KEBIJAKAN BANK INDONESIA TERHADAP INVESTASI MODAL ASING DI PERBANKAN SYARIAH
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh : ATIK ROSYADAH NIM : 107046101818
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M
KEBIJAKAN BANK INDONESIA TERHADAP INVESTASI MODAL ASING DI PERBANKAN SYARIAH SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh: ATIK ROSYADAH NIM. 107046101818
Di Bawah Bimbingan
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul Kebijakan Bank Indonesia Terhadap Investasi Modal Asing di Perbankan Syariah, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 21 September 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam). Jakarta, 21 September 2011
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 19 Agustus 2011 Atik Rosyadah
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil „alamin, hanyalah ucapan syukur yang mampu terucap atas segala nikmat, karunia, dan rahmat-Nya. Tiada daya dan upaya melainkan atas kehendak-Nya. Meskipun banyak tantangan yang dihadapi, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga serta para sahabatnya yang telah menjadi jalan bagi umatnya dalam menempuh keselamatan dan kebahagiaan di alam semesta ini dengan bergelimang ilmu pengetahuan. Penulis dalam proses pembuatan skripsi ini menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan, namun berkat hidayah dan pertolongan Allah senantiasa penulis rasakan, dan berbagai dorongan serta bimbingan dari semua pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul
“KEBIJAKAN BANK INDONESIA
TERHADAP INVESTASI MODAL ASING DI PERBANKAN SYARIAH”. Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, kepada: 1. Prof. Dr. H. Amin Suma, SH, MA.MM selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mencurahkan baktinya kepada kami, selaku Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Muamalat dan Mukmin Rauf M.Ag, selaku Sekertaris Jurusan Muamalat yang telah memberikan pengarahan kepada penulis dalam membantu menyiapkan skripsi ini. 3. Bpk JM. Muslimin, MA, dan Bpk A. Chairul Hadi, MA, selaku pembimbing skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu, mencurahkan segenap perhatian umtuk memberikan pencerahan dan pengarahan yang begitu berharga bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan memberikan ilmunya kepada penulis selama di bangku kuliah. 5. Segenap staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum serta segenap staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas fasilitas referensi peminjaman buku sehingga membantu dalam penulisan skripsi ini. 6. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Bank Indonesia, yang telah memberikan andil besar dalam menyediakan pustaka dan sumber-sumber bacaan untuk kelancaran penulisan skripsi ini. 7. Bpk. M. Irfan Sukarna selaku Senior Analyst Tim Penelitian dan Pengembangan Perbankan Syariah di Direktorat Perbankan Syariah, yang telah bersedia meluangkan waktunya guna wawancara dan membagi ilmu pengetahuan yang dapat membantu dalam penulisan skripsi ini.
8. Rasa ta’zhim dan terima kasih tak terhingga kepada Ayahanda H. Martono dan Ibunda tercinta Hj. Istiqomah terima kasih atas segala daya upaya, kucuran keringat, sujud panjang, lantunan doa-doa, lunglai serta letihmu yang terus harap akan keselamatan juga keberhasilan hidup penulis. 9. Adik-adikku tercinta yang senantiasa memberikan support dan doanya, adikku Aulia Ulfah dan Rizqi Fitria Qurratu Aini, ayo maju terus dan teruslah belajar untuk menggapai asa kalian. 10. Mazku tersayang Ishlah Farid, belahan jiwa yang senantiasa menyejukkan hati, kau tak perlu bicara banyak untuk mengajariku akan semangat. 11. Sahabat-sahabatku d’Caspersky (Risa Safariyani, S.E.Sy., Ismi Mawaddah dan Pratiwi Pauziyah) serta Asoka Nina Sari yang selalu menemani penulis dan berbagi cerita dalam keadaan bahagia dan atau susah sekalipun, yang tak pernah henti mendorong penulis untuk segera menyelesaikan studi, dan banyak hal indah selama ini yang telah kita lalui bersama. Sebuah kebahagiaan bisa menjadi bagian dari kalian dan melewati satu fase kehidupan bersama kalian. Terima Kasih Sahabat…!!! 12. Segenap teman-teman Perbankan Syariah (PS D) 2007, semua terlalu manis untuk dilupakan. Kita telah rangkum sketsa ini bersama. 13. Segenap teman-teman KKN Cyber 2010, semua cerita telah terukir indah dalam ingatanku.
Hanya kepada Allah SWT penulis bersimpuh dan berdoa semoga iradahNya senantiasa membawa mereka atas kebahagiaan yang hakiki, amin. Penulis menyadari bahwa skripsi sederhana ini jauh dari kesempurnaan, karena kami hanya seorang dhaif dan tak mungkin seperti ini bila tidak Engkau kehendaki. Kritik konstruktif yang akan membuat skripsi ini menjadi lebih apik.
Ciputat, 19 Ramadhan 1432 H 19 Agustus 2011 M
Penulis
DAFTAR ISI Kata Pengantar ....................................................................................... i Daftar Isi .......................................................................................................................... v Daftar Tabel ....................................................................................................................viii Daftar Gambar ............................................................................................................... ix Daftar Grafik .................................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………….... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………………………….... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………………….....
7
D. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ………………………………..... 8 E. Review Studi Terdahulu ……………………………………………....... 11 F. Metode Penelitian ………………………………………………………. 13 G. Sistematika Penulisan …………………………………………………... 17
BAB II TINJAUAN TEORITIS INVESTASI MODAL ASING A. Investasi ……………………………………………………………........ 18
B. Penanaman Modal Asing (PMA) ……………………………………….. 25 C. Perbankan Syariah ………………………………………………………. 34
BAB III
BANK INDONESIA DAN KEWENANGANNYA A. Sejarah Bank Indonesia …………………………………………………. 47 B. Status dan Kedudukan …………………………………………………... 51 C. Visi, Misi, Tujuan, dan Tugas …………………………………………... 56
BAB IV
ANALISIS REGULASI BANK INDONESIA TERHADAP INVESTASI MODAL ASING DI PERBANKAN SYARIAH A. Penyempurnaan Regulasi Bank Syariah …………………….……......... 62 B. Faktor yang Mempengaruhi Tingginya Minat Investor Asing di Dunia Perbankan Syariah Nasional ……………………….………… 64 C. Peran Bank Indonesia dalam Kebijakan Perbankan ………….……....... 80 D. Kebijakan Bank Indonesia Tentang Investasi Modal Asing di Bank Syariah ……………………………………………………….. 86 E. Pengaruh Kebijakan Bank Indonesia Tentang Penanaman Modal Asing Terhadap Perkembangan Bank Syariah ………….……… 96
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ……………………………………………………………. 108 B. Saran …………………………………………………………………... 110
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….. 112 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perkembangan Jaringan Bank Syariah ………………………………... 68 Tabel 2 Daftar Pemegang Saham Per Desember 2010 ………………………… 75 Tabel 3 Jaringan Kantor Perbankan Syariah …………………………………... 100 Tabel 4 Komposisi Pembiayaan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah …………………………………………………… 100 Tabel 5 Rasio Keuangan Bank Syariah di Indonesia ………………………….. 101
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Tiga Pilar Bank Indonesia …………………………………………….. 57
Gambar 2
Inisiatif-Inisiatif dan Paradigma Kebijakan Bank Indonesia …………. 61
Gambar 3
Perkembangan Peraturan Perundang-Undangan Bank Syariah di Indonesia …………………………………………………………… 63
Gambar 4
Skema Sumber Dana dari Modal ……………………………………... 66
DAFTAR GRAFIK Grafik 1
Pertumbuhan Aset Berdasarkan Jenis Kelembagaan Perbankan Syariah ………………………………………………………………… 70
Grafik 2
Perkembangan Net Income Perbankan Syariah ………………………. 76
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang membutuhkan dana yang cukup besar
untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut harus dipenuhi dalam upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari Negara-negara maju, baik di kawasan nasional maupun kawasan internasional. Untuk membangun, diperlukan adanya modal atau investasi yang besar. Karena modal menjadi salah satu aspek penting dalam perusahaan baik dalam pembukuan bisnis maupun pengembangannya. Oleh karena itu, perusahaan harus menentukan seberapa banyak modal yang diperlukan untuk membiayai bisnisnya. Sumber dana bagi perusahaan dapat diperoleh dari dalam maupun dari luar perusahaan. Secara tradisional, modal didefinisikan sebagai suatu yang mewakili kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan. Pemegang saham menempatkan modalnya pada bank dengan harapan memperoleh hasil keuntungan di masa yang akan datang. Menurut Jahnson dan Jahnson, modal bank mempunyai tiga fungsi. Pertama, sebagai penyangga untuk menyerap kerugian operasional dan kerugian lainnya. Dalam fungsi ini modal memberikan perlindungan terhadap kegagalan atau kerugian bank dan perlindungan terhadap kepentingan para deposan. Kedua, sebagai dasar bagi penetapan batas maksimum pemberian kredit. Ketiga, modal juga menjadi
dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengevaluasi tingkat kemampuan bank secara relatif dalam menghasilkan keuntungan.1 Kegiatan penanaman modal di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1967, yaitu sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri dinyatakan: “Perusahaan nasional adalah perusahaan yang sekurangkurangnya 51% dari pada modal dalam negeri yang ditanam di dalamnya di miliki oleh Negara dan/atau, swasta nasional” (pasal 3 ayat 1) . Dengan kata lain, pemodal asing hanya boleh memiliki modal sebanyak-banyaknya 49% dalam sebuah perusahaan. Namun kemudian Pemerintah Indonesia menerbitkan peraturan pemerintah yang menjamin investor asing bisa memiliki hingga 95% saham perusahaan yang bergerak dalam bidang “…pelabuhan; produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik umum; telekomunikasi; penerbangan; pelayanan, KA; air minum; pembangkit tenaga nuklir; dan media masa” (PP No. 20/1994 pasal 2 ayat 1 dan pasal 5 ayat 1). Partisipasi asing dalam kerjasama investasi melalui sebuah perusahaan yang saham-sahamnya dimiliki secara bersama (joint venture corporation), relatif lebih kompleks dan diadakan untuk jangka waktu yang cukup panjang. Modal asing yang 1
136.
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Pustaka Alfabet, 2006), h.135-
berpatungan merupakan modal asing yang bekerja sama dengan penanam modal Indonesia, dimana saham yang dimiliki oleh pihak asing maksimal 95%, sedangkan pihak penanam modal Indonesia, minimal modalnya sebesar 5%.2 Investasi merupakan unsur utama dalam perkembangan dan pertumbuhan suatu perusahaan. Salah satu jenis investasi adalah investasi berdasarkan asetnya (Kamaruddin
Ahmad,
1996:2).
Investasi
berdasarkan
asetnya
merupakan
penggolongan investasi dari aspek modal atau kekayaannya. Pada umumnya investasi ini dibagi menjadi dua yaitu real asset merupakan investasi yang berwujud seperti tanah, mesin-mesin, gedung dan sebagainya, dan financial asset merupakan dokumen (surat-surat), kontrak-kontrak tertulis seperti saham dan obligasi.3 Saham merupakan surat berharga keuangan yang diterbitkan oleh suatu perusahaan saham patungan sebagai alat untuk meningkatkan modal jangka panjang. Para pemegang saham membayarkan uang pada perusahaan dan mereka menerima sebuah sertifikat saham sebagai tanda bukti kepemilikan mereka atas saham-saham dan kepemilikan mereka dicatat dalam daftar saham perusahaan. Para pemegang saham dari sebuah perusahaan merupakan pemilik-pemilik yang disahkan secara hukum dan berhak untuk mendapatkan bagian dari laba yang diperoleh oleh perusahaan dalam bentuk deviden.
2
Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h.149. 3 William F. Sharpe dkk, Investasi (Jakarta: Prenhallindo, 1999), h.1.
Dengan adanya tambahan modal maka perusahaan tersebut dapat lebih mudah melebarkan sayapnya untuk melakukan kegiatan usaha. Untuk mendapatkan modal dari pihak luar atau masyarakat biasanya perusahaan melakukan penawaran umum atau go public begitu juga pada perbankan yang ingin mendapatkan modal untuk kelancaran semua kegiatan usahanya. Penawaran umum atau go public merupakan kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan go publik) untuk menjual saham atau efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh UU Pasar Modal dan Peraturan Pelaksanaannya.4 Secara umum, beberapa alasan bagi bank untuk go public adalah dalam rangka menambah
modal,
meningkatkan
ekspansi
kredit,
meningkatkan
likuiditas
perusahaan, serta agar lebih transparan kinerjanya. Selain itu, perusahaan yang melakukan penawaran umum (go public) jelas mencatat beberapa hal yang positif, diantaranya catatan keuangan yang baik, perolehan keuntungan, pembesaran volume usaha karena membesarnya potensi laba, posisi perusahaan dimasyarakat. 5 Bank Indonesia (BI) memproyeksikan peluang dana asing yang sangat besar di tahun 2011, tetapi masih sedikit bank syariah memanfaatkan peluang tersebut. Jika diamati hanya Bank Muamalat yang mampu membuka peluang tersebut, sehingga banyak minat pelaku investor asing yang menanamkan modalnya di Bank Muamalat. Selain itu, sebelum BNI meresmikan pemisahan usaha dengan BNI syariah, sejumlah investor Timur Tengah juga berminat membeli saham BNI Syariah seperti Qatar 4
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, edisi ketiga (Yogyakarta: Ekonesia, 2008), h. 199. 5 Irsan Nasarudin dkk, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia (Jakarta: Kencana, 2008), h. 214.
International Islamic Bank dan Qatar Islamic Bank.6 Sebagaimana dalam UndangUndang Perbankan Syariah No. 21 tahun 2008 pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa “warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia, atau badan hukum asing dapat memiliki atau membeli saham Bank Umum Syariah secara langsung atau melalui bursa efek”. Sumber utama modal bank Syariah adalah modal inti (core capital) dan kuasi ekuitas. Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik bank, yang terdiri dari modal yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan dan laba ditahan. Sedangkan kuasi ekuitas adalah dana-dana yang tercatat dalam rekening-rekening bagi hasil (mudharabah). Modal inti inilah yang berfungsi sebagai penyangga dan penyerap kegagalan atau kerugian bank dan melindungi kepentingan para pemegang rekening titipan (wadi’ah). Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan tentang aspek permodalan bank-bank syariah. Bank syariah wajib menyediakan minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut resiko, yaitu resiko penyaluran dana dan resiko pasar, dalam hal ini resiko nilai tukar. Dalam beberapa hal, bank-bank syariah yang sudah ada masih mengalami kesulitan untuk memberikan pembiayaan dalam skala besar lantaran modal yang terbatas. Sehingga masuknya modal atau investasi asing bisa meningkatkan daya saing bank-bank syariah untuk pembiayaan yang lebih besar. Tingginya animo pihak asing menanamkan modal atau investasi di Indonesia, sejatinya menunjukkan betapa 6
Antique Syahid Latif, “ Investor Abu Dhabi Minati Saham BNI Syariah”, Di akses pada tanggal 13 April 2011 dari http://bisnis.vivanews.com/news/read/160245-investor-abu-dhabi-minatisaham-bni-syariah
menggiurkannya potensi pasar bank syariah nasional. Oleh karena itu kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia tentang penanaman modal asing sangat berpengaruh terhadap perkembangan perbankan syariah nasional itu sendiri. Berdasarkan pemaparan di atas penulis ingin lebih lanjut mendalami kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tentang penanaman modal asing dan penyebab investor asing menanamkan modalnya pada Bank Syariah di Indonesia, Oleh karena itu, penulis memilih judul “Kebijakan Bank Indonesia Terhadap Investasi Modal Asing di Perbankan Syariah.”
B.
Perumusan dan Pembatasan Masalah Secara umum pembahasan dalam penelitian ini adalah tentang Bank Syariah
yang berani mengambil peluang dana asing yang masuk di dunia perbankan, serta pengaruh dan dampak penanaman modal asing bagi Bank Syariah di masa yang akan datang. Berdasarkan uraian di atas, agar penelitian ini lebih jelas alurnya maka perumusan masalah yang dapat disusun adalah sebagai berikut: 1.
Apa saja faktor yang mempengaruhi tingginya minat investor asing di dunia Perbankan Syariah Nasional?
2.
Bagaimana kebijakan Bank Indonesia terhadap penanaman modal asing di Perbankan Syariah?
3.
Bagaimana pengaruh kebijakan tersebut terhadap perkembangan Perbankan Syariah Nasional?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi tingginya minat investor asing di dunia Perbankan Syariah Nasional.
2.
Untuk mengetahui kebijakan Bank Indonesia terhadap penanaman modal asing di Perbankan Syariah.
3.
Untuk mengetahui pengaruh kebijakan Bank Indonesia tentang penanaman modal asing terhadap perkembangan Perbankan Syariah Nasional.
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yaitu 1.
Bagi Penulis Hasil dari penelitian diharapkan mampu memperdalam dan memperluas khazanah keilmuan penulis, khususnya mengenai analisis faktor yang mempengaruhi tingginya minat investor asing di dunia Perbankan Syariah, kebijakan Bank Indonesia terhadap penanaman modal asing di Perbankan Syariah, dan pengaruh penanaman modal asing terhadap perkembangan Bank Syariah Nasional.
2.
Bagi Lembaga Keuangan Hasil dari penelitian ini diharapkan juga akan memberikan manfaat bagi sektor Lembaga Keuangan terutama Perbankan Syariah dalam menghadapi investor asing yang ingin menanamkan modalnya di perusahaannya, sehingga melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai pengaruh yang terjadi dengan adanya penanaman modal asing di Bank Syariah.
3.
Bagi Pihak Lain Penelitian ini bermanfaat bagi pihak lain yang merupakan sumber referensi dan saluran pemikiran bagi kalangan akademisi dan praktisi sebagai penunjang penelitian dan bahan perbandingan bagi penelitian yang lain.
D.
Kerangka Teori dan Kerangka Konsep Kerangka teori adalah upaya penggalian teori yang dapat digunakan peneliti
untuk menjelaskan bahwa teori memberikan kepada kita suatu kerangka yang membantu dalam melihat permasalahan. Teori menyediakan konsep-konsep yang relevan, asumsi-asumsi dasar yang dapat digunakan dan mengarahkan pertanyaan penelitian yang diajukan serta membimbing kita dapat memberikan makna terhadap data.7
7
Bambang Prastio dan Lina Miftahul Janah, Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasinya (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h.64-65.
Investasi adalah penanaman modal yang dilakukan investor, baik investor asing maupun domestik dalam berbagai bidang usaha yang terbuka untuk investasi, dengan tujuan memperoleh keuntungan.8 Investasi dalam Islam menurut Ahmad Rodoni adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan untuk memperoleh sejumlah keuntungan dimasa yang akan datang yang sesuai dengan syariah Islam. Sedangkan investasi dalam Islam harus berlandaskan pada etika Islam yang menjadi panduan dalam bertindak yaitu landasan tauhid, landasan keadilan dan kesejajaran, landasan kehendak bebas, dan landasan pertanggung jawaban. Dalam konsep Islam menunjukkan bahwa semua harta benda dan seluruh alat produksi hakikatnya adalah mutlak milik Allah sedangkan manusia hanya sebatas mendapatkan amanah untuk mengelolanya. Pola investasi Islam yaitu harta merupakan milik Allah, sementara Allah telah menyerahkan kekuasaan-Nya atas harta tersebut kepada manusia, melalui izin dariNya maka perolehan seorang atas harta tersebut sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memanfaatkan serta mengembangkan harta, yang antara lain menjadi miliknya. Kewajiban melakukan upaya kerja produktif dan pengembangan harta kekayaan melalui investasi sangat ditekankan oleh Nabi Muhammad SAW.9
8
Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h.33. 9 Ahmad Rodoni, Investasi Syariah. (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 28-30.
Sumber dana Bank Syariah terdiri dari: modal inti, kuasi ekuitas (mudharabah account), dan dana titipan. Sumber dana Bank Syariah yang berkaitan dengan saham adalah modal inti. Modal inti merupakan dana modal sendiri, yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal inti terdiri dari modal yang disetor oleh para pemegang saham sumber utama dari modal perusahaan adalah saham. Sumber dana ini hanya akan timbul apabila pemilik menyertakan dananya pada bank melalui pembelian saham, dan untuk penambahan dana berikutnya dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual tambahan saham baru.10 Dalam pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Penanaman Modal Asing (PMA) adalah kegiatan menanam untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Salah satu bentuk kerjasama dalam investasi asing yaitu joint venture. Menurut Erman Rajagukguk, joint venture terbentuk ketika dua pihak atau lebih, baik secara pribadi maupun perusahaan bermaksud menjadi partner satu sama lain untuk suatu kegiatan dan mengatur secara bersama suatu perusahaan baru yang saham-sahamnya dimiliki secara bersama pula.11
10
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alfabet, 2006), h.
48. 11
Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia ( Jawa Timur: Bayumedia Publishing, 2004), h. 72.
Kerangka pemikiran yang dibuat dalam penelitian ini tentang analisis investasi modal asing di Bank Syariah adalah sebagai berikut: Penanaman Modal Asing Kebijakan Bank Indonesia Bank Syariah
E.
Review Studi Terdahulu Terdapat beberapa penelitian yang membahas tentang investasi asing
diantaranya yaitu: No Identitas
Pembahasan
1
Sarwedi,
Tentang
Jurnal
faktor
Hasil Penelitian
faktor- Menunjukkan yang bahwa
Akuntansi dan mempengaruhi Keuangan Vol. investasi
ekonomi
asing Growth,
Wage, kebijakan
dalam dan
“Investasi
periode
jangka mempunyai
Asing
pendek
Indonesia dan dengan
yang
(GDP, dilakukan adalah
langsung
di jangka
Dalam skripsi ini
variabel penelitian
4, Mei 2002.
Langsung
Pembedaan
Bank
Ekspor) Indonesia tentang investasi
dan hubungan positif asing
modal terhadap
panjang dengan FDI atau perbankan PMA. Sedangkan syariah,
tentang
Faktor
yang menggunakan
Mempengaruhi
perhitungan
nya.
kuadrat
variabel
non faktor
ekonomi
yaitu mempengaruhi
terkecil stabilitas
sederhana (ordinary
yang
politik investasi
mempunyai
modal
asing pada Bank
least hubungan negatif Syariah,
square = OLS).
dengan FDI.
serta
pengaruh
yang
terjadi
setelah
adanya
investor
asing tersebut. 2
M.
Arif Tentang
Sambodo, Tesis
faktor Tesis ekonomi
faktor- Dalam
jangka Dalam skripsi ini
makro pendek seperti jangka
dan penelitian
panjang dilakukan adalah
Megister Ilmu PDB, tingkat suku penanaman modal kebijakan Ekonomi
yang
Bank
dan bunga luar negeri, asing di Indonesia Indonesia tentang
Studi
nilai tukar rupiah sebelum
Pembangunan
dan posisi dana dipengaruhi
Universitas
masyarakat
Diponegoro,
perbankan.
krisis investasi asing
modal terhadap
di secara signifikan perbankan oleh nilai tukar syariah,
tentang
2003.
rupiah dan posisi faktor
yang
“Analisis
dana masyarakat, mempengaruhi
Faktor-faktor
sedangkan tingkat investasi
modal
yang
bunga luar negeri asing pada Bank
Mempengaruhi
berpengaruh pada Syariah,
serta
Penanaman
jangka
yang
Modal
Saat
krisis terjadi
setelah
ekonomi
PMA adanya
investor
Asing
di Indonesia”
panjang. pengaruh
dipengaruhi oleh asing tersebut. PDB, posisi dana masyarakat tingkat
dan suku
bunga.
F.
Metode Penelitian 1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian kualitatif deskriptif. Yang bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap fenomenafenomena yang akan diteliti.12 Di sini penulis akan menyajikan dan menganalisis berdasarkan data yang didapat tentang kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia terhadap investasi modal asing di Perbankan Syariah.
12
Moh. Nazir, Metode Penelitian,( Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h. 55.
2.
Pendekatan Penelitian Pendekatan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi pada Bank Indonesia sebagai lembaga yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan pada Perbankan Syariah khususnya kebijakan tentang investasi asing di Bank Syariah.
3.
Jenis Data dan Sumber Data Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah data primer dan data sekunder. Sedangkan sumber data yang digunakan adalah sumber-sumber data yang terpercaya, terandalakan atau sumber data yang representatif, relevan dengan data yang diperlukan, baik data primer maupun data sekunder.13 a. Data primer Data primer merupakan informasi yang dikumpulkan peneliti langsung dari sumbernya, yaitu berupa data yang diperoleh dari informasi hasil wawancara
dari
nara
sumber
pihak
Bank
Indonesia
kemudian
menganalisanya.
13
Ety Rochaety, dkk, Metode Penelitian Bisnis ( Jakarta: Mitra Wacana Media, 2009), h. 36.
b. Data sekunder Penulis menggunakan data sekunder yang diperoleh dari buku-buku yang menyangkut tema atau judul yang dibahas, dari browsing internet, contohnya: Undang-Undang tentang Bank Syariah, Peraturan Bank Indonesia tentang perbankan. Dan sumber lainnya yang dapat digunakan untuk mendukung penelitian ini. 4.
Teknik Pengumpulan Data Tahap berikutnya adalah pengumpulan informasi dan data. Kelengkapan data mempengaruhi kualitas analisis, oleh karenanya akan berdampak kepada ketepatan keputusan yang akan diambil.14 Adapun untuk memperoleh datadata tersebut, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan Penelitian Lapangan (Field Research) dan dengan melakukan studi dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang ditunjukkan kepada subyek penelitian. Salah satu caranya yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan (Library Research). a. Penelitian lapangan (Field Research) yaitu penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi yang akurat dengan melakukan wawancara untuk menganalisis informasi-informasi akurat yang diperoleh dari pihak Bank Indonesia.
14
Mudrajad Kuncoro, Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi (Jakarta: Erlangga, 2009), h.24.
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara langsung dengan cara tanya jawab kepada nara sumber sebagai pihak dari Bank Indonesia, tetapi dapat juga secara tidak langsung seperti memberikan daftar pertanyaan untuk dijawab pada kesempatan lain, untuk memperoleh informasi yang berkenaan dengan penelitian ini.15 b. Penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu dengan melakukan penelusuran secara teoritis melalui literatur-literatur yang berkaitan dengan investasi asing atau penanaman modal asing terutama di perbankan syariah. Diantaranya dari buku-buku, artikel-artikel, jurnal, internet, laporan tahunan bank dan laporan pemegang saham yang dapat diperoleh dari perusahaan/ bank, perpustakaan bank tersebut dan lain sebagainya.16 5.
Metode Analisis Data Dalam mengolah dan menganalisa data penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu dengan cara mengumpulakan data, menyusun dan kemudian menganalisa untuk menggambarkan kebijakan Bank Indonesia tentang investasi modal asing di Bank Syariah Nasional.
15
Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, Cetakan 6, h. 51 16 Donald R. Cooper dan C. William Emory, Metode Penelitian Bisnis, Jilid 2, Edisi 5, (Jakarta: Erlangga, 1998), h. 247.
6.
Teknik Penulisan Teknik penulisan dalam skripsi ini yaitu merujuk pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
G.
Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN Pada bab ini berisi Latar Belakang, Perumusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teori dan Kerangka Konsep, Review Studi Terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulis.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS INVESTASI MODAL ASING Pada bab ini menjelaskan teori tentang investasi, investasi dalam perspektif Islam, dan macam-macam investasi termasuk salah satunya adalah investasi asing biasa disebut penanaman modal asing, pengertian, dasar hukum, dan teori-teori tentang penanaman modal asing serta struktur modal dan perkembangan bank syariah.
BAB III
BANK INDONESIA DAN KEWENANGANNYA Pada bab ini akan membahas tentang gambaran umum lembaga keuangan yang menjadi objek penelitian yaitu Bank Indonesia.
Sejarah, status dan kedudukan, tujuan, visi dan misi Bank Indonesia serta kebijakan-kebijakannya. BAB IV
ANALISIS REGULASI BANK INDONESIA TERHADAP INVESTASI MODAL ASING DI PERBANKAN SYARIAH Pada bab ini akan menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan dan menganalisisnya dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah disebutkan pada perumusan masalah.
BAB V
PENUTUP Pada bab ini memuat kesimpulan yang berisikan pernyataanpernyataan yang merupakan jawaban atas masalah-masalah penelitian. Dan dalam bab ini terdapat saran dari penulis kepada para pembaca atau pihak manapun yang dapat memperoleh manfaat dari penelitian ini.
BAB II LANDASAN TEORI
D.
Investasi 1. Pengertian Investasi Istilah investasi berasal dari bahasa Latin, yaitu investire (memakai), sedangkan
dalam bahasa Inggris disebut dengan invesment. Menurut Ensiklopedia Indonesia, investasi adalah penanaman uang atau modal dalam proses produksi (dengan pembelian gedung-gedung, permesinan, bahan cadangan, penyelenggaraan uang kas serta perkembangannya).17 Para ahli memiliki pandangan yang berbeda mengenai konsep teoritis tentang investasi. Menurut Kamaruddin Ahamad investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut. Selain itu Kamaruddin juga memberikan pengertian investasi dalam tiga artian, yaitu: a. suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau surat penyertaan lainnya; b. suatu tindakan membeli barang-barang modal; c. pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan pendapatan di masa yang akan datang. Dalam definisi di atas, investasi dikontruksikan sebagai tindakan membeli saham, obligasi, dan barang-barang modal. Ini erat kaitannya dengan pembelian 17
“Investasi”dalam Ensiklopedia Indonesia (Jakarta: Ichtiar baru- van hoeve, 1982), h. 1470.
saham pada pasar modal, padahal penanaman investasi tidak hanya di pasar modal, tetapi juga diberbagai bidang lainnya. Menurut Salim dan Budi Sutrisno investasi adalah penanaman modal yang dilakukan oleh investor, baik investor asing maupun domestik dalam berbagai bidang usaha terbuka untuk investasi, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.18 Dalam kamus istilah ekonomi populer, investasi adalah tindakan menanamkan uang dalam bentuk uang tunai, aset, dan surat-surat berharga lainnya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang sebagai pendapatan dari investasi tersebut. 2. Jenis Investasi Pada dasarnya investasi dapat digolongkan dalam empat macam yaitu:19 a.
Investasi berdasarkan asetnya. Investasi berdasarkan asetnya merupakan penggolongan investasi dari aspek modal atau kekayaannya. Investasi berdasarkan asetnya dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1) Real asset Real asset merupakan investasi yang berwujud, seperti gedung-gedung, kendaraan dan sebagainya. 2) Financial asset
18
Henricus W. Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer (Jakarta: Kompas, 2003), h. 121. Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 36-38. 19
Financial asset merupakan dokumen (surat-surat) klaim tidak langsung pemegangnya terhadap aktivitas riil pihak yang menerbitkan sekuritas tersebut. b.
Investasi berdasarkan pengaruhnya. Investasi menurut pengaruhnya merupakan investasi yang didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi atau tidak berpengaruh dari kegiatan investasi. Investasi berdasarkan pengaruhnya dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1. Investasi autonomus (berdiri sendiri) merupakan investasi yang tidak dipengaruhi tingkat pendapat, bersifat spekulatif. Misalnya surat-surat berharga. 2. Investasi induced (mempengaruhi-menyebabkan) merupakan investasi yang dipengaruhi kenaikan permintaan akan barang dan jasa serta tingkat pendapatan. Misalnya, penghasilan transitori, yaitu penghasilan yang didapat selain dari bekerja, seperti bunga, bagi hasil dan sebagainya. Teori ini dikembangkan oleh Milton Friedman.
c.
Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri). Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya merupakan investasi yang didasarkan pada asal-usul investasi itu diperoleh. Investasi ini dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Investasi yang bersumber dari modal asing (PMA) merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan luar negeri. 2. Investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (PMDN) merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri. d.
Investasi berdasarkan bentuknya. Investasi berdasarkan bentuknya merupakan investasi yang didasarkan pada cara menanamkan investasinya. Investasi cara ini dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1. Investasi portofolio, investasi ini dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga, seperti saham dan obligasi. 2. Investasi langsung, investasi ini merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total, atau mengakuisisi perusahaan. 3. Investasi Dalam Perspektif Islam Islam mengatur hubungan yang kuat antara akhlak, aqidah, ibadah, dan
muamalah. Aspek muamalah merupakan aturan main bagi manusia dalam menjalankan kehidupan sosial, sekaligus merupakan dasar untuk membangun sistem perekonomian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Antonio berpendapat bahwa perekonomian yang menyeimbangkan aspek dunia dan akhirat merupakan karakteristik unik ekonomi Islam. Karena itu, kesejahteraan hidup menurut Islam adalah kesejahteraan di dunia tanpa melupakan kebahagiaan hakikat di akhirat.20
20
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 13.
Kehidupan sosial ekonomi Islam, termasuk investasi tidak dapat dilepaskan dari prinsip-prinsip syariah. Investasi syariah adalah investasi yang didasarkan atas prinsip-prinsip syariah, baik investasi pada sektor riil maupun sektor keuangan. Islam mengajarkan investasi yang menguntungkan semua pihak (win win solution) dan melarang manusia melakukan investasi yang mengandung unsur riba, gharar, maysir (judi), menjual sesuatu yang tidak dimiliki, dan transaksi lain yang merugikan salah satu pihak.21 Investasi syariah tidak selalu membicarakan persoalan duniawi sebagaimana yang dikemukakan para ekonom sekuler. Ada unsur lain yang sangat menentukan berhasil tidaknya suatu investasi di masa depan, yaitu ketentuan dan kehendak Allah.22 Islam memerintahkan umatnya meraih kesuksesan dan berupaya meningkatkan hasil investasi. Islam memerintahkan umatnya untuk meninggalkan investasi yang tidak menguntungkan sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Jadilah orang pertama, jangan menjadi yang kedua, apalagi yang ketiga. Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin maka ia termasuk golongan yang beruntung. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin maka ia termasuk golongan yang merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin maka ia termasuk golongan yang celaka.” (HR. Thabrani) 21
Muhammad Nafik, Bursa Efek dan Investasi Syariah (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2009), h. 23. 22 Q.S. Luqman: 34
Islam memandang semua perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-harinya, termasuk aktivitas ekonominya sebagai investasi yang akan mendapatkan hasil (return). Investasi yang melanggar syariah akan mendapatkan balasan yang setimpal, begitu pula investasi sesuai dengan syariah. Return investasi dalam Islam sesuai dengan besarnya sumber daya yang dikorbankan. Selain itu, semua investasi dilakukan dalam rangka ibadah kepada Allah untuk mencapai kebahagiaan lahir batin di dunia dan akhirat baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.23 Kewajiban melakukan upaya kerja produktif dan pengembangan harta kekayaan melalui investasi sangat ditekankan oleh Nabi Muhammad SAW. Dan Khalifah Umar pernah menyuruh kaum muslimin untuk menggunkan modal mereka secara produktif dengan
mengatakan:
menginvestasikannya
“siapa dan
siapa
saja saja
yang yang
memiliki
uang,
memiliki
tanah
hendaklah
ia
hendaklah
ia
menanaminya.”24 Dengan demikian ajaran-ajaran tersebut menunjukkan bahwa Islam sangat mengakui peranan modal sebagai suatu faktor produksi. Dan dalam Islam, investor diharuskan untuk melihat dan mempertimbangkan dimensi yang lain yaitu aturan atau hukm-hukum yang telah dijelaskan melalui alQur‟an dan hadits dimana para pelaku dilarang untuk melanggarnya. Dan investasi hanya dapat dilakukan pada asset atau kegiatan usaha yang halal, tahir, spesifik tidak
23 24
31.
Ibid., h. 70. Ahmad Rodoni, Investasi Syariah. (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 30-
membahayakan dan bermanfaat. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. AlBaqarah ayat 168.
Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Adapun aturan-aturan yang lain yang sudah termaktub dalam al-Qur‟an dan hadits diantaranya adalah aturan yang berkenaan dengan halal haramnya investasi, riba, kerusakan lingkungan serta kegiatan yang mengandung unsur judi dan spekulasi.25
E. Penanaman Modal Asing (PMA) 1. Pengertian Penanaman Modal Asing (PMA) Menurut istilah penanaman modal berasal dari bahasa Inggris “investment” yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai penanaman modal atau investasi. Kemudian kita mengenal istilah penanaman modal asing dengan istilah “foreign investment”. Dalam kamus istilah ekonomi populer, investasi asing langsung (Foreign Direct Invesment) adalah penanaman modal yang dilakukan investor luar negeri. Modal tersebut biasanya diarahkan untuk proyek-proyek fisik industri, perdagangan, jasa dan
25
Mochammad Najib dkk, Investasi Syariah Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008) h.6-7.
sebagainya. Foreign Direct Invesment (FDI) ini masuk ke Indonesia antara lain dengan cara penanaman modal asing yang dikoordinasian oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pengertian penanaman modal asing pada hakikatnya berarti suatu modal yang berasal dari luar negeri dan dimasukkan ke dalam wilayah suatu negara untuk ditanamkan atau dikembangkan lebih lanjut melalui kegiatan usaha yang bersifat ekonomis.26 Dalam pengertian yuridis, pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing memberi definisi penanaman modal asing sebagai berikut: “Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan Perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut.” Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 1 ayat 3 dan 6 menyatakan bahwa: ”Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal
26
Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Cetakan Kedua, (Jawa Timur: Bayumedia Publishing, 2004), h. 2.
asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.”(pasal 1 ayat 3) “Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.” (pasal 1 ayat 6) Kegiatan menanam merupakan kegiatan untuk memasukkan modal atau investasi, dengan tujuan untuk melakukan kegiatan usaha. Kegiatan penanaman modal ini dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan:27
modal asing sepenuhnya; dan atau
modal asing bepatungan dengan penanaman modal dalam negeri.
Modal asing yang berpatungan merupakan modal asing yang bekerja sama dengan penanam modal Indonesia, dimana saham yang dimiliki oleh pihak asing dan pihak penanam modal Indonesia masing-masing berbeda disetiap bidang usaha. 2. Dasar Hukum Penanaman Modal Asing Momentum
dimulainya
investasi
asing
di
Indonesia
adalah
sejak
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Undang-undang ini merupakan payung yang menjalankan penanaman modal asing di Indonesia. Undang-undang ini terdiri atas 13 bab dan 31 pasal. Undangundang ini telah dilakukan perubahan dan penambahan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1
27
Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h.148-149.
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Hal-hal yang diubah dan ditambah adalah mengenai Pasal 15-17 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Pada intinya perubahan dan penambahan ketentuan itu adalah berkaitan dengan kelonggaran-kelonggaran perpajakan yang diberikan kepada penanam modal asing, terutama yang menanamkan modalnya dalam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing. Selain undang-undang di atas terdapat dasar hukum penanaman modal asing lainnya diantaranya: a) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing. b) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing. c) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal. d) Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal. e) Keputusan Menteri Negara Investasi/ Kepala BKPM Nomor 38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman
Modal Asing telah diubah dengan Keputusan Kepala BKPM Nomor 57/SK/2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing. 3. Teori- Teori yang Mempengaruhi Dalam Penanaman Modal Asing Pada dasarnya, negara-negara yang sedang berkemabang sangat membutuhkan investasi, khususnya investasi asing. Tujuan investasi ini adalah mempercepat laju perkembangan di negara tersebut. Terdapat empat teori yang menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi penanaman modal asing yaitu: a) Teori Alan M. Rugman28 Alan M. Rugman (1981) menyatakan bahwa penanaman modal asing dipengaruhi oleh variabel lingkungan dan variabel internalisasi. Ada tiga jenis variabel lingkungan yang menjadi perhatian, yaitu: ekonomi; non ekonomi; dan pemerintahan. Variabel ekonomi menyusun suatu fungsi produksi keseluruhan suatu bangsa yang didefinisikan meliputi semua masukan faktor yang terdapat dalam masyarakat. Variabel nonekonomi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kondisi budaya dan sosial masyarakat suatu negara. Dalam kenyataannya, setiap negara sesungguhnya
28
Pandji Anoraga, Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing (Semarang: Pustaka Jaya, 1994), h. 50-69.
mempunyai faktor spesifik negara yang khas, tidak ada dua faktor ekonomi dan nonekonomi nasional yang identik. Faktor ketiga adalah variabel pemerintah. Setiap bangsa mempunyai kekhususan merek politisnya sendiri. Para politisi mencerminkan faktor spesifikasi bangsa bahkan menambahkan dengan suatu cara khusus. Selalu terdapat keberagaman dalam campur tangan pemerintah dalam bisnis internasional. Variabel lain yang mempengaruhi dalam penanaman modal asing adalah variabel internalisasi, yaitu keunggulan internal yang dimiliki oleh perusahaan multinasional. b) Teori Vernon29 Raymond Vernon (1966) mengembangkan sebuah teori yaitu The Product Cycle Theory atau teori siklus produk. Teori ini menyatakan bahwa setiap teknologi produk berevolusi melalui tiga fase, yaitu: fase pertama, fase permulaan atau inovasi; fase kedua, fase perkembangan proses; fase ketiga, fase pematangan atau fase standarisasi. Dalam setiap fase tersebut, berbagai tipe perekonomian negara mempunyai keunggulan kompetitif. Fase pertama cenderung bertempat di negara-negara industri maju, seperti Britania Raya pada abad ke- 19, Amerika Serikat pada awalnya pasca perang dunia, dan Jepang pada akhir abad ke- 20. Perusahaan-perusahaan oligopolistik di negara-negara tersebut mempunyai keunggulan kompetitif dalam pengembangan produk-produk baru dan proses-proses industri karena adanya 29
Erman Rajagukguk, Hukum Investasi (Jakarta: UI Press, 1995), h. 3-5.
permintaan pasar dalam negeri yang besar dan banyaknya persediaan sumber produksi untuk aktivitas-aktivitas inovatif. Selama fase awal ini perusahaanperusahaan negara maju menikmati suatu posisi monopoli, terutama karena teknologinya. Karena permintaan dari luar negeri akan produk-produk mereka meningkat maka perusahaan akan mengekspor produknya ke pasar luar negeri. Dan tidak lama kemudian terjadilah penyebaran teknologi ke para pesaing luar negeri yang potensial, adanya rintangan-rintangan dagang yang meningkat “memaksa” diadakannya usaha produksi barang-barang yang sama di luar negeri. Fase kedua, proses manufacturing terus berkembang dan tempat produksi cenderung berkembang di negara-negara maju lainnya. Akhirnya dalam fase ketiga adanya standarisasi proses manufacturing memungkinkan peralihan lokasi-lokasi produksi ke negara-negara yang sedang berkembang terutama negara-negara industri baru yang mempunyai keunggulan kompetitif berupa tingkat upah yang rendah. Produk-produk dari negara-negara berkembangpun diekspor ke pasar global. Selanjutnya adanya kombinasi antara produk-produk yang distandarisasi, teknikteknik produksi dengan kehadiran tenaga kerja yang murah membuat negara-negara industri baru tersebut menjadi negara-negara sumber produk dan komponen industri yang penting. Singkatnya The Product Cycle Theory30 atau teori siklus produk membantu menjelaskan sebab-sebab adanya ciri-ciri penting ekonomi dunia kontemporer, yakni bahwa perusahaan multinasional dan persaingan oligopoli; perkembangan dan 30
Ibid,.
penyebaran teknologi industri merupakan unsur penentu utama terjadinya perdagangan dan penempatan lokasi-lokasi aktivitas ekonomi secara global melalui investasi dan timbulnya strategi perusahaan yang mengintegrasikan perdagangan dan produksi di luar negeri. c)
Teori John During31 John During (1977) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penanaman
modal asing melalui teori ancangan eklektis. Teori eklektis menetapkan suatu set yang terdiri dari tiga persyaratan yang diperlukan bila sebuah perusahaan akan berkecimpung dalam penanaman modal asing. Ketiga persyaratan itu, meliputi keunggulan spesifik perusahaan, keunggulan internalisasi, dan keunggulan spesifik negara. Ketiga hal itu dijelaskan berikut ini. Keunggulan spesifik perusahaan Perusahaan harus memiliki keunggulan kepemilikan neto bila berhadapan dengan perusahaan berkebangsaan lain dalam melayani pasar tertentu (terutama pasar luar negeri). Keunggulan spesifik perusahaan meliputi: -
teknologi
pemilikan
disebabkan
karena
kegiatan
penelitian
dan
pengembangan; -
keterampilan manajerial, pemasaran atau lainnya yang spesifik untuk fungsi organisasi perusahaan;
-
31
deferensiasi produk, merek dagang, atau nama cap;
Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h.161-163.
-
ukuran besar, yang mencerminkan skala ekonomi; dan
-
keperluan modal yang besar untuk pabrik dengan ukuran efisiensi minimum.
Keunggulan internalisasi Dengan mengasumsikan bahwa kondisi dalam paragraf di atas dipenuhi, lebih menguntungkan bagi perusahaan yang memiliki keunggulan ini untuk menggunakannya sendiri, bukannya menjual atau menyewakannya pada perusahaan luar negeri. Kondisi yang mendukung internalisasi meliputi: -
biayanya tinggi dalam membuat dan melaksanakan kontrak;
-
ketidakpastian pembeli tentang nilai teknologi yang dijual;
-
kebutuhan untuk mengendalikan penggunaan atau penjualan kembali produk; dan
-
keunggulan untuk menggunakan diskriminasi harga atau subsidi ulang.
Keunggulan spesifik negara Keunggulan spesifik negara (lokasi) dari negara tuan rumah dapat meliputi: -
sumber daya alami;
-
kekuatan tenaga kerja, biaya rendah yang efisien, dan terampil;
-
rintangan perdagangan membatasi impor.
d) Teori David K. Eiteman32 David K. Eiteman (1989) mengemukakan tentang penanaman modal asing. Ada tiga motif yang mendasari Penanaman Modal Asing yaitu: 32
Ibid, h.163-164.
motif strategi; motif perilaku; dan motif ekonomi. Dalam motif strategi dibedakan dalam hal mencari pasar, mencari bahan baku, mencari efisiensi produksi, mencari pengetahuan, dan mencari keamanan politik. Motif perilaku merupakan rangsangan lingkungan eksternal dan yang lain dari organisasi didasarkan pada kebutuhan dan komitmen individu atau kelompok. Motif ekonomi merupakan motif untuk mencari keutungan dengan cara memaksimalkan keuntungan jangka panjang dan harga pasar saham perusahaan.
F. Perbankan Syariah 1. Pengertian dan Tujuan Bank Syariah a. Pengertian Kata bank berasal dari kata banque dalam bahasa Prancis, dan dari banco dalam bahasa Italia, yang artinya peti/ lemari atau bangku. Kata peti atau lemari menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti peti emas, peti berlian, peti uang dan sebagainya.33
33
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Alvabet, 2002), h.2.
Bank Islam yang biasa disebut Bank Syariah memiliki beberapa definisi yang disetujui oleh General Secretariat of the Organization of the Islamic Conference (OIC) sebagai berikut:34 1) “….Bank Islam adalah institusi keuangan yang memiliki hukum, aturan dan prosedur sebagai wujud dari komitmen kepada prinsip syariah dan melarang menerima dan membayar bunga dalam proses operasi yang dijalankan ….” (Ali dan Sarkar, 1995) 2) Bank Islam adalah “Bisnis bank Islam berarti bisnis bank yang memiliki tujuan dan operasi tidak memasukkan elemen yang tidak diijinkan oleh agama Islam…” Sedangkan pengertian Bank Syariah berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 1 ayat 7 menyatakan bahwa “Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.” b. Tujuan Bank syariah mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:35 1) Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk ber-muamalat secara Islam, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar
34
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi, Edisi I, Cetakan I (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.31. 35 Warkum Sumitro, Azaz-Azaz Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1996), h.18.
dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), dimana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat. 2) Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal denagn pihak yang membutuhkan dana. 3) Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha. 4) Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya bank syariah di dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerja dan program pengembangan usaha bersama. 5) Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi diakibatkan adanya inflasi, menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan. 6) Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank nonsyariah.
2. Visi dan Misi Perbankan Syariah a.
Visi Perbankan Syariah Visi Perbankan Syariah berbunyi : “Terwujudnya sistem perbankan syariah
yang kompetitif, efisien dan memenuhi prinsip kehati-hatian yang mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil (share based financing) dan transaksi riil dalam rangka keadilan, tolong-menolong menuju kebaikan guna mencapai kemaslahatan masyarakat.” b.
Misi Perbankan Syariah Berdasarkan visi dimaksud, misi yang menjelaskan peran Bank Indonesia
adalah mewujudkan iklim yang kondusif untuk mengembankan perbankan syariah yang istiqomah terhadap prinsip-prinsip syariah dan mampu berperan dalam sektor riil, yang meliputi sebagai berikut:36 (a) Melakukan kajian dan penelitian tentang kondisi, potensi serta kebutuhan perbankan syariah secara berkesinambungan. (b) Mempersiapkan konsep dan melaksanakan pengaturan dan pengawasan berbasis risiko guna menjamin kesinambungan operasional perbankan syariah yang sesuai dengan karateristiknya. (c) Mempersiapkan infrastruktur guna peningkatan efisiensi operasional perbankan syariah. (d) Mendesain kerangka entry dan exit perankan syariah yang dapat mendukung stabilitas sistem perbankan. 36
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.8.
3. Struktur Modal Bank Syariah Dalam kehidupan perekonomian yang semakin terbuka dan berkembang cepat seperti saat ini, dibutuhkan layanan jasa perbankan yang semakin luas, baik dan berkualitas. Sehubungan dengan itu diperlukan sistem perbankan yang sehat, efisien, tangguh, dan mampu bersaing. Oleh karena itu, perbankan perlu didorong untuk memperkuat struktur permodalannya, baik dengan mengupayakan sumber dana dari dalam maupun dari luar negeri, termasuk dengan meningkatkan kinerja bank yang bersangkutan. Untuk memperkuat struktur permodalan perbankan tersebut, maka dibuka kemungkinan yang lebih besar bagi masyarakat untuk membeli saham Bank Umum yang telah go public baik Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah. Sebagai lembaga keuangan, masalah bank yang paling utama adalah dana. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau dengan kata lain bank menjadi tidak berfungsi sama sekali. Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai bank dalam bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari para pemilik bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada suatu saat tertentu akan ditarik kembali, baik sekaligus ataupun secara berangsur-angsur. Sumber dana bank Syariah terdiri dari:37
37
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Cetakan keempat, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006), h. 48-52.
1. Modal inti (core capital) Modal inti adalah dana modal sendiri, yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal inti terdiri dari: a) Modal yang disetor oleh para pemegang saham, sumber utama dari modal perusahaan adalah saham. Sumber dana ini hanya akan timbul apabila pemilik penyertaan dananya pada bank melalui pembelian saham, dan untuk penambahan
dana
berikutnya
dapat
dilakukan
oleh
bank
dengan
mengeluarkan dan menjual tambahan saham baru. b) Tambahan Modal Disetor38 Merupakan tambahan modal bagi bank yang biasanya berbentuk agio, disagio, dan modal sumbangan. -
Agio adalah selisih lebih setoran modal yang diterima sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominal.
-
Disagio adalah selisih kurang setoran modal yang diterima sebagai akibat harga saham yang lebih rendah nilai nominal.
-
Modal sumbangan adalah modal yang diterima yang berasal dari sumbangan.
c) Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian dikemudian hari. Cadangan ini dibentuk
38
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi, Edisi I, Cetakan I (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.663-664.
menurut ketentuan anggaran dasar dan atau keputusan pemilik atas dasar keputusan RUPS. -
Cadangan umum yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau laba bersih setelah dikurangi pajak.
-
Cadangan tujuan yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu.
d) Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui Rapat Umum Pemegang Saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank. Laba ditahan ini juga merupakan cara untuk menambah dana modal lebih lanjut. 2. Kuasi ekuitas (mudharabah account) Bank menghimpun dana bagi hasil atas dasar prinsip mudharabah, yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama, dan pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan (nisbah) yang telah disepakati sebelumnya. Kerugian financial menjadi beban pemilik dana, sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang dilakukan. 3. Titipan (wadi’ah) atau simpanan tanpa imbalan (non remunerated deposit). Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi utama orang
menitipkan dana pada bank adalah untuk keamanan dana mereka dan memperoleh keleluasaan untuk menarik kembali dananya sewaktu-waktu. 4. Kepemilikan Bank Umum Syariah Melalui Pembelian Saham Saham bank umum syariah dapat dimiliki oleh perorangan dan/atau badan hukum, baik domestik maupun asing. Kepemilikan saham tersebut dapat dilakukan melalui pembelian saham secara langsung maupun dengan pembelian saham bank melalui bursa. Mekanisme dan tata cara kepemilikan bank, terutama melalui pembelian saham adalah sebagaimana diuraikan di bawah ini. a) Ketentuan Umum39 a.
Jumlah kepemilikan saham bank oleh Warga Negara Asing dan/atau badan hukum Asing yang diperoleh melalui pembelian secara langsung maupun melalui bursa efek maksimal sebesar 99% dari jumlah saham bank.
b.
Pihak yang dapat menjadi pemilik bank, adalah pihak yang : a) tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dan b) menurut penilaian Bank Indonesia memiliki integritas yang baik.
c.
Persyaratan memiliki integritas yang baik adalah antara lain sebagai berikut : a) memiliki akhlak dan moral yang baik, b) mematuhi peraturan perundangundangan yang berlaku, dan c) memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang sehat.
39
Bank Indonesia, Panduan Investasi Perbankan Syariah Indonesia, (Jakarta: Direktorat BI,juli 2007) h.22-23.
b) Tata Cara Pembelian Saham a.
Pembelian saham bank yang wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia adalah : a) yang menyebabkan kepemilikan mencapai sebesar 25% atau lebih dari jumlah saham bank, atau b) kepemilikan sahamnya kurang dari 25% dari jumlah saham bank namun mengakibatkan beralihnya pengendalian bank.
b.
Pembelian saham bank melalui bursa efek yang tidak dimaksudkan untuk dicatatkan dalam kepemilikan bank, tidak perlu izin Bank Indonesia.
c.
Permohonan izin pembelian saham bank bagi perorangan, wajib dilengkapi dengan : -
dokumen identitas (fotokopi paspor/KIMS)
-
rancangan akta jual beli saham
-
rencana komposisi pemegang saham bank
-
surat pernyataan tentang sumber dana
-
surat pernyataan tidak pernah melakukan tindakan tercela dibidang perbankan/keuangan/usaha lain dan/atau tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan
d.
Permohonan izin pembelian saham bank bagi Badan Hukum, dilakukan oleh Direksi Badan Hukum yang bersangkutan, wajib dilengkapi : -
rancangan akta jual beli saham
-
akta pendirian termasuk anggaran dasar Badan Hukum berikut perubahannya, beserta pengesahan instansi berwenang
-
dokumen identitas (fotokopi paspor/KTP seluruh Komisaris dan Direksi)
-
daftar pemegang saham dan besar kepemilikan
-
neraca Badan Hukum yang diaudit akuntan publik, paling lambat 6 bulan sebelum tanggal pengajuan permohonan
-
surat pernyataan Direksi dan/atau Komisaris tentang sumber dana pembelian saham bank surat pernyataan tidak pernah melakukan tindakan tercela dibidang perbankan/keuangan/usaha lain dan/atau tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan.
e.
Persetujuan atau penolakan atas permohonan pembelian saham bank dari Bank Indonesia paling lambat 30 hari setelah dokumen permohonan diterima lengkap. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 27
menyatakan bahwa: “calon pemegang saham pengendali Bank Syariah wajib lulus uji kemampuan dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan pemegang saham pengendali yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan wajib menurunkan kepemilikan sahamnya menjadi paling banyak 10%.” Serta ketentuan lebih lanjut mengenai uji kemampuan dan kepatutan diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. c) Sumber Dana Yang Dilarang dalam Pembelian Saham40 a.
Berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank dan/atau pihak lain di Indonesia.
b.
Berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundering), dan 40
Peraturan Bank Indonesia No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah Pasal 15.
c.
Berasal dari dana yang diharamkan menurut Prinsip Syariah 5. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia Di Indonesia, perkembangan bank syariah dapat diuraikan sebagai berikut:41
1980
: Muncul ide dan gagasan konsep lembaga keuangan syariah, uji coba BMT Salman di Bandung dan Koperasi Ridho Gusti.
1990
: Lokakarya MUI dimana para peserta sepakat mendirikan bank syariah Indonesia.
1992
: Pada tanggal 1 Mei 1992 bank syariah pertama bernama Bank Muamalat Indonesia beroperasi.
1992
: Kemunculan BMI ini kemudian diikuti dengan lahirnya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang mengakomodasi perbankan dengan prinsip bagi hasil baik bank umum maupun BPRS.
1998
: Keluar UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 yang mengakui keberadaan bank syariah dan bank konvensional serta memperkenankan bank konvensional membuka kantor cabang syariah.
1999
: Keluar UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang mengakomodasi kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah dimana BI bertanggung jawab terhadap pengaturan dan pengawasan bank komersial termasuk bank syariah. BI dapat menetapkan kebijakan moneter dengan
41
Veithzal Rivai, dkk, Bank and Financial Institution Management, Conventional and Sharia System (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h.739-741.
menggunakan prinsip syariah. Pada tahun ini dibuka kantor cabang bank syariah untuk pertama kali. 2000
: BI mengeluarkan regulasi operasional dan kelembagaan bank syariah dimana BI menetapkan peraturan kelembagaan perbankan syariah. Pengembangan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) sebagai interumen pasar uang syariah.
2001
: Pendirian unit kerja Biro Perbankan Syariah di Bank Indonesia untuk menangani perbankan syariah.
2002
: Peraturan BI No. 4/1/2002 tentang pengenalan pembuktian bersih cabang syariah yang merupakan penyempurnaan jaringan kantor cabang syariah.
2004
: UU No. 3 Tahun 2004 tentang perubahan UU No. 23 Tahun 1999 tentang penegasan penetapan kebijakan moneter BI dengan prinsip syariah. Belakangan UU No. 23 tahun 1999 diubah dengan PP pengganti UU No. 2 tahun 2008. Disamping itu BI menyiapkan peraturan standardisasi akad, tingkat kesehatan, LPS. Tahun 2004, Biro Perbankan Syariah berubah menjadi Direktorat Perbankan Syariah.
2005
: PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, diganti dengan PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
2006
: Pengenalan konsep office cheneling. Hal demikian ditemukan dalam PBI No. 8/3/PBI/2006 tentang perubahan kegiatan usaha BUK menjadi Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh BUK.
2008
: Pada tanggal 16 Juli 2008 disahkannya UU tentang perbankan syariah yaitu UU No. 21 Tahun 2008. UU ini memberikan landasan hukum industri perbankan syariah nasional yang diharapkan akan mendorong perkembangan bank syariah.
BAB III BANK INDONESIA DAN KEWENANGANNYA
D.
Sekilas Perjalanan Sejarah Bank Indonesia Ditinjau dari fungsinya, salah satu jenis bank yang paling utama dan penting
adalah bank sentral. Bank sentral merupakan sebuah lembaga yang sangat penting dalam tatanan perbankan suatu negara. Setiap negara harus mempunyai bank sentral yang berfungsi mengatur masalah-masalah yang berhubungan dengan keuangan suatu negara secara luas, baik dalam maupun luar negeri. Di Indonesia tugas bank sentral dipegang oleh Bank Indonesia. Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung di Den Haag, Belanda tahun 1949, boleh dikatakan merupakan tonggak sejarah lahirya bank sentral Indonesia. Salah satu keputusan penting KMB tersebut adalah menunjuk De Javasche NV sebagai Bank Sentral. De Javasche NV adalah bank komersil dari sirkulasi milik pemerintah Kolonia Belanda yang sudah berdiri sejak tahun 1828.42 De Javasche NV didirikan dalam rangka membantu pemerintah Belanda untuk mengurus keuangannya di Hindia Belanda pada waktu itu. Selain itu, De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang.43
42
Didik J. Rachbini dkk, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, (Jakarta: PT. Mandi Mulyo, 2000), h.1. 43 www.bi.go.id di akses pada tanggal 16 April 2011
Namun sejak proklamasi kemerdekaan tahun 1945, Indonesia mencita-citakan memiliki sebuah bank sentral. Cita-cita untuk mendirikan bank dengan nama Bank Indonesia yang akan bekerja sebagai bank sentral dikemukakan secara tertulis untuk pertama kalinya dalam penjelasan UUD 1945 pasal 23.44 Fakta sejarah mencatat sejak tahun 1946 Indonesia telah memiliki sebuah bank yang cukup besar yaitu Bank Negara Indonesia (BNI) 1946. Pada awalnya bank ini berstatus sebagai Bank Sentral dan kemudian oleh keputusan KMB diubah menjadi bank pembangunan. Sesudah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Dewan Menteri Republik Indonesia pada tanggal 19 September 1945 yang dipimpin oleh Presiden Soekarno telah mengambil keputusan untuk mendirikan sebuah Bank Negara Indonesia. Untuk mempersiapkannya, telah ditugaskan R.M. Margono Djojohadikusumo dengan surat kuasa pemerintah Republik Indonesia tanggal 16 September 1945 yang ditanda tangani oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Untuk merealisasikan pendirian tersebut, maka diambil langkah praktis oleh pemegang kuasa dengan membentuk Jajasan Poesat Bank Indonesia (JPBI) dengan akte notaris R.M Soerojo di Jakarta No. 14 tanggal 9 Oktober 1945, dalam akte tersebut dikemukakan bahwa pembentukan JPBI ini dimaksudkan sebagai persiapan untuk menyelengarakan pendirian Bank Negara Indonesia.45 Setahun kemudian, Bank Negara Indonesia didirikan dengan UU No. 2 PP tahun 1946 dengan maksud menjadi suatu lembaga yang akan bertindak sebagai bank 44 45
h.50.
Bank Indonesia, Naskah Bank Indonesia 25 Tahun, h.1. Dawam Raharjo, Bank Indonesia Dalam Kilasan Sejarah Bangsa, (Jakarta: LP3ES, 1995),
sentral. Namun perjalanan sejarah telah menunjukkan perkembangan yang lain, dalam KMB yang diselenggarkan 3 tahun kemudian tanggal 2 November 1949 di Den Haag dicapai persetujuan bahwa tugas bank sentral diserahkan kepada De Javasche Bank, sedangkan Bank Negara Indonesia diserahi tugas sebagai bank pembangunan. Kemudian dengan UU No. 2 Drt tahun 1955, BNI ditetapkan sebagai bank umum.46 Mengingat pentingnya peranan bank sentral yang bersifat nasional bagi perekonomian suatu negara yang merdeka dan berdaulat, maka tanggal 30 April 1951, Menteri Keuangan Mr. Jusuf Wibisono mengumumkan maksud pemerintah untuk menasionalisasikan De Javasche Bank. Dalam keterangan pemerintah di muka Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 28 Mei 1951 dikemukakan pula keinginan pemerintah untuk menasionalisasikan De Javasche Bank. Pengumuman tersebut segera ditindak lanjuti dengan pembentukan suatu panitia pemerintah pada tanggal 19 Juni 1951 dengan nama panitia Nasionalisasi De Javasche Bank berdasarkan keputusan pemerintah No. 118 tanggal 2 Juli 1951.47 Tugas panitia ada tiga yaitu; pertama, mengajukan asal-usul mengenai langkah-langkah nasionalisme, kedua mengajukan rancangan Undang-Undang nasionalisme, ketiga merancang UU baru tentang bank sentral. Rancangan Undang-Undang tersebut diajukan ke DPR dan dibahas di DPR pada tanggal 10 April 1953, setelah diadakan beberapa perubahan penting rancangan 46 47
h.60.
Bank Indonesia, Naskah Bank Indonesia 25 Tahun, h.1. Dawam Raharjo, Bank Indonesia Dalam Kilasan Sejarah Bangsa, (Jakarta: LP3ES, 1995),
UU tersebut sudah disahkan menjadi Undang-Undang No. 11 tahun 1953 tanggal 19 Mei 1953 tentang penetapan UU pokok Bank Indonesia yang diumumkan pada tanggal 2 Juni 1953 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1953. Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya. Pada tahun 1968, Undang-Undang Bank Sentral mengatur kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia juga bertugas membantu Pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Tahun 1999 merupakan babak baru dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dan ditahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia diamandemen dengan fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk penguatan governance. Kemudian pada tahun 2008, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PerPPU) No. 2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari
upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia. Kantor pusat Bank Sentral terletak di Ibu kota negara. Di Indonesia bank sentral berkantor pusat di Jakarta dan mempunyai kantor diseluruh wilayah Indonesia (biasanya di tiap-tiap ibu kota propinsi) serta perwakilan-perwakilan dan koresponden di luar negeri.48
E.
Status dan Kedudukan Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang, Bank Indonesia adalah Bank
Sentral Republik Indonesia dan merupakan badan hukum yang memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum. Bank Indonesia sebagai badan hukum publik berwenang menetapkan peraturan hukum pelaksana Undang-Undang yang mengikat seluruh masyarakat luas, sesuai tugas dan wewenangnya. Selain itu, Bank Indonesia juga sebagai badan hukum perdata yang dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan. 1. Lembaga Negara yang Independen Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, 48
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Keenam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h.168.
dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. 2. Sebagai Badan Hukum Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
3. Kedudukan Bank Indonesia Sebagai Lembaga Negara Dilihat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan BI sebagai lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen karena kedudukan BI berada di luar pemerintahan. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya. Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, BI setiap awal tahun anggaran menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus kepada DPR, pelaksanaan tugas dan wewenang setiap triwulan dan sewaktuwaktu bila diminta oleh DPR. Selain itu, BI menyampaikan rencana dan realiasasi
anggaran
tahunan
kepada
Pemerintah
dan
DPR.
Dalam
hubungannya dengan BPK, BI wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK. a.
Hubungan BI dengan Pemerintah : Hubungan Keuangan Dalam hal hubungan keuangan dengan Pemerintah, Bank Indonesia membantu
menerbitkan dan menempatkan surat-surat hutang negara guna membiayai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa diperbolehkan membeli sendiri suratsurat hutang negara tersebut. Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir Pemerintah yang menatausahakan rekening Pemerintah di Bank Indonesia, dan atas permintaan Pemerintah, dapat menerima pinjaman luar negeri untuk dan atas nama Pemerintah Indonesia. Namun demikian, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia benar-benar terfokus serta agar efektivitas pengendalian moneter tidak terganggu, pemberian kredit kepada Pemerintah guna mengatasi deficit spending - yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan undang-undang yang lama - kini tidak dapat lagi dilakukan oleh Bank Indonesia. b.
Hubungan BI dengan Pemerintah : Independensi dalam Interdependensi Meskipun Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen, tetap
diperlukan koordinasi yang bersifat konsultatif dengan Pemerintah, sebab tugas-tugas Bank Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan-kebijakan ekonomi nasional secara keseluruhan. Koordinasi di antara Bank Indonesia dan Pemerintah diperlukan pada sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank Indonesia. Dalam sidang kabinet tersebut Pemerintah dapat meminta pendapat Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia juga dapat memberikan masukan, pendapat serta pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan APBN serta kebijakankebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya.
Di lain pihak, Pemerintah juga dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan hak bicara tetapi tanpa hak suara. Oleh sebab itu, implementasi independensi justru sangat dipengaruhi oleh kemantapan hubungan kerja yang proporsional di antara Bank Indonesia di satu pihak dan Pemerintah serta lembagalembaga terkait lainnya di lain pihak, dengan tetap berlandaskan pembagian tugas dan wewenang masing-masing. c.
Kerjasama BI dengan Lembaga Lain Menyadari pentingnya dukungan dari berbagai pihak bagi keberhasilan
tugasnya, BI senantiasa bekerja sama dan berkoordinasi dengan berbagai lembaga negara dan unsur masyarakat lainnya. Beberapa kerjasama ini dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU), keputusan bersama (SKB), serta perjanjian-perjanjian, yang ditujukan untuk menciptakan sinergi dan kejelasan pembagian tugas antar lembaga serta mendorong penegakan hukum yang lebih efektif. Beberapa Kerjasama dimaksud adalah dengan pihak-pihak sebagai berikut: 1. Departemen Keuangan (MoU tentang Mekanisme Penetapan Sasaran, Pemantauan, dan Pengendalian Inflasi di Indonesia, MoU tentang BI sebagai Process Agent di bidang pinjaman dan hibah luar negeri Pemerintah, SKB tentang Penatausahaan Penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dalam rangka penyehatan perbankan). 2. Kejaksaan Agung & Kepolisian Negara : SKB tentang kerjasama penanganan tindak pidana di bidang perbankan.
3. Kepolisian Negara RI dan Badan Intelijen Negara : MoU tentang Pemberantasan uang palsu. 4. Menkokesra, Kementrian Koperasi dan UKM : MoU bidang Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM. 5. Perhimpunan Pedagang SUN (Himdasun) : MoU tentang Penyusunan Master Repurchase Agreement (MRA). 6. Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tentang Koordinasi Pengelolaan Uang Negara.
F.
Visi, Misi, Tujuan, dan Tugas 1.
Visi Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara
nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. 2.
Misi Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan
kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. 3.
Tujuan Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai
tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah tersebut mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai
mata uang terhadap barang dan jasa, dan kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sedangkan aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batasbatas tanggung jawabnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum Pemerintah di bidang perekonomian. 4.
Tugas Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, Bank Indonesia mengemban tiga
tugas yang dikenal sebagai Tiga Pilar Bank Indonesia, yaitu: Gambar 1
Pilar 1. Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang. Implementasi kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan suku bunga (BI Rate). Perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu menggunakan operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan. Pendekatan pegendalian moneter secara tidak langsung ini telah dilakukan sejak 1983 dengan mekanisme operasional yang disesuaikan dengan dinamika perkembangan pasar uang di dalam negeri. Pilar 2. Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem
pembayaran seperti sistem transfer dana baik yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu. Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank Indonesia secara terus menerus melakukan pengembangan sesuai dengan acuan yang ditetapkan yaitu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional. Pengembangan tersebut direalisasikan dalam bentuk kebijakan dan ketentuan yang diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antar bank dan peningkatan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran. Sementara itu dalam kaitannya dengan pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia. Pilar 3. Mengatur dan Mengawasi Bank Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatankegiatan usaha tertentu. Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank. Pelaksanaan ketiga bidang tugas tersebut mempunyai keterkaitan dan karenanya dilakukan secara saling mendukung guna tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien. Bank Indonesia telah menetapkan inisiatif-inisiatif serta paradigma kebijakan yang akan dilaksanakan dan dapat dilihat pada skema gambar di bawah ini.49
49
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.10.
Gambar 2
Nilai-Nilai Dasar - Perspektif Mikro
Kondisi Aktual
Paradigma Kebijakan
- Faktor-faktor yang
- Perspektif Makro
- Mekanisme Pasar
berpengaruh -
- Prinsip Kesetaraan
Isu Penting
- Pendekatan bertahap dan berkesinambungan - PatuhTerhadapPrinsip Syariah
Visi dan Misi
Sasaran
- Istiqomah dalam memenuhi prinsip syariah - Menerapkan prinsip kehati-hatian
Inisiatif Untuk Mencapai Sasaran
- Inisiatif strategi - Tahapan Implementasi
dan good coorporate governance - Berdaya saing dan efisien - Mendukung kestabilan sistem perbankan dan memberikan manfaat yang luas
BAB IV ANALISIS REGULASI BANK INDONESIA TERHADAP INVESTASI MODAL ASING DI PERBANKAN SYARIAH
A.
Penyempurnaan Regulasi Bank Syariah Perkembangan bank syariah di Indonesia dewasa ini berjalan dengan pesat.
Arah perkembangan perbankan syariah di masa yang akan datang masih sangat signifikan semua itu tidak terlepas dari adanya perkembangan infrastruktur hukum perbankan syariah di Indonesia. Jika diamati perkembangan perbankan syariah sangat pesat baru terjadi setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Bank syariah semakin kokoh dan mendapatkan peluang yang lebih besar dalam pengembangan bank syariah di Indonesia setelah diberlakukannya Undang-Undang yang menjadi payung hukum bank syariah di Indonesia yaitu Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Perkembangan peraturan perundang-undangan bank syariah di Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3 1990 Lokakarya MUI
1992 Pengenalan dual banking system
Peserta sepakat untuk segera mendirikan bank syariah
1998 Diizinkan bank beroperasi secara dual system
1999 Kebijakan 2001 Pendirian BPS di BI sip Syariah
- UU No. 10/1998, Bank Indonesia mengakui keberadaan bank syariah dan bank konvensional - Bank konvensional diperkenankan membuat kantor cabang syariah
Bank Muamalat berdiri sebagai hasil pertemuan tahunan MUI pada bulan Agustus 1990
2000 2001 Keluarnya Reg. Pendirian Operasional dan BPS di BI Kelembagaan
- BI membuat dan menetapkan peraturan kelembagaan perbankan syariah - Pengembangan PUAS dan SWBI
UU No. 23/1999 - BI bertanggung jawab terhadap pengaturan dan pengawasan perbankan termasuk perbankan syariah - BI dapat menetapkan kebijakan moneter dengan menggunakan prinsip syariah - Dibuka kantor cabang bank syariah pertama kali
Adapun regulasi mengenai perbankan syariah dapat kita rujuk dari: a. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pada UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, istilah “bagi hasil” dalam sistem perbankan Indonesia. Istilah bagi hasil ini terdapat dalam pasal 1 ayat 12, pasal 6 butir m dan pasal 13 butir o. Kemudian UU ini diperjelas dalam PP No. 70, 71 dan 72 tahun 1992.
b. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Berdasarkan UU perbankan ini, sistem perbankan di Indonesia terdiri atas bank umum konvensional dan bank umum syariah (digunakan istilah dual banking). c. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah UU ini merupakan payung hukum perbankan syariah nasional, yang telah disahkan pada tanggal 16 Juli 2008.
B.
Faktor yang Mempengaruhi Tingginya Minat Investor Asing di Dunia Perbankan Syariah Nasional Perkembangan industri perbankan syariah yang cepat harus secara konsisten
diikuti oleh perkembangan modal yang memadai. Upaya penguatan modal tersebut dapat dilakukan melalui dividend policy yang pro pertumbuhan dan mendorong investor untuk lebih memperkuat permodalan bank syariah. Pada dasarnya setiap bank akan selalu berusaha untuk meningkatkan jumlah dana pihak kesatu (dana sendiri yang berasal dari pemegang saham atau pemilik), selain untuk memenuhi kewajiban menyediakan modal minimum (CAR = Capital Adequacy Ratio) juga untuk memperkuat kemampuan ekspansi dan bersaing. Kemampuan setiap bank meningkatkan modal akan tercermin dari besarnya CAR bank tersebut, hal ini merupakan salah satu ukuran tingkat kemampuan dan kesehatan suatu bank, yang akhirnya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank.
Di samping itu untuk membiayai operasinya dana dapat pula diperoleh dengan modal sendiri, yaitu dengan mengeluarkan atau menjual saham. Perolehan dana disesuaikan pula dengan tujuan dari penggunaan dana tersebut. 50 Jika suatu bank ingin menambah modalnya untuk meningkatkan kemampuan bersaing serta menciptakan komposisi dana yang efisien, salah satunya melalui pemegang saham (go public). Dengan cara bank mengeluarkan saham yang kemudian dijual baik secara langsung maupun melalui bursa efek (pasar modal). Saham merupakan bukti penyertaan modal dalam pemilikan suatu perusahaan perseroan terbatas. Dengan penjualan saham tersebut maka dana sendiri (berasal dari agio saham) akan menjadi lebih besar yang akan meningkatkan kemampuan bank dalam menjalankan usahanya. Modal merupakan dana (dalam bentuk pembelian saham) yang diserahkan oleh pemilik yang mempunyai hak untuk memperoleh dividen dan penggunaan modal yang disertakan tersebut. Dalam perbankan syariah, mekanisme penyertaan modal pemegang saham dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity participation pada saham perseroan bank.51
50
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Keenam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h.61. 51 Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006), h.81.
Gambar 4 Skema Sumber Dana dari Modal
INVESTOR Shahibul Sahm (Pemegang Saham)
1. Setor Modal
BANK Musyarik (Partner)
4. Bagi Hasil 3. Bagi Hasil
2. Pemanfaat Dana
USER
Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan Bank Umum Syariah dilarang berasal: a. dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; b. dari dan untuk tujuan pencucian uang. Pihak-pihak yang dapat menjadi pemilik bank wajib memenuhi syarat: a. memiliki akhlak dan moral yang baik. b. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan perbankan syariah bagi bank umum syariah. c. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan bank yang sehat dan tangguh.
Selain itu untuk menguji kredibilitas para pemegang saham pengendali, calon pemimpin kantor cabang bank asing, calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi yaitu melalui penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) sebagaimana ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia No. 12/ 23 /PBI/2010 yang merupakan perubahan PBI No. 5/25/PBI/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test). Setelah itu baru kemudian dapat dinilai layak dan wajar untuk menjadi pemegang saham Bank Umum Syariah. Pemegang saham bank syariah dapat berasal dari investor domestik maupun investor asing, sebagaimana dalam Undang-Undang Perbankan Syariah No. 21 tahun 2008 pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa “warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia, atau badan hukum asing dapat memiliki atau membeli saham Bank Umum Syariah secara langsung atau melalui bursa efek”. Perbankan syariah yang sudah ada dapat memperkuat permodalannya dan yang masih mengalami kesulitan untuk memberikan pembiayaan dalam skala besar lantaran modal yang terbatas, dapat memberikan pembiayaan yang besar dengan cara menarik investor asing untuk berinvestasi di bank tersebut. Karena masuknya modal atau investasi asing bisa meningkatkan daya saing bank-bank syariah untuk pembiayaan yang lebih besar. Tingginya animo pihak asing untuk menanamkan modal atau investasi di Indonesia, sejatinya menunjukkan betapa menggiurkannya potensi pasar bank syariah nasional. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya minat investor asing di dunia perbankan syariah nasional diantaranya yaitu:
1.
Pertumbuhan dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia Performa kinerja industri perbankan syariah semakin baik. Dalam beberapa
tahun terakhir industri ini mampu membukukan rata-rata pertumbuhan di atas 30% setiap tahun. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), kinerja keuangan perbankan syariah bahkan mengalami pertumbuhan pada tahun 2010 di atas 40% sekitar 47% meningkat dibandingkan tahun lalu 2009 sebesar 33%.52 Dan patut dicatat bahwa pertumbuhan industri perbankan syariah Indonesia adalah yang tertinggi di dunia. Rata-rata pertumbuhan industri perbankan syariah Indonesia dalam lima tahun terakhir mencapai 33% dan tahun 2010 lalu pertumbuhannya mencapai 47%. Angka ini jauh melampaui rata-rata pertumbuhan industri perbankan syariah dunia yang hanya berkisar 10-20 persen per tahun.53 Aset perbankan syariah pada tahun 2010 tumbuh 47% dan mencapai Rp100,26 triliun.54 Pertumbuhan itu menjadi tanda awal dari era pengembangan perbankan syariah di Tanah Air. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan perkembangan jaringan bank syariah sebagai berikut: Tabel 1. Perkembangan Jaringan Bank Syariah Keterangan Bank Umum Syariah 52
2005 3
2006 2007 2008 2009 2010 3
3
5
6
11
Bank Indonesia, Investment Guide to Islamic Banking in Indonesia (Jakarta:Direktorat Perbankan Syariah, 2011), h.3. 53 Rifki Ismal, “Kelebihan Perbankan Syariah RI”, diakses pada 28 Juli 2011 dari http://ekonomiislami.wordpress.com/2011/07/06/kelebihan-perbankan-syariah-ri/ 54 Antara, “Alhamdulillah Perbankan Syariah Nasional Tumbuh 47 Persen”, di akses pada 15 Mei 2011 dari http://www.republika.co.id/berita/bisnis-syariah/berita/11/02/11/163706-alhamdulillahperbankan-syariah-nasional-tumbuh-47-persen
Unit Usaha Syariah
19
20
26
27
25
23
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
92
105
114
131
138
150
Sumber: Statistik Perbankan Syariah (Bank Indonesia)
Sepanjang tahun 2010 perbankan syariah tumbuh dengan volume usaha yang tinggi yaitu sebesar 43,99% meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 26,55% dengan pertumbuhan dana yang dihimpun maupun pembiayaan yang juga relatif tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2009. Secara umum efektivitas fungsi intermediasi perbankan syariah tetap terjaga seiring pertumbuhan dana yang dihimpun maupun pembiayaan yang relatif tinggi dibandingkan perbankan nasional, serta penyediaan akses jaringan yang meningkat dan menjangkau kebutuhan masyarakat secara lebih luas sehingga masih memiliki fundamental
yang
cukup
kuat
untuk
memanfaatkan
potensi
membaiknya
perekonomian nasional. Perbankan syariah nasional pada tahun 2011 diperkirakan masih akan berada dalam fase high-growth-nya. Seperti yang telah diprediksikan pada tahun lalu, arah kebijakan pengembangan perbankan syariah yang tertuang dalam UU Perbankan Syariah dan membaiknya perekonomian makro secara perlahan mulai berpengaruh positif bagi industri perbankan syariah nasional. Faktor tersebut merupakan faktor utama dalam mendorong tumbuhnya bank syariah baru berupa Bank Umum Syariah (BUS), baik yang berasal dari pendirian bank syariah baru maupun konversi Unit Usaha Syariah (UUS) yang sudah ada. Secara umum kondisi kondusif tadi telah berhasil menarik minat investor baru untuk masuk ke industri perbankan syariah.
Pada tahun 2010 ini saja berdiri 5 BUS baru, sehingga total BUS kini menjadi 11 bank. Dari 5 BUS baru ini, 3 bank berasal dari pelaku atau investor baru sedangkan sisanya merupakan konversi dari UUS yang telah ada. Pendirian BUS baru ini memang tidak serta merta akan mendorong volume industri perbankan syariah secara signifikan. Bank-bank tersebut setidaknya membutuhkan waktu kurang lebih 2 tahun untuk menyiapkan infrastruktur, operasional dan SDM untuk kemudian melakukan akselerasi usaha. Grafik 1 menunjukkan pertumbuhan asset BUS yang cukup signifikan, sementara asset UUS mengalami pertumbuhan negatif akibat beberapa UUS yang memiliki asset cukup besar melakukan spin-off menjadi BUS. Namun secara keseluruhan pertumbuhan asset perbankan syariah mengalami pertumbuhan positif yang relatif tinggi. Grafik 1.
Pertumbuhan Aset Berdasarkan Jenis Kelembagaan Perbankan Syariah
Sumber : Bank Indonesia
Tetapi implikasi lain yang dapat saja terjadi adalah dengan masuknya pelaku baru diperkirakan akan pula mendorong bank-bank syariah yang lebih dulu ada untuk menambah kapasitas usahanya melalui penambahan modal seiring dengan upaya perluasan jaringan kantor dalam rangka menjaga posisi share industri mereka. Sehingga tahun 2011 diperkirakan pertumbuhan perbankan syariah akan tetap tinggi, minimal sama seperti pertumbuhan tahun 2010. Tetapi jika respon bank syariah agresif melakukan ekspansi usaha karena memanfaatkan momentum perekonomian nasional yang cukup kondusif, serta penyesuaian dan akselerasi cepat yang dilakukan oleh bank-bank syariah baru, maka sangat dimungkinkan pertumbuhan industri perbankan syariah nasional akan lebih tinggi dari pertumbuhan tahun 2010. Dan kecenderungan ekspansif bank syariah berupa peningkatan modal diharapkan dapat mendorong perbankan syariah untuk menjaga kecukupan CAR-nya mengingat perluasan jaringan kantor, yang diharapkan akan berkorelasi positif pada peningkatan DPK, akan membutuhkan tingkat permodalan yang memadai. Karena memang peningkatan modal bank syariah mencerminkan pula batas ekspansif yang dapat dilakukan bank syariah. Jika dilihat data CAR yang meningkat, maka hal itu merefleksikan kemampuan ekspansi bank syariah yang juga meningkat. Penambahan modal dan jaringan kantor tentu diharapkan pada akhirnya mampu meningkatkan volume industri perbankan syariah nasional pada tingkat yang signifikan. Perlu diakui bahwa proyeksi peningkatan volume industri perbankan syariah sangat tergantung pada asumsi-asumsi yang digunakan mengingat banyaknya faktor-faktor penentu yang terlibat. Namun demikian, secara umum pertumbuhan industri perbankan
syariah pada tahun 2011 diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi dari tahun sebelumnya dan masih akan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan perbankan nasional.55 Sedangkan dari sisi tantangan bisnis perbankan syariah ke depan sangatlah berat. Tidak hanya persoalan produk yang mesti kreatif dan inovatif, persaingan juga akan semakin keras. Di tingkat lokal saja, berdasarkan data Bank Indonesia di atas, saat ini ada 184 bank yang melayani sistem syariah, yang terdiri atas 11 BUS, 23 UUS, dan 150 BPRS. Artinya, meskipun pasarnya cukup potensial, perebutan pangsa pasar (market share) akan sangat ketat. Meski secara kuantitas perbankan yang menerapkan sistem syariah di Indonesia lumayan banyak, jumlah resources dan kualifikasi mereka masih kurang. Kondisi ini memunculkan ketimpangan antara kebutuhan perbankan syariah dan ketersediaan sumber daya manusia, khususnya yang berkualitas. Jika tidak segera berbenah dan siap-siap dari sekarang, kekosongan ini sangat mungkin akan diisi oleh tenaga-tenaga syariah dari negara tetangga, seperti Brunei Darussalam, Filipina, Singapura atau dari Malaysia. Bahkan tak hanya resources asing, investor asing pun mulai melirik bisnis perbankan syariah di Indonesia. Bahkan mereka sudah membuka kantor di Jakarta, seperti Asian Finance Bank dari Qatar dan Al Barakah dari Bahrain. Tak hanya dari Timur Tengah. Dua investor dari negeri jiran bahkan sudah mengincar dua Bank
55
Bank Indonesia, Outlook Perbankan Syariah 2011 (Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah, 2010), h.50-52.
Konvensional skala kecil untuk diakuisisi kemudian dikonversi menjadi bank syariah.56 Di sisi lain, perbankan syariah nasional harus tetap membuka diri terhadap investasi asing selama hal itu bertujuan untuk memperkuat dan meningkatkan peran bank syariah dalam perekonomian nasional. Menurut Masyhudi Muqorobin seorang Direktur Center for Islamic Studies in Finance, Economic, and Development (Cisfed) dalam beberapa hal, bank-bank syariah yang sudah ada masih mengalami kesulitan untuk memberikan pembiayaan dalam skala besar lantaran modal yang terbatas. Sehingga masuknya modal atau investasi asing bisa meningkatkan daya saing bankbank syariah untuk pembiayaan yang lebih besar.57 Perlunya penguatan permodalan dari dunia internasional dikarenakan keterbatasan sumber permodalan (investor) dari Indonesia sendiri. Oleh karena itu, bank syariah nasional perlu menarik investor asing melalui penawaran saham ataupun melalui penerbitan surat berharga syariah. BNI Syariah membuka pintu bagi calon investor dari luar negeri. Salah satu investor yang berminat adalah anak perusahaan Islamic Development Bank, yaitu Islamic Corporation for the Development of the Private Sector (ICD), selain itu terdapat pula sejumlah investor asing yang tertarik. Ada beberapa investor dari Timur Tengah dan negara lain termasuk dari negara jiran tertarik masuk ke BNI Syariah. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa memang investasi di bank syariah
56
Sudarto, “Asing Menghadang di Jalur Syariah”, Info Bank XXXIII, no. 383 (Februari 2011), h.69. 57 Choir, “Investasi Asing di Bank Syariah”, di akses pada 28 Februari 2011 dari http://zonaekis.com/investasi-asing-di-bank-syariah
cukup menarik. Dirut BNI Gatot Soewondo menjelaskan bahwa BNI menginginkan investor yang nantinya masuk dapat menyuntik dana, sehingga BNI Syariah dapat melakukan ekspansi. Alasan BNI membidik investor asing karena pihaknya bersiap mengantisipasi pasar global. Kriteria BNI Syariah dalam memilih investor tidak hanya dia itu punya uang, tapi juga punya jaringan global jadi ke depannya diharapkan dapat membuka cabang di luar negeri.58 Di lain pihak Bank Muamalat telah berani mengambil peluang investasi asing tersebut. Di tahun 1998 terjadi krisis moneter, Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis tersebut dan bank mengalami rasio pembiayaan macet/ Non Performing Financing (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal. Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 (Right Issue I), IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Kemudian tahun 2005 Bank Muamalat menyelenggarakan Right Issue III yang menghasilkan pemegang saham baru yaitu Boubyan Bank dari Kuwait, Atwill Holdings Ltd, IDF Foundation, dan BMF Holdings Ltd.
58
Arif Supriyono dan Yogie Respati, “BNI Syariah Undang Investor Asing”, di akses pada 15 Mei 2011 dari http://www.republika.co.id/berita/bisnis-syariah/berita/10/06/19/120607-bni-syariahundang-investor-asing
Daftar Pemegang Saham Per Desember 201059
Tabel 2.
KOMPOSISI PEMEGANG SAHAM TOTAL LEMBAR SAHAM
Presentasi (%)
1 Islamic Development Bank
459.492.232
32.82%
2 Boubyan Bank Kuwait
349.100.562
24.94%
3 Atwill Holdings Limited
251.352.406
17.95%
4 Abdul Rohim
55.000.000
3.93%
5 IDF Foundation
48.874.078
3.49%
6 BMF Holdings Limited
48.874.078
3.49%
7 Rizal Ismael
45.000.000
3.21%
8 KOPKAPINDO
26.627.296
1.90%
9 Badan Pengelola Dana ONHI
19.990.000
1.43%
10 Masyarakat Lain
95.693.900
6.84%
1.400.004.552
100.00%
No
Nama
Total Sumber: Bank Muamalat Indonesia
2.
Return Bank Syariah yang Tinggi Pertumbuhan
pembiayaan
yang
meningkat
dan
membaiknya
kinerja
pembiayaan bank syariah mampu meningkatkan profitabilitas perbankan syariah sebagaimana tercermin pada ROA, rata-rata lima tahun terakhir (2005-2009) 1,57% yang meningkat menjadi 1,67% per Desember 2010. Membaiknya kinerja 59
Bank Muamalat Indonesia, “Daftar Pemegang Saham Per Desember 2010” , diakses pada 21 Februari 2011 dari http://www.muamalatbank.com/index.php/home/investor/shareholder_information/233
pembiayaan sebagaimana tercermin dari penurunan NPF, selama lima tahun terakhir dengan rata-rata 3,41% turun menjadi 3,02% pada akhir tahun 2010. Sedangkan pendapatan dari penyaluran dana, khususnya dalam bentuk piutang murabahah tetap menjadi sumber utama, namun upaya diversifikasi pendapatan juga tampak intensif dilakukan tercermin dari fee based income yang tumbuh sebesar 18,4%. Dan laba bersih perbankan syariah juga semakin meningkat dari tahun ke tahun sebagaimana yang digambarkan oleh grafik dibawah ini. Grafik 2. Perkembangan Net Income Perbankan Syariah Net Income (Miliar Rupiah) 1051 791 238
355
2005
2006
540
432
2007
2008
2009
2010
Net Income (Miliar Rupiah)
Seiring dengan munculnya para pemain baru perbankan syariah yang sedang giat melakukan ekspansi, perbankan syariah tetap perlu mengimbangi pertumbuhan biaya dengan pertumbuhan pendapatan secara umum untuk menjaga efisiensi operasional bank syariah. Hal ini perlu dicermati karena bila ekspansi tidak dibarengi dengan prinsip kehati-hatian terutama dalam penyaluran pembiayaan maka efek yang akan timbul dikemudian hari adalah adanya peningkatan aset bermasalah yang dapat mengakibatkan penurunan kecukupan permodalan, walaupun sampai saat ini rata-rata kecukupan modal bank umum syariah masih memadai pada posisi 14,58%.
Pertumbuhan ekonomi yang membaik merefleksikan pula kinerja sektor riil nasional, dimana kinerja tersebut akan tergambar pula pada tingkat return (bagi hasil) produk pendanaan perbankan syariah yang semakin kompetitif. Jika nasabah pendanaan bank, khususnya nasabah mengambang (floating customers) yang utamanya korporasi, mengalihkan dananya ke bank syariah yang menawarkan return yang lebih tinggi, maka diperkirakan kondisi ini dapat mendorong pertumbuhan DPK bank syariah. Namun hal ini sangat bergantung pada upaya pemerintah dalam memelihara tingkat inflasi. Dan satu hal yang paling mencengangkan dalam sejarah perbankan syariah di Indonesia adalah laba yang berhasil dihimpun cukup fantastis yang menembus Rp 1triliun. Laba tahun berjalan bank syariah naik hampir dua kali lipat tumbuh 75,39% dari Rp 634 miliar per November 2009 menjadi Rp 1,11 triliun per November 2010.60 3.
Pangsa Pasar Perbankan Syariah yang Meningkat Dengan melihat antusias masyarakat untuk menggunakan produk dan jasa
perbankan syariah semakin meningkat, sebagaimana terlihat dalam dua tahun belakangan ini. Perkembangan menggembirakan tersebut menunjukkan, bahwa masyarakat telah semakin mengenal dan merasakan kemanfaatan dari kehadiran bank syariah. Dari perspektif pengembangan pasar, yaitu dengan penguatan modal bank syariah oleh bank pusat/bank induknya, telah memperkuat kapasitas bank syariah
60
Biro Riset Info Bank, “Laba Bank Syariah Tembus Rp 1 Triliun”, Info Bank XXXIII, no. 383 (Februari 2011), h.10.
untuk melayani masyarakat. Sementara itu, melalui office channeling masyarakat semakin mudah mengakses layanan perbankan syariah di kantor-kantor bank konvensional. Dapat dimanfaatkannya jaringan ATM dan fasilitas teknologi yang sama oleh bank syariah, telah memungkinkan bank syariah untuk memberikan tingkat pelayanan yang luas dan sama modern-nya. Melihat dampak positif dari kerjasama antara UUS dan BUK terhadap pengembangan pasar perbankan syariah, maka Bank Indonesia akan semakin mendorong sinergi tersebut melalui kebijakan-kebijakan serta insentif baik pada sisi perbankan syariah ataupun sisi perbankan konvensional. Sedangkan market share perbankan syariah pada tahun 2010 sebesar 3,2% yang meningkat dibandingkan tahun 2009 sebesar 2,16%. Potensi pasar perbankan syariah masih sangat besar, meski puluhan perbankan konvensional telah mengembangkan sayapnya di pasar Indonesia sehingga menarik investor asing untuk ikut berkompetisi. Market share-nya yang masih single digit (kisaran tiga persen) padahal bank syariah telah mewarnai industri perbankan nasional selama dua dekade terakhir. Apabila dibandingkan dengan Malaysia, market share industri perbankan syariah di sana telah mencapai kurang lebih 20% sejak berdirinya lembaga keuangan syariah pertama (tabung haji) pada 1983 lalu. Pangsa pasar perbankan syariah Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan Malaysia. Meski masih kecil dibanding Malaysia, pasar keuangan syariah di Indonesia berkembang baik. Dapat dilihat dari jumlah simpanan dan pembiayaan syariah yang meningkat. Pembiayaan mencapai 101 persen dalam
satu dekade terakhir.61 Ini artinya, fungsi intermediasi perbankan di Indonesia berjalan cukup baik. Pangsa pasar perbankan syariah yang saat ini (per Desember 2010) masih berkisar 3%, memberikan kesempatan kepada pelaku industri perbankan syariah untuk bersinergi satu sama lain merebut 97% pangsa pasar secara kolektif yang masih terbuka lebar, sehingga menuntut perbankan syariah untuk terus berinovatif memberikan pelayanan terbaik dan memperluas jaringan. Industri perbankan syariah Indonesia baru memanfaatkan dana-dana publik dan belum sepenuhnya mengelola dana-dana pemerintah. Apabila Pemerintah Indonesia setidaknya melakukan kebijakan strategis untuk mendukung perbankan syariah, industri perbankan syariah Indonesia berpotensi mempunyai market share yang lebih besar daripada Malaysia atau negara-negara Timur Tengah. Secara umum, pengembangan jangka menengah dari industri perbankan syariah diarahkan kepada penguasaan pasar domestik dengan kualitas operasional berstandard internasional. Paradigma pengembangan yang berorientasi domestik ini dinilai sesuai dengan potensi pasar domestik yang sangat besar dan belum sepenuhnya dieksplorasi. Potensi tersebut pada saat yang sama merupakan modal utama bagi industri perbankan syariah Indonesia, untuk menjadi tujuan investasi paling menarik di kawasan Asia sejalan dengan meningkatnya credit rating Indonesia
61
Nur Farida Ahniar dan Nina Rahayu, “BI Belajar Perbankan Syariah dari Malaysia”, diakses pada 18 Juli 2011 dari http://bisnis.vivanews.com/news/read/233921-bi-belajar-syariah-dari-malaysia
menuju investment grade pada 2011. Dan berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi investasi modal asing di bank syariah adalah motif ekonomi dari segi return bank syariah dan motif strategi dari segi pangsa pasar dan perkembangan bank syariah sebagaimana dijelaskan dalam teori David K. Eitemen. Masuknya investor asing ke dalam industri perbankan syariah, maupun pembukaan outlet layanan di negara-negara sumber dana investasi, dengan demikian perlu dilihat dalam konteks penguatan kapasitas industri agar semakin mampu melayani kebutuhan pasar domestik yang sangat besar, dan dalam kesadaran untuk ikut mendukung pengembangan potensi ekonomi daerah dalam rangka pemerataan kesejahteraan masyarakat Indonesia seluruhnya.
C.
Peranan Bank Indonesia dalam Kebijakan Perbankan Di Indonesia, Bank Indonesia telah disebut sejak Republik Indonesia berdiri di
dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 23 D disebutkan bahwa Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia yang independen dalam melaksanakan tugasnya. Peranan Bank Indonesia yang dianut saat ini adalah dalam kebijakan perbankan setelah UU No. 7 Tahun 1992 tentang Pokok-pokok Perbankan dan telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dengan perubahan undang-undang tersebut, peranan Bank Indonesia dalam kebijakan perbankan mengalami perubahan yang sangat mendasar. Perubahan dalam UndangUndang tersebut antara lain mengatur:
1) pengalihan wewenang perizinan di bidang perbankan dari Menteri Keuangan kepada Pimpinan Bank Indonesia; 2) pemilikan bank oleh pihak asing tidak dibatasi, tetapi tetap memerhatikan prinsip kemitraan; 3) pengembangan bank berdasarkan syariah; 4) perubahan cakupan rahasia bank yang semula meliputi sisi aktiva dan pasiva dari neraca bank, menjadi hanya nasabah penyimpan dan simpanannya; 5) pembentukan lembaga penjamin simpanan (LPS). Peranan penting Bank Indonesia dalam kebijakan perbankan baik perbankan syariah maupun perbankan konvensional, yaitu sebagai otoritas tunggal yang berwenang mengatur dan mengawasi perbankan tersebut, kemudian ditegaskan kembali dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan telah diamandemen dengan UU No. 3 Tahun 2004. Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa fungsi pengawasan bank termasuk salah satu pilar penting yang harus dilakukan Bank Indonesia dalam menciptakan dan memelihara stabilitas nilai tukar rupiah.62 Perbankan syariah dibentuk dengan dukungan otoritas perbankan di Indonesia yaitu Bank Indonesia. Keberadaan perbankan syariah kemudian terus mengalami perkembangan khususnya pada payung hukum perbankan syariah itu sendiri. Kelahiran Undang-Undang Perbankan Syariah telah dinantikan-nantikan sejak 7
62
Veithzal Rivai, dkk, Bank and Financial Institution Management Conventional and Sharia System (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h.113-114.
tahun yang lalu tersebut telah membawa angin segar bagi tercapainya target akselerasi perbankan syariah sebagaimana yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dimana proses penyusunannya sejak tahun 2002, Bank Indonesia membuat kajian dan naskah akademis dengan cara Bank Indonesia melakukan kerjasama dengan tokoh-tokoh yang dianggap capable di bidang tersebut. Kemudian di tahun 2003 hasil tersebut disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah. Tahun 2005 disusun draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perbankan Syariah oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dan tahun 2007-2008 pemerintah yang terdiri dari Departemen Keuangan, Departemen Agama, Departemen Hukum dan HAM bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas draf Rancangan Undang-Undang Perbankan Syariah dimana Bank Indonesia menjadi salah satu narasumbernya.63 Peran Bank Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan perbankan syariah nasional saat ini. Bank Indonesia telah melakukan langkah-langkah kebijakan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif, kompetitif, efisien, dan hati-hati bagi industri perbankan syariah. Semua ini dilakukan untuk mendukung sektor riil melalui pembiayaan bagi hasil yang selanjutnya akan memberikan dampak kesejahteraan bagi negara. Di dalam kebijakan pengembangan perbankan syariah Bank Indonesia mengadopsi para digma, yaitu: a) Dalam pengembangan produk dan jaringan digunakan pendekatan market driven.
63
Hasil wawancara dengan salah satu Tim Penelitian dan Pengembangan Perbankan Syariah pada tanggal 22 September 2011.
b) Perlakuan yang sama bagi bank konvensional dan bank syariah. c) Dalam pengembangan peraturan dan infrastuktur dilakukan secara tahap demi tahap, gradual, dan berkesinambungan. d) Dalam membuat kebijakan, Bank Indonesia sangat memerhatikan prinsipprinsip taat kepada aturan Islam dan mengaplikasikan nilai-nilai universal. Secara resmi legalitas perbankan syariah telah dituangkan dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, yang kemudian diubah lagi dengan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan juga dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004. Sebagai otoritas pengawas bankbank di Indonesia, Bank Indonesia secara intensif sejak tahun 2002 hingga sekarang terus melakukan regulasi terhadap aktivitas perbankan syariah di Indonesia. Sebagaimana
tertera
dalam
Undang-Undang
Perbankan
Syariah
pasal
50
bahwasannya Bank Indonesia berfungsi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan syariah di Indonesia. Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan, mengeluarkan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan fungsi pengawasan, serta mengenakan sanksi terhadap bank. Fungsi pengawasan dilakukan melalui pemeriksaan berkala dan sewaktu-waktu, maupun dengan analisis laporan yang disampaikan oleh masing-masing bank. Upaya restrukturisasi perbankan untuk mengembalikan fungsi intermediasi perbankan, Bank Indonesia telah menetapkan berbagai langkah restrukturisasi yang
menyeluruh dan terpadu. Program-program restrukturisasi tersebut mencakup program pemulihan kepercayaan masyarakat, rekapitalisasi, restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, serta penyempurnaan fungsi pengawasan bank. Bank merupakan unit usaha yang khusus karena jalannya kegiatan operasionalnya tergantung pada sumber dana dari masyarakat. Maka, kelangsungan hidup suatu bank ditentukan oleh kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut. Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan, apakah karena bank tersebut memang tidak sehat, masyarakat pemilik dana akan menderita rugi. Dalam kondisi yang demikian, diperlukan pengaturan dan pengawasan bank untuk melindungi dana masyarakat. Tanpa campur tangan pemerintah, kegagalan bank berarti kerugian bagi masyarakat pemilik dana (deposan). Dengan demikian, betapa penting peranan pengaturan dan pengawasan bank dalam rangka menciptakan dan memelihara kesehatan sistem perbankan. Kesehatan bank tidak hanya penting bagi pemilik dan pengelola bank yang bersangkutan, tetapi juga untuk masyarakat, pemerintah, dan perekonomian nasional. Dan arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Melihat pesatnya pertumbuhan industri perbankan syariah di tanah air, Bank Indonesia telah merumuskan visi, misi, dan paradigma kebijakan yang akan ditempuh. Adapun visi perbankan syariah di Indonesia adalah “ terwujudnya sistem perbankan syariah yang sehat, kuat, dan istiqomah terhadap prinsip syariah dalam
kerangka keadilan, kemaslahatan, dan keseimbangan guna mencapai masyarakat yang sejahtera secara material dan spiritual (falah)” kemudian visi tersebut dituangkan dalam misi perbankan syariah, yaitu “mewujudkan iklim yang kondusif untuk mengembangkan perbankan syariah yang kompetitif, efisien, dan memenuhi prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian, yang mampu mendukung sektor riil melalui kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil dan transaksi dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.”64 Sejak tahun 1998, seiring dengan pertumbuhan perbankan syariah yang kian pesat, Bank Indonesia memberikan beberapa alternatif kepada investor atau bank untuk beroperasi secara Islam dengan mengeluarkan izin bagi:65 a) Pendirian bank syariah penuh (full Islamic bank) baik bagi pihak domestik maupun asing, baik untuk pembukaan bank umum maupun bank perkreditan rakyat. b) Mengkonversi bank konvesional secara utuh menjadi bank syariah. c) Mendirikan unit usaha syariah di dalam bank konvensional dengan beberapa alternatif bentuk, yaitu: 1) Membuka satu kantor cabang yang beroprasi secara Islam. 2) Mengkonversi salah satu cabang konvensional yang beroprasi secara Islam.
64
Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah: Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia (Jakarta: Erlangga, 2010), h.59-61. 65 Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi, Edisi I, Cetakan I (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.167-169.
3) Mengkonversi
dan
meng-upgrade
kantor
cabang
pembantu
konvensional menjadi kantor cabang syariah. Wujud komitmen Bank Indonesia yang lain terhadap perkembangan perbankan syariah adalah dalam bentuk kelembagaan di Bank Indonesia, yang semula hanya merupakan bagian atau tim dari Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, akhirnya pada tahun 2001 berdiri sendiri mejadi Biro Perbankan Syariah (BPS) dan seiring dengan perkembangan perbankan syariah yang sangat pesat dengan permasalahan perbankan syariah yang semakin kompleks BPS ditingkatkan menjadi suatu Direktorat penuh pada tahun 2004 menjadi Direktorat Perbankan Syariah (DPbS).
D.
Kebijakan Bank Indonesia Tentang Investasi Modal Asing di Bank Syariah Kebijakan dalam kamus besar bahasa Indonesia yaitu rangkaian konsep dan
asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, atau sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran. Peraturan perundang-undangan dalam bentuk kebijakan adalah aturan hukum yang dibentuk oleh pejabat atau badan tata usaha negara atas dasar kewenangan.66 Perekonomian dunia ditandai oleh kompetisi antarbangsa yang semakin ketat sehingga kebijakan penanaman modal harus didorong untuk menciptakan daya saing perekonomian nasional guna mendorong integrasi perekonomian Indonesia menuju 66
Kusumaningtuti, Peranan Hukum dalam Penyelesaian Krisis Perbankan di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.47.
perekonomian global. Perekonomian dunia juga diwarnai oleh adanya blok perdagangan, pasar bersama, dan perjanjian perdagangan bebas yang didasarkan atas sinergi kepentingan antarpihak atau antarnegara yang mengadakan perjanjian. Hal itu juga terjadi dengan keterlibatan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional yang terkait dengan penanaman modal, baik secara bilateral, regional maupun multilateral (World Trade Organization/WTO), menimbulkan berbagai konsekuensi yang harus dihadapi dan ditaati. Negara Indonesia menganut sistem ekonomi yang bebas terkendali yang tidak terlepas dan sangat tergantung pada sistem perdagangan internasional, dimana dewasa ini menggunakan sistem, ketentuan dan mekanisme yang telah diinisiasi oleh WTO (Word Trade Organizations). Indonesia telah menandatangani perjanjian WTO, bahwa pihak asing boleh masuk ke perbankan di Indonesia dan boleh mayoritas dengan porsi kepemilikan saham maksimal 99%. Sekali perjanjian ditandatangani tidak dapat begitu saja dilanggar. Jika dipaksakan membuat ketentuan yang tidak sejalan, maka kita akan rentan terkena tindakan balasan dari negara lain. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal bahwasannya “semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.”67 Sedangkan bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing diatur pada pasal 12 ayat 2 yaitu: a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan 67
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Pasal 12 ayat 1.
b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undangundang. Sedangkan bidang usaha atau jenis usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007 disusun dalam suatu daftar yang berdasarkan standar klasifikasi tentang bidang usaha atau jenis usaha yang berlaku di Indonesia, yaitu klasifikasi berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan/atau Internasional Standard for Industrial Classification (ISIC). Telah diatur dalam Peraturan Presiden tersebut bahwa kepemilikan asing pada Bank Devisa, Bank Non Devisa, dan Bank Syariah maksimal 99%. Ketentuan yang membolehkan kepemilikan saham suatu bank oleh pihak asing dengan cara kemitraan dan kepemilikan asing di Bank Umum baik konvensional maupun syariah dengan batas kepemilikan maksimal 99%, sebagaimana disebutkan di atas sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 29 Tahun 1999 Tentang Pembelian Saham Bank Umum pada pasal 3 dan pasal 4. Selanjutnya dijelaskan pula dalam beberapa kebijakan tentang investasi modal asing di perbankan syariah yang tidak dijelaskan secara detail hanya tertulis pada beberapa poin di beberapa regulasi diantaranya yaitu: 1.
Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 9 ayat 1 dan ayat 3 serta Pasal 14 menyatakan bahwa:
“Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.”(pasal 9 ayat 1) “Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia, atau badan hukum asing dapat memiliki atau membeli saham Bank Umum Syariah secara langsung atau melalui bursa efek.” (pasal 14 ayat 1) 2.
Peraturan Bank Indonesia No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah Pasal 6 ayat 1dan 2 menyatakan bahwa: “kepemilikan oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing paling banyak sebesar 99% (sembilan puluh sembilan persen) dari modal disetor Bank.”
3.
Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/9/DPbS tentang Bank Umum Syariah. Dalam surat edaran Bank Indonesia hanya mengatur secara teknis tentang tata cara menjadi pemegang saham di bank umum syariah, baik pemegang saham perorangan maupun badan hukum yang berasal dari asing atau domestik.
4.
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah Pasal 3 ayat 2 huruf b dan Pasal 4 ayat 3 menyatakan bahwa: “Bank hanya dapat didirikan oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.” (pasal 3 ayat 2)
“Modal disetor yang berasal dari warga negara asing dan/atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 2 huruf b setinggi-tingginya sebesar 99% (sembilan puluh sembilan perseratus) dari modal disetor Bank.” (pasal 4 ayat 3) Jika bicara tentang kebijakan atau regulasi, regulasi yang berupa peraturan perundang-undangan yang menjadi sumber hukum tertinggi di negara Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu ciri pokok Undang Undang Dasar 1945, disamping sebagai konstitusi
politik (political constitution), juga merupakan
konstitusi ekonomi (economic constitution), bahkan konstitusi sosial (social constitution). Hal ini dikarenakan Undang-Undang Dasar 1945 mengatur tentang pokok-pokok sistem perekonomian negara yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Dalam pengembangan hukum tentang perekonomian tersebut lahirlah berbagai undang-undang yang mengatur tentang bagaimana penyelenggaraan ekonomi, di mana peranan negara, masyarakat dan pihak swasta. Undang-Undang Dasar 1945 di samping mengatur tata kenegaraan juga mengatur tata kehidupan sosial dan ekonomi seperti termuat dalam Pasal 33. Corak Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi ekonomi terlihat pada materi Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi: 1)
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
2)
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3)
Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam perkembangannya, setelah amandemen Undang Undang Dasar 1945
keempat pada tanggal 10 Agustus 2002, Pasal ini ditambah dengan memasukkan 2 (dua) ayat baru, yaitu: 4)
perekonomian Indonesia diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5)
ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam UndangUndang. Penambahan dua ayat dalam pasal ini merupakan upaya untuk mengakomodasi
ketentuan dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dihapus, yaitu mengenai demokrasi ekonomi. Bila dilihat kembali materi yang diatur dalam Penjelasan Pasal 33 disebutkan bahwa: "Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang, sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada ditangan orang-seorang.”
Dari pasal ini jelas sekali peranan negara dalam mengatur perekonomian besar sekali. Sehingga, sebenarnya secara tegas Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya, melarang adanya penguasaan sumber daya alam ditangan orang-seorang. Dengan kata lain monopoli dalam bidang pengelolaan sumber daya alam adalah bertentangan dengan prinsip pasal 33. Dalam rangka mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan ekonomi Indonesia yang baik diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Selain itu, dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional. Karena melalui investasi penambahan dan penguatan modal di sektor perbankan, dunia usaha tersebut dapat membantu tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Bank Syariah merupakan lembaga intermediari yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit (pembiayaan) dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat dengan menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Bank Syariah merupakan suatu lembaga jasa tetapi bank bukanlah merupakan perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan Undang-undang 1945 pasal 33. Karena yang dimaksud perusahaan yang
menguasai hajat hidup orang banyak adalah sebuah perusahaan yang menguasai kepentingan umum dan tanpa adanya perusahaan itu manusia tidak dapat hidup dengan kata lain perusahaan yang menguasai kebutuhan primer masyarakat. Bidangbidang yang sangat terpaut dengan kepentingan umum seperti yang berasal dari sumber daya bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (perminyakan, gas bumi), pelistrikan, kereta api dan lain sebagainya. Rasulullah saw. telah menjelaskan sifat kebutuhan umum tersebut dalam sebuah hadis. Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
ِأل َو الّنَار ِ َ اَلْمَا ِء َو الْك:ٍاَلّنَاسُ شُرَكَاءٌ فِي ثَالَث Artinya: Manusia berserikat (punya andil) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api (HR Abu Dawud).68 Jadi lembaga keuangan bank hanya merupakan instrumen yang digunakan dalam proses perekonomian suatu negara dan untuk membantu roda perekonomian Indonesia maka perbankan boleh dimiliki pihak asing dengan cara kemitraan. Karena Indonesia juga membutuhkan bantuan modal dari adanya investasi modal asing di perbankan tersebut, hanya saja masalah yang mungkin akan timbul dikemudian hari yaitu karena porsi kepemilikan saham oleh asing yang telah dikeluarkan terlalu besar sebesar 99%. Dari ketentuan-ketentuan yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bagaimana sikap Bank Indonesia terhadap investor asing yaitu apabila ada pihak
68
Muhammad ibn Ali ibn Muhammad asy-Syaukani, Nailul Authar, Maktabah asy-Syamilah, Juz V (Damaskus: ath-Thaba‟ah al-Muniriyah, 1980), h.206.
asing yang menginginkan untuk mendirikan Bank Umum Syariah, maka pihak asing harus bermitra dengan mitra Indonesia. Ketentuan yang membolehkan mitra asing menguasai saham sampai 99%, dengan kata lain mitra Indonesia hanya menguasai saham sebesar 1% saja, tidak akan dapat memberikan kedudukan yang cukup berarti bagi mitra Indonesia tersebut dalam kemitraan di Bank Umum Syariah itu. Berdasarkan kebijakan Bank Indonesia tentang investasi modal asing di perbankan syariah dengan ketentuan pembatasan kepemilikan saham atau modal oleh pihak asing maksimal 99% berarti Bank Indonesia membuka peluang yang besar bagi investor asing dengan cara menarik investor untuk menanamkan modalnya di bank syariah di Indonesia. Selain itu besarnya minat pebisnis asing untuk mengetahui perkembangan perbankan syariah di Tanah Air, mendorong Bank Indonesia untuk mengadakan seminar internasional tentang keuangan syariah. Yang berawal dari Bank Indonesia mendapat undangan sminar internasional dari American Indonesia Chamber Commerce (kadin AS untuk urusan Indonesia). Mereka ingin tahu tentang perkembangan perbankan syariah di Indonesia, karena ada permintaan dari pebisnis dari Amerika Serikat. Tidak berapa lama kemudian Bank Indonesia kembali mendapat undangan seminar di Landon. Dari seminar di Landon itu, terjadinya pertemuan antara Gubernur Bank Indonesia dengan Lord Major City of London untuk berdiskusi tentang perbankan syariah. Kemudian diinformasikan kepada United Kingdom Trade Investment (UKTI) bahwa ada agenda penyelenggaraan seminar internasional tentang perbankan, dimana target utama dari seminar ini adalah to make foreign investor to knows about the progress Islamic Banking in Indonesia. Seminar
ini juga menjadi ajang sosialisasi tentang perbankan syariah supaya investor dari luar bisa masuk.69 Kebijakan yang membebaskan kepemilikan asing di perbankan nasional baik perbankan syariah maupun perbankan konvensional yaitu yang memperbolehkan pihak asing menguasai hingga 99% dari saham bank yang bersangkutan, semua itu berawal dari krisis tahun 1998 pada era inilah sebenarnya dibuka seluas-luasnya investasi asing di perbankan. Sejak krisis yang melanda Asia tersebut pemerintah memberikan izin bagi pihak asing sebagai pemegang saham di perbankan Indonesia hingga 99%. Pihak asing dapat memilki saham Bank oleh Warga Negara Asing dan atau Badan Hukum Asing yang diperoleh melalui pembelian secara langsung maupun melalui Bursa Efek. Jumlah kepemilkan saham oleh pihak asing maksimal adalah 99% (sembilan puluh sembilan per seratus) dari jumlah saham Bank yang bersangkutan sebagaimana dijelaskan pula pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 tahun 1999 Tentang Pembelian Saham Bank Umum pasal 3 (tiga).70 Latar belakang pihak asing diperbolehkan memiliki saham sampai dengan 99% yaitu untuk memberi sinyal kepada asing bahwa Indonesia menarik untuk investasi ketika sedang krisis dan mencari jalan keluar bagi bank-bank campuran yang pemegang saham partnernya lokal yang sewaktu krisis sedang bermasalah dan
69
Mulya E Siregar, “Upaya Menarik Investor Asing”, Info Bank no. 386 (Mei 2011), h.11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 tahun 1999 Tentang Pembelian Saham Bank Umum 70
bahkan banknya bangkrut.71 Selain itu bahwa untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat, efisien, tangguh dan mampu bersaing dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, diperlukan upaya yang dapat mendorong Bank memperkuat permodalannya yaitu salah satunya dengan adanya investasi baik dalam negeri maupun luar negeri (asing). Jadi, di situlah awalnya asing masuk secara bebas terbuka sampai 99% kepemilikan. Padahal, sebenarnya kepemilikan asing hanya untuk memberi sinyal untuk penguatan permodalan perbankan. Kepemilikan Bank Umum Syariah oleh asing ini merupakan salah satu tantangan yang dihadapi bank syariah. Saat ini, Indonesia masih menggunakan ketentuan yang sesuai perjanjian dengan WTO, bahwa Indonesia berkomitmen asing boleh mencapai kepemilikan hingga 99%. Terkesan terlalu liberal, alangkah baiknya jika regulasi yang mengatur kepemilikan saham oleh asing di perbankan Indonesia dikaji ulang oleh Pemerintah atau Bank Indonesia apakah pembukaan sektor perbankan masih akan menggunakan regulasi kepemilikan saham asing 99% atau persentase yang lebih rendah.
E.
Pengaruh Kebijakan Bank Indonesia Tentang Penanaman Modal Asing Terhadap Perkembangan Bank Syariah Menurut blueprint perbankan syariah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
(2007) fokus pengembangan bank syariah Indonesia fase III (2010-2012) ada dua capaian,
pertama
“Pencapaian
standar
keuangan sesuai
dengan standar
internasional, Kedua, pencapaian standar kualitas pelayanan internasional”. Untuk 71
Eko B. Supriyanto, “Kepemilikan Bank Asing, Aseng, atau Asep”, Info Bank XXXI, no. 366 (September 2009), h.12-13.
pencapaian standar internasional salah satu strategi yang digunakan adalah memancing (mengundang) masuknya investor asing ke dunia perbankan syariah. Jadi, tidak salah jika pemodal asing dan bank syariah asing masuk ke dalam industri perbankan syariah nasional. Untuk mendukung terwujudnya perbankan syariah berstandar internasional, harus diciptakan iklim yang kondusif, khususnya iklim regulasinya, termasuk menjaga stabilitas indikator ekonomi dan non-ekonomi, penciptaan insentif investasi dan infrastruktur yang lengkap dan terpercaya. Di sini peranan Bank Indonesia dan pemerintah sangat penting. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu tentang pembatasan kepemilikan saham atau modal bank syariah di Indonesia sebagaimana yang telah dijelaskan di atas yaitu kepemilikan oleh asing, baik perorangan maupun badan hukum setinggi-tingginya sebesar 99% dari modal disetor bank, hal ini merupakan lampu hijau bagi para pihak asing karena ini juga merupakan cara yang dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia untuk menarik para investor asing agar mau berinvestasi di perbankan syariah nasioanal. Dari sebuah kebijakan yang diambil pasti mempunyai dampak positif dan negatifnya khususnya pada kebijakan tentang investasi asing di sektor perbankan syariah ini. Keberadaan investor asing mempunyai dampak positif dan negatif bagi bank syariah, diantaranya yaitu:72
72
Hasil wawancara dengan salah satu Tim Penelitian dan Pengembangan Perbankan Syariah pada tanggal 1 Juni 2011.
a. Dampak Positif 1. Dengan adanya penyuntikan dana dengan cara investasi dari pihak asing maka bank syariah tersebut mendapatkan tambahan modal dari investor asing tersebut. Secara otomatis modal pada bank syariah tersebut bertambah, dengan modal yang besar maka bank syariah dapat leluasa melakukan peningkatan infrastruktur berupa penambahan ATM dengan berbagai fitur, jaringan kantor cabang, serta peningkatan kapasitas layanan teknologi informasi. 2. Bank-bank syariah yang sudah ada masih mengalami kesulitan untuk memberikan pembiayaan dalam skala besar lantaran modal yang terbatas. Sehingga masuknya modal atau investasi asing bisa meningkatkan daya saing bank-bank syariah untuk pembiayaan yang lebih besar. 3. Memberikan variasi produk bank syariah, adanya investor dari pihak asing dapat membantu dalam pengembangan industri perbankan syariah misalnya melalui transfer teknologi dan pengetahuan sehingga menghasilkan variasi produk pada bank syariah. 4. Dengan adanya investasi dari pihak asing dapat membantu dalam peningkatan industri perbankan syariah itu sendiri. Jika perbankan syariah nasional meningkat maka perekonomian di Indonesia juga akan ikut meningkat.
b. Dampak negatif73 1. Adanya investor asing yang hanya ingin merauk keuntungan saja tetapi tidak serius untuk memajukan bisnis syariah terutama perbankan syariah di Tanah Air. 2. Potensi adanya praktek ekonomi tidak wajar seperti monopoli. Pemegang saham asing memanfaatkan big market bank syariah yang ada di Indonesia. Yang menjadikan pemegang saham domestik dan masyarakat Indonesia sebagai penonton belaka apalagi menjadi penonton di negeri sendiri. 3. Timbulnya sengketa karena perbedaan sistem hukum, karena sistem hukum di negara yang satu dengan yang lain berbeda. 4. Adanya informasi yang asimetris antara penanam modal asing (investor asing) dan pengusaha nasional. Contohnya adanya perbedaan mazhab atau cara pandang antara investor asing dan pihak domestik pada produk perbankan. Dimana produk tersebut belum tentu bisa diterima oleh masyarakat Indonesia karena menurut Indonesia produk tersebut yaitu produk yang masih dipertanyakan kesyariahannya. Pihak asing tersebut dapat mempengaruhi mindset warga Indonesia supaya bank syariah itu dapat mengeluarkan produk yang belum jelas syariahnya sesuai yang diharapkan pihak asing. Dalam hal ini yang dipaparkan adalah pengaruh dari kebijakan Bank Indonesia tentang penanaman modal asing di bank syariah diantaranya yaitu terhadap 73
Ibid,.
perkembangan perbankan syariah itu sendiri baik dari segi jaringan kantor, aset bank, rasio keuangan, jumlah pembiayaan dan lain sebagainya. Pengembangan jaringan bank syariah diajukan untuk mengembangkan perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Pengembangan jaringan perbankan syariah diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar (market driven) yaitu interaksi antara masyarakat yang membutuhkan jasa perbankan syariah dengan investor atau lembaga perbankan yang menyediakan layanan jasa perbankan syariah. Dalam hal ini peran otoritas perbankan (Bank Indonesia) lebih ditekankan pada penciptaan perangkat ketentuan perbankan yang dapat mendukung terlaksananya kegiatan usaha bank syariah yang sehat, efisien, dan sejalan dengan prinsip syariah.74 Pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia cukup menggembirakan. Per Desember 2010 tercatat ada 11 Bank Umum Syariah yaitu Bank Syariah Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mega Indonesia, Bank Syariah BRI, Bank Syariah Bukopin, Bank Panin Syariah, Bank Victoria Syariah, BCA Syariah, Bank Jabar dan Banten, Bank Syariah BNI dan Maybank Indonesia Syariah. Tabel 3. Jaringan Kantor Perbankan Syariah Keterangan
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Bank Umum Syariah - Jumlah Bank
3
3
3
5
6
11
- Jumlah Kantor
304
349
401
581
711
1215
74
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, edisi ketiga. Yogyakarta: Ekonesia. 2008. h. 37
Unit Usaha Syariah - Jumlah Kantor
154
183
196
241
287
262
- Jumlah Bank
92
105
114
131
138
150
- Jumlah Kantor
92
105
185
202
225
286
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Sumber: Bank Indonesia
Tabel 4. Komposisi Pembiayaan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Akad
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Akad Mudharabah
3124
4062
5578
6205
6597
8631
Akad Musyarakah
1898
2335
4406
7411
10412
14624
Akad Murabahah
9487
12624
16553
22486
26321
37508
Akad Salam
0
0
0
0
0
0
Akad Istishna
282
337
351
369
423
347
Akad Ijarah
316
836
516
765
1305
2341
Akad Qard
125
250
540
959
1829
4731
15232
20444
27944
38195
46887
68182
Total Sumber: Bank Indonesia
Tabel 5. Rasio Keuangan Bank Syariah di Indonesia No 1 2 3 4
Item CAR ROE ROA BOPO
2005 2006 2007 12.41% 13.73% 10.67% 27.58% 28.45% 40.38% 1.35% 1.55% 2.07% 78.91% 76.77% 76.54%
2008 12.81% 38.79% 1.42% 81.75%
2009 10.77% 26.09% 1.48% 48.39%
2010 16.25% 17.58% 1.67% 80.54%
5 6 7 8
NPF FDR Growth Share of Islamic Banking
2.82% 4.75% 4.05% 1.42% 97.75% 98.90% 99.76% 103.65% 36% 28% 37% 36% 1.42% 1.58% 1.84% 2.14%
4.01% 89.70% 33% 2.16%
3.02% 89.67% 48% 3.2%
Perkembangan rasio keuangan ini menunjukkan bahwa industri perbankan syariah Indonesia dapat menarik investor asing. Tidak berlebihan jika investor asing banyak yang berminat menginvestasikan sahamnya di perbankan syariah di Indonesia. Sejumlah investor asing diperkirakan akan merealisasikan investasinya di Indonesia, baik dari Timur Tengah dan Malaysia memang menunjukan keinginan untuk masuk ke perbankan syariah. Ketertarikan ini beragam mulai dari investasi skala kecil, seperti membeli bank lokal kecil lalu dikonversi menjadi bank syariah, hingga investasi secara besar dengan membeli porsi saham di sejumlah bank yang sudah ada dan mendirikan bank syariah baru. Sementara itu, kepemilikan asing pada perbankan syariah di Indonesia hanya terdapat pada 1 bank umum syariah saja yaitu PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) dari 11 bank umum syariah yang ada di Indonesia. Bank yang memiliki slogan Pertama Murni Syariah ini juga terbilang unik karena menjadi satu-satunya bank umum syariah yang tidak menginduk kepada bank konvensional. Agar nasabahnya tetap loyal dan untuk meningkatkan ekspansi bisnis BMI telah menambah modal sebesar Rp 700 miliar pada tahun 2010 melalui right issue. Per Desember 2010 porsi kepemilikan asing di BMI adalah mencapai 82,69%, dengan porsi terbesar adalah Islamic Development Bank (IDB) sebesar 32,82%. Bank Muamalat melakukan
pemantapan struktur modal melalui penawaran saham dengan cara Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau Rights Issue. Melalui pelaksanaan Rights Issue tersebut, Bank Muamalat memiliki dukungan permodalan yang cukup tinggi dan berhasil meningkatkan performanya. Penambahan modal tersebut meningkatkan Rasio Kecukupan Modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) dari 11,10% tahun 2009 menjadi sekitar 15% pasca pelaksanaan Rights Issue IV serta mendukung ekspansi penyaluran dana. Penggunaan modal hingga akhir 2010 telah diupayakan secara baik dan membawa CAR pada level 13,26%. Tambahan modal juga digunakan untuk penguatan infrastruktur, layanan dan jaringan, serta pengembangan teknologi informasi perusahaan.75 Pertumbuhan ekonomi dan indikator moneter selama 2010 yang bergerak positif telah mendorong tumbuhnya industri perbankan di Indonesia, termasuk perbankan syariah. Hal ini tercermin dari meningkatnya aset industri perbankan Indonesia tahun 2010 yang mencapai 18,73% atau tumbuh dari Rp 2.534 triliun di tahun 2009 menjadi Rp 3.009 triliun di 2010. Seiring dengan tumbuhnya industri perbankan nasional, pada tahun 2010 perbankan syariah juga menorehkan prestasinya dengan pertumbuhan aset mencapai 47%, sehingga menjadi sebesar Rp 100,26 triliun yang terdiri dari aset bank umum syariah dan unit usaha syariah sebesar Rp 97,52 triliun, serta Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) sebesar Rp 2,74 triliun. Tidak hanya dari sisi aset, industri
75
Annual Report Bank Muamalat Indonesia Tahun 2010, h. 27.
perbankan juga menunjukkan fungsi intermediasi yang semakin menggembirakan dengan kualitas penyaluran dana yang lebih baik dan permodalan yang kuat. Sedangkan kinerja Bank Muamalat sebagai satu-satunya bank yang mendapat suntikan dana dari investor asing selama tahun 2010 menunjukkan hasil yang baik. Hampir semua indikator yang menjadi target tahun 2010 bisa tercapai Hal ini terlihat dari pertumbuhan aset yang meningkat hingga 33,53% dari Rp 16.027,18 miliar (2009) menjadi Rp 21.400,79 miliar. Sejumlah kinerja positif yang telah dicapai Bank Muamalat merupakan hasil dari implementasi sejumlah strategi bisnis selama tahun 2010 seperti peningkatan infrastruktur berupa penambahan ATM dengan berbagai fitur, jaringan kantor cabang, serta peningkatan kapasitas layanan teknologi informasi. Selama periode ini telah dilakukan beberapa peningkatan seperti penambahan ATM dari 22 unit menjadi 172 unit ATM, jaringan kantor layanan dari sebelumnya berjumlah 286 menjadi 367 kantor layanan yang tersebar di seluruh Indonesia termasuk kawasan timur Indonesia seperti Jayapura, Sorong, Aimas dan Timika. Selain itu BMI juga melakukan aliansi sehingga nasabah dapat melakukan transaksi setor tunai bebas biaya di 4.103 kantor pos. Kemampuan rentabilitas Bank Muamalat juga cukup baik. Hal tersebut diindikasikan oleh Net Operating Margin (NOM) atau Net Income Margin (NIM) sebesar 5,24% atau berada di atas level yang diharapkan Bank Indonesia sebesar 3%, sehingga bank memiliki ruang untuk menyerap potensi kerugian yang dihadapi.
Bank Muamalat berhasil mencatat kenaikan laba operasional yang sangat signifikan pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp 238,28 miliar atau naik 202,74% dibandingkan perolehan tahun 2009 yang hanya Rp 78,71 miliar. Peningkatan tersebut disebabkan oleh pertumbuhan yang cukup tinggi pada portofolio pembiayaan yang berdampak terhadap kenaikan pendapatan margin dan bagi hasil yang cukup besar dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, Return on Assets (ROA) tahun 2010 berada pada posisi yang cukup baik, yaitu 1,36% naik dari 0,45% tahun 2009. Hal ini disebabkan oleh peningkatan pendapatan yang cukup besar pada tahun 2010. Begitu pula Return on Equity (ROE) mengalami peningkatan dari 8,03% tahun 2009 menjadi 17,78% tahun 2010. Bank Muamalat cukup aktif melakukan ekspansi pembiayaan hingga menyentuh angka Rp 15,9 triliun dari posisi tahun sebelumnya. Pembiayaan yang disalurkan mengalami peningkatan sebesar 39,29% dari Rp 11.428,01 miliar tahun 2009 menjadi Rp 15.917,69 miliar saat tahun 2010. Salah satu alasan dilakukannya penambahan modal dari pihak luar temasuk pihak asing supaya dapat membantu dalam pembiyaan yang disalurkan oleh bank tersebut. Berdasarkan data statistik perbankan syariah dari Bank Indonesia dan annual report Bank Muamalat Indonesia dapat dilihat bahwa pembiayaan yang disalurkan Bank Muamalat pada tahun 2010 sebesar 23% dari pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah nasional. Bank Muamalat Indonesia telah berani mengambil peluang investasi dari pihak asing sebagai tambahan modal untuk meningkatkan ekspansi bisnis serta perluasan jaringan hingga membuka cabang di negara Malaysia. Karena BMI tidak hanya
membidik pasar domestik saja BMI juga membidik pasar luar negeri atau go internasional. Saat ini, BMI masih menjadi satu-satunya Bank asal Indonesia yang telah mengoperasikan kantor cabang penuh di Malaysia yang telah melayani penghimpunan dana dan pembiayaan secara lengkap. Karena Bank Muamalat Indonesia merupakan satu-satunya bank umum syariah saat ini yang telah menggunakan peluang investasi asing maka hanya Bank Muamalat Indonesia saja yang dapat menjadi rujukan atas pengaruh adanya investor asing tersebut. Laju pertumbuhan perbankan syariah makin kencang dan prospek masuknya pemain baru diperkirakan mendorong bank syariah existing untuk meningkatkan kinerja dan kapasitas dengan menyuntikkan modal baru dan memperluas jaringan kantornya. Dalam mendorong masuknya modal asing ke perbankan syariah Indonesia, peranan Bank Indonesia dan pemerintah
menjadi sangat penting.
Perbankan syariah Indonesia harus memiliki daya saing yang kuat, sehingga tidak menjadi bank syariah kelas pinggiran atau penonton belaka apalagi penonton di negeri sendiri. Oleh karena itu pemerintah terutama Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait investasi asing. Secara spesifik kebijakan tersebut diarahkan untuk meningkatkan peran perbankan syariah terhadap perekonomian nasional dan penguatan ketahanannya. Kebijakan untuk perbankan syariah ini diupayakan dengan meningkatkan insentif untuk mendorong peningkatan modal, memfasilitasi pengembangan unit usaha syariah dan anak perusahaannya. Setelah melihat pemaparan di atas tentang dampak positif dari kebijakan investasi modal asing di perbankan syariah, maka selain itu terdapat pula dampak
negatif dari kebijakan tersebut diantaranya yaitu dengan porsi kepemilikan saham oleh asing maksimal 99% itu dapat mengurangi kepemilikan para investor domestik, yakni
dari
perspektif
hukum
bisnis
Indonesia
ketentuan
semacam
ini
mengindikasikan adanya unsur liberalisasi mengingat kepemilikan 99% secara hukum perusahaan merupakan lebih dari sekedar mendapat hak sebagai pengendali tetapi juga merupakan dominasi kepemilikan asing atas suatu bank. Industri perbankan syariah diharapkan akan dapat mempetahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada tahun 2011. Kaitan yang erat antara kondisi perekonomian dan pertumbuhan industri perbankan syariah dalam bentuk pertumbuhan pembiayaannya. Masuknya investor asing diharapkan keterlibatan mereka itu dapat mendorong industri perbankan syariah tumbuh lebih cepat dan dapat meningkatkan kompetensi kalangan perbankan syariah dalam pengembangan produk serta memperluas jaringan.
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya
mengenai “Kebijakan Bank Indonesia Terhadap Investasi Modal Asing di Perbankan Syariah” tersebut, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor yang mempengaruhi tingginya minat investor asing di dunia Perbankan Syariah Nasional dintaranya yaitu: a. Pertumbuhan dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia b. Return Bank Syariah yang Tinggi c. Pangsa Pasar Perbankan Syariah yang Meningkat Dengan adanya return yang tinggi, pertumbuhan (growth) bank syariah yang masih tinggi dan pangsa pasar yang masih tinggi pula oleh karena potensi itu para investor menganggap perbankan syariah di Indonesia layak untuk dimasuki. 2. Kebijakan Bank Indonesia terhadap penanaman modal asing di Perbankan Syariah Kebijakan tentang investasi modal asing di perbankan syariah tidak dijelaskan secara detail hanya tertulis pada beberapa poin di beberapa regulasi diantaranya yaitu: a.
Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada Pasal 9 ayat 1 dan ayat 3 serta Pasal 14.
b.
Peraturan Bank Indonesia No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah pada Pasal 6 ayat 1 dan 2.
c.
Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/9/DPbS tentang Bank Umum Syariah.
d.
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah pada Pasal 3 ayat 2 huruf b dan Pasal 4 ayat 3.
3. Pengaruh kebijakan tersebut terhadap perkembangan Perbankan Syariah Nasional Per Desember 2010 kepemilikan asing pada perbankan syariah di Indonesia hanya terdapat pada 1 bank umum syariah saja yaitu PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) dari 11 bank umum syariah yang ada di Indonesia. Dengan porsi kepemilikan asing di BMI adalah mencapai 82,69%, dengan porsi terbesar adalah Islamic Development Bank (IDB) sebesar 32,82%. Tambahan modal yang didapat dari investor asing maupun domestik dapat digunakan untuk penguatan infrastruktur, layanan dan jaringan, serta pengembangan teknologi informasi perusahaan. Pasca pelaksanaan Rights Issue IV serta mendukung ekspansi penyaluran dana pembiayaan hingga menyentuh angka Rp 15.9 triliun, atau meningkat 39,3% dari posisi tahun sebelumnya. Meningkatnya aset industri perbankan Indonesia tahun 2010 yang mencapai 18,73% atau tumbuh dari Rp 2.534 triliun di tahun 2009 menjadi Rp 3.009 triliun di 2010 itu juga tidak luput dari salah satu peran Bank Muamalat Indonesia yang dapat meningkatkan asetnya yaitu dari pertumbuhan aset yang meningkat hingga 33,53% dari Rp 16.027,18 miliar (2009) menjadi Rp 21.400,79 miliar.
Bank Muamalat Indonesia telah berani mengambil peluang investasi dari pihak asing sebagai tambahan modal untuk meningkatkan ekspansi bisnis serta perluasan jaringan hingga membuka cabang di negara Malaysia. Saat ini, BMI masih menjadi satu-satunya Bank asal Indonesia yang telah mengoperasikan kantor cabang penuh di Malaysia yang telah melayani penghimpunan dana dan pembiayaan secara lengkap. B.
Saran Sebagai program perbaikan ke depan, penulis memberikan saran-saran sebagai
berikut: 1.
Jika tujuan dari adanya kebijakan Bank Indonesia tentang investasi modal asing dengan kepemilikan saham Bank Umum Syariah oleh asing maksimal 99% adalah untuk mencapai pertumbuhan Perbankan Syariah yang pesat. Alangkah baiknya jika porsi 99% tersebut dapat dipertimbangkan kembali untuk dapat diturunkan angkanya karena ketentuan yang membolehkan mitra asing menguasai saham sampai 99%, dengan kata lain mitra Indonesia hanya menguasai saham sebesar 1% saja, tidak akan dapat memberikan kedudukan yang cukup berarti bagi mitra Indonesia tersebut dalam kemitraan di Bank Umum Syariah itu.
2.
Dengan adanya kebijakan Bank Indonesia yang membolehkan kepemilikan asing di Bank Umum Syariah maksimal 99%, Bank Indonesia harus dapat lebih memperketat dalam menyeleksi para calon pemegang saham dari pihak asing tersebut agar mendapatkan pemegang saham yang kredibilitasnya baik.
3.
Dalam mendorong masuknya modal asing ke perbankan syariah Indonesia salah satunya dengan kebijakan Bank Indonesia yang membolehkan kepemilikan asing di Bank Umum Syariah maksimal 99%, peranan Bank Indonesia dan pemerintah menjadi sangat penting. Bank Indonesia juga perlu meningkatkan pengawasan dan pembinaan yang efektif untuk menghindari pihak asing yang ingin menguasai pasar perbankan syariah di Indonesia dan jangan sampai warga Indonesia hanya menjadi penonton belaka di negara sendiri.
DAFTAR PUSTAKA Al-Quranul Karim Amin, Riawan. Menata Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: UIN Press. 2009. Antonio, Muhammad Syafi‟i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. 2001.
Anoraga, Pandji. Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing. Semarang: Pustaka Jaya. 1994.
Arifin, Zainul. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka Alfabet. 2006.
Bahar and Partners. Foreign Direct Investment in Indonesia an Overview. Jakarta: Bahar and Partners. 2007
Bank Indonesia. Booklet Perbankan Indonesia 2010. Jakarta: Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan. 2010. --------------. Himpunan Ketentuan Perbankan Syariah: April 2008 – April 2009. Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah. 2009.
--------------. Himpunan Ketentuan Perbankan Syariah Indonesia: Mei 1999 Desember 2003. Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah. 2004.
–
--------------. Himpunan Ketentuan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah: April 2008 – April 2009. Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah. 2009.
--------------. Investment Guide to Islamic Banking in Indonesia. Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah. 2011.
--------------. Naskah Bank Indonesia 25 Tahun.
--------------. Outlook Perbankan Syariah 2011. Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah. 2010.
--------------. Panduan Investasi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: Direktorat Bank Indonesia. 2007.
Bank Muamalat Indonesia. Annual Report Bank Muamalat Indonesia Tahun 2010.
Basuki, Zulfa Djoko. Pengkajian Hukum Tentang Masalah Hukum Dalam Transaksi Derivatif Perdagangan Saham. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI. 1997.
Biro Stabilitas Sistem Keuangan. Kajian Mengenai Struktur Kepemilikan Bank di Indonesia. Jakarta: Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan. 2003. Biro Riset Info Bank, “Laba Bank Syariah Tembus Rp 1 Triliun”, Info Bank XXXIII, no. 383 (Februari 2011), h.10.
Cooper, Donald R. dan Emory, C. William. Metode Penelitian Bisnis. Jilid 2. Edisi 5. Jakarta: Erlangga. 1998.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Cetakan Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 1994.
Dewi, Gemala. 2006. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Ismanthono, Henricus W. Kamus Istilah Ekonomi Populer. Jakarta: Kompas. 2003.
“Investasi” dalam Ensiklopedia Indonesia, vol.3 (Jakarta: Ichtiar baru- van hoeve, 1982), h. 1470.
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2002.
Kuncoro, Mudrajad. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga. 2009.
Kusumaningtuti. Peranan Hukum dalam Penyelesaian Krisis Perbankan di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. 2009.
Machmud, Amir dan Rukmana. 2010. Bank Syariah: Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Manan, Abdul. Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia. Jakarta: Kencana. 2009.
Nafik, Muhammad. Bursa Efek dan Investasi Syariah. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta. 2009.
Nasarudin, Irsan dkk. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Kencana. 2008.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002. Nurrohimah. “Kebijakan Moneter Bank Indonesia Terhadap Pengelolaan Bank-Bank Syariah di Indonesia.” Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.Prastio, Bambang dan Lina Miftahul Janah. Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2008.
Qardhawi, Yusuf. Peran Nilai Dalam Perekonomian Islam. Jakarta: Robbani Press. 1995.
Rachbini, Didik J. dkk. Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral. Jakarta: PT. Mandi Mulyo. 2000. Rae, Dian Ediana. “Arah Perekembangan Hukum Perbankan Syariah.” Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Vol. 6. No. 1 (April 2008): h.7-13.
Rajagukguk, Erman. Hukum Investasi. Jakarta: UI Press. 1995.
Raharjo, Dawam. Bank Indonesia Dalam Kilasan Sejarah Bangsa. Jakarta: LP3ES. 1995.
Rakhmawati, Rosyidah. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jawa Timur: Bayumedia Publishing. 2004.
Rivai, Veithzal dan Arifin, Arviyan. Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara. 2010.
Rivai, Veithzal. dkk. Bank and Financial Institution Management, Conventional and Sharia System. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2007.
Rodoni, Ahmad. Investasi Syariah. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta. 2009.
Rochaety, Ety. dkk. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media. 2009.
Salim dan Budi Sutrisno. Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Sharpe, William dkk. Investasi. Jakarta: Prenhallindo. 1999. Siregar, Mulya E. “Upaya Menarik Investor Asing”, Info Bank no. 386 (Mei 2011), h.11.
Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana. 2009.
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, edisi ketiga. Yogyakarta: Ekonesia. 2008. Sudarto, “Asing Menghadang di Jalur Syariah”, Info Bank XXXIII, no. 383 (Februari 2011), h.69.
Sumitro, Warkum. Azaz-Azaz Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait. Jakarta: PT. Grafindo Persada. 1996. Supriyanto, Eko B. “Kepemilikan Bank Asing, Aseng, atau Asep”, Info Bank XXXI, no. 366 (September 2009), h.12-13.
Umar, Husein. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Cetakan 6. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2004.
Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 tahun 1999 Tentang Pembelian Saham Bank Umum
Peraturan Bank Indonesia No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal
Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/9/DPbS tentang Bank Umum Syariah
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum
Internet Ahniar, Nur Farida dan Rahayu, Nina. “BI Belajar Perbankan Syariah dari Malaysia”, diakses pada 18 Juli 2011 dari http://bisnis.vivanews.com/news/read/233921bi-belajar-syariah-dari--malaysia Antara. “Alhamdulillah Perbankan Syariah Nasional Tumbuh 47 Persen”, di akses pada 15 Mei 2011 dari http://www.republika.co.id/berita/bisnissyariah/berita/11/02/11/163706-alhamdulillah-perbankan-syariah-nasionaltumbuh-47-persen Bank Indonesia. “Profile Bank Indonesia”. di akses pada tanggal 16 April 2011 dari www.bi.go.id Bank Muamalat Indonesia. “Daftar Pemegang Saham Per Desember 2010” , diakses pada 21 Februari 2011 dari http://www.muamalatbank.com/index.php/home/investor/shareholder_inform ation/233 Choir, “Investasi Asing di Bank Syariah”, di akses pada 28 Februari 2011 dari http://zonaekis.com/investasi-asing-di-bank-syariah Ismal, Rifki. “Kelebihan Perbankan Syariah RI”, diakses pada 28 Juli 2011 dari http://ekonomiislami.wordpress.com/2011/07/06/kelebihan-perbankansyariah-ri/
Latif, Antique Syahid. “ Investor Abu Dhabi Minati Saham BNI Syariah”, http://bisnis.vivanews.com/news/read/160245-investor-abu-dhabi-minatisaham-bni-syariah di akses pada tanggal 13 April 2011. Supriyono, Arif dan Respati, Yogie. “BNI Syariah Undang Investor Asing”, di akses pada 15 Mei 2011 dari http://www.republika.co.id/berita/bisnissyariah/berita/10/06/19/120607-bni-syariah-undang-investor-asing
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Pedoman Wawancara
Nama
: Muhammad Irfan Sukarna
Jabatan
: Senior Analyst (Tim Penelitian dan Pengembangan Perbankan Syariah)
Tempat
: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia
Waktu
: 1 Juni 2011
1.
Mengapa Bank Syariah yang telah go public tidak mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia? Apakah ada ketentuan yang melarang Bank Syariah mencatatkan sahamnya di pasar modal? walaupun itu di pasar modal syariah (Jakarta Islamic Index)? Tidak ada ketentuan, termasuk ketentuan dari Bank Indonesia yang melarang Bank Syariah mencatatkan sahamnya atau menjual sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Semua itu tergantung bank syariah itu sendiri apakah bank tersebut mau menjual sahamnya di Pasar Modal atau tidak, jika iya bank tersebut juga harus mengikuti aturan-aturan dari Bapepam-LK
2.
Apa saja faktor yang mempengaruhi tingginya minat investor asing di dunia Perbankan Syariah Nasional?
a.
Adanya return dari perbankan syariah di Indonesia yang tinggi. Dan perbankan syariah Indonesia merupakan return tertinggi termasuk sepuluh besar di Asia bahkan di dunia, dikutip disalah satu media cetak tahun 2010.
b.
Historical Growth, yaitu pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia yang pesat menjadi daya tarik investor asing untuk menanamkan modalnya pada bank syariah di Indonesia. Sedangkan pertumbuhan perbankan syariah nasional selama 6 tahun terakhir ini (2004-2010) mencapai rata-rata lebih besar dari 30% sekitar 36.33%, itu lebih tinggi dari pertumbuhan keuangan syariah global yang hanya 10% - 20%. Sedangkan industri mempunyai lifecycle mulai dari naik turunnya industri perbankan syariah, dilihat dari itu pertumbuhan industri perbankan syariah masih berada pada masa pertumbuhan yang akan semakin meningkat. Investor asing menganggap hal tersebut menjadi salah satu potensi untuk berinvestasi di bank syariah Indonesia.
c.
Sedangkan bicara pangsa pasar bank syariah sekarang ini mencapai angka 3% dan pangsa pasar tersebut masih dapat terus meningkat. Dengan adanya return yang tinggi, pertumbuhan (growth) bank syariah yang masih tinggi dan pangsa pasar yang masih tinggi pula oleh karena potensi itu para investor menganggap perbankan syariah di Indonesia layak untuk dimasuki. Selain itu masih terdapat beberapa hal yang masih menjadi bahan
pertimbangan investor asing dalam menanamkan modalnya di Indonesia ini,
diantaranya yaitu adanya aturan pajak pertambahan nilai ataupun pajak penghasilan dan insentif-insentif lain seperti bebas pajak dalam jangka waktu tertentu seperti Malaysia, adanya kepastian hukum bagi investor asing aman tidaknya, tidak ada pengambilan atau penjualan paksa. Jika terjadi masalah harus jelas hukum positif dalam penyelesaian masalah tersebut seperti di Pengadilan Agama. Dan harus adanya sinkronisasi antara fatwa dengan hukum positif. Salah satu kendala saat ini di Indonesia belum ada keseragaman antara penerapan hukum positif dari perbankan dan perbankan syariah pada pengadilan umum dan pengadilan syariah (agama). 3.
Bagaimana prosedur investor asing yang berinvestasi di Bank Syariah? Apakah harus mendaftar di lembaga tertentu seperti Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau melalui Bapepam-LK atau bahkan hanya melalui Bank Indonesia saja? Jika investor asing yang berinvestasi atau ingin menyertakan modal di Bank Syariah langsung mendaftar di Bank Indonesia. Syarat-syarat yang harus dipenuhi calon pemegang saham (investor) telah diatur oleh Bank Indonesia. Seperti peraturan kelembagaan bank, uji Fit and Proper Test pada calon pemegang saham pengendali dan lain sebagainya.
4.
Bagaimana sistem kerjasama/ akad kerjasama yang terjadi antara pihak Bank Syariah dengan para investor asing?
Terserah para pihak yang melakukan kerjasama tersebut. Akad yang digunakan sesuai dengan kesepakatan para pihak-pihak yang akan bekerja sama. 5.
Apakah dengan masuknya modal atau investasi asing bisa meningkatkan daya saing bank-bank syariah untuk pembiayaan yang lebih besar? Bisa, salah satu kendala bank yaitu dengan menaikkan modal bank dapat membantu pembiayaan yang lebih besar. Dan salah satu cara nya dengan menarik investor asing.
6.
Bagaimana dampak positif dan negatif dengan adanya investor asing terhadap perkembangan Perbankan Syariah Nasional? Dampak positif: - Adanya tambahan modal untuk bank syariah - Untuk meningkatkan kredit atau pembiayaan - Adanya transfer teknologi - Adanya variasi produk dan inovasi operasional. Dampak negatif: - Adanya perbedaan mazhab atau cara pandang antara investor asing dan pihak domestik pada produk perbankan. Dimana produk tersebut belum tentu bisa diterima oleh Indonesia. Produk yang masih dipertanyakan kesyariahaannya. Pihak asing tersebut dapat mempengaruhi mindset
warga Indonesia supaya bank syariah itu dapat mengeluarkan produk yang belum jelas syariahnya sesuai yang diharapkan pihak asing. - Pemegang saham asing memanfaatkan big market bank syariah yang ada di Indonesia. Yang dapat membuat masyarakat Indonesia menjadi penonton di negara sendiri karena pemain diambil alih oleh pihak asing. Harus ada batasan-batasan yang mengatur pihak asing agar tidak mengendalikan pasar syariah yang ada di Indonesia seutuhnya. 7.
Selain Bank Muamalat Indonesia, apakah ada bank syariah yang lain yang telah menerima investor asing? Dari 11 Bank Umum Syariah baru Bank Muamalat yang menerima investor asing.
8.
Apakah dengan komposisi kepemilikan saham oleh investor asing di atas 50% dapat menimbulkan adanya isu bahwa Bank syariah tersebut adalah Bank milik asing? Bagaimana kebijakan Bank Indonesia dalam menghadapi isu tersebut? Kebijakan selected open policy merupakan suatu kebijakan yang membolehkan pihak asing masuk ke perbankan syariah tetapi dengan adanya batasan-batasan tertentu selama membantu perekonomian negara itu tidak menutup kesempatan pihak asing yang ingin berinvestasi di perbankan Indonesia. Dengan melihat perspektif yang berbeda dalam hal porsi pemegang saham, Bank Indonesia ingin menyeimbangkan antara saham asing dan lokal tersebut
tetapi semua itu tidak segampang yang diperkiran karena harus membuat peraturan dan kebijakan yang baru. Yang penting sekarang kita melihat dari sisi apakah pihak asing tersebut berkontribusi dalam perekonomian negara Indonesia atau tidak? Selain itu, dilihat pula fungsi dari bank itu sendiri apabila bank lokal tidak dapat menyentuh sektor-sektor yang seharusnya lebih diperhatikan sedangkan bank yang dimiliki oleh pemegang saham yang mayoritas asing atau bahkan bank asing tersebut dapat mempunyai dampak positif pada perekonomian negara maka tidak menjadi masalah selama pihak asing tidak melanggar peraturan yang ada di negara Indonesia. Dan satu hal yang dilematis yang terjadi pada salah satu bank syariah saat krisis 1998 bahwa dari pihak domestik tidak dapat memenuhi kebutuhan bank tersebut sedangkan pihak asing dapat memenuhinya, maka dari itu mau tidak mau bank tersebut pasti mengambil kesempatan tersebut guna mempertahankan banknya. 9.
Apakah dengan adanya mayoritas pihak asing dalam kepemilikan saham suatu Bank Syariah akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang terjadi dalam Bank tersebut? Setiap pemegang saham mayoritas pasti mempunyai kebijakan dalam bank tersebut selama masih mengikuti ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku hal tersebut masih bisa dipertimbangkan.
10.
Bagaimana Bank Indonesia menghadapi penanaman modal asing yang semakin berminat untuk menginvestasikan dananya kepada Perbankan Syariah Nasional? Harus melihat big market yang ada di Indonesia ini, jangan sampai pihak asing menguasai seluruh pasar keuangan syariah khususnya bank syariah yang ada di Indonesia. Bank Indonesia berusaha memprotek perbankan syariah salah satunya dengan menyeleksi investor asing yang akan berinvestasi di Bank Syariah Indonesia. Terkadang kebutuhan modal tidak dapat dipenuhi oleh pasar domestik pada saat dibutuhkan jadi adanya campur tangan asing dalam membantu kebutuhan modal tersebut. Dan kita harus melindungi jangan sampai peluang dengan pangsa pasar yang besar tersebut hanya dinikmati oleh pihak asing saja.
11.
Dalam UU Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008 hanya menyatakan bahwa “warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia, atau badan hukum asing dapat memiliki atau membeli saham Bank Umum Syariah secara langsung atau melalui bursa efek”(pasal 14 ayat 1) Apakah tidak ada ketentuan/peraturan khusus yang mengatur investor asing dalam menanamkan modalnya di Bank Syariah? jika ada peraturan No. berapa? Bank Indonesia belum mengeluarkan kebijakan khusus yang mengatur tentang investor asing di bank syariah. Baru ketentuan tentang kredibilitas investor
khususnya bagi pemegang saham pengendali (Uji Fit and Proper Test). Semua kebijakan yang telah keluar hanya dijelaskan pada beberapa poin saja baik di Undang-undang Perbankan Syariah, Peraturan Bank Indonesia bahkan di Surat Edaran Bank Indonesia. Seperti pada Peraturan Bank Indonesia No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah pasal 6 ayat 2 bahwa kepemilikan oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing maksimal sebesar 99%. 12.
Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah pasal 6 ayat 2 bahwa kepemilikan oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing paling banyak sebesar 99% dari modal disetor Bank, bagaimana maksudnya? Apakah setiap bank sama jumlah besarnya modal yang disetor? Maksimal kepemilikan saham pada Bank Umum Syariah oleh investor asing adalah sebesar 99% saham bank syariah. Modal awal dalam pendirian Bank Umum Syariah baru adalah sebesar 1 triliun, berbeda jika adanya konversi dari bank umum konvensional menjadi bank umum syariah dengan modal 100 miliar sudah bisa begitu pula konversi pada unit usaha syariah menjadi bank umum syariah.
13.
Apakah ada perbedaan pengertian/maksud antara di Bank Umum Konvensional kepemilikan saham oleh pihak asing maksimal 99%, sedangkan pada Bank Umum Syariah kepemilikan pihak asing maksimal 99% dari modal disetor?
Jika berbeda kepemilikan saham pada Bank Umum Syariah maksimalnya berapa? Tidak ada perbedaan dalam hal batas maksimum kepemilikan asing antara bank syariah dan bank konvensional sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Pembelian Saham Bank Umum tahun 1999. 14.
Apakah dengan porsi kepemilikan investor asing maksimal sebesar 99% itu tidak terlalu besar? Apakah kebijakan tersebut dapat di turunkan batas kepemilikan maksimumnya? Kemungkinan bisa tetapi sangat sulit, karena Indonesia telah terikat pada perjanjian WTO dimana dalam aturan WTO jika ketentuan yang sudah berlaku sulit untuk merubahnya atau ditarik kembali. Pada saat krisis keadaan perekonomian Indonesia sangat memprihatinkan oleh karenanya pada masa itu membuat pemerintah Indonesia berupaya dengan segala cara salah satunya dengan mengambil keputusan untuk menarik investor asing masuk ke Indonesia dengan batas maksimum 99% guna memberikan suntikan dana.
15.
Apa saja Kebijakan/regulasi yang dikeluarkan/diambil oleh Bank Indonesia untuk mengatur investasi modal asing di perbankan syariah? Belum ada ketentuan khusus yang mengatur tentang investasi asing dan bank asing syariah. Baru ada ketentuan yang mengatur maksimal kepemilikan asing
di Bank Umum Syariah, syarat ketentuan calon pemegang saham dalam ketentuan Fit and Proper Test, tata cara kelembagaan, kelembagaan tunggal dan lain sebagainya. 16.
Bagaimana pengaruh kebijakan tersebut terhadap perkembangan Perbankan Syariah Nasional? Dapat dilihat dari perbandingan growth Bank Muamalat Indonesia terhadap perbankan syariah nasional. Sperti pada porsi pembiayaan Bank Muamalat Indonesia dibanding perbankan syariah sebesar 23%. Meningkatnya aset industri perbankan Indonesia tahun 2010 yang mencapai 18,73% atau tumbuh dari Rp 2.534 triliun di tahun 2009 menjadi Rp 3.009 triliun di 2010 itu juga tidak luput dari salah satu peran Bank Muamalat Indonesia yang dapat meningkatkan asetnya yaitu dari pertumbuhan aset yang meningkat hingga 33,53% dari Rp 16.027,18 miliar (2009) menjadi Rp 21.400,79 miliar.
17.
Apakah ada pengaruh investasi modal asing terhadap perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia? Untuk meningkatkan sektor riil Bank Muamalat Indonesia mempunyai lembaga khusus yang bergerak disektor UMKM yaitu Baitul Maal Wa Tamwil. Selain itu Bank Muamalat juga menggandeng beberapa Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam program linkage guna membantu pembiayaan di sektor UMKM.
Dengan meningkatnya sektor riil maka perekonomian Indonesia juga akan ikut meningkat. Jakarta,
27 Juli 2011 Narasumber
M. Irfan Sukarna
Identitas Narasumber
Nama
: Muhammad Irfan Sukarna
Tanggal Lahir
: 12 September 1971
Jabatan Sekarang
: Senior Analyst Tim Penelitian dan Pengembangan Perbankan Syariah di Direktorat Perbankan Syariah
Riwayat Pendidikan : S1 Universitas Brawijaya S2 Universitas of Loughborough (UK) Pengalaman Kerja
: Group Bakrie Bank Indonesia