Peranan Perusahaan Migas Asing terhadap Ketersediaan Energi Indonesia
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin
Disusun Oleh: EKA ASTITI KUMALASARI E 131 08 280 Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin 2013
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT penulis panjatkan atas limpahan rahmat, karunia, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : ―PERANAN
PERUSAHAAN
MIGAS
ASING
TERHADAP
KETERSEDIAAN ENERGI INDONESIA‖ Berbagai banyak kendala yang penulis hadapi dalam rangka penyusunan skripsi ini namun Alhamdulilah mendapat banyak bantuan dari : 1. Bapak Dr. Adi Suryadi Culla, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional yang telah memberikan kesempatan dan dorongan kepada peneliti untuk menyelesaikan studi Ilmu Hubungan Internasional 2. Bapak Drs. Husain Abdullah, M.Si dan Bapak Ashry Sallatu selaku pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk berdikusi bersama dan memberikan arahan serta masukan dalam penyusunan skripsi 3. Bapak Penguji Drs. Aspiannor Masrie dan Bapak Burhanuddin, S.IP, M.Si, Ibu Pusparida Syahdan dan Ibu Nur Isdah, S.IP, MA 4. Ibunda
tercinta
yang
selalu
sabar
mengingatkan
untuk
segera
menyelesaikan skripsi dan Ayahanda yang selalu mendukung setiap langkah yang penulis ambil. Serta De Ema dan De Dita yang selalu member semangat. 5. Teman teman angkatan 2008 yang namanya tak dapat di sebut satu persatu. Terimakasih baanyak atas bantuannya yang tak terhitung. 6. Ananders yang setia menemaniku selama 5 tahun terakhir ini, Kak Indar, Ervin, Kak Wana, Nur, Kak Ani, Mardiyah. Arigatou!!
Makassar, 20 Agustus 2013
Penulis
ABSTRAKSI Eka Astiti Kumalasari, E131 08 280, “Peranan Perusahaan Migas Asing terhadap Ketersediaan Energi Indonesia”, dibawah bimbingan Bapak Husain Abdullah selaku pembing I dan Bapak Ahsry Sallatu selaku pembimbing II, pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui peranan perusahaan migas asing terhadap ketersediaan energi Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada dua pokok permasalahan, yaitu: (1). Kemanan pasokan energi Indonesia, (2). Peranan Perusahan migas asing. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan secara umum mengenai keamanan pasokan energi Indoensia dan peranan perusahaan migas asing terhadap ketersediaan energi. Teknik pengumpulan data yang dilakukan berupa library research dari berbagai literatur yang relevan dengan pokok permasalahan dalam objek penelitian, baik berupa buku, jurnal-jurnal, artikel-artikel yang bersumber dari internet atau surat kabar dan interview dengan narasumber yang ahli dibidangnya. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa yang bersifat kualitatif. Data yang relevan dikumpulkan kemudian dianalisis secara kualiatif, yakni dengan menghubungkan fenomenafenomena yang satu dengan yang lainnya untuk menarik kesimpulan akhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi migas Indonesia berada pada titik yang cukup mengkhwatirkan. Selain itu, perusahaan migas asing yang dibahas yaitu Total E&P dan Chevron yang beroperasi di Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam pengelolaan energi di Indonesia. Dominasi mereka di bidang hulu migas sangat berpengaruh terhadap ketersediaan energi Indonesia karena hasil dari produksi mereka kebanyakan di ekspor ke negara lain sehingga Indonesia sendiri harus mengimpor minyak. Hal ini tentu menunjukan bahwa perusahaan migas asing ini telah membuat ketersediaan energi Indonesia menjadi sedikit.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii ABSTRAKSI .......................................................................................................... iv DAFTAR ISI .......................................................................................................... v DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vii DAFTAR GRAFIK ............................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................................. 6 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian........................................................... 7 D. Kerangka Konseptual ............................................................................ 8 E. Metode Penelitian ................................................................................. 11 BAB II TELAAH PUSTAKA A. Multinational Corporation (Perusahaan multinasional) ....................... 13 B. Energy Security (Keamanan Energi) ..................................................... 18 C. National Interest (Kepentingan Nasional) ............................................ 23 BAB III KETERSEDIAAN ENERGI INDONESIA DAN PERUSAHAAN MIGAS ASING DI INDONESIA A. Minyak dan Gas di Indonesia................................................................ 27 1. Sejarah Pengelolaan Minyak dan Gas di Indonesia .......................... 27 2. Kondisi Minyak bumi dan Gas alam di Indonesia ............................ 40 B. Perusahaan Migas Asing di Indonesia .................................................. 52 1. Perkembangan Chevron di Indonesia ................................................ 55 2. Perkembangan Total E&P Indonesie ................................................ 65 BAB IV PERANAN PERUSAHAAN MIGAS ASING TERHADAP KETERSEDIAAN ENERGI INDONESIA A. Keamanan Pasokan Energi Indonesia ................................................... 71 B. Peranan Perusahaan Migas Asing terhadap Ketersediaan Energi Indonesia ................................................................................................. 79 C. Strategi pengelolaan migas untuk menopang ketersediaan energi Indonesia ................................................................................................. 83 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... 85 B. Saran-Saran ......................................................................................... 86 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
ix
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1 Perusahaan migas asing di masa pra dan pasca kemerdekaan Indonesia………..30 Tabel 3.2 Produksi kilang minyak di Indonesia (dalam bph..................................48 Tabel 3.3 Impor dan Ekspor minyak bumi Indonesia dari tahun 2000-2011..…..50 Tabel 3.4 Sejarah Chevron di Indonesia………...……………………………….59 Tabel 3.5 Sejarah Total E&P Indonesie……..…………….……….…………….66
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1 Peta Cadangan Minyak Bumi Indonesia (per 1 Januari 2012……....41 Gambar 3.2 Peta Cadangan Gas alam Indonesia (per 1 Januari 2012)…...……...43 Gambar 3.3 Lima perusahaan minyak dan gas internasional terbesar di duni…..53 Gambar 3.4 Peta Wilayah Kerja Chevron di Indonesia…..……………………..60
DAFTAR GRAFIK Halaman
Grafik 3.1 Perbandingan produksi dan konsumsi minyak Indonesia …………...44 Grafik 3.2 Perbandingan produksi dan konsumsi gas alam Indonesia (20012011)…………………………………………………………………46 Grafik 3.3 Bauran Energi Primer Indonesia tahun 20052011…………………………………………………..………………47 Grafik 3.4 Presentase impor minyak mentah Indonesia berdasarkan sumber negara 2011......................................................................................................51 Grafik 3.5 Persentase produksi Minyak Indonesia berdasarkan Perusahaan………...............................................................................54 Grafik 3.6 Presentasi produksi gas berdasarkan perusahaan di Indonesia..……………………………………………………………55
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu keamanan energi (energy security) mulai menarik para penstudi Hubungan Internasional ketika terjadi pengurangan pasokan minyak secara mendadak dari Timur Tengah kepada negara-negara Eropa dan Amerika di tahun 1970-an. Keadaan ini memaksa negara-negara tersebut untuk memikirkan kembali keamanan energinya. Energi merupakan bahan bakar yang menggerakkan hampir seluruh aktivitas kehidupan dari perekonomian, transportasi, industri, teknologi, peralatan elektronik, dan militer. Jenis energi yang menjadi konsumsi terbesar adalah minyak, gas alam dan batubara. Bahan bakar tersebut merupakan bahan bakar tak dapat diperbaharui dan suatu waktu akan habis jumlahnya. Tidak semua negara memiliki jumlah energi yang sama sehingga pergerakan lintas batas negara terjadi untuk memasok energi ke berbagai belahan dunia. Interaksi inilah yang menciptakan hubungan antar negara maupun antara aktor negara dan non-negara dalam mengelola energi. Sehingga energy security berkaitan erat dengan ketersediaan energi yang memadai, akses dan jalur ditribusi yang aman serta harga yang terjangkau. Seiring bertambahnya populasi dan pesatnya teknologi, ketergantungan manusia terhadap energi akan terus meningkat. Kebutuhan yang sangat besar akan energi berasal dari negara-negara industri maju yang memerlukan bahan bakar tersebut untuk menggerakan roda perekonomiannya. Kebanyakan negara ini tidak memiliki energi yang cukup sehingga memerlukan pasokan energi dari luar
negeri. Perusahaan energi (minyak dan gas) multinasional pun hadir di negaranegara yang kaya akan sumber energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Indonesia adalah salah satu negeri dengan kekayaan migas yang berlimpah. Cadangan minyak bumi Indonesia yang telah terbukti berjumlah 4,23 MMSTB (Million Stock Tank Barrel) dan cadangan gas Indonesia yang telah terbukti ialah 108 TSCF (Trillion Standard Cubic Feet).1 Apabila dilihat dalam lingkup global, cadangan terbukti minyak bumi Indonesia menyumbang sekitar 0,4 persen dari seluruh cadangan terbukti minyak bumi dunia dan cadangan terbukti gas alam Indonesia menyumbang 1,6 persen dari seluruh cadangan terbukti gas alam dunia.2 Maka tak heran, jika migas menjadi komoditas ekspor terpenting Indonesia sejak tahun 1970-an. Bahkan sebelum tahun 2006, Indonesia sempat menjadi pengekspor LNG (Liquified Natural Gas) terbesar di dunia selama hampir tiga dekade.3 Sebagai negara yang memiliki cadangan migas terbesar di Asia Tenggara, Indonesia sangat menarik penguasa modal dunia bahkan sebelum negara ini
1
BP Migas, (2011), Laporan Tahunan BP Migas 2010, hal. 16. Diperoleh tanggal 28 Januari 2012 dari http://www.bpmigas.go.id/wp-content/uploads/2011/10/LaporanTahunanBPMIGAS2010.pdf 2 Cadangan dapat diklasifikasikan menjadi cadangan terbukti dan cadangan potensial. Cadangan terbukti adalah cadangan minyak atau gas alam yang jumlahnya sudah di buktikan dengan derajat kepastian tinggi melalui analisis kuantitatif log sumur yang dapat dipercaya, serta melalui penelitian dan pengujian kandungan lapisan dan kandungan hidrokarbon dari reservoir yang sudah menghasilkan pada tingkat produksi komersil. Sementara cadangan potensial adalah cadangan minyak atau gas alam berdasarkan data geologi dan keteknikan yang jumlahnya masih harus dibuktikan dengan pengeboran serta pengujian lebih lanjut. Data diperoleh dari Beyond Petroleum, (2012), BP Statistical Review World Energy 2011. Di peroleh tanggal 10 Mei 2012 dari http://www.bp.com/liveassets/bp_internet/globalbp/globalbp_uk_english/reports_and_publication s/statistical_energy_review_2011/STAGING/local_assets/pdf/statistical_review_of_world_energ y_full_report_2011.pdf 3 Hanan Nugroho, (2011), A Mosaic Of Indonesian Energy Policy, Bogor: PT Penerbit IPB Press, hal.14
terbentuk.4 Desakan pihak swasta untuk dapat berperan dalam sektor pertambangan di Indonesia membuat pemerintah Belanda saat itu mengeluarkan Undang-Undang
Pertambangan
(Indische
Mijnweet)1899.
Peraturan
ini
memberikan izin pertambangan melalui system konsesi yang berlaku hingga 75 tahun kepada perusahaan swasta. Sejak itulah perusahaan multinasional mulai berpartisipasi dalam mengeksploitasi sektor tambang Indonesia dan menandai masuknya negara ini dalam jaringan perdagangan migas global. Kehadiran perusahaan migas asing di Indonesia sejak seabad lalu, membuat dominasi mereka dalam industri ini begitu kuat. Menurut BP Migas (Badan Pengelola Minyak dan Gas), sekitar 85,4 persen dari 137 Wilayah Kerja pertambangan migas nasional saat ini dimiliki oleh perusahaan migas asing. Perusahaan nasional hanya menguasai sekitar 14,6 persen Wilayah Kerja dan delapan persen di antaranya dikuasai Pertamina. Lima kontraktor asing terbesar di Indonesia adalah ExxonMobil, Chevron, Shell, Total dan BP (Beyond Petroleum) dimana mereka menguasai cadangan minyak bumi 70 persen dan cadangan gas alam 80 persen serta memiliki kapasitas produksi 68 persen minyak bumi dan 82 persen gas alam.5 Keberadaan perusahaan-perusahaan asing dalam produksi minyak di Indonesia sangat signifikan. Di bidang minyak, Chevron bahkan memproduksi 51 persen dari seluruh total produksi minyak di Indonesia. Sedangkan untuk gas
4
M Kholid Syeirazi, (2009), Di Bawah Bendera Asing: Liberalisasi Industri Migas Indonesia, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. hal 51 5 Ibid, hal.108
alam, perusahaan asal Perancis, Total E&P Indonesie memproduksi 34 persen dari total produksi gas alam Indonesia.6 Sektor pertambangan berbeda dengan sektor industri lainnya sebab sektor ini membutuhkan modal dan resiko yang sangat besar, proses eksplorasi yang cukup panjang, teknologi yang tinggi serta sumber daya manusia yang kompeten. Oleh karena itu, perusahaan migas dalam negeri Indonesia belum banyak yang berani mengambil langkah untuk maju dalam industri ini. Lain halnya dengan perusahaan migas asing yang telah memiliki pengalaman serta modal yang banyak. Perusahaan multinasional ini bahkan mengklaim dirinya dapat menaikkan pendapatan nasional dengan meningkatkan produksi serta dapat mengedukasi tenaga kerja Indonesia. 7 Namun kenyataannya, perusahaan migas ini tidak melakukan transfer teknologi kepada Indonesia yang menyebabkan pengelolaan migas masih dikuasai asing8. Akhirnya produksi migas tidak terkontrol dengan baik. Buktinya, Indonesia yang dulunya
adalah
negara anggota OPEC (Organization of
Petroleum Exporting Countries) harus keluar dari dari keanggotaannya di tahun 2005. Ini dikarenakan Indonesia memiliki kebutuhan akan minyak sebesar 1,3 juta bph (barel per hari) sedangkan produksi nasional negara ini hanya mencapai 910.000 bph (barel per hari). Oleh karenanya untuk menutupi kekurangan pasokan ini, Indonesia harus mengimpor minyak dari negara lain.
6
PricewaterhouseCooper, (2012), Oil & Gas in Indonesia : Investment and Taxation Guide May 2012. hal.22 Diperoleh tanggal 1 September 2012 melalui http://www.pwc.com/id/en/publications/assets/oil-and-gas-guide_2012.pdf 7 Cho Oon Khong, (1986), The Politics of Oil in Indonesia. 1986. New York : Cambridge University, hal.91. 8 Ibid hal. 93
Ditengah kebutuhan akan minyak yang semakin meningkat, ekspor minyak dari produksi perusahaan migas asing tetap berlangsung tiap tahunnya dan di tahun 2010 ekspor minyak Indonesia berjumlah 1121 juta barel. 9 Hal ini tentu kontras dengan kenyataan bahwa akses akan listrik dan bahan bakar Indonesia termasuk yang rendah di Asia. Persentase rumah tangga yang memiliki listrik hanya sekitar 60 hingga 70 persen. Sementara itu, daerah pedesaan di Indonesia yang memiliki listrik hanya sekitar 85 persen. Hal ini berarti terdapat 10.000 daerah perkampungan di Indonesia yang masih dalam kegelapan dan menunggu untuk masuknya listrik. Pemadaman secara bergilir pun masih di rasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.10 Kenaikan harga minyak bumi yang pernah melonjak tajam di tahun 2003 menjadi peringatan bagi negara-negara untuk serius merencanakan keamanan energinya. Kehadiran perusahaan migas asing di Indonesia yang diharapakan dapat membantu negara ini dalam pengelolaan migas ternyata tidak berjalan mulus. Keberadaan perusahaan asing di negara berkembang seperti Indonesia menurut Cho Oon Khong cenderung menampakkan ketidakseimbangan kekuatan tawar menawar dalam proses menyatukan semua kepentingan11. Ketersediaan energi adalah kunci bagi suatu negara untuk dapat mensejahterakan rakyatnya dan membangun perekonomian ke tingkatan yang lebih maju. Kehadiran perusahaan migas asing di sektor migas yang sangat
9
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, (2011), Statistic Minyak Bumi, hal.8. Di peroleh tanggal 25 Januari 2012 dari http://prokum.esdm.go.id/Publikasi/Statistik/Statistik persen20Minyak persen20Bumi.pdf 10 Hanan Nugroho, op.,cit, hal.1 11 Cho Oon Khong, op.,cit. hal.73
dominan tentu berpengaruh terhadap ketersediaan energi. Oleh sebab itu, penelitian ini berjudul “Peranan Perusahaan Migas Asing terhadap Ketersediaan Energi Indonesia” yang mengedepankan keamanan energi yaitu ketersediaan sebagai acuan keberhasilan keberadaan perusahaan migas asing dalam suatu negara.
B. Batasan dan Rumusan Masalah Menurut UU no 30 tahun 2007, energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat berupa panas, cahaya, mekanika, kimia dan elektromanika.12 Sumber energi tidak hanya berasal dari bahan bakar fosil yang tidak dapat terbaharui namun juga dapat berasal sumber terbaharukan lain seperti angin, air, sinar matahari, biofuel dan lainnya. Namun karena penggunaannya yang hingga saat ini masih terbatas dan belum terintegrasi oleh kondisi masyarakat, maka tak heran energi fosil tetap menjadi sumber energi primer. Dalam penelitian ini sumber energi primer yang akan dibahas berfokus pada minyak dan gas. Minyak bumi atau emas hitam (black gold) adalah senyawa yang terbentuk dari bahan bahan organik makhluk purbakala (sel-sel dan jaringan hewan/tumbuhan laut) yang tertimbun selama ratusan juta tahun. Komponen utamanya adalah hidrokarbon dengan komposisi senyawa berbeda-beda tergantung lokasi, umur lapangan minyak, dan kedalaman sumur. Gas alam (gas bumi) adalah bahan bakar fosil yang terbentuk dari renik-renik binatang dan
12
Undang Undang no. 30 tahun 2007, (2007). hal.2. Diperoleh tangal 28 September 2012 dari http://prokum.esdm.go.id/uu/2007/uu-30-2007.pdf
tanaman kecil laut 200-400 juta tahun silam. Gas alam berbentuk gas dengan komponen terpenting metana. Dalam penelitian ini pembahasan akan di batasi hanya pada dua perusahaan migas asing yang beroperasi di Indonesia yaitu Chevron dan Total E&P Indonesie. Kedua perusahaan migas asing tersebut memiliki dominasi yang sangat siginifikan dalam produksi minyak bumi dan gas Indonesia. Fokus pembahasan adalah keamanan pasokan energi Indonesia yang kemudian melihat peranan perusahaan migas asing tersebut terhadap ketersediaan energi sehingga diformulasikan dalam rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kemanan pasokan energi Indonesia? 2. Bagaimanakah peranan perusahaan migas asing terhadap ketersediaan energi Indonesia? 3. Bagaimanakah strategi pengelolaan migas untuk menopang ketersediaan energi Indonesia? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan, yakni: 1. Untuk mengetahui keamanan pasokan energi Indonesia 2. Untuk mengetahui peranan perusahaan migas asing terhadap ketersediaan energi Indonesia. 3. Untuk mengetahui strategi pengelolaan migas untuk menopang ketersediaan energi Indonesia Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi praksis maupun referensi akademis, antara lain:
1. Sebagai bahan rujukan bagi pemerintah Indonesia dan lembaga terkait dalam mengeluarkan kebijakan atas energinya. 2. Sebagai bahan rujukan bagi pemerintah Indonesia agar mampu memiliki bekal dalam bargaining dengan perusahaan migas asing. 3. Sebagai bahan studi bagi pemerhati energy security . 4. Sebagai sumbangan riil bagi ilmu pengetahuan khususnya bagi ilmu hubungan internasional. D. Kerangka Konseptual Dalam interaksi di dunia internasional, perusahaan multinasional tidak diragukan lagi merupakan actor yang cukup memiliki kekuatan global. Badan ekonomi
social
PBB
bahkan
membuat
laporan
mengenai
perusahaan
multinasional di tahun 1973 dengan melihat potensi kekuatan global baru ini. Menurut laporan tersebut MNC pada umumnya merupakan suatu usaha yang ‗large-size‘, oligopolistic (dikuasai oleh beberapa perusahaan besar), jumlah penjualannya melebihi beberapa ratus juta US dollar dan mempunyai cabang tersebar di berbagai negara.13 Kehadiran perusahaan multinasional di berbagai negara ini bertujuan untuk mencari produk sekaligus pasar. Modal dari perusahaan migas asing yang masuk ke suatu negara dapat menjadi sangat besar dan bahkan melebihi masuknya
13
Department of Economic and Social Affairs United Nation, (1973), Multinational Corporations in World Development. New York. Hal. 38
modal dari negara maju. Pada umumnya modal ini mengarah ke sector manufacturing dan pertambangan.14 Pengelolaan energi dalam suatu negara menjadi penting karena energi dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Sebagai aktor pengambil kebijakan, pemerintah tentu diharapkan mampu untuk menciptakan keamanan energi (energy security). Keamanan sendiri bermakna tidak adanya ancaman terhadap nilai yang dimiliki. Jadi, keamanan tak lagi hanya di artikan sebagai kebijakan pertahanan dan ketahanan fisik, tetapi juga menyangkut hal-hal substansial seperti kesejahteraan ekonomi yang mana ketidak-amanan energi dapat melahirkan ancaman besar bagi keberlangsungan nilai.15 Energy security sebagai konsep dapat dilihat dari berbagai dimensi baik itu militer, ekonomi politik, dan lingkungan. Konsep energy security dalam penelitian ini hanya akan mengambil dimensi ekonomi politik. Sebagaimana dijelaskan oleh Daniel Yergin bahwa energy security sederhananya adalah ―ketersediaan pasokan (energi) yang cukup dengan harga yang terjangkau.‖16 Selain itu, energy security (keamanan energi) dapat di artikan juga sebagai: kemampuan sebuah perekonomian untuk menjamin ketersediaan dari sumber pasokan energi dalam waktu berkelanjutan dengan harga energi berada di suatu level yang tidak akan memberi efek buruk terhadap penyelenggaraan ekonomi17. 14
Yusuf Panglaykim, (1988), Persoalan Masa Kini: Perusahaan-Perusahaan Multinasional, Jakarta: Centre for Strategic and International Studies., hal. 34 15 Florian Baumann, (2008, March), Energy Security as Multidimensional Concept, C.A.P. Policy Analysis,hal. 7. Diperoleh tanggal 4 Mei 2012 dari http://www.cap.lmu.de/download/2008/CAP-Policy-Analysis-2008-01.pdf 16 Daniel Yergin, (2006), Ensuring Energy Security, Foreign Affairs 85(2), hal. 8. Diperoleh tanggal 27 Januari 2012 dari http://www.un.org/ga/61/second/daniel_yergin_energysecurity.pdf 17 Intharak, Narumon, et.,al, (2007), A Quest for Energy Security in the 21st Century, Japan: Asia Pacific Energy Research Centre, hal. 36
Energy security sebagai konsep tentulah masih abstrak oleh karena itu dibutuhkan indicator untuk mengindera keberadaanya dalam suatu objek. Indikator energy security sendiri dikaitkan dengan beberapa elemen yaitu: availability (ketersediaan)—hal ini menggantungkan pada keberadaan energi secara geologi; accessibility (ketercapaian)—atau elemen geopolitik; affordability (keterjangkauan)—atau elemen ekonomi; acceptability (kemampuan menerima)—atau elemen sosial dan lingkungan.18 Ketersediaan akan energi di suatu negara tak lepas dari peran para produsen energi yaitu perusahaan migas yang dalam hal ini banyak berasal dari luar negeri. Interaksi yang tercipta antara aktor negara dan non negara ini tak boleh lepas dari landasan kepentingan nasional. Kepentingan nasional disini di artikan sebagai ―sekumpulan tujuan-tujuan yang selalu ingin dicapai sehubungan dengan yang dicita-citakan….yang relatif tetap dan sama diantara semua negara atau bangsa yaitu kemanan (mencakup kelangsungan hidup rakyat dan kebutuhan wiayah) serta kesejahteraan.‖19 Setiap negara bangsa tidak bisa menghindar dari konsep kepentingan nasional karena kepentingan nasional tersebut berkaitan erat dengan tujuan-tujuan nasional.20 Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber daya energi yang cukup melimpah memiliki tujuan yang hampir sama negara lain yaitu memberi manfaat
sebanyak-banyaknya
atas
sumber
daya
yang
dimiliki
untuk
mensejahterahkan rakyatnya. Tujuan ini sejalan dengan konsep energy security
18
Bert Kruyt, (2009), Indicators for Energy Security, Energy Policy 37(6),hal 11. Diperoleh tanggal tanggal 29 Mei 2012 dari http://www.sciencedirect.com/science/article/B6V2W4VV1BD3-6/2/7dfa92a4c8ec60293f20a099949e871a. 19 T. May Rudy, (2002), Studi Strategis dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin, Bandung: PT. Refika Aditama, hal.16 20 R. Suprapto, (1997), Hubungan internasional: sistem interaksi, dan perilaku, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hal.147
karena keduanya sama-sama mengedepankan kesejahteraan rakyat. Negara sebagai entitas politik harus mampu menjalankan tujuan itu disaat bekerjasama dengan perusahaan asing dalam mengelola migas. Perusahaan migas asing pun diharapkan mampu mendukung visi negara penerimanya, oleh karenanya energy security dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu perusahaan energi asing di suatu negara.
E. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode penelitian dekskriptif. Metode ini dilakukan dengan memberi gambaran mengenai perusahaan migas asing di Indonesia, ketersediaan energi di Indonesia dan keterkaitan antara kedua hal tersebut. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah telaah pustaka (library research). Yaitu dengan menelusuri berbagai dokumen tertulis yang berkaitan dengan fokus penelitian seperti jurnal, buku, artikel, dan bahan tertulis lainnya. Serta pemberitaan dari media elektronik dan cetak yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas. Data-data yang didapat dari berbagai literatur tersebut akan digunakan sebagai bahan untuk membantu menganalisa fenomena yang dibahas dalam penelitian.
Adapun tempat-tempat yang menjadi sumber literatur selama pengumpulan data dilakukan yaitu: 1. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin di Makassar 2. Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta 3. Kementrian Energi dan Sumber daya mineral di Jakarta 4. Badan Perencanaan Nasional (BAPENNAS) di Jakarta 5. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta 6. Jaringan Aneka Tambang (JATAM) di Jakarta Selain itu, mengingat banyaknya perusahaan migas asing yang terdapat di Indonesia maka peneliti akan menggunakan metode purposive sampling dengan melihat dua perusahaan migas asing yang yang mendominasi di bidang minya dan gas yaitu Chevron dan Total E&P Inodonesie. 3. Jenis Data Berdasarkan pembahasan yang telah ditentukan maka jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa data teoritis yang berhubungan dengan penelitian yang ditulis. Data ini diperoleh dari berbagai literatur dan hasil olahan dari berbagai sumber terkait. Data teoritis ini yang akan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang ditentukan.
4. Teknik Analisis Data Teknis analisis data yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah teknik analisis data kualitatif. Dengan teknik ini analisis ditekankan pada data kualitatif yang analisisnya akan diarahkan pada data non-matematis. Namun
untuk data pelengkap, juga akan disertakan data kuantitatif berupa angkaangka statistik yang memiliki keterkaitan dengan obyek penelitian. 5. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif. Penulisan akan dimulai dengan menggambarkan permasalahan secara umum. Kemudian berdasarkan teori-teori dan data-data yang didapat akan ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
BAB II KONSEP A. Multinational Corporation (Perusahaan Multinasional) Di abad ke 21, perusahaan multinasional (multinational corporation) atau lebih sering disebut MNC telah tumbuh dan berkembang dalam skala besar dimana mereka sekarang merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Kehadiran dan artinya di kehidupan masyarakat merupakan fakta tak terbantahkan. Saat ini banyak MNC yang merupakan institusi yang kuat dan memiliki sumber daya lebih banyak dari kebanyakan negara di dunia. Ukuran dan sentralisasi operasi merupakan dua hal yang membuat MNC sebagai kekuatan penting dalam hubungan internasional saat ini. MNC pada dasarnya adalah sebuah perusahaan yang menjual produk, dan karena tidak semua perusahaan bisa dikatakan sebagai MNC maka para ahli memberikan definisi untuk MNC. Menurut Dunning, MNC adalah sebuah perusahaan yang melakukan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment / FDI) dan memiliki atau mengontrol aktivitas yang menambahkan nilai di lebih dari satu negara.21 Hal yang serupa dipaparkan pula oleh Gooderham yang menjelaskan MNC sebagai sebagai investasi langsung yang dikelola secara aktif yang dibuat oleh perusahaan yang memiliki komitmen jangka panjang untuk beroperasi secara internasional.22
21
John H. Dunning, (1991), Governments and Multinational Enterprises: From Confrontation to Co-operation. Berkshire: University of Reading, Department of Economics United Kingdom.,hal. 59 22 Gooderham Paul, (2003), International Management : Cross-Boundary Challenges. Malden MA: Blackwell Publishing, hal. 16
Dalam International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences di sebutkan bahwa MNC adalah suatu organisasi bisnis yang aktivitasnya terlokasi di lebih dari dua negara dan berbentuk organisasi yang menjalankan investasi asing secara langsung.23 Definisi ini hampir sama dengan penjelasan dalam Multinational Corporation and Governments Business-Government Relations in an Interntional Context tentang MNC yaitu sebuah perusahaan yang memiliki markas besar atau pusat operasinya di satu negara dan memiliki serta mengoperasikan perusahaan lain atau anak \perusahaannya di negara lain. Perusahaan lain atau anak perusahaan ini biasa disebut sebagai cabang (subsidiary).
Sebuah
MNC
kemudian
persis
seperti
namanya
yaitu
mengidikasikan sebuah perusahaan yang beroperasi di berbagai lingkungan nasional.24 Melihat perkembangan MNC yang pesat sejak Perang Dunia ke II dan memiliki andil yang cukup besar dalam masyarakat global, maka di tahun 1973 Departemen ECOSOC PBB membuat sebuah laporan mengenai MNC. Laporan ini menjelaskan bahwa MNC adalah perusahaan yang menguasai ‗aset‘ berupa pabrik pabrik, pertambangan, penjualan dan pemasaran serta kantor-kantor lainnya di lebih dari dua negara. Perumusan ini cukup luas sehingga dapat meliputi hampir semua investasi langsung dari luar negeri. Padahal dalam kenyataannya hanya sebagian kecil yang merupakan MNC besar. Sehingga dirumuskan kembali bahwa MNC pada umumnya merupakan suatu usaha yang 23
Neil J Smelser, Paul B Baltes, (2001), International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences, New York : Elsevier. hal. 10197 24 Patrick M. Boarman and Hans Schollhammer (eds.), (1980), Mutinational Corporations and Governments: Business-Government Relations in an International Context, New York : Pergamon., hal.75
‗large-size’, oligopolistic (dikuasai oleh beberapa perusahaan besar), jumlah penjualannya melebihi beberapa ratus juta US dollar dan mempunyai cabang tersebar di berbagai negara.25 MNC sangatlah besar jika dilihat dari cabang-cabangnya yang tersebar di berbagai negara. Mereka memiliki pengalokasian sumber daya yang terkordinasi secara global dalam suatu manajemen terpusat tunggal. Selain menguasai sumber daya alam, MNC juga memiliki modal yang sangat besar. Menurut laporan Departemen ECOSOC PBB, di negara yang sedang berkembang, jumlah modal yang berasal dari MNC lebih besar daripada modal yang datang dari negara maju dan modal domestik. Pada umumnya modal ini mengarah ke sektor manufacturing dan pertambangan.26 Sebagaimana Amerika Serikat tertarik pada bidang pertambangan di Indonesia dan memberikan modal yang sangat besar.27 MNC merupakan entitas ekonomi yang memiliki kekuatan di berbagai bidang seperti pasar, keuangan, organisasi, penyebaran dan tingkat pertumbuhan pesat. Bahkan pertumbuhan ekonomi MNC seringkali melebihi rata-rata pertumbuhan ekonomi suatu negara.28 Dengan kekuatan tersebut tentu terdapat dampak yang dirasakan di berbagai level dan bagian dari masyarakat global. Dalam buku yang berjudul Multinational Corporation and Governments Business-Government Relations in an Interntional Context dijelaskan bahwa
25
op.cit., Department of Economic and Social Affairs United Nation. op.cit., Department of Economic and Social Affairs United Nation, hal.33-34 27 op.cit., Yusuf Panglaykim 28 George Modelski (ed.), (1979),Transnational Corporations and World Order. San Fransisco: W.H Freeman and Company, hal. 90 26
―pihak MNC mengklaim diri mereka memiliki keahlian dan sumber daya untuk membangun sebuah dunia yang lebih efisien secara produktif, dan oleh karena itu meningkatkan standar kehidupan global. Pihak MNC juga berpendapat bahwa mereka membantu negara kurang berkembang untuk memodernisasi dan mengindustriliasisasi dengan mengenalkan teknologi, kesempatan kerja, dan keahlian untuk menghadapi ekonomi yang terbelakang. MNC juga secara alami membuat perang tak lagi terpakai atau kuno. Karena dalam dunia masa depan dimana semua negara bangsa dan regional saling ketergantungan satu sama lain, tak akan ada orang ataupun pemerintahan yang waras yang akan memulai perang.29‖ Menurut Nopirin, dikatakan pula bahwa terdapat keuntungan potensial dari kehadiran MNC dalam suatu negara. Keuntungan tersebut antara lain MNC dapat menyediakan dana investasi, pekerjaan, teknologi tinggi dan jasa pendidikan.30 Terkait dana investasi, kehadiran sebuah MNC dikatakan dapat menambah stock nasional jika modal berasal dari negara induk dan dapat apabila pengusaha local terdorong untuk melakukan investasi. Selain kehadiran MNC dapat menambah lapangan pekerjaan, terdapat pula pelatihan ataupun pendidikan lanjutan bagi tenaga kerja untuk mempertinggi skillnya. Bersamaan dengan adanya transfer teknologi dan tenaga kerja local yang telah terlatih dan berpengalaman, diharapkan dalam jangka panjang negara penerima dapat merubah struktur perekonomiannya meskipun MNC telah pergi.31 Walaupun begitu, menurut ECOSOC PBB, masuknya MNC ke suatu negara belum tentu positif terhadap masalah kesempatan kerja, karena harus dilihat tipe investasi yang masuk. Jika berbentuk padat modal dan bukan padat kerja maka hal ini mungkin dapat melumpuhkan industri nasional sehingga justru
29
Op. cit. Patrick M. Boarman. hal. 89 Nopirin. (1999). Ekonomi internasional. Yogyakarta: BPFE Yogykarta, hal. 56 31 Ibid., hal. 58 30
menimbulkan penyiutan kesempatan kerja.32 Pendapat ini kembali ditekankan oleh Richard J. Barnet and Ronald E.Muller dalam bukunya yang berjudul Global Reach: The Power of the Multinational Corporation. Mereka melihat MNC memiliki kemampuan produksi dengan modal intensif yang besar, hal ini dianggap mampu membuat saingan lokal di pasar domestik tersingkir dari bisnis yang tentu saja meningkatkan pengangguran di negara penerima.33 Selain itu, menurut Nopirin, MNC dilihat tidak banyak melakukan kegiatan riset dan pengembangan di negara penerima sehingga mengakibatkan negara penerima selalu tergantung pada negara induk. Ditambah lagi, untuk memiliki teknologi dan pengetahuan yang dimiliki oleh MNC, negara penerima harus memberikan harga untuk transfer pricing dan royalty. Oleh karena itu negara berkembang susah untuk bisa lepas MNC dan mandiri mengelola perekonomiannya.34 Menurut Yusuf Panglaykim, Hubungan antara MNC dengan nation states dapat menimbulkan ketegangan dan konflik.35 Fakta yang tak dapat di elakkan adalah bahwa ukuran yang sangat besar dari MNC bermakna bahwa mereka memiliki dampak ekonomi maupun politis di negara penerima, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Jika operasi ekonomi dari MNC itu kritikal terhadap ketahanan suatu politik di negara penerima, maka pemerintahan tersebut
32
Op.cit. Department of Economic and Social Affairs United Nation, hal, 39 Richard J. Barnet and Ronald E.Muller, (1974), Global Reach: The Power of the Multinational Corporation. New York: Simon &Schuster, Inc. hal. 45 34 Op.cit. Nopirin, hal. 56 33
tak bisa dihindari akan tertekan. Hal ini tentu membuat negara berada dalam posisi ‗ketergantungan‖ terhadap MNC baik itu secara ekonomi maupun politik.36 Penguasaan MNC akan sumber daya alam di suatu negara dalam jumlah yang tidak sedikit menimbulkan pertanyaan mengenai kedaulatan permanen atas sumber daya alam tersebut. Disebutkan pula dalam laporan ECOSOC PBB bahwa penguasaan MNC pada sektor kunci (sektor yang melibatkan hajat hidup orang banyak) dilihat sebagai suatu pelanggaran terhadap negara-negara yang merdeka. Namun, tetap terdapat banyak negara yang menganjurkan masuknya investasi langsung ke negaranya. Hal ini merupakan suatu kompromi untung rugi (cost and benefits) yang bersifat politis, ekonomis, dan sosio kulutural.37 Dalam prakteknya terdapat suatu perbedaan tujuan dan scope kegiatan antara negara dan MNC. MNC jelas berorientasi laba sedangkan negara memiliki tujuan mensejahterahkan rakyatnya. MNC memiliki kekuatan ekonomis dan nation state memiliki ―sovereign power‖. Sovereign power ini sebenarnya dapat digunakan untuk menentukan aturan masuknya MNC ke suatu negara. Dan dengan menerima kekuatan MNC, Negara dapat bekerjasama dengan MNC dalam area ekonomi untuk memperoleh national interest.
B. Energy Security (Keamanan Energi)
Konsep Keamanan Energi muncul ketika di masa Perang Dunia II, Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill mengganti bahan bakar kapal perang Inggris dari batu bara ke minyak agar dapat menandingi kekuatan kapal perang 36 37
op.cit., Yusuf Panglaykim, hal. 38 op.cit. Department of Economic and Social Affairs United Nation hal. 44
German yang cepat. Keputusan Winston Churcill ini membuat Inggris bergantung akan impor minyak dari Timur Tengah. Menyadari bahwa bahan bakar krusial ini melewati berbagai lintas batas Negara maka Winston Churcill mengemukakan keamanan energi harus menjadi salah satu perhatian para pembuat kebijakan. 38 Energi merupakan komponen dasar yang sangat dibutuhkan oleh setiap Negara tak hanya di bidang militer namun juga ekonomi. Ketika pasokan energi dihentikan di tahun 1973 oleh embargo Timur tengah, negara negara maju harus memikirkan kembali cara untuk melindungi pasokan energi. Sejak saat itu, kemanan energi menjadi hal yang mulai serius dipikirkan oleh para pembuat kebijakan di berbagai Negara khususnya di Negara yang tak memiliki cadangan energi memadai. Keamanan energi merupakan tujuan penting dari kebijakan energi di banyak negara di dunia. Uni Eropa memiliki tiga pilar kebijakan energi yaitu efisiensi, keberlanjutan dan keamanan ketersediaan energi.39 Indonesia sendiri dalam UU no. 30 tahun 2007 menyatakan bahwa energi memiliki peranan yang sangat penting artinya bagi peningkatan kegiatan ekonomi dan ketahanan nasional, sehingga pengelolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaaatan, dan pengusahananya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, optimal, dan terpadu.40
38
op.cit. Daniel Yergin. hal.1 EU Commision. (2006). Green Paper-A European Strategy for Sustainable, Competitive and Secure Energy, hal. 28 Diambil tanggal 19 September 2012 dari http://ww.energy.eu/directives/2006_03_08_gp_document_en.pdf 40 Undang-undang no. 30 tahun 2007. Di ambil tanggal 31 Agustus 2012 dari http://prokum.esdm.go.id/uu/2007/uu-30-2007.pdf 39
Definisi energy security sendiri telah terjadi perubahan sesuai berjalannya waktu. Di periode pasca oil shock di 1970-an, definisi dari energy security berhubungan dengan penghindaran resiko atas ganguan potensial persediaan minyak dari pasokan minyak mentah di timur tengah. Di abad ini, faktor lain yang dapat mempengaruhi stabilitas persediaan bahan bakar dan meningkatkan harga minyak turut ditambahkan ketika menelaah energy security. Faktor faktor ini termasuk konflik politik, bencana alam, hal terkait terorisme, dan tantangan energi yang berhubungan dengan lingkungan. Menurut laporan APERC (Asia Pacific Reseach Energy Centre), energy security merupakan kemampuan atas suatu ekonomi untuk menjamin ketersediaan sumber persediaan energi dalam keadaan yang berkelanjutan dengan harga energi yang berada pada suatu level yang tidak akan berefek buruk terhadap penyelenggaraan
ekonomi.
Jadi,
terdapat
beberapa
faktor
yang
dapat
mempengaruhi ―keamanan‘ dari persediaan energi, seperti : 1. Ketersediaan dari cadangan bahan bakar, baik secara domestic maupun secara eksternal 2. Kemampuan sebuah ekonomi untuk mendapatkan persediaan yang dapat memenuhi permintaan energi 3. Level dari sebuah diversifikasi sumber ekonomi energi dan diversifikasi penyedia minyak 4. Akses akan sumber bahan bakar, dalam hal ketersediaan yang berhubungan dengan infrastruktur energi dan infrasturktur transportasi energi.
5. Hal geopolitik yang mempengaruhi perolehan sumber.41 Bert Kruyt mengemukakan hal yang serupa mengenai elemen-elemen yang terkait dengan energy security yaitu : Availability (ketersediaan)—hal ini menggantungkan pada keberadaan energi secara geologi. Accessibility (ketercapaian)—atau elemen geopolitik. Affordability (keterjangkauan)—atau elemen ekonomi. Acceptability—atau elemen sosial dan lingkungan.42 Terlepas dari banyaknya elemen yang ada dalam keamanan energi, beberapa ahli kebijakan nampaknya sependapat bahwa fokus keamanan energi terdapat pada adanya ketersediaan energi dan keterjangkauan harga. Seperti menurut IEA (International Energy Agency), sebuah organisasi energi internasional yang dibangun pasca oil shock, keamanan energi adalah ketersediaan energi yang tak terganggu dalam rentang harga yang terjangkau.43 Daniel Yergin juga memiliki pendapat yang sama bahwa tujuan dari energy security adalah menjamin adanya pasokan energi yang memadai dan dapat diandalkan dalam rentang harga yang terjangkau.
44
Hal senada pun dikemukakan oleh UNDP
(United Nations Development Program) bahwa keamanan energi adalah suatu kondisi ketersediaan pasokan sumber energi dengan kuantitas yang cukup dengan harga yang terjangkau.45 Keamanan energi akan terhalang ketika pasokan energi berkurang atau terganggu di beberapa tempat hingga menyebabkan suatu kenaikan harga yang
41
Asia Pasific Energy Research Centre. (2007). Japan.Ibid hal.6 Kruyt, Bert, D.P. van Vuuren, H.J.M. de Vries, dan H. Groenenberg. (2009). ―Indicators for Energy Security.‖ Energy Policy Volume 37. Hal. 2166 43 International Energy Agency. (2010). Energy Security. Diakses melalului http://www.iea.org/subjectqueries/keyresult.asp?KEYWORD_ID=410 tanggal 8 Agustus 2012 44 op.cit. Daniel Yergin, hal. 70 45 UNDP, (2000), World Energy Assessment, New York: United Nations, hal. 35. 42
tiba-tiba dan signifikan. Keamananan pasokan energi merupakan hal yang paling fundamental untuk mempertahankan kesinambungan pembangunan ekonomi. Kapasitas energi yang terbatas akan berdampak pada potensi produksi yang pada gilirannya dapat menjadi penghalang di dalam menopang pembangunan ekonomi jangka panjang.
46
Dengan kata lain bahwa pasokan energi atau ketersediaan
energi yang terputus sangat kritis bagi berfungsinya sebuah perekononomian. Oleh karena itu, penelitian ini akan berfokus pada ketersediaan energi di Indonesia. Untuk merefleksikan pentingnya resiko yang akan hadir, APERC mendesain indikator keamanan pasokan energi (security supply of energy) bagi suatu Negara yaitu: a) Diversifikasi dari Permintaan energi primer (Diversification of Primary Energy Demand) Dalam indicator ini, jika suatu perekonomian bergantung hanya pada satu sumber energi maka itu berarti negara tersebut memiliki resiko yang sangat tinggi terhadap keamanan pasokan energi. Sebaliknya jika perekonomian suatu negara menggunakan sumber energi yang bervariasi dan rata terbagi maka negara tersebut memiiki resiko yang sedikit terhadap keamanan pasokan energi (energy supply security). b) Kertengantungan import energi (di timbang dari
intensitas konsumsi
sumber energi primer)
46
Maxensius TS, Ketahanan Energi nasional dan reformasi Sektor Transportasi. Bisnis Indonesia. 13 Maret 2007.
Jika perekonomian suatu negara memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap impor energi maka resiko akan keamanan pasokan energinya juga akan tinggi. c) Portofolio bahan bakar non carbon Indicator mengukur usaha suatu perekonomian untuk berpindah dari portofolio bahan bakar karbon. Bahan bakar karbon (fosil) adalah sumber energi yang tidak dapat terbaharui dan suatu waktu dapat habis terpakai. Perpindahan ke bahan bakar non karbon di perlukan untuk menjaga agar sumber energi tidak mudah terganggu. d) Ketergantungan import minyak( di timbang dari intensitas konsumsi minyak sebagai sumber energi primer) Indicator ini melihat ekspor dan impor minyak suatu negara yang dipengaruhi oleh konsumsi oil sebagai sumber energi primer. e) Ketergantungan import minyak dari Timur Tengah. Tingkat Ketergantungan suatu negara akan pasokan minyak dari Timur Tengah berpengaruh terhadap tingkat resiko keamanan pasokan energi. Semakin tinggi ketergantungan yang terjadi, maka resikonya pun akan semakin besar.47 C. Kepentingan Nasional
Suatu negara merdeka tentu memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Sekumpulan tujuan-tujuan ini kemudian identik dengan kepentingan 47
Op.cit. Asia Pasific Energy Research Centre, hal. 43
nasional suatu negara. Tindakan maupun reaksi yang dilakukan suatu negara seringkali berasal dari kepentingan nasionalnya. Kepentingan nasional ini pula yang kemudian menjadi tolak ukur atau kriteria pokok bagi para pengambil keputusan (decision makers) masing-masing negara sebelum merumuskan dan menetapkan sikap atau tindakan.48 Kepentingan nasional berawal dari kebutuhan masyarakat suatu negara. Oleh karenanya kepentingan nasional suatu negara relative sama yaitu keamanan (security) dan kesejahteraan (prosperity). Teuku May Rudy menjelaskan bahwa keamanan mencakup keberlangsungan hidup rakyat dan kebutuhan wilayah sedangkan kesejahteraan menyangkut perekonomian negara tersebut.49 Dalam Kamus Hubungan Internasional, Jack C. Plano dan Roy Olton menjelaskan kepentingan nasional merupakan konsepsi yang sangat umum tetapi merupakan unsur yang menjadi kebutuhan yang sangat vital bagi suatu negara. Hal tersebut mencakup keberlangsungan hidup bangsa dan negara, kemerdekaan, pertahanan,
keamanan,
militer,
dan
kesejahteraan
ekonomi.
Namun
keberlangsungan hidup nasional itu sendiri diberi bermacam-macam intrepretasi oleh berbagai negara yang menghadapi kondisi yang berlainan. Penelitian ini akan memfokuskan penelitian di sektor energi dimana energi merupakan unsur vital yang harus diamankan oleh suatu negara demi keberlangsungan
ekonomi
dan
kesejahteraan
rakyat.
Melihat
hal
ini,
mengamankan energi tentu merupakan salah satu agenda kepentingan nasional suatu negara. Sebagaimana Miroslav Nincic menyebutkan tiga kriteria yang harus 48 49
Op.cit. T.May Rudy Ibid, hal.124
dipenuhi dalam mendefinisikan kepentingan nasional. Pertama, kepentingan itu harus bersifat vital sehingga pencapaiannya menjadi prioritas utama pemerintah dan masyarakat. Kedua kepentingan tersebut harus berkaitan dengan lingkungan internasional. Artinya pencapaian kepentingan nasional dipengaruhi oleh lingkungan internasional. Ketiga kepentingan nasional harus melampaui kepentingan yang bersifat partikularistik dari individu, kelompok atau lembaga pemerintahan sehingga menjadi kepedulian masyarakat secara keseluruhan.50 Demi mewujudkan kepentingan nasional ini, setiap negara harus mampu untuk melindungi dan mempertahankan negaranya dari berbagai hal yang dapat mengancam keberlangsungan hidup maupun kebutuhan rakyatnya. Hal ini di tekankan oleh Mochtar Mas‘oed bahwa kepentingan nasional merupakan kemampuan minimum negara-negara untuk melindungi dan mempertahankan identitas fisik, politik dan kulturnya dari gangguan-gangguan negara lain.‖51 Setiap negara bangsa tidak bisa menghindar dari konsep kepentingan nasional karena kepentingan nasional tersebut berkaitan erat dengan tujuan-tujuan nasional.52 Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber daya energi yang cukup melimpah memiliki tujuan yang hampir sama negara lain yaitu memberi manfaat
sebanyak-banyaknya
atas
sumber
daya
yang
dimiliki
untuk
mensejahterahkan rakyatnya. Tujuan ini sejalan dengan konsep energy security karena keduanya sama-sama mengedepankan kesejahteraan rakyat. Negara
50
Dalam Aleksius Jemadu,(2008), Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal. 67 51 Mochtar Mas‘oed, (1990), Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin Ilmu dan Metodologi, Jakarta: LP3ES, hal. 141 52 R. Suprapto, (1997), Hubungan internasional: sistem interaksi, dan perilaku, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal.147
sebagai entitas politik harus mampu menjalankan tujuan itu disaat bekerjasama dengan perusahaan asing dalam mengelola migas. Perusahaan migas asing pun diharapkan mampu mendukung visi negara penerimanya, oleh karenanya energy security dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu perusahaan energi asing di suatu negara.
BAB III KETERSEDIAAN ENERGI INDONESIA DAN PERUSAHAAN MIGAS ASING DI INDONESIA
A. Ketersediaan Minyak dan Gas alam Indonesia 1. Sejarah Pengelolaan Minyak dan Gas di Indonesia Keberhasilan Amerika Serikat menemukan ladang minyak yang dilakukan oleh Koloner Drake di Titusville, Pennsylvania pada tahun 1895, berpengaruh terhadap negara-negara lain di dunia untuk menemukan cadangan serta ladang minyak yang komersial. Pada tahun 1871, di Indonesia Reering telah mencoba mencari minyak di lereng Gunung CIremei (jawa barat) namun gagal. Orang kedua yang mencoba mencari minyak adalah Aeilko Jana Zijker yang merupakan inspektur perkebunan di daerah Langkat (Sumatera Selatan). 53 Zijker secara tidak sengaja menemukan resapan minyak ketika berteduh di suatu tempat. Atas dasar keyakinanya bahwa yang dia temukan adalah minyak maka Zijker mendatangkan modal dari Belanda untuk mulai membentuk perusahaan dan mencari sumber minyak tersebut. Ziljker pun mulai memproduksi minyak pada tahun 1885. Keberhasilan Zijlker ini membuat para pengusaha mencari minyak ke berbagai daerah di Indonesia yang diyakini memiliki sumber
53
Bachrawi Sanusi,(2004), Potensi Ekonomi Migas Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, hal.7
minyak seperti Surabaya, Jambi, Aceh Timur, Palembang, dan Kalimantan Timur.54 Dalam upaya untuk membuat produk bahan bakar dari minyak maka pemerintah Belanda pada saat itu membangun sebuah kilang minyak di Pangkalan Brandan pada tahun 1892. Menyusul pembangunan kilang minyak tersebut maka dibangun pula tanki-tanki penimbunan serta fasilitas pelabuhan di Pangkalan Susu pada tahun 1898. Tempat inilah merupakan tempat pelabuhan ekspor minyak pertama Indonesia.55 Sejalan dengan pesatnya industry dunia, kebutuhan akan minyak pun semakin bertambah. Indonesia dimasa pemerintahan Hindia Belanda melihat peluang untuk memanfaatkan kekayaan alam Indonesia kemudianmengeluarkan perturan yang berkaitan dengan kegiatan mencari minyak dan gas bumi di Indonesia yang di atur dalam undang-undang pertambangan (Minjwet) tahun 1899. Isi undang-undang tersebut adalah hal-hal yang berkenaan dengan kegiatan pertambangan dapat diberikan kepada perusahaan minyak atas dasar konsensi. Konsensi ini berlaku untuk jangka waktu 75 tahun. Undang-undang ini juga mengatur tentang kewajiban perusahan antara lain pemungutan atas tiap
54
Bachrawi Sanusi, (2002), Peranan Migas dalam Perekonomian Indonesia, Jakarta: Universitas Trisakti, hal.15-16 55 Ibid.
hektar dari lahan ladang minyak dan satu persen pungutan yang berasal dari nilai setiap minyak yang dihasilkannya.56 Setelah undang-undang ini keluar banyak perusahaan minyak asing yang berminat untuk memperoleh konsensi di Indonesia seperti Shell, Standard Oil of New Jersey dan Standard Oil of California. Perusahaan-perusahaan ini kemudian membentuk anak perusahaan seperti NPPM, NKPM dan NIAM. Pasca kemerdekaan Indonesia, undang-undang mengenai pertambangan dikeluarkan berupa undang-undang no. 44 tahun 1960 yang merubah status hukum perusahaan-perusahaan migas di Indonesia. Dalam undang-undang tersebut ditetapkan bahwa perusahaan perusahaan asing tidak lagi diberikan hak konsensi tetapi hanya boleh bertindak sebagai kontraktor.57 Menyusul undang-undang no.8 tahun 1971 maka PN PERTAMINA (Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara) di ubah menjadi PERTAMINA. Karena keterbatasan modal dan tenaga ahli serta pencarian migas mengandung resiko yang besar maka untuk menghasilkan migas pihak PERTAMINA diberi peluang untuk melakukan kerjasama dengan para kontraktor swasta, terutama kontraktor migas asing yang sudah banyak pengalamannya dalam upaya mencari ladang-ladang migas di berbagai dunia.
56 57
op.cit. Bachrawi Sanusi, hal. 8 Juli Panglima Saragih, (2010), Sejarah Perminyakan di Indonesia, Jakarta: Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia, hal. 20
Untuk mengatur hubungan antara pemerintah Indonesia dan perusahaan migas asing, maka dibuatlah kontrak sebagai berikut58 : a) Perjanjian Karya (Working Contract) Perjanjian Karya merupakan bentuk kerjasama antara PERTAMINA dan perusahaan swasta pemegang konsensi dalam rangka ekplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi sesuai dengan UU no.44 tahun 1960 sebagai penggantu system konsensi yang berlaku pada masa pemerintahan Belanda. Adapun prinsip-prinsip dari kerjasama Perjanjian kerja yakni: a. Perusahaan Negara sebagai pemegang kuasa pertambangan sedangkan perusahaan swasta bertindak sebagai kontraktor. b. Managemen di tangan kontraktor dan resiko operational di tanggung oleh kontraktor. c. Pembagian hasil dalam bentuk uang atas dasar perbandingan Pemerintah/perusahaan Negara: kontraktor = 60 persen : 40 persen dengan ketentuan bahwa penghasilan pemerintah tiap tahun tidak boleh kurang dari 20 persen hasil kotor minyak bumi. d. Jangka waktu kontrak 30 tahun untuk daerah baru dan 20 tahun untuk daerah lama. e. Penyisihan wilayah dilakukan dua atau tiga kali setelah jangka waktu tertentu. 58
op.cit., Bachrawi Sanusi, hal. 28-39.
f. Kontraktor wajib ikut serta menyediakan minyak bagi kebutuhan minyak di dalamnegeri atas dasar proporsional dan tidak melebihi 25 persen dari produksi kontrak areal dan atas dasar Cost+Fee US$0,20/barel. Perjanjian karya hanya berlaku hingga tahun 1963, dan untuk tahun selanjutnya digunakan Perjanjian dalam bentuk Production Sharing Contract (Kontrak Bagi hasil). Untuk perjanjian karya yang telah terlanjur di tanda tangani masih tetap berlaku dan berkahir pada bulan November 1993. b) Production Sharing Contract / PSC (Kontrak bagi Hasil) PSC ini lahir atas dasar UU no.44 tahun 1960 dan UU. No. 8 tahun 1971. Prinsip-prinsip Production Sharing Contract (PSC) yakni: a. Pertamina bertanggungjawab atas managemen operasi b. Kontraktor melaksanakan operasi menurut program kerja tahunan yang telah disetujui oleh PERTAMINA c. Kontraktor
menyediakan
seluruh
dana
dan
teknologi
yang
dibutuhkan dalam operasi perminyakan d. Kontraktor menanggung biaya dan resiko operasi e. Kontraktor diizinkan mengadakan eksplorasi selama 6(enam) samapi 10 (sepuluh) tahun dan esklploitasi 20 tahun atau lebih ( jangka waktu kontrak 30 tahun)
f. Kontraktor akan menerima kembali seluruh biaya oprasi setelah produksi komersial g. Produksi yang telah dikurangi biaya produksi, dibagi PERTAMINA dan kontraktor. h. Kontraktor wajib menyisihkan/peralatan yang dibeli kontraktor menjadi milik PERTAMINA dan untuk yang di impor setelah tiba di Indonesia i. Seluruh data yang diperoleh dalam operasi menjadi milik pemerintah j. Kontraktor
adalah
subjek
pajak
penghasilan
dan
wajib
menyetorkannya secara langsung kepada Negara. k. Kontraktor wajib memenuhi sebagian kebutuhan minyak dan gas bui dalam negeri (Domestic Market Obligation), maksimum 25 persen dari bagian PSC. l. Kontraktor wajib mengalihkan 10 persen interestnya setelah produksi komersial kepada perusaha swasta nasional yang ditunjuk PERTAMINA. Perkembangan harga minyak dunia serta adanya upaya menarik para kontraktor maka telah terjadi beberapa perubahan isi dari Kontrak Production Sharing i) Production Sharing Contract Generasi I (1964-1977) Kontrak ini merupakan bentuk awal PSC, pada tahun 1973/74 terjadi lonjakan
harga
minyak
dunia
sehingga
pemerintah
menetapkan
kebijaksanaan bahwa sejak tahun 1974para kontraktor wajib melaksanakan pembayaran tambahan kepada pemerintah. Prinsip-prinsip pokok PSC generasi I sebagai berikut: a. Managemen operasi di tangan PERTAMINA b. Kontraktor menyediakan seluruh biaya operasi perminyakan c. Kontraktor akan memperoleh kembali seluruh biaya operasinya dengan ketentuan maksimum 40 persen setiap tahun d. Dari 60 persen di bagi menjadi: -
Pertamina = 65 persen
-
Kontraktor = 35 persen
e. PERTAMINA membayar pajak pendapatan kontraktor kepada pemerintah f. Kontraktor wajib memenuhi kebutuhan BBM untuk dalam negeri secara proporsional (maksimum 25 persen bagiannya) dengan harga USS 0,20/barel. g. Semua peralatan dan fasilitas yang dibeli oleh kontrakor menjadi milik PERTAMINA h. Sebesar 10 persen dari interest kontraktor ditawarkan kepaa perusahaan nasional Indonesia setelah lapangna dinyatakan komersial. i. Sejak tahun 1974 hingga 1977 kontraktor diwajibkan memberikan tambahan pembayaran kepada pemerintah ii) Production Sharing Contract Generasi II (1978-1987)
Pada tahun 1976 pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan IRS Ruling yang antara lain menetapkan bahwa penyetoran 60 persen Net Operating Income PSC (yang sesuai undang-undang no.8 tahun 1971 merupakan pembayaran pajak PERTAMINA dan kontraktor) dianggap sebagai pembayaran royalty, sehingga disarankan agar kontraktor membayar pajak secara langsung kepada pemerintah. Disamping itu pelu ditetapkan Generally Accepted Accounting Procedure (GAP), dimana pembatasan pengembalian biaya operasi (Cost Recovery Ceiling) 40 persen/tahun dihapus. Untuk PSC yang sedang berproduksi dilakukan amandemen. Prinsip-prinsip pokok PSC generasi I sebagai berikut: a. Tidak
ada
pembatasan
pengembalian
biaya
operasi
yang
diperhitungkan oleh kontraktor. b. Setelah biaya dikurangi biaya-biaya maka pembagiannya menjadi seperti berikut: -
Minyak = 65,91 persen untuk PERTAMINA, 34,09 persen untuk kontraktor.
-
Gas = 31,80 persen untuk PERTAMINA, 68,20 persen untuk kontraktor.
c. Kontraktor membayar pajak 56 persen secara langsung kepada pemerintah. d. Kontraktor mendapat insentif berupa: -
Harga ekspor penuh untuk minyak mentah Domestic Market Obligation setelah lima tahun pertama produksi.
-
Insentif pengambang 20 persen dari mdoal yang dikeluarkan utnuk fasilitas produksi.
iii) Production Sharing Contract Generasi II (1998- dan seterusnya) Pada tahun 1984 pemerintah menetapkan Peraturan perundangan-undang pajak baru untuk PSC dengan tarif 48 persen. Tetapi peraturan tersebut baru bisa diterapkan terhadap PSC yang ditandatangani pada tahun 1988, karena dalam perundingan-perundingan yang dilakukan, pihak kontraktor masih
mempunyai
kecenderungan
untuk
mengunakan
peraturan
perpajakan yang lama. Dengan demikian maka pembagian hasilnya berubah menjadi berikut: -
Minyak = 71,15 persen untuk PERTAMINA; 28,85 persen untuk kontraktor
-
Gas = 42,31 persen untuk PERTAMINA; 57,64 persen untuk kontraktor
Bagian bersih setelah dikurangi pajak menjadi -
Minyak = Indonesia/kontraktor = 85/15
-
Gas = Indonesia/kontraktor = 70/30
c) Technical Assistance Contract (TAC) TAC adalah suatu kontrak kerjasama antara PERTAMINA dan perusahaan swasta dalam rangka merehabilitasi sumur-sumur lama atau lapangan minyak yang ditinggalkan di wilayah kuasa pertambangan (WKP) PERTAMINA.
Prinsip-prinsip dari TAC ialah: a. Lahan di bagian WKP PERTAMINA b. Managemen operasi oleh PERTAMINA c. Biaya operasi 100 persen ditanggung kontraktor d. Pengembalian biaya operasi dibatasi 35 persen-40 persen /tahun e. Pembagian hasilnya sesudah pajak 65 persen-35 persen f. DMO: -
Harga ekspor untuk 5 tahun pertama produksi (lapangan baru)
-
USD 0,20/barel untuk produksi (lapangan lama)
d) Kontrak Enhanced Oil Recovery (EOR) Kontrak EOR ini merupakan kerjasama antara PERTAMINA dan perusahaan swasta dalam rangka meningkatkan produksi minyak di sumur dan lapangan minyak yang masih di operasikan PERTAMINA dan sudah mengalami penurunan produksi dengan menggunakan teknologi tinggi meliputi usaha secondary dan tertiary recovery. Prinsip-prinsip dalam kontrak EOR ialah: a. Lahan di dalam WKP PERTAMINA (lapangan produksi) b. Managemen operasi oleh PERTAMINA c. Penyertaan : PERTAMINA 50 persen & kontraktor 50 persen d. Resiko operasi ditanggung PERTAMINA dan kontraktor e. Biaya operasi: PERTAMINA 50 persen dan kontraktor 50 persen
f. Pengembalian biaya operasi dibatasi 65 persen g. PERTAMINA ditunjuk sebagai operator h. Pembagian hasil: Non Shareable Oil: PERTAMINA Shareable Oil (Incremental Oil) : Pertamina 85 persen dan kontraktor 15 persen i. DMO : Harga ekspor untuk 5 tahun pertama produksi minyak baru (incremental oil) j. USD 0,20/barel atau 10 persen dari harga ekspor setelah 5 tahun produksi. e) Kontrak Operasi Bersama (KOB) KOB merupakan kerjasama antara PERTAMINA dan perusahaan swasta dalam rangka eksplorasi dan eskploitasi panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik. Prinsip-prinsip KOB ialah: a. Lahan di luar KWB PERTAMINA b. Managemen operasi oleh PERTAMINA c. Resiko (eksplorasi) ditanggung kontraktor d. Pengembalian biaya operasi : 100 persen e. Kontraktor menyetorkan 34 persen hasil produksi sebagai pembayaran pajaknya Sejak dikeluarkannya Undang Undang no.22 tahun 2001 tentang minyak dan gas, peran PERTAMINA sebagai pengatur hulu migas Indonesia digantikan
oleh BP MIGAS (Badan Pengelola Hulu Minyak dan Gas). PERTAMINA sejak itu memiliki status yang sama dengan kontraktor lain dalam urusan hulu migas Indonesia. Di tahun 2012, Undang-Undang no. 22 tahun 2001 dihapus Mahkamah Konstitusi karena dianggap tidak sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, kini BP MIGAS berganti nama menjadi SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas). Dalam pengelolaan minyak bumi dan gas alam Indonesia, terdapat beberapa actor yang sangat berpengaruh yaitu: 1. Kementrian Energi dan Sumber Daya mineral (KESDM) 2. SKKK MIGAS 3. BPH MIGAS 4. Komisi VII 5. PT Pertamina 6. PGN 7. Asosiasi Industri 8. Perusahaan Migas Pada tahun 2005, untuk menjaga pasokan kemanan energi Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden no. 5 tahun 2006 mengenai kebijakan energi nasional. Di dalam Peraturan presiden tersebut disebutkan sasaran yang ingin dicapai dari bauran energi primer untuk tahun 2025 yaitu59 :
59
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, (2007), Blueprint Pengelolaan Energi Indonesia, hal. 7
a) Peranan minyak bumi menurun menjadi maksimum 20 persen pada tahun 2025 b) Peranan gas alam meningkat menjadi minimum 30 persen pada tahun 2025 c) Peranan batubara meningkat menjadi 33 persen pada tahun 2025, melalui pemanfaatan brown coal, coal liquefication dan briket batubara d) Peranan panas bumi dan biofuel meningkat masing masing menjadi 5 persen pada tahun 2025 e) Peranan energi baru dan terbarukan lainnya meningkat menjadi 5 persen pada tahun 2025 Mengikuti keluarnya peraturan tentang kebijakan energi nasional ini maka pada tahun 2007 dikeluarkan undang undang no.30 tentang energi. UndangUndang ini mengatur pula tentang perlunya dirumuskan kebijakan energi nasional (KEN) oleh Dewan Energi Nasional. Hingga saat ini rancangan kebijakan energi nasional telah selesai dan menunggu persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR RI).60 2. Kondisi Minyak Bumi dan Gas Alam di Indonesia Indonesia merupakan pemain yang signifikan dan sudah dikenal dalam industry migas internasional. Sejak di temukannya minyak pada tahun 1885, sector minyak dan gas alam terus berkembang di Indonesia. Indonesia mencapai masa kejayaan dalam produksi minyak di tahun 1977 dan 1991 dengan
60
Dewan Energi Nasional, (2012), Rencana Kebijakan Energi Nasional diserahkan kepada DPRRI. Diperoleh tanggal 2 Februari 2013 dari http://www.den.go.id/index.php/news/readNews/382
memproduksi minyak sebanyak 1,7 juta barel perhari. Dalam bidang gas, Indonesia sempat menjadi eksportir LNG terbesar di dunia pada tahun 2005.61 Indonesia adalah Negara dengan cadangan minyak bumi dan gas alam yang cukup besar di Asia Tenggara. Cadangan terbukti minyak Indonesia tercatat berjumlah 3,741.33 juta barel (MMSTB/Million Stock Tank Barrel). Lokasi dari cadangan minyak bumi Indonesia dapat dilihat dalam peta di bawah ini: . Gambar 3.1 Peta Cadangan Minyak Bumi Indonesia (per 1 Januari 2012)
Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementrian Energi dan Sumber daya Mineral, (2012), Peta Cadangan Minyak bumi Indonesia tahun 2011. Cadangan minyak bumi Indonesia secara total berjumlah 7,408.24 juta barel (MMSTB). Sebagian besar cadangan minyak bumi Indonesia tersebar di Indonesia bagian Barat, terutama Pulau Jawa dan Sumatera. Cadangan migas di laut dalam belum banyak di ekplorasi kendati potensinya sangat besar. Dari peta 61
EIA(US Energy Information Administration, (2013), Indonesia Fact Sheet. Data di peroleh dari http://www.eia.gov/countries/analysisbriefs/Indonesia/indonesia.pdf
tersebut dapat dilihat bahwa cadangan terbesar berada di Sumatera Tengah (Riau) yang berjumlah 368.595 juta barel (MMSTB). Melihat cadangan terbukti gas alam Indonesia sebanyak 3,741.33 juta barel (MMSTB) dan asumsi produksi minyak rata-rata 1 juta bph, maka rasio cadangan minyak terhadap produksi (Reserve to Production ratio- R/P)62 adalah 12 tahun. Hal ini berarti dengan tingkat produksi yang sama dengan Indonesia akan mampu mencukupi kebutuhan akan minyak bumi selama 12 tahun. Bila mencakup cadangan potensial sebesar 3,666.91 miliar, R/P Indonesia dapat mencapai 23 tahun. Disisi lain, cadangan gas alam Indonesia masih cukup banyak yaitu sebanyak 103,53 trilliun kaki kubik (TSCF/Trillion Standard Cubic Feet) dengan cadangan potensial gas alam Indonesia sebanyak 47.35 trilliun kaki kubik (TSCF). Hal ini membuat Indonesia berada di urutan ke 14 diantara Negara pemilik cadangan gas alam terbesar di dunia dan berada di peringkat ke tiga di Asia Pasifik.63
62
Rasio cadangan minyak terhadap produksi di peroleh dari Jumlah cadangan minyak di bagi produksi pertahunnya. 63 Op.cit. EIA (US Energy Information Administration)
Gambar 3.2 Cadangan Gas alamIndonesia (per 1 Januari 2012)64 Mengikuti pola yang sama pada peta cadangan minyak bumi, gas alamIndonesia juga memusat di Indonesia bagian Barat. Peta di atas menunjukan bahwa cadangan gas alam terbesar berada di Natuna, Kepulauan Riau sebesar 50.27 TSCF. Indonesia memiliki cadangan gas alam terbukti sebesar 103.35 TSCF dan bila asumsi produksi gas pada tingkat produksi saat ini, maka rasio cadangan gas terhadap produksi (Reserve to Production ratio- R/P) Indonesia akan mampu mencukupi kebutuhan selama 56 tahun. Ditambah cadangan potensial sebesar 47.35 TSCF maka prospek cadangan Indonesia masih optimis untuk puluhan tahun kedepan.
64
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementrian Energi dan Sumber daya Mineral, (2012), Peta Cadangan Gas Alam Indonesia tahun 2012. Diperoleh dari tanggal 8 Januari 2013 dari http://www.migas.esdm.go.id/show.php?fd=5&id=gerbang_273_7.jpg
Indonesia sebenarnya memiliki banyak lapangan hidrokarbon yang potensial namun belum tereksplorasi.
65
Saat ini terdapat 22 lapangan hidrokarbon
yang belum di ekplorasi yang kebanyakan terletak di laut dalam khususnya di bagian wilayah timur Indonesia.66 Perlunya modal yang besar untuk melakukan eksplorasi di laut dalam membuat proses pencarian ladang minyak dan gas alam terhambat. Sejalan dengan cadangan minyak bumi Indonesia yang makin berkurang, produksi minyak pun ikut berkurang. Hal ini terlihat dalam grafik berikut ini :
65
Lapangan hidrokarbon merupakan suatu wilayah yang di identifikasi memiliki senyawa hidrokarbon yang merupakan komponen utama minyak dan gas alam. 66 Sekretaris Jenderal DPR-RI, (2010), Politik Ketahanan Energi Nasional, Jakarta:Gema Insani, hal. 12
Grafik 3.1 Perbandingan produksi dan konsumsi minyak Indonesia (1965-2010)67 Grafik diatas menunjukan bahwa Indonesia telah mencapai dua kali puncak produksi yaitu pada tahun 1977 dan 1991 dengan produksi sebesar 1,7 juta bph. Setelah itu produksi minyak bumi Indonesia menurun dan stagnan pada angka produksi 1 juta bph. Sebaliknya konsumsi minyak bumi Indonesia terus mengalami peningkatan sehingga produksi minyak bumi Indonesia tak mampu lagi memenuhi konsumsi minyak bumi dalam negeri di tahun 2002. Tak lama setelah itu, Indonesia menjadi negara net-importir minyak bumi. Lain halnya dengan gas alam yang memiliki jumlah produksi yang cukup seimbang dengan laju konsumsi di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dalam grafik berikut:
67
Diolah dari BP Statistical Review of World Energy, (2011). Di peroleh dari http://www.bp.com/liveassets/bp_internet/china/bpchina_english/STAGING/local_assets/downl oads_pdfs/statistical_review_of_world_energy_full_report_2011.pdf
Grafik 3.2 Perbandingan produksi dan konsumsi gas alam Indonesia (2001-2011)68 Grafik di atas menunjukkan bahwa produksi gas alam meningkat seiring seiring dengan konsumsi yang juga meningkat. Seiring tahun berjalan tingkat produksi gas alam Indonesia masih lebih banyak di bandingkan konsumsi gas alam. Sehingga Indonesia disebut sebagai net eksportir gas alam. Dalam rentang 10 tahun tersebut produksi tertinggi gas alam terjadi pada tahun 2010 dengan jumlah sekitar 2,800 miliar kaki kubik (billion cubic feet/bcf). Konsumsi gas alam pun meningkat di tahun 2010 dengan jumlah sekitar 1,400 bcf. Walaupun Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup bsear namun konsumsi energi Indonesia di dominasi oleh bahan bakar minyak. Presentasi jenis energi yang di konsumsi dapat terlihat dalam grafik berikut
68
Satuan grafik dalam miliar kaki kubik (billion cubic feet/bcf). EIA(US Energy Information Administration, (2013), Data di peroleh tanggal 19 November 2012 dari http://www.eia.gov/countries/analysisbriefs/Indonesia/indonesia.pdf
100%
0 1.22 3.02
0.01 1.24 2.7
0.02 1.2 2.98
21.33
21.86
19.21
22.89
27.01
0.03 1.36 2.95
0.08 1.47 2.95
0.12 1.27 3.8
23.99
24.72
23.36
22.82
23.99
24.35
0.19 1.33 2.53
90% 21.17
80% 70% 19.37 60%
27.03
Biofuel Panas Bumi
50%
Tenaga Angin Gas
40% 30%
Batubara Minyak 55.07
51.3
49.58
48.84
47.61
47.1
47.74
2006
2007
2008
2009
2010
2011
20% 10% 0% 2005
Grafik 3.3 Bauran Energi Primer Indonesia tahun 2005-201169 Grafik di atas menunjukan presentase bauran energi primer Indonesia dimana bahan bakar minyak mendominasi sebesar 47.74 persen. Batubara dan gas menempati urutan selanjutnya dengan presentase 27.03 persen dan 21.17 persen. Dapat dilihat bahwa energi terbaharukan seperti tenaga angin, panas bumi dan biofuel hanya menempati 4.05 persen dari total keseluruhan bauran energi primer Indonesia. Indo nesia di pasok oleh energi fosil yaitu minyak, gas alam dan batu bara sebesar 95 persen. Minyak mentah yang dipompa dari perut bumi perlu untuk diolah agar dapat dimanfaatkan secara optimal. Proses pengolahan minyak mentah terjadi di kilang minyak yang akan mengubah minyak mentah menjadi produk produk 69
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, (2012), Handbook of Energi & Economic Statitics Indonesia, hal.25
seperti bensin, minyak tanah, LPG, minyak distilat, minyak residu, kokas, dan bahan kimia pelarut. Saat ini Indonesia memiliki total kapasitas pengilangan sebesar 1,157.10 barel per hari (bph). Lebih lengkapnya dapat di lihat dalam tabel di bawah ini :
No
Nama Kilang
Kapasitas Pengilangan (bph)
1
Cilacap
348.00
2
Balikpapan
260.00
3
Musi
127.30
4
Dumai
127.00
5
Balongan
125.00
6
Tuban
100.00
7
Sungai Pakning
50.00
8
Kasim
10.00
9
Tri Wahana Universal
6.00
10
Cepu
3.80 Total
1,157.10
Tabel 3.2 Produksi kilang minyak di Indonesia (dalam bph)70 Tidak semua minyak mentah yang ditambang dari perut bumi Indonesia dapat diolah kilang-kilang minyak dalam negeri. Karena tidak semua spesifikasi minyak mentah cocok untuk diolah kilang minyak dalam negeri, dari seluruh produksi crude oil Indonesia hanya sekitar 55 persen yang bisa dimanfaatkan kilang Indonesia. Kilang Cilacap, misalnya, walaupun kilang ini merupakan kilang dengan kapasitas terbesar namun hanya bisa menerima jenis crude oil
70
Ibid, hal. 37
Saudi Aramco dan beberapa Negara Timur Tengah. Indonesia harus mengimpor minyak mentah yang cocok dengan spesifikasi kilang domestic dalam jumlah cukup besar. Secara keseluruhan Indonesia bergantung pada pasokan minyak dari luar neger sebanyak 70 persen.71 Impor minyak Indonesia sejak tahun 2000 mulai meningkat,hal ini bisa dilihat dalam tabel berikut :
71
Op.cit. M. Kholid Syairazi, hal. 64
Tabel 3.3 Impor dan Ekspor minyak bumi Indonesia dari tahun 2000-201172 Tabel di atas menunjukkan bahwa produksi minyak mentah Indonesia semakin menurun tiap tahunnya, dari produksi berjumlah 517,489 ribu barel menjadi 329,265 ribu barel. Ekspor minyak mentah Indonesia pun turut menurun seiring dengan turunnya jumlah produksi. Di sisi lain, impor minyak Indonesia meningkat walaupun memiliki pola yang tidak teratur namun dari total 78,615 ribu barel pada tahun 2000 meningkat menjadi 96,862 barel per hari.
72
op.cit., Handbook of Energi & Economic Statitics Indonesia, hal. 30
Sumber impor minyak Indonesia sendiri banyak di datangkan dari Timur Tengah. Hal ini bisa dilihat pada grafik pia berikut ini:
Grafik 3.4 Presentase impor minyak mentah Indonesia berdasarkan sumber negara 201173 Grafik di atas menunjukan bahwa Saudi Arabia mendominasi sumber impor Indonesia sebanyak 27 persen. Timur tengah menjadi sumber impor minyak Indonesia yang paling banyak yaitu sebesar 35 persen. Negara tetangga Indonesia yaitu Malaysia dan Brunei Darussalam menempati posisi ke dua dengan total 17 persen. Pengolahan gas alam terutama dilakukan oleh kilang-kilang gas alamdi Aceh dan Kalimantan TImur. Kilang – kilang tersebut mengolah gas alam menjadi LNG dan LPG. Total kapasitas terpasang kilang LNG jumlahnya 73
op.cit,. EIA(US Energy Information Administration, hal. 4
mencapai 31 juta metrik per tahun, terdiri atas Arun di Aceh (6 train, 12,5 juta ton) dan Bontang di Kalimantan Timur (8 train 18,5 juta ton per tahun). 74 B. Perkembangan Perusahaan Migas Asing di Indonesia Industry minyak dan gas dunia memiliki dua pelaku yang sangat menonjol yaitu International Oil Company (IOC) dan National Oil Company (NOC). IOC adalah perusahaan publik multinational yang bergerak dibidang minyak dan gas, dengan wilayah kerja yang melewati batas negara dan berada di seluruh benua. NOC adalah perusahaan minyak dan gas yang didirikan oleh Negara untuk mengelola sumber daya hidrokarbon. Beberapa NOC banyak yang focus beraktivitas dalam negerinya sendiri tetapi saat ini ada juga yang turut bersaing dengan IOC dengan mulai merambah ke berbagai Negara. Diantara semua pemain dalam industry minyak dan gas alam dunia, terdapat Supermajor. Supermajor adalah istilah bagi IOC yang sangat besar sehingga memiliki pengaruh hebat dalam proses ekonomi politik global. Supermajor terdiri dari 6 perusahaan IOC yang dahulunya berjumlah 7 (The Seven Sister) dikarenakan proses merger diantara IOC. Nama lain dari supermajor adalah Big Oil, hal ini disebabkan oleh jumlah pendapatan, ukuran serta pengaruhnya yang besar.
74
Hanan Nugroho, (2004), Pengembangan Industri Hilir Gas BUmi Indonesia: Tantangan dan gagasan, Perencanaan Pembangunan, NO. IX/04, hal. 1 -25.
Gambar 3.3 Perusahaan minyak dan gas internasional terbesar di dunia 75 Supermajor terdiri dari Exxon Mobil, Royal Dutch Shell, British Petroleum (BP), Chevron Corp., Conoco Phillips, dan Total S.A. Pendapatan dari tiap-tiap perusahaan sangatlah besar, dengan Exxon Mobil menempati urutan pertama. Ke enam supermajor ini pun beraktivitas di Indonesia, dengan Chevron sebagai produser terbesar minyak di Indonesia dan Total sebagai produser gas terbesar di Indonesia. Dominasi Chevron dalam produksi minyak Indonesia dapat terlihat dalam tabel berikut ini:
75
Data diolah dari seluruh data di Wikipedia, data ini merupakan data tahun 2010, sehingga urutan ini dapat berubah-ubah sepanjang waktu berdasarkan pendapatan, dan keuntungan bersih dari tiap perusahaan. Wikipedia, (2010), Supermajor. Diperoleh dari http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/8/89/Big_Oil.svg
Grafik 3.5 Persentase produksi Minyak Indonesia berdasarkan Perusahaan76 Grafik di atas menunjukan bahwa Chevron mendominasi produksi minyak Indonesia sebanyak 51 persen (Chevron Pacific Indonesia 47 persen dan Chevron Indonesia 4 persen). Peringkat kedua ditempati oleh PERTAMINA sebesar 17 persen. Sedangkan perusahaan lainnya hanya menempati 4-10 persen. Di lain hal, produksi gas Indonesia di dominasi oleh Total E&P Indonesie. Hal ini dapat terlihat dalam grafik di bawah ini:
76
PricewaterhouseCooper, (2012), Oil & Gas in Indonesia : Investment and Taxation Guide May 2012. hal.22
Grafik 3.6 Presentasi produksi gas berdasarkan perusahaan di Indonesia77 Grafik di atas menunjukan bahwa Total E&P Indonesie mendominasi produksi gas alam Indonesia sebanyak 34 persen. ConocoPhilips yang merupakan perusahaan dari Amerika Serikat menempati peringkat kedua sebesar 31 persen (ConocoPhiilips Greseik Ltd. 15 persen dan ConocoPhilips Ind.Ltd 6 persen). British Petroleum (BP) Berau menempati peringkat ketiga sebesar 17 persen. Pertamina menempati posisi ke empat dengan produksi sebesar 13 persen dari total produksi gas alam Indonesia. 1. Chevron Corporation Chevron Corporation adalah perusahaan minyak dan gas internasional yang bermarkas di San Ramon, California, Amerika Serikat. Perusahaan ini bergerak di semua aspek yang berkaitan dengan industri minyak, gas dan geothermal. Perusahaan ini memiliki aktivitas dari sector hulu hingga hilir, dari kegiatan eksplorasi, produksi, pengilangan, transportasi, penjualan, hingga 77
op.cit. PricewaterhouseCooper, hal.24
pembangkit listrik. Chevron Corporation juga mengelola sekitar 12 miliar Barrel cadangan terbukti minyak mentah dunia dan mengembangkan jaringan pemasaran di 84 negara di 6 benua dengan skitar 24.000 gerai eceran. 78 Sebagai suatu perusahaan migas Internasional, Chevron Corporation memiliki kurang lebih 61.000 pekerja di lebih dari 180 negara. Chevron Corporation memiliki pendapatan tahunan 244 Miliar Dolar atau senilai dengan seperempat dari PDB Indonesia.79 Jumlah ini sedikit lebih besar dibandingkan dengan PDB negara tetangga Indonesia yaitu Singapura.80 Ukurannya yang besar membuat Chevron Corporation terus menerus menepati posisi 5 teratas sebagai perusahaan Amerika terbesar dalam Fortune 500.81 Di tahun 2012, perusahaan ini menempati urutan ke 16 dalam daftar perusahaan publik terbesar di dunia versi majalah Forbes.82 Chevron sendiri didirikan pada tahun 1879 di Pico Canyon, California dengan nama Standard Oil Company of California atau Socal. Pada 2001, Chevron bergabung dengan Texaco untuk membentuk ChevronTexaco. Pada 9 Mei 2005, ChevronTexaco mengumumkan akan melepas nama Texaco dan kembali ke nama Chevron. Texaco kemudian tetap menjadi sebuah merek di bawah perusahaan Chevron. Pada 19 Agustus 2005, Chevron bergabung dengan 78
Chevron, (2012, Indonesia Fact Sheet, hal .1. Diperoleh tanggal 17 September 2012 dari http://www.chevron.com/documents/pdf/corporatefactsheet.pdf 79 Produk Domestik Bruto Indonesia menurut World Bank adalah 846 milliar dollar, sedangkan Chevron memiliki pendapatan sebesar 204 miliar dolar. Data PDB Indonesia diperoleh tanggal 9 Januari 2013 dari http://www.worldbank.org/en/country/indonesia 80 Produk domestic Bruto Singapura menurut World Bank adalah 239 milliar Dolar. Data PDB Singapura diperoleh tanggal 9 Januari 2013 dari http://www.worldbank.org/en/country/singapore 81 CNN Fortune, (2012), Biggest Company in the US. Diperoleh tanggal 28 November 2012 dari http://money.cnn.com/magazines/fortune/fortune500/2012/full_list/ 82 Forbes, (2012), World biggest public company. Diperoleh tanggal 28 November 2012 dari http://www.forbes.com/global2000/
Unocal Corporation yang memperkuat posisi Chevron dalam industri minyak dan gas alam di seluruh dunia.83 Di Indonesia, Chevron telah beroperasi selama lebih dari 80 tahun. Sejarah Chevron di Indonesia berawal pada Maret 1924, pada waktu itu dilakukan upaya pencarian minyak di daerah Sumatra, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Papua oleh tim geologi Chevron, yang saat itu bernama SOCAL (Standard Oil Company of California). Penemuan pertama Chevron adalah lapangan Duri di Sumatera. Mengenai deskripsi sejarah Chevron dapat dilihat di tabel di bawah ini :
83
op.cit. M. Kholid Syeirazi, hal.125-129
Produksi minyak Chevron pada saat ini sekitar 47 persen dari total produksi Indonesia. Produksi minyak dan kondesat Chevron saat ini rata-rata sebesar 391.860 BOPD, dapat dilihat pada tabel di bawah. Selain itu, Chevron juga berkontribusi terhadap produksi gas alam nasional dengan rata-rata produksi sebesar 231,12 MMSCFD. 84 Chevron di Indonesia memiliki 7000 pekerja. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh Chevron di Indonesia meliputi area Sumatera, Laut Natuna, Laut Jawa, Selat Makasar dan Papua.
Kegiatan operasi
perminyakan tersebut dilakukan dimana Chevron bertindak sebagai operator maupun sebagai pemegang interest.85 a. Blok-blok yang dioperasikan oleh Chevron sebagai operator adalah : 1) PSC Blok East Ambalat. 2) PSC Blok East Kalimantan. 3) PSC Blok Makasar Strait –Offshore Area A. 4) PSC Blok Rapak. 5) PSC Blok Ganal. 6) PSC Blok Siak. 7) PSC Blok West Papua I. 8) PSC Blok West Papua III. 9) PSC Blok Rokan. b. Operasi Chevron sebagai pemegang interest adalah : 1) North East Madura III. 84 85
op.cit., Chevron, hal. 1 op.cit. Chevron, hal.2
2) South Natuna Sea Blok B.
Gambar 3.4 Peta Wilayah Kerja Chevron di Indonesia86 Dari ke Sembilan blok PSC yang di operatori oleh Chevron, terdapat kegiatan eksplorasi dan kegiatan produksi yang dilakukan. Kegiatan eksplorasi Chevron terdapat di daerah berikut87 : 1) PSC Blok East Ambalat PSC Blok East Ambalat ditandatangani pada tanggal 12 Desember 2004. Kegiatan eksplorasi di Blok East Ambalat terkendala sengketa perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia yang sampai saat ini masih dalam pembahasan. 2) PSC Blok West Papua I dan PSC Blok West Papua III
86 87
op.cit,. Chevron hal.4 op.cit,. hal.5-6
PSC Blok West Papua I ditandatangani pada tanggal 13 Nopember 2008. Kegiatan eksplorasi yang sudah dilakukan oleh Chevron di Blok ini adalah studi Geologi dan Geofisika dan survey airborne. Komitmen eksplorasi selama 6 tahun sebesar 26 juta US$ yang terdiri dari kegiatan survey geologi dan geofisika, surveys seismic 2D dan pengeboran 1 sumur eksplorasi. Chevron memiliki 25 persen operating interest dalam PSC West Papua Blok ini. Kegiatan Produksi Chevron : 1) PSC Blok East Kalimantan. PSC ini ditandatangani sebagai PSC EXTENSION pada
tanggal 11
Januari 1991. Cadangan minyak bumi (status 1 Januari 2010) terbukti 64,35 MMSTB, potensial 71,14 MMSTB dan cadangan gas alam terbukti 2.785,3 BCF dan potensial 2.427,65 BCF. Produksi minyak bumi dan kondensat sebesar 26.221 BOPD dan Produksi gas alam sebesar 170,9 MMSCFD. 2) Kutai Basin Deepwater Kutai Basin Deep Water terdiri dari 4 KKKS, yaitu KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) Chevron Rapak Ltd, KKKS Chevron Ganal Ltd, KKKS Chevron Makasar Ltd, dan KKKS Eni Muara Bakau B.V. Meliputi Lapangan gas Gendalo, Maha, Gandang, Gehem dan Bangka. Cadangan Gas : 5,5 TCF. Persetujuan POD I Deep Water diberikan pada tanggal 29 Agustus 2008 meliputi :
a) Lapangan Gandang, unitisasi lapangan Gendalo dan unitisasi lapangan Maha pada Wilayah Kerja Ganal KKKS Chevron Ganal Ltd. b) Lapangan Ranggas dan unitisasi lapangan Gehem pada Wilayah Kerja Rapak, KKKS Chevron Rapak Ltd. Operator unitisasi pada Lapangan Gendalo, Gehem dan Maha adalah Chevron Indonesia Company.
Skenario pengembangan lapangan,
pemboran 28 sumur dan pembangunan 2 floating production unit (FPU). Biaya investasi sebesar US$ 6,984 juta dan biaya operasi (termasuk sunk cost) US$ 2,979 juta. Diperkirakan produksi gas alam dimulai tahun 2013 sebesar 120 MMSCFD, mencapai puncaknya sebesar 927 MMSCFD pada tahun 2016. Sedangkan produksi kondensat dimulai tahun 2013 sebesar 2500 BOPD dan mencapai puncaknya tahun 2015 sebesar 26000 BOPD. 3) Blok Siak dan Blok Rokan Saat ini, Chevron mengelola dua blok PSC di Sumatera, yakni Blok Rokan dan Blok Siak, yang berlokasi di Provinsi Riau dengan luas area operasi sekitar 8.800 km. Kontrak PSC Rokan Block telah diperpanjang pada tangal 8 Agustus 2002 untuk jangka panjang 20 tahun ( hingga 8 Agustus 2021). Sedangkan, kontrak PSC Siak Block akan berakhir pada tanggal 27 November 2013 dan dalam proses perpanjangan. Kedua blok ini mampu menghasilkan 340.026 barrel per hari atau lebih dari sepertiga total produksi harian di Indonesia. Selama lebih dari 80 tahun, kedua blok ini telah menghasilkan 11 miliar barrel minyak. Sebagai
operator onshore terbesar di Indonesia, lingkup operasi CPI meliputi 86 lapangan produksi dengan total 12.339 sumur. Terdapat tiga lapangan utama CPI adalah Duri, Minas dan Bekasap i.
Lapangan Duri Duri memproduksi minyak bumi yang terkenal dengan Duri Crude. Lapangan ini terletak di Kabupaten Bengkalis. Ditemukan pada Maret 1941 dan produksi pertama dihasilkan pada 1954. Pada 1980-an, Duri nyaris ditutup karena rendahnya tingkat produksi. Namun, berkat salah satu teknologi unggulan Chevron, yakni injeksi uap (steam flood) yang dimulai pada 1985, produksi lapangan ini mampu naik berlipat ganda dan tetap berproduksi hingga sekarang. Operasi injeksi uap di Duri saat ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia yang terdiri dari 14 area pengembangan.
ii.
Lapangan Minas Lapangan Minas merupakan lapangan terluas yang pernah ditemukan di Asia Tenggara. Lapangan ini menghasilkan jenis minyak bumi yang terkenal di dunia dengan nama Minas Crude atau Sumatran Light Crude (SLC). Jenis minyak ini sangat digemari oleh negara-negara berkembang karena kadar sulfurnya yang rendah. Lapangan ini ditemukan pada 4 Desember 1944 dan produksi pertama dikapalkan pada 1952. Lapangan ini terus berproduksi
berkat teknologi injeksi air yang telah dimulai sejak 1970. Teknologi ini mampu mendorong jumlah produksi hingga mencapai puncaknya 440.000 barel per hari pada Agustus 1973 dari hanya 168 sumur. iii.
Lapangan Bekasap Lapangan ini ditemukan pada September 1955. Bekasap memiliki sejumlah lapangan minyak kecil produktif yang memproduksi light crude, seperti Bangko, Kotabatak, Balam, Pematang, dan Petani.
iv.
Pelabuhan Dumai CPI juga mengoperasikan Pelabuhan Dumai yang merupakan terminal akhir perjalanan minyak CPI melalui pipa sepanjang 1.000 km sebelum dimuat ke dalam kapal-kapal tanker. Menggunakan pompa berkecepatan tinggi, Pelabuhan Dumai dapat memuat empat kapal tanker sekaligus untuk menampung minyak mentah dari tangki penyimpanan. Di Dumai, CPI memiliki tangki penyimpanan yang berkapasitas 6 juta barel sebagai stasiun pengumpul gabungan dari berbagai lapangan yang dikelola perusahaan.
2. Total E&P Indonesie Total E&P (Exploration and Production) Indonesie adalah anak perusahaan Total S.A. yang bermarkas di Perancis. Total S.A. merupakan sebuah perusahaan minyak dan gas alam yang beroperasi di lebih dari 103 negara dan memiliki lebih dari 123.000 karyawan. Total S.A. sendiri merupakan perusahan
migas multinasional yang menempati posisi ke 16 dalam daftar Perusahaan Terbesar di Dunia versi majalah Forbes. 88 Total E&P Indonesie didirikan di Jakarta pada tanggal 14 Agustus 1968 untuk pengeboran wilayah Jambi Timur (Sumatera Selatan). Sejak saat itu, Total E&P Indonesia terus menjalankan proses eksplorasi dan produksinya di Indonesia. Sejarah Total E&P Indonesie dapat dilihat dalam tabel berikut :
Total E&P Indonesie merupakan produsen gas terbesar di Indonesia dan memasok lebih dari 80 persen gas alam ke Bontang, kilang LNG terbesar di dunia. Hasil dari kilang Bontang kemudian akan di ekspor ke Negara seperti Jepang dan Korea. Selain kegiatan produksi, terdapat pula kegiatan eksplorasi yaitu blok migas West Papua, laut dalam Kalimantan Timur dekat delta Mahakam dan Kepulauan Mentawai. Kegiatan eksplorasi mereka ialah berupa pemetaan dan seismic pencarian sumber migas Total E&P Indonesie mengoperasikan Blok Mahakam yang masa kontraknya akan berakhir pada tahun 2017. Blok ini memiliki potensi gas sebesar 12.5 tcf. Di blok Mahakam ini terdapat beberapa lapangan minyak dan gas, yaitu89: 1. Lapangan Bekapai Ditemukan pada tahun 1972, lapangan minyak Bekapai meliputi area seluasi 20 kilometer persegi, lepas pantai Kalimantan Timur di Selat Makassar. Saat ini jumlah produksi rata-rata mencapai 2500 bopd.
88 89
op.cit. Forbes ibid
2. Lapangan Handil Lapangan minyak ini ditemukan pada tahun 1974 di ujung delta sungai Mahakam, di antara pulau-pulau yang berawa. Lapangan ini mulai beroperasi di tahun 1975. Lapangan ini menghasilkan minyak dan gas Produksi saat ini mencapai sekitar 13.000 bopd 3. Lapangan Tambora dan Tunu Lapangan minyak dan gas tambora terletak di tengah delta Sungai Mahakam. Tunu adalah lapangan gas dan kondesat yang sangat luas meliputi 400 kilometer persegi, terbentang sejauh 80 kilometer dari utara hingga selatan perairan dangkal sepanjang garis pesisir batas luar delta Sungai Mahakam. Produksi Pengembangan Tambora dan Tunu masingmasing dimulai sejak tahun 1989 dan tahun 1990. Sejak tahun 1991 dilaksanakan
tahap-tahap
pengembangan
fasilitas
Tunu
untuk
meningkatkan produksi gas sekaligus memenuhi komitmen pengiriman ke kilang LNG Bontang. Pengembangan Tunu masih berlanjutdengan penambahan kompresor, anjungan manifold serta pengeboran sumursumur baru. 4. Lapangan Peciko Lapangan gas Peciko ditemukan pada tahun 1983, 60 kilometer lepas pantai, timur-laut kota Balikpapan, sebelah barat-daya lapangan Bekapai di selat Makassar. Produksi awal 400 MMscfd meningkat secara bertahap menjadi 1300 MMscfd gas pada tahun 2004 dengan dilakukannya
pengembangan anjungan pengeboran sumur-sumur baru dan penambahan instalasi proses dan compressor di darat. 5. Terminal Minyak dan Kondesat Senipah Sebagai dampak dari peningkatan produksi lapangan Handil serta tak adanya dermaga untuk menampung kapal tangki berukuran besar, sebuah terminal penampungan minyak permanen dibangun di desa dekat pesisir Senipah, sekitar 20 kilometer selatan Handil. Terminal Senipah yang selesai di bangun pada tahun 1976, menampung minyak mentah dari lapangan Handil dan Bekapai, kondesat dari lapangan-lapangan Tambora dan Tunu dan untuk mengolah gas dari Peciko. Sejak tahun 1982, gas ikutan dari Handil dan Bekapai dikirm ke kilas gas cair Bontang. Minyak mentah dan kondensat yang telah di olah ditampung dan di ekspor secara terpisah.
BAB IV PERANAN PERUSAHAAN MIGAS ASING TERHADAP KETERSEDIAAN ENERGI INDONESIA A. Keamanan pasokan energi Indonesia Energi
dibutuhkan
oleh
suatu
bangsa
untuk
dapat
menopang
perekonomian dan keberlangsungan hidup. Karena peranannya yang begitu besar maka energi perlu di lihat sebagai suatu hal yang integral dengan keamanan dan kesejahteraan. Keamanan akan pasokan energi menjadi suatu hal yang penting demi keberlanjutan suatu negara. Indonesia merupakan negara yang tengah membangun. Keadaan ini membuat Indonesia membutuhkan energi lebih banyak dari yang saat ini digunakan jika Indonesia ingin terus meningkatkan ekonomi dan kesejateraannya. Hingga saat ini, penggunaan energi Indonesia masih berada jauh diantara negaranegara ASEAN.90 Peningkatan penggunaan energi menjadi hal mutlak dilakukan untuk mendorong percepatan ekonomi. Sebab kemajuan ekonomi yang sejalan dengan tingkat
konsumsi
energi. Blueprint
Pengelolaan Energi
Indonesia pun
menargetkan untuk meningkatkan penggunaan energi dengan target rasio elektrofikasi sebesar 95 persen dan peningkatan konsumsi energi untuk tahun 2025.91
90 91
op.cit. Hanan Nugroho, hal .18 op.cit., Blueprint Pengelolaan Energi Nasional
Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki berbagai macam sumber daya alam yang dapat di manfaatkan untuk energi. Minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya yang habis dan tidak bisa terbaharui yang sejak zaman pendudukan Belanda telah dieksploitasi. Dengan pengurasan yang telah berlangsung hingga 80 tahun lamanya, maka energy fosil yang dimiliki Indonesia pun mulai mengalami penurunan produksi. Untuk lebih jelasnya mengenai keadaan keamanan pasokan energy Indonesia maka dapat dilihat melalui beberapa indikator berikut92: a) Diversifikasi Energi Primer Untuk mencapai keamanan pasokan energi nasional diperlukan bauran energi primer
yang
rata terbagi
dan bervariasi
untuk
ketergantungan terhadap satu jenis sumber energi.
mencegah
adanya
Namun sejak di
eksploitasinya minyak bumi setengah abad yang lalu. Indonesia menjadi negara yang sangat ketergantungan akan minyak bumi. Minyak menempati 47 persen
dari
keseluruhan
bauran
energi
(energy
mix)
Indonesia.
Ketergantungan yang sangat besar pada minyak ini mengakibatkan saat ini rasio cadangan minyak bumi potensial Indonesia hanya untuk 12 tahun. 93 Indonesia kurang memanfaatkan sumber energi lain yang faktanya memiliki jumlah cadangan potensial yang sangat banyak seperti gas alam maupun energi terbahukan seperti sumber energi panas bumi, tenaga angin, tenaga surya, tenaga air maupun smber nabati. Potensi Indonesia yang sangat besar
92 93
op.cit.,. Asia Pasific Energy Research Centre (APERC), hal. 43-53 lihat di bab III grafik 3.3 Bauran energi primer Indonesia tahun 2005-2011, hal.47
untuk mengolah sumber energi selain minyak bumi ini seringkali di angkat untuk menjadi program unggulan dalam proses pengamanan terhadap pasokan energi Indonesia. Sayangnya hingga kini tidak terdapat kemajuan berarti terhadap peningkatan presentase sumber energi selain minyak. Selain itu, walaupun preesentase minyak terhadap bauran energi primer Indonesia sempat mengalami penurunan dari tahun 2005 hingga 2009 dengan penurunan hingga 8 persen. Namun dari tahun 2009 hingga 2011, presentase minyak konstan di angka 47 persen.94 Jika hal ini terjadi terus maka bisa diprediksikan minyak akan tetap mendominasi bauran energi primer Indonesia dalam tahun-tahun kedepannya. Sasaran untuk mendapatkan bauran energi primer yang optimal di tahun 2025 dan untuk melepas ketergantungan terhadap energi fosil tentu akan susah tercapai.95 Ketergantungan yang sangat besar terhadap sumber energi minyak ini membuat Indonesia menjadi sangat rentan terhadap resiko apabila sumber energi minyak berkurang. Ketika Indonesia kekurangan pasokan minyak dari dalam negeri, Indonesia tidak dapat dengan mudah berganti ke sumber energi lain maka pilihan yang tercepat adalah dengan mengimpor minyak dari negara lain. Dan jelas bahwa impor energi bukan merupakan pilihan terbaik dalam proses pengamanan pasokan energi.
94
lihat di bab III grafik 3.3 Bauran energi primer Indonesia tahun 2005-2011, hal.47
95
lihat penjelasan mengenai sasaran kebijakan energi Indonesia di bab III, hal.39-40
Kesemua hal tersebut menandakan bahwa keamanan pasokan energi Indonesia terancam akibat ketergantungannya yang sangat besar terhadap satu jenis energi yaitu minyak bumi.
b) Ketergantungan import energy (di timbang dari intensitas konsumsi sumber energy primer) Indikator
ini
melihat
jika
perekonomian
suatu
negara
memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap impor energi maka resiko akan keamanan pasokan energinya juga akan tinggi. Indonesia sendiri di abad ke 20 sebenarnya bukanlah negara pengimpor energi dikarenakan jumlah energi domestic Indonesia yang cukup banyak. Namun seiring pertumbuhan penduduk dan pesatnya perkembangan ekonomi, konsumsi akan energi khususnya minyak bumi tidak dapat dielakkan. Saat ini 20 persen dari seluruh sumber energi primer Indonesia dipasok dari luar negeri.96 Dengan mendatangkan pasokan energi dari luar negeri, suatu negara akan sangat ketergantungan terhadap berbagai macam factor diluar kendalinya. Keputusan politik dari negara-negara penyuplai dapat sewaktu-waktu berubah dan ini beportensi menempatkan Indonesia dalam situasi yang tidak menentu. Ancaman ini tidak dapat dihindari karena kedepannya presentase impor energi Indonesia diprediksikan akan terus meningkat dikarenakan tingkat konsumsi
96
op.cit.Asia Pacific Research Centre (APERC), hal. 56
yang meningkat pula. Jika hal ini berlanjut terus maka pasokan energi Indonesia akan berada pada titik yang tidak cukup aman. Selain itu, kebijakan energi Indonesia hingga saat ini belum memprioritaskan pada kebutuhan domestic dan lebih mementingkan produksi minyak dan gas untuk ekspor. Produksi minyak dan gas Indonesia yang di hasilkan oleh para operator asing tidak diwajibkan untuk di jual di dalam negeri dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan domestic. Hasilnya walaupun negara ini tengah kesulitan dalam membiayai impor minyak namun ekspor minyak juga tetap dilakukan.
c) Portofolio bahan bakar non karbon Indikator ini mengukur usaha suatu perekonomian untuk berpindah dari portofolio bahan bakar karbon ke bahan bakar non karbon. Suatu perekonomian yang sangat bergantung kepada energi karbon/fosil sangat beresiko untuk kehilangan pasokan dalam jangka waktu panjang. Perpindahan ke bahan bakar non-karbon dan terbaharukan dapat menjamin pasokan energi dalam jangka waktu yang cukup lama. Indonesia sendiri sebenarnya memiliki berbagai macam sumber energi non karbon atau energi terbaharukan yang dapat di manfaatkan. Oleh karena itu di tahun 2006 Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden no. 5 tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional (KEN) untuk menangani masalah keamanan pasokan energi. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa Indonesia menargetkan pada tahun 2025 untuk mencapai bauran energi primer
yang optimal dengan memberikan peranan yang lebih besar terhadap sumber energi
alternative
untuk
mengurangi
ketergantungan
pada
minyak
bumi.Dalam skenario ini total energi non karbon yang diharapkan akan terjadi ialah sebesar 17 persen. Padahal potensi Indonesia untuk mengoptimalkan sumber energi non karbon sangat besar.97 Beberapa program berusaha di canangkan oleh pemerintah untuk mencapai hal tersebut. Namun, sejak dikeluarkan peraturan tersebut bauran energi primer non karbon Indonesia tidak menunjukan peningkatan yang berarti. Presentase energi non karbon konstan berada di kisaran 5 persen dari total bauran energi primer Indonesia.98
d) Ketergantungan import minyak (di timbang dari intensitas konsumsi minyak sebagai sumber energy primer) Indikator ini melihat ekspor dan
impor minyak suatu negara yang
dipengaruhi oleh konsumsi minyak sebagai sumber energy primer. Indonesia telah memiliki ketergantungan terhadap sumber energi minyak sejak lama. Hal ini membuat minyak menjadi sector kunci dalam perekonomian Indonesia khususnya di bidang transportasi, petrokimia, dan industry lain. Kelangkaan minyak maupun kenaikan harga minyak dapat menempatkan negara ini dalam keadaan krisis. Oleh karena itu, ketika kebutuhan minyak terus meningkat dan pasokan minyak domestic tidak mencukupi, Indonesia harus mengimpor minyak. Pilihan ini tidak dapat 97 98
lihat penjelasan mengenai sasaran bauran energi primer Indonesia di bab III hal. 40 lihat di bab III grafik 3.3 Bauran energi primer Indonesia tahun 2005-2011, hal.47
ditawar walaupun negara harus mengeluarkan biaya yang cukup besar. Hal ini karena sejak lama Indonesia tidak memanfaatkan sumber energi lain sehingga proses konversi energi ke jenis energi lain berjalan sangat lambat. Selain itu, tidak semua kilang Indonesia dapat memproses minyak mentah Indonesia. Indonesia hanya dapat memproses 55 persen minyak mentah yang di produksi dalam negeri. Sehingga Indonesia harus mengimpor minyak dari luar negeri. Kilang Cilacap yang merupakan kilang dengan kapasitas terbesar hanya dapat memproses minyak mentah dari Saudi Arabia dan negara Timur Tengah lainnya. Hal ini menunjukan bahwa 70 persen dari pasokan BBM Indonesia bergantung pada impor.99 Bila Indonesia tidak membangun kilang minyak yang khusus memproses jenis minyak mentah dalam negeri serta tidak berusaha menemukan cadangan baru maka impor minyak dari luar negeri akan sulit berkurang. Diprediksikan bahwa seiring pertambahan penduduk dan peningkatan ekonomi, kebutuhan akan minyak akan terus bertambah dan tingkat impor minyak Indonesia kedepannya akan terus bertambah pula. Hal ini tentu sangat berbahaya jika berlanjut, Indonesia akan mudah terpengaruhi oleh beragam kondisi seperti harga yang setiap waktu dapat melonjak maupun gangguan masuknya pasokan minyak ke Indonesia.
99
lihat penjelasan kapasitas kilang di Indonesia dan presentasenya di bab III, hal.48-49
e) Ketergantungan import minyak dari Timur Tengah. Timur tengah merupakan kawasan yang memiliki cadangan dan produksi minyak bumi terbesar. Namun kawasan ini sangat rawan akan konflik. Arab Spring, Konflik Israel-Palestina, konflik di Suriah dan berbagai macam konflik lainya membuat kawasan ini tidak stabil hingga kini. Ketidakstabilan geopolitik di Timur tengah ini mengakibatkan harga minyak sewaktu-waktu dapat melambung tinggi dan terganggunya pasokan minyak. Indonesia sendiri 35 persen dari sumber impor minyaknya berasal dari negaranegara di Timur Tengah.100 Dengan presentase sebesar itu, Indonesia berada di posisi yang cukup rawan terhadap adanya krisis energi karena adanya lonjakan harga maupun terhalangnya pasokan dari Timur Tengah. Krisis energi dalam hal ini krisis minyak dapat menyebabkan krisis ekonomi maupun social di Indonesia karena ketergantungan masyarakatnya yang sangat tinggi atas penggunaan minyak.
Ketergantungan Indonesia akan sumber energi minyak yang begitu besar, bahkan ketergantungannya terhadap impor minyak menjadikan negara ini sangat rapuh terhadap hempasan krisis energi maupun serangan non-militer melalui blokade energi. Selain itu, cadangan minyak potensial yang hanya bertahan untuk 12 tahun, bauran energi primer yang hampir setengahnya di dominasi oleh minyak, dan ketergantungan Indonesia akan impor minyak Indonesia serta sumber minyak yang banyak berasal dari kawasan Timur Tengah. Kesemua ini membawa 100
lihat Grafik 3.4 Presentase impor minyak mentah Indonesia berdasarkan sumber negara 2011 di bab III, hal. 51
penulis kepada kesimpulan bahwa keadaan pasokan energi Indonesia berada pada posisi yang tidak aman.
B. Peranan perusahaan migas asing terhadap keamanan pasokan energi Indonesia Perusahaan migas asing merupakan suatu entitas ekonomi yang sangat besar dalam dunia Internasional. Aktivitas mereka tersebar ke berbagai negara di dunia. Pengalaman di sektor migas pun telah banyak dimiliki karena mereka telah beroperasi lebih dari setengah abad di bidangnya. Kontrol yang besar akan energi yang merupakan kebutuhan dasar dalam industry membuat kekuatan mereka sangat besar dalam lingkup internasional. Perusahaan migas asing hadir di Indonesia ketika masa pendudukan Belanda. Kehadiran mereka di dasari oleh motif untuk mendapatkan keuntungan sebanyak banyaknya. Minyak dan gas alam yang di hasilkan oleh perusahaan migas asing di kirimkan kembali ke Negara asal perusahaan atau pun di jual kepada pembeli dengan penawaran tertinggi. Di masa pemerintah Belanda system yang di gunakan adalah system konsensi paling lama 75 tahun dalam mengolah minyak bumi dan gas ala mini. Awal pasca kemerdekaan, pemerintah Indonesia yang baru terbentuk memandang perlu untuk membahas kehadiran perusahaan migas asing ini. Terdapat dua pendapat yaitu menasionalisasikan seluruh perusahaan migas asing yang ada di Indonesia atau merubah peraturan lama Hindia Belanda menjadi peraturan yang dapat menguntungkan Indonesia. Akhirnya di putuskan untuk
mengubah system konsensi menjadi system kontrak dengan memperkenalkan Production Sharing Contract (PSC). Opsi untuk menasionalisasi perusahaan migas asing di saat itu dirasa sangat susah untuk dilakukan dikarenakan Indonesia yang baru terbentuk tidak memiliki modal yang besar dan tenaga ahli untuk mengelola sektor migas ini. Terhitung sejak konsep PSC diberlakukan perusahaan migas asing pun di anggap sebagai kontraktor dalam mengelola minyak dan gas Indonesia. Tiap tahunnya perusahaan migas asing ini harus mengeluarkan rencana kerja yang kemudian akan di setujui oleh PERTAMINA dulunya dan saat ini oleh SKKMigas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas). Terlibat langsung dalam proses produksi minyak dan gas Indonesia apalagi memiliki dominasi yang sangat besar terhadap produksi tersebut tentu membuat perusahaan migas asing memiliki peranan dalam ketersediaan energi Indonesia. Ketersediaan yang dimaksud disini adalah kemampuan untuk memberikan jaminan terhadap keamanan pasokan energi (security of energy supply). Secara umum peranan tersebut dapat di bagi dalam : a) Eksplorasi Eksplorasi merupakan kegiatan untuk menemukan cadangan minyak bumi ataupun gas alam. Saat ini rasio cadangan minyak potensial Indonesia terhadap produksi adalah 12 tahun sedangkan gas hingga 56 tahun. Mengingat besarnya kebutuhan akan minyak maka kegiatan eksplorasi ini sangat penting untuk menemukan sumber energi fosil baru. Indonesia masih memiliki 22 lapangan hidrokarbon yang belum di eksplorasi. Hal ini dikarenakan kegiatan
eksplorasi penuh resiko dan membutuhkan modal yang sangat besar. Apalagi mayoritas dari 22 lapangan hidrokarbon tersebut berada di laut dalam Indonesia dan berada di wilayah bagian Timur Indonesia.101 Resiko terbesar yang dapat dialami oleh kontraktor adalah ketika pencarian mereka tidak membuahkan hasil. Dalam PSC pun secara umum ditentukan bahwa resiko dari kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh kontraktor akan di tanggung oleh kontraktor sendiri dan tidak ditanggung oleh pemerintah.102 Perusahaan migas asing yang beroperasi di bidang eksploitasi di Indonesia salah satunya adalah Chevron dan Total E&P Indonesie. Chevron di Indonesia memiliki kegiatan eksplorasi yaitu PSC Blok East Ambalat dan PSC Blok West Papua I & III. Namun PSC Blok East Ambalat terhambat oleh sengketa blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia hingga saat ini. Sedangkan PSC Blok West Papua sudah mulai melakukan kegiatan eksplorasi beruppa survey geologi dan geofisika, survey seismic 2D dan pengeboran 1 sumur eksplorasi.103 Total E&P juga memiliki kegiatan eksplorasi di blok migas West Papua, laut dalam Kalimantan Timur dekat delta Mahakam dan Kepulauan Mentawai. Kegiatan eksplorasi mereka ialah berupa pemetaan dan seismic pencarian sumber migas.104 Industri migas yang high capital and high risk ini memang terbantukan dengan kehadiran perusahaan migas asing yang tentu memiliki modal yang
101
lihat penjelasan mengenai cadangan migas dan lapangan hidrokarbon di bab III hal. 41-44 lihat prinsip kerjasama PSC di bab III, hal.33-37 103 lihat kegiatan eksplorasi Chevron di Indonesia dalam bab III hal.61 104 lihat kegiatan eksplorasi Total E&P di Indonesia dalam bab III hal.68 102
besar. Apalagi lokasi eksplorasi cadangan migas Indonesia berada di wilayah bagian Timur Indonesia maupun dilaut dalam.
b) Eksploitasi atau Produksi Terdapat keyakinan umum di masyarakat maupun pemerintah Indonesia bahwa negara ini memiliki kekayaan alam yang banyak terutama minyak. Padahal minyak merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui dan akan habis. Tanpa mempertimbangkan ketersediaannya untuk jangka panjang proses eksploitasi minyak bumi di Indonesia terjadi terus menerus sejak hampir seabad lalu. Perusahaan asing memegang andil yang cukup besar dalam eksploitasi migas Indonesia. Kehadiran mereka bahkan sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Walaupun kini Indonesia telah lepas dari penjajahan asing namun dominasi perusahaan asing tetap terasa di bidang hulu migas Indonesia. Terbukti 85,4 persen dari 137 wilayah kerja pertambangan migas nasional saat ini dimiliki oleh perusahaan migas asing. Chevron yang merupakan perusahaan migas dari Amerika Serikat memproduksi 51 persen dari total keseluruhan produksi minyak bumi Indonesia. Sedangkan untuk gas alam, Total E&P Indonesie dari Perancis memproduksi 39 persen gas alam Indonesia.105 Sayangnya, dari produksi yang sangat besar oleh kedua perusahaan tersebut hanya sebagian yang di pasarkan ke Indonesia. Indonesia sendiri menetapkan 105
lihat mengenai penguasaan perusahaan migas asing di sektor migas Indonesia dalam bab III, hal.54-55
dalam Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2010 kontraktor wajib memenuhi kewajiban DMO dengan menyerahkan 25 persen bagiannya dari produksi minyak bumi dan/atau gas bumi yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.106 Jumlah DMO yang sangat kecil ini tentu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi migas nasional maka tak heran jika Indonesia kini menjadi negara net-importir minyak. Sangat ironis melihat negara yang memiliki cadangan minyak yang tidak cukup banyak harus terus dikuras oleh perusahaan migas asing yang hasil produksinya malah sebagian besar di ekspor. Hal yang sama terjadi dengan gas Indonesia. Menurut Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Indonesia diprediksikan akan menjadi negara net-importir gas pada tahun 2016.
Walaupun saat ini
Indonesia merupakan produsen gas terbesar di Asia Tenggara dengan jumlah produksi mencapai 2,800 miliar kaki kubik (bcf) namun Indonesia juga memiliki produksi gas yang berorientasi ekspor. Jika beberapa tahun kedepan Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan lebih memprioritaskan produksi untuk keperluan ekspor maka kemungkinan besar Indonesia harus mengimpor gas dari luar negeri. Perusahaan Listrik Negara (PLN) sempat mengemukakan rencana mereka untuk membeli gas dari Qatar di tahun 2012.107
106
DMO (Domestic Market Obligation) adalah kewajiban penyerahan bagian kontraktor berupa minyak dan/atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. UU no. 107 Merdeka, (2012), Indonesia akan mulai impor LNG tiga tahun lagi. Diperoleh tanggal 6 Februari 2013 dari http://www.merdeka.com/uang/indonesia-akan-mulai-impor-lng-tiga-tahunlagi.html
Kebijakan Indonesia yang berorientasi ekspor untuk memenuhi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) seringkali hanya melihat migas sebagai suatu komoditas saja dan bukan sebagai barang strategis. Contohnya dalam proses produksi minyak di lapangan Duri yang di kelola oleh Chevron dengan menggunakan system Enhancement Oil Recovery (EOR) di butuhkan gas untuk meningkatkan lifting minyak. Gas yang awalnya akan di salurkan ke Perusahaan Gas Negara (PGN) untuk keperluan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara Tawar (Jawa Barat) sebesar 100 mmscfd di alihkan ke Chevron untuk peningkatan produksi minyak yang akan di ekspor ke Singapura.108 Hal ini tentu membuat pasokan gas untuk domestic menjadi berkurang. Bahkan PLTU harus kekurangan sumber daya akibat hal ini dan kembali menggunakan solar untuk pembangkitnya yang tentu memelurkan biaya yang lebih banyak. Hingga saat ini masih banyak pembangkit PLN yang kekurangan pasokan gas. PLTU Tanjung Priok dan PLTU Muara Karang membutuhkan gas sebesar 300 billion british thermal unit per day (bbtud). Namun baru mendapat aliran gas sebanyak 130 bbtud.109 Perusahaan asing merupakan entitas ekonomi yang bermotif keuntungan. Tak heran sejak beroperasinya mereka di Indonesia, hasil dari produksi migas akan di jual ke penawar tertinggi yang seringkali berada di luar negeri. Kontrol
108
Kompas, (2012), BP Migas Sulit alihkan pasokan ke PLN. Diambil tanggal 24 November 2012 dari http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/02/03/22181514/BP.Migas.Sulit.Alihkan.Pasokan .ke.PLN 109 Liputan6, (2012), PLN:Inefisiensi terjadi karena PLN kekurangan gas. Data diambil tanggal 15 Desember 2012 dari http://bisnis.liputan6.com/read/493020/bos-pln-inefisiensi-terjadi-karenapln-kekurangan-gas
pemerintah menjadi berkurang dalam pengelolaan energi dengan berkuasanya perusahaan migas asing di bidang hulu. Kejadian kekurangan pasokan gas yang di alami oleh beberapa PLTU ini membuktikan bahwa walaupun Indonesia memiliki cadangan gas alam yang banyak dan produksi yang besar, hal ini tidak menjamin kebutuhan gas Indonesia dapat terpenuhi selama perusahaan asing masih menguasai sumber daya ini. Sejauh ini perusahan migas asing kehadirannya oleh Indonesia hanya dimanfaatkan untuk proses produksi migas semata dan tidak di berdayakan sepenuhnya untuk pemenuhan kebutuhan energi nasional. Keuntungan dari ekspor minyak dan gas memang sangat besar namun hal ini tidak dapat di bandingkan dengan resiko dan ancaman akan terganggunya pasokan energi Indonesia jika Indonesia harus melakukan impor. Indonesia merupakan negara berdaulat yang seharusnya lebih mampu menerapkan ‗sovereign power’ dalam berinteraksi dengan perusahaan migas asing sehingga dapat menjamin ketersediaan energi nasional. Indonesia pun tak seharusnya melihat migas sebagai komoditas semata melainkan juga sebagai sesuatu yang strategis. Sebab ia menggerakan hampir seluruh roda perekonomian dan kehidupan. Penguasaan pihak asing atas elemen dasar dari perekonomian Indonesia merupakan suatu kelemahan bagi Indonesia secara sistemik dalam bidang ketersediaan energi. Perusahaan migas seharusnya dapat menjadi partner dalam menemukan cadangan migas baru maupun memproduksi migas untuk kebutuhan energi
domestic. Namun yang terjadi adalah kehadiran perusahaan migas asing ini malah mengancam ketersediaan energi Indonesia. Dengan pengurasan yang terjadi sejak dulu dan produksi yang bertujuan ekspor, peranan perusahaan migas asing menjadi sangat minim bahkan dapat mengancam terjaminnya ketersediaan energi Indonesia. C. Strategi Pengelolaan Migas untuk menopang Ketersediaan Energi Indonesia Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa hal yang dianggap merupakan
usaha
untuk
menopang
ketersediaan
energi
yaitu
dengan
mengeluarkan Undang undangn mengenai Energi di tahun 2006. Hal ini tentu sangat terlambat mengingat energi Indonesia baru di bahas disaat negara ini di ambang krisis energi. Setelah berpuluh-puluh tahun lamanya migas Indonesia banyak di kelola oleh pihak asing, barulah tahun 2006 keluar peraturan yang berusaha mengamankan energi tersebut. Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menjadi mandat dari Undang Undang mengenai Energi hingga sekarang masih dalam proses pembahasan di DPR. Padahal kondisi energi fosil yang banyak di konsumsi masyarakat Indonesia telah mencapai kondisi kritis. KEN ini sangat diperlukan sebagai strategi jangka panjang pemerintah Indonesia dalam persoalan yang menyangkut migas di Indonesia. Ditengah penantian disahkannya KEN di DPR-RI, pemerintah Indonesia perlu memiliki kebijakan yang lebih dari sekedar menaikkan harga BBM untuk menekan konsumsi. Diperlukan kebijakan jangka panjang untuk mengubah pola
konsumsi masyarakat ke energi yang lebih terjamin seperti gas alam ataupun energi terbaharukan. Perubahan pola konsumsi ini akan sulit terjadi jika pemerintah tidak mendorong seluruh elemen masyarakat maupun swasta untuk mengembangkan teknologi
yang mampu mendukung pemakaian
energi
terbaharukan. Diversifikasi energi tak ayal memang merupakan strategi terbaik untuk mengurangi resiko akan ketidakamanan energi. Selain itu, pemerintah juga perlu untuk memikirkan kembali migas yang di ekspor keluar negeri oleh perusahaan migas asing. Pemasukan atas cadangan devisa dari ekspor tersebut memang cukup besar, tapi apakah perlu dikorbankan dengan krisis energi yang mengancam negara ini jika semua cadanganya akhirnya digunakan oleh negara lain. Pemerintah perlu tegas dalam hal tersebut mengingat pemerintah Indonesia bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya dan perlu melihat kembali pemanfaatan hasil yang ada di darat dan laut. Energi merupakan hal yang penting, dan hal ini harus dilihat oleh pemeirntah dengan menetapkan peraturan tegas mengenai ekspor migas.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat besar akan jenis sumber energi minyak, padahal Indonesia hanya memiliki cadangan minyak potensial yang hanya bertahan untuk 12 tahun. Konsumsi yang sangat besar ini mendorong Indonesia untuk mengimpor minyak dari Timur Tengah. Ketergantungan yang sangat besar akan satu jenis minyak membuat keamanan pasokan energi Indonesia menjadi rawan. Selain iu, sumber impor minyak Indonesia kebanyakan berasal dari Timur Tengah, hal ini menambah resiko akan ketidak amanan pasokan tersebut. Oleh karenat itu, penulis berkesimpulan bahwa keadaan pasokan energi Indonesia berada pada posisi yang tidak aman. 2. Perusahaan migas asing memiliki andil yang besar dalam produksi migas Indonesia. Sebagian besar produksi minyak dan gas Indonesia dikuasai oleh operator perusahaan energi asing. Kehadiran mereka berkontribusi pada proses eksplorasi untuk menemukan cadangan dan ladang migas baru. Namun pada prose produksi sayangnya hasil dari produksi tersebut tidak kembali kepada negara Indonesia melainkan dijual ke luar negeri. Hal ini membuat kebutuhan energi dalam negeri tidak terpenuhi yang akhirnya berujung pada impor minyak ataupun impor gas. Kehadiran perusahaan migas asing seharusnya dapat di berdayakan gunakan untuk memenuhi ketersediaan energi Indonesia, mereka bisa
menjadi partner yang kuat untuk menemukan cadangan energi baru dan sumber pasokan energi energi Indonesia. Namun kebijakan pemerintah Indonesia hingga saat ini masih berorientasi ekspor sehingga pasokan energi Indonesia harus di datangkan dari luar negeri. Hal ini justru membuat kehadiran mereka menjadi penyebab atas ketidakamanan ketersediaan energi nasional. B. Saran 1. Diversifikasi energi merupakan hal yang patut untuk segera dilakukan dalam rangka melepas ketergantugnan terhadap minyak. Ketergantunagn terhadap energi fosil juga sepatutnya dapat dikurangi melihat banyaknya potensi dibidang sumber energi terbaharukan Indonesia yang lebih berkelanjutan dan tidak akan habis. 2. Pemerintah Indonesia seharusnya dapat menetapkan domestic market obliglation (DMO) yang lebih tinggi untuk menngkatkan peran perusahaan migas dalam memasok ketersediaan energi Indonesia. 3. Pemerintah Indonesia juga seharusnya mampu untuk menetapkan regulasi yang lebih pro terhadap kebutuhan energi nasional dibandingkan berorientasi ekspor, karena energi bukan hanya sebagai barang komoditas tapi juga strategis. 4. Pemerintah
Indonesia
keberlangsungan
yang
ekonomi
memiliki negara
kewajiban dan
untuk
kesejahteraan
menjaga rakyat
mempertimbangkan ulang mengenai prioritas dalam kebijakan energi menyangkut andil perusahaan migas asing.
DAFTAR PUSTAKA Buku Barnet, Richard J. and Ronald E.Muller. (1974). Global Reach: The Power of the Multinational Corporation. New York: Simon &Schuster. Inc. Boarman, Patrick M. and Hans Schollhammer (eds.). (1980). Mutinational Corporations and Governments: Business-Government Relations in an International Context. New York : Pergamon.. Department of Economic and Social Affairs United Nation. (1973). Multinational Corporations in World Development. New York: United Nations. Dunning, John H. (1991). Governments and Multinational Enterprises: From Confrontation to Co-operation. Berkshire: University of Reading. Department of Economics United Kingdom. Gooderham, Paul. (2003). International Management : Cross-Boundary Challenges. Malden MA: Blackwell Publishing. Jemadu, Aleksius.(2008). Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Khong, Cho Oon. (1986). The Politics of Oil in Indonesia. 1986. New York : Cambridge University. Mas‘oed, Mochtar. (1990). Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin Ilmu dan Metodologi. Jakarta: LP3ES. Mas‘oed, Muhtar. (1995). Ekonomi Politik Internasional. Yogyakarta: PT Tiara Wacana. Modelski, George (ed.). (1979).Transnational Corporations and World Order. San Fransisco: W.H Freeman and Company. Nopirin. (1999). Ekonomi internasional. Yogyakarta: BPFE Yogykarta. hal. 56 Nugroho, Hanan. (2011). A Mosaic Of Indonesian Energy Policy. Bogor: PT Penerbit IPB Press. Panglaykim, Yusuf. (1988). Persoalan Masa Kini: Perusahaan-Perusahaan Multinasional. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies. Perwita, Banyu. (2005). Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rudy,T. May. (2002). Studi Strategis dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin. Bandung: PT. Refika Aditama. hal.16 Sanusi, Bachrawi. (2002). Peranan Migas dalam Perekonomian Indonesia. Jakarta: Universitas Trisakti. Sanusi, Bachrawi.(2004). Potensi Ekonomi Migas Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Saragih, Juli Panglima. (2010). Sejarah Perminyakan di Indonesia. Jakarta: Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia. Sekretaris Jenderal DPR-RI. (2010). Politik Ketahanan Energi Nasional. Jakarta: Gema Insani. Smelser, Neil J & Paul B Baltes. (2001). International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences. New York : Elsevier. Suprapto, R. (1997). Hubungan internasional: sistem interaksi dan perilaku. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Syeirazi, M Kholid. (2009). Di Bawah Bendera Asing: Liberalisasi Industri Migas Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. UNDP. (2000). World Energy Assessment. New York: United Nations.
Jurnal
Baumann. Florian. (2008). Energy Security as Multidimensional Concept. C.A.P. Policy Analysis. Diperoleh tanggal 4 Mei 2012 di http://www.cap.lmu.de/download/2008/CAP-Policy-Analysis-2008-01.pdf
Intharak. Narumon. et..al. (2007). A Quest for Energy Security in the 21st Century. Asia Pacific Energy Research Centre. Diperoleh tanggal 4 Mei 2012 di http://www.ieej.or.jp/aperc/2007pdf/2007_Reports/APERC_2007_A_Que st_for_Energy_Security.pdf. Kruyt. Bert. (2009). Indicators for Energy Security. Energy Policy 37(6). Diperoleh tanggal 29 Mei 2012 di http://www.sciencedirect.com/science/article/B6V2W-4VV1BD36/2/7dfa92a4c8ec60293f20a099949e871a
Nugroho, Hanan. (2004). Pengembangan Industri Hilir Gas Bumi Indonesia: Tantangan dan gagasan. Perencanaan Pembangunan. NO. IX/04. hal. 1 25. Yergin. Daniel. (2006). Ensuring Energy Security. Foreign Affairs 85(2). Diperoleh tanggal 27 Januari 2012 di http://www.un.org/ga/61/second/daniel_yergin_energysecurity.pdf
Dokumen ______Undang-undang no. 30 tahun 2007. Di akses tanggal 31 Agustus 2012 di http://prokum.esdm.go.id/uu/2007/uu-30-2007.pdf
Beyond Petroleum. (2012). BP Statistical Review World Energy 2011. Di peroleh tanggal 10 Mei 2012 di http://www.bp.com/liveassets/bp_internet/globalbp/globalbp_uk_english/repo rts_and_publications/statistical_energy_review_2011/STAGING/local_assets/pd f/statistical_review_of_world_energy_full_report_2011.pdf
BP Migas. (2011). Laporan Tahunan BP Migas 2010. Diperoleh tanggal 28 Januari 2012 di http://www.bpmigas.go.id/wpcontent/uploads/2011/10/LaporanTahunanBPMIGAS2010.pdf
Chevron. (2012). Indonesia Fact Sheet. Diperoleh tanggal 7 Mei 2012 di http://www.chevron.com/documents/pdf/indonesiafactsheet.pdf
Chevron. (2012. Indonesia Fact Sheet. hal .1. Diperoleh tanggal 17 September 2012 di http://www.chevron.com/documents/pdf/corporatefactsheet.pdf Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementrian Energi dan Sumber daya Mineral. (2012). Peta Cadangan Minyak bumi Indonesia tahun 2011. Diperoleh di tanggal 8 Januari 2013 di http://www.migas.esdm.go.id/show.php?fd=5&id=gerbang_260_8.jpg
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementrian Energi dan Sumber daya Mineral. (2012). Peta Cadangan Gas Alam Indonesia tahun 2012. Diperoleh di tanggal 8 Januari 2013 di http://www.migas.esdm.go.id/show.php?fd=5&id=gerbang_273_7.jpg
EIA (US Energy Information Administration). (2013). Data di peroleh tanggal 19 November 2012 di http://www.eia.gov/countries/analysisbriefs/Indonesia/indonesia.pdf
EIA (US Energy Information Administration. (2013). Indonesia Fact Sheet. Data di peroleh di http://www.eia.gov/countries/analysisbriefs/Indonesia/indonesia.pdf
EU Commision. (2006). Green Paper-A European Strategy for Sustainable. Competitive and Secure Energy. hal. 28 Diakses tanggal 19 September 2012 di http://www.energy.eu/directives/2006_03_08_gp_document_en.pdf Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2007). Blueprint Pengelolaan Energi Indonesia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2012). Handbook of Energi & Economic Statitics Indonesia. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2011). Statistic Minyak Bumi. Di peroleh tanggal 25 Januari 2012 di http://prokum.esdm.go.id/Publikasi/Statistik/Statistik persen20Bumi.pdf
persen20Minyak
PricewaterhouseCooper. (2012). Oil & Gas in Indonesia : Investment and Taxation Guide May 2012. hal.22 Total E&P Indonesie. (2011). Total E&P Indonesie: Company Profile. Jakarta: Total E&P Indonesie. Internet CNN Fortune. (2012). Biggest Company in the US. Diperoleh tanggal 28 November 2012 di http://money.cnn.com/magazines/fortune/fortune500/2012/full_list/
Dewan Energi Nasional. (2012). Rencana Kebijakan Energi Nasional diserahkan kepada DPR-RI. Diperoleh tanggal 2 Februari 2013 di http://www.den.go.id/index.php/news/readNews/382
Editorial Media Indonesia. (2012). Jebakan Impor Minyak. Di akses tanggal http://www.metrotvnews.com/videoprogram/detail/2012/12/21/15516/121/ -Jebakan-Impor-Minyak-/Editorial persen20Media persen20Indonesia Forbes. (2012). World biggest public company. Diperoleh tanggal 28 November 2012 di http://www.forbes.com/global2000/ International Energy Agency. (2010). Energy Security. Diakses melalui http://www.iea.org/subjectqueries/keyresult.asp?KEYWORD_ID=410 tanggal 8 Agustus 2012 Kompas. (2012). BP Migas Sulit alihkan pasokan ke PLN. Diakses tanggal 24 November 2012 di http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/02/03/22181514/BP.Migas.Sulit. Alihkan.Pasokan.ke.PLN
Liputan6. (2012). PLN: Inefisiensi terjadi karena PLN kekurangan gas. Data diakses tanggal 15 Desember 2012 di http://bisnis.liputan6.com/read/493020/bos-pln-inefisiensi-terjadi-karenapln-kekurangan-gas Merdeka, (2012), Indonesia akan mulai impor LNG tiga tahun lagi. Diperoleh tanggal 6 Februari 2013 dari http://www.merdeka.com/uang/indonesia-akanmulai-impor-lng-tiga-tahun-lagi.html
Wikipedia. (2010). Supermajor. Diperoleh di http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/8/89/Big_Oil.svg
Worldbank. (2010). Indonesia Fact Sheet. Diperoleh tanggal 16 November 2012 dari http://www.worldbank.org/en/country/indonesia Worldbank. (2010). Singapore Fact Sheet. Diperoleh tanggal 16 November 2012 dari http://www.worldbank.org/en/country/singapore
Negara
Nama
Tahun
Perihal
Asal
Tabel A. Perusahaan migas asing di masa pra dan pasca kemerdekaan Indonesia
Belanda
Shell
melalui
anak 1921
NIAM mendapat hak konsensi
perusahaannya yang bernama
di Jambil, Pulau Bunyu dan
NIAM (Nederlandsch Indisch
dearah Teluk Aru di Sumatera
Aardolie Maatschappij)
Utara
Amerika
Standard Oil of New Jersey 1912
Memulai operasi pengeboran
Serikat
melalui anak perusahaannya
namun
bernama American Petroleum
menemukan
Co kemudian membentuk lagi
komersial
anak perusahaan di Indonesia 1920
NKPM menemukan lapangan
beranama
Talang Akar (Sumatera Selatan)
NKPM
(Nederlandsche Petrolem
Koloniale
yang
Maatschappij).
Perusahaan bernama
ini
berhasil
sumur
merupakan
yang
lapangan
minyak terbesar saat itu.
kemudian 1926
Standar
tidak
Vacuum
Pipa minyak dari Talang Akar ke
(Stanvac).
Sungai
Gerong
selesai
dibangun dan kilang minyak Sungai Gerong mulai berjalan.
Amerika
Standard Oil of California 1936
NPPM mendapat konsensi di
Serikat
membentuk anak perusahaan
daerah Sumatera Tengah yang
di
kemudian
Indonesia
bernama
Nederlandxche Petroleum
Pacific
Rokan
Blok.
Maatschappij
(NPPM).
Perusahaan
kemudian
bernama
Caltex
(California
Texas)
setelah
kemerdekaan Caltex
dinamakan
ini
Indonesia.
kemudian
bernama
Chevron. Perancis
Total E&P Indonesie
1968
Total
E&P
Indonesie
mendirikan anak perusahaan di Indonesia dan memulai kontrak
bagi hasil di wilayah Jambi Jepang
JAPEX Company)
(Japan yang
bernama INPEX Sumber: Bachrawi Sanusi.
Petroleum 1965
JAPEX melakukan survey di
kemudian
lepas pantai Sumatera Selatan
Tabel B. Sejarah Chevron di Indonesia Tahun
Deskripsi
1924
Tim Geologi SOCAL tiba di Pulau Sumatera
1936
SOCAL bergabung dengan Texaco mendirikan sebuah perusahaan patungan di di Sumatera dengan nama NV Nederlandsche Pacific Petroleum Maatxchappij (NPPM).
1939
NPPM menggali sumur eksplorasinya yang pertama di Rokan Blok, Sebangga. Dari sumur tersebut ditemukan kandungan minyak meski tidak terlampau besar.
1941
Penemuan minyak di Lapangan Duri
1944
Ahli Geologi NPPM, Richard H Hopper dan Toru Oki, bersama timnya menemukan sumur minyak terbesar di Asia Tenggara pada saat itu yang kelak dikenal sebagai Sumur Minas di Riau, Sumatera.
1950
Pemerintah Pertambangan
Indonesia dan
mulai
mempelajari
menetapkannya
menjadi
Undang-undang Undang-undang
Pertambangan Indonesia. Berdasarkan Undang-undang tersebut, Indonesia memberikan ijin atas berdirinya NPPM. 1952
Peresmian proyek pembangunan lapangan minyak Minas dan pengapalan minyak pertama Minas Crude Oil menggunakan tanker dari perawang menuju Sungai Siak menuju Sungai Pakning di Selat Malaka untuk di ekspor ke pasar dunia.
1954
Lapangan minyak Duri mulai beroperasi
1955
NPPM merubah namanya yang berbau colonial menjadi PT Caltex Pacific Oil Company (CPOC)
1958
Lapangan Duri mulai berproduksi
1968
Penandatangan Konsensi onshore dan offshore di Kalimantan Timur,
1970-an
Caltex di Indonesia mengubah namanya menjadi PT Caltex Pacific Indonesia (PT CPI) PT CPI mencapai puncak produksi dengan menembus angka 1 juta bph dari 1,6 juta bph yang diproduksi Indonesia.
2005
PT Caltex Pacific Indonesia mengganti namanya menjadi PT Chevron Pacific Indonesia seiring berubahnya tubuh organisasi induk Chevron.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Tabel C. Sejarah Total E&P Indonesie Tahun 1968
Deskripsi
Berdirinya Total E&P Indonesie
Penandatanganan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) dengan pertamina wilayah Jambi, Sumatera Selatan
1970
Total E&P Indonesie turut serta dalam kontrak Mahakam dan Bunyu, Kalimantan timur, sebagai operator bersama JAPEX (kini INPEX Corporation)
1972 1974
Penemuan lapangan minyak Bekapai di lepas pantai Mahakam
Penemuan lapangan minyak Handil dan Tambora di delta sungai Mahakam
Produksi awal lapangan minyak Bekapai
1975
Produksi awal lapangan minyak Handil
1976
Penyelesaian pembangunan ter
1977
Penandatanganan Kontrak Bagi hasil Muturi, Irian Jaya
Puncak produksi minyak Mahakam dengan jumlah rata-rata 230.000 bopd
Penemuan lapangan gas Tunu di delta sungai Mahakam
Produksi awal kilang gas alam cair Bontang
1980
Penemuan lapangan gas Tambora di delta sungai Mahakam
1982
Pengiriman pertama gas ikutan Handil dan Bekapai ke jaringan gas Kalimantan Timur untuk selanjutnya dikirimkan ke kilang gas alam cair Bontang
1983
Penandatanganan Kontrak Bagi Hasil Melawi, Kalimantan Barat
1984
Produksi awal lapangan minyak Tambora
1986
Penemuan lapangan gas Sisi di lepas pantai Mahakam
Penandatanganan Kontrak Bagi Hasil Muara Kampar, Sumatera Tengah
1988
Penandatangan JOB Tengah, Kalimantan Timur
1989
1990
Keikutsertaan di Blok Tuban, Jawa Timur
Awal operasi ekstraksi LPG di kilang Bontang
Penandatanganan JOB Lahat, Sumatera Selatan
Produksi awal gas Tambora
Produksi awal gas Tunu
Awal operasi CPU fase I Tambora-Tunu
Penandatanganan Kontrak Bagi Hasil Natuna Barat di laut Cina Selatan
1991
Perpanjangan Kontrak Bagi Hasil Mahakam hingga 2017
Keikutsertaan di wilayah Rebi, Kai dan Tanimbar, Laut Banda, Indonesia Timur
1992
1993
1994
1995
1996
Penemuan lapangan gas Peciko di lepas pantai Mahakam
Penemuan lapangan gas Nubi di lepas pantai Mahakam
Produksi awal CPU fase II Tambora-Tunu
Kelanjutan fase II Tambora-Tunu
Penyelesaian pembangunan fase II lapangan Tunu
Produksi gas mencapai 1,000 MMscfd
Penemuan lapangan Mudi di Wilayah Tuban
Produksi awal perolehan gas EOR di Handil
Awal proyek debottlenecking CPU Tambora-Tunu
Awal proyek pengembangan Tunu Utara
Partisipasi di Blok B Jambi Selatan, Sumatera Selatan.
Produksi minyak kumulatif wilayah Kontrak Mahakam mencapai 1 miliar barel
Awal proyek pengembangan Peciko
Produksi hidrokarbon melebihi produksi puncak tahun 1977 dengan jumlah 230.000 bopd
Penemuan Stupa di lepas pantai Mahakam
Penemuan Bungkal di Jambil Selatan
1997
Produksi awal lapangan gas Tunu Utara
Penandatanganan Kontrak Bagi Hasil Saliki dan Sebawang di Kalimantan Timur
Produksi hidrokarbon mencapai 280.000 boepd
1999
Produksi awal gas Peciko
2000
Penyelesaian Tunu fase VII
2003
Peresmian Proyek Kompresi lapangan Tunu pada tanggal 15 September (Tunu fase VII dan Tunu fase VIII) oleh Presiden Megawati Soekarnoputri
2004
Pada tanggal 21 Maret, produksi hidrokarbon mencapai 584,927 boe termasuk 2,725 MMscf gas
Sumber : Total E&P Indonesie, (2011), Total E&P Indonesie: Company Profile, Jakarta: Total E&P Indonesie, hal. 2