi proses pendangkalan moral, terjadi kebuntuan pikir, dan pembodohan terhadap masyarakat akibat modernisme, karena modernisme tidak identik atau tidak menjanjikan kemajuan. Apakah esensi dari kehidupan manusia modern? Apakah cukup dengan glamorism atau dengan imej saja? Apakah yang dicari oleh manusia yang hidupnya tinggi di angkasa atau golongan high class atau jetset, superkelas. Apakah pada akhirnya yang dicari itu the life essence yaitu esensi dari hidup dan kehidupan?. Informan Mochamad Sobary melanjutkan pernyataannya sebagai berikut: Kalau kita bicara tentang kehidupan manusia, ada yang namanya social world of individual, ada the inner essence. Nah the inner essence itulah yang harusnya menjadi kiblat, bukan kegenitan kita, bukan kekenesan atau watak kenes kita. Definisi yang lebih dalam disini (menunjuk ke dada/hati), bukan geografimu (di mana engkau tinggal). ____________________________________________________________________________ 192
ibid, Wawancara dengan Informan Mochamad Sobary
300
Apa engkau memahami esensi kehidupan ini? Semua engkau lulus dengan baik, cepat, nilainya cukup tinggi, namun apakah engkau tahu apa yang engkau capai dengan itu? Tapi dia hanya pandai di kelas, dan tidak pandai di dalam kehidupan riil, yaitu living university. This is the university of live, dimana dia setelah lulus harus deal dengan perusahaan, dengan tempat pekerjaan, dengan masyarakat, diperlukan morality, and the essence of life.193 Dikatakan oleh Sobary, bahwa yang namanya modernity itu stupid, bodoh. Itu baru satu dimensi. Dilihat dari dimensi yang lain yaitu dari kacamata seorang penyair yang memenangkan hadiah Nobel, Octaviotas. Dalam pidato penerimaan hadiah Nobel, Octaviotas mengatakan: “Dunia maju berkat dua hal, yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi.
Cita-cita dunia dan janji dunia untuk membawa
kehidupan yang lebih makmur, subur, terpenuhi berkat modernity”. Bagaimana keadilan bisa diciptakan? Secara psikologi manusia punya live expectancy lebih panjang di dunia ini. Tetapi di manakah semuanya itu tercipta? Menurut Sobary, di pulau-pulau kecil dalam hamparan kepulauan yang di lingkari oleh pulau-pulau besar yang isinya proverti, kemiskinan. Mengapa ini terjadi? Karena ilmu pengetahuan dan teknologi itu bodoh, tidak bisa bicara tentang how to distribute kemakmuran. 194 Menurut Mochamad Sobary, seharusnya ada yang disebut “public accountibility” atau akuntabilitas publik yang semuanya kebudayaan. Tetapi menurut Mochamad Sobary barang itu tidak ada. Kemudian “kiblat” yang tidak ada. Maksudnya bahwa arah siaran itu mau dibawa kemana, itu tidak ada kiblatnya. Meskipun menurut penulis, bahwa segala hal terkait dengan siaran sudah ada regulasinya, ada Undang-Undang Penyiaran, Undang-Undang Pers, ___________________________________________________________________________ 193 194
ibid, Wawancara dengan Informan Mochamad Sobary. ibid, Wawancara dengan Informan Mochamad Sobary.
301
Undang-Undang Persaingan Usaha, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang
Informasi
dan
Transaksi
Elektronik,
Undang-Undang
Keterbukaan Informasi Publik, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, P3SPS dari KPI, dll, namun dalam pelaksanaannya masih belum sepenuhnya ada “law enforcement”, disana-sini masih terdapat pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku bisnis media. Itulah gambaran pergeseran nilai budaya dari paradigma lama ke paradigma baru. Bagaimana akhirnya, siapapun orangnya dan berada pada lapisan mana, akan mencari the essence of life, esensi dari hidup dan kehidupan. Dalam kehidupan ada yang namanya social world of individual, ada the inner essence. Nah the inner essence itulah yang harusnya menjadi kiblat dari siaran infotainment. Informan Nani Indra mengatakan bahwa dengan teknologi informasi dan komunikasi menjadikan ruang publik menjadi lebih luas. Siapapun bisa masuk. Jadi di sini ada unsur kebiasaan kita untuk membicarakan orang lain, ngegosip, karena kita biasa lebih membicarakannya daripada membaca. Karena membaca memerlukan pemikiran kritis. Kalau ngegosip adalah pengulangan, mengulangulang apa yang sudah dibicarakan. Apalagi dengan keterbukaan
teknologi
komunikasi sekarang ini, ya sudah semakin terbuka segala sesuatunya, siapa saja bisa membicarakannya. Lantas kenapa masyarakat menggemari infotainment? Menurut Nani karena infotainment, dan beberapa tayangan lain, itu bisa merupakan suatu sarana pelarian dari kehidupan nyata. Jadi terus memberikan mimpi kepada masyarakat.195 ___________________________________________________________________________ 195
Wawancara dengan Informan Nani Indra Ratnawati Nurrachman pada hari Rabu, tanggal 7 Juli 2010 Pk.14:00- 15:00 WIB di Fakultas Psikologi Unika Atmajaya Gedung C Lt.4 Jl.Jendral Sudirman 51, Jakarta Pusat.
302
Jadi apa yang terjadi di media, baik pekerja infotainment maupun para sumber beritanya, bisa membuat sesuatu dengan sangat cepat. Misalnya seorang pakar atau ustadz yang karena sering diwawancara oleh media, maka menjadi selebriti juga. Sementara masyarakatnya sendiri juga sangat terkait. Jadi sebenarnya sekarang ini apanya yang bergeser? Menanggapi masalah itu Nani Indra Ratnawati Nurrachman mengemukakan bahwa sebenarnya kita tidak bisa bilang yang mana yang bergeser,
karena secara
sosial yang terjadi adalah
interaksi antara pekerja media, teknologinya, sumber berita, dan masyarakatnya. Jadi pendekatan sistem di sini saling memengaruhi. Jika terjadi perubahan pada salah satu unsur, maka akan mengubah atau memengaruhi yang lainnya. Masalahnya perubahan itu tidak bisa dihindari, tapi ada satu pertanyaan yang relevan, bisakah dikendalikan? Lantas siapa yang punya kuasa nuntuk mengendalikan? Nah sebetulnya institusi-institusi sosial yang terkait, termasuk institusi pendidikan dan institusi agama.196 Apakah karena masyarakat kita termasuk pesohornya sebenarnya belum siap dengan globalisasi dan kemajuan teknologi, sehingga masyarakat dengan mudahnya menjadi target dari sistem kapitalisme media. Informan Nani Indra Ratnawati Nurrachman
menyatakan kita tidak bisa mengatakan bahwa masya-
rakat belum siap. Siap itu relatif, apakah sudah dipersiapkan atau belum? Bahwa apakah perubahan itu bisa dikendalikan, dan lebih jauh lagi apakah sudah diantisipasi? Kata Nani Indra, kalau kita perhatikan, bahwa science sebagai-mana yang kita peroleh dan pelajari berasal dari barat yang sangat rasional dan melihat ___________________________________________________________________________ 196
ibid, Wawancara dengan Informan Nani Indra Ratnawati Nurrachman.
303
manusia itu dipisahkan dari alam. Padahal kita justru sebaliknya, yaitu menyatu dengan alam, satu kesatuan.
Ini yang disebut ilmu, ilmu yang kita pelajari.
Adanya pencerahan menempatkan rasio manusia diatas lainnya, dan setelah itu kita berpikir anthropocentris. Kalau ontologi dari cara pandang dunia timur dan Islam itu berbeda dengan cara pandang dunia barat. Nani menekankan bahwa perkembangan sains itu membawa dominasi kekuasaan terutama dalam politik. Kekuasaan itu menentukan apa yang dimaui. Tapi masalah sebenarnya adalah interaksi antara manusia, bahasa, nilai dan budaya, yang semuanya terolah dalam diri manusia dengan induksi motivasi. Teori Freud mengatakan bahwa sebab utama yang menguasai dan menyebabkan perubahan perilaku manusia adalah adanya kesenangan. Menurut Nani, katakanlah seperti pesohor itu narsis atau eksibisionis.197 Aktivis perempuan Mariana Amiruddin menyatakan bahwa masyarakat harus lebih diberdayakan agar bisa cerdas dalam memilih tayangan televisi. Menurut Mariana, harus sinergi antara lembaga-lembaga yang lain, seperti lembaga keagamaan, pendidikan, sosial, dan kebudayaan dan termasuk dengan lembaga penyiarannya itu sendiri. Sekarang ini kan banyak orang yang sudah mengabaikan hal-hal yang tabu, seperti juga orang punya rumah punya mobil, tapi itu adalah dari hasil hutang. Sehingga dalam kehidupannya yang mewah tapi sebenarnya semu. Mereka lebih senang tampilan bagus, tapi bukan kesejahteraan batin atau kesejahteraan yang sebenarnya. Kenapa? Mariana mengatakan karena ____________________________________________________________________________ 197
ibid, Wawancara dengan Informan Nani Indra Ratnawati Nurrachman.
304
masyarakat kita termasuk masyarakat pasif, kalau tidak digebrak maka tidak terbangun atau tidak bergerak. Apalagi mereka yang memang low-level education, ditambah ekonomi pas-pasan, maka ketika ada acara gosip seperti di infotainment atau acara reality show, maka dianggap pas-lah untuk menjadi hiburan dan kompensasi dari himpitan kesulitan.198 Keadaan masyarakat yang demikian menurut pemikiran Kant adalah karena adanya keterbatasan pengetahuan, yaitu bahwa manusia tidak dapat memahami dunia secara keseluruhan melainkan hanya sebagian saja (parsial). Sedangkan menurut Lacan yang bertolak dari teori psikoanalisisnya Sigmund Freud menyatakan bahwa manusia tidak dikuasai oleh unsur kesadaran, tetapi oleh unsur ketidaksadaran dan bahwa manusia sudah tergeser dari pusatnya. Artinya bahwa masyarakat dewasa ini telah dikuasai atau didominasi oleh kekuatan media massa yang membentuk mitos-mitos baru melalui layar kaca yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat. Kondisi kehidupan yang mewah padahal semu, adalah sebuah simulacrum, simulacrum after simulacrum. Itulah gambaran masyarakat yang low level education sekaligus rapuh perilakunya, tidak memiliki prinsip-prinsip yang kuat, mengalami jumping kebudayaan, serta tidak mempunyai standar parameter mana yang benar dan mana yang tidak,
membuat
masyarakat
menjadi
sasaran
empuk berkembangnya sistem kapitalisme industri media. Itulah rangkuman dari pendapat para informan seperti tersebut di depan. ____________________________________________________________________________ 198
Wawancara dengan Informan Mariana Amiruddin pada hari Senin, tanggal 5 Juli 2010 Pk.14:00-15:00 di Kantor YJP Jl. Tebet Barat Dalam 9A No.B-1 Komplek Kejagung Jakarta Selatan dan di Café Citrus Tebet, Jl. MT.Haryono, Jakarta Selatan.
305
3.1.8
Pergeseran nilai budaya tinjauan faktor kejenuhan atau kekesalan masyarakat terhadap acara infotainment.
Jika orang makan sesuatu yang sama tiga atau empat kali setiap hari terus menerus sepanjang waktu, maka akan mengalami kebosanan atau kejenuhan. Demikian juga ketika orang disajikan suatu acara siaran terus menerus dengan isi yang sama atau hampir sama sehari beberapa kali dan setiap hari sepanjang waktu, maka juga akan mengalami kejenuhan. Faktor-faktor yang menyebabkan kejenuhan ada bermacam-macam, baik yang datang dari dalam diri tiap individu, atau akibat faktor yang datang dari luar. Faktor yang datang dari diri masing-masing individu bisa karena wawasannya yang tidak sesuai dengan acara yang disajikan, atau tingkat pendidikan, pengalaman, pekerjaan, situasi emosional atau kondisi psikhis, dsb. Sedangkan faktor dari luar seperti lingkungan, keluarga, materi acaranya, gangguan-gangguan, dan lain-lain. Kejenuhan juga bisa disebabkan oleh rasa apatis, skeptis, atau tidak peduli, bahkan jika ada pembenaran-pembenaran maka dapat menerimanya dan dianggap hal yang biasa. Dalam masalah sedikitnya jumlah pengaduan tentang acara infotainment ke KPI, patut dapat diduga karena sebagian besar masyarakat penonton bisa menerima tayangan tersebut atau bahkan menyukainya. Sedangkan mereka yang tidak menyukai acara tersebut, hanya sebagian kecil dan tidak memiliki daya kritis untuk mengkomplain kepada pihak industri, atau menjadi apatis karena memang merasa tidak punya kekuatan. Kalaupun memberikan reaksi keras, itu
306
hanya sebatas teleponnya atau kritiknya diterima, ditampung, akan diteruskan, dan seterusnya. Peneliti menanyakan kepada beberapa
Informan dalam penelitian ini,
namun jawabannya juga belum memberikan kepastian tentang mengapa hal itu bisa terjadi. Informan Henri Subiakto menjawab pertanyaan sebagai berikut: Ya memang perlu ada riset gitu ya, mengapa masyarakat demikian? Bisa jadi karena memang orang sudah tidak terlalu peduli, jadi sensitivitas masyarakat terhadap infotainment sudah semakin rendah, lama-lama orang itu jadi kebal juga. Terlalu banyak (infotainment) lama-lama orang juga merasa tidak perlu merespon; Karena sama dengan dulu ketika ada perkosaan Sum Kuning semua orang se-Indonesia merespon semua, tapi ketika berita tentang perkosaan semakin sering, orang menganggap peristiwa perkosaan itu hal biasa. Wah ada gadis diperkosa, lalu dibunuh gak? Dimutilasi nggak? Mutilasipun lama-lama juga .. hilang.199 Ketika sesuatu diterpakan secara terus menerus setiap hari dan beberapa kali dalam sehari, maka sensitivitasnya jadi hilang. Menurut Nani Indra Ratnawati Nurrachman masyarakat sudah de-individualism dan de-sensitivism.
Artinya,
masyarakat lebih hidup secara kolektif, dan dengan kolektif dapat mengikuti apa yang dikehendaki oleh lingkungannya. Akibatnya mengurangi sensitivitas. Sementara Roy Suryo melihatnya sebagai acara yang sudah dapat diterima oleh masyarakat. Saya melihatnya begini, bagaimanapun juga yang namanya infotainment itu sudah menjadi sebuah acara yang ditunggu oleh masyarakat. Sehingga kalau terjadi pelanggaran sisi privasi atau pelanggaran dari sisi budaya, ada kekhawatiran dari masyarakat sendiri ketika akan melaporkan acara itu menjadi sayang kalau seperti itu akan hilang. Ini tak lepas dari kelemahan-kelemahan peraturannya. Nah apa yang sedang pak Bambang teliti, ini sangat penting, ya karena ada hal-hal yang harus dicermati dan perlu diberikan edukasi, semuanya. Jadi kalau tadi itu ada tiga yang berperan sekarang ditambah satu lagi yaitu pemirsanya.200 ___________________________________________________________________________ 199 Wawancara dengan Informan Henri Subiakto, pada hari Jumat, 11 Juni 2010 Pk. 13:30 – 14:00 WIB di Kantor Staf Ahli Menkominfo Bidang Media Massa, Lt.7, Jl. Merdeka Barat No. 4 dan 5 Jakarta Pusat. 200 Wawancara dengan Informan Roy Suryo Notodiprodjo, pada hari Kamis, 17 Juni 2010 Pk.17:00 – 19:00 WIB di Gedung Nusantara I DPR-RI, Senayan Lt.21, Ruang 2103.
307
Roy Suryo membandingkan dengan pengalamannya sendiri: Nah kalau saya “banci kamera” ini kan kesempatan untuk muncul terus di layar kan? Tapi kan orang jadi bosan lihat: “dia lagi dia lagi”. Saya juga pernah ngalamin, tiba-tiba ditelpon ditanya sedang ngapain. Tapi saya selalu siap di manapun kapanpun statement kita itu harus bisa dipertanggungjawabkan.201 Apakah ada kejenuhan di masyarakat sehingga kalau kita lihat dari 8.000 lebih pengaduan masyarakat terhadap siaran, itu yang mengenai infotainment hanya 163 sepanjang tahun 2009, dan yang berkaitan dengan konten itu hanya 70an kasus.
Apakah dengan kondisi seperti itu patut dapat diduga bahwa
masyarakat kita itu sudah bisa menerima infotainment atau memang nilai yang ada sudah berubah betul? Informan Wina Armada sebagai anggota Dewan Pers Komisi Hukum dan Per-Undang-Undangan mengatakan: Kalau menurut Dewan Pers kalau memang dia itu bagian dari jurnalistik, mestinya pengaduan mengenai itu sampai ke Dewan Pers. Tapi sampai saat ini tahun 2010 bulan Juni ini kami belum menerima ada pengaduan terhadap konten infotainment. Tentu bisa karena berbagai hal, ini bisa terjadi karena satu, masyarakat belum atau kurang mengetahui fungsi Dewan Pers, termasuk menampung masalah infotainment, kedua, mungkin karena masyarakatnya segan atau sudah cuek, atau ketiga, memang telah terjadi pergeseran nilai-nilai. Nah, sekarang apa yang perlu diadukan kalau dia tidak keterlaluan, apa yang perlu dikomplain? Apakah perilakunya? Yang lebih hebat lagi, mungkin ya masih mungkin, jangan-jangan sebenarnya itulah nilai masyarakat, sehingga seperti masalah selingkuh sudah terjadi juga di masyarakat kita secara umum. Kebetulan yang diberitakan yang menyangkut selebriti. Kecuali yang luar biasa seperti video porno itu kan memang ekstra. Tapi yang umum, kan sepertinya sudah biasa.202 .
Artinya apakah karena nilai-nilai moral yang ada di masyarakat, apakah
karena masyarakat menganggap itu berat, sehingga tidak melekat. Jadi bagi masya____________________________________________________________________________ 201 202
ibid, Wawancara dengan Informan Roy Suryo Notodiprodjo. Wawancara dengan Informan Wina Armada Sukardi, pada hari Jumat, 18 Juni 2010 Pk.11:00 – 12:00 WIB di Gedung Dewan Pers Lt. 7, Jl. Kebun Sirih, Jakarta Pusat.
308
masyarakat mungkin karena menganggap suatu hal sudah biasa, atau memang sudah mungkin jenuh. Menurut Wina Armada: Itu ada tentu, orang merasa lega ketika terlepas dari himpitan persoalanpersoalan yang ada, tapi juga mungkin signifikan apa enggak perasaanperasaan seperti itu. Atau mungkin, ya sudah cuma untuk hiburan saja. Kalau kita perhatikan berita TV, seperti berita di Amerika itu kan katanya sudah seperti soap opera. Apa itu soap opera, pertama anda harus ada tokoh protagonis dan antagonis, tokoh baik dan tokoh tidak baik. Kalau bisa mereka berkonflik, pro dan kontra. Susunannya juga dibikin ada semacam opening-nya, terus kemudian konflik, terus kapan ending-nya? Ending-nya kalau masyarakat sudah bosan. Katakanlah misalnya TV-X, pagi, siang, sore, malam, ada suatu isu, terus menerus itu aja yang dibahas, dari pagi, sampai petang dan malam. Narasumbernya kadang bingung, lha saya pagi kan sudah, kok ditanya lagi. Yang pagi produsernya lain katanya. Terus saja sampai orang jenuh, baru diganti. Berita ada unsur ini, apalagi infotainment. Kebudayaan pop ini kan berbeda dengan yang lain, dia kan lebih selintas kilas saja, tak usah dalamdalam gak usah terlalu mikir. Itu yang industri massa, menurut saya.203 Apa yang disampakan oleh Wina Armada adalah seperti apa yang sekarang dilakukan oleh TVOne dengan 7-11 (seven – eleven), yakni Apa Kabar Indonesia Pagi, bersiaran dari jam 07:00 sampai dengan jam 11:00 atau lebih. Dengan mengambil setting outdoor dan latar belakang jalanan atau public place, serta suasana relaks non formal, isi acaranya bervariasi, bahkan ada public access untuk tampil di layar. Tapi tidak disusun benar-benar seperti memakai teorinya Aristoteles, yaitu dibuka dengan ekspose (pemaparan), lalu ada clues atau ketegangan-ketegangan berupa konflik-konflik, kemudian ada klimaks dan diakhiri dengan premise atau konklusi. Dalam kaitan tersebut Bimo Nugroho menanggapi sebagai berikut: Menarik yang disampaikan pak Bambang tadi, mengapa pengaduan justru turun. Ini bisa jadi karena ada perbaikan kualitas infotainmentnya, bisa jadi karena ada peningkatan banalisme itu tadi, peningkatan permisifisme. ___________________________________________________________________________ 203
ibid, Wawancara dengan Informan Wina Armada Sukardi.
309
Sebetulnya kan yang dimuat oleh infotainment itu kan esensi dari .. ininya.. peristiwanya itu kan relatif sama, perkawinan, perselingkuhan, perceraian. Kehidupan privat dari artis-artis atau pejabat publik, public figure. Nah itu kemasannya yang berbeda-beda, aktornya berganti-ganti, cara pengambilan gambarnya berbeda. Saya kira siapa yang paling menggerus sensitivitas masyarakat saya kira infotainment, sebetulnya bukan artisnya. Katakanlah dalam kasus terakhir beredarnya video mirip artis, ya memang artis. Terlepas dari siapa yang salah, budaya pop yang di-panglimai oleh infotainment ini kemudian membuat ini di-ghibah-kan banyak orang, dengan segala kedangkalannya. Nah itu menumpulkan kesadaran diri, orang tidak bertanya lagi pelanggaran siapa yang melakukan distribusi itu, tapi ya mengumpati Ariel-nya, mengolok-olok Luna Maya, dll 204 Sebagai pelaku bisnis infotainment yang berangkat dari jurnalisme mainstream, Farid Ridwan Iskandar mengkhawatirkan kondisi ini. Kondisi di mana masyarakat semakin permisif dan jenuh. Berikut kutipan wawancaranya: Jadi memang mengkhawatirkan, karena selain ada fakta itu juga ada rekayasa atau mengada-ada. Menarik-narik hal yang sudah diberitakan menjadi berita baru lagi. Bayangkan, cerita atau peristiwa yang sudah lama diungkit-ungkit lagi, dengan berbagai angle. Nah inilah yang masyarakat akan menjadi jenuh karenanya. Akhirnya apa? akhirnya akan membunuh tayangan infotainmentnya itu sendiri. Karena itu tadi, tidak semua pemirsa senang melihat perilaku selebriti atau masalah dan rahasia pribadinya. Karena meskipun ada yang positif, tetapi kan tertutup oleh yang bersifat negatif itu tadi, apalagi ini tiap hari mas, tiap hari ada berapa jam siaran dari berbagai macam acara infotainment yang sebagian besar berisi masalah yang sama. Kan membikin masyarakat jadi jenuh atau bahkan muak gitu. Saya sependapat bahwa tidak semua orang suka atau setuju terhadap apa yang ditayangkan dalam infotainment. Tapi masalahnya, yang peduli terhadap itu sedikit sekali, sehingga sepertinya yang lainnya itu sudah bisa menerima, padahal belum tentu. Jadi karena masyarakat kita juga dikenal menyukai gosip, jadi ya hal seperti itu menjadi sajian yang menarik untuk bahan pembicaraan. Tetapi bukan karena apakah itu baik atau tidak akibatnya dan apa manfaatnya.205 ____________________________________________________________________________ 204
205
Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo pada hari Rabu, 16 Juni 2010 Pk. 13:30 – 16:30 WIB di Kantor KPI Pusat, Gedung Bapeten Lt.6 Jl. Gajahmada No.38 Jakarta Pusat. Wawancara dengan Informan Farid Ridwan Iskandar, pada hari Sabtu, 26 Juni 2010 Pk.13:30 – 15:00 WIB di Kantor tabloid Cek & Ricek, Jl. H. Sa’aba 40, Meruya Selatan, Jakarta Barat.
310
Farid menyatakan bahwa masalah ini perlu jadi bahan perenungan, ketika dikatakan bahwa acara infotainment itu banyak bicara tentang gosip dan mengungkap masalah privasi orang, tapi kenapa pengaduan terhadap masalah itu sangat sedikit, dan ratingnya tinggi. Jadi sepertinya dibenci tapi dirindukan, selalu ditunggu-tunggu. Jadi nampak sangat kontradiktif. Seharusnya instansi yang terkait atau yang punya kewenanganlah mengambil tindakan. Tapi kenyataannya, menurut farid,
banyak didiamkan saja. Nah, kalau nantinya sudah sampai
puncaknya dan terungkap di media, baru bersuara, baru semuanya ribut, tapi sudah terlambat, dan akhirnya saling menyalahkan. Sementara akibatnya sudah mulai dirasakan oleh masyarakat luas. 206 Menurut analisis Farid Ridwan Iskandar, bahwa walaupun infotainment itu kontradiktif, dibenci tapi ditunggu juga. Sedangkan Veven SP Wardana mengatakan bahwa masyarakat tidak punya pilihan. Yang ditawarkan itu-itu saja. Itu terkait banyak hal, karena yang ditawarkan juga nggak banyak kan gitu-gitu aja. Jadi masyarakat nggak punya pilihan alternatif , jadi kalau yang ada ABC ya udah diterima ABC, padahal mestinya sampai Z kan. Jadi ya udah karena yang ada ini ya, kemungkinannya memindah saluran, tapi sama juga, atau mematikan. Jadi tidak ada kemungkinan mencari alternatif pilihan. Apalagi kalau melihat siaran televisi di Indonesia ini kan seragam semua kan. Kalau logonya ditutup, kita nggak tahu ini stasiun TV yang mana. Yang dilakukan TransTV itu betul, ketika menayangkan iklan itu ada logonya, jadi penonton nggak tersesat. Sementara yang lain waktu siaran iklan ya iklan saja tanpa logo stasiun.207 Kalau menurut pengamatan Roy Thaniago, Koordinator Komunitas Masyarakat Anti Program Televisi Buruk, masyarakat belum tahu sisi buruk acara infotainment, artinya belum melek media saja.
Mereka belum memperhatikan
___________________________________________________________________________ 206 207
ibid, Wawancara dengan Informan Farid Ridwan Iskandar. Wawancara dengan Informan Veven SP.Wardana pada hari Kamis, tanggal 24 Juni 2010 Pk.18:30 – 19:00 WIB di Studio 5 TVRI, Senayan Jakarta Pusat
311
bahwa acara infotainment itu yang seharusnya bagaimana. Menurut Roy Thaniago, mestinya mereka bisa melihat sisi-sisi kebaikan artis seperti bagaimana mereka berkarya dan berproses, tapi bukan sisi kehidupan pribadinya saja. Masyarakat belum tahu, tetapi yang jelas mereka tidak sadar bahwa dengan pengemasan yang baik mereka ada dalam proses pembuaian. Lantas apa tujuan dari Lembaga Swadaya Masyarakat yang Roy Thaniago dirikan? Berikut keterang annya: Pada awalnya kami berniat hanya sebatas iseng-iseng, dalam artian karena kami melihat ternyata Face Book bisa dipakai sebagai alat untuk menghimpun opini masyarakat dan dapat melakukan tekanan publik. Kita ambil contoh beberapa peristiwa demikian. Kami melihat potensi itu dapat digunakan untuk mengkritisi siaran buruk televisi dan akhirnya kami pakai FaceBook untuk menggalang dukungan untuk menggerakkan itu. Tadinya, awalnya hanya untuk memberikan tekanan publik, belakangan setelah kami rapat bahwa tekanan publik saja tidak cukup, karena ketika industri siaran TV tumbangpun atau tayangan-tayangan cengeng tumbangpun, publik yang sudah terdidik seperti ini susah untuk dibangun kembali. Jadi yang penting bagaimana publik melek media, sehingga kami tidak hanya fokus pada masalah tekanan publik terhadap media tapi juga masalah edukasi melek media terhadap masyarakat. Kami ingin memberikan pelajaran bahwa kami (masyarakat) punya kendali terhadap media, media hidup kan karena kami (masyarakat). Maka ketika media tidak lagi memikirkan kami dalam kerja mereka, maka anda (media) layak kami buang seperti tidak dibaca atau tidak ditonton. 208
Masalah lainnya, seperti dituturkan oleh Informan Mariana Amiruddin, bahwa masyarakat belum tahu betul mengenai perangkat-perangkat untuk pengaduan, sehingga kemana harus mengadukan masalah siaran juga belum tahu bagaimana caranya. Kalau yang bisa berkomunikasi secara interaktif dalam siaran langsung di televisi dengan telepon, itu biasanya hanya orang-orang tertentu saja. _____________________________________________________________________________ 208
Wawancara dengan Informan Roy Thaniago pada hari Kamis, tanggal 24 Juni 2010 Pk.18:00 – 18:30 WIB di Studio 5 TVRI, Senayan Jakarta Pusat.
312
Artinya, orangnya ya itu itu saja. Selanjutnya Mariana Amiruddin mengatakan: Kalau menurut pendapat AJI dan juga dari Dewan Pers, itu kan acara infotainment banyak melanggar kode etik, makanya walaupun sudah dimasukkan ke dalam golongan jurnalistik, tetapi ternyata mereka juga banyak nggak tahu apa itu kode etik jurnalistik, atau memang gak mau tahu. Karena kode etik itu tidak dimasukkan dalam standar operational procedure (SOP) bidang pemberitaan mereka.209 Langkah apa saja yang sudah dilakukan oleh aktivis perempuan tersebut beserta harapan-harapannya, berikut penjelasan dari Mariana Amiruddin : Ya, kami pernah membuat yang namanya Media Watch, bersama dengan ormas-ormas, dan LSM, bahkan bekerjasama dengan Muhammadiyah dan NU. Kita juga membuat konperensi pers mengkritisi tayangan-tayangan itu, termasuk infotainment, tentang kode etik dan tayangan-tayangan yang sudah berlebihan dalam penyajiannya. Tayangan-tayangan itu tidak cuma kebablasan, tapi memang berlebihan. Kalau saya ingin ya, infotainment itu bisa dibenahi baik dari segi isi, teknik menyajikan atau isu-isu yang diangkat, tidak lagi berupa gosipgosip murahan saja, yang tidak ada manfaatnya bagi pemirsa, tanpa mengganggu profit yang mereka inginkan. Contohlah seperti acaranya Oprah, begitu menarik dan banyak bermanfaat bagi orang banyak, toh dia sukses jadi kaya raya, industrinya bertahan terus, dan tidak membodohi pemirsanya. Sayangnya di kita ini banyak acara yang sifatnya Copy-Paste dari acara-acara di luar sana, tidak ada yang orisinil, atau betul-betul ide sendiri dan bagus. Infotainment itu sebaiknya dibuat yang baik dan sewajarnya saja, nggak usahlah melibat-libatkan diri seperti pengamat hukum, pengamat sosial, agama, dsb. Dengan statement-statement yang sering gak pas, bicara soal proses hukum, dsb. Akan lebih pas kalau kembali ke fungsinya hanya sebagai media hiburan, menginformasi kan tentang entertainment, bukan para entertainernya. Karena memang mereka (pekerja infotainment) sebenarnya bukan jurnalis.210 Pemikiran dan action idealis dari LSM seperti Pemimpin Jurnal Perempuan tersebut memang bagus, tetapi bagaimana mereka menyuarakannya dan melalui media apa? Kalau melalui media televisi, paling hanya masuk item ___________________________________________________________________________ 209
210
Wawancara dengan Informan Mariana Amiruddin pada hari Senin, tanggal 5 Juli 2010 Pk.14:00-15:00 di Kantor YJP Jl. Tebet Barat Dalam 9A No.B-1 Komplek Kejagung Jakarta Selatan dan di Café Citrus Tebet, Jl. MT.Haryono, Jakarta Selatan. ibid, Wawancara dengan Informan Mariana Amiruddin.
313
siaran berita atau talkshow, itupun hanya disiarkan sekali saja dan oleh stasiun yang format siarannya non hiburan seperti Metro TV atau TV One. Sedangkan siaran infotainment jalan terus setiap pagi, siang dan sore atau malam hari setiap hari secara stripping. Kalau mau melakukan kampanye melalui media luar ruang atau media lini bawah, maka efektivitasnya sulit dicapai, jangkauannya terbatas, biayanya mahal. Kecuali kalau misalnya LSM atau masyarakat memiliki stasiun penyiaran sendiri. Itupun masih harus dipikirkan akibat yang mungkin timbul, yaitu somasi balik dari pihak yang diprotes dengan mengatasnamakan pencemaran nama baik (defamation), dsb., atau mengguna-kan cara-cara yang irrasional. Mengenai proses pengaduan oleh masyarakat terhadap acara infotainment di televisi, berikut rangkuman dialog antara para narasumber: Ilham Bintang dari produsen Infotainment,
Iswandi Syahputra dari Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI), Ramadhan Pohan dari
Komisi I DPR-RI,
Arswendo Atmowiloto -
budayawan, Anwar Fuadi - Ketua Parsi, dan Host Karni Ilyas dari TV One dalam acara Talkshow Jakarta Lawyers Club (JLC). Pembicaraan seputar infotainment yang dikatakan oleh Ramadhan Pohan penuh ghibah, fitnah, dan tidak berguna bagi publik. Meskipun dikatakan oleh Iswandi Syahputra dari KPI bahwa jumlah pengaduan masyarakat tentang infotainment itu satu truk, tapi menurut Ilham Bintang kenyataannya hanya 160 pengaduan dari 3800 lebih pengaduan tentang siaran sepanjang tahun 2009. Menurut Ilham, apa yang dikatakan oleh Ramadhan Pohan substansinya baik karena Pohan ingin agar infotainment itu berkualitas. Kalau bicara data, menurut Ilham, tidak usah bakul-bakulan (jumlah pengaduan
314
tentang infotainment) , karena itu klop dengan ratingnya yang tinggi. Infotainment telah menjadi bahan pembicaraan oleh KPI, Dewan Pers dan DPR-RI Komisi I, dan mewacanakan bahwa infotainment itu tergolong acara non factual, jadi harus disensor sebelum disiarkan. Menurut Ilham, sesuai dengan Pasal 50 dan 51 Undang-Undang Penyiaran nomor 32 Tahun 2002, KPI seharusnya meneruskan setiap pengaduan ke PH atau stasiun televisi yang bersangkutan. Tetapi menurut Ilham, mereka tidak pernah menerimanya. KPI menyatakan bahwa aduan selalu dikirimkan ke stasiun TV bukan ke PH, tapi stasiunnya tidak meneruskan ke PH. Kedua, lembaga penyiaran itu punya hak untuk mengklarifikasi. Ada beberapa lembaga penyiaran yang minta klarifikasi, tapi ada juga yang tidak. Bahkan ada juga yang berterima kasih. Menurut Arswendo, yang penting adalah bagaimana infotainment diperbaiki, tidak usah bicara kemana-mana. Sedangkan Anwar Fuadi mengatakan bahwa infotainment banyak sekali penontonnya, utamanya kaum ibu. Iswandi mempertanyakan mengenai acar infotainment sebagai acara hiburan, lantas jurnalistiknya dimana? 211 Mencermati diskusi diatas, maka tampak bahwa masing-masing berusaha mempertahankan argumentasinya sesuai dengan kepentingan atau jabatan dan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Yang perlu digarisbawahi adalah mekanisme pengaduan, yang meskipun hanya dilakukan oleh satu atau dua orang saja, perlu ditindaklanjuti oleh lembaga yang berwenang.Tindaklanjut bisa berupa teguran atau sangsi administratif, dan harus dipertimbangkan oleh pihak stasiun _____________________________________________________________________________ 211
Talkshow Jakarta Lawyers Club di TV One, siaran hari Selasa tanggal 27 Juli 2010 jam 20:00 WIB dan disiarkan ulang pada hari Rabu tanggal 28 Juli 2010 jam 01:30 WIB.
315
atau PH untuk memperbaikinya. Kenyataannya tidak semua orang itu tidak peduli dengan tayangan infotainment. Berikut cuplikan dari acara siaran berita interaktif dari BBC London tentang MUI Haramkan Infotainment yang disiarkan live dari London dan direlay oleh Radio El Shinta Jakarta: HOST PENYIAR BBC LONDON (NARASI): Sebagian masyarakat sendiri merasa meskipun terdapat fatwa haram untuk tidak menonton tayangan yang berisi gossip dan aib pribadi, tidak serta merta langsung mengikutinya. WARGA MASYARAKAT I: Ya tapi kan itu berisi informasi, meskipun tentang pribadi seorang artis. WARGA MASYARAKAT II: Itu kan tetap boleh, karena pengin tahu kemana maunya, kalau nggak ada infotainment, kan sepi kan.. WARGA MASYARAKAT I: Kalau misalkan ada artis yang lagi berprestasi sih bagus, tapi kalau misalkan seperti kasusnya Ariel, nah itu kan yang kurang baik..212 Terkait dengan kepedulian warga masyarakat akan tayangan infotainment dapat dilihat dari wawancara di Radio El Shinta (ES) dengan narasumber Dadang Rahmat Hidayat (DRH), Ketua KPI tahun 2010-2011 dan warga masyarakat sebagai berikut: ES
: Baik Pak, akan kita sapa dulu pendengar kita pak Budi di BSD Tanggerang. Pak Budi silahkan pak dengan pak Dadang Ketua KPI Pusat.
P. BUDI: Ini Pak, kenapa kemarin muncul lagi mengenai kasus video mesum, ini kan anak kecil bisa melihat, mereka belum pada tidur. Satu lagi pak Dadang, saya suka acara lawak, tetapi itu lawakan-lawakan yang tidak ada tujuannya, kata-katanya kadang-kadang jorok, dengan kekerasan-kekerasan meskipun yang digunakan itu benda-benda yang tidak berbahaya. Nah itu kan makin lama bisa berpengaruh tidak baik. Harus di tindak lanjuti dengan tegas, jangan pilih kasih pak. _______________________________________________________________________________ 212
Siaran berita interaktif dari BBC London siaran live dari London, direlay oleh Radio El Shinta Jakarta pada hari Rabu tanggal 28 Juli 2010 jam 18:00 WIB, dengan narasumber Tantowi Yahya Anggota Komisi I DPR-RI dan Ilham Bintang, Produser Infotainment Cek & Ricek dan masyarakat melalui interaktif dengan telepon.
316
ES
: Baik pak Budi terima kasih, kemudian ada Pak Heri di Bekasi Jawa Barat dan Ibu Romi di Bogor Jawa Barat sudah menunggu, silahkan.
P.HERI
: Baik langsung saja, saya mohon itu acara infotainment di tinjau lagi keberadaannya, karena sangat tidak mendidik.
ES
: Baik, terima kasih pak Heri selamat siang, Silahkan Ibu Romi di Bogor.
BU ROMI: Pak itu peraturan mohon diterapkan dengan tegas, karena koran, majalah, radio dan televisi adalah sarana untuk pendidikan masyarakat. Ini sudah jam tayangnya nggak bener, isinya sangat tidak mendidik. Itu juga mohon ditertibkan, iklan-iklan yang sangat tidak mendidik dan tidak sopan, saya tidak sebut namanya. Mestinya sebelum ditayangkan disensor dulu, apa layak apa tidak. Jangan cuma duitnya aja yang dipentingkan. Terima kasih pak. DRH
: Terima kasih pak Budi, pak Heri dan bu Romi ya, memang sebagian tayangan televisi dan radio untuk tayangan yang tidak mutu sebagian sudah ditindak lanjuti, bahwa tayangan yang bermasalah itu sebagian besar berkisar antara 25 sampai 30 persen, seperti infotainment, variety show yang ganti nama, iklan yang dengan segala macemnya, dan selebihnya itu ada sekitar 25 persen tayangan yang bermutu. Nah sisanya ini antara bermutu dan tidak bermutu. Itu merupakan hasil dari pemantauan kami.
ES
: Nah terkait masalah tadi pak, seperti infotainment dan reality show yang berkisar antara 25 sampai 30 persen, apa sebenarnya masalah yang paling dipermasalahkan?
DRH
: Iya, aduan-aduan itu secara umum berkaitan dengan yang bernuansakan cabul, kemudian berkaitan dengan kekerasan, kemudian bentuk jurnalisme hitam ini berkaitan dengan duplikasi acara. Kemudian khusus untuk infotainment, ini seperti sudah mencapai titik kulminasi, titik puncak gitu ya, lebih dari 500 aduan ya, 35 persen itu berkaitan dengan infotainment dan reality show, lebih-lebih lagi infotainment itu berkaitan dengan peristiwa video cabul. Nah terus terang saja, dari Munas KPI kemarin, hampir seluruh KPID dari seluruh Indonesia, meminta agar dilakukan peninjauan kembali terhadap status infotainment menjadi program yang non faktual.
317
ES
: Jadi khususnya untuk program infotainment ini banyak dikeluhkan mengenai narasi atau isinya. Bagaimana pak Dadang?
DRH
: Ya, terkait dengan narasi ini, beberapa menampakkan fakta, gambarpun ada yang beberapa fakta, tapi beberapa yang opini, atau menggiring ya, menggiring ke opini-opini tertentu. Walaupun kemudian muncul dengan pertanyaan: “Apakah ….” dst, Kata Apakah ini seolah-olah kata yang netral, tapi sebenarnya kalau kita lihat dari isi pertanyaan itu ya menggiring kepada opini tertentu. Ini kemudian yang banyak diadukan. Belum lagi dari segi substansinya infotainment itu, katakanlah banyak masalah-masalah yang sifatnya pribadi atau sesuatu yang memang dibutuhkan atau enggak oleh publik. Sedangkan jurnalisme, itu tunduk kepada kepentingan publik, kepentingan yang bersifat umum. Nah apakah di infotainment ini kepentingannya kepentingan umum? Nah ini nampaknya ini masalah-masalah pribadi yang dimunculkan. Sehingga dianggap oleh beberapa kalangan ini tidak cocok untuk dimasukkan kedalam program faktual.
ES
: Pak Dadang ada pak Yanto di Jakarta Barat, selamat siang pak Yanto, silahkan pak.
YANTO : Nah kalau dalam pembuatannya itu diawasi oleh anggota KPI, kan acara-acara itu ditonton oleh anak-anak.213
Menyimak pembicaraan interaktif di Radio El Shinta tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya masih ada warga masyarakat yang peduli dengan kondisi penyiaran saat ini, terutama isi tayangan yang tidak mendidik bagi anakanak. Masalahnya kembali lagi kepada pemegang kendali penyiaran, yaitu kaum pemilik modal yang di dalam struktur pasar penyiaran itu bersifat oligopoli sehingga bagi masyarakat yang tidak setuju dengan isi tayangan televisi, tidak memiliki kekuatan untuk meng-counter-nya. Selain itu kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya yang carut marut menyebabkan warga masyarakat menjadi tidak peduli dengan keadaan yang terjadi di media. ___________________________________________________________________________ 213
Wawancara interaktif di Radio El Shinta (ES) dengan narasumber Dadang Rahmat Hidayat (DRH), Ketua KPI tahun 2010-2011 dan warga masyarakat tentang Infotainment, siaran langsung hari Jumat tanggal 09 Juli 2010, Pk. 10:30 WIB.
318
Transformasi subyek – obyek berita dalam acara infotainment di televisi, terjadi karena bergesernya peran obyek yang semula tidak sadar media lalu menjadi sadar media. Atas kesadaran tersebut kemudian yang bersangkutan memanfaatkannya untuk kepentingan promosi pribadi. Kepentingan tersebut termasuk untuk tujuan ekonomi, politik, ataupun status sosial. Seringnya terjadi pelanggaran terhadap rambu-rambu seperti kode etik jurnalistik dan regulasi lainnya, menyebabkan orang menjadi jenuh atau tidak peduli atas apa yang disampaikan oleh media televisi. Dari pihak regulator dan pengawas seperti Kementerian Kominfo dan KPI, mengalami keterbatasan dalam mengawasi semua mata acara siaran di semua stasiun televisi. Sementara dari pihak pengelola siaran televisi memanfaatkan keterbatasan atau kelemahan pengawasan dan sanksi hukumnya. Berikut ini narasi penutup pada acara Talkshow Mata Najwa di Metro TV yang disiarkan pada hari Rabu tanggal 21 Juli 2010 jam 22:00 WIB. “Infotainment, mendramatisasi aib orang demi berebut kue iklan, dan sebaliknya, mengerdilkan berita mega skandal yang maha penting demi alasan rating. Kisah tragis atau drama glamour para pesohor yang tak ada hubungannya dengan kepentingan umum, disiarkan berhari-hari nyaris tak terkendali. Lain waktu, infotainment yang lain mengeksploitasi peristiwa heboh atau bahkan biasa-biasa saja dengan cara mengada-ada. Inilah menu suguhan di layar kaca kita sehari-hari, tidak pagi, siang atau petang. Balada infotainment juga balada kita, berita kuning digemari karena gosip dijadikan hobi, terlebih suka menggunjingkan orang sambil bisik-bisik. Apakah sedu sedan dalam infotainment memang mewakili wajah umum masyarakat kita. Ataukah, masyarakat kita doyan infotainment karena mencari hiburan dari carut marut politik dan silang sengkarut urusan perut”----Musik up----214 _______________________________________________________________________________ 214
Acara Talkshow Mata Najwa di MetroTV siaran pada hari Rabu tanggal 21 Juli 2010 jam 22:00 WIB.
319
3.2
Pembahasan Pergeseran Nilai Budaya Acara infotainment televisi di Indonesia mulai mengudara pada tahun
1994 yaitu ketika Ilham Bintang membuat acara ”Buletin Sinetron” yang disiarkan di RCTI. Kemudian di tahun 1995 RCTI menyiarkan acara infotainment ”Kabar-Kabari” produksi P.H. Shadika Widya Sinema. Pada tahun 1997 P.H. Bintang Media Group membuat acara infotainment atau acara gossip show yang diberi nama “Cek & Ricek” yang juga disiarkan oleh RCTI.215 Pada awalnya acara infotainment kurang mendapat respon baik dari masyarakat maupun media. Setelah kurang lebih 3 (tahun) bersiaran, barulah acara infotainment mendapat respon dari berbagai pihak, dan bahkan mulai bermunculan acara-acara sejenis di stasiun-stasiun televisi yang lain. Perkembangan acara infotainment mengalami puncaknya pada tahun 2006 – 2007. Setiap minggunya disiarkan sebanyak 210 episode atau 30 paket per-hari dengan jumlah durasi sekitar 15 jam per-hari, tersebar di 10 (sepuluh) stasiun televisi.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap siaran-siaran acara
infotainment di televisi sejak tahun 2008 sampai dengan 2010,
serta hasil
wawancara dengan para informan menunjukkan bahwa memang telah terjadi pergeseran nilai budaya dalam acara infotainment tersebut. Hampir semua informan menyatakan bahwa telah terjadi pergeseran nilai budaya dalam acara infotainment di televisi. Di antara yang menyatakan setuju adalah Roy Suryo Notodiprodjo, Bimo Nugroho Sekundatmo, Veven SP Wardana, Roy Thaniago, Huzaemah Tahildo Yanggo, dan Nani Indra Ratnawati Nurrachman. Sedangkan _______________________________________________________________________________ 215
Wawancara dengan Informan Ilham Bintang pada hari Kamis, tanggal 1 Juli 2010 Pk.12:0014:00 WIB di Kantor Cek & Ricek Tayangan, Jl. Menara IV, Meruya, Jakarta Barat.
320
yang menyatakan sangat setuju bahwa telah terjadi pergeseran nilai budaya adalah informan Mochamad Sobary. Informan Arswendo Atmowiloto dan Abdul Sattar Gani menyatakan bahwa telah terjadi pergeseran nilai budaya, tetapi ada yang positif dan ada yang negatif. Menurut Informan Roy Suryo Notodiprodjo bahwa perubahan atau pergeseran nilai bisa terjadi karena pengaruh perkembangan teknologi yang begitu cepat yang unsur-unsurnya ada 3 (tiga), yaitu sifat media, sifat artis, dan karakter pekerja media. Sifat media dewasa ini sudah semakin membaur menjadi satu sifat yang “unimedia” atau bermacam-macam media menjadi satu bentuk baru yang terdiri dari unsur multimedia, atau disebut juga sebagai “hipermedia”. Disebut hipermedia karena sifatnya yang memiliki kemampuan lebih dari kemampuan satu jenis media massa. Perubahan perilaku terjadi juga pada para politisi yang telah merasakan manisnya jadi orang terkenal, meskipun dengan kualitas yang kurang baik. Selanjutnya Informan Roy Suryo Notodiprodjo mengatakan bahwa telah terjadi perilaku baru para politisi dan pesohor, yaitu sifat “banci media”.216 Pada dasarnya Informan Bimo Nugroho sependapat dengan Roy Suryo, bahwa telah terjadi pergeseran nilai budaya dan etika komunikasi dalam acara infotainment. Acara infotainment telah mendominasi siaran televisi dari mulai buka siaran sampai dengan tutup siaran. Hal itu merupakan cerminan dari perubahan yang terjadi di masyarakat kita. Cerminan tentang terjadinya penggerakan “libido” atau hasrat seksual yang semakin hari semakin permisif dan __________________________________________________________________ 216
Wawancara dengan Informan Roy Suryo Notodiprodjo, pada hari Kamis, 17 Juni 2010 Pk.17:00 – 19:00 WIB di Gedung Nusantara I DPR-RI, Senayan Lt.21, Ruang 2103.
321
terwujud di dalam kehidupan masyarakat, karena etika komunikasi dan etika kehidupan atau norma-norma sosial semakin longgar. 217 Senada dengan Roy Suryo dan Bimo Nugroho, informan Roy Thaniago mengatakan bahwa terjadinya pergeseran nilai tersebut lebih banyak negatifnya. Menurut dia, kalau tidak negatif maka Masyarakat Anti Program Televisi Buruk tidak perlu muncul. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendapat Informan Roy Thaniago adalah sama dengan pendapat informan yang lain yang menyatakan bahwa telah terjadi pergeseran tata nilai, utamanya bahwa status sosial sekelompok orang yaitu para pesohor dianggap lebih tinggi daripada masyarakat penonton, sehingga apa yang terjadi pada mereka, termasuk masalah pribadinya perlu diketahui oleh masyarakat umum. Pergeseran tersebut lebih banyak bersifat negatif, sehingga Informan Roy Thaniago bersama para facebooker merasa perlu untuk membentuk komunitas ”Masyarakat Anti Program Televisi Buruk” tersebut. 218 Informan Veven SP. Wardana mengatakan bahwa kalau melihat acara infotainment memang telah terjadi pergeseran nilai budaya tersebut. Para pekerja infotainment selalu memakai argumentasi bahwa artis itu milik publik, makanya ada istilah public figure. Menurut Veven, artis itu hanya orang terkenal, hanya sosok pesohor. Sementara public figure adalah figur yang mempunyai kontribusi atau menghasilkan kebijakan untuk publik, yaitu seperti anggota parlemen atau pemimpin formal. 219 __________________________________________________________________ 217
218
219
Wawancara dengan Informan Bimo Nugroho Sekundatmo pada hari Rabu, 16 Juni 2010 Pk. 13:30 – 16:30 WIB di Kantor KPI Pusat, Gedung Bapeten Lt.6 Jl. Gajahmada No.38 Jakarta Pusat. Wawancara dengan Informan Roy Thaniago pada hari Kamis, tanggal 24 Juni 2010 Pk.18:00 – 18:30 WIB di Studio 5 TVRI, Senayan Jakarta Pusat. Wawancara dengan Informan Veven SP.Wardana pada hari Kamis, tanggal 24 Juni 2010 Pk.18:30 – 19:00 WIB di Studio 5 TVRI, Senayan Jakarta Pusat.
322
Mengenai asumsi bahwa telah terjadi perubahan atau pergeseran nilai budaya, dengan tegas Informan Mochamad Sobary membenarkan hal itu. Pernyataannya ”saya ingin re-conforming, exactly right, exactly right, bahwa ini telah bergeser. Bergeser tata nilai, bergeser cara kita memandang, tidak hanya nilai, tapi value dan juga outlook, dalam kebudayaan namanya worldview, yaitu cara pandang terhadap dunia, pandangan kita terhadap dunia sosial, dunia dalam keluarga kita, ..dst”. Perubahan tata nilai mempengaruhi cara pandang, perubahan cara pandang
menyebabkan perubahan pada sikap dan tindakan. Untuk
membahas pergeseran nilai budaya tidaklah cukup hanya dengan melihat infotainment saja, karena infotainment, menurut Mochamad Sobary hanyalah bagian atau korban, tetapi harus lebih mendalam yaitu perubahan tata nilai, perubahan worldview tadi.220 Dua dari antara para informan, yaitu informan Ali Mustafa Yaqub dan Mariana Amiruddin menyatakan bahwa yang terjadi bukanlah pergeseran nilai budaya, tetapi nilai budaya tadi memang sengaja digeserkan oleh sistem yang kapitalistik yaitu sistem rating.221 Dari sudut pandang agama, yaitu menurut Ustadzah Huzaemah Tahildo Yanggo, bahwa pergeseran terjadi karena hal yang bersifat aib orang malah diungkap ke ruang publik. Hanya karena mencari keuntungan maka hal yang disebut ghibah-pun ditayangkan. Pergeseran nilai budaya ada yang disebabkan oleh pengaruh perilaku orang ataupun perilaku media. Selan _______________________________________________________________________________ 220
221
Wawancara dengan Informan Mochamad Sobary pada hari Jumat, tanggal 2 Juli 2010 Pk. 16:30 – 18:30 WIB di Gedung Pusat Bahasa Kemendiknas, Rawamangun, Jakarta. Wawancara dengan Informan Ali Mustafa Yaqub pada hari Jumat, tanggal 25 Juni 2010 Pk.13:00 – 14:00 WIB di Kantor Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat dan dengan Informan Mariana Amiruddin pada hari Senin, tanggal 5 Juli 2010 Pk.14:00-15:00 di Kantor YJP Jl. Tebet Barat Dalam 9A No.B-1 Komplek Kejagung Jakarta Selatan dan di Café Citrus Tebet, Jl. MT.Haryono, Jakarta Selatan.
323
jutnya menurut Huzaemah Tahildo Yanggo bahwa pergeseran nilai ditandai dengan ketidakpedulian atau ketiadaan rasa hormat bawahan terhadap atasannya atau murid terhadap gurunya. Terdapat pengabaian terhadap nilai-nilai tata-krama (Jawa: unggah-ungguh) tradisi karena era keterbukaan, globalisasi dan kebebasan mimbar. 222 Ulama lain yaitu Ustadz Abdul Sattar Gani mengatakan bahwa memang ada pergeseran nilai budaya, tetapi pergeserannya ada yang positif dan ada yang negatif.223 Sependapat dengan Informan Arswendo Atmowiloto
Abdul Sattar Gani , budayawan
juga menyatakan bahwa bahwa ada pergeseran nilai
budaya dalam acara infotainment televisi. Menurutnya, pergeseran nilai tersebut ada yang positif dan ada yang negatif.224 Meskipun sebagian besar informan menyatakan terdapat pergeseran nilai budaya dalam acara infotainment di televisi, Informan Marah Sakti Siregar berpendapat bahwa yang terjadi bukanlah pergeseran nilai budaya, tetapi perubahan situasi kehidupan yaitu perubahan gaya hidup atau life-style yang dipicu oleh berubahnya nilai-nilai ataupun norma-norma yang ada di masyarakat.225 Selain Marah Sakti Siregar, Slamet Rahardjo Djarot juga menyatakan bahwa yang terjadi belum sampai pada perubahan nilai budaya, tetapi euforia. Tetapi dalam penjelasannya ia menyatakan bahwa telah terjadi kebebasan yang tak terbatas, tidak malu meniru-niru orang lain, gagap dan bingung _______________________________________________________________________________ 222
223
224
225
Wawancara dengan Informan Huzaemah Tahildo Yanggo pada hari Sabtu, tanggal 3 Juli 2010 Pk. 09:00 – 10:00 WIB di Kantor Direktur PPSIIQ Jakarta, Jl. Ciputat Raya, TangSel; Wawancara dengan Informan Abdul Sattar Gani pada hari Kamis, tanggal 14 Juni 2010 Pk. 16:00 – 17:00 WIB di Masjid Al Manar TVRI, Senayan, Jakarta. Wawancara dengan Informan Arswendo Atmowiloto pada hari Sabtu, tanggal 19 Juni 2010 Pk. 09:00 – 10:30 WIB di Kantor P.H. Atmo Chademas Persada Jl. M.Saidi No.34A, Petukangan Selatan, Jakarta Selatan. Wawancara dengan Informan Marah Sakti Siregar pada hari Rabu, tanggal 23 Juni 2010 Pk. 10:00 – 11:30 WIB di Kantor PWI Pusat – Gedung Dewan Pers Lt.4 Jl. Kebun Sirih, Jakarta
324
atau histeria menerima budaya asing. Terjadi histeria karena ada tawaran dari satu kekuatan tertentu dari luar yaitu melalui globalisasi yang telah memungkinkan seolah-olah kita tidak lagi memiliki hak-hak atas budaya-budaya yang kita miliki.226 Peneliti berpendapat bahwa dari pernyataan-pernyataan tersebut sebenar nya merupakan gambaran atas terjadinya perubahan nilai budaya di masyarakat ataupun di kalangan para pesohor. Mengkaji terjadinya pergeseran nilai budaya dalam acara infotainment televisi telah dibahas dari sudut pandang para regulator, legislator, pengelola organisasi media, agamawan, budayawan, pengamat media dan para aktivis. Selanjutnya, pernyataan dari sudut pandang para pendidik dan psikolog mengenai pergeseran nilai budaya dalam acara infotainment antara lain dari informan Nani Indra Ratnawati Nurrachman, seorang psikolog. Ia menyatakan bahwa pergeseran nilai budaya terjadi karena ada interaksi antara subyek dengan lingkungan yaitu media, subyeknya adalah para pesohor. Pesohor ingin mempertahankan dan membina hubungan dengan para pengidolanya. Untuk tujuan itu mereka menggunakan media agar tetap dapat mempertahankan reputasi atau status mereka di dunia entertainment. Sementara itu media massa melihat pesohor adalah menjadi daya tarik tersendiri untuk diberitakan dan tahu bahwa akan diikuti atau dilihat oleh para pengidolanya itu. Bagaimana kemudian masingmasing itu berperan, siapa menggunakan apa maka kepentingan dan tujuan masing-masing pihak tidak lagi dominan karena yang berperan adalah ego mereka Menurut Nani, bahwa masyarakat kita pada dasarnya adalah masyarakat kolektif. _______________________________________________________________________________ 226
Wawancara dengan Informan Slamet Rahardjo Djarot pada hari Selasa, tanggal 29 Juni 2010 Pk.12:00-14:00 WIB di Teater Populer, Jl. Kebon Pala I No. 127 Tanah Abang – Jakarta Pusat.
325
Budaya lisan lebih dominan daripada budaya tulis. Kolektivitas mengimplikasikan bahwa ini adalah jejak-jejak masa lalu. Masyarakat sudah terbiasa untuk tahu siapa-siapa saja dalam lingkungan kita. Terus dengan budaya lisan maka informasi itu kemudian dibicarakan, meskipun tidak semua informasi layak untuk dibicarakan secara terbuka. Demikian juga dengan apa yang tersaji dalam acara infotainment maka yang dahulunya dianggap tabu untuk dibicarakan telah dianggap biasa untuk diungkap ke ruang publik.227 Psikolog dan pengamat media Urip Purwono meninjau mengenai terjadinya pergeseran nilai budaya dalam acara infotainment televisi dari sudut pandang teori-teori psikologi. Informan Urip Purwono menyatakan pada dasarnya banyak orang khususnya artis, punya kecenderungan,kesenangan menikmati kalau menikmati kalau diperhatikan orang. Jadi ada kesenangan, ada sesuatu yang “satisfiying” terlepas dari apakah itu memberikan suatu keuntungan finansial atau tidak, tapi ada faktor psikologisnya. Ada kecenderungan yang lebih besar pada sebagian orang untuk mendapatkan perhatian publik, sehingga kalau dia tidak atau sudah tidak mendapatkan perhatian maka dia akan mencari cara lain agar diperhatikan lagi. Menurut Urip ini adalah bentuk kecenderungan kepribadian, atau istilahnya “histerical personality”.228 Mengenai terjadinya perubahan nilai budaya dalam acara infotainment di televisi, informan Ilham Bintang selaku penggagas munculnya format acara infota inment menyatakan bahwa ia sering termenung, melamun, apakah ia hanya ber__________________________________________________________________ 227
228
Wawancara dengan Informan Nani Indra Ratnawati Nurrachman pada hari Rabu, tanggal 7 Juli 2010 Pk.14:00- 15:00 WIB di Fakultas Psikologi Unika Atmajaya Gedung C Lt.4 Jl.Jendral Sudirman 51, Jakarta Pusat. Wawancara dengan Informan Urip Purwono pada hari Jumat, tanggal 20 Mei 2011 Pk. 21:00 22:30 Waktu Kuala Lumpur di Putra World Center, Kuala Lumpur, Malaysia.
326
fungsi merekam dinamika perubahan atau pergeseran nilai itu, atau memang ikut bermain di dalamnya melakukan perubahan atau pergeseran tersebut. Artinya, bahwa yang bersangkutan sependapat dengan adanya perubahan nilai budaya dalam acara infotainment di televisi.229 Pergeseran nilai budaya dalam acara infotainment di televisi identik dengan adanya pergeseran paradigma. Budaya tradisional tidak lagi dipahami sepenuhnya oleh generasi berikutnya. Banyak nilai-nilai tradisi yang hilang atau punah karena tidak ada kesinambungan. Kehidupan dan mobilitas masyarakat semakin cepat, ditambah lagi dengan dukungan teknologi komunikasi dan informasi yang memungkinkan terjadinya pergerakan cepat tersebut. Pergeseran terjadi karena peran media massa sebagai media yang menyebarluaskan informasi tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi, sehingga media telah menyebabkan pembentukan budaya baru yaitu budaya media yang berupa mitos-mitos baru. Padahal salah satu fungsi media massa televisi seharusnya menjadi pelestari budaya tradisional, namun perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah merubah budaya tradisional menjadi budaya kontemporer. Orang sekarang lebih mementingkan identitas kelompoknya masing-masing dengan praktikpraktik sosial yang cenderung ingin menguasai kelompok lainnya. Persaingan popularitas menjadi bagian dari persaingan program, dan persaingan program adalah bagian dari persaingan media. Dari diskusi tersebut maka asumsi bahwa telah terjadi pergeseran nilai budaya dalam acara infotainment di televisi adalah benar. __________________________________________________________________ 229
Wawancara dengan Informan Ilham Bintang pada hari Kamis, tanggal 1 Juli 2010 Pk.12:0014:00 WIB di Kantor Cek & Ricek Tayangan, Jl. Menara IV, Meruya, Jakarta Selatan.