23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Alat-alat yang digunakan adalah alat permeasi in vitro Crane dan Wilson (modifikasi), spektrofotometer UV-visibel (Shimadzu), neraca analitik (Metler Toledo), termostat, pH meter (Hanna), stop watch, termometer, tabung oksigen dan regulator, gelas ukur, pipet volume, maat pipet, tabung reaksi, labu takar, gelas beaker, kapas, sarung tangan, kotak untuk kelinci, botol aquadest, satu set alat bedah, dan alat lain yang dibutuhkan. 3.2 Bahan Bahan yang digunakan adalah furosemida baku (Arandy laboratoris), eter p.a., natrium hidroksida
p.a. (E Merck), Kalium dihidrogen fosfat p.a.
(E.Merck), Natrium Klorida p.a. (E.Merck), NaCl fisiologis, aquadest, jejunum kelinci. 3.3 Hewan Percobaan Hewan yang digunakan adalah kelinci jantan dengan berat 1,5 - 2 kg. 3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Larutan Air Bebas Karbondioksida Air murni yang telah dididihkan kuat-kuat selama 5 menit atau lebih dan didiamkan sampai dingin dan tidak boleh menyerap karbon dioksida dari udara. (Ditjen POM, 1995).
Universitas Sumatera Utara
24
3.4.2 Larutan Kalium Dihidogenfosfat 0,2 M Dilarutkan sejumlah 27,218 g kalium dihidrogenfosfat P dalam air bebas karbondioksida P secukupnya hingga 1000 ml (Depkes RI, 1979). 3.4.3 Larutan NaOH 0,1 N Dilarutkan sejumlah 4,001 g natrium hidroksida secukupnya hingga 1000 ml (Depkes RI,1979). 3.4.4 Larutan NaOH 0,2 N Dilarutkan sejumlah 8,001 g natrium hidroksida secukupnya hingga 1000 ml (Depkes RI, 1979). 3.4.5 Larutan Dapar Fosfat pH 6,0 Isotonis Dicampur 50,0 ml kalium dihidrogenfosfat 0,2 M dengan 5,6 ml natrium hidroksida 0,2 N dan 1,24 g NaCl, kemudian dicukupkan dengan air bebas karbondioksida P hingga 200 ml (Depkes RI, 1979). 3.4.6 Larutan Etanol Netral Pada sejumlah etanol (95%) P ditambahkan 0,5 ml larutan fenolftalein P dan natrium hidroksida 0,02 N atau 0,1 N secukupnya hingga larutan berwarna merah jambu. Etanol netral P harus dibuat baru (Depkes RI, 1979). 3.4.7 Larutan Indikator Fenolftalein Dilarutkan 1 g fenolftalein P dalam 100 ml etanol P (Ditjen POM, 1995). 3.5 Prosedur 3.5.1 Pembakuan Larutan NaOH 0,1 N Ditimbang seksama lebih kurang 150 mg kalium biftalat P yang sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 120oC selama 2 jam, dan
Universitas Sumatera Utara
25
dilarutkan dalam 15 ml air bebas karbondioksida P. Ditambahkan 2 tetes fenolftalein LP dan titrasi dengan larutan natrium hidroksida hingga terjadi warna merah muda yang mantap (Ditjen POM, 1995). 3.5.2 Penetapan Kadar Furosemida Baku Ditimbang seksama lebih kurang 600 mg, dilarutkan dalam 50 ml etanol yang telah ditambah 3 tetes fenolftalein LP, dan sebelumnya telah dinetralkan dengan natrium hidroksida 0,1 N. Dititrasi dengan natrium hidroksida 0,1 N sampai titik akhir berwarna merah muda (Ditjen POM, 1995). 3.5.3 Pembuatan Larutan Induk Baku Furosemida Dalam Larutan Dapar Fosfat pH 6,0 Isotonis Ditimbang seksama 50,0 mg furosemida yang telah dikeringkan pada suhu 105oC selama 3 jam. Kemudian dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu tentukur 100 ml dilarutkan dengan NaOH 0,1 N sampai serbuk larut lalu dicukupkan dengan larutan dapar fosfat pH 6,0 isotonis hingga garis tanda. 3.5.4 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Furosemida Dalam Larutan Dapar Fosfat pH 6,0 Isotonis Dari larutan induk baku dipipet 0,75 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dicukupkan dengan larutan dapar fosfat pH 6,0 isotonis sampai garis tanda. Diukur panjang gelombang maksimum. 3.5.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi Furosemida Dalam Dapar Fosfat pH 6,0 Isotonis Dari larutan baku induk dipipet masing-masing 0,20 ml; 0,25 ml; 0,30 ml; 0,35 ml; 0,55 ml; 0,75 ml; 0,95 ml; dan 1,15 ml atau setara dengan konsentrasi 0,5 mcg/ml; 1,0 mcg/ml; 1,5 mcg/ml; 2,0 mcg/ml; 2,5 mcg/ml; 3,0 mcg/ml; 3,5 mcg/ml; 5,5 mcg/ml; 7,5 mcg/ml; 9,5 mcg/ml; dan 11,5 mcg/ml, lalu dimasukkan
Universitas Sumatera Utara
26
dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan larutan dapar fosfat pH 6,0 isotonis sampai garis tanda. Diukur pada panjang gelombang maksimum. 3.5.6
Pembuatan Larutan Obat Dari Tablet Furosemida Generik Dengan Konsentrasi 0,01 M Dalam Larutan Dapar Fosfat pH 6,0 Isotonis Ditimbang sejumlah serbuk dari tablet furosemida generik setara dengan
826,850 mg. Lalu serbuk dilarutkan dengan NaOH 0,1 N. Kemudian dipindahkan ke dalam labu tentukur 250 ml, dicukupkan dengan larutan dapar fosfat pH 6,0 isotonis hingga garis tanda. 3.5.7
Pembuatan Larutan Obat Dari Tablet Furosemida Generik Dengan Konsentrasi 0,001 M, 0,002 M dan 0,003 M Dari larutan tablet furosemid generik 0,01 M dipipet masing-masing
25 ml, 50 ml, dan 75 ml atau setara dengan konsentrasi 0,001 M, 0,002 M dan 0,003 M, lalu dimasukkan dalam labu tentukur 250 ml, dicukupkan dengan larutan dapar fosfat pH 6,0 isotonis sampai garis tanda. 3.5.8 Penentuan Pola Penembusan Membran Oleh Furosemida 3.5.8.1 Pembuatan Jejunum Terbalik (Everted sac) Kelinci Hewan percobaan berupa kelinci jantan dengan berat antara 1,5 – 2 kg, dipuasakan selama 20 – 24 jam. Setelah kelinci tersebut dianestesi dengan eter, kemudian dilakukan pembedahan pada bagian perut tetapi jangan sampai mengenai tulang dada. Seluruh usus dikeluarkan dan dibersihkan bagian dalamnya dari kotoran dan bagian luar dari jaringan yang mengikat, pembuluh darah halus, dan sebagainya dengan bantuan pinset dan gunting. Kemudian usus diikat pada jarak ± 25 cm dari pylorus (ujung lambung) dan bagian ini merupakan duodenum. Bagian bawah duodenum adalah jejunum sepanjang 75 cm diikat, diukur 10 cm
Universitas Sumatera Utara
27
lalu diikat dengan benang, bagian atas
digunakan untuk pemeriksaan laju
absorpsi kontrol dan bagian bawah digunakan sebagai pemeriksaan laju absorpsi sampel. Lamanya usus digunakan dalam percobaan dihitung sejak usus dipisahkan dari pilorus. Kemudian setiap bagian dipotong tetapi salah satu ujungnya tetap terikat. Lalu dimasukkan ke dalam larutan NaCl dingin didiamkan beberapa menit, kemudian diangkat dan dibalik dengan menggunakan batang pengaduk berpenampang 2 mm. Lalu dijepit pada bagian yang ada ikatan dan dilepaskan dengan pinset dari batang pengaduk, dicelupkan ke dalam larutan NaCl dingin (Sinaga, 1995; Kooshapur and Chaiden, 1999). 3.5.8.2 Penentuan Penembusan Membran Jejunum Terbalik Kelinci Jejunum terbalik kelinci dengan panjang efektif masing-masing 7 cm diikat pada kanula dan masing-masing diisi dengan cairan serosa 2 ml ke dalamnya berupa larutan dapar fosfat pH 6,0 isotonis yang tidak mengandung bahan obat. Jejunum terbalik bagian atas yang digunakan sebagai kontrol, dimasukkan ke dalam tabung berisi 75 ml cairan mukosa yang mengandung larutan buffer posfat pH 6,0 isotonis yang tidak mengandung bahan obat. Sedangkan untuk jejunum terbalik bagian bawah yang digunakan sebagai percobaan, dimasukkan ke dalam tabung berisi 75 ml cairan mukosa yang mengandung bahan obat furosemida dengan konsentrasi 0,001 M. Selanjutnya dimasukkan termostat dengan temperatur 37 ± 0,5o C. Selama berlangsung percobaan dijaga agar seluruh bagian usus tetap terendam dalam cairan mukosa serta terus menerus dialiri aliran oksigen dengan kecepatan kira-kira 1 gelembung per detik.
Universitas Sumatera Utara
28
Pada menit 5, 10, 15, 20, 30, 35, 40, 45 cairan serosa diambil ± 1 ml melalui kanula dan selanjutnya dipipet 0,5 ml diencerkan dengan larutan fisiologis pH 6,0 isotonis hingga 25 ml. Dimasukkan kembali sebanyak 1 ml untuk setiap pengambilan cairan serosa.
Serapan larutan yang diperiksa, diukur panjang
gelombang maksimum yaitu 277,0 nm dengan spektrofotometer ultraviolet. Dilakukan cara yang sama dengan cara diatas untuk konsentrasi 0,002 M dan 0,003 M (Sinaga, 1995; Kooshapur and Chaiden, 1999). 3.5.9 Analisis Data Untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi terhadap laju absorpsi tablet furosemida generik, dilakukan pengujian dalam dapar fosfat pH 6,0 isotonis pada temperatur 37 ± 0,5 oC sehingga diperoleh data konsentrasi kumulatif dan laju absorpsi furosemida pada berbagai konsentrasi. Data hasil perhitungan diuji dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) program SPSS dengan taraf kepercayaan 95% (α = 0,05). Ketergantungan konsentrasi terhadap laju absorpsi tablet furosemida generik pada kantung terbalik (everted sac) usus halus dihitung dengan persamaan Michaelis menten. Untuk mengetahui harga kecepatan absorpsi maksimum (V
maks ),
konstanta Michaelis (K m ), dilakukan dengan menggunakan Lineweaver-Burk Plot.
Universitas Sumatera Utara
29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Normalitas NaOH Untuk mengetahui normalitas NaOH maka dilakukan pembakuan degan menggunakan lebih kurang 150 mg kalium biftalat P yang sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 120oC selama 2 jam, dan dilarutkan dalam 15 ml air bebas karbondioksida P. Ditambahkan 2 tetes fenolftalein LP dan dititrasi dengan larutan natrium hidroksida hingga terjadi warna merah muda yang mantap. Normalitas NaOH yang diperoleh adalah sebesar 0,0918 N. Hasil dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 44. 4.2 Penetapan Kadar Furosemida Baku Penetapan kadar furosemida baku dilakukan secara titrasi semi bebas air yaitu denagn menggunakan NaOH 0,1 N sebagai pentiter dan indikator fenolftalein sehingga diperoleh kadar furosemida baku sebesar 99,3276 %. Hasil dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 45. 4.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Furosemida Dalam Larutan Dapar Fosfat pH 6,0 Isotonis Untuk mengetahui panjang gelombang maksimum furosemida dalam larutan dapar fosfat pH 6,0 isotonis maka dilakukan pengukuran pada larutan induk baku furosemida (7,5 mcg/ml) dengan menggunakan alat spektrofotometer ultraviolet. Dari pengukuran diperoleh panjang gelombang furosemida dalam larutan dapar fosfat pH 6,0 isotonis adalah 277,0 nm. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5 halaman 47 dan 48.
Universitas Sumatera Utara
30
4.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Furosemida Dalam Dapar Fosfat pH 6,0 Isotonis Untuk menentukan kurva kalibrasi dari furosemida baku dalam larutan dapar fosfat pH 6,0 isotonis dilakukan pengukuran absorbansi dari larutan induk furosemida pada konsentrasi 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; 5,5; 7,5; 9,5 dan 11,5 mcg/ml sehingga diperoleh absorbansi dari masing-masing konsentrasi. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7, halaman 49 - 51. 4.5 Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Terhadap Konsentrasi Kumulatif Larutan Tablet Furosemida Generik Yang Terabsorpsi Pada Kantung Terbalik (Everted sac) Jejunum Kelinci Untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi terhadap absorpsi kumulatif larutan tablet furosemida generik, dilakukan pengujian dalam larutan dapar fosfat pH 6,0 isotonis pada temperatur 37 ± 0,5oC dengan hasil seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Konsentrasi Kumulatif Tablet Furosemida Generik pada Interval Waktu Tertentu dalam mcg/ml Menit ke 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Konsentrasi Tablet Furosemid Generik (mcg/ml) 0,001 M 0,002 M 0,003 M 71,0568 ± 10,7200 5,3628 ± 2,4537 8,9905 ± 6,0227 95,3076 ± 16,2251 8,6751 ± 6,2457 17,1136 ± 5,4650 116,9033 ± 24,1369 33,0442 ± 8,9225 42,3502 ± 29,9713 149,2902 ± 5,2420 30,9148 ± 11,7108 58,4648 ± 36,3735 177,7208 ± 3,5132 40,0894 ± 11,9844 59,5820 ± 26,4886 173,2124 ± 32,7231 41,2066 ± 20,4659 99,3691 ± 9,7032 194,2166 ± 41,1625 51,5510 ± 15,2794 117,7839 ± 2,5094 208,7277 ± 40,8872 74,1325 ± 8,2533 118,6909 ± 69,5954 228,8906 ± 35,9878 82,4132 ± 26,9905 189,3927 ± 25,2618
F Hitung 75,583 71,303 12,823 10,000 10,756 16,126 11,800 10,545 6,5000
Dari hasil uji statistik konsentrasi kumulatif tablet furosemida generik pada berbagai konsentrasi yang terabsorpsi dalam larutan dapar fosfat menggunakan Analysis of Variance (ANOVA), diperoleh harga F hitung > F tabel
Universitas Sumatera Utara
31
(Sudjana, 1992). Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi kumulatif tablet furosemida yang terabsorpsi dalam larutan dapar fosfat pada berbagai konsentrasi menunjukkan perbedaan yang signifikan sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi kumulatif furosemida yang terabsorpsi dalam larutan dapar fosfat pH 6,0 isotonis pada konsentrasi 0,001 M (228,8906. ± 35,9878 mcg/ml) > konsentrasi 0,003 M (189,3927 ± 25,2618 mcg/ml) > konsentrasi 0,002 M (82,4132 ± 26,9905 mcg/ml). Laju absorpsi tablet furosemida generik untuk ketiga konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 2. Laju absorpsi pada konsentrasi 0,001 M sebesar 3,8338 mcg/ml menit, konsentrasi 0,002 M sebesar 1,875 mcg/ml menit dan konsentrasi 0,003 M sebesar 4,0604 mcg/ml menit. Laju absorpsi diperoleh dengan cara memplot konsentrasi terhadap waktu dan mencari persamaan garis lurusnya untuk memperoleh slope seperti pada Gambar 9 yang merupakan orde reaksi nol, dengan nilai korelasi ( R ) yang terbesar dibandingkan orde reaksi satu dan orde higuchi sehingga yang ditampilkan hanyalah gambar grafik orde reaksi nol. Keadaan ini tidak bertentangan dengan yang dinyatakan oleh Connors, et al (1986), bahwa reaksi peruraian furosemida mengikuti pseudo first order reaction.
Universitas Sumatera Utara
32
konsentrasi kumulatif (mcg/ml)
250 200 150 100 50 0 0
10
20
30
40
50
-50 waktu ( menit ) 0,001 M; y = 3,8338 x + 61,413
0,002 M; y = 1,875 x - 6,644
0,003 M; y = 4,0604 x - 22,427
Gambar 9. Grafik Konsentrasi Kumulatif Terhadap Waktu dari 0,001 M, 0,002 M dan 0,003 M Tablet Furosemida Generik Gambar 9 menunjukkan slope masing-masing konsentrasi dari persamaan garisnya di mana laju absorpsi adalah merupakan slope, yakni laju absorpsi mengacu kepada orde reaksi nol, dimana dc/dt = k, laju absorpsi ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Data Laju Absorpsi Tablet Furosemida Generik pada Berbagai Konsentrasi (mcg/ml.menit) Konsentrasi Laju Absorpsi
0,001 M 3,8338
0,002 M 1,8750
0,003 M 4,0604
Tabel 2 menunjukkan bahwa laju absorpsi pada konsentrasi 0,003 M paling tinggi, dibanding konsentrasi 0,001 M dan 0,002 M. Hal ini merupakan salah satu indikasi adanya pengaruh konsentrasi terhadap proses tersebut. Nilai laju absorpsi pada Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai laju absorpsi pada konsentrasi 1 M lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi 0,002 M, hal ini
Universitas Sumatera Utara
33
menjelaskan bahwa kemungkinan mekanisme permeasi tidak hanya difusi pasif saja, tetapi juga bekerja sistem transpor yang lain sehingga dapat disimpulkan dalam hal ini bahwa konsentrasi mempengaruhi laju absorpsi dari tablet furosemida generik. Berdasarkan hal di atas, maka dilakukan penentuan harga AUC (Area Under The Curve) tablet furosemida generik pada berbagai konsentrasi untuk mengetahui perbedaan jumlah furosemida yang terabsorpsi, yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Data Perbandingan Harga AUC (Area Under The Curve) Furosemida pada Berbagai Konsentrasi dalam mcg.menit/ml n
Konsentrasi 0,001 M
Konsentrasi 0,002 M
Konsentrasi 0,003 M
1
23,1510
10,5515
18,7583
2
17,5705
8,1905
15,2800
3
24,9213
5,3675
13,7423
Rata-rata
21,8809
8,0365
15,9268
Keterangan : F hitung = 15,470 dan F tabel = 5,14 Dari Tabel 3 terlihat bahwa harga AUC furosemida pada konsentrasi 0,001 M lebih besar dari pada harga AUC furosemida pada konsentrasi 0,002 M dan 0,003 M. Dari hasil uji statistik pada harga AUC furosemida menggunakan ANOVA dan LSD berdasarkan konsentrasi pada 0,001 M, 0,002 M, dan 0,003 M (Lampiran 19), diperoleh harga F hitung > F tabel (Sudjana, 1992). Hal ini menunjukkan bahwa AUC furosemida dalam larutan dapar fosfat dengan variasi konsentrasi menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sehingga dapat disimpulkan
Universitas Sumatera Utara
34
bahwa jumlah furosemida yang terabsorpsi melalui membran jejunum terbalik pada konsentrasi 0,001 M > 0,003 M > 0,002 M. Pada Tabel 4 ditampilkan data harga AUC pada furosemida baku dengan konsentrasi 0,002 M sebagai perbandingan dengan harga AUC pada tablet furosemida generik. Tabel 4. Data Harga AUC (Area Under The Curve) Furosemida Baku dengan Konsentrasi 0,002 M pada pH 6,0 Jejunum Terbalik Kelinci dalam mcg.menit/ml. n 1 2 3 4 5 6 Rata-rata
Harga AUC 13,2675 11,7496 10,4411 10,4492 12,2063 10,1119 11,3709
Dari Tabel 3 dan Tabel 4 terlihat bahwa harga AUC furosemida baku lebih besar dari pada tablet furosemida generik pada konsentrasi 0,002 M yaitu sebesar 11,3709 mcg.menit/ml dan 8,0365 mcg.menit/ml. Hal ini
kemungkinan
disebabkan oleh faktor formulasi dan pengaruh komponen bahan tambahan sebagai bahan penyusun dari sediaan tablet sehingga jumlah obat yang terabsopsi menjadi rendah. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dikatakan sesuai dengan klasifikasi furosemida menurut WHO essential drugs (2002), termasuk dalam kelas IV dimana furosemida sedikit terabsorpsi dan bervariasi sesuai dengan klasifikasi obat secara biofarmasi berdasarkan kelarutan dan permiabilitas sehingga menyebabkan ketersediaan hayatinya rendah (60-69 %).
Universitas Sumatera Utara
35
4.6 Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Terhadap Absorpsi Tablet Furosemida Generik pada Kantung Terbalik Jejunum Kelinci Untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi terhadap absorpsi dari tablet furosemida generik, dilakukan dengan menggunakan persamaan Michaelis menten menggunakan data Tabel 5 seperti yang terlihat pada Gambar 10. Persamaan Michaelis Mentens: V= Dimana;
V
Vmaks [C ] + Kd [C] K m + [C ]
= Kecepatan absorpsi awal (mcg/ml/menit)
V maks = Kecepatan absorpsi maksimum (mcg/ml/menit) Km
= Tetapan Michaelis Mentens (M)
[C]
= Konsentrasi (M) (Inui, et al, 1977)
Tabel 5. Data Variasi Konsentrasi pada Uptake 15 Menit dari Tablet Furosemida Generik C (10-3M) 1 2 3
Absorpsi (V) (mcg/ml/15 menit) 0,2934
0,3670 0,5862
SD 0,1971 0,1405 0,5317
1/C (1/10-3M) 1,0000 0,5000 0,3333
1/V (1/mcg/ml/15 menit)
1/SD
3,4083 2,7248 1,7059
5,0736 7,1174 1,8808
Universitas Sumatera Utara
Kecepatan Absorpsi (mcg/ml/15 menit)
36
1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
C (10-3 M)
Gambar 10. Grafik Michaelis Menten dari Absorpsi Tablet Furosemida Generik Pada Kantung Terbalik (Everted sac) Jejunum Kelinci Gambar 10. memperlihatkan adanya ketergantungan kosentrasi terhadap absorpsi dari tablet furosemida generik Dan untuk mengetahui nilai konstanta Michaelis Menten (K m ) dan kecepatan maksimum (V maks ) terhadap laju absorpsi dari tablet furosemida generik dengan konsentrasi 0,001 M, 0,002 M dan 0,003 M pada suhu ± 37oC dan pH 6,0 isotonis, dihitung dengan memakai kurva Lineweaver burk plot menggunakan data pada Tabel 5 dan Gambar 11 sehingga diperoleh hasil kecepatan maksimum (V maks ) adalah 0,8198 mcg/ml/15 menit dan konstanta Michaelis (K m ) dalah 1,8690.10-3 M. Sehingga dapat dinyatakan bahwa sistem memiliki kapasitas yang kecil dan afinitas besar (Tamai, et al, 1987). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada proses absorpsi ini selain difusi pasif juga kemungkinan bekerja sistem transpor yang lain. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Matondang, (2006).
Universitas Sumatera Utara
37
12.0
1/V (1/(mcg/ml/15 menit)
10.0 8.0 6.0 1/Vmaks = 1,2198
4.0 2.0 0.0
-1.0 1/Km = 0,535
-0.5
-2.0
0.0
0.5
1.0
1.5
-4.0 -6.0 1/C (1/10-3 M)
y = 2.2798x + 1.2198 R2 = 0.8524
Keterangan : Temperatur : ± 37oC n=3 pH = 6,0 isotonis Gambar 11. Kurva Lineweaver – Burk Dari Absorpsi Tablet Furosemida Generik Pada Kantung Terbalik (Everted sac) Jejunum Kelinci Salah satu kelemahan dari metode everted sac intestine adalah terjadinya ikatan protein dengan obat yang mengakibatkan jumlah zat yang diabsorbsi lebih besar dari yang sebenarnya. Ikatan protein obat dapat saja terjadi pada mukosa dan pada serosa, maka untuk memperoleh data yang lebih rinci sebaiknya dilakukan dengan metode intestinal mucosa homogenated dan dengan menggunakan alat penentuan kadar yang lebih sensitif yaitu KCKT.
Universitas Sumatera Utara
38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Laju absorpsi tablet furosemida generik pada kantung terbalik (Everted sac) jejunum kelinci dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi. b. Pada konsentrasi 0,003 M (4,0604 mcg/ml.menit) laju absorpsi tablet furosemida generik lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi 0,001 M (3,8338 mcg/ml.menit) dan 0,002 M (1,8750 mcg/ml.menit). Pada konsentrasi 0,003 M menit ke- 40 tercapai konsentrasi puncak (C maks ) sebesar 0,8509 mcg/ml, pada konsentrasi 0,001 M menit ke- 5 tercapai konsentrasi puncak (C maks ) sebesar 1,4211 mcg/ml dan pada konsentrasi 0,002 M menit ke- 15 tercapai konsentrasi puncak (C maks ) sebesar 0,3670 mcg/ml . Kemudian harga AUC pada konsentrasi 0,001 M ( 21,8809 mcg.menit/ml) lebih tinggi daripada konsentrasi 0,002 M ( 8,0365 mcg.menit/ml) dan konsentrasi 0,003 M ( 15,9268 mcg.menit/ml) yang berbeda signifikan (α < 0,05), dengan menggunakan uji statistik ANOVA dan LSD dengan nilai F hitung (15,470) > F tabel (5,14). 5.2 Saran a. Disarankan agar dilakukan penelitian selanjutnya terhadap tablet furosemida generik menggunakan konsentrasi tablet furosemida generik yang lebih rendah dari 0,001 M dan memakai KCKT sebagai alat penentuan kadar.
Universitas Sumatera Utara
39
b. Disarankan agar peneliti selanjutnya meneliti dengan percobaan yang sama menggunakan mukosa usus halus yang homogen ( intestinal mucosa homogenated ).
Universitas Sumatera Utara