BAB III PERANAN INDONESIA TERHADAP REZIM LIBERALISASI FINANSIAL, KHUSUSNYA INVESTASI PORTOFOLIO ASING DALAM KERANGKA G-20
A.
Kaitan G-20 dalam Rezim Liberalisasi Finansial Group of 20 (G-20) merupakan kelompok yang terdiri dari 20 negara
anggota yang terbentuk pada tahun 1999. G-20 dibentuk pasca terjadinya krisis di Asia pada tahun 1997. Krisis tersebut menandai lemahnya pengaturan kebijakan keuangan di tingkatan internasional. Melihat kondisi tersebut, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral yang merupakan anggota dari Group of Seven (G-7)1, memandang pentingnya penciptaan kelompok yang fokus membahas kebijakan keuangan. Hal ini diperkuat melalui pernyataan bersama G-7 berkaitan dengan fungsi G-20, yakni: The G-20 was established to provide a new mechanism for informal dialogue in the framework of the Bretton Woods institutional system, to broaden the dialogue on key economic and financial policy issues among systemically significant economies and promote co-operation to achieve stable and sustainable world economic growth that benefits all.2 Kelompok ini kemudian memiliki mandat untuk membantu membentuk agenda internasional, mendiskusikan isu ekonomi dan keuangan di area dimana konsensus belum tercapai. Selain itu, G-20 juga diharapkan mampu menjadi
1
Group of Seven (G-7) terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, dan Perancis. 2 Group of Twenty, Communiqué of G-20 Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting, Jerman, 1999, dikutip oleh Group of Twenty, The Group of Twenty: A History, Afrika Selatan, Group of Twenty, 2007, hal. 28.
37
contoh bagi negara-negara lain dalam hal penentuan kebijakan keuangan. Belakangan ini, G-20 tidak hanya membahas isu keuangan namun juga mendiskusikan masalah lain seperti ketahanan pangan, bantuan asing, lingkungan, dan isu kebijakan luar negeri lainnya. Anggota G-20 terdiri dari negara-negara yang dianggap telah memiliki perkembangan ekonomi yang signifikan serta merupakan representasi dari berbagai region yang ada, Uni Eropa, dan institusi Bretton Woods. Terkhusus dengan fungsi Bretton Woods, para Menteri Keuangan dari G-7 telah menegaskannya melalui pernyataan, “They would work together to establish an informal mechanism for dialogue among systemically important countries within the framework of the Bretton Woods institutional system.”3 Melalui pernyataan tersebut, diketahui ikatan kuat yang dimiliki oleh G-20 dan institusi Bretton Woods. G-20 terdiri dari 19 negara – Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brazil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, Perancis, Rusia, Tiongkok, Turki – dan Uni Eropa. Berdasarkan anggota yang dimiliki oleh G-20, maka kelompok ini mewakiliki 85% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) global dan dua pertiga dari total populasi dunia. Pada masa awal pembentukan G-20, keikutsertaan Indonesia sempat diragukan karena kondisi politik yang tidak stabil pada masa tersebut.
3
Group of Seven, Report of G-7 Finance Ministers to the Köln Economic Summit, Jerman, 1999, dikutip oleh Ibid hal. 8.
38
G-20 dipimpin oleh seorang ketua. Melihat pentingnya posisi ketua, maka pada tahun 2002, dibentuk Troika4 untuk memastikan kontinuitas misi yang dibawa oleh G-20. Oleh karena tidak adanya piagam, sistem pemungutan suara, maupun keputusan yang mengikat, tiap anggota memiliski posisi yang sama. Meskipun G-20 terbentuk pada tahun 1999, namun pertemuan formal seluruh anggota baru dilaksanakan pada tahun 2008 di Washington, Amerika Serikat. Di dalam setiap pertemuan tersebut, terdapat banyak agenda yang diciptakan dengan tujuan umum untuk stabilitasi pasar finansial. Anggota G-20 yang terdiri dari gabungan negara anggota G-7, negara maju non anggota G-7 (Australia dan Korea Selatan), BRICS (Brazil, Rusia, India, China/Tiongkok, dan South Africa/Afrika Selatan), dan negara dengan ekonomi yang potensial seperti Argentina, Meksiko, Turki, Arab Saudi, dan Indonesia serta Uni Eropa kemudian melakuka pertemuan dengan tujuan mencapai beberapa kebijakan guna mendukung rezim yang sesuai. Proses pencapaian kesepakatan dilakukan melalui jalan konsensus yang dilakukan tiap anggota yang terlibat dalam pertemuan G-20. Konsensus dicapai melalui diskusi dengan berdasarkan posisi dari tiap anggota yang tidak dibedakan. Pencapaian konsensus diawali dengan pemilihan isu yang dianggap sesuai dengan peranan G-20. Isu tersebut kemudian dibahas agar dapat mencapai kesepakatan yang sama, baik dalam bentuk pernyataan maupun bentuk pengaplikasian di tiap negara anggota. Proses pencapaian kesepakatan terkadang bisa memakan waktu
4
Troika terdiri dari ketua sebelum, yang sedang menjabat, dan akan menjabat di G-20. Fungsi lain Troika adalah memastikan ketua yang dan akan terpilih telah siap menjalankan tugasnya.
39
yang lama, misalnya pencapaian restrukturisasi sistem kuota di International Monetary Fund (IMF) yang pembahasannya masih berlangsung hingga sekarang. G-20 memiliki dua jenis pertemuan yang dihelat setiap tahun5. Pertemuan antar pemimpin tiap negara anggota menjadi puncak pertemuan, sedangkan untuk pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral yang juga melibatkan Managing Director dari IMF, presiden dari Bank Dunia, bersama dengan para ketua dari the International Monetary and Financial Committee (IMFC) dan the Development Committee (DC), dilakukan beberapa kali sebelum dan sesudah pertemuan para pemimpin. Tujuannya untuk mulai melakukan negosiasi dini dan membahas masalah teknis untuk mengaplikasikan hasil konsensus. Pada tiap pertemuan, jumlah negara/organisasi yang diundang sebagai tamu sangat terbatas begitupun dengan kesempatan untuk memberikan pendapat. Hal ini dilakukan untuk mengefektifkan waktu mencapai konsensus. Namun semenjak pertemuan di Korea Selatan pada tahun 2010, kelompok bisnis juga mulai dilibatkan dalam acara terpisah. Carin menyatakan penambahan kelompok kepentingan diperlukan sebab, The legitimacy of the decisions and directions taken by the G-20 depends on the degree to which those left out feel represented by the process – the greater their perception of inclusion, the more likely they will be to adopt or endorse G-20 policy positions.6 Keikutseraan banyak pihak akan meningkatkan legitimasi yang dimiliki oleh G-20, dengan demikian kebijakan yang dihasilkan akan lebih representatif 5
Semenjak tahun 2011, pertemuan pemimpin negara anggota dilakukan tiap tahun, sebelumnya semenjak pertemuan pertama di tahun 2008, pertemuan digelar dua kali dalam setahun. 6 Carin, Barry et al, “Making the G-20 Summit Process Work: Some Proposals for Improving Effectiveness and Legitimacy,” CIGI G-20 Paper, no. 2, 2010, dikutip oleh Gordon S. Smith, “G7 To G8 To G-20: Evolution in Global Governance,” CIGI G-20 Paper, no. 6, 2011, hal. 7.
40
dan efektif. Hingga saat ini bentuk keputusan yang dihasilkan oleh G-20 dikeluarkan dalam bentuk Communiqué atau deklarasi. Kelompok ini tidak memiliki jalur untuk memaksakan implementasi dari perjanjian yang telah disepakati, sebab komitmen bersifat tidak mengikat dan tidak adanya bentuk pemaksaan formal yang dapat dilakukan. Untuk itu, jalan yang sering digunakan adalah melakukan moral suasion. 1.
Peran G-20 dalam Penguatan Pasar Finansial Fokus utama G-20 bertujuan untuk mencapai konsensus, utamanya
dalam lingkupan penguatan pasar finansial. Dengan demikian, G-20 secara aktif mendiskusikan kebijakan fiskal dan moneter. Untuk kebijakan fiskal, isu yang sering didiskusikan adalah mekanisme untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengeluaran negara, desain kerangka fiskal jangka menengah, dan kordinasi untuk pengaturan pengeluaran di berbagai tingkatan berbeda didalam struktur pemerintahan.7 Sedangkan kebijakan moneter umumnya membahas hubungan antarbank, bentuk penguatan mata uang serta suku bunga. Pada tahun 2004, G-20 mengeluarkan Reform Agenda untuk mengimplementasikan G-20 Accord for Sustained Growth. Meskipun agenda ini tengah berjalan, namun hingga sekarang terdapat beberapa kendala untuk menyelesaikan agenda tersebut. Seperti kurangnya tinjauan negara anggota yang telah mewujudkan komitmennya serta pengaturan
7
Group of Twenty, The Group of Twenty: A History, Afrika Selatan, Group of Twenty, 2007, hal. 39.
41
kurs dan intervensi terhadap valuta asing juga belum mencapai kesepakatan. Pada tahun 2010, dilakukan penguatan terhadap agenda reformasi tersebut dengan menggunakan empat pilar8, yakni: 1.
Kerangka aturan yang kuat (pembuatan rezim global untuk modal bank dan likuiditas, yang bekerjasama dengan Financial Stability Board (FSB)9).
2.
Pengawasan yang kuat (bekerjasama dengan FSB dan IMF, disertai dengan kordinasi dari Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral).
3.
Pembentukan lembaga sistematis untuk pembuatan resolusi terkait keuangan.
4.
Penilaian internasional yang transparan dan peer review. Ditegaskan kembali melalui konsensus yang tercapai pada tahun
yang sama di Seoul melalui pernyataan: We will move toward more market-determined exchange rate systems and enhance exchange rate flexibility to reflect underlying economic fundamentals and refrain from competitive devaluation currencies.10 Disatu sisi, G-20 telah berhasil mereformasi kebijakan dilevel mikroekonomi, yakni dengan berjalannya progres yang positif terhadap pelaksanaan standar dan prosedur yang dikembangkan oleh institusi 8
Group of 20, The G-20 Toronto Summit Declaration, Kanada, G-20, 2010, hal. 4-5. FSB bertujuan untuk melakukan kordinasi pada tingkaan internasional mengenai kerja dari tiap institusi finansial negara dan standar internasional yang berlaku. Kordinasi ini bertujuan untuk mengembangkan dan mempromosikan implementasi dari kebijakan di sektor keuangan. (Financial Stability Board, Report to the G-20 Los Cabos Summit on Strengthening FSB Capacity, Resources and Governance, Financial Stability Board, 2012, hal. 2) 10 Group of 20, The Seoul Summit Document, Korea Selatan, G-20, 2010, hal. 1. 9
42
Bretton Woods untuk meningkatkan transparansi dan menguatkan sistem finansial di level domestik. Penataan standar juga secara berkala ditinjau kembali dalam laporan11 yang dikeluarkan melalui kerjasama G-20 dengan World Trade Organisation (WTO), United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), dan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). Diskusi yang dilakukan G-20 telah membantu terciptanya tahap awal perkenalan aksi kolektif terkait kontrak surat utang di tingkat internasional, dan pengadopsian informal code of conduct untuk peminjam dan pemberi pinjaman. Selain itu, G-20 juga berperan aktif untuk mendiskusikan
reformasi
kuota
dan
sistem
perwakilan
didalam
International Monetary Fund (IMF). Beberapa bentuk kebijakan reformatif yang telah digalakkan oleh anggota G-20 adalah progres substansial peningkatkan
yang dibuat untuk manajemen
menguatkan
resiko,
prudential
memperkuat
oversight,
transaparansi,
mempromosikan pasar yang terintegritas, menyusun pengawasan secara kolektif, serta menyertakan kerjasama internasional. Pada tahun 2014, berbagai kebijakan reformatif kembali dirancang melalui pertemuan di Brisbane, yakni meningkatkan kemampuan modal bank dan posisi likuiditasnya serta membuat pasar derivatif menjadi lebih aman. Terkait dengan peningkatan kemampuan bank, G-20 bekerjasama dengan FSB dan Basel, sedangkan kerjasama untuk memodernisasi 11
Laporan yang dikeluarkan berjudul Reports on G-20: Trade and Investment Measures, dikeluarkan dua kali setahun yakni pada saat musim gugur dan panas.
43
peraturan terkait pajak internasional dilakukan dengan OECD Base Erosion and Profit Sharing (BEPS). G-20 juga merancang rencana kerja untuk mendukung pengembangan dan memperdalam kekuatan pasar surat utang yang menggunakan mata uang lokal.12 Konsistensi G-20 terhadap penguatan pasar finansial dapat dilihat dari topik pembahasan utama pada setiap pertemuan. Topik tersebut tercantum pada tabel 1. Tabel 1 Topik Pembahasan Penguatan Finansial oleh G-20
12
Tempat pelaksanaan
Waktu pelaksanaan
1
Washington, Amerika Serikat
November 2008
2
London, Inggris
April 2009
3
Pittsburgh, Amerika Serikat
September 2009
4
Toronto, Kanada
Juni 2010
Hasil terkait penguatan finansial Berjanji untuk melakukan kordinasi terkait reformasi kebijakan finansial, fokus untuk memperluas kebijakan makroekonomi, baik dibidang fiskal dan moneter serta menahan diri dari kebijakan perdagangan yang proteksionis. Komitmen untuk melakukan kordinasi terkait kebijakan stimulus fiskal, membentuk FSB dengan tujuan mengordinasi dan mengawasi proses reformasi peraturan. Mengumumkan bahwa, mulai dari sekarang, G-20 akan menjadi forum „premier‟ untuk kerjasama tingkat internasional di bidang ekonomi. Lima area fokus meliputi pertumbuhan ekonomi, memperbaiki ketidakseimbangan global,
Group of 20, Cannes Summit Final Declaration: “Building Our Common Future: Renewed Collective Action For The Benefit of All”, Perancis, G-20, 2011, hal. 2.
44
reformasi sektor finansial, lembaga finansial dan pengembangan tingkat internasional, dan melawan kebijakan proteksionis serta mempromosikan perdagangan dan investasi. Menyokong standar modal yang lebih kuat untuk bank Seoul, Korea 5 November 2010 dan menyadari pentingnya Selatan studi lanjut mengenai kontrol terhadap modal. Fokus terhadap rancangan untuk mereformasi sistem 6 Cannes, Perancis November 2011 moneter ditingkat internasional. Fokus terhadap perdagangan, Los Cabos, arsitektur keuangan 7 Juni 2012 Meksiko internasional dan volatilitas harga komoditas. Fokus terhadap investasi, perdagangan multilateral, serta peraturan finansial. St. Petersburg, Terdapat juga usulan untuk 8 September 2013 Rusia membentuk jalur formal kebijakan luar negeri didalam G-20 yang akan bersesuaian dengan jalur keuangan. Sumber: Website G-20, http://www.g20.org; diakses pada tanggal 25 Maret 2015.
2.
Dukungan G-20 terhadap Rezim Liberalisasi Finansial Salah satu indikator perkembangan ekonomi internasional adalah
perdagangan internasional, dimana komoditas dijadikan sebagai objek utama. Salah satu komoditas yang diperdagangkan adalah uang, yang proses penyebarannya terjadi dalam lingkup liberalisasi finansial. Kaminsky dan Schmukler telah membuat peta perkembangan liberalisasi finansial untuk negara maju dan berkembang. Secara umum terdapat dua
45
bagian besar, yakni pada tahun 1970-an dan 1980-an. Pasar saham di negara maju mulai diliberalisasikan pada awal tahun 1970-an, sementara pasar modal dan sektor finansial tingkat domestik masih dilindungi hingga awal tahun 1980-an. Pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an, modal hampir secara keseluruhan telah diliberalisasikan di semua negara maju. Sedangkan untuk negara berkembang, proes liberalisasi telah terjadi semenjak tahun 1970-an, namun segera berakhir ketika terjadi krisis utang pada tahun 1982 yang mengakibatkan dibuatnya kembali aturan ketat terhadap modal hingga akhir 1980-an. Selanjutnya dideskripsikan karakteristik proses liberalisasi finansial untuk tiap region: All the G-7 countries deregulate the stock market first. European countries adopt a more mixed approach (25 percent liberalize the domestic financial sector first with the rest deregulating the stock market first). Asian countries follow a mixed strategy: some deregulate the domestic financial sector, while some others the stock market. Capital account liberalization in All Asian countries take place subsequently.13 Sedangkan menurut John Williamson dan Molly Mahar terdapat dua area finansial yang secara bertahap diliberalisasikan, yakni institusi keuangan domestik kemudian neraca modal. Pencapaian kedua area ini, berjalan beriringan dengan makin terbukanya kesempatan untuk investasi portofolio bagi pihak asing. Proses liberalisasi finansial kemudian makin dikukuhkan melalui penetapan Konsensus Washington sebagai resep yang dijalankan guna
13
Graciela Laura Kaminsky dan Sergio L. Schmukler, “Short-Run Pain, Log-Run Gain: The Effects of Financial Liberalization,” Wahington, 2003, dikutip oleh Philip Arestis dan Asena Caner, Financial Liberalization and Poverty, New York, The Levy Economic Institute, 2004, hal. 3.
46
menghindari dunia dari krisis yang terjadi sebelum tahun 1989. Di dalam konsensus tersebut, terdapat 10 poin14 yang merujuk kepada stabilisasi makroekonomi, pembukaan pasar untuk kegiatan perdagangan dan investasi, serta peningkatan kekuatan pasar domestik. Diantara 10 poin tersebut, terdapat dua poin yang mendukung liberalisasi finansial, yakni: a. Liberalisasi perdagangan, dengan menghapuskan berbagai jenis restriksi, b. Deregulasi, dengan mengubah kebijakan yang membatasi kompetisi, serta menganjurkan pembuatan lembaga keuangan yang kompeten. Kedua poin tersebut meningkatkan potensi bagi berbagai jenis barang dan jasa menjadi bagian komoditas yang bisa diperdagangkan. Dengan makin meluasnya aktifitas perdagangan internasional, maka alat pertukaran
pun
dapat
diperdagangkan,
kemudian
dengan
makin
meningkatnya kebutuhan modal untuk produksi, maka surat utang pun diperdagangkan. Bentuk perdagangan kedua komoditas tersebut berada dalam lingkupan pasar finansial. Dengan makin terintegrasinya perekonomian dunia pasca era perang dingin, maka berbagai organisasi kemudian menjadi pendukung utama agar liberalisasi finansial makin meluas. Organisasi tersebut utamanya berasal dari institusi Bretton Woods. Dibentuk berbagai aturan 14
What
Washington Means by Policy Reform, http://www.iie.com/publications/papers/paper.cfm?researchid=486, diakses pada tanggal 26 Maret 2015.
47
dan perjanjian yang digunakan untuk mendukung proses liberalisasi finansial termasuk di bidang portofolio. G-20 sebagai salah satu organisasi pendukung program institusi Bretton Woods kemudian juga menjalankan berbagai pertemuan membahas usaha meliberalkan sektor finansial. Berbagai pernyataan dukungan oleh G-20 terhadap liberalisasi finansial termasuk investasi portofolio telah dipublikasikan diberbagai deklarasi hasil pertemuan. Seperti “Anggota dari G-20 harus menunjukkan kepemimpinan untuk melanjutkan era keterbukaan pasar”15, “We remain committed to further trade liberalization”16; “We have successfully maintained our strong commitment to resist protectionism”17; “Pasar yang terbuka memainkan peran yang pivot untuk mendukung pertumbuhan dan pembukaan pekerjaan.”18 Pernyataan tersebut merupakan ungkapan keikutsertaan G-20 dalam berbagai usaha liberalisasi termasuk pasar finansial, salah satunya dengan menolak berbagai bentuk restriksi. Bentuk
kerjasama
antara
G-20,
IMF
dan
Bank
Dunia
dideskripsikan pada hasil pertemuan di St. Petersburg, Rusia. IMF membantu menyediakan analisa bagaimana kinerja para anggota dalam tingkatan regional dalam hal pelaksanaan kebijakan. Selain itu IMF juga membantu Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral tiap negara anggota dalam proses perumusan kebijakan yang diharapkan konsisten
15
Group of 20, The Seoul Summit Document, Korea Selatan, G-20, 2010, hal. 10; World Trade Organization, OECD, UNCTAD, Reports on G-20: Trade and Investment Measures for Mid-May to Mid-October 2012, WTO OMC, 2012, hal. 6. 16 Group of 20, Leaders’ Statement: The Pittsburgh Summit, Rusia, G-20, 2009, hal. 19. 17 Group of 20, The G-20 Toronto Summit Declaration, Kanada, G-20, 2010, hal.1. 18 Ibid hal.7.
48
dengan usaha membangun perekonomian dunia. Sedangkan Bank Dunia memberikan
bantuan
melalui
nasehat
terhadap
proses
untuk
mempromosikan pengembangan dan pengurangan kemiskinan sebagi tahap untuk menyeimbangkan kembali pertumbuhan global. Pada setiap pertemuan, umumnya kedua institusi ini memiliki peranan untuk menyediakan para ahli dalam hal teknis untuk memperluas pandangan para anggota G-20 pada saat mengadakan diskusi. Mereka juga menyediakan dokumen yang mendukung kondusifnya diskusi, misalnya IMF menyediakan global outlook yang ditujukan untuk membantu proses pengawasan terhadap perekonomian global. Bentuk pengaplikasian lain G20 dibawah Bretton Woods System adalah: “The ones who contribute more to capital money have a larger or stronger voice to run the institution projects.”19 Pernyataan ini menjelaskan, meskipun bersifat egaliter, kekuatan suara didalam G-20 tetap dipengaruhi oleh besarnya kepemilikan modal. Pada tahun 2001, anggota G-20 menyepakati bahwa kebijakan domestik yang kuat merupakan faktor esensial. Terdapat juga persetujuan bahwa liberalisasi modal membutuhkan proses bertahap, dengan didukung peraturan dan pengawasan finansial yang kuat. Keinginan kuat G-20 untuk menciptakan pasar finansial yang akomodatif dan terbuka dapat dilihat dari nilai-nilai inti yang dikeluarkan pada pertemuan di Pittsburgh pada tahun 2009. Nilai-nilai ini berfungsi untuk menciptakan pasar finansial 19
Zamroni Salim, “Indonesia in the G-20: Benefits and Challenges Amidst National Interests and Priorities” dalam Hofmeister, Wilhelm (Ed.), G-20: Perceptions and Perspective for Global Governance, Singapura, KAS, 2010, hal. 95.
49
yang mampu mendukung ekonomi berkelanjutan. Nilai-nilai tersebut dipaparkan sebagai berikut: We have a responsibility to reject protectionism in all its forms, support open markets, foster fair and transparent competition, and promote entrepreneurship and innovation across countries; We have a responsibility to ensure, through appropriate rules and incentives, that financial and other markets function based on propriety, integrity and transparency and to encourage businesses to support the efficient allocation of resources for sustainable economic performance.20
Pada pertemuan di St. Petersburg, Rusia, tanggal 5-6 September 2013, pemimpin G-20 memberikan pernyataan yang kuat terkait komitmen untuk menjadikan perdagangan bebas dan investasi sebagai langkah krusial untuk mengembalikan pertumbuhan global.21 Hal ini juga dimuat diberbagai dokumentasi hasil pertemuan G-20 lainnya.22 Pada pertemuan yang berlangsung di Cannes, anggota G-20 setuju bahwa untuk menjawab berbagai tantangan yang ada, maka konsesus politik sangat dibutuhkan, dengan demikian G-20 diharuskan untuk efisien, transparan, dan memiliki akuntabilitas. Ini dikukuhkan melalui pernyataan:
We reaffirm that the G-20’s founding spirit of bringing together the major economies on an equal footing to catalyse action is fundamental and therefore agree to put our collective political will 20
Group of 20, Leaders’ Statement: The Pittsburgh Summit, Amerika Serikat, G-20, 2009, hal. 20. World Trade Organization, OECD, UNCTAD, Reports on G-20: Trade and Investment Measures for Mid-November 2013 to Mid-May 2014, WTO OMC, 2014, hal. 1. 22 Group of 20, The Seoul Summit Document, Korea Selatan,G-20, 2010, hal. 2; Group of 20, Cannes Summit Final Declaration: “Building Our Common Future: Renewed Collective Action For The Benefit of All”, Perancis, G-20, 2011, hal. 13; World Trade Organization, OECD, UNCTAD, Reports on G-20: Trade and Investment Measures for Mid-May to MidOctober 2014, WTO OMC, 2014, hal. 1. 21
50
behind our economic and financial agenda, and the reform and more effective working of relevant international institutions.23 Selain itu, sebelumnya pada pertemuan di Seoul, anggota G-20 juga telah mengukuhkan komitmen untuk menghindari proteksi finansial dan sadar dengan akibat dari penyebaran kegiatan tersebut yang dapat merugikan investasi dan memperlambat proses pemulihan ekonomi global.24 Tidak hanya dengan tidak melakukan proteksi, usaha untuk menjaga pasar agar tetap terbuka dan usaha liberalisasi perdagangan dan investasi harus dilakukan untuk mengurangi kesenjangan pembangunan.25 Tindakan proteksi dan kebijakan inward-looking, dianggap hanya akan menambah masalah global dan berpotensi memunculkan tit-for-tat reaction.26 Salah satu usaha yang dilakukan sebagaimana yang disepakati pada pertemuan di Brisbane pada 15-16 November 2014, adalah sinergitas kebijakan
makroekonomi.
Untuk
proses
pengawasan
kebijakan
perdagangan dan investasi, G-20 bekerjasama dengan WTO, OECD, dan UNCTAD. Dari hasil pertemuan yang sama di Brisbane, G-20 bekerjasama dengan OECD membentuk beberapa prinsip untuk menjaga sumber investasi agar dapat berguna secara jangka panjang, yakni: 1.
Prekondisi untuk investasi jangka panjang.
23
Group of 20, Cannes Summit Final Declaration: “Building Our Common Future: Renewed Collective Action For The Benefit of All”, Perancis, G-20, 2011, hal. 19. 24 Group of 20, The Seoul Summit Document, Korea Selatan,G-20, 2010, hal. 2. 25 Ibid hal. 10; World Trade Organization, OECD, UNCTAD, Reports on G-20: Trade and Investment Measures for Mid-May to Mid-October 2012, WTO OMC, 2012, hal. 3. 26 Ibid hal. 4.
51
2.
Pengembangan investor yang institusional dan simpanan jangka panjang.
3.
Penguasaan terhadap investor yang institusional, remunerasi, dan pengaturan aset.
4.
Regulasi keuangan, penaksiran, dan perlakuan pajak.
5.
Peciptaan sarana untuk keuangan dan dukungan terhadap investasi jangka panjang dan kolaborasi dengan investor yang institusional.
6.
Pembagian informasi.
Keenam prinsip ini bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumer dalam hal ini investor dengan perlakuan kebijakan yang fleksibel. Ciri khas dukungan terhadap rezim liberalisasi finansial terlihat pada unsur pembagian informasi yang bertujuan untuk mempermudah pengawasan dan mengurangi kesenjangan informasi serta meningkatkan likuiditas modal. Selain itu, guna dari prinsip ini adalah menjaga kontinuitas investor agar tetap berinvestasi tanpa mengurangi sifat likuiditas dari modal. Berbeda dengan berbagai inisiatif dan janji untuk mengurangi kebijakan proteksionis dan restriktif, ternyata ditemukan hal yang berbeda di lapangan. Anggota G-20 pada periode pengamatan pertengahan Mei ke pertengahan Oktober pada tahun 2014, mengaplikasikan sebanyak 93 peraturan restriktif baru, jumlah ini hampir sama dengan periode pengamatan enam bulan sebelumnya yakni sebanyak 112 peraturan. 52
Semenjak tahun 2008, terdapat 1244 kebijakan restiriktif dan hanya 282 diantaranya yang telah dihapuskan.27 B.
Persepsi Indonesia terhadap G-20 & Rezim Liberalisasi Finansial, khususnya Investasi Portofolio Asing. 1.
Keikutsertaan Indonesia di G-20 Indonesia telah menjadi anggota semenjak awal terbentuknya G-20
pada tahun 1999. Hingga saat ini, Indonesia merupakan satu-satunya perwakilan region Asia Tenggara yang terkenal sebagai pasar dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang menjanjikan. Mengikut pada prinsip dasar politik luar negeri Indonesia, yakni bebas aktif, maka keikutsertaan Indonesia dalam G-20 dianggap sebagai langkah aktif untuk mencapai kepentingan nasional dan turut serta membentuk topik-topik pembahasan ekonomi dunia. Nanang Hendarsah mengatakan, “The Indonesia’s thin market is too fragile to face a huge and uncertain global financial market.”28 Kondisi pasar yang dependen, mendorong keikutsertaan sebagai langkah strategis Indonesia apalagi melihat hubungan dagang dan investasi yang makin terintegrasi. Berdasarkan agenda reformasi yang dirancang oleh G-20 untuk pertumbuhan berkelanjutan, khususnya semenjak pertemuan di Berlin, 21 November 2004, terlihat fokus Indonesia pada beberapa agenda G-20.
27
World Trade Organization, OECD, UNCTAD, Reports on G-20: Trade and Investment Measures for Mid-May to Mid-October 2014, WTO OMC, 2014, hal. 4. 28 Nanang Hendarsah, Challenges and Policy Options in Managing Portfolio Investment Flows: Bank Indonesia’s Recent Expereices, Directorate of Economic Research and Monetary Policy, Bank Indonesia, 2010, hal. 6.
53
Indonesia fokus pada pengembangan manajemen terhadap utang publik, transparansi dan konsolidasi fiskal, promosi tentang stabilitas pasar keuangan dan usaha membentuk pemerintahan yang baik dan bersih.29 Langkah-langkah yang telah diambil Indonesia meliputi usaha untuk mengembangkan sistem akuntansi pemerintahan dengan tujuan transparansi anggaran dan alokasinya. Begitupula transparansi kerjasama antara pemerintah dan institusi privat. Indonesia juga mendukung sepenuhnya Communiqué yang dihasilkan melalui pertemuan di Afrika Selatan pada November 2007 yakni komitmen untuk memperkuat kredibilitas, efektifitas, dan legitimasi dari IMF dan Bank Dunia. Dalam kerja konstruktif lainnya. Indonesia juga banyak terlibat sebagaimana yang tercantum pada tabel 2
Tabel 2 Peranan Indonesia Dalam Pembahasan Penguatan Finansial di G-2030 29
Zamroni Salim,”Indonesia in the G-20: Benefits and Challenges Amidst National Interests and Priorities” dalam Hofmeister, Wilhelm (Ed.), G-20: Perceptions and Perspective for Global Governance, Singapura, KAS, 2010, hal. 100. 30 Sumber: Zamroni Salim,”Indonesia in the G-20: Benefits and Challenges Amidst National Interests and Priorities” dalam Hofmeister, Wilhelm (Ed.), G-20: Perceptions and Perspective for Global Governance, Singapura, KAS, 2010, hal. 103-104.
54
Perjanjian G-20/Momentum
Ide/Konsep
Indonesia: Peran regional, capaian global di London School Of Economics and Political Science (LSE), London, 31 Maret 2009
Membersihkan aset dalam sistem keuangan yang tertular (sakit/rusak) dan akses pasar untuk negara berkembang.
Pertemuan di Washington tahun 2008
A global expenditure fund
Deskripsi Proposal yang diajukan Indonesia: Membersihkan aset dalam sistem keuangan, menggabungkan negara berkembang untuk melawan krisis ekonomi global, menciptakan reformasi biaya pengeluaran dan arsitektur finansial secara global. Indonesia mempromosikan dan mendukung ide untuk membuat dana pengeluaran global yang berfungsi sebagai buffer stock dan penyedia dukungan finansial untuk negara berkembang.
Ikutnya Indonesia sebagai anggota G-20 dan posisinya sebagai salah satu negara dengan kekuatan yang besar di region Asia Tenggara membawa banyak dukungan dan harapan. Anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) mengharapkan Indonesia mampu mewakili kepentingan kawasan dalam setiap diskusi ekonomi yang digelar oleh G-20. Dengan kata lain, sebagaimana yang dipromosikan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia
55
di Thailand pada Oktober 2009, ASEAN telah memposisikan Indonesia sebagai mediator untuk G-20.31 Bentuk pengaruh keterlibatan Indonesia sebagai anggota G-20 di kawasan ASEAN untuk membentuk kestabilan pasar keuangan dapat dibaca pada tabel 3 berikut. Tabel 3 Peran Indonesia terhadap Kestabilan Pasar Keuangan di Kawasan ASEAN32 Perjanjian/Momentum
31 32
Ide/Konsep
Oktober 2009 – Pertemuan kelimabelas ASEAN di Hua Hin, Thailand
ASEAN G-20 Contact Group
Oktober 2009 – Pertemuan kelimabelas ASEAN di Hua Hin, Thailand
Chiang Mai Multilateral Initiative (CMIM)
25 November 1999 – Pertemuan level menteri (Khusu untuk menteri keuangan), Manila, Filipina
Solusi untuk perbaikan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan juga untuk memperhitungkan peranan ASEAN di arsitektur keuangan global
Deskripsi Kelompok ini dibentuk sebagai respon terhadap keanggotaan Indonesia di G-20. Tujuannya untuk mengordinasikan posisi ASEAN dan kepentingannya pada pertemuan G-20 Pada akhir tahun 2009, diluncurkan dana sebanyak 120 milyar dolar Amerika Serikat untuk merespon krisis keuangan global di Asia Tenggara Kebijakan moneter dan fiskal telah diaplikasikan untuk mencapai kesembuhan pertumbuhan ekonomi. Reformasi terhadap institusi keuangan juga telah diupayakan untuk
Viva news. ASEAN Puji Indonesia Masuk G-20. Sabtu, 24 Oktober 2009. Zamroni Salim,”Indonesia in the G-20: Benefits and Challenges Amidst National Interests and Priorities” dalam Hofmeister, Wilhelm (Ed.), G-20: Perceptions and Perspective for Global Governance, Singapura, KAS, 2010, hal. 103-104.
56
3 Juni 2009 – Pernyataan media bersama pada Kerjasama ASEAN+3 sebagai respon terhadap ekonomi global dan krisis finansial, Bangkok, Thailand
Bekerja pada pengembangan dan kondisi ekonomi global serta krisis keuangan
7-8 Mei 2011 – Pernyataan ketua pada pertemuan kedelapanbelas ASEAN, Jakarta, Indonesia
Komunitas ASEAN di dalam Komunitas Negara-negara secara global
diimplementasikan Pembentukan Asian Bond Market Initiative (ABMI), menugaskan menteri keuangan untuk mengawasi bahaya krisis dan menciptakan kebijakan yang responsive Keinginan ASEAN untuk aktif dan terhubung dengan reformasi ekonomi secara global. ASEAN juga menyatakan dukungan untuk reformasi institusi keuangan dan komitmen untuk perdagangan yang bebas dan adil, sebagaimana yang G20 ajukan.
ASEAN kini juga sering mendapatkan undangan sebagai tamu dalam berbagai pertemuan yang digelar oleh G-20. Kemajuan ini berkat partisipasi dan promosi aktif Indonesia didalam G-20. Indonesia memegang peranan penting sebagai perwakilan kepentingan tidak hanya bagi negara di region Asia Tenggara, namun juga negara berkembang lain pada umumnya.
57
2.
Posisi Penting Investasi Portofolio Asing di Indonesia Indonesia sebagai salah satu negara dengan prospek pertumbuhan
yang baik tentu menarik perhatian berbagai investor untuk mengalirkan modalnya ke Indonesia. Nanang Hendarsah menjelaskan bahwa, “A significant proportion is being invested in public fixed income government bond/note namely Government Bonds (SUN), Central Bank Bill (SBI), and Equity.”33 Signifikan jumlah pemasukan dapat dilihat dari kepemilikan investor asing di Surat Utang Negara (SUN) per 25 Februari 2015 mencapai Rp 508,0 triliun, sejak awal Februari, modal investor asing yang masuk sebesar Rp 7,5 triliun, sedangkan sejak awal tahun Rp 47 triliun, kemudian di Bursa Efek Indonesia, modal asing yang masuk sejak awal 2015
sebesar
Rp
10
triliun.34
Tiap
jenis
portofolio
memiliki
karakterisasinya masing-masing, meskipun memiliki tujuan pembiayaan. SUN berasal dari pemerintah, SBI berasal dari Bank Indonesia, dan Saham berasal dari perusahaan milik pemerintah maupun swasta. Diagram 1 dan 2 menjelaskan signifikansi aliran modal dari tiap portofolio tersebut.
33 34
Nanang Hendarsah, Op.cit., hal. 4. Kompas, 28 Februari 2015, Pembalikan Modal Asing Tetap Diwaspadai, hal. 20.
58
Diagram 1: Aliran Bruto Modal Portofolio berdasarkan Negara, rentang waktu 2009-201335
Diagram 2: Aliran Dana Asing dalam Bentuk Portofolio ke Indonesia
Sumber: Bank Indonesia Aliran modal yang masuk, bila berkelanjutan, maka akan memberikan keuntungan ekonomi dengan meningkatkan integrasi pasar finansial 35
domestik
dengan
pasar
global.
Keuntungannya
seperti
International Monetary Fund Staff, Global Financial Stability Report – Moving from Liquidityto Growth-Driven Markets, Washington, International Monetary Fund, April 2014, hal. 72.
59
pembiayaan
strategis
berbagai
sektor,
stimulasi
konsumsi,
dan
peningkatan potensi pertumbuhan ekonomi. Makin banyaknya pembelian Sertifikat Bank Indonesia (SBI) oleh pihak asing akan menjamin makin variatifnya pilihan. Pilihan itu mencakup bunga pinjaman yang lebih murah karena bank semakin efisien dan layanan bank semakin banyak serta kemudahan akses perbankan yang lebih luas.36 Di Indonesia, liberalisasi finansial dimulai pada tahun 1973, dan secara signifikan terjadi pada rentang 1989-1996. Untuk melihat rentang proses liberalisasi finansial dapat mengambil patokan antara tahun 1973 dan 1996. Hal ini disebabkan karena pada tahun 1973 merupakan tahun awal deregulasi perizinan terhadap modal asing. Perubahan tersebut dapat dilihat pada tabel 4 berikut: Tabel 4 Sejarah Liberalisasi Finansial Indonesia, 1973-1996
Kontrol Suku Penghalang Kredit Bunga Masuk
Indonesia
1973 1996
36
B:R
B:R
R
Peraturan Aliran Operasi Privatisasi Modal Pemerintah Internasional
R
R
LL
LL L LL R R LL Sumber: Laporan dari staf IMF dan Bank Dunia serta survey dari OECD. Catatan: L – liberalized, LL – largely liberalized, R – repressed, B – bank.
Dewi Indriastuti, Indonesia yang Dilirik, Kompas, 9 Januari 2013, hal. 17.
60
Kemudian secara signifikan, oleh Williamson dan Mahar, dideskripsikan proses perubahan kebijakan di Indonesia terkait liberalisasi finansial di periode 1973 hingga 1996 melalui tabel 5 berikut: Tabel 5 Perubahan Kebijakan Sektor Finansial, 1973-199637 Jenis perubahan
Kontrol kredit
Suku bunga
Penghalang masuk
Peraturan operasi pemerintah Privatisasi Aliran modal internasional
Kebijakan terkait Liberalisasi Finansial Sistem tentang alokasi kredit bank dibuat semenjak tahun 1983. Bank disyaratkan untuk mengalokasi 20% pinjaman ke bisnis kecil setelah tahun 1990. Syarat cadangan diturunkan hingga 2% dari jumlah deposit di tahun 1988. Bank kemudian harus memperpanjang 80% dari pinjaman valuta asing ke eksportir. Sebagian besar deposit dan pinjaman dibebaskan di tahun 1983. Beberapa kredit likuiditas untuk beberapa sektor penting tetap diatur hingga tahun 1988. Pengendalian bank sentral kemudian dihapuskan pada tahun 1991. Monopoli dari bank kepemilikan negara untuk deposit dari badan usaha milik negara dihapuskan pada tahun 1988. Aktifitas institusi finansial mulai diperluas semenjak tahun 1988. Bank asing mulai diizinkan untuk membuka usaha di tahun yang sama. Bank milik negara masih sering diintervensi oleh kepentingan politik. Pasar modal diprivatisasi pada tahun 1990. Kebanyakan transaksi mulai diliberalisasi di tahun 1971. Beberapa restriksi untuk aliran masuk tetap ada. Peraturan yang mengahruskan eksportir untuk menjual pendapatan valas mereka ke bank dihapuskan pada tahun 1982.
Sumbangan modal investasi portofolio oleh pihak asing yang sangat besar memberikan berbagai keuntungan namun juga integrasi yang makin mendalam. Cadangan devisa kita selama ini dibangun dari uang panas,
37
John Williamson dan Molly Mahar, A survey of Financial Liberalization, Department of Economics of Princeton University, 1998, hal. 16.
61
ketika uang panas keluar maka nilai tukar akan terimbas.38 Begitupula sebaliknya, jika mata uang melemah karena satu perihal, maka akan terjadi aksi jual akibat rugi kurs. Untuk kejelasan transaksi investasi, termasuk didalamnya investasi portofolio asing, pemerintah telah membuat konstitusi khusus terkait modal asing, yakni UU 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal39. Selain itu, terdapat pula beberapa aturan pendukung seperti: a.
Keputusan Bersama Kementerian Luar Negeri dan Menteri Negara Investasi/Ka.BKPM Nomor KB076/OT/99/01 & 10/SK/1999 Tahun 1999. Tentang penugasan khusus kepada perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri untuk lebih menarik masuknya investasi ke Indonesia,
b.
Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 61/SK/2004 Tahun 2004. Tentang pengendalian pelaksanaan penanaman modal kemudian Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 71/SK/2004 Tahun 2004. Tentang perubahan atas keputusan kepala badan koordinasi penanaman modal nomor 61/SK/2004 tentang pengendalian pelaksanaan penanaman modal,
c.
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006. Tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi,
38 39
Kompas, 7 Maret 2015, IHSG Menembus Level 5.500, hal. 20. UU ini merupakan bentuk paling mutakhir dari dua undang-undang sebelumnya, yakni UU Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing dan UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
62
d.
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008. Tentang Investasi Pemerintah, dan
e.
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2012. Tentang Rencana Umum Penanaman Modal.
Kemudian, melihat pentingnya investasi portofolio asing maka pemerintah Indonesia melalui berbagai instansi keuangan nasional melakukan berbagai kordinasi dalam bentuk forum stabilitas sistem keuangan, pembagian tugas dan fungsi tiap instansi dapat dilihat pada tabel 6 berikut: Tabel 6 Peranan Instansi terkait Indonesia dalam Investasi Portofolio Instansi Indonesia
Tahun Terbentuk
Peranan dalam Investasi Portofolio
Bertugas mengatur dan mengawasi Otoritas Jasa Keuangan 2011 penyelenggaraan transaksi investasi portofolio. Mencapai dan menjaga kestabilan Bank Indonesia 1953 nilai rupiah melalui kebijakan moneter dan diskonto. Melalui Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko, mengatur Kementerian Keuangan 2008 transaksi portofolio utang pemerintah. Merumuskan kebijakan pemerintah dibidang penanaman modal bank Badan Kordinasi dalam dan luar negeri, serta 1973 Penanaman Modal melakukan kordinasi kerjasama instansi keuangan dan Bank Indonesia. Sumber: Data diolah sendiri berdasarkan website setiap institusi terkait.
63
Tiap-tiap
institusi
keuangan
kemudian
secara
independen
membentuk berbagai kebijakan strategis masing-masing yang pada umumnya bertujuan untuk mengefektikan kondisi perekonomian dengan tujuan menarik sebanyak mungkin investasi dan menahan agar modal tetap berada di pasar domestik Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi tiang utama yang mengatur langsung transaksi didalam pasar modal yang sebelumnya dibawahi oleh Badan Pengawas dan Pelaksana Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Perpindahan ini terjadi semenjak 1 Januari 2013 melalui UU Nomor 21 Tahun 2011, tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pembentukan OJK dianggap sebagai salah satu bentuk kebijakan pemerintah dengan membentuk institusi independen yang berfungsi mengatur dan mengawasi pasar keuangan. Institusi ini bertujuan untuk menghasilkan kinerja yang sinergis dan efisien.40 OJK menganggap investasi portofolio memiliki peranan penting, utamanya bagi alternatif penyediaan dana dan pembangunan berbagai proyek. Peran asing menjadi sangat dominan di pasar modal Indonesia disebabkan masih kurangnya masyarakat Indonesia yang well-educated terhadap investasi portofolio. Sebagai langkah sigap, OJK kemudian melakukan berbagai hubungan kerjasama dengan berbagai organisasi
40
Wawancara dengan Deputi Direktur Perizinan, Informasi dan Dokumentasi Otoritas Jasa Keuangan Regional 6, Makassar, 18 Maret 2015.
64
internasional, termasuk dengan G-20, IMF, Basel III41, dan FSB dengan tujuan pertukaran informasi. Menghadapi sifat investasi portofolio asing yang mudah berpindah, maka OJK kemudian melakukan berbagai langkah strategis42 dengan tujuan menjadikan modal asing tetap berada di Indonesia, beberapanya yaitu: a.
Memperbanyak emiten Strategi yang dilakukan dengan meningkatkan investor base
(investor langsung) dan melakukan sosialisasi dengan masyarakat terkait dengan manfaat dan keuntungan melakukan Initial Public Offering (IPO),43 menjalin kerjasama dengan Direktorat Pajak Kementerian
Keuangan
dan
Usaha
Kecil
Menengah,
mengembangkan e-registration seperti pernyataan pendafataran yag dilakukan secara elektronik. b.
Memperdalam keikutsertaan Meliputi sosialisasi pasar modal syariah dan pengaturan
transaksi elektronik reksadana, revitalisasi perdagangan produk derivatif dengan sebelumnya melakukan review terhadap aturan bursa terkait kontrak berjangka indeks efek dan kontrak opsi saham. Mulai 1 Desember 2013, untuk meningkatkan likuiditas, maka
41
Basel III berfungsi membuat kerangka peraturan untuk bank terkait kecukupan modal dan resiko likuiditas pasar. 42 Op.cit 43 Tingkatkan Jumlah Emiten, Ini Strategi OJK, http://news.viva.com/news/read/378984meingkatkan-jumlah-emiten--ini-strategi-ojk, diakses pada tanggal 29 Maret 2015, 20.43.
65
satuan lot saham diubah menjadi 100 lembar per lot yang sebelumnya sebanyak 500 lembar per lot. c.
Mempermudah peraturan Strategi yang diaplikasikan seperti kajian untuk mengurangi
kewajiban media publikasi untuk laporan emiten dari media massa seperti koran. d.
Pengembangan basis investor Memberikan perlindungan bagi pemodal dan pematangan aturan
dalam PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia (P3EI), pengembangan identitas tunggal pemodal dan pengembangan data dan informasi warehouse. Institusi finansial selanjutnya adalah Bank Indonesia. Eratnya kaitan antara BI rate/suku bunga acuan dengan aliran modal asing termasuk portofolio, membuat Bank Indonesia juga turut serta memainkan peran penting dalam kestabilan aliran modal. Selain itu SBI sebagai salah satu bentuk investasi portofolio juga menyumbang pemasukan yang besar bagi negara. Bank Indonesia telah mengeluarkan berbagai aturan terkait usaha menjaga kestabilan aliran modal masuk, diantaranya: a.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005, tentang Penilaian Kualitas Aktiva.
b.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/19/PBI/2005, tentang Penerbitan, Penjualan dan Pembelian serta Penatausahaan Surat Utang Negara.
66
c.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012, tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
d.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2/PBI/2013, tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional.
Secara umum, respon kebijakan Bank Indonesia terhadap investasi portofolio asing, dapat dilihat melalui tabel 7 berikut: Tabel 7 Respon Kebijakan Bank Indonesia terhadap Aliran Investasi Portofolio44 Kebijakan Campuran Garis pertama pertahanan
Kebijakan Makroekonomi yang Bijaksana dan Konsisten Kebijakan konvensional a. Kurs yang fleksibel
Garis kedua pertahanan
b. Intervensi Valuta Asing c. Akumulasi International Reserve d. Manajemen Likuiditas Kurs Asing dan Domestik
Garis ketiga pertahanan
Kebijakan Makroprudensial
Kebijakan kurs yang fleksibel dianggap mampu memitigasi transmisi likuiditas global serta modal masuk yang tertarik dengan ekspektasi apresiasi dari kurs. Bagi Bank Indonesia, hanya ada dua pilihan
44
Respon kebijakan terhadap aliran investasi portofolio, Nanang Hendarsah, Challenges and Policy Options in Managing Portfolio Investment Flows: Bank Indonesia’s Recent Expereices, Directorate of Economic Research and Monetary Policy, Bank Indonesia, 2010, hal. 7.
67
untuk menciptakan kondisi kebijakan moneter yang independen, yakni dengan membuka aliran modal dengan membiarkan kurs menjadi fleksibel atau dengan menentukan jumlah tetap kurs dengan konsekuensi menutup capital account. Intervensi terhadap valuta asing dianggap sebagai kebijakan kunci bagi Bank Indonesia untuk menghadapi aliran modal yang besar. Intervensi ini dianggap sebagai usaha mengurangi fluktuasi terhadap mata uang, dipaparkan bahwa, Minimizing the sharp appreciation of IDR to preserve macroeconomic stability will also be very important providing that the large share of capital inflows are in the form of portfolio investment. This due to the fact that portfolio investment are very susceptible to “the surplus current account reversal” as the appreciation of the rupiah would also facilitate more imports hence narrowing current account45 Bentuk strategi lain adalah strategi manajemen likuiditas yang berfungsi untuk menghindari dampak penarikan modal jangka pendek. Langkah yang diambil dalam bentuk kontrol persediaan uang dan pengenalan reserve requirement46. Pada 16 Juni 2010, Bank Indonesia memperkenalkan instrument deposit yang ditujukan kepada pihak asing yang ingin membeli SBI. Pelelangan SBI pun telah diubah menjadi perbulan dengan tujuan penyimpanan dari tiga hingga enam bulan. Khusus untuk SBI, maka Bank Indonesia telah mengeluarkan beberapa kebijakan 45
Nanang Hendarsah, Challenges and Policy Options in Managing Portfolio Investment Flows: Bank Indonesia’s Recent Expereices, Directorate of Economic Research and Monetary Policy, Bank Indonesia, 2010, hal. 8.
46
Reserve Requirement merupakan suatu sistem perbankan dimana bank mempertahankan rasio aktiva cadangan sebagai penjamin mereka memiliki likuiditas yang cukup untuk menghadapi permintaan uang tunai dari nasabah.
68
strategis dengan tujuan secara umum untuk mengurangi kemungkin terjadinya sudden reversal. a. Nomor
3/3/PBI/2011
7/14/PBI/2005,
tentang
yang
telah
direvisi
Pembatasan
menjadi
Transkasi
Nomor
Rupiah
dan
Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank. Peraturan ini berfungsi untuk menekan jumlah transaksi spekulatif yang dilakukan oleh pihak asing melalui penggunaan rupiah yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan rupiah. Peraturan ini juga dianggap sebagai instrument non-internalization of Rupiah. b. Nomor 7/1/PBI/2005, tentang Pinjaman Luar Negeri Bank. Peraturan ini merupakan bentuk kebijakan bijaksana untuk menghindari kecerobohan bank. c. Nomor 5/13/PBI/2003 yang telah direvisi menjadi Nomor 12/10/PBI/2010, tentang Posisi Devisa Neto untuk Neraca Bank. Peraturan ini merupakan bentuk kebijakan bijaksana untuk membatasi kemungkinan bank melakukan transaksi yang spekulatif selain itu juga untuk menunjang pasar domestik valas. d. Nomor 12/11/PBI/2010 yang diubah beberapa kali terakhir dengan PBI No.15/5/PBI/2013, tentang Operasi Moneter (One Month Holding Period untuk SBI). Peraturan ini bertujuan untuk menghindari aliran masuk dan keluarnya modal yang tiba-tiba dalam jumlah besar dengan sifat jangka pendek.
69
Pendapatan paling signifikan dari investasi portofolio didapatkan dari Surat Utang Negara (SUN) yang diawasi pelaksanaannya oleh Kementerian Keuangan melalui Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko.
Berdasarkan
data
yang
dikeluarkan
OJK,
SUN
selalu
diperdagangkan dalam volume yang sangat besar dan terus menerus berkembang volumenya. Misalnya saja di tahun 2013, volume perdagangan SUN sebesar 1.877.736.695,95 juta rupiah dan di tahun 2014 mecapai 2.838.121.931,42 juta rupiah. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, pada 29 Januari 2015, porsi asing mencapai 40,18%. Untuk melihat signifikansi pembelian SUN oleh pihak asing dapat dilihat melalui Diagram 3 berikut: Diagram 3: Partisipasi Investor Asing pada Pembelian Surat Utang Negara47
Pendapatan dari SUN dilakukan melalui mekanisme lelang di Pasar Perdana dan Penatausahan Surat Utang Negara yang dilakukan oleh 47
International Monetary Fund Staff, Global Financial Stability Report – Moving from Liquidityto Growth-Driven Markets, Washington, International Monetary Fund, April 2014, hal. 73.
70
pemerintah. Prosesnya diawasi langsung oleh Bank Indonesia. Sesuai dengan konstitusi yang berlaku, pemerintah berkewajiban melakukan konsultasi sebelum melakukan pelelangan. Secara rinci bentuk kordinasi antara Menteri Keuangan dan Bank Indonesia dalam pelelangan dijelaskan dalam UU Nomor 24 Tahun 2002 Pasal 13, tentang Surat Utang Negara48. Beberapa UU lain yang mengatur SUN sebagai berikut: a. UU Nomor 17 Tahun 2003, tentang Keuangan Negara. b. UU Nomor 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara. Badan terakhir yang memiliki peranan penting dalam pengaturan investasi portofolio asing adalah BKPM. Badan ini merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen Indonesia yang bertugas merumuskan kebijakan pemerintah dibidang penanaman modal, baik dari dalam maupun luar negeri. Badan ini didirikan sejak tahun 1973, menggantikan fungsi yang dijalankan oleh Panitia Teknis Penanaman Modal yang sebelumnya didirikan pada tahun 1968. BKPM memiliki peranan sebagai kordinator kebijakan penanaman modal, baik kordinasi antarinstansi pemerintah, pemerintah dengan Bank Indonesia, pemerintah dengan pemerintah daerah serta pemerintah daerah dengan pemerintah daerah. BKPM juga memiliki posisi sebagai badan advokasi bagi para investor.
48
Menteri menunjuk Bank Indonesia sebagai agen untuk melaksanakan lelang Surat Perbendaharaan Negara di Pasar Perdana; Menteri dapat menunjuk Bank Indonesia sebagai agen untuk melaksanakan lelang Obligasi Negara di Pasar Perdana; Ketentuan mengenai metode lelang, jadwal pelaksanaan lelang, kriteria peserta lelang, dan hasil akhir lelang ditetapkan oleh Menteri.
71
Melalui Keputusan Presiden No.39/2014, BKPM pada tanggal 23 April 2014 mengamandemen daftar area bisnis yang terbuka dan tertutup terhadap investasi asing. Keputusan tersebut meningkatkan porsi investasi di beberapa bidang industri, termasuk farmasi dari 75% ke 85%, pengoperasian modal spekulasi dari 80% ke 85% dan projek pembangkit tenaga dari 95% ke 100%. Namun, keputusan ini juga membatasi kepemilikan asing di beberapa industri lain, misalnya onshore oil production yang awalnya memiliki kesempatan sebesar 95% kini telah dihapuskan sepenuhnya, selain itu kepemilikan modal asing untuk untuk sistem jasa komunikasi diturunkan dari 95% ke 49% C.
Profil Investor Portofolio Asing di Indonesia. Hingga saat ini, belum ada organisasi keuangan internasional yang
mendefinisikan investor asing untuk jenis portfolio secara jelas. Kondisi tersebut kemudian memberikan kebebasan bagi tiap negara untuk mendefinisikan pihak asing dalam bentuk apa yang dapat menanamkan modal portofolio di teritorialnya. Meskipun belum ada Undang-undang (UU) yang secara khusus mendefinisikan investasi portofolio asing di Indonesia, namun UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing telah memberikan pengertian umum terhadap makna “asing” serta adanya UU Nomor 8 Tahun 1995 yang mengatur tentang mekanisme pasar modal. Didalam UU Nomor 25 Tahun 2007, pemerintah Indonesia memberikan definisi untuk penanam modal asing, modal asing, dan penanaman modal asing dalam bab I pasal 1 tentang ketentuan umum. Definisi tersebut sebagai berikut:
72
Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.49
Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa pemerintah Indonesia pada dasarnya tidak memberikan batasan besar untuk menjelaskan makna pemodal asing. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Bab IV mengenai Bentuk Badan Usaha dan Kedudukan pada pasal 5. Pada pasal tersebut pemerintah mendefinisikan secara lebih lanjut bentuk investor asing yang dapat masuk ke Indonesia. Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.50 Batasan pemerintah yang hanya membolehkan pihak asing melakukan investasi jika telah membentuk perseroan merupakan salah satu upaya restriksi. Perseroan yang dimaksud adalah Perusahaan Sekuritas. Hingga saat ini terdapat 115 anggota perseroan yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia, termasuk
49
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing, Bab I Pasal I tentang Ketentuan Umum. 50 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing, Bab IV Pasal 5 tentang Bentuk Badan Usaha dan Kedudukan.
73
perseroan kepemilikan asing dan hasil patungan dengan investor lokal. Secara lengkap, data tersebut akan dilampirkan pada lampiran. Semua pihak dapat membeli SUN baik di pasar perdana (lelang) maupun di pasar sekunder. Adapun mekanisme pembelian di pasar sekunder melaui Dealer Utama yang ditunjuk. Namun khusus instrumen obligasi negara yang dijual kepada investor ritel di pasar perdana hanya dapat dibeli oleh investor individu WNI. Ada beberapa peraturan tambahan51 yang telah dibuat terkait proses pembelian tersebut, yakni: 1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.08/2014 tentang Penjualan Obligasi Negara Kepada Investor Ritel di Pasar Perdana Domestik, 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2013 tentang Dealer Utama, 3.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.08/2013 tentang Lelang SUN Dalam Mata Uang Rupiah dan Valas Dipasar Perdana Domestik.
Bentuk restriksi selanjutnya juga terdapat pada bab VII tentang Bidang Usaha pada pasal 12 yang berisi: Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya.
51
Peraturan tersebut berjumlah 60 dan mengatur berbagai jenis Surat Utang Negara dan bagaimana proses pembeliannya. Secara lengkap, aturan tersebut dapat dilihat di http://www.djppr.kemenkeu.go.id/page/load/13.
74
Salah satu bentuk cerminan dari pelaksanaan pasal ini adalah dengan diterbitkannya
Keputusan
Presiden
No.39
Tahun
2014
yang
isinya
mengamandemen daftar area bisnis yang terbuka dan tertutup terhadap investasi asing. Meskipun demikian, pada Undang-undang yang sama, pemerintah juga memberikan berbagai kemudahan bagi investor asing melalui pelaksanaan asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan, sebagaimana yang ada pada Bab II tentang Asal dan Tujuan, pasal 3. Maksud dari asas tersebut adalah: Pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya.52 Tidak adanya perbedaan dalam hal pelayanan juga merupakan tindak lanjut sikap pemerintah Indonesia terhadap investasi asing termasuk jenis portofolio yang “tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi”53. Selanjutnya, melihat dari tabel sebelumnya bahwa terdapat pertumbuhan jumlah modal yang terputar di pasar finansial Indonesia, terkhusus untuk Surat Utang Negara, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang hanya menunjukkan data kepemilikan asing secara umum sedangkan untuk merinci siapa saja pihak asing yang ikut serta dalam pelelangan dan pihak asing yang memiliki SUN termasuk dalam kategori data terbatas dan tidak bisa dijangkau oleh khalayak umum.
52
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing, Penjelasan Pasal 3 Ayat (1) Huruf d.
53
Ibid, Penjelasan Pasal 3 Ayat (1) Huruf i.
75